○
○
○
○
Edisi Juli, 2010
1
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Warta Konservasi Lahan Basah
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Warta Konservasi Lahan Basah (WKLB) diterbitkan atas kerjasama antara Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen. PHKA), Dephut dengan Wetlands International - Indonesia Programme (WI-IP), dalam rangka pengelolaan dan pelestarian sumberdaya lahan basah di Indonesia.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Penerbitan Warta Konservasi Lahan Basah ini dimaksudkan untuk meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat akan manfaat dan fungsi lahan basah, guna mendukung terwujudnya lahan basah lestari melalui pola-pola pengelolaan dan pemanfaatan yang bijaksana serta berkelanjutan, bagi kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Pendapat dan isi yang terdapat dalam WKLB adalah sematamata pendapat para penulis yang bersangkutan.
○
○
○
○
Ucapan Terima Kasih dan Undangan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Secara khusus redaksi mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada seluruh penulis yang telah berperan aktif dalam terselenggaranya majalah ini. Sumbangsih tulisan berharga tersebut, sangat mendukung bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pelestarian lingkungan khususnya lahan basah di republik tercinta ini.
Foto sampul muka: Pertumbuhan Eceng gondok yang pesat di Danau Tondano (Foto: Ita Sualia)
Semua bahan-bahan tersebut termasuk kritik/saran dapat dikirimkan kepada: Triana - Divisi Publikasi dan Informasi Wetlands International - Indonesia Programme Jl. A. Yani No. 53 Bogor 16161, PO Box 254/BOO Bogor 16002 tel: (0251) 831-2189; fax./tel.: (0251) 832-5755 e-mail:
[email protected]
DEWAN REDAKSI:
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Kami juga mengundang pihak-pihak lain atau siapapun yang berminat untuk menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, gambar dan foto, untuk dimuat pada majalah ini. Tulisan diharapkan sudah dalam bentuk soft copy, diketik dengan huruf Arial 10 spasi 1,5 dan hendaknya tidak lebih dari 2 halaman A4 (sudah berikut foto-foto).
○
○
○
Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan ○
2
Penasehat: Direktur Jenderal PHKA; Penanggung Jawab: Sekretaris Ditjen. PHKA dan Direktur Program WI-IP; Pemimpin Redaksi: I Nyoman N. Suryadiputra; Anggota Redaksi: Triana, Hutabarat, Juss Rustandi, Sofian Iskandar, dan Suwarno
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Bila mau jujur, tentu saja kerusakan-kerusakan yang dialami ekosistem Danau Tondano saat ini, adalah akumulasi dari perbuatan-perbuatan manusianya itu sendiri yang tidak berpihak pada pelestarian alam dan pemanfaatan yang seharusnya juga dirasakan oleh anak cucu di masa depan. Adanya suatu kebijakan komprehensif dan terpadu, menjadi kunci penting bagi pemulihan dan pengembalian fungsi serta nilai-nilai yang terkandung pada ekositem Danau Tondano. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan oleh instansiinstansi pemerintah (pusat dan daerah) maupun non-pemerintah dimana Wetlands International - Indonesia Programme juga terlibat di dalamnya, menjadi harapan besar bagi terselenggaranya panduan/pedoman pengelolaan ekosistem Danau Tondano secara bijak dan berkesinambungan.
○
○
Fokus edisi kali ini menyajikan kondisi ekosistem Danau Tondano yang terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Danau vulkanik air tawar yang memiliki banyak nilai dan fungsi tinggi bagi masyarakat sekitarnya tersebut, kini sudah sangat terancam dan mengalami gangguan yang serius. Melihat kondisi ini, pemerintah RI melalui Kementerian Lingkungan Hidup telah menetapkan Danau Tondano menjadi salah satu dari lima belas danau prioritas di Indonesia yang harus segera dipulihkan.
○
○
Selamat bersua kembali bagi seluruh pembaca setia kami. Dengan segala kekurangan yang kami miliki, kami terus berupaya menyuguhkan informasi-informasi seputar perlahanbasahan kita.
○
○
○
○
Dari Redaksi
○
○
○
○
○
Para pembaca yang terhormat, suguhan informasi lainnya bisa Anda buka pada lmbar-lembar lainnya. Semoga perlahanbasahan kita semakin berseri - jangan lagi semakin terdegradasi!
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Daftar Isi
○
○
○
○
○
○
○
Selamat membaca
○ ○ ○ ○
4
○
○
DANAU TONDANO: salah satu dari lima belas danau prioritas di Indonesia yang harus segera dipulihkan fungsinya
○
Fokus Lahan Basah
○
○
Konservasi Lahan Basah
○
6
○
○
Langkah-Langkah Budidaya Tambak Ramah Lingkungan di Daerah Mangrove
○
○
Berita Kegiatan 8
Lomba Menggambar Tingkat SD/Sederajat Daerah Bufferzone CA. Pulau Dua, Serang, Banten: Dalam Rangka Memperingati Hari Air Sedunia
10
○
○
○
○
○
○
○
○
LOKAKARYA dan PELATIHAN Pengelolaan Ekosistem dan Pengendalian Spesies Invasif Danau Tondano
12
Estimasi Populasi dan Habitat Persinggahan Trinil kaki-merah Tringa tetanus Linnaeus, di Kawasan Pantai Cemara, Jambi, Sumatera
16
○
○
○
○
○
“BEA” Mengamati Burung Langka bersama Siswa di SM. Rawa Singkil, Aceh
○
○
○
Berita dari Lapang
POHON BUAH HITAM (Haplolobus spp.) Apa Keistimewaannya bagi Masyarakat Pesisir Teluk Wondama?
20
Dokumentasi Perpustakaan
24
○
18
○
○
○
○
○
○
○
○
Akhirnya KUNTUL Bersarang Lagi ...
○
○
○
Flora dan Fauna Lahan Basah
○ ○ ○
○
○
○
24
○
○
○
Edisi Juli, 2010 zzz 3 ○
Eceng Gondok, gulma yang bisa menjadi sumber devisa? Sekaligus berperan penting dalam meredam perubahan iklim?
○
○
○
Tahukah Kita
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Fokus Lahan Basah
○
○
○
○
DANAU TONDANO
○
○
○
○
○
○
○
○
○
salah satu dari lima belas danau prioritas di Indonesia yang harus segera dipulihkan fungsinya
D
anau Tondano adalah danau air tawar vulkanik, berada pada ketinggian 680m di atas permukaan laut dengan luas saat ini sekitar 4438 Ha, kedalaman maksimum 35,3m dan kedalaman rata-rata 13,4m. Inlet danau terdiri dari 35 sungai (termasuk sungai intermiten yang berair terutama disaat musim penghujan) dan hanya memiliki satu outlet yaitu Sungai Tondano yang bermuara di Teluk Manado. Berdasarkan peruntukannya, Danau Tondano tergolong danau multi fungsi (multy purposes) yaitu sebagai (1) sumber energi listrik bagi 50.000 rumah di Sulawesi Utara (PLTA Tonsea Lama, Tanggari I, Tanggari II dan rencana PLTA Sawangan); (2) sumber air (diolah oleh perusahaan air minum) bagi Kabupaten Minahasa, Kota Manado dan ke depan direncanakan untuk mensuplai air minum ke kota Bitung; (3) retensi banjir kota Manado; (4) lokasi budidaya perikanan keramba jaring apung/KJA (floating net cages) dan keramba tancap (pen culture) dengan produksi sekitar 5000 ton ikan per tahun; (5) irigasi bagi 3000 ha sawah di Kabupaten Minahasa dan (6) fasilitas wisata alam dan (7) pendidikan. Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sub-DAS Danau Tondano melintasi lima Kabupaten/ Kota yaitu Kabupaten Minahasa, Kabupaten
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: I N.N. Suryadiputra, Ferry H. dan M. Ilman
○
○
○
○
4 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Minahasa Utara, Kota Tomohon, Kota Bitung dan Kota Manado. Secara administratif, Danau Tondano sendiri berada di Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara, berjarak sekitar 30km ke arah selatan dari Kota Manado. Hasil studi interpretasi citra Landsat 2009 oleh Departemen PU ditemukan bahwa Luas DAS Tondano (watershed) adalah 56.371 Ha, dengan luas Daerah Tangkapan Air (DTA/ water catchments area) 25.925 Ha dan Badan Air Danau (water body) seluas 4396 Ha (kajian WIIP terbaru, Mei 2010 mendapatkan luas danau 4438Ha). Dari total luasan DTA yaitu 25.925 ha (berdasarkan intepretasi citra Landsat 2009), diketahui bahwa tutupan lahan terdiri dari 5% perumahan (1197 ha), 28% hutan (7.345 ha), 12% sawah (3.188 ha), 28% perkebunan campuran (7.326 ha), tegalan 23% / hortikultura tanah (5.983 ha), gulma 2% terutama eceng gondok yang berada di tepi danau (553ha) dan 1% lahan yang tidak dapat dikalsifikasikan karena citra tertutup awan (333 ha). Danau Tondano menjadi habitat penting bagi berbagai jenis hewan dan tumbuhan, diantaranya jenisjenis ikan khas Sulawesi, seperti ikan Payangka dan Nike. Terdapat juga satu jenis ikan yang hanya
dapat ditemukan di danau ini, yaitu Tondanichthys kottelati (sejenis julung-julung air tawar). Jenis ikan ini pertama kali ditemukan pada tahun 1995, dan statusnya saat itu masuk kategori rentan (vulnerable) menurut daftar yang dikeluarkan oleh IUCN. Namun demikian, IUCN menyebutkan juga bahwa diperlukan informasi terkini dari jenis ini untuk mengetahui status dan kondisi populasinya saat ini. Ditemukan juga sedikitnya 31 spesies burung di sekitar danau, 6 diantaranya dilindungi oleh Uundang-Undang RI, yaitu: Kuntul kecil (Egretta garzetta), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Elang Paria (Milvus migrans), Elang Bondol (Haliastur indus), Cekakak Sungai (Halcyon chloris) dan Burung-madu sriganti (Nectarinia jugularis). Beberapa jenis fauna air yang bukan asli dari danau ini juga ditemukan, antara lain: Kijing Taiwan (Anodonta woodiana), Kolobi/keong mas (Pomacea canaliculata), Mujair (Oreochromis mossambicus) dan Nila (Oreochromis niloticus). Sedangkan vegetasi yang hidup di sekitar Danau Tondano bagian tepi berupa persawahan, perladangan serta rawa-rawa berair tawar. Rawa air tawar tersebut didominasi oleh Serawet/teki (Cyperaceae), kano-kano (Phragmites karka), dan Rumbia/sagu (Metroxylon sago). Pada bagian perbukitan, umumnya
Fokus Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
.....bersambung ke hal 23
○
○
○
○
Dampak lanjutan yang ditimbulkan dari berbagai permasalahan tersebut di atas, pada akhirnya mengurangi nilai dan daya guna perairan danau tondano untuk berbagai kepentingan masyarakat di sekitarnya. Hal demikian telah terlihat dari: (1) semakin berkurangnya pasokan daya listrik untuk operasional tiga buah PLTA yang merupakan system interkoneksi jaringan listrik di Sulawesi Utara dan akhirnya mengharuskan diadakannya pemadaman listrik secara bergiliran; (2) terjadinya banjir pada musim hujan (terutama) di daerah outlet danau (dan menggenangi lahan pertanian dan pemukiman), dan (3) mengurangi pasokan air baku untuk diolah oleh Perusahaan Air Minum.
