KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) ALOR PENDAHULUAN Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem dunia yang paling kompleks dan khas daerah tropis.
Produktivitas
keanekaragaman
yang
dan tinggi
merupakan sifat dari ekosistem ini. Selain
itu
harmonis
perpaduan dari
yang
bentuk-bentuk
kehidupan yang ada menghasilkan panorama yang bernilai estetika tinggi.
Terumbu karang memiliki
fungsi dan peran yang menentukan dalam ekosistem pesisir dan laut, karena berfungsi sebagai tempat hidup, tempat asuhan, tempat berlindung, mencari makan bagi berbagai jenis organisme laut.
Selain itu juga terumbu
karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari abrasi. Survai ekologi ekosistem terumbu karang di dalam KKLD Alor dilakukan di 13 lokasi untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi ekosistem terumbu karang yang selanjutnya data dan informasi ini dikompilasi dengan data dan informasi lainnya akan dipakai dalam merancang dokumen rencana zonasi dan rencana pengelolaan KKLD Alor.
Pengamatan ekosistem terumbu karang dilakukan dengan menggunakan metode Reef Rapid Assement (RRA) dan metode Line Intercept Transect (LIT). Penggunaan metode RRA dilakukan pada awal pengamatan sebelum dilakukan peletakan transek untuk pengamatan dengan metode LIT. Dengan metode RRA dapat diperoleh gambaran kondisi terumbu karang secara umum dan dalam waktu yang singkat, sehingga mempermudah dalam penentuan lokasi untuk peletakan
transek
garis
untuk
mengamatan
yang
lebih
detail
dengan
menggunakan metode LIT. Untuk melengkapi pengamatan dengan metode LIT, maka dilakukan juga pembuatan permanent transect dan pengambilan posisi geografis pada setiap garis transek yang telah diamati untuk kepentingan monitoring kondisi terumbu karang.
Pengambilan foto untuk dokumentasi
kegiatan survai dan kondisi terumbu karang dilakukan pada setiap lokasi.
6,27
0,580,69
9,26 34,95
17,59
0,22
3,63 2,91 8,80
HC NS SC Algae SP OT CR SD DCA DC R
15,10
Gambar 1. Persentase penutupan rata-rata benthic lifeform ekosistem terumbu karang di KKLD Alor
1.
Bana, Pantar Perairan pantai Bana terletak di ujung tanjung Muna Seli di Timur Laut Pulau Pantar, yang terbuka terhadap pengaruh gelombang. Kondisi ini berpengaruh terhadap ekosistem terumbu di lokasi ini. Kondisi topografi dasar perairan terumbu karang dicirikan dengan dasar
Perairan Pantai Bana, Pantar
yang
landai
dengan
kemiringan 15-300 pada kedalaman 5 – 15 meter dan selanjutnya agak terjal dengan kemiringan mencapai > 450. Terumbu karang dijumpai tumbuh pada kedalaman 3 – 15 meter dengan pertumbuhan maksimal terjadi pada kedalaman 5 – 12 meter, pada kedalaman yang lebih dalam dari 15 meter pertumbuhan karang sudah mulai jarang dan substrat didominasi oleh pasir dan patahan karang.
5,8
2,1
0
24,7
40,8
11,8 0,50
Gambar
2.
9,4
4,9
HC NS SC Algae SP OT CR SD DCA DC R
0
Persentase penutupan komponen benthic lifeform penyusun terumbu karang di perairan Bana, Pantar
Terumbu karang di perairan pantai Bana Pantar didominasi oleh komponen biotik dengan persentase penutupan sebesar 55,60 % sedangkan komponen biotik sebesar 44,40 %. Komponen biotik yang paling dominan adalah karang keras (40,80 %), sedangkan komponen abiotik yang paling banyak menutupi substrat dasar adalah patahan karang (24,70%) dan pasir (11,80%).
Selain itu juga
dijumpai adanya beberapa komponen biotik lainnya seperti karang lunak, alga, dan beberapa biota asosiasi seperti sponge, ascidian, crinoid dan anemon, dengan persentase penutupan yang relatif rendah.
Pada lokasi ini dijumpai
adanya penutupan komponen abiotik berupa karang yang mengalami pemutihan (DC = death coral) sebesar 2,10 %, yang dapat menjadi indikator awal bahwa pada lokasi ini sedang dan akan terjadi pemutihan karang secara massal (mass coral bleaching).
Koloni karang yang mengalami pemutihan terutama
Pocillopora, Montipora, Acropora, Porites, Stylopora dan Seriatopora.
Untuk
memastikan faktor penyebab pemutihan karang maka telah dilakukan survai jelajah disekitar lokasi pemutihan karang untuk mencari ada tidaknya bintang laut berduri (Acanthaster planci) yang merupakan biota pemangsa karang, namun tidak dijumpai adanya hewan tersebut. Sehingga dapat diduga bahwa ada kemungkinan pemutihan karang terjadi perubahan kondisi perairan yang menyebabkan karang menjadi stress dan mati.
Gambar 3. Koloni karang Porites lutea dan Acropora palifera yang mengalami pemutihan di perairan Bana, Pantar
Karang keras (Hard Coral) sebagai komponen utama penyusun terumbu karang dapat dijadikan indikator dalam menentukan kondisi. Analisa penutupan karang keras di perairan Bana menunjukkan persentase penutupan sebesar 40,80 % dan kondisi terumbu karang termasuk kategori cukup/sedang. Komponen lifeform karang keras yang dominan adalah Acropora submasif (ACS) dan karang masif (CM). Kondisi ini dapat terjadi karena pengaruh gelombang yang cukup besar sehingga koloni-koloni karang yang tumbuh memiliki struktur yang kuat agar dapat tahan terhadap tekanan gelombang.
Analisa terhadap
komunitas karang keras menunjukkan bahwa genus karang keras yang umum dijumpai yaitu Acropora palifera, Acropora valenciennensi, Porites lutea, Porites
rus, Montipora, Favites, Favia, Montastrea, Pocillopora, dan Stylopora. Ancaman utama terhadap ekosistem terumbu karang di lokasi ini adalah kerusakan fisik terumbu karang yang ditandai dengan tingginya persentase penutupan patahan karang dan tinggginya kerentanan terhadap perubahan kondisi lingkungan perairan yang ditandai dengan munculnya gejala pemutihan karang secara massal (mass coral bleaching). 2.
Pulau Batang Pengamatan ekosistem terumbu di
perairan
Pulau
Batang
dilakukan di 3 (tiga) lokasi yaitu di sebelah Barat Daya, Utara dan
Tenggara
dari
Pulau
Batang. Pengamatan ekosistem di terumbu karang di sebelah barat Perairan Barat Laut Pulau Batang
daya
pulau
Batang
dilakukan dengan metode LIT
(line intercept transect), sedangkan di kedua lokasi lainnya dilakukan dengan metode RRA (reef rapid assement).
Secara umum kondisi topografi dasar perairan terumbu karang di pulau Batang dicirikan dengan dasar yang landai sampai terjal dengan kemiringan yang berkisar antara 150 pada kedalaman 5
meter, hingga kemiringan 900 yang
membentuk dinding terumbu (wall reef) pada kedalaman > 20 meter. Kecerahan perairan sangat bagus dapat mencapat kedalaman > 20 meter dan arus yang moderat tidak terlalu kuat. Terumbu karang dijumpai tumbuh pada kedalaman 3 – 5 meter dan selanjutnya pada kedalaman 10 – 15 meter. Sebaliknya pada kedalaman 5 – 10 meter dan kedalaman > 20 meter lebih didominasi oleh patahan karang dan pasir.
