Warta Konservasi
Lahan Basah Lahan basah (termasuk danau, sungai, hutan bakau, hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, laguna, estuarin dan lain-lain) mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Indonesia. Lahan basah merupakan salah satu sumberdaya utama pendukung perekonomian dan pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Penerbitan Warta Konservasi Lahan Basah ini dimaksudkan untuk meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat akan manfaat dan fungsi lahan basah, guna kepentingan generasi sekarang maupun yang akan datang.
Secara khusus redaksi mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh penulis yang telah berperan aktif dalam terselenggaranya majalah ini.
○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Ucapan Terima Kasih dan Undangan Kami juga mengundang pihak-pihak lain atau siapapun yang berminat untuk mengirimkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, gambar dan foto, untuk dimuat pada wadah pertukaran informasi tentang perlahanbasahan di Indonesia ini. Tulisan diharapkan sudah dalam bentuk soft copy, diketik dengan huruf Arial 10 spasi 1,5 dan hendaknya tidak lebih dari 2 halaman A4.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Semua bahan-bahan tersebut termasuk kritik/saran dapat dikirimkan kepada: Triana - Publication & Information Division Wetlands International - Indonesia Programme Jl. A. Yani No. 53 Bogor 16161, PO Box 254/BOO Bogor 16002 tel: (0251) 312-189; fax./tel.: (0251) 325-755 e-mail:
[email protected]
○ ○ ○ ○
Disain dan tata letak: Triana Foto sampul muka: Yus Rusila Noor Alue Dohong
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Pendapat dan isi yang terdapat dalam WKLB adalah semata-mata pendapat para penulis yang bersangkutan.
○
○
○
WKLB diterbitkan secara berkala 3 (tiga) bulan sekali, dan disebarluaskan ke lembaga-lembaga pemerintah, non-pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat yang terlibat/tertarik akan lahan basah.
○
○
Warta Konservasi Lahan Basah (WKLB) diterbitkan atas kerjasama antara Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen. PHKA), Dephut dengan Wetlands International - Indonesia Programme (WI-IP), dalam rangka pengelolaan dan pelestarian sumberdaya lahan basah di Indonesia.
○
○
○
○
○
○
Mudah-mudahan berbagai informasi yang disampaikan majalah ini dapat memperkuat dan mendukung terwujudnya lahan basah yang lestari melalui pola-pola pemanfaatan yang bijaksana dan berkelanjutan.
DEWAN REDAKSI: Penasehat: Direktur Jenderal PHKA; Penanggung Jawab: Sekretaris Ditjen. PHKA dan Direktur Program WI-IP; Pemimpin Redaksi: I Nyoman N. Suryadiputra (WI-IP); Anggota Redaksi: Triana, Hutabarat, Juss Rustandi, Sofian Iskandar, dan Suwarno 2 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Warta Konservasi Lahan Basah V o l 1 5 n o . 1, April 2 0 0 7 Dari Redaksi, Tidak terasa, usai sudah kegiatan terpadu pengelolaan lahan gambut yang bijaksana dan berkelanjutan di Indonesia. Kegiatan yang dinamai Climate Changes, Forests and Peatlands in Indonesia (CCFPI) ini telah berlangsung sejak tahun 2001 hingga 2007, dilaksanakan oleh Wetlands International - Indonesia Programme (WI-IP) bekerjasama dengan Wildlife Habitat Canada (WHC) atas dukungan dana dari Pemerintah Canada melalui CIDA. Proyek ini menekankan modalitas kegiatannya pada upaya untuk perlindungan lahan gambut yang masih baik serta merestorasi lahan gambut yang telah mengalami degradasi, pada saat yang sama dipadukan dengan kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat. Banyak sudah kegiatan dan hasil positif yang didapat, namun tentu saja pelestarian dan perbaikan lahan gambut tidak harus berhenti disini, adalah tanggung jawab kita semua untuk terus berfikir dan bertindak. Program terpadu antara seluruh stake holders baik pemerintah, masyarakat, LSM, Institusi Pendidikan maupun Penelitian, sangatlah penting untuk terus dipertahankan dan dikembangkan. Secara singkat, kilas balik kegiatan CCFPI kami suguhkan pada lembar khusus CCFPI. Mudah-mudahan dapat memberikan gambaran tentang kekayaan sumber lahan gambut yang kita miliki, bagaimana kondisinya saat ini, teknik-teknik pengelolaan yang tepat dan bijaksana, serta strategi langkah pengelolaannya ke depan.
Daftar Isi Fokus Lahan Basah Perbedaab Luas dan Pertambakan: Masalah di Suaka Margasatwa Pelaihari Tanah Laut ........... 4 Konservasi Lahan Basah Bantaran Kali Surabaya, Menyimpan Beraneka Ragam Tanaman Obat ................................... 6 Berita Kegiatan CCFPI: Proyek Perubahan Iklim, Hutan dan Lahan Gambut di Indonesia “Kilas Balik Kegiatan Adaptasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Masyarakat di Indonesia” .............................................................................................................. 9-16
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
∼ Redaksi ∼
Berita-Berita Kegiatan Green Coast Project di Aceh-Nias: Proyek Green Coast Fase I Berakhir .................................................................................. 17
Burung-Air di Pesisir Nanggroe, Pasca Tsunami ................................................................ 20 Berita dari Lapang Kemungkinan Ancaman terhadap Potensi Satwa di Sepanjang Sungai Sebyar, Aranday, Papua .............................................................................................................. 22 Penghitungan Burung Air Asian di Indonesia, Bagian dari Kegiatan Asian Waterbird Cencus 2007 ................................................................................................................ 24 Bagan Percut, Habitat Burung yang Semakin Terpinggirkan ............................................... 25 Menanam Pohon, Menuai Damai - Gerakan Menanam Satu Milyar Pohon ........................... 26 Flora dan Fauna Lahan Basah Kangkari (Botia macrachanta), Ikan Hias Khas Perairan Tawar Palangka Raya ....................... 28
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Dokumentasi Perpustakaan .............................................................................................. 31
○
Kotak Katik Lahan Basah ................................................................................................. 31
○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 3
Fokus Lahan Basah
Perbedaan Luas dan Pertambakan: Masalah di Suaka Margasatwa
Pelaihari Tanah Laut Oleh: M. Arief Soendjoto1, Suyanto2
S
uaka Margasatwa Pelaihari Tanah Laut (SMPTL) merupakan salah satu dari tujuh kawasan konservasi di Kalimantan Selatan; selain Taman Hutan Raya Sultan Adam, Cagar Alam Pulau Kaget, CA Gunung Kentawan, CA Teluk Kelumpang Selat Laut Selat Sebuku, Taman Wisata Alam Pelaihari Tanah Laut, dan TWA Pulau Kembang (BKSDA V, 1998/1999). SMPTL terletak di Kecamatan Jorong dan Kecamatan Penyipatan, Kabupaten Tanah Laut.
Luas SMPTL sekitar 6.000 ha. Luas ini merupakan luas terakhir setelah beberapa kali perubahan. Pada mulanya luas SMPTL yang ditunjuk berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 64/Kpts/Um/2/1974, 13 Pebruari 1974 ini 50.000 ha. Maksud penunjukan SM adalah untuk melindungi berbagai jenis satwa liar, terutama rusa sambar (Cervus unicolor) dan kijang kuning (Muntiacus atheroides). Setelah ditata batas dan disesuaikan dengan kondisi
lapangan, SMPTL ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian No. 24/Kpts/Um/10/ 1975, 23 Oktober 1975, tetapi luasnya menjadi lebih kecil (35.000 ha). Pada perkembangan selanjutnya (SK Menteri Kehutanan No. 695/Kpts/II/1991, 11 Oktober 1991 tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Suaka Margasatwa Pelaihari Tanah Laut) luas areal SM pun berubah lagi. Luas SMPTL hanya ± 6.000 ha, sedangkan lainnya untuk TWA Pelaihari Tanah Laut (± 1.500 ha) dan Hutan Produksi Terbatas (± 27.500 ha).
Gambar 1. Skema batas kawasan SMPTL berdasarkan RTRWP dan Tata Batas
4 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Fokus Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Ternyata luas yang disebutkan dalam SK Menteri Kehutanan ini bukan luasan terakhir. Berdasarkan pada Peta RTRWP (2000) luas SMPTL 5.557,51 ha, sedangkan berdasarkan pada Peta Tata Batas luas SMPTL ini 7.557 ha (Dishut Tala dan LPM Unlam, 2006). Gambar 1 menunjukkan batas areal menurut Peta RTRWP dan menurut Peta Tata Batas. Tentunya perbedaan luas ini berdampak negatif. Peluang terjadinya silang sengketa antar-pihak dalam pemanfaatan ruang akan sangat besar. Pada saat ini saja, setidaknya ada tiga pihak yang memanfaatkan ruang, yaitu masyarakat sekitar (yang berdomisili di Desa Swarangan, Desa Sabuhur, Desa Kandangan Lama), BKSDA Kalimantan Selatan, dan PT Inhutani III. Dishut Tala dan LPM Unlam (2006) melaporkan bahwa dari pengukuran Peta Tata Batas, sekitar tiga per empat luas SMPTL adalah lahan basah. Lahan basah ini antara lain berupa hutan rawa, hutan mangrove, dan pertambakan. Secara rinci luas penutupan lahan di SMPTL disajikan pada Tabel 1.
Hutan rawa SMPTL didominasi galam (Melaleuca cajuputi). Hutan ini terletak di belakang pantai berpasir dan paling dekat berjarak sekitar 50 m dari bibir pantai (garis pertemuan pantai dengan air laut). Pada musim kemarau, hanya sebagian kecil saja areal hutan yang masih digenangi air tawar. Sebaliknya, pada musim hujan areal hutan digenangi air. Pertambakan terkonsentrasi di sebelah kiri (timur laut) muara Sungai Sanipah. Sebelum dibangun (sekitar tahun 1987 oleh masyarakat Bugis yang bertempat tinggal di Desa Kandangan Lama), areal tambak itu adalah hutan rawa galam. Masyarakat mematikan galam dengan cara mengalirkan air laut ke areal hutan. Setelah galam mati (sekitar 3 bulan setelah pengaliran air laut), komoditas perikanan (bandeng, udang) pun mulai dibudidayakan. Bersih tidaknya areal dari tunggak galam merupakan prasyarat dalam budidaya komoditas perikanan tersebut. Pada areal yang tunggaktunggaknya belum dibersihkan, masyarakat membudidayakan bandeng. Sementara itu, pada areal yang tunggak-tunggak galamnya sudah dibersihkan, masyarakat membudidayakan udang. Penebaran bibit biasa dilakukan pada bulan September dan pemanenan hasilnya pada bulan Maret-April.
Tabel 1. Penutupan lahan di SMPTL pada Peta Tata Batas No.
Penutupan lahan
Luas (ha)
Luas (%)
1
Daerah pesisir/hutan pantai
395,65
5,23
2
Hutan rawa
4.294,72
56,83
3
Hutan mangrove
1.321,50
17,49
4
Semak belukar
1.457,70
19,29
5
Ladang
30,00
0,40
6
Pertambakan
54,93
0,73
7
Permukiman
2,50
0,03
7.557,00
100,00
Jumlah
Tidak ada desain khusus yang diterapkan pada pertambakan di areal bekas hutan rawa galam; seperti halnya penerapan tumpangsari di tambak bekas hutan mangrove. Tidak mengherankan, apabila kemudian pertambakan di areal bekas hutan rawa pun merosot. Pada awal pengusahaan luas tambak di dalam SMPTL mencapai 400 ha. Namun, sejak tahun 1995/1996 sebagian besar tambak tidak produktif lagi, sehingga yang tersisa tidak sampai 100 ha. Bahkan dari interpretasi citra landsat, luas tambak pada tahun 2006 hanya 54,93 ha. Walaupun bermanfaat dalam peningkatan pendapatan masyarakat, pengusahaan tambak di SMPTL tentu saja menyalahi peraturan. Namun, sampai sekarang belum ada tindakan konkrit dari pihak berwenang (dalam hal ini, BKSDA Kalimantan Selatan) untuk mengatasi masalah ini. Adanya jalan tanah yang dibangun melintasi SMPTL dan menghubungkan Desa Kandangan Lama dengan muara Sungai Sanipah membuktikan bahwa pengusahaan tambak di SMPTL disetujui oleh pihak berwenang (seperti Dinas Perikanan Kabupaten Tanah Laut). zz
Daftar Pustaka BKSDA V. 1998/1999. Informasi Kawasan Konservasi di Propinsi Kalimantan Selatan. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah V, Kanwil Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru. Dishut Tala dan LPM Unlam. 2006. Laporan Hasil Penelitian Kawasan Suaka Margasatwa Kabupaten Tanah Laut Tahun Anggaran 2006 (Kajian Kondisi Aktual Kawasan Konservasi Suaka Margasatwa Pelaihari Tanah Laut). Dinas Kehutanan Kabupaten Tanah Laut dan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. 1 Guru Besar Konservasi Flora Fauna, Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat 2 Dosen Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 5
Konservasi Lahan Basah
Bantaran Kali SURABAYA Menyimpan Beraneka ragam Tanaman Obat Oleh: Amirudin Mutaqien*
D
i Bantaran Kali Surabaya yang membentang sejauh 41 km antara Kabupaten Mojokerto sampai Kota Surabaya teridentifikasi memiliki lebih dari 100 jenis tumbuhan berkhasit obat yang umum digunakan oleh masyarakat yang tinggal di bantaran kali secara turun temurun. Dari obat Koreng, disentri, gangguan saluran kencing, kanker payudara, hingga jamu kuat lelaki, semua dengan mudah dapat dijumpai di bibir Sungai/Kali Surabaya yang juga dimanfaatkan oleh 3 juta manusia Surabaya sebagai bahan Baku air Minum. Sebagian masyarakat yang tinggal di Bantaran masih setia memanfaatkan tumbuhan-tumbuhan tersebut. Namun keberadaannya kini terancam oleh tumbuhnya pemukiman liar dan gudang. Kali Surabaya adalah bagian dari Sungai Brantas, terbentang 41 km dari Bendungan Lengkong – Mlirip Kabupaten Mojokerto melewati Wilayah Gresik, Sidoarjo dan berpangkal pada Dam Jagir di Kota Surabaya. Keberadaannya sangat vital bagi masyarakat di sepanjang bantaran sungai karena menyimpan berbagai potensi. Selain menjadi habitat bagi puluhan jenis ikan air tawar, reptilia air, burung air dan sumber bahan baku air minum PDAM, dari penelitian Ecoton pada tahun 1999 – 2001 teridentifikasi lebih dari 100 jenis tumbuhan berkhasiat obat yang tumbuh pada bantaran Kali Surabaya. Namun keberadaannya saat ini terancam oleh tumpang tindihnya pemanfaatan ruang.
6 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Pemanfaatan Bantaran Kali Surabaya adalah sebagai berikut : • Tanah Tegalan/perkebunan jagung, kacang tanah, pisang dan pepaya • Tempat Pembuangan Sampah • Instalansi pompa air industri kertas • Pemukiman warga Kawasan pemukiman yang semula merupakan daerah resapan air hujan sebelum masuk kebadan sungai, kini dipadati pemukiman permanen (hampir 80% kawasan ini sejak tahun 1995 telah berubah menjadi kawasan terbangun). Diubahnya bantaran sungai sebagai pemukiman berdampak pada : 1. Terkikisnya lapisan tanah pada bantaran sungai, sehingga meningkatkan kekeruhan air TSS/ total suspended solid Kali Surabaya 3. Hilangnya keanekaragaman tanaman TOGA yang belum diketahui banyak oleh masyarakat.
