e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No : 2 Tahun 2017)
MENGUNGKAP AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN PELABA PURA KHAYANGAN TIGA (Studi Kasus Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar) 1
I Made Aldiasta, Anantawikrama Tungga Atmadja, 2Ni Kadek Sinarwati
1
Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:{
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak Pura Khayangan Tiga merupakan ciri khas yang dimiliki setiap Desa Pakraman di Bali, yang memiliki pelaba pura sebagai kekayaan pura berupa tanah adat yang masih memiliki produktivitas untuk menunjang kegiatan desa. Desa Pakraman sebagai organisasi publik yang mengelola pelaba pura yang merupakan warisan budaya, harus menerapkan konsep akuntabilitas dalam melakukan pengelolaan keuangannya. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengungkap pengelolaan keuangan pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera, 2) mengetahui pemahaman para pengelola pelaba Pura Khayangan Tiga terhadap prinsip-prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dari pelaba pura. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif, dengan metode kualitatif yang menekankan pada deskripsi setiap persepsi dan perilaku manusia. Data dihimpun dengan cara wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, antara lain;1) Reduksi Data, 2) Penyajian Data, dan 3) Menarik Kesimpulan. Subyek penelitian ini adalah pengelola pelaba Pura Khayangan Tiga. Objek penelitian adalah prinsip akuntabilitas, pemahaman, dan penerapan prinsip akuntabilitas oleh pengelola. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pelaba Pura KhayanganTiga DesaPakraman Bitera dikelola oleh seorang penyakap, dengan menggunakan sistem kontrak dan sistem bagi hasil yang berkeadilan. Hasil dari pelaba Pura Khayangan Tiga masuk sebagai pendapatan Desa Pekraman yang dikelola langsung oleh prajuru Desa Pakraman dan dalam pengelolaannya melibatkan warga desa melalui sabha sebagai perwakilan warga dan pesamuan sebagai forum penyampaian aspirasi. 2) Prajuru Desa Pakraman Bitera memahami bahwa akuntabilitas berperan penting sebagai wujud pertanggungjawaban dibuktikan dengan dipenuhinya prinsipprinsip akuntabilitas: transparansi, liabilitas, kontrol, responsibilitas, dan responsivitas dalam pengelolaan keuangan pelaba pura. Kata kunci: akuntabilitas, pemahaman, penerapan, pelaba, Pura Khayangan Tiga, Desa Pakraman
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No : 2 Tahun 2017)
Abstract Khayangan Tiga Temple which is a characteristic owned by every Pakraman Village in Bali, which has pelaba Pura as a wealth of temples in the form of customary land that still has the productivity to support the village activities.Pakraman Village as a public organization that manages pelaba pura which is a cultural heritage, must apply the concept of accountability in doing its financial management.This study aims to: 1) reveals the financial management pelaba Khayangan Tiga Temple Pakraman Village Bitera, 2) knows the understanding of the managers of KhayanganTiga Temple's pelaba against the principles of accountability in financial management from pelaba pura. This research includes qualitative descriptive research, with qualitative methods that emphasize the description of every perception and human behavior. Data analysis is done through three steps, among others 1) Data Reduction, 2) Data Presentation, and 3) Drawing Conclusion. The subject of this research is the manager pelaba Khayangan Tiga Temple. The object of research is the principle of accountability, understanding, and application of accountability principles by managers. The results show that: 1) Pelaba Khayangan Tiga Temple Pakraman Village Bitera managed by a penyakap, using a system of contract and profit sharing system fair. The results of the Khayangan Tiga Temple pelaba are included as income of Pekraman Village which is managed directly by Government of the Village and in its management involves the villagers through Sabha as the representative of the people and the pesamuan as a forum for the delivery of aspirations. 2) Government PakramanBitera Village understands that accountability plays an important role as a form of accountability evidenced by the fulfillment of accountability principles: transparency, liability, control, responsibility, and responsiveness in financial management of pelaba pretexts. Keywords: Accountability, understanding, implementation, pelaba, Khayangan Tiga Temple, Pakraman Village
