11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Konservasi Konsewasi mempakan salah satu cara untuk tetap menjaga kelestarian dari keberadaan suatu sumberdaya di suatu kawasan. Konsewasi bukan saja dimaksudkan untuk menjaga agar sumberdaya hayati yang mutlak diperlukan untuk kehidupan manusia tidak akan habis, tetapi juga bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelestarian terhadap sumberdaya hayati ditujukan untuk mempertahankan keberadaan plasma nutfah. Keberadaan plasma nutfah ini sangat penting bagi perkembangan suatu sumberdaya hayati yang selanjutnya ~nenentukantingkat kesejahteraan manusia. Suparmoko (1989) mengatakan bahwa konsewasi adalah suatu tindakan untuk mencegah pengerusakan sumberdaya alam dengan cara pengambilan yang tidak berlebihan sehingga dalam jangka panjang sumberdaya alam tetap tersedia. Konsewasi juga dapat diartikan sebagai upaya menjaga kelestarian terhadap alam demi kelangsungan hidup manusia. Gifford Pinchot dalam Supamoko (1989) mengartikan konsewasi sebagai penggunaan sumberdaya alam untuk kebaikan secara optimal, dalam jumlah yang terbanyak dan untuk jangka waktu yang paling lama. Lebih dari itu konsewasi diartikan sebagai pengembangan dan proteksi terhadap sumberdaya alam. Konsewasi mempunyai konotasi yang bemacam-macam, yaitu bagi para teknisi dapat diartikan sebagai usaha mengurangi penggunaan sumberdaya alam secara fisik misalnya mengurangi erosi tanah, mengurangi penebangan hutan, menunda penggalian minyak bumi dan sebagainya. Sedangkan sebagian orang merasakan sebagai persoalan moral yang menuntutnya untuk melindungi suatu jenis surnberdaya tertentu misalnya tidak mengambil air tanah di daerah tertentu. Lebih lanjut Suparmoko (1989) mengatakan, konsewasi dimaksudkan sebagai penggunaan sumberdaya yang bijaksana sepanjang waktu, ha1 ini berbeda-beda bagi masing-masing tipe sumberdaya. Untuk sumberdaya yang tak dapat diperbahami, konsewasi dimaksudkan agar dapat mengembangkan penggunaan sumberdaya itu untuk memenuhi kebutuhan dalam jangka waktu
yang lebih lama, misalnya untuk mengurangi tingkat konsumsi, atau menggunakan teknologi baru yang menghemat penggunaan sumberdaya alam seperti beralihnya penggunaan dari minyak ke energi surya. Bagi sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), konsewasi dimaksudkan untuk mengurangi pemborosan baik yang bersifat ekonomi maupun sosial, dan sekaligus memaksimurnkan penggunaan secara ekonomis. Untuk sumberdaya biologis, penggunaan yang bijaksana dimaksudkan sebagai penggunaan yang menghasilkan penerimaan bersih yang maksimum, dan sekaligus dapat memperbaiki kapasitas produksinya. Profesor Wantrup dalam Suparmoko (1989) menyatakan bahwa konservasi persediaan sumberdaya alam dalam arti memelihara persediaan secara permanen, tanpa pengurangan dan pemsakan, jelas tidak banyak gunanya. Apabila konservasi diartikan demikian, tingkat penggunaan sama dengan no1 dan koservasi itu sebenarnya tidaklah berarti tidak ada penyrangan atau peniadaan penggunaan karena lebih mengutamakan bentuk penggunaan lain dalam ha1 sumberdaya alam itu memiliki penggunaan yang bermacam-macam (multiple use
resource). Menurut Kusumstanto (2000), program konservasi ekosistem tenunbu karang yang terlalu menitikberatkan pada aspek perlindungan sulit untuk dapat mengakomodasikan kepentingan masyarakat setempat yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya tersebut. Pembuatan kawasan ekosistem tenunbu menjadi kawasan konsewasi tanpa melibatkan masyarakat lokal akan sulit bertahan karena akan memerlukan biaya pengawasan dan penegakan hukum yang tinggi. Bila masyarakat tumt serta dalam penyusunan kawasan konsewasi tersebut dan juga memperoleh manfaat ekonomi darinya, maka kawasan tersebut mempunyai peluang jauh lebih besar untuk berkembang. Lebih lanjut Kusumastanto (2000) menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan program tersebut terdapat beberapa ha1 yang hams diperhatikan : (1) Identifikasi mata pencaharian, baik mata pencaharian yang selama ini dilakukan oleh masyarakat lokal, maupun mata pencaharian alternatif potensial untuk dilaksanakan di kawasan yang akan dilindungi
(2) Identifikasi sumberdaya alam yang ada di lokasi yang dijadikan kawasan konservasi (3) Mencari dukungan dari masyarakat setempat karena merupakan suatu kesadaran atau keinginan dari rnasyarakat sendiri.
