USAID PRIORITAS: Mengutamakan Pembaharuan, Inovasi, dan Kesempatan bagi Guru,Tenaga Kependidikan, dan Siswa Edisi 4/ Juli - Oktober 2013
WEWARAH PRIORITAS Media Informasi dan Penyebarluasan Praktik Pendidikan yang Baik di Provinsi Banten
USAID PRIORITAS BANTEN/NICO HERMANU
Pelatihan yang Bangkitkan Antusiasme Dalam kurun waktu Agustus-Oktober ini, USAID PRIORITAS Banten telah melaksanakan sebanyak 15 (lima belas) pelatihan dan replikasi di Kabupaten Serang, Pandeglang, dan Lebak. Sejumlah 738 guru, 90 kepala sekolah, 90 anggota komite sekolah, 33 pengawas sekolah, dan 203 dosen dari sejumlah perguruan tinggi mengikuti berbagai pelatihan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dasar di Provinsi Banten. Di Kabupaten Serang, rangkaian pelatihan untuk tingkat SD/MI dilaksanakan tanggal 11-13 September (PAKEM) dan 1-3 Oktober (MBS), sementara untuk tingkat SMP/MTs telah lebih dulu dilaksanakan pada kurun waktu tanggal 23-30 Agustus. Di Kabupaten Pandeglang, pelatihan untuk tingkat SD/MI dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus-2 September (PAKEM) dan 7-9 September (MBS). Sementara untuk tingkat
SMP/MTs dilaksanakan tanggal 21-23 September (CTL) dan 28-30 September (MBS). Di Kabupaten Lebak yang menjadi dampingan program DBE, telah dilaksanakan sebanyak 5 kali pelatihan pembelajaran untuk tingkat SMP/MTs dalam 5 mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, dan IPS. Kelima pelatihan tersebut telah melibatkan tidak kurang dari 232 guru pengampu 5 mapel tersebut Sementara itu, total 203 dosen dari konsorsium LPTK di Banten yang terdiri dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) dan IAIN Sultan Maulana Hasanuddin yang bekerjasama dengan Universitas Banten Jaya (Unbaja), Universitas Muhammadiyah Tangerang, Universitas Mathlaul Anwar (Unma), dan STKIP Setiabudi Serang, terlibat dalam pelatihan pedagogi untuk tingkat
Atas: Para peserta pelatihan MBS SMP/MTs di Pandeglang menunjukkan semangat yang tinggi.
primary (SD/MI) dan secondary (SMP/MTs). Ada dua kata yang selalu muncul dalam setiap pelatihan acapkali para peserta, baik guru, kepala sekolah, komite sekolah, pengawas, maupun dosen ditanya bagaimana kesan mereka terhadap proses pelatihan yang dijalani. Kata-kata itu adalah “amazing” dan “luar biasa”. Pak Bambang Irianto, Kepala Sekolah SMPN 1 Bojong, Pandeglang, mengatakan, “pelatihan yang luar biasa, gak bikin ngantuk,” mengomentari pelatihan MBS yang diikutinya. “Mereka sangat antusias. Karena dalam pelatihan tadi (Pelatihan MBS untuk tingkat SD/MI), para peserta baru menyadari bagaimana membuat RKS yang baik. Selama ini mereka membuat laporan tidak berdasarkan sistem menejemen yang baik. Jadi ini baru buat mereka,” komentar Zaitty Musafiroch.
Tak Cuma Kesejahteraan, Jumlah Guru Pun Perlu Terdistribusi Baik Dengan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) sebesar 68,77, bandingkan dengan IPM Provinsi Banten yang mencapai nilai 70,95 (2011), kesempatan untuk membangun Kabupaten Pandeglang masih terbilang sangat besar. Kenyataan ini disadari betul oleh para pemimpin daerah Pandeglang. Kepala Bappeda, Drs. H. Aah Wahid Maulany, M.Pd., mengatakan bahwa daerah yang luas dengan 35 kecamatan membuat pemerintah Kabupaten Pandeglang menghadapi hambatan serius dalam bidang distribusi, termasuk distribusi guru. Hal itu terungkap dalam acara Lokakarya Penataan dan Pemerataan Guru (PPG) USAID PRIORITAS Banten yang dibuka secara resmi oleh Bupati, dalam hal ini diwakili oleh staf ahli H. Tatang. Acara tersebut dilaksanakan di Pandeglang Kamis, 4 Juli 2013 lalu.Acara ini melibatkan perwakilan dari Bappeda selaku tuan rumah, Kantor Bupati, Dinas Pendidikan, Kantor Kemenag, wakil dari LPTK, dan Dewan Guru. Selama ini, upaya untuk mendistribusikan jumlah guru sesuai kebutuhan melalui program mutasi kerap mengalami berbagai hambatan, seperti jarak antara tempat tinggal dan tempat kerja, infrastruktur pendukung, sampai pemahaman para guru sendiri yang kerap mengasosiasikan mutasi dengan wanprestasi. “Yang penting itu mengubah
Suasana saat Workshop Penataan dan Pemerataan Guru di Gedung Bappeda Kabupaten Pandeglang. USAID PRIORITAS BANTEN/NICO HERMANU
mindset tentang mutasi. Mutasi itu adalah kesempatan, bukannya sangsi,” ujar Aah lebih jauh. Sementara perwakilan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang Kabid SMP Drs. Hendri MII menyatakan bahwa upaya distribusi guru sebenarnya juga telah dilaksanakan sejak Februari 2013 lalu.“Selama ini yang didistribusikan prioritasnya adalah PNS, bukan berdasarkan sertifikat,” ia menjelaskan. Jadi wajar apabila masih ada b e b e r ap a p i h a k y a n g m e n i l a i u p ay a pemerintah kabupaten untuk melakukan pemerataan jumlah guru belum maksimal. Hal ini juga ditambah dengan perbedaan persepsi mengenai kebutuhan jumlah guru bidang tertentu, seperti guru Pendidikan Agama Islam (PAI). “Masih ada persepsi yang
berbeda antara Dinas dan Kemenag mengenai kebutuhan jumlah guru PAI per enam rombel,” katanya. Kemenag menyatakan kebutuhan guru PAI dua kali lebih besar dari yang dinyatakan pihak Dinas Pendidikan. Untuk mengatasi masalah ini dengan segera, Aah mengajukan ide, “butuh political will dari para pemimpin, butuh dukungan dari DPRD.” Komitmen politik ini kemudian perlu dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang mengakomodasi kebutuhan peningkatan pendidikan dasar. Hal ini sesuai dengan keinginan Dewan Guru yang hadir pada saat itu. Perwakilannya menyatakan, “penataan dan pemerataan guru jangan dipolitisasi. Proses penempatan guru sebaiknya atas dasar prestasi.”
Jumlah Bukan Masalah Pasca pelatihan fasilitator daerah, di Provinsi Banten, geliat kegiatan di daerahdaerah mitra DBE USAID kini tampak marak. Pelatihan di beberapa FKKM/FKKS telah dilaksanakan di Kota Tangerang dan Kabupaten Lebak. Seperti halnya yang diselenggarakan di MTsN Model Pasir Sukarayat, Rangkasbitung pada tanggal 25 sampai 27 Juni 2013 lalu. Sebanyak 25 guru MTsN Model Pasir
Sukarayat dan 7 guru Madrasah Tsanawiyah lain di kawasan Kota Rangkasbitung mengikuti pelatihan selama 3 hari . Yang menarik, pelatihan ini hanya dipandu oleh 3 orang fasilitator daerah yang bergantian membawakan sesi, sementara biasanya membutuhkan setidaknya 5 orang. “Kalau pelatihan sebelumnya saya hanya kebagian membawakan satu atau paling banter dua sesi, ini full tiga hari,” ujar Drs. Solihin,
2 - Wewarah PRIORITAS Edisi 4/Juli - Oktober 2013
M.Pd. Dalam pelatihan tersebut, Solihin beserta Ahmad Firdaus, M.Si., dan Widiawati, M.M., mengawal berjalannya proses pelatihan yang menekankan pada contextual teaching and learning (CTL) ini. Ketiganya sepakat bahwa jumlah fasilitator yang terbatas bukan hambatan, melainkan justru berdampak positif. “Saya malah jadi lebih tahu lagi (materi semua sesi (bersambung ke hal. 3)
(dari hal.2) dalam modul). Biasanya saya hanya tinggal ngomong aja di depan, handout sudah ada yang nyiapin,” ujar Widiawati menambahkan. “Masalahnya, saya cuma agak nervous aja di depan sesama guru. Apalagi kita-kita pernah dapat pelatihan seperti ini dari DBE dulu.” Namun sambutan para peserta ternyata positif. “Kami sudah pernah mengikuti pelatihan seperti ini dari DBE dulu, tapi ini kayaknya berbeda.” ujar Dian Kartika, seorang guru kelas VIII. Dian menambahkan bahwa pelatihan seperti ini merupakan penyegaran yang sangat bagus baginya dan para kolega.
Dian yang mengajar IPS justru lebih memikirkan penerapannya di kelas nanti. Berdasarkan pengalaman, ada beberapa isu yang ia hadapi di kelas saat menerapkan CTL, yaitu fokus siswa pada materi yang kerap hilang karena terlalu bersemangat, kerja sama tim yang didominasi beberapa siswa tertentu saat kerja kelompok, kurangnya waktu yang tersedia untuk membahas satu topik, dan prasarana kelas yang membutuhkan banyak kertas plano dan spidol. “Saya dulu sudah pernah mencoba menerapkan metode seperti ini di kelas selama satu semester. Murid-murid sih, senang. Mereka girang banget,” kata Dian.
Ahmad Firdaus, sang kepala madrasah, menjamin ketersediaan alat bantu pembelajaran. Ia mengajak jajarannya untuk tidak mengkhawatirkan hal itu. “Sekarang yang penting guru komit dulu. ATK saya yang jamin. Sudah ada anggarannya,” ujarnya. Tampaknya suasana pembelajaran di MTSN Model Pasir Sukarayat Rangkasbitung akan bertambah menarik.
Kiri: Drs. Solihin, M.Pd., dan Ahmad Firdaus, M.Si.; Tengah: antusiasme peserta; Kanan: Widiawati membantu diskusi kelompok.
USAID PRIORITAS BANTEN/NICO HERMANU
Kadisdikprov: Kita Perlu Provokator Pendidikan Kinerja USAID PRIORITAS Banten yang telah bekerja selama setahun diapresiasi oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, Drs. Hudaya Latuconsina. Beliau menilai hasil berbagai kegiatan selama setahun terakhir cukup positif. Beliau mendorong agar inovasi dan pembaharuan yang dikedepankan oleh USAID PRIORITAS bisa mendukung terlaksananya penerapan kurikulum 2013 di Banten. Apresiasi tersebut diberikan saat menerima kunjungan staf USAID PRIORITAS Banten yang dipimpin oleh Rifki Rosyad, PC USAID PRIORITAS Banten. Pertemuan berlangsung di gedung PGRI Provinsi Banten, Kota Serang, hari Rabu, 31 Juli 2013 lalu. “Saya berkeliing ke tujuh sekolah sejak tanggal 15 Juli kemarin. Belum ada satu pun yang menggunakan Kurikulum 2013,” ujar Kepala Dinas menyayangkan. Beliau memahami kondisi di mana pemerintah kabupaten/kota lebih memiliki kewenangan dalam menerapkan
arah kebijakan dalam bidang pendidikan di wilayahnya, dan waktu yang tersedia untuk penyesuaian sekolah terhadap kurikulum baru tersebut relatif pendek. Karenanya, ia berharap USAID PRIORITAS bisa membantu memperlancar transisi terhadap kurikulum baru ini. ” H a r a p a n s ay a , ke g i a t a n y a n g t e l a h dilaksanakan USAID PRIORITAS bersama pihak kabupa-ten/kota selama ini, bisa memiliki koneksitas dengan Kurikulum 2013,” ujarnya. Beliau juga menekankan perlunya peningkatan mutu pendidikan dasar dalam waktu secepatnya, melihat sejumlah kejadian yang terjadi di Banten belakangan ini. Ia juga menegaskan bahwa pendidikan seharusnya bisa menciptakan generasi muda yang cerdas, aktif, kreatif, dan afektif. Di akhir pembicaraan, Drs. Hudaya mencoba menawarkan sebuah solusi.“Kita bisa cari seseorang yang bisa menjadi provokator, supaya orang bisa berubah,” ujarnya sambil melihat daftar nama mereka yang telah
mengikuti Pelatihan Fasilitator Daerah Praktik yang Baik di Sekolah. Kepala Dinas menjelaskan bahwa yang ia maksud dengan provokator ini adalah orang-orang yang bisa menginspirasi dan mendorong orang lain di sekitarnya untuk berbuat lebih bagi peningkatan kualitas pendidikan dasar. Saat meneliti daftar nama tersebut, beliau mengenali beberapa di antaranya. “Kita bisa mulai dari mereka.” USAID PRIORITAS BANTEN/NICO HERMANU
Atas: Rifki Rosyad, PC Banten, tengah memberi penjelasan kepada Kadisdikprov.
