TESIS
PEMBERIAN SIMVASTATIN PADA KELINCI YANG DIIMOBILISASI SENDI LUTUTNYA MEMILIKI JUMLAH KONDROSIT YANG LEBIH BANYAK DAN KADAR CARTILAGE OLIGOMERIC MATRIX PROTEIN SERUM YANG LEBIH RENDAH DIBANDINGKAN TANPA PEMBERIAN SIMVASTATIN
I KETUT SUMADI
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
TESIS
PEMBERIAN SIMVASTATIN PADA KELINCI YANG DIIMOBILISASI SENDI LUTUTNYA MEMILIKI JUMLAH KONDROSIT YANG LEBIH BANYAK DAN KADAR CARTILAGE OLIGOMERIC MATRIX PROTEIN SERUM YANG LEBIH RENDAH DIBANDINGKAN TANPA PEMBERIAN SIMVASTATIN
I KETUT SUMADI NIM 1114118103
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
i
PEMBERIAN SIMVASTATIN PADA KELINCI YANG DIIMOBILISASI SENDI LUTUTNYA MEMILIKI JUMLAH KONDROSIT YANG LEBIH BANYAK DAN KADAR CARTILAGE OLIGOMERIC MATRIX PROTEIN SERUM YANG LEBIH RENDAH DIBANDINGKAN TANPA PEMBERIAN SIMVASTATIN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
I KETUT SUMADI NIM 1114118103
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL, 25 April 2016
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. Ketut Siki Kawiyana, Sp.B, Sp.OT (K) NIP 19480909 197903 1 002
dr. I Ketut Suyasa, Sp.B, Sp.OT (K) NIP 19660709 199412 1 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK NIP 19580521 198503 1 002
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP 19590215 198510 2 001
iii
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 5 April 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No: 1375/UN14.4/HK/2016 Tertanggal 4 April 2016
Ketua: Prof. Dr. dr. I Ketut Siki Kawiyana, Sp. B., Sp.OT (K) Anggota: 1.
Prof. Dr. dr Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes
2.
dr. I Ketut Suyasa, Sp.B, Sp.OT (K)
3.
dr. K.G Mulyadi Ridia, Sp.OT (K)
4.
dr. Wayan Suryanto Dusak Sp.OT (K)
iv
v
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya tesis yang berjudul Pemberian Simvastatin Pada Kelinci Yang Diimobilisasi Sendi Lututnya Memiliki Jumlah Kondrosit Yang Lebih Banyak Dan Kadar Cartilage Oligomeric Matrix Protein Serum Yang Lebih Rendah Dibandingkan Tanpa Pemberian Simvastatin dapat diselesaikan . Penulis mengucapkan terimakasih kepada : Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, FINASIM, sebagai Rektor Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Prof. Dr. dr Putu Astawa, SpOT, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), sebagai direktur program Pascasarjana Universitas Udayana. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, sebagai ketua program studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Siki Kawiyana, SpB, SpOT (K), sebagai ketua program studi Orthopaedi dan Traumatologi FK Udayana – RSUP Sanglah Denpasar dan selaku pembimbing I, atas bimbingan dan arahannya dalam perbaikan penelitian ini. dr. I Ketut Suyasa, SpB, SpOT (K) Spine, selaku pembimbing II, atas nasihat dan bimbingannya untuk bisa terselesainya usulan penelitian tersebut. Seluruh staf pengajar Orthopaedi dan Traumatologi FK Udayana RSUP Sanglah Denpasar atas dukungan guna terselesaikannya usulan penelitisan tersebut.
vi
Dr. dr. AA Wiradewi Lestari, Sp. PK atas dukungannya terselesainya penelitian tersebut. drh. Ida Bagus Oka Winaya, M.Kes dan staff atas dukungannya terselesainya penelitian tersebut. Semua dosen pengajar Combined Degree Pascasarjana Universitas Udayana yang telah banyak memberikn masukan dan bimbingan. Keluarga tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungan demi terselesainya penelitian ini. Rekan-rekan serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan laporan ini. Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu dengan segala keredahan hati penulis menerima saran dan kritik untuk perbaikan penelitian ini.
Denpasar, April 2016
Penulis
ABSTRAK PEMBERIAN SIMVASTATIN PADA KELINCI YANG DIIMOBILISASI SENDI LUTUTNYA MEMILIKI JUMLAH KONDROSIT YANG LEBIH BANYAK DAN KADAR CARTILAGE OLIGOMERIC MATRIX PROTEIN
vii
SERUM YANG LEBIH RENDAH DIBANDINGKAN TANPA PEMBERIAN SIMVASTATIN
Immobilisasi sendi dalam waktu lama menyebabkan terjadinya kerusakan cartilage melalui pembentukan enzim proteolitic yaitu MMP3. Simvastatin memiliki efek anti proteolitic dengan cara menghambat pembentukan MMP3 oleh Kondrosit. Pemberian simvastatin pada immobilisasi sendi diharapkan dapat mengurangi tejadinya kerusakan cartilage yang ditandai dengan kadar serum COMP yang lebih rendah dan jumlah Kondrosit yang lebih banyak dibandingkan tanpa pemberian simvastatin. Penelitian eksperimental randomized post-test only group design dengan sampel 38 ekor kelinci. Semua kelinci diimobilisasi sendi lututnya dengan cast, kemudian dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama tidak diberikan simvastatin, kelompok kedua diberikan simvastatin tablet 20 mg/kg bb/hari selama 6 minggu. Pada minggu ke-enam, untuk menilai efek perlakuan diperiksa kadar serum COMP dan jumlah kondrosit pada cartilage. Analisis statistik didapatkan kadar rerata serum COMP pada kelinci dengan pemberian simvastatin lebih rendah dan jumlah rerata kondrosit pada cartilage kelinci lebih banyak dibandingkan tanpa pemberian simvastatin, pada uji independent t-test didapatkan perbedaan yang significan dengan serum COMP p = 0,000 (p < 0,05) dan jumlah chondrosite p = 0,000 (p< 0,05). Pemberian simvastatin oral pada kelinci yang diimobilisasi sendi lututnya memiliki jumlah kondrosit yang lebih banyak dan kadar serum COMP yang lebih rendah dibandingkan tanpa pemberian simvastatin Kata kunci: Immobilisasi, Kerusakan Cartilage, Simvastatin, Kondrosit, COMP
ABSTRACT SIMVASTATIN ADMINISTRATION ON RABIT WITH KNEE IMMOBILIZATION HAVE HIGHER CHONDROCITE NUMBER AND LOWER SERUM CARTILAGE OLIGOMERIC MATRIX PROTEIN LEVEL COMPARED WITHOUT SIMVASTATIN ADMINISTRATION
viii
Prolong Joint immobilization can lead cartilage damage. One of mechanism is release of proteolitic enzim such as MMP3. Simvastatin have ability as anti proteolitic enzyme which is release by chondrosit. Oral simvastatin administration on joint immobilization can prevent cartilage damage monitored by lower serum COMP level and higher chondrocyte number on cartilage compared without simvastatin administration This research was experimental study with randomized post-test only group design consists of 38 female rabbit as subject. All of knee rabbit were immobilized by cast and divided into 2 group. First group with no simvastatin administration second group with oral simvastatin administration 20 mg/kb bw/day for 6 week. At the end of the six week serum COMP level and chondrosite number on cartilage was measured. Statistic analysis showed higher chondrosite number and lower serum COMP level knee rabbit with simvastatin administration compared with group rabbit with no simvastatin administration. Independent t-test analysis showed that difference were significant, with serum COMP p = 0,000 (p < 0,05) and chondrosite number p = 0,000 (p< 0,05). Oral simvastatin administration on rabbit with knee joint immobilization have higher chondrosite number and lower serum COMP level compared with group with no simvastatin administration. Key word: Immobilization, Cartilage damage, Simvastatin, COMP, Chondrosite
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM .................................................................................................. i PRASYARAT GELAR .......................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
ix
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................................... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ....................................................... v UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................. vi ABSTRAK .......................................................................................................... viii ABSTRACT ........................................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii DAFTAR TABEL DAN SKEMA ....................................................................... xiii DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xivv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................. 6 2.1 Anatomi Cartilage Sendi ...................................................................... 6 2.1.1 Nutrisi cartilage sendi ................................................................... 8 2.1.2 Metabolisme cartilage sendi ....................................................... 10 2.2 Degenerasi Cartilage Sendi ................................................................ 10 2.2.1 Definisi ........................................................................................ 10 2.2.2 Epidemiologi ............................................................................... 11 2.2.3 Klasifikasi degenerasi cartilage .................................................. 12 2.2.4 Faktor resiko OA ......................................................................... 14 2.3 Imobilisasi Lama dan Efeknya Pada Cartilage Sendi......................... 15
x
2.3.1 Patofisiologi ................................................................................. 18 2.3.2 COMP sebagai biomarker degenerasi cartilage .......................... 29 2.4. Simvastatin ......................................................................................... 33 2.4.1 Sifat biokimia .............................................................................. 34 2.4.2 Mekanisme kerja ......................................................................... 34 2.4.3 Efek samping ............................................................................... 36 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS....................... 37 3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................... 37 3.2 Kerangka Konsep ................................................................................ 39 3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 40 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 41 4.1 Rancangan Penelitian .......................................................................... 41 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 42 4.3 Populasi dan Sampel .......................................................................... 42 4.3.1 Populasi ....................................................................................... 42 4.3.2 Kriteria subyek ............................................................................ 43 4.3.3 Besar sampel................................................................................ 43 4.3.4 Teknik penentuan sampel ............................................................ 45 4.4 Variabel Penelitian .............................................................................. 45 4.4.1 Klasifikasi variabel ...................................................................... 45 4.4.2 Definisi operasional variabel ....................................................... 45 4.5 Instrumen dan Bahan Penelitian.......................................................... 45 4.6 Prosedur Penelitian.............................................................................. 47 4.6.1 Hewan coba ................................................................................. 47 4.6.2 Cara kerja..................................................................................... 47
xi
4.6.3 Pembuatan Sediaan Histopatologis Cartilage ............................. 48 4.7 Alur Penelitian .................................................................................... 49 4.8 Analisa Data ....................................................................................... 49 BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 51 5.1 Analisis Sampel .................................................................................. 51 5.1.1 Analisis deskriptif ........................................................................ 51 5.2 Analisis Inferensial.............................................................................. 52 5.2.1 Uji normalitas dan homogenitas .................................................. 52 5.2.2 Uji Independent T-Test................................................................ 53 BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 55 6.1 Subyek Penelitian ................................................................................ 55 6.2 Hubungan Pemberian Simvastatin Jumlah Kondrosit Pada Kelinci Yang Diimobilisasi Sendi Lututnya. ............................................................ 56 6.3 Hubungan Pemberian Simvastatin Dengan Kadar Serum COMP Pada Kelinci Yang Diimobilisasi Sendi Lututnya. ...................................... 57 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 59 7.1 Simpulan.............................................................................................. 59 7.2 Saran .................................................................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 60
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema lapisan cartilage sendi.............................................................6 Gambar 2.2. Perubahan ekstensif dari cartilage (Outerbridge grade 3) pada kondilus medial femur. .....................................................................13 Gambar 2.3 Histopatologis sendi lutut yang diimobilisasi . ..................................17
xii
Gambar 2.4 Schematic representation dari signal transduction pathways of activated surface receptors) ...............................................................21 Gambar 2.5 Alur dari patologi mengarah dari aktifasi dari pro-inflamatory cytokines ke degenerasi dari kolagen didalam cartilage. .................26 Gambar 2.6 Metabolisme cartilage pada OA dimana terjadi ketidakseimbangan antara enzim yang menyebabkan regenerasi dan degenerasi. ...........29 Gambar 2.7 Gambar 6. Gambar Biomarker Yang Bisa Dipakai Untuk Osteoarthritis .....................................................................................30 Gambar 2.8 Stress mekanik terhadap terjadinya OA .............................................31 Gambar 2.9 Ikatan COMP dengan protein.............................................................32
DAFTAR TABEL DAN SKEMA
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................39 Skema 4.1 Rancangan Penelitian ...........................................................................41 Skema 4.2 Alur Penelitian .....................................................................................49 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi subjek penelitian masing-masing kelompok .......51
xiii
Tabel 5.2 Rerata Kadar Serum COMP dan jumlah Kondrosit pada masingmasing kelompok................................................................................52 Tabel 5.3 Uji normalitas data variabel-variabel penelitian dengan Shapiro-Wilk ........................................................................................53 Tabel 5.4 Uji Homogenitas varian data variabel-variabel penelitian dengan Levene’s Test .......................................................................................53 Tabel 5.5 Hasil uji komparabilitas data post-test variabel penelitian untuk kelompok perlakuan dan kontrol..........................................................53
DAFTAR SINGKATAN
COMP
: Cartilage Oligomeric Matrix Protein
IL-1
: Interleukin 1
MMP
: Matrik Metalloproteinase
xiv
TNFα
: Tumour Necrosis Factor α
PG
: Proteoglican
OA
: Osteoartritis
HMG-CoA
: Hydroxymethylglutaryl- Co enzim A
ECM
: Extracellualar Matrix
DCT
: Dense Connective Tissue
MT-MMP
: Membran Tipe Matrix Metalloproteinase
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian Lampiran 3. Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan Kondrosit
xv
Lampiran 4. Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan COMP Lampiran 6. Data Analisis SPSS
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gangguan pada persendian merupakan salah satu penyebab keterbatasan tersering pada orang dewasa dan lanjut usia. Banyak faktor penyebab terjadinya gangguan pada persendian, penyebab tersering adalah karena osteoarthriris (OA). Sampai saat ini osteoarthritis masih sulit ditangani karena gangguan yang tejadi bersifat irreversible dan cendrung progressive. Faktor resiko terjadinya OA tidak hanya murni karena proses penuaan tapi bisa terjadi karena tindakan medis, khususnya pada bidang orthopaedi. Salah satu faktor resiko tersebut adalah immobilisasi pada persendian. Sampai saat ini immobilisasi pada persendian masih banyak dilakukan untuk penanganan pasien dengan cedera musculoskeletal. Immobilisasi sendi masih sering dilakukan pada kasus-kasus fraktur yang diterapi secara konservatif misalnya pada kasus fraktur dengan konfigurasi fraktur yang stabil. Penanganan secara konservatif juga sering dikerjakan pada kasus fraktur yang undisplaced, atau minimal displaced atau pada pasien yang berumur tua, berisiko tinggi untuk operasi, atau pasien yang kondisi medis dan sosialnya tidak memungkinkan untuk operasi (Bucholz, dkk. 2010). Imobilisasi dapat mengakibatkan efek samping pada cartilage dan Dense Connective Tissue. Dampak keparahan tergantung dari berbagai faktor, termasuk usia, trauma jaringan, posisi dari sendi, durasi dan kekakuan imobilisasi. Banyak
1
2
penelitian terhadap binatang telah meneliti dampak negatif dari imobilisasi yang kaku (dengan menggunakan fiksasi internal atau eksternal) dan imobilisasi yang tidak kaku (menggunakan cast) (Mckee P, dkk. 2012). Faktor mekanik misalnya loading dan mobilisasi berperan dalam proses pertumbuhan, penuaan dan pemeliharaan morfologi dan fungsi dari cartilage pada sendi. Pada beberapa penelitian pada hewan menunjukkan unloading dan immobilisasi menyebabkan berbagai gangguan pada cartilage, contohnya mempengaruhi ketebalan cartilage, jumlah kondrosit, penurunan kadar proteoglycan (PG) dan perubahan kadar kolagen. (Moriyama H. 2008). Kondrosit berperan dalam mengatur metabolism cartilage. Homeostasis matrik extraselular diatur oleh ensim yang disekresi oleh kondrosit. Faktor mekanik dan biokimia, keseimbangan antara sintesis dan degradasi matrik cartilage berperan dalam terjadinya OA. Keseimbangan ini terganggu pada immobilisasi sendi. (Aktas E, dkk. 2011). Penelitian terbaru juga menunjukkan, sendi yang diimobilisasi terjadinya proses proteolitic sejak terjadinya peningkatan MMP-1 dan MMP-3 pada cartilage tibia yang diimobilisasi selama 6 minggu. (LeRoux, M. A., dkk. 2001). Matrix metalloproteinases (MMPs) dan
proinflammatory cytokines misalnya
interleukin-1 (IL-1), IL-6, dan tumor necrosis faktor alpha (TNF-α) berperan penting pada proses inflamasi ini. (Aktas E, dkk. 2011). Peningkatan aktivitas MMP-3 terjadi bersamaan dengan perubahan osteoarthritis pada lutut (Ni GN, dkk. 2011). Inhibitor selektif dari MMP-3 diketahui dapat menimbulkan efek protektif dari degradasi yang disebabkan oleh proses berlari yang berlebihan. (Ni GN, dkk. 2011).
3
Statin merupakan competitive inhibitor dari hydroxymethylglutaryl (HMG-CoA) reductase dan digunakan secara luas untuk menurunkan kadar serum lipid dengan cara menghambat rantai pembentukan cholesterol. Simvastatin sebagai HMG-CoA reductase inhibitor, menurunkan perburukan OA dengan cara menurunkan expresi MMP-3 pada cartilage sendi (Aktas E, dkk. 2011). Simvastatin menurunkan level mRNA MMP2 dan MMP-3. (Pella D, dkk. 2005. Kubatka P, dkk. 2011). Turnover cartilage biasanya terjadi secara terkendali, dengan keseimbangan antara degradasi dan pembentukan. Namun, dalam sendi yang meradang, ketidakseimbangan terjadi antara degradasi dan pembentukan. Pembentukan dan degradasi dapat dipantau dengan mengukur beberapa molekul yang unik yang dihasilkan selama proses degradasi cartilage. COMP adalah salah satu biomarker OA yang terbaik, dihasilkan oleh kondrosit serta sinovite dan dapat berfungsi sebagai penanda untuk baik tulang rawan degradasi atau omset sinovium atau keduanya. COMP berfungsi sebagai pengatur pembentukan fibril dan pemeliharaan jaringan kolagen matur. Kadar serum COMP yang tinggi menunjukkan meningkatnya degradasi cartilage. (Dheer M. 2000. Singh S, dkk. 2014). Kadar serum COMP juga sangat berguna untuk memantau keberhasilan terapi pada OA. Disamping itu kadar serum COMP juga dapat memprediksi progresivitas dari OA dan juga dapat mengetahui proses kerusakan sendi yang sedang berlangsung. (Andersoon ML. 2006).
4
1. 2 Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah pemberian simvastatin oral pada kelinci dengan immobilisasi pada sendi lututnya memiliki jumlah kondrosit yang lebih banyak dibandingkan dengan tanpa pemberian simvastatin? 2. Apakah pemberian simvastatin oral pada kelinci dengan immobilisasi pada sendi lututnya memiliki kadar serum COMP yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pemberian simvastatin? 1. 3 Tujuan Penelitian 1. Membuktikan pemberian simvastatin oral dapat mencegah penurunan jumlah kondrosit pasca dilakukan immobilisasi pada sendi lutut kelinci. 2. Membuktikan pemberian simvastatin oral dapat mencegah peningkatan kadar serum COMP pasca dilakukan immobilisasi pada sendi lutut kelinci.
5
1. 4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pengaruh pemberian simvastatin oral dalam mencegah degenerasi cartilage setelah dilakukan immobilisasi pada sendi lutut kelinci. 2. Manfaat Praktis Bila pemberian simvastatin oral dapat mencegah degenerasi cartilage setelah dilakukan immobilisasi pada sendi lutut kelinci maka dapat dijadikan sebagai dasar percobaan pada manusia untuk mencegah ataupun memperlambat kerusakan cartilage setelah dilakukan immobilisasi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Cartilage Sendi Struktur cartilage sendi mengalami perubahan dari permukaan sendi hingga ke lapisan yang lebih dalam. Cartilage sendi dibedakan menjadi 4 zona atau lapisan yang berbeda yaitu zona tangensial superfisial, zona tengah (middle) atau zona transisi, zona dalam (deep) atau radial dan zona kalsifikasi (calcified). Zona superfisial merupakan lapisan yang tipis dan memiliki kandungan kolagen terbesar serta kandungan proteoglikan terendah. Serat-serat kolagen pada zona superfisial terletak pararel terhadap permukaan sendi dan kondrosit tampak lebih rata. Middle zone memiliki pola menyilang dengan transisi dari sel horisontal ke sel vertikal dan orientasi kolagen. Serat kolagen pada deep zone tersusun vertikal. Fibril muncul dari calcified cartilage pada lapisan dibawahnya. Calcified cartilage merupakan zona transisi antara cartilage sendi dan tulang subchondral yang ada di bawahnya (Vanwanseele B, dkk. 2002).
Gambar 2 1 . Skema lapisan cartilage sendi (Brittberg M, dkk. 2011).
6
7
Kolagen fibril dan proteoglikan adalah komponen struktural pada cartilage hyalin menjaga stress mekanis internal yang berasal dari beban pada permukaan sendi. Orientasi umum dari permukaan fibril kolagen pertama kali ditunjukkan dengan menusuk/ menggores permukaan yang menyebabkan pola split line. Orientasi superficial pada matriks kolagen superfisial memiliki kesesuaian dengan arah pergerakan sendi. Berdasarkan pemeriksaan x-ray, polarized light microscopy, dan mikroskop elektron, serat-serat tersebut memiliki kesesuaian dengan pola split line. Akan tetapi Benninghoff, menyampaikan bahwa fibril, berasal dari osteochondral junction dan berjalan secara radial ke permukaan, kemudian secara tangensial menuju permukaan dan akhirnya menuju persendian. Hal ini kemudian didukung oleh investigasi dengan pemindaian mikroskop elektron, dan teknik multiple-plan freeze fracture akan tetapi hal ini masih menjadi kontroversi. Penelitian oleh Broom, menyampaikan bahwa fibril tidak berkesinambungan terdiri dari jaringan pendek di permukaan sendi. Pada lapisan tangensial superfisial, yang dekat dengan permukaan sendi, terdiri atas lapisan fibril kolagen yang terangkai dengan kuat. Area ini memiliki konsentrasi kolagen tertinggi. Serat-serat pada middle zone, di lain pihak, menyebar dengan orientasi yang beragam. Pada deep zone, serat-serat tersebut menyatu membentuk bundle yang lebih besar dengan arah radial. Bundle ini kemudian memasuki zona kalsifikasi, menyilang pada perbatasan, untuk membentuk interlocking network yang menempatkan jaringan ke struktur tulang. (Vanwanseele B, dkk. 2002). Perkembangan morfologi dari cartilage sendi dipengaruhi oleh kemampuan adaptasinya terhadap kebutuhan fungsional untuk mengabsorbsi dan meredistribusi
8
tekanan kompresi. Batasan menunjukkan hubungan antara cartilage hyalin dan cartilage kalsifikasi. Parameter morfologi makro, seperti volume jaringan, ketebalan, dan area permukaan sendi bisa digunakan untuk menunjukkan diferensiasi dan adaptasi fungsional dari jaringan cartilage terhadap stress mekanik. Penentuan yang pasti dari ketebalan cartilage berguna untuk staging dari penyakit sendi dan untuk evaluasi terapi farmakologis ataupun operasi yang bersifat kondroprotektif (Vanwanseele B, dkk. 2002).
2.1.1 Nutrisi cartilage sendi Cartilage sendi merupakan jaringan avaskular yang menerima nutrisi melalui dua mekanisme: difusi dari pembuluh darah tulang subkondral dan difusi dari cairan sendi.
Tingkatan kemampuan difusi nutrisi dari kedua mekanisme ini masih
kontroversi. Bukti yang dikumpulkan menunjukkan bahwa defisiensi nutrisi pada cartilage mungkin merupakan salah satu penyebab utama degenerasi jaringan. Penelitian autoradiografik dan tracer pada binatang menunjukkan bahwa sementara cartilage sendi imatur dapat dinutrisi baik melalui jalur sinovial dan subkondral, cartilage sendi pada binatang yang dewasa hanya mendapatkan nutrisi cairan sendi, oleh karena adanya batasan kalsifikasi dengan area subkondral. Namun, Wever, Greenwald dan Haynes menggunakan zat fluoresen non toksik dan teknologi tracer untuk melihat aliran darah pada caput femoris manusia dan mengamati adanya penetrasi zat fluoresen yang ada di sumsum tulang ke dalam jaringan cartilage pada manusia dewasa (Vanwanseele B, dkk. 2002).
9
Cartilage sendi merupakan suatu matriks solid yang secara khusus tersusun atas CT, terdiri dari kolage tipe II dan molekul proteoglikan (PG) yang disintesa oleh kondrosit, dan cairan interstisial. Gel PG dalam matriks cartilage sendi bersifat sangat hidrofilik, menyebabkan cartilage bersifat seperti spons basah, menyerap cairan disekitarnya saat tidak dikompresi dan mengeluarkan cairan saat perlahan dikompresi. Gel PG yang terhidrasi, diperkuat oleh jaringan fibril kolagen yang kompleks, yang dapat menahan kompresi. (Mckee P, dkk. 2012). Cartilage sendi dinutrisi oleh cairan sendi yang diserap melalui permukaan cartilage dan nutrisi yang berdifusi ke dalam cartilage dari pembuluh darah tulang subkondral. Cairan sendi, yang diproduksi dan diserap oleh membran sendi yang membatasi kapsul sendi, menyediakan transportasi dua arah untuk nutrisi dan produk sisa antara cartilage dan aliran darah. Untuk dapat menyerap nutrisi dan membuang produk sisa dengan efektif, cartilage memerlukan kompresi siklis yang lambat dan dekompresi yang didapat dengan gerakan sendi, kontraksi otot dan beban tubuh intermiten. Banyak peneliti menunjukkan keuntungan dari pergerakan sendi untuk memperbaiki aliran nutrisi dan metabolisme dari cartilage dan sebaliknya menjelaskan pengaruh buruk dari imobilisasi. (Mckee P, dkk. 2012). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cartilage sendi mendapat nutrisi baik dari sumsum tulang subkondral dan sinovial, aliran nutrisi yang terbaik dari kedua rute ini masih belum dapat dipastikan (Vanwanseele B, dkk. 2002).
10
2.1.2 Metabolisme cartilage sendi Pada kondisi normal, komponen dari jaringan mengalami turnover yang lama. Kolagen memiliki turnover terlama dibandingkan dengan proteoglikan. (Brittberg M, dkk. 2011). Kebanyakan proteoglikan memiliki rentang hidup 600 hari, tetapi sebagian kecil proteoglikan pada cartilage orang dewasa memiliki rentang hidup sekitar 8 hari. Proteoglikan juga lebih rentan terhadap degradasi enzimatik. (Brittberg M, dkk. 2011). Kondrosit mensekresi enzim yang dinamakan metalloproteinases (collagenases, gelatinases, dan stromelysin), yang mengatur derajat degradasi. Degradasi dari proteoglikan diikuti peningkatan sintesis proteoglikan, yang kemudian terintegrasi di dalam jaringan. (Brittberg M, dkk. 2011). Proses ini rumit dan diatur oleh kondrosit bila terjadi gangguan dari proses ini dapat menyebabkan penghancuran dari jaringan cartilage. Hal ini terjadi pada osteoarthritis dimana gejala awal berupa ketidakseimbangan pada sintesis dan degradasi jaringan (Brittberg M, dkk. 2011).
2.2 Degenerasi Cartilage Sendi 2.2.1 Definisi Degenerasi pada sendi secara umum didefinisikan sebagai gangguan pada satu atau lebih sendi yang diawali dengan gangguan lokal pada cartilage yang ditandai dengan degenerasi progresif pada cartilage, hypertrophy, remodeling pada subchondral bone dan inflamasi sekunder pada membrane sendi. Kelainan ini bersifat lokal tanpa adanya gangguan sistemik. (Salter RB. 1999).
11
Sedangkan menurut appley, degenerasi sendi disinonimkan dengan osteoartritis yaitu gangguan kronis pada sendi yang ditandai dengan pelunakan cartilage yang progresif dan disintegrasi cartilage sendi disertai dengan pembentukan cartilage dan tulang baru pada area sekitar sendi (osteophyte) dan fibrosis kapsul. Osteoartritis tidak murni hanya berupa penyakit degenerative. Pelunakan cartilage dan disintegrasi, awalnya disertai dengan pembentukan tulang baru yang hyperactive, osteophyte dan remodeling. (Solomon L, dkk. 2010). Osteoartritis (OA), juga dikenal sebagai artritis degenerative atau penyakit sendi degenerative, atau osteoarthrosis, merupakan sekelompok abnormalitas mekanikal yang melingkupi degradasi sendi, termasuk cartilage sendi dan tulang subchondral. Kata osteoartritis berasal dari Bahasa Yunani osteo, yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi. Itis pada osteoartritis sebenarnya merupakan penggunaan kata yang kurang tepat, inflamasi tampak pada artritis rheumatoid atau artritis autoimmune. Beberapa klinisi menyebutnya sebagai osteoarthrosis, untuk menegaskan kurangnya respon inflamasi. (Arya RK, dkk. 2013).
2.2.2 Epidemiologi Kerusakan pada cartilage sendi merupakan masalah yang sering terjadi. Pada sebuah pengamatan dari 31516 arthroskopi sendi lutut oleh Curl, 53569 lesi hialin cartilage didokumentasikan pada 19827 orang pasien. Lesi grade III dari patella merupakan jenis yang tersering. Grade IV umumnya mengenai kondilus medial femur. Dari keseluruhan arthroskopi, 5% nya dilakukan pada pasien yang berumur
12
dibawah 40 tahun dengan lesi grade IV. 74% dari keseluruhan pasien memiliki lesi kondral tunggal. Tidak ada kelainan yang didapatkan pada ligament atau meniscus pada 37% pasien. Pada studi yang lainnya, 16% (21) dari 132 kerusakan pada lutut berkaitan dengan perdarahan intrasendi (Kakarlapudi TK, dkk. 2002). OA merupakan jenis artritis yang paling sering. (Gineyts E, dkk. 2004). Di Amerika Serikat, OA merupakan salah satu kasus dengan prevalensi terbanyak dan dapat menyebabkan kondisi kronik yang menyebabkan terbatasnya mobilisasi. Prevalensi meningkat seiring umur, dan pada usia 65 tahun, sekitar 80% dari populasi Amerika Serikat terkena OA. Lebih dari setengah dari populasi yang terkena artritis berusia dibawah 65 tahun. Sekitar 60% dari penduduk amerika yang terkena artritis adalah wanita. Sulit untuk memperkirakan prevalensi dari osteoartritis karena tidak ada kriteria universal yang benar-benar sesuai untuk diagnosis. Prevalensi OA simtomatik dan OA radiografik pada orang dewasa diatas 45 tahun adalah 19% dan 7% pada subjek Framingham. 28% dan 17% pada subjek Johnston. Jumlah keseluruhan orang dewasa yang terkena OA pada sendi manapun telah bertambah selama dekade terakhir karena bertambah umur populasi dan meningkatnya prevalensi obesitas. (Arya RK, dkk. 2013).
2.2.3 Klasifikasi degenerasi cartilage Pada tahun 1961, Outerbridge, memberikan derajat deskriptif untuk lesi kondral patella. Karena sederhana, sistem klasifiksasi ini menjadi sering digunakan di kalangan ahli bedah orthopaedi, dan juga diterima untuk lesi di divisi lainnya. (Kakarlapudi TK, dkk. 2002).
13
Grade 1: Penipisan dan Pembengkakan Grade 2: Fragmentasi atau fissuring dari ½ atau kurang Grade 3: Fragmentasi atau fissuring dari ½ atau lebih. Grade 4: Erosi cartilage.
Gambar 2.2 Perubahan ekstensif dari cartilage (Outerbridge grade 3) pada kondilus medial femur (Kakarlapudi TK, dkk. 2002). Bauer dan Jackson tahun 1988 memberikan klasifikasi lesi kondral dari kondilus femur, membaginya menjadi 6 grade berdasarkan evaluasi artroskopi. (Kakarlapudi TK, dkk. 2002). Type 1: Linear crack Type 2: Fraktur stellate Type 3: Flap Type 4: Tipe crater Type 5: Fibrilasi Type 6: Tipe degradasi. Beberapa peneliti menunjukkan, tipe 1 – 4 digolongkan sebagai sebab traumatik, sedangkan tipe 5-6 digolongkan sebagai tipe degenerative. Walaupun sistem ini sangat deskriptif, tidak mempertimbangkan ukuran dari lesi. Dzioba
14
memaparkan klasifikasi dari lesi cartilage sendi akut pada tahun 1988, berdasarkan umur dari lesi (akut, exaserbasi akut pada kronik, dan kronik), ukuran (kecil, sedang, dan besar), kedalaman lesi (superfisial, parsial, total, osteokondral), dan lokasi dari lesi (kondilus femur, dll). Dengan menggunakan system klasifikasi ini, Dzioba percaya bahwa dia dapat menghubungkan hasil akhir klinis dengan klasifikasi lesi yang cocok. Sistem Klasifikasi Aswith secara umum, tidak ada sistem tunggal yang aplikabel secara universal, membantu rencana terapi, dan memprediksi hasil akhir. International Chondral Repair Society (ICRS) telah menerbitkan klasifikasi komprehensif untuk secara akurat mendokumentasikan lesi yang beragam jenis (Kakarlapudi TK. dkk, 2002). Osteoartritis juga diklasifikasikan menjadi primer atau sekunder, berdasarkan ada atau tidaknya penyebab yang mendasari. (Arya RK, dkk. (2013).
2.2.4 Faktor resiko OA OA pada sendi lutut meningkat seiring bertambahnya usia (lebih dari 50 tahun), terutama pada wanita. Berdasarkan dari beberapa laporan yang telah dipublikasikan, prevalensi pada laki laki diatas 45 tahun 6% sampai 13%, pada wanita 7% sampai 19%, sehingga insidensi pada laki laki 45% lebih rendah dibangdingkan wanita. (Arya RK, dkk. 2013). Faktor tambahan yang meningkatkan resiko terjadinya OA pada lutut meliputi genetik dan obesitas. Faktor genetik berperan atas resiko menimbulkan OA primer, akan tetapi terdapat perbadaan antara pria dan wanita. Dua buah studi menunjukkan bahwa OA secara umum pada wanita memiliki tingkat variabilitas 39-65%, dengan
15
rasio konkordansi pada kembar monozigotik 0,64. Faktor resiko yang lain meliputi hipermobilitas sendi atau instabilitas, pekerjaan tertentu, atau stress olah raga (contoh: impact tinggi pada sepak bola), neuropati perifer, cedera pada sendi, riwayat imobilisasi, penekukan lutut secara berulang, pengangkatan beban berat, dan riwayat keluarga yang kuat. Penyebab lainnya adalah misalignment ekstremitas bawah, robeknya meniscus, lesi sumsum tulang yang tampak pada MRI, dan kelemahan otot quadriceps. Penelitian menunjukkan bahwa OA melingkupi semua struktur sendi dan juga biomekanik memainkan peran penting pada onset dan progresi penyakit. (Arya RK, dkk. 2013). Banyak sekali faktor resiko yang menyebakan kerusakan pada cartilage. Faktor-faktor resiko ini dikelompokkan menjadi 3 yaitu faktor mekanik, kimia dan suhu. (Provencher MT, dkk. 2011).
2.3 Imobilisasi Lama dan Efeknya Pada Cartilage Sendi Imobilisasi sendi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya degenerasi cartilage. Palmoski mengamati bahwa ketebalan cartilage telah berkurang pada hilangnya beban normal sendi. Peneliti telah mendeskripsikan kerusakan dari factor biokimia dan mekanika dari cartilage selama imobilisasi. (Hudelmaier M, dkk. 2006). Immobilisasi sendi masih sering dilakukan pada kasus-kasus fraktur yang diterapi secara konservatif. Sekarang ini pada kasus fraktur dengan konfigurasi fraktur yang stabil lebih sering dipakai penanganan secara konservatif (non operasi). Penanganan secara konservatif juga sering dikerjakan pada kasus fraktur
16
yang undisplaced, atau minimal displaced atau pada pasien yang berumur tua, berisiko tinggi untuk operasi, atau pasien yang kondisi medis dan sosialnya tidak memungkinkan untuk operasi. (Bucholz dkk. 2010). Penggunaan Cast plaster of paris atau sering kita sebut gips masih sering dipakai untuk immobilisasi pada kasus-kasus orthopaedi, karena harga yang relatif murah dan mudah didapat (Bucholz dkk. 2010). Loading dan pergerakan dari sendi merupakan hal yang penting dalam pemeliharaan dari morfologi dan integritas fungsi dari cartilage sendi. (Burleigh A. 2012). Penelitian terhadap binatang telah mendemonstrasikan bahwa imobilisasi sendi dan stress pada sendi dapat menimbulkan adaptasi fungsional dari cartilage sendi, dan perubahan ini meliputi morfologi, biokimia, dan karakteristik biomekanikal dari matriks cartilage. (Williams JM, dkk. 1984). Jurvelin dan kawan-kawan, mengamati penipisan cartilage sebesar 9% pada lutut canine setelah 11 minggu dengan rigid imobilisasi, sedangkan Haapala dan kawan-kawan mengamati penurunan dari 20% pada femur medial pada anjing. Akan tetapi, Leroux dan kawan-kawan menemukan bahawa tidak ada perubahan yang signifikan pada ketebalan cartilage canine setelah imobilisasi non-rigid selama 4 minggu. Penelitian telah melaporkan perubahan sintesis proteoglikan dan isinya, proliferasi fibrofatty pada permukaan sendi, dan penipisan dari cartilage selama imobilisasi sendi pada binatang. Akan tetapi, karena keterbatasan metode pencitraan noninvasif yang akurat, belum ada laporan mengenai perubahan morfologis cartilage pada manusia yang disebabkan karena imobilisasi. Pengetahuan ini penting untuk antisipasi perubahan cartilage yang diimobilisasi setelah prosedur operasi ataupun
17
kecelakaan, ataupun setelah cidera sumsum tulang belakang (Vanwanseele B, dkk. 2002. Iqbal K, dkk. 2012). Grup Behren juga melaporkan penurunan 6,4% dari total komponen padat setelah 6 minggu proses casting. Pada sendi yang difiksasi eksternal, perbedaannya mencapai 30%. Jika dilihat lebih dekat pada komponen padat, penurunan dari isi proteoglikan pada hampir semua lokasi sendi diamati pada grup yang difiksasi secara eksternal dan dipasang gips. Isi proteoglikan pada lokasi sendi yang lainnya menunjukkan penurunan. Apabila tidak ada pergerakan dari sendi, sama sekali hilangnya hexuronic acid lebih dramatis jika dibandingkan dengan casting, dimana terdapat pergerakan sendi yang terbatas (Vanwanseele B, dkk. 2002).
Gambar 2.3 Histopatologis sendi lutut yang diimobilisasi (a) Sendi Lutut Yang dimmobilisasi selama 6 minggu, Kondrosit hyperplasia dengan fibrilasi, dengan celah yang mencapai transitional zone. Haematoxylin and eosin, x 50. (b) Sendi Lutut Yang dimmobilisasi selama 6 minggu. Kehilangan staining ability Safranin O Safranin O,
18
x 50 (e) sendi lutut yang destabilised selama 12 minggu. Kehilangan total cartilage dengan adanya expose subchondral bone. Haematoxylin and eosin, x 33 (d) sendi lutut yang destabilisasi selama 12 minggu. Hampir kehilangan keseluruhan safranin O staining ability. Safranin O, x 33. (Fu L, dkk. 1998). Nekrosis yang disebabkan oleh tekanan dan penipisan zona superfisial cartilage, dilaporkan pada kelinci setelah imobilisasi selama 5 minggu. Penipisan extreme dari zona superfisial cartilage ditemukan dari imobilisasi sendi selama 15 minggu. Erosi dari cartilage, dapat terjadi tanpa immobilisasi complete, contoh pada semi-fleksi. Penelitian saat ini, tidak terdapat perubahan kembali yang signifikan yang tampak pada zona superfisial, sementara penurunan signifikan tampak pada segmen distal. Proliferasi jaringan fibrus yang dekat dengan zona superfisial tampak pada banyak bagian. Ulcerasi cartilage dan pembentukan kista subkondral juga ditunjukkan pada sejumlah penelitian bahkan pada imobilisasi incomplete. Tampaknya friksi dan tekanan yang menyebabkan terbatasnya pergerakan sendi dan bukan tingkat limitasi dari pergerakan yang berhubungan dengan lesi cartilage. Pada sendi patelofemoral, peningkatan atau penurunan dari area kontak femur dan tibia dengan patella mempengaruhi kinematik sendi. (Vanwanseele B, dkk. 2002). 2.3.1 Patofisiologi Imobilisasi bisa memberikan efek samping terhadap cartilage dan DCT. Tingkat keparahannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk umur, trauma jaringan, posisi sendi, dan durasi dan rigiditas imobilisasi. Banyak penelitian pada binatang telah mempelajari tentang efek negatif dari imobilisasi yang kaku
19
(menggunakan fiksasi eksternal) dan imobilisasi non-rigid (menggunakan casts/splints pada cartilage sendi). (Garnero P, dkk. 2001). Osteoartritis (OA), penyakit sendi yang paling banyak, tidak hanya dikarakteristikan dengan perusakan cartilage tapi juga dengan perubahan tulang dan metabolisme jaringan sendi, walaupun fungsi relatif pada inisiasi dan progresi OA masih diperdebatkan (Garnero P, dkk. 2001). Sendi lutut manusia menyediakan artikulasi antara distal femur dan tibial plateau, dan merupakan tempat yang relatif biasa dari cedera olahraga dan osteoartritis (OA). Progresi dari OA lutut post-traumatic terlihat lebih cepat dibandingkan pada pergelangan kaki, menghasilkan perubahan secara umum pada fungsi lokomotor. Sendi pergelangan manusia, atau sendi talocrural diantara distal tibia dan fibula dan talus, adalah sendi engsel dengan permukaan artikulasi berkongruensi tinggi yang mana lebih jarang berhubungan dengan OA simptomatis. Interaksi antara dua sendi dengan meningkatkan perubahan biomekanik dan penyakit degeneratif telah dimunculkan dengan jelas, tapi bagaimanapun juga lutut ditandai lebih rentan terjadi OA dibandingkan pada ankle. (Quinn TM, dkk. 2013). Imobilisasi dari sendi normal untuk periode yang bervariasi secara umum menyebabkan perubahan degeneratif pada cartilage sendi, perubahan akan terjadi pada morfologi, komposisi biokimia dan kandungan mekanik (Vanwanseele B, dkk. 2002) Imobilisasi dari sendi telah menunjukkan degenerasi dan nekrosis dari cartilage sendi. Perubahan ini menjadi lebih jelas dan tampak lebih dahulu pada area kontak, tetapi hal ini juga terjadi tanpa kompresi mekanikal. Nutrisi dari cartilage sendi
20
pada orang dewasa berasal dari cairan sendi, jadi degenerasi cartilage dengan imobilisasi dapat disebabkan oleh berkurangnya fungsi pompa yang merupakan akibat dari pergerakan sendi dan dibutuhkan untuk difusi dari cairan kedalam cartilage. Terlebih lagi produksi cairan sendi dapat dikurangi oleh imobilisasi, yang menyebabkan perubahan degeneratif pada sel sendi dan atrofi dari membrane sendi (Palmoski M, dkk. 1979). Untuk dapat secara efektif menyerap nutrisi dan membuang bahan sisa, cartilage membutuhkan kompresi siklik yang lambat dan dekompresi, yang dicapai dengan cara pergerakan sendi, kontraksi otot, dan pemberian beban secara intermiten. Penelitian penelitian telah membuktikan kegunaan dari pergerakan untuk meningkatkan nutrisi dan aktifitas metabolisme dari cartilage dan juga efek buruk dari imobilisasi (Mckee P, dkk. 2012). Penelitian terbaru menunjukkan sendi yang diimobilisasi pada anjing terjadi peningkatan kadar matrik metalloproteinase (MMPs) pada compartment medial tibia plateau disertai dengan degenerasi cartilage dan tanda-tanda peningkatan protease, juga ditemukan pada sendi yang kontralateral, tetapi dengan tingkat yang lebih rendah.
Penelitian terbaru juga menunjukkan, sendi yang diimobilisasi
terjadinya proses proteolitic sejak terjadinya peningkatan MMP-1 dan MMP-3 pada cartilage tibia yang diimobilisasi selama 6 minggu (LeRoux MA, dkk. 2001). Matrix metalloproteinases (MMPs) dan proinflammatory cytokines misalnya interleukin-1 (IL-1), IL-6, dan tumor necrosis faktor alpha (TNF-α) berperan penting pada proses inflamasi ini. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya peranan yang bermakna dari MMPs, khususnya MMP-3 yang dibentuk oleh
21
kondrosit pada degenerasi cartilage. MMPs merupakan family gen zinc dependent protease disekresi oleh berbagai sel, misalnya kondrosit, articular lining sel, neutrofil dan makrofag. Pada penelitian terbaru, peningkatan kadar MMPs ditemukan pada OA lutut dan cartilage sendi yang dilakukan total joint replacement. MMPs yang dikeluarkan oleh kondrosit meningkat pada kondisi stress mekanik atau kimia, kerusakan seluruh komponen matrik cartilage. Diantara mediator kerusakan jaringan, IL1 dan TNF-α secara aktif terlibat pada perburukan kerusakan cartilage dan mestimulasi sekresi MMP dari kondrosit dan jaringan sendi (Aktas E, dkk. 2011), MMP 3 selective inhibitor diketahui dapat memiliki efek proteksi terhadap degenerasi cartilage yang diinduksi oleh lari yang berlebihan (Ni GN, Dkk. 2011).
Gambar 2.4 Schematic representation dari signal transduction pathways of activated surface receptors, CD44, TLR4, ICAM1 dan IL-1R, menyebabkan peningkatan dari ADAMTS, Hyal2, MMPs, cyclooxy-genase 2 (COX2), phospholipase A2 (LPA2), NOS2, dan
22
pro-inflammatory cytokines yaitu IL-1β, IL-6, TNF-α. (Souich PD. 2014) Videman menyimpulkan dari ulasannya mengenai penelitian binatang bahwa imobilisasi dari sendi yang sehat pada binatang eksperimen dapat menyebabkan osteoarthritis. Dia merekomendasikan imobilisasi tidak dapat dihindari, setiap usaha harus dilakukan untuk menghambat durasi dari imobilisasi (Mckee P, dkk. 2012). Penelitian lain telah mengidentifikasi perkembangan dari perlengketan sendi ketika sendi diimobilisasi secara kaku selama tiga minggu. Perlengketan sendi menghilangkan rongga cairan diantara cartilage dan membrane sendi, sehingga mencegah difusi nutrisi dari cairan sinovial ke cartilage, menyebabkan degenerasi obliteratif dari cartilage sendi. Perlengketan sendi kemungkinan besar lebih cepat terjadi ketika imobilisasi sendi disebabkan oleh suatu penyakit atau cidera. Pada waktu 30 hari selama imobilisasi rigid, fibrofatty CT berproliferasi di rongga sendi, membungkus ligament di dalam sendi dan cartilage sendi. Seiring berjalannya waktu, fibro-fatty CT berubah menjadi jaringan ikat dan menimbulkan perlengketan sendi. Pada waktu 60 hari, tampak bukti penipisan dan fibrilasi dari cartilage (Mckee P, dkk. 2012). Carter dan teman-teman, menjelaskan bahwa imobilisasi atau hal lain yang dapat mengurangi beban pada sendi, mencegah tekanan hidrostatik secara siklik, yang penting untuk memelihara cartilage. Terlebih lagi, imobilisasi mengaktifkan pertumbuhan jaringan subchondral dan menyebabkan invasi vascular cartilage (yang menjadi tipis dan lunak) dan menurunkan kadar proteoglican (PG) yang
23
menjadi kekhawatiran terbesar adalah perubahan cartilage akibat imobilisasi tidak dapat diperbaiki atau irreversible (Mckee P, dkk. 2012). Jortikka menunjukkan penurunan PG tidak dapat sepenuhnya kembali secara sempurna bahkan setelah remobilisasi selama 50 minggu, pada Anjing Beagle yang diimobilisasi dengan cast pada lutut yang tidak cedera selama 11 minggu. Penemuan ini menunjukkan efek negative dari imobilisasi yang terus menerus pada sendi dan mungkin juga dapat digunakan untuk memahami akibat imobilisasi dengan cast yang digunakan untuk stabilisasi dan penyembuhan fraktur. Seperti di sampaikan oleh Buckwalter dan Mankin, penurunan penggunaan sendi yang berkepanjangan dapat menyebabkan perubahan pada komposisi matriks dan pada akhirnya menyebabkan kehilangan struktur dan fungsi mekanis jaringan, sebaliknya penggunaan sendi memicu aktivitas sintetis dari kondrosit dan mungkin juga remodeling jaringan internal. (Mckee P, dkk. 2012). Dibandingkan dengan imobilisasi, gerakan menghasilkan sinyal mekanis yang diterima oleh kondrosit mekanosensitif pada cartilage yang mempengaruhi dan menstabilkan lingkungan internal dan struktur jaringan cartilage. Tingkat sinyal mekanis yang tinggi dan dihubungkan dengan kerusakan dan degenerasi cartilage. Akan tetapi, tingkat fisiologis dari loading mekanikal telah menunjukkan dapat menghambat ekspresi dari gen proinflamasi dan kaskade signal inflamasi, menstabilkan dan memperbaiki cartilage (Knapik DM, dkk. 2013). Konsep umum adalah loading dan unloading berperan dalam perubahan nutrisi dan imobilisasi. Perubahan degeneratif telah dipelajari oleh peneliti selama bertahun tahun. Perubahan cartilage sendi telah menjadi jelas setelah imobilisasi
24
selama 4 sampai 6 minggu. Zona superfisial dari cartilage sendi ikut terpengaruh, dan apabila kompresi dipertahankan dalam waktu yang lebih lama, sel bagian dalam dari cartilage juga ikut terpengaruh, melibatkan keseluruhan ketebalan cartilage, lapis demi lapis, apabila di imobilisasi selama 2 minggu. Ketebalan dari cartilage kondiler perlahan-lahan menghilang ke bagian area non weight bearing (Vanwanseele B, dkk. 2002. Harada Y, and Tomita N, 2005). Penemuan para ahli di masa lalu telah membuktikan bahwa area yang berbeda dari sendi berespon dengan cara yang berbeda ketika diimobilisasi. Ketika beberapa ahli percaya bahwa perbedaan ketebalan diobservasi berhubungan dengan weight bearing, perubahan terjadi pada sampel cartilage yang diambil dari area weight bearing dibandingkan dengan area non weight bearing. Dari salah satu penelitian, ditemukan bahwa imobilisasi dari sendi lutut merusak bagian sentral dibandingkan dengan bagian perifer (Vanwanseele B, dkk. 2002). Terdapat dua jalur untuk nutrisi artikulasi cartilage: difusi dari cairan sendi atau sumsum tulang subchondral. Nutrisi dari cairan sendi adalah penting untuk fungsi dan struktur cartilage normal, dan kehilangan dari sumber nutrisi ini menyebabkan banyak kerusakan degenerasi dibandingkan dengan kehilangan nutrisi dari subchondral cartilage. Disamping itu, nutrisi dari subchondral cartilage juga dibutuhkan untuk fungsi dan struktur dari cartilage, dan kerusakan dari cartilage bisa disebabkan oleh karena kekurangan nutrisi dari subchondral cartilage. Merubah nutrisi cairan sendi dan mencegah invasi pembuluh darah dari subchondral cartilage dapat memiliki efek terapi dalam proses degenerasi cartilage (Yuse W, dkk. 2013).
25
Cartilage sendi adalah jaringan yang dioptimalkan untuk menahan beban mekanik. Kondrosit adalah satu-satunya sel yang terdapat di cartilage yang sudah dewasa dan mereka bertanggung jawab untuk sintesis dan integritas dari Extraselular Matrix (ECM). Matriks dari hyalin cartilage sendi terdiri dari proteoglycans (PGs) dan kolagen tipe II. PGs memberikan elastisitas untuk jaringan, dimana serat kolagen membentuk suatu jaringan yang memberikan kekuatan daya renggang. Perubahan dari komponen struktur tersebut dapat mempengaruhi stabilitas mekanik dari jaringan dan kelangsungan hidup dari Kondrosit dimana pada akhirnya mungkin gagal untuk menahan beban mekanik. Fase akhir dari Osteoarthritis (OA) tampaknya mencerminkan sebuah kegagalan dari proses perbaikan, menghasilkan degenerasi dari matriks, kematian sel, dan kehilangan total dari integritas cartilage (Monfort J, Giralt NG, Dkk. 2006). Ilmu pengetahuan saat ini mengindikasikan keterlibatan dari matrix metaloproteases (MMP). Dari keluarga ini, anggota dari tiga kelompok jaringan sendi manusia telah terindentifikasi meningkat dalam OA adalah kolagen, stromyelisins, dan gelatin. Kelompok lain dari MMP, terlokalisasi pada permukaan sel, telah ditemukan, dan dinamakan MMP tipe membrane (MT-MMP), tetapi hubungan enzim-enzim tersebut terhadap OA belum dapat ditentukan. Aktivitas biologis MMP dikontrol secara psikologis oleh penghambat jaringan spesifik dari metallo-protreases (TIMP (Shinmei M, dkk. 1996). Enzim-enzim dari serine- dan cysteine- dependent protease families, seperti aktivasi plasminogen/sistem plasmin dan cathepsin secara terpisah, telah ditetapkan sebagai activator, dan penambahan level urokinase dan plasmi telah teridentifikasi dalam OA cartilage manusia.
26
Enzim-enzim lainnya yang telah lama ditemukan berperan sebagai MMP activators, contoh stromelysin-1, mengaktivasi collagenase-1, collagenase-3, dan gelatinase 92kD; collagenase-3 mengaktiviasi
gelatines-92kD, MT-MMP
mengaktiviasi collagenes-3 dan gelatinase-72kDmenyebabkan aktivasi komponen lain; MT-MMP juga mengaktifkan gelatinase 72kd (Hassanali SH. 2011).
Gambar 2.5 Alur dari patologi mengarah dari aktifasi dari pro-inflamatory cytokines ke degenerasi dari kolagen didalam cartilage. (Hassanali SH. 2011). Matrix metalloproteinase (MMPs) terlibat dalam degradasi dari komponen matriks cartilage. Diantara MMPs, collagenase-1 (MMP-1) membagi kolagen menjadi beberapa jenis seperti kolagen I, II, III, VII, dan X, dan stromyelysin-1 (MMP-3) membagi ECM menjadi beberapa termasuk PGs yang tepat, kolagen, dan prokolagen. Penambahan terhadap aktivitas proteoliticnya, MMPs dapat mengaktivasi dirinya dan MMPs lainnya, seperti MMP-1, MMP-1 dan MMP-3 telah diimplikasikan dalam OA. Diantara perubahan cartilage yang paling dini di OA adalah kehilangan PGs, yang secara primer karena pemecahan proteolitic dari inti agrecan dari MMPs dan aggrecan. Kerusakan dari kolagen tipe 2 terjadi pada
27
fase akhir dari OA setelah penurunan PG dan meningkat secara signifikan dengan tingkat kerusakan dari penyakit tersebut. (Monfort J, dkk. 2006). Penelitian in vitro dan in vivo mengindikasikan MMPs mungkin responsif membedakan parameter beban, dan mungkin mendorong terjadinya degradasi dari kolagen cartilage dan proteoglycan didalam keadaan pembebanan non fisiologis. Diantara keluarga MMPs, MMP-3 merupakan salah satu dari beberapa gen yang sudah ditingkatkan selama fase awal proses degenerasi (Hemshekhar M, dan Thushara RM, 2014). Sebagai tambahan, MMP-3 pada tikus yang mati menunjukkan penurunan sebesar 67% kerusakan cartilage yang terjadi selama proses OA spontan. Terlebih lagi, pada percobaan tikus, peningkatan aktivitas MMP-3 terjadi bersamaan dengan perubahan osteoarthritis pada lutut yang di sebabkan oleh lari yang intensif. Walaupun dipercaya bahwa MMP-3 mungkin merupakan mediator kunci dari degradasi matrix cartilage yang patologis, tampaknya hal ini masih belum jelas mengenai perannya terhadap degradasi cartilage yang patologis, terutama pada saat proses berlari yang berlebihan dengan beban. Pada studi kali ini, inhibitor selektif dari MMP-3 diobservasi apakah hal ini dapat menimbulkan efek protektif dari degradasi yang disebabkan oleh proses berlari yang berlebihan, dan apakah MMP-3 mempunyai peran terhadap degradasi dari cartilage ECM pada kondisi mekanis seperti ini (Ni GN, dkk. 2011). Turnover dari matrix cartilage diregulasi oleh kondrosit, yang dapat mensintesis berbagai jenis enzim proteolitik, seperti matrix metalloprotease (MMP). Telah diketahui bahwa pada OA, terjadi degradasi aggrecan dan kolagen. Kaskade proteolitik melibatkan kolagen-kolagen (kolagenase interstitial atau
28
MMP-1, kolagenase neutrofil atau MMP-8 dan kolegenase-3 atau MMP-13), gelatinase (MMP-2 dan MMP-9), dan stromelysin (secara khusus stromelysin-1 atau MMP-3). Penghambat jaringan dari metalloproteases (TIMPs) menghambat efek katobolik dari MMPs. Dipercaya bahwa rasio MMP terhadap TIMP adalah diregulasikan secara ketat oleh kondrosit itu sendiri untuk mempertahankan hemostatis jaringan (Vanwanseele B, dkk. 2002). Kondrosit meregulasi metabolisme cartilage. Hemostatis matriks extraselular dikendalikan terutama oleh enzim-enzim yang di sekresikan oleh kondrosit. Sebagai konsekuensi dari kejadian mekanik dan biomekanik, tidak seimbangnya antara sintesis dan degradasi dari artikulasi matriks cartilage mengakibatkan OA secara klinis. Penelitian-penelitian molekular yang terdahulu menekankan bahwa OA tidak hanya merupakan suatu penyakit degenerative, tetapi merupakan proses inflamasi yang berlanjut didalam patologinya. Matrix metalloproteinases (MMPs) dan sitokin proinflamasi seperti interleukin-1 (IL-1), Il-6, tumor necrosis factor alpha (TNF-a) berperan penting didalam proses inflamasi ini. Beberapa penelitian menetapkan bukti signifikan pengaruh dari MMPs, khususnya MMP-3, yang dihasilkan oleh kondrosit pada saat terjadinya proses degradasi cartilage. MMPs, sebuah keluarga gen dari zinc-dependant proteases, yang disekresikan dari beberapa sel, termasuk kondrosit, synovial-lining sels, neutrofil, dan makropage. Pada penelitian permulaan, peningkatan kadar MMP ditemukan pada lutut dengan osteoarthritis dan cartilage sendi pada manusia yang dilakukan operasi total joint replacement. MMP yang dilepaskan oleh kondrosit dapat diperkuat pada kondisi stress mekanikal atau kimia, yang mengakibatkan penghancuran hampir semua
29
komponen matriks cartilage. Diantara mediator kerusakan jaringan, IL-1 dan TNFa secara aktif terlibat pada perjalanan kerusakan cartilage dan dapat menstimulasi sekresi MMP dari kondrosit dan jaringan sinovial (Aktas E, dkk. 2011).
Gambar 2.6 Metabolisme cartilage pada OA dimana terjadi ketidakseimbangan antara enzim yang menyebabkan regenerasi dan degenerasi (Hassanali SH. 2011). Proses perbaikan cartilage sendi yang mengalami degenerasi selama immobilisasi, termasuk proliferasi kondrosit dan sintesis proteoglican, telah terbukti dapat diaktifkan selama immobilisasi berlangsung pada penelitian eksperimental. Proses degenerative dan dan perbaikan cartilage dikontrol oleh faktor hormone misalnya growth factor yang dikeluarkan oleh cartilage secara autocrine atau paracrine (Okazaki R, dan Sakai A. 2001).
2.3.2 COMP sebagai biomarker degenerasi cartilage Cartilage Oligomeric Matrix Protein (COMP) adalah anggota dari keluarga thrombospondin protein ekstraseluler, awalnya diambil dari cartilage. COMP adalah calcium binding rotein dengan berat molekul yang tinggi (>500 kDa ), yang
30
terdiri dari lima subunit yang identik. (Vilim V, dkk. 2002). COMP adalah salah satu biomarker OA yang terbaik, dihasilkan oleh kondrosit serta sinovite dan dapat berfungsi sebagai penanda untuk baik tulang rawan degradasi atau omset sinovium atau keduanya. COMP berfungsi sebagai pengatur pembentukan fibril dan pemeliharaan jaringan kolagen matur. Jumlah total COMP di cartilage osteoarthritis sama seperti tulang rawan normal tetapi dengan proporsi fragmen terdegradasi yang lebih tinggi. Fragmen ini menyebar di cairan sendi kemudian muncul dalam sirkulasi. Kadar serum COMP yang tinggi menunjukkan meningkatnya degradasi cartilage. (Dheer M. 2001. Singh S, dkk. 2014).
Gambar 2.7 Gambar 6. Gambar Biomarker Yang Bisa Dipakai Untuk Osteoarthritis (Lotz M, dkk. 2013) COMP berbentuk molekul homopentamer, yang memberikan fleksibilitas tambahan pada molekul untuk berinteraksi dengan molekul yang lebih besar dan bertindak sebagai sebuah bridging molekul antara protein tertentu dengan factor pengaktifan, atau antara protein dan permukaan sel. COMP tidak hanya mengikat
31
komponen ECM yang berbedatetapi juga berinteraksi dengan faktor pertumbuhan dan bertindak sebagai “lattice” untuk menyajikan mereka untuk pemanfaatan oleh sel-sel. (Acharya C. 2014).
Gambar 2.8 Stress mekanik terhadap terjadinya OA. Stress menyababkan terjadinya peningkatan IL1 dan menstimulasi pembentukan MMPS dan ADAMTS dan menyebabkan aktifnya MMPS yang kemudian menyebabkan kerusakan cartilage. (Goldring MB dan Marcu KB. 2009) Tanda utama terjadinya artritis adalah terjadi kerusakan pada ECM. Fragmen terdegradasi dari COMP ditemukan di tulang rawan, sinovial cairan, dan serum pasien arthritis. Mekanisme molekuler degradasi COMP tetap tidak diketahui secara pasti, penghambatan enzim yang dapat merendahkan kadar serum COMP dapat menghamabt terjadinya artritis. Matrixmetalloproteinases (MMPs) adalah salah satu kelas enzim yang bertanggung jawab untuk menurunkan ECM tulang
32
rawan dan melepaskan fragmen COMP dan komponen ECM lainnya ke dalam cairan sinovial dan serum. MMPs dirangsang oleh interleukin-1 (IL-1). (Dickinson, dkk. 2003).
Gambar 2.9.Ikatan COMP dengan protein. Garis putus-putus menunjukkan terikat dengan protein tersebut. Garis yang lain menunjukkan mempengaruhi protein tersebut didalam sel atau terikat pada permukaan sel. (Acharya C. 2014). Kadar COMP dapat membantu dalam mengidentifikasi kelompok pasien berisiko tinggi dan untuk mengetahui pasien selama studi klinis dan uji coba obat yang dianalisis menggunakan metode statistik. (Vilim V, dkk. 2002). COMP awalnya diidentifikasi sebagai matriks protein non-kolagen tulang rawan. Juga telah ditemukan di meniskus, membran sinovial, wight bearing tendon. Cartilage sendi mengandung COMP tertinggi dan perubahan konsentrasi COMP dalam serum
33
dan cairan sinovial berkorelasi dengan proses degenerasi sendi. (Murphy E, dkk. 2015). Terjadi peningkatan kadar serum COMP pada pasien dengan OA lutut disertai dengan perubahan pada radiologis. Tingkat serum COMP yang tinggi juga dapat menunjukkan kerusakan cartilage pada pasien yang bergejala tanpa kelainan radiologis yang signifikan. (Fernades FA, dkk. 2007).
2.4. Simvastatin Statin adalah inhibitor kompetitif dari hydroxymethylglutaryl (HMG – CoA) reduktase dan digunakan secara umum di dunia sebagai obat yang paling efektif untuk menurunkan serum kolestrol dengan cara menghambat jalur biosintesis kolestrol. Enzim HMG- CoA reduktase mengkatalisasi konversi dari HMG-CoA menjadi mevalonate, yang merupakan salah satu proses biosintesis kolestrol. Statin juga
mempunyai
efek
antiinflamasi,
yang
tidak
berhubungan
dengan
kemampuannya untuk menurunkan kadar lemak. Berdasarkan literatur terakhir, bertujuan untuk menginvestigasi efek dari statin pada model eksperimental OA dengan cara mengevaluasi persentase ekspresi MMP-3 pada kondrosit dan skor histopatologi OARSI OA (Aktas E, dkk. 2011).
34
2.4.1 Sifat biokimia
Rumus Bangun:
1. Rumus molekul: C25H38O5 2. Sinonim: butanoic acid, 2,2- dimethyl -, 1, 2, 3, 7, 8, 8a -hexahydro- 3,7 dimethyl -8- [2- (tetrahydro- 4- hydroxyl -6 -oxo- 2H- pyran- 2yl)-ethyl]-1naphthalenylester, Berat Molekul: 418,57. 3. Bentuk: serbuk kristal berwaran putih sampai abu-abu, tidak higroskopis. 4. Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air dan sangat larut dalam kloroform, metanol dan etanol. 2.4.2 Mekanisme kerja Simvastatin merupakan senyawa yang diisolasi dari jamur Penicillium citrinum, senyawa ini memiliki struktur yang mirip dengan HMG-CoA reduktase. Simvastatin bekerja dengan cara menghambat HMG-CoA reduktase secara
35
kompetitif pada proses sintesis kolesterol di hati. Simvastatin akan menghambat HMG-CoA reduktase mengubah asetil-CoA menjadi asam mevalonat. (Witztum. 1996). Simvastatin jelas menginduksi suatu peningkatan reseptor LDL dengan afinitas tinggi. Efek tersebut meningkatkan kecepatan ekstraksi LDL oleh hati, sehingga mengurangi simpanan LDL plasma (Katzung BG. 2002). Aktas dkk, mendemonstrasikan bahwa simvastatin, inhibitor HMG CoA reduktase, dapat menurunkan tingkat keparahan OA dengan cara menurunkan ekspresi MMP-3 di cartilage sendi. OA lutut paling jelas terlihat secara klinis pada pasien yang mempunyai riwayat trauma yang tidak tertangani dengan baik. Misalignment dan instabilitas, yang dapat menyebabkan perubahan loading cartilage sendi, menimbulkan komplikasi jalur biokimia, yang pada akhirnya menyebabkan degradasi matriks. Khususnya, traksi shear dan tangential pada permukaan cartilage akan mengaktivasi TNF-α, IL-1, dan jalur katabolik yang dimediasi oleh MMP. (Aktas E, dkk. 2011). Walaupun statin telah dilaporkan dapat menurunkan produksi dari MMP-3 dari kondrosit yang distimulasi oleh IL-1b dan MMP-1, MMP-3, MMP-9, dari makrofag. Mekanisme dari efek inhibitor pada produksi MMP pada berbagai jenis sel masih kontroversial. Beberapa studi menyarankan bahwa metabolisme kondrosit yang dimodulasi oleh statin dengan cara menurunkan prenylation dari molekul utama yang mengontrol pengeluaran dari enzim yang dapat mendegradasi kolagen (Aktas E, dkk. 2011).
36
2.4.3 Efek samping Efek samping dari pemakaian Simvastatin adalah miopati. Insiden terjadinya miopati cukup rendah (<1%). Akan tetapi, pada pada pasien dengan risiko tinggi terhadap gangguan otot, pemberian Simvastatin harus diperhatikan (Suyatna. 1995). Diantara jenis statin, simvastatin mempunyai kelebihan, yakni mempunyai efek lipofilik dan kemampuan secara pasif untuk berdifusi ke dalam sel, dengan rasio yang bergantung pada dosis. Metode pemberian statin juga merupakan masalah yang penting, karena berbagai metode seperti secara intraperitoneal dan intrasendi telah digunakan untuk memeriksa efek penurunan inflamasinya pada pasien arthritis. Pemberian secara oral digunakan pada penelitian kali ini. Pemberian secara ini merupakan suatu prosedur yang simpel dan efektif, yang juga terhidar dari efek samping penggunaan parenteral (Aktas E, dkk. 2011). Walaupun konsentrasi efektif lebih tinggi dibandingkan dengan nilai terapeutik pada manusia dengan hiperkolesterolemia (1,5 mg/kg/hari), tidak ada efek timbal balik simvastatin pada viabilitas sel yang ditemukan. Atas temuan ini, tujuan utamanya adalah untuk menahan proses inflamasi dengan cara menginhibisi enzim yang mempunyai efek degradasi enzim dari MMP (Aktas E, dkk. 2011).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir Nyeri sendi yang diakibatkan oleh kerusakan cartilage memerlukan perhatian yang serius karena akan menurunkan kualitas hidup seseorang. Salah satu faktor resiko kerusakan cartilage adalah faktor immobilisasi sendi yang lama. Immobilisasi sendi masih sering dilakukan pada terapi gangguan musculoskeletal, misalnya pada penangangan fraktur yang mengharuskan immobilisasi pada dua sendi dan memerlukan waktu lebih dari 4 minggu. Cartilage pada sendi mendapatkan nutrisi melalui difusi cairan sendi yang diabsorpsi melalui permukaan cartilage dan nutrisi yang berdifusi melului aliran darah pada subchondral bone. Sinovial Fluid, diproduksi dan dibsorpsi oleh membrane sendi pada kapsul sendi, sebagai tempat transport nutrisi atau sisa metabolisme (Knapik DM, dkk. 2013. Liphardtyz AM, dkk. 2009). Proses perbaikan cartilage sendi yang mengalami degenerasi selama immobilisasi, termasuk proliferasi kondrosit dan sintesis proteoglican, telah terbukti dapat diaktifkan selama immobilisasi berlangsung pada penelitian eksperimental. Proses degenerative dan dan perbaikan cartilage dikontrol oleh faktor hormone misalnya growth faktor yang dikeluarkan oleh cartilage secara autocrine atau paracrine (Okazaki R dan Sakai A. 2001). Penelitian terbaru menunjukkan sendi yang diimobilisasi pada anjing terjadi peningkatan kadar matrik metalloproteinase (MMPs) pada compartment medial
37
38
tibia plateau disertai dengan degenerasi cartilage dan tanda-tanda peningkatan protease, juga ditemukan pada sendi yang kontralateral, tetapi dengan tingkat yang lebih rendah.
Penelitian terbaru juga menunjukkan, sendi yang diimobilisasi
terjadinya proses proteolitic sejak terjadinya peningkatan MMP-1 dan MMP-3 pada cartilage tibia yang diimobilisasi selama 6 minggu (Leroux, dkk. 2001) Matrix metalloproteinases (MMPs) dan proinflammatory cytokines misalnya interleukin-1 (IL-1), IL-6, dan tumor necrosis faktor alpha (TNF-a) berperan penting pda proses inflamasi ini. Expresi cytokine ini pada reseptor nya akan menyebabkan terjadi nya osteoarthritis. IL-1 dan TNF-α terbukti dapat menyebabkan degradasi cartilage pada penilitian hewan (Moreland LW. 2003). Penelitian Aktas dan kawan-kawan menemukan simvastatin memiliki efek antiinflamasi yang menghambat pembentukan MMP-3 (Aktas E, dkk. 2011). Salah satu biomarker untuk mengetahui terjadinya proses kerusakan sendi adalah kadar serum Cartilage Oligomeric Matrix Protein (COMP). Kadar serum COMP juga sangat berguna untuk memantau keberhasilan terapi pada OA. Disamping itu kadar serum COMP juga dapat memprediksi progresivitas dari OA dan juga dapat mengetahui proses kerusakan sendi yang sedang berlangsung. (Andersoon ML. 2006).
39
3.2 Kerangka Konsep FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
Lutut Kelinci
Jenis Kelinci Umur Berat Badan Jenis kelamin
Lingkungan Nutrisi
Immobilisasi dengan cast
Simvastatin (-)
Simvastatin (+)
Chondrolisis 1. Jumlah Kondrosit 2. Kadar Serum COMP
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan: : Variabel Bebas : Variabel Tergantung : Variabel Kendali
40
3.3 Hipotesis Penelitian 1. Jumlah kondrosit cartilage kelinci yang diimobilisasi dengan cast dan diberikan simvastatin oral lebih banyak dibandingkan dengan kelinci yang diimobilisasi dengan cast tanpa pemberian simvastatin. 2. Kadar serum COMP kelinci yang diimobilisasi dengan cast yang diberikan simvastatin oral lebih rendah dibandingkan dengan kelinci yang diimobilisasi dengan cast tanpa pemberian simvastatin.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dirancang dengan menggunakan rancangan Randomized Post-test only control group design (Campbell dan Stenly; 1996). Rancangan penelitian ini digambarkan dengan skema sebagai berikut: P0 A0 P
S
R A1 P1 Skema 4.1 Rancangan Penelitian
P
:
Populasi
S
:
Sampel
R
:
Randomisasi
P0
:
Kelompok kontrol (dilakukan immobilisasi pada lutut kelinci dengan cast tanpa pemberian simvastatin)
P1
:
Kelompok perlakuan (dilakukan immobilisasi lutut kelinci dengan cast dan diberikan peroral simvastatin 20 mg/kg BB/hari).
41
42
A0
:
Kadar serum COMP dan kondrosit cartilage kelinci setelah 6 minggu dilakukan immobilisasi sendi lutut dengan cast tanpa pemberian simvastatin.
A1
:
Kadar serum COMP dan kondrosit cartilage kelinci setelah 6 minggu dilakukan immobilisasi sendi lutut dengan cast dan pemberian simvastatin 20 mg/kg BB/hari.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tiga tempat yaitu 1. Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedoteran Universitas Udayana, Bali, sebagai tempat perlakuan dan pemeliharan kelinci. 2. Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana sebagai tempat pemeriksaan histopatologis jumlah sel kondrosit cartilage. 3. Laboratorium Patologi Klinik FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, sebagai tempat pemeriksaan kadar serum COMP. Waktu dilaksanakan mulai bulan November 2015 sampai bulan Desember 2015. 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah kelinci putih New Zealand
43
4.3.2 Kriteria subyek Sampel pada penelitian ini adalah kelinci dewasa, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut: Kriteria Inklusi: 1. Kelinci betina 2. Usia 8-12 minggu 3. Berat 2-3 kg 4. Sehat, ditandai gerakan aktif
Kriteria Eksklusi 1. Kelinci sakit (gerak tidak aktif) dan tidak mau makan 2. Cacat atau deformitas pada ekstrimitas Kriteria drop-out 1. Kelinci mati saat penelitian 2. Timbul faktor eksklusi selama pemantauan 4.3.3 Besar sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Federer: (t-1)( n-1) ≥ 15 (2-1)(n-1) ≥ 15 n-1 ≥ 15/1 n-1 ≥ 15 n ≥ 16
44
n
=
Besar sampel
T
=
Jumlah perlakuan
Dari hasil perhitungan rumus di atas, besar sampel minimal yang diperlukan sebesar 16 sampel dalam satu kelompok. Untuk mengantisipasi kemungkinan drop out, sampel ditambahkan 10%, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah: N = n/ (1-f) Dimana: N = jumlah hewan coba yang diperlukan tiap kelompok n = jumlah sampel minimal untuk tiap kelompok f = perkiraan proporsi dropout Maka: N = 16/(1 – 0,1) N = 16/0,9 N = 17,78 N dibulatkan menjadi 18 Berdasarkan rumus diatas, maka jumlah sampel yang diperlukan pada penelitian ini sebanyak 18 ekor hewan coba untuk tiap kelompok atau total 36 kelinci. Pada penelitian ini dipakai jumlah total sample kelinci adalah 38 ekor. Teknik pengambilan sampel digunakan cara Simple Randomization karena populasi relative homogen.
45
4.3.4 Teknik penentuan sampel Teknik penentuan sampel penelitian dilakukan dengan cara berikut: 1. Dari populasi kelinci diadakan pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. 2. Dari sampel yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi dua kelompok secara random yaitu kelompok kelompok kontrol, dan kelompok perlakuan. 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Klasifikasi variabel 1. Variabel bebas
: Pemberian simvastatin secara oral 20 mg/kg bb/hari
2. Variabel tergantung : Kadar serum COMP, dan Jumlah kondrosit cartilage 4.4.2 Definisi operasional variabel 1. Simvastatin berupa tablet 10 mg (Generik) yang dihaluskan dilarutkan ke dalam air 3 cc dan kadarnya disesuaikan yang diberikan secara oral dengan spuit 3 ml. Dosis Simvastatin yang diberikan adalah 20 mg/kg BB/hari 2. Imobilisasi dilakukan dengan aplikasi cast posisi 90o flexi pada sendi lutut kelinci dari tulang tibia ke tulang femur. Cast dipertahankan selama 6 minggu perlakuan (Vanwanseele B, dkk. 2011). 3. Kadar serum COMP diukur dengan metode elisa 4. Jumlah kondrosit diukur dengan pembesaran 400 kali dalam satu lapangan pandang diukur dari superficial zone sampai calcified zone. 4.5 Instrumen dan Bahan Penelitian Instrumen yang dipakai: 1. Pinset
46
2. Pisau bedah 3. Gunting 4. pahat 5. Obyek glass 6. Mikroskop 7. Kamera 8. Sarung tangan 9. Alat ukur 10. Spuit 1 cc, 3 cc Bahan terdiri dari: 1. Alkohol 30%, 40%, 50%, 60%,70%, dan 95%, NaCl 0.9% 2. Aquades 3. Formalin 4. Parafin 5. Hematoxylin-Eosin 6. Ketamin vial dengan merek ketalar 7. Simvastatin tablet 10 mg, digunakan dengan dosis 20mg/kgBB/ hari, 8. Fiber cast ukuran diameter 10 cm 9. Serum COMP elisa kit
47
4.6 Prosedur Penelitian 4.6.1 Hewan coba Hewan coba adalah kelinci putih New Zealand Betina, usia 8-12 minggu, berat badan 2-3 kg, dengan kesehatan baik ditandai dengan gerakan aktif, bulu tidak kusam dan memiliki respon yang baik terhadap rangsangan sekeliling. 4.6.2 Cara kerja 1. Kelinci diadaptasi selama 1 minggu. 2. Secara random dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol (P0), dan kelompok perlakuan (P1). 3. Kelompok P0 adalah kelompok yang diimobilisasi dengan cast pada sendi lutunya tanpa pemberian simvastatin, sedangkan P1 kelompok adalah kelompok yang diimobilisasi sendi lututnya dan diberikan simvastatin peroral 20 mg/kgBB/hari 4. Kedua kelompok dikandangkan dilaboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dengan ukuran kandang 0,37 M2/Ekor, dan diberi diet 75-100 gram konsentrat/hari dengan kandungan 17%-20% protein, 3%-4% Lemak, 40% pati, 30%-35% serat kasar, 4%5% abu dan vitamin C dosis tinggi dan diberikan minum adlibitum. (Smith JB, dkk. 1988) 5. Berat badan masing-masing kelinci ditimbang setiap minggu selama penelitian.
48
6. Pada minggu ke 6 cartilage dari medial condyle femur diperiksa secara histopatologi. Pada minggu ke 6 ditetapkan sebagai batas akhir penelitian karena sudah terjadi degenerasi cartilage (Vanwanseele B, dkk. 2002). 7. Kadar serum COMP diperiksa dengan metode elisa, sample serum diambil dari arteri femoralis sebanyak 2 cc dengan spuit 3 cc 8. Jumlah kondrosit dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi. 4.6.3 Pembuatan Sediaan Histopatologis Cartilage Kelinci euthanasia dengan menggunakan Ketamin dengan merek ketalar dengan dosis 50 mg/kgbb. (Istiadjid ES. 2011). Kemudian cartilage diambil secara fullthickness sampai subchondral bone pada medial condile femur kelinci dengan pahat kemudian di fiksasi dengan 10% formalin-0.1M phostat buffer PH 7.4 dan dilakukan dekalsifikasi dengan asam format (formic acid). Spesimen tersebut kemudian ditanam pada paraffin blok dipotong dengan tebal 5-7 micrometer tiap bagian dan di cat dengan Haematoxylin dan eosin selanjutnya dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop cahaya. Sisa organ yang tidak digunakan dikubur secara layak
49
4.7 Alur Penelitian
Sample Kelinci
Immobilisasi (+) Simvastatin (-)
Immobilisasi (-) Simvastatin (+) 6 Minggu perlakuan
1. Pemeriksaan Kadar serum COMP 2. Pemeriksaan histopatologis untuk menghitung jumlah kondrosit
Analisis Data Skema 4. 2 Alur Penelitian
4.8 Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Analisis Deskriptif 2. Analisis Normalitas dan Homogenitas : a. Uji Normalitas data dengan Saphiro wilk Test untuk mengetahui data sampel berdistribusi normal atau tidak. b. Uji Homogenitas = test of the equality of variances = F test (Levene’s Test for Equality of Variance).
50
3. Analisis Inferensial : a. Bila distribusi normal (nilai α = 0,05) uji independent t-test b. Bila distribusi tidak normal (nilai α = 0,05) : uji Non Parametrik dengan Mann-Whitney U Test
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Sampel Analisis penelitian mencakup sebaran data secara deskriptif, kadar serum COMP dan jumlah Kondrosit. Selanjutnya data yang terkumpul dilakukan analisis secara statistic dengan SPSS for Windows version 22.0.
5.1.1. Analisis deskriptif Analisis data secara deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai distribusi dan simpangan baku dari masing-masing variable penelitian. Tabel 5. 1 Distribusi frekuensi subjek penelitian masing-masing kelompok Kelompok
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Perlakuan (dengan Simvastatin) Kontrol (tanpa Simvastatin)
19
50.00
19
50.00
Total
38
100
Dari distribusi di atas dapat dilihat bahwa total jumlah subjek penelitian adalah sebanyak 38 dengan kelompok perlakuan dengan pemberian simvastatin sebanyak 19 atau 50.00 % dari total seluruh subjek dan kelompok kontrol tanpa pemberian simvastatin sebanyak 19 atau 50.00%.
51
52
Tabel 5. 2 Rerata Kadar Serum COMP dan jumlah Kondrosit pada masing-masing kelompok
Variabel
Kadar Serum COMP (Ng/ML) Jumlah Kondrosit
Kelompok Perlakuan dengan Kontrol tanpa Simvastatin Simvastatin (n=19) (n=19) (Mean SD) (Mean SD) 7,94 ± 3,7013 29,92 ± 24,1971 75,10 ± 6,4108
53,57 ± 5,4295
Rerata kadar serum COMP (Ng/ML) pada kelompok perlakuan adalah sebesar 7,94 ± 3,70130 sedangkan pada kelompok kontrol adalah sebesar 29,92
±
24,19711. Jumlah Kondrosit pada kelompok perlakuan memiliki rerata sebesar 75,10 ± 6,41088, sedangkan pada kelompok kontrol adalah sebesar 53,57 ± 5,42951. 5.2 Analisis Inferensial Analisis ini bertujuan untuk melakukan generalisasi hasil penelitian ke populasi. Uji statistik inferensial yang digunakan pada penelitian ini adalah independent t-test bila data berdistribusi normal dan varian datanya homogen. Penilaian hasil uji menggunakan 95% CI dan nilai p pada batas kemaknaan 0.05. 5.2.1 Uji normalitas dan homogenitas Variabel-variabel penelitian pada kelompok perlakuan dan kontrol dilakukan uji normalitas. Dengan jumlah data sebanyak 38 (n < 50), maka uji normalitas yang digunakan terhadap data hasil penelitian adalah Shapiro-Wilk test, sedangkan uji homogenitas varian data dilakukan dengan menggunakan Levene’s test.
53
Tabel 5.3 Uji normalitas data variabel-variabel penelitian dengan Shapiro-Wilk Variabel Kadar Serum COMP Jumlah Kondrosit
Kelompok
N
P
Keterangan
Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol
19 19 19 19
0,248 0,063 0,072 0,534
Normal Normal Normal Normal
Tabel di atas menunjukkan bahwa data kadar serum COMP dan Jumlah kondrosit berdistribusi normal, dimana nilai p > 0,05 Tabel 5.4 Uji Homogenitas varian data variabel-variabel penelitian dengan Levene’s Test Variabel Kadar Serum COMP Jumlah Kondrosit
Kelompok
N
P
Keterangan
Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol
19 19 19 19
0,000
Tidak Homogen
0,314
Homogen
Tabel di atas menunjukkan bahwa data kadar serum COMP memiliki varian yang tidak homogen dimana nilai p < 0,05, sedangkan jumlah Kondrosit, homogen dimana nilai p > 0,05. 5.2.2 Uji Independent T-Test Untuk variabel numerik dilakukan uji kemaknaan untuk data dua kelompok tidak berpasangan yaitu independent t-test untuk data yang berdistribusi normal. Untuk mengetahui efek dari masing-masing variabel pada kelompok perlakuan dan kontrol dilakukan dengan membandingkan rerata post-test dari masing-masing kelompok. Tabel 5.5
54
Hasil uji komparabilitas data post-test variabel penelitian untuk kelompok perlakuan dan kontrol Kelompok Perlakuan dengan simvastatin
Kontrol tanpa simvastatin
(n = 19)
(n = 19)
Kadar serum COMP
7,94 ± 3,7013
29,92 ± 24,1971
-21,979
-33,368 – (10,590)
0,000
Jumlah Kondrosit
75,10± 6,4108
53,57 ± 5,4295
21,526
17,617-25,435
0,000
Variabel
Beda rerata
95% CI
Nilai p
Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar serum COMP pada kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan perbedaan rerata antar kelompok perlakuan dan kontrol signifikan secara statistik dengan nilai p = 0,000 (p< 0,05). Sedangkan jumlah Kondrosit pada kelompok perlakuan lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan perbedaan rerata antar kelompok perlakuan dan kontrol signifikan secara statistik dengan nilai p = 0,000 (p< 0,05).
BAB VI PEMBAHASAN
Hasil interpretasi dari data penelitian yang sudah diolah dan dianalisis secara statistik, semuanya sesuai dengan hipotesis dari penelitian. Berikutnya hasil interpretasi data tersebut akan dibahas untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil penelitian ini. 6.1 Subyek Penelitian Dalam penelitian ini, menggunakan subyek kelinci putih New Zealand dengan jenis kelamin betina, umur 8-12 minggu, berat badan 2-3 kg, kondisi hewan coba sehat tanpa cacat yang sendi lututnya diimobilisasi dengan cast. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah kadar serum COMP dan jumlah sel Kondrosit pada kelompok kelinci yang diimobilisasi sendi lututnya dengan pemberian simvastatin dibandingkan tanpa pemberian simvastatin. Kelinci merupakan hewan dengan ukuran sedang, mereka mempunyai fleksibilitas khusus dan relatif mudah untuk ditangani, dimanipulasi dan dipelihara. Kelinci juga relatif murah harganya. Kelinci yang digunakan adalah kelinci berjenis kelamin betina karena mempunyai sikap agresif yang rendah (Mader dan Chift. 1999). Sebagai hewan coba digunakan kelinci sebanyak 38 ekor yang terbagi menjadi 2 kelompok kelompok kontrol dan kelompok perlakuan masing-masing berjumlah 19 ekor. Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan,
55
56
sebelumnya belum pernah ada yang meneliti tentang pengaruh pemberian simvastatin pada immobilisasi.
6.2 Hubungan Pemberian Simvastatin Jumlah Kondrosit Pada Kelinci Yang Diimobilisasi Sendi Lututnya. Dari uji statistic menunjukkan jumlah rerata kondrosit pada kelompok perlakuan lebih banyak dibandingkan pada kelompok kontrol, setelah dilakukan uji inferensial dengan independent t-test menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok. Ini menunjukkan bahwa pemberian simvastatin dapat mencegah penurunan jumlah Kondrosit pada cartilage kelinci yang diimobilisasi. Proses perbaikan cartilage sendi yang mengalami degenerasi selama immobilisasi, termasuk proliferasi kondrosit dan sintesis proteoglican, telah terbukti dapat diaktifkan selama immobilisasi berlangsung pada penelitian eksperimental. (Okazaki R dan Sakai A. 2001). Kondrosit mensekresi enzim yang dinamakan metalloproteinases (col¬lagenases, gelatinases, dan stromelysin), yang mengatur derajat degradasi. Degradasi dari proteoglikan diikuti peningkatan sintesis proteoglikan, yang kemudian terintegrasi di dalam jaringan. (Brittberg M, dkk. 2011). Immobilisasi menyebabkan terjadinya degenerasi cartilage yang salah satu cirinya adalah penurunan jumlah sel Kondrosit. Simvastatin dapat menghambat terjadinya degenerasi cartilage dengan mencegah expresi MMP3 pada cartilage. MMP3 merupakan salah satu protease yang diketahui bertanggung jawab terhadap generasi cartilage. Beberapa studi menyarankan bahwa metabolisme kondrosit
57
yang dimodulasi oleh statin dengan cara menurunkan prenylation dari molekul utama yang mengontrol pengeluaran dari enzim yang dapat mendegradasi kolagen (Aktas E, dkk. 2011). 6.3 Hubungan Pemberian Simvastatin Dengan Kadar Serum COMP Pada Kelinci Yang Diimobilisasi Sendi Lututnya. Pada uji normalitas menunjukkan bahwa kadar serum COMP pada kelinci yang diimobilisasi sendi lututnya baik yang diberikan simvastatin maupun yang tanpa pemberian simvastatin berdistribusi normal, p > 0,05. Adanya kadar serum COMP yang berbeda beda terhadap pemberian simvastatin disebabkan karena kemampuan penyerapan terhadap simvastatin yang berbeda pada masing-masing kelinci, disamping respon cartilage terhadap immobilisasi juga berbeda. Rigiditias dari masing-masing immobilisasi dengan cast juga berbeda. Perbedaan kadar serum COMP pada kelompok dengan pemberian simvastatin dengan tanpa pemberian simvastatin menunjukkan bahwa kadar rerata serum COMP pada kelompok perlakuan lebih rendah, setelah diuji secara statistik menunjukan hasil Independent t- test p = 0,000 (p < 0,05), menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Pemberian simvastatin secara bermakna menurunkan kadar serum COMP pada kelinci yang diimobilisasi sendi lututnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian bahwa Kadar serum COMP kelinci yang diimobilisasi dengan cast yang diberikan simvastatin oral lebih rendah dibandingkan dengan kelinci yang diimobilisasi dengan cast tanpa pemberian simvastatin.
58
Kadar serum COMP bisa dipakai untuk marker kerusakan cartilage dan dapat dipakai untuk mengetahui respon terapi cartilage. (Hoda MA, dkk. 2015). Pemberian obat-obatan yang dapat menghambat degradasi COMP dapat menurunkan terjadinya artritis. (Acharya C, dkk. 2014). Simvastatin dapat diberikan sebagai pencegahan degradasi cartilage sebagai efek dari immobilisasi. Simvastatin merupakan obat yang murah, aman, dan mudah pemberiannya. Diantara mediator kerusakan jaringan, IL1 dan TNF-α secara aktif terlibat pada perburukan kerusakan cartilage dan mestimulasi sekresi MMP dari kondrosit dan jaringan sendi (Aktas E, dkk. 2011), MMP3 selective inhibitor diketahui dapat memiliki efek proteksi terhadap degenerasi cartilage yang diinduksi oleh lari yang berlebihan (Ni GN, dkk. 2011). Simvastatin merupakan salah satu MMP3 selective inhibitor yang dapat menghambat perburukan kerusakan cartilage oleh berbagai sebab.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Dari analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini, dapat diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Jumlah kondrosit cartilage kelinci yang diimobilisasi dengan cast dan diberikan simvastatin oral lebih banyak dibandingkan dengan kelinci yang diimobilisasi dengan cast tanpa pemberian simvastatin. 2. Kadar serum COMP kelinci yang diimobilisasi dengan cast yang diberikan simvastatin oral lebih rendah dibandingkan dengan kelinci yang diimobilisasi dengan cast tanpa pemberian simvastatin. 7.2 Saran Penelitian ini merupakan penelitian awal yang melakukan analasis terhadap efek pemberian simvastatin dengan terjadinya degenerasi cartilage pada immobilisasi yang dikerjakan pada kelinci. Diharapkan adanya penelitian lanjutan pada manusia sehingga pemberian simvastatin dapat dipakai untuk mencegah degenerasi cartilage pada immobilisasi sendi.
59
60
DAFTAR PUSTAKA
. Acharya C, Yik JH, Kishore A, Dinh VV, Cesare PE, Haudenschild DR. (2014). Cartilage oligomeric matrix protein and its binding partners in the cartilage extracellular matrix: Interaction, regulation and role in chondrogenesis. Matrix Biologi Journal;37:102–111. Aktas E, Sener E, Gocun PU. (2011). Mechanically Induced Eksperimental Knee Osteoarthritis Benefits From Anti-Inflammatory And Immunomodulatory Properties Of Simvastatin Via Inhibition Of Matrix Metalloproteinase-3. J Orthopaed Traumatol;12:145–151 Anderson ML. (2006). Serum levels of Cartilage Oligomeric Matrix Protein (COMP). BMC Musculoskeletal Disorders journal;7:98 Arya RK, dan Jain V. (2013). Osteoarthritis Of The Knee Joint: An overview, Journal, Indian Academy of Clinical Medicine;14:155-162. Brittberg M. (2011). Cartilage Morphology In: Brittberg M, Gersoff MK, Cartilage Surgery An Operative Manual. 1st Ed, Elsevier, Philadelphia. hh 2-8. Bucholz RW, dan Heckman JD. (2010). Principle of Nonoperative Fracture Treatment in: Roockwood and Green’s Fracture In Adults. 7thed. Lippincont Williams & Wilkins. Philladelphia. Burleigh A, Chanalaris A, Gardiner MD. (2012). Joint Immobilization Prevents Murine Osteoarthritis and Reveals the Highly Mechanosensitive Nature of Protease Expression In Vivo. Arthritis & Rheumatism; 64:2278–2288. Deere M, Rhoades HC, Gunning KB. (2001). Analysis of the promoter region of human cartilage oligomeric matrix protein COMP. Matrix Biology Journal;19:783-792 Dickinson SC, Vankemmelbeke MN, Buttle DJ, Rosenberg K, Heinegård, D, Hollander AP. (2003). Cleavage of cartilage oligomeric matrix protein (thrombospondin-5) by matrix metalloproteinases and a disintegrin and metalloproteinase with thrombospondin motifs. Matrix Biol;22:267–278. Fernandes FA, Pucinelli ML, Silva NP, Feldman D. (2007). Serum cartilage oligomeric matrix protein (COMP) levels in knee osteoarthritis in a Brazilian population: clinical and radiological correlation. Scand J Rheumatol;36(3):211-215. Fu LL, Maffulli, N, Yip KM, Chan KM. (1998). Joint Cartilage Lesions Of The Knee Following Immobilisation Or Destabilisation For 6 Or 12 Weeks In Rabbits. Clin Rheumatol;17:227-233. Garnero P, Piperno M, Gineyts E, Christgau S, Delmas P. (2001). Cross Sectional Evaluation Of Biochemical Markers Of Bone, Cartilage, And Synovial Tissue Metabolism In Patients With Knee Osteoarthritis:
61
Relations With Disease Activity And Joint Damage. Ann Rheum Dis;60:619–626. Gineyts E, Mo JA, Ko A, Henriksen DB. (2004). Effects Of Ibuprofen On Molekular Markers Of Cartilage And Synovium Turnover In Patients With Knee Osteoarthritis. Ann Rheum Dis;63:857–861 Goldring MB dan Marcu KB. (2009). Biomed central, artritis research and therapy ,http: // arthritis-research .biomed central. com / articles / 10.1186 / ar 2592. Acces 3 Maret 2016. Harada Y, Tomita N, Nakajima M, Ikeuchi K, Wakitani S. (2005). Effect Of Low Loading And Joint Immobilization For Spontaneous Repair Of Osteochondral Defect In The Knees Of Weightless (Tail Suspension) Rats. J Orthop Sci;10:508–514. Hassanali SH. (2011). Osteoarthritis: A Look At Pathophysiology And Approach To New Treatments: A Review. East African Orthopaedic Journal;5:51-57. Hemshekhar M, dan Thushara RM. (2014). Role Of Cartilage Degrading Ensims And Their End Products In The Pathogenesis Of Inflammatory Arthritis”, Journal Inflammation &Sel Signaling;1:1-20. Hoda MA, Hassab, Wessam M, Gendi E, Khaled I, Hayam, M, dkk. (2015). Serum Cartilage Oligomeric Matrix Protein Reflects Radiological Damage And Functional Status In Hemophilic Arthropathy Patients. The Egyptian Rheumatologyst Journal;xxx:1-2 Hudelmaier M, Glaser C, Hausschild A, Burgkart R, Eckstein F. (2006). Effects Of Joint Unloading And Reloading On Human Cartilage Morphology And Function, Muscle Cross-Sectional Areas, And Bone Density A Quantitative Case Report. J Musculoskelet Neuronal Interact;6(3):284-290. Iqbal K, Khan Y, Minhas LA. (2012). Effects Of Immobilization On Thickness Of Superficial Zone Of Joint Cartilage Of Patella In Rats. Indian J Orthop;46(4):391–394. Istiadjid ES. (2011). Buku Ajar Etik Penelitian Kesehatan. Universitas Brawijaya Press. Malang. hh 282-286 Kakarlapudi TK dan Bickerstaff DR. (2002). Joint Cartilage Lesions Of The Knee Putting The Jigsaw Puzzle Together. Current Orthopaedics;16:139150. Katzung BG. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. 8th Ed. Salemba Medica. Jakarta. hh 433 Knapik DM, Harris JD, Pangruzzi G, Griezzer MJ, Siston RA. (2013). The Basic Science of Continuous Passive Motion in Promoting Knee Health: A Systematic Review of Studies in a Rabbit Model. The Journal of Arthroscopic and Related Surgery;29(10):1722-1731. Kubatka P, Kubatka P, Kruzliak P, Rotrekl V, Jelinkova S, Mladosievicova B. (2014). Statin In Oncological Research: From Eksperimental Studies To Clinical Practice. Critical Reviews In Oncology/ Hematology; 92: 296-311
62
Leroux MA, Cheung HS, Bau JL, Wang JY, Howell DS, Setton LA. (2001). Altered mechanics and histomorphometry of canine tibial Cartilage following joint immobilization. Osteoarthritis and Cartilage;9(7): 633–640. Liphardtyz AM, Mundermann A, Koo S, Backer N. (2009). Vibration Training Intervention To Maintain Cartilage Thickness And Serum Concentrations Of Cartilage Oligometric Matrix Protein (COMP) During Immobilization. Osteoarthritis And Cartilage Journal;17: 1598-1603. Lotz M, Pelletier M, Christiansen C, Brandi ML, Bruyero O, Chapuriat R, dkk. (2013). Value of biomarkers in osteoarthritis: current status and perspectives. Ann Rheum Dis Journal;72:1756–1763. Mckee P. (2012). Orthotic Considerations For Dense Connective Tissue And Joint Cartilage The Need For Optimal Movement And Stress. J Hand Ther;25:233–43. Monfort J, Garcia GN, Armada MJ, Monilau JC, Bonilla A. (2006). Decreased Metalloproteinase Production As A Response To Mechanical Pressure In Human Cartilage: A Mechanism For Homeostatic Regulation. Arthritis Research & Therapy;8(5):1-11. Moreland LW. (2003). Intra-Joint Hyaluronan (Hyaluronic Acid) And Hylans For The Treatment Of Osteoarthritis: Mechanisms Of Action, Review Article. Arthritis Res Ther;5:54-67 Moriyama H, Moriyama H, Yoshimura O, Kawamata S, Takayanagi K, Kurose T, Kubota A, dkk. (2008). Alteration InJointCartilage Of Rat Knee Joints After Spinal Cord Injury. Osteoarthritis And Cartilage;16: 392-398 Murphy E, Fitzgerald O, Saxne T, Bresnihan B. (2015). Increased Serum Cartilage Oligomeric Matrix Protein Levels And Decreased Patellar Bone Mineral Density In Patients With Chondromalacia Patellae. Ann Rheum Dis;61:981–985 Ni GN, Zhan LQ, Gao MQ, Lei L, Zhou YZ, Pan YX. (2011). Matrix Metalloproteinase-3 Inhibitor Retards Treadmill Running-Induced Cartilage Degradation In Rats. Arthritis Research & Therapy; 13: 111. Okazaki R, and Sakai A. (2001). Sequential Changes In Transforming Growth Faktor (TGF)-Â1 Concentration In Synovial Fluid And Mrna Expression Of TGF-Â1 Receptors In Kondrosits After Immobilization Of Rabbit Knees. J Bone Miner Metab;19:228–235. Palmoski MJ and Brandt KD. (1982). Aspirin Aggravates The Degeneration Canine Joint Cartilage Caused By Immobilization, Arthritis And Rheumatism;25(11):1333-1342 Palmoski M, Perricone E, Brandt KD. (1979). Development And Reversal Of A Proteoglycan Aggregation Defect In Normal Canine Knee Cartilage After Immobilization. Arthritis and Rheumatism;22(5):508-517 Pella D, Rafael R, Viola M. (2005). Pleotropic effect of statin, Review article. Acta Cardiol Sin;21:190-8
63
Provencher MT, Navaie M, Solomon DJ, Smith JC, Romeo AA, Cole BJ. (2011). Current Concepts Review Joint Chondrolysis. J Bone Joint Surg;9 : 2033-2044 Quinn TM, Hauselmann HJ, Shintani N, Hunziker EB. (2013). Sel And Matrix Morphology In Joint Cartilage From Adult Human Knee And Ankle Joints Suggests Depth-Associated Adaptations To Biomechanical And Anatomical Roles. Osteoarthritis And Cartilage;21:1904-1912. Salter RB. (1999). Degenerative Disorders of Joint and Related Tissues in: Texbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System. 3rd ed, Lippinconts Williams & Wilkins. Philladelphia. hal 257-258 Shinmei M and Nemoto O. (1996). Molekular mechanisms underlying autodestruction of Cartilage in osteoarthritis. Current Orthopaedics Journal;10:212-219 Singh S, Shahi NT, Shahi U, Kumar D. (2014). Serum Cartilage Oligomeric Matrix Protein (COMP) Estimation: A Tool to Assess Efficacy of Treatment in Knee Osteoarthritis. MOJ Orthop Rheumatol;1(3):1-17 Smith JB. (1988). Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 125-126 Solomon L. (2010). Osteoarthritis in: Solomon L, Marwick D, Nayagam S. Apley’s System Of Orthopaedics and Fractures. 9th ed. Hodder Arnold. London. hal 87-88 Vanwanseele, B., Lucchinetti E, Stussi E. (2002). The Effects Of Immobilization On The Characteristics Of Joint Cartilage: Current Concepts And Future Directions. Osteoarthritis And Cartilage;10:408–419. Vanwanseele B, Eckstein F, Knecht H, Stussi E, Spaepen A. (2011). Knee Cartilage Of Spinal Cord–Injured Patients Displays Progresif Thinning In The Absence Of Normal Joint Loading And Movement. Arthritis & Rheumatism;46(8):2073–2078 Vilim, V, Olejavora M, Machacek S, Gatterova J, Karus VB, Pavelka K. (2002). Serum levels of cartilage oligomeric matrix protein (COMP) correlate with radiographic progression of knee osteoarthritis. Osteoarthritis and Cartilage journal;10:707–713. Williams JM dan Brandt KD. (1984). Immobilization Ameliorates ChemicallyInduced Joint Cartilage Damage. Arthritis And Rheumatism;27(2): 208-216. Witztum JL. (1996). Drug Used in The Treatment Of Hyperlipoproteinemias, In: Molinoff PB, and Ruddon RW. Goodman & Gilman’s The Pharmakological Basic of Therapeutic. 9th ed. McGraw Hill Inc.hal 887 Yuse W. (2013). Nutrition And Degeneration Of Joint Cartilage. Knee Surg Sports Traumatol Arthrosc;21:1751–1762.
Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik
64
Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian
65
Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Jumlah Chondrosite Cartilage
66
Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Kadar Serum COMP
67
68
69
Lampiran 4. Data Analisis SPSS Case Processing Summary Cases Valid Group
N
Missing
Percent
N
Percent
Total N
Percent
Kondro Simvastatin (+) sit Simvastatin (-)
19
100.0%
0
0.0%
19
100.0%
19
100.0%
0
0.0%
19
100.0%
COMP Simvastatin (+)
19
100.0%
0
0.0%
19
100.0%
Simvastatin (-)
19
100.0%
0
0.0%
19
100.0%
Descriptives Group
Statistic
K Simvastatin (+)
Mean
o
95% Confidence Interval for
Lower Bound
72.0153
n
Mean
Upper Bound
78.1952
d r o s
75.1053
5% Trimmed Mean
75.4503
Median
78.0000
Variance
41.099
Std. Error 1.47076
i
Std. Deviation
t
Minimum
61.00
Maximum
83.00
Range
22.00
Interquartile Range
10.00
Skewness
-.763
.524
Kurtosis
-.476
1.014
53.5789
1.24561
Simvastatin (-)
6.41088
Mean 95% Confidence Interval for
Lower Bound
50.9620
Mean
Upper Bound
56.1959
5% Trimmed Mean
53.5877
Median
52.0000
Variance
29.480
Std. Deviation
5.42951
Minimum
44.00
Maximum
63.00
Range
19.00
70
Interquartile Range
8.00
Skewness
.167
.524
Kurtosis
-.722
1.014
7.9474
.84914
C Simvastatin (+)
Mean
O
95% Confidence Interval for
Lower Bound
6.1634
M
Mean
Upper Bound
9.7314
P
5% Trimmed Mean
7.9360
Median
7.0830
Variance
13.700
Std. Deviation
3.70130
Minimum
2.20
Maximum
13.90
Range
11.70
Interquartile Range
7.60
Skewness
.127
.524
-1.261
1.014
29.9267
5.55120
Kurtosis Simvastatin (-)
Mean 95% Confidence Interval for
Lower Bound
18.2641
Mean
Upper Bound
41.5894
5% Trimmed Mean
28.7481
Median
33.0430
Variance
585.500
Std. Deviation
24.19711
Minimum
1.94
Maximum
79.13
Range
77.19
Interquartile Range
42.60
Skewness
.361
.524
Kurtosis
-.984
1.014
71
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk Stat
Statistic
Group
Df
Sig.
istic
Sig.
df
Kondrosit Simvastatin (+)
.201
19
.043 .909
19
.072
Simvastatin (-)
.193
19
.060 .958
19
.534
.938
19
.248
.026 .906
19
.063
COMP
Simvastatin (+)
.150
19
Simvastatin (-)
.211
19
.200
*
Test of Normality *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
72
73
74
Group Statistics Group Kondrosit
COMP
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Simvastatin (+)
19
75.1053
6.41088
1.47076
Simvastatin (-)
19
53.5789
5.42951
1.24561
Simvastatin (+)
19
7.9474
3.70130
.84914
Simvastatin (-)
19
29.9267
24.19711
5.55120
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Kondrosit Equal variances assumed
1.041
t-test for Equality of Means
Sig. .314
Equal variances not assumed COMP
Equal variances assumed Equal variances not assumed
43.275
.000
t
df
Sig. (2-
Mean
tailed)
Difference
11.169
36
.000
21.52632
11.169
35.050
.000
21.52632
-3.914
36
.000
-21.97932
-3.914
18.842
.001
-21.97932