○
○
6) Adanya introduksi jenis-jenis ikan dari luar Minahasa yang mengancam kehidupan ikan-ikan asli Danau Tondano.
○
Edisi Juli, 2010 ○
Pada badan air, jenis-jenis yang umum teramati adalah: Eceng gondok (Eicchornia crasssipes) dan Ki Apu (Pistia stratiotes) yang mendominasi pada beberapa bagian 2) Maraknya penjarahan (encroachment) lahan di permukaan air danau, sementara sempadan danau untuk kegiatan arakan (Ceratophyllum demersum) pertanian mengakibatkan semakin tumbuh tepat dibawah permukaan berkurangnya luasan permukaan air. Jenis-jenis lain yang ditemukan, dan volume air danau. antara lain: Hydrilla (Hydrilla verticillata), Teratai (Nymphaea sp.). 3) Maraknya pembangunan Keramba Jaring Apung (KJA) Sangat disayangkan, karena Danau dan Karamba tancap (pada Tondano yang memiliki begitu tahun 2001, total sekitar 2500 banyak nilai dan manfaat tersebut, unit; tersebar di Desa Eris (2078 saat ini kondisinya sangat unit), di Desa Kakas (350 unit) memprihatinkan dan terancam. dan di Desa Remboken (40 unit). Beberapa faktor utama penyebab rusak dan terancamnya keberadaan 4) Pesatnya pertumbuhan eceng gondok di dalam danau. eksositem Danau Tondano, sebagai berikut: 5) Tingginya pencemaran dari luar danau (seperti dari kegiatan 1) Kegiatan pengggalian pasir di pertanian, pemukiman, beberapa sungai yang peternakan, galian pasir) dan merupakan inlet (pemasok air)
dari dalam danau itu sendiri (seperti sisa—sisa pakan dari kegiatan KJA, restauran, eceng gondok yang mati).
○
Danau Tondano, serta penebangan pohon di daerah tangkapan air Danau Tondano yang sering menimbulkan erosi tepi sungai dan lahan di sekitarnya. Kegiatan ini menyebabkan meningkatnya kekeruhan air (akibat padatan tersuspensi) dan pendangkalan pada sungai dan di dalam danau.
○
didominasi oleh pohon Cengkeh (Syzygium aromaticum), selain itu Mahoni (Swietenia mahagoni), Jati (Tectona grandis) dan Sengon (Albazia falcataria) merupakan jenis-jenis yang sengaja ditanam untuk dipanen kayunya.
○
○
○
Danau Tondano (Foto: Ita S.)
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
5
Konservasi Lahan Basah ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Langkah-Langkah Budidaya Tambak Ramah Lingkungan di Daerah Mangrove Ita Sualia, Eko Budi Priyanto dan I Nyoman N. Suryadiputra
PENGERTIAN TAMBAK RAMAH LINGKUNGAN Parahnya kerusakan lingkungan pesisir (mangrove) akibat pembukaan lahan yang salah satunya diperuntukkan untuk tambak, memacu lahirnya konsep budidaya tambak ramah lingkungan. Konsep ini mencakup 2 (dua) kegiatan utama yaitu penerapan jalur hijau (green belt) atau penanaman mangrove di tambak (silvofishery), serta penerapan tata cara budidaya yang baik dalam arti tidak menggunakan bahan baku produksi yang merusak lingkungan dan atau membahayakan keselamatan dan kesehatan konsumen produk yang dihasilkan. Beberapa manfaat tambak ramah lingkungan diantaranya : 1. Biaya dan resiko produksi jauh lebih rendah dan dapat dikelola dalam skala kecil (rumah tangga). 2. Menghasilkan produksi sampingan dari hasil tangkapan alam seperti udang alam, kepiting, dan ikan liar. 3. Lingkungan terpulihkan dan meningkatnya daya dukung (carrying capacity) tambak, sehingga mampu menjaga kualitas air dan menopang kehidupan komoditas yang dibudidayakan. 4. Produk udang berkualitas premium dan bernilai jual tinggi di pasaran internasional. 5. Kawasan tambak ramah lingkungan lebih tahan terhadap serangan penyakit, akibat kemampuan mangrove dalam menyerap limbah dan menghasilkan zat antibakteri.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh :
○
○
○
Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan ○
6
Beberapa penerapan sederhana akan konsep budidaya tambak ramah lingkungan di Indonesia yaitu: • Sistem Silvofishery
Suatu rangkaian kegiatan terpadu antara kegiatan budidaya ikan/ udang dengan kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengelolaan dan upaya pelestarian hutan mangrove. Dalam pengembangannya, tambak silvofishery telah banyak dimodifikasi, namun secara umum terdapat (tiga) model tambak silvofishery, yaitu: model empang parit, komplangan, dan jalur.
• Sistem Polikultur
Suatu sistem budidaya yang membudidayakan lebih dari satu jenis komoditas dalam satu masa pemeliharaan dalam petak yang sama. Konsep polikultur berkembang karena banyaknya kegagalan produksi yang dialami sistem monokultur di tambak terutama udang, sehingga diharapkan dengan memelihara dua atau lebih jenis komoditas, masih dapat menghasilkan produksi yang dapat menutupi kegagalan lainnya. Polikultur yang dikembangkan saat ini adalah kombinasi budidaya rumput laut Gracillaria, udang windu dan bandeng dalam satu petak tambak. Kombinasi ketiga jenis ini didasarkan pada peran Gracillaria sebagai penyerap limbah (filter pollutan) dan pergerakan bandeng yang membantu aerasi air tambak secara alami.
TAHAPAN BUDIDAYA TAMBAK RAMAH LINGKUNGAN Beberapa tahapan sederhana pengelolaan tambak ramah lingkungan baik untuk komoditas udang windu, bandeng dan rumput laut sbb: 1. Pemilihan Lokasi a) Jangan menebang/menghilangkan tumbuhan di areal sekitar 130m dalam membuka tambak (sesuai hukum Nasional mengenai lebar jalur hijau, yaitu 130 kali selisih rata-rata pasang tertinggi dan surut terendah) b) Jangan memilih lokasi tambak baru pada lokasi dengan produksi tambak rendah atau sedang mewabah penyakit pada udang/ikan c) Patuhi semua peraturan yang berlaku dan perencanaan pengembangan wilayah pesisir d) Penanaman kembali hutan bakau membantu merehabilitasi tambaktambak yang telah mati dan meningkatkan hasil tangkapan alam. 2. Persiapan lahan dan air (perbaikan pematang dan saluran, pengeringan, pengapuran, pembasmian hama dan pemupukan) a) Persiapan lahan meliputi : pengeringan lahan, perbaikan prasarana produksi seperti pematang, pintu air, jembatan anco, saringan, dll), pembajakan atau pembalikan tanah (jika ada), pengapuran (jika ada), dan pemberantasan hama. b) Persiapan air meliputi pengisian air, pemupukan, dan, jika ada, pengapuran susulan.
Konservasi Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Prosedur standar dan sederhana:
b) Pemanenan dan pengemasan benur/nener harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan benur/nener.
a)Sebelum memasukkan air, saringan dobel harus sudah terpasang di pintu air untuk mencegah masuknya hewan liar.
c) Jumlah benur dalam satu kantong plastik sebaiknya berkisar antara 1.000-2000 PL per liter air (ukuran PL 15) atau 500-1.000 PL per liter air (ukuran PL 20). Untuk nener ukuran 5 cm, jumlah per kantong tidak boleh lebih dari 100 ekor
b)Air sumber harus baik, dalam arti tidak keruh, kotor atau berbau. Usahakan memasukkan air saat pasang tertinggi dalam siklus harian atau saat air mulai surut. Parameter air normal untuk pemeliharaan udang: salinitas 1525 ppt, pH 7,5-8,5, DO>4 ppm, dan kecerahan 30-35 cm.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
.....bersambung ke hal 14
○
Pemanenan benur di hatchery atau nener di panti pendederan umumnya dilakukan pada malam hingga pagi
e) Alat transportasi harus bersih dari sumber pencemaran dan layak pakai, tidak digunakan untuk mengangkut bahan-bahan kimia, bensin, pupuk dsb.
c) Ukurlah salinitas dan pH air sumber sebelum melakukan pengisian air. Perubahan salinitas tidak boleh melebihi 3 ppt dalam satu hari di dalam tambak.
○
Transportasi Benur/Nener
d) Kantong harus diisi oleh air dan oksigen murni dengan perbandingan 1/3 dan 2/3 volume kantong dan diikat kuat oleh karet
Edisi Juli, 2010 ○
h) Lulus test uji formalin 200 ppm selama 1 jam (SR>95%)
○
g) Usus penuh berisi makanan, warna usus bergantung pada jenis makanan umumnya berwarna kecoklatan
○
f) Sangat responsif terhadap cahaya dan kejutan
○
e) Berenang melawan arus jika air dalam wadah diputar.
○
○
d) Benur yang sehat berwarna keabuan, coklat atau coklat tua.
Pengelolaan Kualitas Air
○
c) Anggota tubuh lengkap dan normal, ekor (uropod) sudah membuka sempurna, tidak ada kerusakan kaki atau rostrum, tidak ada penempelan penyakit pada tubuh
4. Pengelolaan kualitas air dan pakan
○
b) Ukuran panjang sesuai umur (kurang lebih 13 mm untuk PL 15)
○
a) Panjang dan warna seragam
a) Sebelum pengiriman, salinitas air di hatchery/panti pendederan tempat benih berasal semaksimal mungkin disesuaikan dengan salinitas air tambak di tempat tujuan. Perubahan salinitas di hatchery harus dirancang sedemikian mungkin agar maksimal hanya 3 ppt per hari.
○
Ciri benur udang yang baik:
f) Pengiriman benur sebaiknya dilakukan pada malam hari saat suhu udara cenderung rendah, terutama jika jarak tempuhnya jauh. Bak pengangkut sebaiknya ditutup dengan terpal untuk mencegah jatuhnya kantong atau box styrofoam.
○
Untuk mendapatkan benih berkualitas dan tahan penyakit, sebaiknya sebelum dilakukan pemilihan benih, proses-proses sebelumnya harus berjalan sempurna.
hari saat suhu air rendah. Jika lama pengiriman lebih dari 6 jam maka perlu penambahan es untuk menurunkan suhu selama perjalanan. Adapun prosedur pengiriman benur adalah sbb:
○
3. Pemilihan dan penebaran benur
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
7
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Berita Kegiatan
○
○
○
LOKAKARYA dan PELATIHAN ○
○
○
Pengelolaan Ekosistem dan Pengendalian Spesies Invasif ○
○
○
○
○
○
Danau Tondano
M
endukung ditetapkannya Danau Tondano oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI sebagai salah satu dari lima belas danau prioritas di Indonesia yang harus segera dipulihkan fungsinya, Wetlands International - Indonesia Programme (WIIP) bekerjasama dengan Pemerintah Kab. Minahasa, Kementerian PU dan Kementerian LH (atas dukungan dana dari UNEP), telah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan workshop dan pelatihan. Workshop pertama dilaksanakan pada tanggal 15 April 2010 di Manado berupa rapat konsultasi dan pertemuan stakeholder Danau Tondano. Di kota yang sama pada tanggal 24-26 Mei 2010 diselenggarakan training dan lokakarya Pengelolaan Ekosistem dan Pengendalian Spesies Invasif Danau Tondano, yang merupakan tindak lanjut dari hasil identifikasi kebutuhan dalam pengelolaan ekosistem Danau Tondano yang telah dirumuskan pada workshop sebelumnya. Pelatihan selama tiga hari ini, diikuti oleh 26 peserta perwakilan dari instansi pemerintah, organisasi sipil, pihak swasta, dan masyarakat yang tinggal di sekitar Danau Tondano. Materi pelatihan diberikan melalui tiga pendekatan yaitu : a. Pengajaran teori di dalam kelas, meliputi pengantar pelatihan, penjelasan kondisi biofisik
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Ita Sualia*
○
○
○
Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan ○
8
Pembukaan workshop oleh Sekda Kabupaten Minahasa
(limnology) Danau Tondano beserta Daerah Tangkapan Air, penjelasan cara mengukur beberapa parameter kualitas air dan bathymetri, penjelasan analisis kebijakan
Hari terakhir training dilakukan dalam bentuk lokakarya yang diselenggarakan pada tanggal 26 Mei 2010 dengan dihadiri oleh 63 orang yang terdiri dari peserta training dan perwakilan para stakeholder. Pada lokakarya tersebut peserta training b. Praktek dan pengukuran di menyampaikan hasil-hasil kajiannya lapangan, meliputi pengukuran mengenai Danau Tondano yang kualitas air, pemetaan bathymetri, dilakukan berdasarkan metodeobservasi dan identifikasi metode yang dipelajari oleh peserta keanekaragaman hayati) selama pelatihan. c. Diskusi pembahasan hasil Lokakarya membahas mengenai isu pengukuran lapangan utama dan akar penyebab masalah, strategi untuk mengatasi masalah Topik yang dibahas dalam training yang dihadapi serta rencana aksi meliputi: pada Daerah Tangkapan Air a. Pengelolaan Kualitas Air Danau (catchments area), Sempadan (lake (Limnologi); banks/ buffer zone) dan Danau. Dalam Rencana Aksi diidentifikasi b. Pemantauan Kondisi Bathimetry kegiatan-kegiatan yang berlangsung dan Restorasi Danau; dan komitmen dari berbagai sektor untuk pengelolaan ekosistem danau c. Pengelolaan Keanekaragaman Tondano kedepan. Hasil utama Hayati; lokakarya ini adalah sebuah Dokumen d. Pengembangan Kebijakan Program Pengelolaan Danau Tondano Pengelolaan Danau dan Daerah yang akan dibahas pada bab Aliran Sungai. selanjutnya.
Berita Kegiatan
○
(c) Pelatihan membuat kerajinan tangan dari bahan dasar eceng gondok
○
(b) Pelatihan di lapangan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
4) Kemitraan pemerintah (pusat dan daerah) dan lembaga swadaya masyarakat sebagai fasilitator kegiatan masyarakat perlu ditingkatkan dan sinergi dalam mengimplementasikan kegiatan untuk menghindari kontradiksi dan tumpang tindih. Aktif bersamasama mencari solusi bagi masalah lingkungan hidup dan ekonomi yang dialami oleh komunitas.
○
○
3) Pengembangan ekonomi berbasis konservasi pada Daerah Tangkapan Air Danau Tondano perlu untuk dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi tekanan lingkungan (pendangkalan dan pencemaran) pada danau.
○ ○
○
○
○
○
○
*Wetlands Management Officer WIIP
Edisi Juli, 2010 ○
1) Peran aktif dan kerjasama antar masyarakat dan pemerintah
○
○
○
Beberapa kesimpulan umum dan rekomendasi yang dapat ditarik dari pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam Pengelolaan Danau Tondano adalah sebagai berikut :
2) Peningkatan kepedulian dan kapasitas pemangku kepentingan merupakan salah satu faktor kunci pengelolaan Ekosistem Danau Tondano (melalui penyebaran berbagai media informasi penyadartahuan pada berbagai tingkat pemangku kepentingan). Upaya–usaha pengembangan kapasitas dapat antara lain melalui pendidikan, pelatihan.
○
Menyikapi masalah tersebut WIIP berinisiatif untuk memotivasi masyarakat agar berpartisipasi aktif dalam upaya pengendalian eceng gondok tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan memperkenalkan pada masyarakat mengenai manfaat ekonomi eceng gondok yaitu dengan memodifikasinya menjadi barangbarang kerajinan tangan. Sebuah pelatihan mengenai pemanfaatan eceng gondok telah dilakukan pada
Pelatihan diikuti oleh 18 (delapan belas) peserta dari 6 desa di sekiling Danau Tondano yang masuk dalam wilayah Kecamatan Kakas antara lain dari Desa Toulimembet, Passo, Tounelet. Sebagian besar peserta adalah ibuibu yang juga terlibat dalam kegiatan PNPM Lingkungan. Peserta training sangat antusias karena training ini memberikan pengalaman baru bagi masyarakat dan materi kerajinan tangan yang diajarkan cukup sederhana sehingga mudah diaplikasikan.
dalam pengelolaan ekosistem Danau Tondano mutlak dilakukan karena secara sosial, budaya, dan ekonomi, kehidupan masyarakat di sekitar DAS Tondano sangat tergantung dari keberadaan ekosistem Danau Tondano;
○
Pelaksanaan kegiatan pelatihan pemanfaatan eceng gondok merupakan kegiatan tambahan dari apa yang telah disepakati oleh WIIP dan UNEP dalam kontrak kerjasama. Pelatihan ini dilakukan karena penanganan masalah penutupan eceng gondok pada umumnya masih sebatas pengangkatan eceng dari danau tanpa diolah lebih lanjut. Eceng gondok yang diangkat ke darat menimbulkan masalah baru yaitu penumpukan sampah eceng gondok di darat. Selain itu upaya pengangkatan eceng gondok juga tidak efektif karena kurangnya tenaga kerja dan pendanaan yang tidak seimbang dengan laju pertumbuhannya. Berdasarkan kajian UNIMA, 2005 laju pertumbuhan eceng gondok dalam tiha hari bisa mencapai dua kali lipatnya (doubling time). Akibatnya jumlah eceng gondok dan tanaman air invasive lainnya tetap banyak dan semakin meluas.
tanggal 24 Mei 2010 di Desa Toulimembet, Danau Tondano dengan mendatangkan pelatih dari Yogyakarta, Jawa Tengah. Pelatihan pengelolaan enceng gondok yang dilakukan oleh WIIP ini bekerjasama dengan program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyaraat) Lingkungan di Kecamatan Kakaskarena pada saat yang sama PNPM Lngkungan memiliki progam pengangkatan eceng gondok dari Danau Tondano namun pengolahan eceng gondok tersebut masih sebatas dijadikan kompos.
○
Pelatihan Pemanfaatan Eceng Gondok
○
○
○
(a) Diskusi kelompok
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
9
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Berita Kegiatan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Lomba Menggambar Tingkat SD/Sederajat Daerah Bufferzone CA. Pulau Dua, Serang, Banten Dalam Rangka Memperingati Hari Air Sedunia
D
alam rangka mendukung program konservasi dan pemberdayaan masyarakat di Teluk Banten, pada akhir bulan Maret 2010 lalu Wetlands International – Indonesia Programme (WI-IP) telah menyelenggarakan suatu kegiatan Lomba Menggambar tingkat Sekolah Dasar/Sederajat. Selain sebagai salah satu bentuk penyadaran dan pendidikan lingkungan, kegiatan ini juga bertepatan dengan peringatan Hari Air Sedunia yang jatuh pada tanggal 22 Maret setiap tahunnya. Lomba menggambar diikuti oleh 6 sekolah tingkat Sekolah Dasar/ Sederajat, yang berada di wilayah Kec. Kasemen, Serang. Ke-enam sekolah yang terlibat adalah: SDN Inpres, SDN Kebon, SDN Cangkring, SDN Harja Mukti, MI Badamussalam, dan Ponpes Al Jauhariyah, masing-masing diwakili 8 siswa-siswi serta seorang guru.
AIR SUMBER KEHIDUPAN Tidak ada satupun mahluk hidup yang tidak tergantung pada air. Menyadari fungsi yang sangat vital tersebut, bangsa-bangsa di dunia yang tergabung dalam wadah Perserikatan Bangsa-Bangsa telah bersidang di kota Rio Jeneiro, tepatnya pada tanggal 22 Maret 1992, dan memutuskan bahwa tanggal 22 Maret ditetapkan sebagai Hari Air Sedunia. Diharapkan, seluruh umat manusia bisa mengingat dan memaknai akan pentingnya air bagi keberlanjutan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.
Sejak keseimbangan alam masih tertata dengan baik, air masih memberikan peran dan manfaat positif bagi segenap mahluk hidup. Tatkala porsi kebutuhan dan keinginan manusia telah mendominasi lingkup tatanan tersebut yang diperparah dengan pengelolaan yang tidak ramah lingkungan dan berkelanjutan, air bersih dan sehat semakin sulit didapat bahkan air kini seakan menjadi bagian yang menakutkan dan membahayakan. Pada tahun 1999 sekitar 1,2 milyar penduduk bumi mengalami kesulitan akses air bersih, dan
Dari 48 peserta lomba, keluar 3 siswa sebagai pemenang, yaitu: • Juara I, Nisa Rahma Azhari,
Kelas V, SDN Cangkring
• Juara II, Lukman, Kelas IV, SDN
Kebon
• Juara III, Deni Kustiyawan, Kelas
IV, SDN Inpres
Masing-masing pemenang mendapatkan hadiah berupa: uang penghargaan/beasiswa, sertifikat, tropi/piala dan bingkisan.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh : Triana
○
○
○
Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan ○
10
Karena cuaca hujan, lomba gambar dilaksanakan di dalam ruangan kelas, yang sebelumnya direncanakan di CA. Pulau Dua.
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
Selamat Hari Air Seduna!
Edisi Juli, 2010 ○
Anak-anak usia sekolah adalah generasi penerus yang tidak hanya sebagai pewaris sumber-sumber daya alam termasuk air, tetapi juga sebagai generasi penerus tongkat estafet dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber daya tersebut. Pendidikan Lingkungan
○
Banyak hal yang dapat kita lakukan dalam mengelola dan melestarikan sumberdaya air secara bijak dan berkelanjutan. Air bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, pengelolaan sumberdaya air haruslah dilakukan secara utuh mulai dari hulu hingga hilir sebagai suatu kesatuan ekosistem.
dan penyuluhan adalah bagian dari penguatan dan pembekalan generasi-generasi muda itu agar kelak menjadi pengelola yang baik dan bertanggung jawab, diantaranya melalui kegiatan lomba menggambar. Mudah-mudahan dengan pengalaman yang didapat, mereka akan lebih sadar dan mau berperilaku yang lebih baik dalam mengelola lingkungan di sekitarnya. Lebih jauh mereka akan lebih sadar bahwa baik buruknya lingkungan sekitar mereka adalah tergantung pada baik buruknya mereka dan masyarakat lainnya memperlakukan lingkungan itu sendiri.
○
Melalui peringatan Hari Air Sedunia yang diselenggarakan berbagai negara di bumi ini, kita semua diingatkan betapa pentingnya air bagi kehidupan. Kita tidak dapat bertahan hidup
tanpa air, untuk itu sudah saatnya kita sadar dan memperlakukan sumberdaya air sebagai bahan yang bernilai dan menentukan.
○
diperkirakan terus meningkat menjadi 2,7 milyar atau sepertiga jumlah penduduk seluruh dunia pada tahun 2025 apabila tidak segera dilakukan tindakan nyata mengatasi masalah kelangkaan air bersih tersebut (Sumber: Word Commision on Water). Sebaliknya disisi lain, justru tersaji data-data mengenai bencana dan mala petaka akibat ‘ketidak-ramahan’ air. Banjir, longsor bahkan kekeringan, itu semua adalah bukti nyata dampak pengelolaan air serta sumber-sumber air yang tidak benar dan bertanggung jawab.
○
○
○
○
○
Para pemenang lomba berfoto bersama dengan Kepala Seksi SBKSDA Serang, guru-guru serta tim dari WI-IP
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
11
Berita dari Lapang ○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
“BEA” Mengamati Burung Langka
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
bersama Siswa di SM. Rawa Singkil, Aceh
K
awasan Rawa Singkil merupakan Hutan Suaka Margasatwa dengan luas sekitar 102.000 hektar (Ha). Kawasan hutan Rawa Singkil memiliki fungsi konservasi yang sangat penting karena memiliki keanekaragaman hayati beragam dan bernilai tinggi. Satwa endemik Sumatera seperti orangutan dan harimau sumatera terdapat dalam kawasan hutan Rawa Singkil. Ekosistem Suaka Margasatwa Rawa Singkil dapat dijumpai di sepanjang sungai utama yang melintasi kawasan ini, yaitu Sungai Alas dan sungai-sungai kecil yang berhulu di sungai ini. Hutan rawa ini memiliki fungsi yang sangat penting bagi masyarakat di sekitarnya dan masyarakat Aceh Singkil pada umumnya. Masyarakat lokal memanfaatkan hutan rawa untuk berbagai keperluan kehidupan, seperti pembuatan perahu, rumah, dan kayu bakar, bahkan juga sebagai sumber tanaman obatobatan alami, hasil perikanan (ikan lele, udang) dan lain-lain. Rawa ini juga merupakan tempat pemijahan berbagai jenis ikan dan hewan bercangkang seperti udang dan kepiting. Lapisan gambut dan tumbuhan yang terdapat dalam hutan rawa Singkil berperan dalam menyaring air rawa sebelum dialirkan ke laut.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh : Agus Nurza*
○
○
○
Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan ○
12
Sayangnya hingga kini praktek penebangan liar masih terus terjadi di hutan SM Rawa Singkil. Jika hal tersebut dibiarkan terus berlanjut, tidak hanya masyarakat akan kehilangan manfaat dan fungsinya, tetapi juga akan mengancam keberadaan satwa-satwa langka yang hidup dan bergantung pada ekosistem SM Rawa Singkil. Sementara itu berdasarkan hasil penelitian terakhir yang dilakukan Lembaga Cicem Nanggroe menunjukkan bahwa Rawa Singkil merupakan habitat bagi lebih dari 65 spesies burung. Beberapa spesies burung tersebut memiliki nilai konservasi tinggi seperti burung Bangau Storm (Ciconia stormi) dan Bangau Tongtong (Leptoptilos javanicus) yang tergolong satwa terancam punah. Bahkan berdasarkan data base Birdlife dan Wetlands International menunjukkan bahwa selain burung tersebut diatas, di SM Rawa Singkil juga terdapat burung langka jenis Mentok Rimba (Cairina scutulata). Bangau Storm ditemukan di hutan yang tidak terganggu dan habitat air tawar di Sumatra, Kepulauan Mentawai, Kalimantan, Brunei dan Semenanjung Malaysia. Berdasarkan survey, saat ini di kawasan SM Rawa Singkil masih dapat dijumpai Bangau Storm.
Salah satu kubu berada di tenggara Sumatera, dengan sisa populasi terbatas. Sedangkan di Semenanjung Malaysia hanya satu populasi yang sangat kecil dan berpencar. Populasi dunia dari Bangau Storm saat ini diperkirakan kurang dari 500 individu. Karena terus-menerus kehilangan habitat, ukuran populasi yang sangat kecil, terbatas dan diburu di beberapa daerah, Storm’s Stork diklasifikasikan sebagai Endangered (terancam punah) dalam The International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List of Threatened Species. Selain itu kerusakan hutan dataran rendah melalui penebangan, pembangunan bendungan dan konversi ke perkebunan kelapa sawit menjadikan Bangau Storm semakin terancam keberadaannya. Melihat aksi perusakan hutan yang kian marak dan mengancam kehidupan burung, tentunya harus segera dilakukan upaya tindakan pencegahan atau penyadar tahuan lingkungan berbagai pihak. Baik itu LSM maupun lembaga pemerintah yang terkait. Oriental Bird Club (OBC) dan Lembaga Cicem Nanggroe memfasilitasi Pelatihan Pengamatan Burung Liar yang merupakan serangkaian program dari Bird (Ciconia stormi) Education dan Awareness (BEA). BEA tersebut telah
Berita dari Lapang ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
*Co-Bird Education dan Awareness (BEA) Lembaga Cicem Nanggroe, Banda Aceh E-mail:
[email protected]
○
○
○
○
Data Base Burung Aceh, Lembaga Cicem Nanggroe 2009.
○
○
Wetlands International Indonesia Program, www.wetlands.or.id
○
○
Birdlife International. www.birdlife.org
○
○
Harian Serambi Indonesia, 9 September 2009, http:// www.serambinews.com/news/view/ 13365/kayu-ilegal-loggingdimusnahkan-di-rawa-singkil
○
○
Direktorat Jenderal PHKA. http:// www.ditjenphka.go.id/kawasan_file/ sm.%20rawa%20singkil.doc-07.pdf
○
○
Fransisca Ariantiningsih, 2008. Suaka Margasatwa Rawa Singkil Mutiara di Pantai Barat Aceh, http://yelweb.org/ files/suakamargasatwasingkil.pdf
Edisi Juli, 2010 ○
Dalam praktek pengamatan burung liar tersebut juga banyak teramati burung-burung seperti jenis Cangak Merah (Ardea purpurea), Kokokan Laut (Butorides striatus), Kuntul Besar (Egretta alba), Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster), Cekakak Sungai (Todirhamphus chloris) dan masih banyak jenis burung lainnya. Bahkan siswa juga dapat mengamati beberapa jenis burung pantai migran seperti jenis burung Cerek Pasir Mongolia (Charadrius mongolus), Cerek Pasir Besar (Charadrius leschenaultii), Trinil Pantai (Tringa hypoleucos) dan lainnya.
Kegiatan ini tentunya bukan hanya untuk bersenang-senang, tetapi diharapkan akan menggugah generasi muda, bukan hanya untuk berperan aktif dalam konteks birdwatching saja, tetapi lebih menyeluruh untuk pelestarian lingkungan. Siswa nantinya dapat mampu berperan aktif dalam kegiatan Birdwatching, dimana data yang diperoleh kemudian akan dapat digunakan sebagai masukan kepada pemerintah daerah untuk tata ruang dan pengambilan keputusan yang dapat mengakibatkan efek positif bagi lingkungan.
Pustaka
○
Nurul salah seorang peserta mengaku sangat senang dengan kegiatan pengamatan burung ini, apalagi kegiatan tersebut bukan hanya berupa pelatihan yang diberikan secara teori melainkan juga didukung dengan praktek langsung ke lapangan layaknya seorang peneliti satwa liar. Kita dapat melihat dengan jelas keunikan dari burung dan dapat melihat secara jelas prilaku ekologis dari burung yang sangat bergantung dengan alam.
Dari Program BEA ini diharapkan dapat membangkitkan minat dan membangun kesadaran kritis siswa akan pentingnya upaya pelestarian burung liar dan habitatnya di Aceh. Selain itu siswa juga diharapkan akan timbul motivasi baru untuk melakukan kegiatan positif seperti kegiatan Birdwatcing yang dapat mengamati sekaligus memantau keberadaan burung dan membangun database burung sehingga nantinya dapat menggambarkan fluktuasi keberadaan jenis-jenis burung di dalam suatu kawasan.
○
Kegiatan BEA ini meliputi materi kelas selama setengah hari dan selebihnya praktek lapangan. Praktek lapangan secara khusus diikuti oleh siswa yang diberikan kebebasan mengeksplorasi kawasan sungai Rawa Singkil dari atas perahu dan selebihnya di sepanjang areal Laguna pantai Singkil untuk mengamati jenis-jenis burung secara rinci yang tampak melalui gambaran topography burung dan dengan menggunakan teropong Binokular dan Monokular.
Disela-sela pengamatan burung pantai tersebut, siswa juga dapat mengetahui dan memahami fenomena burung-burung migrasi. Serangkain diskusi dilokasi pengamatanpun tak henti-henti dilakukan karena banyak sekali jenis burung pantai migrant yang dapat teramati. Bahkan siswa juga sangat beruntung dapat mengamati burung pantai jenis Wili-wili Besar (Esacus giganteus) yang sudah mulai terancam punah dalam data IUCN red list. Oleh karena itu siswa-siswi SMAN I Singkil merasa sangat puas dalam mengikuti kegiatan BEA ini walaupun harus bertahan dalam panas teriknya matahari.
○
dilakukan di laboratorium biologi sekolah SMA Negeri I Singkil kabupaten Aceh Singkil pada tanggal 7 Januari 2010. Menariknya kegiatan BEA tahap awal ini didominasi oleh siswi sebesar 80% dari pada siswa yang hanya 20%.