3,3 12,7
0,2
13,6
11,5
0,3 1,7 3,1
HC SC Algae SP OT CR SD DCA DC
53,6
Gambar 4. Persentase penutupan komponen benthic lifeform penyusun terumbu karang Pulau Batang
Terumbu karang di perairan pulau Batang didominasi oleh komponen abiotik dengan persentase penutupan sebesar 69,80 %, sedangkan komponen biotik sebesar 30,20 %.
Komponen abiotik yang paling dominan adalah patahan
karang (53,60 %) dan pasir (12,7 %), sedangkan komponen abiotik lainnya
adalah karang mati yang ditutupi alga (3,30%) dan karang mati (0,2%). Adanya karang mati yang masih berupa koloni karang yang berwarna putih terutama dijumpai pada beberapa genus karang keras antara lain Pocillopora, Acropora dan Seriatopora, serta pada beberapa koloni anemon. Di lokasi sekitar koloni karang yang mengalami pemutihan dijumpai adanya bintang laut berduri (Acanthaster planci) dan kerang Drupela yang merupakan predator karang. Komponen biotik didominasi oleh karang keras (13,60%) dan karang lunak (11,50%).
Komponen biota asosiasi lainnya seperti alga, crinoid, hydroid,
anemon dan sponge terdapat dalam jumlah sedikit dengan persentase penutupan yang rendah. Komponen lifeform karang keras yang dominan adalah karang bercabang (CB), karang enkrusting (CE) dan karang masif (CM). Analisis kondisi terumbu karang berdasarkan persentase penutupan karang keras menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di pulau Batang termasuk dalam kondisi buruk/jelek dengan persentase penutupan karang kera sebesar 13,60 %. Genus karang keras yang dijumpai sebanyak 16 genus yang tergolong dalam 9 famili. Hasil inventarisasi dan identifikasi spesies karang penyusun ekosistem terumbu karang sebanyak 75 spesies karang keras, dengan genus karang yang umum dijumpai adalah
Montipora, Acropora, Favites, Favia, Montastrea,
Diploastrea, Porites, dan Goniopora . Ancaman utama terhadap ekosistem terumbu karang di Pulau Batang adalah kerusakan fisik yang disebabkan oleh aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Hal ini ditunjukan dengan tingginya persentase penutupan patahan karang dengan ukuran yang seragam dan dalam area yang luas terutama pada kedalaman sampai dengan 5- 8 meter. Namun kerusakan ini telah terjadi pada waktu lampau dan sekarang terlihat mulai adanya pemulihan dari kerusakan.
3.
Pulau Lapang Profil
dasar
karang di
perairan pantai
terumbu
utara
Pulau
Lapang dicirikan sebagai berikut : -
kedalaman kurang dari 5 meter kemiringan dasar < 150, dan banyak dijumpai dengan
Perairan sebelah Utara Pulau Lapang
batuan
koral,
karang mati yang ditutupi alga,
dan
koloni-koloni
karang berukuran kecil. -
kedalaman 5 – 10 meter kemiringan dasar perairan > 450, banyak dijumpai adanya patahan karang dengan sedikit pertumbuhan karang serta banyak terdapat ikan-ikan karang kelompok major.
-
Kedalaman 10 – 15 meter kemiringan dasar perairan > 600 membentuk lereng terumbu pertama, pada kedalaman ini banyak dijumpai adanya pertumbuhan karang yang cukup bagus dan ukuran koloni karang yang besar, selain itu juga banyak sekali dijumpai adanya biota asosiasi yang tumbuh di dinding-dinding terumbu antara lain sponge, crinoid, hydroid, gorgonian.
-
Kedalaman 15 – 20 meter kemiringan dasar < 150 membentuk rataan teras dengan pertumbuhan karang yang mulai berkurang.
-
Kedalaman > 20 meter kemiringan dasar > 600 membentuk lereng terumbu.
Komponen penyusun terumbu karang meliputi komponen biotik dan abiotik. Hasil pengamatan terhadap komponen penyusun terumbu karang di perairan pulau Lapang menunjukkan bahwa persentase penutupan substrat dasar oleh komponen abiotik (52,90%) lebih tinggi dibandingkan dengan komponen biotik (47,10%). Komponen abiotik yang dominan adalah patahan karang (24,60%)
dan karang mati yang ditutupi alga (20,80%), sedangkan Komponen biotik yang dominan adalah karang keras (24,50%), alga (10,30%) dan karang lunak (9,10%).
Persentase penutupan karang keras yang merupakan komponen
utama terumbu karang sebesar 27,30 % yang meliputi karang keras Scleractinia (24,50%) dan karang keras non-Scleractinia (2,80%). Komponen karang keras Scleractinia dikelompokan lagi menjadi Acropora (11,40%) dan non-Acropora (12,90 %).
Karang keras Scleractinia non-Acropora di dominasi oleh bentuk
pertumbuhan masif (7,2%) dan bercabang (3,6%).
20,8
24,5
7,5
2,8 9,1 24,6 0,4
HC NS SC Algae OT CR SD DCA
10,3
Gambar 5. Persentase penutupan komponen benthic lifeform penyusun terumbu karang Pulau Lapang
Penilaian kondisi terumbu karang dengan menggunakan indikator persentase penutupan karang keras menunjukan bahwa kondisi terumbu karang di bagian utara Pulau Lapang termasuk kategori sedang/cukup bagus (persentase penutupan karang keras berkisar 25,0 – 49,9%).
Jumlah genus karang keras
yang di perairan ini sebanyak 21 genus yang tergolong dalam 13 famili. Famili
karang keras yang paling banyak dijumpai adalah Acroporidae, Poritidae, Faviidae dan Fungiidae. Sedangkan genus karang paling umum dijumpai yaitu
Acropora, Montipora, Porites, Favites, Favia, Montastrea, Oxypora, dan Echinopora. Kerusakan terumbu karang pada lokasi ini, ditandai dengan dijumpainya patahan karang dengan ukuran yang bervariasi dan tidak seragam, hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kerusakan karang (terutama karang bercabang) terjadi karena
jangkar
perahu
atau
adanya
menangkap/mengambil biota laut.
kegiatan
manusia
karang
untuk
Namun berdasarkan laporan masyarakat
bahwa di pulau Lapang sering terjadi kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Kondisi ini bisa saja terjadi karena letak pulau Lapang
selain
tidak
berpenghuni
juga
jauh
dari
pengawasan
aparat
pemerintah/keamanan. Berdasarkan informasi dari pemuka masyarakat Blangmerah yang mendiami Pulau Lapang, bahwa seringkali adanya nelayan dari luar daerah yang datang ke pulau
Lapang
untuk
mencari
menggunakan alat compressor.
teripang
dan
hasil
laut
lainnya
dengan
Masyarakat dan nelayan yang berasal dari
Blangmerah yang tinggal sementara waktu di Pulau Lapang umumnya melakukan usaha budidaya rumput laut dan mengumpulkan rumput laut alam, mengumpulkan kerang-kerangan di padang lamun, menangkap ikan dengan menggunakan bubu, pukat monofilament dan pancing di sekitar daerah padang lamun dan terumbu karang.
4.
Beangonong, Pantar Perairan Beangonong terletak di barat laut pulau Pantar memiliki ekosistem terumbu karang yang tumbuh dekat dengan terumbu
pantai
karang
(fringing reef). perairan
membentuk pantai
Profil dasar Beangonong
dicirikan dengan rataan yang
Perairan Beangonong, Pantar
sempit dan landai sampai dengan kedalaman 3 meter dan selanjutnya agak tejal dengan kemiringan 300 sampai kedalaman 10 meter, pada kedalaman > 10 meter kemiringan dasar perairan meningkat > 450 hingga 750. Topografi ini membentuk kontur dasar perairan yang menjorok keluar kearah laut seperti lidah. Pertumbuhan karang mulai tampak pada kedalaman 5 – 10 meter di punggung lereng hingga dinding lereng pada kedalaman 15 – 20 meter.
kelimpahan koloni karang tertinggi
terdapat pada kedalaman 8 – 12 meter, sedangkan pada kedalaman sekitar 3 – 8 meter banyak dijumpai bekas patahan karang yang telah ditumbuhi alga dan karang lunak serta biota asosiasi lainnya (sponge, crinoid, hydroid dan anemone). Komponen penyusun terumbu karang di perairan Beangonong pulau Batang didominasi oleh persentase penutupan komponen biotik sebesar 53,0 %, sedangkan komponen abiotik
sekitar 47,0%.
