Dari Redaksi
Ucapan Terima Kasih dan Undangan Kami haturkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya khususnya kepada seluruh penulis yang telah secara sukarela berbagi pengetahuan dan pengalaman berharganya untuk dimuat pada majalah ini. Kami juga mengundang pihak-pihak lain atau siapapun yang berminat untuk menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, gambar dan foto, untuk dimuat pada majalah ini. Tulisan diharapkan sudah dalam bentuk soft copy, diketik dengan huruf Arial 10 spasi 1,5 dan tidak lebih dari 4 halaman A4 (sudah berikut foto-foto). Semua bahan-bahan tersebut termasuk kritik/saran dapat dikirimkan kepada: Triana - Divisi Publikasi dan Informasi Wetlands International - IP Jl. A. Yani No. 53 Bogor 16161 tel: (0251) 8312189; fax./tel.: (0251) 832-5755 e-mail:
[email protected]
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Salam redaksi, Suatu ekosistem lahan basah yang sudah terdegradasi akan menjadi rentan dan rapuh terhadap bencana (alam) yang setiap saat mengancamnya. Ancaman bencana seperti banjir, badai, abrasi, tsunami dan lain sebagainya akan dengan mudah memporak porandakan lingkungan yang rapuh dan rentan tersebut, termasuk mengancam kehidupan yang ada di dalamnya. Melalui kegiatan yang aktif saat ini dilakukan, WI-IP bersama mitra-mitra terkait terus mencoba berusaha memulihkan dan mengembalikan “kekuatan” ekosistem lahan basah khususnya pesisir melalui kegiatan rehabilitasi kawasan. Secara sinergi, kegiatan rehabilitasi tersebut juga diikuti dengan pengembangan perekonomian masyarakat. Beberapa informasi yang terangkum pada warta edisi kali ini, memaparkan pola-pola keterpaduan kegiatan yang telah dan sedang diterapkan. Silahkan simak informasi-informasi lainnya, termasuk perkembangan kegiatan restorasi dan rehabilitasi melalui penabatan kanal-kanal di lahan gambut ex-PLG Kalimantan yang dilakukan pada tahun 2033 lalu. Selamat membaca.
Daftar Isi ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Fokus Lahan Basah Mengungkap potensi satwa di sepanjang Sungai Sebyar, Aranday, Teluk Bintuni
3
Konservasi Lahan Basah Dampak Penabatan terhadap Pulihnya Hutan Gambut di Lokasi Blok-A Eks PLG DEWAN REDAKSI: Pimpinan R e d a k s i: Direktur Program WI-IP Anggota Redaksi: I Nyoman N. Suryadiputra Triana Ita Sualia “Artikel yang ditulis oleh para penulis, sepenuhnya merupakan opini yang bersangkutan dan Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap isinya”
4
Berita Kegiatan Pendugaan Biomassa Karbon di Kabupaten Indramayu, Mangrove Capital Project
6
Rehabilitasi Ekosistem Pesisir di Desa Sawah Luhur, Banten Upaya Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim melalui mekanisme Bio-rights
8
Berita dari Lapang Madu Lebah Alami Desa Darat Pantai, Kabupaten Sikka, NTT
10
Sosialisasi dan Aksi Penanaman Mangrove oleh Mahasiswa KKN UNIPA-LPMAK dan generasi muda Kampung Keakwa Kab. Mimika, Papua
12
Flora dan Fauna Lahan Basah
2 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
CAPUNG PELUNCUR (Orthetrum sabina dan Pantala flavescens)
14
Painted Mock Viper (Psammodynastes pictus) Amphiesma saravascense
15 15
Dokumentasi Perpustakaan
19
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Fokus Lahan Basah
Mengungkap potensi satwa di sepanjang Sungai Sebyar, Aranday, Teluk Bintuni Oleh: Freddy Pattiselanno*
P
ada bulan Juli-Agustus 2005, sebanyak lima kelompok mahasiswa Universitas Negeri Papua menjalani program Kuliah Kerja Nyata di Distrik Aranday yang tersebar di lima wilayah desa masingmasing Kampung Baru, Aranday, Kecap, Manunggal Karya dan Sebyar Rejoasari. Sebagai salah satu dosen pendamping, dari tanggal 6-25 Agustus 2005, penulis melakukan tugas supervisi ke lokasi KKN. Kesempatan ini sekaligus dimanfaatkan peserta KKN melakukan pengamatan keragaman fauna (survey potensi biologi secara cepat dan sederhana) di sekitar lokasi KKN yang juga merupakan areal lahan basah potensial di Kabupaten Teluk Bintuni. Pengamatan dilaksanakan dengan menggunakan perahu di sepanjang alur sungai Sebyar baik pada saat melakukan kunjungan ke masyarakat maupun saat pengamatan secara langsung. Tulisan ini menyajikan informasi singkat yang diperoleh selama kegiatan berlangsung. Kawasan sepanjang Sungai Sebyar merupakan areal mangrove yang juga dikenal sebagai habitat sejumlah satwa liar yang didominasi oleh kelompok burung.
DAS SEBYAR DI DISTRIK ARANDAY Distrik Aranday di Kab.Teluk Bintuni (salah satu kabupaten pemekaran di Propinsi Papua Barat) terletak pada 132o58, 609’ BT & 02o12, 841 LS
Pengamatan di sepanjang Sungai Sebyar, dengan perahu tradisional. (Foto: Freddy P.)
terdiri atas 12 desa yang berada di sepanjang pesisir pantai dan sungai. Aranday mempunyai karakteristik khusus karena merupakan daerah berawa yang ditumbuhi hutan mangrove dan sagu sepanjang jalur sungainya dan daerah datar didominasi oleh hutan tropis. Enam diantara dua belas desa yang ada, ditemukan di sepanjang jalur Sungai Sebyar yang hulunya berada di Distrik Merdey (daerah dataran tinggi Manokwari) dan bermuara ke laut (Teluk Bintuni). Sungai Sebyar diperkirakan memiliki panjang 150 km dan secara geografis berada pada 132o58,609’ BT dan 02o 12,841 LS. Sama halnya dengan sungai lainnya di kawasan Teluk Bintuni, keberadaan Sungai Sebyar juga sangat dipengaruhi oleh pasang surut yang dapat mencapai 4m dengan beban
sedimen yang dibawa oleh sungai relatif banyak. Lingkar luar Sungai Sebyar didominasi oleh Avicenia alba, Sonneratia alba dan Rhizopora apiculata sedangkan bagian dalam didominasi oleh Brugeira spp dan Metroxylon sago. Permukaan daratan sepanjang aliran sungai relatif datar, umumnya merupakan wilayah pemukiman sedangkan agak jauh dari jalur sungai adalah areal hutan. Selain berperan penting sebagai sarana transportasi utama di Aranday, Sungai Sebyar juga merupakan tempat masyarakat menggantungkan kehidupannya (sumber air minum, tempat mencuci dan sumber penghasilan). Ketergantungan masyarakat pada sungai terlihat melalui aktivitas harian mereka yang sebagian besar dihabiskan di sekitar sungai. .....bersambung ke hal 18
Volume 20 No. 4, Oktober 2012 z z z 3
Konservasi Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Dampak Penabatan terhadap Pulihnya Hutan Gambut di Lokasi Blok-A Eks PLG Oleh: I Nyoman N. Suryadiputra
DAMPAK DARI PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT YANG TIDAK BIJAK DAN TIDAK TEPAT
P
royek lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah yang dimulai pada tahun 1995 berdasarkan Keppres No. 82/1995, telah menimbulkan berbagai bencana lingkungan, diantaranya kebakaran lahan dan hutan gambut, subsidensi tanah gambut, lepasnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK), dll. Semua kerusakan ini diawali dari dibangunnya kanal-kanal yang panjangnya hampir mencapai 5.000 km.
Langkah penting dan utama untuk memperbaiki lahan gambut yang telah terdegradasi akibat pembangunan kanal-kanal adalah melakukan upaya-upaya pemulihan tata kelola air pada lahan gambut tersebut. Salah satu caranya adalah dengan menabat/menyekat saluran atau kanal-kanal sehingga air gambut tidak terkuras ke sungai. Dengan menabat kanal-kanal, maka diharapkan tinggi muka air dan retensi air di lahan gambut dapat ditingkatkan sehingga dapat meminimalisasi terjadinya bahaya kebakaran dimusim kemarau dan memudahkan upaya rehabilitasi kawasan yang terdegradasi di sekitarnya.
KEGIATAN PENABATAN KANAL OLEH WETLANDS INTERNATIONAL – INDONESIA PROGRAMME Wetlands International – Indonesia Programme, melalui Proyek The Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia (CCFPI), pada tahun 2003 telah melakukan beberapa uji coba penabatan parit dan saluran di aeral Blok-A Eks PLG Sejuta Hektar, Kecamatan Mentangai – Dadahup, Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Penabatan dilakukan pada berbagai kanal berukuran besar dan kecil. Manfaat penabatan kanal dan rehabilitasi di sekitar dan di atas lokasi penabatan:
• Mengembalikan karakteristik gambut agar tetap basah sehingga ia menjadi sulit terbakar
4 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
• Mempertahankan kapasitas lahan gambut dalam menyimpan dan menyerap karbon
• Menjadikan ruas-ruas kanal yang ditabat sebagai tandon sumber air tawar dan media budidaya perikanan
• Mengembalikan jasa-jasa lingkungan, seperti peredam banjir dan pendukung keanekaragaman hayati
• Tanaman-tanaman bernilai ekonomis tumbuh subur kembali di atas tabat dan di sisi-isisi tabat. Foto-foto pada halaman berikut ini menggambarkan perubahan tutupan lahan di kiri kanan kanal pada lokasi penabatan dan di atas tabat itu sendiri. zz (Sumber foto-foto: Dokumentasi WI-IP)
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Konservasi Lahan Basah
Volume 20 No. 4, Oktober 2012 z z z 5
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Pendugaan Cadangan Karbon di RPH Cemara Kabupaten Indramayu
(Mangrove Capital Project) Oleh: Luthfia Zahra Zen dan Dansun Sutaryo
PENDAHULUAN
M
angrove, secara umum memiliki peran dan manfaat yang sangat penting bagi ketahanan suatu wilayah pesisir, antara lain manfaatmanfaat ekologi, ekonomi dan edukasi. Yang menarik dan belum banyak diulas adalah peran penting mangrove terkait issue pemanasan global yaitu kemampuannya dalam menyerap karbon dioksida di udara (mitigasi perubahan iklim). Wetlands International bersama para mitranya telah memprakarsai dan mengembangkan suatu program yang disebut ‘Mangrove Capital’, dengan tujuan utamanya adalah mengedepankan nilai-nilai mangrove melalui penelitian/ kajian guna mendukung pengembangan/ perbaikan kebijakan pengelolaan pesisir. Salah satu bagian dari kegiatan adalah mengkaji dan melakukan pendugaan kandungan karbon pada ekosistem hutan mangrove di beberapa wilayah pesisir di Jawa. Salah satu lokasi pengambilan petak contoh adalah RPH Cemara di wilayah Kabupaten Indramayu. yang memiliki luas wilayah 8071.19 ha. Lokasi pengambilan petak contoh berada pada kisaran koordinat 6° 17’ 36.86" LS di arah
6 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Pengukuran dan pengambilan data di lapangan. (Foto: Umar I.)
utara hingga 6° 20’ 21.61" LS di Selatan 108° 10’ 25.59" BT di arah barat hingga 108° 12’ 23.88" BT di arah timur. Sebagian besar penggunaan lahan di lokasi tersebut adalah tambak tumpang sari.
METODE PENGUKURAN KARBON Penghitungan cadangan karbon di RPH Cemara dilakukan pada cadangan karbon vegetasi bagian atas permukaan (batang dan daun) dan bawah permukaan (akar). Penghitungan karbon dilakukan dengan pendekatan allometrik untuk mendapatkan data biomassa (lihat Tabel 1). Fraksi karbon dianggap 50 % dari keseluruhan biomassa. Jumlah plot yang diukur adalah 14 plot.
KONDISI VEGETASI Vegetasi mangrove di RPH Cemara dominasi oleh genus Avicennia dan Rhizophora. Secara garis besar, jika dilihat dari parameter vegetasi (densitas dan basal area) terdapat 3 tipe vegetasi yaitu: tegakan tua tanpa individu di tingkat pancang (permudaan), tegakan campuran antara individu tua dan pancang dan tegakan muda yang didominasi oleh individu pada tingkat pancang. Gambaran kondisi vegetasi berdasarkan nilai densitas (kerapatan) individu dan luas bidang penutupan (basal area) disajikan dalam Tabel 2 berikut ini.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Berita Kegiatan
Tabel 1. Persamaan Allometrik Komiyama et al. (2007), dengan menggunakan parameter diameter Jenis tanaman
Persamaan AGB
Persamaan BGB
Avicennia spp.
Wtop = 0.308*DBH2.11
WR= 1.28*DBH1.17
Rhizophora spp.
Wtop = 0.235*DBH
WR = 0.00698*DBH
2.42
Pustaka Comley dan McGuinnes (2005) 2.61
Ong et al. (2004)
Tabel 2. Kondisi vegetasi berdasarkan nilai densitas (kerapatan) individu dan luas bidang penutupan (basal area) Plot
Densitas (indv/ha)
Basal area (M2/ha)
Penyusun tegakan
Status tegakan
1
800
24.13
Pohon
Tegakan tua
2
600
28.39
Pohon
Tegakan tua
3
1800
13.33
Pohon
Tegakan tua
4
900
39.37
Pohon
Tegakan tua
5
1400
26.76
Pohon
Tegakan tua
6
1000
10.85
Pohon & pancang
Tegakan tua sedikit permudaan
7
1200
15.93
Pohon
Tegakan tua
8
400
9.52
Pohon & pancang
Tegakan tua dengan permudaan
9
1400
4.03
Pohon & pancang
Tegakan tua dengan permudaan
10
1200
3.2
Pohon & pancang
Tegakan tua dengan permudaan
11
2300
1.3
Pancang
Tegakan muda
12
2800
0.55
Pancang
Tegakan muda
13
2300
0.89
Pancang
Tegakan muda
14
3900
0.84
Pancang
Tegakan muda
CADANGAN KARBON Dari 14 plot yang diukur, hanya 13 plot digunakan untuk analisis selanjutnya. Satu (1) plot yaitu plot 5 dikecualikan karena memiliki nilai yang sang sangat tinggi (325.19 tompir ton/ha). Nilai itu kurang lebih 1.7 kali lipat dari nilai tertinggi dibawahnya sehingga dianggap sebagai pencilan data. Dari 13 plot yang dianalisis didapatkan cadangan karbon vegetasi (atas permukaan dan bawah permukaan antara 10.11 Ton/Ha sampai 184.08 ton/ha dengan rata-rata 67.8 ton/ha. Cadangan karbon yang besar berada di tegakan tua dan cadangan karbon kecil dimiliki oleh tegakan muda yang berada di dekat pantai. Untuk tegakan tua, genus Rhizorphora cenderung memiliki cadangan karbon lebih tinggi dibandingkan Avicennia.
PENUTUP Sampai dengan pemuatan tulisan ini, proses penyusunan laporan ini masih berjalan. Saat ini sedang dilakukan klasifikasi vegetasi/ tegakan berdasarkan petak-petak contoh. Setelah klasifikasi selesai,
total cadangan karbon (vegetasi) dalam suatu wilayah tertentu akan dapat diketahui. Penghitungan cadangan karbon tanah juga sedang dilaksanakan sambil menunggu selesainya analisis laboratorium dari seluruh sampel tanah. zz
Volume 20 No. 4, Oktober 2012 z z z 7
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Rehabilitasi Ekosistem Pesisir di Desa Sawah Luhur, Banten Upaya Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim melalui mekanisme Bio-rights Oleh: Ita Sualia & Triana
PROFIL KELURAHAN SAWAH LUHUR Secara administratif, Desa Sawah Luhur berada dalam wilayah Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Propinsi Banten. Secara geografis, Desa Sawah Luhur dikategorikan sebagai desa pesisir karena di sebelah utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Batas wilayah selatan berbatasan dengan Ds. Kilasah, sebelah barat dengan Ds. Margaluyu dan sebelah timur berbatasan dengan Ds. Sukajaya, Kecamatan Pontang.
Total jumlah penduduk Desa Sawah Luhur adalah 10.334 jiwa (5.127 laki-laki dan 5.207 perempuan), tergabung dalam 2.727 kepala keluarga (data monografi desa, 2012). Masyarakatnya terbesar dari Suku Banten, diikuti Suku Sunda dan Jawa. Total Luas wilayah Desa Sawah Luhur adalah 1.894 ha dengan pemanfaatan lahan terbesar adalah persawahan/ ladang seluas 900 ha, pertambakan seluas 515 ha, kawasan lindung Cagar Alam Pulau Dua seluas 32 ha, dan sisanya permukiman serta peruntukkan lainnya. Sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani dan petambak.
KONVERSI HUTAN MANGROVE MENJADI PERTAMBAKAN Sejak pengalihfungsian hutan mangrove secara besar-besaran hampir di seluruh kawasan pesisir Pulau Jawa menjadi kawasan pertambakan udang (intensif) termasuk di pesisir Sawah Luhur pada akhir tahun 1970-an, terjadi dampak perubahan besar terhadap kondisi vegetasi, ekologi, hidrologi dan ekonomi khususnya masyarakat sekitar. Awalnya, masyarakat menikmati hasil panen udang hingga beberapa kali. Namun, setelah
Penanaman mangrove di pesisir Sawah Luhur yang gersang (Foto: I Nyoman N. Suryadiputra)
8 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
beberapa tahun berjalan, ketika serangan virus mematikan “white spot” melumpuhkan hampir semua tambak di Indonesia termasuk di pesisir Sawah Luhur, petani tambak mengalami kegagalan dan rugi besar. Usaha budidaya udang beberapa kali dicoba masyarakat, namun terus mengalami kegagalan, hingga akhirnya masyarakat “putus asa” dan akhirnya banyak tambak udang di Sawah Luhur yang diterlantarkan. Dampak penebangan hutan mangrove di masa lalu, terus dirasakan hingga saat ini. Kawasan pesisir menjadi lebih gersang dan panas. Tambak-tambak ikan yang ada saat ini sering terendam dan tergerus gelombang pasang air laut. Bahaya erosi dan abrasi pantai setiap saat menerpa dan mengancam pesisir Sawah Luhur. Hilangnya hutan mangrove juga telah menghilangkan fungsi pesisir dalam meredam intrusi air laut. Masyarakat Sawah Luhur dan desa sekitarnya saat ini mengalami krisis air bersih. Air tanah (sumur) menjadi payau karena rembesan air laut. Selain itu, ancaman tsunami perlu diwaspadai walaupun secara historis belum pernah terjadi di pesisir Sawah Luhur. Kondisi hutan mangrove yang semakin sedikit akan menyebabkan berkurangnya kapasitas menahan gelombang tsunami.
Berita Kegiatan
KEGIATAN WETLANDS INTERNATIONAL DI TELUK BANTEN Sejak tahun 1996, Wetlands International - Indonesia Programme, telah melakukan kegiatannya di Teluk Banten, yaitu diawali dengan penelitian burung air dan ekosistem pesisir Teluk Banten. Pasca berakhirnya kegiatan penelitian tersebut pada tahun 2001, kegiatan terus dilanjutkan hingga saat ini melalui kegiatan sensus burung air di Cagar Alam Pulau Dua (CAPD), rehabilitasi kawasan pesisir, pemberdayaan masyarakat serta pendidikan lingkungan bagi siswasiswi sekolah dasar dan menengah. Sejak tahun 2009 hingga saat ini, kegiatan lebih dikaitkan langsung dengan pemberdayaan masyarakat. Diawali program pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan melalui pendanaan dari De Kootje Foundation Netherlands (Agustus 2009-September 2011), dilanjutkan dengan Program Wetlands and Livelihoods Programme (JanuariDesember 2011) dan Banten Bay Carbon Offset Project – sekarang. Hingga Juli 2012, kelompok masyarakat dampingan telah menanam sebanyak 165.000 tanaman mangrove yang ditanam di
Bio-rights adalah sebuah mekanisme pendanaan inovatif yang ditujukan untuk menggabungkan upaya pengentasan kemiskinan dan upaya konservasi lingkungan melalui penyediaan kredit mikro untuk pembangunan berkelanjutan. Pendekatan ini mendukung penduduk setempat untuk tidak melakukan tindakan kontraproduktif dan justru secara aktif terlibat dalam upaya-upaya restorasi dan konservasi lingkungan. Kredit mikro ini akan berubah menjadi sebuah bantuan (hibah) murni apabila upaya konservasi yang mereka lakukan berhasil dalam jangka waktu yang telah disepakati antara pemberi dan penerima kredit mikro.
Kegiatan rehabilitasi juga melibatkan siswa-siswi sekolah (Foto: M. Ilman)
areal tambak seluas 19 ha dan di kawasan penyangga CAPD seluas 3,5 ha. Wetlands International - Indonesia Programme, saat ini juga sedang mengembangkan Program Partner for Resilience (PfR) di Teluk Banten.
PROGRAM PARTNER FOR RESILIENCE (PFR) DI TELUK BANTEN Kawasan pesisir Sawah Luhur yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa sangat rentan terhadap potensi ancaman bencana alam. Sejarah mencatat bahwa kawasan pesisir Sawah Luhur telah beberapa kali mengalami bencana abrasi pantai, puting beliung, banjir rob, kekeringan dan kesulitan air bersih. Banjir pasang yang terjadi tahun 1997 dan 2004, telah merendam dan menghancurkan sawah dan tambak sehingga petani/petambak gagal panen. Puting beliung pada tahun 2006 dan 2009 telah meluluhlantakkan rumah-rumah penduduk di kawasan pesisir. Kemarau panjang tahun 2011 telah menyebabkan sawah kering dan masyarakat kekurangan air bersih.
.....bersambung ke hal 16
Volume 20 No. 4, Oktober 2012 z z z 9
Berita dari Lapang
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Madu Lebah Alami Desa Darat Pantai, Kabupaten Sikka, NTT Oleh: Kuswantoro
S
pesies lebah yang menghasilkan madu alami hanya berkembang di kawasan sub tropis dan tropis Asia, seperti Indonesia dan Filipina dan pulau-pulau lainnya dan tidak terdapat di luar Asia. Sejak zaman dahulu madu dari lebah ini telah diburu dan diperdagangkan sebagai madu hutan yang terkenal dikawasan Asia. Jenis lebah madu yang banyak diambil madunya di alam Indonesia seperti di P. Sumatra, P. Kalimantan, P. Irian, Nusa Tenggara barat dan Nusa Tenggara Timur adalah Apis dorsata.
Sarang Apis dorsata dibangun secara tunggal dengan jumlah sisiran sarang hanya selembar yang mengantung pada cabang pohon, tebing batuan ataupun celah-celah bangunan. Ukuran sarang bervariasi dengan ukuran terpanjang dan tertinggi dapat mencapai dua meter. Oleh karena keagresifan dan keganasannya, sampai sekarang Apis dorsata belum berhasil dibudidayakan. Sumber pakan lebah madu meliputi tanaman buahbuahan, tanaman sayur-sayuran, tanaman hias, tanaman pangan dan perkebunan. Bunga dari tanaman– tanaman tersebut mengandung tepung sari bunga (Pollen). Beberapa contoh jenis tumbuhan sumber pakan lebah seperti: jambu mente, kelapa, mangrove, ketapang, pisang, jagung, asam jawa dll. Salah satu langkah untuk melestarikan lebah madu jenis Apis
10 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Sarang-sarang lebah madu bergelantungan pada cabang-cabang pohon.
dorsata adalah dengan menjaga dan melindungi sumber makanan dari lebah-lebah madu tersebut, agar kebutuhan pakannya dapat terus terpenuhi. Produksi madu sangat bervariasi tergantung musim dan komposisi dalam koloni. Desa Darat Pantai mempunyai potensi untuk dikembangkan lebah madu alami. Mengingat spesies lebah ini banyak hidup di hutan sekitar Desa Darat Pantai dan berada dipohon yang sukar untuk dijangkau manusia, menyebabkan tidak banyak orang yang mempunyai keahlian untuk memanen lebah madu tersebut. Berdasarkan pengalaman lapangan ketika memanjat pohon untuk memanen madu alami ada tanda-
tanda lebah turun dan menggumpal menandakan madu lebah tersebut tidak mau diambil atau mengindikasikan telah ada yang datang terlebih dahulu (semacam kepercayaan adat lebah tersebut telah mengenal orang yang pertama dan memberinya tanda). Tandatanda seperti ini sudah diketahui para pencari madu lebah dan mereka tidak mau mengambil resiko. Madu-madu ini dipanen secara tradisional (belum ada pengaman khusus) dengan pengasapan/sirih pinang dan kepercayaan. Dalam melakukan panen madu, tidak seluruh sarang/ sisiran akan diiris semua yang diambil bagian kepalanya, dengan harapan lima belas hari kemudian dapat dipanen kembali.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Hasil madu lebah tersebut diperas dan saring. Setelah disaring dimasukkan ke tempat yang telah disediakan dan siap dipasarkan. Selain lebah hutan Desa Darat Pantai ada lebah madu Mangrove, namun untuk jumlah madunya sangat sedikit. Lebah-lebah madu mencari makannya (lebah pekerja) sampai radius 2 KM dari lokasi sarang. Selain mencari makanan di sekitar hutan daratan, lebah-lebah ini juga suka mencari makanan di kawasan hutan mangrove. Untuk itu, keberadaan hutan mangrove di sekitar kawasan pesisir Desa Pantai
Penyaringan madu sebelum dikemas dalam botol.
Darat perlu dijaga dan dilestarikan, diantaranya yaitu dengan cara menanam kembali lokasi-lokasi yang dianggap perlu. Hutan mangrove dan hutan daratan di Desa Darat Pantai sering dijadikan sarang oleh lebah madu alami. Hal tersebut memberikan dampak positif bagi pengembangan perekonomian masyarakat sekitar. Baru-baru ini di Desa Darat Pantai melalui kelompok penghijauan “Kembang Bakau” diadakan pelatihan manajemen pasar dan
Berita dari Lapang
pasca panen. Dengan adanya pelatihan ini akan memberikan motifasi kepada masyarakat Desa Darat Pantai (khususnya kelompok Kembang Bakau), untuk bisa menangkap peluang yang ada termasuk pemasarannya. Selama ini masyarakat menjual madunya bukan dalam bentuk kemasan sehingga harganya relatif lebih murah. Dengan adanya pelatihan manajemen pasar dan pasca panen, diharapkan kelompok Kembang Bakau bisa membuat kemasan madu sehingga dapat meningkatkan nilai jual dari madu-madu tersebut. zz
Madu-madu alami yang telah dikemas lebih profesional hasil kreasi kelompok, juga turut dipamerkan dan dipasarkan pada acara-acara pertemuan internasional
Volume 20 No. 4, Oktober 2012 z z z 11
Berita dari Lapang
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Sosialisasi dan Aksi Penanaman Mangrove oleh Mahasiswa KKN UNIPA-LPMAK dan generasi muda Kampung Keakwa Kab. Mimika, Papua Oleh: Thomas F. Pattiasina*
B
agi masyarakat Papua yang hidup di wilayah pesisir Kabupaten Mimika, mangrove menjadi ekosistem andalan bagi ekonomi keluarga mereka. Ekosistem mangrove di wilayah ini merupakan sumber penghasilan masyarakat dari biota-biota bernilai ekonomis seperti kepiting, udang, ikan, siput dan kerang-kerangan. Fungsi mangrove ini telah dirasakan masyarakat secara turuntemurun sehingga bagi masyarakat di wilayah pesisir Mimika, mangrove adalah bagian dari kehidupan mereka.
Masyarakat Kampung Keakwa di Distrik Mimika Tengah adalah salah satu contoh komunitas masyarakat pesisir di Mimika yang mengandalkan ekosistem mangrove sebagai sumber mata pencaharian mereka. Umumnya pendapatan keluarga di Kampung Keakwa berasal dari hasil penjualan biota-biota di mangrove seperti kepiting, udang,dan ikan, terutama pada waktu-waktu tertentu seperti menjelang awal tahun ajaran baru dimana kebutuhan keluarga meningkat karena kebutuhan sekolah anakanak.
Mencermati fungsi penting mangrove bagi masyarakat di Kampung Keakwa, maka dapat dipastikan apabila terjadi degradasi/kerusakan ekosistem mangrove akan berdampak serius bagi kehidupan masyarakat di Kampung tersebut. Untuk mencegah hal tersebut, maka upaya sosialisasi dan penyadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian ekosistem mangrove perlu digalakkan, terutama kepada anak-anak dan remaja yang merupakan generasi penerus dan diharapkan ke depannya akan berperan dalam melestarikan keberadaan hutan mangrove.
Siswa-siswi sekolah, siap melakukan penanaman (Foto: Thomas F.P.)
12 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Bertolak dari pemikiran tersebut, mahasiswa Universitas Negeri Papua (UNIPA) Manokwari yang terlibat dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) kerjasama Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) dan Universitas Negeri Papua (UNIPA) melaksanakan kegiatan sosialisasi fungsi mangrove kepada siswa-siswa SD dan SMP di Kampung Keakwa pada bulan Juni 2012. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak dan remaja di Kampung Keakwa tentang fungsi penting ekosistem mangrove bagi keberlangsungan biota-biota perairan, perlindungan pantai dan kampung juga bagi kehidupan masyarakat. Disamping itu kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan anak-anak dan remaja pada ekosistem mangrove dan secara umum menanamkan jiwa peduli terhadap lingkungan hidup mereka. Kegiatan sosialisasi dan penanaman mangrove diawali dengan pertemuan TIM KKN dengan aparat kampung dan masyarakat yang dilanjutkan dengan survei lokasi dan penyiapan bibit. Kegiatan sosialisasi dan penanaman mangrove dilaksanakan pada tanggal 29 Juni 2012 dan bertempat di lokasi pelabuhan Kampung Lama Keakwa. Kegiatan tersebut melibatkan tidak kurang dari 65 siswa SD, SMP dan pemuda Kampung Keakwa yang berperan sebagai pendamping dan turut membantu TIM KKN untuk mempersiapkan bibit dan lahan. Kegiatan dimulai dengan arahan Pendamping Tim KKN yang dilanjutkan dengan doa bersama di Balai Kampung.
Berita dari Lapang
Persiapan dan sosialisasi sebelum penanaman (Foto: Thomas F.P.)
Penanaman mangrove bersama antara mahasiswa dan siswa-sisiwi sekolah (Foto: Thomas F.P.)
Selanjutnya rombongan bergerak menuju lokasi penanaman untuk mengikuti kegiatan sosialisasi dan penanaman mangrove. Kegiatan sosialisasi diselingi dengan kuis dan permainan yang menambah semangat dan antusiasme para siswa. Bibit mangrove yang ditanam berjumlah 200 bibit, terdiri atas bibit dari genus Rhizophora dan Avicennia. Kegiatan ini
disambut positif oleh aparat kampung dan tokoh masyarakat serta pihak LPMAK. zz
(*) - Staf Pengajar Jurusan Perikanan FPPK Universitas Negeri Papua (UNIPA) - Manokwari - Pendamping Tim KKN UNIPA-LPMAK di Kampung Keakwa dan Timika Pantai, Kabupaten Mimika.
Volume 20 No. 4, Oktober 2012 z z z 13
Flora & Fauna Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
CAPUNG PELUNCUR (Orthetrum sabina dan Pantala flavescens)
(Odonata: Anisoptera, Libellulidae) Oleh: Pudji Aswari*
C
apung (bangsa Odonata) adalah kelompok serangga yang mudah dikenali karena beberapa jenis diantaranya sering terlihat beterbangan di sekitar pemukiman, terutama yang berdekatan dengan habitat perairan seperti lahan pertanian, sawah, sungai, kolam, danau, atau kubangan yang sifatnya sementara (tampungan air hujan). Bahkan ada jenis capung yang sering datang ke teras atau masuk ke dalam rumah pada malam hari, hinggap mendekati lampu karena tertarik sinar. Capung tersebut baru akan terbang keluar rumah setelah matahari memancarkan sinarnya. Sejauh ini para ilmuwan telah mendeskripsi 6.500 jenis capung yang ada di seantero dunia (Berger 2004). Keragaman jenis capung selintas dapat dibedakan dari ukuran tubuh, panjang sayap, serta warna dan corak sayap maupun tubuhnya yang sangat bervariasi. Capung berukuran besar ketika terbang mirip dengan burung, sebaliknya yang berukuran kecil mirip lalat. Dalam urutan klasifikasi, capung peluncur tergolong dalam anak bangsa Anisoptera, suku Libellulidae. Jumlah jenis dari suku Libellulidae paling banyak dibanding suku lainnya, diperkirakan ada sekitar 1000 jenis di seluruh dunia (Orr 2003). Ukuran panjang tubuh bervariasi dari kecil hingga sedang (20–60 mm) dengan panjang sayap 10 – 53 mm.
14 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Beberapa jenis dinamakan capung peluncur, karena gerakan awal maupun di sela-sela terbangnya seolah-olah meluncur. Capung peluncur dikelompokkan dalam 2 marga yaitu marga Orthetrum dan marga Pantala (Brooks, 1997).
Orthetrum sabina betina (Foto: D. Peggie)
Capung peluncur marga Orthetrum sebarannya luas, meliputi daratan Eropa, Afrika dan Asia. Keragamannya di dunia ada sekitar 49 jenis (van Tol 1992), sedang di Indonesia ada sekitar 17 jenis (Lieftinck, 1934) diantaranya adalah Orthetrum sabina. Capung ini tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku hingga Papua. Capung peluncur marga Pantala sebarannya lebih luas lagi atau kosmopolit, yaitu ditemukan hampir di seluruh daerah tropis maupun subtropis di semua benua. Di Indonesia marga Pantala ini hanya ada satu jenis yaitu Pantala flavescens.
Orthetrum sabina Capung jenis ini sangat umum, pada pagi hingga siang hari sering terlihat terbang di sekitar pemukiman atau pekarangan rumah, kebun, kolam, semak-semak, lahan pertanian, bahkan sampai kawasan hutan. Ketika sore hari mempunyai kebiasaan menggantung vertikal pada ranting tanaman. Capung berukuran sedang ini, mempunyai panjang abdomen
Orthetrum sabina jantan (Foto: D. Anto)
(perut) bervariasi 30 – 36 mm, sama dengan panjang sayap belakang. Tubuh capung, baik jantan maupun betina berwarna kombinasi hijau kekuningan dengan hitam kecoklatan dan bercorak. Larvanya berkembang didalam danau, kolam, rawa, genangan bekas sawah yang ditumbuhi tanaman pengganggu, sungai atau selokan yang mengalir lambat. Serangga pemangsa ini larva dan dewasanya sangat rakus, larva memangsa binatang air terutama serangga air. Capung dewasa sambil terbang menyambar mangsanya, antara lain nyamuk, lalat, kupu berukuran kecil (Lycaenidae) dan juga berbagai jenis capung bahkan yang sejenis.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Pantala flavescens
pada pagi hari sebelum matahari bersinar terang atau sekitar tengah hari, umumnya pada tumbuhan perdu dengan posisi tubuh vertikal. Larva berkembang pada habitat air yang menggenang atau mengalir lambat seperti kubangan, kolam atau sawah, yang ditumbuhi tanaman pengganggu. Banyak memangsa larva nyamuk, sehingga capung jenis ini ikut kontribusi dalam memberantas nyamuk.