(4) Kapasitas dan kapabilitas masyarakat sehingga bantuan teknis yang dibutuhkan dapat diidentifikasi dan disediakan Mata pencaharian altematif yang akan dikembangkan mempunyai tingkat realitas atau kelayakan dari segi pasar, input produksi, teknologi, manajemen dan modal. 2.2. Ekonomi Konsewasi Laut
Dari beberapa h a i l studi terakhir menunjukkan bahwa kawasan konservasi laut telah menunjukkan manfaat yang berarti bempa peningkatan biomasa ikan: Hasil studi Halpem (2003) dalam Fauzi (2005), misalnya, menunjukkan bahwa secara rata-rata, kawasan konservasi telah meningkatkan kelimpahan (abundance) sebesar dua kali lipat, sementara biomasa ikan dan keanekaragaman hayati meningkat tiga kali lipat. Program konservasi sejenis telah banyak dilakukan di daerah-daerah di belahan dunia seperti di Amerika, Prancis, Filipina, Afrika Selatan, Belanda dan negara-negara lainnya. Kegiatan ini cukup berhasil dilihat dari pertumbuhan biota yang ada di dalamnya, Menurut Li (2000) dalam Fauzi (2005) merinci manfaat kawasan konservasi laut sebagai berikut. Manfaat biogeografi, keanekaragaman hayati, perlindungan terhadap spesies endemic dan spesies langka, perlindungan terhadap spesies yang rentan dalam masa pertumbuhan, pengurangan mortalitas akibat penangkapan. peningkatan produksi pada wilayah yang berdekatan. perlindungan pemijahan, manfaat penelitian, ekoturisme, pembatasan hasil samping ikan-ikan juvenil (junenile by catch), dan peningkatan prodkctifitas peraim @roducrivity
enchacemeny. Hasil studi White dan Cruz-Trinidad (1998) dalam Fauzi (2005) mengenai kawasan konservasi laut di Apo Island menunjukkan bahwa manfaat bersih (net
benefir) yang bisa diperoleh dari MPA Apo Island hampir mencapai USS400 ribu. Manfaat ini diperoleh dari penerimaan ekoturisme dan perikanan, serta penjualan
jasa bagi kepentingan wisata dan perikanan. Nilai ekonomi tentu saja lebih berarti dibandingkan manfaat ekonomi sesaat dari penangkapan ikan, baik konvensional maupun dengan teknik destruktif seperti born dan sianida Fauzi (2005) mengatakan, selain manfaat biologi dan ekonomi, kawasan koservasi juga memberikan manfaat sosial yang tidak bisa diabaikan. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa penetapan suatu kawasan menjadi kawasan konservasi dapat meningkatkan kepedulian (awarness) masyarakat sekitar terhadap masalal~lingkungan. MPA atau kawasan konservasi juga dapat dijadikan ajang meningkatkan pendidikan lingkungan untuk masyarakat sekitar. Di Apo Island, Filipina, penerimaan yang diperoleh dari MPA malah dapat dijadikan beasiswa untuk menempuh pendidikan formal tingkat lanjut bagi penduduk sekitar. Interaksi dengan wisatawan dari berbagai negara juga telah membantu membuka cakrawala berpikir bagi penduduk sekitar. Interaksi ini berfungsi juga sebagai ajang transfer teknologi dan informasi dari dunia luar ke penduduk sekitar. Dalam sebuah konsensus yang ditandatangani oleh 150 ahli kelautan dinyatakan bahwa sekarang ini terdapat bukti-bukti ilmiah yang sangat kuat bahwa kawasan konservasi laut melestarikan keanekaragaman hayati dan perikanan, serta mampu menambah kembali isi laut. Sebagai contoh, sebagian besar nelayan di St Lucia, Karibia, mereka sangat menghormati kawasan konservasi laut karena mereka percaya, pada saatnya ha1 tersebut akan menguntungkan mereka. Begitu juga dengan masyarakat nelayan di Filipina, satusatunya harapan untuk mengembalikan terumbu karang yang telah mengalami penangkapan berlebihan selama beratahun-tahun adalah melalui konservasi.
Tabel 1. Untuk Menilai Dampak Terukur Dan Perikanan di Kawasan Konsewasi Laut di Beberapa Negara di Dunia Nama daerah perlindung an dan lokasinya
Jangka waktu perlind ungan (tahun)
Kepulauan Mayotte, Samudra Hindia
Looe Key, Florida, USA
Sainte Ann, Seychelles
-. llpe
habitat
Terumbu karang
2
I'
Terumbu karang
Terumbu karang
Dampak yang dilaporkan Jumlah total penangkapan spesies tidak berbeda antara di dalam kawasan perlindungan dengan di luar kaw&an, meskipun demikian jenis kamivora besar yang umum ditemukan lebih beragam dan lebih berlimpah di dalam kawasan perlindungan. Nilai tengah (mean) biomassa dari spesies komersial di dalam kawasan sebesar 202 g/m2 sementara di luar kawasan sebesar 79 g/m2 (Babcock, 1999). Setelah adanya pelarangan pola perikanan tangkap dengan tombak, 15 jenis ikan target densitasnya meningkat, kakap densitasnya meningkat sebanyak 93 persen dan grunts 43 persen (Clark et al, 1989). Meskipun pada kenyataannya ada beberapa keluarga yang masih memegang hak penangkapan dan perburuan masih banyak dimiliki, keragaman target spesies dan total biomassa ikan lebih tinggi di dalam kawasan perlindungan dibandingkan di daerah yang banyak dilakukan kegiatan penangkapan. Biomasssa pemangsa tidak meningkat sejalan dengan hilangnya predator karena panangkapan ( J e ~ i n g et s al, 1995: Jenning et al, 1oo2\ Kerapu, Injil, dan kakap tebih berlimpah dan beragam di dalam kawasan perlindungan dibandingkan dengan di daerah penangkapan (Jemings, 1998). Kakap, Iniil, dan Kerapu lebih berlimpah di dalam ~ G i o n a ldan Gmpaknya sampai tercecer ke daerah penangkapan. perindungan tihak berdampak pada keragaman spesies (Watson et al. 1996). Ikan berukuran besar dan mudah diperangkap, jumlah dua kali lipat lebih berlimpah di daerah perlindungan dan 18 dari 22 spesies ukurannya menjadi lebih besar
.,,-,
Kepulauan Cousin, Seychelles Taman Nasional laut Kisite, Kenya Perlindung an Laut Barbados
15+
Terumbu karang
-
Terumbu karang
5
Terumbu karang
ama an
a l1
Sumber: Pet Jos dun Mous J: Peter (Agustus, 2002) 2.3. Kelembagaan Konsewasi Laut
Kelembagaan mencakup dua sisi pembatas penting, yaitu konvensi dan aturan main. Kelembagaan adalah suatu aturan yang dikenal dan diikuti secara baik oleh anggota masyarakat, yang memberi naungan dan hambatan bagi individu atau mayarakat. Kelembagaan kadang ditulis secara formal dan ditegakkan oleh aparat pemerintah, tetapi kelembagaan juga dapat tidak ditulis secara formal seperti pada aturan adat dan norma yang dianut masyarakat.
