VI. RENCANA STRATEGI PENGUATAN LEMBAGA KEAGAMAAN
Penguatan lembaga dapat dirumuskan sebagai perencanaan, penataan, dan bimbingan dari organisasi-organisasi baru atau yang disusun kembali, mencakup (a) mewujudkan perubahan dalam nilai, fungsi, teknologi fisik dan atau sosial, (b) menetapkan, mengembangkan, melindungi hubungan normatif dan pola tindakan baru, dan (c) memperoleh dukungan dan kelengkapan dalam lingkungan tersebut (Esman,1971). Penguatan kapasitas lembaga keagamaan merupakan suatu proses perubahan perilaku individu, organisasi/lembaga, dan sistem kemasyarakatan dalam mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Pada proses penguatan lembaga terdapat tiga elemen yang mendukung yaitu; (a) meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap, (b) meningkatkan kemampuan kelembagaan organisasi, menajemen dan keuangan serta budaya, dan (c) meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan serta mengantisipasi perubahan (Esman, 1971). Atas dasar pemikiran tersebut di atas, hasil proses pemetaan sosial dan hasil evaluasi program pengembangan masyarakat yang telah dilaksanakan di Kelurahan Kebonlega dipergunakan sebagai dasar pijakan untuk upaya penguatan lembaga keagamaan. Pengkaji berupaya mengajak stakeholders terkait yaitu: pengelola dan anggota lembaga keagamaan, pihak tokoh masyarakat, aparat pemerintah setempat untuk mencari faktor penyebab serta faktor akibat hingga perlunya upaya penguatan pada lembaga dan turut memberikan masukan bagaimana alternatif pemecahannya serta membuat program peningkatan kemampuan masyarakat mengantisipasi dan mencegah timbulnya masalah sosial termasuk pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Dalam kajian ini, sesuai dengan prinsip pengembangan masyarakat diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dengan mengutamakan partisipasi dari bawah bersama-sama dengan masyarakat mengembangkan kesadaran atas potensi, masalah dan kebutuhan
80 masyarakat melalui upaya-upaya penguatan lembaga keagamaan secara partisipatif. Dalam proses menyusun program penguatan lembaga keagamaan, dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
6.1. Analisis Masalah dan Kebutuhan Masalah merupakan suatu kesenjangan antara kondisi yang ideal dengan kondisi yang ada pada saat ini. Kondisi yang ideal bisa berupa kondisi yang diharapkan atau yang diidamkan atau dicita-citakan, bisa juga sesuatu yang sebenarnya bisa dicapai, tetapi karena sesuatu hal ternyata belum diwujudkan (Sumardjo dan Saharudin, 2003). Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan pimpinan, pengelola dan sebagian anggota lembaga keagamaan telah terindentifikasi permasalahanpermasalahan yang dapat dikatagorikan sebagai berikut : 1. Masalah yang berkaitan dengan input yang tidak memadai meliputi: a. Terbatasnya pengetahuan.tentang NAPZA Masih terbatasnya pengetahuan pimpinan, pengelolah dan anggota berkaitan dengan bahaya dari masalah penyalahgunaan NAPZA. Kondisi ini mengakibatkan sikap kurang peduli terhadap masalah penyalahgunaan NAPZA beserta dampaknya. b. Terbatasnya sumberdaya manusia pengelola lembaga keagamaan. Kondisi ini berakibat pada lemahnya manajemen lembaga tersebut hingga pada gilirannya kurang memberikan kontribusinya terhadap masyarakat. c. Keterbatasan waktu dan sosialisasi, kondisi ini berakibat pada kurang maksimalnya