POTENSI TUMBUHAN OBAT Teridentifikasi 100 lebih jenis tumbuhan semak belukar yang memiliki khasiat obat. Penelitian ini dilakukan pada 10 lokasi (1. Pasinan, 2. Wringinanom,3. Bambe, 4. Legundi, 5. Larangan, 6. Driyorejo, 7. Cangkir, 8. Ngambar, 9. Warugunung, 10. Karang Pilang) dan pada masing-masing lokasi dilakukan analisa vegetasi dengan menarik 3 -
10 garis tegak lurus sungai sampai pemukiman warga dan mengidentifikasi tanaman yang ada dalam garis transek. Beberapa jenis tanaman yang sering dimanfaatkan oleh warga Bantaran kali Surabaya, antara lain : 1. Anting-Anting Acalypha indica SI BIANGNYA REMATIK DAN ASAM URAT INI juga biasa disebut kucingkucingan, merupakan gulma yang sering dijumpai di bantaran Kali Surabaya, disamping pohon-pohon pisang dan rerumputan tegalan, menempel di tepian got, sangat umum ditemukan liar di pinggir jalan. Tumbuhan semusim, tegak, tinggi 3050 cm, bercabang, berambut halus. Daun tunggal, bertangkai panjang. Tanaman ini disebut kucing-kucingan sebab, kucing sangat menyukai akarakar nya. Bisa dicoba dengan menjemur bagian akar dan memberikannya pada kucing anda maka dengan bernafsu kucing akan menggunyahnya. Dalam beberapa penelitian akar Anting-anting atau kucing-kucingan dapat memperbaiki fungsi ginjal pada kucing. Rasanya pahit, sifatnya menyejukkan (astrigen). Berkhasiat anti radang, peluruh kencing (diuretik), pencahar, dan penghenti pendarahan (hemostatis). Daun dan bagian batangnya dipercaya masyarakat dan sering dimanfaatkan sebagai obat pengurang rasa sakit Radang Leher Rahim serta untuk Rematik dan
Konservasi Lahan Basah
○ ○○ ○○ ○○ ○○ ○○ ○○ ○○ ○○ ○○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
kesemutan (persendian kaku/mati rasa). Cuci satu tumbuhan segar (berikut akarnya), rebus dalam 5 gelas air sampai mendidih hingga air menjadi 2 gelas. 2. Tapak Liman Elephantropus scaber ORANG SERING MENYEBUTNYA VIAGRA JOWO, merupakan tanaman liar tegalan, dijumpai pada lerengan bantaran kali di Desa Ngambar Kab Gresik, tumbuhnya seperti menempel pada tanah. Daunnya berwarna hijau tua agak kasar, permukaannya berbulu halus, panjang tidak kurang dari 25 cm, tepi bergerigi. Bunga berwarna unggu dan buahnya keras berwarna hitam. Tapak Liman terasa pahit, pedas, sejuk, penurun panas, antibiotika, anti radang, peluruh air seni, menghilangkan pembengkakan dan menetralkan racun. Di Asia bagian Utara Asia Tenggara Tapak Liman digunakan sebagai obat kuat pengganti viagra karena stigmaterol yang memacu pembentukan hormon kejantanan, kandungan stigmaterol juga dapat membentuk hormon progesteron, memacu gairah pria, melancarkan peredaran darah, mencegah kehamilan, melancarkan air seni. Lupeol, Isodeoxyelephantopin, 11, 13 Dihydrodeoxoxyelephantopin, asam amino senyawa sesquiterpenoid hasil reduksi deoxyelephantopin merupakan senyawa anti tumor, peradangan akibat bakteri, antibiotik terhadap staphylococcus penyebab keputihan. Untuk mengatasi keputihan 2 tanaman tapak liman sedang (akar, batang, daun) direbus dengan 2 gelas air sampai airnya tinggal setengah, minum ramuan ini dua kali sehari. Sedangkan untuk penyakit Anemia 7 Helai daun tapak liman dicuci bersih dan ditumbuk sambil diberi sedikit garam. Kemudian seduh dengan 1 gelas air, tambahkan sedikit gula aren. Minum 1 hari sekali.
3. Patikan Kebo Euphorbia hirta Tumbuhan semak-semak ini banyak dijumpai disela rerumputan, bebatuan, tempat terbuka, termasuk terna tegak memanjat, batang berambut, warna batang merah kecoklatan, tinggi mencapai 50 cm (dibantaran Kali Surabaya umum dijumpai dengan tinggi tak kurang dari 30 cm), daun lonjong meruncing dengan tepi bergerigi. Semua bagian tanaman dapat digunakan sebagai obat dengan cara dikeringkan atau berupa tanaman segar. Rasa agak pahit dan asam, sejuk, sedikit toksik (beracun), anti inflamasi, peluruh air seni, menghilangkan gatal (antipruritik). Untuk sakit disentri 15-24 gram patikan kebo ditambah gula pasir (bila disentri berdarah) ditambah air secukupnya , ditim, minum. Untuk Gejala Bronkitis 1/2 ons daun patikan kebo direbus dengan 1 gelas, setiap 2 jam sekali minum air rebusannya sebanyak 3 sendok makan bersama sedikit madu murni (untuk anak cukup satu sendok saja). Baik juga untuk radang usus gangguan pencernaan, 15 gram patikan kebo direbus dengan 1 gelas air. Minum rebusannya 1x sehari sekaligus (paling baik dari tanaman patikan kebo yang belum berbungga karena masih banyak getahnya).
Herba yang digunakan berupa herba segar atau yang telah di keringkan. Sifat dan Khasiat Herba ini rasanya sedikit pahit, pedas, dan sifatnya netral. Bandotan berkhasiat stimulan, tonik, peredah demam (antipiretik), antitoksik, menghilangkan pembengkakan, menghentikan pendarahan (hemostatis), peluruh haid (emenagog), tonik, peluruh kencing (diuretik), dan peluruh kentut (Karminatif). Herba bandotan berkhasiat untuk pengobatan: • • • • • •
Badan lelah sehabis bekerja keras Tumor rahim Mencegah kehamilan Perut kembung Sakit Tenggorokan Pegal linu, keseleo
Cara Pemakaian Tumor rahim Rebus 30 - 60 g daun bandotan segar atau 15-30 g herba kering dalam tiga gelas air sampai tersisa menjadi satu gelas, herba segar dapat juga ditumbuk. Air rebusan atau air perasannya diminum satu gelas perhari. Badan Lelah dan Perut Kembung 20 helai daun bandotan, dan 10 helai daun pecut kuda, rebus dalam tiga gelas air hingga tersisa 1 gelas.
4. Bandotan Ageratum conyzoides
Perawatan Rambut
Tumbuhan ini tumbuh liar di bibir sungai, tegalan dan halaman rumah, apabila di remas perlahan akan menimbulkan bau lebus wedus gibas, oleh karena itu tumbuhan ini juga sering disebut ki bau, wedusan ataupun jukut bau. Tingginya antara 30-90 cm, bercabang, batang berambut kasar, daun hijau tua dan kasap bila diraba permukaannya, bunga putih.
Tumbuk batang dan daun sampai halus. Oleskan hasil tumbukan keseluruh kulit kepala dan rambut. Tutup kepala dengan sepotong kain, biarkan selama 2-3 jam. Selanjutnya bilas rambut dengan air hangat dan keramas sampai bersih. Lakukan 1 atau 2 minggu sekali.
Bagian yang digunakan untuk obat adalah herba (bagian diatas tanah) dan akar.
Sakit Tenggorokan 30-60 bandotan segar ditumbuk halus, peras dan saring dengan menambahkan gula batu. Aduk sampai rata. Minum 2 ramuan dan lakukan 3 kali sehari.
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 7
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Pengobatan dengan tumbuhan obat ditujukan untuk: •
• • • • • •
bantaran sungai yang seharusnya diperuntukkan sebagai perlindungan/ konservasi DAS Daerah Aliran Sungai. Memperkuat jaringan yang Pemukiman yang berdiri dibantaran terserang penyakit serta sungai mulai sekarang harus dibatasi memperbaiki kerusakannya. keberadaannya, bahkan bantaran sungai di desa Bambe yang semula Menghentikan pendarahan (anti merupakan daerah resapan air diubah hemostatik). menjadi perkampungan. Kondisi serupa Menghilangkan/menetralkan racun juga mulai menjamur di Desa Bambe, (anti toxic). Desa Ngambar, Desa Cangkir, dan Mengilangkan radang/bengkak (anti Desa Driyorejo. Dampak hilangnya tumbuhan bantaran sungai adalah radang/anti inflasi). meningkatnya sedimentasi dan Menghilangkan rasa sakit kekeruhan badan air kali Surabaya (analgesik/anti piretik). sehingga menurunkan kualitasnya. Untuk melindungi badan air Kali Surabaya Menghilangkan demam/menurunmaka instansi terkait dalam hal ini : kan temperatur tubuh (anti piretik). 1. Perum Jasa Tirta pengelolaan fisik Membersihkan darah dengan Kali Surabaya meningkatkan sifat phagoctye.
Upaya Pemasyarakatan Tanaman Obat Bantaran Kali Surabaya, dengan sasaran masyarakat bantaran Kali Surabaya di Kabupaten Mojokerto, Gresik, Sidoarjo dan Kota Surabaya yang meliputi kegiatan: 1. Temu Rakyat. 2. Pengenalan Tanaman Obat dan Keanekaragaman Hayati Bantaran Kali Surabaya. 3. Workshop Strategi Pemulihan Keanekaragaman Hayati Kali Surabaya dengan Toganisasi Seminar Pengenalan Tanaman Obat dan keanekaragaman Hayati Kali Surabaya. 4. Pembuatan Poster dan Buku Panduan Tumbuhan Obat Kali Surabaya.
• Meningkatkan daya tahan tubuh (immunotherapy).
2. Dinas Pengairan DPU/Tingkat I Jawa Timur,
5. Pameran Foto dan Poster TOGA dan Keanekaragaman Hayati Kali Surabaya.
• Menghentikan pertumbuhan sel kanker (anti neoplastik/sitostatika).
3. Gubernur Selaku penanggung jawab pengelolaan Kali Surabaya
6. Lomba Menggambar tentang TOGA SLTP di Bantaran Kali Surabaya.
Tumbuh-tumbuhan lainnya juga dikenal baik oleh masyarakat bantaran seperti ciplukan dan permot yang memang menjadi makanan ringan, ternyata memiliki khasiat untuk mengurangi pegal. Daun encok, berkhasiat menghilangkan sakit kepala, pinggang dan nyeri persendian, tempelkan daun encok pada bagian yg terasa sakit . Daun Sarap untuk panas tinggi dan kejang pada Balita, dan banyak lainnya.
harus menetapkan daerah-daerah yang Program ini Bertujuan untuk : merupakan kawasan konservasi 1. Mengenalkan Pentingnya resapan air di Sepanjang Kali keanekaragaman Hayati di Kali Surabaya sehingga setiap orang Surabaya dan daya dukungya pada dilarang mendirikan bangunan kehidupan manusia. diatasnya, sebagai upaya perlindungan keanekaragaman hayati di bantaran 2. Mengenalkan pentingnya tanaman obat dan kualitas Kali Surabaya. bantaran Kali Surabaya sebagai bagian dari keanekaragaman hayati, dan UPAYA PERLINDUNGAN 3. Memasyarakatkan manfaat Toga dan
Namun sayangnya keberadaan tumbuhan ini saat in terancam oleh banyaknya pemukiman liar (yang memiliki ijin dari Dinas Pengairan DPU Jawa Timur) yang berdiri diatas
Tapak Liman (Elephantropus scaber)
8 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Langkah awal untuk upaya Perlindungan keanekaragaman hayati Tumbuhan Obat Kali Surabaya, maka Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah Ecoton bekerja sama dengan Yayasan KEHATI menyelenggarakan Program
Kegiatan bersama pelajar SMP, untuk mengenali keanekaragaman hayati di Kali Surabaya
menyusun Strategi pengelolaan Potensi TOGA di Bantaran Kali Surabaya. zz Manajer Pendidikan Lingkungan ecoton Lembaga Kajian Ekologi dan KonservasI Lahan Basah
Inventarisasi nama-nama tumbuhan dari jenis daun yang mereka kenali.
Climate Change, FForests orests and PPeatlands eatlands in Indonesia (CCFPI) DEWAN REDAKSI Pemimpin Redaksi Yus Rusila Noor Anggota Redaksi Alue Dohong Achmad Alimie (Foto:Yus Rusila Noor /Dok.CCFPI)
“Kilas Balik Kegiatan Adaptasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Masyarakat di Indonesia (Proyek CCFPI)” Oleh: Yus Rusila Noor (
[email protected]) Jill Heyde (
[email protected])
Alamat Kantor Proyek CCFPI: Kalimantan Jl. Menteng 25 No. 31 Palangkaraya 73112 Kalimantan Tengah Tel/Fax: 0536-3229058 E-mail:
[email protected] Sumatera Jl. A. Tholib RT 03 No. 8 Kel. Pematang Sulur Kec. Telanaipura Jambi 36124 Tel: 0741 60431 Bogor Wetlands InternationalIndonesia Programme Jl A. Yani No 53 Bogor 16161 P.O. Box 254/BOO, Bogor 16002 Tel: 0251-312189; Tel/Fax: 0251-325755 E-mail:
[email protected] http://www.wetlands.or.id
P
ara pembaca yang berbahagia, tanpa terasa sudah lebih dari 3 tahun terakhir ini kami menemani para pembaca dengan berbagai informasi mengenai isu lahan gambut, perubahan iklim dan berbagai upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki kondisi serta ekosistem penting tersebut di Indonesia. Berbagai informasi yang kami sajikan tersebut adalah merupakan salah satu kegiatan yang kami laksanakan melalui Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia (CCFPI). Sayangnya, meskipun bahasan mengenai lahan gambut dikaitkan dengan perubahan iklim sebenarnya baru saja dimulai, namun dengan sangat terpaksa kami harus meninggalkan para pembaca karena telah selesainya kegiatan Proyek CCFPI. Meskipun demikian, kita masih bisa bertukar informasi dalam media kita ini, walaupun tidak dalam rubrik khusus sebagaimana yang kita lakukan selama tiga tahun terakhir ini. Untuk mengingatkan kembali apa yang telah kita lakukan selama ini, edisi terakhir rubrik khusus ini akan menyajikan kilas balik mengenai kegiatan Proyek CCFPI. Mudah-mudahan tulisan ini bisa memberikan manfaat.
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 9
Climate Change, FForests orests and PPeatlands eatlands in Indonesia
Kilas Balik Pelaksanaan dan Pencapaian Kegiatan Adaptasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Masyarakat (Proyek CCFPI)
Peranan lahan gambut sebagai sumber mata pencaharian masyarakat serta fungsinya dalam stabilisasi hidrologi dan iklim sebenarnya telah banyak disadari oleh sebagian kalangan di Indonesia, baik institusi pemerintah, non-pemerintah maupun institusi pendidikan. Sejauh ini, berbagai studi dan program telah dilakukan di lahan gambut, baik melalui pendekatan penelitian murni dan aplikatif maupun berbagai program yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat di lapangan. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan berkaitan dengan restorasi dan pengelolaan lahan gambut adalah melalui Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia (CCFPI) yang didanai oleh Canada Climate Change Development Fund (CCCDF) melalui Canadian International Development Agency (CIDA). Kegiatan tersebut menyentuh berbagai sektor yang terkait dengan perlindungan lahan gambut dengan pendekatan utama pada fasilitasi inisiatif masyarakat lokal untuk melindungi berbagai fungsi dan manfaat yang dapat diperoleh dari hutan dan lahan gambut. Kegiatan dilaksanakan di Propinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan dan Jambi.
