○
○
○
○
○
○
○
○
○
Warta Konservasi Lahan Basah
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Warta Konservasi Lahan Basah (WKLB) diterbitkan atas kerjasama antara Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen. PHKA), Dephut dengan Wetlands International - Indonesia Programme (WI-IP), dalam rangka pengelolaan dan pelestarian sumberdaya lahan basah di Indonesia.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Penerbitan Warta Konservasi Lahan Basah ini dimaksudkan untuk meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat akan manfaat dan fungsi lahan basah, guna mendukung terwujudnya lahan basah lestari melalui pola-pola pengelolaan dan pemanfaatan yang bijaksana serta berkelanjutan, bagi kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Pendapat dan isi yang terdapat dalam WKLB adalah sematamata pendapat para penulis yang bersangkutan.
○
○
○
○
Ucapan Terima Kasih dan Undangan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Secara khusus redaksi mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada seluruh penulis yang telah berperan aktif dalam terselenggaranya majalah ini. Walaupun tanpa imbalan apapun, para penulis terus bersemangat berbagi informasi dan pengetahuannya demi perkembangan dunia pengetahuan dan pelestarian lingkungan khususnya lahan basah di republik tercinta ini.
Foto sampul muka: Kegiatan peringatan hari lahan basah di Pulau Dua, Banten (Foto: Yus Rusila Noor)
Semua bahan-bahan tersebut termasuk kritik/saran dapat dikirimkan kepada: Triana - Divisi Publikasi dan Informasi Wetlands International - Indonesia Programme Jl. A. Yani No. 53 Bogor 16161, PO Box 254/BOO Bogor 16002 tel: (0251) 831-2189; fax./tel.: (0251) 832-5755 e-mail:
[email protected]
DEWAN REDAKSI:
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Kami juga mengundang pihak-pihak lain atau siapapun yang berminat untuk menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, gambar dan foto, untuk dimuat pada majalah ini. Tulisan diharapkan sudah dalam bentuk soft copy, diketik dengan huruf Arial 10 spasi 1,5 dan hendaknya tidak lebih dari 2 halaman A4 (sudah berikut foto-foto).
○
○
○
○
2 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Penasehat: Direktur Jenderal PHKA; Penanggung Jawab: Sekretaris Ditjen. PHKA dan Direktur Program WI-IP; Pemimpin Redaksi: I Nyoman N. Suryadiputra; Anggota Redaksi: Triana, Hutabarat, Juss Rustandi, Sofian Iskandar, dan Suwarno
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Daftar Isi
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Informasi-informasi lain mengenai perlahanbasahan di Indonesia dapat juga Anda baca pada kolomkolom yang tersedia pada warta ini. Selamat membaca.
○
○
Hari Lahan Basah, yang diperingati setiap 2 Februari, merupakan moment penting bagi para muda untuk menyatakan wujud kepedulian dan rasa sayang mereka terhadap lingkungan. Peringatan tahun ini, WIIP telah memfasilitasi kegiatan penanaman mangrove di Aceh dan Pulau Dua, Banten, yang dilakukan langsung oleh siswa-siswi sekolah yang juga datang dari luar wilayah kegiatan. Simak laporan singkatnya pada kolom Berita Kegiatan.
○
○
Wetlands International - IP (WIIP) sebagai salah satu wadah organisasi yang mengusung pelestarian lahan basah dan pemanfaatan yang bijak dan kontinyu, selalu mencoba melibatkan anak-anak sekolah sebagai bagian atau sasaran dari program pemberdayaan masyarakat dan Pendidikan Lingkungan yang diembannya khususnya pada lokasi-lokasi kegiatan.
○
○
Kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan yang berjalan secara terus menerus di bumi pertiwi ini, tidaklah akan terarah optimal dan berkesinambungan bila anak-anak dan generasi muda sebagai penerus para tua tidak ikut dilibatkan secara aktif. Kenyataannya, mereka adalah pewaris ‘lingkungan’ dan juga penerus tongkat estafet pemelihara dan pengelola lingkungan di masa yang akan datang.
○
○
○
○
○
Dari Redaksi
○ ○ ○
4
○
INGGRESAU dan Keberadaan PENYU yang Terancam
○
Fokus Lahan Basah
○ ○ ○
6
○
Pelestarian Sumberdaya Perairan
○
Konservasi Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
10
○
○
Sekilas 3 Tahun Perjalanan Proyek Green Coast (2005 s/d 2008), di NAD dan Nias Rekomendasi Beberapa Lokasi Contoh (demo sites)
8
○
Ringkasan Kegiatan Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia Aceh, 4-8 Februari 2009 - Pulau Dua, 15 Februari 2009
○
Berita Kegiatan
Penentuan Daerah Konservasi Laut Daerah Berdasarkan Informasi Suhu Permukaan Laut (Pendekatan bagi Ekosistem Terumbu Karang di Papua)
18
○
16
○
Kelestarian Mangrove Teluk YOTEFA Terancam ?
○
14
○
○
○
○
○
Mangrove Pulih - Masyarakat Nelayan Tersenyum Kembali
○
○
○
Berita dari Lapang
22
Menyingkap Kekayaan FLORA di Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar dan Danau Bawah, Siak, Propinsi Riau
24
Dokumentasi Perpustakaan
28
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Kuntul Kerbau (Egretta ibis) di Kawasan Pesisir Pantai Amban Manokwari
○
○
○
Flora dan Fauna Lahan Basah
○
○
○
○
Edisi April, 2009 z z z 3
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Fokus Lahan Basah
○
○
○
○
INGGRESAU dan Keberadaan PENYU ○
○
○
○
○
○
yang Terancam
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Ferawati Runtuboi*
B
anyak orang mungkin terlupa akan keberadaannya !!! Pantai Inggresau merupakan salah satu kawasan pantai yang terdapat di kawasan Cagar Alam Yapen tepatnya di sebelah utara Pulau Yapen. Sejenak, kita menyimak apa yang sebenarnya terjadi sehingga Pantai Inggresau yang merupakan habitat peneluran penyu di Kabupaten Kepulauan Yapen Papua sudah mulai Terancam . Kawasan pantai tidak saja memberikan keindahan alam yang menakjubkan bagi penikmatnya tetapi juga sebagai habitat yang nyaman bagi beberapa jenis-jenis
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Maturbongs dari WWF pada tahun 1993 tentang Populasi Penyu.
○
○
○
○
4 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
tanaman dan hewan seperti kepiting, penyu, serangga dan jenis lainnya. Apa jadinya ketika rumah/ habitat kita dirusak dan tidak lagi berfungsi sebagai mana mestinya ? Pantai inggresau merupakan salah satu pantai di Papua yang menjadi habitat bagi penyu untuk bertelur di samping pantai Jamursba Medi dan Warmon Sorong. Pantai Inggresau terbagi menjadi dua bagian yaitu pantai Inggresau peneluran dengan panjang 3.9 km dan pantai Inggresau tebusan dengan panjang 2.7 km. Pantai ini telah menjadi tempat para aktivis lingkungan hidup untuk melakukan riset, seperti yang dilakukan Jhon
Ketika 15 belas tahun berselang (1993-2008) terjadi banyak perubahan yang menyebabkan degradasi lingkungan baik dari alam maupun aktivitas manusia. Banyak pendapat mengemukakan bahwa aktivitas manusia menempati prosentase tertinggi sebagai penyebab rusaknya pantai Inggresau yang diikuti oleh aktivitas alam. Tingginya aktivitas manusia ditunjukan lewat pembukaan lahan baru untuk tempat pemukiman (terdapat 2 kk di pantai ini yang hidup menetap) dan tempat untuk mencari (berkebun dan menangkap ikan), sumber comp pres. Luasnya pembukaan lahan disekitar pantai menyebabkan sering terjadinya erosi dan abrasi disekitar pantai Inggresau baik dari sungai maupun laut. Ini terlihat dari perubahan topografi pantai dari landai membentuk tanggul, perubahan substrat yang awalnya hanya bersubstrat pasir halus kini ditemukan beberapa tempat terdapat pasir kerikil dan bebatuan. Salah satu dampak atas kerusakan pantai ini adalah terganggunya habitat bertelur bagi penyu, sehingga dapat diprediksikan jumlah penyu yang datang untuk bertelur semakin menurun. Sebagai contoh jenis penyu yang
Fokus Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
* Dosen Pada Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua E-mail:
[email protected]
○
○
Edisi April, 2009 z z z 5 ○
sedikit jumlah penyu yang tertangkap oleh nelayan dan pelaut lainnya. Ironis memang tapi itulah kenyataan yang berlangsung dan akan terus berlangsung jika tidak ada penanganan serius dalam upaya konservasi oleh para
Sineri M, Y, 2008, Kondisi Habitat dan Populasi Penyu Di Pantai Inggresau Kabupaten Kepulauan Yapen Papua (Skripsi mahasiswa Unipa).
○
○
Maturbongs J,A, Rumaikewi H, Rumaropen J, Sanggenafa, A, 1993, Report Of Population and Eggs Laying Place Of Turtle Observation at Inggeresau Beach regency In Irian Jaya.
○
○
○
Sumber:
○
Kenyataan ini membuktikan bahwa keberadaan penyu di pantai Inggresau dalam kondisi terancam yang disebabkan aktivitas manusia yang tidak hanya merusak habitat mereka (pantai inggresau, red), tetapi juga dengan melakukan penangkapan dan pengambilan induk penyu maupun telur-telurnya yang dilakukan secara kontinue selama musim peneluran berlangsung (April-Agustus). Tidak
pengambil kebijakan/stakeholders khususnya di Kabupaten Kepulauan Yapen Papua. zz
○
naik dan bertelur selama musim peneluran (April-Agustus 2008) adalah 3 spesies penyu masingmasing penyu belimbing, penyu sisik dan penyu hijau. Hasil ini sangat rendah jika dibandingkan dengan riset yang dilakukan tahun 1993 ditemukan 32 ekor penyu masing2 penyu belimbing, penyu sisik semu/lekang, penyu hijau dan penyu sisik.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Konservasi Lahan Basah
○
○
○
○
○
○
○
Pelestarian Sumberdaya Perairan
P
erhatian dunia terhadap terjadinya erosi sumber plasma nutfah perairan, baik di laut maupun air tawar makin bertambah besar. Selain oleh terjadinya tangkap lebih (overfishing) dan pencemaran, hal ini tampak dari jumlah jenis yang terancam (threatened speci-es) semakin bertambah, termasuk mamalia laut, reptilia (penyu, kura-kura, biawak), amfibia (katak), ikan bersirip (Pisces), cucut, pari dan hiu, moluska (kerang, siput), ubur-ubur dan juga tangkur atau kuda laut serta terumbu karang. Pemanfaatannya makin bertambah luas dan banyak variasinya sehingga rerlu diatur pemanenannya secara lestari dan pengembangbiakan secara exsitu. Yang penting juga adalah melindungi populasi di alam dalam kawasan konservasi alam sebagai stok masa depan. Undang Undang Konservasi Hayati 1990 melindungi, membatasi atau melarang pengambilan sumberdaya perairan yang status populasinya di alam telah terancam karena nyaris punah, jarang, endemik dan populasinya mengalami penurunan yang tajam.
PERATURAN PERUNDANGAN YANG BARU Usaha untuk melakukan pelestarian sumberdaya perairan, baik di daratan (perairan tawar) dan laut tidak cukup bila melandaskan pada Undang Undang Konservasi Hayati 1990 dengan peraturan-peraturan pemerintahnya sebagai pelaksanaannya, sehingga Pemerintah perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tanggal 16 Nopember 2007 tentang Konservasi sumberdaya Ikan sebagai pelaksanaan Undang Undang No. 13 tahun 2007 tentang perikanan. Yang diatur adalah upaya pengelolaan konservasi ekosistem atau habitat ikan, termasuk di dalamnya pengembangan kawasan konservasi perairan (laut, rawa. dan air tawar) sebagai bagian dari ekosistem. Selain itu untuk menjamin kelangsungan hidup dari jenis- jenis ikan serta terpeliharanya keanekaragaman genetik ikan.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh : Ismu Sutanto Suwelo1 dan Yuliadi Suparmo2
○
○
○
○
6 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Yang dimaksud dengan sumberdaya ikan dalam peraturan perundangan ini adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Tidak hanya ikan (Pisces), mamalia laut dan reptilia (buaya, penyu, ular, kura-kura, biawak), moluska (kerang, tiram, siput) tetapi juga amfibia (katak, kodok), kepiting, ubur-ubur, kuda laut, rumput laut (algae dan lamun). Di dalam Pasal 51 Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi sumberdaya Ikan, Departemen Kelautan dan Perikanan ditetapkan sebagai Otoritas Pengelola (Management Authority) konservasi sumberdaya ikan. Ini berarti tanggungjawabnya bertambah besar, antara lain dalam pengawasan lalu lintas perdagangan ekspor impor yang diatur CITES.
KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN Konservasi sumberdaya ikan meliputi konservasi ekosistem, jenis dan genetika ikan termasuk di dalamnya pengertian kawasan konservasi sumberdaya ikan. Kawasan konservasi perikanan (ikan) dapat berupa taman nasional perairan, taman wisata perikanan, suaka alam dan suaka perikanan. Dari hasil identifikasi dan inventarisasi atas usulan calon kawasan konservasi perairan, maka menteri dan kepala daerah setempat dapat menetapkan suatu kawasan sebagai kawasan konservasi perairan cadangan yang kemudian diusulkan untuk penetapannya sebagai kawasan konservasi definitif.
Konservasi Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
1. melindungi dan menyatakan daerah tertentu habitat ikan yang langka dan yang terancam punah untuk diadakan pelarangan terhadap pengambilan secara bebas;
○
Saat ini banyak perairan umum yang telah mencapai eksploitasi berlebihan dan lingkungannya rusak, terjadilah penurunan keanekaragaman; beberapa jenis sumberdaya perikanan daratan yang langka menjadi terancam keberadaannya. Bahkan menjurus kepada kepunahan. Banyak jenis yang asli kalah persaingan dengan ikan introduksi, sementara habitat atau perwakilan ekosistem (habitat) nya yang kritis tidak diamankan dengan pendekatan konservasi alam (ekologis) melalui cara-cara berikut (PPA, 1980):
2. pencegahan pencemaran atas zona yang dilindungi;
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
.....bersambung ke hal 20
○
○
○
○
5. pembatasan terhadap eksploitasi benih dari sumberdaya di sungaisungai;
○
○
4. perlindungan perairan yang menjadi tempat berbiak/memijah;
○
Edisi April, 2009 z z z 7 ○
Perairan daratan dalam wujudnya terdiri dari sungai, danau, rawa, embung, gua, lahan gambut. Bersamaan dengan pesisir, delta, perairan pantai dan laut dangkal adalah merupakan lingkungan alam. Sedangkan waduk, reservoir, situ, empang, kanal, bendungan, sawah dan tambak adalah lingkungan binaan (buatan), dimodifikasi dengan mengubah tata air oleh adanya tuntutan pembangunan di bidang pertanian,
○
BAGAIMANA DENGAN PERAIRAN DARATAN
3. pencegahan pembangunan saluran pada zona yang dilindungi atau apabila bendungan, kanal serta saluran perlu dibangun, haruslah memasukkan keberadaan sumberdaya perikanan yang langka dan yang terancam punah dalam studi Amdalnya;
○
Pemberlakuan Undang Undang No. 13 tahun 2007 tentang Perikanan dari pasal 13 melalui PP No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan diharapkan selaras dengan Undang Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Hayati melalui PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Keduanya berfungsi sebagai payung hukum dalam rangka melestarikan keanekaragaman sumberdaya alam hayati di Indonesia, daratan maupun perairan.
○
○
Pemanfaatan jenis ikan untuk perdagangan terhadap jenis yang dilindungi adalah hasil pengembangbiakan generasi kedua (F2 dan seterusnya). Ekspor/impor, re-ekspor, harus melalui tindakan ka-rantina (karantina ikan). Masih ditunggu ketetapan LIPI bahwa yang bertindak sebagai Otoritas Ilmiah (Scientific Authority) masalah konservasi ikan apakah Puslit Oseanografi, Limnologi ataukah Puslit Biologi seperti yang selama ini berlaku dalam kaitannya dengan pelaksanaan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Menurut Ditjen PHKA Dephut, rencana penetapan kawasan pelestarian alam (KPA) dan kawasan suaka alam (KSA) di Indonesia yang meliputi daratan dan perairan adalah seluas 23juta Ha, terdiri atas 450 lokasi. Sedangkan target untuk memperluas wilayah perairan laut yang dilindungi hingga tahun 2010 diharapkan mencapai 10 juta Ha dan 20 juta Ha hingga tahun 2020. Namun saat ini yang baru terealisir sekitar 5,2 juta Ha (43 lokasi), terdiri dari 6 lokasi taman nasional (murni), 3 lokasi taman nasional (perluasan ke arah laut), 19 lokasi taman wisata alam laut (murni dan perluasan), 16 lokasi cagar alam laut dan 9 lokasi suaka marga satwa laut. Program ini kini “diambil alih” oleh Departemen Kelautan dan Perikanan.
○
Adapun zonasi kawasan konservasi perairan terdiri atas zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, den zona-zona lainnya.
○
c. sepertiga dari wilayah kewenangan propinsi den perairan payau dan/atau air tawar oleh pemda kabupaten/kota.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai konservasi ekosistem, konservasi jenis ikan dan konservasi genetika ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, perairan daratan Indonesia dihuni lebih dari 1.000 jenis biota, baik ikan konsumsi maupun ikan hias. Jumlah jenis akan bertambah karena masih banyak yang belum teridentifikasi, terutama, jenis-jenis ikan asli (indigeneus species).
○
b. kurang dari 12 mil dan perairan lintas kabupaten oleh gubernur;
1. Dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan dilakukan upaya konservasi ekosistem, konservasi jenis ikan, dan konservasi genetika ikan.
perhutanan, perkebunan dan industri. Juga sebagai sumber tenaga, dan prasarana perhubungan; banyak yang direklamasi dari lingkungan alam sehingga luas perairan daratan alam semakin menyusut.
○
a. perairan laut di luar 12 mil dan perairan lintas propinsi oleh pemerintah pusat;
Pasal 13 dari PP No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber daya Ikan tertera :
○
Pengelolaan konservasi sumberdaya ikan dilakukan oleh satuan unit pengelolaan yang dapat melibatkan masyarakat melalui kemitraan (collabotative management), yaitu :
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Berita Kegiatan
○
○
○
○
○
○
○
○
Ringkasan Kegiatan Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia
○
○
○
○
○
○
○
○
Aceh, 4-8 Februari 2009 - Pulau Dua, 15 Februari 2009
Pada tanggal 2 Februari 1971 di kota Ramsar, Iran, telah disepakati dan ditandatangani suatu Konvensi Internasional (Perjanjian Internasional) dimana para peserta mengesyahkan: Convention on Wetlands of International Importance, especially as Waterfowl Habitat, yang kemudian kita kenal sebagai: Konvensi Ramsar (1971). Konvensi yang pada awalnya lebih berfokus pada masalah burung air dan burung migran, selanjutnya berkembang kepada kesadaran keutuhan lingkungan dan konservasi, termasuk keanekaragaman hayatinya, bahkan kesadaran tersebut saat ini lebih bermulti fokus menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. Lahan basah sebagai suatu ekosistem berperan dalam memberikan peluang kehidupan bagi seluruh mahluk bahkan berperan dalam mewarnai budaya manusia pada wilayahnya masing-masing. Indonesia masuk menjadi anggota Konvensi Ramsar pada tahun 1991 dengan diterbitkannya Keppres 48 th 1991 yang merupakan Ratifikasi Konvensi Ramsar di Indonesia. Pada tahun 1996, sebagai salah satu hasil pertemuan para anggota Konvensi Ramsar, ditetapkan bahwa tanggal 2 Februari adalah Hari Lahan Basah Sedunia, yang diharapkan para anggota memperingatinya di negara masing-masing. Hari Lahan Basah Sedunia dirayakan untuk pertama kalinya pada tahun 1997. Instansi-instansi pemerintah, LSM, kelompok-kelompok masyarakat dari berbagai kalangan turut berpartisipasi dalam mendukung setiap kegiatan dalam rangka meningkatkan penghargaan masyarakat akan arti penting lahan basah dan manfaatnya secara umum.
S
etiap tahun tema peringatan Hari Lahan Basah Sedunia berbeda-beda menyesuaikan isu yang sedang terjadi pada ekosistem lahan basah. Tahun 2009 tema Hari Lahan Basah Sedunia adalah Up Stream Down Stream, Wetlands connect us, all Dari Hulu Ke Hilir Lahan Basah Menyatukan Kita. Wetlands International Indonesia Programme (WIIP) telah menyelenggrakan peringatan Hari Lahan Basah Sedunia pada tanggal 4-8 Februari 2009 di Aceh dan pada tanggal 15 Februari 2009 di Pulau Dua Banten. Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia oleh WIIP tersebut juga disosialisasikan oleh Bpk. Yus Rusila melalui wawancara dengan Green Radio Jakarta.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
KONVENSI RAMSAR
○
○
○
○
8 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
PERINGATAN HARI LAHAN BASAH SEDUNIA DI ACEH, 4-8 FEBRUARI 2009 Rangkaian kegiatan yang telah dilakukan : 1. Tanggal 4 dan 7 Februari 2009 : Kunjungan antar kelompok rehabilitasi dari Kabupaten Aceh Jaya (Desa Ceunamprong, Krueng Tunong, Keude Unga dan Gle Jong) ke Kabupaten Aceh Besar (Desa Lam Ujong, Kajhu, Gampong Baro) dan sebaliknya. Cross visit ini bertujuan untuk saling tukar pengalaman secara langsung antara kelompok dari Aceh Jaya dengan dari Aceh Besar dalam pelaksanaan rehabilitasi ekosistem dan kegiatan pengembangan mata pencaharian. Disamping itu kegiatan ini juga untuk memupuk silahturahmi antar
kelompok agar tetap terjalin meski Green Coast Project telah selesai. Kegiatan cross visit juga diisi dengan Sosialisasi hasil pembelajaran dari seluruh proses kegiatan Green Coast 1 dan 2 oleh Ita Sualia yang bertujuan untuk memperoleh masukan akhir sebelum dokumen pembelajaran (Lesson Learned) dicetak. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Hester Smidt Perwakilan Oxfam Banda Aceh selaku donor dari Green Coast Project, Aparat Desa dan Tokoh Msyarakat dari Aceh Besar dan Aceh Jaya, Anggota Advisorry Comittee. Total peserta kegiatan cross visit adalah 83 orang.
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Kelompok Green Coast bertekad kedepan bisa mengurangi upah tanam tanaman rehabilitasi dan menggulirkan pengelolaan modal usaha.
○
•
○
Kegiatan serupa dengan Green Coast Project di Aceh semoga bisa diperpanjang karena masih banyak lokasi yang perlu direhab dan masyarakat masih membutuhkan dampingan atau bantuan penguatan modal ekonomi
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
•
○
○
Harapan Masyarakat
○
○
(representative WIIP Aceh Nias) mengharapkan agar kegiatan yang telah dilakukan oleh Wetlands bisa dilanjutkan oleh instansi terkait yang ada di Aceh.
○
○
○
dan 2 regu dari Kabupaten Aceh 2. Tanggal 5 Februari 2009 : Jaya. Peserta lomba tersebut Outbond pelajar SD dan guru-guru sebelumnya telah diseleksi melalui dari Kabupaten Aceh Jaya (Desa tes tertulis dan penilaian tingkat Ceunamprong, Krueng Tunong, keaktifan saat outbond di Lokasi Keude Unga dan Gle Jong) di Repling. Total pelajar yang terlibat Lokasi Rute Pendidikan dalam kegiatan lomba Cerdas Lingkunngan (Repling) Desa Cermat Lingkungan dan Outbond Gampong Baro Aceh Besar pada. adalah 45 siswa. Tujuan kegiatan ini untuk memupuk kecintaan dan peningkatan kepedulian pelestarian lingkungan Peliputan oleh Media Lokal sejak usia dini, juga untuk membina keakraban antar sekolah. Acara peringatan hari lahan basah sedunia di Aceh telah diliput oleh media 3. Tanggal 8 Februari 2009 : Lomba cetak dari Serambi yang terbit pada Cerdas Cermat Lingkungan tingkat tanggal 5 Februari 2009 dan oleh Aceh SD yang bertempat di SD TV yang disiarkan pada tanggal 5 Ceunamprong Kabupaten Aceh Februari 2009 jam 19.30 WIB. Pesan Jaya. Peserta lomba terdiri dari 2 yang disampaikan oleh Eko Budi regu dari Kabupaten Aceh Besar
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
tambak dan alur sungai. Kegiatan ini disambut sangat antusias oleh peserta terutama anak-anak. Jumlah mangrove yang tertanam pada acara ini adalah sekitar 100 bibit. Sebagai penutupan acara yaitu makan siang bersama. zz
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Sebagian peserta WWD
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
Dilaporkan oleh: Ita Sualia
○
○
○
Penanaman mangrove oleh anak-anak di sepanjang tanggul tambak
○
○
○
Edisi April, 2009 z z z 9 ○
Pelaksanaan kegiatan dilakukan di areal tambak milik kelompok yang dikembangkan dengan dukungan dana pemberdaaan ekonomi (livelihood) dari WIIP melalui donor de Kootje. Kegiatan diawali dengan penjelasan dari Reza Lubis mengenai latar belakang diperingatainya Hari Lahan Basah Sedunia serta arahan bagaimana mengelola ekosistem pesisir yang lestari, dilanjutkan dengan sambutan dari Bpk. H.Madsahi mewakili Kepala Resor CA Pulau Dua serta penjelasan sejarah penetapan Pulau Dua menjadi Cagar Alam. Acara dilanjutkan dengan kegiatan inti yaitu penanaman mangrove oleh peserta di sepanjang pematang
○
○
Tujuan kegiatan ini adalah untuk melihat langsung (site visit) perkembangan kegiatan rehabilitasi ekosistem pesisir yang dikelola oleh WIIP; mupuk kecintaan dan peningkatan kepedulian pelestarian lingkungan kepada anak-anak sejak usia dini, dan tak kalah penting adalah memupuk silahturahmi antar warga Desa Sawah Luhur kelompok rehabilitasi Pulau Dua dengan keluarga WIIP.
