VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan
7.1. Pendahuluan Perubahan iklim dan dampaknya pada berbagai sektor telah menggungah kesadaran berbagai pihak untuk melakukan upaya-upaya mengurangi risikonya. Sektor pertanian yang mengalami dampak cukup besar telah dan sedang melakukan langkah-langkah dalam meminimalkan risiko. Tersusunnya pedoman umum (PEDUM) mitigasi, adaptasi serta road map “Strategi Sektor Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim” merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sektor pertanian untuk mengambil bagian dalam menghadapi perubahan iklim. Berbagai fenomena cuaca dan iklim ekstrim yang terjadi baik dalam skala temporal singkat (menit, jam, hari) sampai skala temporal bulanan (musim) membawa dampak bagi sektor pertanian. Dengan mengasumsikan faktor lain seperti kualitas lahan, benih, pupuk, dan teknik budidaya dalam kondisi optimal, maka faktor unsur cuaca dan iklim utama (suhu, radiasi, dan curah hujan) menjadi penting dalam proses produksi pertanian untuk menghasilan luas panen dan produktivitas maksimum per satuan lahan. Di sisi lain, petani sebagai ujung tombak pelaku pertanian akan menerima dampak yang paling besar ketika perubahan iklim itu terjadi. Penyebab utama kemiskinan petani adalah karena kepemilikan lahan yang relatif sempit. Data sensus pertanian tahun 2003 dan hasil survey menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki lahan kurang dari 0.5 Ha (Ilham et al. 2007). Menurut Bustanul dengan kepemilikan lahan kurang dari 0.5 hektar, kebutuhan hidup petani yang bisa dipenuhi dari usaha pertanian mereka maksimal 54 persen (Gerbang Pertanian 2011). Profil petani juga dinyatakan oleh Simatupang dan Rusastra (2004) yang menyebutkan bahwa sebagian besar petani padi adalah keluarga miskin yang lebih mendahulukan pemenuhan kebutuhan pokok saat ini daripada masa mendatang. Oleh karena itu ketika perubahan iklim terjadi, maka petani belum siap untuk melakukan antisipasinya.
149
Dalam rangka meminimalkan risiko iklim, petani pada umumnya memiliki strategi tersendiri untuk bisa bertahan hidup, seperti finansial, pemasaran, produksi dan kredit informal, walaupun dalam kenyataannya risiko dan ketidakpastian itu tidak dapat dihilangkan sepenuhnya (Hadi 2000). Oleh karena itu, perlu adanya opsi adaptasi yang bisa diberikan kepada petani. Salah satunya adalah melalui asuransi indeks iklim. Asuransi indeks iklim merupakan asuransi pertanian yang berbasis indeks iklim (curah hujan, dll). Sistem ini memberikan pembayaran pada pemegang polis apabila terpenuhi kondisi cuaca/iklim yang tidak diharapkan tanpa harus ada bukti kegagalan panen. Dalam sistem asuransi iklim yang diasuransikan ialah indeks iklimnya dan bukan tanamannya. Indeks disusun berdasarkan data historis hujan jangka panjang. Biaya pengelolaan risiko iklim didasarkan pada defisit hujan dari jumlah yang dibutuhkan pada beberapa fase pertumbuhan. Pembayaran dilakukan berdasarkan apakah indeks iklim yang ditetapkan dicapai pada periode pertumbuhan tanaman yang diasuransikan. Di Indonesia, penelitian tentang asuransi indeks iklim masih sangat terbatas. IFC (2009) telah melakukan studi kelayakan tentang asuransi iklim di kawasan timur Indonesia (NTB, Sulsel dan Jawa Timur) tetapi untuk komoditas jagung. Untuk komoditas padi sampai saat ini belum pernah dilakukan. Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang mencoba mengembangkan suatu model asuransi indeks iklim untuk usahatani padi. Penelitian dilakukan di Kabupaten Indramayu. Kabupaten Indramayu merupakan sentra produksi beras khususnya di Provinsi Jawa Barat. Sekitar 11.7% produksi beras Jawa Barat dipasok oleh Kabupaten Indramayu. Hal ini menjadikan Provinsi Indramayu sebagai kabupaten yang memiliki pengaruh cukup besar terkait dengan usahatani padi. Di sisi lain, Kabupaten Indramayu merupakan salah Kabupaten yang rentan terhadap perubahan iklim. Hasil penelitian Faqih (2010) menyebutkan bahwa pengaruh ENSO di Jawa Barat ditemukan paling kuat terjadi di wilayah Indramayu, khususnya pada bulan Juli, Agustus dan September. Ketika terjadi El Nino, curah hujan di Indramayu dapat turun sekitar 30-70% dari kondisi normal (per 1 °C peningkatan anomali suhu muka laut di wilayah Nino-3.4). Dengan demikian peluang terjadinya risiko iklim di Kabupaten Indramayu cukup besar. Perubahan
150
iklim yang nyata sering terjadi dan mengganggu produktivitas pertanian adalah kejadian iklim ektrim berupa banjir dan kekeringan. Di Kabupaten Indramayu, kekeringan menempati posisi paling tinggi sebagai penyebab gagal panen (79.8%), disusul OPT (14.5%) dan banjir (5.6%). Oleh karena itu, kejadian kekeringan di Kabupaten Indramayu perlu mendapat perhatian utama terkait dengan pengelolaan risiko iklim. Terkait dengan asuransi indeks iklim, maka untuk mengembangkannya diperlukan suatu penelitian awal yang dapat memberikan gambaran tentang model asuransi indeks iklim serta potensi dan tantangannya.
7.2. Metodologi Bab 7 ini merupakan rangkuman dari seluruh hasil penelitian. Pembahasan umum difokuskan pada potensi dan tantangan dalam pengembangan asuransi indeks iklim pada sistim usaha tani berbasis padi. Potensi digali berdasarkan berbagai data dan informasi yang telah dihasilkan dari penelitian ini. Hasil analisis yang telah diperoleh pada Bab 3 akan digunakan untuk memberikan masukan tentang wilayah prioritas penanganan bencana kekeringan. Wilayah dengan tingkat endemik tinggi merupakan prioritas pertama dalam penanganan bencana kekeringan. Hasil analisis penetapan cakupan wilayah untuk penerapan indeks iklim (Bab 4) akan digunakan untuk menilai cakupan wilayah indeks, serta memberikan saran perlu tidaknya dibangun stasiun hujan (otomatis) yang baru. Respon petani terhadap program asuransi iklim serta gambaran kesediaan petani untuk membayar (willingness to pay) yang dihasilkan dari analisis ekonomi usahatani (Bab 5) menjadi bahan masukan dalam pengembangan asuransi indeks iklim. Hubungan curah hujan dan produksi padi (Bab 6) merupakan dasar penyusunan indeks iklim. Semua hasil penelitian selanjutnya diformulasikan dalam bentuk rekomendasi yang berfokus pada potensi dan tantangan pengembangan asuransi indeks iklim.
7.3. Model Asuransi Indeks Iklim di Kabupaten Indramayu Kekeringan yang menjadi penyebab utama (78.9%) gagal panen di Kabupaten Indramayu menjadi pilihan utama bentuk risiko iklim yang dicover
151
dalam asuransi indeks iklim. Kekeringan diidentifikasi dan didelineasi dalam bentuk peta endemik kekeringan untuk setiap kecamatan. Endemik kekeringan tinggi merupakan wilayah prioritas utama penanganan kekeringan seperti di Kecamatan Losarang, Kandanghaur, Krangkeng, Cikedung, Gabuswetan, Indramayu, dll yang pada umumnya berada di ujung irigasi. Usahatani padi menjadi mata pencaharian utama (91.4%) petani di Indramayu. Kegiatan pertanian sebagian besar (64%) dilakukan oleh petani yang sudah tidak muda lagi yaitu usia 41-60 tahun, dengan pendidikan SD (49%). Hasil analisis usahatani padi memperlihatkan bahwa usahatani padi masih memberikan keuntungan dan layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C yang lebih dari 1, yaitu sebesar 1.98 pada MH dan 1.74 pada MK. Meskipun secara ekonomi layak dan menguntungkan, namun belum diikuti dengan pengelolaan keuangan yang baik. Sekitar 51% petani belum terbiasa menyimpan uang hasil panennya, meskipun ada beberapa petani yang menyimpan dalam bentuk gabah (3%) dan perhiasan (1%). Hampir setiap awal masa tanam, sebagian besar petani (65%) mengajukan kredit untuk usahataninya melalui Bank (40%). Produksi padi di lokasi penelitian berkisar antara 5-6 ton/ha (MH) dan 4-5 ton/ha (MK), dan ada beberapa lokasi yang bisa mencapai 7 ton/ha. Hubungan curah hujan dan produksi padi dengan R2 sebesar 0.6 digunakan untuk penentuan batas (triger) hujan. Trigger hujan adalah ambang batas atas atau bawah di mana pembayaran dilakukan (untuk kasus kekeringan, pembayaran dilakukan ketika nilai indeks yang dihitung lebih rendah dari trigger). Batas produksi (threshold) padi yang ditentukan pada saat nilai R/C=1 digunakan untuk menentukan batas (triger) curah hujan. Stasiun Cikedung dipilih sebagai contoh untuk desain premi dan klaim asuransi. Pada threshold produksi 2711 kg/ha diperoleh triger hujan 542.2 mm/musim. Berdasar plot peluang threshold<2711 kg/ha, maka hampir setiap tahun kondisi tersebut terjadi. Hal ini kurang menguntungkan dari pihak asuransi karena peluangnya sangat besar. Dengan skenario periode ulang, maka dapat dipilih periode yang dapat dijadikan produk asuransi. Untuk kasus Cikedung, periode ulang 3 tahun dapat dijadikan pilihan produk asuransi. Persamaan regresi terboboti selanjutnya digunakan untuk menentukan indeks iklim per fasenya. Diperoleh berturut-turut 183 mm (fase 1), 136 mm (fase 2) dan
152
119 mm (fase 3) dan seluruh fase 439 mm. Apabila diasumsi nilai polis 5 juta rupiah, maka jika petani mengasuransikan satu periode tanam dan terpenuhi kondisi seperti yang disyaratkan, petani akan mendapat klaim maksimal sebesar nilai polisnya, yaitu 5 juta rupiah. Indeks tersebut dapat digunakan untuk wilayah lain yang memiliki kemiripan pola curah hujan dengan stasiun Cikedung, yaitu di lokasi Losarang, Sliyeg dan Jatibarang, namun perlu dipertimbangkan juga kapasitas memegang tanah dan juga topografinya. Cakupan wilayah indeks ini dapat ditentukan dengan metode Fuzzy Similarity (FS). Sebagai pembanding, Martirez (2009) menyebutkan bahwa dalam radius 20 km dapat mengikuti asuransi, sementara IFC (2009) menyebutkan hingga radius 25 km.. Terkait dengan pembayaran premi, sebagaimana konsep asuransi pada umumnya, maka dalam penerapan asuransi indeks iklim ini juga ada premi yang harus dibayarkan. Harga premi yang dibayarkan tergantung pada fase atau periode tanaman yang diasuransikan. Apabila yang diasuransikan adalah pada fase kritis tanaman dan pada periode musim kering, maka premi yang dibayarkan semakin mahal. Sebaliknya bila yang diasuransikan diluar kondisi tersebut, maka premi yang dibayar semakin murah. Jadi semakin besar risiko, maka semakin mahal harga preminya. Hasil survey tentang kesediaan membayar (willingness to pay) sangat penting dalam menentukan desain preminya. Hasil survey memperlihatkan bahwa sebagain besar petani (28%) bersedia membayar 200-300 ribu rupiah per musim per hektar. Sementara dengan asumsi polis 5 juta rupiah, premi yang dibayarkan sekitar 10% nya yaitu 500 ribu rupiah. Jumlah pembayaran untuk setiap fase tidak dapat melebihi maksimum pembayaran. Total pembayaran maksimum dan juga uang pertanggungan dinyatakan dalam kontrak. Terkait dengan premi ini, Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) Departemen Keuangan (2010) menuangkannya dalam beberapa pasal yang terkait. Dengan premi sebesar 500 ribu rupiah sementara kesanggupan petani hanya 300 ribu rupiah, maka ada selisih premi sebesar 200 ribu rupiah yang belum bisa dibayar (Gambar 75). Di sinilah diharapkan ada peran pemerintah untuk membantu pembayaran premi petani.
153
Gambar 75. Contoh konsep pembayaran premi dengan bantuan Pemerintah Skenario asuransi indeks iklim ini merupakan salah satu contoh out put dari model asuransi indeks iklim untuk studi kasus di Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu. Untuk pengembangan model secara umum, maka tahapan utama yang perlu diperhatikan adalah : 1) penggunaan data hujan secara runut waktu jangka panjang untuk menyusun indek, 2) setiap petani yang melakukan usahatani pada wilayah cakupan indeks dapat mengikuti asuransi, 3) setiap stasiun hujan dan tanaman memiliki harga yang berbeda, dan 4) pembayaran secara otomatis dapat dihitung. Hasil penelitian ini menekankan perlunya asuransi atau perlindungan terhadap petani dan oleh karena itu, skim asuransi pertanian ini dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan petani, bukan meningkatan ketahanan pangan. Namun, ketahanan petani yang meningkat sebenarnya juga bermakna peningkatan ketahanan pangan. Komoditas padi yang dipilih sebagai obyek penelitian mengindikasikan bahwa kajian ini dititikberatkan pada skim asuransi usahatani padi, namun demikian komoditas lain yang bernilai ekonomi tinggi pada prinsipnya dapat mereplikasi/mengadaptasi skim yang sama pada komoditas padi ini.
154
Ketersediaan data yang akurat dan tepat waktu menjadi kendala utama dalam penerapan skim asuransi usahatani padi. Untuk ketersediaan data yang dapat dipercaya (reliable), dibutuhkan upaya khusus untuk menyediakannya. Setiap wilayah memiliki karakteristik sumberdaya alam yang berbeda dan dengan demikian juga memiliki kondisi data unik yang mendukung penyiapan indeks iklim. Pengumpulan data (primer dan sekunder) yang relevan dengan aplikasi skim asuransi indeks iklim menjadi faktor penentu dalam menyiapkan desain skim asuransi ini. Dengan data yang baik, analisis yang dilakukan menjadi lebih sesuai, lebih tepat dan lebih dapat dipertanggung jawabkan. Aplikasi skim asuransi indeks iklim lebih sesuai dilaksanakan menurut lokasi (local specific) di berbagai sentra produksi padi. Dengan kekhasan masingmasing lokasi disandingkan dengan kondisi sosial ekonomi wilayah setempat, termasuk karakteristik petani serta kebiasaan, maka setiap skim asuransi indeks iklim memiliki kekhasan untuk setiap lokasi. Untuk pengembangan asuransi indeks iklim serta aplikasinya di lapang, maka identifikasi potensi menjadi sangat penting sebagai dasar dan peluang dalam langkah selanjutnya. Tantangan maupun hambatan yang mungkin terjadi menjadi bahan pertimbangan yang harus dicari solusinya.
7.4. Potensi Potensi merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum terwujud maupun yang telah terwujud, tetapi belum sepenuhnya terlihat atau dipergunakan secara maksimal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berbagai potensi dapat digali untuk digunakan sebagai modal dasar dalam pengembangan asuransi indeks iklim. Potensi pengembangan asuransi indeks iklim di Kabupaten Indramayu antara lain : 1.
Kabupaten Indramayu sebagai pusat produksi padi Jawa Barat/Nasional. Keberhasilan program asuransi di Kabupaten Indramayu akan memberi pengaruh positif terhadap wilayah lainnya.
2.
Wilayah Indramayu yang rentan terhadap anomali iklim merupakan potensi untuk pengembangan asuransi indeks iklim karena peluang
155
terjadinya kekeringan akan selalu ada dengan dampak atau kerugian yang cukup besar. 3.
Hubungan yang erat antara curah hujan dan produksi tanaman di lokasi penelitian menjadi syarat penting dalam penentuan indeks iklim.
4.
Peta
endemik
kekeringan
membantu
dalam
penentuan
prioritas
penanganan bencana kekeringan (79.8% gagal panen karena kekeringan). 5.
Usahatani padi yang menjadi pekerjaan utama (91.4%) petani di Indramayu serta cukup menguntungkan. Kondisi ini akan membuat perhatian petani menjadi sangat besar terhadap program yang terkait dengan peningkatan usahataninya.
6.
Kebutuhan petani terhadap modal pada setiap awal musim tanam (59% melakukan akses kredit). Adanya asuransi indeks iklim akan berpeluang digunakan sebagai agunan Bank melalui koperasi, kelompok tani, gapoktan, dll.
7.
Kesediaan membayar premi cukup tinggi (82.5%)
8.
Respon bahwa asuransi indeks iklim memiliki prospek yang baik (68%) dan perlu sosialisasi (33%)
7.5. Tantangan Tantangan yang dimaksud disini adalah berbagai hal yang menjadi tantangan dalam pengembangan asuransi indeks iklim. Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pengembangan asuransi indeks iklim adalah : 1.
Undang-undang atau regulasi tentang asuransi pertanian (termasuk asuransi indeks iklim) masih dalam proses penyusunan.
2.
Kelembagaan baik di tingkat pusat maupun daerah perlu disiapkan.
3.
Sumberdaya manusia sebagai pengguna untuk menilai apakah indeks asuransi akan memberikan manajemen risiko yang efektif juga perlu dipersiapkan. Sekitar 28% responden menyatakan adanya kendala berupa sumberdaya manusia.
4.
Ketersediaan data curah hujan yang berkualitas secara spasial dan temporal (runut waktu yang panjang minimal 20 tahun). Ketersediaan
156
data yang reliable untuk suatu perencanaan kebijakan sangat menentukan tingkat keberhasilan kebijakan itu sendiri. 5.
Sosialisasi yang intensif dan mendalam hingga tingkat petani. Hasil survey di Kabupaten Indramayu menunjukkan bahwa 33% responden menyatakan pentingnya sosialisasi program asuransi indeks iklim seandainya program ini diaplikasikan.
6.
Pasar masih dalam masa pertumbuhan di negara berkembang dan biaya awal (start-up) dapat menjadi signifikan (Bank Dunia 2006 diacu dalam IFC 2009).
7.
Sebagai program pemula, asuransi indeks iklim pada sistim usahatani padi di Indonesia dalam aplikasinya masih perlu didukung oleh bantuan Pemerintah
8.
Program asuransi ini mencoba membuat petani bisa menggunakan skema asuransi sebagai peluang untuk meningkatkan produktifitasnya.
Terkait dengan kelembagaan, sebagaimana diketahui bahwa lingkup kelembagaan (organisasi) terdiri dari beberapa aktor yang memiliki peran dan fungsi yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Kelembagaan yang pada umumnya ada di daerah adalah : rumah tangga petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani (gapoktan), asosiasi (perkumpulan) seperti Asosiasi Petani Padi dan Palawija Indonesia (AP3I), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) dan sebagainya. Selain itu juga kelembagaan/organisasi Pemerintah seperti : Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian, Badan Sumberdaya Air, dan lain-lain. Organisasi Pasar dan Konsumen, Organisasi Usaha Input Budidaya Pertanian dan Organisasi Pembiayaan Kredit dan sebagainya. Masing-masing bagian tersebut harus bersinergi sesuai tugas dan fungsinya. Menurut Boer (2010) tantangan ke depan dalam pengembangan asuransi indeks iklim adalah perlunya perangkat peraturan dan kelembangaan untuk mendukung program asuransi indeks iklim. Selain itu juga dukungan pemerintah dalam bentuk pemberian subsidi premi asuransi mengingat (1) pertanian sangat strategis untuk pangan dan energi, (2) kondisi pertanian yang masih lemah
157
(penguasaan lahan, manajemen, pembiayaan dan sumberdaya manusia (Sanim, 2009). Selain potensi dan tantangan, beberapa kendala penerapan asuransi pertanian di Indonesia, yaitu : kesiapan/kesanggupan petani untuk menanggung beban premi asuransi masih terbatas dan perlu dukungan pemerintah, kesiapan sistem dan prosedur pelaksanaan asuransi pertanian di Indonesia, kesiapan lembaga asuransi (swasta dan BUMN) dalam pelaksanaan asuransi pertanian di Indonesia, kesiapan pemerintah untuk mendukung pelaksanaan asuransi pertanian (dalam hal anggaran subsidi), ketersediaan database petani, ketersediaan personil yang terlatih, mekanisme pemantauan dan managemen information system (MIS). Menurut Boer (2010) polis asuransi iklim dengan penggunaan indeks ENSO berpotensi untuk dikembangkan karena kegagalan panen seringkali disebabkan oleh fenomena ini (Boer 2010). Kondisi geografis Indonesia yang dominan dengan lahan pertanian dan perkebunan sangat rentan terhadap kejadian iklim ekstrim. Perubahan iklim dan anomali cuaca menjadikan sektor pertanian berpotensi untuk mengalami kerugian. Meskipun tantangan dalam pengembangan asuransi indeks iklim tidak kecil, namun adanya potensi yang cukup besar akan menjadi dasar yang kuat serta peluang yang cukup besar untuk mengaplikasikan asuransi indeks iklim ini. Hasil riset Rabobank International Indonesia menyebutkan bisnis di sektor pertanian dalam negeri masih sangat prosepektif, seperti halnya yang terjadi di Brazil. Syaratnya ada pendanaan yang memadai untuk mengembangkan riset dan teknologi sehingga produktivitas pertanian bisa maksimal (Koran Tempo, 3 Oktober 2012). Pada akhirnya keseluruhan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah pusat maupun daerah sebagai penentu kebijakan untuk pengembangan program asuransi selanjutnya. Strategi adaptasi tidak akan berhasil apabila tidak ada keinginan pihak yang terkena dampak untuk melakukan respon dan membangun konsensus tentang bentuk langkah aksi yang sesuai yang harus dilakukan.