Komponen biotik yang umum
dijumpai adalah karang keras (37,10 %) dan biota asosiasi lainnya (12,90 %). Komponen abiotik yang paling dominan adalah patahan karang (41,20%), menunjukkan bahwa terumbu karang di lokasi ini telah mengalami kerusakan fisik yang hebat. Dibandingkan dengan lokasi lainnya yang disurvai, di lokasi ini
paling banyak dijumpai adanya biota asosiasi terumbu karang seperti sponge, hydrozoan, crinoid, gorgonian, dan ascidian.
5,8
37,1
HC SC Algae SP OT
41,2
CR DCA 0,8 1,80,4 12,9
Gambar 6. Persentase penutupan komponen benthic lifeform penyusun ekosistem terumbu karang di perairan Beangonong, Pantar.
Komponen lifeform karang yang paling umum dijumpai adalah karang keras
Millepora (26,4%). kondisi
terumbu
Berdasarkan persentase penutupan karang keras maka karang
di
perairan
Beangonong
termasuk
kategori
sedang/cukup bagus, dengan persentase penutupan karang keras sebesar 37,10%. Jumlah genus karang keras yang dijumpai sebanyak 16 genus yang tergolong dalam 8 famili.
Famili karang keras yang paling banyak dijumpai
adalah Faviidae, Pocilloporidae dan Acropiridae. Sedangkan genus karang yang paling umum dijumpai yaitu Millepora, Montipora, Leptoria dan Stylopora . Tingginya persentase penutupan patahan karang menunjukkan bahwa kegiatan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang yang dilakukan di lokasi ini telah dilakukan dengan cara-cara yang destruktif, dan hal ini terlihat dari bentuk patahan karang yang dijumpai. Dari hasil pengamatan ini dapat menjelaskan
bahwa pada waktu lalu telah terjadi kerusakan hebat dan luas pada teras terumbu di kedalaman 5 – 8 meter akibat penangkapan menggunakan bahan peledak dan sekarang sudah mulai mengalami pemulihan dengan adanya pertumbuhan baru dari koloni karang dan biota asosiasi terumbu karang lainnya. Namun pada kedalaman sekitar 8 – 10 meter di tepi punggung terumbu terlihat masih adanya kerusakan yang berupa patahan karang yang tidak beraturan yang diduga disebabkan oleh aktivitas membongkar karang dan jangkar. Hal ini juga sejalan dengan hasil pengamatan terhadap ikan karang, yang menunjukkan kelimpahan yang tinggi dari kelompok ikan major dan juga ikan-ikan target yang berukuran besar ( > 30 cm), sehingga menjadi target lokasi penangkapan ikan bagi nelayan sekitar dan dari luar daerah. Ada kemungkinan terumbu karang di lokasi ini juga penting bagi perikanan karang disekitarnya karena posisinya dan bentuk topografi yang unik sehingga mampu memberikan perlindungan bagi ikan-ikan karang untuk melakukan aktivitas biologisnya. 100
Persentase Penutupan (%)
80
60
Abiotik Biotik
40
20
la gb i
ar P. Bu ay a
D
un
an
an j Se b
p at a
ap an g P. L
M
en g ib
te Kl ih
an g
na P. Te r
Al a
Ko ka r
an g Ba g
ng ng on o
an g
Be a
P. Ba t
Ba n
a
0
Lokasi
Gambar 7. Persentase penutupan komponen biotik dan abiotik pada terumbu karang di KKLD ALor
5.
Dunangbila, Pantar Pengamatan
ekosistem
terumbu karang di Dunangbila dilakukan pada perairan yang berada di bawah bukit lokasi menara Telkom. dasar
Topografi
perairannya
dengan
dasar
dicirikan
yang
landai
sampai kedalaman 8 meter dan
Perairan Pantai Dunangbila, Pantar
meluas sampai kedalaman 12 meter.
selanjutnya
datar
dan
Pertumbuhan karang dijumpai pada
kedalaman 3 – 8 meter dan pada kedalaman yang lebih dari 10 meter di dasar yang rata tidak dijumpai adanya pertumbuhan karang, substrat pada kedalaman ini didominasi oleh pasir dan patahan karang. Ekosistem terumbu karang di lokasi ini lebih didominasi oleh komponen biotik (82,80%) dibandingkan dengan komponen abiotik (17,20%). Komponen biotik yang paling utama adalah karang keras (82,2%) terutama karang bercabang
Acropora verweyi (76,40%). Sedangkan komponen abiotik yang dominan adalah patahan karang ( 9,6%) dan karang mati yang ditutupi alga (6,4%).
Pada
lereng terumbu yang landai terlihat pertumbuhan koloni karang Acropora
verweyi melimpah dan mendominasi penutupan substrat dasar perairan. Berdasarkan analisa persentase penutupan karang keras menunjukan bahwa kondisi terumbu karang di perairan Dunangbila termasuk kategori sangat bagus, namun berdasarkan analisa ekologi terhadap keanekaragaman dan dominasi menunjukkan nilai keanekaragaman jenis yang rendah dan ini menjadi indikator bahwa ada terjadi gangguan dalam ekosistem terumbu karang di lokasi ini sehingga terjadinya dominansi dari suatu jenis tertentu di dalam ekosistem.
Kondisi ini memberikan dampak bahwa tingkat kerentanan ekosistem terumbu karang di lokasi ini sangat tinggi, karena sangat bergantung kepada eksistensi dari populasi karang Acopora verweyi sebagai spesies kunci.
1,2
6,4
9,6
HC
0,6 OT CR SD DCA
82,2
Gambar 8. Persentase penutupan komponen benthic lifeform penyusun terumbu karang di perairan Dunangbila, Pantar.
6.
Bagang, Pantar Pengamatan
ekosistem
terumbu
karang di lokasi ini diawali dengan melakukan
RRA
assement)
untuk
(rapid
reef
mendapatkan
gambaran umum kondisi terumbu karang
secara
dilakukan Perairan pantai Bagang, Pantar
umum
sebelum
pengamatan
dengan
menggunakan metode LIT (line intercept transect).
Dari hasil RRA
di sepanjang perairan terumbu karang antara Baranusa hingga Bagang, kondisi
terumbu karangnya telah mengalami kerusakan parah yang ditandai dengan banyak dijumpainya patahan karang secara luas pada kedalaman 5 – 10 meter. Hal ini mengindikasikan bahwa pada waktu lalu di lokasi ini telah dijadikan sebagai lokasi penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Hasil LIT pada lokasi ini menunjukan bahwa ekosistem terumbu karang lebih didominasi oleh komponen abiotik (60,10%) dibandingkan komponen biotic (39,90%).
Komponen abiotik yang utama yang menutupi substrat dasar
perairan adalah patahan karang (43,70%). Sedangkan komponen biotik yang utama adalah karang keras (25,80%) dan karang lunak (10,10%). Komponen biotik lainnya antara lain alga, sponge dan biota asosiasi lainnya, dijumpai dalam jumlah yang sedikit.
Komponen lifeform karang keras yang umum dijumpai
adalah karang masif (CM) (11,80%), karang bercabang (CB) (4,10%), Karang Acropora (ACB) (3,30%) dan karang enkrusting (CE) (3,0%).