dalam
melaksanakan
program
kegiatannya
lembaga
keagamaan 2. Hal-hal yang berkaitan dengan output, meliputi: a. Terbatasnya kemampuan dalam menyusun program lembaga keagamaan.. b. Terbatasnya kemampuan dalam membangun jejaring sosial. c. Rendahnya kemampuan dalam mengakses sistem sumber
81 d. Belum diakomidirnya program khusus pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Bertitik tolak permasalahan yang didentifikasi tersebut, melalui diskusi kelompok dirumuskan kembali permasalahan yang paling dirasakan responden, sehingga teridentifikasi masalah-masalah yang bermuara pada lemahnya kemampuan masyarakat dalam mencegah masalah penyalahgunaan NAPZA. Selanjutnya penulis berusaha menuangkan pada pohon masalah yang menggambarkan masalah inti, penyebab dan akibatnya seperti yang tergambar pada gambar berikut : AKIBAT RENDAHNYA KEMAMPUAN LEMBAGA KEAGAMAAN DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
BELUM DIAKOMIDIR PROGRAM ANTI NAPZA
LEMAH DALAM MENGAKSES SISTEM SUMBER
LEMAHNYA PENYUSUNAN PROGRAM
TERBATAS DALAM HAL JARINGAN SOSIAL
LEMAHNYA LEMBAGA KEAGAMAAN
KETERBATASAN PENGETAHUAN NAPZA
KETERBATASAN SUMBERDAYA MANUSIA
KETERBATASAN WAKTU DAN SOSIALISASI
SEBAB
Gambar 6. Analisis Permasalahan dan Kebutuhan Penguatan Lembaga Keagamaan Di Kelurahan Kebonlega,2007. Dari gambar 6, terlihat bahwa permasalahan yang ada yaitu kurangnya penguatan lembaga keagamaan disebabkan oleh berbagai hal antara lain mencakup; (a) rendahnya pengetahuan tentang bahaya yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan NAPZA. Hal ini dapat dibuktikan dengan pada umumnya belum mengenal berbagai jenis NAPZA yang beredar serta dampak yang ditimbulkan dari masing-masing jenis NAPZA tersebut. Kondisi ini menjadi salah satu sebab mengapa penyalahgunaan NAPZA dalam setiap watunya mengalami peningkatan baik dari sisi pemakai maupun sebagai pengedar gelap
82 NAPZA, (b) rendahnya sumberdaya manusia berkaitan pengetahuan dan pengalaman dalam manajemen kegiatan lembaga keagamaan, (c) lemahnya pemahaman fungsi dan peran lembaga keagamaan, hal ini diakibatkan rasa kurang memiliki sehingga berakibat pada keterbatasan dedikasi dan partisipasi terhadap keberadaan lembaga keagamaan, (d) keterbatasan waktu dan sosialisasi, menyebabkan kurang maksimalnya pelaksanaan kegiatan yang dilaksananakan lembaga keagamaan. Pada sisi yang lain, maraknya penyalahgunaan NAPZA seperti telah diutarakan sebelumnya, merupakan masalah sosial yang kompleks, kondisi ini dilatarbelakangi mulai dari adanya berbagai krisis baik ekonomi, krisis moral, dan krisis kepercayaan yang terjadi dalam kehidupan masayarakat. Diperburuk lagi dengan kondisi kehidupan masyarakat perkotaan yang sarat kompetensi, melembaganya nilai individualisme yang melunturkan nilai-nilai kesetiakawanan sosial, dan lemahnya dalam penegakan hukum. Kondisi tersebut secara langsung mengakibatkan lemahnya pengawasan sosial terutama berkaitan dengan masalah penyalahgunaan NAPZA.
6.2. Analisis Tujuan Tahap ini dilakukan bersama responden untuk menganalisis masalah dan merumuskan tujuan-tujuan yang akan dicapai, menyusun informasi dengan sistematik sehingga bisa menghasilkan sebuah rencana strategi atau kegiatan. Setelah responden menyepakati hal yang berkaitan dengan masalah, penyebab dan akibatnya dalam rangka menentukan tujuan yang menggambarkan suatu aksi. Dari analisis masalah, secara riil lembaga keagamaan menunjukkan adanya kebutuhan berupa perlunya penguatan beberapa variabel sehingga secara langsung dapat meningkatkan kemampuan masyarakat pada umumnya dalam mencegah masalah penyalahgunaan NAPZA. Mengacu pada penjelasan tersebut, selanjutnya mulailah disusun analisis tujuan berupa rancangan tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang ada. Penulis berusaha menuangkan dalam bentuk tujuan seperti pada gambar berikut:
83 H A S I L MENINGKATNYA KEMAMPUAN LEMBAGA KEAGAMAAN DALAM PENCEGAHAN NAPZA
DITERAPKANNYA PROGRAM ANTI NAPZA
MENINGKATNYA KEMAMPUAN MENGKASES SISTEM SUMBER
MENINGKATNYA KEMAMPUAN DLM PENYUSUNAN PROGRAM
TERWUJUDNYA JEJARING SOSIAL
MENGUATNYA LEMBAGA KEAGAMAAN
MENINGKATNYA PENGETAHUAN NAPZA
MENINGKATNYA SUMBERDAYA MANUSIA
KETERSEDIAAN WAKTU DAN SOSIALISASI
TINDAKAN
Gambar 7. Analisis Tujuan Penguatan Lembaga Keagamaan Di Kelurahan Kebonlega, 2007. 6.2. Analisis Alternatif Kegiatan Tahap ini dilaksanakan setelah pihak lembaga keagamaan dan masyarakat pada umumnya menentukan sendiri apa permasalahan yang sedang terjadi, dirasakan, potensi-potensi apa yang dimiliki dan kebutuhan-kebutuhan apa yang mendesak. Dari gambar 5, terlihat banyaknya rancangan tindakan yang bisa dilakukan lembaga keagamaan dalam mengatasi permasalahan yang ada. Dari analisis tujuan yang menghasilkan rancangan tindakan sebagai dasar penyusunan kegiatan alternatif yang akan dilakukan dalam upaya penguatan lembaga keagamaan. Dari hasil masukan responden tentang hasil alternatif masalah, kemudian penulis menuangkan hasil tersebut pada diagram alternatif kegiatan yang menggambarkan tindakan dan hasil. Analisis alternatif kegiatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
84 Tabel 10. Matrik Alternatif Kegiatan Dalam Penguatan Lembaga Keagamaan ALTERNATIF KEGIATAN
STRATEGI (PROGRAM)
HASIL YANG DIHARAPKAN
1
2
3
1. PENINGKATAN KAPASITAS INDIVIDU
Peningkatan pengetahuan tentang NAPZA
Meningkatnya pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap dan moral pengurus dan anggota lembaga dalam: a. teknik berorganisasi yang baik terutama dalam penyusunan program dan bidang administrasi b. tentang berbagai jenis NAPZA dengan berbagai dampaknya c. teknik sosialisasi dan koordinasi d. terwujudnya moral dan sikap yang baik Menguatnya Kapasitas lembaga dengan a.tergalinya sistem sumber sebagai upaya pencarian dana lembaga, b.terwujudnya mitra kerja berupa pendampingan untuk kemandirian dan keberlanjutan , c. Meningkatnya kepemilikan kelengkapan fisik berupa sarana dan prasarana penunjang d. diadopsinya program anti NAPZA dalam program kegiatan lembaga. e. Menguatnya peran lembaga keluarga dalam mengantisipasi melalui penerapan pola asuh keluarga yang baik
Peningkatan kemampuan manajemen organisasi Penguatan Lembaga Keluarga Bimbingan moral dan sikap 2. PENINGKATAN KAPASITAS MANAJEMEN LEMBAGA
Peningkatan upaya pengaksesan sumber Peningkatan menciptakan jejaring sosial Peningkatan penyusunan Program Diterapkannya program anti NAPZA melalui
PENANGGUN G JAWAB
ALOKASI DANA
ASUMSI 5
Pimpinan, pengelola dan semua anggota serta tokoh masyarakat setempat
Lembaga keagamaan DKM AlHudda dan kemitraan dgn lembaga terkait dan pemerintahan setempat
Kapasitas pengurus dan anggota lembaga meningkat dan diharapkan memiliki kemauan dan kemampuan dalam partisipasi dalam menghadapi hambatan dan kendala
Pimpinan, pengurus dan seluruh anggota serta tokoh masyarakat setempat
Lembaga keagamaan DKM AlHudda kemitraan dgn lembaga terkait dan pemerintahan setempat
Menguatnya kapasitas lembaga keagamaan sehingga mampu memberikan kontribusi berupa peningkatan kemampuan masyarakat dalam mencegah permasalahan sosial yang ada
6.4 Analisis Pihak Terkait Analisis dilakukan agar alternatif kegiatan yang telah disusun dapat dijalankan, maka perlu adanya peran dari stakeholders baik formal maupun informal. Tahap ini dilakukan dengan diskusi kelompok, dimana setiap peserta mengidentifikasi stakehorders potensial yang memberikan kontribusi dalam pelaksanaan program. Selanjutnya secara bersama-sama mengidentifikasi kekuatan dan keterbatasan masing-masing stakeholders, serta menentukan upaya apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan peran. Berkaitan dengan hal tersebut, maka disusunlah analisis pihak terkait dalam penguatan lembaga keagamaan sebagaimana tersaji pada Tabel 11 berikut:
85 Tabel 11. Analisis Pihak Terkait Dalam Penguatan Lembaga Keagamaan NO
Peran
Kekuatan
Keterbatasan
Upaya Peningkatan Peran
1.
Pondok Pesantren Al-Hudda
- memiliki kapasitas dalam pendidikan agama dan penanaman nilai-nilai
Memiliki tujuan yang berorientasi akan profit
Meningkatkan kerjasama untuk menguatkan lembaga
2.
Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotika Banceuy
- Sebagai media pembelajaran bagi masyarakat terhadap kejahatan NAPZA
Kurangnya kontribusi terhadap masyarakat sekitar
Meningkatkan kerjasama dan membangun mitra kerja
3
Karang Taruna
- Memiliki akses dalam
- Rendahnya
Mengikuti penyuluhan sosial tentang NAPZA
kegiatan remaja/pemuda di Kelurahan 4.
Majelis setempat
Taklim
5.
LembagaTerkait (Dinas Kesehatan, Kantor Agama,Dinas Pendidikan, Polsek setempat, BNP/BNK
Pengetahuan ttg NAPZA
Memiliki pengaruh dalam kehidupan beragama dan memiliki jejaring
Terbatasnya pengetahuan tentang bahaya NAPZA
-Memiliki alokasi anggaran untuk penyuluhan NAPZA - Memiliki jejaring yang lebih luas
Kurang Koordinasi antar lintas intansi dan kurang dlm kontribusi
Sosialisasi program pencegahan dan penyelahgunaan NAPZA Meningkatkan sosialisasi program Memilih program yang berpihak pada msyrkt.
6.5 Potensi Pendukung Program Penguatan Lembaga Keagamaan Mengacu pada alternatif kegiatan yang telah tersusun sebelumnya dan dengan mempertimbangkan potensi-potensi yang dimiliki, maka bersama-sama responden yang hadir menentukan kegiatan yang diinginkan dalam penguatan lembaga keagamaan. Potensi-potensi yang dapat diidentifikasi adalah : 1. Secara Human Capital, adanya kemauan dari warga masyarakat untuk mengembangkan atau menguatkan lembaga keagamaan berdasarkan tingginya tingkat kepercayaan (trust) atas dasar kesamaan agama yang dianutnya, sehingga secara langsung dapat meningkatkan partisipasi. 2. Adanya Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotika Banceuy dapat dijadikan media pembelajaran kepada masyarakat dengan upaya membangun kerjasama sebagai mitra kerja yang dapat memberikan kontribusinya kepada masyarakat sekitarnya.
86 3.
Adanya Pondok Pesantren Al-Hudda sebagai lembaga pendidikan dalam bidang peningkatan nilai agama, aqidah agama yang secara langsung bisa memberikan pembelajaran kepada masyarakat sebagai upaya menangkal timbulnya permasalahan sosial.
4. Dukungan dari aparat kelurahan dan pemerintahan kota berupa penyediaan fasilitas, pendampingan dan pembiayaan.
6.6 Program Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA Program pencegahan NAPZA yang disusun menempatkan lembaga keagamaan sebagai media untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pencegahan NAPZA sebagai tujuan program. Adapun nama rencana strategi yang akan dilaksanakan adalah “Program Penguatan Lembaga Keagamaan Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif “ A. Tujuan 1. Meningkatkan kemampuan masyarakat berupa keterlibatan dan perannya dalam
kegiatan
pencegahan
masalah
penyalahgunaan
Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif. 2. Mengurangi penyandang masalah penyalahgunaan NAPZA baik segi kualitas maupun kuantitas serta mempersempit gerak pengedar gelap NAPZA. B. Sasaran 1. Anggota lembaga keagamaan yang pada umumnya dari unsur generasi muda, diharapkan dengan memiliki pengetahuan tentang bahaya NAPZA dan berbagai dampaknya, juga diharapkan memiliki kemampuan dalam tindakan preventif berupa upaya pencegahan masalah penyalahgunaan NAPZA untuk diri, keluarganya dan masyarakat pada umumnya. 2. Pengelola lembaga keagamaan, disamping memiliki pengetahuan dan keterampilan
dalam
mengelola
lembaga
sehingga
diharapkan
memberdayakan lembaga keagamaan yang dikelolanya. Pada sisi lainnya, dengan memiliki pengetahuan tentang bahaya NAPZA diharapkan akan
87 memberi masukan kepada lembaga keagamaan agar memiliki program khusus pencegahan penyalahgunaan NAPZA. 3. Pihak-pihak terkait di kelurahan Kebonlega, baik pemerintah , swasta dan masyarakat yang dijadikan sistem sumber dalam penguatan lembaga keagamaan sehingga masyarakat memiliki kemampuan dalam pencegahan masalah penyalahgunaan NAPZA. C. Kegiatan-Kegiatan Yang Dilaksanakan Penguatan lembaga keagamaan berupaya untuk meningkatkan kapasitas internal melalui upaya penguatan kapasitas individu, mengoptimalkan kapasitas lembaga berupa upaya peningkatan dalam bidang penggalangan dana, upaya membangun jejaring sebagai mitra kerja, pemenuhan kebutuhan kelengkapan fisik berupa sarana dan prasarana penunjang, serta mengadopsi program khusus berkaitan dengan anti NAPZA. Melalui upaya ini diharapkan keberadaan lembaga keagamaan DKM Al-Hudda dapat menjadi embrio dan alternatif dalam upaya meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pencegahan NAPZA melalui penguatan lembaga keagamaan serupa lainnya. Diharapkan dengan menguatnya lembaga keagamaan, secara langsung akan bisa meningkatkan kemampuan masyarakat dalam upaya pencegahan masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Program penguatan lembaga
keagamaan
di
Kelurahan
Kebonlega
Kecamatan Bojongloa Kidul sebagai berikut: 1)
Pelatihan pengelolaan organisasi dan pelatihan perencanaan partisipatif dengan tujuan meningkatkan kualitas pengetahuan dan keterampilan dalam manajemen lembaga dengan pendekatan partisipatif. Adapun bentuk kegiatannya adalah pelatihan tentang administrasi organisasi, teknik membangun jejaring, teknik penggalangan dana, dan studi banding.
2)
Penyuluhan dan bimbingan sosial tentang penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain. Adapun bentuk kegiatannya adalah2 penyuluhan
tatap
muka
berupa
ceramah
dan
diskusi
dengan
mengintegrasikan informasi tentang bahaya NAPZA ke dalam kegiatan :
88 penyuluhan dan bimbingan sosial berupa pendidikan agama, moral dan hukum. 3)
Peningkatan
keterlibatan
keluarga
dalam
kegiatan
pencegahan
penyalahgunaan NAPZA. Adapun bentuk kegiatannya adalah pelatihan dan bimbingan Pola asuh keluarga yang baik dan pelatihan orang tua sebagai konselor. Berdasarkan hal tersebut di atas, rincian rencana program kegiatan dalam rangka penguatan lembaga keagamaan dapat dilihat pada Tabel 12 berikut :
89
90 D. Situasi Pendukung Pelaksanaan Program Dalam penyusunan program kerja untuk penguatan lembaga keagamaan perlu memperhatikan situasi-situasi tertentu yang dapat dijadikan pendorong, sehingga rancangan program yang telah disusun dapat direalisasikan dan disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan uraian dari bab sebelumnya, dapat diketahui situasi pendukung pelaksanaan program sebagai berikut: 1. Terbangunnya kesadaran pimpinan, pengelola dan anggota lembaga keagamaan tentang pentingnya pengaplikasian doktrin berupa normanorma dalam hal ini norma agama dalam mengelola lembaganya. 2. Terbangunnya kesadaran pimpinan, pengelola dan anggota lembaga keagamaan tentang pentingnya membangun jejaring sosial terhadap lembaga yang ruang lingkunya lebih besar dan luas. 3. Lembaga-lembaga lain yang ada telah memberikan kontribusinya kepada warga masyarakat.
6.7 Strategi penguatan Lembaga Keagamaan Strategi penguatan lembaga keagamaan dalam rangka meningkatkan kemampuan
masyarakat
dalam
pencegahan
penyalahgunaan
Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif yang digunakan adalah metode pembelajaran partisipatif dengan memberikan suasana belajar secara aktif melalui pembahasan kasus, role playing, simulasi dan pemecahan masalah. Penerapan strategi ini perlu ditunjang dengan bahan peragaan menganai bahasan yang akan dilatihkan serta tinjauan lapangan sebagai bahan perbandingan, kemudian membuat laporan menganai hasil peninjauan lapangan tersebut untuk didiskusikan. Pada kegiatan pemberdayaan lembaga keluarga bekerja sama dengan PKK setempat, Departemen Agama Kota Bandung berkaitan dengan penyuluhan dan pendidikan tentang pola asuh keluarga yang baik yang bisa menangkal permasalahan penyalahgunaan NAPZA. Dalam menerapkan strategi pencegahan yang disusun dan digunakan perlu disesuaikan dengan siapa pesertanya, apa tujuannya, dana yang tersedia dan waktu
91 yang diperlukan. Materi dan isi materi dalam upaya pencegahan sebagaimana pada Tabel 13 berikut : Tabel 13. Materi dan Isi Upaya Pencegahan NAPZA MATERI
ISI MATERI
1
Situasi masalah penyalahgunaan NAPZA
Keadaan dan perkembangan penyalahgunaan NAPZA di Indonesia
2
Penyalahgunaan Narkotika, psikotropika dan zat adiktif
A.faktor penyebab 1) faktor kepribadian 2) faktor pendorong 3) faktor pencetus B. akibat buruk pemyalahgunaan NAPZA 1) Fisik 2) Kesehatan 3) Jiwa/mental 4) Sosial 5) Kepatuhan pada hukum C. Pengaruh penyalahgunaan NAPZA terhadap orang tua, keluarga, dan masyarakat D. Pengaruh masalah penyalahgunaan NAPZA terhadap kondisi sosial, ekonomi dan keamanan
3.
Jenis-jenis bahan NAPZA yang disalah gunakan
A. Narkotika B. Psikotropika C. Zat-zat adiktif lain
4.
Gejala-gejala klinis keracunan
A. Gejala keracunan masing-masing jenis dan lepas ketergantungan NAPZA B. Gejala ketergantungan withdrawak Syndrome(putus zat) masing-masing jenis NAPZA
5
Kebijaksanaan dan program
a. b. c.
Kebijaksanaan umum Kebik\jaksanaan khusus Program-program Penerangan dan pencegahan Penegakkan hukum terhadap produsen, distributor dan konsumen ilegal
6.
Peran aktif masyarakat penanggulangan
a.
memberikan pengetahuan dan menggugah kesadaran masyarakat tentang masalah penyalahgunaan NAPZA. Memberikan kemampuan teknis kepada orang untuk berpatisipasi Mendorong orang untuk berpartisipasi fungsi-fungsi dan bidang-bidang kegiatan dimana masyarakat bisa berpatisipasi
dalam
b. c.
masalah
92 Tabel 14. Metode, Teknik dan Media Upaya Pencegahan NAPZA Metode
Teknik
Media
1
Penyuluhan
a. Ceramah dan tanya jawab b. Temu wicara c. Sarasehan d. Seminar e. Pameran f. Pawai
Papan tulis, OHP, Slide, Film, poster, leatflet dan makalah
2
Bimbingan sosial
a. wawancara b. Konseling
Gambar, leatflet dan booklet
3
Pendidikan
a. Seminar b. Pelatihan c. Diskusi d. Simulasi e. Integrasi ke dalam kurikulum sekolah
Makalah, booklets, dan buku
Strategi penguatan lembaga keagamaan dalam rangka meningkatkan kemampuan
masyarakat
dalam
pencegahan
penyalahgunaan
Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif dapat dilakukan dengan cara: 1. Secara langsung, berupa: a. Penguatan Human Capital, mendorong pembentukan forum kerukunan lintas agama sebagai wadah untuk membangun kerekatan dan kerjasama antar agama dalam menanggulangi penyalahgunaan NAPZA. b. Penguatan Capital Sosial, mendorong tim negosiasi dan kerjasama kepada lembaga-lembaga yang ada dengan harapan adanya kontribusinya terhadap masyarakat disekitarnya. c. Pemberdayaan Kelembagaan Keluarga, mendorong berdayanya lembaga PKK di kelurahan dengan mengadakan Klinik Kosultasi Keluarga sebagai media konsultasi keluarga-keluarga terutama yang memiliki masalah dalam kehidupan berumah tangga. d. Penguatan Pengawasan Sosial, dihidupkan kembali sistem keamanaan lingkungan dengan melakukan ronda malam secara bergilir, termasuk meningkatkan wilayahnya.
kewaspadaan
terhadap
peredaran
gelap
NAPZA
di
93 2. Secara tidak langsung, berupa peningkatan komitmen Pemerintah Kota Bandung dalam memberdayakan masyarakat melalui kelembagaan keagamaan seiring dengan program Bandung Sebagai Kota Agamis. Idealnya program tersebut direalisasikan pada pembinaan lembaga keagamaan yang ada terutama dalam bidang pengadaan fasilitas fisik, karena berdasarkan observasi penulis pada umumnya lembaga keagamaan minim akan fasilitas fisik. Berkaitan dengan upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA, Pemerintah Kota Bandung harus mampu memberdayakan Badan Narkotika Propinsi dan Badan Narkotika Kota Bandung yang masih minim dalam kontribusinya terhadap masalah penyalahgunaan NAPZA. Strategi pelaksanaan kegiatan penguatan lembaga keagamaan dapat dilihat pada gambar 9 berikut:
Tidak Langsung
Pemkot Bandung (BNK)
Pencegahan Penyalahgu naan NAPZA
Langsung
Lembaga Keagamaan
Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Keagamaan
A. Penguatan Human Capital B. Penguatan Capital Social C. Pemberdayaan Kelembagaan Keluarga D. Penguatan Pengawasan Sosial
Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan NAPZA
Gambar 9. Strategi Penguatan Lembaga Keagamaan di Kelurahan Kebonlega, 2007 Untuk melaksanakan kegiatan yang telah disusun bersama lembaga keagamaan DKM Al-Hudda dan untuk menjaga kesinambungannya, perlu disusun strategi penguatan lembaga keagamaan dalam penguatan norma-norma, pemberdayaan pimpinan, melengkapai fasilitas fisik, membangun jaringan kerja
94 yang luas, menyusun program yang
baik. Dengan kondisi seperti tersebut
diharapkan akan meninkatkan kemampuan masyarakat dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA. Peranan Pemerintahan Kota Bandung antara lain; (a) menekankan keberfungsian lembaga Badan Narkotika Kota Bandung dalam distribusinya kepada masyarakat berkaitan dengan tugasnya, (b) menfasilitasi lembaga keagamaan dalam melaksanakan kegiatan dengan lembaga-lembaga serupa yang tingkatnya lebih besar dan luas, (c) memberi bantuan dalam melengkapi fasilitas fisik sebagai upaya perwujudan Kota Bandung Agamis.