Kelembagaan itu umurnnya dapat diprediksi dan cukup stabil, serta dapat diaplikasikan pada situasi berulang. Definisi kelembagaan adalah kerangka acuan atau hak-hak yang dimiliki individu-individu untuk berperan dalam pranata kehidupan, tetapi juga berarti perilaku dari pranata tersebut. Setiap perilaku ekonomi juga sering disebut kelembagaan. Ruang lingkup kelembagaan juga dapat dibatasi pada hal-ha1 berikut ini: (1) Kelembagaan adalah kreasi manusia, (2) Kelompok individu, (3) Mempunyai dimensi waktu, (4) Mempunyai dimensi tempat, (5) Mempunyai aturan main dan norna, ( 6 ) Sistem pemantauan dan penegakan aturan, (7) Hirarki dan jaringan, dan (8) Konsekuensi kelembagaan. Ekonomi kelembagaan menjadi sangat penting karena berasal dari adanya kepedulian tentang penelusuran bagaimana suatu ekonomi disusun, dijalankan, dan digerakkan, serta bagaimana struktw dalam sistetn ekonomi bentbah karena respon terhadap kegiatan kolektif. Ekonomi kelembagaan melihat individu atau seseorang sebagai anggota dari perusahaan, anggota dari suatu keluarga, atau anggota dari suatu organisasi tertentu. Kelembagaan ekonomi yang dapat dipilih oleh masyarakat adat harus disesuaikan aturan main dan nortna, sistem pemantauan dan penegakan aturan, hirarki dan jaringan, dan konsekuensi kelembagaan pada masing-masing daerah. Pertnasalahan dalam setiap sistem ekonomi adalah adanya kelangkaan sumberdaya dan keinginan manusia yang tidak terbatas, sehingga timbullah apa yang dinamakan pilihan dan persaingan, serta beranggapan bahwa kelembagaan merupakan suatu kondisi penghambat dalam proses pengambilan keputusan. Tentu saja ini pandangan yang perlu dilumskan. Gejala yang tejadi pada aktoraktor ekonomi (swasta dan pemerintah) dan relasinya di masyarakat adat temyata mengarah kepada paham ekonomi tersebut sehingga perlu pengkajian ulang kelembagaan ekonomi di dalam masyarakat adat. Ekonomi kelembagaan berangkat dari kenyataan bahwa kelembagaan adalah alat atau instnunen untuk menelusuri dan menjawab pernasalahan-pernasalahan ekonomi, sehingga dari sana memang berkembang konsep kekuasaan, hirarki, kebiasaan, dan konsensus dalam pengambilan keputusan.
Ciriacy-Wantmp dan Bishop (1975) dalam Nikijuluw (2002) mengatakan bahwa institusi properti bersama (common property) telah memainkan peranan penting dalam pengelolaan sumberdaya alam, baik di negara berkembang maupun negara maju, sejak zaman prasejarah hingga saat ini. Institusi ini juga pada awalnya kwang atau tidak diperhatikan dan diperhitungkan ahli ekonomi. Akan tetapi, pada zaman sekarang, property bersama ini telah mendapat banyak perhatian ahli, terutama setelah Garret Hardin dengan agak dramatis menggambarkan akibat-akibat atau dampak pemanfaatan sumberdaya ini dalam tulisannya Tragedy of the Coomons (Nardin, 1968). Oleh karena itu, istilah
comtnon Property Resources sering digunakan silih berganti di dalam Tragedy oJ the Common. Berkaitan dengan konservasi yang dilakukan di Indonesia, secara umum pengelolaan kawasan konservasi masih berbasis pada pemerintah pusat
(govermenl based management). Pada rezim ini, pemerintah bertindak sebagai pelaksana mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan. Sedangkan kelompok-kelompok masyarakat pengguna (user groups) hanya menerima informasi tentang produk-produk kebijakan dari pemerintah. Dalam pelaksanaannya pengelolaan berbasis pemerintah pusat ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (I) atwan-aturan yang dibuat kwang terinternalisasi dalam masyarakat sehingga sulit ditegakkan; (2) biaya transaksi yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan dan pengawasan sangat besar sehingga menyebabkan lemahnya penegakan hukurn. Awig-awig mempakan pranata atau aturan lokal yang dibuat, dilaksanakan dan ditaati bersama, dilakukan oleh masyarakat setempat secara bersama, untuk mengatw hubungan antara masparakat dengan masyarakat, masyarakat dengan alam dan masyarakat dengan pencipta.
2.4. Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang yang mempakan habitat berbagai jenis biota laut di Asia Pasifik telah dapat dikategorikan sebagai kawasan yang telah rusak dan diataranya telah mencapai kondisi kritis (UNEP, 1991) dalam Suharsono (1993). Status t e m b u karang di Indonesia sendiri tercatat hanya 6,41 persen dalam kondisi
sangat sehat, 24,23 persen sehat, 29,22 persen msak, dan 40,14 persen rusak berat (kritis). Kondisi ini akan tems bembah karena terumbu karang bukan merupakan suatu sistem statis yang sederhana. Mereka merupakan suatu sistem kehidupan yang ukurannya dapat bertambah atau berkurang sebagai akibat adanya interaksi yang kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan fisik (Nybakken, 1992). Menurut Soeharsono (1993), kemsakan terumbu karang di kawasan ini lebih banyak disebabkan karena faktor antropogenik (tingkah laku manusia), yang paling menonjol adalah karena tertimpa jangkar-jangkar perahu yang berlabuh. Selain itu, ada juga karang mati yang disebabkan oleh algae biru hijau dan
sponge. Hal ini karena pananganan limbah atau sistem drainase yang belum terencana dengan baik. Dengan demikian, kondisi terumbu karang yang rusak akan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan stok ikan karang di kawasan ini. Terumbu karang merupakan ekosistern laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jemih, hangat (lebih dari 22" C), memiliki kadar CaC03 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras. Kalsium karbonat ini dihasilkan oleh organisme karang ( f i l m Scnedaria, klas Anthozoa, Ordo Madreporaria Csleractinia), Alga berkapur, dan organisme lain yang mengeluarkan CaC03 (Gulcher, 1998) dalam Kusmurtiyah (2004). Lebih lanjut Kusmurtiyah (2004) mengatakan, terumbu karang mempakan rumah bagi ribuan hewan dan tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Berbagai jenis hewan laut mencari makan dan berlindung di ekosistem tersebut. Pada kondisi yang sangat maksimal, terumbu karang menyediakan ikan-ikan dan
rnolusca hingga mencapai jumlah sekitar 10-30 ton/kmZ per tahunnya. Ekosistem ini mempakan sumber plasma nuftah bagi makhluk hidup, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Di dunia ini terdapat dua kelompok h a n g yaitu karang hermatifik dan karang ahermatifik. Perbedaaannya terletak pada kemampuan karang hermatifik dalam menghasilkan terumbu. Kemampuan ini disebabkan adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis dalam jaringan karang hermatifik. Sel tumbuhan itu dinamakan zooxanthellae. Karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis, sedangkan karang ahermatifik tersebar di seluruh dunia (Guilcher, 1988) dalam Kusmurtiyah (2004).
Komunitas tenunbu karang di Indonesia tercatat seluas lebih dari 20.000
k d yang meliputi karang hidup,
karang mati, lamun, dan pasir (COREMAP,
2001) dalam Kusmurtiyah (2004). Mengetahui kekayaan sumber daya ini, maka pedu suatu bentuk pengelolaan yang benar-benar cocok melalui pemahaman karateristik dan kondisi lingkungannya.