PENDAHULUAN Kehidupan sosial banyak minyimpan hal-hal baru yang belum kita ketahui dan pahami, terlebih hal-hal yang terkait dengan masyarakat adat. Masyarakat adat memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang berlandaskan atas nilai kearifan lokal yang kuat. Dalam setiap aspek kehidupannya, mereka selalu menjalankan dengan berlandaskan pada nilai kearifan lokal yang mereka yakini. Mulai dari hal-hal kecil sampai yang besar mereka selalu berpedoman pada nilai kearifan lokal yang sudah melekat pada kehidipan mereka. Hal ini juga dapat kita jumpai dalam masyarakat adat di Bali. Masyarakat adat di Bali sudah terkenal dari dulu akan eksistensinya mempertahankan kearifan lokal daerah Bali ditengah gempuran budaya modern dari barat. Keberadaan dan eksistensi masyarakat adat di Bali berada dalam sebuah wadah organisasi yang dikenal
dengan Desa Adat atau DesaPakraman. Provinsi Bali dikenal memiliki dua bentuk (pemerintahan) desa yang masing-masing mempunyai fungsi, sistem atau struktur organisasi yang berbeda. Dua bentuk pemerintahan desa tersebut adalah Desa Dinas dan Desa Adat atau Desa Pakraman. Desa Dinas adalah organisasi pemerintahan di desa yang menyelenggarakan fungsi administratif. Sedangkan Desa Pakraman sesuai dengan Perda Provinsi Bali Nornor 3 Tahun 2001, diartikan sebagai “kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan Khayangan Tiga atau Khayangan Desa, yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Desa Pakraman atau sesring disebut juga dengan Desa Adat merupakan suatu
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No : 2 Tahun 2017)
desa yang berbeda status, kedudukan, dan fungsinya dengan desa dinas (desa administratif pemerintah), baik ditinjau dari segi pemerintahan maupun dari sudut pandang masyarakat, dengan penjelasan bahwa “ Desa Adat adalah desa yang dilihat dari fungsinya dibidang adat (desa yang hidup secara tradisional sebagai perwujudan lembaga adat)”, sedangkan desa dinas apabila dilihat dari fungsinya dibidang pemerintahan yang terbawah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, atau yang sering juga disebut dengan “ keprebekelan” (Surpha, 2002:29). Desa Pakraman ditinjau dari segi yuridis diakui keberadaannya dalam tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan memahami pasal 18 dan pasal 18 ayat (b) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara dan penghormatan hak asal-usul dalam daerahdaerah, serta dengan berlakunya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang merupakan sebuah pergeseran yang menuju pada pengakuan terhadap keanekaragaman. Sesuatu hal, baik itu berupa sistem, tata cara, prosedur, dan lain-lain yang sudah terkonsep sesuai dengan ilmu pengetahuan formal, dalam masyarakat adat khususnya di Bali terkadang tidak diterapkan sesuai dengan konsep ilmu pengetahuan formal atau konsep pengetahun yang lazim kita kenal. Masyarakat adat memiliki cara lain untuk dapat menjalankan atau menyelesaikan suatu permasalahan. Hampir disemua aspek kehidupan masyarakat adat seperti itu.Salah satu contohnya di Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera Kabupaten Gianyar. Pura Khayangan Tiga di Desa Pakraman Bitera memiliki kekayaan pura yang dalam bahasa keseharian masyarkat disana disebut dengan pelaba pura. Kekayaan pura atau pelaba pura yang dimilik Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera berupa tanah adat dalam bentuk tanah sawah yang dikelola oleh masyarakat adat secara bergantian. Pengelolaan dan pertanggungjawaban pengelolaan pelaba pura yang merupakan bagian dari aspek
keuangan, sudah menjadi kewajiban bagi prajuru Desa Pakraman dalam pertanggungjawabannya menggunakan kaidah pertanggungjawaban keuangan yang baik dan benar. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolan Keuangan Daerah, mengharuskan setiap daerah mengelola keuangan secara tepat. Desa Pakraman merupakan lembaga publik non pemerintahan, maka segala sesuatu yang dikelola didalam Desa Pakraman, terutama yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan harus menjunjung tinggi prinsipprinsip akuntabilitas publik. Demikian pula pada pengelolaan pelaba pura, yang sudah semestinya menggunakan prinsip-prinsip akuntabilitas dalam pengelolaanya.Segala hal terkait dengan aktivitas pura harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Desa Pakraman, tidak terkecuali pengelolaan keuangan pura termasuk didalamnya pelaba pura itu sendiri. Hal ini menjadi menarik untuk dipelajari dan diteliti, karena dalam pertanggungjawaban pengelolaan pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera terdapat unsur-unsur lain yang dapat menambah pengetahuan kita tentang akuntabilitas pengelolaan asset suatu entitas dalam ikatan adat. Penelitian ini juga akan dapat mengungkapkan bagaimana sistem yang diterapkan oleh masyarakat Desa Pakraman atau Desa Adat dalam menjalankan GoodGovermence dalam kaitannya dengan akuntabilitas pengelolaan asset Pura Khayangan Tiga atau “pelaba pura” Khyangan Tiga. Terlebih lagi Pura Khayangan Tiga Desa PakramanBitera terbentuk dari lima Banjar Adat yang memiliki jumlah penduduk yang banyak. Maka akan menjadi sangat menarik dan berguna untuk menambah wawasan dan kasanah ilmu pengetahuan. Semakin banyak stakeholder yang terlibat maka akan semakin besar pula tantangan dalam menciptakan akuntabilitas pengelolaan asset yang baik. Rumusan masalah penelitian ini adalah (1)Bagaimana pengelolaan keuangan pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera ? (2)Bagaimana para pengelola pelaba Pura Khayangan Tiga
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No : 2 Tahun 2017)
Desa Pakraman Bitera memahami prinsipprinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dari pelaba pura ? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap bagaimana pengelolaan keuangan pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera, serta untuk mengetahui bagaimana para pengelola pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera memahami prinsip-prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dari pelaba pura. METODE Penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian deskriptif kualitatif dilihat dari obyek dan metode analisis yang digunakan. Tipe penelitian ini berusaha mendeskripsikan gambaran yang senyatanya dari fenomena yang terjadi pada pengelolaan keuangan dari hasil pelaba Pura Khayangan Tiga. Pendekatan yang digunakan adalah fenomenologi. Pendekatan Fenomenologi bertujuan memahami respon atas keberadaan manusia/masyarakat, serta pengalaman yang dipahami dalam berinteraksi. Fenomenologi disini digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan bagaiman pengurus Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera memahami sistem akuntabilitas pengelolaan pelaba PuraKhayangan Tiga Desa Pakraman Bitera. Subyek penelitian ini adalah prajuru Desa Pakraman Bitera yang menjadi pengelola pelaba Pura Khayangan Tiga. Obyek dari penelitian ini adalah prinsip akuntabilitas, pemahaman, dan penerapan prinsip akuntabilitas oleh pengelola dalam mengelola keuangan dari pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera. Wawancara secara mendalam dilakukan terhadap informan-informan yang dijadikan sumber informasi. Untuk memperoleh data dan informasi yang valid dan akurat, informan yang dipilih adalah informan yang terlibat langsung serta memahami dan dapat memberikan informasi (gambaran) tentang akuntabilitas pengelolaan pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera. Lokasi penelitian ini adalah di Desa Pakraman Bitera Kecamatan Gianyar
Kabupaten Gianyar. Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh, digunakan teknik Triangulasi Data. Jenis triangulasi data yang digunakan adalah triangulasi sumber. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengelolaan Keuangan Pelaba Pura KhayanganTiga. Dilihat dari sudut pandang akuntansi, hasil pelaba pura merupakan sumber pendanaan Desa Pakraman dalam mebiayai kegiatan desa baik yang bersifak fisik maupun nonfisik. Hal ini tercermin dari informasi yang didapatkan peneliti dari hasil wawancara dengan Bendesa Desa Pakraman Bitera dibawah ini : “…Sumber danane satu dari pendapatan laba LPD, beketo dana hibah dari provinsi, dana hibah dari kene masih dari kabupaten, beketo bansos, pendapatan pasar, beketo hasil pelaba pura anu bensik penduduk pendatang kin dana punia atau urunan krama.” Hasil pelaba pura merupakan salah satu sumber pendapatan Desa Pakraman Bitera. Pengelolaan keuangan pelaba pura berada dalam tanggung jawab Desa Pakraman. Sedangkan pengelolaan Pelabapelabanyadikelola oleh seorang warga yang disebut dengan penyakap. Penyakap bertugas mengelola pelaba pura sehingga dapat menghasilkan. Pengelolaan pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera menggunakan sistem bagi hasil setengah-setengah anatara penyakap dengan Desa Pakraman. Hal ini disampaikan Bendesa Desa Pakraman Bitera dalam kutipan wawancara berikut : “Besarrne sing tentu lah sesuai dengan yang menghasilkan kuda ye to,…” “Tidak ada persentase itu tergantung mereka, fifty fifty tapi kita kan tidak tahu hasilnya berapa. Asrtinya belum ada ketentuan yang pasti,ya masih tergantung mereka lah dan karena gini kita memaklumikan karena penghasilan itu tidak seberpa memang. Artinya desa tidak mengikat tidak mematok dia harus setor berapa.”