3 - Wewarah PRIORITAS Edisi 4/Juli - Oktober 2013
Membaca Itu Menyenangkan dibuat besar, dengan tulisan yang juga besar, agar bisa dibaca oleh seluruh siswa di dalam kelas. Buku itu berisi sebuah kisah singkat, tersaji dalam kurang lebih 8 halaman dan mengandung dua unsur: gambar dan teks. Kisah dalam buku besar ini harus disajikan secara sederhana, dalam kalimat yang ringkas namun efektif, edukatif, dan menarik minat baca anak. Isi buku besar ini juga harus dikemas sedemikian rupa sehinga dapat digunakan pada Ade Husnul Mawadah menyajikan buku besar berbagai mata pelajaran. hasil rancangannya Kompleksitas kisah dalam buku besar ini Sejumlah 10 guru dan dosen dari berbagai bisa berbeda tergantung tingkat pemahaman institusi pendidikan di Jawa Barat dan Banten siswa. Kisah untuk anak-anak kelas 1 dan 2 berkumpul di Serpong dalam Lokakarya berbeda dengan kisah untuk anak kelas 4 atau 5. Literasi untuk menyusun bahan ajar untuk Misalnya, kisah untuk anak kelas tinggi bisa peningkatan kemampuan baca tahap awal. menggunakan sudut pandang orang ketiga, atau Kegiatan yang dilaksanakan sepanjang Oktober narator. Penggunaan kosakata untuk kelas lalu itu, salah satu kegiatannya mengembangkan tinggi juga lebih beragam. Dari segi dramatisasi, buku besar untuk merangsang minat dan kisah untuk kelas tinggi juga bisa menggunakan kemampuan baca anak-anak sekolah di kelas elemen-elemen drama, seperti misalnya heroisme. awal. USAID PRIORITAS HERMANU “Lebih baik menggunakan gambar Yang dimaksud dengan “buku besar”BANTEN/NICO adalah buku yang ukurannya bervariasi, antara daripada kata. Kita jadi bisa lebih banyak 30x50 cm sampai 40x40 cm. Buku sengaja mengembangkan cerita, dan sesuai dengan
pembelajaran tematik,” Ade Husnul Mawadah, M.Hum., dosen Bahasa Indonesia di FKIP UNTIRTA menjelaskan. “Mengajar menggunakan buku besar ini sangat bermanfaat bagi guru yang akan mengajarkan baca tulis untuk siswa kelas awal yang sedang dalam tahap belajar membaca.” “Saya kepingin bikin buku besar lain lagi untuk disesuaikan dengan Kurikulum 2013. Dari duapuluh siswa di kelas, bahkan yang belum bisa membaca pun kepingin maju ke depan untuk menulis di papan tulis. Motivasi dan semangat mereka terpacu untuk belajar,” Bu Patonah, guru kelas 1 di SDN 7 Serang dan salah seorang anggota tim lokakarya di atas, menjelaskan panjang lebar. U S A I D P R I O R I TA S s a a t i n i bekerjasama dengan 16 LPTK mitra sedang mengembangkan bahan pengayaan yang terkait dengan peningkatan kemampuan literasi anak. Bahan tersebut akan digunakan dosen LPTK sebagai salah satu sumber dalam memodelkan cara mengajar literasi kepada siswa sekolah dasar.
Praktik Baca dengan Buku Besar “Ayo kita baca bersama-sama… 'Dino bermain bola',” seru Ibu Patonah di depan dua puluh tiga siswa kelas I di SDN 7 Serang, Banten. Seketika ruang kelas itu dipenuhi suara riuh-rendah anak-anak membaca. Di depan kelas, Ibu Patonah memegang sebuah buku berukuran 30x50 cm berisi gambar dan teks yang berukuran cukup besar untuk dibaca seluruh siswanya. Buku tersebut bercerita tentang seorang anak laki-laki bernama Dino yang memiliki hobi bermain bola. Kedua puluh tiga orang anak laki dan perempuan di kelas itu berseru mengikuti ucapan Bu Patonah. Manakala ia minta kesediaan murid untuk menulis kata tertentu seperti “bola”, “Dino”, dan “bermain” di papan tulis depan kelas, para siswa berlomba
mengacungkan tangan. “Memang di kelas saya baru ada dua orang yang benar-benar bisa membaca dan menulis. Yang lainnya masih dalam tahap menghafal bentuk dan bunyi, dan mengikuti ucapan guru. Tadi kita lihat mereka masih belum bisa menyusun kalimat,” ujar guru yang telah lima belas tahun mengabdi ini. Bu Patonah saat itu juga mengajak anak didiknya untuk belajar menulis. Tidak hanya di papan tulis, namun juga di buku tulis mereka masing-masing. Sebagai penghargaan bagi siswa yang menulis dengan benar sesuai contoh di papan tulis, ia beri tanda bintang kecil untuk ditempelkan di buku tulis mereka. “Membaca bersama seperti ini sangat bermanfaat memancing semangat anak untuk belajar. Kita harus bikin buku besar lagi soalnya
4 - Wewarah PRIORITAS Edisi 3/Juli - Oktober 2013
murid sudah terbiasa pola teacher centered. Mereka terbiasa mengikuti guru. Jadi mereka hanya terfokus ke buku itu saja. Mereka tidak bisa menjawab dengan buah pikiran mereka s e n d i r i . M e re k a p e r l u d i b i a s a k a n ,” pungkasnya.
Bu Patonah membacakan buku besar di hadapan anak didiknya
Terlalu Menyenangkan Bagi Guru dan Murid Pelatihan praktik pembelajaran yang baik bagi guru SMP dan MTs mitra di Kabupaten Serang, Banten (23-26/8), memberi kesempatan bagi semua peserta untuk mengajar langsung di sejumlah kelas di SMPN 1 Ciruas. Pelatihan itu melibatkan 92 peserta laki dan 52 peserta perempuan yang terdiri dari guru mata pelajaran, kepala sekolah, pengawas, dan staf dinas pendidikan. Pelatihan berisi kiat dan cara penyajian pembelajaran di kelas berdasarkan CTL (Contextual Teaching and Learning), sebuah konsep yang sebenarnya familier bagi kebanyakan guru, namun masih asing dalam penerapannya. Pendekatan pembelajaran CTL ini memiliki prinsip konstruktivisme, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar,
pemodelan, penilaian otentik, dan refleksi. Ciri utama dari pendekatan ini adalah guru memberikan teori dan pembekalan secara singkat di awal pelajaran, dan para murid diminta untuk menggali lebih jauh melalui tugas kelompok. Hasil kerja kelompok ini kemudian mereka presentasikan di depan kelas. Banyak kalangan, termasuk Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, Drs. Hudaya Latuconsina, mengatakan bahwa metode pembelajaran ini sangat sesuai dengan Kurikulum 2013. Saat bertemu dengan perwakilan dari USAID PRIORITAS Banten beberapa waktu lalu, beliau lebih jauh menyatakan, “Dari sejumlah guru yang telah menerima pelatihan PAKEM, CTL, atau MBS
dari USAID PRIORITAS, kita perlu mencari orang yang bisa memotivasi guru lain, kepala sekolah, dan masyarakat untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan dasar bersama.” Kesan yang disampaikan guru yang mengikuti pelatihan adalah pendekatan CTL membuat siswa menjadi lebih aktif. “Waktu yang tersedia sepertinya kurang memuaskan siswa. Selalu ada beberapa kelompok yang belum selesai mengerjakan tugas,” ujar Abdul Mupahir, seorang guru dari SMPN1 Petir. Yanti, seorang guru dari SMPN 1 Ciruas bahkan mengatakan, “saya sedikit-sedikit khawatir waktu sudah habis.”
Matematika Juga Bisa Seru
USAID PRIORITAS BANTEN/NICO HERMANU
Ayu, seorang siswa kelas IV, tertawa ceria menikmati suasana pembelajaran di kelasnya yang cair, interaktif, dan menyenangkan. Empat puluh dua orang anak kelas 4B di SDN Ciruas 2 ramai berseru-seru. Mereka bukan sedang berada di lapangan bermain, tapi mereka tengah belajar Matematika di dalam kelas. Hari itu, Jumat, 13 September 2013, Ibu Nining Asikah, Guru Matematika kelas IV tengah mengajar anak didiknya operasi hitung.
“Salaaaaahhhh,” serempak beberapa murid berseru saat salah seorang murid menuliskan 150 sebagai hasil operasi hitung dari 300:10+(32x5) di papan tulis. “Siapa yang bisa,” tanya Nining. Sontak tidak kurang dari 7 tangan mungil teracung semangat, dan terdengar, “Sayaaaa!” “Suasananya memang begini, sejak saya coba terapkan pembelajaran PAKEM awal tahun ini,” Nining menjelaskan. “Anak-anak senang sekali, dan mereka berlomba-lomba siapa yang (bisa mengerjakan tugas) paling benar.” Kelas itu diatur berkelompok. Ada 6 kelompok yang masing-masing berisi 7 anak. Di kelas ini, Nining membuat anak didiknya mengerjakan tugas berkelompok, berdiskusi, menggunakan alat peraga sederhana apabila dibutuhkan, dan memberikan presentasi di depan kelas. “Saya selalu terapkan disiplin di dalam kelas. Baik secara individual, kelompok kecil, maupun kelompok besar (klasikal). Siswa diarahkan agar terpusat untuk belajar melalui
media pembelajaran (alat peraga) yang selalu saya buat sendiri walaupun sederhana namun menarik. Saat mereka diskusi, saya berkeliling ke tiap-tiap kelompok untuk memotivasi dan membimbing mereka. Pada saat presentasi, semua anggota kelompok tampil ke muka kelas supaya belajar berani bicara di forum kelas. Sekarang, semua siswa mau tampil sendiri malah berebut ingin tampil,” ujar Nining menjelaskan resepnya memimpin kelas yang terbilang besar. “Setiap hasil karya siswa dipajang selama beberapa waktu sehingga mereka merasa senang. Saya tak bosan untuk memberi katakata motivasi baik secara individual maupun kelompok. Buat anak-anak senang pada diri kita, jangan membuat mereka takut namun buat mereka dekat namun tetap hormat pada kita,“ tambahnya. Seorang siswa, Ayu mengatakan, “Kalau begini bisa belajar bareng kelompok. Lebih seru!”
5 - Wewarah PRIORITAS Edisi 4/Juli - Oktober 2013
Kiri: Suasana belajar di kelas 4 SDN 2 Ciruas, Kabupaten Serang. Di kelas ini, Ibu Nining Asikah mengajarkan anak didiknya pendekatan pembelajaran PAKEM sejak awal tahun 2013. Dinding kelas dipenuhi pajangan karya siswa.
USAID PRIORITAS BANTEN/NICO HERMANU
“Saya Belum Pernah Lihat yang Kayak Begini.” Penerapan CTL (Contextual Teaching and Learning) yang menggunakan alat peraga sederhana dan murah sangat membantu siswa untuk memahami pelajaran yang sebelumnya diberikan dalam bentuk teori. Seperti halnya yang terjadi di SMPN 1 Mandalawangi. Saat praktik mengajar pada pelatihan CTL bagi guru tingkat SMP/MTs di Pandeglang 11 s.d. 13 September 2013 lalu, dalam pelajaran IPA untuk kelas VII, Ibu Enong Atiah menggunakan lakmus untuk mengetahui kadar keasaman sejumlah benda. Sabun mandi, deterjen, sampo, minuman ringan bersoda, air mineral, jeruk, garam, cuka, pasta gigi, dan obat maag, dibagikan kepada para murid untuk diujicoba. Awalnya, para murid bertanya-tanya apa yang harus mereka lakukan dengan bendabenda tersebut. Apalagi ketika mereka dibagikan mangkuk plastik kecil dan potongan kertas lakmus berwarna merah dan biru oleh guru. “Bu, ini untuk apa,” tanya seorang murid penasaran.“Sabar. Nanti akan Ibu jelaskan itu untuk apa,” ujar Bu Enong sabar. Secara singkat, Bu Enong menjelas-kan tugas yang harus dikerjakan para siswa dengan benda-benda itu. Semua benda harus dilarutkan, dan potongan kertas lakmus
dicelupkan ke dalam larutan tersebut. Serempak para murid yang telah dibagi menjadi 6 kelompok bergegas menuangkan air mineral ke dalam mangkuk plastik dan memroses semua sampel untuk dilarutkan dalam air. Semua siswa tampak sibuk. Diskusi kecil dalam melaksanakan proses pengujian di antara para murid anggota kelompok pun terjadi. “Ini sabun dibasahkan saja,” ujar seorang siswa yang memegang sepotong kecil sabun mandi batangan kepada rekan sekelompoknya dalam bahasa Sunda kental. “Tidak usah dimasukkan ke air. Nanti airnya bisa digunakan untuk contoh yang lain,” lanjutnya. Di lain kelompok, diskusi lain muncul, “Hati-hati, jangan sampai LKS-nya basah,” ujar seorang siswi mengingatkan rekannya. Para siswa diberikan waktu 15 menit untuk mengujicoba kadar keasaman berbagai sampel yang telah dibagikan, dan melengkapi daftar isian yang telah disiapkan oleh guru. Satu demi satu mereka menempelkan potongan kertas lakmus basah yang telah berubah warnanya ke kolom yang tersedia di Lembar Kerja Siswa. Bu Enong mengatakan, “Asam akan mengubah kertas lakmus jadi kemerahan, dan basa akan mengubahnya menjadi kebiruan.