13
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Konservasi Lahan Basah
○
○
○
..... Sambungan dari halaman 7
d)Pengelolaan air di tambak meliputi pemantauan kedalaman, kecerahan, dan warna air. Pertahankan kedalaman air untuk mengantisipasi hilangnya air akibat bocor atau penguapan. Pemupukan susulan perlu dilakukan jika kecerahan air (makanan alami) mulai berkurang. Dosis pemupukan diberikan sedikit demi sedikit. e)Klekap sengaja ditumbuhkan untuk bahan makanan bandeng, namun klekap yang tenggelam (mati) dapat menyebabkan kebusukan dasar tambak dan membahayakan udang. Untuk itu angkat pertumbuhan klekap yang berlebih. f) Pemberian saponin susulan bisa dilakukan jika terdapat banyak hama ikan liar di dalam tambak. Namun hal ini tidak bisa dilakukan jika bandeng juga dipelihara di dalam tambak (polikultur). g)Pemberian kapur susulan bisa dilakukan jika fluktuasi pH air harian tidak stabil atau pH air cenderung rendah selama masa pemeliharaan. Kaptan dan dolomit lebih direkomendasikan untuk diberikan sesuai kemampuan keuangan petani, dosis yang disarankan adalah 5-10 kg/hektar setiap 2-3 hari sekali. h)Pada saat hujan lebat turun, salinitas dan pH air dapat turun secara drastis dan kekeruhan meningkat, maka penanganan diperlukan dengan cara membuang air permukaan serta pemberian kaptan sebanyak 2-3kg/ 10m2 ke atas pematang. Jika air tambak menjadi keruh maka perlu diberikan kaptan sebanyak 200300 kg per hektar.
lambat pada umur 25 hari sejak tanggal penebaran. b) Dosis pakan yang diberikan sekitar 0,5 kg/hari per 10.000 PL benur (dibagi menjadi tiga kali pemberian). Untuk pemeliharaan nener, pemberian pakan dapat dilakukan jika nener sudah merespon pemberian pakan. c) Pakan untuk udang adalah pellet tenggelam (sinking type), sementara untuk bandeng pellet mengapung (floating type). d) Saat udang berumur minimal 50 hari dan sampling telah dilakukan (bobot rataan dan estimasi populasi diketahui), maka dosis pemberian pakan secara kasar dapat dihitung sebagai berikut: e) Pilih pakan yang terbukti kredibel (bermerk). Simpan dalam kemasan tertutup, kering dan bersih, tidak basah dan terserang jamur, dan tidak kadaluarsa. f) Pakan disebarkan dari pinggir kolam (sekeliling pematang) dan merata ke seluruh area yang bersih di tambak. g) Jika mungkin, taruh beberapa anco untuk mengetahui laju konsumsi pakan (populasi, nafsu makan udang) dan periksa secara rutin setelah 2 jam. h) Jangan berlebih dalam pemberian pakan karena dapat merusak kualitas air dan menyebabkan pemborosan. i) Kurangi jumlah pakan atau hentikan sama sekali jika udang tidak nafsu makan, sedang molting, atau saat hujan lebat. Pakan dapat diberikan kembali esok atau 2 hari setelahnya.
Pengelolaan Pakan a) Pemberian pakan benur pada kolam dengan tingkat kecerahan air lebih tinggi (pakan alami sedikit) pemberian pakan harus diberikan lebih awal atau paling
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Langkah-langkah Budidaya Tambak Ramah Lingkungan ...........
○
○
○
Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan ○
14
j) Sesuaikan ukuran/tipe pakan yang diberikan dengan ukuran udang/ bandeng. Lakukanlah konsultasi dengan penjual pakan mengenai tata cara pemberian pakan yang lebih baik (tepat, hemat).
5. Pengelolaan kesehatan udang windu Inti dari pengelolaan kesehatan adalah pemeriksaan yang rutin terhadap kualitas air, kondisi udang, mencegah masuknya carrier (kepiting, udang liar), dan jika terjadi wabah, pengetatan prosedur ganti air dan pengamanan tambak dari kontaminasi (peralatan, burung, dan anjing). Beberapa prosedur rutin: a) Periksa udang di malam hari dengan senter (udang yang sehat memiliki mata cerah/merah dan bereaksi cepat dengan berenang menjauh, sementara udang yang lemah matanya pucat dan bereaksi lambat terhadap cahaya dan berenang lemah ke pinggir. b) Lakukan pengecekan sampling secara berkala saat udang berusia di atas 45-50 hari. Udang yang sehat ditandai dengan tubuh dan insang yang bersih, warna tubuh alami, ekor tidak gripis, kaki-kaki tidak patah, dan ususnya penuh makanan. Udang yang kurang sehat tubuhnya kotor atau insang hitam, warna tubuh merah atau ada bercak putih, ekor bengkak, dan atau ususnya kosong. c) Hilangnya nafsu makan, yang bukan dikarenakan faktor molting, merupakan indikasi serangan penyakit atau memburuknya kualitas air. Oleh karena itu segera lakukan pengecekan kualitas/ kurangi pakan, kualitas/ganti air, atau lakukan panen jika udang sudah cukup umur. d) Jika serangan jamur dan parasit sering terjadi (udang lumutan), gunakan formalin sebanyak 100-150 liter per hektar, diberikan maksimal tiga kali selama masa pemeliharaan, setelah udang berumur 40 hari. Diberikan pada siang hari saat cuaca cerah dan jangan saat udang molting. Sehari setelah pemberian formalin, air tambak harus diganti sebanyak 30%.
Konservasi Lahan Basah ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
6. Panen dan pasca panen
○
○
○
○
○
○
a) Siapkan tim panen, peralatan dan bahan yang dibutuhkan: box styrofoam atau plastik dan es dengan jumlah yang cukup.
○
○
○
○
b) Pastikan semua peralatan bersih dan didesinfeksi.
○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
pemeliharaan berlangsung karena akan melepaskan kandungan besi tanah dan menurunkan pH perairan.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
dan saluran air tambak dengan mangrove jenis tertentu misal bakau (Rizhophora sp.) dengan jarak minimal 2 meter.
○
• Hindari penggalian tanah saat
• Menanam pematang, pelataran
* (Sumber: Buku Panduan Pengelolaan Budidaya Tambak Ramah Lingkungan di Daerah Mangrove, © WI-IP)
○
rumput dengan pestisida pada tanggul dan caren selama proses pemeliharaan.
pantai dengan lebar minimal 200 meter dari lokasi tambak
○
• Tidak melakukan pembasmian
• Menjaga hutan mangrove di
○
bekas penerangan, dan tidak dibuang sembarangan karena mengandung logam berat berbahaya yaitu mercury (Hg)
sungai minimal 50 meter dari lokasi tambak
○
• Simpan dengan aman baterai
• Menjaga mangrove sepanjang
○
berserakan di saluran air dan perairan
yang terdapat mangrove seperti pinggiran sungai dan pantai.
○
• Jangan biarkan sampah
○
• Membiarkan beberapa lokasi
○
k) Segera kirim hasil panen ke penampungan udang atau pabrik, untuk mencegah terjadinya kerugian akibat pembusukan.
a) Menjaga lingkungan perairan
○
j) Untuk mencegah/ memperlambat proses pembusukan, kepala udang dapat dikupas dengan hatihati sebelum dibawa ke tempat penampungan sementara. Tindakan ini hanya dilakukan jika pasar menghendaki kriteria udang tanpa kepala (headless).
PENINGKATAN DAYA DUKUNG DAN PEMELIHARAAN LINGKUNGAN TAMBAK
Mangrove mempunyai peranan penting dalam menyediakan makanan dan larva udang dan ikan di alam. Sehingga sangat penting peranannya dalam mendukung keberadaan kehidupan di sekitarnya. Berikut ini prosedur pemeliharaan mangrove di sekitar tambak:
○
i) Cuci udang/bandeng dengan air laut bersih, tempatkan dalam wadah box yang telah dilapisi es dibawahnya. Pastikan udang/ikan terekspos es di dua sisi atas dan bawah untuk mempertahankan kesegaran selama perjalanan.
b) Menjaga keberadaan mangrove
Edisi Juli, 2010 ○
h) Sangat disarankan udang/bandeng yang dipanen segera direndam dalam air es sebelum mati untuk mempertahankan kesegarannya.
Semua kegiatan sehari-hari di tambak perlu dicatat dalam sebuah buku harian tambak, agar memudahkan evaluasi ke depan.
bahan kimia berbahaya (air mengandung Clorin, kaporit) dari proses kegiatan di hatchery, tambak dan cold storage ditampung dan diolah menjadi netral terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan.
○
g) Udang yang terkumpul dalam jaring panen harus segera diangkat untuk mencegah kerusakan udang.
m) Lama perjalanan sebaiknya di bawah 10 jam. Jika tidak maka pergantian es perlu dilakukan untuk mempertahankan kesegaran.
• Limbah (kepala udang) atau
○
f) Pemasangan jaring panen pada pintu air (outlet) tambak harus menampung udang/bandeng yang dipanen dan mencegah kebocoran yang menyebabkan udang/bandeng lolos dari jaring.
l) Jika pengiriman tidak menggunakan ice cool box, maka jumlah es yang dipakai harus disesuaikan dengan jumlah udang dan jarak (lama) perjalanan.
○
d) Waktu panen saat surut terendah dalam siklus bulanan dan saat suhu rendah (malam atau menjelang pagi). Keluarkan air tambak sedikit demi sedikit menjelang panen untuk mempersingkat waktu panen.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
c) Jangan panen saat udang molting, itu akan merusak kualitas udang dan menjatuhkan harga jual udang di pasar. Persentasi udang molting di bawah 5% masih dapat ditolerir.
15
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Berita dari Lapang
○
○
○
Estimasi Populasi dan Habitat Persinggahan ○
○
○
○
Trinil kaki-merah Tringa tetanus Linnaeus, ○
○
○
○
○
di Kawasan Pantai Cemara, Jambi, Sumatera
P
antai Cemara, terletak di pedalaman Jambi berbatasan dengan Taman Nasional Berbak, terbentang panjang melintasi perkampungan dan areal pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Sungai Cemara yang membelah Kabupaten Tanjung Jabung Timur seluas 4.445 km2, memiliki panjang sekitar 20 km, lebar 20 meter hingga 30 meter dan kedalaman kurang dari 5m. Pantai Cemara merupakan salah satu lokasi penting bagi burung-burung pantai migran yang bermigrasi setiap akhir tahunnya, sebagai tempat mencari makan dan berisitirahat. Pantai Cemara merupakan pantai liar tanpa penghuni manusia dan banyak ditumbuhi cemara (Casuarina equisetifolia). KARAKTERISTIK PANTAI CEMARA Pantai Cemara merupakan bagian dari daerah lahan basah (wetland) yang tergolong dalam jenis Estuaria atau Muara sungai (kuala). Estuaria merupakan perairan pesisir yang semi tertutup, serta mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan sangat dipengaruhi oleh pasang surut (Davies et al. 1995). Pasang surut sangat perpengaruh terhadap kehidupan biota laut, khususnya di wilayah pantai. Sebagian besar kawasan Pantai Cemara didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Nur’ Aini*
○
○
○
Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan ○
16
Kawasan Pantai Cemara (A) berbatasan dengan Taman Nasional Berbak (B) (Foto: Nur’ Aini)
dan air laut. Lumpur berwarna hitam dan air yang berwarna keruh dan beraroma tidak sedap. Aroma tidak sedap ini yang ditimbulkan berasal dari pembusukan tumbuhan dan hewan yang mati disekitar pantai tersebut, sedangkan air yang keruh dikarenakan pantai ini merupakan berdekatan atau bersinggungan langsung dengan muara sungai. TRINIL KAKI-MERAH Trinil kaki-merah Tringa totanus mudah dikenali karena kakinya yang berwarna merah dan pada saat terbang terlihat tungging dan bulu sekunder putih tampak jelas dengan ekor garis-garis putih dan putih (Mackinnon et al, 1995). Pada musim tidak berbiak spesies ini melakukan migrasi dari belahan bumi Utara ke Australia dan selama musim migrasi hanya menghabiskan waktunya untuk mencari makan dan beristirahat di
hamparan lumpur halus, sedikit tergenang air dan di tempat-tempat dekat aliran sungai pada saat air laut surut, adapun jarak migrasi yang ditempuh antara 500 sampai 6.500 km satu arah (Morten, 2000). Pada umumnya, Trinil kaki-merah saat berbiak mengunjungi rawa rumput, saltmarshes (rawa garam), dan biasanya membentuk kelompok besar dengan burung pantai lainnya untuk mempertahankan wilayah berbiaknya, dan juga untuk menghindari serangan dari predator.
