WARTA
Majalah Keuangan Sektor Publik
EDISI 25 TAHUN 2012
anggaran
www.anggaran.depkeu.go.id
EDISI KHUSUS
“Anggaran dana transfer sebagai upaya mendukung kesinambungan pembangunan daerah” “Pengeluaran Pemerintah berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi”
Dukungan Pemerintah dalam Pembangunan Infrastruktur: Viability Gap Fund (VGF) Anggaran Infrastruktur dalam APBN
APBN 2013: “Memperkuat Perekonomian Domestik”
SAMBUTAN MENTERI KEUANGAN foto: VIVAnews
Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kita telah menyelesaikan salah satu tugas penting dalam perencanaan anggaran dan belanja negara. Tugas ini menjadi penting karena sebagai salah satu sumber pertumbuhan domestik, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diharapkan dapat memberikan dorongan akselerasi yang lebih kuat pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peran APBN tidak hanya dilihat dari jumlahnya yang mencapai 18,2 persen terhadap PDB, tetapi juga dari kualitas alokasi anggaran yang lebih baik, persepsi positif yang ditimbulkan serta harapan rasional positif dari masyarakat. Berdasarkan kesepakatan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), volume belanja negara dalam APBN tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp1.683 triliun atau meningkat 8,7 persen dari tahun lalu. Untuk memenuhi kebutuhan belanja yang semakin meningkat, pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp1.529,7 triliun, baik dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak dan penerimaan hibah. Alokasi anggaran yang besar tersebut akan digunakan untuk mendukung pendanaan berbagai program pembangunan yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas dan fungsinya. Adapun Kementerian/Lembaga yang mendapat tugas ntuk mengelola anggaran terbesar antara lain, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Pertahanan. Seperti kita ketahui, APBN 2013 masih mengalami defisit sebesar Rp153,3 triliun atau sekitar 1,65 persen dari PDB. Hal ini mencerminkan bahwa APBN masih diperlukan sebagai stimulasi pembangunan dan pendorong pertumbuhan ekonomi. Turunnya defisit anggaran dari total defisit APBN-P 2012 sekitar Rp190 triliun atau 2,23 persen dari PDB, mencerminkan tekad pemerintah dalam menjaga kesehatan APBN dan keberlanjutan fiskal kita. Saat ini, APBN kita masih menghadapi beberapa tantangan, antara lain terkait dengan upaya menyehatkan struktur anggaran belanja negara. Komposisi belanja negara masih didominasi oleh belanja-belanja yang sifatnya wajib seperti, belanja pegawai, belanja barang operasional, kewajiban pembayaran bunga utang, serta berbagai jenis subsidi dan transfer ke daerah. Langkah-langkah strategis yang akan dilakukan pemerintah untuk menyikapi terbatasnya fiskal adalah sebagai berikut: 1. Mengurangi pendanaan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan tetap mengedepankan alokasi belanja untuk mendukung pembiayaan bagi kegiatan-kegiatan infrastruktur yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro growth), menciptakan kesempatan kerja (pro job), mengentaskan kemiskinan (pro poor) dan ramah lingkungan (pro environment). 2. Melaksanakan kebijakan subsidi yang efisien dengan penerima subsidi yang tepat sasaran, melalui pengendalian besaran subsidi. 3. Menghindari tambahan pengeluaran melalui pengusulan untuk menetapkan pengeluaran sebagai persentase tertentu dari APBN dalam Undang-Undang (mandatory spending) yang bertentangan dengan kaidah pengelolaan keuangan negara. 4. Mempercepat implementasi Sistem Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangkan Pengeluaran Jangka Menengah. 5. Menerapkan sistem reward dan punishment dalam pengalokasian anggaran sebagai insentif bagi Kementerian/Lembaga ataupun daerah untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dengan biaya yang lebih hemat. Kita juga perlu mengevaluasi pelaksanaan anggaran tahun 2012, antara lain melalui penyerapan anggaran. Sampai saat ini, kita masih memiliki kecenderungan untuk melaksanakan kegiatan pada akhir tahun sehingga terjadi penumpukan, khususnya pada triwulan IV. Seyogyanya, kinerja penyerapan anggaran lebih ditingkatkan sehingga dapat mendorong percepatan perekonomian masyarakat. Penumpukan penyelesaian di akhir tahun akan menimbulkan konsekuensi pada rendahnya kualitas hasil pembangunan sekaligus berkurangnya nilai tambah kegiatan bagi masyarakat. Akhir kata, saya himbau sekali lagi, mari kita gunakan APBN dengan sebaik-baiknya. Penggunaan anggaran merupakan tanggung jawab kita bersama kepada rakyat, mari kita cegah penyimpangannya dan semoga dapat mencapai sasaran. Semoga apa yang telah kita lakukan dapat memberi manfaat kepada masyarakat dan kemajuan negara Indonesia. Menteri Keuangan RI
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
3
DAFTAR ISI LAPORAN UTAMA APBN 2013: Menyongsong Era Baru Optimisme Pembangunan Indonesia
6
Munculnya Asumsi Lifting Gas Di APBN 2013 Viability Gap Fund : 8 Skema Baru Pembiayaan Infrastruktur Project Based Sukuk 11 foto: dok. pribadi
Anggaran Infrastruktur Dalam APBN 2013 14 Upaya Mendukung Program Ketahanan 17 Pangan Nasional Dirjen Perimbangan Keuangan, 20 Marwanto Harjowiryono “APBN 2013: Dana Transfer Ke Daerah” 25 Direktur Penyusunan APBN, Purwiyanto “Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas” 28
foto: dok. pribadi
RENUNGAN
48
Kisah Perjalanan Seorang PNS
Asumsi Makro Ekonomi 35 APBN 2013
ENGLISH CORNER
Perjalanan Ruu Menjadi UU APBN 2013 44
52
Just a Cigarette per Litre
PERISTIWA 37
POJOK FOTO
54
Menggunakan Lampu Kilat / External Flash pada Kamera DSLR (on Camera Flash)
RESENSI
58
Karena (semestinya) Tak Ada Karya Yang Sia-sia
INTERMEZO Bang Bujet & Pren: Ke Luar Negeri
4 foto: dok. pribadi
59
SALAM REDAKSI WARTA
Majalah Keuangan Sektor Publik
EDISI 25 TAHUN 2012
anggaran
www.anggaran.depkeu.go.id
Pembaca yang budiman… Tanggal 23 Oktober 2012 yang lalu, pemerintah telah mencapai kesepakatan dengan DPR terhadap angka-angka yang tercantum dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menjadi UU APBN. Persetujuan DPR ini merupakan salah satu tahapan dalam siklus penganggaran kita.Selanjutnya, Kementerian/ Lembaga mengajukan Rencana Kerja Anggaran-nya (RKA) ke Kementerian Keuangan c.q Ditjen Anggaran. Hasil akhirnya adalah berupa Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), yang pada tahun 2013 dilaksanakan oleh Ditjen Anggaran. Tak kurang sebesar Rp 1.683 trilliun dialokasikan pemerintah untuk membiayai seluruh program kerja pada tahun 2013. Jumlah ini naik sebesar 8,7 % atau Rp 134,7 trilliun dari APBN-Perubahan 2012 yang jumlahnya mencapai Rp 1.548,31 trilliun. Dari total alokasi APBN 2013 tersebut, sebesar Rp 1.154,38 dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat dan untuk belanja daerah naik Rp 49,854 trilliun dari alokasi APBN-P 2012 menjadi sebesar Rp 528,63 trilliun. Ada sesuatu yang baru pada APBN 2013. Yaitu digunakannya lifting gas sebagai salah satu asumsi makro dalam penyusunan APBN 2013, yang selama ini kita hanya mengenal lifting minyak dalam asumsi makro penyusunan APBN. Hal ini dimaksudkan agar APBN 2013 dapat lebih transparan dengan memberikan kejelasan atas pendapatan negara yang berasal dari sumber daya alam, khususnya sektor gas Indonesia. Alasan lainnya adalah secara alamiah minyak bumi yang bisa diangkat dari perut bumi semakin lama semakin menipis. Pada APBN 2013 lifting gas dipatok sebesar 1,36 juta barel per hari dan lifting minyak dipatok 900 ribu barel per hari. Pembaca yang budiman…. Pada Warta Anggaran edisi 25 ini, kami tampil dalam bentuk yang berbeda dari biasanya. Bahasan tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2013, kami jadikan satu-satunya Laporan Utama. Untuk menguatkan laporan utama, kami mengadakan wawancara dengan Dirjen Perimbangan Keuangan, Marwanto Harjowiryono tentang dana transfer daerah. Tak lupa wawancara dengan Direktur Penyusunan APBN, Purwiyanto mengenai dampak APBN terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkualitas juga kami lakukan. Undang-Undang APBN 2013 secara utuh kami sajikan dalam bentuk sisipan. Beberapa rubrik sengaja kami tiadakan pada edisi 25 ini, karena kami ingin edisi 25 ini menjadi Edisi Khusus yang membahas APBN 2013. Namun, rubrik segar dan ringan-seperti Bung Budget dan Pojok Photografi tetap saya sampaikan kepada para pembaca agar majalah anggaran ini tetap ringan dan enak dibaca. Masih dalam suasana Hari Oeang Republik Indonesia (hari jadi Kementerian Keuangan) yang beberapa waktu lalu, kami juga mengucapkan kepada seluruh jajaran pimpinan dan pegawai dilingkungan Kementerian Keuangan “Selamat Hari Oeang Republik Indonesia ke 66”. Harapan kami, semoga seluruh pegawai dan jajaran pimpinan Kemenkeu dapat terus mengawal stabilitas keuangan Indonesia melalui sejumlah kebijakan yang dikeluarkannya dengan dilandasi Integritas, Profesional, Sinergis, Pelayanan dan Kesempurnaan, sebagai nilai-nilai yang tinggi dalam berkarya di Kemenkeu.
EDISI KHUSUS
“Anggaran dana transfer sebagai upaya mendukung kesinambungan pembangunan daerah” “Pengeluaran Pemerintah berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi”
Dukungan Pemerintah dalam Pembangunan Infrastruktur: Viability Gap Fund (VGF) Anggaran Infrastruktur dalam APBN
APBN 2013: “Memperkuat Perekonomian Domestik”
PENGARAH Direktur Jenderal Anggaran
PENANGGUNG JAWAB Sekretaris Ditjen Anggaran
REDAKTUR Meriyam Megia Shahab REDAKTUR PELAKSANA Rini Ariviani F. – Langgeng Suwito – Waskito – Arief Masdi – M. Indra Zakaria Tarigan – Sunawan Agung S. – Ahmad Junaidi – Arif Kelana Putra – Robby Martaputra – Ade Permadi PENYUNTING I.G.A Krisna Murti Eko Widyasmoro Hisyami Adib Asyrofi Mujono Basuki DESAIN GRAFIS DAN FOTOGRAFER Fransiskus Edy Santoso Wirawan Setiadji Dana Hadi KEUANGAN Albert Trisija TATA USAHA DAN DISTRIBUSI Rully Wirastaningrum Faisal Khabibi Fadly Anshory Lubis Dimas Abdilla
Wassalam… Redaksi menerima artikel untik dimuat dalam majalah ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1.5 maksimal 5 halaman. Artikel dapat dikirim ke
[email protected] Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan Direktorat Jenderal Anggaran
ALAMAT Gedung Sutikno Slamet Lt.11 Jl. Dr. Wahidin no. 1 Jakarta 10710 Telepon: (021) 3435 7505
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
5
LAPORAN UTAMA
APBN 2013: MENYONGSONG ERA BARU OPTIMISME PEMBANGUNAN INDONESIA Oleh : Arif Kelana Putra *
S
etengah abad yang lalu pembangunan bangsa ini menekankan pada ranah politik dan diplomasi. Saat ini ranah ekonomi menjadi ujung tombak pembangunan. Dalam membangun perekonomian sebuah negara, anggaran pemerintah memiliki peran vital di dalamnya. Tak pelak isu-isu di seputar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu menjadi sorotan setiap tahunnya. Beberapa saat yang lalu pemerintah sudah merampungkan APBN untuk tahun 2013. Dengan asumsi pada tahun 2013 Indonesia akan tumbuh sebesar 6,8 persen, tingkat inflasi 4,9 persen, tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5,0 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp9.300/US$, harga minyak mentah Indonesia US$100, lifting minyak 900 ribu barel/hari, dan lifting gas 1.360 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD), Pemerintah mengalokasikan total anggaran belanja negara untuk tahun
2013 sebesar Rp1.683,0 triliun. Untuk memenuhi kebutuhan belanja negara tersebut, Pemerintah juga menargetkan penerimaan negara sebesar Rp1.529,7 triliun ditambah hibah sebesar Rp4,5 triliun. Komposisi belanja dan pendapatan negara tersebut menciptakan defisit sebesar Rp153,3 triliun. Nantinya, defisit ini sebagian besar akan dibiayai dari pembiayaan dalam negeri (lihat Info Grafis Komponen APBN 2013). APBN 2013 membawa banyak warna baru di dalamnya. Berkaitan dengan hal tersebut, pembahasan APBN dalam ulasan khusus kali ini juga akan dipaparkan dengan cara baru. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pemaparan mengenai APBN 2013 kali ini akan difokuskan pada isu-isu baru yang muncul dalam APBN 2013. Isu-isu yang diangkat tersebut ialah munculnya asumsi lifting gas, viability gap fund yang merupakan skema baru pembiayaan infrastruktur, project based sukuk untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur
dan pengembangan pasar keuangan, anggaran infrastruktur APBN 2013, dan upaya mendukung program ketahanan pangan nasional. Ya, Infrastruktur! Saat ini infrastruktur-lah yang menjadi primadona dalam lingkup pembangunan Indonesia. APBN 2013 semakin menegaskan urgensi infrastruktur. Karena dengan adanya infrastruktur, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia—yang saat ini sudah termasuk tinggi—akan dapat didorong semakin tinggi untuk mencapai titik optimalnya. Bahkan bukan tidak mungkin, jika infrastruktur telah rampung dit ambah deng an modal bonus demografi yang kita miliki, Indonesia dapat melakukan quantum leap (loncatan besar) dalam pembangunannya. Untuk itu, mari kita sambut era baru pembangunan Indonesia dengan rasa optimis yang tinggi. Selamat menikmati. *) Penulis adalah Staf Seksi Analisis Ekonomi Makro, Subdit Analisis Ekonomi Makro dan Penerimaan Negara, Dit. P-APBN.
6 foto: Soh KC
LAPORAN UTAMA
INFO GRAFIS KOMPONEN APBN 2013 (Triliunan Rupiah)
BAGIAN LABA BUMN
33,5 PNBP LAINNYA
PENDAPATAN BLU
DANA PERIMBANGAN
78,0
23,5
444,8
PENERIMAAN SDA
DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN
83,8 BELANJA PEGAWAI
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
197,2
317,2
332,2 TRANSFER DAERAH
PENERIMAAN PERPAJAKAN
1.525,2
1.193,0
1.134,3
BELANJA MODAL
216,1
528,6
PENERIMAAN DALAM NEGERI PEMBAYARAN BUNGA UTANG
BELANJA NEGARA
1.683,0
1.154,4
113,2
BELANJA PEMERINTAH PUSAT
PENERIMAAN NEGARA
PAJAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL
241,1
SUBSIDI
1.529,7
58,7
PAJAK DALAM NEGERI
BELANJA SOSIAL
63,4
APBN 2013
PENERIMAAN HIBAH
4,5
BELANJA HIBAH
3,6
TAMBAHAN ANGGARAN
BELANJA LAIN-LAIN
20,0
12,7
PEMBIAYAAN DALAM NEGERI PERBANKAN DALAM NEGERI KESEIMBANGAN PRIMER
40,1
PEMBIAYAAN 153,3
172,8
14,3
7,0
PENARIKAN PINJAMAN LUAR NEGERI
Asumsi Makro 6,8 4,9 5,0 9.300,00 100,0 900,0 1.360,0
19,4 PENERUSAN PINJAMAN (SLA)
NON-PERBANKAN DALAM NEGERI
158,5
Pertumbuhan Ekonomi (%) Inflasi (%) SPN 3 Bln (%) Nilai Tukar (Rp/US$) ICP (US$/brl) Lifting Minyak (rblr/hr) Lifting Gas (MBOEPD)
PEMBIAYAAN LUAR NEGERI
45,9
PEMBAYARAN CICILAN POKOK UTANG LUAR NEGERI
SURPLUS / DEFISIT 153,3 TERHADAP PDB 1,65% Asumsi Makro
58,4 Kemiskinan à 9,5-10,5% ; Pengangguran à 5,8-6,1% ; Penyerapana TK 1% Pertumbuhan à 450ribu TK
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
7
LAPORAN UTAMA
MUNCULNYA ASUMSI LIFTING GAS DI APBN 2013 Oleh : Arif Kelana Putra
APBN banyak membawa nuansa baru dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain karena mulai tergambarkannya desain babak akhir dari arah kebijakan pembangunan ekonomi seperti tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) periode 2010-2014, nuansa baru yang mewarnai APBN 2013 juga terkait dengan munculnya asumsi dasar ekonomi makro yang baru, yaitu asumsi dasar lifting gas.
8 foto: JKpics
LAPORAN UTAMA
M
asuknya lifting gas ke dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN 2013 diharapkan dapat lebih memberikan kejelasan atas pendapatan negara yang berasal dari sumber daya alam, khususnya sektor gas Indonesia. Hal tersebut diharapkan dapat membuat APBN 2013 menjadi lebih transparan. Selain itu, munculnya lifting gas ini juga terkait dengan penurunan alamiah lifting minyak yang disebabkan banyaknya sumur produksi yang sudah tua. Sehingga diperlukan upaya untuk menjaga pencapaian target penerimaan negara. Penurunan alamiah tersebut terlihat dari penurunan rata-rata lifting minyak selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2004, rata-rata lifting minyak masih berada di atas 1 juta barel per hari. Namun, kemudian terus mengalami penurunan hingga akhirnya rata-rata lifting minyak hanya sebesar 899,8 ribu barel per hari pada tahun 2011 (lihat Grafik 1). Sebenarnya lifting gas tersebut bukan sesuatu yang benar-benar baru dalam APBN. Karena selama ini lifting gas sudah merupakan bagian dari variabel yang mempengaruhi perhitungan pendapatan negara bukan pajak. Namun, baru saat ini lifting tersebut dimunculkan dan menjadi bagian dari asumsi dasar ekonomi makro. Mengapa pilihannya adalah lifting gas? Hal ini karena keberadaan gas yang sangat penting sebagai sumber daya alternatif dari minyak bumi. Selain itu, gas merupakan salah satu sumber daya alam yang masih cukup memadai
ketersediaannya. Sehingga ke depannya, sektor gas akan diupayakan agar dapat berkontribusi maksimal bagi penerimaan negara. Perkembangan Sektor Gas Berbeda dengan cadangan minyak bumi yang terus menipis, cadangan gas bumi I n d o n e s i a m a s i h c u k u p b e s a r. Berdasarkan data tahun 2010, total cadangan gas Indonesia diperkirakan mencapai 157,14 triliun standar kaki kubik (trillion standard cubic feet/TSCF) atau sekitar 3,0 persen dari cadangan gas dunia, yang terdiri atas cadangan terbukti 108,4 TSCF dan cadangan potensial 48,74 TSCF. Total cadangan gas bumi tersebut tersebar di beberapa wilayah Indonesia, dengan dua terbesar adalah Natuna (51,46 TSCF) dan Papua (24,32 TSCF). Perkembangan produksi gas bumi Indonesia relatif stabil dan masih cukup tinggi, walaupun dua tahun belakangan ini sempat mengalami sedikit penurunan. Pada tahun 2010, produksi gas bumi Indonesia mencapai 1.577 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD), naik 159 MBOEPD dari 1.418 MBOEPD pada 2009. Penyebab kenaikan produksi tersebut adalah mulai berproduksinya b e b e r ap a l ap a n g a n b a r u s e r t a optimalisasi produksi pada lapangan yang sudah ada. Namun kemudian, produksi g as bumi Indonesia meng alami penurunan menjadi 1.461 MBOEPD pada tahun 2011 dan diprediksi pada tahun 2012 juga mengalami penurunan
Grafik 1. Perkembangan Rata-rata Lifting Minyak, Tahun 2004-2011 ribu barel/hari 1.050,0
1.037,8 1.002,9
1.000,0 951,9
949,6 930,3
950,0
940,9 899,8
899,0
900,0 850,0 800,0
2004 2005 2006 Sumber: Kementerian ESDM
2007
2008
2009
2010
2011
Sektor gas sangat potensial sekali untuk dikembangkan menjadi energi alternatif pengganti energi minyak. Selain karena cenderung lebih ramah lingkungan, saat ini harga gas pun relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan harga minyak yang memang sedang mengalami peningkatan yang cukup tinggi dalam beberapa tahun belakangan ini. menjadi 1.348 MBOEPD. Potensi produksi gas Indonesia masih bisa ditingkatkan lagi mengingat masih tingginya cadangan gas yang dimiliki Indonesia, baik yang sudah terbukti maupun yang potensial. Untuk itu, terdapat beberapa proyek andalan yang mulai dilaksanakan pada tahun 2012, yaitu lapangan Peciko, yang akan memproduksi gas 170 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), Gajah-Baru, dan Terang Serasun (300 MMSCFD). Sedangkan untuk tahun 2013, proyek andalannya adalah Sumpal (74 MMSCFD) dan Sebuku (100 MMSCFD). Pemanfaatan gas sebagian besar memang masih diperuntukan untuk ekspor. Seperti halnya yang terjadi pada tahun 2011, dari total produksi sebesar 8.428,4 MMSCFD, sejumlah 53 persen diekspor ke luar negeri. Sedangkan sisanya yang sebesar 41,2 persen digunakan untuk keperluan domestik. PGN, PLN, dan industri pupuk merupakan pengguna terbesar gas di dalam negeri. Masingmasing menggunakan gas sebesar 752,7 MMSCFD (8,9 persen terhadap total produksi), 721,4 MMSCFD (8,6 persen), dan 615,3 MMSCFD (7,3 persen) (lihat Grafik 2). Sementara itu, total ekspor gas Indonesia ke luar negeri cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 2007, total ekspor gas Indonesia mencapai sebesar 3.833 MMSCFD. Kemudian jumlah ini mengalami penurunan sebesar 0,1 persen hingga mencapai 3.828 MMSCFD pada tahun 2008. Serupa dengan tahun sebelumnya, pada tahun 2009 total ekspor gas Indonesia ke luar negeri pun mengalami penurunan sebesar 5,3
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
9
LAPORAN UTAMA Grafik 2. Pemanfaatan Gas Tahun 2011 PERTAMINA 0.964 BSCFD
MMSCFD
KPS 7.464 BSCFD
PROD* 8.428 BSCFD
DOMESTIK 41.2%
EKSPOR 53.0%
(%)
DOMESTIK PUPUK KILANG PET. KIMIA KONDENSASI LPG PGN PLN KRAKATAU STEEL INDUSTRI LAIN** CITY GAS PEMAKAIAN SENDIRI SUB TOTAL DOMESTIK
615.3 89.5 93.5 12.8 38.0 752.7 721.4 51.6 552.1 0.20 544.6 3,471.9
7.3 1.1 1.1 0.2 0.5 8.9 8.6 0.6 6.6 0.002 6.5 41.2
EKSPOR FEED KILANG LNG LPG GAS PIPA SUB TOTAL EKSPOR
3,543.7 924.5 4,468.2
42.0 0.0 11.0 53.0
*) Status s/d Nop (Angka Produksi Net) **) Penyaluran KKS ke industri selain pengguna PGN
LOSSES
488.3
5.8
Sumber: Kementerian ESDM
TOTAL
8,428.4
100
Grafik 3. Perkembangan Ekspor Gas Indonesia, Tahun 2007-2011 MMSCFD 6.000
Persen 40,0
Total Ekspor (LHS) Pertumbuhan (RHS)
5.000
33,1
35,0 30,0
4.827
4.000 3.833
3.828
3.000
4.468
3.626
25,0 20,0 15,0 10,0
2.000 1.000
-2,4
5,0
-0,1
0
2007 2008 Sumber: Kementerian ESDM
0,0
-5,3
-7,4
2009
2010
2011
-5,0 -10,0
persen hingga mencapai 3.626 MMSCFD. Baru kemudian pada tahun 2010 dan 2011, total ekspor gas mengalami kenaikan hingga di atas 4.000 MMSCFD, yaitu sebesar 4.827 MMSCFD pada tahun 2010 dan 4.468 MMSCFD pada tahun 2012 (lihat Grafik 3). Sektor gas sangat potensial sekali untuk dikembangkan menjadi energi alternatif pengganti energi minyak. Selain karena cenderung lebih ramah lingkungan, saat ini harga gas pun relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan harga minyak yang memang sedang mengalami peningkatan yang cukup tinggi dalam beberapa tahun belakangan ini. Ke depannya, perekonomian Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu perekonomian terbesar di dunia. Tentunya semakin besar perekonomian suatu negara, kebutuhan akan energi pun akan semakin besar pula. Sehingga apabila Indonesia berhasil dalam upaya menjadikan gas sebagai energi alternatif utama pengganti minyak bumi, maka o n g ko s p e m b a n g u n a n ( c o s t o f development) yang muncul dari keperluan konsumsi energi akan berkurang secara signifikan. Tampaknya, signal-signal seperti itulah yang ingin dimunculkan dari kehadiran lifting gas dalam APBN 2013. *) Penulis adalah Staf Seksi Analisis Ekonomi Makro, Subdit Analisis Ekonomi Makro dan Penerimaan Negara, Dit. P-APBN
Mengenal Variabel Lifting Gas Sama seperti halnya lifting minyak, lifting gas juga merupakan produksi gas siap jual yang ditargetkan oleh Pemerintah, yang dapat diolah, diekspor dan digunakan sepenuhnya. Satuan dari lifting gas yang digunakan dalam asumsi dasar ekonomi makro adalah ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD). Kepanjangan MBOEPD adalah M barrel oil equivalent per day. M (mille) dalam satuan tersebut merupakan angka romawi yang menunjukkan satuan ribu (‘000). Jadi M tersebut bukan lah million dalam bahasa inggris, yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah juta. Hal ini harus dicermati karena seringkali orang keliru dalam menyebutkannya, sehingga keliru
10
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
pula dalam menafsirkan angka lifting gas tersebut. Kandungan energi gas berbeda dari minyak, maka digunakan lah satuan tersebut (barel setara minyak/barel oil e q u i va le n t ) u n t u k m e mu d a h k a n penggunaan dalam asumsi dasar ekonomi makro serta agar dapat disandingkan dengan lifting minyak mentah yang menggunakan satuan ribu barel per hari. Selain satuan barel oil equivalent (BOE), satuan lain yang sering digunakan dalam sektor gas adalah british thermal unit (BTU) dan standard cubic feet (SCF). BTU merupakan satuan untuk menghitung energi yang setara dengan 1.055 KiloJoules. Sebagai gambaran, jumlah
tersebut merupakan jumlah energi yang dibutuhkan untuk memanaskan air seberat 0,454 Kg. Bertolak belakang dengan namanya, satuan non-metric tersebut lebih sering digunakan oleh Amerika Serikat, Kanada, dan Kepulauan Karibia dibandingkan di Inggris itu sendiri (atau belahan dunia lainnya) di mana satuan kalori lebih populer digunakan. BTU ini juga digunakan sebagai satuan ukuran harga gas alam. Satuan SCF juga biasa digunakan dalam kegiatan eksplorasi dan produksi sektor gas. Satu SCF gas alam kira-kira setara dengan 1.030 BTU (kisarannya adalah 1.010-1.070 BTU, tergantung kualitas ketika dibakar).
LAPORAN UTAMA
VIABILITY GAP FUND : SKEMA BARU PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Oleh : Ahmad Nawawi *
Asumsi pertumbuhan ekonomi 7,0 – 7,6% pada tahun 2014 memerlukan dana pembangunan infrastruktur minimal 5% dari PDB per tahun yang berasal dari Swasta, BUMN, dan Pemerintah.
foto: Andrzej Pobiedziñski
11
LAPORAN UTAMA
P
emerintah memerlukan dukungan swasta dan BUMN dalam kegiatan investasi terutama infrastruktur untuk mendorong per tumbuhan ekonomi. Ada 2 alasan mengapa dukungan ini diperlukan. Pertama, ke b u t u h a n i n v e s t a s i t e r u t a m a infrasturktur memerlukan pendanaan yang sangat besar. Kedua, anggaran pemerintah secara total hanya sekitar 20% dari total pendapatan nasional (Produk Domestik Bruto atau PDB). Dari 20% ini, 80% anggaran pemerintah habis untuk mendanai kebutuhan yang bersifat wajib seperti belanja pegawai, alokasi ang garan untuk pendidikan dan pembayaran kembali utang. Namun karena kebutuhan dana yang sangat besar, masih terdapat kekurangan pendanaan (financing gap). Untuk itu, Pemerintah merasa perlu membentuk Kerjasama Pemerintah Swasta atau KPS (Public Private Partnership) untuk m e n u t u p i f i n a n c i ng g a p d a l a m pembangunan infrastruktur tersebut. KPS diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2005 yang diamandemen menjadi Perpres Nomor 56 Tahun 2011 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruk tur. Alasan pembentukan KPS adalah: (i) negara tidak mempunyai dana yang cukup untuk membiayai pembangunan infrastruktur yang jumlahnya banyak dengan nilai yang besar; dan (ii) efisiensi teknologi, dalam hal operasi dan pemeliharaan dari proyek-proyek infrastruktur. Berdasarkan Perpres tersebut, badan usaha yang membangun dan mengoperasikan infrastruktur mendapat dua insentif. Per t ama, jaminan pemerintah berupa kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada swasta melalui skema pembagian risiko untuk proyek kerjasama. Jaminan berbentuk kompensasi finansial diberikan oleh Pemerintah melalui badan usaha yang khusus didirikan untuk tujuan penjaminan infratsruktur yaitu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PPI). Peran PT PPI adalah sebagai badan
12
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
usaha penjamin infrastruktur yang menyediakan jaminan pemerintah atas berbagai risiko infrastruktur yang mungkin timbul. Jaminannya adalah apabila dalam awal periode sampai akhir periode terjadi risiko-risiko yang dapat mengurangi pendapatan badan usaha bersangkut an maka, Pemerint ah memberikan jaminan. Kedua, dukungan pemerintah berupa kontribusi fiskal maupun nonfiskal berdasarkan peraturan perundangundangan untuk meningkatkan kelayakan finansial proyek KPS. Dukungan Pemerintah diberikan kepada proyek KPS yang memiliki tingkat kelayakan ekonomi memadai namun tingkat kelayakan finansialnya marjinal, sehingga dukungan Pemerint ah diberikan untuk meningkatkan kelayakan finansial dari proyek kerjasama tersebut. Selain itu, dukungan Pemerintah juga dimaksudkan untuk menjadikan tarif layanan dari proyek kerjasama menjadi terjangkau bagi masyarakat. Salah satu dukungan Pemerintah berupa kontribusi fiskal yang diberikan oleh Pemerintah dalam rangka meningkatkan kelayakan finansial proyek KPS adalah Viability Gap Fund (VGF). Pengertian VGF adalah pembiayaan dalam bentuk tunai atas sebagian biaya pembangunan proyek yang dilaksanakan melalui skema KPS dengan badan usaha dalam rangka penyediaan layanan infrastruktur yang terjangkau bagi masyarakat. Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF dimaksudkan untuk mendorong investasi di bidang infrastruktur dan penyediaan layanan infrastruktur yang terjangkau bagi masyarakat. VGF akan menurunkan tarif keekonomian suatu proyek agar lebih terjangkau bagi masyarakat. Tujuan lain VGF, antara lain: (a) meningkatkan minat Badan Usaha untuk berpartisipasi dalam proyek kerjasama yang layak secara ekonomi, namun belum secara finansial atau kelayakan finansial yang marjinal; (b) meningkatkan kepastian penyediaan proyek infrastruktur dengan mengacu kepada kualitas dan waktu yang direncanakan; dan (c) meningkatkan
Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF dimaksudkan untuk mendorong investasi di bidang infrastruktur dan penyediaan layanan infrastruktur yang terjangkau bagi masyarakat. ketersediaan infrastruktur dengan tarif layanan yang terjangkau sesuai dengan kemampuan masyarakat. Pe m b e r i a n d u k u n g a n ke l ay a k a n dilaksanakan berdasarkan prinsip bahwa proyek kerjasama tersebut harus memenuhi kriteria kelayakan (eligibility criteria). Proyek KPS dapat mengajukan permintaan dukungan kelayakan dengan memenuhi kriteria: a. dilaksanakan melalui skema kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 67 Tahun 2005 dan perubahannya; b. termasuk dalam sektor infrastruktur sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 67 Tahun 2005 dan perubahannya; c. penyediaan infrastruktur didasarkan pada prinsip pengguna membayar (user pay principle); d. di dalam perjanjian kerjasama diatur skema pengalihan asset dari Badan Usaha kepada PJPK pada akhir periode kerjasama; e. tidak terdapat lagi alternatif yang dapat dilakukan untuk membuat proyek kerjasama menjadi layak; f. telah dilakukan pra studi kelayakan yang komperehensif; g. porsi kepemilikan swasta dalam ekuitas Badan Usaha Pemenang Lelang paling kurang sebesar 51% dari keseluruhan ekuitas; h. Badan Usaha Pemenang Lelang harus m e m b i ay a i te r l e b i h d a h u l u pembangunan proyek infrastruktur dengan menggunakan seluruh ekuitas Badan Usahanya sebelum dukungan kelayakan dapat dicairkan. Untuk memberikan gambaran utuh mengenai VGF, berikut ini alur pengajuan sampai dengan penetapan dokumen kelayakan VGF.
LAPORAN UTAMA
Kementerian Keuangan
PJPK
Menteri Keuangan
Komite Dukungan Kelayakan
Menerima Usulan Penetapan Awal dengan Hasil Konsultasi dengan Short Listed Bidders
Evaluasi Kelayakan atas Usulan Penetapan Awal
PPP Book Ready to Offer Project
I. Dokumen PQ
Melakukan PQ
II.
Mengajukan Usulan Penetapan Awal dengan Hasil Konsultasi dengan Short Listed Bidders
Surat Penolakan
Tidak
Rekomendasi Ya
Penetapan Awal
Penetapan Awal
Nota Keuangan
Dokumen RfP
Melakukan Pelelangan
III.
Menyampaikan Acara Hasil Pelelangan (BAHP), beserta dokumen terkait
Surat Pernyataan Proyek tidak dapat Dukungan Kelayakan Penetapan Dukungan Kelayakan
Menerima BAHP, beserta dokumen terkait
Evaluasi atas BAHP, beserta dokumen pendukung
Tidak Rekomendasi Ya Penetapan Dokumen Kelayakan
VGF merupakan salah satu skema baru pembiayaan dalam APBN 2013. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk dukungan kelayakan dalam bentuk tunai atau VGF bagi beberapa proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SAPM), yaitu SPAM Umbulan Jawa Timur dan SPAM Bandar Lampung. Pada tahap awal, Pemerintah memilih proyek penyediaan air minum (SPAM) karena untuk mendukung peningkatan pelayanan air minum dan air bersih kepada masyarakat sesuai dengan target Millenium Development Goal’s (MDGs). Namun demikian ada beberapa hal yang masih menjadi catatan terkait skema VGF. Pertama, agar dapat dilaksanakan, proyek i n f r a s t r u k t u r d e n g a n s ke m a VG F
ilustrasi: istimewa
Alokasi Anggaran
memerlukan peraturan pelaksanaan. Sebelum tahun 2013 peraturan pelaksanaan mengenai VGF diharapkan sudah ditetapkan. Peraturan ini antara lain mengatur mengenai teknis pelaksanaan VGF, termasuk aturan main yang jelas mengenai bagaimana tata cara agar sebuah proyek dapat memakai dana VGF. Kedua, konsekuensi dari dukungan VGF mengharuskan Pemerint ah untuk menyiapkan dana yang cukup. Selain itu, juga akan memberikan dampak terhadap anggaran pendidikan dan financing. Oleh karena itu, pengalokasian dana harus realistis dan efisien, agar tidak terjadi inefisiensi belanja. *) Penulis adalah Pegawai Direktorat Penyusunan APBN
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
13
Operators
LAPORAN UTAMA
PROJECT BASED SUKUK Oleh : Adam Marchino *
Penerbitan Project Based Sukuk (PBS) ditujukan untuk mendiversifikasi sumber pembiayaan APBN, mendukung percepatan pembangunan proyek infrastruktur dan pengembangan pasar keuangan, khususnya pasar keuangan syariah, mendorong peningkatan pelayanan umum, pemberdayaan industri dalam negeri, dan investasi pemerintah, serta meningkatkan transparansi pelaksanaan kegiatan oleh K/L karena perkembangan pelaksanaan proyek akan dipantau oleh investor dan publik.
14 foto: Jerzy Müller
LAPORAN UTAMA
Kemenkeu 4. Pelaksanaan APBN
Laporan Pengelolaan BMN
(BUN/PKN)
1. Usulan Pembiayaan Proyek
BAPPENAS
3a. Penerbitan Sukuk
3b. Sukuk Proceeds
Project Underlying
Secara ringkas, proses penganggaran dan siklus PBS dengan skema Project Underlying dan Project Financing dapat dilihat pada chart berikut.
INVESTOR
2. Persetujuan Proyek/ Penganggaran
Pada prinsipnya, pembiayaan proyek melalui Project Based Sukuk dapat dilakukan apabila telah memenuhi kriteria-kriteria tertentu, dapat berupa Project Underlying atau Project Financing. Adapun perbandingan mekanisme pembiayaan Project Underlying dan Project Financing dapat dilihat pada tabel berikut.
Project Underlying
Selain kriteria di atas, kegiatan tersebut harus terlebih dahulu mendapat alokasi dalam APBN serta merupakan kegiatan prioritas sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan telah memperoleh persetujuan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dalam kaitannya dengan kesiapan dan kelayakan teknis pelaksanaan proyek. Pelaksanaan proyek dilakukan oleh pemrakarsa dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam bidang pelaksanaan APBN, serta yang paling penting adalah pemanfaatan obyek hasil pembiayaan tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
3c. Pembayaran Imbalan & Nilai Nominal Sukuk
U
ndang-Undang No 19 Tahun 2008, Pasal 4 menyebutkan: “SBSN diterbitkan untuk membiayai APBN termasuk membiayai pembangunan proyek”. Yang dimaksud dengan “membiayai pembangunan proyek” adalah pembiayaan untuk pembangunan proyek-proyek yang telah mendapatkan alokasi dalam APBN, termasuk proyek infrastruktur dalam s e k t o r e n e r g i , t e l e ko m u n i k a s i , perhubungan, per tanian, industri manufaktur, dan perumahan rakyat. Kemudian disebutkan juga dalam Pasal 7 Ayat 2. Yang berbunyi: “Dalam rangka penerbitan Surat Berharga Syariah Negara untuk pembiayaan proyek, Menteri berkoordinasi dengan Menteri yang bertanggungjawab di bidang perencanaan pembangunan nasional”. Koordinasi tersebut meliputi jenis, nilai, dan waktu pelaksanaan proyek. Proyek yang akan dibiayai merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program APBN. Selain itu dasar hukum penerbitan PBS juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan SBSN dan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penggunaan Kegiatan APBN Sebagai Aset Surat Berharga Syariah Negara.
SATKER (KL) 7. Pemanfaatan: sesuai PP 38/2008 (dalam hal tidak digunakan sendiri oleh K/L)
(Pemrakarsa proyek/ Pengguna proyek)
6. Pengelolaan Paska Konstruksi 5a. Kontrak Pengadaan / Pembangunan
EPC CONTRACTORS
5b. Pelaksanaan Pembangunan / Konstruksi
Project Financing
PROJECT UNDERLYING
Sumber: Kementerian Keuangan
? Obyek pembiayaan berupa proyek / ? Obyek pembiayaan berupa proyek
kegiatan (Belanja Modal, Rupiah Murni) dalam APBN tahun berjalan. ? Obyek pembiayaan ditetapkan Menteri Keuangan setelah UU APBN disahkan, sehigga tidak mempengaruhi besaran defisit. ? Sifat pembiayaannya masih tetap Rupiah Murni dan terbatas hanya Belanja Modal. ? Tidak ada perubahan sis tem penganggaran. ? Mekanisme pembiayaan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
infrastruktur yang di earmarked dengan Sukuk Negara. ? Obyek pembiayaan ditetapkan bersamasama Pemerintah dan DPR dalam pembahasan UU APBN, karena besarannya dapat mempengaruhi besaran defisit APBN ? Sifat pembiayaannya bukan Rupiah Murni dan tidak terbatas pada Belanja Modal. ? Ada penyesuaian mekanisme penganggaran. ? Mekanisme pembiayaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pada prinsipnya, pembiayaan proyek melalui Project Based Sukuk dapat dilakukan apabila telah memenuhi kriteriakriteria ter tentu, dapat berupa Project Underlying atau Project Financing.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
15
LAPORAN UTAMA
Project Financing Kemenkeu
Bappenas
underlying project dapat dilihat pada grafik berikut.
K/L Penyiapan rencana Proyek /Kegiatan dan Studi Kelayakannya 1
Penilaian Kelayakan dan Kesiapan Proyek/Kegiatan
Pertimbangan terkait aspek Pengelolaan Utang
2
3
4
Tolak/ Setuju
Pengajuan Usulan Proyek/Kegiatan
Penolakan
Persetujuan 5
Daftar Kegiatan Prioritas DIPA
Pengalokasian dalam APBN/P
6 7
Pelaksanaan Penerbitan SBSN
Pelaksanaan Proyek/ Pengelolaan Paska Konstruksi
8
Sumber: Kementerian Keuangan
Skema pembiayaan melalui Project Based Sukuk memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah jumlah pembiayaan dapat lebih besar karena pendanaan yang bersumber dari pasar keuangan dengan basis investor yang luas, yield yang lebih kompetitif, pilihan currency yang lebih beragam, jangka waktu atau tenor lebih panjang bila dibandingkan dengan pembiayaan dari pinjaman ataupun utang luar negeri.
Project Based Sukuk dengan skema Underlying Project telah dilakukan mulai tahun 2012. Sejauh ini obyek pembiayaan berupa proyek/ kegiatan pada dua kementerian, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubung an. Sedangkan untuk mekanisme pembiayaan dilakukan dengan cara mengalihkan sumber pendanaan yang semula Rupiah Murni menjadi Project Based Sukuk. Profil PBS
Penerbitan Perdana Januari 2012. ? Total outstanding per 18 Juni 2012: Rp 12,2 Triliun ? (4 Seri). Tenor: 6, 10, 15, & 25 tahun. ? 4.92
Sedangkan untuk skema project financing, penerbitan atau pembiayaan perdana direncanakan akan dilakukan pada tahun 2013. Saat ini sedang dalam tahap p e ny i ap a n P roye k / Ke g i a t a n d a n kelengkapan peraturan operasional terkait penganggaran, proyek atau kegiatan yang akan dibiayai akan disampaikan ke DPR bersamaan dengan pembahasan APBN 2013. Untuk pelaksanaan pembiayaan melalui Project Based Sukuk pada tahun 2013, telah ditempuh langkah-langkah persiapan. Dari segi peraturan di bidang penganggaran, tengah dirumuskan beberapa peraturan, antara lain adalah pengaturan SBSN-PBS sebagai salah satu sumber pendanaan APBN, PMK petunjuk penyusunan RKA/KL RAPBN 2013, mekanisme DIPA Lanjutan untuk kegiatan yang belum selesai pada akhir tahun 2013, serta tata cara pembayaran/pencairan dalam rangka pelaksanaan proyek. Dari segi proyek atau kegiatan, proyek yang akan dibiayai melalui penerbitan SBSN tahun 2013 adalah pembangunan jalur ganda KA Kroya-Cirebon, dengan indikatif sebesar Rp800 miliar, kemudian dilanjutkan tahun 2014 Rp700 miliar. Pada saat ini status pelaksanaan adalah dalam tahap pengusulan dari K/L ke Bappenas. *) Penulis adalah Pegawai Direktorat Penyusunan APBN
3.47 2.85
3.50 3.00 2.50 2.00
1.02
1.50 1.00 0.50 PBS 001 (6 Thn)
PBS 002 (10 Thn)
PBS 003 (15 Thn)
PBS 004 (25 Thn)
Sumber: Kementerian Keuangan
16
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
foto: istimewa
LAPORAN UTAMA
ANGGARAN INFRASTRUKTUR DALAM APBN 2013 Oleh : Nararia Sanggrama Wijaya *
Infrastruktur merupakan primadona sorotan luas masyarakat, terutama dikarenakan perannya yang penting dan strategis bagi pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai.
17 foto: John Smith
LAPORAN UTAMA
T
antangan terbesar pembangunan di bidang infrastruktur adalah m a s i h re n d a h ny a k u a l i t a s infrastruktur di Indonesia yang salah satunya tercermin dari posisi Indonesia yang berada pada peringkat 82 dari 142 negara (World Economic Forum, 2011) untuk daya saing infras truk tur. Rendahnya daya saing infrastruktur tersebut menjadi salah satu faktor utama dari rendahnya daya saing Indonesia secara umum yang dalam tahun 20112012 berada di peringkat 46 dari 142 negara yang dinilai (menurun 2 peringkat dari 2010-2011). Untuk itu, RKP 2013 menggariskan bahwa fokus prioritas pembangunan infrastruktur adalah peningkatan dukungan daya saing sektor riil dan penyediaan infrastruktur dasar bagi peningka t an kesejahteraan masyarakat. Infrastruktur dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik, sebagai layanan dan fasilit as, yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Istilah ini umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang mendukung jaringan struktur seperti jalan, kereta api, air bersih, bandara, kanal, waduk, tanggul, pengelolaan limbah, perlistrikan, telekomunikasi, pelabuhan. Secara fungsional, infrastruktur dapat juga didefinisikan sebagai pendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat dalam hal distribusi aliran produksi barang dan jasa. Dalam
beberapa pengertian, istilah infrastruktur termasuk pula infrastruktur sosial kebutuhan dasar seperti antara lain sekolah dan rumah sakit (Wikipedia). Sementara itu, dalam RKP 2013 disebutkan bahwa pembangunan infrastruktur mencakup pembangunan sarana dan prasarana pengairan dan irigasi; transportasi; perumahan dan p e r mu k i m a n ; ko mu n i k a s i d a n informatika; serta pertanahan dan penataan ruang. Mengingat pentingnya pembangunan infrastruktur bagi perekonomian, pemerintah berupaya untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia, melalui masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI) yang telah diluncurkan Pemerintah sejak tahun 2011. Pembangunan infrastruktur juga menjadi priorit as ut ama dalam pembangunan nasional. Pemerintah berupaya meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur melalui peningkatan alokasi anggaran untuk mendukung pembangunan infrastruktur dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, Pemerintah berencana meng alokasikan ang g aran untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp188,4 triliun atau meningkat dari al o kasi p ada t a h u n 2012 ya n g diperkirakan sebesar Rp174,9 triliun (lihat grafik). Alokasi anggaran tersebut
ANGGARAN INFRASTRUKTUR, 2007-2013 188,4
200,0
174,9
180,0 160,0 128,7
(triliun Rp)
140,0 120,0 91,3
100,0 80,0
99,4
78,7 59,8
60,0 40,0 20,0 0,0
2007
2008 Non K/L
Sumber : Kementerian Keuangan
18
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
2009 K/L Lainnya
2010
2011 PERHUBUNGAN
2012
2013 PU
diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan terkait penyediaan infrastruktur. Dalam hal pembangunan transportasi, permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya kualitas dan kapasitas infrastruktur transportasi; rendahnya tingkat keselamatan transpor tasi nasional; dan tingginya tingkat kemacetan serta buruknya manajemen transportasi di wilayah perkotaan. Sementara itu, ketersediaan energi masih sangat tergantung kepada produksi minyak bumi, yaitu 49 persen, sedangkan kecenderungan produksi minyak bumi terus menurun dalam lima tahun terakhir ini. Terkait dengan ketahanan pangan, dukungan infrastruktur pertanian, perikanan dan kelautan yang relatif masih terbatas dan terkendala dengan kondisi iklim ekstrim menjadi permasalahan utama. Dengan memberikan alokasi yang lebih besar untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah berharap kualitas infrastruktur akan meningkat sehingga dapat mencapai berbagai target pembangunan, terutama dalam rangka mendukung domestic connectivity, ketahanan energi, dan ketahanan pangan. Terkait dengan domestic connectivity yang merupakan salah satu sasaran penting dalam MP3EI, arah pembangunan infrastruktur adalah mengatasi bottleneck dalam rangka memperlancar jalannya roda ekonomi antardaerah, yang pada akhirnya dapat memperkuat ekonomi nasional. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, pemerintah berupaya melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas seta pelayanan sarana dan prasarana perhubungan. Pada tahun 2013, pemerintah juga akan membangun jalan Lintas Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua sepanjang 19.370 km, membangun jalan dan jembatan baru masing-masing sepanjang 166 km dan 6.974 m, serta melakukan pemeliharaan jalan dan jembatan pada lebih dari 35 ribu km ruas jalan dan 247.692,0 m jembatan. Selain melakukan pembangunan jalan, pemerintah juga b e r u p ay a m e m p e r b a i k i s a r a n a
LAPORAN UTAMA
transportasi, baik itu transportasi darat, udara, maupun laut. Selain pembangunan jalan untuk transpor t asi dara t, Pemerintah juga memberikan perhatian besar terhadap peningkatan sarana perkeretaapian dengan membangun jaringan rel kereta api 383,37 km jalur ganda, dan pengadaan 92 unit lokomotif, kereta rel diesel (KRD), kereta rel listrik (KRL), tram, dan railbus. Untuk meningkatkan pelayanan transportasi udara, pada tahun 2013 akan dilakukan pengembangan dan rehabilitasi 120 bandara dan pembangunan 15 bandar udara baru. Transportasi laut juga mendapat perhatian Pemerintah agar dapat lebih dioptimalkan. Untuk itu, Pemerintah akan membangun kapal perintis dan penumpang sebanyak 20 unit; membangun terminal transportasi jalan pada 24 lokasi; serta membangun prasarana 61 dermaga penyeberangan. Masalah energi juga menjadi salah satu hal yang mendapat perhatian besar saat ini. Pembangunan energi difokuskan pada langkah untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan meningkatkan rasio elektrifikasi disamping upaya untuk meningkatkan diversifikasi energi dan pengembangan energi terbarukan. Untuk mendukung program ketahanan energi tersebut, Pemerintah akan melakukan peningkatan kapasitas p e m b a n g k i t s e b e s a r 1 8 8 M W, membangun jaringan transmisi sepanjang 3.625 kilometer sirkuit (kms), melakukan
Pembangunan energi difokuskan pada langkah untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan meningkatkan rasio elektrifikasi disamping upaya untuk meningkatkan diversifikasi energi dan pengembangan energi terbarukan.
peningkatan gardu induk sebesar 4.740 Mega Volt Ampere (MVA), membangun jaringan distribusi 9.319,76 kms, dan gardu distribusi 213,46 MVA. Selain itu, pembangunan infras truk tur juga dilakukan melalui penambahan jaringan gas pada empat kota, peningkatan sambungan-sambungan rumah yang teraliri gas bumi melalui pipa sejumlah 16.000 SR; serta pembangunan satu Kilang Mini Plant LPG. Dalam rangka mencapai program ketahanan pangan mencapai surplus beras sebesar 10 juta ton pada tahun 2014, pemerintah melakukan berbagai upaya mengingat ketersedian pangan merupakan hal krusial bagi penduduk miskin. Untuk itu perlu ada langkah konkret seperti upaya meningkatkan
produktivitas lahan pertanian dan luasan areal pertanian baru. Peningkatan kapasitas sarana prasarana pertanian juga menjadi prioritas untuk mencapai ketahanan pangan, terutama pada kapasitas jaringan irigasi dan waduk. Pada tahun 2013, Pemerintah menargetkan pencetakan sawah seluas 100.000 hektar, meningkatkan luas layanan jaringan irigasi sekitar 107.302 hektar, mengembangkan optimasi air sepanjang 524.084 hektar, serta membangun 164 embung/situ. Dalam rangka mendukung tercapainya berbagai sasaran pada prioritas pembangunan infrastruktur dalam tahun 2 0 1 3 te r s e b u t , a r a h ke b i j a k a n pembangunan infrastruktur berdasarkan RPJMN 2010-2014 mempunyai fokus pada: (1) meningkatkan pelayanan infrastruktur sesuai dengan Standar Pe l ay a n a n M i n i m a l ( S P M ) ; ( 2 ) mendukung peningkatan daya saing sektor riil; dan (3) meningkatkan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Dengan tetap berpegang kepada arah kebijakan pembangunan infrastruktur, pemerintah berhadap mampu mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sehingga mampu meningkatkan tingkat perekonomian lokal ataupun nasional, yang pada akhirnya akan memberikan m a n fa a t s e b e s a r- b e s a r ny a b a g i kesejahteraan masyarakat Indonesia. *) Penulis adalah Pegawai pada Dit. Penyusunan APBN
foto: Marcelo Terraza
19
LAPORAN UTAMA
UPAYA MENDUKUNG PROGRAM KETAHANAN PANGAN NASIONAL Oleh: Waskito Prayogi dan Nurul Kartikasari *
Sebagaimana dipahami bersama bahwa pembangunan pertanian mempunyai arti strategis, tidak hanya bagi negara-negara berkembang tetapi juga bagi negara maju seperti Uni Eropa, Amerika, Australia dan Jepang.
20
foto: Gen Feanor
LAPORAN UTAMA
M
embahas masalah pertanian berarti membahas tentang “ ke l a n g s u n g a n h i d u p” , mengingat per tanian merupakan penyedia bahan pangan, bahan sandang dan bahkan papan. Secara garis besar, pertanian memberikan kontribusi yang penting bagi negara antara lain, melalui peranan dalam hal (Subejo, 2007): (1) penyedia bahan pangan, (2) penyedia lapangan kerja, (3) penyedia bahan baku bagi industri, (4) sumber devisa, dan (5) p e n j a g a ke l e s t a r i a n l i n g k u n g a n (konservasi lahan, mencegah banjir, penyedia udara yang sehat serta amenity). Peluang pengembangan pertanian serta arti penting pertanian adalah fakta bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian yang sangat besar dan potensi pangan yang besar pula mengingat pertumbuhan penduduk nasional yang cukup signifikan yaitu 200 juta jiwa di tahun 2000 dan diperkirakan mencapai 400 juta jiwa pada tahun 2040. Potensi pertanian Indonesia dengan segala keterbatasannya sebenarnya memiliki kedudukan yang cukup baik di kancah internasional. Program Ketahanan Pangan Nasional Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, maka peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan peningkatan kebutuhan bahan pangan dalam jumlah yang besar pula. Untuk menjaga penyediaan bahan pangan masyarakat maka pemerintah berupaya mencanangkan program ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi masyarakat yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, terjangkau dan bermutu. Menurut FAO (1993), ketahanan pangan berarti “akses bagi semua penduduk untuk makanan yang cukup untuk hidup sehat dan aktif”. Dengan demikian ketahanan pangan nasional merupakan agregat dari ketahanan pangan rumah tangga (Ginandjar,2005). Ketahanan pangan dapat diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah diperoleh
rumah tangga, dan aman dikonsumsi dengan harga yang terjangkau. Ketahanan pangan mencakup komponen: (1) ketersediaan pangan, (2) distribusi dan konsumsi pangan, (3) penerimaan oleh masyarakat, (4) diversifikasi pangan, dan (5) keamanan pangan. Tujuan program ket ahanan pangan adalah untuk memfasilitasi terjaminnya masyarakat untuk memproleh pangan yang cukup setiap saat, sehat dan halal. Sasaran yang ingin dicapai adalah (1) dicapainya ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal, (2) meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat, dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kerawanan pangan. Khusus untuk beras, BAPPENAS menetapkan sasaran pemenuhan konsumsi beras dari produksi dalam negeri sebesar 90-95 persen (Deptan, 2006). Program ketahanan pangan menargetkan tambahan produksi pertanian khususnya beras. Mengingat beras merupakan bahan makanan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Untuk mendukung peningkatan produksi pertanian dan menyukseskan program ketahanan pangan nasional, maka pemerintah memberikan berbagai macam dukungan antara lain melalui subsidi pertanian, penyuluhan pertanian, intensifikasi, perluasan lahan pertanian, serta tambahan anggaran penelitian di sektor pertanian. Program besar tersebut dipastikan juga bakal melibatkan komunitas petani, termasuk petani kecil sebagai bagian dari pengembangan program ini. Pemerintah berupaya m e n i n g k a t k a n p ro d u k s i p a n g a n khususnya beras yang melibatkan seluruh komunitas petani termasuk aparatur pemerintahan. Sedangkan Perum Bulog melalui anggaran subsidi pangan diharapkan dapat menyerap/membeli hasil produksi beras petani, termasuk petani kecil sesuai dengan harga keekonomian dan sekaligus menjualnya dengan harga bersubsidi kepada masyarakat miskin (rumah tangga sasaran).
Subsidi Pertanian Pemberian subsidi pertanian merupakan salah satu kebijakan utama pembangunan pertanian yang telah lama dilaksanakan dengan jenis dan jumlah subsidi yang berbeda dari waktu ke waktu. Tujuannya adalah meningkatkan produksi pertanian terutama bahan makanan pokok. Subsidi bidang pertanian meliputi pemberian subsidi pangan, pupuk, benih, dan bunga kredit ketahanan pangan. Pemberian subsidi pertanian juga merupakan salah satu kebijakan Pemerintah dalam memperkuat program ketahanan pangan nasional sebagai upaya mencapai sasaran surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014 serta meningkatkan produksi berbagai komoditi pangan lainnya, diversifikasi pangan dan stabilisasi harga pangan. Subsidi pangan adalah subsidi yang diberikan dalam bentuk penyediaan beras murah untuk masyarakat miskin (Raskin) melalui program operasi pasar khusus (OPK) beras. Subsidi pangan bertujuan untuk menjamin distribusi dan ketersediaan beras dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat miskin. Subsidi ini disalurkan melalui Perum Bulog. Melalui subsidi pangan ini, setiap Kepala Keluarga miskin yang menjadi target subsidi akan menerima beras per bulan selama beberapa bulan, dengan harga yang ditetapkan lebih murah dibandingkan harga pasar. Di sisi lain, subsidi pangan juga menjamin penyerapan beras petani oleh Perum Bulog. Dalam upaya menjaga harga dasar gabah di tingkat petani tetap stabil maka Perum Bulog diwajibkan membeli beras petani dengan harga yang telah ditetapkan oleh Pemerintah (HPP) melalui Instruksi Presiden. Perum Bulog akan menyerap sebagian hasil panen di dalam negeri dan digunakan untuk penyaluran beras RASKIN. Dengan demikian Perum Bulog mempunyai dua peran sekaligus, di satu sisi menjaga harga dasar gabah di tingkat petani dan di sisi lain menyalurkan beras dengan harga murah kepada masyarakat miskin. Beban subsidi ini timbul sebagai
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
21
LAPORAN UTAMA
Tujuan utama pemberian subsidi benih adalah agar petani bisa mendapatkan benih berkualitas dengan harga yang terjangkau
konsekuensi dari adanya kebijakan pemerintah dalam rangka penyediaan pupuk bagi petani dengan harga jual pupuk yang lebih rendah dari harga pasar. Tujuan utama subsidi pupuk adalah agar harga pupuk di tingkat petani dapat tetap terjangkau oleh petani, sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas petani, dan mendukung program ketahanan pangan. Beban subsidi pupuk dipengaruhi oleh biaya pengadaan pupuk yang bersubsidi yang merupakan selisih antara harga eceran tertinggi (HET) dengan harga pokok produksi (HPP) dan cakupan volume (ribu ton) pupuk yang memperoleh subsidi. Khusus untuk urea, HPP dipengaruhi oleh pasokan gas bagi produsen pupuk. Karena harga gas diperhitungkan dalam dolar (US$/MMBTU), maka besaran subsidi pupuk urea juga dipengaruhi oleh kurs dolar. Selain HET, harga gas, dan kurs, subsidi pupuk juga dipengaruhi oleh biaya transportasi ke daerah terpencil dan biaya pengawasan. Penyaluran subsidi pupuk berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dan dilakukan secara tertutup melalui masing-masing perusahaan produsen pupuk yaitu PT Pupuk Sriwijaya, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, dan PT Pupuk Iskandar Muda. Subsidi pupuk sebagai salah satu input per tanian biasanya lebih mudah diimplementasikan di lapangan apabila dibandingkan dengan subsidi harga output pertanian, penyebabnya antara lain: (a) sebagian besar pet ani menghadapi kendala biaya produksi dengan orientasi minimisasi biaya, sehingga insentif input lebih sesuai; (b)
22
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
insentif input lebih mudah mengakselerasi adopsi teknologi guna meningkatkan produk tivitas dibandingkan dengan insentif output, (c) apabila pengelolaan subsidi menggunakan prinsip bergaransi dan profesionalisme maka penjaminan harga lebih mudah dicapai pada input dibandingkan output. Pasokan pupuk (terutama urea) diproduksi di dalam negeri dan harga domestik (subsidi) lebih rendah dari harga internasional (Depar temen Pertanian, 2005). Subsidi benih adalah subsidi untuk pengadaan benih unggul padi, kedelai, dan jagung. Tujuan utama pemberian subsidi b e n i h ad a l a h a g a r p e t a n i b i s a mendapatkan benih berkualitas dengan harg a yang terjangkau. Deng an ketersediaan benih berkualitas maka produksi pertanian diharapkan dapat meningkat. Subsidi ini disalurkan melalui perusahaan negara penyedia benih, yaitu PT Sang Hyang Seri (Persero), dan PT Pertani (Persero). Terdapat beberapa keuntungan dengan adanya subsidi benih diantaranya adalah : (a) meningkatkan produksi benih padi bermutu secara nasional; (b) antisipasi peningkat an pemanfaat an benih bermutu dari varietas unggul oleh petani; (c) harga benih relative lebih murah dan terjangkau oleh petani; (d) jangkauan spasial dan partisipasi petani dalam pemanfaatan benih bermutu akan meningkat khususnya di daerah marginal foto: Åsta Skjervøy
yang secara komersiil kurang menarik bagi produsen benih. Subsidi bunga kredit program bidang pertanian adalah subsidi yang disediakan untuk menutup selisih antara bunga pasar dengan bunga yang ditetapkan lebih rendah oleh pemerintah untuk berbagai skim kredit program bidang pertanian seperti Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), termasuk beban resiko (risk sharing) bagi kredit yang tidak dapat ditagih kembali (default). Tujuan utama subsidi bunga kredit program bidang pertanian adalah membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pendanaan petani dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari bunga pasar. Penyaluran subsidi kredit program bidang pertanian dilakukan melalui lembaga keuangan milik negara seperti PT Permodalan Nasional Madani (PNM), beberapa bank BUMN, dan bank pembangunan daerah (BPD). Selain melalui BUMN, subsidi kredit program bidang pertanian juga disalurkan melalui perusahaan swasta (antara lain PT Bank Agroniaga, PT Bank Central Asia Tbk, dan PT Bank Bukopin). Alokasi subsidi tersebut akan digunakan antara lain untuk subsidi bunga atas skim kredit ketahanan pangan (KKP). Dalam perkembangannya terdapat tambahan jenis subsidi bunga kredit program bidang pertanian yaitu Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Pertanian (KPEN-RP), Kredit Usaha pembibitan sapi (KUPS),dan
LAPORAN UTAMA
subsidi skema resi gudang (SSRG). Perkembangan Subsidi Sektor Pertanian, 2007-2013
Perkembangan Subsidi Pertanian Perkembangan anggaran subsidi di sektor pertanian, selama kurun waktu 20072012, cenderung mengalami peningkatan sebesar Rp23,0 triliun atau tumbuh ratarata 22,4 persen per tahun dari sebesar Rp13,2 triliun pada tahun 2007 dan diperkirakan mencapai Rp36,2 triliun pada tahun 2012. Pada APBN 2013, subsidi di sektor pertanian diperkirakan mencapai Rp34,5 triliun, terdiri dari subsidi pangan Rp17,2 triliun, subsidi pupuk Rp15,9 triliun, subsidi benih Rp137,9 miliar, dan subsidi bunga kredit program Rp1,2 triliun. Peningkatan anggaran subsidi di sektor pertanian itu sejalan dengan upaya untuk mendukung, menjaga, serta meningkatkan program ketahanan pangan nasional melalui peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu produksi pertanian. Perkembangan Produksi Pertanian Situasi ketahanan pangan nasional pada periode tahun 2007-2012 memperlihatkan kecenderungan yang semakin baik. Hal ini ditunjukkan dengan: (1) meningkatnya sebagian besar produksi beberapa komoditas pangan penting; (2) ketersediaan energi dan protein yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan bahkan telah melebihi tingkat ketersediaan energi dan protein yang direkomendasikan; (3) konsumsi masyarakat yang meningkat, baik jumlah maupun kualitasnya dan sudah mencapai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan; serta (4) stabilnya pergerakan harga pangan, baik secara umum maupun pada saat menjelang hari-hari besar nasional. Selain itu, semakin mantapnya ketahanan pangan didukung dengan meningkatnya rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) dan nilai nominal upah buruh; serta jumlah penduduk miskin baik secara nominal maupun persentase yang semakin menurun. Pada tingkat rumah tangga, rata-rata konsumsi kalori penduduk pada tahun 2010 mencapai 1957 kkal per kapita per
(Miliar Rp) 40.000,0
(%) 30,0
35.000,0
25,0
30.000,0 20,0
25.000,0 20.000,0
15,0
15.000,0
10,0
10.000,0 5,0
5.000,0 2007
2008
2009
2010
2011
Pangan
Pupuk
Benih
Bunga Kredit Program
2012
2013
% terhadap Belanja Subsidi
tahun dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) mencapai 80,6. Dominasi konsumsi beras (padi-padian) masih cukup besar yaitu 60,9 persen dari angka ideal sebesar 50,00 persen dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Sementara itu, konsumsi ikan meningkat dari 30,48 kg/kapita/tahun pada tahun 2010 menjadi 31,64 kg/kapita/tahun pada tahun 2011. Terjaganya tingkat konsumsi tersebut diperkirakan karena relatif terjaganya daya beli masyarakat, tercapainya pelaksanaan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan), ser t a tercapainya fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran produk perikanan dalam negeri. Pada tingkat makro, produksi bahan pangan dalam negeri tersebut selain dapat menjamin ketersediaan pangan bagi penduduk, juga d i h a r ap k a n m a m p u m e n d u k u n g
pertumbuhan ekonomi nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dan Nilai Tukar Petani/Nelayan (NTP/NTN). Pada tahun 2011, PDB sektor pertanian secara luas mampu tumbuh 3,0 persen. NTP dan NTN masing-masing mencapai 105,73 dan 106,24. Capaian tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya dimana NTP dan NTN masing-masing mencapai 100,8 dan 105,5 (Rencana Kerja Pemerintah, 2013). Perkembangan produksi di sektor pertanian khususnya untuk Padi, Jagung dan Kedelai, selama kurun waktu 20072012, cenderung mengalami peningkatan sebanyak 17,3 juta ton atau tumbuh ratarata 4,5 persen per tahun dari sebesar 71,0 juta ton pada tahun 2007 dan diperkirakan mencapai 88,3 juta ton pada
Tabel 1. Perkembangan Produksi Pertanian, 2007-2012 (ton) Jenis Produksi Padi Jagung Kedelai
2007
2008
2009
2010
2011
2012
57.157.435 13.287.527 592.534
60.325.925 16.317.252 775.710
64.398.890 17.629.748 974.512
66.469.394 18.327.636 907.031
65.756.904 17.643.250 851.286
68.594.067 18.945.124 779.741
Sumber: Badan Pusat Statistik Ket: - Data 2011 adalah Angka Tetap - Data 2012 adalah Angka Ramalan
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
23
LAPORAN UTAMA
tahun 2012. Perkiraan produksi pertanian pada tahun 2012 terdiri dari Padi sebanyak 68,6 juta ton, Jagung sebanyak 18,9 juta ton dan Kedelai sebanyak 779,7 ribu ton. Pemerintah sangat menyadari besarnya peranan sektor per tanian dalam pembangunan di Indonesia. Untuk mengembangkan sektor pertanian maka Pemerintah berupaya meningkatkan anggaran pertanian dari tahun ke tahun termasuk di dalamnya subsidi pertanian. Pertumbuhan penduduk yang pesat memang harus diimbangi dengan peningkatan produksi pertanian. Sebagai salah satu sektor strategis di Indonesia, maka pembangunan pertanian menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan serta kondisi lingkungan sosial-ekonomi-politik-budaya yang sangat dinamis. Pemerintah telah
24
menyusun dan mengembangkan berbagai target pembangunan dengan menetapkan tujuan, arah, strategi, dan kebijakan sebagai pedoman bagi seluruh pelaku pembangunan per t anian. Operasionalisasi pembangunan pertanian jangka panjang yang dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah (lima tahunan) dan dijabarkan l e b i h l a n j u t ke d a l a m re n c a n a pembangunan pertanian tahunan. Strategi pencapaian masing-masing tujuan dijabarkan dengan jelas, didukung dengan kebijakan dan program yang akan diimplementasikan secara menyeluruh, teritegrasi, efisien dan sinergi, baik oleh pemerintah, bekerjasama dengan instansi luar pertanian, maupun dengan swasta dan pengusaha serta mengupayakan keterlibatan masyarakat terutama petani. Salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan per t anian adalah pemberian subsidi pertanian.
Berdasarkan data yang ada, pemberian subsidi pertanian yang meliputi subsidi pupuk, benih, bunga kredit program (KKP) dan subsidi pangan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukan keberpihakan pemerintah dalam bidang pertanian dan upaya mendukung program ketahanan pangan nasional. Dengan adanya pemberian subsidi pertanian diharapkan produksi pertanian akan meningkat khususnya beras. Mengingat komoditas tersebut merupakan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Di sisi lain, dengan adanya peningkatan produksi pertanian diharapkan akan menambah kesejahteraan masyarakat di pedesaan khususnya para petani. *) Penulis adalah Pegawai Direktorat Penyusunan APBN
foto: nnstalker / Habeeb
LAPORAN UTAMA
Wawancara dengan Dirjen Perimbangan Keuangan, Marwanto Harjowiryono
APBN 2013:
DANA TRANSFER KE DAERAH
foto: dok. pribadi
25
LAPORAN UTAMA
S
ecara resmi Rancangan UndangUndang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2013 telah disetujui oleh DPR, 23 Oktober 2012 lalu. Dana transfer daerah pada APBN 2013 bertambah sebesar Rp 10 triliun dari rencana semula (RAPBN) yaitu dari Rp 518,9 triliun menjadi Rp 528,6 triliun. Penambahan anggaran ini berasal dari penambahan dana infrastruktur, dana otomatis penyesuaian, dana otonomi khusus, dan dana bagi hasil. Berikut petikan wawancara dengan Direk tur Jenderal Perimbang an Keuangan Kementerian Keuangan Marwanto Harjowiryono. Mohon dijelaskan mengenai alokasi dana transfer ke daerah untuk Tahun Anggaran 2013 Pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI telah menyepakati alokasi Dana Transfer ke Daerah TA 2013 sebesar Rp 528,63 triliun. Dana transfer daerah terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 101,96 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 311,139 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp3 1,69 triliun. DBH terdiri atas DBH Pajak sebesar Rp 49,95 triliun dan DBH Sumber Daya Alam (SDA) sebesar Rp 52 triliun. Alokasi Transfer ke Daerah 2013 (Rp Triliun) Jenis Transfer
No. 1
Dana Bagi Hasil
2012
2013
108,42 101,96
a. Pajak
51,68 49,95
b. Sumber Daya Alam
56,75 52,01
2
Dana Alokasi Umum 273,81 311,14
3
Dana Alokasi Khusus
26,12 31,69
4
Dana Otonomi Khusus
11,95 13,45
5
Dana Penyesuaian
Jumlah
58,47 70,39 478,78 528,62
Sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat, dapatkah Bapak jelaskan apakah yang dibahas Pemerintah di DPR mengenai dana Transfer ke Daerah? Hal yang utama yang dibahas dan disepakati oleh Pemerintah dan DPR mengenai dana transfer ke daerah adalah arah kebijakan, kriteria dan bobot
26
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
variabel yang digunakan, dan alokasi per d a e r a h . S e b a g a i c o n to h d a l a m pembahasan RAPBN 2013, dibahas dan disepakati seluruh bobot variabelvariabel yang digunakan untuk menghitung alokasi DAU per daerah dengan target utama Indeks Williamsons (indeks yang mengukur ketidakmerataan kapasitas fiskal daerah) harus lebih rendah daripada tahun 2012. Bobotbobot tersebut kemudian dimasukan kedalam aplikasi. Secara otomatis, alokasi per daerah dapat dihitung sesuai dengan formula yang telah ditetapkan dalam UU No. 33/2004. Perhitungan alokasi danadana transfer lainnya menggunakan mekanisme yang sama. Oleh karena itu, setiap alokasi dana transfer per daerah adalah hasil yang ‘given’ dari aplikasi dan formula. Apa prioritas alokasi dana transfer ke daerah Tahun Anggaran 2013 Implementasi kebijakan anggaran Tr a n s f e r k e D a e r a h s e l a i n memperhatikan kebutuhan pendanaan urusan pemerintahan di daerah, juga memper timbangkan kemampuan keuangan negara dan tujuan yang hendak dicapai dalam setiap tahun anggaran berdasarkan program/kegiatan yang telah ditetapkan sebagai prioritas dalam pembangunan nasional. Kebijakan anggaran Transfer ke Daerah pada tahun 2013 diarahkan untuk mendukung kesinambungan pembangunan di daerah dan meningkatkan kualitas pelaksanaan program/kegiatan yang menjadi prioritas daerah berdasarkan SPM yang telah ditetapkan untuk masing-masing bidang. Secara umum, kebijakan Transfer ke Daerah tahun 2013 diarahkan untuk: a. meningkatkan kapasitas fiskal daerah serta mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, serta antardaerah; b. menyelaraskan besaran kebutuhan pendanaan di daerah sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan a n t a r a p u s a t , p rov i n s i , d a n kabupaten/kota; c. meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah;
d. mendukung kesinambungan fiskal nasional; e. meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; f. meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; g. meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan pembangunan daerah; h. meningkatkan daya saing daerah; dan I. meningkatkan perhatian terhadap pembangunan di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan. Apa yang dimaksud dengan Dana Insentif Daerah (DID) dan bagaimana mekanisme penyalurannya? Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah Dana Penyesuaian dalam APBN yang merupakan reward bagi daerah-daerah yang telah berhasil meningkatkan kinerja di bidang pengelolaan keuangan, pendidikan, serta ekonomi dan kesejahteraan. Selain sebagai reward, dana ini juga diharapkan sebagai pemicu bagi daerah-daerah lainnya yang belum mendapatkan DID untuk meningkatkan kinerjanya dan juga agar daerah-daerah yang sudah berkinerja baik untuk mempertahankannya. Dalam mengalokasikan DID, digunakan 3 kriteria, yaitu: a. Kriteria kinerja keuangan yang terdiri dari opini BPK atas LKPD, penetapan Perda APBD tepat waktu, dan peningkatan PAD b. Kriteria kinerja pendidikan yang terdiri dari tingkat partisipasi sekolah dan peningkatan IPM c. Kriteria kinerja ekonomi dan kesejahteraan, terdiri dari tingkat pertumbuhan ekonomi, penurunan tingkat kemiskinan, penurunan tingkat pengangguran, serta klaster kemampuan fiskal daerah. Apa yang dimaksud dengan DAK R e i m b u r se me nt d a n b a ga i ma na mekanismenya? DAK Reimbursement adalah istilah lain dari Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2). P2D2
LAPORAN UTAMA
tertipu dengan iming-iming alokasi anggaran yang meminta imbalan.
foto: dok. pribadi
menurut PMK 149/PMK.07/2012 adalah dana yang bersumber dari APBN dan dialokasikan sebagai insentif kepada daerah provinsi, kabupaten, dan kota percontohan Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi. Yang menjadi daerah percontohan adalah pemerintah daerah yang bersedia ikut dalam proyek dan berada pada Provinsi Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara. Dana P2D2 diberikan kepada daerah-daerah percontohan jika daerah-daerah tersebut berhasil melaksanakan kegiatan DAK sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Penentuan daerah-daerah yang mendapatkan alokasi dana P2D2 dilakukan berdasarkan hasil verifikasi keluaran yang dilaksanakan oleh BPKP. Permasalahan apa yang sering muncul dalam pelaksanaan transfer ke daerah? Ketepatan waktu dalam penyaluran dana transfer ke daerah menjadi permasalahan yang kerap dihadapi DJPK. Hal ini terjadi karena penyaluran beberapa jenis dana transfer ke daerah mensyaratkan re ko m e n d a s i p e ny a l u r a n d a r i kementerian terkait atau laporan yang
valid dari pemerintah daerah sesuai dengan peraturan menteri keuangan. Seringkali pemerintah daerah terlambat dalam menyampaikan laporan atau keliru dalam menyusun laporan sehingga DJPK tidak dapat menyalurkan sesuai jadwal. Selain itu keterlambatan penerbitan j u k n i s p e n g g u n a a n DA K d a r i kementerian terkait memengaruhi ketepatan waktu penyerapan oleh pemda. Hal ini menyebabkan pemda tidak dapat menyerap anggaran DAK secara optimal. Upaya apa yang dilakukan oleh Ke m e n t e r i a n Ke u a n g a n d a l a m menyelesaikan permasalahan tersebut? DJPK secara konsisten mengkomunikasikan baik melalui surat dan komunikasi secara langsung kepada Pemda yang masih belum menyampaikan laporan yang dibutuhkan. Upaya ini dilakukan agar penyaluran dapat dilakukan sesuai jadwal. Selain itu, koordinasi dengan kementerian terkait untuk mempercepat proses penerbitan dilakukan secara intensif. Pemerintah daerah kadang ada yang
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
27
LAPORAN UTAMA
Wawancara dengan Direktur Penyusunan APBN, Purwiyanto
“Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas”
28
LAPORAN UTAMA
S
alah satu sasaran pembangunan dalam RKP 2013 adalah agar perekonomian nasional diharapkan mampu tumbuh lebih baik pada tahun 2013. Perekonomian yang tumbuh juga harus disertai dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu, pemerintah terus gencar mewacanakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dicapai harus berkualitas. Tentu timbul pertanyaan, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas seperti apa yang ingin diwujudkan oleh Pemerintah. Selain itu, peran serta dan tindakan apa yang dilakukan agar pertumbuhan tersebut tercapai. “Per tumbuhan ekonomi pada suatu sektor ekonomi s e h a r u s ny a m a m p u m e n d o ro n g perkembangan pada sektor lainnya,” begitu Direktur Penyusunan APBN, Pur wiyanto, MA mengawali pembicaraannya dengan Mujono dan Dana Hadi (photographer) dari Warta Anggaran pertengahan November 2012 yang lalu. Berikut ini petikan wawancara melengkapi Edisi Khusus 25 Warta Anggaran : Apa yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas? Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas itu berhubungan erat dengan sustainable economic growth yaitu pertumbuhan ekonomi apa yang dapat menghidupi dirinya sendiri. Artinya pertumbuhan ekonomi pada suatu sektor ekonomi akan memicu per tumbuhan atau perkembangan sektor ekonomi yang lainnya. J i k a e ko n o m i t u m b u h , n a m u n pertumbuhan tersebut didasarkan pada import yang tinggi, maka bisa dikatakan per tumbuhan tersebut kurang berkualitas. Karena per tumbuhan tersebut sangat bergantung pada negara lain. Secara umum, ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas, yaitu (a) mampu membuka lapangan kerja serta bisa menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan, (b) bersifat inklusif dan berdimensi
pemerataan; serta (c) strukturnya harus ditopang secara proporsional oleh berbagai sektor pendukungnya, baik dari pendekatan permintaan agregat maupun penawaran agregat. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2013 telah mengamanatkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dicapai melalui kegiatan ekonomi yang banyak menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran/kemiskinan. Sejauh mana peran Pemerintah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas? Sebenarnya yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya pemerintah. Sektor swasta dan rumah tangga juga berperan penting. Lihat saja pada rumus GDP untuk menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dimana Y = C + I + G + (x-m). Peran pemerintah (G) berupa seberapa besar pengeluaran pemerintah yang tercermin pada alokasi belanja di APBN. Semakin besar pengeluaran pemerintah maka semakin besar pula peran pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Peran tersebut sering pula dinyatakan oleh berapa besar ratio pengeluaran pemerintah terhadap GDP. Namun sesungguhnya peran pemerintah tidak hanya terletak pada besarnya alokasi belanja dalam APBN. Tapi juga dengan meng gulirkan kebijakankebijakan berupa peraturan yang dapat menciptakan iklim investasi yang sehat, sehingga ada dana segar yang masuk ke dalam negeri. Tak kalah penting adalah jaminan kepastian hukum serta stabilitas keamanan. Misal, demo buruh atau sweeping yang terus menerus terjadi akan menyebabkan ancaman investor akan merelokasi investasinya ke negara lain yang lebih aman atau murah tenaga kerjanya. Disamping itu, pemberian intensif pajak sebagai aspek pemicu pertumbuhan ekonomi maupun aspek Oleh karena itu, penjabaran tema pembangunan RKP 2013 tetap dalam koridor untuk menjalankan empat jalur strategi pembangunan, yakni mendorong
pertumbuhan (pro-growth), memperluas kesempat an kerja (pro-job), menanggulangi kemiskinan (pro-poor), serta merespon persoalan-persoalan perubahan iklim (pro-environment). Oleh karena itu, sasaran utama pembangunan nasional 2010-2014 yang akan dicapai pada tahun 2013 dalam kerangka peningkatan kesejahteraan rakyat, adalah tercapainya pertumbuhan ekonomi pada kisaran 6,8—7,2 persen, menurunnya pengangguran terbuka menjadi 5,8—6,1 persen, dan menurunnya tingkat kemiskinan menjadi 9,5—10,5 persen. Perekonomian yang tumbuh berkualitas diharapkan mampu memberikan ruang yang lebih besar bagi terciptanya perluasan kesempatan kerja dan menurunnya tingkat kemiskinan, sehingga makin banyak keluarga Indonesia yang dapat menikmati hasil-hasil pembangunan. Terkait dengan penciptaan kesempatan kerja, kinerja perekonomian domestik yang cukup baik selama ini telah mampu memberikan dampak positif bagi perluasan kesempatan kerja dan penurunan tingkat pengangguran. Selama periode 2007 hingga Februari 2012, terjadi peningkatan jumlah penduduk usia produktif sebesar 9,5 persen, yang diiringi peningkatan jumlah penduduk yang bekerja dari 99,93 juta jiwa menjadi 112,8 juta jiwa atau telah tercipta peningkatan kesempatan kerja sebesar 12,9 persen. Dengan perkembangan tersebut, telah terjadi penurunan tingkat pengangguran dari 9,11 persen pada tahun 2007 menjadi 6,32 persen pada Februari 2012. Membaiknya perekonomian domestik yang disertai dengan penurunan tingkat pengangguran pada tahun 2007-2011 juga berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan di tanah air, hingga pada September 2011 menjadi 12,36 persen, atau telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 130 ribu jiwa dibandingkan bulan Maret 2011. Apa parameter pencapaian APBN 2013 dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi tersebut? Paremeternya yang paling mudah d i i d e n t i f i k a s i ad a l a h b i l a y a n g
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
29
LAPORAN UTAMA
per tumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
foto: dok. pribadi
ditargetkan/diharapkan dapat tercapai. Tentu dengan syarat faktor-faktor internal bersifat stabil/given atau asumsiasumsi yang ditetapkan tidak berubah. Namun, kesuksesan dapat juga dapat dilihat bila pemerint ah mampu menjaga/mengendalikan perekonomian atau meminimalisir penurunan pertumbuhan ekonomi jika terjadi krisis global. Maksudnya, bila pertumbuhan ekonomi itu turun yang disebabkan oleh krisis global (misal harga minyak dunia naik) apakah bisa dikatakan pemerintah gagal ? Jadi harus dilihat secara komprehensif tidak bisa parsial. Maka, jika ada yang berpendapat bahwa peran pemerintah itu dikaitkan atau dihubungkan pada hasil akhir, menurut saya itu kurang pas. Karena sebetulnya peran pemerintah itu pada kebijakan yang dibuat. Dalam konteks kita, pemerintah telah mentargetkan penurunan kemiskinan menjadi sebesar 9,5% s.d 10,5%. Dan setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1 % ditargetkan dapat menyerap sekitar 450.000 tenaga kerja, dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,8% s.d 6,1%. Apa strategi yang akan dilakukan untuk
30
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
mewujudkan pencapaian tersebut? Strategi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas telah dituangkan dalam RKP 2013. Berbicara strategi maka erat kaitannya dengan tantangan yang kita dihadapi. Sebagaimana tertuang dalam RKP 2013 beberapa tantangan yang kita hadapi meliputi mendorong percepatan per tumbunan ekonomi, menjaga stabilitas ekonomi dan mempercepat pengurang an peng ang guran dan kemiskinaan. Peningkatan iklim investasi dan usaha, percepatan pembangunan infrastruktur (national connetivity), penciptaan kesempatan kerja khususnya tenaga kerja muda, peningkatan ketahanan pangan melalui pencapaian surplus beras 10 juta ton, pembangunan Minimum Essential Force merupakan sebagian strategi yang dicanangkan pemerintah dalam menghadapi tantangan diatas. D i s a m p i n g i t u , d e n g a n ko n d i s i perekonomian global yang masih diselimuti ketidakpastian maka penguatan ekonomi domestik menjadi kunci agar perekonomian dapat tumbuh kondusif. Untuk menunjang perekonomian domestik tersebut diperlukan kebijakan fiskal yang mampu mendorong
LAPORAN UTAMA
te r b u k t i d e n g a n d i te t ap k a n ny a penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu perioritas nasional. Dalam upaya mewujudkannya maka Pemerintah menetapkan arah kebijakan untuk mendukung penurunan tingkat kemiskinan pada tahun 2013, yaitu: (1) mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan padat karya (pro-growth & pro-job), khususnya pertumbuhan sektor-sektor usaha yang melibatkan orang miskin pro-poor; (2) menjaga kestabilan produksi dan ketersediaan stok bahan pangan; (3) meningka tkan keberdayaan dan ke m a n d i r i a n m a s y a r a k a t u n t u k berpartisipasi aktif dalam memperkuat pembangunan yang inklusif dan berkeadilan; (4) meningkatkan efektifitas pelaksanaan program-program prorakyat; serta (5) meningkatkan kualitas pelayanan jaminan sosial khususnya jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan kelompok rentan. Untuk melaksanakan arah kebijakan tersebut, upaya penang gulangan kemiskinan difokuskan pada lima hal, yaitu: (1) peningkatan dan penyempurnaan kualitas kebijakan perlindungan sosial berbasis keluarga; (2) penyempurnaan dan peningkatan efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri; (3) peningkatan akses usaha mikro dan kecil kepada sumber daya produktif; (4) peningkatan dan perluasan programp ro g r a m p ro - r a k y a t ; s e r t a ( 5 ) peningkatan sinkronisasi dan efektivitas koordinasi penanggulangan kemiskinan serta harmonisasi antar pelaku. Akhir-akhir ini santer diwacanakan bahwa peningkatan belanja modal merupakan kunci dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, apakah itu benar? Kira-kira apa argumentasinya? Dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang terus tumbuh dengan cepat maka salah satu peran utama Pemerintah adalah menetapkan belanja negara yang tepat agar berdampak luas dan berkelanjut an terhadap perekonomian nasional. Oleh sebab itu, dalam beberapa t ahun terakhir Pemerintah berusaha meningkatkan komponen belanja yang mempunyai
dampak multiplier yang lebih besar dan berkelanjutan. Belanja modal merupakan komponen belanja utama yang memiliki dampak multiplier besar dan berkelanjutan. Hal ini karena belanja modal itu sifatnya pengeluaran untuk pembayaran perolehan aset dan/atau menambah nilai aset tetap/aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap/aset lainnya yang ditetapkan Pemerintah. Namun demikian, upaya peningkatan belanja modal tersebut terkendala oleh sempitnya ruang fiskal akibat besarnya porsi pengeluaran wajib. Sehingga ruang bagi pemerintah untuk bermanuver relatif sempit. Oleh sebab itu, pemerintah mengupayakan untuk lebih menambah proporsi belanja yang produktif dan mengurangi belanja yang kurang produktif. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan proporsi belanja modal terhadap belanja pemerintah pusat yang terus mengalami kenaikan. Dari 12,7 persen pada tahun 2007 dan menjadi 17,0 persen pada tahun 2013. Di samping itu, di luar alokasi anggaran belanja modal sebesar Rp193,8 triliun tersebut pada tahun 2013, pemerintah masih mengalokasikan anggaran cadangan untuk: (1) anggaran infras truk tur untuk peningkat an pembangunan infrastruktur dan energi; (2) pemetaan dan pembangunan shelter di daerah rawan bencana; dan (3) penyelesaian pembangunan perumahan warga baru di Nusa Tenggara Timur. Anggaran cadangan tersebut berpotensi meningkatkan alokasi anggaran belanja modal. Tentu banyak tantangan yang harus d i h a d a p a i d a l a m m e w u j u d ka n pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Tantangan apa saja yang harus dihadapi baik yang berasala dari perekonomian global maupun domestik? Tantangan itu tidak hanya berasal dari dalam, tapi juga dari pihak ekstern seperti gejolak ekonomi global. Khusus untuk tantangan yang diakibatkan gejolak
ekonomi global maka dapat kita sikapi dengan kebijakan pengetatan import terhadap produk-produk yang bisa dibuat didalam negeri. Untuk tantangan dari dalam, maka dibutuhkan perubahan atau penyamaan persepsi antara pemerintah dan para pelaku ekonomi. Sehingga permasalahan yang terjadi dibidang ekonomi dapat identifikasi secara tepat. Agar penentuan prioritas pembangunan juga dapat tepat sesuai permasalahan yang terjadi. Di tahun 2013, proses pemulihan ekonomi dunia memang menghadapi berbagai tantangan yang juga dapat memberikan pengaruh terhadap kondisi perekonomian domestik sehingga perlu diwaspadai dan diantisipasi dampaknya. Krisis utang yang masih dialami oleh beberapa negara di Eropa diperkirakan masih akan berlanjut. Krisis utang tersebut berdampak pada aktivitas ekonomi di wilayah Eropa, termasuk kegiatan industri manufaktur, investasi maupun arus modal. Sementara itu, Amerika Serikat (AS) pada awal 2013 harus dapat memenuhi komitmennya untuk memangkas anggaran belanja dan menaikkan target pajak (fiscal cliff). Hal lain yang patut diwaspadai adalah risiko perlambatan ekonomi Cina sebagai partner dagang utama Indonesia. Mengingat negara-negara kawasan Eropa dan negara maju merupakan tujuan ekspor utama negara-negara berkembang, maka pelemahan ekonomi yang terjadi menyebabkan penurunan permintaan ekspor atas berbagai produk dari negara-negara berkembang. Hal tersebut pada gilirannya menjadi beban baru bagi perekonomian negara berkembang, khususnya yang memiliki eksposur perdagangan internasional tinggi terhadap kawasan Eropa dan negara maju seperti Cina, India, Singapura, dan Indonesia. Khusus untuk Indonesia, perlambatan ekspor dan impor mulai terdeteksi sejak akhir tahun 2011. Pada Oktober 2011 misalnya, kinerja ekspor dan impor hanya tumbuh masing-masing 17,8 persen dan 28,2 persen, atau jauh lebih rendah bila
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
31
LAPORAN UTAMA
dibandingkan dengan kinerja bulan sebelumnya yang masih meningkat 44 persen dan 57,1 persen. Perlambatan kinerja ekspor impor tersebut patut diwaspadai karena menjadi distimulan dalam pertumbuhan ekonomi dan diperkirakan terus berlanjut hingga akhir tahun 2012. Apa tindakan yang dilakukan untuk menghadapi kondisi tersebut? Meski dihantui ekonomi global yang masih bergelok khususnya di negaranegara Eropa, Pemerintah tetap optimis dalam menetapkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 6,8 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut diperkirakan akan didorong terutama oleh investasi langsung, konsumsi masyarakat, dan belanja pemerintah. Meskipun demikian, Pemerintah tetap berupaya semaksimal mungkin melakukan segala langkah terbaik agar realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2013 bisa lebih tinggi dari asumsi tersebut, bahkan dapat mencapai di atas 7,0 persen. Untuk mencapainya, Pemerintah akan menjalankan kebijakan jangka pendek, menengah, maupun panjang. Namun, tetap bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk mendukung upaya tersebut, berbagai program dan kegiatan di tahun 2013 disusun dengan mempertimbangkan berbagai hal, seperti: (1) keterkaitan antarwilayah dari segi sosial, ekonomi, budaya, dan politik sebagai perwujudan wawasan nusantara dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; (2) kinerja pembangunan dan isu strategis di setiap wilayah; (3) tujuan dan sasaran pembangunan setiap wilayah sesuai dengan tujuan dan sasaran RPJPN 2005–2025 dan RPJMN 2010–2014; (4) rencana tata ruang wilayah pulau dan pola pemanfaatan ruang yang optimal; (5) pelaksanaan MP3EI; dan (6) pelaksanaan program percepatan pengurangan kemiskinan, yang meliputi (a) program bantuan sosial berbasis keluarga (klaster 1), (b) program pemberdayaan masyarakat (klaster 2), (c) program pemberdayaan usaha kecil dan mikro (klaster 3), dan (d) program pro rakyat
32
(klaster 4).
Perumahan Medang Lestari, Tangerang - Banten
Terakhir, good governance masih menjadi sorotan utama dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan. Apakah tindakan yang dilakukan untuk mewujudkan tata kelola yang baik, sehingga Pemerintah dapat berkontribusi penuh dalam mew u j ud ka n p e r t u m b u ha n ya ng berkualitas? Sebagaimana telah saya jelaskan diatas, bahwa penentuan kegiatan prioritas pembangunan harus didukung oleh tata kelola pemerintah yang baik. Disamping itu, masyarakat juga harus mengawalnya yaitu dalam bentuk memberikan pengawasan secara tidak langsung agar tidak terjadi penyimpangan. Dan untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik, pemerintah telah menet apkan arah kebijakan pembangunan reformasi birokrasi dan tata kelola yang baik pada 2013. Yang meliputi (1) Penataan kelembagaan birokrasi pemerintah berdasarkan tusi instansi pemerintah, peningkatan kualitas reformasi birokrasi, perbaikan tata laksana, pengembangan manajemen SDM, dan peningkatan kinerja; (2) Penataan otonomi daerah melalui percepatan penerapan 15 SPM di daerah untuk mendukung pengelolaan desentralisasi yang lebih baik, dan peningkat an kapasit as keuang an pemerintah daerah di seluruh p ro v i n s i / k a b u p a t e n / ko t a d a l a m mendukung penerapan SPM; (3) Percepatan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah; (4) Penetapan dan penerapan sistem indikator kinerja utama pelayanan publik; dan (5) Peningkatan integrasi dan integritas penerapan dan penegakan hukum. (masjon) BIODATA Nama : Purwiyanto, MA Lahir : Temanggung, 25 Mei 1963 Jabatan : Direktur Penyusunan APBN, Ditjen Anggaran Isteri : Setyowati Anak : Anindito Prabowo dan Amalia Wijayanti Alamat : Jl. Alam Kencana B III/ F-11,
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 foto: dok. pribadi
Perbandingan APBN 2013 vs APBN-P 2012
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
33
Realisasi APBN 2011-2012
34
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
LAPORAN UTAMA
ASUMSI MAKRO EKONOMI APBN 2013 Oleh: Mujono Basuki *
ilustrasi: Sv
ilen Milev
“Komponen dalam postur APBN seperti pendapatan, belanja, surplus/deficit, dan pembiayaan anggaran sangat tergantung pada besaran asumsi ekonomi makro yang ditetapkan. Asumsi makro ini juga menjadi panduan dalam penentuan kebijakan fiskal untuk tahun anggaran yang direncanakan.”
S
elambat-lambatnya pertengahan Mei tahun berjalan, pemerintah wajib menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) tahun anggaran berikutnya kepada DPR, begitu amanat UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Kewajiban tersebut dipertegas lagi melalui UU 27 tahun 2009 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD). Penyampaian KEM dan PPKF ini menandai dimulainya serangkaian kegiatan, biasa disebut siklus anggaran untuk tahun yang akan direncanakan. KEM dan PPKF adalah gambaran dari suatu kondisi ekonomi makro yang akan dihadapi pemerintah di tahun anggaran yang akan datang. Di dalamnya terdapat asumsi ekonomi makro dan arah kebijakan fiskal yang akan diambil. Gunanya sebagai panduan Pemerintah untuk merespon dinamika p e re ko n o m i a n ( g l o b a l m a u p u n d o m e s t i k ) , m e n j aw a b b e r b a g a i tantangan, dan menyusun langkah strategis untuk mencapai target program kerja, sebagaiamana ada dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah.
Selain memenuhi amanat UU 17 tahun 2003 dan UU 27 tahun 2009, sejatinya besaran asumsi ekonomi makro mempunyai peran penting dalam menentukan besaran angka-angka APBN. Bila terjadi perubahan asumsi makro yang sangat signifikan, pemerintah mengajukan RUU perubahan APBN ke DPR. Perubahan yang sangat siginifikan itu meliputi perkiraan penurunan pertumbuhan ekonomi minimal sebesar 1% dari asumsi semula, dan atau terjadi devisiasi asumsi makro ekonomi lainnya, minimal sebesar 10% dari asumsi yang telah ditetapkan. Ada 6 asumsi ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar perhitungan postur RAPBN selama ini. Asumsi ekonomi makro itu meliputi (1) pertumbuhan ekonomi, (2) inflasi, (3) nilai tukar Rupiah terhadap dolar US, (4) suku bunga SPN 3 bulan, (5) harga minyak mentah Indonesia (Indonesia’s Crude Price/ICP) dan (6) lifting minyak bumi. Mulai tahun 2013, ada satu asumsi baru sebagai tambahan, yaitu asumsi lifting gas bumi. Penyebab penambahan asumsi baru ini berkaitan dengan
kandungan minyak bumi yang semakin lama persediannya semakin menipis dari perut bumi. Disamping itu, asumsi baru ini juga untuk dapat menggambarkan secara transparan berapa pendapatan negara yang dapat diperoleh dari sumber daya alam. Keberadaan angka-angka dalam asumsi makro pada dasarnya hanya merupakan ancar-ancar angka dan bukan merupakan angka target yang harus dicapai. Meskipun demikian, besaran angka yang ditetapkan dalam asumsi ekonomi makro memiliki kedudukan penting bagi pemerintah untuk mensikapi kondisi perekonomian global dan domestik dan menentukan postur APBN. Karena, besaran angka asumsi makro menjadi basis dalam perhitung an untuk memperkirakan besaran pendapatan, belanja, defisit/surplus, dan pembiayaan anggaran dalam APBN untuk tiga tahun dari tahun yang direncanakan. Besaran angka asumsi makro juga menjadi pedoman pemerintah untuk menentukan arah dan kebijakan fiscal: besaran defisit anggaran, ratio utang terhadap PDB, besaran tax ratio,
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
35
LAPORAN UTAMA
pendapatan negara, dan pemberian subsidi. Untuk diketahui, perumusan asumsi ekonomi makro tersebut melibatkan berbagai pihak sebagai pemangku kepentingan. Beberapa instansi yang terlibat dalam perumusan asumsi dasar ekonomi makro meliputi Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian ESDM, BP Migas, Badan Pusat Statistik, dan Bank Indonesia selaku pemegang otoritas moneter. Asumsi Makro 2013 Arah KEM dan PPKF 2013 sejalan dengan tema pembangunan nasional 2013 yaitu “Memperkuat Perekonomian Domestik bagi Peningkat an dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat”. Tema ini menggarisbawahi pada pentingnya penguatan daya saing perekonomian domestik untuk mendukung pencapaian kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Deng an memperhatikan kondisi perekonomian global maupun domestik yang dihadapi dan proyeksi ekonomi setahun kedepan, pemerintah telah menetapkan asumsi ekonomi makro 2013: (a) Pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8%; (b) Inflasi sebesar 4,9%; (c) Nilai
36
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
tukar rupiah sebesar Rp9.300/US$; (d) Suku bunga SPN rata-rata 3 Bulan sebesar 5,0%; (e) Harga minyak mentah Indonesia/ICP sebesar US$100/barel; (f) Lifting minyak sebesar 900 ribu barel/hari; dan (g) Lifting gas akan berada pada kisaran 1.360 mbod. Besaran angka pertumbuhan ekonomi mempunyai dampak secara langsung terhadap proyeksi penerimaan perpajakan. Penurunan pertumbuhan ekonomi (dibanding asumsi semula) akan menyebabkan penurunan penerimaan perpajakan, demikian sebaliknya. Dampaknya, akan ada penurunan dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana otonomi khusus. Dampak lainnya adalah penyesuian atas alokasi anggaran pendidikan, karena adanya penurunan pendapatan negara. Pada akhirnya, penurunan pertumbuhan ekonomi bermuara pada peningkatan defisit APBN. Dalam hal kebijakan fiskal, pemerintah menetapkan tema arah kebijakan fiskal 2013 yaitu “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan melalui Upaya Penyehatan Fiskal”. Hal tersebut menekankan akan pentingnya kondisi fiskal yang sehat. Suatu kondisi yang sangat diperlukan untuk mendorong terjaganya pertumbuhan ekonomi yang
b e r ke l a n j u t a n u n t u k m e n c a p a i kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
PERISTIWA
foto: dok. pribadi
PENGEMBANGAN STANDAR BIAYA UNTUK PENINGKATAN PERAN DJA LEBIH STRATEGIS Jakarta, 2/8/2012 Pasca diterbitkannya tiga paket undangundang pengelolaan keuangan negara, dari tahun ke tahun Sistem Penganggaran terus disempurnakan sejalan dengan reformasi pengelolaan keuangan negara. Namun, setelah hampir 10 tahun sejak reformasi penganggaran digulirkan, Penganggaran Berbasis Kinerja belum dapat berjalan optimal sebagaimana yang diharapkan. Standar Biaya sebagai salah satu pilar dalam penganggaran berbasis kinerja - selain instrument kinerja dan evaluasi kinerja - memegang peranan yang penting. Oleh karena itu, pengembangan standar biaya sangat menentukan kualitas perencanaan penganggaran di masa mendatang. Demikian sambutan awal Dirjen Anggaran yang dibacakan Sekretaris Ditjen, Ari Wahyuni, pada acara workshop Pengembangan Standar Biaya Untuk Peningkatan Peran Ditjen Anggaran Lebih Strategis di Hotel Lumire
Jakarta, Selasa (2/8). Meski berlangsung dalam suasana puasa, workshop yang dihadiri oleh lebih kurang 125 pegawai dari perwakilan DJA, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu, Biro Perencanaan dan Keuangan Kemenkeu, Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Perimbangan Keuangan, BPPK yang berlangsung selama 1 hari dapat berjalan dengan lancar. Peserta mengikuti dengan antusias penjelasan mengenai kebijakan perencanaan penganggaran di masa datang yang disampaikan oleh Langgeng Suwito selaku Kasubdit Standar Biaya DJA, dan perwakilan dari Bank Dunia, Mark Eugene Ahern serta Graeme Page dari AUSAID/AIPEG. Lebih lanjut Dirjen Anggaran mengatakan bahwa selama ini proses penelaahan RKAKL yang dilakukan sangat detail dan bersifat input. Hal ini menyebabkan pegawai/pejabat DJA berhadapan dengan resiko hukum atas berbagai penyimpangan anggaran yang terjadi di K/L. Disisi lain dengan keterbatasan waktu penelaahan yang
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
37
PERISTIWA
foto: dok. pribadi
tersedia berpengaruh pada kualitas perencanaan penganggaran. Untuk itu diperlukan adanya perubahan peran pegawai DJA dari budget administrator menjadi budget analyst. Dengan perubahan peran tersebut maka diharapkan kualitas perencanaan penganggaran akan semakin meningkat dan para pegawai DJA akan terhindar dari risiko hukum atas perannya tersebut yang seharusnya tidak terjadi. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan meningkatkan peran standar biaya - khususnya Standar Biaya Keluaran (SBK). Sesuai paradigma anggaran berbasis kinerja dimana SBK tidak hanya dipakai sebagai alat penelaahan RKAKL saja, namun SBK juga dipakai pada saat trilateral meeting dan review baseline dengan merujuk pada konsep Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Selain itu, optimalisasi peran SBK diharapkan juga akan digunakan pada saat exercise pagu (indikatif maupun
38
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
anggaran) sehingga target kinerja yang akan dilaksanakan oleh K/L dapat dinilai kewajarannya berdasar atas tingkat efesiensi SBK merujuk hasil monev keluaran output berkenaan. Disamping standar biaya, maka seiring dengan penerapan KPJM , nantinya akan diperkenalkan instrumen efesiensi alokasi yaitu Costing Methodology dan Indeksasi Parameter. Dengan kedua alat tersebut diharapkan proses penelaahan di DJA dapat disederhanakan dan berbagai risiko hukum yang timbul sebagai akibat dari proses penelaahan RKAKL dapat diminimalisir. Butuh keseriusan dan dukungan dari berbagai pihak yang terkait untuk mewujudkan semua harapan tersebut diatas. Dan yang tak kalah penting adalah perlu adanya perubahan mindset dari seluruh pihak terkait guna meningkatkan kualitas penelaahan RKAKL. (masjon)
PERISTIWA
foto: dok. pribadi
ALOKASI ANGGARAN 2013 DAN INTEGRASI RKAKL DIPA Jakarta, 23/10/2012
P
roses penyusunan Rancangan APBN 2013 telah memasuki tahap akhir yang ditandai dengan pengesahan RUU APBN 2013 oleh Pemerintah dan DPR tanggal 23 Oktober 2012. Untuk mensosialisasikan a l o k a s i a n g g a r a n 2 0 1 3 ke p ad a Kementerian Lembaga (K/L), bertempat di auditorium Dhanapala Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) mengumpulkan seluruh K/L dalam acara sosialisasi Alokasi Anggaran dan Integrasi Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-KL) dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2013 . Acara sosialisasi dihadiri oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebagai Keynote Speaker, Direktur Jenderal Anggaran, dan perwakilan seluruh K/L. Menteri Keuangan menilai bahwa acara sosialisasi yang diselenggarakan DJA merupakan hal yang strategis dalam tahapan siklus penganggaran yaitu tahap
penetapan alokasi anggaran dan penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran. Menteri Keuangan meminta kepada seluruh K/L untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan anggaran tahun 2013. Menteri Keuangan menekankan beberapa hal yang harus dibatasi dalam pelaksanaan APBN 2013 yaitu kegia t an pejalanan dinas, pembentukan tim yang mensyaratkan honor, pelaksanaan rapat dinas, rapat kerja, seminar, pengadaan kendaraan dinas dan pembangunan gedung baru. Hal lain yang disampaikan Menteri Keuangan adalah tentang pengalihan kewenangan pengesahan DIPA dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan kepada Direktorat Jenderal Anggaran. Maksud dari pengalihan ini adalah untuk menyederhanakan proses pengurusan R K A - K L d a n D I PA s e h i n g g a memudahkan stakeholders dalam pengurusan RKA-KL dan DIPA nya. Dengan adanya integrasi RKA-KL dan DIPA diharapkan dapat menghemat waktu dan biaya pengurusan kedua
dokumen tersebut. Terakhir Menteri Keuangan memberi arahan mengenai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Menteri mengharapkan agar APIP dapat berperan secara aktif dalam penghitungan dan penentuan target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang direncanakan. Dalam pelaksanaannya APIP diharapkan dapat melakukan pengawasan secara intens terkait pemungutan, penyetoran, dan penggunaan atas PNBP yang dihasilkan. Menurut Menteri Keuangan hal ini penting dilakukan mengingat Badan Pemeriksa Keuangan masih menemukan berbagai permasalahan pengelolaan PNBP K/L. Mendukung penjelasan Menteri Keuangan, Dirjen Anggaran Herry Purnomo menyampaikan berbagai kebijakan terkait alokasi anggaran tahun 2013. Sesi kedua acara sosialisasi diisi dengan pemaparan mengenai penyelesaian DIPA 2013 oleh Direktur Sistem Penganggaran Rakhmat. (RA)
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
39
PERISTIWA
PERSIAPAN PENGALIHAN PENGESAHAN DIPA KE DJA Yogyakarta, 12/10/2012
L
angkah sinergis antara Ditjen Perbendaharaan (DJPB) dan Ditjen Anggaran (DJA) semakin digalakkan. Terlebih terkait rencana pengalihan pengesahan DIPA dari DJPB ke DJA.mulai tahun anggaran 2013. Bagian terpenting dalam proses pengalihan tersebut adalah penyesuaian proses bisnis (alur kerja) penyelesaian dokumen pelaksanaan anggaran, yang semula berada pada 2 unit eselon I (DJA dan DJPB) menjadi satu kesatuan proses bisnis di DJA. Beberapa pertimbangan pengalihan fungsi tersebut antara lain adalah p e nye d e r h a n a a n p ro s e s b i s n i s , peningkatan kualitas layanan serta perubahan fokus peran DJPB. DJPB akan semakin fokus menjalankan peran dalam melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara yang meliputi treasury/cash management, budget execution dan spending review. Tidak kalah penting dalam proses pengalihan tersebut adalah adanya sistem teknologi yang handal dan terintegrasi yang dinamakan SPAN (Sis tem Perbendaharaan dan Anggaran Negara). Secara menyeluruh, nilai tambah yang diharapkan dari pengalihan fungsi ini antara lain adalah: Adanya efisiensi biaya (cost effective), Peningkatan kualitas layanan (better quality of service), Percepatan waktu layanan (quick service time).
40
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
foto: dok. pribadi
Pengalihan fungsi ini menyebabkan beberapa perubahan/penyesuian proses bisnis dan penyesuaian aplikasi. Perubahan/penyesuaian proses bisnis yang terjadi di DJA meliputi proses penerimaan RKA-KL, mekanisme penelaahan, penerbitan Dokumen Hasil Penelaahan (DHP) RKA-KL serta diperkenalkannya istilah DIPA Induk dan DIPA Petikan. Di DJPB terjadi penyesuaian proses bisnis di Kantor Wilayah dan KPPN serta satuan kerja Kementerian/Lembaga. Dari sisi penggunaan sistem aplikasi, DJA akan mengembangkan Aplikasi RKAKLDIPA 2013 Satker, Aplikasi SP-DIPA dan Aplikasi RKAKL-DIPA secara Online. Sedangkan DJPB akan melakukan penyesuaian terhadap Aplikasi SP2D pada KPPN, Aplikasi SPM pada Satker dan Aplikasi Revisi DIPA Internal Kanwil. Salah satu tahap yang harus dilalui dalam pengalihan pengesahan DIPA tersebut adalah langkah uji coba. Untuk itu, hari Jum'at (12 Oktober 2012) yang lalu bertempat di Kantor Wilayah DJPB Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah dilakukan ujicoba atas proses penerimaan RKA-KL dan mekanisme penelaahan. Pada tahun 2013 kedua proses tersebut akan menggunakan sarana teknologi
informasi. Uji coba tersebut dimaksudkan juga untuk melihat keterkaitan alur data yang diterima DJPB sebagai lanjutan dari pengesahan DIPA yang telah dilaksanakan DJA. Kegiatan uji coba dihadiri oleh Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Staff Khusus Menteri Keuangan Bidang TI, Tenaga Pengkaji Bidang Perbendaharaan, beberapa pejabat eselon II dan III serta perwakilan dari DJA dan DJPB yang terlibat dalam proses pengalihan DIPA. Ujicoba berlangsung sangat lancar. Peserta memberikan masukan serta tanggapan sebagai bahan perbaikan sebelum sistem digunakan sepenuhnya pada bulan November nanti. Kegiatan uji coba tersebut merupakan salah satu langkah awal yang ditempuh DJA untuk mempersiapkan proses pengalihan DIPA. Selanjutnya, kegiatan sosialisasi dan pelatihan, baik untuk para pegawai DJA, DJPB dan kementerian/lembaga akan segera dilaksanakan. Semua langkah tersebut dimaksudkan untuk lebih menunjang keberhasilan proses pengalihan DIPA. (masjon)
PERISTIWA
foto: dok. pribadi
Sosialisasi Penyelesaian DIPA 2013 Jakarta, 15/10/2012
P
lingkungan Kementerian Keuangan terkait dengan pemisahan fungsi perencanaan anggaran dan fungsi pelaksanaan anggaran. Kini, para Pengguna Anggaran (PA) cukup dilayani oleh DJA mulai dari pengajuan RKA K/L hingga pengesahan DIPA-nya.
Mulai tahun anggaran 2013 proses penyelesaian DIPA telah beralih dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) ke DJA. Peralihan ini merupakan instruksi Menteri Keuangan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada kementerian/lembag a (K/L). Sebelumnya,sejak t ahun 2005, persetujuan pengajuan Rencana Kerja Anggaran (RKA) K/L dilayani oleh DJA dan penyelesaian DIPA-nya dilaksanakan oleh DJPB. Pemisahan pelayanan ini sebagai konsekuensi dari reorganisasi di
Acara sosialisasi dibuka oleh Rakhmat, Direktur Sistem Penganggaran mewakili Dirjen Angaran. Dalam sambutannya D i re k t u r S i s t e m Pe n g a n g g a r a n mengatakan bahwa sesungguhnya pengesahan RKAKL itu merupakan 'ruh' nya DIPA atau sesuatu hal yang sangat penting dari pengesahan/ penerbitan DIPA. Sebagai 'ruh' tentu tidak bisa dipisahkan dengan jasadnya. Oleh karenanya, instruksi Menteri Keuangan mengenai pengintegrasian antara proses bisnis pengesahan RKAKL dengan pengesahan DIPA merupakan langkah yang tepat guna peningkatan kualitas pelayanan kepada K/L. Salah satu manfaatnya adalah adanya optimalisasi waktu dalam pengesahan DIPA. Sehingga untuk proses pengesahan DIPA K/L tidak lagi menempuh dua jalur birokrasi unit eselon I yaitu pengesahan RKAKL dengan DJA dan pengesahan DIPA dengan DJPB.
“
rofesionalisme Ditjen Anggaran Menuju Anggaran yang Berkualitas”. Demikian bunyi tema utama sosialisasi penyelesaian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2013. Sosialisasi berlangsung di Gedung Dhanapala hari Senin, 15 Oktober 2013 dan dihadiri oleh seluruh pegawai dan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Ini merupakan sosialisasi DIPA yang pertama kali diselenggarakan oleh DJA dan diikuti oleh seluruh pegawai di lingkungan DJA.
Dengan pelayanan birokrasi satu atap (di DJA) diharapkan akan tercipta efisiensi biaya/waktu, percepatan waktu layanan yang selanjutnya akan terjadi peningkatan kualitas pelayanan. Untuk menjamin keberlangsungan akuntabilitas laporan keuangan di DJPB maka format DIPA tahun 2013 tidak mengalami perubahan. Namun demikian, dari segi wujudnya DIPA tahun 2013 mengalami penyesuaian. Karena pada tahun anggaran 2013, DIPA akan terdiri atas DIPA Induk dan DIPA Petikan. DIPA Induk merupakan akumulasi/rangkuman dari DIPA milik satuan kerja (satker) yang disusun oleh PA untuk satu unit eselon I. N a n t i n y a D I PA I n d u k a k a n d i t a n d a t a n g a n i o l e h S e k re t a r i s Jenderal/Sestama/Sekretaris/Pejabat eselon I sebagai penanggungjawab program dan memiliki alokasi anggaran. Di DIPA Induk inilah nantinya Dirjen Anggaran membubuhkan tanda tangan sebagai tanda pengesahan atas dokumen DIPA . Pada DIPA Petikan yang diperuntukan bagi satker tidak diperlukan tanda tangan basah. Namun keabsahan DIPA Petikan tetap dapat terjamin karena melalui otomatisasi sistem, nantinya pada
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
41
PERISTIWA
setiap DIPA Petikan akan diberikan digital stamp. Pada sosialisasi ini juga disampaikan materi mengenai penyesuaian proses bisnis pengelolaan RKA K/L dan DIPA oleh Kasubdit Trasformasi Sistem Pengangaran Made Arya Wijaya dan materi sistem aplikasi RKA K/L - DIPA 2013 oleh Kasubdit Teknologi Informasi Penganggaran Gede Ginarya. Nantinya aplikasi yang dipakai oleh setiap kementerian akan meliputi aplikasi RKAKL DIPA Satker, aplikasi DIPA dan aplikasi RKAKL DIPA Online yang akan dipakai dalam kaitannya penelaahan RKAKL secara online. Terkait pengelolaan RKAKL dan DIPA di DJA, setidaknya terdapat 7 proses bisnis yang perlu disesuaikan yaitu proses penerimaan RKAKL Final, proses penelaahan (online dan tatap muka), proses penerbit an Daft ar Hasil
42
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
Penelaahan (DHP) RKAKL dan pencetakan Keppres Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (RABPP), proses pencetakan DIPA Induk, proses pengesahan DIPA Induk, proses pencetakan dan penggandaan DIPA Petikan dan proses pendistribusian DIPA Petikan. Kesemua proses bisnis tersebut perlu dipahami oleh seluruh pegawai DJA sebagai konsekwensi dari proses pengesahan DIPA oleh DJA. Secara umum pelaksanaan kegiatan sosialisasi tersebut berjalan dengan lancar dari awal hingga akhir acara. Sosialisasi ini merupakan salah satu kegiatan awal yang dilaksanakan DJA dalam mempersiapkan diri untuk melaksanakan penambahan tugas baru. Sebelumnya, hari Jum'at 12 Ok tober 2012 yang lalu telah dilaksanakan uji coba proses upload RKAKL secara online dari Kanwil DJPB Propinsi Yogyakarta. Lebih lanjut guna lebih memant apkan pemahaman
mengenai proses bisnis pengelolaan RKAKL - DIPA maka secara marathon akan dilaksanakan sosialisasi kepada seluruh K/L dan para pegawai di lingkungan DJPB. Tak terkecuali pelatihan aplikasi RKA KL - DIPA untuk seluruh pegawai di lingkungan Direktorat Anggaran I, II, III, dan Pusat Layanan DJA. Menyusul setelah itu juga akan dilaksanakan pelatihan serupa untuk para pegawai Biro Perencanaan/Keuangan di seluruh K/L. Akhirnya, seperti kepompong yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Perlu usaha dan perjuangan yang sungguh-sungguh dari seekor ulat menjadi kepompong menuju kesempurnaanya menjadi seekor kupukupu yang indah. Maka begitupun yang seharusnya dilakukan oleh seluruh pegawai dan jajaran pejabat di lingkungan DJA. Sukses selalu DJA-ku.. (masjon)
PERISTIWA
foto: dok. pribadi
PENYUSUNAN LAPORAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2012 Yogyakarta, 30-31/10/2012
B
er tempat di Aula Gedung Ke u a n g a n N e g a r a ( G K N ) Yogyakarta, Biro Perencanaan dan Ke u a n g a n S e k re t a r i a t Je n d e r a l Kementerian Keuangan mengadakan kegiatan penyusunan laporan keuangan triwulan III TA 2012. Kegiat an penyusunan laporan keuangan ini diselenggarakan pada hari Selasa dan Rabu, 30 - 31 Oktober 2012. Kegiatan Penyusunan Laporan Keuangan Triwulan III TA 2012 Kementerian Keuangan Yang Akuntabel ser ta persiapan Langkah-Langkah Akhir Tahun Anggaran 2012 menjadi tema kegiatan yang diikuti oleh perwakilan Eselon I Kementerian Keuangan khususnya . Rekonsiliasi laporan keuangan dari tiap
unit eselon I menjadi agenda kegiatan dihari pertama, sedangkan hari kedua membahas tentang Langkah-langkah akhir tahun persiapan penyusunan laporan keuangan TA 2012 serta tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2011. Untuk laporan keuangan triwulan III ini Direktorat Jenderal Anggaran tidak mengalami kendala, temuan Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan tahun 2011 telah diselesaikan sesuai dengan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan. Badan Pemeriksa Keuangan memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas hasil auditnya terhadap laporan keuang an Tahunan Kementerian Keuangan TA 2011. Hal ini menjadi trigger Kementerian Keuangan mempertahankan opini tersebut untuk laporan keuangan tahun berikutnya. (gunawan)
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
43
LAPORAN UTAMA
PERJALANAN RUU MENJADI UU APBN 2013 Oleh: Wawan Sunarjo *
APBN 2013
44
ilustrasi: Gerard79
LAPORAN UTAMA
M
emahami proses terbentuknya suatu peraturan atau undangundang akan membantu seseorang untuk mendapatkan suatu informasi yang lengkap akan ‘ruh’ dari suatu peraturan dikeluarkan. Tak terkecuali undang-undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2013, yang historinya sedikit berbeda dari UU APBN tahun sebelumnya. Pemerintah, sebagai upaya pemenuhan amanat konstitusi, wajib menyusun dan mengajukan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) beserta Nota Keuangannya kepada DPR. Pemerintah melakukan pembahasan RUU APBN bersama DPR untuk mendapa t persetujuan darinya. UU APBN merupakan instrumen negara untuk menjalankan penyelenggaraan keuangan negara, sifatnya tahunan. Inilah yang menempatkan UU APBN merupakan sebuah peraturan berbentuk undangundang yang berbeda dengan peraturan lainnya dalam bentuk yang sama sebagai undang-undang. Bedanya adalah: 1. U U A P B N s e n a n t i a s a b e r i s i perkiraan-perkiraan yang direncanakanakan diterima/ didapatdandikeluarkan/ dibelanjakan oleh Pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. 2. UU APBN tidak berisi peraturan hukum yang mengikat masyarakat, pihak yang akan terikat dengan ditetapkannya UU APBN adalah Presiden/Pemerint ah. Dengan perkataan lain, pihak yang dituju oleh UU APBN adalahPemerintah. 3. Masa berlakuhanya pada tahun anggaran berkenaan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 23 ayat (1) dan (2) UUD 1945 setelah perubahan yang menyebutkan, bahwa APBN ditetapkan setiap tahun. Sesuai konsekuensinya sebagai undangundang yang menjadi dasar hukum bagi Pemerintah untuk penyelenggaraan keuangan Negara, Pemerintah berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga proses penyusunan RUU APBN 2013 ag ar sesuai deng an mekanisme
pembentukan perundang-undangan yang ada dan sesuai dengan sifat kekhususannya. Penyusunan RAPBN 2013 mengacu pada ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Meneng ah Nasional (RPJMN) tahun 2010–2014 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2013, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2013 yang telah disepakati dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dan DPR tanggal 29 Mei 2012 s.d. 3 Juli. Selain itu, proses dan mekanisme penyiapan, penyusunan, dan pembahasan RAPBN Tahun Anggaran 2013, juga dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Saat ini, UU APBN telah ditetapkan dan disahkan. Namun untuk menuju ke proses akhir tersebut, diperlukan sebuah perjalanan proses yang tidak mudah. Berbagai hal mulai dari proses penyusunan, pembahasan, pengajuan dan penetapan menimbulkan menghadapi berbagai macam dinamika. Hal tersebut perlu untuk diketahui bersama sebagai bahan untuk evaluasi dan perbaikan dalam menjalankan proses yang sama ke depan. Langkah-langkah Penyusunan draft UU APBN 2013 melalui beberapa langkah seperti tahapan proses penyusunan RUU merujuk Pasal 43 s.d Pasal 52 UndangUndang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Ada 2 tahapan yaitu perancangan dan pengharmonisasian. Tahap perancangan RUU APBN 2013 melalui proses penyusunan yang melibatkan stakeholder terkait, baik internal Direktorat Jenderal Anggaran, antar unit eselon satu Kementerian Keuangan, maupun dengan kementerian terkait. Selanjutnya adalah proses perancangan dengan Kementerian Hukum dan HAM. Tahap pengharmonisasian RUU APBN
TA 2013 melalui proses penelaahan konsep legal drafting yang baik sesuai dengan kaidah menurut UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Pera turan Perundang-undang an. Penelaahan konsep RUU ini dilakukan bersama dengan stakeholder terkait yaitu Kemenkumham, Sekretariat Negara, dan Biro Hukum Kemenkeu. Untuk lebih memantapkan penyusunan RUU, Direktorat Jenderal Anggaran juga telah melakukan dengar pendapat (public hearing).Tahapan ini ditujukan untuk mendapatkan gambaran dan persepsi masyarakat terhadap rancangan UU APBN maupun kebijakan-kebijakan pengaturan pada UU APBN sebelumnya. Proses yang telahdilaksanakan adalah diskusi (focus group discussion) dengan narasumber ahli hukum Universitas Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Struktur UU APBN Adanya 2 tahap proses tersebut di atas menyebabkan RUU APBN 2013 mengalami penyesuaian struktur sesuai dengan hasil harmonisasi yang telah dilakukan. Penyesuaian struktur tersebut membagi muatan RUU APBN 2013 menjadi 3 kelompok pengaturan yaitu pasal-pasal yang bersifat alokasi, pelimpahan kewenangan, dan payung hukum/peralihan. Selain hal tersebut juga terdapat perbaikan pada bagian kosideran dan bagian dasar hukum. Bagian konsideran/menimbang berisi uraian singkat yang memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang ditempatkan secara berurut an. Bagian dasar hukum/mengingat memuat dasar hukum yang mengamanatkan UU APBN yaitu UUD 1945, UU No. 17 Tahun 2003 (undang-undang yang meng atur mekanisme penyusunan APBN), dan UU No. 27 Tahun 2009 (UU MD 3). Sedangakan undang-undang lain yang selama ini menjadi dasar hokum dihapus karena tidak memberikan amanah maupun pengaturan mekanisme penyusunan APBN, misalnya UndangUndang PerimbanganKeuangan, UndangUndang Kesehatan dan lainnya.
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
31 45
LAPORAN UTAMA
Struktur batang tubuh tersusun atas pasal-pasal yang mengatur mengenai penetapan alokasi anggaran terlebih dahulu, disusul dengan pengaturan mengenai pelimpahan kewenangan dan bagian terakhir adalah pasal-pasal yang menjadi dasar hokum pengaturan/pelaksanaan APBN. Bagian alokasi antara lain memuat pasal-pasal yang menetapkan alokasi pada tahun anggaran 2013 antara lain rencana pendapatan negara, berupa penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, dan penerimaan hibah. Selanjutnya adalah penetapan belanja negara, berupa belanja pemerint ah pusat ser t a penetapan transfer kepada Daerah. Bagian pelimpahan kewenangan antara lain memuat pasal-pasal yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah/Menteri Keuangan untuk menjalankan atau membuat sebuah kebijakan tertentu, misalkan pergeseran anggaran/revisi tanpa persetujuan DPR, pengahapusan pokok piutang untuk KUR, percepatan penyerapan pinjaman luar negeri dan lainnya. Bagian payung hukum/peralihan memua t pasal mengenai sebuah pengaturan yang akan berlaku di tahun anggaran 2014, misalkan adanya pengaturan kebijakan lindung nilai terhadap pembayaran utang luar negeri. ProsesPembahasan Setelah proses penyusunan RUU APBN
2013 di internal pemerintah selesai dilakukan, proses selanjutnya adalah Presiden mengajukan RUU APBN 2013, disertai Nota Keuangan dan dokumen pendukungnya kepada DPR. Dalam hal ini, Presiden menyampaikan Surat kepada Ketua DPR perihal RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2013 untuk dibahas dan ditetapkan oleh DPR. Surat tersebut, merupakan tanda mulainya proses pembahasan RAPBN 2013 antara Pemerintah dengan DPR (dari tanggal 13 Agustus 2012). Selanjutnya, awal proses pembahasan adalah Rapat Paripurna tanggal 16 Agustus 2012, Presiden menyampaikan pengantar/keterangan pemerintah atas RUU APBN Tahun 2013. Dilanjutkan dengan penyampaian Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap RUU APBN Tahun 2013 dalam Rapat Paripurna tanggal 29 Agutus 2012. Kemudian, penyampaian Tanggapan/Jawaban Pemerintah atas pandangan Fraksi tersebut pada tanggal 4 September 2012. Berdasarkan UU MD 3, Badan Anggaran DPR yang ber tug as melakukan p e m b a h a s a n RU U A P B N 2 0 1 3 melaksanakan rapat kerja bersama Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Ke u a n g a n , M e n te r i P P N / Ke p a l a Bappenas, ser ta Gubernur Bank Indonesia untuk Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan RUU tentang APBN TA.
2013 (4 September-22 Oktober 2012). Setiap tahunnya Panitia Kerja (Panja) dan
ilustrasi: Gerard79
46
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
LAPORAN UTAMA
Operasional Layanan Pos Universal. 2. Penet apan DAK Khususuntuk Daerah Tertinggal dan Perbatasan dengan pengaturan Dana Pendamping khusus sesuai dengan kapasitas fiscal daerah. 3. Pe m b e r i a n f l e k s i b i l i t a s b a g i Pemerintah terhadap pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPR sebagai pelimpahan kewenangan. Pada tahun anggaran 2013 telah terdapat tambahan pelimpahan yaitu pergeseran antarjenis kegiatan yang bersifat swakelola dengan prasyarat tidak mengurangi volume output untuk direalokasi ke kegiatan prioritas, mendesak, kedaruratan dan yang tidak dapat ditunda. Kriteria kegiat an ini ditet apkan oleh Pemerintah yang dirinci dalam Keppres Rincian APBN, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari UU APBN. Hal baru lain adalah pergeseran anggaran belanja untuk memenuhi kewajiban pengeluaran
yang timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), pemberian hibah kepada Pemerintah/Lembaga asing, dan pergeseran antar subbagian anggaran pada Bagian Anggaran 999 (BA BUN). 4. Kebijakan lindung nilai tukar Rupiah terhadap USD untuk kebutuhan yang terkait dengan pemenuhan kewajiban pembayaran Pinjaman Luar Negeri. *) Penulis adalah Kasubdit Daduktek Direktorat Penyusunan APBN
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
31 47
RENUNGAN
KISAH PERJALANAN SEORANG PNS Oleh : Suharno Ade
“Dan tidak AKU ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-KU...” (QS Adz Dzariyat : 56)
48
foto: Slothful One / Emma
RENUNGAN
D
emikian arti dari penggalan firman Allah swt dalam AlQuran. Jelas disini bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia semata-mata agar mereka tunduk dan patuh hanya kepada Allah swt. Dalam makna yang luas bekerja merupakan salah satu bentuk ibadah. Bekerja, selain untuk mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan hidup, semestinya juga dilaksanakan dalam kerangka beribadah. Bekerja merupakan ibadah apabila dilaksanakan dengan niat yang ikhlas, cara yang benar dan tujuannya dengan niat mencari ridha Allah. Alhamdulillah, tak terasa dalam beberapa hari ke depan masa tugas saya sebagai PNS di Ditjen Anggaran akan segera berakhir. Rasanya waktu begitu cepat berlalu. Dan tak terasa sudah 35 tahun saya mengabdi sebagai aparatur pemerintah dan abdi negara. Ada rasa kepuasan batin yang tersisa. Rasa puas yang pertama itu muncul saat diterima sebagai Calon PNS dan ditempatkan Direktorat Pembinaan Anggaran Rutin (Dit.PAR) DJA (lama) pada tahun 1977. Berikutnya adalah rasa puas saat akan mengakhiri tugas di Direktorat Anggaran III DJA (baru) bulan September 2012. Dalam perjalanan kurun waktu karier tersebut, banyak suka duka yang saya alami. Sebagai pegawai negeri yang siap ditempatkan dimana saja, maka saya pun tak luput mengalami tugas di daerah. Pengalaman bertugas di kantor pusat (Jakarta) dan di daerah (Pekalongan Medan dan Bengkulu) punya kesan tersendiri. foto: Andreas Krappweis
Enak tidaknya ditempatkan di kantor daerah, semuanya tergantung bagaimana kita mensikapinya. Yang terpenting, kita harus ikhlas dan sabar menerima keputusan mutasi tersebut. Jangan lupa untuk senantiasa bersyukur kepada Allah swt. Peliharalah dan tegakkanlah selalu shalat fardhu dan shalat sunnah. Tak lupa, senantiasa ajaklah teman-teman satu ruangan atau ditempat yang lain untuk shalat fardhu secara jamaah di masjid tepat waktu. Insya Allah semua akan berjalan dengan baik sesuai kehendakNYA. Tak kalah penting, biasakanlah sikap untuk senantiasa bersedekah/berinfaq dari penghasilan yang diterima. Itu juga wujud dari sikap bersyukur kita atas rezeki yang Allah swt berikan. Karena dari sebagian penghasilan yang kita terima ada hak milik saudara-saudara kita yang kurang mampu (baik itu security, sopir kantor, office boys maupun cleaning service). Percayalah, bahwa kita tidak akan menjadi ‘melarat’ gara-gara kebiasaan berinfaq dan percayalah bahwa Allah swt akan menggantinya dengan rezeki yang berlipat-lipat. PNS itu hanyalah sebuah status. Dimata Allah swt tidak ada bedanya antara seorang PNS, pejabat negara, tentara/polisi dengan rakyat jelata. Yang membedakan adalah amal perbuatan. Maka, beruntunglah kita bila mempunyai kebiasaan untuk meluangkan waktu untuk selalu membaca dan mentadaburi al Qur’an meski hanya satu halaman. Tak cukup puas sampai disitu, usahakan untuk dapa t mengimplement asikannya. Dengan membaca al Qur’an (apalagi bila diikuti dengan pengamalannya seharihari) niscaya hati kita akan menjadi tentram, kesulitan hidup akan teratasi dan hidup akan menjadi lebih mudah. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al Baqarah : 186 dan QS ath Thalaq : 2-3. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS Al Baqarah : 186) “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS Ath Thalaq : 23) Perjalanan Karier Hingga Pensiun Awalnya, sebagai CPNS saya mulai kerja di Subdit Koordinasi Teknis Dit. Pembinaan Anggaran Rutin (PAR) pada awal September 1977. Di sini saya mengenal lebih banyak dapur penyusunan Anggaran Belanja Rutin atau Daftar Isian Kegiatan (DIK) yang mulai diterapkan tahun 1975. Direktorat ini mempunyai kewenangan penuh dalam menyusun, menilai dan menetapkan besarnya alokasi anggaran belanja rutin yang diajukan oleh kementerian/ lembaga (Satuan 3 sebagai Lampiran Nota Keuangan) tanpa melibatkan instansi lain di luar DJA. Maka tak heran ada anggapan bahwa Direktorat PAR punya kesan ‘angker’ karena punya kekuasaan yang superior. Pada saat itu Undang-Undang APBN disusun menurut sektor dan sub sektor. Rincian lebih lanjut dari undang-undang tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Rutin Kementerian/Lembaga menurut sektor/sub sektor/kegiatan. Sedangkan wujud dari pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN tersebut berupa Perhitungan Anggaran Negara (PAN) yang biasanya diajukan ke DPR setelah 3 atau 4 tahun tahun anggaran bersangkutan berakhir. Hal yang menarik dari proses pekerjaan pada waktu itu adalah belum tersedianya sarana komputer seperti saat ini. Semua kegiatan masih dikerjakan secara manual, mesin hitung manual (masih engkol), masih menggunakan tip ex, kertas karbon dan sebagainya. Sehingga pada saat penyusunan Keppres tentang Rincian ABR panjang halaman hampir 5 meter yang dikerjakan hingga biasanya harus menginap 2 sd 3 hari di kantor. Itu
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
31 49
RENUNGAN
Kesemua perjalanan karier tersebut saya sikapi sebagai sesuatu yang biasa, karena menurut saya jabatan itu adalah amanah (kepercayaan) yang diberikan oleh pimpinan. Ibarat air, semua mengalir dengan sendirinya. dikerjakan tanpa konsinyering. Namun tokh semua dikerjakan dengan nikmat, tanpa beban, penuh tanggungjawab dan rasa kekeluargaanpun yang sangat kental. Saya merasakan apa yang dikerjakan terasa mudah dan ringan. Bahkan ada anekdot pada saat itu, untuk mutasi masuk atau keluar dari Dit. PAR sangat susah. Walau begitu, pada waktu itu tidak pernah ada keluhan dari beberapa kementerian/ lembaga, yang menyatakan kekekurangan alokasi anggaran belanja rutin, khususnya belanja pegawai. Pada saat itu penyediaan belanja pegawai masih bersifat terbuka (open ceiling). Meski pekerjaan banyak dan menumpuk, saya tetap berusaha untuk memelihara shalat-shalat fardhu secara jamaah dan tepat waktu, disamping shalat sunnah. Tak terasa selama di Subdit Kortek Dit. PAR telah mengalami 5 kali pergantian direktur dan kepala subdit Kortek, namun saya belum juga mendapat giliran mutasi. Bahkan hingga teman-teman staff yang lain sudah mutasi ke subdit teknis hingga tiada yang tersisa, saya masih tetap di subdit Kortek. Namun semua itu ada hikmahnya. Pada tahun 1989 saya diangkat sebagai Sekretaris Dewan Komisaris PT Primissima di Yogyakarta. Sesuatu yang langka pada waktu itu, apalagi pada saat sekarang. Alhamdulillah….
50
wak tu itu. Setelah melakukan pembahasan dengan kementerian/ lembaga mengenai alokasi belanja rutin, maka kepala seksi teknis dengan didampingi kepala subdit-nya harus fight dengan Direktur PAR. Karena kita harus memper tahankan argument atas penilaian kita terhadap item per item dari mata anggaran keluaran DIK suatu kementerian/lembaga. Jika kita tidak dapat mempertahankan argumentasi maka kegiatan rutin akan dicoret alias a l o k a s i t e r s e b u t a k a n m e n j ad i cadangan/saving. Setelah bertugas selama 16 tahun sebagai staff di subdit Kortek Dit. PAR, akhirnya pada Maret 1993 saya dipromosikan sebagai Kepala Seksi Perbendaharaan di Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Pekalongan. Ini adalah kali pertama saya bertugas di luar ibukota. Amanah ini saya jalani selama 16 bulan. Karena pada September 1994, saya kembali ditarik ke Kantor Pusat DJA sebagai Kepala Seksi Data dan Bimbingan Teknis pada Subdit Kortek PAR. Tidak lama saya bertugas di Jakarta, 4 tahun kemudian saya dimutasikan lagi ke daerah. Pada saat terjadi krisis keuangan dunia yang juga melanda Indonesia, pada bulan Maret 1998 saya dimutasikan ke Kantor Wilayah (Kanwil) DJA Medan pada Bidang Pembinaan Penyusunan Anggaran (PPA) III. Hanya bertahan 4 tahun, pada tahun 2002 dimutasikan lagi ke Bidang Pembinaan Anggaran (PA) II pada Kanwil DJA Bengkulu.
Barangkali saat ini hanya tinggal beberapa orang di DJA (baru) yang satu jaman dengan saya di Dit PAR.
Pada tahun 2004 saya kembali bertugas di Kantor Pusat DJA sebagai kepala seksi di Bagian Organisasi dan Tatalaksana Sekretariat DJA. Dan tahun 2006, bersamaan dengan reorganisasi yang dilakukan Departemen Keuangan, saya diberi amanah sebagai Kepala Seksi PA II D-1 di Ditjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan (DJAPK). Akhirnya, bersamaan dengan reorganisasi yang kembali terjadi di Departemen Keuangan pada tahun 2007 saya diberi amanah sebagai Kepala Subdit Anggaran III E.
Sedikit gambaran suasana setelah melakukan pembahasan di Dit PAR
Kesemua perjalanan karier tersebut saya sikapi sebagai sesuatu yang biasa, karena
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
menurut saya jabatan itu adalah amanah (kepercayaan) yang diberikan oleh
RENUNGAN
Lakukanlah hal-hal yang positif untuk mendapatkan suatu posisi. Seperti melalui usaha pengembangan diri dengan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi baik dengan bea siswa maupun secara mandiri. Meskipun demikian, bila telah lulus pun bukan berarti lantas dapat menuntut suatu posisi. Ingatlah bahwa jabatan itu amanah, bukan hak.
o ra ng - o ra ng y a ng b e r i m a n d a n mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”(3) Wallahu’alam bishawab….. (Suharno Ade, ‘September 2012, edited masjon)
Dan, bagi seorang pemimpin yang terpenting adalah bagaimana seorang pemimpin mampu memotivasi bawahan untuk terus pengembangan diri dan bekerja deng an rasa penuh tanggungjawab. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat meng apresiasi usaha ( kinerja) bawahannya. Wujudnya bisa bermacammacam. Seperti dengan memberikannya penghargaan, misal dengan mempromosikan sesuai jurusannya. Bukan malah sebaliknya : mendiskreditkan bawahan. Akhirnya, sebagai bentuk kewajiban sesama muslim, saya hanya mengingatkan akan firman Allah swt dalam Al Qur’an Surah Al Ashr : “Demi masa (1); Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,(2) kecuali
51 foto: Michael Thompson
ENGLISH CORNER
JUST A CIGARETTE PER LITRE by Wahyu Dede Kusuma *
I
n April, earlier this year, we were embroiled in drama on fuel price hike. Moreover, the drama suddenly became a showcase for a number of political parties on behalf of the people. The drama boiled down into an inconclusive ending in the form of an agreement article which tends to serve political interests rather than solving the real problem. We are forgetting the fact that fuel price hike is only a policy instrument. While the real problem, i.e. the widening gap
foto: blog.timesunion.com
=
zine.com
ga foto: pipesma
between subsidized fuel price and economic price due to Indonesian crude oil price fluctuation and higher-thanexpected subsidized fuel consumtion, is not resolved. As an evidence, up to August 2012, with average ICP increase of only about 9,3% from the threshold, the subsidy burden had reached Rp106,72 trilion or 77,3% of it’s quota. Meanwhile, the subsidized fuel consumption until the end of July 2012 hit 25.9 million KL. With monthly average of 3.66 milion KL, at the end of the year the subsidized fuel consumption will reach 44
million KL or above the target of about 4 million KL. As a result, the subsidy burden will be 57.8% higher than the targets (see tabel 1). Therefore, it is better if we review the various opinions and the alternative solutions offered. One of the most interesting solutions is raising excise tax rate on cigarettes instead of subsidized fuel price. According to this opinion, by increasing tax rate up to 100% or more, a surge in the deficit that is caused by subsidy burden can be patched.
Table 1 Central Government Budget, 2011-2012 2011 ITEM
a. Energy Subsidy 1. Oil Subsidy 2. Electricity b. Non Energy Subsidy 1. Food 2. Fertilizer 3. Seed 4. PSO 5. Credit Program 6. Tax Subsidies TOTAL
52
Revised Budget 195,3 129,7 65,6 41,9 15,3 18,8 0,1 1,8 1,9 4,0 237,2
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
Realization up to August 114,0 83,8 30,1 14,4 7,6 5,7 0,0 0,4 0,7 0,0 128,3
% to Budget 58,3 64,6 45,9 35,3 50,0 30,1 0,0 24,0 35,6 0,0 54,1
2012 LKPP (Audited) 255,6 165,2 90,4 39,7 16,5 16,3 0,1 1,8 1,5 3,4 295,4
% to Budget 130,9 127,3 138,0 94,9 108,3 86,9 80,5 99,2 81,6 85,3 124,5
Revised Budget 202,4 137,4 65,0 42,7 20,9 14,0 0,1 2,2 1,3 4,3 245,1
Realization % to APBNup to August P 154,7 106,2 48,4 15,0 7,3 6,8 0,0 0,3 0,7 0,0 169,7
76,4 77,3 74,6 35,2 34,7 48,6 0,0 14,9 52,7 0,0 69,2
Outlook
305,9 216,8 89,1 41,0 19,4 14,0 0,1 2,0 1,3 4,3 346,9
% to Budget 151,2 157,8 137,1 96,1 92,6 100,0 100,0 94,1 100,0 100,0 141,6
ENGLISH CORNER
Cigarette Consumption 260.0 218.7
231.0
278.9 265.0 270.8
240.0
2006 2007 2008 2009 2010 2011* 2012* Source: Gappri, Indonesia Finance Today
From the consumption side, the potential revenues from cigarette excise taxes is highly promising. For the last seven years, the growth of cigarette production is recorded at about 3-4% per year on average. The tax rate is increased gradually following that growth. As a result, state revenue from cigarette excise tax has grown by 17 % per year on average.
because now they have to pay more for cigarettes. Can increasing cigarette excise tax rate solve a surge in the deficit that caused by subsidy burden? From macroeconomic point of view, such policy may just have a chance as long as the increase carefully c o n s i d e r s t h e p ro d u c t i o n a n d consumption aspects of cigarettes. Until now, the policies of increasing cigarette excise tax have been able to support the life cycle of cigarette industries. Optimization of increasing tax rate is possible because the current rate is still about 52% (see table 2). Table 2 Cigarette excise tax rate, 2011-2012 Type Group
I SKM II I
Can cigarette excise tax rate be increased up to 100% or more? According to the law, increasing cigarette excise tax rate is limited only up to 57% of retail price. Globally, the increase is also limited to only up to 70% of the retail price. Therefore, the opinion to increase the tax rate up to 100% or more have the potency to go againts the law. Of course, regulation is not the only reason. The aspect of producer and customer should also be considered. From producer’s side, higher tax rate will raise the cost of production. If the retail price are not adjusted, the impacts would be a decrease in margin and lower profit. If this is the case, lay-offs will most likely occur as producers try decrease the cost of production because cigarette production is labor intensive. However, if the retail price is increased, the customers will be impacted, especially those belonging to low middle income. With the inelastic nature of cigarette consumption, customers’ willingness to pay for their daily needs will decrease
SPM
II
SKTF or SKTF
2012 2011
>660
355
325
>630-660
345
315
600-630
325
295
>430
270
245
374-430
235
170
>=375
365
245
>300
235
215
>254-300
190
175
217-254
125
110
>590
255
235
520-590
195
155
>379
125
110
>349-379
115
100
336-349
105
90
III
>=234
75
65
I
>660 >630-660
355 345
325 315
600-630
325
295
>430
270
245
>374-430
235
170
I SKT or SPT
Tax Rate
Retail Price
II
II
Can this policy fend off the surge in deficit caused by fuel subsidy? From the macroeconomic point of view, it has a good chance to succeed as long as the tariff is carefully calculated to include its impact to cigarette production and consumption.
subsidy-related problem. The main problem of subsidy, besides a surge in the deficit, is misallocation of subsidized fuel. Subsidized fuel tend to be enjoyed by the rich rather than the poor. Until now, solution approach from the supply side has not shown any result. Fuel price hike is obstructed by conflict of interests. Meanwhile, alternative energy for fuel substitution is yet to be dependable or sufficient roads are in place. From the demand side, there are opportunities for fuel price hike. There is no evidence that shows that increasing the price of subsidized fuel will make life worse to the poor. Central Bereau of Statistic reported that subsidized fuel is consumed more by rich than the poor. Therefore, just like the annual increase of cigarette excise tax rate, fuel price adjustment must be done naturally. The fact that the planned 30% price hike is not approved seemed to suggest that may be it is too high and will incite people’s resistance. Hence, the fuel price hike must be done gradually. Fuel production and consumption patterns must be considered in order to enable people to adapt with this policy. A 10 % fuel price increase is roughly amount to the cost of one cigarette per liter. At this cost, it is not a taboo to raise subsidized fuel as long as it is reasonably based on the trend of production and consumption. If cigarette excise tax rate can be raised to about 17% per year, why can’t subsidized fuel? *) Writer is Staff, Macroeconomic Analysis and State Revenue Subdirectorate
The main problem of subsidy, besides a surge in the deficit, is misallocation of subsidized fuel. Subsidized fuel tend to be enjoyed by the rich rather than the poor.
Increasing tax rate does not solve all
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
31 53
POJOK FOTO
MENGGUNAKAN LAMPU KILAT/EXTERNAL FLASH PADA KAMERA DSLR (ON CAMERA FLASH) Oleh Wirawan Setiadji *
Banyak fotografer pemula yang menghindari menggunakan flash karena sifat cahayanya yang keras, namun dengan alat dan teknik sederhana serta sedikit latihan flash dapat meningkatkan kualitas foto.
54
foto: Kent Yu Photography
POJOK FOTO
U
mumnya kamera DSLR telah dilengkapi dengan lampu kilat yang menyatu di badan kamera (built in flash). Built in flash memiliki kekuatan dan jarak yang terbatas, arahnya hanya kedepan kamera sehingga tidak fleksible. Built in flash biasanya digunakan untuk menerangi bayangan atau menyeimbangkan antara objek foto dengan latar belakang (fill in flash). Karena merupakan sumber cahaya yang kecil, cahaya yang dihasilkan Built in flash bersifat keras dan foto yang dihasilkan cenderung flat atau datar. Lampu Kilat/External Flash Lampu kilat/external flash atau biasa disebut juga speedlite memilki sifat fleksibel, karena bisa diarahkan ke kiri, kanan, atas dan belakang, kekuatan cahayanya lebih besar dari built in flash. Beberapa flash memiliki fitur zoom head, jadi bisa mengikuti posisi fokal lensa zoom kamera. Dengan melihat nilai Guide Number (GN) pada flash kita dapat mengetahui kekuatan cahaya sebuah flash. Bentuk flash yang relatif kecil memudahkan untuk dibawa ke manamana, harga serta pilihannya pun cukup banyak dan relatif murah. Flash dedicated yang satu merk menjamin kompatibilitas dan kehandalan (reliable) namun saat ini banyak pilihan flash third party dengan harga murah seperti: Metz, Nissin, Sunpac, Yongnuo,Evo, Tronic, dan lainlain. Kegunaan flash antara lain adalah untuk menambah cahaya pada saat pemotretan low light, sebagai fill in flash untuk menerangi area yang gelap, memperbaiki warna sehingga sesuai dengan warna aslinya, membekukan gerak pada saat slow speed dan membentuk dimensi/bayangan (shadow). Menggunakan flash pada kamera DSLR cukup diselipkan pada dudukan dibagian atas kamera (hot-shoe). Flash memiliki mode manual dan ada juga yang memiliki mode manual dan otomatis (E-TTL pada Canon dan i-TTL pada Nikon), harga yang memiliki mode otomatis jauh lebih tinggi dari external flash yang hanya memiliki mode manual. Pada saat mengunakan flash dengan mode manual
Third party flash dengan mode manual dan omni bounce putih
Dedicated flash dengan mode otomatis (TTL) dan bounce card
kita mengatur kekuatan cahaya yang akan dihasilan mulai dari 1/1 (kekuatan penuh), 1/2, 1/4, 1/8 sampai dengan 1/128, semakin besar kekuatan cahaya maka pengisian ulang daya membutuhkan waktu lebih lama. Teknik Menggunakan Flash Eksternal Saat memotret dengan menggunakan flash, cahaya flash yang sifatnya keras/hard light biasanya langsung diarahkan ke objek (direct flash), foto yang dihasilkan cenderung kasar dan datar, sehingga teknik ini jarang digunakan. Agar cahaya keras dari flash dapat menjadi lebih lembut/sof t, maka cahaya f lash dipantulkan (bounce flash) ke permukaan yang lebih luas seperti langit-langit, dinding atau bounce card yang berwarna putih. Dengan memantulkan cahaya dari flash maka penyebaran lebih merata dan b ay a n g a n m e n j a d i l e b i h h a l u s dibandingkan dengan direct flash. Cara lain untuk melembutkan cahaya flash yaitu dengan menggunakan aksesoris seperti omni bounce, lambency atau l i g h t s p h e re , a k s e s o r i s i n i a k a n menyebarkan cahaya (diffuse light) ke seluruh arah dengan merata dan biasanya digunakan pada ruangan yang relatif kecil.
kekuatan lampu kilat, atau mengubah jarak lampu dari objek. Cahaya lingkungan/ambient light seringkali diperlukan dalam sebuah foto agar suasana/nuansa lokasi pemotretan ikut dalam foto, misalnya foto di dalam cafe, lobby hotel atau temaramnya lampu di taman. Mengendalikan cahaya lingkungan dilakukan dengan mengatur shutter speed, shutter speed lambat cahaya lingkungan semakin terang demikian juga sebaliknya. Kita juga bias mengatur kekuatan cahaya flash yang masuk ke dalam kamera tanpa merubah kekuatan cahaya flash (hanya mode otomatis) dengan menggunakan flash exposure compensation pada kamera, apabila objek dirasakan terlalu terang kita menggeser flash exposure compensation ke kiri sehingga nilainya menjadi negatif (-) juga sebaliknya bila dirasakan cahayanya kurang maka nilainya kita rubah menjadi positif (+). Beberapa flash bisa memancarkan lampu bantuan untuk auto fokus dalam kondisi cahaya rendah (khususnya pemakai DSLR Canon) ini akan menjadi solusi yang lebih baik dari pada AF assist kamera yang menembakkan strobe light memakai built-in flash yang mengganggu.
Intesitas Cahaya Untuk mengendalikan cahaya yang menerangi objek foto, kita lakukan dengan mengubah bukaan/aperture,
Flash Sync Speed dan Flash Duration Kamera DSLR pada umumnya memiliki flash sync speed antara 1/200 – 1/250 detik, bila kita melampaui flash sync speed
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
31 55
POJOK FOTO
50 mm F2 1/30 ISO 640 Flash diarahkan ke atas + bounce card
50 mm F 11 1/250 ISO 640 Flash diarahkan ke depan
spesifikasi kamera maka hasil fotonya akan hitam sebagian/terpotong. Flash duration adalah lamanya flash menyala biasanya 1/1000 – 1/2000 detik, semakin lama flash menyala baterai akan semakin cepat habis dan waktu pengisiannya semakin lama. Disamping itu pada pada kamera juga terdapat mode flash yaitu Slow Sync Flash atau biasa disebut juga 1st curtain adalah mode flash pada kamera dimana kamera akan menyalakan flash sesaat setelah kamera membuka sensor kemudian menangkap cahaya lingkungan sampai sensor menutup. Dengan mode
Tips: 1.
2. 3. 4. 5. 6.
56
ini akan banyak menangkap cahaya lingkungan sehinga hasilnya terkesan alami. Yang kedua adalah Rear Curtain Sync atau biasa disebut 2nd curtain adalah mode flash pada kamera dimana kamera akan menyalakan flash sesaat sebelum sensor menutup setelah sebelumnya menangkap gerakan objek foto, biasanya
Hindari menggunakan flash dengan kekuatan penuh karena akan mengurangi usia pakai flash, waktu pengisian ulang/recycle time lebih lama dan baterai cepat habis; Tekan rana/shutter setelah pengisian ulang/recycle time selesai; Gunakan mode manual pada kamera bila menggunakan mode manual pada flash; Bila ingin menggunakan flash dengan mode otomatis gunakan flash yang satu merk dengan kamera; Sebelum membeli flash third party cek terlebih dahulu kompabilitasnya dengan kamera yang dimiliki; Karena sifat flash dapat membekukan gerak, penggunaan slow speed 1/60 – 1/30 detik hasil foto tidak goyang/blur.
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
untuk foto panggung dan olah raga. “ Flash adalah sahabat fotografer ” Penulis adalah Staf Direktorat Anggaran I Ditjen Anggaran Editor Edy Santoso
Liburan di Pantai Fotografer: Didi
Main Sepeda di Kota Tua Nikon D5000 Speed 1/2000, f 1/2.8, ISO 200, foc. length 135 mm Fotografer: Faridh
‘Horeee.....' Canon EOS 550D Speed 1/200, f 1/4.5, ISO 100, foc. length 17 mm Fotografer: Rachman
57
RESENSI
Performance Evaluation : Proven Approaches for Improving Program and Organizational Performance Penulis : Carol Wilson
Tahun Terbit: 2008
Penerbit : Josey-Bass (Wiley Publication)
Tebal : 304 halaman
KARENA (SEMESTINYA) TAK ADA KARYA YANG SIA-SIA
D
a l a m I l m u F i s i k a , ke r j a dirumuskan sebagai besarnya gaya yang dikenakan pada suatu obyek dikalikan dengan gerak obyek tersebut pada arah gaya itu. Ketika kerja berlangsung, terjadilah perpindahan energi kepada obyek tersebut. Jadi hakikatnya kerja adalah energi yang sedang mengalir. Atau dapat juga kita katakan sebagai energi yang sedang berlangsung (Jansen Sinamo: 2009). Yang menarik dari pengertian fisika itu, gaya harus mengakibatkan terjadinya gerak. Manusia pun dipandang sebagai suatu sistem energi dimana manusia bisa bekerja menurut pengertian fisika di atas, yakni memindahkan energi dari dalam dirinya sendiri kepada obyek tertentu sehingga timbul hasil. Jika yang dikerahkan adalah energi biofisik maka dinamakan kerja fisik Jika energi yang dilepaskan adalah energi biopsikis maka disebut kerja mental. Sedangkan jika energi yang dipancarkan energi spiritual maka dijuluki kerja rohani (Dwiki Setyawan :2009). Jika geraknya nol maka kerjanya pun sama dengan nol. Jika anda mengangkat tabung gas elpiji ukuran kecil, tetapi diam saja ditempat, biarpun kerja keras setengah mati, maka kerja anda sama dengan nol. D e n g a n k a t a l a i n , ke r j a h a r u s mendapatkan hasil. Tidak ada kerja tanpa hasil nyata. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa tiap hari manusia harus menghadapi “pos pengambilan keputusan” dalam kerja dan karyanya sehari-hari, mulai dari urusanurusan sepele seperti : “Apakah saya harus belok ke kanan atau ke kiri?”, “Apakah saya harus menggunakan tangga
58
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
atau elevator?”, “Apakah saya harus memakai baju berwarna biru atau hitam?” hingga ke urusan-urusan strategis yang mempengaruhi hajat hidup orang lain seperti, “Apakah orang ini perlu dipertahankan atau dipecat?” dll. Untuk itulah manusia dengan segala keluasan akalnya menciptakan sebuah mekanisme yang berfungsi untuk memastikan bahwa kerja yang dilakukan tidak berarti sia-sia. Buku yang berjudul Performance Evaluation ini mencoba untuk menjabarkan secara ilmiah sejarah dan dasar dari penggunaan metode evaluasi kinerja serta metode-metode yang dapat digunakan dalam evaluasi kinerja. Buku ini menjelaskan beberapa prinsip-prinsip-prinsip pokok dalam melakukan evaluasi berbasis kinerja (Performance Based Evaluation) yang perlu diperhatikan oleh para evaluator, antara lain bahwa betapa pentingnya pertanyaan yang tepat perlu diberikan dalam sesi evaluasi sehingga jawaban yang didapat juga sesuai dengan tujuan evaluasi, selain itu evaluasi dari sebuah proses adalah fungsi dari hasil yang didapatkan dan oleh karena itu tujuan (jangka panjang dan jangka pendek) haruslah selaras dengan kebutuhan yang valid. Bagian paling menarik yang ditawarkan oleh buku ini ada beberapa metode evaluasi kinerja yang sudah diaplikasikan dalam kasus-kasus yang telah terjadi di seluruh penjuru dunia dan berhasil ditangani. Menarik untuk membaca penjabaran si penulis dalam menjabarkan tiap-tiap metode evaluasi beserta kelebihan dan kekurangan masing-masing
metode dengan mendetail karena dengan begitu kita sebagai pembaca disajikan pilihan-pilihan dalam menentukan metode mana yang paling cocok atau mendekati dengan keadaan yang dihadapi di organisasi atau bahkan tidak tertutup kemungkinan setelah membaca buku ini, pembaca terinspirasi untuk memodifikasi metode-metode yang ada untuk kegiatan organisasinya dan membentuk sebuah metode baru yang bermanfaat. Penulisnya, Ingrid J. Guerra-Lopez adalah seorang Profesor yang mengajar di beberapa Universitas di Amerika dan Meksiko yang memang berspesialisasi di bidang Evaluasi Kinerja dan Sumber Daya Manusia dan telah menghasilkan banyak karya-karya di bidang tersebut. Buku setebal 304 halaman ini ini ditulis dengan gaya yang cukup populis terlepas dari tema yang diangkat tanpa meninggalkan nuansa keilmiahannya dan kepakaran penulisnya juga tergambar dari tiap detail yang di sampaikan dalam buku ini sehingga dua kombinasi tersebut diharapkan mampu menginspirasi pembacanya untuk melakukan perbaikan di unit tempat bekerja sehingga pada akhirnya tujuan dari buku ini dapat terlaksanakan, yaitu agar semua karya (dan kerja) tidak ada yang sia-sia.
INTERMEZO
Ada trilateral meeting, sosialisasi, APBN-P, reward-punishment, entah apalagi...
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
59