21 Verifikasi Design Expert® 7 akan memberikan solusi kombinasi formula dan kondisi proses yang optimum, selanjutnya dilakukan pembuatan formula dengan kondisi proses sesuai dengan yang disarankan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh nilai aktual setiap respon dari kombinasi formula dan kondisi proses yang disarankan. Pengujian yang dilakukan untuk melihat kesesuaian respon aktual dan prediksi nilai respon yang didapatkan disebut verifikasi. Uji yang dilakukan dalam tahapan verifikasi adalah uji aktivitas antioksidan, aktivitas antihiperglikemik, analisis warna (nilai L dan Hue), uji rating hedonik terhadap tiga atribut sampel (warna, aroma, rasa, dan keseluruhan) dengan 70 panelis tidak terlatih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Ekstraksi Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional Proses ekstraksi bahan baku penyusun minuman fungsional dilakukan secara terpisah, mengingat setiap bahan baku memiliki karakteristik yang khas. Kondisi ekstraksi setiap bahan baku telah dilakukan oleh Herold (2007), namun belum didapatkan kestabilan mutu dan rendemen ekstrak. Oleh karena itu, modifikasi kondisi ekstraksi dilakukan oleh Mardhiyyah (2012). Modifikasi kondisi ekstraksi dilakukan pada daun kumis kucing, secang, jahe gajah, dan temulawak. Pada penelitian ini, kondisi ekstraksi daun kumis kucing (Lampiran 1), kayu secang (Lampiran 3), jahe gajah (Lampiran 2), dan temulawak (Lampiran 4) didasarkan pada hasil penelitian Mardhiyyah (2012). Kondisi ekstraksi jeruk lemon didasarkan pada hasil penelitian (Herold 2007), jeruk purut (Kordial 2009), dan jeruk nipis (Affandi 2011). Modifikasi kondisi ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang yang dilakukan oleh Mardhiyyah (2012) telah dilakukan pada skala pilot plant. Penetapan kondisi ekstraksi didasarkan pada respon yang dianggap penting yaitu, aktivitas antioksidan dan total fenol. Mengingat daun kumis kucing dan kayu secang merupakan bahan penyusun minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing, sehingga aktivitas antioksidan dan total fenol bahan baku merupakan salah satu parameter yang penting. Penetapan kondisi ekstraksi yang dilakukan belum dibuktikan pada tahap verifikasi, sehingga untuk memastikan kestabilan mutu dan rendemen ekstrak perlu dilakukan proses verifikasi terlebih dahulu. Tahap verifikasi ini bertujuan untuk melakukan pembuktian terhadap prediksi dari nilai respon solusi kondisi optimum yang telah ditetapkan oleh Mardhiyyah (2012) pada penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian Mardhiyyah (2012) kondisi optimum ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang yang tepat yaitu pada suhu 800C selama 30 menit, kondisi ekstraksi inilah yang akan diverifikasi. Hasil verifikasi dan prediksi kondisi ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil verifikasi menunjukkan kondisi ekstraksi daun kumis kucing selama 30 menit didapatkan aktivitas antioksidan dan total fenol sebesar 2840 ppm
22 AEAC dan 975.56 ppm GAE. Ekstraksi kayu secang dengan lama ekstraksi 30 menit didapatkan hasil verifikasi aktivitas antioksidan dan total fenol sebesar 1692 ppm AEAC dan 1065.56 ppm GAE. Seluruh respon yang didapatkan saat verifikasi memenuhi persyaratan rentang 100% PI Low dan 100% PI High. Terpenuhinya persyaratan tersebut menunjukkan bahwa terjadi kesesuaian antara prediksi dengan hasil verifikasi, sehingga kondisi ekstraksi yang telah ditetapkan dapat digunakan. Lama ekstraksi kumis kucing dan kayu kecang secang selama 30 menit pada suhu 800C, terbukti dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dan total fenol. Apabila dibandingkan dengan kondisi ekstraksi yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu Indariani (2011) maka aktivitas antioksidan dan total fenol yang didapatkan meningkat secara signifikan. Indariani (2011) melakukan ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang selama 15 menit pada suhu 80 0C, didapatkan antioksidan daun kumis kucing dan kayu secang sebesar 666.89 ppm AEAC dan 1055.22 ppm AEAC. Sedangkan total fenol daun kumis kucing dan kayu secang sebesar 787.63 ppm GAE/g dan 727.38 ppm GAE/g. Tabel 4 Hasil prediksi dan verifikasi kondisi optimum ekstaksi daun kumis kucing dan kayu secang Sampel Respon Prediksi* Verifikasi 100% PI Low* 100% PI High* Daun kumis Antioksidan 2508.85 2840 2134.69 2883.01 kucing Total fenol 926.63 975.56 710.14 1143.12 Kayu secang Antioksidan 1601.74 1692 1350.88 1852.59 Total fenol 1319.93 1065.56 1059.24 1580.62 Keterangan*: data didapatkan dari hasil optimasi yang dilakukan oleh Mardhiyyah (2012)
Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa lama ekstraksi berpengaruh terhadap komponen fitokimia yang terekstrak. Menurut Michiels et al. (2012) terdapat beberapa parameter yang penting untuk diperhatikan pada saat melakukan ekstraksi bioaktif, yaitu pelarut yang digunakan, suhu dan waktu ekstraksi. Waktu ekstraksi memiliki peranan penting dikarenakan kecukupan waktu kontak antara pelarut dengan matrik bahan akan menentukan banyaknya komponen bioaktif yang dapat terekstrak. Modifikasi kondisi ekstraksi jahe gajah dan temulawak yang dilakukan Mardhiyyah (2012) terletak pada penghilangan tahap perebusan jahe gajah dan temulawak. Jahe gajah diekstraksi pada kondisi setelah dilakukan penyiraman air mendidih (suhu ± 950C) selama 5 menit kemudian diparut. Temulawak dilakukan proses pemarutan pada kondisi segar. Modifikasi proses ekstraksi tersebut menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi ekstraksi Herold (2007). Rendemen ekstak jahe gajah dan temulawak dapat dilihat pada Tabel 5.
23 Karakterisasi Ekstrak Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Karakterisasi ekstrak bahan baku penyusun minuman fungsional bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan total fenol setiap bahan baku. Sehingga diharapkan minuman fungsional yang didapatkan memiliki kualitas yang optimal. Selain itu, rendemen ekstrak juga merupakan parameter yang dikarakterisasi, mengingat rendemen ekstrak sangat penting untuk menentukan kebutuhan bahan saat pembuatan minuman fungsional. Karakteristik aktivitas antioksidan, total fenol, dan rendemen ekstrak dapat dilihat pada Tabel 5. Pada Tabel 5, ekstrak kayu secang memiliki kadar antioksidan tertinggi yaitu sebesar 3306 ppm AEAC. Sedangkan kadar total fenol tertinggi terdapat pada ekstrak temulawak, sebesar 4272.2 ppm GAE. Berdasarkan karakteristik tersebut dapat dikatakan bahwa aktivitas antioksidan tidak berbanding lurus dengan kadar total fenol ekstrak. Terdapat beberapa pendapat mengenai korelasi antara aktivitas antioksidan dengan total fenol. Menurut Sun et al. (2002) terdapat korelasi antara total fenol dengan aktivitas antioksidan, korelasi antara keduanya ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0,9788 dengan p<0.01. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Pourmorad et al.(2006) dan Menichini et al (2011) bahwa terdapat korelasi positif antara total fenol dengan aktivitas antioksidan. Tabel 5 Karakteristik ekstrak bahan baku minuman fungsional Jenis ekstrak Aktivitas Total Fenol Rendemen Antioksidan (ppm GAE) Ekstrak (ppm AEAC) (%) Daun kumis kucing 3090±0 3754.17 ±2,100 30±1.8 Kayu secang 3306±0 4273.61± 0,98 31.93±1.72 Temulawak 2933.1±1,06 4706.94± 2,100 41,5±1.32 Jahe gajah 1061.4±1,77 384.72±0,20 56.57±1.50 Jeruk purut 909.5±0,35 508.89±0,39 17.43±1.12 Jeruk nipis 915.5±1,41 899.72±0,20 36.37±0.40 Jeruk lemon 538±0.35 578.89±0 38.1±0.35 Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Hinneburg et al. (2006) bahwa tidak ada korelasi antara total fenol dengan aktivitas antioksidan pada beberapa tanaman herbal yang ditelitinya. Hal tersebut dimungkinkan karena perbedaan varietas tanaman herbal yang diteliti ataupun perbedaan metode uji yang dilakukan pada referensi yang diacu.
Perbedaan Kondisi Skala Laboratorium dengan Skala Pilot Plant Perbedaan kondisi antara skala laboratorium dengan skala pilot plant terletak pada volume produksi dan peralatan yang digunakan. volume produksi maksimal minuman fungsional pada skala laboratorium sebesar 500ml, sedangkan pada skala pilot plant akan diperbesar sampai 20 kali lipat yaitu sebesar 10L. Volume perbesaran pilot plant dapat berbeda-beda pada setiap penelitian,
24 tergantung karakteristik produk dan kapasitas peralatan yang digunakan. menurut Sa`id (1987), perbesaran 20 kali lipat telah dapat dikatakan sebagai pilot plant, kapasitas pilot plant dapat berkisar pada 10 sampai 400 kali lipat, bahkan lebih dari 400 kali lipat tergantung pada kebutuhan. Peralatan pada skala laboratorium juga masih menggunakan peralatan yang sangat sederhana dengan kapasitas kecil seperti beaker glass, pipet mohr, rotary vacuum evaporator, saringan manual, ataupun parutan manual. Pada skala pilot plant peralatan yang digunakan sudah selangkah lebih baik, artinya peralatan yang digunakan memiliki kapasitas yang lebih besar dan cara pengoperasiaanya tidak sepenuhnya dilakukan secara manual. Peralatan yang digunakan pada skala pilot plant yaitu vacuum evaporator skala 30L, tangki pencampur kapasitas 20L, ataupun tangki untuk pasteurisasi skala 20L. Perbedaan kondisi yang mencolok antara skala laboratorium dengan skala pilot plant adalah proses pemarutan jahe dan temulawak. pemarutan jahe dan temulawak pada skala laboratorium dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia, sedangkan pada skala pilot plant dilakukan menggunakan mesin pemarut otomatis kapasitas 3kg/jam. Gambar 3 menunjukkan ilustrasi mengenai perbedaan kondisi tersebut.
