BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau lebih dikenal dengan MP3EI dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berimbang, berkeadilan dan berkelanjutan. Melalui langkah percepatan tersebut, Indonesia akan dapat mendudukkan dirinya sebagai sepuluh negara besar dunia pada tahun 2025, dan enam negara besar pada tahun 2050. Terdapat tiga strategi dasar yang dirumuskan untuk mencapai Visi Indonesia 2025, salah satunya penguatan konektivitas nasional. Akan tetapi, masih rendahnya keterkaitan antar wilayah yang ditunjukkan dengan rendahnya ketersediaan infrastruktur untuk mendorong aktivitas perekonomian. Susantono (2012) menegaskan ketersediaan infrastruktur di beberapa wilayah di Indonesia masih kurang memadai. Kondisi jalan di darat pun tergolong cukup memprihatinkan. Indonesia mempunyai panjang jalan 300.000 km tetapi kondisi jalan yang layak hanya 60% saja, sedangkan yang lain dalam kondisi rusak ringan dan berat. Di Pulau Jawa sendiri, hanya 40% kondisi wilayah di sepanjang koridor Jawa memiliki kondisi bagus. Kondisinya infrastruktur transportasi di Pulau Jawa yang kurang bagus, diperparah dengan kondisi fisik Pulau Jawa yang khas. Bila dilihat dari segi geomorfologinya, Pulau Jawa memiliki beragam kondisi geomorfologi dan topografi, baik itu berupa dataran rendah, dataran tinggi, gunung, dan pegunungan.Padahal kondisi geomorfologi dan topografi daratan sangat berpengaruh bagi infrastruktur transportasi, khususnya transportasi darat. Rahmat (2012) memaparkan kondisi geografis wilayah dan topografi daratan yang berbukit-bukit membuat aksesibilitas antar wilayah sulit. Aksesibilitas pada sumber-sumber transaksi ekonomi seperti pasar, layanan kesehatan, dan
1
pendidikan juga terbatas. Gunardo (2014) menjelaskan daerah dataran rendah memiliki pembangunan infrastruktur transportasi yang masif dibandingkan dengan daerah perbukitan. Daerah perbukitan yang memiliki topografi terjal memiliki keterbatasan dalam melakukan pembangunan infrastruktur transportasi. Dengan demikian, kondisi geografis dan topografi sangat memengaruhi kondisi infrastruktur transportasi. Infrastruktur transportasi yang baik akan meningkatkan konektivitas transportasi yang ada. Konektivitas transportasi yang baik akan meningkatkan aksesibilitas pada sumber-sumber transaksi ekonomi seperti pasar, layanan kesehatan, pendidikan, dan kegiatan perekonomian lainnya. Sebaliknya jika kondisi infrastruktur transportasi kurang baik secara otomatis akan dibarengi penurunan konektivitas. Saat konektivitas daerah menurun, mengakibatkan aksesibilitas masyarakat terhadap sumber-sumber transaksi ekonomi akan terhambat bahkan terputus. Masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap sumber-sumber kegiatan ekonomi dan pelayanan tidak akan bisa merasakan hasil dari pembangunan daerah tersebut. Dengan demikian, konektivitas transportasi berperan dalam pembangunan yang ada. Gunasekera (2008) memaparkan infrastruktur transportasi menyebabkan pertumbuhan ekonomi melalui beberapa cara. Pertama, investasi di bidang infrastruktur meningkatkan permintaan barang dan jasa. Kedua, perbaikan infrastruktur transportasi mengurangi waktu perjalanan, serta angkutan penumpang dan barang mendapatkan penghematan waktu dan biaya. Senada dengan Gunasekera, Nasution (2004) menjelaskan transportasi berfungsi sebagai faktor penunjang dan perangsang pembangunan dan pemberi jasa bagi perkembangan ekonomi. Tidak sampai di situ, investasi infrastruktur jalan raya dapat menghasilkan manfaat dengan menurunkan persediaan perusahaan (Shirley and Winston, 2004). Sandee (2009) menunjukkan bahwa infrastruktur fisik yang kondisinya baik memungkinkan waktu tempuh bisa diperpendek untuk bisa mencapai pusat pertumbuhan ekonomi. Selain mempercepat
distribusi
barang,
kondisi
infrastruktur
yang
memadai
memungkinkan wilayah yang berjarak 50 kilometer dari pusat pertumbuhan ekonomi bisa memunculkan kegiatan manufaktur di wilayah itu sendiri.