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No : 2 Tahun 2017)
Belum ada persentase pasti untuk pembagian hasil pengelolaan pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera. Selain sistem bagi hasil, ada beberapa penyakappelaba Pura Khayangan Tiga yang menggunkan sistem kontrak. Hasil dari pelaba Pura Khayangan Tiga selanjutnya di setorkan ke bendahara desa dan masuk sebagai pendapatan Desa Pakraman. Prosedur ini disampaikan Kelian Adat Banjar Dauhuma, I Wayan Sukadana dalam kutipan wawancara berikut: “…Untuk prosedurnya secara sederhana setelah penyakap mendapatkan hasil dari pengelolaan pelaba pura tersebut, dia menyetorkannya langsung ke bendahara Desa bukan ke saya kelian, kemudian bendahara Desa akan melaporkan hasilnya ke Bendesa. Uang yang telah diterima selanjutnya disimpan direkening Desa yang ada di LPD.” Sebagai bukti serah terima uang antara penyakap dengan bendahara, bendahara desa memberikan bukti transaksi berupa kwitansi kepada penyakap yang menyetorkan uang hasil pelaba Pura Khayangan Tiga. Hal ini diungkapkan oleh salah satu penyakap pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera, Ketut Sudiarta dalam kutipan wawancara berikut: “Bapak hanya nyerang berupa pis gen je kemu, ah mongken nyerang pipis ah monten je maan kwitansine.” Kwitansi yang diberikan kepada penyakap setelah menyetorkan uang menunjukkan transparansi yang dilakukan prajuru Desa Pakraman Bitera dalam mengelola keuangan dari pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera. Selain sebagai bukti transaksi yang digunakan oleh bendahara desa sebagai alat bantu dalam pencatatan penerimaan uang, kwitansi ini bisa dijadikan sebagai alat kontrol oleh warga khususnya penyakap terhadap pengelolan keuangan pelaba PuraKhayangan Tiga oleh prajuru Desa Pakraman. Berikut bagan alur penerimaan pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera:
MULAI
Penyakap melakukan hitung bagi hasil dengan prrajuru desa
Penyakap melakukan kontrak dengan prrajuru desa
Menerima hasil pengelolaan pelaba daripenyakap
Bukti Penerimaan (kwitansi)
Diotorisasi Bendesa
Mencatat hasil pengelolaan pelaba
penyakap 1
Gambar 4.4 Bagan Alur Penerimaan Pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera (Sumber : Data hasil wawncara dan observasi, 2017) 1
Buku kas Desa Pakraman
Di setor ke LPD Desa PakramanBitera
Bukti penyetoran Diarsip
SELESAI
Gambar 4.5 Bagan Alur Penerimaan Pelaba PuraKhayangan TigaDesa PakramanBitera (Sumber : Data hasil wawncara dan observasi, 2017)
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No : 2 Tahun 2017)
Bendahara Desa Pakraman berkewajiban untuk melaporkan penerimaan hasil pelaba pura dari pemyakap kepada Bendesa selaku atasanya. Dengan adanya pelaporan ini akan mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang antar prajuru Desa Pakraman Bitera dalam mengelola keuangan pelaba Pura Khayangan Tiga. Hal ini juga bagian dari kontrol Bendesa selaku atasan kepada bendahara, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan pelaba pura yang baik. Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan dari hasil pelaba Pura Khayangan Tiga yang baik, prajuru Desa Pakraman Bitera sebelum melakukan kegiatan setahun kedepan, terlebih dahulu merancang anggaran kegaiatan desa. Hal ini dipaparkan oleh Bendesa Desa Pakraman Bitera dalam kutipan wawancara berikut : “Iya ada, paling lambat satu bulan setelah Nyepi to sesuai Awig-awig. Paling lambat satu bulan setelah Nyepi Bendesa wajib membuat rancanagn anggaran belanja yang disetujui oleh sabha dan pertanggungjawaban RAB tahun sebelumnya.” Setiap tahun paling lambat setelah Hari Raya Nyepi prajuru Desa Pakraman Bitera melakukan rapat koordinasi bersama dengan kelian adat masing-masing banjar dilingkungan Desa Pakraman Bitera beserta dengan sabha sebagai perwakilan warga desa. Rapat koordinasi ini membahas tentang rancangan anggaran pendapatan dan belanja Desa Pakraman untuk setahun kedepan. Dalam melakukan kegiatan prajuru juga membentuk kepanitiaan sebagai bagian dari keterbukaan yang dilakukan prajuru Desa Pakraman Bitera dalam menggunakan kas Desa Pakraman Bitera.Hal ini juga menegaskan penggunaan kas Desa Pakraman Bitera tidak hanya terfokus pada Bendesa dan bendahara saja. Dalam kepanitiaan ini penggunaan dana dikelola oleh bendahara dalam kepanitian tersebut yang nanti wajib untuk memberikan pertanggungjawaban kepada bendahara Desa Pakraman. Bendahara Desa Pakraman Bitera dalam melakukan pengeluaran kas Desa
Pakraman selalu atas sepengetahuan dan dengan persetujuan dari Bendesa. Terlebih lagi jika pengeluaran kas yang dilakukan jumlahnya besar, Bendahara Desa Pakraman Bitera dalam melakukan pengeluaran kas Desa Pakraman harus ditemani prajuru Desa Pakraman yang lain atau salah satu kelianbanjar adat. Hal ini kembali menunjukkan kontrol yang baik yang dilakukan prajuru Desa Pakraman Bitera. Bendahara Desa Pakraman Bitera mampu melaksanakan tugasnya sesuai dengan wewenang yang dia miliki dengan tidak mengabaikan persetujuan dari Bendesa sebagai atasannya. Mengacu pada hasil wawancara dengan prajuru Desa Pakraman Bitera serta stake holder terkait kemudian didukung dengan hasil observasi peneliti dilapangan, keuangan pelaba PuraKhayangan Tiga Desa Pakraman Bitera dikelola dengan baik dengan memperhatikan kontrol dan transparansi mulai dari penerimaan sampai pada penggunaanya. 2. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Pelaba Pura KhayanganTiga Pertanggungjawaban dilakukan oleh prajuru Desa Pakraman Bitera dengan sistem yang baik dan tertata dengan mebuat laporan pertanggungjawaban secara periodik. Prajuru desa membuat laporan pertanggungjawaban kepada warga desa secara periodik setiap akhir tahun. Sebelum disampaikan ke warga, laporan ini di bahas dan disahkan terlebih dahulu dalam rapat koordinasi prajuru Desa Pakraman dengan sabha desa dan kelian adat dari setiap banjar, yang dilakukan sebelum Hari Raya Nyepi. Hal ini juga disampaikan oleh Bendesa Desa Pakraman Bitera dalam kutipan wawancara beriku : “Iya ada, paling lambat satu bulan setelah nyepi to sesuai dengan Awig-awig to. Paling lambat satu bulan setelah nyepi Bendesa wajib membuat rancangan anggaran belanja yang disetujui oleh sabha dan pertanggungjawaban RAB tahun sebelumnya.”