2.5. Nilai Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati memiliki beragani nilai atau arti bagi kehidupan. la tidak hanya bermakna sebagai modal untuk menghasilkan produk dan jasa saja (aspek ekonomi) karena keanekargaman hayati juga mencakup aspek sosial, lingkungan, aspek sistem pengetahuan, dan etika serta kaitan di antara berbagai aspek ini. Berdasarkan uraian tersebut, berikut ini setidaknya ada 6 nilai keanekaragaman hayati yang bisa diuraikan: a) Nilai Eksistensi Nilai eksistensi merupakan nilai yang dimiliki oleh keanekaragaman hayati karena keberadaannya (Elrenfeld, 1991) dalam Andalita (2006). Nilai ini tidak berkaitan deugan potensi suatu organisme tertentu, tetapi berkaitan dengan beberapa faktor berikut:
-
Faktor hak hidupnya sebagai salah satu bagian dari alam;
-
Faktor yang dikaitkan dengan etika, misalnya nilainya dari segi etika agama. Berbagai agama dunia menganjurkan manusia untuk memelihara alam ciptaan Tuhan; dan
-
Faktor estetika bagi manusia. Misalnya, banyak kalangan, baik pecinta alam maupun wisatawan, bersedia mengeluarkan sejumlah uang untuk mengunjungi taman-taman nasional guna melihat satwa di habitat aslinya, meskipun mereka tidak mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan tersebut.
b) Xilai Jasa Lingkungan Nilai jasa lingkungan yang dimiliki oleh keanekaragaman hayati ialah dalam bentuk jasa ekologis bagi lingkungan dan kelangsungan hidup manusia. Sebagai contoh jasa ekologis, misalnya, hutan, salah satu bentuk dari ekosistem keanekaragaman hayati, mempunyai beberapa funesi bagi lingkungan sebagai:
a. Pelindung keseimbangan siklus hidrologi dan tata air sehingga menghindarkan manusia dari bahaya banjir maupun kekeringan; b. Menjaga kesuburan tanah melalui pasokan unsur hara dari serasah hutan; c. Pencegah erosi dan pengendali iklim mikro. Keanekaragaman hayati bisa memberikan manfaat jasa nilai lingkungan jika keanekaragaman hayati dipandang sebagai satu kesatuan, dimana ada saling ketergantungan antara komponen didalmya. c) Nilai Warisan
Nilai warisan adalah nilai yang berkaitan dengan keinginan untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati agar dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Nilai ini acap terkait dengan nilai sosio-kultural dan juga nilai pilihan. Spesies atau kawasan tertentu sengaja dipertahankan dan diwariskan turun temurun untuk menjaga identitas budaya dan spiritual kelompok etnis tertentu, atau sebagai cadangan pemenuhan kebutuhan mereka di masa datang. d) Nilai Pilihan Keanekaragaman hayati menyimpan nilai manfaat yang sekarang belum disadari atau belum dapat dimanfaatkan oleh manusia. Namun seiring dengan perubahan permintaan, pola konsumsi dan asupan teknologi, nilai ini menjadi penting di masa depan. Potensi keanekaragaman hayati dalam memberikan keuntungan bagi masyarakat di masa datang ini merupakan nilai pilihan (Primack
dkk., 1998) dalam Andalita (2006). e) Nilai Konsumtif Manfaat langsung yang dapat diperoleh dari keanekaragaman hayati disebut nilai konsumtif dari keanekaragaman hayati. Sebagai contoh dari nilai komsumtif ini ialah pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk pemenuhan kebutuhan sandang, pangan maupun papan. Nilai pilihan, yang juga dapat diartikan sebagai tabungan, memungkinkan manusia untuk mengembangkan pilihannya dalam upaya beradaptasi menghadapi perubahan lingkungan fisik maupun sosial. f ) Nilai Produktif
Nilai produktif adalah nilai pasar yang didapat dari perdagangan keanekaragaman hayati di pasar lokal: nasional maupun internasional. Persepsi
dan pengetahuan mengenai nil& pasar ditingkat lokal dan global berbeda. Pada umumnya, nilai keanekaragaman hayati lokal belum terdokumentasikan dengan baik sehingga sering tidak terwakili dalam perdebatan maupun penunusan kebijakan mengenai keanekaragaman hayati di tingkat global (Vermeulen dan Koziell, 2002) dalam Andalita (2006).
2.6. Permintaan dan Penawaran Wisata Douglass (1982) mendefinisikan permintaan rekreasi sebagai jumlah kesempatan rekreasi yang diinginkan masyarakat. Permintaan rekreasi terdiri dari pemanfaatan aktual dari fasilitas yang tersedia dan permintaan yang tersembunyi karena tidak terlihat karena fasilitas yang tidak memadai. Di samping dua tipe permintaan tersebut, Gold (1980) menyebutkan adanya tipe pern~intaanyang tidak disebutkan Douglass terakhir, yakni permintaan yang timbul akibat adanya perubahan, misalnya karena adanya promosi. Tipe ini disebut permintaan terdorong. Ciri-ciri permintaan pariwisata adalah, (Yoeti, 1990): 1) Terkonsentrasi menurut musim dan daerah tujuan tertentu;
2) Elastisitasnya tinggi; dan 3) Berubah-ubah sesuai dengan motivasi masing-maasing individu. Banyak faktor yang mempengaruhi permintaan pariwisata. Faktor yang utama adalah jumlah penduduk, waktu luang, pendapatan per kapita dan transportasi. Clawson dan Knetsch (1966) dan Gold (1980) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi terhadap permintaan rekreasi harian, mingguan, musiman, bahkan tahunan adalah: 1) Faktor yang berhubungan dengan pengguna potensial adalah jumlah penduduk
sekitar, kepadatan
penduduk, karakteristik kependudukan,
pendapatan, waktu luang, tingkat pengalaman berekreasi, tingkat kesadaran keprluan rekreasi dan tingkat pengalaman berekreasi, tingkat kesadaran dari perilaku yang dilarang. 2) Faktor yang berhubungan dengan tempat rekreasi adalah daya tarik obyek rekreasi, intensitas pengolahan tempat rekreasi, alternatif tapak yang tersedia, daya dukung dan kemampuan desain tempat rekreasi, iklim rnikro, karakteristik alam dan fisik areal rekreasi.
3)
Faktor yang berhubungan dengan pengguna potensial dan tempat rekreasi adalah waktu pejalanan dan jarak, kenyamanan pejalanan, biaya, informasi, status areal rekreasi dan pengaturan pengawasan yang dilakukan. Penawaran pariwisata adalah meliputi seluruh daerah tujuan wisata yang
ditawarkan kepada wisatawan. Penawaran ini terdiri dari unsur-unsur daya tarik alam, barang dan jasa hasil ciptaan manusia yang dapat mendorong orang untuk benvisata. Hal ini sesuai dengan pendapat Gold (1980) yang menyatakan bahwa sediaan rekreasi adalah jumlah dan kualitas dari sumberdaya rekreasi yang tersedia untuk penggunaan pada waktu tertentu. Perencanaan terpadu dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih sektor dalam perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Perencanaan terpadu biasanya dimaksudkan sebagai suatu upaya secara terprogram untuk mencapai tujuan yang dapat mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara kepentingan untuk memelihara lingkungan, keterlibatan masyarakat, dan pembangunan ekonomi. Seringkali keterpaduan juga diartikan sebagai koordinasi antara tahapan pembangunan di wilayah pesisir dan lautan yang meliputi: pengumpulan dan analisis data, perencanaan, implementasi, dan kegiatan konstruksi (Sorensen dan McCreary, 1990). Secara m u m , tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir lautan di Indonesia antara lain adalah: 1) Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan keja dan
kesempatan usaha.
2) Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan.
3) Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengambangan di wilayah pesisir dan lautan. (Dahuri, dkk, 1996) 2.7. Extended Cots Benefit Analysis
Dalam kasus barang dan jasa lingkungan yang tidak diperdagangkan di pasar, biaya sosial adalah biaya kesempatan (oportunityl dari manfaat yang hilang. Misalnya terumbu karang yang diekstraksi untuk kepentingan bahan
bangunan menyebabkan nilai keindahan dan nilai wisata terumbu karang tersebut menjadi berkurang. Dalam analisa manfaat sosial, ha1 ini tidak simetris antara biaya dan manfaat. Manfaat yang hilang menjadi biaya dan biaya yang hindari ini merupakan manfaat. Teknik valuasi yang bisa digunakan untuk memperkirakan kurva permintaan untuk barang dan jasa lingkunagn yang tidak terdapat di pasar, ditentukan dengan kesediaan masyarakat untuk membayar (WTP). Selanjutnya, jumlah manfaat lingkungan yang dianggap nyata melalui metode valuasi hari ini dan akan dimasukkan ke dalam metode Extended Cost Benefit Analysis (ECBA), (Fahrudin, 2003). Analisa biaya manfaat adalah suatu sistem evaluasi dari manfaat dan biaya ekonomi dari suatu alternatif investasi. Misalnya proyek utama dibandingkan dengan satu atau beberapa alternatif laimya. Intinya adalah bagaimana menjawab pertanyaan: manfaat apa yang bisa diperoleh jika alternatif ini dilaksanakan, dan biaya apa saja yang dibutuhkan untuk proyek itu? Dalanl analisa biaya manfaat tidak hanya mengukw kelayakan dari aspek komersial saja, tetapi juga mengukur kelayakan dari aspek kelayakan sosial. Dalan ekonomi konvensional, alanisa biaya manfaat hanya memperhitungkan input dan output yang nilainya ada di pasar. Tapi dalam ha1 ini, analisa biaya manfaat memasukkan nilai input dan output yang tidak ada di pasar. Intinya adalah mengukur, memasukkan dan membandiigkan semua biaya clan manfaat dari proyek publik atau program yang berkaitan dengan studi, Field (2002). Melakukan valuasi ekonomi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam adalah memperhitungkan manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam dan biaya yang timbulkan jika sumberdaya dam tersebut msak atau biaya-biaya lainnya untuk memperoleh manfaat sumberdaya dam tersebut. Namun demikian, karena banyaknya manfaat yang tidak terukur dari jasa yang dihasilkan dari sumberdaya dam, pendekatan analisis biaya dan manfaat tidak dapat diterapkan untuk melakukan valuasi ekonomi. Hal ini mengingat bahwa penggunaan metode analisis biaya dan manfaat (Cost-Benefit Analysis atau CBA) yang konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan pengukwan yang komprehensif termasuk pengukuran nilai yang tidak terlihat (intengible), (DKP, 2003). Konsep CBA yang konvensional misalnya sering tidak memas&an
manfaat ekologis yang temyata sangat berarti didalam analisisnya, (Fauzi dan Anna, 2003, dalam DKP 2003). Lebih lanjut Fauzi dan Anna (2003) mengatakan, pada tingkat makro nilai manfaat dan kerusakan yang timbul dari suatu proyek dapat dinyatakan dalam persentase tertentu dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga dapat digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya proyek tersebut dari segi ekonomi makro secara keseluruhan. Sedangkan pada tingkat perhitungan biaya dan manfaat suatu proyek sangat menentukan layak atau tidaknya suatu proyek bagi pelaksana ekonomi @emrakarsa) sebagai investor individual. Semua aktivitas yang dilakukan manusia sudah pasti menibulkan biaya, masalahnya terkadang kita menentukan biaya yang terlalu tinggi atau malah terlalu rendah. Sangat sulit untuk menentukan biaya secara akurat, akibatnya dalanl menentukan biaya manfaat juga akan lebih atau malah kurang dari biaya yang sebenamya. Ada dua cara mengukur biaya sosial yang muncul akibat kerusakan yaitu opportuniQ cost (biaya kesempatan yang ldang) yang digunakan dalam sumberdaya alam, dan biaya perubahan harga, (Fauzi dan Anna, 2003 dalam DKP, 2003). 2.8. Valuasi Ekonomi Pemikiran mengenai valuasi ekonomi sebenarnya bukanlah ha1 yang baru. Konsep ini sebenamya sudah dimdai sejak tahun 1902 ketika Amerika melahickan undang-undang River and Harbor Act of 1902 yang mewajibkan para ahli untuk melaporkan tentang keseluruhan manfaat dan biaya yang ditimbulkan oleh proyek-proyek yang dilakukan di sungai dan pelabuhan. Konsep ini kemudian lebih berkembang setelah perang dunia kedua dimana konsep manfaat dan biaya lebih diperluas ke pengukuran yang sekunder atau tidak langsung dan yang tidak nampak linrangiblej. Menurut Karl Max dalam Suparmoko (2006), selama sumberdaya alam itu belurn dicampuri oleh tenaga manusia, maka sumberdaya dam itu tidak mempunyai nilai. Sebaliknya, menurut ahli ekonomi Masik, segala sesuatu yang dapat dipejualbelikan, maka sumberdaya alam itu tidak mempunyai nilai, sedangkan yang mempunyai nilai adalah barang suberdaya (natural resource
commnodi@). Atas dasar pemikiran tersebut, akibatnya terjadi kecendemgm
pembangilan berlebihan dan memboroskan sumberdaya dam. Aliran moderen dalam bidang sumberdaya alam dan lingkungan menganggap bahwa sumberdaya dam dan lingkungan memiliki nilai walaupun belum ada campu tangan manusia didalamnya. Dan tidak dapat diperdagangkan, karena sumberdaya alam dan lingkungan itu memiliki option value, bequest value dan existence value. Jadi tinggi rendahnya nilai sumberdaya dam dan lingkungan tergantung pada kegunaannya dan keberadaannya dalam memenuhi kebutuhan manusia, disamping tergantung pula pada jumlah dan kemudahan dalam memperolehnya. Secara unmn nilai ekonomi dari suatu sumberdaya alanl didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa laimya. Secara fom~alkonsep ini disebut sebagai keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkann oleh sumberdaya dam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis dari ekosistem bisa di "terjemahkan" ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter dari barang dan jasa, (DKP, 2003). Nilai (Value) merupakan persepsi seseorang adalah harga yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Kegunaan, kepuasan dan kesenangan merupakan istilah-istilah lain yang diterima dan berkonotasi nilai atau harga. Ukuan harga ditentukan oleh waktu, barang atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang diinginkannya. Penilaiann (valuasi) adalah kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa (Davis dan Johnson, 1987) dalam Djiono (2002). Menurut Kusuntastanto (2000), Valuasi ekonomi adalah nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya dam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang hams di~erhitungkan dalam menjusun kebijakan pengelolaannya. Sehingga alokasi dan alternative penggunaannya dapat ditentukan secara benar dan mengenai sasaran. Lebih lanjut Kusumastanto (2000) mengatakan valuasi ekonomi dilakukan karena sumberdaya dam bersifat public
good, terbuka, dan tidak mengikuti hukum kepemilikan, dan tidak ada mekanisme
pasar dimana harga dapat berperan sebagai instrumen penyeimbang antara permintaan
dan
penawaran.
Selain
itu,
manusia
dipandang
sebagai
homoeconomicus akan cenderung memaksimalkan manfaat total.
Freeman 111 (2003) dalam Adrianto (2006) menyebutkan bahwa pengertian "value" dapat dikategorikan ke dalam dua pengertian besar yaitu nilai interinsik (intrinsic valzre) atau sering juga disebut sebagai kantian value dan nilai
instrumental (instrzmzental value). Secara garis besar, suatu komoditas memiliki nilai intrinsik apabila komoditas tersebut bernilai di dalam dan untuk komoditas itu sendiri. Artinya, nilainya tidak diperoleh dari pemanfaatan dari komoditas tersebut, tetapi bebas dari penggunaan dan fungsi yang mungkin terkait dengan komoditas lain. Komoditas yang sering disebut memiliki intrinsic value adalah komoditas yang terkait dengan alam (the nature) dan lingkungan (the environments). Sedangkan instrutnenta~value dari sebuah kornoditas adalah nilai
yang muncul akibat pemanfaatan komoditas tersebut untuk kepentingan tertentu. Menurut Iiufscmidt, el al., (1992), secara garis besar metode penilaian manfaat ekonomi (biaya lingkungan) suatu sumberdaya dam dan lingkungan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu berdasarkan pendekatan berorientasi pasar dan pendekatan yang berorientasi survey atau penilaian hipotesis yang disajikan berikut ini:
1. Pendekatan Oritentasi Pasar a. Penilaian manfaat menggunakan harga pasar aktual barang dan jasa (actual based marker mefhod~): I.
Perubahan nilai hasil produksi (change in Productivity)
ii.
Metode kehilangan penghasilan floss of earning methods)
b. Penilaian biaya dengan mengmakan harga pasar a k d terhadap masukan berupa perlindungan lingkungan: i.
Pengeluaran pencegahan (overfed defensifexpenditure methods)
11.
..
Biaya penggantian (replacemenl cost methods)
iii.
Proyek bayangan (shadoproject methods)
iv.
Analisis keefektifan biaya.
c. Penggunaan metode pasar pengganti (surrogate market based methods)
i.
Barang yang dapat dipasarkan sebagai pengganti lingkungan
ii.
Pendekatan nilai kepilikan
iii.
Pendekatan lain terhadap nilai tanah
iv.
Biaya perjalanan (travel cost)
v.
Pendekatan perbedaan upah (wage differential methods)
vi.
Penenmaan kompensasilpampasan
2. Pendekatan Orientasi Survey a. Pertanyaan langsung terhadap kemauan membayar (Willingness To Pay) b. Pertanyaanlangsung terhadap kemauan dibayar (N'illingness To Accept). Adrianto (2006) nlengatakan bahwa pada dasarnya valuation merujuk pada kontribusi sebuah komoditas untuk mencapai tujuan tertentu. Seorang pemain sepakbola dinilai tinggi apabila kontribusi pemain tersebut tinggi pula untuk kemenangan tim-nya. Sedangkan dalam konteks ekologi, sebuah gen dianggap bernilai tinggi apabila mampu berkontribusi terhadap tingkat survival dari individu yang memiliki gen tersebut. Singkat kata, nilai sebuah komoditas tergantung dari tujuan spesifik dari nilai itu sendiri. Dalam pandangan neoklasik, nilai sebuah komoditas terkait dengan tujuan maksimisasi utilitaskesejahteraan individu. Dengan demikian apabila ada tujuan lain, maka ada nilai yang lain pula. Dalam pandangan ecological economics, tujuan valuation tidak semata terkait dengan maksimisasi kesejahteraan individu, melainkan juga terkait dengan tujuan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi (Constanza and Flke, 1997). Bishop (1997) dalam Adrianto (2006) juga menyatakan bahwa valuation berbasis pada kesejahteraan individu semata tidak menjamin tercapainya tujuan ekologi dan keadilan distribusi tersebut. Dalam konteks ini, kemudian Constarm (2001) dalam Adrianto (2006) menyatakan bahwa perlu ada ketiga nilai tersebut yang berasal dari tiga tujuan dari penilaian itu sendiri. 2.8.1. Valuasi Biaya
Dalam ekonomi non pasar, opportzinity cost dari tenaga keja dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah sejumlah biaya dari hilangnya output, ditarnbah dengan
bembahnya kebiasaan mereka bekerja. Biaya tersebut merupakan biaya yang harus diberikan kompensasi sebagai ganti rugi atas hilangnya kesempatan buruh untuk bekerja. Sedangkan biaya tidak langsung adalah jika waktu bekerja dari buruh berkurang akibat adanya penambahan teknologi baru seperti mesin baru, sehingga menyebabkan kapasitas produksi menjadi meningkat, (Abelson, 1980). Lebih lanjut Abelson (1988) mengatakan bahwa, bentuk dari biaya ekstemal adalah apabila sebuah perusahaan dalam melakukan produksi menimbulkan polusi terhadap air, sehingga menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengembalikan kualitas air menjadi meningkat. Untuk mengesti~nasi atau mengukur biaya ekstemal ini relatif sulit, tetapi pada prinsipnya biaya ini dapat dimasukkan ke dalam biaya produksi perusahaan tersebut. Masalahnya adalah tidak adanya nilai harga pasar yang jelas untuk mengestimasi biaya tersebut. Serta metode untuk mengestimasi biaya dari barangbarang yang tidak terdapat di pasar juga cukup rurnit. Yang bisa dipergunakan untuk mengestimasi harga dari barang-barang yang tidak terdapat di pasar tersebut adalah melalui keinginan masyarakat untuk membayar (willingness to pay;WTP). Sebab setiap orang tidak menginginkan barang-barang tersebut punah, baik untuk kebutuhan rekreasi ataupun untuk kebutuhan lainnya. Nilai tersebut kemudian dijadikan kompensai kepada masyarakat. Kemudian cara lain untuk mengestimasi biaya ekstemal tersebut adalah melalui penyesuaian atau assesment dari hargaharga tersebut sebagai sebuah aset milik masyarakat. Gambar di bawah ini mengilustrasikan WTP terhadap tingkat kepuasan suatu rumah tangga: The utility of income
0
9.6
10.0
11.0 Income Rp.OOO.p.a.
Gambar 1 Penumnan Kepuasan Akibat Pendapatan
2.8.2. Valuasi Manfaat Menurut Abelson (1988), manfaat dari suatu program kegiatan, termasuk manfaat yang dikonsumsi oleh masyarakat dan manfaat eksternal dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu (a) menumnnya biaya produksi, (b) nilai dari barangbarang yang terdapat di pasar, (c) nilai dari barang-barang yang tidak terdapat di pasar. Dalam situasi kejasama, manfaat ini diperoleh melalui pengurangan biaya produksi dari suatu pemsahaan. Kemudian biaya tersebut dapat disimpan sebagai manfaat bagi pemsahaan. Manfaat bersih dari barang-barang tersebut oleh Abelson (1988) ditunjukkan oleh area A antara kurva permintaan dan biaya marginal di bawah ini: Narga Rp
II
Marginal biaya penawaran
Qo
Jurnlah barang yang dijual
Gambar 2 Manfaat Program Kegiatan
Untuk mengestimasi manfaat kotor dengan barang-barang yang ada di pasar, analisa biaya manfaat dapat menjawab ha1 tersebut dengan (a) memprediksi manfaat yang akan dijual di pasar. (b) menyesuaikan dengan harga pasar dari biaya yang ingin dikeluarkan oleh masyarakat (WTP) atau membutuhkan penyesuaian dengan nilai yang berlaku dalam suatu rurnah tangga. Manfaat dari barang-barang yang tidak terdapat di pasar direpresentasikan oleh area dibawah garis kuma permintaan, A+B dalam gambar di atas,
2.9. Teknik Valuasi Ekonomi Pulau-pulau Kecil: Ecosystem Approach Dalam teminologi ekonomi, terdapat tiga alasan yang saling berkaitan mengapa nilai manfaat dari ekosistem alam bekurang. Pertama adalah sering tejadi kegagalan dalam informasi. Untuk beberapa manfaat jasa dari ekosistem, seringkali terjadi kekurangan dalam memberikan nilai dari suatu sistem sumberdaya alam tersebut, dan khususnya pembahan ketentuan seperti peningkatan dampak terhadap manusia. Kedua, penemuan aturan secara mendasar dari kegagalan pasar dalam mengendalikan hilangnya habitat. Sebagian besar dari studi-studi kasus yang telah dilakukan, manfaat utama berasosiasi dengan sistem yang menopang kurang lebih dari penilaian dampak yang nilainya tidak ada di pasar. Ketiga, konversi dari manfaat pribadi sering dilebih-lebihkan melalui pengakuan kerugian yang dideritanya. Misalnya yang pemah terjadi di Kamerun, dimana tanaman-tanaman yang ada di hutan dibersihkan dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan pribadi melalui insentif dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Salah satu potensi penting dari pulau-pulau kecil adalah potensi keanekaragaman hayatinya. Dalam konteks ini, valuasi ekonomi pulau-pulau kecil menggunakan pendekatan ekosistem seperti yang diuraikan secara rinci oleh Nunes, et.all (2004) dalam Adrianto (2005). Klasifikasi nilai ekonomi keanekaragaman hayati pulau-pulau kecil dijelaskan oleh Nunes, ~ 1 . ~(2003) 1 dalam Adrianto (2005) melalui diagram di bawah ini:
Biodiversity
Human welfare Gambar 3 Kerangka Nilai Ekonomi Keanekaragaman Hayati Berbasis Ekosistem (after Nunes, et.al, 2003, dalam Adrianto, (2005)
Gambar diatas merupakan basis dari analisis valuasi ekonomi pulau kecil di mana keanekaragaman hayati merupakan salah satu indikator utamanya. Kategori pertarna adalah arusllink
1-6 dimana keanekaragaman hayati
memberikan manfaat kepada kesejahteraan manusia dalam konteks ecosystem life support functions seperti manfaat penyediaan air bersih, pengendali banjir, perpindahan nutrien dan lain-lain (Turner, et.al, 2000, dalam Adrianto 2005). Kategori kedua adalah arusllink 1-4-5 yang menunjukkan nilai keanekaragaman hayati dalam konteks perlindungan habitat alarn. Hal ini misalnya dapat berupa manfaat wisata atau rekreasi alarn di pulau-pulau kecil. Kategori ketiga adalah arusllink 2-5 di mana manfaat keanekagaman hayati dapat dilihat dari sisi input bagi sistem produksi barang dan jasa Teknik penilaian fungsi dan manfaat keanekaragaman hayati pulau-pulau kecil dapat dipilih mulai dari yang berbasis pada market price, surragate price, hingga constructed market price. Penilaian berbasis pada harga pasar misalnya terkait dengan manfaat dan fungsi langsung dari keanekaragaman hayati seperti nilai kontrak pemanfaatan buah mangrove untuk farmasi, nilai penerimaan industri bris dari pemanfaatan arneniv services dari ekosistem mangrove, dan lain sebagainya (Nunes, et.al., 2003, dalam Adrianto, 2005). Secara diagram, aplikasi dari teknik-teknik tersebut di atas untuk valuasi ekonomi berbasis ekosistem disajikan dalam Tabel 2 berikut ini (Nunes, et.al., 2003 dalam Adrianto, 2005).
Tabel 2. Total Economic Value dari Pulau-pulau Kecil Dalarn Konteks Keanekaragaman Hayati Manfaat Keanekaragaman Metode Penlialain Interpretasi Nilai Ekonomi Hayati Ekonomi CV:+ Input bagi proses produksi TC : Genetic and species diversity (misalnya industri HP : + (link 1-6) f m a s i , pertanian, AB : + perikanan, dll) PF : + Natural areas and landscape diversity (link 1-4-5)
Perlindungan habitat (misalnya perlindungan area rekreasi, dll)
TC:+ HP : AB : -
Ecosystemfunctiot2s and ecological services (link 2-5)
Nilai-nilai ekologi (misalnya fimgsi pengendalian banjir, dll)
TC : I-IP : + AB : + PF:+
TC : HP : Non use biodiversity (link 3) AB : PF : Keterangan: CV = Contingan Valuation; TC = Travel Cost; HP = Hedonic Price; AB = Avering Behavior; PF = Production Function Sumber: Nunes, et.al(2003) dalam Adrimto (2005) Nilai keberadaah dan moral
111. KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh pihak pertama, pasti akan menimbulkan dampak kepada pihak kedua, entah itu dampak positif maupun negatif. Jika dampak yang ditimbulkan adalah positif, maka akan memberikan peningkatan kesejahteraan bagi yang pihak kedua, dan pihak pertama sewajamya rnendapat imbalan dari pihak kedua. Sebaliknya pihak pertama mengeluarkan dampak negatif, maka akan mengurangi kesejahteraan bagi pihak kedua, dan pihak kedua hams memberikan kompensasi sebesar kerugian yang diderita pihak kedua. Begitu juga dengan program konservasi yang selama ini dilakukan oleh Balai Konservasi Surnberdaya Alam di Desa Gili Indah, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Akibat dari kegiatannya ini tidak terlepas dari dampak positif dan negatif hagi masyarakat disekitamya maupun hagi lingkungannya. Tujuan dari program ini adalah untuk melindungi terumbu karang dan biota yang ada disekitarnya. Dengan demikian, aktivitas yang biasanya dilakukan oleh masyarakat di kawasan ini menjadi terhatas, Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 85Kpts-11/93 tanggal 16 Fehruari 1993, kawasan ini ditunjuk sebagai kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL). Diperkuat lagi dengan keluamya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 99Kpts-I1/2001 tanggal 15 Maret 2001 tentang penetapan sebagai TWAL. Sebagai TWAL, kawasan ini memiliki sumberdaya terumbu karang yang luasnya mencapai sekitar 448,763 ha. Kondisinya saat ini hanya 16 persen dalam kondisi baik. Ini m e ~ p ~ k asurnberdaya n yang memiliki nilai ekonomi yang potensial sebagai sumber kesejahteraan masyarakat disekitamya. Dengan luas ka\vasan temrnbu karang tersebut. nilai ekonomi ini bisa diketahui melalui manfaat kegunaan dan non kegunaan dari keheradaan sumberdaya tersebut. Akan tetapi karena pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang masih rendah akan manfaat tersebut, menyebabkan masyarakat mengeksploitasi sumberdaya ini secara destruktif. Hal ini menyebabkan menurunnya nilai ekonomi dari
sumberdaya tersebut, selanjutnya akan menuninkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum. Oleh karena itu, kegiatan konservasi untuk melindungi sumberdaya tersebut dari kerusakan yang lebih parah menipakan langkah yang harus dilakukan. Dimana dengan konservasi ini bukan berarti tidak ada pemanfaatan sama sekali, tetapi ada kawasan-kawasan tertentu yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber penghidupannya. Akan tetapi dalam pengelolaan ini tidak terlepas dari biaya dan manfaat sebagai konsekuensi logis yang sudah pasti muncul. Seberapa besar manfaat (benefit) yang bisa dari sumberdaya terumbu karang yang dikonservasi, kemudian seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk melakukan konservasi. Persoalan ini penting untuk diketahui karena untuk efisiensi ekonomi, manfaat yang diterima harus lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, bukan sebaliknya. Husni (2001) mengatakan bahwa inti dari konsewsi ekosistem terumbu karang adalah: a) perlindungan terhadap kelangsungan proses ekologis beserta sistem penyangga kehidupan; b) pengawetan keanekaragaman plasma nutfah yang dilakukan di dalam dan di luar kawasan, serta pengaturan tingkat pemanfaatan jenis-jenis yang terancam punah dengan memberikan status perlindungan; dan c) pelestarian
pemanfaatan jenis
dan
ekosistemnya melalui
pengendalian
eksploitasi/pemanfaatan sesuai dengan prinsip-prinsip pelestarian, memajukan usaha-usaha penelitian, pendidikan dan pariwisata, dan pengaturan perdagangan plora dan fauna. Saat ini, kawasan konservasi di Desa Gili Indah dikelola oleh dua lembaga sekaligus dua aturan yaitu aturan yang berasal dari masyarakat lokal berdasarkan pranata hukum adat yang disebut dengan Awig-mig, dan aturan yang dibuat oleh negara berdasarkan hukum formal. Kedua lembaga ini memiliki tujuan yang sama yaitu menjaga kelestarian sumberdaya dari eksploitasi yang berlebihan. Hasil dari analisa ini pertimbangan dalam melakukan program konservasi, khususnya program konservasi tenunbu karang di Desa Gili Indah. Perbedaan tingkat kelayakan antara kedua lembaga akan menjadi pijakan untuk melakukan sinergi antara kedua lembaga.
Program Konsewasi Sumberdaya Terumbu
Manfaat
Biaya
Gambar 4 Rerangka Pemikiran Studi Seperti yang telah dijelaskan di atas, selain manfaat dalam kegiatan ini juga tidak terlepas dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan guna memperoleh manfaat yang diharapkan. Jika biaya yang keluarkan lebih besar dari total manfaat yang diperoleh, maka program konservasi tersebut tidak layak dilaksanakan. Namun sebaliknya, jika program tersebut memberikan manfaat yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, maka program tersebut layak untuk dikembangkan. Dalam penelitian ini, teknik analisa biaya manfaat yang digunakan tidak sama dengan analisa biaya manfaat yang biasa digunakan dalam ekonomi konvensional. Ada dua pendekatan analisa yang dilakukan yaitu analisa finansial
(cost
- benefit) dan analisa ekonomi (extended cost - benefit).
Manfaat ekonomi
yang dianalisa tidak saja manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh rnasyarakat. tetapi ada manfaat-manfaat yang tidak nyata namun nilainya bisa lebih besar dari manfaat yang langsung dirasakan masyarakat. Inilah yang disebut dengan manfaat tidak langsung (manfaat non-konsumtif), ada juga yang disebut dengan manfaat sosial, dan manfaat keanekaragaman hayati dari sumberdaya temmbu karang tersebut.