100
VI. STRATEGI PENGUATAN PARA PIHAK
A.
Masalah dan Kendala.
Mempertimbangkan berbagai hasil evaluasi dari rantai nilai ekowisata yang telah dipaparkan pada bab terdahulu, maka dapat disarikan beberapa kondisi penting yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari Destinasi Wisata (DW) Cibodas dan Kawasan Wisata (KW) Bopunjur yang ada. Berbagai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tersebut akan menjadi dasar pertimbangan penting dalam mengelaborasi suatu konsep penguatan para-pihak yang akan ditetapkan. Berbagai kekuatan yang ada harus bisa dijadikan sebagai kekuatan pendorong bagi kelanjutan proses pembangunan dan pengembangan ekowisata di daerah tersebut, sedangkan berbagai kelemahan yang ada bukan saja harus dieleiminasi melainkan juga harus bisa dijadikan sebagai bagian dari proses pembelajaran bagi berbagai elemen pembangunan yang terlibat. Suatu rangkaian langkah strategis harus bisa ditentukan untuk meraih semua peluang yang ada secara optimal, sementara itu berbagai ancaman yang ada, tidak hanya harus diantisipasi tapi juga harus bisa dijadikan sebagai pendorong motivasi dalam kelanjutan proses pembangunan dan pengembangan yang akan dilakukan.
Kekuatan(Strength). Beberapa hal yang menjadi kekuatan penting bagi DW Cibodas dan KW Bopunjur untuk proses pembangunan dan pengembangan ekowisata selanjutnya adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 41. Meskipun pada dasarnya kedua wilayah tujuan ekowisata tersebut dapat dikatakan mempunyai karakter kekuatan yang sama, tetapi secara parsial wilayah DW Cibodas adalah mempunyai keunikan kekuatan yang jauh lebih baik dari pada kekuatan KW Bopunjur secara keseluruhan.
101
Tabel 41 Kekuatan bagi DW Cibodas dan KW Bopunjur dalam Perencanaan Pembangunan Ekowisata Wilayah Ekowisata Destinasi Cibodas
Kawasan Bopunjur
Kekuatan 1. Kepemilikan tapak wisata utama adalah milik pemerintah 2. Keanekaragaman obyek dan jenis atraksi wisata relatif tinggi 3. Tapak destinasi tergolong bebas dari konflik sosial 4. Kualitas obyek ekowisata sangat tinggi 5. Memiliki kekuatan sejarah yang panjang dan penting 6. Memiliki ikatan emosional dengan populasi konsumen tertentu 7. Telah dikenal secara nasional dan manca negara 8. Kondisi sumberdaya ekowisata masih terjaga sangat baik 9. Luasan tapak tergolong memadai untuk beragam kegiatan 10. Telah memiliki permintaan aktual yang memadai 11. Telah memiliki rantai suplai yang memadai 12. Telah memiliki insfrastruktur dan fasilitas yang cukup 1. Keanekaragaman obyek dan jenis atraksi relatif sangat tinggi 2. Kualitas obyek ekowisata tergolong relatif tinggi 3. Telah dikenal secara nasional 4. Luasan tapak sangat mendukung untuk beragam kegiatan 5. Telah memiliki permintaan aktual yang tinggi 6. Telah memiliki rantai suplai yang komprehensif 7. Telah memiliki infrastruktur dan fasilits yang beragam 8. Kondisi sumberdaya belum tergolong terlalu rusak
Kelemahan (Weakness). Meskipun hampir semua kategori kelemahan yang telah dipaparkan pada bab terdahulu adalah terdapat pada kedua kelompok wilayah ekowisata tersebut di atas, namun kelemahan yang terdapat di KW Bopunjur adalah tergolong lebih rentan dari pada kelemahan di DW Cibodas. Berbagai konflik sosial yang ditimbulkan oleh kemandulan regulasi penataan ruang di KW Bopunjur adalah sangat krusial dalam proses pembangunan dan pengembangan ekowisata yang akan dielaborasi. Berbagai kelemahan yang ada di kawasan wisata ini terlihat pada Tabel 42. Tabel 42 Kelemahan bagi DW Cibodas dan KW Bopunjur dalam Perencanaan Pembangunan Ekowisata Wilayah Ekowisata Destinasi Cibodas
Kawasan Bopunjur
Kelemahan 1. Lokasi tapak tergolong single entry access 2. Fungsi peruntukan tapak tergolong spesifik 3. Kualitas SDM belum memadai 4. Terikat akan aturan keuangan negara 5. Stake holde belum optimal 6. Pola perilaku kunjungan wisatawan terpusat pada hari libur 7. Ekespenditur wisatawan tergolong relatif rendah 8. Motivasi kunjungan turis belum berorientasi pada kualitas suplay 1. Tata guna lahan terlanjur tidak tertata dengan baik dan benar 2. Investasi swasta terlanjur sudah tergolong tinggi 3. Kualitas SDM belum memadai 4. Rantai suplai relatif kompleks 5. Kinerja stake holder belum optimal 6. Pola perilaku kunjungan wisatawan terpusat pada hari libur 7. Ekespenditur wisatawan tergolong relatif rendah 8. Motivasi kunjungan turis belum berorientasi pada kualitas suplay 9. Konflik kepentingan tergolong relatif sangat tinggi.