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No : 2 Tahun 2017)
Pernyataan Bendesa tersebut sesuai dengan perintah yang ada pada Awig-awig Desa Pakraman Bitera Pawos 19 yang keca tentang kewajiban prajuru Desa Pakraman Bitera. Setelah laporan pertanggungjawaban keuangan disahkan oleh sabha, laporan tersebut kemudian disampaikan ke warga desa oleh kelian adat di masing-masing banjar melalui pesamuanbanjar. 3. Perwujudan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Pelaba Pura Khayangan Tiga Mewujudkan akuntabilitas diperlukan pemahaman dan penerapan yang baik prinsip-prinsip akuntabiltas bagi pihak pengelola. Koppell (2005) menyatakan ada lima dimensi akuntabilitas. Kelima dimensi tersebut adalah transparansi, liabilitas, kontrol, responsibilitas, dan responsivitas. Kelima kategori tersebut tidaklah mutuallyexclusive, yaitu organisasi bisa saja akuntabel dilihat dari beberapa pandangan. Meski demikian, transparansi dan liabilitas dipandang mendasari konsep akuntabilitas dalam segala bentuk manifestasinya. Transparansi Wujud transparansi dalam pengelolaan keuangan hasil pelaba Pura Khayangan Tiga ini disampaikan oleh Bendesa Desa Pakraman Bitera, dalam kutipan wawancara berikut ini : “Iya ada, paling lambat satu bulan sebelum Nyepi to sesuai dengan Awig-awig to. Paling lambat satu bulan setelah Nyepi Bendesa wajib membuat rangcangan anggaran belanja yang disetujui oleh sabha dan pertanggungjawaban RAB tahun sebelumnya.” “Ya itu dah dengan cara kene, dengan pertanggungjawaban itu kita sampaikan setiap tahun abis itu kita sampaikan ke kelian, nanti kelian yang nyobiahang jadi kita apa namanya menyampaikan pemasukkan dan pengeluaran itu kan termasuk transparansi kepada masyarakat. Ada juga di beberapa banjar, care di banjar sema, sekarang balai banjarne kan be meuwug, yen pidan to ditempel dia laporan
kita itu. Pengeluaran dan pemasukkan desa itu ditempel dia jadi masyarakat kan bisa dia melihat disitu. Keterbukaan lah, selain itu care tiyang membangun misalnya kan bukan tiyang melakukannya sendiri, ada panitianya panitia pembangunan. Misalnya juru belanja len ten tiyang yang mebelanja. Jadi transparansi ini dengan melibatkan prejuru yang lain juga.” Prajuru Desa Pakraman Bitera melakukan transparansi pengelolaan pelaba Pura Khayangan Tiga melalui laporan pertanggungjawaban yang dibuat setiap akhir tahun. Wujud transparansi juga dilakukan dengan mengikutsertakan seluruh prajuru Desa Pakraman dalam setiap kegiatan yang dilakukan dengan membentuk kepanitian, sehingga pengelolan keuangan sebagai hasil dari pelaba Pura Khayangan Tiga terbuka untuk diketahui. Adanya akses bagi warga terhadap pemasukkan dan pengeluaran maupun sistem pengelolaan keuangan pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera. Hal ini sesuai dengan pernytaan Koppell (2005) yang menyatakan sebuah organisasi yang transparan menjamin akses kepada publik, pers, kelompok kepentingan, dan pihak lainnya yang memiliki kepentingan. Liabilitas (Kewajiban) Konsep liabilitas bagi setiap prajuru wujudkan sebagai sebuah sanksi moral yang melekat pada setiap individu. Hal ini disampaikan oleh Bendesa Desa Pakraman Bitera dalam kutipan wawancara berikut : “…Artinya itu dah tetep kembalinya kemoral kita. Yen yen rage meskipun sing ada sumpah sing ngidang ngangguang kita rage e, karena kita kan terkait moral sanksi sosial kita. Rage nak kal terus dini toh, „apa jeg to Bendesa e kanggunge kitanne‟ keto misalne apa jeg korupsi. Pasti akan tau itu akan ketahuan kalau korupsi dan lain sebagainya, tetapi nengil orang, kalau kita mau pasti bisa itu berbuat tidak baik itu. Kan tergantung rage jani mau ne jelek apa ne luwung, moral itu.” Tindakan yang baik yang sesuai dengan norma akan mendapatkan nilai
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No : 2 Tahun 2017)
moral baik dari masyarakat, begitu juga sebaliknya Kontrol Prajuru desa selaku pengelola, melaukan kontrol dengan melibatkan satake holder yang ada. Informasi ini tersirat dari kutipan wawancara denagn Bendesa Desa Pakraman Bitera berikut ini: “Ten je kontro adanne , apa adanne ikut tiyang libatkan tiyang melibatkan mereka berkoordinasi kita, misalne kal apa kita rencanakan kal ada wali misalne kita rapatkan prajuru ditambah kelian termasuk sabha juga kita libatkan tapi sing anggotanya pengurusnya pengurus sabha.” “Melalui perwakilan melalui banjar dibanjar banjar biasanne melalui pasamuan banjar, misalne di Dauhuma ne samua jani „enken ne adi jeg ketuange setrane‟, keto misalne apa kal gaene disetra. Dipesamuan ditu kal ngenah, kelianne lakar takoninne, „enken ne pak kelian adi apa gae ne ditu ?ling ije tekan danane ?‟ keto misalne. Misalne ye sing nawang ditu ye dadi metakon. Nyanan pas tiyang rapat kan sering rapat, keliannne memberitahu tiyang niki ada kramane tiyange matakon kene-kene, jelasang tiyang atau kalau kelianne sube nawang kelianne kan sering ajak rapat bikin apa, dia yang langsung menjelaskan, „niki nak ling riki takan dananne nak niki kal gaene‟, keto. Ditu keterlibatan krama, artinya krama tu terlibat melalui pasamuan banjar, karena kita di desa ni sing ngelah balai desa anggon samua tidak punya kita. Kulkul juga kita tidak punya. Hanya banjar yang punya makanya melalui banjar.” Kontrol yang dilakukan prajuru desa adalah dengan melibatkan semua satake holder terkait untuk ikut berperan serta. Dari intern prajuru desa melakukan kontrol sesuai dengan kewenangan masingmasing, sedangkan dari luar prajuru melakukan kontrol melalui laporan pertanggungjawaban dan pesamuanbanjar yang rutin dilaksanakan. Responsibilitas (Tanggung Jawab) Prajuru memberikan
Desa PakramanBitera tanggung jawab atas
tugasnya dengan membuat laporan pertanggungjawaban setiap akhir tahun untuk selanjutnya deberikan kepada warga desa. Informasi ini disampaikan oleh Bendesa Desa PakramanBitera dalam kutipan wawancara berikut ini : “Ya itu dah dengan cara kene, dengan pertanggungjawaban itu kita sampaikan setiap tahun abis itu kita sampaikan ke kelian, nanti kelian yang nyobiahang jadi kita apa namanya menyampaikan pemasukkan dan pengeluaran itu kan termasuk transparansi kepada masyarakat. Ada juga di beberapa banjar, care di Banjar Sema, sekarang balai banajarne kan be meuwug, yen pidan to ditempel dia laporan kita itu. Pengeluaran dan pemasukkan desa itu ditempel dia jadi masyarakat kan bisa dia melihat disitu. Keterbukaan lah.” Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh prajuru Desa Pakraman Bitera adalah dengan membuat laporan pertanggungjawaban setiap tahunnya. Laporan yang dibuat ini akan diteruskan ke kelian adat dimasing-masing banjar, yang kemudian akan diasampaikan ke warga lewat pasamuanbanjar oleh kelianbanjar adat. Responsivitas (Responsif) Prajuru Desa Pakraman Bitera melakukan resposifitas dengan mendengarkan masukkan dari warga desa melalui kelianbanjar adat dan sabha desa sebagai perwakilan warga. Informasi ini disampaikan Bendesa Desa Pakraman Bitera, dalam kutipan wawancara berikut ini : “Udah itu diteruskan ke krama melalui kelian. Kelian yang menyiarkan ke masingmasing banjar, krama uning. Artinne krama sebenarne bisa juga dia ikut terlibat misalne mengusulkan apa melalui banjar dititipkan kepada sabha. Sebenarne krama terlibat dia tapi perwakilan dia.” “… Ditu keterlibatan krama, artinya krama tu terlibat melalui pasamuan banjar, karena kita di desa ni sing ngelah balai desa anggon samua tidak punya kita. Kulkul juga kita tidak punya. Hanya banjar yang punya makanya melalui banjar.”
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No : 2 Tahun 2017)
Adanya unsur responsivitas ini dapat dilhat dari dilibatkannya warga desa yang merupakan customer melalui pasamuanbanjar, yang selanjutnya akan memberikan kewenangan kepada kelian adat ataupun sabha sebagai perantara pengambil keputusan pengelolaan pelaba Pura Khayangan Tiga. Warga Desa Pakraman juga berhak mengajukan pertanyaan ataupun komplain melalui perantara kelian adat dalam forum pasamuan. Penggunaan dana hasil pelaba Pura Khayangan Tiga dilakukan berdasarka masukkan dari warga yang disampaikan melalui pasamuanbanjar sehingga prajuru desa dapat memenuhi keinginan warga desa. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pelaba Pura KhayanganTiga DesaPakraman Bitera dikelola oleh warga yang disebut dengan penyakap, dengan menggunakan sistem kontrak dan sistem bagi hasil setengah-setengah yang berkeadilan. Hasil dari pelaba Pura Khayangan Tiga masuk sebagai pendapatan Desa Pekraman yang selanjutnya dikelola lansung oleh prajuru Desa Pakraman Bitera untuk keperluan pembangunan maupun upacara di Desa Pakraman. Prajuru Desa Pakraman Bitera memahami bahwa akuntabilitas berperan penting sebagai sebagai wujud pertanggungjawaban yang dibuktikan dengan dipenuhinya prinsip-prinsip akuntabilitas sebagai berikut : 1. Prajuru Desa Pakraman malakukan transparansi dengan membuat laporan pertangungjawaban dan memberikan kemudahan akses informasi kepada stakeholder terkait. 2. Konsep liabilitas (kewajiban) oleh Prajuru Desa Pakraman Bitera dipahami sebagai sebuah sanksi moral yang akan diterima dalam kehidupan sosial. 3. Wujud kontrol yang dilakukan oleh prajuru Desa Pakraman Bitera adalah dengan melibatkan semua satake holder terkait. Prajuru desa melakukan kontrol sesuai kewenangan,
sedangkan dari luar prajuru melakukan kontrol melalui laporan pertanggungjawaban dan pesamuanbanjar yang rutin dilaksanakan. 4. Responsibilitas sebagai sebuah tanggung jawab dilakukan oleh prajuru Desa Pakraman dengan membuat laporan pertanggungjawaban setiap tahun 5. Responsivitas diwujudkan dengan menerima masukkan dari warga yang disampaikan melalui pasamuanbanjar. Saran Berdasarkan atas penelitian yang telah dilakukan, adapun saran yang dapat peneliti berikan terkait dengan pengelolaan keuangan dari hasil pelaba Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Bitera adalah sistem bagi hasil yang digunakan saat ini antara Desa Pakraman dengan penyakap sebaiknya menggunakan sistem kontrak untuk semua pelaba Pura Khayangan Tiga tidak hanya beberapa pelaba Pura Khayangan Tiga saja karena lebih menguntungkan untuk kedua belah pihak. DAFTAR PUSTAKA Gubernur Bali.2001/ Perda Provinsi Bali Nornor 3 Tahun 2001.Denpasar: Pemda Provinsi Bali Republik Indonesia. 1945. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 tentang Pemerintah Daerah. Sekretariat Negara RI. Jakarta. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sekretariat Negara RI. Jakarta. Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Sekretariat Negara RI. Jakarta.
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No : 2 Tahun 2017)
Surpha, I Wayan. 2002. Seputar Desa Pekraman dan Adat Bali. Denpasar: BP.
Terra, G.J.A. 1948. Tuinbouw. Dalam : C.J.J. van Hall & C. van de Koppel (eds.), De Landbouw in der Indischen Archipel IIA.