(a)
(b) Gambar 5. Perbedaan pemarut yang digunakan pada skala laboratorium dan skala pilot plant. (a) pemarut skala laboratorium, (b) pemarut skala pilot plant. Perbedaan kondisi yang terjadi pada skala laboratorium dengan skala pilot plant, seringkali mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan mutu. Oleh karen itu, diperlukan beberapa penyesuain kondisi proses pembuatan minuman fungsional pada skala pilot plant. Penetapan paramater kritis merupakan salah satu solusi yang dapat dilakan untuk mendapatkan karakteristik produk minuman fungsional yang optimal pada skala pilot plant.
25 Penetapan Batas atas dan Bawah serta Kombinasi Perlakuan Penetapan batas atas dan bawah untuk setiap variabel bebas penting untuk dilakukan, dikarenakan nilai ini akan digunakan untuk menentukan banyaknya perlakuan beserta kombinasi setiap perlakuan yang akan dilakukan oleh program Design Expert® 7. Penetapan batas atas dan bawah dilakukan pada penelitian pendahuluan dengan cara mengkombinasikan nilai minimum ataupun nilai maksimum setiap variabel yang didasarkan pada penelitian Febriani (2012). Febriani (2012) melakukan proses optimasi terhadap tiga komponen jeruk pada skala laboratorium, dengan kisaran nilai konsentrasi yang berbeda untuk setiap jenis jeruk. Konsentrasi jeruk nipis berkisar pada x-xi%, jeruk purut y-yi%, dan jeruk lemon z-zi%, sedangkan suhu air yang ditambahkan tidak ditetapkan sebagai variabel bebas. Berdasarkan kisaran konsentrasi tersebut maka dilakukan trial error terhadap dua perlakukan yaitu minimum dan maksimum. Kombinasi perlakuan minimum yaitu konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air yang ditambahkan D0C. Kombinasi perlakuan maksimum yaitu konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air yang ditambahkan D0C. Minuman fungsional yang didapatkan berdasarkan dua kombinasi tersebut, dilakukan pengujian organoleptik yang dilakukan oleh peneliti, peneliti terdahulu minuman fungsional, dan dosen pembimbing. Pengujian yang dilakukan pada uji trial error ini hanya sebatas pada pengujian organoleptik. Hal tersebut didasarkan klaim minuman ini merupakan minuman fungsional, yang artinya dapat diminum dalam diet sehari-hari selayaknya bahan makanan lainnya. sehingga dapat dikatakan bahwa penerimaan konsumen dari sisi cita rasa merupakan hal yang sangat penting. Hasil pengujian menetapkan bahwa minuman fungsional dengan kombinasi maksimum lebih disukai dibandingkan kombinasi minimum. Minuman fungsional kombinasi maksimum memiliki cita rasa yang lebih dominan rasa jeruk, bahkan kesan ataupun cita rasa jamu minuman fungsional dapat tertutupi, sedangkan pada kombinasi minimum rasa minuman fungsional cenderung hambar. Oleh karena itu, disepakati untuk meningkatkan kisaran konsentrasi jeruk nipis dan jeruk lemon, yaitu konsentrasi jeruk nipis x-xi%, jeruk lemon z-zi%. Hal tersebut dilakukan agar kisaran nilai serta titik-titik yang diteliti merupakan daerah yang tepat untuk mendapatkan kondisi optimum. Setelah didapatkan batas atas dan bawah setiap variabel, selanjutnya nilai tersebut dimasukkan ke dalam program Design Expert® 7 untuk dilakukan perhitungan banyaknya perlakukan dan kombinasi setiap perlakuan. Nilai yang dimasukkan untuk setiap variabel yaitu, konsentrasi jeruk nipis x-xi%, jeruk purut y-yi%, jeruk lemon z-zi%, suhu air yang ditambahkan D-Di0C. Rancangan percobaan hasil olahan program Design Expert® 7 dapat dilihat pada Tabel 6. Banyaknya perlakuan yang akan dilakukan pada penelitian utama sebanyak 28 perlakuan dengan kombinasi nilai variabel yang berbeda untuk setiap perlakuan. Pada penelitian utama akan diproduksi minuman fungsional sebanyak 10L untuk setiap perlakuan.
26 Tabel 6 Rancangan percobaan hasil olahan program Design Expert® 7 Perlakuan
Suhu air (0C)
Jeruk Purut (%)
Jeruk Nipis (%)
Jeruk lemon (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
*Keterangan: data disamarkan
Hasil Pengukuran dan Analisis Respon Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Skala Pilot Plant Hasil pengukuran respon pada pembuatan minuman fungsional skala pilot plant ditampilkan pada Tabel 7. Seluruh respon dari setiap perlakuan dimasukkan pada program Design Expert® 7. Respon yang dimasukkan kemudian dianalisis menggunakan program Design Expert® 7. Pada tahap awal analisis, program akan menentukan model yang tepat pada setiap respon. Model yang didapatkan merupakan model yang menunjukkan hubungan antara masing-masing respon dengan faktor penelitian. Program akan memberikan pilihan jenis model polinomial yang menggambarkan hubungan tersebut berupa model mean, linear, quadratic, cubic, atau special cubic. Seluruh model polinomial dari masingmasing respon digunakan dalam penentuan optimasi pembuatan minuman fungsional skala pilot plant. Program akan memberikan rekomendasi model polinomial yang menggambarkan hubungan tersebut berdasarkan signifikansi model. Model yang baik digambarkan dalam nilai p pada uji sequential model sum of squares dan nilai F pada uji ANOVA dari model, kedekatan nilai perkiraan koefisien regresi hasil penelitian aktual (R2) dan prediksi dari model (pred-R2), nilai adequate
27 precission lebih dari 4, serta tidak ditemukannya lack of fit dari model yang dihasilkan. Selain parameter tersebut, analisis lebih lanjut dapat dilakukan terhadap plot kenormalan dari data yang dihasilkan (normal plot residual) serta prediksi dari model dibandingkan dengan data aktual hasil penelitian (predicted vs actual). Model yang baik akan memberikan kenormalan data yang linear dan mendekati garis kenormalan serta memiliki nilai aktual mendekati garis yang menunjukkan prediksi dari model.
Analisis Signifikansi ANOVA Respon Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Skala Pilot Plant Hasil uji ANOVA dan model matematika untuk masing-masing respon optimasi pembuatan minuman fungsional skala pilot plant ditunjukkan pada Tabel 7. Salah satu syarat model untuk dapat digunakan dalam proses optimasi adalah hasil uji signifikansi model dinyatakan signifikan dan hasil uji lack of fit dinyatakan tidak signifikan. Uji signifikansi model respon fisik (L dan Hue), respon organoleptik (warna, rasa, aroma, dan keseluruhan) dan respon kimia (aktivitas antioksidan dan total fenol) memberikan hasil signifikan yaitu memiliki nilai p<0.05. Hasil uji lack of fit (ketidaktepatan model) seluruh model tersebut memberikan hasil tidak signifikan yaitu memiliki nilai p>0.05, sehingga dapat diartikan model tepat. Terpenuhinya persyaratan tersebut menunjukkan bahwa model yang dihasilkan oleh program dapat memperkirakan hubungan antar variabel bebas dengan respon penelitian. Persyaratan lain yang harus terpenuhi adalah adequate precision model lebih dari 4 dan nilai adjusted-R2 berada pada kisaran ± 0.20 dengan nilai predicted-R2. Nilai adjusted-R2 dari model respon fisik (L dan Hue), respon organoleptik (warna, rasa, aroma, dan keseluruhan) dan respon kimia (aktivitas antioksidan) berada pada kisaran ± 0.20. Pada analisis total fenol nilai predictedR2-nya tidak didapatkan, hanya didapatkan keterangan N/A (Not Available).
Analisis Respon Warna Secara Fisik pada Minuman Fungsional Hasil Produksi Skala Pilot Plant Analisis warna minuman fungsional hasil yang diproduksi pada skala pilot plant dilakukan dengan melakukan analisis L, a, b CIE dari sampel menggunakan chromameter serta menghitung °Hue dari sampel tersebut. Nilai L menunjukkan kecerahan dari minuman fungsional dimana nilai 0 berarti hitam dan nilai 100 berarti putih. Nilai a menggambarkan warna kromatik campuran merah-hijau dimana nilai +a (positif) menggambarkan warna merah sedangkan nilai –a (negatif) menggambarkan warna hijau. Sementara nilai b menggambarkan warna kromatik campuran dari biru-kuning dimana nilai –b (negatif) menggambarkan warna biru sementara nilai +b (positif) menggambarkan warna kuning. Nilai °Hue menggambarkan kisaran warna sampel berdasarkan perbandingan nilai a dan nilai 𝑏 b. Nilai °Hue sendiri dapat dihitung menggunakan rumus °Hue = tan-1 𝑎 .
28 Tabel 7 Hasil pengukuran respon pembuatan minuman fungsional skala pilot plant Suhu (0C) * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
Jeruk Nipis (%) * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
Jeruk Purut (%) * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
Jeruk Lemon(%) * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
L
Hue
warna
rasa
aroma
Keseluruhan
58.36 59.16 55.48 62.25 66.92 58.27 60.02 51.16 51.98 56.21 54.77 54.41 53.35 55.24 55.42 55.83 55.51 57.29 54.83 52.93 55.05 60.50 58.37 58.06 57.64 57.84 59.70 57.35
85.19 85.36 87.69 83.79 79.67 84.73 83.03 88.57 88.77 88.18 89.83 89.76 87.71 89.12 89.11 88.64 89.96 86.30 89.57 89.10 89.03 84.15 86.10 85.75 84.74 85.24 84.56 86.42
5 5 6 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 6 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 5 6
3 3 5 4 4 4 4 5 5 5 4 5 4 5 5 4 5 5 3 4 4 4 5 5 3 4 4 6
5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 5 5 5 6 4 5
3 4 6 4 4 5 4 4 6 5 3 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 6 4 6 5 6
Antioksidan (ppm AEAC) 688.00 525.00 787.80 626.00 801.00 605.00 744.00 684.70 755.00 672.00 777.00 768.80 555.20 715.00 705.75 552.25 583.00 587.00 605.50 748.00 626.20 755.20 762.70 510.00 673.70 7100.00 778.00 623.20
Total Fenol ppm GAE 409.00 465.56 594.44 446.67 443.33 390.00 443.33 458.89 397.78 441.11 403.33 467.78 402.22 290.00 334.44 488.89 487.78 385.56 382.22 386.67 431.11 425.56 477.78 460.00 477.78 430.00 544.44 435.56
29
Tabel 8 Hasil uji ANOVA seluruh respon pembuatan minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing skala pilot plant Parameter Respon Penelitian L Hue Warna Rasa
Aroma
Keseluruhan Aktivitas antioksidan Total fenol
Model Matematika
60.85A + 127.97B + 58.41C - 115.60AB - 17.07AC - 105.42BC 2
89.08 + 0.28D - 3.54D
2
4.86 + 0.30D + 0.57D 4.30A + 10.62B + 4.56C - 9.13AB + 0.55AC + 0.038 AD 10.12BC + 34.29BD - 3.70CD - 49.13ABD + 8.62ACD 37.19BCD 4.66A + 22.71B + 7.84C - 25.42AB - 5.18AC + 0.46AD 36.06BC + 8.85BD - 4.12CD - 11.29ABD + 10.24ACD 587.28A + 528.19B + 916.47C - 49.84AD - 42.81CD + 2 2 134.55AD - 248.04CD 587.28A + 528.19B + 916.47C - 49.84AD - 42.81CD + 2 2 134.55AD - 248.04CD 460.48A + 292.11B + 485.70C + 384.72AB - 45.00AC + 74.33AD + 779.71BC + 1451.83BD + 620.37CD - 2468.97ABC - 2397.75ABD 2 2 1910.87ACD - 4006.36BCD - 74.61AD - 1563.27BD 2 2 2 1841.94CD + 5906.71ABCD + 20100.12ABD + 5474.73ACD 2 2 + 6973.24BCD - 12947.71ABCD
Signifikansi Model (p< 0,05)
Lack of fit (p>0,05)
Adj R2 model
Pred R2 Model
Standar Deviasi
Rataan
0.0076
0.2886
0.3739
0.11008
2.59
56.92
0.0011
0.4252
0.3752
0.2723
2.01
86.79
0.0022
0.7837
0.3379
0.2238
0.46
5.21
0.0039
0.1056
0.5805
0.4363
0.51
4.32
0.0392
0.1446
0.2003
0.0875
0.0002
0.5032
0.7109
0.5409
0.46
4.71
0.0042 0.0020
0.6724 0.8022
0.4407 0.8750
0.2072 N/A
67.26 21.00
678.93 435.76
0.48
4.71
30 Analisis Respon Nilai L Analisis respon L yang menunjukkan tingkat kecerahan warna minuman fungsional, nilai L yang didapatkan berkisar antara 51.16 sampai 66.92. Nilai L terendah sebesar 51.16, terdapat pada kombinasi perlakuan suhu air D0C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z%. Sedangkan nilai tertinggi sebesar 66.92, terdapat pada kombinasi perlakuan suhu air D0C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z%. Berdasarkan analisis permodelan yang dilakukan program, maka untuk nilai L didapatkan model quadratic untuk variabel formula dan mean untuk variabel proses. Adapun persamaan respon nilai L yaitu: L = 60.85A + 127.97B + 58.41C – 115.60AB – 17.07AC – 105.42BC Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan Persamaan tersebut menunjukkan, bahwa yang berperan terhadap tingkat kecerahan minuman fungsional adalah konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, jeruk lemon, dan interaksi ketiganya. Peningkatan nilai L sangat dipengaruhi oleh penambahan konsentrasi ekstrak jeruk purut dan jeruk nipis. Berdasarkan persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa minuman fungsional dengan konsentrasi jeruk purut yang tinggi maka tingkat kecerahannya juga akan semakin tinggi. Kondisi ini dimungkinkan karena jeruk purut dan jeruk nipis berinteraksi dalam menentukan tingkat keasaman minuman fungsional, dengan tingkat keasamaan yang lebih tinggi daripada jeruk lemon. Tingkat keasaaman berkaitan dengan tingkat kecerahan, dikarenakan pada suasana asam maka ekstrak secang akan berwarna kuning cerah. Mengingat ekstrak secang yang awalnya berwarna merah pada suasana basa akan berubah warna menjadi kuning pada suasasa asam. Ekstrak kayu secang juga dapat digunakan sebgai indikator asam basa, karena pada suasana asam brazilin berwarna kuning dan berwarna merah pada suasana basa. Selain itu terbentuknya warna kuning cerah juga didukung oleh warna ekstrak temulawak yang juga berwarna kuning. Gambar 4 merupakan grafik hubungan kombinasi variabel perlakuan pada penentuan respon nilai L. Pada Gambar 3 terlihat bahwa suhu air yang ditambahkan saat pemasakan tidak berpengaruh terhadap nilai L dan semakin tinggi konsentrasi jeruk purut ataupun jeruk nipis maka nilai L juga semakin besar, atau dapat dikatakan nilai kecerahannya semakin tinggi.
31
Design-Expert® Software L 66.9167 58.4
51.1633 57
X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air
55.6
L Actual Component C: jeruk lemon = 1.000
54.2 52.8
100.00 82.50 65.00 D: suhu air 47.50 30.00
2.000 2.000
2.250 1.750
2.500 1.500
2.750 1.250
3.000 1.000
A : jeruk nipis B: jeruk purut
Gambar 4. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap nilai L minuman fungsional.
Analisis Respon Nilai Hue Analisis respon nilai Hue menunjukkan kisaran warna sampel yang didapatkan dari hasil perhitungan nilai a dan nilai b. Nilai Hue minuman fungsional berkisar antara 79.67 sampai 89.96, maka dapat dikatakan warna minuman ini adalah kuning kemerahan. Mengingat nilai Hue 54 sampai 90 dikategorikan sebagai warna yellow red (yr). Nilai Hue terendah sebesar 79.67, terdapat pada kombinasi perlakuan suhu air D0 C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z%. Sedangkan nilai tertinggi sebesar 89.96, terdapat pada kombinasi perlakuan suhu air D0C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z%. Berdasarkan analisis permodelan yang dilakukan program, maka untuk nilai Hue didapatkan model quadratic untuk variabel proses dan mean untuk variabel formula. Adapun persamaan model untuk respon nilai Hue yaitu: 2 Hue = 89.08 + 0.28D – 3.54D Keterangan: D = Suhu air yang ditambahkan Persamaan yang didapatkan menunjukkan bahwa respon nilai Hue hanya dipengaruhi oleh suhu air, oleh karena itu suhu air mempunyai model quadratic. Model quadratic menunjukkan nilai Hue akan naik secara logaritmik, kemudian pada titik tertentu akan turun. Berdasarkan Gambar 5 terlihat nilai Hue mulai naik pada suhu air D0C, mencapai puncak pada suhu D0C kemudian mengalami penurunan. Besarnya suhu air yang ditambahkan, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap waktu pemasakan minuman. Semakin tinggi suhu air, maka waktu pemasakan juga akan semakin singkat. Pada suhu air sebesar D0C, akan terjadi penurunan suhu akibat proses kesetimbangan menjadi D0C saat ditambahkan bahan baku penyusun minuman fungsional. Lama waktu pemanasan
32 untuk mencapai suhu 800C, yaitu berkisar pada a menit. Adanya perbedaaan suhu air dan suhu bahan baku penyusun minuman fungsional, serta lamanya waktu pemasakan inilah yang berpengaruh terhadap nilai Hue. Menurut Cortez et al. (2006), jus jeruk yang mengalami pasteurisasi akan mengalami peningkatan nilai b dan menurunkan nilai a, hal ini akan mengakibatkan meningkatnya nilai Hue. Pada Gambar 5 dapat dilihat grafik kombinasi perlakuan terhadap respon nilai Hue. Gambar 5 menunjukkan bahwa variabel kombinasi formula tidak berpengaruh terhadap nilai Hue. Variabel proses merupakan variabel yang berpengaruh terhadap nilai Hue. Gambar grafik yang melengkung menunjukkan adanya pengaruh secara quadratic. Perbedaan warna grafik, memberikan gambaran bahwa respon nilai Hue tertinggi terletak pada grafik warna merah. Design-Expert® Software Hue 89.96 79.6747 89.2
X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air
88.175
Actual Component C: jeruk lemon = 1.000
Hue
87.15
86.125
85.1
100.00
3 1 82.50
2.75 1.25 65.00
D: suhu air
2.5 1.5 47.50
2.25 1.75 30.00
2 2
A : jeruk nipis B: jeruk purut
Gambar 5. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap nilai Hue minuman fungsional
Analisis Respon Organoleptik pada Minuman Fungsional Hasil Produksi Skala Pilot Plant Konsep pangan fungsional, berbeda dengan obat ataupun supplement, yaitu mampu memberikan nilai fungsionalitas bagi tubuh namun tetap memiliki karakteristik sensori yang mampu diterima konsumen. Pangan fungsional diharapkan dapat dikonsumsi sebagai bagian dari menu makan sehari-hari. Oleh karena itu, selain sisi fungsionalitasnya diperhatikan, penerimaan konsumen dari sisi organoleptik juga perlu diperhatikan. Analisis organoleptik didasarkan kesukaan panelis terhadap karakteristik sensori berupa warna, rasa, aroma,dan penerimaan secara keseluruhan.
Analisis Respon Warna Kesukaan panelis terhadap karakteristik warna minuman fungsional bervariasi dari 4 (netral) sampai 6 (suka) pada skala kesukaan 7. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program untuk respon warna secara organoleptik
33 didapatkan model quadratic untuk variabel proses dan mean untuk variabel formula. Adapun persamaan model untuk respon warna yaitu: 2 Warna = 4.86 + 0.30D + 0.57D Keterangan: D = Suhu air yang ditambahkan Berdasarkan persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi penerimaan respon warna secara organoleptik adalah suhu air. Pada Gambar 6 dapat terlihat bahwa semakin tinggi suhu air, maka warna grafik semakin merah yang menunjukkan respon warna semakin tinggi. Secara tidak langsung terdapat hubungan antara penggunaan ekstrak jeruk pada minuman fungsional dengan suhu air, meskipun konsentrasi jeruk tidak berpengaruh. Menurut Cortez et al. (2006) pada saat jus jeruk mengalami pasteurisasi maka akan terjadi peningkatan nilai Hue yang menjadikan warna produk lebih menuju arah kuning daripada merah. Selain itu nilai L juga akan lebih meningkat akibat berkurangnya efek cloudy. Kemungkinan warna kuning cerah inilah yang disukai oleh konsumen. Selain penggunaan ekstrak jeruk, juga terdapat komponen ekstrak bahan baku yang juga mendukung terbentuknya warna kuning, yaitu ekstrak temulawak dan ekstrak secang. Design-Expert® Software warna 6 4 X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air
6
Actual Component C: jeruk lemon = 1.000
warna
5.5
5
4.5 3 1 2.75 1.25
4
2.5 1.5A :
jeruk nipis B: jeruk purut
100.00
82.50
65.00
2.25 1.75 47.50
30.00
2 2
D: suhu air
Gambar 6. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon warna secara organoleptik pada minuman fungsional
Analisis Respon Rasa Kesukaan panelis terhadap karakteristik rasa minuman fungsional bervariasi dari 3 (agak tidak suka) sampai 6 (suka) pada skala kesukaan 7. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program untuk respon rasa secara organoleptik didapatkan model linear untuk variabel proses dan quadratic untuk variabel formula. Ilustrasi model tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 grafik yang menunjukkan warna merah menandakan penerimaan rasa oleh konsumen yang semakin meningkat. Adapun persamaan model untuk respon rasa yaitu:
34 rasa = 4.30A + 10.62B + 4.56C – 9.13AB + 0.55AC + 0.038 AD – 10.12BC + 34.29BD – 3.70CD – 49.13ABD + 8.62ACD – 37.19BCD Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan Konsentrasi jeruk dan interaksi konsentrasi jeruk dengan suhu air terlihat memegang peranan penting terhadap respon rasa. Hal ini sudah sewajarnya terjadi, mengingat rasa akhir minuman fungsional ini lebih ke arah rasa jeruk. Rasa minuman fungsional dominan rasa asam jeruk, meskipun masih ada rasa pahit yang dimungkinkan juga berasal dari komponen jeruk. Rasa pahit dari bahan baku yang lain, seperti ekstrak temulawak dan jahe, tertutupi oleh rasa jeruk. Selain itu juga dimungkinkan terjadi efek supresi atau masking akibat penambahan flavor enhancer. Penambahan flavor enhancer pada suatu produk dapat berfungsi untuk meningkatkan rasa yang disukai dan menekan rasa pahit. Rasa asam dan pahit yang berasal dari jeruk dikarenakan adanya komponen naringenin dan limonin. Menurut Ladaniya (2008) naringin memberikan rasa asam pada jeruk, naringenin dan limonin berasa pahit, sedangkan hesperidin tidak memberikan rasa. Keberadaan komponen tersebut juga tergantung tingkat kematangan buah, semakin matang buah tersebut maka kandungan gulanya meningkat yang diikuti penurunan kandungan asam dan limonin. Tentunya jumlahnya juga tergantung jenis jeruk, pada jeruk asam maka penurunan kandungan asam tidak sedrastis pada jeruk manis. Proses ekstraksi sari jeruk juga mempengaruhi, berdasarkan penelitian Marin et al. (2002) proses ekstraksi manual akan menurunkan kandungan asam askorbat dibandingkan proses in line design ataupun penghancuran yang dikombinasi dengan pengepresan. Proses ekstraksi sari jeruk pada penelitian dilakukan secara semi manual terhadap ketiga jenis jeruk, dimungkinkan terjadi beberapa perubahan seperti penurunan asam askorbat serta terjadinya pembentukan rasa pahit. Mengingat adanya waktu tunggu setelah sari jeruk didapatkan dengan proses pembuatan minuman fungsional. Rasa pahit dari sari jeruk meningkat setelah didiamkan selama beberapa jam ataupun setelah proses pemanasan. Setelah ekstraksi pada kondisi asam maka pembentukan kompenen pahit yaitu limonin semakin intensif. Komponen pahit monolactone berubah menjadi dilactone yang pahit yaitu limonin (Ladaniya, 2008).
35
Design-Expert® Software rasa 6 3 6
Actual Component C: jeruk lemon = 1.000
5.2
rasa
rasa = 3 Std # 17 Run # 1 X1 = A: jeruk nipis = 2 X2 = B: jeruk purut = 2 X3 = D: suhu air = 30.00
4.4 3.6 2.8
100.00 82.50 3 1 65.00
D: suhu air
2.75 1.25 2.5 1.5
47.50 2.25 1.75 30.00
2 2
A : jeruk nipis B: jeruk purut
Gambar 7. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon rasa secara organoleptik pada minuman fungsional
Analisis Respon Aroma Kesukaan panelis terhadap karakteristik aroma minuman fungsional bervariasi dari 4 (netral) sampai 6 (suka) pada skala kesukaan 7. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program untuk respon aroma secara organoleptik didapatkan model mean untuk variabel proses dan cubic untuk variabel formula. Grafik ilustrasi dari respon aroma dapat dilihat pada Gambar 7 Adapun persamaan model untuk respon aroma yaitu: aroma = 4.66A + 22.71B + 7.84C – 25.42AB – 5.18AC + 0.46AD – 36.06BC + 8.85BD – 4.12CD – 11.29ABD + 10.24ACD Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan Berdasarkan persamaan yang didapatkan, respon aroma dipengaruhi oleh konsentrasi jeruk dan interaksi antara konsentrasi jeruk dan suhu air. Aroma akhir dari minuman fungsional adalah jeruk, sedangkan aroma dari ekstrak lainnya tertutupi oleh aroma jeruk. Aroma jeruk didominasi oleh komponen monoterpene hidrokarbon (-)-limonene (d-limonene) sebanyak 80-100% dan oxygenated terpenes sebanyak 5% (Ladaniya 2008). Sementara, suhu air berpengaruh terhadap degradasi aroma minuman fungsional, menurut Syarif dan Halid (1993) menyatakan suhu merupakan faktor yang berpengaruh dalam pertahanan aroma produk.
36 Desig n-Expert® Software aroma 6 4 X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air
5.2
4.9
aroma
Actual Component C: jeruk lemon = 1.000 4.6
4.3
4 2 2 2.25 1.75
30.00
2.5 1.5
47.50 65.00
2.75 1.25
82.50
D: suhu air
100.00
A : jeruk nipis B: jeruk purut
3 1
Gambar 8. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon aroma secara organoleptik pada minuman fungsional
Analisis Respon Penerimaan secara Keseluruhan Kesukaan panelis terhadap karakteristik keseluruhan minuman fungsional bervariasi dari 3 (agak tidak suka) sampai 6 (suka) pada skala kesukaan 7. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program untuk respon keseluruhan secara organoleptik didapatkan model modified untuk variabel proses dan modified untuk variabel formula. Model modified didapatkan apabila model yang disarankan program, seperti mean, linear, quadratic, cubic, maupun special cubic belum mampu memberikan hasil yang sesuai harapan. Kondisi yang dimaksudkan yaitu, model yang didapatkan tidak signifikan, lack of fit signifikan, ataupun adjusted R2 bernilai negatif. Modifikasi model dapat dilakukan, dengan cara mengeliminasi interaksi yang dimungkinkan tidak berpengaruh secara backward, forward, ataupun stepwise. Adapun persamaan model untuk respon penerimaan secara keseluruhan yaitu: Penerimaan keseluruhan = 4.66A + 22.71B + 7.84C – 25.42AB – 5.18AC + 0.46AD – 36.06BC + 8.85BD – 4.12CD – 11.29ABD + 10.24ACD Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan Penerimaan secara keseluruhan pada penelitian ini didominasi oleh penerimaan konsumen terhadap rasa, warna, dan aroma suatu produk secara utuh. Sehingga interaksi antara variabel sangatlah berpengaruh. Pada Gambar 8 terlihat pada suhu yang semakin tinggi penerimaan konsumen juga semakin tinggi, hal tersebut ditunjukkan dengan warna grafik yang cenderung merah. Selain itu pada konsentrasi jeruk juga terjadi kondisi yang sama.
37 Design-Expert® Software overall 6 3 6
X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air
overall
Actual Component C: jeruk lemon = 1.000
5.125
4.25
3.375
2.5
100.00
3 1
82.50
2.75 1.25
65.00
D: suhu air
2.5 1.5
47.50
2.25 1.75 30.00
2 2
A : jeruk nipis B: jeruk purut
Gambar 9. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon keseluruhan secara organoleptik pada minuman fungsional
Analisis Respon Komponen Bioaktif pada Minuman Fungsional Hasil Produksi Skala Pilot Plant Suatu produk pangan dikatakan memiliki nilai fungsional apabila mampu memberikan efek fungsional bagi tubuh konsumen yang mengkonsumsinya. Efek fungsional suatu bahan pangan identik dengan komponen fitokimia yang terkandung didalamnya. Pada minuman fungsional ini diharapkan terjadi sinergisme aktivitas antioksidan dari beberapa ekstrak herbal dan rempah-rempah yang digunakan. Selain itu juga memiliki aktivitas antihiperglikemik yang tinggi, yang ditunjukkan dengan tingginya total fenol pada minuman fungsional. Oleh karena itu, respon aktivitas antioksidan dan total fenol merupakan salah satu respon yang penting untuk dianalisis pada penelitian ini.
Analisis Respon Aktivitas Antioksidan Aktivitas antioksidan yang terukur pada minuman fungsional hasil produksi skala pilot plant bervariasi antara 510 sampai 801 ppm AEAC. Aktivitas antioksidan tertinggi sebesar 801 ppm AEAC, didapatkan pada kombinasi perlakuan konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air sebesar D0C. Aktivitas antioksidan terendah sebesar 510 ppm AEAC, didapatkan pada kombinasi perlakuan konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air sebesar D0C. Pengukuran aktivitas antioksidan diukur dengan metode penangkapan radikal bebas stabil DPPH. DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) adalah suatu radikal bebas stabil yang dapat bereaksi dengan radikal lain membentuk suatu senyawa yang stabil. Selain itu DPPH juga dapat bereaksi dengan atom hidrogen
38 (berasal dari suatu antioksidan) membentuk DPPH tereduksi (DPP Hidrazin) yang stabil (Molyneux 2004). Prinsip pengukurannya menggunakan prinsip spektrofotometri, senyawa DPPH (dalam metanol) berwarna ungu tua (deep violet) terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 517 nm. Menurut Molyneux (2004), suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya untuk berikatan dengan DPPH membentuk DPP Hidrazin, ditandai dengan semakin hilangnya warna ungu (menjadi kuning pucat). Apabila diketahui bahwa AH adalah donor molekul hidrogen dan A* merupakan radikal bebas, ilustrasi reaksinya dapat dilihat pada Gambar 9. DPPH (ungu)
DPP-H tereduksi (kuning pucat)
+ AH
+ + A*
Gambar 10. Reaksi penangkapan radikal bebas stabil oleh antioksidan (Molyneux 2004) Asam askorbat (Vitamin C) digunakan sebagai standar pengukuran aktivitas antioksidan dalam penelitian ini. Kemampuan aktivitas asam askorbat dalam berbagai konsentrasi untuk menangkap radikal bebas stabil DPPH dipetakan dalam kurva standar asam askorbat. Persamaan regresi kemudian didapat dari kurva standar tersebut. Persamaan regersi ini selanjutnya digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan sampel (ekstrak rempah dan produk minuman) yang disetarakan dengan aktivitas asam askorbat (donor atom hidrogen) dalam menangkap radikal bebas stabil DPPH. Oleh karena itu, hasil akhir pengukuran aktivitas antioksidan sampel dinyatakan dalam AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Model polinomial respon aktivitas antioksidan yang didapatkan dari hasil analisis program yaitu modified, baik untuk variabel proses ataupun formula. Model modified didapatkan apabila model yang disarankan program, seperti mean, linear, quadratic, cubic, maupun special cubic belum mampu memberikan hasil yang sesuai harapan. Kondisi yang dimaksudkan yaitu, model yang didapatkan tidak signifikan, lack of fit signifikan, ataupun adjusted R2 bernilai negatif. Modifikasi model dapat dilakukan, dengan cara mengeliminasi interaksi yang dimungkinkan tidak berpengaruh secara backward, forward, ataupun stepwise. Adapun persamaan yang didapatkan untuk respon aktivitas antioksidan, yaitu: aktivitas antioksidan = 587.28A + 528.19B + 916.47C – 49.84AD – 42.81CD + 2 2 134.55AD – 248.04CD
39 Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan Berdasarkan persamaan yang didapatkan, dapat dikatakan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan minuman fungsional adalah konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, jeruk lemon, dan interaksi konsentasi jeruk dengan suhu air. Konsentrasi jeruk lemon mempunyai pengaruh yang paling tinggi, terlihat dari tingginya nilai konstantanya. Hal ini terbukti perlakuan dengan konsentrasi jeruk lemon tertinggi, yaitu sebesar z% mempunyai aktivitas antioksidan tertinggi. Sedangkan perlakuan yang tidak ditambahkan jeruk lemon, memiliki aktivitas antioksidan terendah. Aktivitas antioksidan ekstrak jeruk lemon sebesar 538 ppm AEAC, nilai ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan aktivitas antioksidan jeruk purut dan jeruk nipis. Aktivitas antioksidan jeruk purut sebesar 909.5 ppm AEAC dan jeruk nipis sebesar 915.5 ppm AEAC. Menurut Ghafar et al. (2009) jeruk purut memiliki kandungan flavonoid, total fenol, serta aktivitas antioksidan tertinggi dibandingkan dengan jeruk lainnya. Namun, pada saat diformulasikan menjadi minuman fungsional, jeruk lemon memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan aktivitas antioksidan minuman fungsional. Hal ini dimungkinkan karena telah terjadi efek sinergis aktivitas antioksidan dari semua formula yang dicampurkan. Mengingat minuman fungsional ini terdiri dari tujuh jenis ekstrak herbal dan rempah-rempah yang semuanya memiliki karakteristik aktivitas antioksidan yang spesifik. Sinergisme aktivitas antioksidan pada produk pangan yang terdiri lebih dari tiga formula telah diteliti oleh Hyardin et al. (2012). Hyardin et al. (2012) menyatakan aktivitas antioksidan dari produk pangan yang kompleks tidak dapat diprediksikan berdasarkan aktivitas antioksidan setiap bahan baku tunggal penyusunnya. Aktivitas antioksidan produk pangan komplek cenderung lebih rendah daripada aktivitas antioksidan bahan baku penyusunnya, dimungkinkan karena adanya efek sinergi dari setiap bahan baku yang digunakan. Hal tersebut didukung oleh Pinelo et al. (2004) bahwa aktivitas antioksidan didasarkan pada kemampuan suatu molekul untuk mendonorkan gugus hidrogennya. Ketersediaan gugus hidroksil tergantung pada struktur kimia dan spatial dari molekul tersebut. Matrik suatu bahan pangan dapat merubah kemampuan penetrasi gugus aktif dan kemampuan reaksi suatu molekul. Hal inilah yang menjadikan aktivitas antioksidan produk pangan kompleks tidak dapat diprediksikan berdasarkan bahan baku penyusunnya. Selain konsentrasi jeruk, interaksi antara konsentrasi jeruk dengan suhu air juga berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan minuman fungsional. Aktivitas antioksidan minuman fungsional tertinggi, didapatkan pada minuman fungsional yang ditambahkan air dengan suhu D0C. Aktivitas antioksidan terendah didapatkan pada minuman fungsional yang ditambahkan air dengan suhu D0C. Suhu air yang ditambahkan secara tidak langsung akan menentukan lama waktu pemanasan minuman fungsional, semakin tinggi suhu air maka waktu pemanasannya semakin singkat. Lama waktu pemanasan pada akibat perbedaan suhu air yang ditambahkan dapat dilihat pada Tabel 9. Pada Tabel 9 terlihat pada
40 penambahan suhu air sebesar D0C, maka lama pemasakannya hanya mebutuhkan waktu a menit. Pada suhu air D0C, lama waktu pemasakannya relatif lama yaitu selama a menit. Kondisi tersebut juga diperkuat dengan penampakan grafik 3dimensi pada Gambar 10, terlihat bahwa semakin rendah suhu air, warna pada grafik cenderung semakin berwarna kuning sampai merah. Simbol warna tersebut menunjukkan bahwa respon aktivitas antioksidan yang semakin tinggi, yaitu pada suhu air 300C. Tabel 9 Lama waktu pemasakan akibat suhu air yang ditambahkan Suhu air (0C) Kesetimbangan suhu saat Lama pemasakan (menit) pencampuran (0C) * D a * D a * D a * D a * D a Keterangan: data disamarkan Pada awalnya diasumsikan bahwa minuman fungsional yang ditambahkan air dengan suhu tinggi akan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi pula. Harapannya dengan waktu pemasakan yang relatif singkat minuman fungsional mampu mempertahankan aktivitas antioksidannya akibat efek pemanasan. Namun, kondisi tersebut tidak dapat diamati dengan jelas pada penelitian ini, karena hasil yang didapatkan merupakan interaksi dari beberapa variabel yang digunakan. Herreros et al. (2010) mengatakan bahwa efek pemanasan terhadap potensial aktivitas antioksidan pada tanaman rempah dan sayuran tergantung beberapa faktor yaitu jenis bahan baku dan kondisi proses pengolahan. Analisis efek pemanasan terhadap aktivitas antioksidan ekstrak jamur shitake dilakukan oleh Choi et al. (2006), ditemukan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pemanasan, maka aktivitas antioksidannya semakin meningkat. Hal serupa juga dikatakan oleh Dewanto et al. (2002) proses pemanasan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan tomat. Kondisi yang berbeda dikatakan oleh Gebczyn dan Kmiecik (2007) bahwa proses blansing dan pemasakan dapat menurunkan aktivitas antioksidan brokoli. Hal ini didukung oleh Zhang dan Hamazu (2004) aktivitas antioksidan brokoli menurun selama proses blansing dan pemasakan menggunakan microwave. Perbedaan pendapat mengenai pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antioksidan diteliti oleh Roy et al. (2007) kondisi pemanasan normal yaitu pada suhu 75-1000C selama 10-30 menit dapat menurunkan aktivitas antioksidan dari ekstrak jus sayuran ataupun rempah. Pemanasan pada suhu yang lebih rendah, yaitu 500C selama 10-30 menit mampu mempertahankan komponen fenol sebesar 80-100%. Berdasarkan beberapa literatur tersebut dapat dikatakan bahwa suhu air memang berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan, meskipun pada penelitian ini pengaruhnya tidak dapat dilihat secara jelas dikarenakan adanya interaksi antar variabel.
41
Design-Expert® Software antioksidan 801 510 760
X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air
720
antioksidan
Actual Component C: jeruk lemon = 1.000
680
640
600 30.00 3 1
47.50 2.75 1.25
65.00 2.5 1.5
A : jeruk nipis B: jeruk purut
2.25 1.75
82.50 2 2
D: suhu air
100.00
Gambar 11. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon aktivitas antioksidan minuman fungsional
Analisis Respon Total Fenol Total fenol yang terukur pada minuman fungsional hasil produksi skala pilot plant bervariasi antara 290 sampai 594.4 ppm GAE. Total fenol tertinggi sebesar 594.4 ppm GAE, didapatkan pada kombinasi perlakuan konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air sebesar D 0C. Sedangkan total fenol terendah sebesar 290 ppm GAE, didapatkan pada kombinasi perlakuan konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air sebesar D0C. Analisis total fenol yang dilakukan menggunakan metode folin-ciocalteu dengan melihat kemampuan reduksi dari komponen fenol. Prinsip dari metode ini adalah reduksi dari reagen asam fosfomolibdat (MoO42-) dan asam fosfotungstat (WO42-) sehingga terbentuk kompleks warna biru yang dapat terdeteksi dengan spektrofotometri sinar tampak (Vermerris dan Nicholson 2006). Ada satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu kelompok asam askorbat, asam organik, gula, amina aromatik dapat bereaksi dengan reagent Folin-ciocalteu (Meda et al. 2005). Meski demikian, metode ini merupakan metode yang umum digunakan dalam analisis total fenol karena mudah, cepat, dan murah. Berdasarkan analisis program, maka didapatkan model polinomial untuk respon total fenol adalah quadratic untuk varibel proses dan special cubic untuk variabel formula. Model special cubic akan memberikan grafik yang menanjak kemudian mendatar dan setelah beberapa saat akan menanjak kembali. Adapun persamaan respon total fenol yang didapatkan yaitu: total fenol = 460.48A + 292.11B + 485.70C + 384.72AB – 45.00AC + 74.33AD + 779.71BC + 1451.83BD + 620.37CD – 2468.97ABC -2397.75ABD 2 2 – 1910.87ACD -4006.36BCD – 74.61AD – 1563.27BD -
42 2
2
2
1841.94CD + 5906.71ABCD + 20100.12ABD + 5474.73ACD + 2 2 6973.24BCD – 12947.71ABCD Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan Persamaan yang didapatkan memberikan gambaran bahwa semua variabel perlakuan baik proses maupun formula, memberikan pengaruh terhadap total fenol minuman fungsional yang diproduksi pada skala pilot plant. Selain itu terdapat beberapa interaksi antar variabel yang cukup kompleks. Adanya interaksi yang terlalu kompleks inilah yang menjadi penyebab tidak didapatkan nilai prediction R-squared. Menurut Susanti (2008) kadar total fenol lebih sesuai didekati dengan persamaan polinomial derajat 2 (quadratic), yaitu pola yang menunjukkan pola naik sampai mencapai titik maksimum kemudian menurun kembali. Pola ini telah sesuai dengan pola yang didapatkan oleh program yaitu model quadratic dengan puncak yang terbuka ke atas. Pada Gambar 12 terlihat bahwa pada suhu air terendah (D0C) dan tertinggi (Di0C), warna grafik semakin merah. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai total fenol yang semakin tinggi, suhu secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap lama waktu pemasakan. Penurunan kadar total fenol terjadi pada suhu D0C. Hal ini menunjukkan bahwa total fenol relatif sensitif terhadap suhu dan lama waktu pemasakan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa proses pemanasan dapat meningkatkan kadar total fenol. Lee et al. (2006) melaporkan bahwa lamanya waktu pemanasan pada kulit kacang dapat meningkatkan total fenol, hal yang sama juga terjadi pada jus dan kulit jeruk (Jeong et al. 2004) dan ekstrak biji anggur (Kim et al. 2006). Menurut Susanti (2008), fenomena tersebut terjadi karena lama pemanasan akan memudahkan keluarnya fenol dari matrik bahan. Selain itu tingginya suhu pemanasan juga berpengaruh terhadap inaktivasi enzim polifenol oksidase sehingga aktivitas enzim semakin rendah, akibatnya kerusakan fenol semakin kecil. Akan tetapi stabilitas fenol juga akan terganggu oleh semakin meningkatnya suhu pemanasan sehingga jumlah total fenol terdeteksi akan mencapai puncak maksimum kemudian konstan dan cenderung menurun. Komponen fenolik pada jeruk didominasi oleh kelompok flavonones terutama hesperidine dan naringenin. Menurut Ghafar et al.(2009) jeruk nipis memiliki kandungan hesperidine tertinggi yaitu sebesar 16.67±2.57 mg/100 ml jus jeruk. Berdasarkan Ladaniya (2008) kelompok hesperidine merupakan kelompok flavonone utama pada jeruk. Namun, mengingat minuman fungsional ini terdiri dari tujuh jenis herbal dan rempah, maka nilai total fenol yang didapatkan bukan hanya berasal dari formula jeruk yang digunakan.
43
Design-Expert® Software total fenol 594.444
1190
290
Actual Component C: jeruk lemon = 1.000
total fenol
992.5
X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air
795 597.5 400
3 1 2.75 1.25
A : jeruk nipis2.5 1.5 B: jeruk purut 2.25 1.75 2 2
100.00
82.50
65.00
47.50
30.00
D: suhu air
Gambar 12. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon total fenol minuman fungsional
Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Skala Pilot Plant dengan Design Expert® 7 Optimasi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan variabel proses dan formula yang tepat pada pembuatan minuman fungsional skala pilot plant dengan cara mengoptimalkan semua respon yang telah didapatkan. Proses optimasi dilakukan dengan bantuan program Design Expert® 7, respon dikatakan optimal apabila diperoleh nilai keinginan (desirability) mendekati 1. Pada proses optimasi setiap variabel dan respon diberikan pembobotan kepentingan (Importance) untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Importance dari suatu respon akan menentukan formula yang dihasilkan oleh program tersebut. Nilai importance dari suatu respon dapat dipilih dari nilai 1 (+) hingga 5 (+++++). Semakin tinggi nilai importance maka semakin tinggi kepentingan respon tersebut untuk dicapai. Variabel dan respon yang akan dioptimasi pada pembuatan minuman fungsional skala pilot plant ditunjukkan pada Tabel 10. Respon aktivitas antioksidan, total fenol, rasa, dan keseluruhan dioptimasikan semaksimal mungkin. Mengingat minuman yang dibuat merupakan minuman fungsional, sehingga nilai fungsional dan penerimaan citarasa merupakan respon yang memiliki tingkat kepentingan setara. Importance dari respon tersebut adalah 5 (+++++) dan target dari masing-masing respon adalah maximize. Target untuk respon L, Hue, aroma, dan warna adalah in range, pemilihan target ini dikarenakan hasil analisa keempat respon pada 28 sampel tidak terlalu bervariasi. Hasil optimasi yang dilakukan program memberikan empat solusi formula optimum yang dapat dilihat pada Lampiran 42. Formula 1 memiliki nilai desirability 0.794, formula 2 sebesar 0.767, formula 3 sebesar 0.718, dan formula
44 4 sebesar 0.560. Pada umumnya formula yang akan dipilih untuk dilakukan verifikasi adalah formula dengan nilai desirability tertinggi saja, namun pada penelitian ini akan dilakukan verifikasi pada formula 1 dan 2. Hal ini dikarenakan pada kedua formula tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, respon formula 1 dan 2 disajikan pada Tabel 11. Pada Tabel 10 terlihat bahwa formula 1 memiliki nilai aktivitas antioksidan dan desirability yang lebih tinggi daripada formula 2. Sedangkan formula 2 memiliki nilai desirability lebih rendah, namun penerimaan citarasa dan total fenolnya lebih tinggi. Kondisi ini cukup membingungkan dikarenakan arah fungsionalitas minuman ini ditujukan sebagai antihiperglikemik, menurut Kim et al. (2000) komponen fenolik berperan terhadap aktivitas antihiperglikemik suatu tanaman. Selain itu, menurut Winiarti dan Nurdjannah (2005) pangan fungsional dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan dan minuman, sehingga penerimaan karakteristik sensori oleh konsumen merupakan hal yang penting untuk dicapai. Beberapa pertimbangan inilah yang mendasari dilakukannya verifikasi formula 1 dan 2. Tabel 10 Perbandingan respon formula 1 dan formula 2 Kriteria Respon formula 1 Respon formula 2 L 55.32 56.53 Hue 85.70 85.81 Warna 5.08 5.73 Aroma 4.98 4.87 Rasa 4.84 4.98 Keseluruhan 5.41 5.76 Aktivitas antioksidan 743.70 658.09 Total fenol 594.44 840.34 Desirability 0.794 0.767 Tabel 11 Komponen dan respon yang dioptimasi, target, batas atas dan bawah, serta importance pada optimasi minuman fungsional skala pilot plant Komponen/respon Goal Minimum Maksimum Importance Konsentrasi jeruk nipis is in range 1 4 3 (+++) Konsentrasi jeruk purut is in range 1 2 3 (+++) Konsentrasi jeruk lemon is in range 0 2 3 (+++) Suhu air is in range 30 100 3 (+++) L is in range 51.16 66.92 3 (+++) Hue is in range 79.67 89.96 3 (+++) Warna is in range 4 6 3 (+++) Aroma is in range 4 6 3 (+++) Rasa maximize 3 6 5 (+++++) Keseluruhan maximize 3 6 5 (+++++) Aktivitas antioksidan maximize 510 801 5 (+++++) Total fenol maximize 290 594.44 5 (+++++)
45 Verifikasi Formula Optimum Pembuatan Minuman Fungsional pada Skala Pilot Plant Verifikasi dilakukan untuk membuktikan hasil prediksi dan nilai respon solusi formula optimum yang disarankan oleh program. Hasil verifikasi dan prediksi formula 1 ditunjukkan pada Tabel 12. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa dengan suhu air D0C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z% akan memberikan total fenol sebesar 597.78 ppm GAE, aktivitas antioksidan 835 ppm AEAC, penerimaan rasa 4.4, dan penerimaan keseluruhan 4.8. Sedangkan, hasil verifikasi dan prediksi formula 2 ditunjukkan pada Tabel 13 Hasil verifikasi menunjukkan bahwa dengan suhu air D0C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y% dan jeruk lemon z% akan memberikan total fenol sebesar 841.11 ppm GAE, aktivitas antioksidan 709 ppm AEAC, penerimaan rasa 4.9, dan penerimaan keseluruhan 5.3. Selain prediksi nilai respon dari setiap solusi formula optimum yang diberikan, program juga memberikan confident interval(CI) dan prediction interval(PI) untuk setiap nilai prediksi respon pada taraf signifikansi 5%. CI merupakan rentang yang menunjukkan ekspektasi rata-rata hasil pengukuran berikutnya pada taraf signifikansi 5%. Sedangkan PI merupakan rentang yang menunjukkan ekspektasi hasil pengukuran respon berikutnya dengan kondisi sama pada taraf signifikansi 5%. Tabel 12 Hasil prediksi dan verifikasi formula 1 pembuatan minuman fungsional skala pilot plant Respons Prediksi Verifikasi 100% PI low 100% PI high L 55.32 53.72 49.53 61.11 Hue 85.70 89.70 81.39 90.02 Warna 5.07 5.31 4.08 6.07 Aroma 4.98 4.90 3.100 6.02 Rasa 4.84 4.40 3.60 6.09 Keseluruhan 5.41 4.83 4.27 6.55 Aktivitas antioksidan 743.86 835 588.100 898.77 Total fenol 594.44 59.78 491.58 697.31 Tabel 13. Hasil prediksi dan verifikasi formula 2 pembuatan minuman fungsional skala pilot plant Respon Prediksi Verifikasi 100% PI low 100% PI high L 56.53 55.31 50.40 62.66 Hue 85.81 87.75 81.43 90.19 Warna 5.73 5.4 4.72 6.74 Aroma 4.87 5.06 3.83 5.92 Rasa 5.22 4.89 3.7 6.74 Keseluruhan 5.7 5.3 4.38 7.14 Aktivitas antioksidan 658.06 709 505.76 810.36 Total fenol 840.45 841.1 460.56 1220.35
46 Berdasarkan perbandingan data hasil verifikasi dengan prediksi yang didapatkan oleh program, dapat dikatakan bahwa prediksi solusi formula 1 dan formula 2 sesuai dengan hasil verifikasi yang dilakukan. Hal tersebut dikarenakan respon yang didapatkan masih berkisar pada rentang CI ataupun PI. Pada formula 1, respon L, penerimaan organoleptik (warna, rasa, aroma, dan keseluruhan), dan total fenol masuk dalam rentang CI, sedangkan L dan Hue masuk pada rentang PI. Respon formula 2 secara keseluruhan masuk dalam rentang CI, kecuali Hue masuk dalam rentang PI. Terjadinya perbedaan nilai prediksi dengan respon yang didapatkan pada saat verifikasi, dimungkinkan dikarenakan perbedaan bahan baku. Perbedaan bahan baku yang dimaksudkan adalah bahan baku yang digunakan pada awal pengukuran respon saat optimasi dengan bahan baku pada saat verifikasi. Kondisi ini telah diusahakan untuk diminimalisir dengan cara melakukan pembelian bahan baku pada penjual yang sama, namun penanganan dan penyimpanan pasca panen sebelum sampai ke tangan konsumen juga dapat mempengaruhi bahan. Setelah dilakukan proses verifikasi, masih belum dapat diputuskan untuk melakukan penentuan solusi terbaik yaitu formula 1 ataupun 2. Dikarenakan adanya persamaan pola respon prediksi dengan verifikasi, setiap formula memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, penentuan solusi terbaik akan dilakukan setelah analisis inhibisi α-glukosidase tiap formula. Mengingat arah minuman fungsional ini sebagai antihiperglikemik, maka hasil analisis ini akan sangat menentukan. Analisis Inhibisi α-glukosidase pada Formula 1 dan Formula 2 Setelah dilakukan analisis inhibisi α-glukosidase pada formula 1 dan 2, didapatkan aktivitas inhibisi α-glukosidase masing-masing sebesar 62.06% untuk formula 1 dan 77.75% untuk formula 2. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan standar yang digunakan yaitu acarbose sebesar 99.00% dan dapat dikatakan cukup tinggi, mengingat sampel yang digunakan adalah minuman fungsional bukan berfungsi sebagai obat. Berdasarkan respon yang didapatkan serta aktivitas antihiperglikemik kedua formula yang dilakukan verifikasi, maka ditentukan bahwa formula 2 merupakan solusi terbaik pada pembuatan minuman fungsional skala pilot plant. Pengukuran aktivitas inhibisi α-glukosidase dilakukan berdasarkan metode Mayur et al. (2010) dengan menggunakan enzim alfa glukosidase yang berasal dari Saccharomyces cerevisiae tipe 1 dengan aktivitas 0.2 unit/ ml dan substart pnitrofenil-α-D-glukofiranosida. Sampel yang akan diuji dikondisikan seperti kondisi pencernaan, ditepatkan sampai pH 2 seperti kondisi di lambung kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit, setelah itu pH dinaikkan sampai 6.8 sesuai kondisi usus. Pada saat pengujian, terdapat beberapa campuran reaksi yaitu blanko, kontrol A, kontrol B, dan sampel, sedangkan acarbose diperlakukan selayaknya sampel. Setiap campuran reaksi yang digunakan memiliki fungsi tersendiri pada perhitungan aktivitas antihiperglikemik. Blanko digunakan untuk menghitung gula-gula sederhana awal pada substrat yang bukan hasil hidrolisis enzim. Kontrol A digunakan untuk menghitung seluruh gula, baik gula awal maupun gula
47 sederhana hasil hidrolisis enzim. Kontrol B berfungsi untuk menghitung gula sederhana awal pada substrat dan minuman fungsionl, sedangkan sampel digunakan untuk menghitung gula sederhana awal pada substrat dan minuman fungsional serta gula hasil hidrolisis enzim dengan adanya inhibitor, yaitu minuman fungsional. Tingginya aktivitas inhibisi α-glukosidase pada formula 2 dibandingkan formula 1, dimungkinkan karena nilai total fenol formula 2 yang lebih tinggi. Menurut Kim et al. (2000) komponen fenolik pada tanaman banyak berperan dalam kemampuannya sebagai antihiperglikemik. Aktivitas inhibisi α-glukosidase pada minuman ini juga didukung oleh komponen yang lain seperti ekstrak daun kumis kucing, ekstrak kayu secang, ekstrak jahe dan temulawak, mengingat semua komponen tersebut memiliki sinergi terhadap aktivitas antioksidan dan aktivitas antihiperglikemik. Sehingga total fenol ang terukur merupakan gabungan dari semua komponen tersebut. Formula 1 dan 2 memiliki formula dasar yang sama, yang mebedakan adalah konsentrasi jeruk dan suhu air yang digunakan. Oleh karena itu, dimungkinkan bahwa yang menyebabkan aktivitas antihiperglikemik formula 2 lebih tinggi daripada formula 1 adalah konsentrasi jeruk nipis dan lemon yang digunakan. Jung et al. (2004) melakukan penelitian mengenai efek hipoglikemik dari hesperidine dan naringin. Naringin dan hesperidine (0.2g/Kg diet) diberikan pada tikus diabetes tipe 2 selama 2 minggu. Terbukti bahwa hesperidine dan naringin dapat menurunkan gula darah pada tikus diabetes tipe 2. Seperti diketahui bersama bahwa hesperidine dan naringine merupakan flavonoid utama yang terdapat pada jeruk. Ghafar et al. (2009) melaporkan bahwa jeruk nipis memiliki kandungan hesperidine tertinggi dibandingkan jeruk yang lain sebesar 16.67±2.57 mg/100 ml jus. Hal tersebut juga didukung oleh Mahmoud et al. (2012) bahwa naringin dan hesperidine dapat berfungsi sebagai antihiperglikemik. Kemampuan antihiperglikemiknya berhubungan erat dengan sifat antioksidan yang dimiliki kedua komponen tersebut. Antioksidan dapat menghambat kerja induksi diabetes oleh streptozotozin (STZ) pada mencit yang diteliti. Menurut Srinivasan (2012) mekanismenya yaitu penggunaan zat diabetonik STZ dapat merusak sel beta pada pulau langerhans. STZ menyebabkan kematian sel-sel β pankreas yang juga menghasilkan senyawa oksigen reaktif nitrogen oksida (NO). Hal ini akan mengganggu sekresi insulin yang mengakibatkan hiperglikemia, glucose intoleran, perubahan sekresi insulin, kondisi tersebut dapat juga dikatakan sebagai diabetes tipe 2. Berdasarkan literatur tersebut dapat dikatakan terdapat keterkaitan antara komponen fenolik dan aktivitas antioksidan terhadap aktivitas antihiperglikemik.
Pembandingan Karakteristik Minuman Fungsional Skala Pilot Plant dengan Skala Laboratorium Salah tujuan dilakukannya produksi skala pilot plant adalah menjembatani peningkatan skala dari skala laboratorium ke skala industri. Sehingga, dilakukan penentuan titik kritis pada skala pilot plant agar karakteristik produk pada skala pilot plant dapat menyerupai skala labarotorium.
48 Pada Tabel 14 disajikan karakteristik produk minuman fungsional skala pilot plant dan skala laboratorium. Dapat dilihat bahwa penerimaan organoleptik pada skala pilot plant dan laboratorium tidak berbeda, sedangkan aktivitas antioksidan dan total fenol pada skala pilot plant lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa titik kritis berupa konsentrasi jeruk dan suhu air yang ditambahkan pada skala pilot merupakan variabel yang sangat mempengaruhi kualitas minuman fungsional. Terdapat perbedaan formula dan kondisi proses antara skala laboratorium dengan pilot plant. Pada skala laboratorium suhu air yang ditambahkan D 0C dan konsentrasi jeruk nipis x%. Pada skala pilot plant suhu air yang ditambahkan D0 C dan konsentrasi jeruk nipis x%, sedangkan konsentrasi jeruk purut dan lemon besarnya sama yaitu 1%. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikatakan untuk mendapatkan karakteristik produk yang mirip antara skala laboratorium dengan pilot plant, hasil yang didapatkan pada skala laboratorium tidak bisa begitu saja digunakan pada pilot plant. Pengontrolan parameter kritis perlu dilakukan untuk mendapatkan karakteristik yang optimal pada pilot plant, sehingga dapat dikatakan parameter kritis yang ditetapkan pada penelitian ini telah sesuai. Tabel 14 Karakteristik minuman fungsional skala laboratorium Karakteristik Skala pilot plant Warna Agak suka dan suka Aroma Agak suka dan suka Rasa Agak suka Keseluruhan Agak suka dan suka Aktivitas antioksidan 709 ppm AEAC Total fenol 841.1 GAE
pilot plant dan skala Skala Laboratorium Agak suka dan suka Agak suka dan suka Agak suka Agak suka dan suka 634 ppm AEAC 517 ppm GAE
Analisis Kelayakan Finansial Usaha Minuman Fungsional Analisis kelayakan finansial usaha minuman fungsional didasarkan pada aspek-aspek finansial yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pendirian usaha minuman fungsional. Tujuan dilakukannya analisis finansial adalah sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak suatu gagasan proyek atau pendirian usaha yang akan direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari usaha yang akan didirikan mampu memberikan manfaat (benefit) dalam arti manfaat secara finansial. Kelayakan dari sisi finansial ditinjau dari berbagai nilai, seperti nilai NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C, PBP (Pay Back Period), dan BEP (Break Even Point). Hal tersebut dilakukan dengan cara menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pendapatan dan pengeluaran. Proses perencanaan investasi memerlukan beberapa perhitungan, baik dari sisi operasional yang berkaitan langsung ataupun tidak langsung dengan pendirian usaha serta kemungkinan pendapatan ataupun manfaat yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis finansial memerlukan penetapan asumsi yang disesuaikan dengan kondisi saat dilakukan
49 analisis ataupun didasarkan pada hasil-hasil perhitungan yang telah dilakukan pada analisis aspek-aspek yang lain. Asumsi-asumsi yang ditetapkan pada analisis finansial usaha minuman fungsional ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15. Asumsi-asumsi pada analisis finansial usaha minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing No Asumsi 1. Umur proyek diasumsikan selama 10 tahun yang didasarkan pada umur mesin yang digunakan. 2. Tanah dan bangunan merupakan milik pribadi pemilik proyek. Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek bernilai 50 % dari nilai awal, sedangkan nilai sisa tanah pada masa akhir proyek tetap. 3. Perhitungan dilakukan berdasarkan harga konstan. 4. Modal investasi dan kerja diperoleh dari modal sendiri sebesar 35% dan 65% dari pinjaman bank. 5. Tingkat bunga kredit sebesar 0.8% per bulan (sumber dari BNI Wirausaha tahun 2012) 6. Pembayaran pinjaman dari bank dilakukan selama 3 tahun dengan sistem angsuran pokok konstan. 7. Harga-harga yang digunakan dalam analisis finansial ini berdasarkan harga saat analisis finansial tahun 2012 dan selama tahun perencanaan yang dipengaruhi Discount Factor(DF) sebesar 12 % di bank. 8. Proyek dimulai pada tahun ke-0 dan produksi pertama berlangsung pada tahun ke-1. 9. Produksi tahun pertama ditetapkan sebesar 80%, tahun kedua 90%, dan tahun ketiga sampai kesepuluh pabrik berproduksi dengan kapasitas maksimal. 10. Kapasitas produksi maksimum adalah 500 botol/ hari dengan volume botol sebesar 140 ml. Hari kerja efektif dalam setahun adalah 300 hari kerja, dengan jam kerja pukul 08.00-17.00 setiap harinya. 11. Penentuan besar pajak penghasilan didasarkan pada Undang-undang Pajak No 17 tahun 2000, yaitu sebagai berikut: Jika keuntungan <50 000 000 maka pajak = 10% x keuntungan Jika 50 000 000
100 000 000 maka pajak = (10% x 50 000 000) + (15% x 50 000 000) + (30% x (keuntungan-100 000 000)) 12. Harga mesin-mesin yang digunakan didasarkan pada CV. Agrindo Cipta Mandiri, Malang. 13. Upah karyawan ditetapkan dengan mempertimbangkan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor, yaitu Rp 1 174 200 berlaku mulai bulan Januari 2012. 14. Perhitungan nilai penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus.
Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan
50 Pembiayaan investasi terdiri dari dua sumber dana yaitu dana dari pinjaman bank dan modal sendiri. Dana pinjaman dari bank berasal dari bank konvensional, yaitu kredit wirausaha yang diberikan untuk mendirikan usaha baru. Nilai suku bunga yang berlaku untuk pinjaman tersebut sebesar 0.8% setiap bulan, sedangkan proporsi pendanaan yang berlaku adalah 65% dari bank dan 35% dari pemilik usaha atau pihak peminjam (Lampiran 44). Pembayaran dana pinjaman dari bank dilakukan selama 3 tahun, pembayaran angsuran pinjaman pokok dan bunga dimulai pada tahun pertama (Lampiran 45).
Arus Pengeluaran (Outflow) Arus pengeluaran pada usaha ini terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Kedua komponen biaya ini merupakan komponen pokok saat melakukan pendirian suatu usaha. a. Biaya investasi Biaya investasi adalah biaya yang dibutuhkan pada awal tahun pendirian usaha minuman fungsional. Biaya investasi terdiri atas biaya investasi tetap dan modal kerja. Biaya investasi tetap merupakan biaya yang diperlukan untuk menunjang keperluan usaha. Biaya modal kerja adalah biaya operasional yang dibutuhkan untuk memproduksi minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing selama 3 bulan pertama pada tahun pertama dimulainya produksi. Biaya investasi yang dibutuhkan sebesar Rp. 278 350 000, sedangkan modal kerja yang dibutuhkan sebesar Rp. 134 848 700, sehingga total biaya investasi yang dibutuhkan sebesar Rp. 413 198 700. Kebutuhan biaya investasi dan biaya penyusutan secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 46 dan 47. Reinvestasi diperlukan pada usaha ini, yaitu dengan cara menambahkan beberapa barang investasi yang memiliki umur ekonomi lebih kecil dari umur proyek. Reinvestasi bertujuan untuk menjaga kestabilan produksi agar tetap berjalan sesuai target yang telah ditetapkan. Besarnya reinvestasi dalam usaha ini sebesar Rp. 22 650 000 seperti yang terinci pada Lampiran 48. b. Biaya operasional Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang berhubungan dengan operasional dari suatu usaha. Biaya operasional ini dikeluarkan secara berkala selama usaha tersebut berjalan. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya operasional ini dibutuhkan agar kegiatan produksi dapat berjalan lancar dan menghasilkan produk sesuai dengan perencanaan. 1. Biaya tetap Biaya tetap adalah keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan selama satu tahun meskipun tidak terjadi proses produksi. Biaya tetap tidak berubah walaupun volume produksi berubah. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk usaha ini terdiri dari biaya telepon, pemeliharaan mesin, penyusutan, gaji buruh, gaji supervisor, gaji karyawan penjualan, gaji pemilik, serta angsuran bunga dan pokok. Angsuran bunga dan pokok hanya dibayarkan pada tiga tahu pertama, hal ini menjadikan biaya tetap pada 3 tahun pertama berbeda pada tahun ke empat sampai dengan tahun ke 10. Biaya tetap pada tahun 1 sebesar Rp. 316 281 303.0 tahun ke dua Rp. 308 696 521.5 tahun ke tiga Rp. 301 579 906.5, dan tahun ke empat sampai tahun ke sepuluh Rp. 220 445 000 (Lampiran 49).
51
b. Biaya variabel Biaya variabel adalah biaya yang harus dikeluarkan sesuai dengan besarnya volume produksi yang dilakukan. Biaya variabel akan mengalami perubahan jika volume produksi berubah. Beberapa biaya variabel pada usaha ini adalah biaya bahan baku, listrik, PAM, bahan bakar gas, transportasi bahan baku, transportasi kantor, dan pemasaran. Besarnya biaya variabel yang dibutuhkan disajikan pada Lampiran 49.
Arus Penerimaan (Inflow) a. Pendapatan penjualan Pendapatan adalah jumlah pembayaran yang diterima perusahaan dari penjualan produk. Pendapatan dihitung dengan mengalikan kuantitas produk yang dihasilkan dengan harga satuanya. Pada awal-awal usaha biasanya saran produksi tidak dipicu untuk berproduksi secara maksimal, tetapi naik perlahan-lahan sehingga pendapatan juga akan naik perlahan-lahan setiap tahunya. Produksi minuman fungsional pada usaha ini direncanakan akan dijual pada tingkat harga Rp. 4 700/botol, dengan asumsi harga sepanjang umur usaha tetap, dan produksi maksimal sebesar 150 000 botol/ tahun. Pada prinsipnya penentuan harga jual didasarkan pada tingkat harga yang mampu menutup semua biaya yang dikeluarkan persusahaan ditambah dengan laba yang wajar bagi perusahaan. Penentuan harga jual ini didasarkan pada metode cost plus pricing, yaitu metode penetapan harga jual dengan cara menghitung biaya per unit produk dan ditambah dengan presentase mark up. Harga jual sebesar Rp. 4 700/botol diharapkan merupakan harga jual yang sesuai dengan tingkat mark up laba dari harga jual sebesar 35.6%. Harga Pokok Produksi (HPP) produk diperoleh berdasarkan pembagian antara biaya total produksi bersih dan total produk yang dihasilkan setiap tahunya. Adapun HPP (Lampiran 50) yang didapatkan saat usaha telah berproduksi maksimal yaitu sebesar Rp 3 464. total biaya per tahun
HPP = total =
produksi per tahun Rp 519 594 800 150 000
= Rp. 3 464 Pendapatan penjualan pada tahun pertama dan kedua lebih kecil dari tahun ketiga sampai tahun kesepuluh. Hal ini dikarenakan volume produksi minuman fungsional pada tahun pertama sebesar 80%, tahun kedua 90% dari kapasitas yang terpasang. Produksi secara maksimal baru dilakukan pada tahun ketiga. Rincian pendapatan yang didapatkan oleh perusahaan setiap tahunya disajikan terperinci pada Lampiran 51. b. Nilai sisa
52 Nilai sisa adalah semua biaya investasi yang tidak habis selama umur usaha. Nilai sisa yang terdapat pada usaha ini akan menjadi manfaat bagi proyek. Total nilai sisa selama umur usaha ini adalah sebesar Rp. 118 245 000 (Lampiran 48). Analisis kelayakan investasi Untuk mengambil suatu keputusan menerima proyek usaha yang diusulkan, maka salah satu aspek yang perlu dikaji adalah aspek finansial. Kelayakan suatu proyek usaha berdasarkan aspek finansial dilihat dari kemampuan usaha tersebut memberikan manfaat secara finansial yang diukur menggunakan kriteria-kriteria finansial. Perhitungan kriteria-kriteria investasi tersebut didasarkan aliran kas bersih. Agar kriteria investasi dapat dihitung maka perlu dilakukan penyusunan proyeksi laba rugi (Lampiran 51) Proyeksi laba rugi ini akan memberikan gambaran mengenai pendapatan bersih yang diperoleh selama umur proyek. Proyeksi arus kas (Lampiran 52) disusun untuk mengetahui keadaan arus uang yang terjadi setiap tahunnya. Proyeksi arus kas terdiri dari arus kas masuk (cash in flow) dan arus kas keluar (cash out flow). Jika arus kas masuk dikurangi arus kas keluar, maka akan diperoleh arus kas bersih (net cash flow) yang nilainya akan digunakan dalam perhitungan nilai kriteria investasi. Kriteria investasi yang digunakan sebagai titik ukur antara lain yaitu NPV, IRR, Net B/C, BEP, dan PBP. Untuk menentukan layak atau tidaknya usaha tersebut untuk dijalankan, maka diperlukan suatu metode yang memperhitungkan perubahan nilai uang terhadap waktu atau discount factor(DF). Hal ini dikarenakan DF merupakan suatu teknik perhitungan yang memperhitungkan penurunan manfaat yang akan diperoleh di masa mendatang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang. Nilai kriteria investasi usaha minuman fungsional disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 No 1 2 3 4
Nilai kriteria investasi usaha minuman fungsional Kriteria Nilai NPV Rp. 203 565 151 IRR 20% Net B/C 1.49% PBP 2.46 tahun
Net Present Value (NPV) NPV atau nilai bersih yang berlaku saat ini adalah manfaat bersih yang diterima proyek selama umur proyek pada tingkat DF tertentu. NPV yang diperoleh pada usaha ini sebesar Rp. 203 565 151 nilai tersebut menunjukkan manfaat bersih yang akan diterima selama sepuluh tahun mendatang. NPV menunjukkan angka positif yang lebih besar dari nol, hal ini menunjukkan bahwa usaha ini memperoleh peningkatan nilai uang. Berdasarkan nilai NPV ini menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan.