DARI RAKYAT AMERIKA
USAID PRIORITAS: Mengutamakan Pembaharuan, Inovasi, dan Kesempatan bagi Guru,Tenaga Kependidikan, dan Siswa
Praktik yang Baik
TATA KELOLA GURU
Buku Praktik yang Baik Tata Kelola Guru ini dikembangkan dengan dukungan penuh rakyat Amerika melalui United States Agency for International Development (USAID) melalui Program USAID Prioritizing Reform, Innovation, and Opportunities for Reaching Indonesia's Teachers, Administrators, and Students (PRIORITAS). USAID PRIORITAS adalah program kemitraan antara Pemerintah Amerika dan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan akses pendidikan dasar yang berkualitas di Indonesia.
Sambutan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tata Kelola Guru menjadi perhatian khusus dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 (Perpres No. 2 Tahun 2015). Bentuk perhatian tertuang dalam kebijakan dan strategi pembangunan bidang pendidikan, yaitu: 1) meningkatkan profesionalisme, kualitas, dan akuntabilitas guru dan tenaga kependidikan, dan 2) meningkatkan pengelolaan dan penempatan guru. Arah kebijakan ini mengamanatkan adanya pengembangan kapasitas pemerintah kabupaten/kota untuk mengelola perekrutan, penempatan, dan peningkatan mutu guru secara efektif dan efisien. Kabupaten/kota telah banyak melakukan inovasi dalam mengimplementasikan Program Tata Kelola Guru, baik dalam Penataan dan Pemerataan Guru, maupun dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (Guru Pembelajar). Berbagai inovasi tersebut telah dihimpun dalam buku Praktik yang Baik Tata Kelola Guru. Buku ini menggambarkan bagaimana proses perumusan kebijakan dilakukan, penetapan kebijakan melalui Peraturan Bupati/Walikota, serta hasil implementasi yang dapat melakukan perubahan, baik dalam rangka mengurangi kebutuhan guru melalui distribusi guru yang efisien, maupun dalam rangka meningkatkan kualitas guru dengan menggunakan pendekatan pendanaan multi-sumber. Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pengelolaan guru jenjang pendidikan dasar menjadi kewenangan kabupaten/kota dan jenjang pendidikan menengah menjadi kewenangan provinsi. Buku ini diharapkan menjadi bahan inspirasi bagi kabupaten/kota yang belum mengimplementasikan Program Tata Kelola Guru, serta inspirasi bagi provinsi untuk menata guru antar kabupaten/kota. Ucapan terima kasih kepada kabupaten/kota yang telah menunjukkan inovasi yang luar biasa dalam mengimplementasikan Tata Kelola Guru, dengan harapan inovasi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Penggunaan DAPODIK baik dalam Penataan dan Pemerataan Guru maupun dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan telah menujunkkan nilai manfaat yang sangat tinggi. Untuk itu, DAPODIK diharapkan dapat ditingkatkan kualitasnya serta diperbarui secara terus menerus sesuai dengan dinamika dan kebutuhan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada USAID PRIORITAS yang telah mendampingi 50 kabupaten/kota dalam Penataan dan Pemerataan Guru, serta 90 kabupaten/kota dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan melalui lokakarya perencanaan, perumusan kebijakan, dan pendampingan implementasi di lapangan, serta pelibatan Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) dalam meningkatkan kompetensi guru, Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK), dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) yang diharapkan dapat menjadi penjamin mutu dan keberlangsungan program. Jakarta, Januari 2017 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumarna Surapranata, Ph.D
Pengantar Desain Implementasi Program Tata Kelola Guru di Daerah Mitra USAID PRIORITAS Mengapa tata kelola guru? Unsur yang paling penting dalam sistem pendidikan adalah guru (Hattie 1999). Meningkatkan kualitas guru adalah cara terbaik untuk meningkatkan hasil pendidikan. Hanya saja, dengan rasio rata-rata siswa-guru 16:1 pada jenjang SD dan 13:1 pada jenjang SMP, Indonesia memiliki terlalu banyak guru dan penyebarannya tidak merata. Seringkali sekolah di perkotaan memiliki terlalu banyak guru, sedangkan di sekolah terpencil atau pedesaan kekurangan guru. USAID PRIORITAS mengembangkan program tata kelola guru untuk membantu mengatasi masalah ini, dengan dua cara, yaitu (1) meningkatkan pemerataan penyebaran guru dengan tujuan mengurangi inefisiensi, dan memastikan bahwa setiap kelas diajarkan oleh guru yang berkualitas baik, dan (2) meningkatkan kualitas guru melalui diseminasi praktik yang baik dan pengembangan profesional guru.
Penyebaran guru yang efisien dapat berdampak pada lebih banyak dana untuk pengembangan profesional guru. Prinsip dasarnya adalah sebagai berikut: Lebih baik memiliki sedikit guru dengan kualitas tinggi, daripada terlalu banyak guru dengan kualitas rendah. Membuat perencanaan dan kebijakan berbasis data Untuk mencapai tujuan tersebut, USAID PRIORITAS bekerja bersama dengan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) mitra dan kabupaten mitra memetakan distribusi guru, mengidentifikasi isu strategis, membuat rekomendasi, dan mengadopsi solusi kebijakan untuk meningkatkan pemerataan guru. Dengan menggunakan pendekatan yang sama, USAID PRIORITAS juga memetakan jumlah guru pada kelompok kerja guru, menghitung unit biaya untuk menyediakan pelatihan dalam jabatan dan pendampingan pada
kelompok kerja guru, dan membantu kabupaten untuk mengembangkan rencana anggaran dan kebijakan untuk memastikan bahwa setiap guru dapat mempelajari praktik yang baik melalui diseminasi pelatihan, dan memiliki akses mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan atau guru pembelajar. Tata kelola guru yang lebih baik dapat meningkatkan kualitas dan keseimbangan pelaksanaan layanan pendidikan. Namun kebijakan perlu memasukkan konteks setempat sebagai bahan pertimbangan, karena pemerataan guru memiliki dampak sosial, ekonomi dan politik. Konsultasi publik dan pendekatan untuk membangun rasa memiliki kebijakan di tingkat masyarakat dapat membantu mengatasi masalah tersebut. Kerangka kerja hukum yang kuat diperlukan untuk mengurangi resistansi pihak yang terkena dampak kebijakan implementasi kebijakan tata kelola guru harus berdasarkan regulasi yang berlaku saat itu.
iii
Berdasarkan praktik yang baik yang dipelajari di Indonesia dan seluruh dunia, kami mengetahui bahwa pengembangan profesional guru paling baik dilakukan pada kelompok kerja guru atau di sekolah. Guruguru dapat belajar lebih baik dalam kelompok dengan rekan seprofesi. Keuntungannya, pendekatan ini tidak hanya lebih efektif dibandingkan pendekatan tradisional yang menyediakan pelatihan di tingkat kabupaten, tapi juga lebih murah. Kami membantu kabupaten untuk merancang program pengembangan keprofesian berkelanjutan berdasarkan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) serta menggunakan guru dan kepala sekolah lokal yang sudah terlatih sebagai fasilitator. Pemetaan distribusi guru dan kebutuhan sekolah menggunakan data yang didapatkan dari Data Pokok Pendidikan (DAPODIK), pusat data online nasional milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Data dianalisa menggunakan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Dasar SIMDIKDAS, sebuah aplikasi sederhana berbasis Microsoft Excel. Untuk menentukan kebutuhan pemerataan guru, standar nasional digunakan: (1) standar untuk guru
iv
kelas sekolah dasar adalah satu guru per kelas, (2) standar maksimum sebuah kelas di sekolah dasar adalah 32 siswa, dan (3) guru mata pelajaran di sekolah dasar atau sekolah menengah pertama harus mengajar paling sedikit 24 jam pelajaran per minggu. Mitra dari kabupaten dilatih untuk menggunakan software tersebut dan melakukan analisis bersama spesialis USAID PRIORITAS dan universitas mitra. Mitra kabupaten termasuk personil dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang bertanggung jawab untuk tata kelola data dan perencanaan. Pelatihan terdiri dari pengenalan atas software, sebuah aplikasi sederhana Microsoft Excel yang menghubungkan data tentang guru, siswa dan sekolah untuk mengana-lisa faktor seperti ukuran sekolah, siswa per kelas dan jumlah kategori guru yang berbeda. Tim kecil dari tiap kabupaten menganalisa data mereka dengan bimbingan dari spesialis program USAID PRIORITAS dan universitas.
ditindaklanjuti dengan pendampingan di tempat (atau 'mentoring') di kabupaten untuk membantu tim kabupaten mempersiapkan data, menyelesaikan analisis, menyiapkan presentasi dan melakukan advokasi untuk rekomendasi kebijakan. 1. Sosialisasi. Aktivitas awal ini bertujuan membangun komitmen setara antara USAID PRIORITAS dan kabupaten mitra untuk pemerataan guru yang adil, serta meningkatkan kesadaran atas pentingnya pendataan yang baik sebagai dasar penyusunan kebijakan.
Bekerja bersama kabupaten
2. Lokakarya 1. Analisis Data dan Identifikasi Isu Strategis. Aktivitas ini memfokuskan pada pemetaan pemerataan guru secara detail dan memformulasikan isu strategis untuk pemerataan guru, berdasarkan hasil analisis guru. Kami juga memetakan kelompok kerja guru, menghitung unit biaya untuk pelatihan dalam jabatan dan potensi dana yang tersedia dari anggaran kabupaten (APBD), anggaran sekolah (Bantuan Operasional Sekolah/BOS) dan Tunjangan Profesi Pendidik (TPP).
Proses tersebut memakan waktu sekitar enam bulan di setiap provinsi dan meliputi langkah-langkah pada bagan di samping. Setiap langkah
3. Lokakarya 2. Analisis Kebijakan dan Perencanaan. Aktivitas ini memfokuskan pada langkah analisis kebijakan
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Bagan Langkah
Kegiatan Sosialisasi
Pendampingan/Fasilitasi 1: Penyiapan data bahan WS #1
Output dari pendampingan ini data yang sudah disepakati untuk dianalisa pada WS #1
Lokakarya #1: Analisis Distribusi Guru
Pendampingan/Fasilitasi 2: Melengkapi analisis distribusi guru dan mengidentifikasi isu strategis
Output dari pendampingan ini isu-isu strategis untuk bahan WS #2
Lokakarya #2: Analisa Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru
Pendampingan/Fasilitasi 3: Melengkapi alternatif kebijakan, pemilihan alternatif, dan formulasi kebijakan
Output dari pendampingan ini rekomendasi kebijakan sebagai bahan konsultasi publik
Konsultasi Publik
Lokakarya Implementasi
(mengidentifikasi alternatif kebijakan untuk tata kelola guru yang lebih baik, menciptakan kriteria untuk pemilihan alternatif kebijakan, memformulasi rekomendasi kebijakan), dan merancang implementasi kebijakan, serta menentukan kemungkinan dari dampak kebijakan tersebut. Kabupaten juga mengembangkan draf rencana untuk diseminasi dan
pengembangan keprofesian berkelanjutan dalam diskusi dengan LPTK. 4. Konsultasi Publik: Forum multistakeholder. Dalam aktivitas ini, rekomendasi kebijakan dan draf rencana/anggaran dibagikan kepada para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan untuk mendapatkan umpan balik dan membantu memfinalkan
kebijakan kabupaten. Satu anggota dari tim kabupaten (biasanya Kepala Dinas Pendidikan) mempresentasikan hasil dan rekomendasi pada para pengambil keputusan dan pemangku kepentingan, biasanya termasuk Bupati, Kepala Bappeda, Kepala BKD dan perwakilan Dinas Pendidikan, DPRD, perkumpulan guru, media lokal, guru dan komunitas.
v
5. Lokakarya Implementasi. Ketika kebijakan dan rencana disetujui, pada tahap ini, aktivitas utama adalah untuk mengembangkan regulasi lokal dan rencana implementasi teknis untuk memungkinkan pelaksanaan dan aksi nyata pada tingkat sekolah, kecamatan dan kabupaten. Sebuah kegiatan tindak lanjut yang final yang dilakukan di beberapa kabupaten adalah untuk mendukung kabupaten mengintegrasikan hasil kerja ini ke dalam rencana strategis lima tahunan (renstra). Hal ini membantu memastikan bahwa rencana dan kebijakan tersebut akan dibiayai dan diimplementasikan pada tahun-tahun ke depan. Isu dan kebijakan untuk pemerataan guru Dua isu strategis utama yang muncul dari analisis dengan kabupaten adalah (1) distribusi guru kelas yang tidak merata, dan (2) sekolah kecil. Rekomendasi kebijakan untuk menjawab isu ini bervariasi tergantung konteks lokal, namun ada beberapa pola sama pada kabupatenkabupaten, baik dalam satu provinsi maupun antar provinsi. Pola-pola tersebut dapat dikelompokkan menjadi tujuh pendekatan, yaitu: (1)
vi
Pasca penggabungan SDN 1 Cilimus dengan SDN 3 Cilimus, proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Program penataan dan pemerataan guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dari aspek pemenuhan kecukupan guru.
penggabungan sekolah, (2) kelas rangkap, (3) guru mobile (mengajar di lebih dari satu sekolah), (4) guru multi-mapel, (5) transfer guru, (6) pelatihan ulang dan penugasan ulang guru ke mapel baru atau tingkat baru, dan (7) mengangkat guru dari guru honorer/non PNS. Tiga pendekatan pertama menciptakan efisiensi dengan mengurangi kebutuhan guru di sekolah kecil. Seluruh pendekatan memanfaatkan sumber daya guru yang ada melalui pemerataan yang lebih cerdas. Beberapa kabupaten
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
memilih untuk menyediakan insentif bagi guru untuk direlokasi dari sekolah di perkotaan ke sekolah di pedesaan atau kawasan terpencil. Isu, kebijakan dan praktik bagi pengembangan keprofesian berkelanjutan guru Seluruh guru memerlukan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Semua guru perlu belajar cara yang lebih baik untuk pembelajaran. Untuk alasan inilah disepakati bahwa modul USAID
PRIORITAS untuk pelatihan dalam jabatan dan pendampingan harus didiseminasikan pada seluruh guru di satu kabupaten. Sebagaimana dijelaskan di atas, kami juga mengetahui bahwa pengembangan keprofesian guru yang terbaik dilakukan pada kelompok kerja guru (atau sekolah). Banyak guru juga memerlukan pelatihan untuk mengajar mata pelajaran baru atau tingkat kelas baru – atau untuk mengajar lebih dari satu mata pelajaran. Banyak guru yang belum tersertifikasi. LPTK dapat menyediakan peningkatan kapasitas dan pelatihan ulang – dan juga mulai mengambil peran yang lebih besar dalam perancangan dan pelaksanaan program pengembangan keprofesian berkelanjutan, menggunakan fasilitator daerah untuk melaksanakan pelatihan pada
i
tingkat kelompok kerja guru dan sekolah. Pertanyaannya adalah bagaimana menemukan waktu dan uang untuk membayar seluruh pelatihan ini? Anggaran kabupaten sangat terbatas dan hampir seluruh anggaran dihabiskan untuk gaji guru dan biaya-biaya. (sekitar 85% pada sebagian besar kabupaten). Setelah biaya tetap lainnya dibayarkan, jumlah uang tersisa untuk pelatihan ulang dan program peningkatan kualitas biasanya kurang dari 5% dari anggaran pendidikan. Pembiayaan ini dapat ditingkatkan menjadi lebih besar dengan dana tambahan dari sekolah (BOS) dan guru (TPP). Kami tidak menyarankan bahwa kabupaten mengelola dana tambahan ini. Sebaliknya, program pengembangan keprofesian berkelanjutan yang baik
dapat dikelola secara koperasi oleh guru, sekolah dan kabupaten – dengan dukungan dari LPTK jika diperlukan. Biaya-biaya dapat dibagi dan dikelola oleh kelompok kerja guru. Sebagai contoh, kabupaten dapat menyediakan fasilitator khusus, sementara kelompok kerja guru menutup biaya seperti biaya fotokopi, fasilitas dan konsumsi (dengan dana yang dikumpulkan dari sekolah), dan guru-guru membayar sendiri biaya transportasi mereka. Pengembangan keprofesian berkelanjutan dapat dilakukan dalam pertemuan kelompok kerja guru secara rutin (mingguan atau bulanan), didukung dengan pendampingan yang disediakan fasilitator seperti guru senior di kelas dan sekolah.
Hattie, J. (2009). Visible learning: A synthesis of over 800 meta-analyses relating to achievement. Oxon: Routledge.
ii
Angka 32 berasal dari Standar Layanan Minimum yang ditetapkan Kementerian Dalam Negeri. Standar pendidikan nasional, ditetapkan oleh badan nasional yang ditunjuk oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memiliki angka yang lebih rendah, dengan standar berada antara 20 dan 28. Angka 24 jam mata pelajaran per minggu berasal dari UU Guru dan Dosen (Undang-Undang 14, tahun 2005). Angka 24 jam mata pelajaran per minggu berasal dari UU Guru dan Dosen (Undang-Undang 14, tahun 2005).
vii
DAFTAR ISI PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU
02 08
Kembangkan Pembelajaran Kelas Rangkap untuk Sekolah Kecil Kabupaten Semarang, Jawa Tengah
Penggabungan 69 SDN Sistematis dan Bertahap Kabupaten Pandeglang, Banten
20
Kota Cimahi, Jawa Barat
viii
Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh
38
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat
Kabupaten Blitar, Jawa Timur
16
26
32
Penggabungan Sekolah Tingkatkan Kualitas Pembelajaran
Alih Fungsi Guru Satu Kebijakan Multi-fungsi Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Atasi Kekurangan Guru, Sekolahkan PNS Nonguru
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
46 49
Kebijakan Mutasi 727 Guru SD dan SMP Totalitas Tata Distribusi Guru Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan
Mutasi Berbasis Data yang Efektif Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara
Mengatasi Kelangkaan Guru di Sekolah Terpencil
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
82
54
86
62 68 72
78
Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
Perbanyak Fasilitator dan Bentuk Sekolah Unggulan Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah
Wajibkan Guru Ikuti Pelatihan Sekali dalam Setahun
90
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur
Peningkatan Kualitas Guru Secara Mandiri
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah
Hidupkan MGMP untuk Tingkatkan Kualitas Pembelajaran
Optimalkan Peran Gugus untuk Profesionalisme Guru Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
Pengembangan Mutu Guru yang Sistemik dan Berkelanjutan Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan
Diseminasi Berjalan Masif: Kesetaraan Sekolah dan Madrasah
94
Provinsi Aceh
98
Kabupaten Pidie, Aceh
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
Jamin Keprofesian Semua Guru, Disiapkan Ratusan Fasilitator Baru
Kota Tangerang Selatan, Banten
Pemerintah Aceh Alokasikan 16,8 Milyar untuk Diseminasi Ribuan Guru Diseminasi Pelatihan Praktik yang Baik Secara Mandiri
101 Daftar Konsultan dan Fasilitator Program Tata Kelola Guru LPTK Mitra USAID PRIORITAS
ix
Petikan
“
Banyak guru yang meminta pindah tugas dengan alasan yang tidak masuk akal seperti alasan jauh, anak masih kecil, tidak bisa ini dan itu. Semuanya dijadikan alasan untuk dapat ditugas ke sekolah yang dekat dan enggan bertugas di tempak yang jauh. PPG diharapkan mampu mengatasi persoalan ini sebab dengan PPG guru akan tersebar merata di seluruh sekolah.
”
Sekretaris Daerah Abdya, Aceh, Ramli Bahar Harian Serambi Indonesia. 23 Mei 2015
“
Dalam pelaksanaan program penataan dan pemerataan guru tersebut tetap mengedepankan sisi humanisnya, seperti aspek keluarga, usia, maupun senioritas serta menjauhkan dari unsur like dan dislike. Bahwa program ini memang murni untuk meningkatkan mutu pendidikan di Taput, hal itu dibuktikan dengan pemberian insentif kepada tenaga pengajar yang akan ditempatkan di daerah terpencil dan sangat terpencil. Mari kita sosialisasikan program ini dan beri pemahaman mulai dari orangorang terdekat kita sehingga menjauhkan prasangka tidak baik yang dapat menimbulkan riak-riak bahkan konflik.
”
Bupati Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Nikson Nababan. Situs Pemkab Taput: www.taputkab.go.id. 9 Maret 2015
“
Saat ini penyebaran guru tidak merata, masih terjadi penumpukan di sekolah perkotaan serta kekurangan pengajar untuk mata pelajaran tertentu. Kalau memang pada satu sekolah terjadi kelebihan guru maka harus dilakukan mutasi dan sebagian guru dipindahkan pada sekolah yang masih kurang.