○
○
Kegiatan Peringatan hari lahan basah sedunia di Pulau Dua Banten dilakukan dengan kunjungan staff WIIP bersama keluarga ke salah satu lokasi kegitan rehabilitasi ekosistem pesisir yang terdekat, dalam hal ini adalah Pulau Dua Banten. Total peserta yang hadir 39 orang, terdiri dari staff WIIP bersama keluarga, anggota kelompok rehabilitasi Pulau Dua, petambak dan beberapa warga sekitar. Kegiatan dimulai dengan keberangkatan keluarga WIIP dari Bogor pukul 07.00, tiba di Pulau Dua sekitar pukul 10.00 dan tiba kembali di Bogor sekitar pukul 19.00 WIB.
○
○
○
○
PERINGATAN HARI LAHAN BASAH SEDUNIA DI PULAU DUA BANTEN, 15 FEBRUARI 2009
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Berita Kegiatan
○
○
○
2005 s/d 2008 ○
○
○
Sekilas 3 tahun Perjalanan Proyek Green Coast, di NAD dan Nias
S
ejak bulan Oktober 2005, melalui proyek Green Coast (didanai oleh Oxfam-Novib), Wetlands International Indonesia Programme (WIIP) bekerjasama dengan WWF Indonesia telah memfasilitasi 31 LSM lokal dan 29 Kelompok Swadaya Masyarakat dalam melakukan upaya rehabilitasi ekosistem pesisir pasca tsunami di Aceh-Nias. Sampai Agustus 2008 tercatat tak kurang dari 1000 hektar lahan pesisir telah direhabilitasi (dengan jumlah tanaman hidup rata-rata sekitar 83% atau 1,54 Juta dari 1,85 juta yang ditanam) melalui penanaman mangrove dan tanaman pantai di Aceh dan Nias. Selain itu, kami juga telah memfasilitasi berbagai upaya perlindungan terumbu karang, khususnya di Sabang.
sekaligus meningkatkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi yang dilakukannya.
Pilar kegiatan Green Coast meliputi 4 kegiatan besar, yaitu: (1) Rehabilitasi ekosistem pesisir; (2) Pengembangan alternatif mata pencaharian ramah lingkungan; (3) Pembuatan peraturan desa yang mendukung upaya rehabilitasi eksositem pesisir dan (4) Kampanye pendidikan lingkungan. Mekanisme yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan diatas (khususnya untuk butir 1 dan 2) adalah dengan menyediakan “pinjaman” modal tanpa bunga dan tanpa agunan bagi kelompok masyarakat yang bersedia melakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem pesisir (difasilitasi oleh LSM lokal). Apabila kegiatan rehabilitasi tersebut berhasil, biasanya dihitung berdasarkan jumlah pohon yang hidup (mencapai 75%) setelah 1 tahun, maka pinjaman tersebut menjadi hibah grant kepada masyarakat. Jika pohon yang hidup < 75% maka pinjaman tersebut harus dikembalikan berdasarkan persentase pohon yang berhasil hidup. Terbukti kegiatan ini lebih menjamin pertumbuhan tanaman rehabilitasi
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Rekomendasi Beberapa Lokasi Contoh (demo sites)*
○
○
○
○
10 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Secara keseluruhan kegiatan proyek Green Coast telah dilakukan di 70 lokasi pesisir, dimana pada Phase I (Oktober 2005 s/d Maret 2007) dilakukan di 54 lokasi sedangkan pada Phase II (April 2008 s/d Maret 2009) dilanjutkan di 16 lokasi. Lokasilokasi ini, masing-masing memiliki keunikan tersendiri, baik dari sisi jenis dan karakter ekosistemnya maupun dari sisi mata pencaharian masyarakatnya. Dari kajian-kajian bio-fisik dan sosial ekonomi yang telah dilakukan WIIP terhadap lokasi-lokasi di atas, teridentifikasi adanya beberapa lokasi yang memiliki nilainilai ekologis dan ekonomis penting untuk dikelola masyarakat bersama para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya sebagai Lokasi Percontohan /Demo sites yang berkelanjutan. Selain itu, beberapa lokasi bahkan memiliki potensi sebagai objek tujuan wisata alam dan pendidikan lingkungan yang perlu dipromosikan lebih lanjut kepada pihak-pihak lain.
Terkait dengan hal-hal tersebut di atas, WIIP telah mengusulkan kepada Pemerintah Daerah NAD agar beberapa lokasi hasil kegiatan Green Coast, terutama yang memiliki nilai-nilai ekologis dan ekonomis penting bagi masyarakat, dijadikan sebagai daerah percontohan (demo sites). Rekomendasi dan keputusan tertulis dari Pemerintah Daerah NAD dan Nias yang diumumkan secara luas tentang nilai penting dan manfaat keberadaan lokasi-lokasi percontohan tersebut, akan menjadi langkah strategis bagi upayaupaya pelestarian dan pengembangan lokasi secara bijaksana dan berkesinambungan. Apabila memungkinkan didukung pengalokasian dana, misal melalui APBD. Harapan ke depan, manfaat-manfaat ekologi, ekonomi serta edukasi dapat berjalan secara sinergis dan dapat dirasakan langsung oleh segenap lapisan masyarakat termasuk aparat pemerintah.
Berita Kegiatan ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Saran kepada pemerintah ○
○
Kegiatan yang telah dikerjakan (untuk rehabilitasi, tingkat keberhasilan > 85%)
Krueng Tunong menyuplai kebutuhan air bagi pertambakan yang menjadi salah satu mata pencaharian penting masyarakat.
• Memiliki potensi wisata alam
Peningkatan kapasitas kelompok dan kelembagaan masyarakat· • Pendidikan lingkungan bagi
masyarakat (termasuk anak sekolah)
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
pengelolaan pesisir yang telah dikembangkan masyarakat.
• Mengintegrasikan
potensi wisata alam Krueng Tunong dengan kegiatan wisata tebing di Grute
akan membantu restorasi habitat penyu bertelur
usaha kecil
○ ○
• Perlu adanya ○
pengawasan terhadap pengambilan telur penyu ○
• Menyalurkan dana hibah untuk
• s.d.a.
○
• Rehabilitasi pantai kemunglkinan
1.650 tanaman pantai dan 350 tanaman pekarangan
○
bertelur
• Menanam 71.000 mangrove,
• Menyusun Rencana Strategy
○
• Dulu merupakan habitat penyu
Pengelolaan kawasan pesisir (termasuk aturan penangkapan ikan dan pengelolaan pesisir)
○
• Abrasi pantai
○
4° 58' 38.24" (LU) 95° 22' 38.42" (BT)
Pantai berpasir, kawasan berlumpur, rawa air payau, bekas tambak
○
Desa Ceunamprong Kecamatan Jaya Kabupaten Aceh Jaya
○
2
○
○
berupa keindahan alam yang menawan
• Melakukan kajian bio-fisik dan social ekonomi
• Mengakui aturan ○
• Air dari rawa-rawa dan laguna
dan memperluas kegiatan rehabilitasi di kawasan ini.
○
sehingga mendukung kegiatan pariwisata pantai.
• Menyusun Rencana Strategy Pengelolaan kawasan pesisir (termasuk aturan penangkapan ikan dan pengelolaan pesisir)
• Melanjutkan perawatan
○
• Bentuk lansekap yang indah
• Menyalurkan dana hibah untuk usaha kecil kebun sayuran dan tambak tumpang sari
kegiatan proyek ke dalam tata ruang kabupaten untuk melindungi kawasan hasil kegiatan proyek sebagai sabuk hijau.
○
pertambakan dan pemukiman dan penghijauan bukit Temega, akan mencegah longsor.
• Mengintegrasikan hasil
○
• Penghijauan pantai, melindungi
• Rehabilitasi 90 ha pesisir dengan 121,000 mangrove di tambak dan muara sungai, 12,000 tanaman pantai dan 12.500 tanaman buah-buahan di bukit Temega
○
(ambelas) setelah gempa dan tsunami, abrasi sangat kuat padahal pemukiman baru telah dibangun di belakang pantai.
○
• Sekitar 200 m pantai hilang
○
Kabupaten Aceh Jaya – NAD 1 Desa Krueng Tunong Pantai berpasir, Kecamatan Jaya muara sungai, Kabupaten Aceh Jaya tambak, daerah perbukitan (bukit 5° 6' 43.56" (LU) Temega) 95° 18' 43.27" (BT)
Alasan sebagai lokasi demosite
○
Karakteristik ekosistem
○
Nama lokasi & kordinat
○
No.
○
○
○
Berikut daftar 11 lokasi yang direkomendasikan menjadi kawasan percontohan di NAD dan Nias.
○
• Melakukan kajian bio-fisik dan
○
○
sosial ekonomi
○
• Pendidikan lingkungan bagi
○
• s.d.a
○
9650 tanaman pantai dan tanaman pekarangan (350).
○
• Menanam 70.000 mangrove,
○
• Menyalurkan dana hibah untuk
○
○
○
○
usaha beternak, pembuatan tempe yang kini sangat berhasil
○
○
• Melakukan kajian bio-fisik dan
○
social ekonomi
○
• Pendidikan lingkungan bagi
○
masyarakat (termasuk anak sekolah)
usaha beternak dan beli sampan
○ ○
○
• Melarang pengambilan ○
pasir di kawasan ini.
• Perlindungan terhadap ○
• Menyalurkan dana hibah untuk
• s.d.a. dan
• Melakukan kajian bio-fisik dan
○ ○
○
○
masyarakat (termasuk anak sekolah)
○
• Pendidikan lingkungan bagi
○
○
○
social ekonomi
○
○
○
○
flora dan fauna alami yang ada
○
adanya pemulihan vegetasi dan fauna alami paska tsunami yang cukup baik.
2000 tanaman pantai dan 950 tanaman pekarangan
○
• Kawasan ini juga menunjukkan
• Menanam 70.000 mangrove,
○
pesisir yang saat ini sekitar 100 truk pasir (600 m3) diambil setiap hari dari kawasan ini padahal di dekatnya terdapat pemukiman dan makam bersejarah Sultan Ala’addin Riayatsyah.
Edisi April, 2009 z z z 11 ○
• Perlunya melindungi kawasan
○
5° 4' 47.53" (LU) 95° 19' 17.51" (BT)
Pantai berpasir, rawa air payau dan perbukitan
○
Desa Gle Jong Kecamatan Jaya Kabupaten Aceh Jaya
○
4
○
○
5° 0' 34.52" (LU) 95° 22' 8.04" (BT)
Muara sungai, • Pemukiman yang dibangun di kawasan berlumpur areal bekas sawah yang diurug dan rawa air payauperlu dilindungi dari abrasi dan asin (yang dahulunya intrusi air laut persawahan) • Merupakan salah satu contoh kombinasi perbaikan ekosistem pesisir yang berlangsung secara alami (single spesies, sonneratia) dan secara buatan (multispesies, berbagai jenis mangrove).
○
Desa Keude Ungah Kecamatan Jaya Kabupaten Aceh Jaya
○
3
○
○
○
○
○
masyarakat (termasuk anak sekolah)
Berita Kegiatan
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
Nama lokasi & kordinat
Karakteristik ekosistem
Alasan sebagai lokasi demosite
Kegiatan yang telah dikerjakan (untuk rehabilitasi, tingkat keberhasilan > 85%)
Saran kepada pemerintah
○
○
No.
– NAD (kawasan Kuala Gigeng) • Menanam 30.000 bibit mangrove (ada 7 • Mengangkat dan Pantai berpasir dengan • Abrasi pantai sangat kuat padahal di belakang pantai telah jenis) dan 15.000 bibit tanaman pantai gundukan pasir serta mengembangkan secara dibangun ratusan pemukiman (23 jenis, termasuk cemara laut yang muara sungai resmi kawasan ini menjadi baru, sekolahan dan mesjid kini mencapai tinggi 8 meter). Kini “Arboretum pesisir” dan banyak tirom (sejenis kerang) Sebagai kawasan Sabuk 5° 36’ 23.22" (LU) bermunculan di lokasi penanaman Hijau (greeen belt) 95° 22’ 16.03" (BT) mangrove dan menjadi sumber nafkah • Memasukkan ke dalam tata nelayan. ruang Kabupaten sebagai • Memfasilitasi pengembangan usaha kawasan perlindungan masyarakat melalui pinjaman bergulir pantai. yang dikelola oleh kelompok (saat ini kelompok sudah memiliki buku rekening bank sendiri dan 6 sampan). ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Kabupaten Aceh Besar 1 Desa Kajhu Kec. Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar
Desa Gampong Baroe Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar ○
• Menanam 64.000 mangrove (di tambak • Mempromosikan kawasan Pantai berpasir dengan • Secara geografis, lokasi ini merupakan benteng pelindung dan pinggir sungai) dan 7000 tanaman gundukan pasir, ini kepada instansi dan alami 3 desa dari deburan ombak pantai (di pinggir pantai) pertambakan serta sekolah lainnya di Aceh Samudera Hindia dan Selat muara sungai • Membangun dan mengelola Pusat Kajian sebagai sarana pendidikan Malaka yang dapat merusak lingkungan masyarakat dan Ekosistem Pesisir di Kajhu dan penghidupan masyarakat. sebagai lokasi ekowisata 5° 37' 46.30" (LU) Gampoeng Baroe 95° 23' 51.29" (BT) • Tipe ekosistemnya yang • Memasukkan ke dalam tata • Membangun fasilitas out-bonds (flying bervariasi dan bentuknya yang ruang Kabupaten sebagai fox and tracking) menyerupai pulau kecil kawasan perlindungan • Menyelenggarakan pendidikan menyebabkan lokasi ini cocok pantai dan kesatuan green lingkungan pesisir untuk SD-SMP Kab. sebagai sarana pendidikan belt (dari Kajhu sampai Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. sekaligus sarana rekreasi. Gampoeng Baroe) • Melakukan penghijauan sekolah dan • Lahan pesisir yang dulu pengelolaan sampah sekolah produktif sekarang ditinggalkan akibat kerusakan Tsunami. • Pemberian modal usaha kecil untuk
kegiatan berkebun sayuran dan beternak dan garam, tambak hancur, jalur • Melakukan kajian bio-fisik dan sosial transportasi terputus ekonomi
• Lahan pertanian tertutup pasir
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
2
3
Desa Lham Ujong,Kec. Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar
4
Laguna air payau – • Terdapat Puskesmas mewah Desa Pulot, Kec. (terletak di tepi laguna) yang Leupung, Kabupaten hingga asin (sekitar 15 ha) yang terbentuk dibangun atas bantuan Bulan Aceh Besar setelah tsunami. Mulut Sabit Merah Arab Saudi. 5° 21' 51.91" (LU) laguna kadang tertutup 95° 14' 59.68" (BT) pasir, kadang terbuka. • Tebing laguna mengalami longsor, kini telah ditanggul Di bukit dekat laguna • Laguna berperan sebagai dijumpai Lutung, Kera sumber perikanan dan benih ekor panjang, Beruk, ikan alami Siamang dan beberapa jenis burung rangkong. • Laguna berperan sebagai penyangga banjir Di dalam laguna dijumpai berbagai jenis • Memiliki potensi wisata alam pantai dan perbukitan (dekat ikan laut yang bernilai akses jalan raya Banda Acehekonomi penting Meulabeh) (seperti: Kakap/ Serakap, Tengoh, • Terdapat sumber mata air tawar Tanda, Merah mata, di balik bukit Bayam/Kerape dsb.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Pertambakan dan • Hancurnya pertambakan (juga • Menanam 185,000 mangrove di • PemKab Aceh Besar sungai. Pada tahun pemukiman) akibat tsunami sepanjang sungai yang memisahkan menjadikan dan 1960-an sekitar 900 ha disebabkan hilangnya hutan Desa Lam Ujong dengan Desa Lham mempromosikan lokasi ini kawasan ini adalah mangrove sebagai benteng Ngah, di saluran dan dalam tambak. sebagai contoh Tambak hutan mangrove, lalu alami. Untuk itu tambak perlu Tumpang Sari yang • Memberikan dana usaha kecil dan dihijaukan dengan menanam 5° 37’ 13.01" (LU) dibuka menjadi berwawasan lingkungan melatih anggota masyarakat Lham Ujong bakau sebagian di dalam tambak 95° 24’ 17.57" (BT) pertambakan dan di Pemalang Jawa Tengah untuk • Membuat kebijakan pemukiman. Hilangnya dan sekitarnya (model tambak mengembangkan alternatif ditingkat Propinsi (terutama mangrove diduga tumpang sari/ silvo-fishery). matapencaharian di pantai timur Aceh) akan memperparah dampak pentingnya tambak tsunami • Melakukan kajian bio-fisik dan sosial tumpang sari, mengekonomi antisipasi perubahan iklim
○
○
○
○
12 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
• Penanaman 42,000 mangroves di tepi
perairan laguna, 9000 lainnya (kelapa, cemara laut, jambu keling dan ketapang) • Pelatihan terhadap kelompok masyarakat Pulot tentang tehnik menyiapkan bibit dan menanam mangrove • Membuat taman di bekang Puskesmas (ditanam cemara, sebagai pencegah abrasi dan membatasi terpaan angin laut) • Membangun pusat informasi laguna (merangkap kios) • Membuat peraturan pemanfaatan Krueng/ Laguna • Membangun tempat sampah • Memberikan pelatihan budidaya kepiting dll
• Mempertahankan dan
merawat fasilitas yang telah dibangun (termasuk Puskesmas)
• Memfasilitasi perawatan
tanaman yang telah tumbuh dengan baik di tebing laguna dan tepi perairan)
• Mencegah alih fungsi
perbukitan sekitar laguna menjadi perladangan
• Mengoptimalkan kawasan
laguna sebagai objek wisata alam & pendidikan
• Menata pembangunan di
sekitar lokasi mata air tawar dll
Berita Kegiatan
Alasan sebagai lokasi demosite
Kegiatan yang telah dikerjakan (untuk rehabilitasi, tingkat keberhasilan > 85%)
Saran kepada pemerintah ○
Karakteristik ekosistem
○
Nama lokasi & kordinat
○ ○
mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang merekomendasikan DPL Lhok Anoi Itam kepada Departemen Kelautan dan Perikanan untuk menetapkan DPL Lhok Anoi Itam sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) ○
• Pengadaan boat patroli untuk
• Agar PemKo Sabang ○
• Saat ini, Anoi Itam dan
Laut/DPL berbasis masyarakat seluas 20ha dan Badan Pengelola DPL serta Lembaga Keuangan Mikro
○
• Terbentuknya Daerah Perlindungan
WCS, wilayah Anoi Itam adalah salah satu ekosistem terumbu karang yang masih relatif baik kondisinya.
○ ○
• Membangun balai pertemuan
○
○
Panglima Laot
• Penanaman 3.000 vegetasi pantai
○
○
serba guna
○
• Menempatkan 10 tempat sampah
○
di lokasi wisata Lhok Anoi Itam
○
perairan sekitarnya yaitu Ie Meulee telah ditetapkan oleh masyarakat setempat sebagai daerah perlindungan laut (DPL), satu-satunya DPL berbasis masyarakat di Provinsi NAD.
○
○
5° 50’ 32.96" (LU) 95° 22’ 22.87" (BT)
• Berdasarkan hasil kajian
○
Kabupaten Sabang – NAD Kelurahan Anoi Itam Terumbu karang, 1 Kecamatan pantai berpasir, pantai Sukajaya, cadas, perbukitan. Kota Sabang
○
○
No.
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
• Melakukan kajian bio-fisik dan
○
• Melanjutkan pembiayaan
○
○
○
○
perawatan dan penambahan pembangunan pelampung penambat dan tanaman mangrove ○
• Melakukan kajian bio-fisik dan
○
sosial ekonomi
• Menata berlabuhnya ○
karang atas inisiatif ACC (Aceh Coral Conservation).
perahu-perahu Yacht yang mampir di lokasi ini ○
• Melakukan transplantasi terumbu
• Memfasilitasi perluasan
kegiatan transplantasi terumbu karang yang saat ini dilakukan ACC. ○
○
kawasan ekosistem terumbu karang yang dilindungi untuk mendukung kegiatan wisata air yang merupakan sumber matapencaharian penduduk.
Penambat (mooring buoy) oleh ACC dan penanaman 50,000 mangrove oleh YPS.
○
• Wilayah ini merupakan contoh
• Pembuatan 8 buah Pelampung
○
jangkar perahu nelayan dan jangkar perahu Yacht wisata manca negara. Pantai terangkat saat gempa/tsunami dan mangrove mati kekeringan.
○
• Terumbu karang terancam
○
5° 52’ 23.48" (LU) 95° 15’ 23.33" (BT)
Pantai berpasir putih indah dan bersih. Berdamnpingan dengan Taman Wisata Laut Pulau Weh di Selat Rubiah(dengan luas terumbu karang 2600 ha)
○
Pinueng Cabeng, Kelurahan Iboih, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang
○
2
○
○
○
social ekonomi
○
○
Kabupaten Nias – Sumatera Utara
• Menyetujui Rencana
○
• Melakukan kampanye lingkungan
Strategy Pengelolaan Laguna yang berwawasan lingkungan ○ ○ ○ ○ ○
• Melakukan pengawasan ○
○
○
ketat terhadap alih fungsi hutan mangrove di sekeliling Laguna ○
Lestari) untuk mengkampanyekan pelestarian Laguna dan Hutan mangrove di sekitar laguna
○
mangrove untuk berbagai kepentingan yang berpotensi merusak kawasan mangrove
• Membina LSM Lokal (Wahana
○
• Pengkaplingan kawasan
untuk pengelolaannya
○
wisata di sekitar laguna
• Mengalokasikan dana
Rencana Strategy Pengelolaan Laguna
○
• Pembangunan fasilitas
Teluk Belukar
• Memfasilitasi pembuatan draft
○
termasuk jalan menuju TPI dengan menebang sebagian hutan mangrove sebagai bahan baku pembangunan
• Membuat booklet tentang laguna
○
• Pembuatan infrastuktur TPI
○
○
○
tentang nilai penting laguna
○
○
○
pembangunan TPI
○
○
○
Kelestarian Laguna akan mendukung keberlanjutan kehidupan nelayan, mencegah intrusi air laut, pendukung ekowisata dan berperan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan Iklim global.
• Mengkaji kembali upaya
sosial ekonomi
○
97° 32’ 25.66" (BT)
perikanan dan tempat pelelangan ikan (TPI).
• Melakukan kajian bio-fisik dan
○
Morfologi Laguna berbentuk ikan pari, sangat kaya dengan keanekaragaman hayati daratan maupun akuatik.
• Pembangunan pelabuhan
○
1° 23’ 5.35" (LU)
Laguna terancam oleh:
○
Sebuah laguna pesisir (luas 47 ha) yang dikelilingi hutan mangrove (luas 66ha dengan 20 jenis mangroves).
○
Luaha Talu, Laguna Desa Teluk Belukar Kecamatan Gunung Sitoli Utara, Kab. Nias
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
Edisi April, 2009 z z z 13 ○
* Surat rekomendasi secara lengkap bisa diperoleh di WIIP
○
○
○
Selain didukung oleh Gren Coast (dengan pendanaan dari Oxfam Novib), untuk kegiatan di Pulot & Lham Uiong juga didukung pendanaan dari UNEP, sedangkan untuk kegiatan di Krueng Tunong juga didukung Force of Nature (FoN) Malaysia
○
○
○
○
○
Catatan : Nilai Penting sebagai demo site didasarkan atas : peran dalam melindungi pantai, pemukiman, sarana dan prasarana publik ; pendukung keanekaragaman hayati dan matapencaharian penduduk ; mencegah intrusi air laut ; mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim ; serta sarana pendidikan lingkungan bagi masyarakat luas.
○
1
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
Berita dari Lapang
○
○
○
○
○
○
○
○
Mangrove Pulih Masyarakat Nelayan Tersenyum Kembali
Kondisi ini terekam dengan baik dalam penelitian spasial menggunakan citra satelit yang membandingkan kondisi penutupan lahan tahun 1989 dengan 2004 (Siahaan, 2006). Berdasarkan hasil penelitian spasial tersebut diketahui bahwa proporsi hutan mangrove primer sebesar 82,24%
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Hasil penelitian penulis tahun 2002 yang dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI) Depdiknas menunjukkan bahwa sangat sulit mendapatkan pohon mangrove berdiameter di atas 5 cm. Mengapa demikian? Industri arang kayu bakau sangat menyukai bahan baku dari pohon kelompok Rhizophora (bakau) dan Bruguiera (tancang dan mata buaya) berdiamater 5 cm untuk dibuat arang karena menghasilkan arang bermutu baik dibandingkan pohon berdiamater lebih dari 5 cm. Sementara kayu dari jenis lain, misalnya kelompok Xylocarpus (nyiri), Avicennia (api-apai), Sonneratia (berembang) digunakan sebagai bahan bakar tungku industri arang tersebut.
○
○
○
○
14 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
tahun 1989 menurun jauh sehingga hanya tersisa 18,02% pada tahun 2004 atau berkurang sebesar 64,27% dalam kurun waktu 15 tahun, sedangkan hutan mangrove sekunder meningkat tajam dari 4,91% tahun 1989 menjadi 58,95% tahun 2004 atau meningkat sebesar 54,04% dalam periode yang sama. Selain itu, luasan tambak, permukiman, lahan kosong dan badan air juga meningkat selama periode tersebut. Perubahan kondisi penutupan lahan hutan mangrove secara keseluruhan di SM KGLTL dalam kurun waktu 1989-2004 disajikan pada Gambar 1. Potret yang tersaji pada Gambar 1 menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut penebangan hutan
mangrove di dalam kawasan SMKGLT terjadi dengan sangat masif, apalagi hutan mangrove di luar kawasan SMGLTL yang bukan berupa kawasan konservasi diyakini luasan hutan mangrove primer menurun lebih besar. Kondisi serupa juga terjadi di kawasan mangrove lainnya di Sumatera Utara (Onrizal & Kusmana, 2008). Menurunnya kuantitas (luas) dan kualitas hutan mangrove berdampak pada penurunan volume dan keragaman jenis ikan yang ditangkap. Hasil penelitian di Kecamatan Secanggang yang merupakan daerah di sekitar SM KGLTL (Purwoko, 2005) dibandingkan dengan satu dekade sebelumnya menunjukkan bahwa sekitar 56,32% jenis ikan menjadi langka/sulit didapat, dan 35,36% jenis ikan menjadi hilang/tidak pernah lagi
90
70
50
1989 Proporsi luasan (%)
K
isah ini diawali oleh keprihatinan akan semakin sulitnya nelayan untuk menangkap ikan, udang, kepiting dan hasil perikanan pantai lainnya di sekitar hutan mangrove Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut (SM KGLTL), Sumatera Utara sejak satu dekade yang lalu. Ketika industri arang kayu mangrove banyak tersebar di daerah pantai Langkat tahun 1990an, kondisi hutan mangrove, baik di dalam maupun di luar kawasan SM KGLTL semakin menurun.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Onrizal*
2004
Perubahan
30
10
-10
Mangrove Primer
Mangrove Sekunder
Permukiman
Tambak
Lahan Kosong
Badan Air
-30
-50
-70
Gambar 1. Perubahan luasan hutan mangrove di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara. Dalam kurun waktu 15 tahun (19892004) luasan hutan mangrove primer berkurang drastis menjadi hutan mangrove sekunder akibat penebangan, terutama untuk bahan baku industri arang kayu mangrove. Selain itu, hutan mangrove primer juga dikonversi menjadi permukiman dan tambak meskipun konversi tersebut tidak dibenarkan menurut peraturan.
Berita dari Lapang
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Seiring dengan tumbuhnya mangrove hasil rehabilitasi oleh Bapak HM Matin dan kelompoknya, hasil tangkap nelayan kembali membaik. Ikan, udang, dan kepiting yang dulu sulit didapat, kini kembali hadir di sekitar kawasan mangrove yang direhabilitasi. Beberapa nelayan yang dijumpai penulis saat survey pada awal November 2008 menyatakan kegembiraannya mengingat hasil tangkapan mereka yang terus bertambah dan tidak lagi harus pergi jauh ke tengah laut. Mereka menyakini, hal ini terjadi seiring dengan mangrove kembali tumbuh dengan baik, sebagai tempai berlindung, mencari makan bagi berbagai biota air.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
.....bersambung ke hal 21
○
Gambar 3. Mangrove hasil rehabilitasi berumur 1 tahun. Mangrove tersebut ditanam pada akhir tahun 2004 dengan bibit dari program GERHAN. Sebelum ditanam, semak piai dibersihkan terlebih dahulu. (Onrizal; Januari 2006)
Hasil pengamatan penulis menunjukkan bahwa mangrove yang direhablitasi tahun 2004 kini telah tumbuh lebat dengan tajuk yang rapat. Pohon mangrove yang ditanam tersebut telah mencapai tinggi sekitar 4 m atau lebih. Selain biota air, seperti ikan, kepiting dan udang, berbagai satwa liar lainnya seperti monyet (Macaca sp.) dan burung air, seperti burung kuntul
○
○
tersebut, kelompok Bapak HM Matin dipercaya untuk merehabilitasi 40 ha kawasan mangrove yang berbatasan dengan SM KGLT. Tahun-tahun berikutnya, Bapak HM Matin dan kelompokanya terus mendapat kepercayaan pemerintah dengan
IKAN, UDANG DAN KEPITING KEMBALI HADIR
Edisi April, 2009 z z z 15 ○
Seiring dengan keberhasilannya, pada tahun 2004 pihak pemerintah melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Langkat mengajak Bapak HM Matin dan kelompoknya untuk terlibat dalam kegiatan Gerakan Rehablitasi Lahan dan Hutan (GERHAN). Pada tahun
Acrosticum aureum (piai) sebelum direhabilitasi. Bawah: Bapak HM Matin (berpeci) saat mengantarkan staf Dishutbun Langkat melihat mangrove yang direhabilitasi bersama kelompoknya (Onrizal; Januari 2006)
○
Di awal tahun 2000, bapak HM Matin, mantan Kepala Desa (Kades) Karang Gading, Kec. Secanggang, Kab. Langkat mulai mengajak masyarakat desa secara swadaya untuk memulai menanam areal mangrove pada areal yang berbatasan dengan SM KGLT. Pada awalnya hanya sedikit masyarakat yang mengikuti ajakan tersebut. Namun demikian, Bapak HM Matin yang juga merupakan pimpinan pesantren di desanya beserta kelompoknya tidak pernah menyerah. Mereka mulai secara otodidak belajar menyeleksi benih mangrove yang matang, membibitkan tumbuhan mangrove, dan mencoba menanamnya pada lahan mangrove yang kosong.
Kini Bapak HM Matin telah menjadi penyedia bibit mangrove dengan kualitas baik dengan keuntungan ekonomi yang tinggi. Pihak Dishutbun Kabupaten Langkat melalui Kepala Dinasnya Bapak Tarigan mengakui bahwa hasil rehabilitasi oleh Bapak HM Matin dan kelompoknya merupakan kegiatan GERHAN yang paling berhasil di Kabupaten Langkat. Selain itu, Bapak HM Matin dipercaya oleh pihak Dishutbun Kabupaten Langkat sebagai pengelola Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP) Desa Karang Gading, Kec. Secanggang, Gambar 2. Atas: Areal mangrove berupa semak belukar yang didominasi oleh pakis Kabupaten Langkat.
○
INISIASI AWAL
luasan areal rehabilitasi mencapai ratusan hektar.
○
tertangkap. Kondisi ini disertai dengan penurunan pendapatan sebesar 33,89%, dimana kelompok yang paling besar terkena dampak adalah nelayan dan sekitar 85,4% masyarakat kesulitan dalam berusaha dan mendapatkan pekerjaan dibandingkan sebelum kerusakan mangrove. Konversi hutan mangrove di pantai Napabalano, Sulawesi Tenggara juga menyebabkan berkurangnya secara nyata populasi kepiting bakau (Scylla serrata) (Amala, 2004). Pada skala global, hasil ulasan Walters et al. (2008) menunjukkan bahwa 80% species biota laut yang komersial diduga sangat tergantung pada kawasan mangrove di kawasan Florida, USA, 67% spesies hasil tangkapan perikanan komersial di bagian timur Australia, dan hampir 100% udang yang ditangkap pada kawasan ASEAN.
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Berita dari Lapang
○
○
○
○
Kelestarian Mangrove Teluk YOTEFA
Oleh: Agustina Y.S. Arobaya1 & Freddy Pattiselanno2
KEINDAHAN ALAM TELUK YOTEFA
POTENSI EKOSISTEM MANGROVE YOTEFA
Letaknyaa yang melingkari sisi timur kota Jayapura dan diapit hutan bakau/mangrove menjadikan Teluk Yotefa sebagai tempat berkembang-biota air seperti kepiting dan udang serta memberikan panorama yang memukau di kawasan perairan Jayapura (Gambar 1). Di sisi lain, hutan bakau di Teluk Yotefa menjadi kawasan penyangga abrasi sungai dan abrasi laut yang mengancam penduduk di kawasan Kampung Tobati dan Kampung Enggros serta Nafri yang merupakan kampung asli masyarakat setempat yang berdiam di sepanjang teluk ini (Gambar 2).
Pada garis pantai yang masih terlindung, potensi mangrove yang masih berada dalam kondisi baik kurang lebih sekitar 200m ketebalannya dari garis pantai dan sedikitnya terdapat tujuh jenis mangrove seperti yang ditunjukan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis mangrove di Teluk Yotefa Famili
Spesies
Nama Lokal
Arecaceae
Nypa fruticans
Nipa
Rhizoporaceae
Rhizopora apiculata R. mucronata Ceriops tagal
Mangi-mangi Mangi-mangi Lolaro
Kawasan Teluk Yotefa yang terkenal karena panorama serta sumberdaya lautnya kemudian ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 372/Kpts/UM/6/1978 tertanggal 9 Juni 1978 dengan tujuan utamanya untuk menjaga kelestarian alamnya. Memiliki luas kawasan 1.659ha atau 165km2 kawasan ini banyak memberikan harapan karena memiliki ekosistem mangrove, lamun, terumbu karang yang berfungsi sebagai habitat ikan dan organisme laut lainnya, dan yang paling penting sebagai kawasan wisata laut di Jayapura. Salah satu kawasan wisata laut yang cukup menarik adalah Wisata Pantai Hamadi tetapi dari pengamatan penulis, pamanfaatannya belum optimal karena terkendala berbagai faktor, misalnya siapa yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kawasan, karena areal tersebut merupakan hak ulayat masyarakat setempat (Gambar 3).
Sonneratiaceae Sonneratia alba S. caseolaris S. ovata
Lolaro Lolaro Lolaro
Pengamatan singkat yang dilakukan menunjukan bahwa selain merupakan habitat biota air, areal mangrove di Teluk Yotefa juga merupakan habitat bagi jenis burung tertentu, khususnya yang menyenangi areal lahan basah. Jenis burung yang terpantau pada saat pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Terancam ?
○
○
○
○
○
○
○
○
Gambar 1. Teluk Yotefa (Foto: F. Pattiselanno)
○
○
○
○
16 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Gambar 2. Areal mangrove Teluk Yotefa (Foto: A. Arobaya)
Gambar 3. Daerah Wisata Pantai Hamadi (Foto: F. Pattiselanno)
Berita dari Lapang
Keberadaan ketiga jenis logam berat ini diduga akibat akumulasi dalam
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Keadaan yang semakin kompleks inilah yang menyebabkan masyarakat Kampung Tobati dan Enggros di Distrik Jayapura Selatan Jayapura, pernah meminta para ahli untuk meneliti dugaan pencemaran di perairan Teluk Yotefa yang disinyalir telah memunahkan biota laut yang selama ini dibutuhkan warga di daerah itu. Di sisi lain dugaan pencemaran semakin kuat dibuktikan dengan semakin banyaknya masyarakat setempat yang belakangan menderita penyakit penyakit kulit dan gatal-gatal.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
.....bersambung ke hal 20
○
○
Edisi April, 2009 z z z 17 ○
Gambar 5. Penimbunan kawasan mangrove untuk pembangunan (Foto: F. Pattiselanno)
○
Gambar 4. Kawasan Perdagangan Barang & Jasa di Entrop (Foto: F. Pattiselanno)
Perkembangan kota Jayapura menjadi kota jasa, perdagangan, dan pariwisata sudah tentu harus didukung oleh fasilitas pelabuhan bongkar muat barang dan penumpang yang layak dan memenuhi syarat. Konsekuensi dari pertumbuhan arus bongkar muat
○
○
Pengembangan wilayah Papua yang berjalan sangat cepat tanpa disadari memberikan konsekuensi yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Kawasan bakau yang tadinya mempunyai multifungsi semakin berkurang terlihat seiring semakin merebaknya berbagai aktivitas pembangunan seperti perumahan, gudang barang, supermarket, tempat hiburan, restoran, hotel dan rumah sewa (Gambar 4 dan 5). Hutan bakau di daerah Entrop yang termasuk dalam kawasan Taman Wisata Teluk Yotefa mulai berangsurangsur hilang tahun 1983 ketika Gubernur Irian Jaya (Papua-Red) Izaac Hindom menetapkan Entrop menjadi areal Pasar dan Terminal Induk Kota Jayapura.
Pada tahun 2004 Bapedalda Kota Jayapura melakukan survey terhadap parameter kualitas air laut di Teluk Yotefa pada tiga lokasi yaitu daerah Abe Pantai, kawasan rekreasi Pantai Tobati dan Enggros. Hasil survey menunjukan bahwa beberapa parameter yang diukur telah menunjukan kondisi yang cukup menguatirkan. Di kawasan Abe Pantai misalnya kadar minyak dan lemak mencapai 8,19 mg/lt (standar 5mg/lt). Selain itu juga terdeteksinya keberadaan kandungan logam berat Chrom (Cr) yang telah mencapai 0,01 mg/lt, Timbal (Pb) telah mencapai angka 0,03 mg/lt serta kadar Merkuri (Hg) sebesar 0,02 mg/lt yang seharusnya tidak boleh ada dalam air dengan persyaratan kualitas air sehat.