10 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Untuk menjalankan berbagai tujuan dan pendekatan tersebut, program dilaksanakan dengan penekanan pada dukungan untuk pengembangan berbagai inisiatif masyarakat dalam pengelolaan lahan gambut, termasuk inisiatif masyarakat dalam mengembangkan alternatif sumber mata pencaharian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta upaya untuk merestorasi lahan dan hutan gambut yang telah terlanjur rusak. Dukungan tersebut disokong dengan pengadaan dukungan teknis yang memadai, melalui pengumpulan
berbagai kegiatan dan kearifan yang selama ini telah dilaksanakan dan memberikan hasil yang baik serta pengembangan metodologi untuk memperkirakan kandungan karbon disekitarnya. Disisi lain, fasilitasi juga dilakukan dengan mengangkat berbagai pengalaman praktis, kearifan dan pengetahuan masyarakat terkait dengan pengelolaan lahan gambut untuk disandingkan kedalam berbagai kebijakan terkait di tingkat wilayah maupun nasional atau bahkan di tingkat regional dan internasional.
Climate Change, FForests orests and PPeatlands eatlands in Indonesia ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
DUKUNGAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT TERKAIT DENGAN LINGKUNGAN Salah satu tujuan penting dari pelaksanaan kegiatan ini adalah memfasilitasi peletakan landasan yang memadai bagi masyarakat untuk dapat mengidentifikasi berbagai alternatif mata pencaharian yang berkelanjutan dan dipadukan dengan kegiatan pengelolaan lahan gambut serta restorasi lahan gambut yang terlanjur telah mengalami kerusakan. Sebagian besar kegiatan terkait dengan ekonomi masyarakat dilakukan melalui kerjasama dengan LSM setempat. Melalui berbagai pertemuan yang digagas oleh masyarakat dan diikuti oleh institusi di tingkat desa, kelompok masyarakat kemudian menentukan berbagai kegiatan yang terkait dengan pengembangan ekonomi di kelompoknya. Berbagai inisiatif yang muncul kemudian diselaraskan dengan pola bantuan yang diintroduksi oleh Proyek, yaitu melalui pola Kredit Mikro terkait Lingkungan yang di dunia internasional belakangan ini dikenal sebagai pendekatan Bio-rights. Melalui pola ini, dukungan diberikan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman yang harus dimanfaatkan sebagai modal usaha. Sebagai kompensasinya, masyarakat peminjam diwajibkan untuk melakukan penanaman pohon jenis tertentu sesuai kesepakatan, dan jumlahnya setara dengan nilai pinjaman serta disetujui bersama (misalnya satu batang pohon untuk setiap nilai pinjaman Rp.2.500). Bibit pohon harus disediakan sendiri oleh masyarakat (biasanya banyak terdapat disekitar tempat tinggal mereka) dan dilarang menggunakan uang pinjaman untuk membeli bibit. Melalui perjanjian yang disaksikan oleh aparat pemerintah setempat, disebutkan bahwa masyarakat wajib untuk memelihara tanaman tersebut hingga tumbuh baik, dan mengganti tanaman yang mati. Pada waktu tertentu yang telah disepakati (biasanya 3 – 5 tahun), akan dilakukan evaluasi terhadap laju lulus hidup seluruh tanaman, dan jika ternyata jumlah tanaman yang hidup lebih dari
persentase tertentu yang disepakati (misalnya 60 – 70%), maka peminjam akan dibebaskan kewajibannya untuk mengembalikan pinjaman. Sementara itu, jika persentasenya kurang, maka beban pinjaman yang harus dikembalikan adalah setara dengan jumlah tanaman yang mati. Dalam perkembangan selanjutnya, atas inisiatif dari masyarakat sendiri, meskipun berdasarkan prinsip yang sama, pola bantuan tersebut dimodifikasi. Pada pola lama, karena jumlahnya yang terbatas, sebagian masyarakat berpendapat bahwa bantuan tersebut hanya menyentuh dan menguntungkan sebagian anggota masyarakat tertentu saja, karena jika tanamannya berhasil tumbuh melebihi ketentuan maka kewajiban mengembalikan uang akan dihapus. Pada pola baru, masyarakat menginginkan agar pinjaman dirubah menjadi pinjaman lunak tanpa bunga, dan sebagai kompensasinya, besaran bunga akan diganti dengan kewajiban untuk menanam pohon yang jumlahnya setara dengan jumlah pinjaman, dan kemudian memeliharanya hingga tumbuh dengan baik. Pada periode tertentu yang telah disepakati, peminjam diwajibkan untuk mengembalikan cicilan pinjaman, yang kemudian akan diberikan sebagai pinjaman bergulir bagi peminjam baru. Gagasan yang ingin dicapai adalah bahwa pada jangka panjang masyarakat bisa memperoleh penghasilan dari tanaman yang ditanamnya (seluruh tanaman menjadi milik penanam) dan pada saat yang sama kewajiban untuk merestorasi lingkungan juga dapat dilaksanakan. Untuk mengatasi kebutuhan ekonomi dalam jangka pendek, pemafaatan bantuan sebagai modal usaha diharapkan dapat menutupi kebutuhan sambil menunggu hasil tanaman. Melalui pola dukungan tersebut, sekitar 100 kelompok masyarakat beranggotakan sekitar 10 -15 orang telah ikut berpartisipasi. Selain itu, ratusan orang lainnya juga terlibat sebagai pemasok atau pembantu
usaha. Hasil yang dicapai oleh para anggota kelompok cukup beragam. Sementara hampir seluruh anggota kelompok telah berhasil melaksanakan kewajibannya untuk menanam tanaman kompensasi, sebagian besar anggota kelompok juga telah menikmati hasil usaha ekonominya dan telah bergulir menjalankan usaha yang lebih besar. Termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang menjalankan usahanya dibidang pertanian sayuran, peternakan ayam dan industri rumah tangga pembuatan makanan. Namun demikian, adapula kelompok yang masih tertatih-tatih dan memerlukan dukungan lebih lanjut. Perhatian lebih memang selayaknya diberikan kepada kelompok ini, karena sebagian besar dari mereka adalah para pembalak kayu di hutan yang kemudian berhenti dan menjalankan usaha baru dengan dukungan program ini. Sayangnya, adapula anggota kelompok yang tidak berhasil usahanya karena biaya operasional yang dikeluarkan melebihi dukungan yang diberikan. Mereka umumnya menjalankan usaha dibidang pemeliharaan ikan yang memerlukan input biaya besar untuk pembelian pakan. Untuk kelompok tersebut opsi pengurangan hingga penghapusan kewajiban pembayaran pinjaman dapat dilakukan sesuai kondisi yang ada.
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 11
Climate Change, FForests orests and PPeatlands eatlands in Indonesia ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
RESTORASI HIDROLOGI LAHAN GAMBUT Sebagaimana telah dijelaskan dimuka, pembukaan lahan gambut telah menimbulkan berbagai pengaruh negatif terhadap lingkungan. Salah satu penyebab utamanya adalah karena seringkali dalam pembukaan lahan gambut tersebut kemudian disertai dengan pembangunan saluran, dengan tujuan untuk melakukan pengeringan di lokasi yang akan digarap. Selain itu, saluran juga dibangun sebagai sarana irigasi dan transportasi serta dalam banyak kasus digunakan sebagai sarana untuk mengeluarkan kayu tebangan. Pembuatan saluran tersebut pada dasarnya akan merugikan karena merubah sifat alami lahan gambut yang selalu tergenang secara permanen. Dampak yang sangat nyata adalah mengeringnya lahan gambut sehingga menjadi rawan kebakaran. Sayangnya, di beberapa lokasi yang telah diambil tegakan vegetasinya dan cenderung ditinggalkan, sejauh ini belum ada upaya untuk menghentikan keluarnya air dari lahan gambut, sehingga kerusakan dan kekeringan lebih jauh menjadi ancaman yang sangat besar. Mempertimbangkan kondisi tersebut diatas, salah satu inisiatif yang dilakukan oleh program ini adalah melakukan upaya restorasi ekosistem gambut dengan cara melakukan penyekatan pada saluran yang tidak lagi digunakan oleh masyarakat. Gagasan dasarnya sebenarnya sangat sederhana, dimana pada saluran yang disekat tersebut air akan tertahan dan kemudian meresap hingga meluber ke lahan gambut di sampingnya, dan dengan demikian akan menyebabkan lahan gambut tersebut akan kembali basah, sehingga dapat mencegah terjadinya kebakaran lahan dan hutan. Selain itu, diharapkan vegetasi asli gambut yang teradaptasi dengan kondisi basah akan kembali dapat tumbuh di lokasi tersebut.
12 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Secara teknis, terdapat berbagai pilihan untuk melakukan penyekatan, baik melalui penerapan teknologi modern yang padat modal maupun teknologi tradisional yang telah dimiliki masyarakat secara turun temurun. Namun program ini memilih untuk melakukannya melalui penggalian inisiatif bersama masyarakat. Meskipun prosesnya memakan waktu yang lebih panjang, tetapi tingkat keterpaduan dan keberlanjutannya dapat dipertahankan jauh lebih panjang. Melalui pendekatan partisipatif sebagai landasan utama, program menawarkan gagasan umum berupa penyekatan saluran yang harus diintegrasikan dengan peningkatan ekonomi masyarakat, dengan menggunakan pola dukungan mikro-kredit yang telah dikembangkan di wilayah lain. Dalam skala besar, kegiatan tersebut telah dilaksanakan di areal lahan gambut satu juta hektar, Kalimantan Tengah; sementara dalam skala yang lebih kecil dilaksanakan di areal lahan gambut Sungai Puning, Kalimantan Tengah dan Merang – Kepahyang, Sumatera Selatan. Di areal lahan gambut satu juta hektar, sebanyak 7 buah sekat telah dibangun di Saluran Primer Utama dengan lebar saluran rata-rata sekitar 30 meter, lebar ruang sekat 15 meter dan kedalam 10 – 12 meter. Tidak kurang dari 15.000 karung berisi tanah liat dibenamkan diantara ruang sekat yang dilapisi geotextile guna menahan air larian. Sejauh yang kami
tahu, inilah satu-satunya sekat di dunia yang berukuran besar dan dibangun di lahan gambut dengan mengandalkan tenaga dan keahlian masyarakat setempat. Untuk memberikan pengaruh lingkungan yang lebih baik, ribuan pohon lokal ditanam di pinggir saluran dan di atas ruang sekat, termasuk tanaman air, yang diharapkan dapat menangkap partikel lumpur, sehingga dalam jangka panjang dapat menutup saluran secara alami. Seluruh pekerjaan fisik maupun penanaman tersebut (termasuk penyediaan bibit dan pembangunan rumah bibit) dilaksanakan sepenuhnya oleh masyarakat setempat dengan menggunakan teknologi tradisional. Hasil menyeluruh dan pengaruh dari kegiatan penyekatan tersebut secara teoritis belum dapat dilihat dan dirasakan sepenuhnya dalam waktu 2 – 3 tahun pelaksanaan program ini. Namun demikian, berbagai indikasi menunjukan bahwa dalam jangka panjang dampak kegiatan ini akan memberikan hasil yang baik. Analisa dengan mengunakan citra satelit dan Radar menunjukan adanya tingkat kebasahan lingkungan yang lebih baik. Secara fisik, lingkungan yang lebih hijau dan semakin berkurangnya insiden kebakaran di lokasi kegiatan adalah merupakan indikasi yang menggembirakan. Sementara itu, kegiatan sosial ekonomi masih terus dijalankan dengan penekanan untuk
Climate Change, FForests orests and PPeatlands eatlands in Indonesia ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
meletakan landasan mata pencaharian alternatif serta memberikan nilai tambah pada aktifitas ekonomi yang sedang dijalankan saat ini, termasuk upaya untuk membuka pasar bagi produk yang dihasilkan. Untuk keberlanjutan kegiatan ini dalam jangka panjang, pola mediasi dan fasilitasi yang dilakukan nampaknya telah menarik perhatian beberapa institusi lain untuk bekerja sama dan melakukan pendekatan serupa. Dalam skala yang lebih besar, Pemerintah Kerajaan Belanda bahkan telah setuju untuk memberikan dukungan kegiatan sejenis dalam lingkup yang lebih besar.
INISIATIF PENCEGAHAN KEBAKARAN, PATROLI KAWASAN DAN PENGEMBANGAN KEMITRAAN Hutan dan lahan gambut mendapat tekanan berat tidak hanya dari pembukaan perkebunan skala besar saja, tetapi juga dari kegiatan penduduk, baik yang bermukim di sekitar areal gambut maupun para pendatang dari wilayah lain. Salah satu contoh adalah di sekitar kawasan Taman Nasional Berbak, Jambi. Disini, sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian “resmi” dibidang pertanian (lebih dari 80%), sementara yang lainnya berusaha dibidang perikanan atau menjadi tenaga buruh. Namun demikian, banyak pula dari mereka yang memilih untuk masuk hutan dan mengambil hasil hutan, baik kayu maupun non-kayu, seperti rotan atau getah jelutung. Pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh kelompok ini tidak hanya berupa ekstraksi sumber daya hutan akan tetapi lebih jauh juga menimbulkan degradasi gambut akibat pembuatan saluran untuk pengeluaran kayu serta kebakaran yang ditimbulkannya. Upaya untuk mengatasi berbagai ancaman tersebut seringkali menemui jalan buntu akibat putusnya komunikasi antara masyarakat, aparat pemerintah daerah serta institusi Kehutanan/ Taman Nasional. Seringkali ketiadaan komunikasi tersebut berujung pada konflik fisik, yang sesungguhnya merugikan kedua belah pihak. Menyadari bahwa muara dari berbagai masalah yang timbul tersebut terkait dengan masalah nafkah kehidupan masyarakat sehari-hari, maka program ini menggalang inisiatif melalui pendekatan sosial-ekonomi masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional. Program menawarkan dukungan kegiatan ekonomi dengan memakai pola baku mikro-kredit tetapi dengan pola kompensasi yang berbeda. Dalam kaitannya dengan kemitraan antara masyarakat dengan Taman Nasional, masyarakat yang memperoleh dukungan ekonomi diwajibkan untuk turut serta dalam
membangun berbagai fasilitas rumahjaga serta portal yang menghalangi pembalak liar untuk memasuki kawasan melalui sungai. Dalam kesepakatan tersebut juga ditekankan bahwa masyarakat diberikan peluang untuk melakukan kegiatan ekonomi disekitar pos jaga, diantaranya dengan menanami lahan yang tersedia dengan tanaman ekonomi, seperti coklat, serta pembuatan rumah anggrek. Hasil yang diperoleh disepakati untuk dibagi antara masyarakat dan LSM pendamping serta untuk mendanai berbagai kegiatan disekitar kawasan penyangga Taman Nasional. Selain itu, untuk pengamanan hutan, telah disepakati pula untuk melibatkan masyarakat serta institusi desa dalam kegiatan patroli bersama pengamanan hutan. Berbagai kombinasi kegiatan sosial-ekonomi, kemitraan dan pengamanan hutan tersebut telah menunjukan hasil yang sangat nyata, diantaranya yang terpenting adalah mencairnya komunikasi dan hubungan antara masyarakat dan pihak Taman Nasional, sehingga memungkinkan terjadinya dialog lanjutan untuk membahas berbagai persoalan yang selama ini mengganjal. Lebih dari itu, terciptanya kegiatan ekonomi yang terpusat di pemukiman yang disertai dengan keterlibatan masyarakat dalam pengamanan hutan (termasuk pembangunan portal) telah membantu mengurangi tekanan perambahan kedalam hutan. Terkait dengan pencegahan kebakaran, pola mikro-kredit juga diterapkan dalam pembentukan brigade penanggulangan kebakaran tingkat desa, yang dikoordinasikan dengan Institusi Pengendalian
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 13
Climate Change, FForests orests and PPeatlands eatlands in Indonesia ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Kebakaran dari Pemerintah. Adanya kegiatan ekonomi yang dapat membantu kebutuhan rumah tangga telah memberikan kesempatan bagi para anggota untuk terlibat dalam berbagai pelatihan dan pertemuan antar anggota brigade penanggulangan kebakaran lainnya, sehingga kemudian dapat memadamkan kebakaran sesegera mungkin di wilayahnya. Adanya tanaman yang ditanam sebagai bagian dari kompensasi pola mikro-kredit juga memacu masyarakat untuk mencegah terjadinya kebakaran atau sesegera mungkin menanggulangi kebakaran, karena jika tidak, akan menghanguskan tanaman kompensasi yang menjadi kewajiban mereka untuk memeliharanya. Pola seperti ini telah memberikan harapan keberhasilan yang menjanjikan karena sejauh ini kejadian kebakaran hutan dan lahan dapat diminimalisasi atau bahkan tidak terjadi di wilayah mereka. Keberhasilan pola ini nampaknya juga telah menarik perhatian pemerintah setempat yang akan menjadikan inisiatif program ini sebagai percontohan untuk direplikasi di wilayah lain. PENGGALIAN INFORMASI BERBASIS SAINS DAN MENGANGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT LOKAL Program ini telah meletakan suatu landasan berarti dalam pengkajian kandungan karbon di lahan gambut
14 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
yang kemudian dikaitkan dengan sumbangannya terhadap penyerapan dan penyimpanan karbon, baik diatas permukaan (above ground) maupun bawah permukaan (below ground). Lebih lanjut, data yang diperoleh kemudian digunakan untuk melakukan pengkajian kadar emisi CO2 ke atmosfir yang berasal dari lahan gambut. Hasil mengkajian tersebut menunjukan data-data yang cukup mengejutkan dan selama ini tidak diperhitungkan dalam menghitung kadar emisi CO2, khususnya dari sektor Kehutanan. Untuk mendokumentasikan berbagai pengalaman di lapangan serta memberikan panduan bagi kegiatan sejenis di kemudian hari, berbagai buku panduan terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut (Silvikultur, Tanah, Hidrologi, Kebakaran Hutan, Pengembangan Masyarakat) telah disusun dan disebarluaskan. Beberapa diantaranya telah dimanfaatkan secara luas, seperti Atlas Sebaran Gambut di Sumatra, Kalimantan dan Papua serta 3 buah buku seri perubahan iklim (Konvensi Perubahan Iklim, Protokol Kyoto dan CDM). Selain menterjemahkan berbagai pengetahuan masyarakat di lapangan, publikasi tersebut juga disusun oleh para pakar dan akademisi yang mumpuni di bidangnya masing-masing dan telah dikenal secara nasional maupun internasional.
DUKUNGAN KEBIJAKAN DAN PENYADARTAHUAN DI TINGKAT WILAYAH DAN NASIONAL Dalam upaya untuk menterjemahkan berbagai inisiatif dan pengetahuan masyarakat serta pengalaman dan permasalahan yang terkait di lahan gambut, baik di lokasi kegiatan maupun di wilayah lainnya, kedalam kerangka kebijakan pemerintahan, maka Proyek CCFPI telah membantu memfasilitasi pengembangan kebijakan dalam bentuk penyusunan strategi pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan. Di tingkat Kabupaten, strategi tersebut telah berhasil disusun, masing-masing di Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatra Selatan dan Muaro Jambi, Propinsi Jambi. Pada tingkat nasional, suatu Strategi Nasional Pengelolaan Lahan Basah telah selesai disusun, yang kemudian disusul dengan turunannya berupa Strategi Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan.
Climate Change, FForests orests and PPeatlands eatlands in Indonesia ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
KERANGKA KERJASAMA KEBIJAKAN INTERNASIONAL Kegiatan yang dijalankan dalam program ini hasilnya juga sangat erat terkait dengan implementasi berbagai konvensi dan kerjasama internasional, termasuk berbagai kewajiban yang terkait dengan kerangka pembangunan berkelanjutan dibawah kerangka kerja Deklarasi Rio dan Agenda 21. Program ini telah memberikan sumbangannya dalam pelaksanaan Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC), Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), Konvensi Lahan Basah (Ramsar Convention) serta Kerangka Kerjasama ASEAN dibidang Penanganan Kabut Asap Lintas Batas. Dalam kerangka kerja UNFCCC, pelaksanaan program ini dapat dijadikan sebagai salah satu upaya dalam kaitannya dengan mitigasi emisi dari kegiatan LULUCF (Land Use and Land Use Change in Forestry). Sementara itu, program ini juga membantu pemenuhan kewajiban Indonesia dalam CBD dan Konvensi Ramsar, khususnya yang terkait dengan perlindungan hutan dan keanekaragaman hayati lahan basah, dan lebih jauh juga sejalan dengan Rencana Aksi Global Lahan Gambut yang disponsori oleh Kanada dan telah didukung oleh Konvensi Ramsar. Berbagai keterlibatan pelaksana kegiatan dalam tiga konvensi lingkungan internasional tersebut juga telah menghasilkan adanya perhatian terhadap lahan gambut, sebagaimana terlihat dari adanya beberapa pernyataan yang telah diadopsi dalam keputusan CBD dan Konvensi Ramsar, yang secara spesifik menggaris bawahi pentingnya hubungan antara lahan gambut, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Sayangnya, sejauh ini UNFCCC belum memberikan pernyataan resmi mengenai hal tersebut, meskipun semakin terbuka
kesempatan untuk mengenali pengelolaan lahan gambut berkelanjutan sebagai komponen utama dalam pencegahan emisi gas rumah kaca yang berlebihan. KELANJUTAN KEGIATAN DAN PELAJARAN YANG BISA DIRAIH Meskipun berbagai keberhasilan (dan juga kegagalan) yang diraih dari berbagai program yang dilaksanakan ini belum menyelesaikan permasalahan secara nasional dalam upaya mengentaskan kemiskinan serta pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan, namun telah terlihat adanya berbagai interaksi sosialekonomi dan lingkungan maupun kebijakan yang dapat dijadikan pijakan untuk keberlanjutan upaya restorasi lahan dan hutan gambut di masa mendatang. Lebih dari itu, berbagai fasilitasi yang diberikan telah mampu menumbuhkan suatu pola dukungan berkelanjutan yang mampu mengajak masyarakat untuk keluar dari kegiatan pembalakan kayu yang sebenarnya juga tidak menguntungkan masyarakat secara ekonomi. Meskipun kegiatan yang dilakukan tersebut hanya menyentuh sebagian kecil masyarakat, namun dalam jangka panjang akan memberikan pengaruh yang jauh lebih besar karena berbagai pola yang diintroduksikan, baik pola bantuan ekonomi maupun mekanisme perlindungan dan restorasi lingkungan serta integrasi keduanya, telah diadopsi dan direplikasi oleh institusi lain, baik pemerintah maupun nonpemerintah, baik di lokasi yang sama maupun di lokasi lain, sehingga keberlanjutannya dapat terjaga. Berbagai kebijakan serta produk kebijakan yang dihasilkan melalui program ini, dari tingkat desa hingga nasional, regional dan internasional, diharapkan dapat dijadikan sebagai pijakan dan payung kebijakan penting dalam pengelolaan lahan gambut berkelanjutan di Indonesia. Dukungan kuat yang ditunjukan oleh masyarakat serta pemerintah ditengarai akibat orientasi pekerjaan dari program ini yang lebih berlandaskan pada
pekerjaan di lapangan dengan menempatkan masyarakat sebagai pemeran utama. Pelaksanaan kegiatan restorasi hidrologi gambut yang sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki oleh masyarakat secara turun temurun terbukti telah berhasil dilakukan, sesuatu yang bahkan ahli teknologi modern sekalipun sebelumnya meragukan keberhasilan pekerjaan tersebut. Meskipun masih banyak hal yang perlu dilakukan, namun berbagai upaya dan keberhasilan yang telah dilakukan tersebut selayaknya dapat meningkatkan posisi tawar Indonesia untuk menagih komitmen dan kewajiban dunia internasional dalam melindungi, melestarikan dan merestorasi lahan gambut di Indonesia karena telah terbukti bahwa kerusakan lahan gambut tersebut dapat menyebabkan kerugian luar biasa bagi masyarakat internasional. UCAPAN TERIMA KASIH Dengan selesainya pelaksanaan Proyek CCFPI ini, maka kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pemerintah Kanada melalui CIDA yang telah memberikan dukungan finansial untuk pelaksanaan kegiatan. Selama berlangsungnya kegiatan, dukungan, arahan kebijakan dan informasi banyak diberikan oleh berbagai institusi Pemerintah Republik Indonesia. Di Tingkat Pusat, dukungan terutama diberikan oleh Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup serta institusi lain yang tergabung dalam Kelompok Kerja Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Sementara itu, di lokasi kegiatan dukungan dan kerjasama erat diberikan oleh Pemda Propinsi Jambi, Pemda Propinsi Sumatera Selatan, Pemda Propinsi Riau, Pemda Propinsi Kalimantan Tengah, Pemda Kabupaten Musi Banyuasin, Pemda Kabupaten Tanjab Timur, Pemda Kabupaten Tanjab Barat, Pemda Kabupaten Muaro Jambi serta Pemda Kabupaten Kapuas dan jajarannya. Untuk menjaga kadar mutu ilmiah dari
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 15
Climate Change, FForests orests and PPeatlands eatlands in Indonesia ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
berbagai kajian dan publikasi yang kami laksanakan, kami sangat berterima kasih atas kucuran ilmu dan kepakaran dari berbagai pakar dari IPB (khususnya Jurusan Meterologi dan Fakultas Kehutanan), Universitas Brawijaya, Univeritas Palangka Raya, Pusat Peneltian Tanah dan Agroklimat – Departemen Pertanian serta institusi lain dan para pakar yang terlibat dalam berbagai diskusi, workshop serta konsultasi. Data saintifik dikumpulkan,
dikaji dan disajikan oleh para konsultan yang menangani bidang tertentu sesuai dengan tema yang kami tangani. Di lapangan, pelaksanaan pekerjaan dan komunikasi sebagan besar dilaksanakan oleh para mitra: Yayasan Wahana Bumi Hijau di Sumatera Selatan, Yayasan PINSE di Jambi, sementara di Kalimantan Tengah seluruh kegiatan dikoordinasikan oleh Kalimantan Site Coordinator. Para Staf dan Fasilitator Proyek memastikan
bahwa seluruh kegiatan yang dirancang dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, berbagai kegiatan yang dilaksanakan, hasil yang dicapai di lapangan serta informasi yang disajikan tidaklah akan bisa dicapai tanpa keterlibatan dan dukungan dari anggota kelompok masyarakat, merekalah sebenarnya aktor utama dari program CCFPI. zz
Surat lusuh dari dusun ... Wajah lucumu lebih tampak tatkala kau terlelap ... Polos penuh kejujuran dan kebahagiaan ... Ku tertegun ketika melihat secarik kertas teremas di tanganmu Ku buka ... ku baca ... lalu ku terpana Senyum polos anakku ternyata menyimpan kedukaan dan kekuatiran Anakku mencoba menggoreskan kata hatinya untuk disampaikan kepada kaum pemimpin negeri ... “Ibu, Bapak juga kakak-kakak semua .... kemarin .. Nanda sama keluarga cuma makan sekali ... itupun sama jagung saja ... tanpa ikan yang biasanya didapat di kali sekitar rumah ...... siang harinya perut Nanda sakit ... sakit sekali ... menahan lapar Nanda takut ...besok-besok begitu lagi ... Nanda juga kasihan sama adik yang masih kecil ... Nanda nulis surat ini mau minta tolong ... siapa tau Bapak/Ibu bisa membantu .......................................”
Tak terasa ... air mataku mengalir ... menetes membasahi kertas lusuh anakku .... Seakan turut berdosa batinku berkata .... anakku maafkan bapakmu ... kau belum mengerti ... bahwa gergaji di sudut kamar bapakmu ... turut andil atas laparmu sekarang hutan kubabat ... ladangpun ikut terbakar .... dan ikan di kalipun lenyap... Aku menyesal ... tapi apa yang bisa bapakmu lakukan ... lahan tak punya ... apalagi harta ... Sesaat ku terhenyak dan tersadar ... surat lusuh anakku ... ya ... surat itu harapanku Wahai pengelola negeri ... terimalah coretan acak anakku ... Gandenglah aku ... demi nasib anak-anakku ... Ya .. Rabbi ... berikan ridho-Mu ... agar kelak .... tetesan air mata penyesalan ini berganti menjadi tetesan kebahagiaan .... Amin ....
Akankah coretan lusuh Nanda yg tergeletak di atas meja-meja kaum pengelola terbaca? teraspirasikan? dan terpogram solusinya? .... akankah lantun kata kegetiran Nanda dan kejujuran penyesalan sang Bapak mengetuk nurani kita? ... CCFPI telah usai, namun niat dan semangat perbaikan lingkungan khususnya di lahan gambut tidak harus berhenti disini ... adalah tanggung jawab kita semua untuk terus menangani dan menindaklanjutinya ... ... wahai para penguasa, kami dengar dengung lagumu yg selalu meng-atasnamakan-ku, kami juga lihat bingkai indah kaidah-kaidahmu ... dan kami sangat mengerti bila perut elastismu selalu mengetuk-ngetuk otak kecilmu .... namun kami para kaum jelata sungguh tidak memahami mengapa alamku hilang dan tak pernah kembali lagi? disimpan di gudang-kah? atau dijualkah? .. tapi kami tak lihat tabungan itu ... kami tak rasakan cipratan keuntungannya ... bahkan tetesan ‘riba’-nyapun tak membasahi tenggorokanku .... kenyataannya .. kami lapar .. dan semakin lapar ... jalan seakan tertutup ... lalu .. masih lebih baikkah kami yg bersikap arif dengan kelaparan kami dibanding Bapak Nanda dengan gergajinya? dan engkau paman gober ... kerjamu hanya kotak-katik nominal yg bakal kau raup .... tak peduli etika .. tak peduli budaya ... berbagai cara kau coba .. demi ambisi dunia ... ya .. demi label pengusahawan/wati ... walau hukum kau lecehkan, wakil-wakilku kau ninabobokan, bahkan kaum jelataku kau singkirkan ...... pintar memang .. tapi pintarmu telah merampas hak-hak kami ... kaum jelata yang diciptakan dengan hak yang sama denganmu .... (Triana)
16 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Berita Kegiatan
Berita-Berita Kegiatan
Green Coast Project
di Aceh-Nias Proyek Green Coast Fase I Berakhir*
P
ada akhir Maret 2007, Proyek Green Coast/GCfase1 yang didanai oleh Oxfam-Novib telah berakhir. Dalam usianya yang relatif muda (kurang dari 2 tahun), proyek ini telah membuahkan berbagai hasil kegiatan dengan berbagai tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Hasil-hasil yang diperoleh meliputi: (a) Laporan Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di berbagai daerah NAD dan Nias (dikerjakan oleh WI-IP), (b) kajian terhadap berbagai kebijakan/ peraturan mengenai pengelolaan pesisir NAD (dikerjakan oleh WWFIndonesia) dan (c) pemberian dana hibah kepada sekitar 59 LSM/KSM untuk selanjutnya disalurkan kepada beberapa kelompok masyarakat
pesisir (sebagai modal awal untuk usaha yang dikaitkan dengan rehabilitasi tanaman) di NAD-Nias. Terkait dengan hal-hal di atas, maka tulisan ini akan memuat ringkasan hasil evaluasi dan monitoring (dilakukan selama bulan January 2007), khususnya terhadap kegiatankegiatan rehabilitasi tanaman (bakau dan tanaman pantai) di berbagai lokasi di Propinsi Aceh maupun Nias.
melakukan kegiatan rehabilitasi pesisir seluas 638 ha dengan tanaman bakau (lebih dari sejuta pohon) dan tanaman pantai (sebanyak 187,600 batang). Namun dari hasil pemantauan lapangan oleh staff Lapangan WI-IP (January dan Maret 2007), ternyata tingkat keberhasilan hidup tanaman rata-rata adalah sekitar 68% (hanya 810,288) dan ini pada akhirnya mengurangi luas lahan rehabilitasi sebesar 22%, yaitu dari 638 ha yang semula direncanakan, menjadi 501 ha.
Dari Tabel di bawah terlihat bahwa dalam kurun waktu hampir 2 tahun (Juli 2005 s/d Maret 2007), hampir 8,5 milyar rupiah dana dari Oxfam Novib telah disebarluaskan oleh WIIP kepada berbagai LSM/KSM di NAD-Nias dan 30% dari total dana ini telah digunakan sebagai modal usaha, sedangkan sisanya untuk
Jumlah bibit yang ditanam dan luas lahan tanam Lokasi (jumlah LSM/KSM)
1. Simeulue (6)
Jumlah dana yang dialokasikan
Jumlah dana untuk modal usaha
Mangrove
Tanaman pantai
Jumlah Bibit
Luas (Ha)
Jumlah bibit
Lainnya (perlindungan terumbu karang)
Luas (Ha)
Luas (Ha)
Total Jumlah Bibit
Luas (Ha)
470,000,000
180,000,000
68,000
14
21,500
35
-
89,500
49
2. West Coast (12)
1,726,000,000
640,000,000
60,000
12
87,500
177
-
147,500
189
3. North Coast (22)
3,756,000,000
1,191,000,000
501,000
105
66,300
152
38
567,300
295
4. East Coast (10)
1,330,000,000
440,000,000
275,000
55
11,300
28
-
286,300
83
5. Nias (4)
380,000,000
105,000,000
100,000
20
1,000
2
-
101,000
22
6. Province (5)
772,650,000
Total
8,434,650,000
Diantaranya untuk kegiatan pelatihan pembibitan & rehabilitasi, pembuatan bahan-bahan awareness dan kampanye lingkungan, 2,556,000,000
,004,000
206
187,600
Tingkat keberhasilan hidup tanaman & luas lahan rehabilitasi yang terealisasi
394
38
1,191,600
638
810,288 (68%)
501 (78%)
*) Fase II diharapkan akan dimulai dari Mei 2007 s/d Maret 2008
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 17
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Relatif rendahnya tingkat keberhasilan hidup di atas, tidak berlaku secara umum, karena cukup banyak mitra LSM di lapangan memperlihatkan tingkat keberhasilan hidup tanaman yang bahkan mencapai lebih dari 95% (misal di Desa Lham Ujong, desa Pulot, Kajhu dsb). Tingkat keberhasilan paling rendah umumnya diperlihatkan di Aceh Utara dan Aceh Timur, yang diakibatkan oleh adanya bencana banjir bandang pada tgl 22 Desember 2006 (lihat judul artikel: DAMPAK BANJIR BESAR ACEH TERHADAP KEGIATAN PROYEK GREEN COAST), dimana lebih dari 60,000 bibit bakau (usia di atas 5 bulan) yang telah ditanam para mitra LSM (beserta masyarakat binaannya) hanyut terbawa banjir. Namun di lokasi lain (seperti Simeulue dan Aceh Barat) rendahnya keberhasilan hidup tanaman disebabkan karena substrat yang tidak sesuai dan dalam beberapa hal dikarenakan komitmen yang kurang kuat dari para pelaku rehabilitasi.
Tantangan dan Pembelajaran pada Kegiatan Rehabilitasi Pesisir Kegiatan rehabilitasi tanaman yang dilakukan para mitra kerja di lapangan berlangsung pada berbagai jenis ekositem lahan basah, diataranya di lokasi eks-hutan bakau, tambak udang, muara sungai dan Laguna. Hampir semua lokasi kegiatan penanaman oleh proyek GC-1 berlangsung pada ekshutan bakau dan tambak udang, sedangkan untuk laguna hanya dilakukan di lokasi Desa Pulot, dimana pada muara sungai di desa ini, akibat ambelasnya daratan pantai saat tsunami/gempabumi dan tertimbunya muara suangai oleh pasir, terbentuk suatu laguna baru. Pada kondisi demikian, muara sungai menjadi terpisah dari laut dan membentuk laguna (catatan: kondisi laguna ini sangat dinamis. Pada musim hujan pasir di muara sungai hanyut terbawa air dari dalam laguna menuju laut dan saat musim kemarau, pasang air laut akan membawa pasir tersebut kembali menutupi mulut laguna). Tidak kurang dari 46,000 bibit bakau dan tanaman pantai ditanam di dalam dan sekitar laguna desa Pulot.
18 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Selama menyelenggarakan kegiatan penanaman bakau maupun tanaman pantai di berbagai lokasi NAD-Nias, terdapat tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pihak Proyek GC-1, diantaranya: • Keterampilan yang dimiliki beberapa mitra dalam tehnik pembibitan maupun penanaman bibit bakau/tanaman pantai masih kurang memadai (termasuk pemilihan bibit yang kurang tepat untuk lokasi tanam) • Hama ternak peliharaan (kambing dan sapi) dan hama satwa liar (babi, teritip dsb) yang sering memakan bibit-bibit muda dan bahkan kadang merusak pagarnya • Lokasi penanaman yang kurang tepat (substrat pasir, tergenang air dsb) • Mahalnya biaya membuat pagar untuk melindungi bibit tanaman dari satwa liar dan ternak • Kurangnya Kordinasi antara para donor dan pelaku rehabilitasi di lapangan (lokasi yang sudah ditanami oleh proyek Green Coast, ditanami lagi oleh pihak lain) • Bibit yang telah ditanam dibongkar pihak lain karena kurang jelasnya batas-batas lahan milik masyarakat binaan • Bibit tertimbun endapan pasir yang terbawa saat air pasang. Pada saat air surut (pada siang hari) pasir akan menyerap enersi panas
matahari dan akhirnya membuat tanaman kepanasan hingga layu dan akhirnya mati. • Dalam satu lokasi kegiatan seringkali terdiri dari beberapa tipe ekosistem pesisir yang berbeda sehingga memerlukan pendekatan dan penanganan tehnik rehabilitasi yang berbeda pula. • Jenis tanaman yang ditanam para mitra di lapangan pada lokasi tertentu kurang bervariasi, akibatnya timbul kesan bahwa rehabilitasi bersifat mono-kultur. Meskipun adapula yang menanam lebih dari 20 jenis tanaman pantai dan bakau, seperti dilakukan di pesisir Desa Kajhu • Adanya pihak swasta/donor yang memberikan upah tanam yang tinggi dalam mekanisme ‘cash for works’ dikahawatirkan akan merusak “modal sosial yang ada di masyarakat” seperti semangat gotong royong secara suka rela • Kondisi alami yang sulit diantisipasi (arus/gelombang pasang air laut, angin, banjir dsb) Dari semua tantangan di atas, maka yang paling sulit diatasi adalah bencana alam banjir, khususnya yang menimpa kawasan pantai timur aceh baru-baru ini. Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa kegiatan rehabilitasi tananaman pesisir oleh para mitra Proyek Green Coast
Penanaman bakau oleh siswa-siswi Sekolah Dasar (Foto: Iwan T.C.W.)
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
dikaitkan dengan pemberian modal usaha kepada kelompok-kelompok masyarakat binaannya. Berbagai kegiatan usaha telah dilakukan oleh para penerima modal kerja ini, diantaranya digunakan untuk: membuka usaha warung, pangkas rambut, menjahit, membeli peralatan penangkapan ikan, beternak/budidaya ikan, kepiting, kambing, sapi dsb. Namun kegiatan berusaha ini juga tidak luput dari berbagai tantangan. Tantangan dan Pembelajaran pada Kegiatan Pemberdayaan Ekonomi • Kondisi pesisir dan tambak yang sangat rusak sehingga belum efektif untuk mendukung dimulainya kegiatan akuakultur- silvofishery (budidaya perikanan) • Kelompok masyarakat masih cenderung memilih mengelola modal usaha secara individu tanpa adanya perguliran modal ke anggota masyarakat yang lainnya. • Tidak semua anggota kelompok memiliki keterampilan yang memadai dalam menjalankan usahanya. • Beberapa mitra (Fasilitator) proyek GC-1 tidak tinggal bersama atau tempat tinggalnya jauh dari lokasi desa kelompok masyarakat binaannya. Akibatnya program pengembangan usaha dan rehabilitasi tanaman tidak berlangsung secara optimal. Rekomendasi Kedepan Dari pengalaman yang diperoleh dalam menyelenggarakan Proyek GC-1, maka dalam rangka perpanjangan proyek semacam ini kedepan (baik oleh Proyek GC fase 2 atau Proyek-proyek lainnya), berikut ini adalah beberapa saran tindakan yang perlu diambil: • Monitoring dan Evaluasi. Kegiatan ini dipandang perlu untuk dilakukan sejak awal pelaksanan Proyek, sehingga kekeliruan dan/atau kegagalan penanaman dan berusaha dapat diantisipasi serta ditanggulangi lebih dini.
• Pelatihan Keterampilan. Semua mitra kerja GC-2, sebaiknya diberikan keterampilan dalam tehnik menyiapkan bibit tanaman dan melakukan penanaman, juga dalam hal mengarahkan berbagai usaha yang nantinya akan dijalankan kelompok masyarakat binaannya. • Kelompok masyarakat binaan sebaiknya memilih kegiatan berusaha yang benar-benar diminati dan dikuasai serta akses pemasaran terhadap produk/hasil usaha mudah dan masih terbuka luas. Untuk mengantisipasi kegagalan berusaha, maka perlu diberikan pelatihan ketrampilan terhadap jenis usaha yang akan dilakukan. • Perlu dibuatkan master plan kegiatan rehabilitasi ditingkat Kabupaten (akan lebih baik lagi ditingat Desa/Kecamatan) yang menggambarkan lokasi mana dan berapa luas lahan yang masih perlu direhabilitasi, para aktor yang
berperan, status lahan dan tata ruangnya. Informasi ini sebaiknya dimiliki dan diacu oleh para aktor rehabilitasi sebelum memulai kegiataannya. • Perlu adanya kordinasi (sebaknya oleh Ketua Bappeda Kabupaten atau Camat/Kepala Desa) terhadap kegiatan penanaman/rehabilitasi yang akan dilakukan berbagai pihak di lapangan untuk mencegah adanya tumpang tindih kegiatan di lapangan. • Perlu dibangun pangkalan data (Data Base) yang memuat hasil kegiatan dan lokasi yang telah direhabilitasi, satus lahan dan pihak pengelola yang bertangung jawab ke depan dsb. Pangkalan data ini, selain akan menjadi penyedia data ia juga akan dapat digunakan sebagai alat untuk menilai tingkat keberhasilan dan arahan bagi pembangunan pesisir di masa datang. (ditulis oleh: Nyoman Suryadiputra, Ita Sualia dan Muhamad Ilman)
DAMPAK BANJIR BESAR ACEH TERHADAP KEGIATAN PROYEK GREEN COAST (oleh Ita Sualia) Bencana banjir besar yang terjadi di Pesisir Timur Aceh, setelah terjadi hujan secara terus menerus selama tiga hari sejak tanggal 22 Desember 2006, seakan mengiringi peringatan dua tahun Tsunami. Banjir tersebut menyebabkan 44 orang meninggal dan 196 orang hilang (AcehKita, 29 Des 2006). Banjir ini juga melanda lokasi rehabilitasi Proyek Green Coast di Aceh Utara dan Bireun. Meski tidak ada korban jiwa yang dialami oleh mitra-mitra Green Coast, tapi rumah, tambak milik mitra yang sedang membudidayakan ikan bandeng, dan lebih dari 60,000 mangrove yang ditanam mitra akhirnya mati setelah terendam banjir selama tiga hari. Total kerugian yang dialami akibat banjir untuk unit usaha kelompok dan penanaman mangrove adalah lebih dari Rp 80 juta. Tabel:
Bentuk kerugian yang dialami Proyek Green Coast pada peristiwa Banjir di pantai Timur NAD bulan Desember 2006. Lokasi
Desa Seumatang Punti, Kecamatan Blang Mangat Kabupaten Aceh Utara
Kerusakan Bibit mangrove Ajir Benih bandeng
Jumlah mangrove yang mati 4000
Sewa tambak Desa Beuringen Kecamatan Samudera Gedong, Kabupaten Aceh Utara
Desa Ie Rhob Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireun
Peralatan dan perbaikan pintu air Bibit bandeng Pakan Pupuk dan kapur Bibit mangrove Bibit mangrove
7,300 50,000
Induk ayam Total
61,300
Kerusakan selain mangrove
Jumlah (Rp)
Satuan
Harga @
4000 16,000
bibit batang ekor
5
petak
900 400 240 800,000/pet ak/8 bulan
1
set
500,000
9,500 90 6
ekor sak set bibit bibit
350 150,000 1,000,000 800 700
3,325,000 13,500,000 6,000,000 5,840,000 21,000,000
745
ekor
25,000
18,625,000 81,790,000
3,600,000 1,600,000 3,800,000 4,000,000 500,000
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 19
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Tantangan dan Pembelajaran dari segi Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan Dalam menyelenggarakan kegiatan Proyek GC-1 oleh para mitra di lapangan, issu kesetaran gender tak lepas dari kacamata Donor. Issue ini, diantaranya meliputi sampai sejauh mana kesetaraan peran antara wanita dan pria dalam merencanakan, mengambil keputusan dan melaksanakan kegiatan baik yang terkait dalam kegiatan rehabilitasi tanaman maupun dalam bidang kegiatan berusaha. Untuk memperkuat pemahaman tentang issue kesetaraan gender oleh para mitra Proyek Green Coast, maka oleh WI-IP pada tanggal 22-23 Maret 2007 telah dilakukan suatu pelatihan terkait dengan issue Gender, yang didalamnya termuat: (1) Kesetaraan Gender. Pada bagian ini pelatihan diberikan oleh Ibu Risma dan Ibu Ismiati dari organisasi Women and Children Protection WCP Aceh yang diawali dengan mengkaji sampai sejauh mana para mitra GC telah menerapkan (mainstreaming) aspek gender dalam melaksanakan kegiatanya di lapangan. (2) Pengelolaan modal usaha. Dalam topik ini dibahas tentang bagaimana modal usaha dapat bergulir dan terakumulasi dalam anggota kelompok penerima dana dari Proyek GC. Materi disampaikan oleh Bapak Aziz dari Yayasan PERAMU Bogor (3) Budidaya perikanan campuran/polyculture (rumput laut dan bandeng). Materi training dan kunjungan lapang ke tambak polyculture difasilitasi oleh Bapak Sugeng, Kepala Balai Budidaya Air Payau Ujong Batee. Kunjungan lapang juga dilakukan ke tambak silvofishery mitra Green Coast WIIP di Lam Ujung Dari hasil pelatihan di atas, khususnya terkait dengan butir 1 di atas (issue gender), ternyata •
Tidak terdapat upaya kesengajaan dari para mitra Green Coast untuk melakukan pembedaan manfaat yang bisa diperoleh oleh laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan kegiatanya di lapangan.
•
Beberapa anggota kelompok perempuan dari Mitra Proyek Green Coast merasa bahwa beban kerja sehari-hari mereka justru akan menjadi lebih berat jika harus terlibat langsung dalam berbagai kegiatan lapangan yang sebenarnya lebih tepat dilakukan kaum pria.
•
Para Mitra Green Coast (terhadap kelompok binaannya) ternyata telah memberi kesempatan yang luas bagi perempuan dalam pengambilan keputusan maupun duduk dalam posisi kunci di kelompoknya. Meski demikian, kondisi sosial budaya yang berlaku menyebabkan perempuan belum terlalu aktif memanfaatkan kesempatan tersebut.
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Burung-air di Pesisir Nanggroe Aceh Darussalam Pasca-tsunami Oleh: Ferry Hasudungan*
D
ua tahun telah lewat, rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah yang dilanda gempa dasyat dan gelombang tsunami dua tahun silam di sebagian Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sudah kembali pulih. Pemukiman dan gedung fasilitas umum baru telah berdiri diatas puing-puing bangunan lama, meski disana sini masih terdapat kekurangan atau keterbatasan. Ya, tidaklah mudah untuk pulih dan kembali seperti sedia kala.
20 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Terlepas dari berbagai upaya pemulihan tfisik di atas, pembaca saya bawa ke daerah pertambakan di wilayah Tibang (berbatasan dengan wilayah Jeulinke), bagian kecil dari wilayah kota Banda Aceh yang luput dari perhatian. Beberapa batang bakau (Rhizophora spp.) nampak masih tegak diantara sisa-sisa batang pohon sejenis yang sebagian besar tumbang atau tercabut hingga akarakarnya. Puluhan ekor burung
berwarna putih bersih terlihat tegak diantara akar-akar bakau yang tersisa. Dimalam hari ranting-ranting dan akar pohon tersebut terlihat seperti dipenuhi buah berwarna putih. Ya pohon-pohon itu menjadi tenggeran, tempat istirahat bagi ribuan burung kuntul. Beberapa kali sempat terhitung, di pagi hari (sekitar pukul enam), saat burungburung tersebut terbang ke arah tempat mencari makannya, tidak kurang dari 1980 ekor burung kuntul (yang
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Berita Kegiatan
sebagian besar adalah kuntul kerbau bubulcus ibis.) yang menempati daerah ini terbang ke arah pedalaman, mencari makan di sela-sela lahan basah yang tersisa di wilayah NAD atau bahkan mungkin juga terus keluar wilayah propinsi ini. Cerita beberapa penduduk di sekitar, menyebutkan bahwa sebelumnya tegakan mangrove yang masih hidup di sekitar pertambakan merupakan tempat persarangan (nesting-site) bagi kelompok burung tersebut. Daerah tersebut diusulkan untuk dibebaskan dari segala upaya pembangunan fisik. Untuk mendukung keberadaan kelompok burung kuntul, prioritas rehabilitasi mangrove yang akan datang diusulkan di bagian bantaran sungai serta pertambakan yang saat ini digunakan sebagai daerah tenggeran. Pemantauan serta kajian yang lebih mendalam dibutuhkan untuk mendukung langkah-langkah tersebut. Hal-hal yang perlu dipantau, meliputi: keberadaan burung-air (jumlah jenis dan individu), aspek perkembangbiakan, studi makan (mengetahui jenis-jenis makanan serta ketersediaannya).
Kawanan kuntul kecil (Egretta garzetta) berbaur dengan kuntul kerbau (Bubulcus ibis), bertengger di sisa akar bakau yang tumbang akibat gelombang tsunami di pertambakan di sekitar Desa Tibang & Jeulingke (Foto: Ferry H., 18 Sept. 2005)
Namun apalah daya, pembangunan terus berjalan... tanggul penahan air pasang/ombak telah dibangun membentengi pertambakan. Kondisi tersebut dapat mengancam keberadaan burung-burung air, karena dengan terhalanginya keluar masuk air pasang dan surut dapat berdampak bagi pertumbuhan bakau yang merupakan tempat bertengger mereka. Sebelum bencana tsunami, ke arah pantai, beberapa burung-pantai teramati dari jenis Gajahan (Numenius), Cerek (Charadrius) dan Trinil (Trinil). Dari sebuah laporan kecil pengamat burung dari negeri seberang, menyebutkan bahwa ada sebuah lokasi di wilayah Krueng Raya yang menjadi tempat singgah dari burungpantai bermigrasi. Diantaranya terdapat satu jenis dalam jumlah yang cukup besar sekitar satu persen dari populasi migrasinya. Ini menjadikan wilayah tersebut penting secara international bagi burung-pantai bermigrasi. Namun pasca tsunami, kita belum tahu apakah burung-burung tersebut masih singgah ke tempat ini. Atau mencari daerah lain yang masih menyediakan makanan yang cukup. Perubahan dan dampak dari tsunami sangat terasa bagi lahan basah di pesisir NAD, namun seberapa dasyat dampak tersebut bagi burung-burung bermigrasi belum diketahui, karena hingga saat ini kita masih sibuk berbenah untuk pemulihan kebutuhan fisik para “korban” tsunami. zz
Kawanan kuntul kecil (Egretta garzetta) di rawa-rawa di LhokNga – Aceh Besar, yang bagian dasarnya masih terdapat sampah puing-puing bangunan yg terbawa gelombang tsunami (Foto: Ferry H., tgl 23 Des. 2005)
Tanggul yang dibangun untuk menahan air pasang dari laut, pasca bencana gelombang tsunami (Foto: Ferry H., tgl 24 Des. 2005)
* (Biodiversity Conservation Officer, WI-IP)
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 21
Berita dari Lapang
Kemungkinan Ancaman terhadap
Keanekaragaman Satwa di Sepanjang Sungai Sebyar, Aranday, PAPUA Oleh: Freddy Pattiselanno
DIMANA LETAK DISTRIK ARANDAY?
D
istrik Aranday di Kabupaten Teluk Bintuni (salah satu kabupaten pemekaran di Propinsi Irian Jaya Barat) terletak pada 132o58, 609’ BT& 02o12, 841 LS terdiri atas 12 desa yang berada di sepanjang pesisir pantai dan sungai. Aranday mempunyai karakteristik khusus karena merupakan daerah berawa yang ditumbuhi hutan mangrove dan sagu sepanjang jalur sungainya dan daerah datar didominasi oleh hutan tropis. Enam diantara dua belas desa yang ada ditemukan sepanjang jalur sungai Sebyar yang hulunya berada di Distrik Merdey (daerah dataran tinggi Manokwari) dan bermuara ke laut (Teluk Bintuni) (Gambar 1). Kawasan Aranday adalah hutan berawa yang dilewati oleh beberapa anak sungai sehingga sarana transportasi utamanya menggunakan angkutan sungai.
Gambar 2
Sungai Sebyar memegang peranan yang sangat penting bagi sarana transportasi di Distrik Aranday, selain itu juga merupakan harapan tempat masyarakat menggantungkan kehidupannya (sumber air minum, tempat mencuci dan sumber penghasilan). Sumber penghasilan umumnya diperoleh dari potensi perikanan tangkap di sepanjang sungai dan sebagai tempat tumbuh sagu (Metroxylon sago) yang juga merupakan makanan pokok masyarakat setempat. Pada tahun 90-an wilayah ini cukup dikenal dengan beroperasinya Industri Sagu (Perusahaan Pengolah tepung sagu Sagindo Lestari) namun saat ini sudah tidak beroperasi lagi.
Gambar 1
DAS SEBYAR, DENYUT NADI MASYARAKAT DI ARANDAY Sungai Sebyar diperkirakan memiliki panjang 150 km dan secara geografis berada pada 132o58,609’ BT dan 02o 12,841 LS. Sama dengan sungai lainnya di kawasan Teluk Bintuni, keberadaan Sungai Sebyar juga sangat dipengaruhi oleh pasang surut yang dapat mencapai 4m dengan beban sedimen relatif banyak. Lingkar luar Sungai Sebyar didominasi oleh Avicenia alba, Sonneratia alba dan Rhizopora apiculata sedangkan bagian dalam didominasi oleh Brugeira spp dan Metroxylon sago. Permukaan daratan sepanjang aliran sungai relatif datar, umumnya merupakan wilayah pemukiman sedangkan agak jauh dari jalur sungai adalah areal hutan (Gambar 2).
22 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
HUTAN DAN POTENSI FAUNANYA Vegetasi yang umumnya ditemukan pada areal komunitas hutan adalah (Myristica argentea), Meranti (Shorea sp.), Ketapang (Terminalia cattapa) and Jambu Hutan (Eugenia sp). Jenis kayu ini umumnya digunakan untuk pagar, bahan bangunan dan kayu bakar. Ditemukan juga beberapa species komersial yang sering digunakan sebagai bahan bangunan, furniture dan industri antara lain Kayu Besi (Intsia palembanica), Matoa (Pometia pinnata), Nyatoh (Palaqium sp.), Kayu Susu (Alstonia scholaris), Bintanggor (Callophylum sp.) dan Resak (Vatica papuana). Pada bulan Juli-Agustus 2005, sebanyak lima kelompok mahasiswa Universitas Negeri Papua menjalani program Kuliah Kerja Nyata di Distrik Aranday dan tersebar di lima
Berita dari Lapang ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
wilayah desa masing-masing Kampung Baru, Aranday, Kecap, Manunggal Karya dan Sebyar Rejoasari. Sebagai salah satu dosen pendamping, dari tanggal 6-25 Agustus 2005, bersama dengan mahasiswa kami melakukan pengamatan untuk melihat keragaman fauna di sekitar lokasi KKN sekaligus melatih mahasiswa dalam melakukan survey potensi biologi. Pengamatan dilaksanakan dengan menggunakan perahu motor di sepanjang alur sungai Sebyar, dan dan di sekitar hutan pada kelima desa lokasi KKN. Tulisan ini menyajikan informasi yang diperoleh selama pengamatan dan diharapkan dapat memberikan gambaran secara komprehensif tentang keanekaragaman satwa di Aranday.
Selama pengamatan berlangsung, lokasi survey sedang mengalami musim penghujan, karena itu terkadang air Sungai Sebyar juga meluap dan menggenangi kawasan yang rendah permukaannya. Fenomena yang tampak yaitu terdokumentasinya sejumlah species burung air (Anatidae, Ardeidae and Laridae) yang dikategorikan sebagai “migratory birds” atau burung pengembara yang menjadikan Papua sebagai lokasi pemberhentian selama periode migrasinya. Tabel 1 menunjukan species satwa yang terdokumentasi selama pengamatan dilakukan di Sungai Sebyar.
Table 1. Species fauna yang dicatat selama pengamatan berlangsung Nama Species(1)
Nama Umum(2)
Catatan(3)
Taxa(4)
Anas Penelope Ardea sumatrana Aythya australis Cacatua galerita Casuarius benneti Cervus timorensis Charmosyna rubronotata Colacalia esculanta Crocodyllus novaeguinae Dendrocygna arcuata Egretta garzetta Egretta ibis Egretta intermedia Goura christata Haliaeetus leucogaster Haliastur Indus Hirundo rustica Lorius lorry Megapodius freycinet Paradisea minor Probosciger aterrimus Psittrichas fulgidus Pteropus neohibernicus Spilocuscus maculatus Sterna albifrons Sus sp. Tadorna radjah Varanus indicus Varanus prasinus
European Widgeon Giant Heron White-eye-duck White Cockatoo Dwarf cassowary Rusa Deer Red-fronted Blue-eared Lory Glossy Swiftlet New Guinea Crocodile Whistling Tree Duck Snowy Egret / Little Egret Cattle Egret Intermedia Egret Common Crown Pigeon White-bellied Sea Eagle Brahminy Kite European Swallow Western Black-capped Lory Common Scrub Hen Lesser Bird of Paradise Palm Cockatoo Vulturine Parrot Greater Flying Fox Spotted Cuscus Little Tern / Least Tern Wild Pig White-headed Shelduck Mangrove Monitor Emerald Monitor
C C F C E-NG C; P F C A2; P; E-NG R C; P C C; P E-NG F C R E-NG C; E-NG E-NG C E-NG A2 A2; P F C F C; A2; P A2; P
Aves Aves Aves Aves Aves Mammals Aves Aves Reptile Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Mammals Mammals Aves Mammals Aves Reptile Reptile
Catatan: C – common, F – fairly common, U – uncommon, R – rare, A2 – Appendix II Cites, E-NG – Endemic New Guinea, P – Protected ..... bersambung ke halaman 29
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 23
Berita dari Lapang
Penghitungan Burung-Air Asia di Indonesia - Bagian dari
Kegiatan Asian Waterbird Census 2007 Oleh: Ferry Hasudungan*
Cangak abu (Ardea cinerea) Foto: Ferry Hasudungan
RINGKASAN
Asian Waterbird Census (AWC) merupakan suatu kegiatan pemantauan burung air tahunan yang bersifat sukarela. Secara global sensus dilaksanakan secara serentak pada minggu kedua sampai ketiga bulan Januari. Untuk tahun ini, kegiatan di Indonesia telah dilakukan pada tgl 7 - 28 Januari. Sebanyak 35 berkas laporan hasil pengamatan telah diterima di meja koordinator hingga April 2007. Dari hasil tersebut, diperoleh data dari 26 lokasi di 10 propinsi di Indonesia. Total sebanyak 16.225 ekor burung-air terhitung, jumlah tersebut tergolong dalam 66 species. Sebanyak 44 orang berpartisipasi dari dalam pelaksanaan kegiatan sensus ini, baik secara perorangan maupun juga atas nama organisasi (tercatat 11 lembaga yang mengirimkan laporan atas nama organisasi). PENDAHULUAN
Tujuan
Organisasi
sian Waterbird Census (AWC) merupakan suatu skema yang terkoordinasi secara internasional untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai burung-air dan lahan basah. Skema ini telah dilakukan sejak tahun 1987 dibawah koordinasi Wetlands International (sebelumnya Asian Wetlands Bureau/AWB dan International Waterfowl and Wetlands Research Bureau/IWRB). AWC dilaksanakan setahun satu kali, selama minggu ke-2 hingga ke-3 bulan Januari, berlangsung secara paralel dengan sensus burung-air lainnya di Afrika, Europa, Asia tengah dan Barat serta Amerika Latin, dibawah payung koordinasi International Waterbird Census (IWC) (Li & Mundkur, 2004).
• menyiapkan dasar untuk memperkirakan populasi burungair,
Sensus ini secara umum dilakukan oleh para sukarelawan dari berbagai latar belakang bidang. Pada tingkat nasional, sensus dikoordinasi oleh satu (atau lebih) koordinator. Pada negara-negara yang tidak memiliki koordinator, informasi/data dikirim langsung kepada Wetlands International oleh para sukarelawan di lapangan.
A
Di Indonesia, AWC dikoordinasi oleh Wetlands International Indonesia Programme, dan telah mulai dilakukan sejak tahun 1987 (dulu Asian Wetland Bureau/AWB) hingga saat ini.
• memantau perubahan-perubahan jumlah dan distribusi burung-air secara teratur, membakukan penghitungan pada daerah yang mewakili lahan basah, • meningkatkan pengetahuan terhadap jenis-jenis burung-air serta lahan basah yang masih sedikit diketahui, • mengidentifikasi dan memantau lokasi-lokasi yang termasuk dalam kualifikasi lahan basah yang penting secara international berdasarkan Konvensi Ramsar, • menyediakan informasi bagi status konservasi dari jenis-jenis burungair untuk digunakan dalam kesepakan internasional, • meningkatkan pemahaman serta kepedulian terhadap burung air dan lahan basah sebagai habitatnya di tingkat lokal, nasional dan international.
Ruang Lingkup Lingkupan geografis: Asia Selatan, Asia Tenggara, Australasia (Australian, New Zealand dan pulau-pulau disekitarnya) serta bagian timur Russia. Indonesia yang termasuk dalam wilayah Asia Tenggara, cakupan wilayahnya meliputi 33 provinsi yang ada, mulai dari Nanggroe Aceh Darussalam hingga bagian paling timur, Papua. Lingkupan lokasi: seluruh jenis lahan basah baik alami maupun buatan manusia, termasuk didalamnya : sungai, danau, bendungan, kolam, rawa airtawar, mangrove, dataran lumpur (mudflat), terumbu karang, persawahan. ..... bersambung ke halaman 27
24 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Berita dari Lapang
Bagan Percut,
Habitat Burung yang Semakin Terpinggirkan Oleh : Giyanto
Pesisir Timur Pantai Sumatera Utara memiliki beberapa lokasi yang penting bagi kehidupan burung air, khususnya burung air migran, termasuk diantaranya Karang Gading Langkat Timur Laut, Bagan Percut, Bagan Serdang, Sungai Ular dan Pantai Cermin. Lokasi tersebut oleh BirdLife International bahkan telah ditetapkan sebagai daerah penting bagi burung (Important Bird Area). Diantara beberapa lokasi tersebut, Bagan Percut nampaknya lebih dikenal sebagai tempat menarik untuk mengamati burung air. Dari kota Medan, pantai yang terletak di Kecamatan Sei Tuan – Deli Serdang ini bisa ditempuh dengan kendaraan darat selama kira-kira 90 menit, dan kemudian dilanjutkan dengan berperahu selama kira-kira 15 menit. Bagi mereka yang hobi mengamati burung, hamparan lumpur (mudflat) serta vegetasi mangrove diatasnya adalah merupakan tempat yang ideal untuk mengamati berbagai jenis burung air, baik penetap maupun migran, sedang mencari makan atau sekedar berjemur. Pada saat pasang naik, mereka kemudian akan bertengger di akar pohon mangrove, atau mencari makan di wilayah tambak. Jika beruntung, sekitar 300 ekor burung Wilwo Mycteria cinerea yang terancam punah bisa kita lihat dengan mudah. Itu artinya kita telah melihat lebih dari 5% populasi dunia. Bandingkan, di Malaysia jumlah populasi burung tersebut diperkirakan tidak lebih dari 10 ekor saja.
Numenius spp, Biru laut Limosa spp, Trinil Tringa spp, Kedidi Caladris spp serta kelompok Dara laut Sterna spp. Namun kehidupan bagi burung air rupanya tak selalu berjalan mulus. Berbagai ancaman saat ini mulai terlihat di Bagan Percut. Yang paling terlihat adalah banyaknya sampah yang dibawa oleh aliran sungai di dekatnya. Sampah pelastik dan tali tentu saja akan membahayakan burung-burung tersebut karena bisa menjeratnya. Dalam jangka panjang, kekhawatiran adanya konversi lahan mangrove menjadi peruntukan lain nampaknya juga perlu diantisipasi. zz
Hamparan lumpur di Bagan Percut (Foto : Giyanto)
Selain itu, pengamat dapat dengan mudah mengamati burung Kuntul Egretta spp, Cangak merah Ardea purpurea, Kokokan laut Butorides striatus, Koak-malam kelabu Nycticorax nycticorax dan Koreo padi Amaurornis phoenicurus. Tak hanya itu, beberapa jenis burung lain juga bisa terlihat, diantaranya Elang bondol Haliastur Indus, Punai Treron sp., Perkutut Geophelia striata, Bubut Centropus spp., Cekakak Cina Halcyon pileata dan Cekakak Sungai Todirhampus chloris. Bagi para pengembara bersayap (burung migran), Bagan Percut rupanya juga merupakan tempat mencari nafkah yang cukup disukai. Buktinya, setiap musim migrasi ribuan ekor dari mereka bisa ditemui mencari makan diantara para burung pribumi. Beberapa yang umum terlihat diantaranya adalah Cerek-cerekan Pluvialis spp, Gajahan
Beberapa jenis burung air migran sedang mencari makan (Foto : Ferry Hasudungan)
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 25
Berita dari Lapang
Menanam Pohon, Menuai Damai Gerakan Menanam Satu Milyar Pohon Oleh: Yus Rusila Noor
“When we plant trees, we plant the seeds of peace and seeds of hope” (Prof. Wangari Maathai - Penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2004)
P
ada paruh akhir tahun 2004, dunia cukup dikejutkan dengan terpilihnya Wangari Maathai, seorang wanita Kenya, sebagai penerima hadiah Nobel Perdamaian. Agak mengejutkan, selain karena beliau mengalahkan beberapa kandidat lain yang lebih diunggulkan, juga karena pertimbangan utama pemberian hadiah tersebut adalah didasarkan pada kegiatannya menanam jutaan pohon yang dikaitkan dengan isu HAM dan demokratisasi di negaranya. Pertimbangan semacam ini sebenarnya agak diluar kelaziman dalam pemberian hadiah Nobel Perdamaian, yang sebelumnya lebih didominasi oleh penerima yang bergelut dibidang politik atau HAM “murni”. Dalam keterangannya, Ketua Komite Nobel Norwegia, Ole Danbolt Mjoes, mengatakan, “Perdamaian di Bumi bergantung pada kemampuan kita untuk menyelamatkan lingkungan hidup. Kami menambahkan dimensi baru pada konsep perdamaian dengan menekankan pentingnya lingkungan, pembangunan demokrasi, HAM, dan terutama hak-hak perempuan”.
Prof. Wangari menunjukan informasi kampanye tanam 1 miliar pohon (Foto : Yus Rusila Noor)
Meskipun terkesan mengejutkan, melihat sepak terjangnya serta catatan prestasinya selama ini, Wangari Maathai sebenarnya lebih dari pantas untuk menerima penghargaan tersebut. Beliau adalah wanita pertama di Afrika Timur dan Tengah yang memperoleh gelar Doktor. Professor ilmu hewan yang lahir tahun 1940 ini juga telah menerima berbagai penghargaan, termasuk UNEP’s Global 500 Hall of Fame and 100 heroines of the world serta deretan penghargaan kelas dunia lainnya. Melalui organisasi yang ikut didirikannya pada pertengahan 1970-an, Green Belt Movement, Wangari beserta anggotanya yang sebagian besar wanita telah menanam lebih dari ..... bersambung ke halaman 30
26 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Berita dari Lapang
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
..... Sambungan dari halaman 24
Perhitungan Burung-Air Asia ........... Lingkupan spesies: seluruh jenis burungair yang secara teratur ditemukan di daerah lahan basah, termasuk diantaranya: titihan, pecuk, pelican/undan, cangak, kuntul, bangau, ibis, paruh sendok, bebek, angsa, mandar, burungpantai, camar, dara-laut. Sebagai jenis tambahan, jenis-jenis burung-pemangsa (raptors), raja udang dan burung lain yang bergantung pada lahan basah juga dicatat.
HASIL Peserta Sensus Hingga Warta ini tercetak, terkumpul sebanyak 35 lembar formulir hasil sensus. Berdasarkan data tersebut, tercatat total pengamat yang turut serta dalam kegiatan ini sebanyak 44 orang pengamat serta 11 organisasi yang tidak menyebutkan nama individu/ pengamatnya. Latar belakang pengamat umumnya dari akademisi (dosen & mahasiswa) biologi/kehutanan, kelompok pengamat burung setempat, anggota/staf lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan, pengamat luar negeri yang kebetulan berada di Indonesia serta staf lembaga pemerintah di bidang konservasi.
Perlindungan dan Ancaman Hanya sebagian kecil (17.39%) dari seluruh lokasi sensus yang diketahui merupakan wilayah yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia, 8.70% dilindungi secara adat. Sebagian besar lainnya statusnya tidak diketahui (39.13%), tidak dilindungi (30.43%). Lokasi sensus yang merupakan areal konservasi adalah: Suaka Margasatwa Muara Angke dan Taman Nasional Karimun Jawa, ini hanya sebagian kecil dari total sebanyak 55 suaka margasatwa, dan 41 taman nasional yang terdapat di Indonesia (Anonim, 2003). Teramati dari hasil ini bahwa peran-serta dari pengelola kawasan konservasi dalam AWC masih sangat terbatas, perlu untuk terus ditingkatkan. Mengingat data hasil AWC ini dapat digunakan dalam prioritas pelestarian terutama pada kawasan lahan basah.
Burung-air yang dilindungi
Sebanyak 17 jenis burung-air yang terhitung dalam AWC 2007 termasuk jenis dilindungi undang-undang di Indonesia. Tiga jenis diantaranya yaitu: Bangau Bluwok (Mycteria cinerea), Kuntul Cina (Egretta eulophotes) dan Tercatat sebanyak 17 ancaman yang Bangau Tongtong (Leptoptilos javanicus) juga merupakan spesies yang terancam kepunahan umum dilaporkan. Limbah domestik kategori rentan (Vulnerable) menurut IUCN tercatat paling banyak dilaporkan yaitu 14,63 % kemudian reklamasi, perburuan Red List (IUCN, 2006). Bluwok juga dimasukan dalam App. I oleh CITES, yang berarti spesies dan penangkapan ikan skala kecil yang paling terancam kepunahannya sehingga tercatat dalam jumlah yang sama (9.76 %). Penggunaan pestisida juga menjadi dilarang diperjual-belikan kecuali pertukaran potensial ancaman di beberapa daerah untuk kebutuhan non-komersial, oleh institusi penelitian (UNEP-WCMC, 2007). sensus (7.32 %).
Lokasi Sensus, Kondisi & Tipe Habitat
Jumlah dan Jenis Burung-air yang disensus
Total sejumlah 26 lokasi penghitungan tercatat dari 10 provinsi, yaitu: Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Beberapa lokasi dilaporkan lebih dari 1 kali (Wonorejo, Jawa Timur; Sayung dan Kaliwungu di Jawa Tengah), untuk memperkecil bias penghitungan jumlah individu di lokasi tersebut, data penghitungan yang dimasukan hanya temuan terbesar saja (untuk masingmasing jenis). Sebagian besar tipe lahan basah yang dilaporkan adalah berupa daerah pantai, tambak dan persawahan.
Total sejumlah 16.225 individu burungair terhitung dalam rangkaian kegiatan ini. Jumlah individu burung-air terbanyak terhitung di wilayah Jawa Tengah yaitu sebanyak 7.514 individu, disusul Jawa Timur (3584) dan Banten (2636). Jumlah individu tersebut tergolong dalam 66 jenis, atau sekitar 35 % dari jumlah jenis burung-air yang tercatat (pernah) ditemukan di Indonesia. Kuntul Kerbau Bubulcus ibis, sebanyak 6.839 individu merupakan jenis yang paling banyak terhitung, disusul Blekok Sawah Ardeola speciosa (1.482) dan Kuntul Kecil (1016).
EVALUASI Kegiatan AWC 2007 telah dilaksanakan di wilayah Indonesia. Berkaca pada rangkaian proses mulai dari informasi awal berupa pengiriman undangan (baik melalui internet, komunikasi lisan serta 1.000 undangan yang dikirim bersama WKLB), dikaitkan dengan hasil yang diterima dan dicapai, serta dibandingkan dengan hasil pada tahun 2006 lalu, belum terlihat peningkatan yang signifikan baik dari jumlah lokasi pengamatan maupun jumlah burung yang terhitung. Namun dari segi jumlah partisipan atau peserta yang terlibat dalam kegiatan ini, cukup meningkat dengan munculnya pengamat-pengamat baru. Komunikasi serta jaringan informasi yang baik diharapkan dapat terus ditingkatkan. zz * Koordinator Nasional AWC di Indonesia & Biodiversity Conservation Officer - WIIP
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 27
Flora dan Fauna Lahan Basah
KANGKARI (Botia macrachanta)
Ikan Hias Khas Perairan Tawar Palangka Raya Oleh: Muhammad Noor* Banyak yang menyangka ikan ini termasuk ikan berukuran kecil sehingga sering mencoba dipijahkan pada usia yang sebenarnya belum dewasa. Ikan dengan panjang 15-20 cm dalam akuarium boleh dikatakan sudah matang untuk dipijahkan karena ikan Kangkari betina mengandung telur setelah mencapai panjang tersebut (BAPEDALDA, 2001).
I
ndonesia telah dikenal dunia sebagai negara yang memiliki tingkat keanekaragamaan jenis flora dan fauna yang tinggi. Jenis flora dan fauna tersebut, tersebar secara tidak merata di seluruh wilayah geografis Indonesia. Pada masing-masing wilayah geografis, terdapat jenis-jenis flora dan fauna yang khas dan tidak ditemui di wilayah lainnya. Kondisi penyebaran flora dan fauna yang demikian, pada akhirnya memberikan identitas khusus pada masing-masing wilayah geografis tersebut. Berdasarkan Surat Kepala BAPEDALDA Propinsi Kalimantan Tengah Nomor 660/157/IV/ BPDL/2001 tanggal 24 Maret 2001, tentang penetapan Identitas Flora dan Fauna Kabupaten/Kota Palangka Raya, serta Surat Keputusan Walikota Palangka Raya Nomor 67/Bid.II/IV/BPDL/ 2001 tentang Identitas Flora dan Fauna Kota Palangka Raya, maka ikan Kangkari (Botia macracantha) ditetapkan sebagai maskot bagi kota Palangka Raya (BAPEDALDA, 2001). Ikan Kangkari (Botia macracantha) termasuk ke dalam ordo Cypriniformes dan family Cobitidae. Tubuh ikan Kangkari berwarna kekuningan yang dibalut warna hitam di tiga tempat. Satu memotong di kepala persis melintas di mata, lalu di tengah tubuh agak lebar dan terakhir di pangkal ekor yang merambat sampai sirip punggung. Sirip ekor tebal terbagi dua dengan ujung lancip. Warnanya oranye dengan ujung kemerahan. Sirip anus hitam dengan tulang sirip kuning, sementara sirip dada merah darah. Di ujung kepala terdapat mulut yang ditempeli kumis. Sedangkan di bawah matanya terdapat semacam duri tajam yang digunakan sebagai senjata (Lingga dan Susanto, 2003). Ikan Kangkari betina memiliki tubuh lebih ramping dibandingkan dengan jantan. Sedangkan ikan Kangkari jantan ditandai dengan sirip ekor lebih panjang dibandingkan dengan betina. Ikan Kangkari termasuk dalam golongan ikan hias bertelur (egg layer). Di alam mereka memijah di musim hujan. Pemijahan dilaporkan berhasil dilakukan dalam akuarium, akan tetapi dengan tingkat kesulitan yang tinggi karena faktor umur.