Trinil kaki-merah (Tringa totanus)
Berita dari Lapang
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
.....bersambung ke hal 26
○
Berdasarkan hasil monitoring dan penangkapan yang dilakukan selama lebih kurang dua bulan,
○
Pantai Cemara sebagai salah satu jalur terbang (flyway) Trinil kakimerah dan burung pantai lainnya dalam melakukan siklus migrasi setiap akhir tahun. Pantai cemara dijadikan sebagai tempat persinggahan bagi Trinil kakimerah karena kawasan tersebut menyediakan sumber pakan dan tempat yang aman bagi kelangsungan hidupnya selama bersinggah di kawasan tersebut.
○
Kederadaan Trinil kaki-merah di Pantai Cemara, Jambi
Mengacu pada data laporan kegiatan pemantauan burung liar di Pantai Cemara dari periode penangkapan bulan Oktober 2007 sampai Januari 2010 yang diselenggaran oleh Wildlife Conservation Society - WCS Global Health Program. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendeteksi dini keberadaan virus Avian Influenza pada burung liar, mengetahui jenis burung pantai yang bermigrasi ke Pantai Cemara, serta memberi bendera warna dan cincin pada jenis burung pantai. Kehadiran atau jumlah individu Trinil kaki-merah yang tertangkap tidak dapat diperkirakan seberapa besar jumlah idividu yang bersinggah di kawasan Pantai Cemara, hal tersebut karena siklus dari migrasi Trinil kaki-merah belum dapat diketahui kapan dan berapa lama serta jumlah individu yang melakukan migrasi dan bersinggah di suatu lokasi tertentu, khususnya di kawasan Pantai Cemara.
Edisi Juli, 2010 ○
Pagh (2006) dalam European Union Management Plan (20092011) menyatakan, bahwa sejak tahun 1970 populasi Trinil kakimerah menurun pada beberapa negara meliputi Belgia, Italia, dan Slovenia. Faktor yang menyebabkan populasi Trinil kakimerah menurun, yakni : terancam oleh berkurangnya luasan areal habitat berbiak, akibat kegiatan manusia. Kegiatan tersebut meliputi ekstensifikasi pertanian (penumpukan lahan untuk pertaniaan), drainase lahan basah (pembuangan air yang sudah tercemar ke areal lahan basah), pengendalian banjir, penghijauan, reklamasi tanah, pembangunan industri perambahan dari Spartina spp (tumbuhan air yang dapat menyebabkan tumbuhan pantai yang ada sekitar tumbuhan tersebut menjadi kering) dan gangguan dari konstruksi jalan setapak di Inggris terhadap intertidal mudflat (hamparan lumpur dengan vegetasi yang terbatas). Ancaman lain adalah adanya gangguan dari Landak Eropa (Erinaceus europaeus) yang merupakan predator bagi Trinil kaki-merah, dan Trinil kaki-merah juga rentan terhadap flu burung (H5N1).
Sebagai data pendukung mengenai keberadaan Trinil kaki-merah mulai dari Oktober 2007 sampai Januari 2010, yaitu pada periode Oktober 2007 tertangkap 13 individu, Desember 2007 tertangkap 134 individu, Februari-maret 2008 tertangkap 152 individu, April-Mei 2008 tertangkap 134 dan Desember 2009-Januari 2010 tertangkap 73 individu.
○
Populasi Trinil kaki-merah di Eropa tercatat antara 100.000 sampai 140.000 dan jumlah terbesar di Belanda, Sweden Jerman dan Denmark (Birdlife Internasional, 2004a). Pada tahun 1989 sampai 2002 di Eropa populasi Trinil kakimerah meningkat, yaitu antara 191.000 - 375.000 individu.
Menurut Royal Society for the Protection of Birds (RSPB) pada tahun 1925 dan badan-badan konsevasi Trinil kaki-merah Tringa totanus menjadi simbol penting dalam hal kualitas habitat, yaitu habitat saltmarshes (rawa garam) dan rawa rumput yang merupakan habitat bagi Trinil kaki-merah dan beberapa jenis burung pantai lainnya, jika habitat ini menurun atau bahkan hilang maka akan berdampak terhadap kelangsungan kehidupan spesies lainnya untuk berkembang biak. Berkurangnya daerah intertidal, yang merupakan daerah bagaian dari mudflat membuat Trinil kaki-merah terpaksa menggunakan daerah subtidal (perairan muara) untuk mencari makan, akan tetapi hal ini memberikan dampak bagi kelangsungan hidup dan menjadikan populasi Trinil kakimerah merosot. Terancamnya habitat ini menjadikan badanbadan konservasi di seluruh dunia berupaya untuk mempertahankan habitat dan populasi Trinil kakimerah (Burton et al, 2006).
tercatat sekitar 73 individu Trinil kaki-merah yang tertangkap tertandai dan tertangkap kembali, dengan demikian keberadaan populasi Trinil kaki-merah di Pantai Cemara relatif besar dan dapat diasumsikan bahwa Pantai Cemara cukup baik untuk dijadikan tempat bersinggah bagi Trinil kaki-merah.
○
Populasi
Bio-Indikator Kualitas Habitat
○
Ketika terancam oleh predator Trinil kai-merah memberikan panggilan berisik dan terus-menerus menggerak-gerakkan ekornya (David, 1999).
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
17
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
Flora & Fauna Lahan Basah
○
○
○
○
○
○
Akhirnya KUNTUL Bersarang Lagi ...
P
asca bencana tsunami yg menerpa wilayah Aceh di akhir 2004 lalu, telah meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan umat manusia, harta hilang ratusan ribu nyawa melayang. Tidak sampai disitu, bencana dahsyat tersebut juga telah menghancurkan ekosistem pesisir yang merupakan habitat bagi beberapa satwa liar. Burung kuntul sebagai salah satu satwa penghuni hutan mangrove pergi entah kemana mencari tempat lain untuk hidup dan berkembang biak. Sudah lebih 5 tahun kenangan pahit itu berlalu, selama itu berbagai perbaikan sarana prasarana maupun rehabilitasi dan restorasi lingkungan telah dilakukan berbagai pihak. Roda kehidupan masyarakat Aceh mulai kembali berputar, dan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Aida Fithri*
○
○
○
Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan ○
18
berbagai satwa liar pesisir mulai kembali menemukan tempat hidup mereka. Saat menapakkan kembali di Aceh setelah melanjutkan studi pada tahun 2005, saya sering melihat banyak burung kuntul terbang di atas kawasan Lam Pineung, Banda Aceh. Pagi hari sekitar pukul 06.30 mereka terbang mencari makan dan sekitar pukul 18.00 sore mereka kembali pulang. Saya mencoba mencari dimana lokasi mereka bersarang pasca tsunami berdasarkan arah terbang mereka sewaktu pulang. Rupanya mereka terbang ke arah belakang kantor gubernur di kawasan Jeulingke kota Banda Aceh. Suatu pagi, dengan ditemani suami kami mulai berjalan kaki menuju ke lokasi mereka bermalam.
Sesampainya di sana hanya terlihat hamparan lumpur yang hanya ditumbuhi beberapa batang bakau yang tersisa dari terjangan tsunami. Sekitar 2000 ekor kuntul dalam beberapa kelompok berdiri berdesakan dalam lumpur, diam tidak melakukan aktivitas apapun di pagi yang cukup sejuk. Sekitar pukul 06.30 satu persatu kuntul mulai terbang meninggalkan lokasi bermalam, tidak berapa lama sekitar pukul 08.00 pagi, lokasi telah terlihat lengang dan hanya tinggal beberapa ekor yang tersisa. Dari informasi yang didapat dari penduduk lokal, bahwa selama musim berbiak kuntul tetap bertelur namun mereka meletakkannya di hamparan lumpur yang kemudian tersapu air pasang. Saat itu saya mulai was-was sanggupkah mereka
Flora & Fauna Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Edisi Juli, 2010 ○
*Staf Pengajar Jurusan Biologi FMIPA Universitas Syiah Kuala Email:
[email protected]
○
○
○
○
Sewaktu saya mengamati dengan menggunakan teropong terlihat banyak sarang yang terletak di pohon bakau dan sudah ada yang berisi anakan dengan bulu yang masih jarang. Bahagia sekali rasanya melihat kuntul-kuntul yang dulu terlihat tanpa harapan sekarang sudah mulai menata kehidupan mereka kembali. Mudah-mudahan mereka mampu mencapai titik keseimbangan populasi kembali.
○
○
Keesokan harinya, kami bertiga menuju lokasi bersarang kuntul melalui jalan setapak di sebelah kampus STTIT. Kami berjalan di atas pematang tambak dan setelah 10 menit kami tiba di lokasi tambak yang ditumbuhi pohon bakau (Rhizophora sp.) Kami bertemu dengan bapak Sarbini dan Ridwan yang bertugas menjaga tambak. Menurut Bapak Sarbini kuntul mulai bersarang sekitar 5 bulan yang lalu namun karena ada gangguan manusia mereka pergi dan tidak jadi bersarang. Namun mereka kembali lagi pada bulan Pebruari 2010 dan bertahan sampai sekarang. Tidak ada lagi yang berani mengganggu mereka karena Pak Sarbini melarang mereka mengganggu kawanan burung yang sedang berbiak.
○
○
Pada bulan Maret 2010 saya dan suami melihat banyak sekali kuntul yang bertengger di pohon bakau di lokasi tambak desa Tibang, Pada tanggal 12 April kami mencoba mendekati lokasi dengan kendaraan roda dua namun tidak sampai ke lokasi dikarenakan akses jalan. Pada tanggal 13 April kami mengamati lokasi melalui lantai dua gedung STTIT (Sekolah Tinggi Tehnik Iskandar Thani) yang terletak di tepi jalan menuju Alue Naga. Pada saat itu saya bertemu dengan salah seorang staf pengajar di jurusan Biologi Fakultas Tarbiyah IAIN Ar raniry Ibu Erlita dan beliau memberitahu bahwa kuntul sudah membuat sarang.
○
○
Setiap tahun selama musim berbiak saya melihat kuntul dengan bulu berbiak terbang mencari makan dan belum ada kuntul yang bersarang di lokasi-lokasi tambak yang sudah ditanami kembali dengan bakau.
○
○
bertahan sampai pohon bakau yang ditanam kembali pasca tsunami mencapai kondisi yang disukai oleh kuntul sebagai pohon sarang.
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
19
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Flora & Fauna Lahan Basah
○
○
○
○
○
○
○
POHON BUAH HITAM (Haplolobus spp.)
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Apa Keistimewaannya bagi Masyarakat Pesisir Teluk Wondama?
DISTRIBUSI DAN INFORMASI TAKSONOMIS
P
ohon Buah hitam (Haplolobus spp.) merupakan tumbuhan liar yang tumbuh pada hutan primer dataran rendah sampai ketinggian 850 m dpl. Di wilayah Papua terdapat enam jenis yaitu Haplolobus beccarii Hussong, H. bintuluensis Kochummen, H. inaequifolius Kochummen, H. kapitensis Kochummen, H. leenhoutsii Kochummen, H. sarawakanus Kochummen (Van Balgooy, 1998). Menurut Wally (2009), empat jenis diketahui menyebar di wilayah Teluk Wondama, yaitu Niase (Haplolobus acuminatus H.J.Lam), Niase Manaer (H. coriaceus H.J.Lam), Piairawi (H. floribunda H.J.Lam), dan Inggabui (H. variegata H.J.Lam). Orang Wondama menggolongkan buah hitam ke dalam empat jenis, namun perlu dicek kembali kebenarannya sebab Haplolobus spp. berkerabat sangat dekat dengan Canarium spp., dan sukar dibedakan terutama ketika masih berada pada fase semai dan pancang, selain berada dalam famili yang sama yakni Burseraceae, juga memiliki ciri-ciri mofologi yang hampir mirip. Kedekatan secara morfologis sering menimbulkan kekeliruan penamaan bagi masing-masing jenis, sebab itu perlu tindakan taksomik lebih lanjut untuk memastikan status penamaan kedua jenis tersebut.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Elieser V. Sirami*
○
○
○
Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan ○
20
PEMANFAATAN BUAH HITAM Bahan Makanan, Bahan Bangunan dan Kayu Bakar Dari empat jenis buah hitam di pesisir teluk Wondama, yang buahnya tidak dimakan adalah Niase Manaer (H. coriaceus H.J.Lam.), sedangkan tiga jenis lainnya buahnya dimakan. Orang Wandamen memiliki tradisi membuat sagu buah hitam (bariam tereu). Sagu buah hitam adalah jenis sagu yang adonannya dibuat dari campuran tepung sagu dan daging buah hitam, kemudian dibungkus dengan daun Kasuparauw (Pisonia sp.) dan Posandakai (Holopegia sp.), tali pengikat bungkusan sagu adalah Waiwiria (Merremia peltata). Para-para asar memakai kayu Aikakoburi (Filebrunea sp.) karena jenis kayu ini mengandung air sehingga tidak mudah terbakar selama proses pengasapan berlangsung. Sagu buah hitam rasanya sangat enak dan memberi energi lebih, dibandingkan dengan jenis sagu yang tidak dicampur dengan buah hitam, juga sangat awet hingga dapat bertahan dalam waktu yang lama. Keempat jenis pohon buah hitam memiliki kualitas kayu yang sangat baik. Masyarakat memanfaatkannya sebagai bahan bangunan dan kayu perkakas. Batang, cabang dan pohon yang tidak lagi berbuah, biasanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar karena kualitas nyala api yang dihasilkan cukup baik.
MANFAAT HISTORIS (SAGU PERANG) Pada masa lalu, ketika masih terjadi perang suku antara orang Wondama dengan orang Biak, orang Numfor, dan orang Mansinam atau ketika sedang melakukan pembajakan di tengah laut, biasanya para ksatria Wondama, meninggalkan perkampungan mereka selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan (van Hasselt, 2002). Makanan yang dikonsumsi mereka selama perjalanan adalah sagu buah hitam. Sagu buah hitam sangat awet, cara makan sagu buah hitam pun sangat unik, sebungkus sagu tidak dihabiskan sekali makan, namun dimakan sepotong demi sepotong, umumnya sepotong untuk sekali makan. Sumbangan energi yang sangat besar bagi tubuh, dan jaminan ketersediaan logistik selama perang berlangsung membuat sagu buah hitam disebut sebagai “sagu perang.” Karena nilai historisnya, Pemda Teluk Wondama berencana menanam pohon buah hitam di sekitar stadion yang akan dibangun nanti sebagai simbol perjuangan dan sportifitas di arena olah raga. MANFAAT SOSIAL BUDAYA Sagu buah hitam merupakan makanan khas yang hanya disajikan pada upacara antar mas kawin, tusuk telinga dan meminang calon pengantin wanita, juga pada acara pemilihan kepala kampung. Dalam upacara antar mas kawin sagu buah hitam berfungsi juga
Flora & Fauna Lahan Basah ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
*Staf Pengajar Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua Manokwari E-mail: [
[email protected]]
○
Ansek, L. L., 2009. Identifikasi Faktor Sosial Budaya dan Nilai Keberadaan Buah Hitam (Haplolobus cf. megacarpus H. J. Lam) di Kampung Wondiboi Kabupaten Teluk Wondama. Skripsi Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Unipa Manokwari. (tidak diterbitkan)
○
Agung Nugraho & Murtidjo. 2005. Antropologi Kehutanan. Wana Aksara. Tangerang.
Wally, Y. F., 2009. Inventarisasi Jenis-Jenis Buah Hitam (Haplolobus spp.) dan Pemanfaatannya oleh Masyarakat Kampung Kaibi Distrik Wondowoi Kabupaten Teluk Wondama. Skripsi Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Unipa Manokwari. (tidak diterbitkan)
○
DAFTAR PUSTAKA
○
○
Waropen I., 2009. Pemanfataan Sagu Buah Hitam (bariam tereu) oleh Masyarakat Wondama di Kampung Rado Distrik Wasior Kota Kab. Teluk Wondama. Tugas Akhir Karya Ilmiah Diploma Tiga Kehutanan Fakultas Kehutanan Unipa Monokwari. (tidak diterbitkan)
○
○
Sirami E. V., 2003. Aspek Ekologi dan Demografi Palem Ekor Ikan (Sommieria leucophylla Becc.) di Hutan Wisata Sorong
○
○
Kumendong R., 2009. Potensi Pohon Haplolobus di Kampung Wondiboi Distrik Wondiboi Kab. Teluk Wondama. Skripsi Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Unipa Manokwari. (tidak diterbitkan)
○
Keberadaan buah hitam bagi masyarakat Wondama harus dapat mendorong pengembangan aspek sosial budaya, ekonomi maupun silvikultur dan konservasinya. Buah hitam perlu manjadi jenis simbolik kabupaten Wodama yang perlu
Koentjaraningrat. 1981. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. PT. Gramedia. Jakarta.
Edisi Juli, 2010 ○
Saat ini buah hitam telah banyak dibudidayakan masyarakat di sekitar pekarangan rumah, maupun yang tumbuh liar pada areal hutan sekitar perkampungan. Kumendong, (2009), melaporkan bahwa rata-rata per ha terdapat 28 tegakan pohon dewasa yang siap berproduksi.
Hasselt, F. J. F. van., 2002. Di Tanah Orang Papua. (Penerjemah Z. Rumere & Ot. Loupatty). Yayasan Timotius Papua. Jayapura.
○
HARAPAN PENGELOLAAN
Balgooy. M. M. J. van., 1998. Malesian Seed Plant Volume 2. Rijksherbarium/ Hortus Botanicus Leiden
○
Adanya kandungan lemak dan protein dalam buah hitam memang belum dibuktikan secara ilmiah, namun beberapa penjelasan dari masyarakat dapat dipakai menduga kebenaran indikasi tersebut. Misalnya bila memakan lebih dari lima buah yang telah masak sekaligus tanpa dicampur dengan jenis makanan lain seperti sagu, maka efek yang ditimbulkan adalah tubuh lemas dan tertidur dalam waktu yang cukup lama. Juga mengenai fungsinya dalam pestapesta adat, sebagai sagu perang, dan keawetannya mungkin menjelaskan bahan kimia yang terkandung di dalamnya adalah protein dan lemak.
ditanam pada setiap kegiatan GNRHL agar hasil yang ingin dicapai lebih efektif. Harapan tersebut dapat dicapai melalui rencana pengelolaan yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak agar dapat meningkatkan produktivitas pohon buah hitam baik bagi masyarakat maupun terhadap kelestarian lingkungan hutan. Efektivitas penggunaan jenis lokal adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan. Budaya masyarakat lokal harus sepenuhnya mandapat tempat yang semestinya dalam pengelolaan hutan berkelanjutan karena hutan adalah satu kesatuan lingkungan budaya yang menjadi tumpuan hidup (stuff of life). Partisipasi dapat terjadi karena adanya nilai-nilai tradisional masyarakat yang mampu mendorong jalannya proses pembangunan, (Nugraha dan Murtidjo, 2005; Koentjraningrat,1981).
○
INDIKASI KANDUNGAN PROTEIN DAN LEMAK
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
sebagai alat tukar oleh keluarga mempelai wanita terhadap piringpiring mas kawin yang diberikan keluarga mempelai pria. Sagu yang tidak dicampurkan tidak disajikan dalam upacara adat dimaksud. Dalam ritual-ritual tersebut, selalu diiringi tarian dan nyanyian dalam waktu yang sangat lama. Aktivitas ini memerlukan energi yang cukup banyak, sehingga sagu buah hitam selalu disajikan sebagai makanan selama berlangsungnya acara karena memberikan energi tambahan.
21
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Berita dari Lapang
○
○
○
..... Sambungan dari halaman 17
○
○
○
○
○
Estimasi populasi dan habitat persinggahan Trinil kaki-merah ........
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
yang terdapat di Pantai Cemara meliputi, Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) dan Krustasea (kepiting dan udang) serta Annelida (cacing laut).
PEMILIHAN HABITAT Trinil kaki-merah menjadikan Pantai Cemara sebagai tempat bersinggah sebelum melanjutkan perjalanan migrasi selanjutnya, hal tersebut menuntut Trinil kaki-merah harus cerdik dalam mendapatkan tempat yang aman dan memperoleh mangsa yang cukup untuk kelangsungan hidupnya. Lokasi yang dijadikan tempat beristirahat dan berkumpul dengan burung pantai lainnya, yaitu di sekitar Nipah yang merupakan lokasi yang paling tepat atau jarang terendam air saat terjadi pasang. Sedangkan saat air laut surut Trinil kaki-merah berpindah ke sekitar muara sungai untuk mencari makan.