”
Bupati Pandeglang, Banten, Erwan Kurtubi Situs berita: www.skalanews.com. 21 April 2014
“
Dengan kata lain, satu guru akan menghadapi jumlah murid yang ideal untuk diajarnya sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Apabila murid terlalu sedikit atau terlalu banyak, kelas menjadi tidak efektif dan mutu pembelajaran juga akan menurun.
”
Wakil Bupati Bantaeng, Sulawesi Selatan, Muhammad Yasin. Kantor Berita Antara. 6 Januari 2014
“
Dinas merencanakan melakukan pengabungan SD Negeri tahap dua dengan mengevaluasi pelaksanaan pada tahap pertama yakni pada Januari 2015. Hasil evaluasi pelaksanaan penggabungan tahap I ternyata tidak mengalami kendala yang berarti. Baik dari sisi aset, siswa, guru, pembelajaran, komite sekolah, dan lain-lain.
”
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Dewi Pramuningsih. Harian Suara Merdeka. 23 Maret 2015
“
Keberhasilan Blitar itu karena adanya komitmen bersama untuk menata tenaga pendidik dengan lebih baik, sehingga hak siswa untuk belajar dapat terpenuhi dan merata. Untuk mengantisipasinya, kami menerapkan Kelas Rangkap untuk sekolah-sekolah yang kekurangan tenaga pengajar dan hal itu tertuang dalam Peraturan Bupati Blitar.
Wakil Bupati Blitar, Jawa Timur, Riyanto. Kantor Berita Antara. 15 Oktober 2014
”
“
Kuningan, harus melakukan penggabungan sekolah. Kebijakan itu merupakan pilihan mendesak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru yang menyatakan rasio guru ideal 20: 1, masih ada sekitar 30 persen sekolah kecil dengan rasio di bawah 20 siswa per rombongan belajar. Mereka tersebar di 14 kecamatan di kabupaten ini.
”
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kuningan, Asep Taufik R. Harian Kompas. 21 Mei 2015
PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU (PPG)
Pembelajaran kelas rangkap siswa kelas III dan kelas IV di SDN Suruhwadang 02. Mereka sedang belajar matematika, siswa kelas III belajar perkalian yang hasilnya bilangan tiga angka dan pembagian bilangan tiga angka, sedangkan kelas IV belajar melakukan operasi perkalian dan pembagian.
Kabupaten Blitar, Jawa Timur
Kembangkan Pembelajaran Kelas Rangkap untuk Sekolah Kecil Mengelola Sekolah Kecil Hasil utama dari program penataan dan pemerataan guru di Kabupaten Blitar adalah teridentifikasinya sekolah kecil yang jumlahnya sangat banyak sehingga penyebaran guru menjadi tidak efisien dan banyak SD yang kekurangan guru kelas (berdasarkan jumlah kelas, bukan jumlah siswa). Dari 222 SD (41% dari total
2
jumlah SD) memiliki jumlah siswa rata-rata 16 siswa atau kurang (yang berada di bawah setengah dari standar pelayanan minimum/SPM). Beberapa pilihan pembelajaran untuk sekolah-sekolah ini yaitu (1) dilaksanakan dengan kelas kecil, jumlah siswanya sedikit, dan banyak kelas diajar oleh guru honorer unqualified karena kurangnya guru
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
kelas PNS, (2) dilaksanakan paralel, di mana satu guru mengajar dua kelas. Seringkali guru melakukannya dengan bergerak atau berpindah antara masing-masing kelas untuk mengajar, dan (3) pendekatan kelas rangkap, di mana pembelajaran terintegrasi di lebih dari satu kelas dengan jenjang yang berbeda, tetapi tugas-tugas belajar dibedakan.
Kabupaten Blitar memutuskan untuk menggabungkan sekolahsekolah kecil yang berada di dalam satu desa yang kedua sekolah tersebut masih dapat dijangkau, dan melaksanakan pembelajaran kelas rangkap khususnya untuk sekolahsekolah kecil yang tidak mungkin untuk digabung. Kebijakan ini telah diformalkan dalam peraturan bupati tentang pembelajaran kelas rangkap yang dikeluarkan pada 8 Oktober 2015. Strategi Implementasi Kebijakan Sebagai langkah pertama, mereka melakukan pilot pembelajaran kelas rangkap di beberapa sekolah. Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar membuat pelatihan pembelajaran aktif selama tiga hari untuk para guru kelas rangkap di sepuluh sekolah kecil. Berdasarkan komitmen dan kinerja mereka dalam pelatihan, dipilih empat sekolah pilot yang melaksanakan pembelajaran kelas rangkap dari sepuluh sekolah kecil, yaitu SDN Suruhwadang 02, SDN Doko 02, SDN Gadungan 03 dan SDN Sumber asri 06. Sebagai tindak lanjutnya, para guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah di empat sekolah tersebut, dilatih dan didampingi lima fasilitator
kabupaten, untuk mengimplementasikan pembelajaran kelas rangkap yaitu kelas 1 dan II, kelas III dan IV, serta kelas V dan VI, yang masingmasing kelas digabung menjadi satu dalam kelas. Program ini didanai sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten Blitar. Pelatihan pembelajaran kelas rangkap diajarkan para guru untuk mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terpadu. Guru mengidentifikasi Kompetensi Dasar (KD) untuk setiap tingkat kelas, dan mempersiapkan tugas dan lembar kerja yang berbeda untuk setiap tingkat kelas. Dalam praktik kelas rangkap, pembelajaran dapat digabung menjadi satu kelas untuk dua kelas yang berbeda. Syaratnya, mata pelajaran yang sedang diajarkan sama dan RPP dapat digabungkan. Misalnya, pembelajaran kelas III dan IV yang digabung menjadi satu dan membahas pelajaran IPA tentang tumbuhan. Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap, Kabupaten Blitar memberikan sejumlah pendampingan oleh fasilitator dan pengawas sekolah. Mereka juga membentuk Kelompok Kerja Guru (KKG) khusus kelas
rangkap di mana empat sekolah bertemu secara rutin sebulan sekali untuk berbagi keberhasilan atau memecahkan masalah yang ditemukan di kelas. Ibu Suprih Siswanti, Kepala SDN Suruhwadang 2 Blitar, yang sekolahnya menerapkan kelas rangkap mengungkapkan banyak manfaat yang diperoleh dengan penerapan kelas rangkap. Selain membantu mengatasi keterbatasan guru, program ini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. “Implementasi pembelajaran kelas rangkap di SDN Suruhwadang 2 sangat memuaskan. Kakak kelas juga dapat menjadi tutor bagi adik kelasnya saat pembelajaran kelas rangkap diterapkan,” tukasnya. Bupati Blitar, Bapak Riyanto, mendukung pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap. Menurutnya, Kabupaten Blitar berhasil menerapkan kelas rangkap karena adanya komitmen bersama untuk menata guru dengan lebih baik sehingga hak siswa untuk belajar dapat terpenuhi dan merata. Dampak Kebijakan Tim USAID PRIORITAS melakukan kunjungan ke empat SD pilot pelaksana pembelajaran kelas
Penataan dan Pemerataan Guru
3
Tabel 1. Distribusi Siswa di Sekolah Jumlah Siswa Kelas
SDN Suruhwadang 02
SDN Sumber Asri 06
SDN Doko 02
SDN Gadungan 03
Kelas I-II
29
11
16
13
Kelas III-IV
8
8
17
13
Kelas V-VI
8
6
14
12
Jumlah Siswa
45
25
47
38
rangkap. Letak sekolah ini berada di daerah yang relatif terpencil, masingmasing agak jauh dari yang lain; satu di selatan yang dekat dengan pantai, dan tiga di sebelah utara, di kaki bukit Gunung Kelud. Sekolah tersebut adalah SDN Suruhwadang 02, SDN Sumber Asri 06, SDN Doko 02, dan SDN Gadungan 03. Distribusi siswa di sekolah tersebut dapat dilihat pada tabel 1. SDN Suruhwadang 02 memiliki empat guru PNS (termasuk kepala sekolah) yang mengajar empat kelas, dan dua guru paruh waktu (honorer), yang mengajar mata pelajaran khusus seperti agama dan pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan. Ini adalah sekolah yang sangat baik, karena kepemimpinan kepala sekolah dan dukungan yang
4
kuat dari pengawas sekolah. Pendampingan intensif diberikan oleh pengawas, dan didukung oleh fasilitator daerah. Pengawas sekolah awalnya mengunjungi sekolah setiap hari untuk memastikan pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Sejak program ini dimulai, sekolah telah menerapkan pembelajaran kelas rangkap dengan pendekatan aktif sehingga kualitas pembelajaran tetap terjaga. Hal ini yang membuat orang tua tertarik untuk mendaftarkan siswanya ke sekolah ini sehingga siswa kelas I dan II jumlahnya meningkat signifikan. Satu-satunya kekhawatiran yang terjadi adalah terkait implementasi program data pokok pendidikan nasional (DAPODIK) yang menentukan beban kerja guru dan terkait
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
tunjangan profesi pendidik (TPP). Sistem saat ini tidak memungkinkan guru kelas kecil (di bawah 20) melaporkan secara akurat beban kerja mereka dan menerima hak TPP mereka. SDN Sumber Asri 06 terletak di daerah pegunungan Kelud Utara ini, memiliki 25 siswa yang diatur dalam tiga kelas. Sekolah memiliki dua guru (PNS), termasuk kepala sekolah, dan tiga guru honorer. Sekolah ini didirikan setelah letusan Gunung Kelud pada tahun 1990, ketika dua sekolah yang terletak di lereng gunung ditutup masyarakat pindah ke lokasi baru. Para guru melaporkan bahwa banyak anak-anak yang lambat-belajar, banyak yang menderita gizi buruk, dan mereka sering absen selama musim cengkeh panen. Sekolah ini juga memiliki dua siswa ABK. Akses menuju ke sekolah harus melalui aliran sungai sehingga sulit untuk dicapai di musim hujan. Pembelajaran kelas rangkap telah dilaksanakan dan diterima dengan baik oleh guru, orang tua, dan masyarakat lokal, termasuk pengawas. Tapi para guru menyampaikan kesulitannya karena harus bekerja ekstra dengan mempersiapkan RPP untuk dua tingkat kelas, dan kekhawatiran mengenai isu DAPODIK di atas.
SDN Doko 02 terletak di sebelah timur laut pusat Kabupaten Blitar, dan memiliki 47 siswa yang diatur dalam tiga kelas. Ada tiga guru PNS, termasuk kepala sekolah, dua guru pendidikan agama Islam dan guru olahraga. Sekolah telah menciptakan lingkungan belajar yang sangat baik, dengan membuat taman yang indah, ada taman bermain yang bersih dan rapi, serta ruang kelas yang dihiasi dengan hasil karya siswa dan guru. Hanya saja di dekat sekolah ini, sekitar 300 meter ada SD negeri lainnya yang juga cukup bagus. Fakta bahwa ada sekolah lain yang dekat, menimbulkan pertanyaan mengapa penggabungan sekolah tidak dianggap sebagai pilihan untuk sekolah ini. Sejumlah orang tua juga telah mendaftarkan anak-anak mereka di sekolah tetangga untuk tahun ajaran mendatang sehingga jumlah siswa kelas 1 hanya ada dua anak. Meskipun ada praktik yang baik di sekolah ini, pembelajaran kelas rangkap tidak mungkin untuk dipertahankan jangka panjang, tanpa dukungan dan perubahan yang substansial. SDN Gadungan 03 terletak di daerah yang relatif terpencil di sebelah utara, dan memiliki 38 anak yang diatur dalam tiga kelas. Sekolah memiliki rasa identitas masyarakat
yang kuat dan didukung dengan baik oleh camat setempat. Dukungan yang sangat kuat untuk pembelajaran kelas rangkap sangat tampak di sekolah ini. Para guru menunjukkan bahwa mereka tidak menemukan masalah dalam pelaksanaannya. Kendala dan Masalah Ada beberapa masalah dalam implementasi pembelajaran kelas rangkap yang terkait aspek teknis pembelajaran dan manajemen kelas, terutama yang berkaitan dengan administrasi, yaitu:
Administrasi Kelas: Perlu pekerjaan tambahan yang diperlukan untuk mempersiapkan RPP, hanya tidak
akan dilakukan berulang dalam tahun-tahun mendatang. Hal ini dapat diatasi dengan menyediakan lingkungan yang mendukung di sekolah, di KKG, dan dengan pendampingan. Insentif untuk guru juga dapat membantu.
Administrasi Guru: Ada masalah dengan database DAPODIK. Guru bersertifikat harus memenuhi persyaratan minimum agar memenuhi syarat untuk tunjangan profesi pendidik bulanan mereka. Peraturan sertifikasi dan sistem DAPODIK saat ini tidak memungkinkan guru untuk memasukkan kurang dari 20 siswa atau 24 jam pelajaran per minggu, yang berarti bahwa guru kelas kecil (termasuk di sekolah-
Pembelajaran kelas rangkap di SDN Doko 02.
Penataan dan Pemerataan Guru
5
sekolah kecil) tidak dapat memenuhi syarat untuk mendapat TPP. Faktor Keberhasilan Berdasarkan pengalaman Kabupaten Blitar, faktor-faktor berikut yang diidentifikasi sebagai kunci keberhasilan pembelajaran kelas rangkap. Sekolah yang berkomitmen: Sangat penting bahwa sekolah yang dipilih adalah sekolah yang memiliki komitmen dalam pelaksanaannya, dengan kriteria berikut: (1) memiliki jumlah guru yang terbatas dan siswa di bawah SPM, (2) sekolah terisolasi setidaknya jarak dari sekolah tetangga terdekat sekitar 3 km atau dipisahkan oleh sebuah rintangan seperti sungai dan akses jalan yang sulit, (3) komitmen yang kuat dari kepala sekolah, pengawas, dan UPTD. Analisis penyebaran guru: Pemetaan dan analisis kebijakan yang dilakukan dalam program penataan dan pemerataan guru meningkatkan potensi keberhasilan dari program kelas rangkap dengan membuatnya bagian yang terencana dari kebijakan pemerintah daerah. Dukungan regulasi: Di masa lalu pada umumnya tidak ada kerangka peraturan yang jelas untuk
6
Papan nama kelas rangkap 1 dan II di SDN Suruhwadang 02.
mendukung kelas rangkap, baik di tingkat kabupaten nasional atau lokal. Pemerintah pusat sekarang telah mengembangkan peraturan untuk mendukung kelas rangkap. Sementara itu, kebijakan kabupa-ten setempat seperti di Blitar sangat meningkatkan peluang sukses dalam pelaksanaannya. Pelatihan yang baik: Melaksanakan pelatihan pembelajaran kelas rangkap yang dirancang dengan baik dan difasilitasi oleh fasilitator yang juga berkualitas baik. Pelatihan harus mencakup: (1) pelatihan dasar dalam pembelajaran aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM), dan (2) pelatihan kelas rangkap. Modul pelatihan dari USAID PRIORITAS (untuk
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
belajar aktif) dan dari proyek sebelumnya, seperti USAID MBE (Managing Basic Education) untuk kelas rangkap dapat dipakai atau disesuaikan. Pendampingan: Pelatihan harus ditindaklanjuti dengan pendampingan intensif oleh fasilitator untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap. Sosialisasi: program harus dikomunikasikan dengan baik kepada semua warga sekolah dan masyarakat sekitar untuk mendapatkan dukungan. Dukungan UPTD: UPTD memfasilitasi adanya Kelompok Kerja Guru (KKG) khusus untuk sekolah kelas rangkap. Melalui forum KKG, guru dapat mendiskusikan pengalaman
keberhasilan dan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran. Asisten guru: Guru bantu (guru honorer) dapat dimanfaatkan oleh sekolah untuk mendukung guru kelas untuk membantu dalam pembelajaran di kelompok kecil, mendampingi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), anak yang lambat belajar, anak berbakat, dan lain-lain. Insentif: Guru kelas rangkap memiliki beban kerja ekstra untuk mempersiapkan RPP dan persyaratan administrasi lengkap lainnya untuk dua tingkatan kelas. Daerah perlu memberikan insentif tambahan untuk guru. Kepemimpinan stabil: Sangat penting bahwa kepala sekolah, pengawas dan guru tidak dipindah pada awal-awal pelaksanaan program. Memasukkan Pembelajaran Kelas Rangkap dalam Renstra Setelah melihat implementasi dan dampak pembelajaran kelas rangkap di sekolah pilot, dinas pendidikan memasukkan pembelajaran kelas rangkap ke dalam Renstra tahun 2016-2021. Sekolah pelaksana pembelajaran kelas rangkap akan mendapat dukungan dari dana APBD. Berikut beberapa faktor yang
membuat Kabupaten Blitar memasukkan pembelajaran kelas rangkap dalam Renstra Pendidikan.
memerlukan tambahan RKB secara keseluruhan berhemat Rp 12,175 milyar.
1. Efisiensi Biaya dari Unsur Guru
3. Peningkatan Kualitas Pembelajaran
Menurut Jumanto, Kepala Bidang Pendidik danTenaga Kependidikan, Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, pembelajaran kelas rangkap dapat menghemat sekitar 150 orang (untuk 50 sekolah), jika harus mengangkat guru baru dengan menempatkan K2 yang sebagian besar golongan II b atau II c lulusan D2 dan D3 dengan gaji pokok Rp 1.750.000 per bulan. Berarti negara mengeluarkan anggaran Rp 262.500.000 per bulan atau Rp 3,15 milyar per tahun dan Pemkab tidak melakukan ini.
Pembelajaran kelas rangkap yang dilaksanakan dengan pendekatan PAKEM, dapat membuat kreativitas guru dalam mengajar menjadi lebih baik. Guru lebih inovatif mempersiapkan perangkat pembelajaran.
2. Efisiensi Biaya dari Unsur Sarana Untuk sekolah kecil disediakan ruang kelas sebanyak empat buah, jika sekolah tersebut ruang kelasnya rusak semua maka dibuatkan Ruang Kelas Baru (RKB) dengan jumlah maksimal empat ruang kelas yang baik setiap sekolah kecil, sehingga menghemat dua RKB per sekolah karena tidak perlu menyediakan enam ruang kelas. Nilai harga satu RKB sebesar Rp 121.750.000 (DAK 2015) sehingga satu sekolah berhemat Rp 243.500.000. Jika 50 sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran kelas rangkap tidak
Pembelajaran kelas rangkap juga mendorong pembelajaran teman sebaya, kakak kelas membantu adik kelasnya belajar karena bahasanya lebih mudah dimengerti. Di SDN Suruhwadang 02, siswa kelas IV,Yoga, yang sebelumnya tidak lancar membaca dan menulis, setelah gurunya menerapkan PAKEM dan pembelajaran kelas rangkap, sekarang dia sudah bisa mengajari adik kelasnya.
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar Jl. Raya Sawahan, Blitar, Jawa Timur Telp: (0342) 801725, 805829 Fax: (0342) 800608 Kontak Person: Drs Ari Sunaryo (Kasie Prasarana SD)
Penataan dan Pemerataan Guru
7
Proses pembelajaran di SDN Tengaran, Semarang, Jawa Tengah, menjadi lebih efektif setelah penggabungan sekolah. Sekolah ini penggabungan dari SDN Tengaran 1, 2, dan 3 dalam rangka penataan dan pemerataan guru.