28 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Air sebagai media hidup ikan Kangkari harus disesuaikan dengan habitat aslinya, yaitu kesadahan 8-12 dH, suhu 24-26 ºC, kadar oksigen terlarut 3-5 ppm. Sebagai ikan yang tidak bersisik ikan Kangkari diketahui rentan terhadap penyakit dan boleh dikatakan hampir tidak memiliki perlindungan terhadap bahan beracun di dalam akuarium. Kebiasaan lain dari ikan Kangkari yang sering membawa kematian ialah permukaan tubuh yang sering mengeluarkan lendir cukup banyak. Begitu banyaknya lendir ini sering membuat air cepat keruh. Lendir sering mengakibatkan tertutupnya insang sehingga membuat ikan Kangkari tidak dapat bernafas (Lingga dan Susanto, 2003). Ikan Kangkari adalah karnivora, sehingga perlu diberi pakan dengan diet protein tinggi. Mereka dapat menerima hampir semua jenis pakan hidup atau beku, seperti artemia, cacing darah, daging udang, daging ikan, bahkan kacang polong rebus (BAPEDALDA, 2001). Salah satu daya tarik ikan Kangkari (Botia macracantha) adalah bentuk tubuhnya seperti torpedo dengan punggung agak melengkung dan mulut kecil meruncing ke arah bawah. Warna kuning emas cerah dan hitam mengkilat merupakan warna favorit yang disukai para penghobi. Ikan Kangkari sangat senang apabila dipelihara secara berkelompok 5-6 ekor atau lebih. Mereka akan berenang bergerombol mengelilingi akuarium dan saling menggesekkan badan dengan sirip punggung menegak, sehingga menyajikan tontonan sangat menarik bagi pemeliharanya. Perilaku lain yang menarik adalah tiduran tergeletak pada satu sisi tubuhnya, sehingga pemeliharanya menyangka ikan tersebut mati (Lingga dan Susanto, 2003). zz
* Jurusan Perikanan UNPAR
Berita dari Lapang
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
..... Sambungan dari halaman 23
Potensi Ancaman terhadap Satwa di Sungai Sebyar ........... Sebagaimana halnya penduduk yang mendiami kawasan sekitar hutan lainnya, ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya alam masih sangat tinggi khususnya sumberdaya perairan. Akan tetapi pengaruh luar (khususnya masyarakat yang datang saat masih beroperasinya industri sagu melalui program transmigrasi) memberikan dampak yang sangat berarti sejalan dengan pengembangan wilayah sebagai distrik baru yang secara administratif mengurus rumah tangganya sendiri. Usaha mayarakat melalui kegiatan perdagangan terlihat dengan berbagai upaya untuk menjual hasil panen sagu dan tangkapan ikan ke wilayah sekitar. Selain itu juga usaha peternakan unggas air dan ternak kambing berkembang dengan baik di beberapa desa dengan memanfaatkan potensi wilayah (aliran sungai dan hijauan yang ada). Satwa buruan yang ditangkap dalam keadaan hidup dan kondisinya masih memungkinkan untuk dipelihara mulai dipelihara dengan system back yard (mengikat atau diumbar bebas di halaman rumah, lapangan atau lahan rumput yang kosong). Jenis satwa yang mulai dikembangkan melalui program budidaya berdasarkan pengetahuan local masyarakat setempat yaitu Burung Kasuari (Casuarius sp.) dan Rusa Timor (Cervus timorensis) (Gambar 3).
KEMUNGKINAN ANCAMAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI Pembangunan wilayah Papua dengan potensi sumber daya alam yang ada mau tidak mau membawa sejumlah dampak baik terhadap kondisi masyarakat maupun lingkungan dalam hal ini ekosistem sekitarnya. Dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat setempat terlihat dengan jelas pada peningkatan arus masuk orang dari luar (baik sebagai pencari kerja maupun pekerja proyek Kilang LNG) yang dapat menciptakan kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Keinginan masyarakat untuk bisa terlibat langsung dalam kegiatan proyek (sebagai pekerja, kemudahan mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan serta mendapatkan kesempatan berusaha) merupakan hal yang wajar karena wilayah pengembangan LNG Tangguh merupakan ulayat dan bagian yang yang sudah menyatu dengan kehidupan mereka seharihari. Dari sisi ekologis, keseimbangan ekosistem juga ikut terganggu dengan kehadiran proyek LNG ini karena perubahan lingkungan alami menjadi suatu pusat aktivitas pengembangan kilang LNG di beberapa titik yang juga merupakan habitat dari sejumlah satwa khas Papua yang notabene
adalah bagian dari Cagar Alam Teluk Bintuni (CATB). Kegiatan konstruksi sejumlah fasilitas dan sarana operasi kilang meskipun dilakukan berdasarkan hasil AMDAL tentunya membawa perubahan terhadap kondisi habitat alami sejumlah species satwa. Selain itu juga aktivitas masyarakat setempat yang kurang berpihak pada kelestarian keanekaragaman hayati juga ikut memberikan kontribusi terhadap keterancaman species satwa yang ada. Dalam kaitannya dengan upaya menjaga kelestarian alam di sekitar areal proyek LNG dan CATB, BP Indonesia dengan beberapa lembaga terkait telah melakukan kegiatan kolaborasi untuk mengembangkan Biodiversity Action Plan guna mengantisipasi perubahan ekosistem yang terjadi dan rencana strategis pengelolaan lahan basah yang terdapat di CATB. Tentunya pengelolaan kawasan yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab dengan tetap mengakomodasi kebutuhan masyarakat lokal yang menjunjung tinggi aspek kelestarian perlu tetap dijaga bahkan ditingkatkan. Hal ini bukan hanya untuk kepentingan kita yang ada sekarang ini tetapi untuk generasi penerus kita yang mendambakan untuk tetap dapat menikmati sumberdaya lahan basah di Papua. Marilah kita saling bergandengan tangan untuk membangun kerjasama dalam menunjang usaha konservasi lahan basah. zz
*Program Studi Produksi Ternak Fakultas Peternakan Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua, Manokwari Email:
[email protected]
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 29
Berita dari Lapang
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
..... Sambungan dari halaman 26
Menanam Pohon, Menuai Damai ........... 30 jutaan pohon di seluruh Afrika, sebagai bagian dari kampanyenya untuk meningkatkan lingkungan hidup serta peningkatan kesadaran mengenai HAM dan demokratisasi. Kegiatan tersebut bukan tanpa resiko, karena wanita yang dinilai sangat konsisten ini berkali-kali dijebloskan ke penjara selama rejim pemerintah Kenya yang sangat represif saat itu. Kiprah Wangari dalam kampanye penanaman pohon kembali ditunjukannya pada pertengahan November 2006. Bersamaan dengan pelaksanaan Pertemuan para Pihak (CoP) 12 Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Nairobi – Kenya, telah diluncurkan suatu kegiatan yang bertajuk Plant for the Planet: Billion Tree Campaign. Kegiatan tersebut intinya adalah mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan penanaman pohon di lokasi yang sesuai di seluruh dunia, dan kemudian mendaftarkan tanaman yang ditanamnya kedalam situs yang telah disediakan www.unep.org/ billiontreecampaign. Si penanam kemudian dianjurkan untuk terus memelihara tanaman tersebut, utuk kemudian akan diberikan sertifikat. Adapun jenis-jenis yang dianjurkan untuk ditanam adalah tanaman setempat yang cocok dengan lingkungannya, sementara jumlahnya bisa berapa saja, dari mulai hanya satu batang hingga jutaan tanaman. Dalam sambutan pembukaan peluncuran program tersebut, Achim Steiner (Executive Director UNEP), menekankan bahwa program kampanye tersebut merupakan salah aksi nyata di lapangan untuk menjawab isu perubahan iklim yang terasa semakin nyata, salah satu diantaranya akibat penggundulan hutan yang semakin menjadi-jadi. Pernyataan serupa, dengan penekanan pada pentingnya pembangunan berkelanjutan untuk kepentingan generasi mendatang, juga disampaikan oleh Pangeran Albert II
30 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
dari Kerajaan Monako, yang dalam hal ini bertindak sebagai pelindung kegiatan. Dalam sambutannya melalui fasilitas tele-conference, Pangeran yang akrab dengan dunia seni dan olahraga ini juga menyampaikan bahwa dirinya sangat peduli dengan kegiatan penghijauan, sehingga telah membentuk yayasan khusus yang memberikan bantuan kegiatan penghijauan di dalam maupun luar negeri, termasuk di Libanon dan Cile. Prof. Wangari sendiri, yang saat itu menjadi pusat perhatian, menceritakan bagaimana mengajak masyarakat menanam pohon memerlukan kesabaran, kukuh dan memiliki komitmen tinggi. Masyarakat, menurutnya, kadang-kadang tidak mau menanam pohon karena pertumbuhannya yang lambat dan tidak bisa terlihat segera, tapi mereka seringkali tidak sadar bahwa pohon yang mereka tebang hari ini sebenarnya tidak ditanam oleh mereka sendiri, tapi oleh orang tua mereka. Dari situ, perlu ditekankan bahwa menanam pohon adalah untuk kesejahteraan anak-cucu kita, yang telah meminjamkan planet bumi untuk kita tempati. Bagi kita di Indonesia, dengan mengesampingkan hasil yang telah diperolehnya, kampanye seperti ini semestinya bukanlah merupakan hal yang baru. Kalau semuanya berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan, rasanya tidak berlebihan kalau kita katakan bahwa satu milyar pohon adalah bukan merupakan hal yang sulit dicapai dengan jumlah biaya yang sudah dikeluarkan selama ini. Mungkin sebagian dari kita masih ingat bagaimana pada tahun 1970, Solihin GP, yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat melakukan kampanye penanaman pohon yang dikenal dengan sebutan RAKGANTANG (Gerakan Gandrung Tatangkalan – Gerakan Menyukai Pohon). Gerakan yang sangat populer pada saat itu
bertujuan untuk menghijaukan kembali tanah Parahyangan. Setelah itu, pemerintah meluncurkan Inpres Reboisasi dan Penghijauan, yang kemudian disusul pula dengan pencanangan hari Gerakan Tanam Sejuta Pohon, dan adapula yang namanya Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis. Yang saat ini sedang digalakan adalah Gerhan. Jadi, dari sisi kegiatan kampanye rasanya kita tidak kalah gesit, hanya saja mungkin karena jumlah yang ditebang lebih banyak dari yang ditanam, atau mungkin juga karena jumlah yang tumbuh tidak seberapa dibanding dengan jumlah yang ditanam, makanya makin banyak saja bumi Indonesia yang makin gundul. Menarik untuk disimak bahwa menanam pohon konsepsinya adalah tidak semata-mata terkait dengan ilmu penanaman (silvikultur) dan dimensi lingkungan (nature) saja. Menanam pohon bisa merambah dimensi yang lebih luas lagi, termasuk diantaranya untuk mempertahankan mata pencaharian penduduk, pemeliharaan sumber mata air, penyediaan udara segar dan bahkan menggalang solidaritas untuk menciptakan perdamaian lintas negara, sebagaimana yang telah ditunjukan oleh kelompok Green Belt Movement di Kenya. Jika ditarik jauh kebelakang, pantaslah kiranya jika lebih dari 14 abad yang lalu Nabi Muhamad SAW sempat mengajak para Sahabatnya untuk terus melakukan penanaman pohon, meskipun seandainya tahu bahwa besok akan tiba hari kiamat. Dalam kebudayaan Cina, seorang penyair yang hidup 2.500 tahun yang lalu dalam puisinya menulis: “Jika anda berpikir satu tahun kedepan, maka sebarkanlah biji. Jika anda berpikir jauh puluhan tahun kedepan, maka tanamlah pohon”. Rasanya para leluhur kita telah memberikan jawaban untuk mengatasi proses perubahan iklim yang menghantui kehidupan kita. Sayangnya, lebih banyak orang berpikiran pendek yang menguasai hajat hidup masyarakat Indonesia. zz
Dokumentasi Perpustakaan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Dohong, A., 2006. Laporan Akhir (Final Report) Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia Komponen Kalimantan Tengah. Laporan Akhir, Wetlands InternationalIP, viii + various. Hermawan, W., 2006. Laporan Partisipasi Kelompok Masyarakat Dalam Pengelolaan Lahan Basah Pesisir (Laguna) Secara Terpadu, Wetlands International-IP, various. Hooijer, A., M. Silvius, H. Wosten, and P. Susan, 2006. Peat-CO2 Assessment of Co2 Emissions from Drained Peatlandsin SE Asia: Report R&D Projects Q3943/Q3684/Q4142, WL Delft Hydraulics, 37. Murdiyarso, D., A. Puntodewo, A. Widayati and M.V. Noordwijk, 2006. Determination of Eligible Lands for A/ R CDM Project Activities and of
Priority Districts for Project Development Support in Indonesia, CIFOR, viii + 40.
Wahyunto, Heryanto, B., Bekti, H. dan F. Widiastuti, 2006. Peta-peta Sebaran Lahan Gambut, Luas dan Cadangan Karbon Bawah Permukaan di Papua, Wetlands International-IP, iii + 52.
Muslihat, L., I.T. Wibisono, D. Rais dan F. Hasudungan, 2006. Kajian Strategis Plan Pengelolaan Lahan Gambut di Blok A, Eks Proyek PLG Sejuta Hektar Kuala Kapuas Kalimantan Tengah, CCFPI and CIDA, xv + 147.
Wibisono, I.T., 2006. Final Report Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Bekas Terbakar di Zona Inti Taman Nasional Berbak Jambi, Indonesia, Wetlands International-IP, iii + 33.
Robledo, C., M. Kanninen, and L. Pedroni, 2005. Tropical Forests and Adaption to Climate Change in Search of Synergies, CIFOR, vi + 186.
Wibisono, I.T.C. and I.N.N. Suryadiputra, 2006. Study of Lessons Learned from Mangrove/Coastal Ecosystem Restoration Efforts in Aceh Since the Tsunami, Wetlands International-IP, xv + 83.
USAID, 2006. Infrastructure Outline Concept Plan: Kabupaten Aceh Besar Water, Sanitation, Solid waste, Drainage, Development Alternatives, vi + 115.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Kotak-Katik
Lahan Basah 1
S
Isilah kotak-kotak di samping ini : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Daerah tepi laut Ketam Pencari ikan Perubahan peruntukan Alat pencatat gempa bumi Nama Inggris bagi Burung Raja Udang Hubungan erat antara dua jenis mahluk hidup Gelombang laut dashyat akibat gempa di dasar laut Bakau (jenis mangrove) Ikan tambak Pantai Utara Jawa (singkat) Hak masyarakat adat atas sebidang tanah
2
I 3
L
4
V
5
O 6
F
7
I 8
S
9
H 10
E
11
R 12
Y
bang tri’ Apr-07 Jawaban Kotak-Katik Lahan Basah Vol. 14 No 4 Oktober 2006
1
H
E
R
M
A
F
R
O
D
I
T
Z
E
R
O
B
U
R
N
I
H
I
D
R
O
L
O
G
I
K
O
N
V
E
N
S
I
T
R
A
N
S
M
I
G
R
A
V
E
N
T
I
L
A
S
I
E
P
I
F
I
T
N
2
1. Mahluk berkelamin dua jenis 2. Metode pembersihan lahan tanpa bakar 3. Ilmu yang mempelajari sifat dan perilaku air
6. Tempat/lubang keluar masuk udara 7. Tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain
3
4
5
6
8. Pemancaran (cahaya, panas)
4. Perjanjian antara negara-negara
9. Beraneka ragam
5. Perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain
10.Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
7
8
9
10
E
M
I
S
I
H
E
T
E
R
O
G
E
B
A
P
P
E
N
A
S
N
G
S
I
Vol 15 no. 1, April 2007 z z z 31