Berdasarkan pengambilan sampel mangsa Trinil kaki-merah yang dilakukan di lokasi yang dijadikan
Trinil kaki-merah yang tertangkap dan diberi tandai cincin dan bendera warna orenye-hitam (Foto: WCS-IP)
Processidae (Udang) (Foto: Dieka P.)
KETERSEDIAAN MANGSA BAGI TRINIL KAKI-MERAH Pantai Cemara merupakan wilayah pasang surut yang produktif dan menjadikan pantai ini banyak terdapat jenis-jenis hewan bentos atau jenis-jenis hewan yang hidup diatas atau didalam dasar laut, baik yang menempel, merayap ataupun meliang. Hewan bentos
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Nipah dijadikan tempat berkumpul dan istirahat (Foto: Arifin)
Ketersediaan mangsa di kawasan Pantai Cemara, Jambi relatif besar, yakni berkisar 2806 individu/m2, jadi dapat diasumsikan bahwa Pantai Cemara masih cukup baik untuk dijadikan tempat mencari makan bagi Trinil kaki-merah dan burung pantai lainnya karena menyediakan sumber mangsa yang relatif besar sehingga persaingan atau kompetisi dalam mencari mangsa tidak terlalu tinggi diantara burung pantai tersebut.
tempat mencari makan (di sekitar muara sungai) dan tempat diluar Trinil kaki-merah mencari makan (disekitar nipah), maka didapatkan hasil jumlah mangsa yang ditemukan sekitar 18 famili, yaitu Processidae (Udang), Nereididae (Cacing laut), Naticidae, Telescopium, Cerithiinidae, Phasianellidae, Janthinidae, Struthiolariidae, Epitonidae, Turridae, Terebridae, Gobiidae, Plotosidae, Mugilidae, Polamonidae (kepiting penggali), Xanthidae (kepiting uca) dan Hymenosomatidae.
○
○
○
Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan ○
22
Aini dengan Trinil kaki-merah (Foto: Iwan Londo)
Nereididae (Cacing laut) (Foto: Dieka P.)
*(Biologi-Univ. Islam As-Syafi’iyah) E-mail:
[email protected]
Fokus Lahan Basah ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
..... Sambungan dari halaman 5
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Danau Tondanoku lestari, kita dan anak cucu berseri.
○
○
○
Untuk menghindari kerusakan yang lebih parah lagi, serta guna memulihkan ekosistem Danau Tondano secepatnya, maka pedoman/ panduan berupa Rencana Strategis pengelolaan terpadu ekosistem Danau Tondano menjadi sangat penting untuk segera diwujudkan. Dengan adanya aturan dan pedoman yang jelas yang bersifat mengikat dan wajib dipatuhi bersama ini, diharapkan pengelolaan ekosistem Danau Tondano dapat berjalan dengan cepat, tepat, tegas dan sinergis.
○
○
○
Danau Tondano, baik inventarisasi permasalahan yang ada dan yang akan mengancam, maupun solusi dalam mengatasi permasalahanpermasalahan tersebut (termasuk bagaimana mengendalikan bahkan memanfaatkan gulma eceng gondok menjadi sumber alam yang bernilai ekonomis).
Edisi Juli, 2010 ○
Pada intinya program-program yang dikembangkan ini adalah untuk memperbaiki dan mengembalikan nilai-nilai dan fungsi ekosistem Danau Tondano, melalui kegiatan terpadu antar berbagai pihak baik para pemangku kepentingan maupun masyarakat luas, khususnya yang berada di daerah-daerah mulai dari daerah tangkapan air hingga sekitar Danau Tondano itu sendiri. Diharapkan, dengan duduk bersama akan didapatkan pemetaan menyeluruh menyangkut ekosistem
(Ilustrasi: Triana)
○
Kedua hal tersebut di atas telah mendorong Program Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsabangsa (UNEP) bekerjasama dengan Wetlands International Indonesia Programme (WI-IP), Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara, Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan beberapa kegiatan peningkatan kapasitas dan penyadartahuan (awareness campaign) untuk pengelolaan ekosistem Danau Tondano. Rangkaian kegiatan ini telah dimulai sejak diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Danau Tondano pada bulan Februari 2010 di Jakarta, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan di Sulawesi Utara berupa rapat konsultasi dan pertemuan stakeholder Danau Tondano pada April 2010, peningkatan kapasitas dalam bentuk training pengelolaan danau pada Mei 2010 serta kegiatan peningkatan kepedulian para pembuat kebijakan di Sulawesi Utara pada ekosistem Danau Tondano.
○
Hasil dari beberapa pertemuan baik pada tingkat internasional, nasional maupun lokal menghasilkan kesamaan pandangan yang menekankan perlunya segera untuk memulihkan fungsi ekosistem Danau Tondano mengingat permasalahan yang saat ini dihadapi serta fungsinya yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat Sulawesi Utara. Beberapa pertemuan tersebut diantaranya (1) Pertemuan “Enhancing Water Capacity in Developing Countries through the South Cooperation Framework” yang diselenggarakan oleh UNEP pada tanggal 26 – 29 Mei 2008, di Nairobi-Kenya. Dalam pertemuan ini pihak Pemerintah RI (melalui Kementerian Pekerjaan Umum) telah meminta dukungan/bantuan teknis dari UNEP terkait pengelolaan danau Tondano; (2) Telah ditetapkannya Danau Tondano oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI sebagai salah satu dari lima belas danau prioritas di Indonesia yang
harus segera dipulihkan fungsinya berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungannya.
○
Dari semua isue-isue diatas, pada akhirnya bermuara pada aspek kebijakan (baik terkait pengelolaan DTA, sempadan maupun badan air Danau Tondano) yang hingga kini masih dalam tahap menuju pengesahan (misalnya draft Peraturan Daerah/Perda tentang Pengelolaan Danau Tondano yang disusun oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa, Perda DAS Tondano yang disusun oleh Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Utara). Disamping itu permasalahan kompleks yang terjadi pada ekosistem Danau Tondano memerlukan penanganan komprehensif dengan pendekatan multisektoral yang melibatkan lembaga pemerintah, universitas, lembaga penelitian, dan masyarakat sipil.
○
○
○
○
○
DANAU TONDANO ........
23
Dokumentasi Perpustakaan
Anonim, 2009; REDD Apakah Itu? Pedoman CIFOR Tentang Hutan, Perubahan iklim dan REDD, CIFOR, 16. CIFOR, 2009; Simply REDD: Cifor Guide to Forests, Climate Change and REDD, CIFOR, 12.
○ ○ ○ ○ ○ ○
Nkem, J. D. Oswald, D. Kudejira dan M. Kann, 2009; Counting on Forests and Accounting for Forest Contributions in national Climate Change Actions, CIFOR, iv + 19.
Kayoman, L., 2010; Pemodelan Spasial Resiko Kebakaran Hutan di Provinsi Kalimantan Barat, Sekolah Pasca Sarjana IPB, xix + 92.
Suryadiputra, I N.N. (ed). 2010. Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Ekosistem Danau Tondano untuk Perbaikan Lingkungan dan Mata Pencaharian Masyarakat. Wetlands International – Indonesia Programme. Bogor. Suwanto, A., A. Maas, D. Sutaryo {dkk}, 2010. Profil Ekosistim Gambut di Indonesia, Kementrian Negara Lingkungan Hidup, iv + 17. Yusri, S. dan A. Mardesyawati, 2009; Pembelajaran Pengelolaan Terumbu Karang di Kepulauan Seribu 2002-2009 Melalui Pedidikan & Pelatihan, Yayasan Terumbu Karang Indonesia, viii + 68.
○
○
Locatelli, B., M. Kanninen, {dkk}, 2009; Menghadapi Masa Depan yang Tak Pasti: Bagaimana Hutan dan Manusia Beradaptasi Terhadap Perubahan Iklim, CIFOR, x + 90.
Dhewanthy, L., A.T. Apriani, Gustami, M. alfian {dkk}. 2009; Panduan Valuasi Ekonomi Ekosistim Sualia, I, Eko B.P., dan I N.N. Gambut, Kementerian Lingkungan Suryadiputra. 2010. Panduan Hidup, viii + 46. Pengelolaan Budidaya Tambak Dhewanthy, L., A.T. Apriani, M. Ramah Lingkungan di Daerah Alfian {dkk}, 2009. Panduan Valuasi Mangrove. Wetlands International Ekonomi Ekosistim Karst, – Indonesia Programme. Kementrian Lingkungan Hidup, iv + Bogor. 46.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Tahukah Kita Eceng Gondok, gulma yang bisa menjadi sumber devisa? sekaligus berperan penting dalam meredam perubahan iklim? Eceng gondok (Eichhornia crassipes) sering dianggap sebagai gulma air dan sumber masalah (pendangkalan, sarang nyamuk, dsb). Namun, di sisi lain eceng gondok diperairan justru memberi banyak manfaat antara lain kemampuannya memperbaiki mutu air limbah secara biologis (Ismanto 2005 dan Sumolang 2009), menyerap karbon (mitigasi perubahan iklim) dan dapat digunakan sebagai bahan baku barang-barang kerajinan tangan (handy craft). Peran eceng gondok dalam mengolah air (limbah) secara biologi dilakukan melalui aktivitas mikroorganisme yang menempel pada akar dan di sekitar perakaran tanaman air tersebut. Mikroorganisme ini, diantaranya terdiri dari berbagai jenis ciliata, flagellata dan bakteri (Ismanto 2005 dan Sumolang 2009), akan memanfaatkan (decompose) bahan organik di perairan (secara aerobik) yang akhirnya akan menurunkan kadar pencemar organik (COD dan BOD) di air. Dalam proses ini, gas CO2 terlarut yang dihasilkan dalam proses dekomposisi dimanfaatkan oleh jasad autotrop seperti fitoplankton (baik yang berada dalam air dan menempel pada perakaran eceng gondok). Selain itu, keberadaan eceng gondok juga dapat mempercepat laju penjernihan air terlihat dari rendahnya nilai TSS pada air olahan. Di sisi lain, peranan eceng gondok dalam meredam perubahan iklim adalah terkait dengan laju pertumbuhan (doubling time) nya yang cepat, ini berarti eceng gondok diduga akan mengikat CO2 dari atmosfer dalam jumlah besar dalam waktu singkat dibanding tanaman teresrtial. Selanjutnya, jika hasil panen eceng gondok kemudian ‘disimpan’ dalam produk handy craft atau meubel (meja, kursi, dan lainnya), ini berarti akan terjadi pemindahan CO2 dari atmosfer menjadi biomassa eceng gondok yang akhirnya tersimpan dalam bentuk produk-produk rumah tangga. Selama produk-produk dari eceng gondok ini tetap tersimpan (tidak membusuk atau terbakar), maka selama itulah CO2 akan terikat dan tidak mencemari atmosfer bumi. zz
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
24 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan