BAB VII
PEMBAHASAN UMUM
Komunitas laba-laba pada ekosistem padi sangat penting untuk dipahami dalam usaha mengoptimalkan peranan laba-laba sebagai musuh alami yang potensial mengendalikan populasi serangga hama. Hasil penelitian (Bab 111) yang dilakukan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat telah menernukan 46 spesies laba-laba yang tergolong dalam 17 famili. Laba-laba pada pertanarnan padi dapat dikelompokkan dalam dua golongan yaitu (1) laba-laba yang secara aktif memburu rnangsa, dan (2) laba-laba yang membangun jaring dan hanya memangsa mangsa yang terperangkap pada jaring.
Dari 46 spesies yang terkoleksi hanya satu spesies yang relatif
dorninan pada semua tipe ekosistem padi selama pertumbuhan tanaman, yaitu laba-laba serigala Pardosa pseudoannulafa (Boes. 2% Str.). Populasinya meningkat
seiring
dengan
bertambahnya
umur
tanaman
(Bab
V).
Kemampuan berpencar yang baik dengan cara aktif berjalan di permukaan tanah dan terbawa melalui udara memungkinkannya untuk menginvasi setiap ekosistem (Bab IV).
Di samping itu laba-laba serigala aktif
memangsa beragam jenis artropoda terutama serangga (Bab Vt). Ekosistem pertanaman padi di Indonesia mempunyai keragaman spesies laba-laba yang cukup besar. Pada persawahan padi-padi-padi dengan pengelolaan sawah tradisional ternyata memiliki jumlah spesies laba-laba dan keragaman spesies yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan persawahan lainnya (Bab Ill). Hal ini dimungkinkan oleh keragarnan lingkungan sekitar persawahan seperti tipe dan struktur vegetasi yang sangat beragam, pengelolaan sawah yang masih tradisional serta tidak
diperlakukan dengan insektisida. Pada hamparan sawah yang lebih luas, dengan persawahan yang beragam keadaan lingkungan sekitarnya dan cara pengelolaan yang berbeda diduga akan lebih banyak spesies laba-laba yang diperoleh. Hal yang mendukung keragaman spesies yang lebih besar khususnya di
negeri
ini,
adalah
daerah
dengan
iklim tropis
yang
memungkinkan terbentuknya keragaman flora dan fauna yang berperan dalam perkembangan komunitas laba-laba. Kekayaan spesies laba-laba yang cukup besar di pertanaman padi merupakan indikasi bahwa akan sangat banyak spesies serangga baik hama maupun bukan hama pada pertanaman padi yang dimangsa oleh laba-laba. Laba-laba yang menginvasi pertanaman padi terdiri dari kelompok laba-laba pembuat jaring dan kelompok laba-laba pemburu (Bab IV). Kelompok laba-laba pembuat jaring kerapatan populasinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan laba-laba pemburu. Faktor yang diduga menyebabkan perbedaan kerapatan populasi pada dua kelompok laba-laba tersebut adalah kemampuan bersaing rnenernpati relung yang tersedia dan perilaku laba-laba dalam menginvasi pertanaman. Kelompok laba-laba pembuat jaring biasanya memerlukan ruang khusus untuk membangun jaring sehingga
pada
persemaian
dan
tanaman
muda jarang
ditemukan;
memperoleh makanan atau mangsa dari jaring yang dibangunnya; dan menginvasi pertanaman dengan cara pasif yaitu terbawa melalui udara. Terdapat tiga famili yang dominan terbawa udara yaitu Lyniphiidae (47 %). Tetragnathidae (31,I%) dan Araneidae (1 5,s O h ) (Tabel 4.1).
Kelompok
laba-laba pernbuat jaring terutama yang berukuran kecil seperti famili Lyniphiidae umumnya menginvasi pertanaman dengan mefalui angin (Bishop
1990, Bishop & Riechert 1990). Kelompok laba-laba pemburu mendominasi di persemaian, pematang dan tajuk selama fase pertumbuhan tanaman padi (Tabel 4.1). Beberapa faktor yang mendukung dominasi kelompok laba-laba pemburu, yaitu laba-laba tidak memerlukan ruang untuk membangun jaring, secara aktif memburu mangsa, jenis mangsa yang sangat beragam, dan aktif menginvasi suatu pertanaman baru.
Plagens (1986) menyatakan bahwa
laba-laba pemburu umumnya menginvasi pertanaman dengan secara aktif berjalan di atas permukaan tanah. Kelompok
laba-laba
pemburu didominasi
terutama P. pseudoannulata
oleh
farnili
Lycosidae
baik pada persemaian maupun pertanaman
padi selama fase pertumbuhan tanaman (Bab V). Berbagai keunggulan spesies laba-laba ini dibandingkan dengan spesies lainnya dalam famili Lycosidae
adalah
bahwa
laba-laba
ini
dapat
bertahan hidup
dan
berkembang baik pada pematang sawah maupun di tengah sawah, sedangkan spesies lainnya biasanya hanya ditemukan di tepi sawah dan atau di sawah saat menjelang panen dengan kondisi air sawah retatif kering. Laba-laba ini sangat aktif bergerak dengan berjalan di permukaan tanah dan berjalan di atas permukaan air.
Laba-laba serigala memangsa beragam
jenis artropoda yang berukuran relatif kecil dan lemah yang baik yang tergolong hama maupun bukan (Tabel 6.1 ). Keunggulan dalam menginvasi pertanaman dan perilaku yang demikian mernungkinkan laba-laba serigala mendominasi semua ekosistem yang diteliti. Laba-laba ini sudah hadir sejak awal tanam atau tergolong sebagai predator perintis (Rauf 1989). Populasi laba-laba P. pseudoannulafa berkembang seiring dengan pertumbuhan tanaman padi (Bab V). Penurunan populasi yang terjadi pada
dua petak persemaian ternyata disebabkan oleh aplikasi insektisida baik secara semprotan (Bassa) rnaupun yang ditabur (Curater) (Gambar 5.1). Berkembangnya struktur tanaman yang sejalan dengan pertumbuhannya menyediakan relung yang lebih beragam bagi artropoda yang hidup dan berlindung termasuk
laba-laba
dan
serangga
mangsa.
Peningkatan
kerapatan populasi laba-laba ini didukung oleh tersedianya makanan yang cukup bagi laba-laba antara lain hama wereng. Hal ini terbukti dari peningkatan populasi hama wereng yang juga seiring dengan perturnbuhan tanaman (Gambar 5.3). Faktor lain yang penting yang turut mempengaruhi perkembangan populasi
laba-laba
P. pseudoannulata
di
pertanaman
padi
adalah
pengelolaan air selama pertumbuhan tanaman. Hal ini telah diarnati penulis selama penelitian yakni pada lahan sawah yang dipertahankan dalam keadaan macak-macak seperti pada ekosistem padi tipe C (Gambar 5.3). Pada ekosistern itu terjadi peningkatan populasi laba-Iaba serigala hingga tanaman padi menjelang panen. Beberapa bukti menunjukkan bahwa populasi laba-laba terhambat apabila sawah sering dikeringkan seperti di pertanaman padi tipe B (Gambar 5.3) dan tipe
C musim gadu (Gambar 4.3).
Dalam hubungan itu terlihat adanya pengelornpokan laba-laba pada rumpun padi yang berdekatan dengan air seperti sekitar saluran air dan genangan air, sedangkan pada bagian sawah yang sangat kering jarang ditemukan laba-laba. Bukti lainnya adalah laba-laba yang mernbangun jaring sangat jarang
ditemukan
pada sawah yang
kering; biasanya laba-laba itu
membangun jaringnya di petak sawah yang airnya tergenang.
Hasil penelitian pemangsaan laba-laba P. pseudoannulata (Bab VI) rnenunjukkan bahwa laba-laba ini memangsa beragam jenis artropoda terutama serangga baik yang tergolong hama maupun bukan hama. pseudoannulafa ternyata memangsa beberapa spesies
P.
hama penting
kelompok wereng seperti wereng batang punggung putih, wereng batang cokelat, wereng daun hijau (Bab Vl). Dalam penelitian ini hama wereng punggung putih relatif lebih sering ditemukan dimangsa oleh laba-laba ini karena harna tersebut mendominasi serangga hama selama pertumbuhan tanaman. Di samping itu, laba-laba serigala memangsa serangga dan labalaba lain yang berperan sebagai predator terhadap serangga hama. Apabila spesies hama wereng batang cokelat yang dominan maka yang
paling
banyak adalah hama wereng wkelat. Beberapa penelitian tentang jenis serangga hama yang dimangsa oleh
laba-laba serigala yang telah
dilaporkan rnenyatakan bahwa laba-laba ini memangsa terutama wereng hama seperti wereng-batang wkelat, wereng-daun hijau dan wereng-batang punggung putlh (IRRI 9 978, Ooi & Shepard 1994, Shepard et at. 1987). Laba-laba secara aktif melakukan pemangsaan baik pada siang hari maupun malam hari (Tabel 6.2). dengan demikian dapat memangsa beragam jenis serangga terutama serangga hama yang aktif siang (diurnal) dan yang aktif malam hari (nokturnal). Di lapangan terlihat bahwa laba-laba akan bereaksi dan menyergap setiap mahluk bergerak yang berukuran relatif kecil di dekatnya, tetapi apabila setelah didekati mahluk itu ternyata tidak bergerak maka akan ditinggalkan. Dalam kondisi lapangan, diduga seekor laba-laba dewasa dapat memangsa satu ekor nimfa wereng per hari (Bab VI). Dibandingkan dengan
hasil penelitian laboratorium yakni seekor laba-laba dapat rnemangsa 15 - 20 ekor per hari maka nirai tersebut sangat rendah. Biasanya di laboratorium kondisi lingkungan berubah terutama ruang yang terbatas, suhu yang relatif stabil, mangsa hanya satu spesies, populasi mangsa terkontrol, laba-laba dilaparkan sebelum perlakuan dan sebagainya.
Diharapkan dengan hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi yang lebih mendekati
dengan
yang terjadi dalam kondisi lapangan, terutama dalam hubungan dengan perkembangan populasi serangga hama wereng. Berdasarkan pada hasil penelitian yang diperoleh, rnaka dapat dinyatakan bahwa laba-laba serigala P. pseudoannulata adaalh predator serangga hama yang potensial karena dapat ditemukan pada semua areal persawahan, memiliki kemampuan memencar yang baik dengan berjalan dan melompat baik di permukaan tanah maupun permukaan air serta melalui udara (melayang) dari sekitar areal persawahan. Laba-laba ini dapat rnernangsa beragam spesies hama penting pada tanaman padi, kemampuan rnemangsa serangga hama yang relatif tinggi, dan dapat dikonservasi dengan
mudah.
Dengan demikian
laba-laba
ini
dapat
dioptirnalkan
peranannya untuk dimanfaatkan guna penyempurnaan pengendalian hama secara terpadu. Sampai saat ini pemanfaatan laba-laba sebagai agens pengendalian hayati terhadap serangga hama pada tanaman padi belum diterapkan pada pengendalian hama pertanaman padi terutama dalarn program pengendalian hama secara terpadu. Sekalipun dalam sosialisasi PHT melalui Sekolah Lapang PHT (SLPHT) telah dimasukkan salah
satu
mata pelatihan
pemantauan tentang populasi laba-laba (PNPHT 199411995). namun dalam
penerapannya petani masih sering mengabaikan perlindungan bahkan konservasi terhadap laba-laba. Beberapa cara pengelolaan pertanaman padi yang dapat diusulkan untuk konsewasi musuh alami umum termasuk labalaba adalah penurunan penggunaan pestisida dan menambah heterogenitas habitat bagi predator itu (Settle et at. 1996). Beberapa ha1 yang perlu dilakukan untuk mengoptirnalkan peran labafaba adalah menurunkan penggunaan pestisida dan mempertahankan habitat yang didiami oleh Iaba-laba serigala seperti membiarkan saturan air di sekitar persawahan ditumbuhi tumbuhan liar, dan demikian juga pematang sawah. Pada dasarnya cara tersebut dapat membantu meningkatkan keragaman vegetasi sekitar sekitar lahan sawah yang kesesuaian
habitat
bagi
laba-laba.
Upaya
itu
dapat
mernpertinggi mendukung
pengendalian hama dengan menciptakan lingkungan yang bermanfaat bagi berkembangnya musuh alami yang dapat mengendalikan populasi serangga hama sesuai dengan konsep PHT.
Daftar Pustaka Bishop, L. 1990. Meteorological aspects of spider ballooning. Environ. Entornol. 19 (5) 1381 - 1387. Bishop, L. & S. E. Riechert. 1990. Spider colonization of agroecosystem : Mode and source. Environ. Entomol. 19 (6) : 1738 - 1745. International Rice Research Institute. 1978. Annual Report for 1977. Los Banos. Philippines. 548 p.
Ooi, P. A. C. & B. M. Shepard. 1994. Predators and parasitoid of rice insect pests. In E. A. Heinrichs (ed). Biology and management of rice insects. Publishing for One World, Wiley Eastern Limited, New Age International Limited. pp 585 - 612. Plagens, M. J. 1986. Aerial dispersal of spiders (Araneae) in a Florida corn field ecosystem. Environ. Entomol. 15 1225 - 1233. Proyek Nasional Pengdalian Hama Terpadu. 199411995. Buku petunjuk lapangan untuk PHT padi. Proyek PHT Pusat Departemen Pertanian. 148 hal. Rauf, A. 1989. Aspek ekologi pengelolaan hama. Makalah disampaikan pada Kursus Singkat IPM. Manado, 10-21 Januari 1989.62 h. Settle, W. H., H. Ariawan, E. T. Astuti, W. Cahyana, A. L. Hakim, D. Hidayana, A. S. Lestari, Sartanto & Pajamingsih. 1996. Managing tropical rice pests through conservation of generalist natural enemies and alternative prey. Ecology 77 (7) : 1975 - 1988. Shepard, B. M., A. T. Barrion & J. A. Litsinger. 1987. Helpful insects, spiders, and pathogens. IRRI. Los Banos, Laguna Philippines. 136 p.