Rubrik Utama
INFRASTRUKTUR SEBAGAI PILAR PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG EFISIEN
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec Guru Besar Ilmu Ekonomi, Fakultas FEM IPB Wakil Rektor Bidang Sumberdaya dan Pengembangan, IPB
Heni Hasanah, SE, MS Asisten Peneliti dan Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas FEM IPB
4
Agrimedia
Pendahuluan
S
iapa yang bisa menyangkal peranan penting infrastruktur dalam pembangunan? Infrastruktur merupakan unsur vital dari berbagai proses pembangunan. Dari sisi makro, infrastruktur juga merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bagaimanapun, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa pastinya tidak dapat dipisahkan dengan ketersediaan infrastruktur di negara tersebut. Selain menjadi faktor penentu penting dari growth, jaringan infrastruktur yang baik secara luas dapat memperbaiki ketimpangan pendapatan dan kemiskinan. Dari sisi ekonomi mikro, infrastruktur juga menjadi elemen penting dan utama yang menunjang mobilitas manusia sebagai agen ekonomi dalam melakukan semua kegiatan ekonomi mulai dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi serta memfasilitasi aliran input. Pengembangan infrastruktur yang ekstensif dan efisien merupakan determinan penting berjalannya fungsi perekonomian secara efektif. Infrastruktur yang berkualitas mengurangi efek perbedaan jarak antar wilayah, mengintegrasikan pasar domestik dan menghubungkan pasar domestik dengan internasional dengan biaya yang rendah.
Salah satu isu utama terkait infrastruktur adalah bagaimana pembangunan dan pengembangan infrastruktur dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah/kawasan di Nusantara, baik kesenjangan antara Kawasan Indonesia Barat dengan Timur, antara Pulau Jawa dan lainnya, antara kawasan pedesaan dan perkotaan maupun antar kota misal Jakarta dengan kota lainnya. Satu hal lagi yang tidak kalah penting adalah pengembangan infrastruktur juga pada akhirnya haruslah dapat mengurangi kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok kaya. Semua sektor ekonomi pun tidak terlepas kaitannya dengan infrastruktur. Perdagangan, pariwisata, industri pengolahan, jasa, dan begitu pun dengan sektor pertanian. Bagaimana jadinya sektor pertanian kita – yang merupakan sektor utama penopang hidup sekitar 40% penduduk Indonesia – tanpa adanya infrastruktur yang baik? Sepertinya sebuah pertanyaan retorika yang tidak perlu mendapat jawaban tapi perlu mendapat alasan jelas. Infrastruktur yang kurang baik seperti sarana transportasi dan irigasi yang kurang akan menjadi kendala serius bagi petani yang tentunya menjadi kendala eksternal yang sulit dipecahkan olehnya sendiri.
Volume 16 No 2 DESEMBER 2011
5
Rubrik Utama
Infrastruktur yang kurang baik – transportasi misalnya – dapat menjadi faktor penghambat proses produksi dan distribusi pertanian khususnya dari segi efisiensi biaya. Transaction cost yang mahal menjadi rentetan masalah dari adanya pembangunan infrastruktur yang kurang baik. Di awal produksi, saat petani hendak membeli sarana produksi pertanian yang tidak tersedia dekat dengan rumahnya atau lahannya, biaya transportasi meningkat. Di akhir produksi, saat petani hendak menjual hasil taninya, kembali biaya transportasi meningkat. Bagaimana mau mengharapkan petani mendapat keuntungan besar dan sejahtera? Belum lagi masalah lain yang masih banyak dan belum terselesaikan di luar kaitannya dengan infrastruktur.
Kondisi Infrastruktur Indonesia
Pertanian
Secara keseluruhan, daya saing infrastruktur Indonesia masih lemah. Menurut Global Competitiveness Report (GCI) tahun 2009 – 2010, daya saing infrastruktur Indonesia menduduki peringkat ke-96 dari 133 negara. Pada tahun 2010 – 2011, peringkatnya meningkat menjadi ke-82 dari 139 negara. Dan berdasarkan GCI 2011 – 2012 peringkatnya meningkat lagi menjadi ranking ke-76 dari 142 negara. Walaupun meningkat, namun dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN, peringkat Indonesia pada report 2011 – 2012
tersebut hanya lebih tinggi dari negara Philipina dan Kamboja (catatan: data Laos dan Myanmar, tidak tersedia). Negara ASEAN lainnya mempunyai daya saing infrastruktur yang lebih baik. Sebenarnya, lingkup infrastruktur pertanian sangat luas yaitu mencakup transportasi, energi, telekomunikasi, dan tentunya sumberdaya air khususnya irigasi. Tetapi, pada tulisan ini infrastruktur pertanian hanya dibatasi pada masalah transportasi dan irigasi, mengingat peranannya yang secara langsung dan berpengaruh besar terhadap sektor pertanian. Tentunya tanpa mengesampingkan peranan infrastruktur energi dan telekomunikasi yang tidak terelakkan juga pengaruhnya terhadap pertanian. Infrastruktur transportasi berupa jalan nasional memiliki panjang 38.565 km pada tahun 2010 (menurut survei RI Desember 2010). Persentase jalan nasional yang memiliki kondisi baik, sedang, rusak ringan, dan rusak berat berturut-turut adalah 40,92%, 41,35%, 8,97%, dan 8,76%. Jadi masih sekitar 60% kualitas jalan yang secara umum belum baik.
Sumber: Data Kementerian Pekerjaan Umum
Gambar 1. Panjang Jalan Nasional Berdasarkan Kondisi (Km) 6
Agrimedia
Sumber: Data Kementerian Pekerjaan Umum
Gambar 2. Capaian dan Target Pembangunan Infrastruktur Irigasi Dukungan Ketahanan Pangan Persentasi jalan yang rusak berat juga masih cukup tinggi di kisaran hampir 9% dari seluruh total jalan nasional. Sehingga, pekerjaan pemerintah juga masih dianggap cukup berat untuk perbaikan infrastruktur ke depannya. Jika dipilah ke dalam kondisi kemantapan jalan, 82% jalan berada dalam kondisi yang mantap dan sisanya (18%) berada dalam kondisi sebaliknya. Sekitar 15% dari total panjang jalan yang rusak berat berlokasi di Papua disusul 14,6% berada di wilayah Kalimantan Tengah. Sementara panjang jalan nasional yang memiliki kondisi baik, persentase terbesarnya berada di wilayah Sulawesi Tengah dan Jawa Timur. Gambar 1 memperlihatkan bahwa dibanding tahun 2006, pada tahun 2008 dan 2010 panjang jalan yang berkondisi baik meningkat, sementara jalan yang berkondisi sedang, menjadi menurun. Tetapi jika dibandingkan antara tahun 2008 dengan 2010, kondisi jalan yang baik panjangnya menurun sementara jalan yang berkondisi sedang dan rusak berat meningkat. Pada tahun 2010 ini, panjang jalan yang berkondisi baik paling banyak menurun di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Jika dilihat lebih lanjut, kedua provinsi tersebut merupakan provinsi di mana sektor pertambangan dan perkebunan justru berkembang. Terkait hal tersebut di atas, khusus untuk kawasankawasan di mana pertambangan dan perkebunan merupakan sektor utama, memang banyak ditemukan
jalan yang rusak. Salah satu penyebabnya adalah pengangkutan batubara dan hasil tambang lain serta hasil perkebunan. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan kendaraan yang memiliki bobot melebihi daya dukung jalan. Kurangnya anggaran Pemda menyebabkan jalan yang masih rusak tidak bisa diperbaiki dengan baik. Terdapat salah satu alternatif pemecahan masalah yang bisa dilakukan yakni alokasi “bea keluar”. Hal yang dapat dilakukan misalnya bea keluar yang dipungut oleh pemerintah (Kementerian Keuangan) dari komoditas CPO dikembalikan ke daerah-daerah tersebut sebagian atau seluruhnya untuk perbaikan dan pengembangan infrastruktur. Pada gambar di atas dapat dilihat data pembangunan irigasi yang merupakan bagian dari infrastruktur sumberdaya air. Pembangunan irigasi tersebut mencakup 3 hal yaitu, peningkatan/pembangunan irigasi baru, rehabilitasi irigasi yang rusak, serta operasi dan pemeliharaan. Pada periode 2010 – 2011 luas pembangunan irigasi baru adalah 115.000 ha. Sementara target pembangunan irigasi baru pada tahun 2010 – 2014 adalah seluas 500.000 ha. Untuk pembangunan irigasi, Sumatera merupakan pulau yang memiliki pembangunan terbanyak dari periode 2005 – 2009. Sementara untuk rehabilitasi, operasi, dan pemeliharaan irigasi paling banyak dilakukan di Pulau Jawa dan Bali.
Volume 16 No 2 DESEMBER 2011
7
Rubrik Utama
Menurut data yang diambil dari RPJMN 2010 – 2014 (2010), dari 7,4 juta ha areal irigasi yang telah dibangun, hanya sekitar 11% yang ketersediaan airnya dapat dijamin melalui waduk, sedangkan sisanya masih mengandalkan debit sungai dan mata air. Sekitar 1,37 juta ha areal irigasi tidak berfungsi dengan optimal akibat bencana alam serta belum lengkapnya jaringan irigasi. Pengembangan lahan rawa sebagai alternatif lahan irigasi baru juga masih terbatas yaitu sekitar 5,4% atau sekitar 1,8 juta ha yang telah dikembangkan dari total potensi lahan 33,4 juta ha. Dalam RPJMN 2010 – 2014, infrastruktur pertanian merupakan bagian kegiatan dari Prioritas 5 yaitu Program Aksi di Bidang Pangan. Pada tahun 2012, pemerintah menargetkan tersedianya Jalan Usaha Tani dan Jalan Produksi sepanjang 2.867 km. Selain itu target pada tahun yang sama dari optimasi pemanfaatan air irigasi melalui perbaikan JITUT/JIDES dan TAM yang berfungsi seluas 490.000 ha. Luas layanan jaringan irigasi ditargetkan meningkat 2,4 ribu ha serta luas jaringan irigasi yang direhabilitasi serta dioperasikan dan dipelihara berturut-turut ditargetkan seluas 375 ribu ha dan 2,315 juta ha. Sementara itu, jumlah bendung yang tercatat hingga tahun 2010 adalah sebanyak 2.796, yang sebagian besar (82%) tersebar di pulau Jawa dan Bali. Khusus untuk lahan sawah, secara nasional, luas total lahan sawah pada tahun 2009 adalah 8.061.787 ha (Data Pusdatin). Dengan luas sekitar 4.898.822 ha (61%) diantaranya merupakan lahan sawah irigasi, sedangkan sisanya yaitu 39% merupakan lahan sawah non irigasi. Luas lahan sawah irigasi terbesar berada di Jawa Timur yaitu seluas 879.958 ha. Tetapi secara
8
Agrimedia
persentase, jika dibandingkan dengan total luas lahan sawah, maka persentase sawah irigasi paling besar berada di Provinsi Jawa Barat yaitu sekitar 81%. Terdapat beberapa propinsi dimana lahan sawah non irigasi lebih besar dari sawah irigasi, diantaranya; Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Riau. Baik dilihat dari angka level maupun persentasenya, Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas lahan dan presentase terbesar untuk jenis sawah non irigasi dengan nilai 413.289 ha (89%).
Infrastruktur Pertanian dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 – 2025 MP3EI merupakan dokumen kerja yang bersifat komplementer terhadap dokumen-dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti RPJM Nasional. Penguatan konektivitas nasional menjadi kata kunci dalam MP3EI. Untuk mendapatkan manfaat yang konkret serta dampak yang terukur, langkah-langkah percepatan dan perluasan ini dirumuskan secara terfokus. Pertanian merupakan salah satu dari 8 program utama yang ditetapkan. Tujuh program lainnya antara lain pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telematika, dan pengembangan kawasan strategis. Selain itu, telah ditetapkan 6 koridor ekonomi sebagai pusat-pusat pertumbuhan yang diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi di seluruh wilayah Nusantara. Koridor yang dimaksud antara lain, Koridor Ekonomi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Kepulauan Maluku. Dalam MP3EI, pertanian sendiri khususnya tanaman pangan dikembangkan secara khusus di koridor Sulawesi dan Papua-Kepulauan Maluku, serta perikanan dan peternakan di koridor Bali – Nusa Tenggara. Perbaikan iklim investasi menjadi salah satu agenda utama dalam MP3EI. Dalam jangka pendek akan dilakukan sejumlah perbaikan iklim investasi melalui debottlenecking, regulasi, pemberian insentif maupun percepatan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan oleh para pelaku ekonomi.
Satu hal yang harus mendapatkan perhatian utama adalah infrastruktur yang mendorong konektivitas antar wilayah sehingga dapat mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi Indonesia. Penyediaan infrastruktur yang mendorong konektivitas akan menurunkan biaya transportasi dan biaya logistik sehingga dapat meningkatkan daya saing produk, dan mempercepat gerak ekonomi termasuk seluruh regulasi dan aturan yang terkait dengannya. Not Business As Usual menjadi semangat utama dalam MP3EI yang juga harus direfleksikan dalam elemen penting pembangunan, terutama penyediaan infrastruktur. Pola pikir masa lalu mengatakan bahwa infrastruktur harus dibangun menggunakan anggaran pemerintah. Akibat anggaran pemerintah yang terbatas, pola pikir tersebut berujung pada kesulitan memenuhi kebutuhan infrastruktur yang memadai bagi perekonomian yang berkembang pesat. Saat ini telah didorong mindset yang lebih maju dalam penyediaan infrastruktur melalui model kerjasama pemerintah dan swasta atau Public-Private Partnership (PPP). Namun demikian, untuk mempercepat implementasi MP3EI, perlu juga dikembangkan metode pembangunan infrastruktur sepenuhnya oleh dunia usaha yang dikaitkan dengan kegiatan produksi. Peran pemerintah adalah menyediakan perangkat aturan dan regulasi yang memberi insentif bagi dunia usaha untuk membangun kegiatan produksi dan infrastruktur tersebut secara paripurna. Insentif tersebut dapat berupa kebijakan (sistem maupun tarif) pajak, bea masuk, aturan ketenagakerjaan, perizinan, pertanahan, dan lainnya, sesuai kesepakatan dengan dunia usaha. Perlakuan khusus diberikan agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Selanjutnya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus membangun linkage semaksimal mungkin untuk mendorong pembangunan daerah sekitar pusat pertumbuhan ekonomi. Pengembangan kegiatan ekonomi utama pertanian pangan memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) seperti berikut ini (dirangkum dari pengembangan Koridor Sulawesi, MP3EI): • Peningkatan fasilitas irigasi, dimana kemampuan produksi sangat rentan terhadap perubahan cuaca jika terus bergantung pada irigasi sederhana yang
•
•
•
•
• • •
•
• • •
bergantung pada hujan; Perbaikan akses jalan untuk mengurangi ketergantungan kepada pihak perantara dagang; Revitalisasi, peningkatan kapasitas gudang dan penyimpanan yang ada (saat ini BULOG membeli 5% produksi beras nasional, tetapi fasilitas penyimpanan yang dimiliki sudah tua dan memerlukan perbaikan), dan modernisasi fasilitas terkait dapat meningkatkan umur pangan dalam penyimpanan dan mengurangi kerugian yang disebabkan oleh penyimpanan yang tidak baik; Peningkatan akses jalan antara lahan pertanian dan pusat perdagangan, untuk dapat memfasilitasi petani dalam melakukan penjualan dan mengurangi ketergantungan pada perantara yang menaikkan harga jual hingga 30% dari harga final (diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani); dan Pembangunan/perbaikan Jaringan Irigasi Teknis Usaha Tani (JITUT), Jaringan Irigasi Desa (JIDES), dan Tata Air Mikro (TAM), pembangunan/perbaikan pompa, sumur, embung. Sementara untuk pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate), Koridor PapuaKepulauan Maluku juga memerlukan dukungan infrastruktur yang antara lain meliputi: Penyiapan rencana pemeliharaan dan pengembangan jaringan prasarana sumber daya air dan reklamasi rawa; Pengembangan pusat pelayanan dan pusat koleksidistribusi produksi pertanian; Pelabuhan laut di Merauke dan dermaga-dermaga di sepanjang Sungai Kalimaro, Sungai Bian; Konektivitas darat yang menghubungkan kebun kelapa sawit dengan lokasi penggilingan dan pelabuhan; Peningkatan dan pengembangan jalan & jembatan di masing-masing Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP); Rehabilitasi dan Pembangunan Jaringan Tata Air di masing-masing KSPP; Pembangunan Terminal Agribisnis, Pergudangan dan Pelabuhan Ekspor di Serapuh & Wogikel; Lanjutan Pembangunan Pelabuhan Samudera Perikanan Merauke dan Pelabuhan Merauke; Pembangunan Pabrik Pupuk Organik di Wasur, Serapuh, Tanah Miring SP VII, Wapeko, Onggaya, Sota dan Proyek Amoniak Urea di Tangguh; dan Pembangunan PLT Biomasa di Merauke & Tanah Miring. Volume 16 No 2 DESEMBER 2011
9
Rubrik Utama
Penutup
REFERENSI
Infrastruktur merupakan unsur vital dalam suatu proses pembangunan, begitupun pada pembangunan pertanian. Baik dari sisi makro maupun mikro, peranan pentingnya tidak dapat terbantahkan. Penyediaan infrastruktur pertanian yang berkualitas dapat mendorong konektivitas sehingga dapat menurunkan biaya transportasi serta biaya logistik yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi sektor pertanian. Infrastruktur yang baik dapat meningkatkan daya saing produk dan mempercepat gerak ekonomi. Tentunya tujuan utama yang diharapkan adalah kesejahteraan petani. Untuk infrastruktur pertanian baik berupa transportasi jalan maupun irigasi, semangat “pembangunan segera” memang perlu. Tetapi yang tidak kalah penting adalah pembangunan dengan pola pikir “tahan lama”. Jangan sampai pembangunan infrastruktur dilaksanakan dengan segera tetapi beberapa waktu kemudian rusak. Sebagaimana yang terjadi pada kasus jembatan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang roboh dan menyebabkan korban jiwa.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014; Buku I Prioritas Nasional. Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014; Buku II Memperkuat Sinergi Antar bidang Pembangunan, Bab V Sarana dan Prasarana. Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 – 2025. Jakarta, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Kementerian Pekerjaan Umum. Rencana Strategis Kementerian PU 2010 – 2014. Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum. Schwab, K. 2010. The Global Competitiveness Report 2010 – 2011. Switzerland, SRO-Kundig. _________. 2011. The Global Competitiveness Report 2011 – 2012. Switzerland, SRO-Kundig. http:// www1.pu.go.id/site/view/72.
Pengelolaan dan pemeliharaan juga merupakan kata kunci peningkatan fungsi semua jaringan infrastruktur pertanian. Khusus untuk jaringan irigasi, jaringan yang sudah dibangun tapi belum berfungsi perlu dioptimalkan serta rehabilitasi pada areal irigasi yang berfungsi tetapi mengalami kerusakan. Untuk mengoptimalkan anggaran, upaya peningkatan fungsi jaringan irigasi sebaiknya diprioritaskan pada areal yang ketersediaan airnya terjamin dan petani penggarapnya sudah siap, dengan prioritas areal irigasi di luar Pulau Jawa. Sementara untuk infrastruktur pertanian berupa prasarana transportasi, hal yang masih sangat diperlukan adalah perencanaan jaringan transportasi yang terintegrasi baik lintas sektor maupun lintas wilayah, sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara luas dan menyeluruh.
10
Agrimedia