Koloni-koloni
karang keras yang mendominasi lokasi ini adalah koloni karang keras terutama bentuk pertumbuhan masif (CM) yang berukuran besar (> 50 cm) dan selain itu juga pada batuan koral yang tidak ditutupi alga banyak tumbuh rekruit karang yang berukuran < 10 cm.
8,8 7,6
25,8
HC SC Algae SP OT CR 10,1
43,7
1,4 2,1 0,5
SD DCA
Gambar 9. Persentase penutupan komponen benthic lifeform penyusun terumbu karang di perairan Bagang, Pantar.
Berdasarkan hasil analisa persentase penutupan karang keras menunjukan bahwa kondisi terumbu karang di perairan Bagang termasuk kategori sedang/cukup bagus dengan persentase tutupan sekitar 25,8%. Keragaman jenis karang di lokasi ini relatif rendah, namun banyak dijumpai adanya rekruit karang keras. Hal ini menunjukan bahwa walaupun telah mengalami kerusakan parah pada waktu lalu namun secara alami ekosistem terumbu di lokasi ini mulai mengalami pemulihan. Jenis karang yang umum dijumpai terutama dari genus
Montipora, Porites, Favites, Acropora, Millepora, Diploastrea, Lobophyllia, Favia dan Leptoria.
7.
Pulau Buaya Pengamatan
ekosistem
terumbu karang di Pulau Buaya dilakukan di perairan bagian barat yang menghadap ke arah Tanjung Pantar. perairan
Munaseli
di
Pulau
Topografi
dasar
dicirikan
dengan
rataan yang sempit dan landai Perairan sebelah barat laut pulau Buaya
dengan hingga
kemiringan pada
<
kedalaman
150 5
meter, selanjutnya kedalaman > 5 meter topografi dasar perairan sangat terjal dengan kemiringan hampir tegak lurus (900) membentuk dinding terumbu (reef wall).
Gambar 10.
Kondisi topografi dasar perairan Pulau Buaya yang terjal membentuk dinding terumbu (reef wall) yang ditumbuhi oleh karang keras dan biota asosiasi lainnya
Terumbu karang pada lokasi
ini memiliki keragaman organisme bentik dan
keragaman jenis karang yang paling tinggi dari semua pulau yang disurvai. Pengamatan
ekosistem
terumbu
karang
dilakukan
terhadap
komponen
penyusun dan komunitas karang batu. Komponen penyusun terumbu karang meliputi komponen biotik dan abiotik. Komponen penyusun terumbu karang di perairan pulau Buaya memiliki persentase penutupan substrat dasar oleh komponen biotik sekitar 92,80 % dan sangat dominan dibandingkan dengan komponen abiotik (7,20 %). Kondisi ini memperlihatkan bahwa hampir semua permukaan dasar ditutupi oleh organisme bentik dan hanya menyisakan sedikit bagian yang merupakan komponen abiotik yang patahan karang (4,20%), Karang mati ditutupi alga (1,40%), pasir (1,0 %) dan karang mati (0,60%). Analisa persentase penutupan komponen biotik menunjukkan bahwa bagian terbesar dari komponen biotik adalah karang keras (35,40 %), alga (coraline alga dan alga assemblages) (36,40 %), karang lunak (12,60 %), sponge (5,0%) dan biota asosiasi lainnya (crinoid, anemon, kima, gorgonian, ascidian, COTs, dan tubeworm) sebesar 3,40 %.
3,4
4,2
1 1,4 0,6
5 35,4
HC SC Algae SP OT CR SD DCA
36,4 12,6
Gambar 11.
DC
Persentase penutupan komponen benthic lifeform penyusun terumbu karang di perairan Pulau Buaya.
Analisa persentase penutupan karang keras menunjukkan bahwa karang Scleractinia memiliki persentase penutupan yang lebih tinggi dibandingkan karang keras non-Scleractinia. Karang keras Scleractinia yang dikelompokkan menjadi karang Acropora dan non-Acropora menunjukan perbedaan persentase penutupan yang signifikan.
Karang Scleractinia Acropora hanya menutupi
sekitar 3,60 % sedang non-Acropora menutupi substrat dasar sekitar 31,80 %. Persentase penutupan karang keras yang menjadi indikator kondisi terumbu karang menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di pulau Buaya termasuk kategori sedang/cukup bagus. Kondisi ini tidak berarti bahwa terumbu karang di lokasi ini tidak terlalu bagus, namun dengan mengamati komposisi komponen biotiknya dapat terlihat bahwa perairan terumbu karangnya subur.
Hal ini
nampak dari tingginya persentase penutupan alga yang menjadi indikator tingginya kandungan unsur hara, selain itu tingginya persentase penutupan biota asosiasi lainnya yang sebagian besar merupakan organisme planktovores, mengindikasikan bahwa kelimpahan planton di perairan ini cukup tinggi.
90 82,2 80
Persentase Penutupan (%)
70
60
55,6 52,6
50 40,8 40
39,2
37,1
35,4
34 30
27,3
25,8
20 13,6
12,8
10 0,8 la gb i an un D
ar
P. Bu ay a
an j Se b
p
ap an g P. L
at a
ib
M
en g
te Kl ih
an g
na P. Te r
Al a
Ko ka r
an g Ba g
ng ng on o
an g
Be a
P. Ba t
Ba n
a
0
Lokasi
Gambar 12. Persentase penutupan karang keras pada terumbu karang di dalam KKLD Alor.
Kondisi ini sangat dimungkinkan karena adanya sirkulasi air yang membawa massa air yang mengandung unsur hara dan plankton yang melintasi perairan terumbu karang di lokasi ini. Kondisi
Jumlah genus karang keras yang teridentifikasi sebanyak 31 yang tergolong dalam 13 famili.
Famili karang keras yang paling banyak dijumpai adalah
Faviidae, Pocilloporidae dan Poritidae. Sedangkan genus karang yang paling umum dijumpai yaitu Montipora dan Goniopora. Analisa keanekaragaman jenis dengan menggunakan indeks Shannon menunjukkan nilai sebesar 2,503, analisa dominasi jenis dengan menggunakan indeks Dominasi mendapatkan nilai sebesar 0,159 dan hasil analisa kesemerataan dengan menggunakan indeks Eveness menunjukkan nilai sebesar 3,091. Indikator kerusakan terumbu karang akibat aktivitas manusia sangat jarang dijumpai di lokasi ini. Persentase penutupan patahan karang relatif sedikit (4,20 %). Kondisi ini tidak berarti bahwa kerusakan terumbu karang tidak terjadi di pulau Buaya. Pengamatan terumbu karang yang dilakukan pada lokasi yang agak dekat dengan pemukiman dan berada dekat area perlindungan laut oleh masyarakat mengakibatkan kondisi terumbu karangnya terjaga dan dalam kondisi baik.
Masyarakat pulau Buaya sejak akhir tahun 1990-an telah
mengembangkan area perlindungan laut seluas ± 200 m 2 yang terletak di ujung barat perkampungan penduduk atau berada tepat di bawah kepala buaya. Dalam area ini semua kegiatan yang bersifat eksploitasi dilarang sedang kegiatan yang bersifat eksplorasi seperti penelitian dapat dilakukan namun dengan seijin kepala desa. Selain itu juga pada lokasi ini telah di letakkan buoy sebagai tambatan perahu, sehingga dapat mengurangi kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh jangkar perahu/kapal.
Aktivitas yang mungkin
dapat berpengaruh terhadap kerusakan terumbu karang adalah penempatan bubu di atas koloni karang dalam penangkapan ikan karang oleh nelayan setempat.
Kondisi alami yang juga dapat mempengaruhi pertumbuhan karang adalah tingginya kehadiran alga didalam sistem terumbu yang dapat menjadi pesaing bagi organisme karang dalam mendapatkan ruang. 8.
Pulau Ternate Kondisi
topografi
dasar
perairan pulau Ternate tidak berbeda
dengan
topografi pulau Buaya,
kondisi yaitu
rataan yang sempit dan landai sampai kedalaman 5 meter dan pada kedalaman > 5 meter topografi dasar perairan Perairan sebelah barat daya pulau Ternate
terjal dengan kemiringan yang hampir
dinding terumbu (reef wall).
900
membentuk
Pertumbuhan ekosistem terumbu karang terjadi
mulai dari kedalaman 1 meter sampai dengan 25 meter di lereng terumbu, hal dimungkinkan karena tingkat kecerahan yang tinggi yang dapat mencapai kedalaman 30 meter. Pertumbuhan ekosistem terumbu karang tertinggi terjadi pada kedalaman 3 – 12 meter. Pengamatan ekosistem terumbu karang di pulau Ternate dilakukan di sebelah barat daya
pada lokasi depan Gereja, pada
kedalaman 8 meter.
Komponen penyusun terumbu karang di perairan pulau Ternate didominasi oleh persentase penutupan komponen biotik yaitu sebesar 90,80 %, sedangkan persentase penutupan komponen abiotik sebesar 9,20 %. Komponen abiotik yang paling dominan adalah patahan karang (6,20 %), karang mati yang ditutupi oleh alga (2,20 %) dan pasir (0,80%) Komponen biotik yang memiliki persentase penutupan tertinggi adalah karang keras (52,60 %) dan selanjutnya adalah sponge (12,2%), alga (10,80%), dan karang lunak (9,60%).
Selain itu juga
dijumpai adanya beberapa komponen biotik lainnya seperti alga koralin, crinoid
(lili laut), anemon, hydroid dan COTs (bintang laut seribu, Acanthaster planci), dengan persentase penutupan yang relatif rendah (5,60%).
Berdasarkan
persentase penutupan karang keras sebagai indikator kondisi terumbu karang menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di perairan pulau Ternate termasuk kategori bagus. Seperti halnya di pulau Buaya, pulau Ternate juga memiliki keragaman organisme bentik yang cukup tinggi dan karakteristik topografi dasar yang unik yang membentuk reef wall serta arus yang bergerak sejajar dengan konfigurasi dasar, menjadikan suatu daya tarik tersendiri bagi para penyelam profesional dan menyukai tantangan.
6,2
0,8
2,2
5,6 HC SC
12,2
Algae SP OT CR 52,6 SD 10,8
DCA
9,6
Gambar 13.
Persentase penutupan komponen benthic lifeform penyusun terumbu karang di perairan Pulau Ternate
Jumlah genus karang keras yang berhasil diidentifikasi sebanyak 27 genus yang tergolong dalam 14 famili. Famili karang keras yang paling banyak dijumpai adalah Faviidae, Pocilloporidae, Mussidae dan Acropiridae. Sedangkan genus karang paling umum dijumpai yaitu Acropora, Montipora, Favites, Favia, Montastrea,
Echinopora,
Lobophyllia,
Diploastrea
dan
Leptoria.
Analisa
keanekaragaman jenis dengan menggunakan indeks Shannon menunjukkan nilai sebesar 2,610,
analisa dominasi jenis dengan menggunakan indeks
Dominasi mendapatkan nilai sebesar 0,106 dan hasil analisa kesemerataan dengan menggunakan indeks Eveness menunjukkan nilai sebesar 3,045.
Gambar 14. Alat tangkap bubu yang diletakan oleh nelayan di pulau Ternate di dalam area terumbu karang untuk menangkap ikan karang.
Kerusakan terumbu karang di lokasi ini akibat aktifitas perikanan yang merusak terutama dengan menggunakan bahan peledak tidak dijumpai. Kerusakan yang tampak berupa patahan karang relatif kecil (6,20%) dan diduga diakibatkan oleh jangkar perahu dan penempatan bubu yang tidak selektif oleh nelayan setempat. Patahan karang yang dijumpai umumnya berukuran yang bervariasi kecil-besar. Kondisi ini dapat menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi disebabkan oleh banyak faktor dari aktivitas manusia dalam memanfaatkan terumbu karang dan telah berlangsung pada waktu lampau,
dan saat ini patahan karang telah
ditutupi oleh alga dan ditumbuhi oleh karang lunak.
9.
Kokar, Alor Barat Laut Terumbu Kokar
karang
tumbuh
perairan
di
perairan
subur
dangkal
pada
membentuk
terumbu karang pantai (fringing reef).
Lokasi
transek
pengamatan
terumbu
karang
berada pada perairan terbuka menghadap Perairan pantai Kokar, Alor Barat Laut
barat,
ke
arah
datang
gelombang pada saat musim
Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kondisi topografi dasar dan
pertumbuhan komunitas karang keras di lokasi ini.
Kondisi topografi dasar
perairan pantai Kokar landai dengan kemiringan berkisar 15 – 300 sampai pada kedalaman 20 meter.
Pertumbuhan terumbu karang
mulai dijumpai dari
kedalaman 3 meter sampai dengan 15 meter dengan pertumbuhan tertinggi pada kedalaman 8 – 10 meter.
Komponen penyusun terumbu karang di perairan Kokar didominasi oleh persentase penutupan komponen abiotik yaitu sebesar 52,20 %, sedangkan persentase penutupan komponen biotik sebesar 47,80 %. Komponen abiotik yang paling dominan adalah pasir (39,40%), karang mati (DC) (4,6%), patahan karang (CR) (4,20%) dan karang mati ditutupi alga (DCA) (4,0%). Komponen biotik yang memiliki persentase penutupan tertinggi adalah karang keras (34,00 %) dan selanjutnya adalah alga (7,60%), karang lunak (5,40%) dan sponge (0,80%).
Selain itu juga dijumpai adanya beberapa komponen biotik lainnya
seperti crinoid (lili laut), anemon, dan hydrozoan, dengan persentase penutupan yang relatif rendah. Berdasarkan persentase penutupan karang keras sebagai indikator kondisi terumbu karang menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di perairan Kokar termasuk kategori sedang / cukup bagus. Pertumbuhan karang keras di lokasi ini cukup bagus yang ditandai dengan banyak dijumpainya rekruit karang keras yang berukuran < 10 cm yang tumbuh diatas substrat batuan koral.
Tingginya persentase penutupan substrat dasar perairan oleh pasir menunjukkan bahwa pertumbuhan
koloni-koloni karang terjadi secara sporadis dengan
dipisahkan oleh substrat pasir yang membentuk parit, yang merupakan ciri perairan yang didominasi oleh pengaruh faktor gelombang.
4
4,6 HC 34
SC Algae SP CR SD DCA
39,4
DC 5,4 4,2
0,8
7,6
Gambar 15. Persentase penutupan komponen benthic lifeform penyusun terumbu karang di perairan pantai Kokar, Alor Barat Laut
Selain faktor gelombang yang dominan yang berpengaruh terhadap kondisi topografi dan pertumbuhan terumbu karang, perubahan kondisi lingkungan perairan
juga
dapat
memberikan
pengaruh
yang
siknifikan
terhadap
pertumbuhan organisme karang. Kondisi ini tampak dengan dijumpainya indikasi awal terjadinya pemutihan koloni karang secara massal (mass coral bleaching), yang ditandai dengan tingginya persentase penutupan karang mati (DC) sebesar 4,6%, dan merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya yang disurvai.
Koloni-koloni yang mengalami pemutihan terutama dari genus
Pocillopora, Acropora, Montipora, Stylopora dan Seriatopora, dengan ukuran koloni yang sangat bervariasi.
Pemutihan massal koloni karang keras ini dapat
menjadi indikator bahwa telah terjadi perubahan kondisi lingkungan perairan
yang membuat koloni-koloni karang menjadi stress dan mati. Faktor penyebab lain tidak ditemukan disekitar lokasi yang di survai terutama tidak ditemukannya kehadiran bintang laut berduri (Acanthaster planci).
Gambar 16.
10.
Koloni karang Montipora dan Acropora yang mengalami pemutihan (bleaching) di perairan Kokar
Sabanjar, Alor Besar Pangamatan ekosistem terumbu karang di Sabanjar di lakukan pada perairan di depan pondok wisata KKLD.
Kondisi topografi dasar
perairan terumbu karang di lokasi ini bervariasi mulai dari reef flat (rataan Perairan pantai Sabanjar, Alor Besar
terumbu)
yang
landai
dengan kemiringan sekitar 5-100 pada kedalaman sampai dengan 3
meter, selanjutnya agak terjal dengan kemiringan 30-450 pada kedalaman 5 – 20 meter. Terumbu karang di lokasi ini banyak terdapat pada kedalaman 3 – 12 meter, mulai dari rataan sampai pada lereng terumbu yang agak terjal, pada kedalaman > 12 meter pertumbuhan karang sudah meulai berkurang dan lebih didominasi oleh pasir dan patahan karang. Visibility (kecerahan) perairan cukup
baik dan dapat mencapat kedalaman sekitar 20 meter.
Arus di lokasi ini
bervariasi dari moderat sampai ekstrim dan bergantung pada pasang surut air laut.
5,6
12,8
14 HC SC Algae OT CR SD
12,6
DCA 7,6
46,6 0,8
Gambar 17.
Persentase penutupan komponen benthic lifeform penyusun terumbu karang di perairan Sabanjar
Komponen benthic lifeform penyusun terumbu karang di perairan Sabanjar di dominasi oleh komponen biotik dengan penutupan sebesar 67,80%, sedangkan komponen abiotik sebesar 32,2. Komponen biotik yang paling banyak menutupi substrat dasar perairan terumbu karang adalah karang lunak (46,6%), dan selanjutnya karang keras (12,80%), biota asosiasi lainnya (7,60%) dan alga (0,80%). Biota asosiasi terumbu karang yang umum dijumpai adalah hydrozoan, crinoid, anemon, dan kima. Komponen abiotik yang paling banyak menutupi substrat dasar adalah pasir (14,0%), patahan karang (12,60%) dan karang mati yang ditutupi alga (5,6%). Persentase penutupan karang lunak yang tinggi serta banyak terdapatnya patahan karang yang dijumpai menunjukan bahwa terumbu karang di lokasi ini pernah mengalami kerusakan parah dan sekarang sedang mengalami pemulihan dengan pertumbuhan karang lunak yang menutupi bekas
patahan karang.
Namun pertumbuhan karang lunak yang sangat cepat dan
menutupi sebagian besar ruang terutama substrat keras, mengakibatkan penempelan dan pertumbuhan koloni karang keras sebagai komponen utama terumbu karang menjadi terhambat. Karang lunak yang mendominasi lokasi ini terutama adalah genus Xenia, yang diketahui memiliki kemampuan tumbuhh dan berkembang biak sangat cepat menjadi pesaing utama bagi karang keras. Beberapa
genus
karang
lunak
lainnya
yang
banyak
dijumpai
adalah
Sarcophyton, Sinularia, Lobophyton, Nepthea, Lemnalia dan Alertigorgia.
Komponen karang keras penyusun terumbu karang di perairan Sabanjar menutupi sekitar 12,80% substrat dasar terumbu karang. Coral lifeform yang paling umum dijumpai adalah karang masif (5,80%) dan karang Acropora (5,20%).
Beberapa jenis karang yang umum dijumpai di lokasi ini adalah
Acropora hyancinthus, Acropora latistella, Acropora digitifera, Acropora grandis, Seriatopora hystrix, Stylopora sp, Porites lutea, Favites sp, Favia sp dan Goniopora sp. Koloni karang keras di lokasi ini umumnya berukuran besar dan jarang sekali dijumpai koloni karang berukuran kecil (< 10 cm) yang merupakan rekruitmen bagi populasi karang keras di lokasi ini. Hal ini kemungkinan diduga karena substrat bagi penempelan rekruit karang sudah ditutupi oleh karang lunak yang sangat cepat menginvasi ruang kosong yang ada. Berdasarkan persentase penutupan karang keras sebagai indikator kondisi terumbu karang menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di perairan Sabanjar termasuk kategori buruk/rusak.
Dalam upaya untuk meningkatkan tutupan karang keras melalui rehabilitasi terumbu karang maka di perairan Sabanjar, pada tahun 2008 pernah dilakukan kegiatan tranplantasi karang. Kegiatan ini memberikan hasil yang sangat baik dengan adanya pertumbuhan karang hasil transplantasi yang cepat.
Namun
karang lunak juga dengan cepat menguasai ruang-ruang yang ada pada media transplantasi dan bersaing dengan koloni karang hasil transplantasi. Upaya lain
yang juga perlu dilakukan selain transplantasi adalah membantu meningkatkan rekruitmen organisme karang keras.
Gambar 18. Karang keras hasil transplantasi tahun 2008 di perairan Sabanjar
11.
Alaang, Alor Barat Daya Lokasi
survai
di
perairan
Alaang terletak di dalam selat Pantar dan terbuka terhadap pengaruh
yang
berasal
perairan
selat
Ombai,
sehingga
secara
mendapatkan
rutin
pengaruh
gelombang dan arus pasang Perairan pantai Alaang, Alor Barat Daya
surut yang ekstrim. memberikan
Kondisi pengaruh
terhadap kondisi lingkungan dan ekosistem terumbu karang di lokasi ini. Kondisi topografi dasar perairan dicirikan dengan daerah rataan yang sempit dan selanjutnya landai dengan kemiringan 15 – 300 sampai pada kedalaman 15 meter. Pada kedalaman > 15 meter kemiringan dasar perairan meningkat > 45 0. Kompleksitas topografi dasar relatif rendah. Terumbu karang tumbuh dan berkembang pada kedalaman 3 – 10 meter dengan kelimpahan tertinggi pada
kedalaman 5 8 meter. Pada kedalaman > 10 meter substrat dasar didominasi oleh penutupan pasir dan patahan karang serta ditumbuhi oleh alga koralin.
Ekosistem terumbu karang di lokasi ini lebih didominasi oleh komponen biotik (71,40%) dibandingkan dengan komponen abiotik (28,60%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar substrat dasar perairan ditutupi oleh komponen biotik. Komponen biotik yang paling banyak menutupi substrat dasar adalah karang keras (39,20%) dan selanjutnya alga (11,40%), karang lunak (8,40%), sponge (6,60%) dan biota asosiasi lainnya (5,80%). Lifeform Karang keras yang umum dijumpai didominasi oleh karang masif (14,0%), karang enkrusting (9,40%), karang Acropora (7,0%) dan karang submasif (4,0%). Jenis karang lunak yang paling dominan adalah Lobophyton sp, Sinularia sp dan Dendronephthya sp. Alga yang dominan adalah koralin alga (Halimeda capiosa), sedangkan biota asosiasi lainnya yang umum dijumpai terutama adalah stinging hydrozoan (Aglaophenia sp) dan lili laut (Crinoid). Komponen abiotik yang banyak menutupi substrat dasar adalah karang mati yang ditutupi alga (15,60%, patahan karang (10,20%) dan pasir (2,80%).
4,3
6,8
1 HC
3,6 1,4
NS SC Algae SP OT CR 55,5
25,6
SD DCA
1,70,1
Gambar 19.
Persentase penutupan benthic lifeform penyusun terumbu karang di perairan Alaang, Alor Barat Daya.
Analisa komunitas karang keras menunjukkan bahwa Jenis karang keras yang banyak dijumpai adalah Acropora hyancinthus, Acropora latistella, Acropora grandis, Acropora digitifera, Acropora nobilis, Porites nigrescens, Pocillopora verrucosa, Stylopora sp, Porites lutes, Montipora foliosa, Montipora danae, Montipora sp, Goniopora sp, Favites sp, dan Favia sp. Koloni karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang berukuran < 10 cm sampai dengan >100 cm.
Kelimpahan koloni karang yang berukuran < 10 cm yang relatif tinggi
menunjukan bahwa rekruitmen karang keras sangat bagus dan memberikan struktur populasi yang seimbang dalam menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang di lokasi ini. Tingginya kelimpahan koloni karang Acropora, khususnya karang bercabang dan karang tubulate, menunjukan bahwa tekanan fisik dalam pemanfaatan terumbu karang relatif kurang dan kondisi perairannya sangat baik mendukung pertumbuhan terumbu karang. Penilaian kondisi terumbu karang berdasarkan
persentase
penutupan
karang
keras
di
perairan
Alaang
menyimpulkan bahwa kondisi terumbu karang termasuk kategori sedang/cukup bagus dengan persentase penutupan karang sebesar 39,20%.
Gambar 20. Kondisi terumbu karang dan ikan karang di perairan Alaang, Alor Barat Daya
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa terhadap kondisi ekosistem terumbu karang menunjukkan bahwa lokasi ini penting untuk dilindungi.
Hal ini juga
didukung kelimpahan ikan karang yang tinggi dan ada kemungkinan lokasi ini dijadikan sebagai tempat pemijahan bagi beberapa jenis ikan karang.
12.
Klihibeng, Alor Barat Daya
Kondisi
lingkungan
perairan
terumbu karang di lokasi ini tidak berbeda dengan kondisi perairan Alaang.
Topografi
dasar perairan landai sampai terjal pada kedalaman 20 meter dengan
kemiringan
>
450.
Terumbu karang tumbuh dan Perairan pantai Klihibeng, Alor Barat Daya
berkembang pada kedalaman 3 – 10 meter dengan kelimpahan
tertinggi pada kedalaman 5 - 8 meter. Pada kedalaman > 12 meter substrat dasar didominasi oleh penutupan pasir dan patahan karang serta ditumbuhi oleh alga koralin.
Ekosistem terumbu karang di lokasi ini lebih didominasi oleh komponen biotik (87,90%) dibandingkan dengan komponen abiotik (12,10%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar substrat dasar perairan ditutupi oleh komponen biotik. Komponen biotik yang paling banyak menutupi substrat dasar adalah karang keras (55,5%) dan selanjutnya alga (25,60%), biota asosiasi (3,60%), karang lunak (1,70%), dan sponge (1,40%).
Lifeform Karang keras yang umum
dijumpai didominasi oleh karang Acropora (23,40%), karang enkrusting (15,90%), karang bercabang non-Acropora (4,30%), karang foliouse (4,20%), karang submasif (3,20%), karang digitata (2,60%) dan karang masif (1,90%). Jenis karang lunak yang paling dominan adalah Lobophyton sp, Sinularia sp dan Dendronephthya sp. Alga yang dominan adalah koralin alga (Halimeda capiosa), sedangkan biota asosiasi lainnya yang umum dijumpai terutama adalah stinging hydrozoan (Aglaophenia sp) dan lili laut (Crinoid).
Komponen abiotik yang
banyak menutupi substrat dasar adalah patahan karang (6,80%), pasir (4,30%) dan karang mati yang ditutupi alga (1,0%).
15,6 2,8 39,2 10,2
HC SC Algae SP
Loli
OT CR SD
5,8
DCA
6,6 11,4
Gambar
8,4
21. Persentase penutupan komponen benthic lifeform penyusun terumbu karang di perairan Klihibeng, Alor Barat Daya
Jenis karang keras yang banyak dijumpai adalah Acropora hyancinthus, Acropora latistella, Acropora grandis, Acropora nobilis, Porites nigrescens, Pocillopora verrucosa, Stylopora sp, Porites lutes, Montipora danae, Montipora sp, dan Favites sp. Kelimpahan koloni karang yang berukuran < 10 cm relatif tinggi di lokasi ini, menunjukan bahwa rekruitmen karang keras sangat bagus dan memberikan struktur populasi yang seimbang dalam menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang di lokasi ini. Selain itu juga koloni yang berukuran > 30 cm - > 100 cm terdapat dalam jumlah banyak, terutama koloni karang Acropora bercabang dan Acropora tubulate.
Kondisi menunjukan bahwa
tekanan fisik dalam pemanfaatan terumbu karang relatif kurang dan kondisi perairannya sangat baik mendukung pertumbuhan terumbu karang. Penilaian kondisi terumbu karang berdasarkan persentase penutupan karang keras di perairan Alaang menyimpulkan bahwa kondisi terumbu karang termasuk kategori bagus dengan persentase penutupan karang sebesar 55,50%.
13.
Matap, Alor Barat Daya Lokasi survai di perairan Matap terletak di dalam Teluk Mutiara bagian luar dekat pintu masuk Teluk Mutiara. Kondisi topografi dasar perairan dicirikan dengan daerah rataan yang sempit
(<
10 meter) dan selanjutnya landai dengan kemiringan 10 – 150 Perairan pantai Matap, Alor Barat Daya
sampai
pada
kedalaman
5
meter. Pada kedalaman > 5 meter kemiringan dasar perairan meningkat > 150 sampai pada kedalaman 12 meter. Substrat dasar sampai pada kedalaman 8 meter, didominasi oleh batuan vulkanik dan pada bagian atas batuan tumbuh koloni karang dan biota lainnya Terumbu karang tumbuh dan berkembang pada kedalaman 2 – 8 meter dengan kelimpahan tertinggi pada kedalaman 3 - 5 meter. Pada kedalaman > 8 meter substrat dasar didominasi oleh penutupan pasir. Perairan sangat keruh dengan visibility yang terbatas.
Ekosistem terumbu karang di lokasi ini lebih didominasi oleh komponen biotik (85,80%) dibandingkan dengan komponen abiotik (14,20%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar substrat dasar perairan ditutupi oleh komponen biotik. Komponen biotik yang paling banyak menutupi substrat dasar adalah karang lunak (75,60%), dan selanjutnya sponge (7,80%), biota asosiasi lainnya (1,60%) dan karang keras (0,80%).
Jenis karang lunak yang umum dijumpai adalah
Lobophyton sp, Sinularia sp dan Sarcophyton sp.
Komponen abiotik yang
banyak menutupi substrat dasar adalah batuan vulkanik (9,0%), pasir (4,40%) dan karang mati yang ditutupi alga (0,80%)
Persentase penutupan karang keras relatif kecil sekitar 0,80% dan penilaian kondisi terumbu karang berdasarkan persentase penutupan karang keras tersebut maka kondisi terumbu karang di lokasi ini buruk/jelek.
Gambar 22. Hamparan Montipora foliosa di Perairan Pulau Pura
14.
Pulau Pura
Hasil survai terumbu karang di perairan Sondangbali, Pulau Pura pada tahun 2005 menunjukkan bahwa komponen penyusun terumbu karang lebih didominasi oleh penutupan komponen biotik yaitu sebesar 70,60 %, sedangkan komponen abiotik hanya sekitar 29,40 %. Komponen abiotik yang paling dominan adalah boulder rock (batuan padat) (16,60 %), pasir (7,80 %), karang mati ditutupi alga (3,40) dan patahan karang (1,60 %). Komponen biotik yang banyak dijumpai adalah komunitas karang keras dengan persentase penutupan yang tertinggi (46,40 %), sedangkan persentase penutupan karang lunak hanya sebesar 18,40 %. Selain itu juga dijumpai adanya beberapa komponen biotik lainnya seperti alga, sponge (spons), ascidian, crinoid (lili laut), algae (macroalga, coraline alga) dan bulu babi seribu (Acanthaster planci), dengan persentase penutupan yang
relatif rendah.