Capung ini berukuran panjang abdomen 29 – 35 mm, panjang sayap belakang 38 - 41 mm. Kepalanya besar, pangkal sayap belakang melebar, ini merupakan karakter yang mudah dibedakan dari jenis lainnya. Warna abdomen bervariasi dari kuning hingga coklat tua, mengikuti perkembangan umur. Dikenal sebagai jenis yang suka bermigrasi, dapat ditemukan hingga ketinggian 2800 m dpl. Capung dewasa sering terlihat Peran di alam aktif terbang membentuk koloni hingga ratusan individu yaitu pada area terbuka, • Sebagai indikator lingkungan seperti sepanjang jalan di kawasan kebun, peran capung pada umumnya petak-petak/lapangan rumput, sawah atau pada daerah-daerah perbukitan • Orthetrum spp., diduga menjadi yang terbuka, terutama yang terkena predator penting seranggasinar matahari. Ketinggian terbang bisa serangga hama pertanian sekitar 10 m di atas permukaan tanah. (Watanabe 1986) Capung ini biasanya ditemukan hinggap
Flora & Fauna Lahan Basah
Pantala flavescens (Foto: Anto)
• Larvanya sebagai predator potensial
larva nyamuk dan sebagai pakan ikan
• Dewasanya dikonsumsi oleh penduduk
di beberapa daerah di tanah air zz
Bidang Zoologi, Puslit Biologi – LIPI, Cibinong (E-mail:
[email protected])
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Flora & Fauna Lahan Basah
Painted Mock Viper (Psammodynastes pictus) Nama lokal Ular Perca Buruk, masuk dalam keluarga Colubridae. Tubuh berbentuk kecil dengan ukuran panjang dewasa bisa mencapai 65 cm. Ular ini termasuk jenis ular agak berbisa, namun gigitan ular dewasa kemungkinan dapat menyebabkan kematian. Jenis ular ini hidup di habitat hutan rawa gambut, tersebar secara global mulai dari India, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura dan Indonesia (Sumatera dan Kalimantan). Lebih menyukai melingkar di ranting-ranting kecil tepat di atas air, dengan posisi menggantung menunggu mangsa di bawahnya seperti katak, kadal, ikan dan udang. Umumnya tubuh berwarna coklat atau abu-abu gelap dengan strip hitam mulai dari mulut hingga tubuh setiap sisisisinya, bagian bawah tubuh lebih terang berwarna abu-abu bertotol hitam dan putih. Foto: Marcel J. Silvius, Agustus 2012 Lokasi ditemukan: Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah
Amphiesma saravascense Ular jenis ini umumnya diketahui hidup di lereng gunung atau pegunungan, tetapi sekarang juga ditemukan di dataran rendah rawa gambut. Saat ditemukan ular ini sedang bersembunyi di bawah kayu dan dedaunan. Makanan utamanya adalah kodok dan telur katak. Foto: Marcel J. Silvius, Agustus 2012 Lokasi ditemukan: Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah
Volume 20 No. 4, Oktober 2012 z z z 15
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
..... Sambungan dari halaman 9
Rehabilitasi Ekosistem Pesisir di Desa Sawah Luhur, Banten .... Potensi bencana alam yang terus mengancam kawasan pesisir Sawah Luhur, tentu saja harus segera diantisipasi dan ditangani melalui polapola yang tepat dan ramah lingkungan. Partner for Resilience (PfR) adalah salah satu program yang sedang dilakukan oleh Wetlands International Indonesia Programme (WI-IP) di pesisir Sawah Luhur. PfR dimulai pada Oktober 2011 lalu dan direncanakan akan berakhir pada Juli 2015. Program ini dikembangkan dalam rangka meningkatkan ketahanan ekosistem pesisir dan masyarakat sekitar terhadap risiko bencana dan perubahan iklim. Kelompok masyarakat penghijauan Sawah Luhur “Kelompok Pencinta Alam Pesisir Pulau Dua/ KPAPPD”, yang sudah terbentuk pada tahun 2008 lalu atas dukungan WI-IP, turut dilibatkan aktif dalam kegiatan PfR. Total tanaman yang direncanakan akan ditanam oleh kelompok masyarakat KPAPPD selama program PfR di pesisir Sawah Luhur, adalah sebanyak 50.000 bibit tanaman (mangrove dan tanaman pantai), yang akan dilakukan di areal tambak dan kawasan penyangga.
Alasan dipilihnya tambak-tambak di belakang Pulau Dua sebagai lokasi rehabilitasi mangrove oleh WI-IP juga sebagai lokasi pembelajaran PfR, diantaranya adalah: 1. Issue perubahan iklim (naiknya muka air laut dan abrasi) mengancam (diduga akan menghilangkan) habitat burung di Pulau Dua, sehingga perlu dibentuk habitat baru bagi burung migrant (yaitu di lokasi penanaman mangrove oleh WI-IP). 2. Tanaman mangrove, jika telah besar, akan melindungi pemukiman masyarakat Desa Sawah Luhur, yang sering terendam banjir saat hujan dan oleh air pasang dari laut. 3. Memberi percontohan pada nelayan/petambak bahwa menghijaukan kembali Lahan tambak dengan tanaman mangrove (pendekatan sylvofishery) akan meningkatkan nafkah mata pencaharian mereka, membantu mitigasi dan sekaligus beradaptasi terhadap adanya dampak perubahan iklim. Selain itu, bentuk tambak Sylvo-fishery dapat dijadikan object wisata mancing untuk mencegah pengunjung memasuki kawasan cagar alam Pulau Dua. 4. Lokasi dekat dengan pusat pemerintahan (dari Jakarta sekitar 1-2 jam dengan mobil), sehingga dapat dijadikan suatu percontohan yang menggabungkan issue pengentasan kemiskinan, perbaikan lingkungan, pencegahan dan mitigasi dampak bencara (DRR) dan upaya mitigasi-adaptasi perubahan iklim.
Implementasi program PfR di pesisir Sawah Luhur, diterapkan melalui mekanisme Bio-rights yaitu kegiatan rehabilitasi dipadukan dengan upayaupaya pengembangan perekonomian masyarakat. Untuk kegiatan pengembangan perekonomian, kelompok telah memanfaatkan bantuan modal usaha diantaranya
untuk budidaya bandeng melalui pola tambak ramah lingkungan. Melalui keterpaduan kegiatan antara rehabilitasi dan pengembangan perekonomian masyarakat (Bio-rights), diharapkan pemulihan kawasan dan penguatan masyarakat akan tercapai secara berkesinambungan. zz
Pesisir dan pertambakan Sawah Luhur, setelah direhabilitasi dan ditanami tanaman mangrove oleh kelompok masyarakat (Foto: Sander Carpaij)
16 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Berita Kegiatan
Dalam rangka penyebarluasan informasi, dan mendukung keberhasilan serta kelancaran kegiatan di lapangan terkait program PfR, saat ini telah diproduksi 3 (tiga) judul flyer mengenai profil masing-masing lokasi kegiatan yang dikemas secara praktis. Bentukbentuk publikasi lainnya sedang dan akan terus dikembangkan.
Volume 20 No. 4, Oktober 2012 z z z 17
Fokus Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
..... Sambungan dari halaman 3
Sungai Sebyar, Aranday .........
Mangrove di sepanjang Sungai Sebyar (Foto: Freddy P.)
PENGAMATAN TERHADAP POTENSI FAUNA Pengamatan dilakukan selama musim hujan, karena itu terkadang air Sungai Sebyar juga meluap dan menggenangi kawasan yang rendah permukaannya. Fenomena yang tampak yaitu terdokumentasinya sejumlah spesies burung air (Anatidae, Ardeidae and Laridae) yang dikategorikan sebagai “migratory birds” atau burung pengembara yang menjadikan Papua sebagai lokasi pemberhentian selama periode migrasinya.
PROSES PEMBELAJARAN YANG DIPEROLEH Pembangunan wilayah Papua dengan potensi sumber daya alam yang ada mau tidak mau membawa sejumlah dampak terhadap kondisi masyarakat dan ekosistem sekitarnya. Dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat setempat terlihat jelas pada usaha peningkatan pendapatan rumah tangga melalui perdagangan produk-produk pertanian dan sumber daya perairan yang ada.
18 z z z Warta Konservasi Lahan Basah
Nama Species (1)
Nama Umum (2)
Taxa (3)
Anas Penelope Ardea sumatrana Aythya australis Cacatua galerita Casuarius benneti Cervus timorensis Charmosyna rubronotata Colacalia esculanta Crocodyllus novaeguinae Dendrocygna arcuata Egretta garzetta Egretta ibis Egretta intermedia Goura christata Haliaeetus leucogaster Haliastur Indus Hirundo rustica Lorius lorry Megapodius freycinet Paradisea minor Probosciger aterrimus Psittrichas fulgidus Pteropus neohibernicus Spilocuscus maculatus Sterna albifrons Sus sp. Tadorna radjah Varanus indicus Varanus prasinus
European Widgeon Giant Heron White-eye-duck White Cockatoo Dwarf cassowary Rusa Deer Red-fronted Blue-eared Lory Glossy Swiftlet New Guinea Crocodile Whistling Tree Duck Snowy Egret / Little Egret Cattle Egret Intermedia Egret Common Crown Pigeon White-bellied Sea Eagle Brahminy Kite European Swallow Western Black-capped Lory Common Scrub Hen Lesser Bird of Paradise Palm Cockatoo Vulturine Parrot Greater Flying Fox Spotted Cuscus Little Tern / Least Tern Wild Pig White-headed Shelduck Mangrove Monitor Emerald Monitor
Aves Aves Aves Aves Aves Mammals Aves Aves Reptile Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Mammals Mammals Aves Mammals Aves Reptile Reptile
Di sisi lain, aktivitas masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi terkadang kurang berpihak kepada kelestarian lingkungan, sehingga menjadi salah satu pemicu yang mengancam kelestarian sumber daya hayati yang ada. Dari sisi ekologis, keseimbangan ekosistem ikut terpengaruh dengan meningkatnya aktivitas transportasi di sepanjang aliran sungai. Hal ini jelas terlihat pada menurunnya kehadiran jenis-jenis burung air pengembara yang sebelumnya sering ditemukan di sepanjang sungai. Kesempatan bersama masyarakat menjadi pengalaman berharga bagi
para pesetra KKN. Selain mengetahui kondisi nyata di lapang terkait pembangunan masyarakat, juga menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan yang selama ini tidak diperoleh di bangku pendidikan formal. Akhirnya pembangunan yang bertanggung jawab dengan tetap mengakomodasi kebutuhan masyarakat lokal yang menjunjung tinggi aspek kelestarian perlu tetap dijaga bahkan ditingkatkan. zz Laboratorium Produksi Ternak Fak.Peternakan Perikanan & Ilmu Kelautan, Universitas Negeri Papua, Manokwari Email:
[email protected];
[email protected]
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Adyas, A.H., I.M. Zainudin dan M. Yusuf. 2011. Seri Penanganan Hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch): panduan Penanganan Penyu sebagai Hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch) pada Alat Tangkap Longline dan Trawl. WWF Indonesia, 18.
Kelurahan Sawah Luhur, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Wetlands International – Indonesia Programme, Bogor
Habibi, A., D. Ariyoga Gautama dan Sugiyanta. 2011. Better Management Practices: Seri Panduan Perikanan Skala Kecil Perikanan Tuna Panduan Peangkapan dan Penanganan. WWF Indonesia, 27.
Moore, A. 2012. Profil Teluk Tomini Program Susclam. CIDA/IUCN, xx + 424.
Lestari, T.A, Ita S., Ragil S.G., dan Urip T. 2012. Kajian Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Pengurangan Risiko Bencana,
Dokumentasi Perpustakaan
Tim Perikanan WWF Indonesia. 2011. Better Management Practices: Seri Perikanan Skala Kecil Budidaya Udang Windu dengan pemberian pakan dan Tanpa Aerasi. WWF Indonesia, 26.
Tim Perikanan WWF Indonesia. 2011. Better management Practices: Seri Panduan Perikanan Skala Kecil Panduan Budidaya Ikan Nila Sistim Karamba Jaring apung. WWF Indonesia, iii + 26.
Tim Perikanan WWF Indonesia. 2011. Seri Panduan Perikanan Skala Kecil: Mencegah dan Mengatasi Penyakit Udang Windu. WWF Indonesia, 11. Tim Perikanan WWF. 2011. Better Management Practices: Seri panduan Perikanan Skala Kecil Budidaya Udang Windu Tanpa pakan dan Tanpa Aerasi. WWF Indonesia, 26.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Mengenal Jenis Mangrove Ceriops tagal
bunga
Masuk dalam Family RHIZOPHORACEAE, dengan nama lokal Tengar. Tumbuh membentuk belukar yang rapat pada pinggir daratan dari hutan pasang surut dan/atau pada areal yang tergenang oleh pasang tinggi, juga terdapat di sepanjang daun tambak. Menyukai substrat tanah liat. Kulit kayu abu-abu kadang coklat, halus dan pangkalnya menggelembung. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.
buah/ hipokotil
C. tagal memiliki daun berwarna hijau mengkilap dan sering memiliki pinggiran yang melingkar ke dalam. Letak daun berlawanan berbentuk bulat telur terbalik-elips dengan ujung membundar, ukuran 1-10 x 2-3,5 cm. Bunga, mengelompok di ujung tandan, di ketiak daun. Formasi berkelompok (5-10 bunga per kelompok). Kelopak bunga ada 5 berwarna hijau, panjang 4-5 mm, tabung 2 mm. Buah, panjangnya 1,5-2 cm, dengan tabung kelopak melengkung. Hipokotil berbintil, berkulit halus, agak menggelembung dan seringkali agak pendek, berukuran panjang 4-25 cm dan diameter 8-12 mm. Leher kotilodon menjadi kuning jika sudah matang/ dewasa. Tumbuhan ini tersebar muali dari Mozambik hingga Pasifik Barat, termasuk Australia Utara, Malaysia dan Indonesia.
Ekstrak kulit kayu bermanfaat untuk persalinan. Tanin dihasilkan dari kulit kayu. Pewarna dihasilkan dari kulit kayu dan kayu. Kayu bermanfaat untuk bahan bangunan, bantalan rel kereta api, dan pegangan perkakas, karena ketahanannya jika direndam dalam air garam.
Volume 20 No. 4, Oktober 2012 z z z 19