102
Peluang (Opportunity). Salah satu peluang terpenting bagi berbagai para- pihak yang terdapat pada kedua wilayah tujuan ekowisata di atas adalah adanya kebijakan pemerintah untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai salah satu daerah tujuan ekowisata unggulan; baik pada skala regional maupun pada skala nasional. Kebijakan pemerintah tersebut akan menjadi landasan berpijak dan motivasi utama bagi berbagai para-pihak untuk terus melakukan berbagai usaha pembangunan dan pengembangan ekowisata yang baik dan benar di wilayah tersebut. Berbagai peluang lain yang dimiliki oleh para-pihak yang masuk dalam rantai suplai ekowisata di wilayah tersebut dapat dilihat pada Tabel 43.
Tabel 43 Peluang bagi DW Cibodas dan KW dalam Perencanaan Pembangunan Ekowisata Wilayah Ekowisata Destinasi Cibodas
Kawasan Bopunjur
Peluang 1. Kebijakan pemerintah dalam konservasi dan lingkungan 2. Kebijakan pemerintah dalam kepariwisataan 3. Persaingan tapak sejenis tergolong rendah 4. Persaingan captive market area tergolong rendah 5. Permintaan potensial tergolong tinggi 6. Perilaku wisatawan masih tergolong dapat dibentuk 7. Berbagai aset investasi yang ada tergolong masih bisa diotimalkan 1. Kebijakan pemerintah dalam kepariwisataan dan lingkungan 2. Persaingan tapak sejenis tergolong rendah 3. Persaingan captive market area tergolong rendah 4. Permintaan potensial tergolong sangat tinggi 5. Perilaku wisatawan masih tergolong dapat dibentuk 6. Berbagai aset investasi yang ada tergolong masih bisa diotimalkan
Ancaman (Threat). Salah satu ancaman terpenting bagi DW Cibodas maupun bagi KW Bopunjur adalah keberadaan Gunung Gede yang tergolong vulkano yang masih aktif. Ancaman erupsi lava dari gunung berapi yang masih aktif ini adalah sangat laten dan krusial terhadap eksistensi berbagai obyek ekowisata yang terdapat pada kedua wilayah tersebut. Meskipun hingga saat ini
103
gunung berapi tersebut belum menunjukkan gejala aktif yang membahayakan, namun hingga saat ini pemerintah juga belum pernah melakukan suatu kegiatan antisipasi penyelamatan berbagai aset wisata yang terdapat pada kawasan tersebut. Selain itu, berbagai hal yang menjadi ancaman bagi rencana pembangunan dan pengembangan ekowisata di kedua wilayah tersebut disajikan pada Tabel 44.
Tabel 44 Ancaman bagi Destinasi Ekowisata Cibodas dan Kawasan Ekowisata Bopunjur dalam Perencanaan Pembangunan Ekowisata. Wilayah Ekowisata Destinasi Cibodas
Kawasan Bopunjur
Ancaman 1. Ancaman letusan gunung berapi Gn. Gede 2. Rencana jalan tol menuju Bandung dan Sukabumi 3. Rencana pengembangan ekowisata di Kabupaten Sukabumi 4. Rencana pengembangan ekowisata Salak Endah 5. Rencana pengembangan ekowisata Kab. Bandung Barat 1. Ancaman letusan gunung berapi Gn. Gede 2. Rencana jalan tol menuju Bandung dan Sukabumi 3. Rencana pengembangan ekowisata di Kabupaten Sukabumi 4. Rencana pengembangan ekowisata Salak Endah 5. Rencana pengembangan ekowisata Kab. Bandung Barat
B. Perumusan Strategi
Avenzora (2003) secara sederhana membedakan perencanaan ekowisata menjadi dua kategori yang berbeda, yaitu perencanaan yang bersifat sainstifik (wissenschaftliche plannung) dan perecanaan praktis (leitbildplannung)
atau
sering juga dikenal sebagai perencanaan apriori atau coba-coba. Dalam proses perencanaan yang bersifat ilmiah (scientific) dijelaskan bahwa proses penetapan berbagai keputusan strategis yang akan dielaborasi menjadi berbagai rencana tindakan yang akan diambil harus
mempunyai suatu keterkaitan yang tidak
terputus satu sama lain dan jelas sebab akibatnya.
Adapun dalam proses
perencanaan apriori berbagai keputusan strategis yang dipakai untuk mengelaborasi serangkaian rencana tindakan yang akan dilakukan dapat saja berasal dari suatu kebijakan pimpinan yang mendominasi proses perencanaan ataupun berdasarkan selera para pengambil keputusan.
104
1. Penguatan Kapasitas para-pihak dalam Rantai Suplai
Mempertimbangkan berbagai potensi dan dinamika
pada mata rantai
pasokan wisata yang terdapat di DW Cibodas saat ini, maka sebaiknya visi pembangunan ekowisata tersebut adalah sebagai berikut: “Terciptanya suatu pasokan ekowisata yang atraktif, variatif dan berkualitas yang menjamin optimalnya fungsi ekologi, sosial budaya dan ekonomi serta kepuasan dan kualitas wisata yang optimal bagi pengunjung di setiap ruang yang digunakan sebagai destinasi ekowisata” Untuk mencapai visi tersebut, beberapa misi penting yang harus dilakukan oleh penyedia jasa tapak wisata di Kawasan Wisata Cibodas setidaknya harus terdiri dari beberapa hal berikut: 1. Mengoptimasi fungsi-fungsi ekologis, sosial budaya serta ekonomi dari setiap tapak yang dijadikan destinasi wisata;
2. Mengoptimasi nilai kreatif dan originalitas produk wisata pada setiap destinasi wisata;
3. Mengoptimasi keragaman produk wisata yang dipasokkan pada setiap destinasi wisata; dan 4. Mengoptimasi kualitas produk wisata yang dipasokkan pada setiap destinasi
wisata.
Terdapat masalah yang sama yang terjadi pada semua destinasi wisata di KW Cibodas, yaitu pasokan jasa wisata bersifat akses terbuka (open acccess). Secara sederhana sifat pasokan jasa wisata dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bersifat eksklusif dan inklusif. Pada pasokan jasa wisata yang bersifat eksklusif, pelanggan tidak bisa mengakses pasokan jasa wisata kecuali menjadi anggota atau ada sistem keanggotaan. Sebaliknya, pada pasokan jasa wisata yang bersifat inklusif, maka setiap pelanggan dapat mengakses pasokan jasa wisata tersebut. Sejalan dengan sifat akses terbuka dari pasokan jasa wisata yang ada di kawasan ini, maka sumberdaya wisata di kawasan tersebut tergolong dalam kelompok jasa wisata yang bersifat inklusif.
105
Kelemahan dari penerapan sistem yang bersifat inklusif dalam pasokan jasa di DW Cibodas selama ini adalah timbulnya ketidakpastian pola kunjungan dan perilaku pengunjung yang akan berwisata, sehingga tidak memberikan suatu kepastian usaha bagi setiap penyedia jasa wisata dan jasa penunjangnya. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa masalah yang selalu terjadi dan bahkan terus meningkat di kawasan wisata ini, seperti: (1) kemacetan lalu lintas karena semua wisatawan merasa dapat melakukan wisata dengan sistem membayar tiket saat datang (on-time ticket), (2) terus bertambahnya bangunan di sepanjang Jalur Puncak-Cianjur sehingga mengurangi nilai estetika wisata, (3) munculnya berbagai usaha penyediaan jasa wisata dan usaha penunjangnya yang tidak dapat diidentifikasi secara akurat oleh berbagai pihak yang berkepentingan untuk mengembangkan nilai jasa wisata dan (4) para penyedia tapak jasa wisata tidak mampu merencanakan pengelolaan tapak secara baik dan bahkan tidak dapat menghindari bila terjadi pelampauan daya dukung tapak.
Dengan dinamika sebab-akibat di atas, maka pasokan ekowisata di DW Cibodas sebaiknya harus bersifat akses terdaftar (booked access) untuk menggantikan kondisi sekarang yang bersifat akses terbuka (open acccess). Sistem akses terbuka tidak dapat diidentikan dengan sifat eksklusif; karena esensi dari sistem ini hanyalah untuk mengarahkan para calon wisatawan untuk melakukan kegiatan registrasi terlebih dahulu agar bisa melakukan berbagai kegiatan rekreasi dan wisata. Para wisatawan yang akan berekreasi dan berwisata ke kawasan ini bisa melakukan registrasi secara on-line.
Penerapan sistem
tersebut ditujukan untuk mengubah perilaku wisatawan yang selama ini tidak terarah menjadi suatu perilaku yang terencana. Beberapa implikasi positif yang dapat diperoleh dari penerapan sistem akses terbuka pada pasokan jasa wisata di setiap destinasi wisata di DW Cibodas adalah: 1.
Terciptanya citra (image) baru pada kawasan, yang setidak-tidaknya adalah tanda atau kesan “kelangkaan akses” jasa pelayanan. Atas hal ini maka bisa diharapkan akan terbentuknya suatu perilaku baru dari pengunjung yang kemudian pada gilirannya juga bisa menjadi jembatan untuk menciptakan suatu harga baru yang lebih sesuai dengan kepentingan keberlanjutan usaha penyedia jasa;
106
2.
Penyedia tapak memperoleh kepastian pengunjung yang akan berekreasi dan berwisata karena melalui data pengunjung yang telah memesan sebelumnya;
3.
Penyedia jasa tapak wisata dapat meningkatkan daya dukung tapak melalui pengaturan pemanfaatan tapak karena setiap pengunjung tidak datang secara bersamaan.
4.
Penyedia jasa tapak wisata dapat meningkatkan atau memastikan kualitas pelayanan pengunjung melalui manajemen prosedur operasi standar (Standard Operation Procedure/SOP) untuk pelayanan pengunjung yang sudah pasti;
5.
Penyedia jasa tapak wisata memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jumlah pelanggan karena peningkatan motivasi wisatawan yang ingin menguasai jasa wisata yang dipasok dengan pembatasan waktu yang memunculkan kesan kelangkaan suplai;
6.
Penyedia jasa tapak wisata dapat merencanakan bentuk-bentuk perilaku pelaku ekowisata yang mendukung kaidah-kaidah yang menjamin keberlanjutan fungsi-fungsi ekologi pada setiap tapak yang digunakan untuk destinasi wisata melalui optimasi loyalitas pelaku ekowisata;
7.
Penyedia jasa tapak wisata dapat mengarahkan bentuk-bentuk perilaku pelaku ekowisata yang mendukung kaidah-kaidah bagi keberlanjutan fungsi-fungsi ekonomi dan sosial budaya pada setiap tapak melalui optimasi loyalitas pelaku ekowisata;
8.
Penyedia jasa tapak wisata dapat merencanakan optimasi bentuk permintaan (demand) agar dapat meningkatkan jumlah dan pola kunjungan pelaku ekowisata pada tapak wisata;
2. Penguatan Para Pihak dalam Rantai Permintaan
Mempertimbangkan berbagai karakteristik dan motivasi wisatawan dalam melakukan aktivitas rekreasi dan wisata di DW Cibodas, maka sebaiknya visi pembangunan ekowisata dari sudut optimasi rantai permintaan di kawasan wisata tersebut adalah sebagai berikut: “Terciptanya loyalitas pelaku ekowisata yang mendapatkan kualitas wisata yang optimal melalui program-program kegiatan wisata yang
memberikan manfaat ekologi, sosial budaya dan ekonomi kepada Destinasi Wisata Cibodas melalui pembentukan citra konsumen (consumer-branding) pada setiap destinasi wisata ”
Untuk mencapai visi ini, maka beberapa program penting yang harus dilakukan oleh penyedia jasa tapak wisata di DW Cibodas setidaknya harus terdiri dari beberapa hal berikut:
107
1.
Mengoptimasi loyalitas pelaku ekowisata yang mendukung terwujudnya kaidah-kaidah keberlanjutan manfaat ekologi, sosial budaya dan ekonomi pada tapak destinasi wisata;
2.
Mengoptimasi pembentukan konsumen yang loyal untuk meningkatkan jumlah kunjungan ekowisata pada tapak yang dijadikan destinasi wisata;
3.
Mengoptimasi pembentukan konsumen yang mampu menata pola kunjungan ekowisata pada tapak wisata; dan
4.
Mengoptimasi pembentukan konsumen yang meningkatkan pola perilaku ekowisata pada tapak wisata.
5.
Membentuk citra konsumen (consumer-branding) yang ditujukan untuk penataan perilaku pengunjung; yang secara mendasar mempunyai kesadaran, informasi, pengetahuan, pemahaman dan atitud serta sikap untuk berperilaku positif dalam meningkatkan kepuasan kunjungan kualitas ekologi, sosial-budaya dan ekonomi dari kawasan ekowisata yang dikunjungi.
Konsep pencapaian peningkatan jumlah kunjungan menghasilkan hubungan yang lebih personal dengan pelaku ekowisata sehingga menghasilkan bentuk pemasaran personal (personal marketing). Hal ini bagi penyedia jasa tapak wisata dapat memberikan keuntungan berupa:
(1) meningkatnya loyalitas pelaku
ekowisata, (2) menurunkam/mengefisienkan biaya pemasaran, (3) memiliki lebih banyak waktu untuk meningkatkan kualitas produk jasa wisata, (4) memperoleh masukan yang berkualitas untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan wisata, (5) meningkatkan kualitas tapak destinasi wisata dan (6) meningkatkan manfaat ekonomi.
Beberapa implikasi positif
yang dapat diperoleh dari pembentukan
konsumen dengan pendekatan pencitraan konsumen (consumer branding) pada destinasi wisata di Kawasan Wisata Cibodas adalah:
1.
Terjadinya peningkatan kepuasan pengunjung; baik karena terciptanya peningkatan kualitas jasa pelayanan, karena terciptanya peningkatan kualitas tapak secara keseluruhan maupun karena optimalnya kesempatan yang dimiliki pengunjung untuk mengakses dan memanfaatkan setiap elemen amenitas dan elemen rekreasi yang ada; yakni karena terkontrolnya kepadatan jumlah pengunjung;
108
2.
Terciptanya suatu tatanilai baru pada pengunjung tentang lingkungan tapak yang digunakan dalam berekreasi; dalam bentuk apresiasi atas kealamiahan, keserasian, keharmonisan dan keindahan bentang lansekap beserta berbagai fasilitas rekreasi dan ekowisata yang ada di dalamnya;
3.
Pada tahap selanjutnya, apresiasi tersebut bisa didorong untuk menjadi tindakan nyata yang bertujuan untuk mewujudkan tegaknya 3 pilar ekowisata, yaitu pilar ekologi, pilar sosial budaya dan pilar ekonomi;
4.
Ketika pengunjung telah secara aktif mewujudkan kegiatan ekowisatanya pada tapak yang dikunjungi, maka kepuasan yang dimilikinya akan dapat meningkat menjadi suatu nilai kebahagian; yaitu setidaknya karena munculnya kesadaran bahwa dirinya telah masuk dalam ruang nilai merasa berarti bagi kehidupan di sekitarnya;
5.
Atas nilai merasa berarti ini, para wisatawan bukan saja akan menjadi pelanggan yang loyal bagi penyedia jasa, melainkan juga akan menjadi kolaborator yang sangat potensial bagi semua pihak untuk mewujudkan berbagai visi dan misi pembangunan ekowisata pada kedua kawasan ekowisata tersebut.
3. Penguatan Rantai Para-Pihak
Mempertimbangkan berbagai motif, fungsi dan peran para-pihak dalam bidang kepariwisataan di DW Cibodas, maka sebaiknya visi pembangunan ekowisata untuk optimasi rantai para-pihak di kawasan wisata ini adalah sebagai berikut:
“Terciptanya suatu kolaborasi fungsi dan kinerja kawasan secara utuh dalam pembangunan ekowisata yang memberikan keterjaminan fungsi-fungsi ekologi, sosial budaya dan ekonomi serta kepuasan dan kualitas wisata yang optimal pada Destinasi Wisata Cibodas melalui peningkatan fungsi dan kinerja intra dan inter elemen para-pihak”
Untuk mencapai visi ini, maka beberapa program penting yang harus dilakukan oleh penyedia jasa tapak wisata di DW Cibodas seharusnya terdiri dari beberapa hal berikut: 1.
2.
Menciptakan optimalisasi fungsi dan peningkatan kinerja ketiga elemen intra stake-holder yang secara utuh memberikan jaminan terhadap fungsi- fungsi ekologi, sosial budaya dan ekonomi pada setiap tapak wisata. Menciptakan optimalisasi fungsi dan peningkatan kinerja ketiga elemen inter stake-holder yang secara utuh memberikan jaminan terhadap fungsi- fungsi ekologi, sosial budaya dan ekonomi pada setiap tapak wisata.
109
Pembangunan ekowisata di DW Cibodas melibatkan banyak pihak dengan berbagai motif dan kepentingan. Apapun yang menjadi pembeda di antara para- pihak tersebut, maka diperlukan suatu kolaborasi positif dari setiap elemen para- pihak tersebut. Banyak teori yang menyatakan bahwa kolaborasi setiap elemen para-pihak tersebut yang positif hanya dapat dibangun atas dasar prinsip-prinsip kemitraan, seperti saling mempercayai, saling memberi manfaat, saling berempati, kesetaraan, dan lain-lain.
Di sisi lain, Teori Hubungan Sosial Kontemporer
(Paloma, 1984), menyebutkan bahwa kemitraan atau kolaborasi di antara berbagai pihak akan menuntut korbanan dari pihak yang berada dalam posisi tawar lebih lemah.
Dalam kondisi demikian, maka pihak yang lebih kuat akan lebih
mendominasi dalam pola hubungan yang terjadi dan memperoleh manfaat atau keuntungan lebih besar dari hubungan tersebut.
Pertanyaannya adalah mengapa hampir tidak pernah terjadi kolaborasi yang ideal seperti diharapkan? Tentu hal ini dapat diberi makna ada sesuatu yang keliru. Diakui atau tidak, sesungguhnya akan sulit terjadi suatu kolaborasi bila dimulai dengan pernyataan sebagaimana yang disampakan dalam berbagai Teori Kolaborasi. Bila demikian, pendekatan apa yang dapat digunakan?
Setiap elemen pada para-pihak memiliki peran tertentu yang spesifik dan bernilai penting dalam rantai para-pihak. Di samping itu, setiap elemen para- pihak
memiliki dorongan sangat kuat untuk menjalankan peranannya dan
berperan penting pada rantai nilai yang terjadi. Atas dasar pertimbangan ini, maka pembangunan dan pengembangan ekowisata di DW Cibodas seharusnya dilakukan dengan mengarahkan setiap elemen para-pihak untuk menjalankan peranannya secara fokus sesuai dengan fungsi dan kinerja yang sudah melekat.
Dari kenyataan yang ada di DW Cibodas dapat disimpulkan bahwa setiap elemen para-pihak belum menjalankan perannya dengan efektif, sehingga pelaksanaan fungsi dan kinerjanya tidak dilakukan dengan efisien. Hampir semua elemen para-pihak melakukan fungsi dan kinerja elemen para-pihak yang lain, sehingga rantai para-pihak yang tercipta tidak optimal. Sebagai ilustrasi, setiap penyedia tapak jasa wisata, baik pemilik atau yang memegang hak menguasai atau yang mengusahakan destinasi wisata, tidak hanya menjalankan fungsi dalam
110
menyelenggarakan penyediaan jasa wisata, tetapi juga mengurusi berbagai hal yang menyangkut kegiatan penjualan produk, mulai dari melakukan promosi, melakukan pemasaran, melakukan penjualan dan mengurusi tiket. Semestinya urusan ini menjadi peran operator perjalanan (tour operator). Akibatnya setiap elemen tidak dapat menjalankan fungsinya secara ideal sehingga kinerja pada setiap fungsi elemen juga menjadi tidak ideal.
Dengan demikian, pengembalian peran kepada yang memiliki fungsi dan kinerja yang tepat merupakan suatu keharusan dalam pembangunan ekowisata di DW Cibodas. Untuk itu dibutuhkan kedisiplinan dari setiap elemen para-pihak dengan melepaskan berbagai pekerjaan yang bukan menjadi fungsi dan kinerjanya.
Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah apakah ada konsekuensi yang akan timbul? Jawaban pertanyaan tersebut adalah ada, yaitu ada suatu kondisi dorman dalam industri pariwisata di DW Cibodas yang diperkirakan hanya terjadi selama 2 - 6 bulan; untuk selanjutnya diyakini akan terjadi pemulihan (recovery) dan akan memberikan hasil lebih baik, yaitu sejalan dengan semua elemen para- pihak yang berjalan serempak dengan derap yang saling menopang sehingga visi pembangunan dan pengembangan ekowisata dapat dicapai. Hal tersebut dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 15.
Gambar 16 Dinamika perubahan akses terbuka (open acces) menjadi akses terdaftar (booked acces).
111 Selanjutnya, dikaitkan dengan pentingnya pendekatan akses terdaftar yang
telah dipaparkan pada bagian terdahulu, maka perwujudan dari penguatan para- pihak chain perlu dilengkapi dengan suatu sistem pemasaran bersama yang terintegrasi dan menguntungkan untuk semua pihak; baik bagi setiap elemen dalam rantai suplai maupun bagi setiap kelompok karakteristik wisatawan dalam rantai-permintaan. Salah satu bentuk pemasaran terpadu dan bersama yang perlu dipertimbangkan adalah pembentukan suatu institusi pemasaran bersama yang dimotori oleh pemerintah; yang ringkasnya bisa disebut sebagai Bopunjur Coorporation, sebagaimana dijabarkan pada Gambar 16. Kondisi Stagnasi dan memburuk Pola Kunjungan dan Perilaku Kunjungan
Open access destination
Strategi: Rebranding Booked Access Pembentukan strategi dan langkah pemasaran bersama Marketing Portal
Tidak Jelasnya Visi dan misi
Respon keliru stakeholder
Situasi persaingan yang kontra produktif
Gambar 17 Strategi Penguatan Para-pihak dalam Bopunjur Corporation.
Fungsi utama Bopunjur Coorporation yang diusulkan tersebut adalah sebagai badan pemasaran bersama yang bersifat satu pintu bagi semua proses pemasaran (marketing) dan penjualan (sales) jasa wisata dari setiap para-pihak yang terdapat di KW Bopunjur secara umum, termasuk di DW Cibodas. Untuk mencegah timbulnya berbagai konflik kepentingan, maka sebaiknya badan pemasaran bersama tersebut dibangun dalam kerangka dasar portal pemasaran
112
(marketing portal), yaitu suatu sistem teknologi informasi yang menjadi pintu masuk satu-satunya untuk melakukan proses pendaftaran (booking) bagi semua jasa yang ditawarkan;
dengan proses pembayaran transaksi langsung pada
rekening para pemilik jasa.
Melalui pembentukan badan pemasaran bersama yang bersifat “marketing portal” tersebut maka pemerintah dapat mengetahui berbagai dinamika suplai dan permintaan ekowisata
yang terdapat pada KW Bopunjur secara baik dan
kontinyu. Selain berguna dalam aspek pemantauan pajak serta retribusi yang secara resmi bisa dipungut oleh pemerintah, maka berbagai data mengenai dinamika suplai dan permintaan (supppy-demand) yang dimiliki juga akan bisa menjadi bahan berguna bagi berbagai proses perencanan selanjutnya.
Di sisi lain, keberadaan badan promosi bersama yang bersifat portal marketing ini sangat membantu pihak swasta dalam mempromosikan jasa dan fasilitas yang dimiliki, yang dianggap dapat menekan biaya promosi sekaligus juga sebagai jendela untuk melakukan pemantauan produk jasa pesaing. Dengan demikian nanti bisa diharapkan munculnya suatu kompetisi yang positif untuk kemajuan bersama.