Kondisi terumbu karang di perairan Solangbali Pulau Pura
termasuk kategori bagus, berdasarkan persentase penutupan karang keras sebagai indikator.
Jumlah genus karang keras yang dijumpai sebanyak 22
genus yang tergolong dalam 11 famili. Famili karang keras yang paling banyak dijumpai adalah Faviidae dan Acropiridae.
Sedangkan genus karang paling
umum dijumpai yaitu Acropora, Stylopora, Porites dan Favia.
Analisa
keanekaragaman jenis dengan menggunakan indeks Shannon menunjukkan nilai sebesar 2,528,
analisa dominasi jenis dengan menggunakan indeks
Dominasi mendapatkan nilai sebesar 0,095 dan hasil analisa kesemerataan dengan menggunakan indeks Eveness menunjukkan nilai sebesar 2,773.
Gambar 23.
Beberapa organisme penghuni terumbu karang yang dijumpai di perairan KKLD kabupaten Alor.
Hasil survai ini di perairan Pura Timur, kecamatan Pura menunjukkan bahwa persentase penutupan karang keras berkisar antara 20,0 – 76,6 %
dengan rata-rata sekitar 52,9 %. Dari 4 (empat) lokasi yang disurvai di desa Pura Timur, lokasi yang memiliki persentase tutupan karang tertinggi yaitu di Waltingella (76,6%) dan selanjutnya Tg. Balbela (60,0%) dan Kubar Ong (55,0%). Sedangkan lokasi yang memiliki persentase penutupan karang keras yang paling rendah/kecil adalah Apomella (20,0%).
Persentase penutupan
karang keras (hard corals) sebagai komponen utama penyusun terumbu karang dapat dijadikan indikator kondisi terumbu karang. Berdasarkan kategori Yap dan Gomes (1984) dan hasil analisa persentase penutupan menunjukkan bahwa secara umum terumbu karang di perairan Pura Timur termasuk kategori bagus/baik dengan persentase penutupan karang keras sebesar 52,9%. Berdasarkan sebaran menurut lokasi survai menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di perairan Pura Timur bervariasi dari jelek/buruk sampai sangat bagus.
Lokasi dengan kondisi terumbu karang sangat bagus dijumpai di
Waltingela, terumbu karang yang termasuk kategori bagus/baik dijumpai di Tg. Balbela dan Kubar Ong, sedangkan yang termasuk kategori jelek/buruk dijumpai di Apomella. Tabel 1. Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase penutupan karang keras di Pulau Pura dan Pulau Tereweng, Kabupaten Alor No.
Lokasi
Persentase Penutupan
Kondisi
Karang Keras (%)
Terumbu Karang
1
Bana
40,80
Cukup/Sedang
2
P. Batang
13,60
Buruk/Jelek
3
Beangonong
37,10
Cukup/Sedang
4
Bagang
25,80
Cukup/Sedang
5
Kokar
34,00
Cukup/Sedang
6
Alaang
39,20
Cukup/Sedang
7
P. Ternate
52,60
Bagus
8
Klihibeng
55,50
Bagus
9
Matap
0,80
Buruk/Jelek
10
P. Lapang
27,30
Cukup/Sedang
11
Sebanjar
12,80
Buruk/Jelek
12
P. Buaya
35,40
Cukup/Sedang
13
Dunangbila
82,20
Bagus
Rata-rata
34,95
Cukup/Sedang
Keterangan : persentase cover karang keras sebesar 0 – 24,9 % = buruk/jelek, persent cover 25 – 49,9 % = cukup baik, persent cover 50 – 74,9 % = baik/bagus dan persent cover 75 % = sangat baik/bagus.
Kerusakan terumbu karang telah terjadi di perairan Pura Timur, hal ini tampak dari banyak ditemukannya patahan karang (coral rubble).
Patahan karang
dengan ukuran yang tidak beraturan dan telah ditumbuhi oleh alga banyak dijumpai di lokasi Apomella.
Pada lokasi ini juga terlihat mulai adanya
pertumbuhan kembali dari koloni karang terutama dari jenis karang bercabang Stylopora.
Selain itu juga banyak dijumpai adanya pertumbuhan Anemon
diantara patahan karang.
Kerusakan ini juga mulai nampak pada lokasi
Waltingella, Tg. Balbela dan Kubar Ong.
Kerusakan yang terjadi terutama
disebabkan oleh pengoperasian alat tangkap bubu oleh nelayan setempat yang dilakukan secara tidak beraturan. Bubu diletakkan pada area terumbu karang yang masih baik, yang banyak terdapat karang bercabang, dan ini berakibat karang bercabang menjadi patah.
Peletakkan bubu dilakukan secara
berpindah-pindah pada lokasi karang yang masih baik yang banyak terdapat ikan target. Hal ini berakibat kerusakan akan terus berlangsung dan meluas pada area terumbu karang lainnya.
Selain kerusakan akibat penangkapan ikan
dengan menggunakan alat tangkap bubu, kerusakan karang di Pura Timur juga disebabkan oleh pelepasan jangkar perahu yang tidak beraturan pada area terumbu karang (Gambar 10).
Gambar 24.
Kerusakan karang di perairan Pura Timur yang disebabkan oleh pengoperasian alat tangkap bubu dan jangkar perahu.
Kubar Oong, Pura Timur Tg. Balbela, Pura Timur Waltingella, Pura Timur Apomela, Pura Timur Tereweng III Tereweng II Tereweng I
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
PP Karang Keras (% )
Gambar 25. Grafik persentase penutupan (%) karang keras pada beberapa lokasi di Pulau Pura dan Pulau Tereweng.
15.
Pulau Tereweng Pulau Tereweng merupakan pulau kecil yang terletak diujung selatan
Selat Pantar yang langsung berbatasan dengan Selat Ombai. Kondisi topografi
pulau terjal dengan kemiringan 70 – 800 dan berbatuan vulkanik.
Kondisi
topografi dasar perairan di Pulau Tereweng menunjukkan profil yang rata dan landai pada kedalaman 1 - 5 meter sampai terjal pada kedalaman lebih dari 5 meter dengan tingkat kemiringan mencapai lebih dari 600 .
Pantai Pulau
Tereweng tersusun dari batuan vulkanik berukuran besar yang tersebar pada daerah pasang surut sampai kedalaman sekitar 2 meter.
Gambar 26.
Kondisi topografi daratan dan morfologi pantai di Pulau Tereweng
Komponen penyusun terumbu karang yang dominan adalah komponen abiotik yaitu pasir, batu (rock) dan patahan karang. Sedangkan komponen biotik yang utama adalah karang lunak, makro alga, turf alga dan coraline alga. Pertumbuhan makroalga terutama genus Caulerpa terlihat mendominasi pada kedalaman 2 – 7 meter. Patahan-patahan karang terlihat tersebar merata pada semua kedalaman.
Pertumbuhan karang dijumpai pada kedalaman 2 meter
sampai kedalaman 15 meter dengan pertumbuhan yang sporadis yang terutama didominasi oleh karang barcabang dari jenis Acropora.
Pertumbuhan karang
Acropora yang luas menghasilkan suatu hamparan Padang Acropora (Acropora Bed) yang membentang pada kedalaman 3 – 12 meter di lokasi depan Dusun II
(depan kampung).
Persentase penutupan karang sebagai indikator utama
penentuan kondisi terumbu karang di perairan Pulau Tereweng menunjukkan kisaran yang rendah ( < 10 %) dan termasuk dalam kondisi rusak/jelek.
Gambar 27. Hamparan Acropora yang luas di Terumbu Karang di Pulau Tereweng