2
Perekonomian akan dipacu lebih cepat jika setiap wilayah memiliki mesin perekonomiannya sendiri. Tabel 1.1 Klasifikasi Fisiografi Pulau Jawa No Klasifikasi Fisiografi Luas (km²) 1 Dataran Alluvial Utara 21,219 2 Dataran dan Perbukitan Utara 22,226 3 Pegunungan Vulkanis Tengah 60,139 4 Perbukitan dan Dataran Selatan 30,620 Sumber : Whitten et. al. (1999) Whitten et al. (1999) mengklasifikasikan Jawa menjadi empat kawasan fisiografi, yakni 1). Dataran Alluvial Utara, 2). Dataran dan Perbukitan Utara, 3). Pegunungan Vulkanis Tengah, serta 4). Perbukitan dan Dataran Selatan. Berdasarkan tabel 1.1 sebesar 60.139 km² atau sebesar 44,81 %, sebagian besar dataran Pulau Jawa terdiri dari Pegunungan Vulkanis Tengah. Luasan kedua adalah perbukitan dan dataran selatan dengan 30.620 km² dan dataran dan perbukitan utara serta dataran alluvial utara masing-masing sebesar 22.226 km² dan 21.219 km². Seperti pemaparan yang telah disebutkan di atas, kondisi geografis dan topografi yang ada di Pulau Jawa memengaruhi kondisi infrastruktur dan konektivitas transportasi, sehingga kondisi fisik yang bervariasi ini menghasilkan konektivitas transportasi yang bervariasi tiap kabupaten/kota. Alhasil, pembangunan yang ada di tiap kabupaten/kota juga bervariasi, karena dipengaruhi oleh konektivitas transportasi yang bervariasi juga. Rustiadi dkk.(2009) menjelaskan dalam arti pembangunan itu sendiri sangatlah komplek, di dalamnya terdapat pembangunan yang bersifat non-fisik (manusia/aspirasi masyarakat) dan fisik. Untuk mengukur pembangunan manusia menggunakan konsep UNDP,yakni HDI (Human Development Index) atau dikenal pula dengan Indeks Pembangunan Manusia.
3
Tabel 1.2 Tabel Indeks Pembangunan Manusia per Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012 Provinsi
DKI
Angka
Angka
Rata-rata lama Pengeluaran
Harapan
Melek
sekolah(tahun) per
Hidup(tahun)
Huruf
(ribu
(%)
Rupiah)
HDI
kapita
72,9
98,76
10,8
625,70
77,03
Jawa Barat 67,8
95,53
7,5
626,81
71,12
Banten
64,6
95,60
8,10
625,52
69,7
Jawa
71,1
89,24
6,86
633,59
71,6
DIY
73,11
89,46
8,71
643,25
74,88
Jawa
69,1
87,43
6,95
636,61
70,38
69
92,19
7,53
628,33
71,17
Jakarta
Tengah
Timur Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)
UNDP (2010) menyatakan bahwasanya dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, telah terjadi peningkatan pembangunan manusia dalam berbagai aspek. Namun demikian, peningkatan pembangunan manusia ternyata diikuti pula dengan meningkatnya ketimpangan pembangunan antar daerah. Tak terkecuali yang terjadi di Pulau Jawa.Tabel 1.2, menjelaskan tentang Indeks Pembangunan Manusia tahun 2012 antara Provinsi Banten dengan DKI Jakarta terpaut cukup jauh. DKI Jakarta memiliki HDI sebesar 77, 03, sedangkan untuk Provinsi Banten hanya sekitar 69, 7. Walaupun masih tergolong status HDI menengah akan tetapi jurang disparitas antara kedua haruslah segera diatasi sebelum semakin besar. Jika dilihat dari Gambar 1.1, dapat dilihat bagaimana perbedaan nilai HDI di Pulau Jawa. Jawa Timur Bagian Timur dan Pulau Madura memiliki nilai HDI rendah bila dibandingkan dengan daerah kabupaten/kota lain di Pulau Jawa. Variasi serta
4
ketimpangan HDI yang ada diduga oleh karena kondisi konektivitas transportasi yang ada. Menggunakan metode statistik regresi, peneliti ingin mendeskripsikan pengaruh konetivitas terhadap HDI kabupaten/kota di Pulau Jawa. Hasilnya diharapkan dapat menjelaskan konektivitas sebagai faktor penentu HDI (Human Development Index) dan diharapkan dapat merumuskan kebijakan pembangunan yang menyentuh akar permasalahan.
Persebaran Nilai IPM antar Kabupaten/Kota di Pulau Jawa
Gambar 1.1 Persebaran Nilai IPM antar Kabupaten/Kota di Pulau Jawa 1.2. Rumusan Masalah Pulau Jawa dilihat dari kondisi fisik terutama fisiografi terdiri empat kawasan fisiografi, yakni 1). Dataran Alluvial Utara, 2). Dataran dan Perbukitan Utara, 3). Pegunungan Vulkanis Tengah, serta 4). Perbukitan dan Dataran Selatan. Pegunungan Vulkanis Tengah merupakan kawasan yang mendominasi dengan luas sebesar 44,81% dataran Pulau Jawa. Kondisi yang ada pastinya akan memengaruhi
pembangunan
baik
itu
sifat,
bentuk
pelaksanaan
dan
perencanaannya. Salah satunya adalah pembangunan infrastruktur transportasi.
5
Gunardo (2014) menjelaskan daerah dataran rendah memiliki pembangunan infrastruktur transportasi yang masif dibandingkan dengan daerah perbukitan. Daerah perbukitan yang memiliki topografi terjal memiliki keterbatasan dalam melakukan pembangunan infrastruktur transportasi. Dengan demikian, kondisi geografis dan topografi sangat memengaruhi kondisi infrastruktur transportasi. Selain itu seperti yang telah dijelaskan di atas sarana dan prasarana transportasi yang ada pun dalam kondisi yang memperihatinkan. Padahal infrastruktur transportasi yang ada sangat memengaruhi konektivitas transportasi yang ada. Daerah yang memiliki infrastruktur transportasi yang tinggi akan sangat mudah untuk melakukan hubungan dengan daerah lain, karena memiliki akses yang baik. Pergerakan aliran manusia, barang, dan jasa akan lancar dengan didukung adanya sarana transportasi yang memadai. Sarana transportasi yang memadai dan didukung aliran manusia, barang, dan jasa yang baik pastinya akan sangat mendukung dalam proses pembangunan.Bila kondisi permasalahan konektivitas transportasi tidak segera diatasi maka bisa jadi akan menyebabkan pembangunan di
suatu
daerah
terhambat.
Terhambatnya
pembangunan
suatu
daerah
menyebabkan daerah akan semakin tertinggal dengan daerah lain. Alhasil dapat menyebakan kesenjangan antar daerah. Tidak sampai disitu, IPM sebagai indeks capaian pembangunan manusia di Pulau Jawa juga mengalami kondisi serupa. Seperti yang telah dibahas di sub-bab sebelumnya terjadi gap yang cukup besar antara kabupaten/kota yang berada di daerah barat dan juga timur. Kondisi ini menghasilkan variasi IPM yang berbeda untuk tiap kabupaten/kota di Pulau Jawa. Disinyalir variasi yang ada dipengaruhi oleh konektivitas transportasi yang ada. Untuk itu perlu diteliti guna mengetahui 1). variasi konektivitas sistem transportasi nasional dan Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia) antar kabupaten/kota di Pulau Jawa. 2). Pengaruh konektivitas sistem transportasi terhadap Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia) antar kabupaten/kota di Pulau Jawa. 3). Arahan Pengembangan kabupaten/kota di Pulau Jawa. Dengan mengetahui variasi konektivitas dan hubungan konektivitas dengan HDI diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan
6
pengembangan
dan
penguatan
konektivitas
antar
daerah
dan
arahan
pengembangan daerah terutama di Pulau Jawa. Ditambah dengan analisa secara spasial sehingga dapat diketahui daerah mana saja yang masih minim konektivitas dan sarana infrastruktur transportasi.
1.3. Tujuan a. Mengkaji variasi konektivitas sistem transportasi nasional dan Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia) antar Kabupaten/kota di Pulau Jawa b. Mengetahui pengaruh konektivitas sistem transportasi nasional terhadap Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia) antar kabupaten/kota di Pulau Jawa c. Mengkaji Arahan Pengembangan kabupaten/kota di Pulau Jawa
1.4. Manfaat a. Menambah wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan bagi peneliti b. Dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan perencanaan pembangunan infrastruktur transportasi sehingga memberikan pengaruh yang optimal bagi daerah. c. Dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam alokasi dana dan investasi pada pembangunan infrastruktur, khususnya infrastruktur transportasi
7