Sifat khas ini yang membuat lakmus dipergunakan sebagai indikator derajat keasaman. Garam tidak mengubah warna lakmus. Sekarang kalian tentukan yang mana asam, mana basa, dan mana garam. Lalu coba jawab pertanyaan yang ada di halaman belakang LKS.” Menurut para siswa selama ini mereka hanya belajar teorinya. Sekarang setelah praktik, jadi tahu hasil riilnya. “Saya belum pernah melihat yang kayak begini," ujar Asep, salah seorang siswa. “Teorinya sih kami sudah pernah dapat. Tapi kami belum pernah lihat perubahannya,” jawabnya. “Kami jadi tahu, Pak,” ujarnya sembari tertawa-tawa senang bersama teman-teman sekelompoknya.
Atas: Siswa menikmati kerja kelompok dalam pengujian kadar keasaman menggunakan kertas lakmus USAID PRIORITAS BANTEN/NICO HERMANU
6 - Wewarah PRIORITAS Edisi 4/Juli - Oktober 2013
Memanfaatkan Cue Cards Untuk Speaking Pe m b e l a j a r a n ko n t e k s t u a l y a n g melibatkan aktivitas, kreativitas dan bersifat efektif dan menyenangkan memang perlu dikenal dan dipahami dengan baik oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan, tak terkecuali para mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Maulana Hasanuddin, Banten. Para mahasiswa ini memang disiapkan untuk menjadi calon guru bahasa Inggris di tingkat SMP/MTs, dan SMA/MA. Dalam kegiatan Program Pengenalan dan Latihan Kependidikan (PPLK), sebuah program latihan mengajar yang dilaksanakan bagi para mahasiswa fakultas tersebut, para peserta ajar atau praktikan, yang notabene calon guru Bahasa Inggris ini ditengarai terlalu mengandalkan buku teks saat praktik mengajar di depan kelas. Pengajar dan peserta didik sama-sama membaca dari buku yang sama, dan proses transfer ilmu berlangsung searah, monolog, dan membosankan. Guru pamong (guru yang mengawasi jalannya PPLK) memberi masukan perlunya proses pembelajaran bisa dibuat lebih interaktif. Yayu Heryatun, dosen Bahasa Inggris di FTK IAIN “SMH” Banten lantas mencoba menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual bagi para praktikan. Yayu yang mengajar mata kuliah Metodologi TEFL (Teaching of English as Foreign Language/Pengajaran Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Asing) mengajak para
mahasiswanya untuk memanfaatkan teaching media, atau media ajar. Bentuk media ajar ini bisa berupa flash card, flip chart, cue card, presentasi power point, gambar, bahkan poster. Yayu meminta para mahasiswa semester VI, sebagai para calon peserta PPLK. untuk memanfaatkan barang yang ada untuk diubah menjadi media ajar, terutama cue card dan flash card. Para mahasiswa dibagi menjadi ke l o m p o k . M a s i n g - m a s i n g ke l o m p o k ditugaskan membuat sebuah media ajar yang berbeda. Media ajar ini dibuat dari bahan-bahan yang sudah ada. Para mahasiswa diminta untuk mencari gambar-gambar yang menarik dari berbagai buku, majalah, atau koran bekas. Cue card dibuat seukuran kartupos. isinya adalah potongan kosa kata, atau frasa, atau gambar untuk membantu siswa belajar. Sementara flash card berukuran kurang lebih 15x20 cm dan berisi berbagai gambar, yang nantinya harus dijelaskan oleh siswa kepada forum kelas dengan menggunakan bahasa Inggris. Siti Humairoh, salah seorang mahasiswi menyatakan bahwa awalnya memang sedikit merepotkan. “Tapi ada kepuasan tersendiri setelah medianya jadi. Apalagi pas dipakai mengajar. Teaching media benar-benar membantu peserta didik dalam memahami materi,” ujar Siti panjang lebar. Menurutnya, para mahasiswa kini kerap otomatis memikirkan kemungkinan pemanfaatan barang-barang bekas untuk dibuat menjadi media ajar, seperti misalnya foto-foto di artikel majalah. Foto dan gambar yang mereka temukan, lantas dimanfaatkan menjadi cue cards untuk menjelaskan tentang berbagai hewan, a l a m s e k i t a r, e m o s i manusia, dan lain sebagainya. Manfaat media
ajar bagi peningkatan pemahaman siswa diakui oleh siswa kelas 8A SMP Al Azhar, Wanda Maulina Awaliyah, “Teaching media membuat materi yang diajarkan lebih mudah dimengerti, lebih enak dan lebih enjoy.” Ia mengakui bahwa materi ajar bergambar mempermudah memahami bahasa Inggris. Perubahan ini dirasakan juga oleh guru pamong. Ike Yuliasari, S.Pd., guru pamong Bahasa Inggris di MAN Cilegon mengatakan, “Saya salut sama mahasiswa praktikan karena materi sesuai buku teks tapi menyajikan dengan lebih dalam dan dengan menggunakan teaching media seperti poster atau power point.” Tidak hanya pemahaman murid, metode pembelajaran menggunakan media ajar ini juga menyenangkan para praktikan. Pendapat ini dikemukan oleh Rezza Aristya Andaniputra, mahasiswa praktikan di MAN Cilegon, yang mengatakan, “Saya lebih rileks dan menikmati proses mengajar karena teaching media yang saya buat sendiri benar-benar membantu saya menyampaikan materi.” Keep up the good work! Yayu Heryatun, Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa InggrisFakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN SMH Banten. Bawah: Contoh media ajar
FOTO: KOLEKSI YAYU HERYATUN
7 - Wewarah PRIORITAS Edisi 4/Juli - Oktober 2013
1
2
3
4
4 6 Keterangan gambar, dari kiri atas, searah jarum jam: (1) Bibit Retno Palupi, S.Pd., guru Bahasa Indonesia dari SMPN 1 Ciruas, dengan bangga menunjukkan hasil kerja kelompoknya dalam pelatihan pembelajaran tingkat SMP/MTs di Kabupaten Serang; (2) Suasana kerja kelompok dalam pelatihan MBS tingkat SD/MI di Kabupaten Pandeglang. Peserta dan fasilitator sangat menikmati proses pelatihan ini; (3) Ujicoba perangkat lunak BOS di SDN Ciruas 4. Ujicoba ini melibatkan perwakilan dari 3 sekolah di Kabupaten Serang: SDN Ciruas 4, SD Nagarapadang - Petir, dan SDN Periuk; (4) Praktik ajar Bahasa Inggris di SMPN 2, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pandeglang. para murid menggunakan cue cards untuk alat bantu; (5) Praktik ajar Matematika kelas IV di SDN Ciruas 2 Serang; (6) Dr. HJ. Badriyah Amir, M.M. (63 th.), peserta pelatihan paling senior dari IAIN “SMH” Banten, masih mengikuti proses pelatihan dengan aktif, dan tampak bersemangat saat sesi praktik mengajar. (Foto-foto oleh Fachriza, Jessy, dan Nico Hermanu) NewsletterWEWARAH PRIORITAS diterbitkan oleh USAID PRIORITAS Banten sebagai media penyebarluasan informasi dan praktik yang baik dalam bidang pendidikan. Kunjungi laman kami www.prioritaspendidikan.org. Manfaatkan berbagai praktik pendidikan yang baik, seperti ide dan pengalaman pembelajaran yang berhasil, penelitian tindakan kelas, video praktik yang baik, karya anak, dan diskusi daring forum sekolah. Alamat redaksi: Kompleks Ciceri Indah Blok M No.7, Sumur Pecung, Serang, Banten 42118. Telp: (0254) 202777, Faks: 0254 224725. Artikel berupa gagasan atau pengalaman praktik yang baik dalam bidang pendidikan dapat dikirimkan melalui surel
[email protected]. Naskah ditulis dalam format .doc atau .docx dengan jumlah kata 350 s.d 550. Lampirkan foto yang relevan dalam format .jpg.
8 - Wewarah PRIORITAS Edisi 4/Juli - Oktober 2013