○
DAMPAK PEMBANGUNAN TERHADAP KELESTARIAN YOTEFA
○
Angsa batu coklat
○
Sula leucogaster
○
Sulidae
○
Nuri bayan Kasturi kepala hitam
○
Eclectus roratus Lorius lorry
○
Psittacidae
○
Cenderawasih besar
○
Paradisaea apoda
○
Paradisaeidae
○
Dara laut putih
○
Gygis alba
○
Laridae
○
Kuntul kecil Kuntul karang
○
Egretta garzetta E. sacra
○
Ardeidae
○
Raja udang biru langit Raja udang erasia
○
Alcedo azurea A. atthis
○
Alcedinidae
○
Elang tiram
○
Nama Lokal
Pandion haliaetus
○
Spesies
Accipitridae
○
Famili
kurun waktu tertentu sebagai akibat aktivitas berbagai usaha industri yang berkembang akhir-akhir ini di Jayapura khususnya di sekitar perairan Teluk Yotefa (Hamadi, Entrop, Kotaraja, Abepura dan Jayapura), misalnya perbengkelan kendaraan bermotor misalnya merebak dengan pesatnya di sepanjang jalur Jayapura – Abepura – Abe Pantai. Penanganan limbah bengkel, sisa olie, minyak dan cairan berbahaya lainnya yang kurang baik tanpa disadari terbawa saluran air, sungai kecil yang semuanya bermuara di Teluk Yotefa. Akibat limpahan sampah industri dan rumah tangga lainnya telah membuat permukaan Teluk Yotefa di bagianbagian tertentu kelihatan seperti berminyak. Kondisi ini semakin diperburuk dengan pembuangan limbah dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura, RS Bhayangkara di Kotaraja dan RS TNI AL di Distrik Jayapura Selatan yang kesemuanya bermuara di Teluk Yotefa.
○
Tabel 2. Jenis burung di Teluk Yotefa
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Berita dari Lapang
○
○
○
○
○
○
○
○
Penentuan Daerah Konservasi Laut Daerah Berdasarkan Informasi Suhu Permukaan Laut ○
○
○
○
(Pendekatan bagi Ekosistem Terumbu Karang di Papua)
T
erumbu karang adalah salah satu ekosistem penting di wilayah pesisir. Ancaman kepunahan skala besar yang disebabkan oleh pemanasan suhu global menambah kecemasan setelah kerusakan yang dilakukan manusia. Suhu sebagai syarat hidup utama karang, kenaikannya akan menyebabkan pemutihan yang pada akhirnya akan mati karena ketidakmampuan karang untuk beradaptasi. Menurut laporan NOAA Coral Reef Watch (CRW), khusus di Perairan Papua bagian utara, di tahun 1998 yang merupakan tahun terkuat fenomena ELNINO, kenaikan suhu di sekitar Kepala Burung mencapai 20C dan Teluk Cendrawasih 10C (http://coralreefwatch.noaa.gov/satellite). Apabila peningkatan 1°C saja bertahan selama 10 minggu atau lebih, maka pemutihan pasti terjadi. Maka dari itu diperlukan upaya untuk melindungi ekosistem ini dengan tindakan pengelolaan yang tepat. Upaya penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) dapat membantu mempercepat regenerasi karang atau menjaga dan menjamin terumbu yang sehat agar dilindungi dengan ketat. Diharapkan bila lokasi ini ditetapkan untuk dibatasi dari
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Gandi Y.S. Purba*
○
○
○
○
18 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
segala kegiatan manusia maka peran ekologis, lingkungan, bahkan ekonomis dapat dirasakan secara maksimal.
PENENTUAN KKLD Penentuan KKLD harus mempertimbangkan prinsipprinsip konservasi, yakni kondisi terumbu karang yang baik dengan keanekaragaman yang tinggi. Idealnya lokasi tersebut memiliki 50% tutupan karang hidup. Akan tetapi penghancuran global melalui kenaikan SPL membuka lebar segala kemungkinan untuk punahnya suatu kawasan terumbu dalam jangka waktu yang singkat. Karenanya diperlukan lokasi yang tepat, dimana karang dapat bertahan untuk tetap hidup sehat walaupun suhu bertambah panas. Dua hal yang harus diperhatikan dalam penentuan KKLD berdasarkan informasi SPL, yakni : Kondisi Karang Pemilihan lokasi harus mempertimbangkan kehadiran karang sehat. Kriteria ini juga merupakan kriteria yang lazim dalam pertimbangan penentuan KKLD.
Berita dari Lapang
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Hasil-hasil ini menujukkan bahwa karang batu yang berada di daerah-daerah terumbu di Raja Ampat (dan alga simbiotik zooxanthellaenya) memiliki suatu kisaran toleransi suhu yang luas, yang dapat memberikan ketahanan maksimum untuk menghadapi perubahan iklim global. Teridentifikasi 15 daerah terumbu karang yang pantas menerima “perlindungan maksimum” dari kegiatan penangkapan ikan yang berlebihan dan tekanan lain. Karena terumbu-terumbu inilah yang mungkin dapat bertahan di lautan-lautan yang lebih hangat. zz
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Anonimous. 2008. NOAA Coral Reef Watch. Methodology, Product Description, and data Availability of NOAA Coral Reef Watch (CRW) Operational and Experimental Satellite Coral Bleaching Monitoring Product. Last update : 17 September 2008. On line pada http://coralreefwatch.noaa.gov/satellite.
○
○
○
DAFTAR PUSTAKA
○ ○ ○ ○
Mark Erdmann. 2008. Oseanografi Bentang Laut Kepala Burung Tanah Papua; Kajian Terhadap Suhu Permukaan Laut. Conservation International Indonesia
○
B
○ ○ ○ ○
○
○
○
○
*Dosen pada Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua Manokwari E-mail:
[email protected]
○
○
○
Edisi April, 2009 z z z 19 ○
Gambar Perekam suhu : (a)Tidbit dan (b) HOBO WaterTemp Pro loggers
○
○
○
○
A
○
○
○
Perekam suhu ini dibenamkan pada kedalaman 3m (kedalaman ideal karang), 10m, ataupun 20m. Apabila pada satu lokasi dibenamkan dua perekam dengan kedalaman berbeda, maka fenomena upwelling dapat lebih ditegaskan. Setiap 6 sampai dengan 12 bulan perekam data di-download untuk selanjutkan diintrepetasikan tampilan grafik datanya.
○
○
○
Variabilitas SPL didapatkan dengan adanya kerja perekam suhu yang secara terus menerus merekam kondisi suhu perairan setempat. Dari berbagai kegiatan pemantauan pemutihan karang di dunia ataupun untuk kepentingan kelautan yang lain, sering digunakan perekam suhu temperatur logger seperti yang ditampilkan pada Gambar 1. Interval suhu yang direkam disesuaikan dengan objek yang ingin dikaji. Tentunya interval waktu yang sempit (15 atau 20 menit) akan lebih baik. Karena dengan demikian kita dapat mengetahui fluktuasi SPL yang dibangkitkan oleh upwelling, lintasan arus, ataupun fenomena-fenomena yang lain yang terjadi dengan jangka waktu yang singkat.
○
○
PEREKAM SUHU
○
Kondisi oseanografi adalah pertimbangan berikutnya untuk penentuan KKLD. Dengan anggapan kehadirannya akan menciptakan suatu kondisi yang stabil bagi karang untuk hidup dengan baik. Misalnya, daerah “terpencil” atau rataaan yang memiliki pasang yang rendah, sirkulasi terbatas dan daerah upwelling (air naik). Lokasi-lokasi ini memiliki kemampuan untuk menetralisir air hangat dari panasnya siang dengan air dingin malam hari ataupun dengan air dingin yang naik dari kedalaman ke permukaan lewat proses upwelling. Demikian juga lokasi dimana menjadi tempat yang dilewati secara terus menerus oleh arus dingin. Arus ini berperan meredam hangatnya air yang mengalami proses pemanasan sinar matahari.
Erdmann (2008) mengemukakan, dari beberapa perekam suhu yang di pasang di lokasi daerah upwelling di Raja Ampat, dapat disimpulkan kalau karang di daerah tersebut dapat hidup pada variasi suhu hingga mendekati 17°C (19.33-36.04°C). Daerah terumbu yang memiliki variasi suhu harian yang tinggi ini umumnya memiliki sirkulasi air yang terbatas, mengalami kondisi pemanasan yang sangat hebat selama siang hari, dan pendinginan yang dramatis pada malam hari. Sebagai contoh, laguna dangkal di Pulau Walo, Kofiau, yang memiliki sedikitnya 20 spesies karang batu yang tumbuh subur di tempat itu, mengalami suatu kisaran suhu yang luar biasa hampir 13°C ( 23.1836.04°C). Kisaran ini sering terjadi dalam periode satu kali 24 jam. Selain itu Teluk Mayalibit, Teluk Sorong, daerah mangrove berair jernih di sebelah Selatan Pulau Gam (wilayah Selat Dampier) dan Pulau Nampale di sebelah Barat Laut Misool, wilayah Selatan Raja Ampat.
○
Kondisi Oseanografi
KKLD DI RAJA AMPAT PAPUA BERDASARKAN INFORMASI SPL
○
Akan tetapi lokasi yang dipilih adalah kehadiran karang sehat di suatu lokasi yang memiliki variabilitas SPL yang tinggi. Atau karang sehat di lokasi yang series SPL-nya menunjukkan kecederungan naik dari waktu ke waktu.
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Berita dari Lapang
○
○
○
..... Sambungan dari halaman 17
○
○
○
○
Kelestarian Mangrove Teluk YOTEFA ........... sempat populer di tahun 80-an. Sejalan dengan pengembangan kota Jayapura yang semakin pesat, sepertinya pesona teluk Yotefa semakin memudar. Pada peringatan Hari Lingkungan Sedunia, 5 Juni 2007, Pemkab Jayapura melakukan penanaman 2000 ribu bibit pohon bakau dalam kawasan Teluk Yotefa agar menjadi penyangga abrasi sungai dan abrasi laut karena abrasi laut semakin masuk ke dalam areal hutan bakau tersisa. Kegiatan ini diharapkan dapat mengantisipasi kemungkinan bencana alam banjir dan abrasi laut dan arus gelombang pasang seperti yang dialami oleh Negara tetangga PNG pada tahun 2005 lalu.
Gambar 6. Pelabuhan Jayapura (Foto: F. Pattiselanno)
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
kontainer yang begitu pesat yaitu perbaikan fasilitas penunjang yang memadai, diantaranya pembangunan dermaga kontainer dan lapangan penumpukan peti kemas, karena fasilitas yang ada sudah tidak mendukung disamping fasilitas dermaga yang sudah tua sehingga perlu pengembangan areal pelabuhan (Gambar 6). Dikuatirkan dampak dari perluasan sarana pelabuhan ini yaitu konversi kawasan pesisir termasuk areal mangrove yang tersisa untuk penataan fasilitas pelabuhan yang akan dibangun.
○
○
○
○
○
USAHA MEMPERTAHANKAN KONDISI KAWASAN
Peneliti pada Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati Universitas Negeri Papua, Manokwari Email:
[email protected] 1
Dosen Program Studi Produksi Ternak Fakultas Peternakan Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua, Manokwari Email:
[email protected]
2
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Keindahan pesona alam Teluk Yotefa pernah digambarkan lewat syair lagu Kelompok Musik Mambesak dari Universitas Cenderawasih yang
Kondisi topografi kota Jayapura memang agak unik karena daerah yang tinggi (pegunungan) ditemukan pada bagian belakang sedangkan hamparan lahan datar dan laut di bagian depannya, sehingga tidak ada pilihan lain Pemkot Jayapura harus lebih proaktif untuk memikirkan penanganan limbah cair supaya tidak mencemari laut. Dalam era sekarang ini, jika penataan tata ruang kota yang
dikembangkan tidak sesuai dengan peruntukan lahan dan tanpa melalui AMDAL, “karena kontribusinya cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah,” akan memberikan dampak terhadap lingkungan alam di sekitarnya seperti perubahan fisik bentang alam dan penangangan limbah yang dapat mengancam kehidupan mahluk hidup lainnya. Kerjasama antar instansi perlu dipertegas melalui pendekatan pengelolaan kolaborasi berbasis pemberdayaan masyarakat. Usaha penyadaran terhadap masyarakat melalui tindakan advokasi perlu ditingkatkan, serta penegakan hukum yang serius harus lebih dinyatakan guna mengantisipasi tragedi lingkungan di Teluk Yotefa. Memulai sesuatu yang belum pernah dicoba memang terasa berat, tapi kalau tidak diupayakan, kapan angan-angan akan terwujud? zz
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Konservasi Lahan Basah
○
○
..... Sambungan dari halaman 7
○
○
○
○
Pelestarian Sumberdaya Perairan ...........
○
○
○
○
○
6. konservasi exsitu dengan teknologi penyimpanan sumber genetika.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Terjadinya erosi sumber plasma nutfah, baik flora maupun fauna akhir-akhir ini memperlihatkan gejala peningkatan. Sementara itu jenis ikan daratan yang telah dilindungi Undang Undang Konservasi Hayati 1990 hanya 5 taksa ikan air tawar dan 6 kura-kura/labi-labi karena minimnya informasi.
○
○
○
○
20 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Dalam buku 1990 IUCN Red List of Threatened Animals tercantum 28 jenis dari 6 suku ikan daratan dan 17 jenis dari 5 suku kura-kura / labi-labi Indonesia, banyak yang dari perairan sungai dan danau-danau di Sulawesi (ikan) dan Papua (kura-kura) telah terancam keberadaannya di alam, diantaranya, bersifat endemis.
Jenis-jenis biota perairan yang dinyatakan telah terancam keberadaangya di habitat alaminya sudah didaftar di appendiks CITES untuk dibatasi pemanfaatan/ perdagangannya. zz * Pecinta Alam Komplek Kehutanan Wanamulya Jl. Raya Tajur 328A Ciawi BOGOR 16720
Berita dari Lapang ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
..... Sambungan dari halaman 15
○
○
○
○
○
Mangrove Pulih, ...........
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
hutan mangrove menjadi lahan sawit. Promosi keberhasilan kelompok tani dalam merehabilitasi mangrove dan manfaat ekonomi yang mereka dapatkan harus selalu digencarkan. Selain itu, adopsi dan modifikasi rehabilitasi mangrove dengan program pengidupan (livelihood) penting Oleh karena itu, perlu pendekatan dipertimbangkan dalam program yang menyeluruh dan tidak parsial, GERHAN di kawasan mangrove. Dana kemudian melibatkan para pihak yang biasa dibayarkan untuk terkait serta konsistensi kebijakan pengadaan bibit dan upah tanam pemerintah dan aparatnya. Saat ini, dialihkan kepada program aparat pemerintah yang sering disebut menumbuhkan sumber pendapatan oknum diduga oleh masyarakat terlibat keluarga berbasiskan sumbedara alam dalam memuluskan upaya konversi dan lokan yang ada sebagai imbalan kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh masyarakat, baik pada lahan milik maupun kawasan hutan. Akankah kita menjadi bagian dari perbaikan itu? Insya Allah. zz
○
lagi, kini mereka dihadapkan oleh kenyataan bahwa harga bukan mereka yang menentukan sementara ikan, udang, kepiting dan biota lainnya yang bisa sebagai sumber nafkah bagi mereka telah menghilang dari lahan mereka.
○
○
○
○
○
○
○
○
Gambar 5. Burung air, seperti burung kuntul (Egreta sp.) (sebelah atas), dan kawanan monyet (sebelah bawah, dalam lingkaran) kembali mudah dijumpai di kawasan mangrove hasil rehabilitasi. (Onrizal; 13 November 2008)
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Edisi April, 2009 z z z 21 ○
Gambar 6. Areal tambak di Kecamatan Secanggang yang sebelumnya berupa hutan mangrove, kini dikonversi lagi menjadi kebun kelapa sawit. Sawit tersebut ditanam sekitar bulan April 2008. (Onrizal; 13 November 2008)
Ketua Umum ASASI Daerah Sumatera Utara Jl Tri Dharma Ujung No 1 Kampus USU Medan 20155 Email:
[email protected]; webblog: http://onrizal.wordpress.com
○
○
*Dosen dan Peneliti-Dep. Kehutanan FP USU
○
○
Keberhasilan Bapak HM Matin dan kelompoknya belum mampu menginspirasi sebagian besar masyarakat pantai di Kabupaten Langkat. Sangat banyak tambak terbuka yang tersebar luas dan diusahakan di kawasan mangrove Langkat kini tidak produktif lagi karena terkena serangan penyakit. Lahanlahan tambak tersebut merupakan lahan milik masyarakat maupun areal hutan yang dikonversi secara ilegal. Sebagian besar areal tersebut malah dibiarkan begitu saja dan sebagian lagi dikonversi menjadi sawit karena tergiur oleh harga sawit yang melambung tinggi di kuartal kedua tahun 2008. Tambak-tambak yang sebelumnya sudah tidak produktif, kemudian dikeringkan dan selanjutnya ditanami sawit. Namun saat harga sawit jatuh pada kuartal ketiga tahun 2008, kini mereka kembali dirundung derita. Berharap hasil sawit pada lima tahun
Gambar 4. Mangrove hasil rehabilitasi berumur 4 tahun dengan tegakan yang rapat. Pada paluh-paluh di kawasan mangrove tersebut kini kembali mudah dijumpai berbagai jenis ikan, udang dan kepiting. Pada areal ini, bapak HM matin dan kelompoknya berkeinginan menjadikan kawasan wisata mangrove dengan membangun pondok-pondok pemancingan dan pengamatan satwa liar, seperti burung air dan monyet. (Onrizal; 13 November 2008)
○
PENUTUP: SEBUAH IRONI YANG HARUS SEGERA DIATASI
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
(Egreta sp.) yang dulu susah dijumpai kini kembali mudah ditemukan. Kelompok Bapak HM Matin berkeinginan untuk menjadi areal rehabilitasi mereka untuk kawasan wisata mangrove dengan menyediakan pondok-pondok pemancingan dan tempat pengamatan satwa. Adakah yang ingin mensponsori?
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Flora & Fauna Lahan Basah
○
○
○
○
Kuntul Kerbau (Egretta ibis)
○
○
○
○
di Kawasan Pesisir Pantai Amban Manokwari
C
angak dan kuntul merupakan kelompok burung yang termasuk dalam famili Ardeidae. Beehler, dkk (2001) melaporkan bahwa 15 jenis burung dari famili Ardeidae terdapat di Papua. Lebih lanjut dilaporkan juga bahwa kelompok kuntul terdapat 5 jenis yang memiliki karakteristik umumnya seluruh tubuhnya berwarna putih, berleher panjang, kadang dalam kelompok besar, kebanyakan di habitat perairan tawar (kecuali kuntul karang). Salah satu jenis burung dari kelompok kuntul adalah kuntul kerbau (Egretta ibis). Jenis ini memiliki daerah penyebaran yang cukup luas. Selama 15 tahun terakhir, jumlah populasi kuntul kerbau meningkat di Papua, sebagai bagian dari meluasnya persebaran di seluruh dunia (Beehler, dkk, 2001). Kawasan pesisir Pantai Amban merupakan salah satu daerah persebaran kuntul kerbau. Pantai Amban merupakan salah satu kawasan pesisir yang berhubungan langsung dengan Samudera Pasifik di kawasan pantai utara (pantura) Manokwari. Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa burung kuntul kerbau di kawasan ini terdapat dalam kawanan kelompok dengan jumlah yang sangat sedikit berkisar antara 8 – 10 ekor. Bagi para ornitologis atau pengamat
burung, ukuran populasi burung tersebut bukan merupakan suatu indikator utama dalam mengamati satwa tersebut. Namun keberadaan kelompok avifauna tersebut merupakan suatu hal yang sangat menarik untuk dikaji baik aktivitas, habitat, tingkah laku, dan lainlain. Salah satu komponen yang sangat menarik adalah habitat. Menurut Alikodra (1990), satwa liar (termasuk kuntul kerbau) hidup pada lingkungan yang memenuhi persyaratan, yaitu adanya tempat untuk berlindung dan berkembang biak, tersedianya makanan dan air, dan dapat bergerak dengan bebas. Kawasan pesisir Pantai Amban merupakan habitat yang cukup ideal bagi kawanan kuntul kerbau tersebut. Berdasarkan pengamatan di lapangan, habitat kuntul kerbau dapat dikelompokan menjadi 5 habitat, yaitu : •
Daerah muara sungai, pada kawasan pesisir Pantai Amban terdapat beberapa sungai kecil (salah satunya adalah Sungai Pami) yang digunakan sebagai habitat mencari makan.
•
Daerah rawa, pada kawasan pesisir Pantai Amban terdapat juga daerah yang berawa dimana kawasan ini digunakan sebagai habitat mencari makan.
Gambar 1. Kawanan Kuntul Kerbau (Egretta ibis)
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Petrus I. Bumbut *
○
○
○
○
22 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Flora & Fauna Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Hutan alam, kawasan ini digunakan sebagai tempat untuk istirahat pada malam hari.
○
•
○
Perkebunan kelapa, merupakan kebun koleksi milik UPT Kebun Percobaan Unipa Manokwari. Kawasan ini digunakan sebagai habitat mencari makan secara bersama dengan kawanan sapi yang digembalakan. Selain itu, kuntul kerbau juga menggunakan pepohonan kelapa sebagai tempat untuk bertengger/bersembunyi bila ada tanda/bunyi yang mengancam serta sebagai tempat istirahat pada siang hari setelah mencari makan di bawah pepohonan kelapa tersebut.
○
•
Selain habitat, aktivitas kuntul kerbau merupakan salah satu komponen yang sangat menarik juga untuk diamati. Pergerakan satwa ini cenderung bergerak mengikuti kawanan sapi yang digembalakan di kawasan pesisir Pantai Amban. Hal ini terlihat dalam aktivitas mencari makan, satwa ini cenderung untuk berdampingan secara harmonis dengan kawanan sapi. Kuntul kerbau memanfaatkan kawanan sapi sebagai pelindung dan sekaligus sebagai pemberi sinyal bahaya (biological alarm warning). Bila ada manusia yang mendekati kawanan sapi maka sapi tersebut akan mengeluarkan alarm atau warning dengan mengeluarkan suara yang memberi isyarat bagi sikuntul bahwa ada bahaya yang mengancam.
○
Padang rumput, pada kawasan pesisir ini terdapat juga daerah-daerah terbuka berupa padang rumput dimana kawasan ini digunakan secara bersama dengan kawanan sapi yang digembalakan sebagai habitat mencari makan.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Keberadaan kuntul kerbau pada masa mendatang di kawasan pesisir Pantai Amban merupakan tanggung jawab semua stakeholder. Pelajaran berharga dari kawanan sang sapi yang berdampingan secara harmonis dengan sikuntul perlu disikapi oleh kita juga. Pada masa mendatang habitat kuntul kerbau akan terkena dampak aktivitas manusia oleh penggunaan lahan atau pengalihfungsian lahan sehingga perlu ada upaya konservasi terhadap kelompok avifauna tersebut dengan menjaga keberadaan habitatnya. zz
○
○
○
•
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Edisi April, 2009 z z z 23 ○
Gambar 2. Beberapa Habitat Kuntul Kerbau (Egretta ibis)
○
○
○
○
○
○
○
○
Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua Manokwari Email:
[email protected]
○
*
○
○
○
○
○
○
Alikodra. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
○
○
Beehler Bruce M., Thane K. Pratt, & Dale A. Zimmerman. 2001 Burung-burung Di Kawasan Papua. PT. Ghalia Indonesia. Bogor.
○
○
○
○
PUSTAKA
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Menyingkap Kekayaan FLORA di Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar dan Danau Bawah, Siak, Propinsi Riau
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Flora & Fauna Lahan Basah
P
otensi Sumber Daya Hayati, baik flora dan fauna di Indonesia dikenal sangat melimpah dan beraneka ragam, yaitu sekitar 400.000 jenis. Potensi yang sangat besar ini merupakan salah satu modal bagi pembangunan Nasional. Banyak jenis-jenis hayati yang telah dimanfaatkan secara lestari untuk kepentingan perdagangan, namun banyak pula yang belum dikembangkan dan dikelola pemanfaatannya secara optimal. Wilayah Propinsi Riau memiliki kekayaan sumber daya alam yang tak terkira nilainya baik flora maupun faunanya. Jika potensi jenis flora tidak ada yang membudidayakan atau dikembangbiakkan, lambat laun kekayaan jenis hayati ini akan cepat punah. Berdasarkan keadaan tersebut, peranan kawasan konservasi baik in-situ maupun exsitu menjadi lebih penting di masa kini maupun mendatang. Dalam Agenda 21 telah ditegaskan perlunya upaya peningkatan konservasi
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh : Esti Munawaroh*
○
○
○
○
24 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
tumbuhan secara ex-situ dalam bentuk kebun raya. Melalui kegiatan eksplorasi flora ke berbagai kawasan hutan di Indonesia, diharapkan kelestarian spesies tumbuhan yang penting bagi pengembangan dan pemuliaan akan terjamin. Salah satu lokasi kegiatan eksplorasi flora adalah kawasan SM. Danau Pulau Besar dan Danau Bawah atau yang lebih dikenal dengan nama Danau Zamrud, Kabupaten Siak, yang merupakan salah satu tempat perlindungan beberapa spesies tumbuhan dan hewan. Tujuan kegiatan eksplorasi flora adalah : a. Melakukan inventarisasi ulang keberadaan spesies-spesies tumbuhan yang tergolong dalam kategori endemik di Sumatera Barat. b. Mengumpulkan material hidup spesies-spesies anggrek dan non anggrek terpilih, baik berupa biji, anakan, umbi maupun stek.
c. Mengumpulkan data keanekaragaman spesiesspesies tumbuhan antara lain dari suku Araceae, Clusiaceae, Piperaceae, Zingiberaceae, Orchidaceae dan lain-lain. Hasil yang diharapkan dari kegiatan eksplorasi dan penelitian flora adalah : a. Bertambahnya koleksi baru dan koleksi ulangan untuk Kebun Raya Bogor. b. Tumbuhan yang mendapat prioritas utama untuk dikoleksi adalah spesies langka, endemik; dan memiliki potensi ekonomi untuk dikembangkan. c. Informasi keanekaragaman tumbuhan di kawasan SM. Danau Pulau Besar dan Danau Bawah, Siak, Riau. Kegiatan pengkoleksian dan penelitian dilakukan di areal dengan ketinggian sekitar 0 – 20 m dpl. yaitu kawasan hutan yang mengalami gangguan karena SM. Danau Pulau Besar dan Danau Bawah
Flora & Fauna Lahan Basah ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
2. Jenis Melicope latifolia (DC.) T.G. Hartley
○
merupakan kawasan yang terdapat kegiatan eksplorasi penambanagan minyak bumi PT. Bumi Siak Pusako yang sebelumnya PT. Caltex Pacific Indonesia dengan jumlah sumur minyak lebih kurang 122 sumur.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Jenis pohon yang dominan di kawasan hutan tersebut antara laian jenis Elaiocarpus spp., Horsfieldia spp., Pandanus spp., Shore spp., Cyrtotachys lakka dll.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Foto Kawasan tumbuhnya S. asexangulata
○
Tumbuh ditempat yang tidak begitu kering dengan pH 6, dan ketinggian 40 dpl, dimana kawasan tersebut di kelilingi air pembatas antara kawasan satu dan yang lainnya, yang juga sebagai pengamanan kawasan agar hutan tersebut tetap terjaga kelestariannya. Buahnya banyak dimakan burung.
3. Jenis Syzygium sexangulata (Miq.) Amsh. (Myristicaceae)
Jenis Syzygium sexangulata merupakan pohon yang agak besar dengan tinggi mencapai 15 m, diameter 20 cm. Kulit batang merah, mengelupas bila kulit luar mengering, kulit dalam hijau muda bau harum. Daun, besar berbentuk lanset, panjang 30-63 cm x 17-24,5 cm, permukaan atas daun berwarna hijau mengkilat, bagian bawah hijau pucat, pangkal daun melekuk kedalam, ujung daun meruncing, tangkai daun sangat pendek, tulang daun sekunder dan primer bagian bawah menonjol, helaian daun tebal.
Edisi April, 2009 z z z 25 ○
Tumbuhan perdu tinggi mencapai 5m. Batang tua berwarna coklat kekuningan, permukaan kulit batang merekah, batang muda hijau berurat putih. Daun tunggal, warna hijau pucat, tepi daun bergerigi, pangkal menjorok kedalam, ujung daun meruncing, panjang 7-18 cm x 2,47,1 cm. Panjang tangkai daun 3,5-6 cm. Bunga tumbuh di ketiak daun. Buah hijau muda, panjang buah muda 0,5-1 cm x 0,5-0,8 cm., panjang tangkai buah 2-2,5 cm.
Tumbuhan tersebut banyak diketemukan di kanan-kiri jalan menuju kawasan Danau Besar. Berasosiasi dengan jenis Uncaria glabrata, Ipomea triloba, Lygodium cicrophyllum dan Passiflora foetida. Menurut penduduk setempat pucuk daun dapat dimakan untuk lalab dan akar tumbuhan tersebut dapat digunakan untuk obat demam.
Jenis Syzygium sexangulata tumbuh di kawasan gambut yang cukup dalam, tumbuhan tersebut banyak diketemukan ditempat yang terbuka dan berasosiasi dengan jenis Pandanus spp, Acasia sp, dan Ficus sp. Jenis ini tumbuh pada pH 5,5 dan ketinggian 20 m dpl. Kayunya sangat kuat dan dipakai untuk tiang pondok yang dibuat diatas kawasan gambut. Rasa buahnya manis, disenangi monyet sehingga tidak sampai matang sudah habis dipohon.
○
tumbuhnya Elaiocarpus sp.
Foto a. Daun , b. Pohon S. Asexangulata
○
Jenis Melicope latifolia merupakan tumbuhan perdu, tinggi dapat mencapai 5 m, diameter batang 1. Jenis Elaiocarpus sp. kurang lebih 12 cm, batang tua (Elaiocarpaceae) berwarna abu-abu kekuningan, batang muda hijau pucat keputihan. Daun majemuk tunggal, bentuk lanset, bagian atas hijau mengkilat, bagian bawah hijau pucat dan kasar. Bunga malai tumbuh di ketiak daun, warna bunga putih. Buah saling berhadapan, buah muda warna hijau, tua berwarna coklat. Biji yang tua berwarna hitam. Foto Buah Foto Kawasan tempat Elaiocarpus sp.
○
Foto Buah Melicope latifolia, a. Buah muda, b. Buah tua
○
Jenis-jenis tumbuhan yang berhasil dikoleksi dari kawasan SM. Danau Pulau Besar dan Danau Bawah antara lain sebagai berikut:
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
4. Jenis Campnosperma macrophylla Hook.F. (Moraceae)
5. Jenis Pandanus helicopus Kurz. (Pandanaceae)
buah nangka), buah bagian dalam seperti buah sukun, berwarna putih dan lunak. Panjang tangkai buah 32 cm x 1,5 cm.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Flora & Fauna Lahan Basah
Foto Kawasan tempat tumbuhnya Jenis Campnosperma macrophylla
Foto Kawasan tempat tumbuhnya Jenis Pandanus helicopus
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
6. Jenis Pandanus gladiator B.C. Stone (Pandanaceae)
Foto Buah Campnosperma macrophylla
Foto Batang Jenis P. Helicopus
Pohon ini dijumpai dimana-mana terutama di kawasan gambut yang subur, dan merupakan tumbuhan yang dominan di kawasan tersebut. Buahnya lebat dan menjadi makanan bagi burung atau hewan lainnya.
Foto Pohon muda
Foto Pohon tua
Foto Buah Jenis P. Helicopus
Tinggi pohon bisa mencapai 10 m dengan diameter kurang lebih 20 cm. Daun berbentuk bulat telur menyempit ke pangkal, kedudukan daun memutar, bagian atas daun hijau, bagian bawah hijau kemerahan dan berbulu seperti beludru, pangkal daun rata, ujung daun melekuk kedalam, panjang daun 48-55 cm x 19,5-23 cm., panjang tangkai daun 8-9,5 cm, jumlah tulang daun primer 27-31 buah. Buah malai tumbuh di ketiak daun, dalam satu malai 1-4 buah, berbentuk bulat-lanset, berdaging dan berair, panjang buah 1,1-1,3 cm x 1-1,1 cm., panjang tangkai buah 0,5-1,7 cm., buah muda putih pucat, tua hitam.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Foto Kawasan tempat tumbuh Jenis Pandanus gladiator
○
○
○
○
26 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Jenis ini tumbuh mendominasi kawasan gambut. Tumbuhan pandan yang kami jumpai di kawasan SM. Danau Pulau Besar dan Danau Bawah sudah tumbuh bertahun-tahun, dengan ketinggian melebihi pandan yang biasa tumbuh ditempat kering. Tingginya bisa mencapai 4 m, diameter 4-7 cm, batang tua hitam, bulat, bekas daun terlihat jelas, batang ditumbuhi duri bersisik seperti sisik salak. Daun; pertumbuhan daun membentuk segitiga, daun rata-rata bagian pucuknya mematah atau melengkung kebawah, beralur dangkal, tepi daun berduri hitam. Buah; tunggal menjuntai, panjang 1315 cm x 7,5-13 cm, permukaan buah berduri kuning, panjang duri 0,3-0,6 cm, bila buah tua duri terlepas, bentuk buah oblong(seperti
Foto Buah P. gladiator di pohon
Foto Buah P. gladiator
Flora & Fauna Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
Edisi April, 2009 z z z 27 ○
Foto Buah Arcangelisia flava
○
Foto Jenis Hibiscus sabdarifa
E-mail:
[email protected] atau
[email protected]
○
○
○
* Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Foto Batang Arcangelisia flava
Dari semua jenis yang telah kami koleksi selama melakukan eksplorasi telah kami tumbuh kembangkan di Kebun Raya Bogor. Kami menghimbau untuk masyarakat ikut melestarikan dan menjaga alam kita untuk nantinya bisa dinikmati anak cucu dan generasi penerus bangsa. zz
○
○
7. Jenis Hibiscus sabdarifa L.
○
Daunnya sering digunakan masyarakat untuk membuat tikar dan untuk atap pondok.
○
8. Jenis Arcangelisia flava (L.) Merr (Menispermaceae)
Jenis Arcangelisia flava merupakan tumbuhan merambat berkayu, tinggi mencapai 20 m, memulir kekiri. Batang tebal dan kuat, bagian luar batang berwarna coklat dan bagian dalam kuning. Perbungaan malai, berumah dua, bunga muncul dibagian batang, warna putih sampai kuning. Buah, tandan terdapat 1-3 buah dalam satu malai, jumlah buah mencapai 26-30 buah, buah muda berwarna hijau, tua berwarna orange mengkilat, bentuk buah bulat, panjang 2-2,5 cm x 1,8-2,1 cm., berdaging tebal warna putih berlendir. Biji putih keras dan kecil. Jenis Arcangelisia flava tumbuh dikawasan SM Danau bawah-Jamrut 18 ditempat yang kering pada ketinggian 20 m dpl. Jenis tersebut diketemukan di hutan yang cukup lebat. Tanaman yang berasosiasi adalah jenis Sorea sp, Pandanus sp, Knema sp dan Syzygium sp. Pemanfaatan tanaman tersebut oleh masyarakat setempat biasanya untuk obat sakit liver atau badan pegal-pegal.
○
Jenis H. Sabdarifa merupakan tumbuhan perdu, tinggi 1-2 m., diameter 1,5 cm. Batang bulat, beralur sejajar dengan tangkai daun, bila sudah tua merah bercorak hijau. Daun majemuk 3-5 helai, tepi daun bergerigi, warna daun hijau tua, bagian bawah hijau pucat, panjang 615,1 cm x 1,5-3,1 cm., bentuk lanset, tangkai daun panjang 1,5-7,2 cm., berbulu haus, berwarna hijau bercak merah. Buah terbungkus kulit keras, warna merah strobery, panjang buah 1,5-1,2 cm x 1,6-1,7 cm., beralur lima bentuk kubah. Biji tua berwarna coklat hitam.
○
Jenis Pandanus gladiator tinggi dapat mencapai tinggi sampai 25 m, diameter 10 – 20 cm, batang bulat, berduri jarang, batang bercabang. Daun, tumbuh spiral, bagian atas berwarna hijau, bagian bawah hijau pucat, mempunyai alur dangkal, tepi daun bergerigi atau berduri, bentuk duri menyerupai paruh, panjang duri 0,2 - 0,5 cm, tulang daun begian tengah berduri sampai ujung daun, ujung daun runcing, panjang daun 6 - 22,9 cm x 5-5,5 cm. Buah, panjang 9-13 cm x 6,5-7,5 cm, bentuk bulat telur, berduri keras, warna pangkal buah coklat tua, dalam satu tandan terdapat antara 38 buah, panjang malai kurang lebih 50 x 4 cm
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Dokumentasi Perpustakaan
Berkes, F., R. mahon, P. McConney, R. Pollnac, dan R. Pomeroy. 2008. Mengelola Perikanan Skala Kecil: Arah dan Metode Alternatif.. IDRC, xxiv + 426. Eijk, P.V. and R. Kumar. 2009. BioRights in Theory and Practice : A Financing Mechanism for Linking Poverty Alleviation and Environmental Conservation. Wetlands International, 132. Kaat, A., M. Silvius, S. Tol, and Y. R. Noor. 2008. Questions and Answers: Facts about peatland degradation in Southeast Asia in a global perspective. The Central Kalimantan Peatlands Project (CKPP) Consortium, vi + 74.
Rinaldi, Y., Tim P3MN, D. Suhendra, Cut Desyana, and R. Setiyaningrum. 2008. The Document of Analysis on Policies for the Management of Fishery and Marine Resources of Nias District of North Sumatera Province. Green Coast Project Consortium, 78. Rinaldi, Y., D. Suhendra, Cut Desyana, and R. Setiyaningrum. 2008. The Document of Analysis on Policies for the Management of Fishery and Marine Resources of Nanggroe Aceh Darussalam Province. Green Coast Project Consortium, 78.
Rusila Noor, Y., A. Kaat, M. Silvius, S. Tol, dan W. Widyastuti. 2008. Tanya & Jawab Seputar Gambut di Asia Tenggara, Khususnya di Indonesia. Konsorsium Central Kalimantan Peatlands Project (CKPP), viii + 84.
Note: daftar buku yang tercantum di atas semata-mata menunjukkan perbendaharaan perpustakaan WIIP. Tidak selalu merupakan terbitan WIIP, dan juga tidak selalu menunjukkan ketersediaan buku (copy only)
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan dan usulan kepada kami tentang ketersediaan souvenir/bahanbahan promosi WIIP, kami mencoba mewujudkan harapan-harapan tsb. Sebagai langkah awal, kami telah memproduksi: tas ukuran sedang berlogo organisasi, dan 2 jenis MUG berpesan moral. Mengingat langkah-langkah pelestarian lingkungan dan penguatan/pemberdayaan masyarakat masih terbentang panjang, dengan hormat kami kenakan biaya pengganti (donasi) untuk setiap produk-produk tersebut. Sebagian dana yang terkumpul, akan dimanfaatkan untuk mendukung program Pendidikan Lingkungan & Informasi, seperti pengadaan leaflet, poster, komik dll.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
MUG ‘Kekayaan Alam adalah Amanah - Bijak dan Berhematlah’
○
○
○
Ransel Berlogo WI Ukuran sedang ○
Biaya donasi: Rp. 75.000,-
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Biaya donasi: Rp. 25.000,-
○
○
○
○
28 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
!! i an nant w a me k , ri da M a n g a n i An s u pa i gk a L i n artis e m u p s
MUG ‘We are the young generation-Give us the healthy wetlands’ Biaya donasi: Rp. 25.000,-
Contact person: Dody Wetlands International - IP Jl. A. Yani No. 53 Bogor - Tel. 0251 8312189