Kabupaten Semarang, Jawa Tengah
Penggabungan 69 SDN Sistematis dan Bertahap Data dan Kebijakan Kabupaten Semarang memiliki luas 95.020,674 Ha dengan jumlah sekolah dasar (SD) sebanyak 531 sekolah dengan kondisi geografis sebagian pegunungan dan sebagian lembah tentu memiliki banyak persoalan tentang Penataan dan Pemerataan Guru (PPG). Letak pemukiman penduduk di daerah pegunungan yang berjauhan antara pemukiman yang satu dengan
8
pemukiman yang lain menunjukkan gambaran distribusi sekolah dasar. Hal ini juga berpengaruh terhadap besaran rombongan belajar di masing-masing SD. Kebutuhan belanja di Kabupaten Semarang, 38% telah dialokasikan untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Dari 38% alokasi tersebut, 89% anggaran digunakan untuk gaji pegawai, sedangkan 8% untuk belanja modal dan 3% untuk
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
belanja operasional. Pada tahun 2013, dilakukan analisis persebaran sekolah dan tenaga pendidik di Semarang. Dari 531 sekolah, terdapat 3.019 rombongan belajar setingkat SDN atau membu-tuhkan guru sejumlah tersebut. Sedangkan terdapat 2.466 guru kelas PNS sehingga masih terdapat kekurangan 553 guru kelas PNS. Hasil pemetaan juga menunjukkan kebutuhan guru Pendidikan Agama
Islam (PAI) di SDN sebanyak 377 guru. Sementara, tersedia guru mapel PAI PNS sebanyak 302 orang, sehingga guru PAI PNS kekurangan sebanyak 75 orang. Kebutuhan guru mapel Penjaskes di SDN sebanyak 440 guru, sementara itu tersedia guru Penjaskes PNS sebanyak 313 sehingga kekurangan guru mapel Penjaskes PNS sebanyak 127 guru. Berdasarkan perhitungan rasio siswa rombel, terdapat 435 SDN (81%) yang memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rasio Siswa Rombel (RSR) dan hanya 19 % yang belum memenuhi SPM. Hasil penghitungan
juga menunjukkan 130 SDN (24%) memiliki RSR <=16 siswa (sekolah kecil). Dari 130 sekolah tersebut, kebutuhan guru kelas sebanyak 757 guru, dengan ketersediaan guru kelas PNS 563 guru, sehingga guru kelas PNS kurang sebanyak 194 guru. Berdasarkan data Dapodik, guru kelas SDN yang akan memasuki usia pensiun lima tahun yang akan datang sebanyak 364 guru (15%) dan dalam waktu sepuluh tahun yang akan datang sebanyak 1.113 guru (45%). Guru Mapel PAI, dalam lima tahun yang akan datang akan pensiun sebanyak 142 guru (38%), dan dalam
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain
28% Dinas Pendidikan
38%
8% Dinas Kesehatan Dinas Pekerjaan Umum
18%
8%
Kebijakan yang diambil untuk mengatasi inti masalah Penataan dan Pemerataan Guru (PPG) di SDN yaitu kekurangan guru PNS terutama guru kelas dan guru mapel Penjaskes adalah dengan melakukan penggabungan sekolah terutama fokus kepada sekolah-sekolah kecil. Yaitu sekolah dengan rasio siswa rombel kurang dari 16. Buat Peraturan Bupati sebagai Dasar Hukum
Grafik 1. Komposisi APBD Kabupaten Semarang Tahun 2013
Rumah Sakit Umum
waktu 10 tahun yang akan datang sebanyak 259 guru (69%). Guru Penjaskes, dalam lima tahun ke depan akan pensiun tujuh guru (2%), sementara dalam sepuluh tahun ke depan akan pensiun 106 guru (24%).
Pemerintah Kabupaten Semarang melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Semarang menguatkan kebijakan penggabungan sekolah dengan membuat peraturan bupati tentang penggabungan sekolah dasar negeri. Pembuatan peraturan bupati dilakukan dengan mendasarkan pada kebutuhan riil di sekolah. Kebutuhan tersebut dipetakan oleh tim penyusun dengan memperhatikan beberapa unsur. Di antaranya efektivitas dalam pembelajaran dan pengelolaan pendidikan, efisiensi dalam penganggaran, dan kondisi geografis.
Penataan dan Pemerataan Guru
9
Verifikasi Analisis Data dan Analisi Kebijakan
Finalisasi Penyusunan Perbup
Sosialisasi Perbup
Telaah terhadap Implementasi Kebijakan yang dipilih
Konsultasi Publik Perbup
Pelaksanaan Perbup tahap 1, 1 Januari 2015
Identifikasi Kerangka Juknis Peraturan Bupati (Perbup)
Perumusan Juknis (Perbup) Penggabungan Sekolah serta Finalisasi Draf
Gambar 1. Alur pembuatan Peraturan Bupati tentang petunjuk teknis penggabungan SD negeri.
Kegiatan penyusunan Perbup dilakukan dengan didahului dengan verifikasi, analisis data, dan analisis kebijakan. Dilanjutkan dengan telaah terhadap implementasi kebijakan yang dipilih dan identifikasi kerangka petunjuk teknis peraturan bupati. Kemudian dilanjutkan dengen perumusan juknis penggabungan sekolah dan finalisasi yang dilakukan dengan konsultasi publik. Setelah dilaksanakan konsultasi publik dan finalisasi kemudian diajukan ke bagian hukum sekretariat daerah dan bupati untuk persetujuan serta penandatanganan.
10
Bupati Semarang, Bapak Mundjirin pada 23 Mei 2014 menandatangani Perbup tentang pedoman teknis penggabungan sekolah. Dalam Perbup Nomor 28 tahun 2014 tersebut diatur tentang sasaran dari penggabungan sekolah. Sasaran penggabungan sekolah terdiri dari sekolah satu kampus dan sekolah kecil. Kriteria teknis satu kampus yang dimaksud yaitu, 1. Dua SD atau lebih terletak di satu lingkungan sekolah 2. Jarak antara sekolah 200 meter atau kurang 3. Jumlah rombel sama dengang
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
ruang kelas yang ada - atau kurang 4. Tidak bertentangan dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Sedangkan syarat untuk sekolah kecil yaitu 1. Jumlah siswa 80 orang atau kurang 2. Jarak antar sekolah 1.000 meter atau kurang 3. Tidak ada hambatan akses 4. Dalam satu desa terdapat lebih dari satu SDN 5. Tidak berada di daerah perbatasan kabupaten, dan 6. Tidak bertentangan dengan RTRW. Kegiatan penggabungan sekolah dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama, tahap persiapan. Dalam tahap ini, tim penggabungan sekolah dari sekolah melakukan sosialisasi di kecamatan dan desa. Selanjutnya UPT Dinas Pendidikan kecamatan melakukan pendataan dan verifikasi data ke sekolah. Hasil verifikasi dilaporkan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam verifikasi dan pendataan juga dibuat pemetaan tentang potensi dan kemungkinankemungkinan yang akan menghambat penggabungan serta
usulan solusi masalah yang dihadapi di masing-masing kecamatan. Tahap selanjutnya, yaitu tahap rekomendasi penggabungan. Tahap ini berisi tentang pemetaan SDN induk dan SDN anggota yang akan digabung. Kemudian, yaitu tahap usulan, pembahasan, penetapan melalui surat keputusan bupati, dan tahap evaluasi. SDN hasil penggabungan juga dikembangkan agar dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada peserta didik. Berikut ini aspek-aspek yang didukung oleh pemerintah daerah untuk dikembangkan. 1. Aspek Manajemen Sekolah 2. Aspek Sarana dan Prasarana Sekolah 3. Aspek Pendidik dan Tenaga Kependidikan 4. Aspek Pembelajaran 5. Aspek Peserta Didik Sampai dengan tahun 2016, Pemda Kabupaten Semarang telah melakukan penggabungan sekolah sampai empat kali. Tahap pertama dilakukan setelah diterbitkannya Perbup yaitu pada 30 Agustus 2014, tahap kedua pada 2 Juli 2015, tahap ketiga pada 16 November 2015, dan tahap keempat pada Oktober 2016.
Kendala dalam Implementasi Penataan dan Pemerataan Guru Dalam implementasi Program PPG, ditemui banyak kendala di antaranya. 1. Penolakan dari warga desa tempat sekolah dasar tersebut berada. Warga menganggap sekolah tersebut memiliki nilai sejarah yang erat dengan desa. 2. Penolakan dari sekolah, guru atau kepala sekolah karena mereka menganggap hak-hak mengajarnya akan berkurang. Terutama syarat pemenuhan jam mengajar 24 jam seminggu untuk sertifikasi guru.
3. Ketakutan dari kepala sekolah akan diturunkan dari jabatannya karena kebutuhan kepala sekolah berkurang. 4. Ketakutan dari pengawas karena berkurangnya jumlah sekolah binaan mereka. 5. Tuntutan dari warga sekolah tentang pengembangan sekolah yang digabung Termasuk di dalamnya sarana fisik dan nonfisik. 6. Tuntutan dari orangtua siswa karena khawatir anaknya akan lebih jauh tempat sekolahnya. 7. Pihak yang meributkan nama sekolah yang digabung. Apakah sekolahnya akan menjadi
Sosialisasi Peraturan Bupati Semarang No. 28/2014 tentang penggabungan SD Negeri.
Penataan dan Pemerataan Guru
11
Tabel 2. Daftar Penggabungan Sekolah di Kabupaten Semarang No
Tahap Re-group
1
Tahap 1
Lampiran Peraturan Bupati nomor 28 tahun 2014
23 Mei 2014
25 SDN menjadi 12 SDN
2
Tahap 1I
Keputusan Bupati Nomor: 900/0453/2015
2 Juli 2015
24 SDN menjadi 12 SDN
3
Tahap 1II
Keputusan Bupati Nomor: 900/0674/2015
16 November 2015
4 SDN menjadi 2 SDN
4
Tahap 1V
Dalam proses di bagian hukum
Oktober 2016
Usulan 22 SDN menjadi 11 SDN. Setelah tahap negosiasi 6 SDN gagal.
Keputusan Bupati
sekolah inti maupun sekolah imbas. 8. Munculnya madrasah dan sekolah swasta baru di lingkungan yang telah digabung. Ubah Kendala Menjadi Peluang Kendala-kendala tersebut disikapi oleh tim PPG dengan melakukan pendekatan baik secara perorangan maupun komunal. Tim PPG melakukan komunikasi intensif dengan perangkat desa dan masyarakat untuk menyelesaikan konflik historis keberadaan SD tersebut. Tim PPG juga merekrut para pemuka masyarakat yang telah terbuka pemikirannya tentang program dan tahu pentingnya efisiensi serta pelayanan maksimal
12
Tanggal ditandatangani
Jumlah SD yang digabung
di sekolah. Tujuannya agar mereka dapat memberikan pendekatan lebih intensif kepada warga masyarakat dan orang tua yang menolak, serta meminimalisir gesekan. Tim PPG bersama Dinas Pendidikan Kabupaten juga melakukan pemetaan guru dan kepala sekolah yang akan pensiun selama lima dan sepuluh tahun ke depan. Pemetaan ini akan menjadi dasar untuk mutasi dan peta kebutuhan guru yang dibutuhkan masing-masing sekolah. Tim PPG juga melakukan kajian dan program penggabungan sekolah dengan memperhatikan jumlah kepala sekolah yang pensiun. Hal ini akan meredam berbagai gejolak yang muncul dari kepala sekolah yang khawatir dirinya akan turun jabatan
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
lebih lanjut. Kebijakan ini tentu saja meredam gejolak internal di sekolah juga. Tim PPG tidak selamanya mampu melakukan pendekatan kepada berbagai pihak. Karena itu, agar program dapat berjalan secara bertahap setiap tahun dan regulasi berjalan dengan baik, tim PPG tidak menunggu semua target pemetaan penggabungan sekolah tuntas terlebih dahulu baru dilakukan usulan penggabungan sekolah kepada bupati. Namun, tim PPG mengusulkan berapapun sekolah yang siap digabung dalam periode tersebut. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan segera mengusulkan kepada bupati untuk ditetapkan surat penetapan penggabungan sekolah. “Berapapun jumlah sekolah yang siap digabung dalam periode yang telah kami tetapkan, akan segera diusulkan ke bupati untuk ditetapkan. Banyak faktor yang bergantung dari kebijakan ini. Baik efisiensi anggaran, manajemen sekolah, karir guru dan pengembangan kompetensi guru,” kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Semarang, Ibu Dewi Pramuningsih MPd. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan bersama tim PPG juga melakukan koordinasi dengan
bagaimana proses, kemudahan serta keuntungan yang didapatkan baik dari sisi siswa, guru, kepala sekolah dan sekolah dan masyarakat yang di sekolahnya digabung. Efisiensi Sumberdaya dan Pengembangan Sekolah
Gambar 2. Hasil pemetaan tim PPG. Tidak semua rencana penggabungan berhasil.
masyarakat supaya setelah sekolah tersebut digabung tidak muncul sekolah baru yang menempati bangunan yang telah ditinggalkan oleh sekolah. Bangunan yang telah ditinggalkan akan didata oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Semarang untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk sarana umum di desa. Di antaranya sebagai taman baca, fasilitas olah raga, dan fasilitas pengembangan keterampilan untuk masyarakat. Dukungan Kebijakan Dalam mengimplementasikan kebijakan, tim Tim PPG mendapatkan
dukungan berupa: 1. Keterbukaan dan kemudahan akses oleh Bupati Semarang. Bupati Semarang akan segera memroses usulan sekolah yang akan digabung. 2. Landasan kebijakan dan regulasi melalui Peraturan Bupati Semarang Nomor 28 tahun 2014. 3. Landasan regulasi dari Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang guru. 4. Contoh praktik yang baik dari warga sekolah dan masyarakat yang telah mengimplementasikan penggabungan sekolah terlebih dahulu. Mereka secara proaktif memberikan informasi
Program penataan dan pemertaan guru telah dilakukan oleh Kabupaten Semarang dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2016. Tim PPG dan Dinas Pendidikan dan kebudayaan Semarang telah menggabungkan sebanyak 69 SDN menjadi 44 SDN. Dalam penggabungan sekolah tersebut banyak capaian yang didapat, baik dari sisi efisiensi anggaran, efisiensi guru, maupun pengembangan sekolah atau guru. Dalam kurun waktu di atas, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan telah merangkum bahwa di 69 sekolah tersebut terdapat 69 kepala sekolah, 554 guru, 414 kelas, dan 8.280 siswa. Selain efisiensi dalam bentuk kebutuhan guru, sekolah juga melakukan efisiensi kebutuhan dalam pengelolaan manajemen, ATK, fisik sekolah dan perawatan bangunan juga menurun sesuai dengan penurunan jumlah sekolah. Dari sisi manajemen dan
Penataan dan Pemerataan Guru
13
Bupati Semarang, Bapak Dr Mundjirin Engkun Suparmadiredjoes SpOG, mendukung penggabungan SD negeri di daerahnya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas pembelajaran di sekolah.
pengembangan sekolah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengalokasikan pengembangan fisik sekolah. Fisik sekolah yang dibangun berupa sarana kamar mandi sesuai rasio jumlah siswa, kelas, dan perpustakaan. Guru di sekolah juga diberikan fasilitas dan kemudahan untuk mengikuti setiap pelatihan yang dilakukan oleh dinas maupun ketika bekerjasama dengan pihak lain. Misalnya, diseminasi praktik yang baik program USAID PRIORITAS ataupun pelatihan yang diselenggarakan oleh kedinasan.
14
“Kami melatih guru dan memberikan rekomendasi sesuai dengan kebutuhan pelatihan guru tersebut. Sekolah yang digabung kami prioritaskan untuk mendapatkan pelatihan lebih dahulu. Selain itu, kami juga melatih dan menguatkan forum Kelompok Kerja Guru (KKG). Salah satunya melatih secara bertahap dan berkelanjutan para pelatih KKG,” ungkap Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Semarang, Bapak Drs Agus Wisnugroho MM. Kepala Desa Tengaran, Kecamatan
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Tengaran, Habibullah menyampaikan dampak positif dari penggabungan sekolah di desanya. Awalnya dia merasa tidak penting untuk melaksanakan penggabungan sekolah, karena secara kasat mata tidak terjadi masalah apapun di dua SDN yang ada di desanya. Yang sedikit menjadi kegelisahannya adalah pada tahun ajaran baru, kedua SD yang saling berhadapan saling berebut siswa. Namun hal tersebut dianggap biasa oleh Habi, karena setiap tahun terjadi demikian.
“Setelah saya mendapat sosialisasi dari tim PPG, bahwa terjadi masalah di dalam sekolah, baik secara efisiensi, maupun pengelolaan dan kepentingan dari guru di sekolah tersebut. Akhirnya saya paham dan berkeyakinan untuk menggabung dua sekolah yang saling berhadapan tersebut,” akunya. Habi mengakui bahwa ada beberapa pemuka masyarakat yang datang dan berharap tidak dilakukan penggabungan sekolah, karena dua sekolah tersebut memiliki sejarah desa masing-masing. Tapi setelah dijelaskan, mereka paham dan menerimanya dengan ikhlas. Bapak Sasono SPd, Kepala SDN 1 Tengaran mengakui bahwa awalnya juga ada rasa khawatir ketika mendapat informasi tentang penggabungan sekolah. Kekhawatirannya adalah karena baru menjabat sebagai kepala sekolah dan belum genap lima tahun. Ketika digabung maka dia akan lebih cepat tidak menjadi kepala sekolah. “Ada beberapa orang kepala sekolah mengajak untuk menolak usul tersebut, tapi saya coba berkomunikasi secara baik-baik dengan dinas. Saya menanyakan perihal kegundahan kami. Akhirnya dinas memberi solusi bahwa tidak akan ada kepala sekolah yang
diturunkan jabatannya. Karena penggabungan sekolah diatur sesuai dengan jumlah kepala sekolah yang pensiun.Yang ada hanyalah mutasi, itupun dengan pertimbangan psikologi dan letak geografis rumah,” kata Bapak Sasono lega usai mendapat informasi tersebut. Dampak yang paling terasa dalam penggabungan sekolah ini adalah pada guru dan siswa. Ibu Nuryanti, guru SDN Lor Wetan mengaku awalnya dirinya sangat risau karena akan menyesuaikan dengan lingkungan yang baru. Selain itu jumlah siswa juga pastinya lebih banyak. Hal itu berdampak dengan cara mengajar yang harus lebih ekstra keras.
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Semarang Jl Gatot Subroto No. 20B, Ungaran Barat, Semarang, Jawa Tengah Telp: (024) 6921134 Kontak Person: Dra Dewi Pramuningsih (Kepala Dinas Pendidikan) Drs Agus Wisnugroho MM (Kabid SD)
“Awalnya memang harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru, kelas yang baru, siswa yang bertambah banyak dan juga manajemen kepala sekolah yang beda. Tapi dengan ikut pelatihan yang difasilitasi oleh dinas dan tanggungjawab kerja akhirnya saya sudah terbiasa dengan kondisi ini,” aku Ibu Nuryanti. “Teman saya jadi lebih banyak. Kemarin hanya berteman dengan teman-teman dari SD saya. Sekarang lebih banyak teman karena gabung dari SD 1 dan SD 2. Saya jadi lebih senang,” kata Arrisa, siswa SD Tengaran yang sekolahnya digabung satu kampus.
Penataan dan Pemerataan Guru
15
Tampak bangunan SDN Bojong 5 yang bercat krem dan SDN Bojong 3 yang bercat biru. Sekolah ini digabung menjadi SDN Bojong 1.
16
Kabupaten Pandeglang, Banten
Data dan Kebijakan
Penggabungan Sekolah Tingkatkan Kualitas Pembelajaran
Penggabungan sekolah di Kabupaten Pandeglang ditentukan berdasarkan Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 9 Tahun 2008 yang menyatakan penggabungan 25 sekolah dasar berstatus negeri.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Muhamad Amri SH, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdindikbud) Pandeglang berkata, “Payung hukum penggabungan ini memang sudah lama dikeluarkan namun belum ada eksekusinya. Setelah hadirnya USAID PRIORITAS melalui program penataan dan pemerataan guru, Dinas Pendidikan berhasil melaksanakan penggabungan sekolah ini.” Eksekusi penggabungan baru dilaksanakan setelah adanya program USAID PRIORITAS. Kadisdindikbud Pandeglang menjelaskan beberapa indikator dilaksanakan penggabungan antara lain, (1) Jumlah siswa yang signifikan. Sekolah bisa mendapatkan siswa berlebih dan sekolah lain bisa mengalami kekurangan siswa; (2) Efektivitas dan efisiensi manajemen sekolah sehingga berjalan optimal dan maksimal; (3) Jarak sekolah yang berdekatan satu sekolah dengan yang lain; dan (4) Hasil analisis PPG di Kabupaten Pandeglang. Kadisdindikbud juga mengapresiasi upaya fasilitasi penataan dan pemerataan guru yang dilaksanakan USAID PRIORITAS, karena hasilnya menguatkan dan mendorong Dinas Pendidikan dan Kebudayaan melaksanakan penggabungan sekolah yang lama belum dilaksanakan tersebut.
Langkah-langkah penggabungan yang dilaksanakan Dindikbud seperti (1) Sosialisasi Perbup dan hasil analisa PPG oleh Dindikbud kepada seluruh UPT di Kabupaten Pandeglang; (2) Kepala UPT melakukan sosialisasi mengenai penggabungan sekolah; (3) Kepala sekolah melakukan rapat guru tentang penggabungan sekolah; (4) Kepala sekolah yang terpilih melakukan pengelolaan aset dan tata ulang ruan; dan (5) Kepala sekolah membuat program manajemen sekolah untuk optimalisasi pembelajaran. Strategi Implementasi Kebijakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang, Banten telah berhasil menyelenggarakan penggabungan sekolah beberapa seko-lah dasar, termasuk SDN Bojong 1 dan SDN Menes 1. SDN Bojong 1 merupakan sekolah mitra USAID PRIORITAS yang sebelumnya terdiri atas SDN Bojong 1, SDN Bojong 3 dan SDN 5. Sedangkan SDN Menes 1 merupakan sekolah nonmitra USAID PRIORITAS, yang sebelumnya berasal dari SDN Menes 1 dan SDN Menes 2. “SDN Menes 1 memiliki 187 siswa
sebelum digabung. Setelah digabung, jumlah siswa menjadi 390 orang,” kata Ibu Hj Ii Alipah SPd, Kepala SDN Menes 1. Dia menjelaskan penggabungan berdampak positif terhadap pengelolaan sarana fasilitas sekolah dan pembelajaran. “Terjadi peningkatan prestasi siswa setelah digabung. Selain itu, gedung SDN Menes 2 yang letaknya bersebelahan dimanfaatkan untuk memaksimalkan ruangan kelas karena bertambahnya rombel. Lalu beberapa ruang lain digunakan juga untuk perpustakaan dan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) yang selama ini tidak pernah ada sebelumnya,” tambahnya sambil menunjuk lokasi yang dimaksud. Letak SDN Menes 1 dan SDN Menes 2 secara geografis berdekatan. Ini yang menjadi alasan kedua sekolah tersebut digabung. Bapak Warso MPd, Kasi Kurikulum Bidang Pendidikan Dasar, menuturkan “Penggabungan sekolah ini merupakan ide yang baik dalam hal efektivitas manajemen dan anggaran. Penggabungan sekolah dilakukan terhadap sekolah-sekolah di Pandeglang yang memiliki jarak berdekatan, kurang dari 100 meter.” Alasan kedua penggabungan disampaikan Pak Warso mengenai efisiensi sumber daya manusia.
Penataan dan Pemerataan Guru
17
Elah Suhaelah SPd, guru SDN Bojong 1, Pandeglang, mendampingi siswa belajar di kelompok. Setelah sekolah ini digabung, pembelajaran menjadi lebih efektif dan ketersediaan guru mencukupi.
“Semula dua sekolah tentu akan menyedot banyak tenaga sumber daya manusia. Penggabungan sekolah memaksi-malkan tenaga kerja yang semula dua orang menjadi satu orang,” katanya. Dengan demikian, Dindikbud Kabupaten Pandeglang pun telah siap untuk melakukan distribusi dan mutasi guru sesuai kebutuhan. Dampak Kebijakan Hal ini pula yang terjadi pada sekolah mitra setelah dilakukan Penggabungan sekolah. Menurut data Dapodik 2016 SDN Bojong 1, SDN Bojong 3 dan SDN Bojong 5 berubah menjadi SDN Bojong 1. “Dulu saat penerimaan siswa baru, orangtua di
18
sekitar desa Bojong lebih banyak menyekolahkan anaknya di SDN Bojong 5 dibanding SDN Bojong 1 dan SDN Bojong 3. Mereka beranggapan SDN Bojong 5 lebih bagus mutunya. Selain itu, gedung SDN Bojong 5 terlihat baru dibandingkan kedua sekolah lainnya,” kata Ibu Lili Hambali, Kepala SDN Bojong 1. Ibu Lili semula adalah kepala SDN Bojong 5. Setelah terjadi penggabungan, dia dipilih Dindikbud untuk menjadi Kepala SDN Bojong 1. “Dua kepala sekolah sebelumnya dimutasi ke SDN Gereduk 3 dan SDN Cahaya Mekar 4. Kini ada 15 tenaga PNS, 9 tenaga kerja sukarela dan 2 tenaga kerja kontrak yang bekerja di SDN Bojong 1,” katanya lagi.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Dia mengatakan sebelum penggabungan siswa SDN Bojong 1 dan SDN Bojong 3 berjumlah sekitar 130 siswa sedangkan SDN Bojong 5 berjumlah lebih dari 250 siswa. Setelah Penggabungan, SDN Bojong 1 berjumlah 368 siswa yang berasal dari sekitar Desa Bojong, Pandeglang. Lagi-lagi alasan geografis yakni ketiga sekolah tersebut yang berdekatan menjadikan alasan penggabungan. Selain itu, alasan selanjutnya adalah optimalisasi sarana fasilitas pendidikan. “Dulu sebelum penggabungan, setiap sekolah sulit sekali mengelola perpustakaan karena kurang tenaga dan ruang. Kini di SDN Bojong 1 sudah memiliki ruang perpustakaan yang maksimal dengan tenaga dan ruang yang tepat. Selain itu, dulu pertemuan KKG dilaksanakan di gedung PGRI yang letaknya sangat jauh. Kini ruang pertemuan KKG ada di sekitar sini, yakni bekas ruang guru SDN Bojong 3. Jadi guru-guru tidak beralasan malas datang ke
pertemuan KKG karena letaknya jauh,” jelas Ibu Lili. SDN Bojong 1 memang sekolah inti. Kegiatan KKG dilakukan seminggu sekali.
terdapat kelebihan di SDN Bojong 5 dan kekurangan guru PAI PNS di SDN Bojong 3. Setelah Penggabungan menjadi SDN Bojong 1 maka tidak ada lagi kekurangan jam mengajar dengan jumlah guru kelas PNS sebanyak 12 dan dua nonPNS. Sedangkan tujuh guru kelas PNS lainnya didistribusikan (mutasi) ke SD di wilayah Gugus 1, Gugus 3, dan Gugus 5 di Kecamatan Bojong. Kebijakan ini sesuai dengan rekomendasi dari hasil analisis Penataan dan Pemerataan Guru Kabupaten Pandeglang yaitu di setiap sekolah dasar diupayakan terpenuhi kebutuhan atau terdapat enam guru kelas PNS.
Manfaat lain dari penggabungan adalah semua guru tidak mengalami kekurangan jam mengajar, karena sebelum penggabungan, banyak guru yang masih mengalami kekurangan jam mengajar. Pada tabel 1 di bawah terlihat bahwa sebelum digabung SDN Bojong 1 dan 5, sudah tercukupi kebutuhan guru kelas (PNS) namun berlebih dengan adanya guru kelas nonPNS. Sedangkan untuk SDN Bojong 3 terdapat kelebihan guru kelas PNS. Demikian juga dengan guru PAI PNS,
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang Komplek Perkantoran Cikupa No. 2 Jl. Jendral Sudirman, Pandeglang, Banten Telp: (0253) 201300 Kontak Person: Drs H Maman Abdurrahman MM (Kabid Pendidikan Dasar) Warso MPd (Kasi Kurikulum dan Kesiswaan Bidang Pendidikan Dasar)
Tabel 1. Perhitungan Guru Berdasarkan Data Tahun 2012/2013 dan 2016/2017 Guru Tersedia (PNS) Sekolah
Guru Tersedia (Non PNS)
Jumlah Kebutuhan Guru
Selisih Ketersediaan Guru (PNS)
2012/2013
2016/2017
2012/2013
2016/2017
2012/2013
2016/2017
2012/2013
2016/2017
Kls
Agm
Kls
Agm
Kls
Agm
Kls
Agm
Kls
Agm
Kls
Agm
Kls
Agm
Kls
Agm
SDN Bojong 1
6
1
12
2
0
0
2
2
6
1
14
2
0
0
-2
0
SDN Bojong 3
7
0
0
1
6
1
1
-1
SDN Bojong 5
6
2
1
2
6
1
0
1
Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang (data diolah)
Penataan dan Pemerataan Guru
19
Ibu Mila Asmiawati, guru mata pelajaran bahasa Inggris yang beralih-fungsi menjadi guru kelas, tampak dia sedang mengajar siswa kelas IV SDN Cibabat Mandiri 2 Cimahi.
Kota Cimahi, Jawa Barat
Alih Fungsi Guru Satu Kebijakan Multi-fungsi
20
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Pendekatan pembelajaran tematik di sekolah dasar menuntut keberadaan guru kelas dalam setiap rombongan belajar. Angka kecukupan guru kelas ini sangat penting untuk menjamin penuntasan wajib belajar pendidikan dasar serta menjamin kualitas pembelajarannya.
Berdasarkan grafik Scatterplot yang membandingkan jumlah guru kelas dan rombongan belajar (rombel) dengan rasio siswa dan rombel, Kota Cimahi masih memerlukan penataan dan pemerataan guru PNS untuk menjaga kualitas layanan pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Berdasarkan data pada grafik tersebut, diketahui bahwa ada sekolah yang efektif dan sangat efisien yang terjadi pada kuadran 1, yaitu ketersediaan guru terbatas, namun layanan cukup padat. Hal sebaliknya terjadi pada kuadran 3, yaitu ketersediaan guru banyak, sementara jumlah siswa yang dilayani tergolong sangat kecil.
145 guru kelas PNS karena jumlah ketersediaan guru kelas PNS baru mencapai 1.135 orang. Dalam skala persentase, ada sekitar 11% rombongan belajar ditangani oleh guru kelas honorer yang membebani biaya operasional sekolah.Visualisasi data di atas dapat dilihat pada grafik 1. Grafik 1 menunjukkan bahwa Kota Cimahi masih mengalami kekurangan 145 orang guru kelas PNS untuk mencapai rasio ideal dengan jumlah rombel, yakni sebanyak 1.280 rombongan belajar.
Anak Usia Sekolah vs Guru Usia Pensiun Perencanaan pendidikan selalu tidak bisa terlepas dari pertumbuhan anak usia sekolah yang sejatinya selalu menentukan tingkat ketersediaan rombongan belajar, kebutuhan guru, dan keperluan sarana prasarana. Berdasarkan data sensus BPS tahun 2010, tanpa memperhitungkan mortalitas dan natalitas, diperkirakan terjadi peningkatan anak usia sekolah di Kota Cimahi. Hal ini berarti perlu
Grafik Scatterplot Perbandingan Guru Kelas-Rombel dengan Rasio Siswa-Rombel
Soal Kekurangan Guru Kelas Telaah data guru kelas di sekolah dasar menunjukkan Kota Cimahi masih menderita kekurangan guru kelas berstatus pengajar tetap. Lihat tabel 1. Tabel menunjukkan, pada tahun ajaran 2012/2013, jumlah kebutuhan guru kelas yang setara dengan jumlah rombongan belajar mencapai angka 1.280 orang. Dari jumlah kebutuhan tersebut, Kota Cimahi mengalami kekurangan sebanyak
Penataan dan Pemerataan Guru
21
dipersiapkan penambahan rombongan belajar untuk menampung anak usia sekolah sehingga amanat undang-undang terpenuhi dengan baik. Dengan sendirinya, penambahan rombongan belajar menuntut upaya antisipatif untuk memenuhi ketercukupan guru, ruang kelas, dan sarana penunjang lainnya. Di sisi lain, analisis ketersediaan guru tidak bisa mengabaikan penurunan ketersediaan guru akibat usia pensiun. Rerata angka pensiun pada tahun 2014 - 2015 cenderung sangat tinggi sebagai akibat dari pengangkatan guru Inpres pada tahun 1970-an. Perbandingan kecenderungan naik jumlah anak usia sekolah dan kecenderungan turun jumlah guru akibat pensiun tampak pada grafik 2. Grafik 2 ihwal proyeksi pensiun guru kelas menyiratkan bahwa selama delapan tahun ke depan, jumlah ketersediaan guru kelas PNS setiap tahun berkurang, sementara proyeksi pertumbuhan rombel yang didasarkan pada pertumbuhan anak usia sekolah dari tahun ke tahun meningkat cukup besar. Puncaknya terjadi pada tahun ke-8, ketika kesenjangan kebutuhan dan ketersediaan guru sangat menganga. Grafik menurun angka ketersediaan guru kelas semacam itu tentu saja
22
mengancam kualitas layanan pendidikan di jenjang sekolah dasar. Maka, Kota Cimahi memandang perlu ada upaya untuk menjamin rasio ideal ketersediaan guru sesuai dengan volume rombongan belajar. Prioritas Kebijakan Terdapat tiga peluang besar yang memungkinkan Kota Cimahi dapat mengatasi kekurangan guru kelas dalam menjaga rasio ideal antara guru kelas dan rombel. Pertama, ada
kebijakan nasional berupa Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Agama Nomor 05/X/PB/2011, Nomor SPB/03/M.PAN-RB/10/2011, Nomor 48 Tahun 2011, Nomor 158/PMK.01/2011, Nomor 11 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil. Kebijakan nasional ini memungkinkan Kota Cimahi untuk
Kelebihan Guru Kelas Non PNS
Grafik 1. Kebutuhan dan Ketersediaan Guru di Kota Cimahi
21 orang Kekurangan Guru Kelas PNS
145 orang
Kebutuhan Guru Kelas PNS
1280 orang
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Ketersediaan Guru Kelas PNS
1135 orang
menata guru sesuai dengan tuntutan rasio keseimbangan guru kelas sesuai dengan volume rombel. Kedua, kebijakan nasional berupa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2013 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Dalam Rangka Penataan dan Pemerataan Guru, juga memberi celah pemecahan masalah kekurangan guru kelas. Kewajiban jam mengajar minimal seorang guru yang sudah tersertifikasi mendorong para guru untuk menambah waktu jelajah mengajarnya.
Tabel 1. Kekurangan Jumlah Guru Kelas PNS Kecamatan
Kebutuhan
Ketersediaan Guru
Kekurangan
Cimahi Selatan
481
411
-70
Cimahi Tengah
467
415
-52
Cimahi Utara
332
309
-23
1280
1135
-145
Grand Total
Grafik 2. Proyeksi Ketersediaan Guru Kelas PNS dan Perbandingannya dengan Pertumbuhan Rombongan Belajar di Jenjang Sekolah Dasar
Ketiga, kebijakan nasional berupa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah, juga menjadi peluang penting bagi Kota Cimahi untuk mampu menyelesaikan masalah kekurangan guru. Pemberlakuan Kurikulum 2013 yang meniadakan mata pelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah telah menuntut guru-guru Bahasa Inggris untuk beralih fungsi atau beralih jenjang. Berdasarkan kebijakan nasional tersebut dan atas pertimbangan teknis keefektifan finansial dan
Penataan dan Pemerataan Guru
23
administratif, Kota Cimahi memilih prioritas kebijakan penataan dan pemerataan guru melalui program alih-fungsi guru PNS muatan lokal Bahasa Inggris menjadi guru kelas di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah. Strategi Implementasi Alihfungsi Pemerintah Kota Cimahi segera merancang, mendiskusikan, dan menerbitkan kebijakan daerah mengenai penataan dan pemerataan guru. Bentuk kebijakan yang dianggap paling tepat dan proporsional adalah surat keputusan walikota. Keputusan walikota disusun secara partisipatif dengan melibatkan para kepala sekolah dan para guru terkait. Semua guru mata pelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar diundang oleh Bagian Kepegawaian dan Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Cimahi. Pertemuan membahas konsekuensi pemberlakuan Kurikulum 2013 terhadap guru mata pelajaran muatan lokal Bahasa Inggris. Sesuai dengan semangat K-13, mata pelajaran Bahasa Inggris dihapuskan di sekolah dasar. Pertemuan itu juga menawarkan alternatif muatan lokal itu seraya mengajak para guru untuk turut
24
memikirkan fakta kekurangan guru gelas di sejumlah sekolah dasar. Guru kelas lebih banyak dibutuhkan karena banyak sekolah kekurangan guru kelas. Para guru Bahasa Inggris itu lalu ditawari untuk menjadi guru kelas secara sukarela dengan syarat mengikuti program Pendidikaan dan Latihan Profesi Guru PLPG atau menempuh program S1 kedua. “Tawaran pemerintah saya sambut dengan senang hati. Saya merasa tertantang untuk menjadi wali kelas. Saya ingin belajar memahami manajemen kelas dan mengenal murid di kelas dengan lebih baik,” ujar Ibu Nia Kurniasih SPd, semula guru Bahasa Inggris di SDN Cibabat 2 dan kini menjadi guru kelas di SDN Budi Karya Kota Cimahi. “Sebagai alumni S1 Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Siliwangi Cimahi, saya selama ini lebih terfokus pada mata pelajaran dan kurang menguasai kelas. Tawaran untuk mengikuti PLPG atau studi S1 kedua menjadi peluang tersendiri bagi karir saya sebagai guru,” tutur Ibu Mila Asmiawati, semula guru Bahasa Inggris yang kemudian menjadi guru kelas di SDN Cibabat Mandiri 5 Kota Cimahi. Mendapat respon positif para guru, pemerintah Kota Cimahi kemudian merumuskan draf surat keputusan
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
walikota dan lantas menerbitkannya. SK Walikota Cimahi tentang AlihFungsi pun diterbitkan pada tanggal 23 Mei 2014. “Pihak Disdikpora Kota Cimahi lalu mengurus mutasi 39 orang guru sekolah dasar dari status sebagai guru mata pelajaran Bahasa Inggris menjadi guru kelas, baik di sekolah yang sama maupun berpindah ke sekolah dasar lain di Cimahi,” jelas Ibu Tohari Diana SPd, Kasi Kurikulum Bidang Pendidikan Dasar. Dampak Alih-fungsi Bagi para guru Bahasa Inggris yang mengikuti program alih-fungsi, bertugas menjadi guru kelas ternyata merupakan pengalaman menarik. Menurut mereka, alihfungsi ternyata melibatkan alihbudaya juga. Secara demikian, alihfungsi itu menjadi tantangan tersendiri bagi kemajuan personal dan karir sekaligus. “Kedekatan dengan murid lebih terasa. Kan biasanya bertemu siswa hanya pada jam mata pelajaran Bahasa Inggris, sekarang setiap hari bertemu,” papar Bapak Ridwan Yasin SPd, guru SDN Cibeureum 5 Cimahi. Tantangannya, tentu saja volume kerja dan bahkan rutinitas
Ibu Yeni Ismayanti SPd, semula adalah guru mata pelajaran bahasa Inggris, sekarang dia mengajar sebagai guru kelas III di SDN Cibodas 3 Cimahi Selatan.
administratif lebih menyita waktu guru. “Secara administrasi lebih banyak hal harus saya kerjakan sebagai guru kelas dibandingkan ketika menjadi guru bahasa Inggris,” kata Ibu Saptarina Nurindrayani SPd, semula guru SDN Cimahi Mandiri 5 yang kini menjadi guru kelas di SDN Cempaka Kota Cimahi. Alhasil, alih-fungsi ini ternyata membawa hikmah penting dari segi kepuasan pribadi, peluang karir, dan kemajuan pendidikan. Dengan alih-
fungsi, kewajiban jam mengajar sesuai tuntutan sertifikasi pun terpenuhi. Kelebihan guru mata pelajaran di Kota Cimahi pun teratasi. “Layanan sekolah menjadi lebih teratur dan memuaskan para orangtua karena kebutuhan guru kelas kini terpenuhi,” kata Ibu Erni Kurniasih SPd, Kepala SDN Cibabat Mandiri 5.
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Cimahi Jl. Rd. Demang Hardjakusumah Blok Jati Cihanjuang Kota Cimahi Telp: 022 - 6631725 Fax: 022 - 6631725 Kontak Person: Dikdik S Nugrahawan SSi (Kepala Dinas Pendidikan) Tohari Diana SPd (Kasi Kurikulum Dikdas)
Penataan dan Pemerataan Guru
25
Bapak Agus Mukhib Mubarok SPd, sebelumnya adalah staf Dinas UMKM dan Perindustrian Ngawi. Setelah mengikuti program penataan dan pemerataan guru, sekarang dia menjadi guru kelas IV di SDN Tambakromo 3, Ngawi.
26
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Atasi Kekurangan Guru, Sekolahkan PNS Non-Guru “Saya Merasa Lebih Senang Menjadi Guru di SD” Beban Belanja Pegawai Beban APBD Kabupaten Ngawi tahun 2015 untuk belanja pegawai mencapai 60,27%, dilihat dari postur anggaran, ini menunjukkan kurang ideal, karena mencapai lebih dari 50%. Kurang idealnya persentase belanja pegawai tersebut disebabkan oleh besarnya jumlah pegawai di Kabupaten Ngawi. Namun di sisi lain Kabupaten Ngawi kekurangan 781 guru SD yang terdiri dari guru kelas 398 orang, guru Penjaskes 332 orang, dan guru PAI 51 orang. Namun pada jenjang di atasnya, Kabupaten Ngawi kelebihan guru SMP 277 orang dan guru SMA 84 orang. Sampai saat ini kekurangan itu terus bertambah rata-rata 100 guru per tahun karena pensiun. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi guru PNS di Kabupaten Ngawi tidak merata, sesuai dengan kebutuhan pembelajaran di sekolah.
Strategi Implementasi Kebijakan 1. Membuka Kesempatan pada PNS untuk Menjadi Guru Untuk mengurangi kesenjangan kebutuhan guru PNS dan memperpendek disparitas kesenjangan pemerataan guru antar wilayah dan jenjang pendidikan, Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi mengadakan Pemetaan dan Pemerataan Guru (PPG) pegawai Negeri Sipil (PNS). Langkah yang ditempuh, Kabupaten Ngawi membuka kesempatan pada PNS di wilayahnya untuk menjadi guru. Bahkan bagi PNS yang belum memiliki latar belakang pendidikan keguruan, Pemkab Ngawi akan menyekolahkan mereka secara gratis sambil melaksanakan tugasnya mengajar. “Kami mencari solusi menutupi kekurangan jumlah guru SD yang terdiri dari guru kelas, Penjaskes,
dan PAI tanpa harus merekrut PNS baru. Melalui kesempatan menjadi guru inilah para PNS dari SKPD lain (Fungsional Umum) atau PNS yang telah menjadi guru SMP/SMA kita alihkan menjadi guru SD.Yang belum memiliki pendidikan keguruan melalui kerja sama antar lembaga dengan di IKIP Madiun disekolahkan secara gratis,” ungkap Drs Pudwijianto MM Kabid Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Sejak tahun 2013 - 2015 Pemda Kabupaten Ngawi telah mengeluarkan dana sebesar Rp 2.715.010.000 untuk menyekolahkan 193 guru baik dari fungsional umum maupun guru SMP/SMA untuk mendapatkan ijazah mengajar guru SD. Pada tahun 2016 ini telah meluluskan sebanyak 41 guru dan telah mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) untuk guru kelas, mata pelajaran PAI, dan Penjaskes. “Untuk tahun 2016 ini sebenarnya
Penataan dan Pemerataan Guru
27
2. Mutasi Guru
Miftaqul Janah, guru kelas V SDN Tepas 3 Geneng Ngawi, sebelumnya dia adalah staf Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar.
Pemda Kabupaten Ngawi juga menganggarkan beasiswa bagi 95 calon guru yang belum memenuhi kualifikasi namun yang lulus tes honorer katagori 2 (K2). Namun karena adanya pemotongan anggaran APBD kegiatan ini ditunda hingga tahun anggaran 2017,” ujar Ibu Isnawati SH, Kasi Diklat, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Ngawi. “Program seperti ini akan kami lanjutkan secara periodik untuk peningkatan sumberdaya manusia
28
sehingga guru yang mengajar di sekolah kemampuannya sesuai dengan bidang studi yang diampunya,” tambah Ibu Sulistiyowati Kasi Pengembangan BKD kabupaten Ngawi. Menurut Kepala Dispendik Kabupaten Ngawi Bapak Drs Abimanyu MSi, kekurangan guru ini harus segera ditindaklanjuti agar proses pembelajaran mulai pendidikan dasar hingga atas di Kabupaten Ngawi berjalan dengan seimbang.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Selain program beasiswa, sejak Juli 2012 lalu sebanyak 52 guru TK, 182 guru SMP, 25 guru SMA, menjadi guru SD. Langkah tersebut sangat membantu menutupi kekurangan guru SD di mana sebanyak 365 guru SD baru sudah menempati posisinya di sekolah dasar yang membutuhkan. Namun, hal itu belum menutupi kekurangan 416 guru SD. Pada 2015 ada sekitar 100 guru PAI akan memasuki masa purna tugas/ pensiun. Untuk itu menurut Sumarsono, Kabid Mutasi BKD, program mutasi guru antar-jenjang menjadi salah satu kebijakan yang dilaksanakan. Program mutasi antar-jenjang ini pada mulanya banyak ditentang oleh guru-guru, terutama oleh guru-guru SMA dan SMP yang dipindah ke SD. Namun karena dilakukan sosialisasi dan pendekatan yang baik sebelum pemindahan dilakukan, dan dijelaskan keuntungan yang diperoleh dari program ini, akhirnya guru-guru yang menolak ini justru saat ini merasa senang dan banyak yang berasa betah mengajar di SD. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibu Purwaningtyastutu Sulistyarini yang biasa dipanggil Ibu Lies, guru SD Krompol 2 Kecamatan Beringin.
“Sejak kecil saya ingin jadi guru. Lulus S1 Bahasa Inggris tahun 2002 saya langsung menjadi guru tidak tetap (GTT) di SMPN 1 Padas. Setahun sejak saya jadi GTT saya diangkat menjadi guru bantu (GB) yang mendapat honor dari Pemda melalui tes. SK tersebut terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Juni 2013 hingga 31 September 2005 dan diperpanjang hingga 2007. Dari GB saya terjaring database untuk masuk calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) TMT pada 1 Januari 2008. Setelah dua tahun menjadi CPNS saya diangkat menjadi PNS TMT pada 1 Juni 2010 hingga saya mengajukan pindah ke SMPN 1 Bringin pada 1 Juli 2011. Saat mengajar di sekolah ini, saya mengikuti PLPG Bahasa Inggris dan lulus pada Agustus 2012 dengan memegang sertifikat guru mata pelajaran Bahasa Inggris. Namun, demikian jam yang saya ampu tidak memenuhi batas minimal tatap muka guru mengajar sebanyak 24 jam bagi guru yang sudah bersertifikasi. Hingga pada tahun ajaran 2012-2013 saya dimutasi ke SDN Krompol 1 Kecamatan Bringin sesuai dengan SK Mutasi Kepala Badan Kepegawaian Daerah tanggal 14 Juni 2013 untuk menyelamatkan status sertifikasi saya yang
mewajibkan mengajar 24 jam. Di SD ini justru secara administrasi dalam data pokok pendidikan pendidikan dasar (DAPODIK) status sertifikasi saya bermasalah karena tidak sesuai dengan mata pelajaran yang saya ampu. Di SD Krompol saya mengajar sebagai guru kelas sedangkan kompetensi sertifikasi saya sebagai guru Bahasa Inggris. Sudah beberapa kali saya mengurus masalah ini ke dinas pendidikan, namun hingga saat ini belum ada solusi. “ Meski demikian pencairan sertifikasi saya tidak bermasalah. Sampai pada tahun 2014, saya mendapat kesempatan untuk mendapat beasiswa sekolah PGSD di IKIP PGRI Madiun. Menurut rencana Dinas Pendidikan, setelah lulus dari PGSD ini, kami akan diikutkan kembali untuk mendapat sertifikasi guru kelas SD. “Terlepas dari itu semua, saya merasa mengajar di SD ini lebih membahagiakan. Saya lebih merasa menjadi pendidik dibanding mengajar di SMP. Siswa-siswa yang saya ampu menjadi penyemangat kedatangan saya ke sekolah.” “Kehadiran Ibu Lies di SD ini sangat membantu, sebab selain sebagai guru kelas 4, Ibu Lies juga mengajar
mata pelajaran muatan lokal Bahasa Inggris yang sesuai dengan jurusan yang beliau ambil pada sarjana Strata Satu (S1) sebelumnya,” tambah Bapak Drs Supar, Kepala SDN Krompol 1. Senada dengan cerita di atas, Ibu Anik Ema Wulandari, guru SD Campur Asri Kecamatan Karangjati mempunyai cerita yang lebih unik. Kegemarannya pada bidang eksakta mengantarkannya lulus Jurusan Pendidikan Fisika di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo pada tahun 1999 dan diangkat menjadi PNS guru Fisika pada tahun 2005 dengan tugas mengajar di SMPN 1 Bringin. Sebagai guru yang baru datang di sekolah tersebut dia juga tidak mendapatkan 24 jam mengajar meski pada tahun 2012 dia lulus PLPG sebagai guru mata pelajaran Fisika. Untuk memenuhi jam mengajar tersebut, dia ditawari untuk menjadi guru Bimbingan dan Konseling di sekolah tersebut, namun dia tolak karena tidak sesuai dengan kompetensi sertifikasinya. Sampai ketika ada sosialisasi dari Dinas Pendidikan pada tahun 2012 tentang rencana redistribusi massal guru-guru di Kabupaten Ngawi bahwa guru yang akan di pindah
Penataan dan Pemerataan Guru
29
adalah (1) guru yang paling muda, (2) guru yang tidak cukup jam mengajarnya, (3) guru yang mengajar jauh dari lokasi tempat tinggalnya, dan (4) guru yang belum sertifikasi. Dia sudah merasa bahwa dia akan masuk dalam program redistribusi guru ini. Benar saja pada bulan Juni 2012 SK mutasi turun dan menempatkannya untuk mengajar di SD Campur Asri 1. Perasaan senang karena dekat dari rumah, was-was karena mendapat tantangan baru dan takut tidak menguasai mata pelajaran sebagai guru kelas bercampur aduk ketika pertama kali ditugaskan di SD tersebut. “Pengalaman pertama yang tak terlupakan ketika saya mengajar di SD ini adalah ketika siswa-siswa berkelahi hanya gara-gara saya salah membagi buku kepada siswa,” katanya. “Di SMP sudah terbiasa saya membagi buku di awal tahun cukup dengan meminta ketua kelas atau petugas TU. Ternyata ketika hal ini saya terapkan di SD, siswa-siswa justru ribut bahkan ada yang berkelahi gara-gara buku yang dibagikan tertukar namanya,” kenang Ibu Anik sambil tertawa. “Saat ini saya sungguh merasa nyaman mengajar di SD, benar-benar
30
jadi guru. Ucapan saya lebih menjadi panutan (digugu dan ditiru) oleh siswa-siswa di SD. Saya sungguh merasa menjadi ibu bagi siswa di sekolah ini. Tak jarang siswa bila mulai belajar, banyak yang bergelayutan di pangkuan saya sambil bermanja-manja. Kekompakan guru di SD ini sangat terasa dan yang lebih membahagiakan lagi saya menjadi dekat dengan anak-anak saya sendiri. Saat ini saya sudah lulus tes kepala sekolah tinggal menunggu SK dari Bupati untuk penempatan di sekolah yang baru. Saya tak sabar menunggu pindah ke sekolah yang baru untuk mencoba tantangan yang lain yaitu sebagai kepala sekolah,” paparnya sumringah. Berbeda dengan kedua guru di atas yang sudah merasa nyaman mengajar di SD. Ibu Dwi Astutik SPd, sampai saat ini masih berharap kembali mengajar di SMA sebagai guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). SK PNS dia pada bulan Januari tahun 2007 menempatkannya untuk mengajar di SMAN 1 Ngawi. Namun sejak SK tersebut turun, dia justru tidak mendapat jam mengajar mata pelajaran PPKN. Di SMA tersebut dia justru diberi tugas mengajar Sosiologi, muatan lokal, dan sejarah. Karena mata pelajaran PPKN sudah diampu oleh guru lainnya.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Untuk menyelamatkan sertifikat profesi pengajarnya, dia melakukan perjanjian dengan SMA Ma'arif untuk mengajar PPKN sesuai dengan kompetensi sertifikasinya. Di SMA Maarif, dia hanya mendapat dua jam mengajar. Akhirnya pada saat mutasi besar-besaran melalui SK Mutasi bulan Juni 2012, dia dipindah ke SDN Kerto Harjo 2. Namun di SD inipun, dia mengajar di kelas dengan jumlah siswa yang kurang dari 20 sebagai syarat mengajar penerima tunjangan sertifikasi guru. Setelah dua tahun mengajar, pada tahun 2014 dia dipindah ke SDN Geneng 4 sampai saat ini. Perpindahan ini tidak membuat asa Ibu Dwi untuk mengajar mata pelajaran PPKN pudar. Terlebih data administrasi kepegawaian di DAPODIK sampai saat ini masih bermasalah meski tunjangan sertifikasinya masih terbayar. Selain itu, dinas pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ngawi juga sudah melakukan efisiensi tata kelola guru melalui penggabungan sekolahsekolah kecil. Sejak 2014, sebanyak 35 SD sudah digabung. Seluruh kegiatan tersebut dilakukan atas dasar Permendikbud No. 36 Tahun 2014 tentang Pedoman Pendirian, Perubahan, dan Penutupan Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah; Peraturan Bupati Ngawi Nomor 209 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Ngawi; dan Peraturan Bupati Ngawi Nomor 125 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Ngawi. Kegiatan ini juga diperkuat dengan SK Bupati Ngawi sejak 2012 lalu. Dampak Kebijakan Saat ini Kabupaten Ngawi telah memanen hasil dari upaya terobosan tersebut, melalui alih fungsi PNS non-guru menjadi guru dan alih fungsi antar-jenjang dapat mengurangi kekurangan guru SD sebesar 53%. Kabupaten Ngawi mendapat kuota khusus untuk sertifikasi guru kelas bagi guru-guru yang dipindah antarjenjang. Hal ini tentunya memacu kinerja guru yang dimutasi tersebut. Kebijakan ini juga dicontoh oleh beberapa kabupaten tetangga, karena dianggap mampu menyelesaikan masalah kekurangan dan pemerataan guru antar wilayah kabupaten dan jenjang pendidikan.
Ibu Dra Suprapti SPdI dulunya adalah guru SMP, sekarang menjadi guru di SDN Guyung 2, Ngawi. Dia mengaku lebih senang menjadi guru SD karena jam mengajar terpenuhi dan materi ajar lebih variatif. Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi Jl. A.Yani No.5, Klitik, Geneng, Ngawi, Jawa Timur. Telp: (0351) 749198 Kontak Person: Dr Abimanyu MSi (Kepala Dinas Pendidikan) Pudwiyanto MPd MM (Kabid Ketenagaan) Istamar MPd (Kasi SMP)
Penataan dan Pemerataan Guru
31
Ibu Noni Mambang SPd, guru IPS yang dimutasi ke SMPN 1 Susoh. Kini dia telah mencukupi jumlah 24 jam mengajarnya.
Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh
Kebijakan Mutasi 727 Guru SD dan SMP Data dan Kebijakan Berdasarkan analisis kebutuhan guru tingkat SD dan SMP di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), didapati kekurangan guru kelas (PNS) untuk jenjang SD sebanyak 48 orang yaitu dengan kebutuhan 670 guru dan hanya tersedia 622 orang guru. Di kabupaten ini juga terjadi kekurangan delapan orang guru
32
Pendidikan Agama Islam (PAI) dari kebutuhan 112 orang serta kekurangan 41 orang guru Pendidikan Jasmani (Penjas) dari kebutuhan 109 orang guru. Dilihat dari kecukupan guru pada tingkat sekolah, khususnya guru kelas, PAI, dan Penjas maka terbukti penyebaran guru masih belum merata, karena masih adanya
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
sekolah yang mengalami kelebihan guru dan sekolah yang masih kekurangan guru. Data di kabupaten ini membuktikan bahwa 59 sekolah masih kekurangan guru kelas, sementara 11 sekolah lainnya kelebihan guru kelas. Sedangkan 44 sekolah sudah berkecukupan guru kelas. Penyebaran guru PAI dan Penjas juga menunjukkan hal yang sama. Sebanyak 28 sekolah
kekurangan guru PAI dan delapan sekolah kelebihan dan tujuh sekolah cukup. Sedangkan untuk guru Penjas kekurangan pada 51 sekolah, kelebihan di lima sekolah, serta 58 sekolah lainnya cukup. Hal serupa terjadi pula pada tingkat SMP. Ketersediaan dan penyebaran guru pada tingkat SMP belum mencukupi dan penyebarannya tidak merata. Kabupaten ini membutuhkan guru mapel (mata pelajaran) yang dibutuhkan sebanyak 409 orang dengan tingkat kekurangan sebanyak 106 guru. Bila dilihat kebutuhan guru setiap mata pelajaran menunjukkan bahwa guru PAI, PKn, dan IPA mengalami kelebihan guru, sedangkan mata pelajaran lainnya seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Seni Budaya, Penjas, TIK, Mulok, dan BK mengalami kekurangan guru dengan jumlah yang bervariasi. Hanya mapel IPS yang mencukupi. Fenomena ini menunjukkan penyebaran guru mapel belum merata, ada sekolah-sekolah yang mengalami kelebihan guru dan ada sekolah yang masih kekurangan guru dengan jumlah yang bervariasi, seperti mapel IPA mengalami kelebihan di 13 sekolah tetapi kekurangan guru di delapan sekolah. Bahasa Indonesia kelebihan di tiga
Tabel 1: Data Jumlah Kelebihan dan Kekurangan Guru PNS tingkat SD Sebelum dan Sesudah Mutasi Guru
Guru Kelas
Guru PAI
Guru Penjas
Tersedia
Butuh
Tersedia
Butuh
Tersedia
Butuh
Cukup Guru
260
260
75
75
53
53
Lebih Guru
121
63
28
8
14
4
Kurang Guru
241
347
1
29
1
52
Total
622
670
104
112
68
109
Plus/minus
Minus 48 guru
sekolah tetapi kekurangan di 14 sekolah, sedangkan IPS kelebihan di 10 sekolah tetapi kekurangan di 12 sekolah. Bahkan guru mapel matematika dan Bahasa Inggris kelebihan di satu sekolah dan kekurangan di 17 sekolah. Berdasarkan hasil analisis data tersebut, saat konsultasi publik dengan stakeholder pendidikan, maka diambil langkah-langkah dan kebijakan untuk menanggulangi ketimpangan kebutuhan dan pemerataan guru pada tingkat kabupaten dan sekolah. Kebijakan ini mengacu dan mengimplementasi kebijakan pemerintah yang telah dituangkan dalam Peraturan
Minus 8 guru
Minus 41 guru
Bersama Lima Menteri tentang Kebijakan Pemetaan dan Pemerataan Guru. Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kabupten Abdya dalam rangka menanggulangi ketimpangan kebutuhan dan pemerataan guru pada tingkat kabupaten dan sekolah adalah melakukan penggabungan sekolah, melakukan mutasi guru, dan mobile teacher (guru kunjung). Strategi Implementasi Kebijakan Untuk mendukung implementasi kebijakan pemetaan dan pemerataan guru, pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya telah mengeluarkan
Penataan dan Pemerataan Guru
33
2014,” katanya lagi.
-20
-15 -20
-15
+/- Guru BK
-4
+/- Guru MULOK
+/- Guru PENJAS
-3
+/- Guru TIK
+/- Guru SB
0 +/- Guru IPA
+/- Guru PKn
-10
+/- Guru PAI
0
6 +/- Guru IPS
5
+/- Guru BIng
11 10
+/- Guru BInd
20
+/- Guru MAT
Gambar 1: Data Kelebihan & Kekurangan Guru Mapel tingkat SMP di Kabupaten Aceh Barat Daya
-13
-19
-30 -40
-39
regulasi berupa Peraturan Bupati (Perbup) tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Aceh Barat Daya No. 22 Tahun 2014, tanggal 28 Oktober 2014. “Kepala dinas pendidikan agar melaksanakan pemerataan guru sesuai data yang realistis dan kebutuhan sekolah. Kadis menjalankan tugas tersebut sesuai aturan main, tak perlu ragu dan khawatir dalam menjalankannya,” tegas Bapak Drs Ramli Bahar, Sekda Abdya dalam konsultasi publik Penataan dan Pemerataan Guru di kabupaten tersebut.
34
Bukan tanpa alasan sekda menginstruksikan dinas pendidikan. “Pemerataan guru perlu dilakukan segera dalam rangka peningkatan layanan pendidikan, terutama proses pembelajaran dan peningkatan mutu,” jelas Bapak Ramli. “Pemerataan guru menjadi program prioritas kita di tahun ini dalam upaya membenahi tata kelola guru PNS yang lebih adil pada tingkat sekolah dan sesuai dengan Peraturan Bersama Lima Menteri, apalagi kita telah mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbub) tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil No. 22 Tahun
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Implementasi kebijakan pemerataan guru di Kabupaten Abdya berpedoman kepada hasil analisis data, yaitu : (1) melakukan mutasi guru dari sekolah-sekolah yang mengalami kelebihan guru ke sekolah-sekolah yang masih kekurangan guru baik tingkat SD maupun SMP, (2) menugaskan guru-guru mengajar pada sekolah yang mengalami kekurangan guru (mobile teacher), dan melakukan penggabungan sekolah-sekolah kecil yang memiliki jumlah siswa kurang dari 20 siswa per rombel. Hasil implementasi ketiga kebijakan ini hingga September 2016 di Kabupaten Aceh barat Daya telah melakukan mutasi sebanyak 624 orang guru SD dan 103 orang guru mapel SMP, serta 32 orang guru kunjung (mobile teacher) di tingkat SMP. Implementasi kebijakan lainnya adalah telah dilakukan penggabungan sekolah sebanyak 14 SD menjadi tujuh SD. Dampak Kebijakan Dampak dari implementasi kebijakan ini adalah terjadinya restrukturisasi ketersediaan guru pada tingkat sekolah. “Dengan adanya Perbup sebagai payung hukum, maka kami terus melakukan
pemutasian guru, tetapi sekarang sudah berorientasi pada kebutuhan pemenuhan tugas mengajar guru dan langsung atas inisiatif guru sendiri untuk pemenuhan jam mengajarnya,” kata Bapak Yusnaidi MPd, Kepala Dinas Pendidikan Abdya. Sejumlah sekolah sebelumnya mengalami kelebihan dan kekurangan guru, pasca implementasi kebijakan telah mencukupi jumlah guru sesuai kebutuhan. “Kecukupan guru di sekolah akan berdampak pada pelayanan pendidikan dan pembelajaran bagi peserta didik,” lanjut Bapak Yusnaidi.
dirasakan Ibu Noni Mambang SPd yang saat ini aktif sebagai guru SMPN 1 Susoh. “Kebijakan ini sangat efektif khususnya untuk saya, mutasi yang dilakukan dengan memperhatikan jarak tempuh antara tempat tinggal dengan sekolah yang sekarang menjadi lebih lebih dekat dibanding tempat tugas saya sebelumnya,” jelas Ibu Noni yang sekarang merasa lebih tenang dalam mengajar dan lebih tepat waktu ke sekolah.
tertolong dengan kebijakan ini. Kecukupan guru dan jam mengajar di sekolah jadi lebih merata sehingga beban jam mengajar dan layanan terhadap anak didik menjadi lebih maksimal,” kata Ibu Mursal. Pada tabel 2, dapat dilihat jumlah sekolah yang kelebihan dan kekurangan guru tingkat SD serta jumlah sekolah kecukupan, kelebihan, dan kekurangan guru mata pelajaran tingkat SMP sebelum dan sesudah mutasi sebagai dampak dari kebijakan PPG di Kabupaten Aceh Barat Daya.
Senada dengan itu, Ibu T. Cut Mursal SPd, guru SDN 1 Manggeng merasa bersyukur dengan kebijakan bupati tersebut, kini ia dapat memenuhi jam mengajar sebagai salah satu kewajiban sertifikasi, “Saya dan banyak guru lainnya merasa
Dampak kebijakan ini turut
Dampak lain dari implementasi kebijakan adalah terpenuhinya jam wajib mengajar guru 24 jam per minggu. Sebelum implementasi
Tabel 2: Data Jumlah Sekolah Kelebihan dan Kekurangan Guru tingkat SD Sebelum dan Sesudah Mutasi
Guru Kelas
Guru PAI
Guru Penjas
Plus/minus Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Lebih
11
0
8
1
5
0
Kurang
59
24
28
9
51
13
Cukup
44
79
78
97
58
96
Penataan dan Pemerataan Guru
35
Gambar 2. Jumlah Sekolah Kecukupan, Kelebihan, dan Kekurangan Guru Mata Pelajaran Tingkat SMP di Kabupaten Aceh Barat Daya. 25
23 21
20
18 15
15 14
15
14
“Sekolah saya sebelumnya adalah sekolah kecil dengan jumlah siswa yang sangat terbatas, dengan digabungkannya sekolah kami ke sekolah yang sekarang ini maka memudahkan kami memenuhi jam mengajar,” jelas Ibu Yanti salah seorang guru yang sekolahnya digabung
12 10
10
8
5 7
7
6
5
3
2 0
0
0 IPS
SENBUD
PENJAS
Cukup
TIK
Lebih
MULOK
BK
Kurang
Dampak terpenuhinya jam wajib mengajar guru 24 jam per minggu sangat membantu guru untuk mendapat tunjangan sertifikasi.
Gambar 3. Jumlah Sekolah Kecukupan, Kelebihan, dan Kekurangan Guru Mata Pelajaran Tingkat SMP di Kabupaten Aceh Barat Daya. 18 16
17 16
14
13 9
13
13
12
12 10
16
16 14
9
9 8
8 6
5
4
Kendala dan Masalah
3 1
1
TIK
MULOK
0 PKN
PENJAS Cukup
36
Beberapa kebijakan lain seperti “guru kunjung” masih dilakukan dan telah dibagi secara merata dengan memperhatikan jarak dari tempat tugas induk dengan sekolah untuk jam tambahan, karena untuk mapel tertentu di SMP masih ada yang kekurangan jam mengajar.
5
2 PAI
kebijakan di sekolah-sekolah yang mengalami kelebihan guru, mengalami kekurangan jam wajib mengajar 24 jam per minggu. Sementara di sekolah-sekolah yang kekurangan guru mengalami kelebihan jam mengajar 24 jam per minggu.
Lebih
Kurang
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
BK
Dalam pelaksanaannya, didapati pula kendala dan masalah dalam implementasi kebijakan pemerataan guru seperti belum dapat
terpenuhinya secara maksimal pemerataan guru di semua sekolah, terutama untuk guru mata pelajaran. Hal tersebut disebabkan ketersediaan guru yang masih kurang berbanding kebutuhan. Upaya untuk memenuhi kekurangan guru ini salah satunya melalui penerimaan guru sesuai kebutuhan. Namun hal itu belum dapat dilaksanakan karena keterbatasan penerimaan tenaga guru di Kabupaten Abdya. Karena permasalahan itu, maka mutasi ini tidak berdampak terhadap guru nonPNS, terutama pada jenjang SMP. Faktor Keberhasilan Pemerataan guru di Kabupaten Abdya dianggap telah berhasil dengan baik, walaupun masih ada kendala dan hambatan. Keberhasilan ini tidak terlepas dari dukungan dan komitmen pemerintah daerah untuk melakukan pemerataan guru sesuai kebutuhan. Komitmen dan dukungan stakeholder pendidikan lainnya juga sangat tinggi, terutama DPRK. “Kami harapkan dukungan penuh dari dinas pendidikan dan Kemenag untuk memberikan data terkini dan ril kepada tim penyusun PPG sehingga dengan hasil analisis ini dapat dikeluarkan kebijakan yang benar bagi para guru,” tegas Bapak Tgk Idris, Ketua Komisi D DPRK Abdya saat sosialisasi kegiatan PPG.
Keberhasilan lainnya dari kebijakan pemerataan guru ini dapat dilihat dari menurunnya jumlah sekolah yang mengalami kelebihan dan kekurangan guru, sedangkan jumlah sekolah kecukupan guru semakin bertambah. Pada tingkat SD, jumlah sekolah kelebihan guru kelas sebelum implementasi kebijakan pemerataan guru sebanyak 11 sekolah (9,65%). Setelah pemerataan tidak ada lagi sekolah kelebihan guru kelas. Terjadi peningkatan jumlah sekolah yang kecukupan guru kelas dari 44 sekolah (38.60%) menjadi 79 sekolah (69.30%). Sementara jumlah sekolah yang kekurangan guru kelas menurun dari 59 sekolah (51.75%) menjadi 35 sekolah (38.75%). Kelebihan guru PAI sebelum implementasi kebijakan pemerataan guru sebanyak delapan sekolah (30.70%). Setelah pemerataan jumlah sekolah kelebihan guru PAI hanya satu sekolah (0.88%). Dengan demikian terjadi peningkatan jumlah sekolah kecukupan guru PAI dari 78 sekolah (68.42%) menjadi 104 sekolah (91.23%). Sementara jumlah sekolah yang kekurangan guru PAI menurun dari 28 sekolah (24.56%) menjadi sembilan sekolah (7.89%). Sedangkan untuk guru Penjas jumlah sekolah kelebihan guru adalah lima sekolah (4.39%). Setelah pemerataan
tidak ada lagi sekolah kelebihan guru Penjas. Oleh karena itu terjadi peningkatan jumlah sekolah kecukupan guru Penjas dari 58 sekolah (50.88%) menjadi 96 sekolah (57.89%). Sementara sekolah yang mengalami kekurangan guru Penjas menurun dari 51 sekolah (44.74%) menjadi 13 sekolah (11.93%). Pada tingkat SMP, rata-rata jumlah sekolah kelebihan guru mapel sebelum implementasi kebijakan pemerataan guru sebanyak enam sekolah (18.60%). Setelah pemerataan jumlah sekolah kelebihan guru mapel berkurang menjadi tiga sekolah (10.46%). Dengan demikian, terjadi peningkatan jumlah sekolah kecukupan guru mapel dari 13 sekolah (42%) menjadi 18 sekolah (57.91%). Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Kab. Aceh Barat Daya, Jl. Nasional, No. 115, Desa Padang, Aceh Barat Daya, Aceh Telp : 0659 92982 Kontak Person: Drs Yusnaidi MM (Kepala Dinas Pendidikan) Edwar Taufik SPd (Sekretaris Dinas Pendidikan) Gusvizarni SPd (Kabid Dikdas)
Penataan dan Pemerataan Guru
37
Pembelajaran di SDN Cilimus pasca penggabungan SDN 1 Cilimus dengan SDN 3 Cilimus. Setelah kedua sekolah ini digabung, proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Tampak guru sedang memandu siswa belajar di luar kelas mengamati terjadinya proses penguapan air.
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat
Totalitas Tata Distribusi Guru Data dan Kebijakan Kabupaten Kuningan terdiri atas 32 kecamatan dengan jumlah satuan pendidikan sekolah dasar sebanyak 652 sekolah dengan jumlah ruang kelas sebanyak 4.344 ruang. Sekolahsekolah ini difungsikan untuk melayani 105.719 orang siswa yang terbagi ke dalam 4.494 rombongan belajar. Dalam pelayanan pendidikan jenjang SD, Kuningan memiliki 4.786 guru berstatus PNS dan 1.971 guru non-PNS. Pada jenjang SMP, Kuningan memiliki 93 sekolah dengan jumlah ruang kelas sebanyak
38
1.197 untuk melayani 40.462 siswa yang terbagi dalam 1.337 rombongan belajar. Ketidakseimbangan jumlah guru dengan jumlah layanan menyebabkan terdapat beberapa isu strategis terkait guru. Pada jenjang SD negeri, ada dua isu penting: (1) Kabupaten Kuningan mengalami kekurangan guru kelas PNS sebanyak 1.049 orang dan (2) 30% SD negeri atau setara dengan 197 sekolah terkategori sekolah kecil, dengan jumlah siswa per rombel di bawah 20 siswa.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Pada jenjang SMP negeri, terdapat tiga isu penting: (1) melalui perhitungan Kurikulum 2006, terjadi kelebihan guru pada mata pelajaran IPS, Bahasa Indonesia, PAI, dan PKn, dan terjadi kekurangan guru pada mata pelajaran lain. Sedangkan dengan perhitungan Kurikulum 2013, ada kelebihan guru mata melajaran IPS dan kekurangan guru mata pelajaran lain, (2) angka pensiun guru PNS SD dan SMP selama periode 2014-2018, mengalami tren meningkat dengan jumlah total sebanyak 706 orang, dan (3) pro-yeksi pertumbuhan anak
usia sekolah jenjang pendidikan dasar cenderung menurun.
berarti belanja pegawai di Kuningan sangat tinggi.
Alternatif Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru
Selain itu, distribusi guru cenderung tidak proporsional. Ada sejumlah sekolah yang rasio siswa per rombelnya sangat gemuk, namun jumlah guru kelasnya sangat terbatas (di bawah rasio 1:1). Sebaliknya, ada sebagian sekolah yang rasio siswa per rombelnya relatif kecil, namun jumlah gurunya cukup banyak, melebihi kebutuhan (di atas rasio 1:1). Dari sudut pembelanjaan anggaran, belanja tidak langsung Kuningan masih di atas 70%. Ini
Hal ini dilatari, antara lain, oleh fakta jumlah pegawai terlampau banyak. Data di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kuningan menunjukkan bahwa dari 14.116 PNS, sebanyak 64,58% atau sekitar 9.116 orang berada di lingkungan pendidikan, 6,70% atau sekitar 946 orang berada di lingkungan kesehatan, sedangkan sisanya tersebar di berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
“Menyadari data tersebut, kami yakin masalah distribusi guru merupakan isu strategis untuk diselesaikan demi pemerataan peningkatan kualitas pendidikan,” ujar Ibu Sri Sunarsih, Kepala Sub-Bagian (Kasubbag) Kepegawaian Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kuningan. Kuningan saat itu mulai mendaftar dan menimbang serangkaian jurus penataan dan pemerataan guru (PPG): (1) aturan PPG PNS, (2) pemanfaatan tenaga sukwan, (3)
Tabel 1: Alternatif Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru No
Isu Strategis yang Terpilih
1
Pada jenjang SD Negeri, Kabupaten Kuningan kekurangan guru kelas PNS sebanyak 1.049 orang
2
30% SD Negeri atau setara dengan 197 sekolah terkategori sekolah dengan layanan siswa per rombel di bawah 20 siswa.
3
Pada jenjang SMP Negeri: Dengan perhitungan Kur. 2006, kelebihan guru terjadi di mata pelajaran IPS, B. Indonesia, PAI dan PKn, sisanya kekurangan guru. Dengan perhitungan Kur. 2013, kelebihan guru hanya terjadi di mata pelajaran IPS, sisanya kekurangan guru.
4
Angka Pensiun Guru PNS SD dan SMP selama periode 2014-2018, trennya meningkat dengan jumlah total sebanyak 706 orang.
Tujuan Kebijakan Menata kelebihan dan kekurangan guru kelas dan guru mapel agar mejadi ideal
Alternatif Kebijakan 1. 2. 3.
4. 5.
6. 7.
Aturan Penataan dan Pemerataan PNS Pemanfaatan Tenaga Sukwan Mendorong PNS di luar fungsional guru menjadi guru Penyesuaian rombel dengan ruang kelas. Kerjasama dengan Kemenag dalam pemerataan Guru PAI Penggabungan sekolah lanjutan Pembelajaran kelas rangkap
Penataan dan Pemerataan Guru
39
mendorong PNS di luar fungsional guru menjadi guru, (4) penyesuaian rombel dengan ruang kelas, (5) kerjasama dengan Kemenag dalam pemerataan guru PAI, (6) pembelajaran kelas rangkap, dan (7) penggabungan sekolah lanjutan. Bursa alternatif kebijakan disajikan dengan tujuan mengatasi berbagai isu strategis berkaitan dengan penataan dan pemerataan guru. Alternatif kebijakan ini diselaraskan dengan tujuan makro nasional, provinsi, maupun daerah. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2. Kebijakan PPG Kontekstual Kuningan Dalam menentukan kebijakan diperlukan sejumlah kriteria sebagai bahan pertimbangan. Secara teknis, pelaksanaan kebijakan harus bersifat efektif dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Secara politis, setiap kebijakan harus memperhatikan empat subkriteria, yakni (1) acceptability, keberterimaan kebijakan oleh tabelaktor politik dan para tokoh masyarakat; (2) appropriateness, kesejalanan dengan nilai-nilai kearifan lokal; (3) responsiveness, kemampuan kebijakan memenuhi kebutuhan masyarakat; dan (4) equity, keadilan dan pemerataan dalam masyarakat.
40
Secara kerangka kebijakan pemerin-tah, kebijakan daerah harus mempertimbangkan peraturan peme-rintah pusat dan daerah agar tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah. Secara ekonomi dan finansial, kebija-kan yang ditempuh harus memper-hitungkan keuntungan dan kerugian finansial baik pada proses imple-mentasinya maupun dampak lebih lanjut. Secara administrasi, kebijakan semestinya memperhitungkan keterlaksanaan administrasi seperti otoritas melaksanakan suatu kebijakan, komitmen institusional, kemampuan staf pelaksana, kemampuan keuangan, serta dukungan organisasi terkait. Berdasarkan kriteria tersebut, tim PPG bentukan pemerintah Kuningan menentukan skala prioritas kebijakan penataan dan pemerataan guru jenjang SD dan SMP seperti tampak pada tabel 2 di samping Tabel 2 menjelaskan urutan prioritas kebijakan penataan dan pemerataan guru, yaitu: 1. Aturan Penataan dan Pemerataan PNS
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Ketua PGRI Kuningan, Pipin Mansur Aripin SPd MPd (berdiri) menyampaikan dukungannya pada implementasi program penataan dan pemerataan guru di Kuningan.
2. Pemanfaatan Tenaga Sukarelawan 3. Mendorong PNS di luar fungsional guru menjadi guru 4. Penyesuaian rombel dengan ruang kelas. 5. Kerjasama dengan Kemenag dalam pemerataan Guru PAI 6. Penggabungan sekolah lanjutan 7. Pembelajaran kelas rangkap Penentuan skala prioritas itu
Tabel 2. Prioritas Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru Pertimbangan Berdasaran Kriteria No
Alternatif Kebijakan
Teknis 1
Aturan Penataan dan Pemerataan PNS
2
Menjadi payung administratif
Pollitis
Ekonomi dan Finansial
Kerangka Kebijakan Pemerintah
Rekomendasi
Administrasi
Lain-lain
Mengurangi Tidak ada campur efek secara tangan politis langsung
Menjadi Peraturan payung hukum bupati relatif kebijakan lebih cepat untuk
Perbup tentang Mutasi PNS Non Struktural
Pemanfaatan Efektif untuk Tenaga Sukwan sekolah yang kekurangan guru
Secara umum bisa diterima dengan pendekatan profesional
Menguntungkan karena tidak perlu mengangkat guru baru
Dengan memanfaatkan tenaga sukwan mampu mengatasi kekurangan guru
Otoritas Berdasarkan kebijakan ada data K2 dan di level Bupati Non Katagori dan Kepala Dinas
Direkomendasi -kan untuk diformulasikan untuk menjadi kebijakan Kepala Dinas
3
Mendorong PNS diluar fungsional Guru Menjadi guru
Secara umum bisa diterima dengan pendekatan profesional
Menguntukan karena tidak memerlukan biaya untuk mengangkat guru baru
Ada kerangka kebijakan/ kemudahan dalam alih fungsi diluar fungsional menjadi guru
Otoritas kebijakan bisa ada di level Bupati dan Kepala Dinas
Direkomendasi -kan untuk di formulasikan menjadi kebijakan Bupati
4
Penyesuaian rombel dengan ruang kelas
5
Kerjasama dengan Kemenag dalam pemerataan Guru PAI
6
Penggabungan sekolah lanjutan
Perbup tentang merger
7
Pembelajaran kelas rangkap
SK Bupati tentang Pembelajaran kelas rangkap
Efektif untuk sekolah yang kekurangan guru
Data PNS Non Guru yang berijazah S1 Kependidikan melalui program induksi
Surat Edaran Kepala Dinas Efektif untuk sekolah yang kekurangan guru PAI
Secara umum bisa diterima dengan pendekatan profesional
Menguntungkan karena tidak memerlukan biaya untuk mengangkat guru baru
Ada kerangka kebijakan/ kemudahan dalam alih fungsi diluar fungsional menjadi guru
Otoritas kebijakan ada di level Bupati dan Kemenag
Koordinasi antara data kekurangan kelebihan di Dinas dan di Kemenag
MoU Dinas dan Kemenag untuk menutupi kekurangan Guru PAI
Penataan dan Pemerataan Guru
41
kemudian dimatangkan dengan cara konsultasi internal oleh tim PPG Kuningan bersama dengan Kepala Dinas Pendidikan dan jajarannya. Pada rapat konsultasi, dibahas tujuh alternatif kebijakan PPG yang paling mungkin ditempuh. Dalam rangka memperkuat dukungan Pemerintah Daerah terhadap implementasi kebijakan PPG, Tim PPG, didampingi oleh tim USAID PRIORITAS Jawa Barat, melakukan audiensi dan konsultasi kebijakan dengan bupati. Hasil audiensi, bupati mengapresiasi hasil kerja tim, memberikan dukungan, dan memberikan arahan untuk implementasi kebijakan. Ini terutama menyangkut pembuatan payung hukum penataan guru PNS dan penataan kelembagaan melalui penggabungan sekolah dalam rangka memberikan layanan prima kepada anak-anak Kuningan. Guna mendapatkan pertimbangan publik pendidikan, rancangan kebijakan PPG lantas dikonsultasikan kepada publik (28/1/2015). Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan, Bapak Dedi Supardi mewakili tim PPG memaparkan hasil analisis data dan analisis kebijakan. Unsur undangan meliputi staf ahli Bupati, Bappeda, BKD, Kemenag, Dewan Pendidikan, PGRI,
42
Kepala UPTD, pengawas, dan guru. Sekretaris Bappeda Kabupaten Kuningan, Ibu Sri Waluya mengatakan, secara fiskal Kabupaten Kuningan tidak mungkin menambah guru PNS karena belanja pegawai di atas 70%. Kepala UPTD Kec. Sindangagung, Bapak Sutisna meminta, upaya penataan kelembagaan, semisal penggabungan sekolah jangan sampai menjadikan anak jauh dari sekolah. Menurut Sekretaris Disdikpora, Bapak Dedi Supardi, di wilayah pemukiman besar perlu dipikirkan penambahan Ruang Kelas baru (RKB)/Unit Sekolah Baru (USB) sehingga sekolah-sekolah gemuk dapat disesuaikan dengan SPM (1:32) untuk layanan pendidikan yang lebih baik. Pengawas mapel IPS Ibu Yeti Nurhayati mengajukan usul, mengingat banyak guru yang kekurangan jam mengajar karena kelebihan guru IPS, perlu audiensi dengan Universitas Kuningan, sehingga lulusannya dapat diserap sesuai kebutuhan di Kabupaten Kuningan. Ketua PGRI, Bapak Pipin Mansur Aripin SPd MPd, mengingatkan distribusi guru harus proporsional dan mohon mempertimbangkan rasionalitas jarak guru terhadap
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
sekolah. Ketua PGRI juga berharap, guru honor dapat diakui sebagai SDM pemerin-tah karena telah mengabdi dan membantu layanan pendidikan di Kabupaten Kuningan. “Tidak hanya distribusi guru, Pemkab juga perlu mendukung upaya peningkatan kompetensi guru,”tukasnya. Ketua Dewan Pendidikan Bapak Drs Halil Arisbaya, berharap dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan, pemerintah hendaknya tidak melupakan kesejahteraan lahir batin para guru. Diskusi publik ini ternyata mengerucut pada empat kebijakan prioritas dalam hal PPG di Kuningan: (1) mendorong terbitnya payung hukum PPG, (2) melakukan revisi perbup terkait penggabungan sekolah, (3) melakukan penggabungan tahap dua untuk sekolah-sekolah satu wilayah, terutama dengan pertimbangan jarak dan pertumbuhan penduduk, (4) PNS struktural yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan didorong untuk menjadi fungsional guru, dan (5) grand design peningkatan kompetensi guru sesuai dengan salah satu misi bupati terkait peningkatan kualitas SDM Kabupaten Kuningan.
Kepala BKD, Bapak Drs Uca Somantri MSi (kanan) dan Kepala Disdikpora, Bapak Dr Asep Taufik Rohman MPd (kedua dari kanan) dalam kegiatan peluncuran program PPG di Kuningan.
Implementasi PPG Bupati Kuningan Ibu Utje Ch. Suganda (Alm), menguraikan, pada forum showcase nasional USAID PRIORI-TAS di Jakarta (28/10/2014), upaya penataan dan pemerataan guru dimulai dengan pengangkatan guru PNS. Diangkatlah sebanyak 352 guru baru terdiri atas 281 guru kelas dan 71 guru mapel. Pemerintah juga melakukan penempatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) kategori dua di sekolah-sekolah yang mengalami kekurangan guru. Dalam hal ini, sebanyak 228 orang CPNS
ditempatkan menjadi guru kelas di sekolah yang berkeku-rangan guru kelas. Selain dengan pengangkatan guru PNS baru, upaya menutup kekurangan guru juga dilakukan dengan pola alih-fungsi. Proses alih-fungsi telah melibatkan 41 orang PNS struktural beralih ke jabatan fungsional menjadi guru. Dari 41 orang itu, 13 orang menjadi guru SD sementara 28 orang menjadi guru SMP. Guru-guru yang mengalami kekurangan jam mengajar diberi kesempatan mutasi atau menjadi mobile teacher. Dalam kerangka
mutasi, ada 78 orang guru PNS, terdiri atas 54 orang guru SD dan 24 orang guru SMP mengalami mutasi. Dalam kerangka mobile teacher, terdapat 60 orang guru, terdiri atas tujuh orang guru SD dan 53 orang guru SMP, mengajar secara mobil dari satu unit sekolah ke unit sekolah lain. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Mandi Rancan, misalnya, juga mengajar di SMPN Pasawahan dan guru IPS mengajar juga di SMPN 1 Jalaksana. Guru bidang pertanian di SMPN 2 Kramatmulya pindah ke SMKN 1. Guru SMA Ciwaru dan SMA Luragung mengajar di Cibingbin.
Penataan dan Pemerataan Guru
43
sekolah-sekolah yang akan digabung dengan melibatkan kepala UPTD, BKD, dan Kepala Sekolah,” kata Bapak Drs Asep Taufik Rohman MSi MPd, Kepala Disdikpora Kuningan.
Bupati Kuningan, Ibu Utje Suganda (Alm), memaparkan keberhasilan program penataan dan pemerataan guru di Kabupaten Kuningan saat showcase nasional USAID PRIORITAS di Jakarta (28/10/2014).
Kabupaten Kuningan juga telah melakukan penggabungan sekolah tahap satu pada rentang tahun 2004 - 2011. Pada periode itu, sebanyak 155 sekolah dasar telah digabung menjadi 77 unit sekolah. Pemetaan kapasitas sekolah yang dilakukan oleh bidang program Disdik pada tahun 2013 menunjukkan keperluan dilakukan penggabungan kembali. Data itu mengungkap, masih terdapat 162 unit sekolah dasar dari 32 kecamatan yang tergolong sekolah kecil. Maka, terbitlah Peraturan Bupati Kuningan Nomor 74 Tahun 2015 tentang penggabungan sekolah, sebagai lanjutan dari kebijakan penggabungan tahap satu. Penggabungan sekolah tahap dua dalam rentang tahun 2015-2017 mengerucutkan 162 sekolah itu
44
menjadi 65 unit saja. Seperti pada penggabungan tahap satu, penggabungan lanjutan juga merupakan upaya penatakelembagaan pada sekolah-sekolah kecil dengan beberapa pertimbangan semisal jarak, pensiun kepala sekolah, periodisasi kepala sekolah. Di atas itu semua, penggabungan dilakukan dengan sedapat mungkin tidak mencederai hak anak untuk bersekolah. Kendala dan Solusi Khususnya dalam implementasi penggabungan sekolah kecil, kendala yang dihadapi datang terutama dari dua pihak, yakni kepala UPTD dan guru. “Inilah sebab mengapa penggabungan itu baru dilaksanakan setelah survei seksama dilakukan terhadap
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Menurutnya, Dinas Pendidikan melakukan pendekatan melalui UPTD dan para pengawas dalam menyampaikan kebijakan penggabungan lanjutan. Karena yang paling resisten adalah Kepala UPTD, keterlibatan pengawas ternyata mempermudah implementasi kebijakan penggabungan. Hambatan dari UPTD bisa teratasi dengan melibatkan pengawas. Demikian juga kendala dari pihak guru. Bapak Udi SPd, kepala SDN 1 Cijoho, yang sekolahnya digabung dengan SDN 2 Cijoho, pada awalnya merasa kesulitan dalam menyampaikan hal ini kepada para guru. Tetapi, setelah ada bantuan dari para pengawas ternyata lebih mudah dalam menyosialisasikan penggabungan. Jadi, pengawas itu memainkan peranan penting dalam mengimplementasikan penggabungan sekolah. Dampak PPG Pengangkatan guru PNS sebanyak 352 orang guru baru, terdiri atas 281 guru kelas dan 71 guru mapel, dan penempatan 228 orang CPNS
ke sekolah-sekolah yang mengalami kekurangan guru, telah memberikan dampak positif bagi kualitas layanan pendidikan di Kuningan. Seiring dengan terpenuhinya kekurangan guru, layanan pendidikan di sekolahsekolah itu mengalami peningkatan kualitas yang menggembirakan. Mutasi guru PNS telah melibatkan 78 orang guru. Sebanyak 54 guru orang SD dan 24 orang guru SMP rela berpindah dari sekolah yang berlebih guru ke sekolah yang berkekurangan. Dampaknya, kekurangan guru kelas di jenjang SD dan kekurangan guru mapel di jenjang SMP dapat teratasi secara efektif. Langkah alih-fungsi telah melibatkan 41 orang pegawai negeri sipil. Mereka yang semula mengabdi pada jabatan struktural telah secara sukarela berpindah medan pengabdian dengan beralih-fungsi menjadi guru. Dari 41 orang PNS struktural itu, 13 orang menjadi guru SD dan 28 orang mengabdi menjadi guru SMP. Sekolah-sekolah yang mendapatkan pasokan guru alihan fungsi itu kemudian mengalami peningkatan kualitas layanan. Proses pembelajaran dan layanan pendidikan jadi lebih prima.
lain. Mereka yang mencakup tujuh orang guru SD dan 53 orang guru SMP telah memungkinkan tercapainya dua sasaran sekaligus. Di satu sisi, mereka dapat memenuhi kewajiban beban jam mengajar sehingga mereka dapat memperoleh hak tunjangan sertifikasi. Di sisi lain, kekurangan guru mapel IPA dan Matematika di sejumlah SMP dapat terpenuhi dengan baik.
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Jl. Raya Sukamulya Kec. Cigugur Kab. Kuningan, Jawa Barat - 45552 Telp/fax. (0232) 875905 Kontak Person: Drs Dedi Supardi MPd (Sekretaris Dinas Pendidikan) Drs Suharso MPd (Kabid Pendidikan Dasar)
Kebijakan penggabungan sekolah telah membawa hikmah besar bagi penjaminan mutu pendidikan dasar di Kuningan. Langkah penggabungan tahap satu telah mengerucutkan 155 SD men-jadi 77 dan penggabungan tahap dua telah mengefisienkan 162 sekolah menjadi 65 saja. Penggabungan sekolah yang terdesain dan terukur ini telah memungkinkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan di tingkat sekolah, dengan proses dan keluaran yang berkualitas.
Sejumlah 60 orang mobile teacher melakukan bakti negeri dengan terbang dari satu sekolah ke sekolah
Penataan dan Pemerataan Guru
45
Kadisdikpora Bantaeng, Prof Dr Syamsu Alam (ketiga dari kiri) saat menghadiri stakeholder coordination meeting, yang salah satunya membicarakan tentang kemajuan Tim Penyusun Mutasi PNS di Bantaeng.
Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan
Mutasi Berbasis Data yang Efektif Data dan Kebijakan Di Kabupaten Bantaeng terdapat 502 sekolah yang terdiri dari 310 SD/MI, 124 SMP/MTs, 48 SMA/MA dan 20 SMK. Sesuai dengan amanah Peraturan Bersama Lima Menteri tentang penataan dan pemerataan guru pegawai negeri sipil, agar rasio, kualifikasi akademik, distribusi, dan
46
komposisi guru PNS sesuai dengan kebutuhan riil masing-masing satuan pendidikan, Dinas Pendidikan dan Olah raga Kabupaten Bantaeng telah berusaha untuk melakukan pendistribusian guru dengan merata. Data DAPODIK pada tahun 2014 menunjukkan bahwa pada tingkat SD, Bantaeng mengalami kekurangan
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
guru kelas (PNS) pada 55 sekolah sebanyak 137 orang yang tersebar pada semua kecamatan. Namun juga terjadi kelebihan guru kelas (PNS dan non-PNS) pada 85 sekolah sebanyak 272 guru yang tersebar pada semua kecamatan. Terjadi ketidakmerataan persebaran guru tingkat SD di Bantaeng.
Namun, untuk melakukan program penataan dan pemerataan guru, sebagaimana di daerah-daerah lain, terdapat beberapa hambatan. Pertama, stigma yang sudah berkembang di masyarakat umum bahwa mutasi adalah hukuman dan bernuansa politis. Banyak pemikiran berkembang di masyarakat bahwa mutasi terjadi pada seseorang karena orang tersebut tidak disukai bupati, disebabkan tidak memilihnya atau berlawanan koalisi saat pilkada. Sebagai hukuman, orang tersebut dipindahkan ke tempat terpencil. Pemikiran semacam itu banyak terdapat di masyarakat. Kedua, guru di kota kurang tertarik dipindahkan ke daerah terpencil, karena lebih menyukai mengajar di kota yang memiliki banyak fasilitas.
diangkat menjadi koordinator. Tim ini terdiri dari ketua (Sekretaris Dikpora), sekretaris tim (Kasubag Kepegawaian) dan anggota dari 18 orang Kepala Bidang, Kepala Cabang Dinas, Korwas, dan Kasi PAUD. Mandat utama tim ini sesuai SK antara lain: membuat database guru dan pegawai, menginventarisir data guru bersama dengan Kepala Cabang Dinas, mengerjakan pemetaan dan analisis kebutuhan guru dan pegawai. Tim tersebut melakukan penataan dan pengelolaan redistribusi guru berdasarkan sistem database pendidikan terkini yang dihasilkan
dari olah data dengan pendampingan USAID PRIORITAS. Tahapan mutasi guru yang dilakukan oleh tim meliputi: (1) verifikasi fisik melalui visitasi lokasi, validasi data sesuai hasil analisis data guru bersama dengan tim USAID PRIORITAS. Tujuannya, untuk memastikan kebutuhan sekolah akan guru, kelas, rombel dan kecukupan jam mengajar guru yang dimutasi; (2) penerimaan dan persetujuan surat permohonan mutasi. Tim membuka ruang bagi guru yang terkena mutasi menyampaikan pertimbangan kelayakan berpindah mengajarnya di sekolah yang dituju misalnya, karena kekurangan jam mengajar pasca ber-
Untuk mengatasi hal tersebut, atas usulan Kepala Dinas Dikpora yang menjabat waktu itu yaitu Bapak Prof. Dr. Ir. H. Syamsu Alam, M. Si, maka Bupati Bantaeng, Bapak Nurdin Abdullah, menginstruksikan pembentukan Tim Penyusun Mutasi PNS di lingkup Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bantaeng. Kepala Dinas Dikpora yang saat ini menjadi Kepala Bappeda Bantaeng
Ibu Saerah SPd, Kepala SDN 22 Beloparang, sedang mendampingi guru kelas 1 mengajar yang baru saja dimutasi ke sekolahnya.
Penataan dan Pemerataan Guru
47
status guru sertifikasi; (3) rapat kesepakatan mutasi. Segenap guru yang akan dimutasi mengikuti rapat bersama dengan tim. Terlibat dalam rapat tersebut adalah pengawas gugus SD, pengawas SMP, kepala sekolah yang melepaskan dan yang menerima. Pada tahap ini, tim menyampaikan kepada semua pihak yang berkepentingan bahwa mutasi bertujuan untuk peningkatan kualitas pembelajaran dan pemerataan sumber daya guru di sekolah. Tim membeberkan data dan berbagai pertimbangan mutasi tersebut. Dampak Kebijakan Dampak dari adanya mutasi ini adalah stigma bahwa mutasi adalah hukuman menjadi tidak ada. Para guru, setelah ditemukan dengan tim mutasi guru menjadi yakin bahwa mutasi memang dilakukan berdasar kebutuhan persebaran guru agar tidak terkonsentrasi di satu tempat. Hal ini sangat penting agar setelah dimutasi, semangat mendidiknya tidak turun. Tim mutasi bekerja transparan. Dalam setiap proses mutasi tim tidak memungut biaya, tidak ada transaksi sesuai kepentingan guru dan pihak terlibat, bahkan guru yang dimutasi berhak mengajukan surat
48
Ibu Nurjannah SPd, guru yang dimutasi dari SDN 63 Bonto Jonga, yang jaraknya 35 km dari rumah, ke SD Inpres Layoa, Gantarang Keke, yang jaraknya 3 km dari rumahnya. Kebijakan mutasi ini dilakukan agar guru bisa lebih cepat sampai ke sekolah dalam keadaan segar sehingga lebih efektif dalam mengajar.
keberatan jika keputusan dianggap tidak benar. Ketua tim mutasi guru, Bapak Drs Basri, berupaya meningkatkan kualitas dan melestarikan praktik baik dari program penataan dan pemerataan guru itu. Hingga saat ini tim yang dibentuk dan ditetapkan pada tanggal 30 Januari 2014 telah memutasi 200 guru di tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah. Pengelolaan sistem database dan analisis data guru atas fasilitasi USAID PRIORITAS menjadi rujukan program mutasi.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Bantaeng. Jl. Andi Mannapiang, No. 72. Lamalaka Telp: (0413) 21184 Kontak Person : Drs Basri MSi (Seketaris Dikpora)
Ibu Jelliana Sitohang SPd, butuh waktu 1,5 jam perjalanan sulit menempuh jalan 7 km setiap hari untuk mencapai SMPN 5 Garoga, tempatnya mengajar di daerah terpencil.
Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara
Mengatasi Kelangkaan Guru di Sekolah Terpencil Data dan Kebijakan Memang tidak ada satupun desa yang terdaftar sebagai desa terpencil dalam nomenklatur kewilayahan Tapanuli Utara. Namun demikian sebenarnya masih banyak desa dengan akses yang sulit baik karena jauh, terhalang sungai atau memasuki hutan di lereng bukit barisan. Banyak desa yang tidak memiliki jalan yang memadai sehingga tidak bisa dimasuki angkutan umum. Kemajuan di desa ini sangat lambat, termasuk di bidang pendidikan. Dengan alasan
tersebut, bupati menetapkan beberapa desa masuk kategori terpencil agar mendapatkan perhatian khusus.
sebanyak satu-dua orang saja. Tentu saja ini memperihatinkan. Sebagian besar karena berada di lokasi terpencil.
Seperti umumnya sekolah di daerah terpencil, terjadi kelangkaan guru karena jarang ada guru yang mau tinggal dan mengajar di sekolah tersebut. Hasil pemetaan guru yang dilakukan tercatat ada 44% sekolah SD dan SMP yang hanya memiliki guru PNS paling banyak setengah dari kebutuhan, dan 68 sekolah di antaranya hanya memiliki guru PNS
Tentu saja pembelajaran tidak akan bermutu di sekolah seperti ini. Dengan keterbatasan jumlah guru yang mengajar, membuat kinerja sekolah di desa terpencil sangat jauh ketimpangannya. Apalagi supervisi oleh Dinas Pendidikan atau pengawas juga sangat jarang. Untuk mengatasi kekurangan guru tersebut, Pemkab menyediakan
Penataan dan Pemerataan Guru
49
anggaran yang cukup untuk merekrut guru honor daerah. Tersedia Rp 14 miliar untuk membayar guru honor tersebut. Di sisi lain penambahan tanpa diiringi perbaikan pemerataan membuat guru di Tapanuli Utara malah berlebih, khususnya di jenjang SMP. Dari data yang diolah menunjukkan bahwa Tapanuli Utara sudah kelebihan guru PNS sebanyak 86 orang, khususnya di beberapa mata pelajaran (mapel) seperti PKN, Bahasa Indonesia, IPS, Matematika dan IPA. Namun meski kelebihan di mapel tersebut, di sekolah lain masih ada yang kekura-ngan sehingga tetap dialokasikan adanya guru honor. Tentu ini sebuah paradoks yang harus diselesaikan, mengatasi kekurangan guru sekaligus mendistribusikan kelebihannya. Dukungan Kebijakan Memahami kondisi tersebut, Bupati Tapanuli Utara, Bapak Nikson Nababan, melalui Dinas Pendidikan menyusun kebijakan untuk memeratakan guru. Paling diutamakan oleh bupati adalah sekolah di daerah terpencil harus tercukupi gurunya. Kebijakan ini diputuskan setelah melalui konsultasi publik di aula kantor bupati 9 Maret 2015 yang dihadiri
50
ratusan guru dan stakeholder pendidikan. Saat itu sekaligus dibuka pendaftaran guru yang mau dimutasi ke sekolah terpencil. Tentu tidak mudah mengajak guru pindah sekolah, apalagi di tempat terpencil. Strategi yang digunakan Pemda adalah menjadikan mutasi sebagai promosi sang guru. Bagi mereka yang bersedia, Pemda akan memberikan fasilitas cukup termasuk rumah dinas, pelatihan dan bimbingan yang dibutuhkan dan diusulkan pemberian reward berupa tunjangan daerah terpencil dari APBD. Respon guru awalnya masih pasif. Baru setelah keluar persetujuan penggunaan APBD untuk tunjangan tersebut sebanyak satu kali gaji untuk sekolah sangat terpencil dan Rp 1,5 juta untuk sekolah terpencil, maka satu per satu guru PNS mendaftarkan diri. Dampak Kebijakan Banyak guru yang kemudian tertarik tawaran ini. Apalagi di tempat lama guru sulit memenuhi kuota jam mengajar 24 jam akibat kelebihan guru. Sementara di tempat baru tersedia jam yang cukup, sehingga mereka yang sudah lolos sertifikasi memenuhi syarat untuk mendapat
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
tunjangan profesi. Otomatis bagi guru tersebut bisa mendapat tiga kali gaji bila sekolahnya masuk kategori sangat terpencil. Ini yang kemudian membuat mereka berbondongbondong mendaftarkan diri, hingga Dinas Pendidikan membatasi kuotanya karena tidak ingin sekolah lama menjadi kekurangan guru. Hanya guru di sekolah yang kelebihan yang boleh mengajukan perpindahan. Sampai saat ini tercatat ada 103 orang guru yang sudah dimutasi secara sukarela ke daerah terpencil untuk jenjang SD dan SMP. Salah satu guru yang mengajukan diri dipindah adalah Ibu Jelliana Sitohang SPd guru Bahasa Indonesia dari SMPN 2 Garoga yang mengajukan pindah ke SMPN 5 Garoga. Di sekolah sebelumnya karena guru Bahasa Indonesia berlebih, Ibu Sitohang tidak mendapatkan jam mengajar yang mencukupi sehingga tidak memenuhi syarat mendapatkan tunjangan profesi. Baginya, mengajar adalah panggilan sehingga beliau ingin bisa sepenuhnya mengajar setiap hari. Tawaran Dinas Pendidikan untuk mengabdi di tempat yang baru yang masih kekurangan guru langsung disambutnya. Butuh 1,5 jam perjalanan sulit
menempuh 7 km setiap hari menuju sekolah tersebut. Karena sarana jalannya belum bagus, angkutan umum tidak bisa menembus. Hanya RBT (sebutan untuk ojek) yang bisa mengantarkannya masuk hingga lokasi sekolah. Suaminya, Bapak Hasudungan Sinaga pun akhirnya menyusul ikut pindah dan menjadi guru olahraga di SMPN 5 Garoga. Tapi ini bukan hanya persoalan kesejahteraan, di dalamnya Dinas Pendidikan mempertaruhkan mutu. Guru-guru yang disetujui untuk mendapat promosi melalui mutasi diutamakan yang sudah lolos sertifikasi dan telah mendapatkan pelatihan, bukan guru sembarangan sehingga mutasi ini diharapkan akan membawa perubahan baik dalam pembelajaran. Ini akan membuat sekolah terpencil diharapkan bisa mengejar ketertinggalannya dengan sekolah lain. Sebagai guru-guru yang pernah dilatih, maka pembelajaran di kelas barupun berubah dan semangat belajar anak-anak terpencil menjadi bertambah. Prestasipun kemudian diukir. Pada tahun 2014/2015, SMPN 5 Garoga berhasil menjadi juara beberapa cabang olahraga di tingkat kecamatan. Banyak contoh serupa yang dialami guru-guru hasil mutasi ke daerah terpencil. Bahkan
Bupati Tapanuli Utara, Bapak Drs Nikson Nababan (tengah), pada acara Konsultasi Publik Program PPG di Tapanuli Utara.
kehadiran Ibu Sitohang dan Bapak Sinaga yang juga aktif di masyarakat desa, dianggap pahlawan karena banyak melakukan perubahan. Bahkan masyarakat meminta supaya pengabdian mereka tidak hanya tiga tahun seperti yang sudah ditugaskan. Bupati Tapanuli Utara, Bapak Drs Nikson Nababan sangat bangga mendengar kisah-kisah guru di daerah terpencil. Ini memang bagian dari visi beliau untuk mem-buka isolasi desa dan menghadirkan percepatan pembangunan disana, termasuk pendidikan.
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Tapanuli Utara Jl. Raja Johannes Hutabarat, Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatra Utara Telp. (0633)-21739 Kontak Person: Rocky D.M Nainggolan (Kabid Pendidikan Dasar)
Hal ini mendapat pujian dari stakeholder di kabupaten karena baru sekarang kebijakan pemerataan guru ini bisa direalisasikan.
Penataan dan Pemerataan Guru
51
Petikan
“
PKB sangat penting untuk meningkatkan keprofesionalan guru dalam mengajar. Oleh karena itu kami telah menganggarkan dana diseminasi program USAID PRIORITAS ke kabupaten yang bukan mitranya untuk pemerataan kualitas guru, kepala sekolah, dan pengawas di tahun 2016.
”
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Aceh, Hasanuddin Darjo. Situs Pemprov Aceh: www.acehprov.go.id. 22 Desember 2015
“
Dari pengamatan kita selama ini, kualitas anak didik terjadi ketimpangan antara satu dengan lain disebabkan fasilitas, metode belajar, kondisi geografis dan lainnya, maka perlu dijalin kemitraan strategis dengan USAID.
”
Bupati Tapanuli Selatan, Syahrul M. Pasaribu Harian Analisa. 4 Maret 2016
“
Kita akan terus berupaya mendorong guru untuk melakukan peningkatan kapasitasnya melalui berbagai saluran. Diseminasi pelatihan akan mempersempit jurang perbedaan kemampuan guru.
”
Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga Bandung Barat, Hj. Agustina Piryanti. Situs Pemkab: www.bandungbaratkab.go.id 22 Februari 2016
“
PKB mampu mencetak tenaga pengajar yang andal dalam mencetak siswa-siswi berkualitas. Sejalan dengan visi Tangsel mendatang, yakni sumber daya yang mampu berdaya saing, handal, berkualitas dan berbasis teknologi, saya berharap USAID PRIORITAS dapat meningkatkan mutu tenaga pendidik, sehingga mampu menghasilkan siswa-siswi berkualitas.
”
Staf Ahli Walikota Bidang Kemasyarakatan dan SDM Kota Tangerang, Banten, Ida Lidi. Sisus berita: www.tangerangonline.id. 25 April 2016.
“
Sudah dialokasikan dana sebanyak Rp1,094 miliar yang bersumber pada dana APBD tahun 2013/1014 lewat Program Pendidikan Gratis untuk menyebarkan pelatihan model USAID ke semua pendidik. Setelah kami melakukan penyebarluasan program USAID PRIORITAS, terjadi trend peningkatan mutu pembelajaran di Maros. Anak-anak menjadi lebih berani, aktif dan percaya diri.
”
Sekda Pemkab Maros, Sulawesi Selatan, Baharuddin. Kantor Berita Antara. 7 Oktober 2015
“
Sidoarjo mewajibkan setiap guru menyisihkan dana sertifikasi sebesar 5 persen untuk pengembangan diri melalui pelatihan, kelompok kerja guru, seminar, dan masih banyak lagi. Apalagi Bupati Sidoarjo sudah mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2013 tentang Pembinaan dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Pada 2015, dana dari penyisihan tunjangan guru yang digunakan pelatihan mandiri lebih dari Rp 4 miliar, termasuk implementasi cara mengajar dari konvensional menjadi pembelajaran aktif.
”
Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo, Jawa Timur, Mustain B. Kantor Berita Antara. 29 Oktober 2015
“
Purbalingga terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam berbagai jenjang. Salah satu upayanya, diawali dengan peningkatan kualitas pendidikan guru. Itulah kenapa, guru harus memberdayakan tunjangan yang diterima untuk pengembangan keprofesian.
”
Pj Bupati Purbalingga, Jawa Tengah, Budi Wibowo. Harian Suara Merdeka. 22 Agustus 2015.
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN (PKB)
Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
Perbanyak Fasilitator dan Bentuk Sekolah Unggulan Data dan Kebijakan Kabupaten Bandung Barat memiliki 16 kecamatan yang tersebar di wilayah perkotaan sampai daerah pedesaan. Untuk mewujudkan masyarakat yang maju dan mampu bersaing di tingkat nasional, Kabupaten Bandung Barat memiliki visi, yaitu ”Bersama membangun masyarakat yang cerdas rasional maju agamis dan sehat berbasis pada pengembangan dan pemberdayaan potensi wilayah.”
Para peserta pelatihan untuk pelatih untuk SD/MI sedang bersimulasi praktik IPA. Kabupaten Bandung Barat memperbanyak fasilitator pelatih dan pendamping pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Para fasilitator tersebut terdiri dari guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah yang selama ini berhasil menerapkan dan mendukung implementasi pembelajaran aktif di kelas.
54
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Wakil Bupati Bandung Barat, Bapak H.Yayat T. Soemitra, mengemukakan bahwa untuk mencapai visi Bandung Barat Cermat dibutuhkan peran serta semua pihak, termasuk pihak eksternal yang memiliki perhatian besar terhadap kemajuan pembangunan di Kabupaten Bandung Barat. Untuk mewujudkan visi Kabupaten Bandung Barat, Disdikpora selaku leading sector dalam upaya membangun sumber daya manusia melalui pendidikan memfokuskan
upaya pencapaian visi tersebut, melalui visi dari pendidikan di Kabupaten Bandung Barat, yaitu “Mewujudkan masyarakat Kabupaten Bandung Barat yang cerdas melalui pendidikan yang berkualitas dan terjangkau.” Berbagai upaya yang dilakukan dalam mewujudkan visi dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah raga kabupaten, salah satunya adalah menguatkan kerjasama antar lembaga di internal kabupaten seperti halnya mensinergikannya dengan Kemenag dan juga berbagai lembaga terkait pendidikan secara langsung ataupun tidak langsung. Kepala Disdikpora Kabupaten Bandung Barat, Ibu Hj. Agustina Piryanti, mengungkapkan bahwa langkah yang dilakukan untuk mencapai core visi Disdikpora, melalui berbagai upaya, baik menggali potensi internal, maupun potensi eksternal. Terkait dengan penggalian potensi eksternal ini, di antaranya bekerja sama dengan USAID PRIORITAS untuk melakukan akselerasi kualitas pendidikan. Berbagai treatment dari USAID PRIORITAS dimanfaatkan terus oleh Disdikpora untuk menjadi bagian yang berkontribusi terhadap akselerasi kulitas pendidikan.
Saat ini Kabupaten Bandung Barat memiliki kerjasama yang sangat erat dan konstruktif dengan USAID PRIORITAS. Ada berbagai capaian yang telah dilakukan secara makro pada tingkat kebijakan di kabupaten dalam upaya pemerataan dan penataan guru Pemerataan dan Penataan Guru (PPG) telah melahirkan produk-produk kebijakan seperti: 1) Perbup Kabupaten Bandung Barat No. 38 Tahun 2015 tentang PPG, 2) Perbup Kabupaten Bandung Barat No. 39 Tahun 2015 tentang Pedoman Teknis Penggabungan SD Negeri 3) Perbup Kabupaten Bandung Barat No. 20 Tahun 2015 tentang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Kepala Sekolah Rumusan Kebijakan PKB di Kabupaten Bandung Barat Rumusan kebijakan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) di Kabupaten Bandung Barat didasarkan pada luasnya wilayah dan besarnya sasaran yang harus di sentuh. Pada pendidikan dasar di kabupaten memiliki 704 SD, 196 MI
dan 152 SMP serta 127 MTs. Ada 8.432 guru SD, 1.951 guru MI dan 2645 guru SMP serta 2.040 orang guru MTs. Banyaknya sekolah dan guru yang harus mendapatkan program peningkatan mutu menjadi dasar dari bagaimana kebijakan PKB dilakukan. Sekretaris Disdikpora Kabupaten Bandung Barat, Bapak H. Imam Santoso, memaparkan bahwa kebijakan yang diterapkan pada Disdikpora memanfaatkan berbagai temuan dan data dari USAID PRIORITAS. Upaya pemanfaatan data ini di antaranya terkait dengan penyebaran guru jenjang pendidikan SD dan SMP. Dengan demikian, penyebaran guru pada kedua jenjang tersebut akan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ada beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Kabupaten Bandung Barat dalam PKB di antaranya lihat bagan diatas. 1) Menambah Fasda Penambahan fasilitator daerah (fasda) didasarkan oleh banyaknya sasaran guru yang harus mendapatkan dampak dari pelatihan dan pendampingan, sedangkan ketersediaan fasda yang telah dibentuk oleh USAID PRIORITAS (15 fasda SD/MI, 15 fasda SMP/MTs
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
55
TOT TINGKAT KABUPATEN (PENAMBAHAN FASDA BARU)
KEBIJAKAN PKB
PEMBENTUKAN GUGUS MODEL
DISEMINASI PADA TINGKAT GUGUS
Bagan berbagai kebijakan PKB di Kabupaten Bandung Barat.
dan tujuh fasda buka bacaan berjenjang) dirasakan sangat kurang untuk memberikan pelayanan pada 8.432 guru SD, 1.951 guru MI dan 2645 guru SMP serta 2.040 guru MTs yang tersebar pada 16 kecamatan. Kebijakan penambahan
56
fasda ini dilakukan mulai tahun 2015-2016, dengan tujuan semakin banyaknya fasilitator daerah semakin banyak peluang untuk mendorong secara masif peningkatan kualitas pendidikan di Bandung Barat.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
2) Diseminasi tingkat Gugus Diseminasi pada tingkat gugus menjadi salah satu kebijakan PKB di Kabupaten Bandung Barat, yaitu dengan secara masif mendorong pengurus-pengurus gugus untuk mengadopsi dan melaksanakan
pelatihan dan pendampingan dari program USAID PRIORITAS, di luar gugus mitra USAID PRIORITAS.
Kegiatan TOT pada Tahun 2015 No
TANGGAL
JUDUL KEGIATAN
PESERTA
1
22-23 Oktober 2015
DISEMINASI TOT MINAT BACA SD/MI
175 Guru SD dan MI
2
22-23 oktober 2015
DISEMINASI TOT MINAT BACA SMP/MTs
125 Guru SMP dan MTs
3
25-26 Oktober 2015
DISEMINASI TOT PAKEM SD/MI
250 Guru SD dan MI
4
25-26 Oktober 2015
DISEMINASI TOT CTL SMP/MTs
200 Guru SMP dan MTs
5
9-10 november 2015
DISEMINASI TOT MBS SD/MI
6
9-10 november 2015
DISEMINASI TOT MBS SMP/MTs
3) Pembentukan Gugus Model Tujuan dari pembentukan gugus model, khususnya pada tingkat SD ditujukan agar, dalam setiap kecamatan di Kabupaten Bandung Barat memiliki minimal satu gugus yang sudah dapat dijadikan model bagi gugus-gugus di lingkungan kecamatan tersebut. Sehingga terdapat kurang lebih 16 gugus SD model di Kabupaten Bandung Barat. Implementasi Kebijakan Penambahan Fasda Implementasi penambahan fasda baru di Kabupaten Bandung Barat bersumber dari dana APBD. Peranan USAID PRIORITAS dalam membantu merealisasikan penambahan fasda baru adalah dalam hal bantuan dari tim fasilitatornya serta membantu mengkordinasikan antara Disdikpora dan juga Kemenag. Penambahan fasda baru difokuskan pada penambahan fasda SD dan SMP. Disdikpora selaku pelaksana dalam penambahan fasda baru di Kabupaten Bandung Barat mengakomodir juga madrasah yang berada di wilayah Kemenag, artinya bahwa peserta dari TOT pelatihan tingkat
130 Kepala SD dan MI 120 Kepala SMP dan MTs
Kegiatan TOT pada Tahun 2016 N No
TANGGAL
JUDUL KEGIATAN
PESERTA
1
23-24 Oktober 2016
DISEMINASI TOT MINAT BACA SMP/MTs Lanjutan
205 orang
2
20-22 September 2016
DISEMINASI TOT PAKEM SD/MI Lanjutan
122 orang
3
20-21 Oktober 2016
DISEMINASI TOT CTL SMP/MTs Lanjutan
260 orang
4
22-23 September 2016
DISEMINASI TOT MBS SD/MI Lanjutan
205 orang
5
30-31 Oktober 2016
DISEMINASI TOT MBS SMP/MTs Lanjutan
205 orang
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
57
kabupaten tersebut mengikutsertakan dari MI dan MTs. Pada tahun 2015 kurang lebih ada enam pelatihan yang bentuknya TOT, seperti halnya TOT minat baca. Tujuannya selain membentuk fasda baru di Kabupaten Bandung Barat, juga diarahkan mereka sebagai duta baca di setiap gugusnya. Pembentukan duta baca tersebut bukan hanya di SD dan MI saja, tetapi pada SMP dan MTs juga. Fasda-fasda tersebut dijadikan fasilitator tersebar pada setiap gugus di Kabupaten Bandung Barat, sehingga gugus di kabupaten dalam melakukan pelatihan dan pendampingan secara mandiri dapat terbantu dengan hadirnya fasda-fasda tambahan. Dana yang dikeluarkan dalam penambahan fasda ini 100% dari APBD termasuk biaya fasilitator dari USAID PRIORITAS dibiaya oleh APBD. Total biaya yang dikeluarkan dari APBD Kabupaten Bandung Barat sebesar kurang lebih Rp.710.000.000. Yang sangat menarik adalah peserta TOT bukan hanya dari lingkungan Disdikpora Kabupaten Bandung Barat saja, tetapi madrasah yang berada di lingkungan Kemenag. Artinya bahwa kurang lebih 20-25% peserta pelatihan adalah dari MI dan MTs.
58
Pada tahun 2016, TOT diseminasi lanjutan, fasda yang dilatih Modul 1 dan 2 pada tahun 2015 - 2016 dilatih kembali Modul 3, sehingga fasda-fasda baru tersebut sepenuhnya mendapatkan paket modul dari USAID PRIORITAS. Pendekatan yang dilakukan juga sama mengadopsi dari pelatihan yang dilakukan oleh USAID PRIORITAS, artinya di samping pemahaman tentang konsep, menganalisa sampai mempersiapkan pembelajaran dan praktik mengajar secara langsung. Dana APBD yang digunakan khusus untuk TOT sebesar kurang lebih Rp.900.000.000 untuk semua TOT dalam berbagai kegiatan. Implementasi Kebijakan Diseminasi Tingkat Gugus Setelah dilaksanakannya TOT tingkat kabupaten, maka langkah selanjutnya dilakukan pelatihan-pelatihan tingkat gugus. Pada tingkat SMP/MTs sudah dilakukan di beberapa gugus, di antaranya gugus Parongpong, gugus Batujajar dan diintegrasikan dengan hibah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang melatih beberapa guru pada MGMP IPA, MGMP IPS, MGMP Matematika, MGMP Bahasa inggris dan MGMP Bahasa Indonesia.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Pada tingkat SD/MI sudah dilakukan di beberapa gugus, diantaranya, gugus Cipatat, gugus Gununghalu, gugus Sindangkerta, gugus Cililin gugus Cipeunduey dan gugus Cihampelas. Penyebarluasan program USAID PRIORITAS juga dilakukan dengan program diseminasi pada gugus sekolah dengan melibatkan para pengurus Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Kelompok Kerja Madrasah (KKM) untuk SD/MI dan KKM serta MGMP untuk SMP/MTs. Kegiatan ini dilakukan dengan melatih 225 perwakilan pengurus KKG /KKM, 125 pengurus MGMP untuk pengembangan program pembelajaran dan budaya baca di sekolah, serta 125 Kepala SD dan 75 Kepala SMP untuk pengembangan program MBS, yang dilaksanakan pada Oktober 2015. Program ini dilaksanakan agar penyebarluasan program USAID PRIORITAS diteruskan oleh para pengurus gugus dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) di sekolah yang ada di wilayah gugusnya. Diseminasi juga dilakukan terhadap gugus SD/MI yang mengajukan permohonan pelaksanaan pelatihan dengan fasilitator dari USAID PRIORITAS.
Implementasi Pembentukan Gugus Unggulan Pada tahun 2016, jajaran stakeholder pendidikan Kabupaten Bandung Barat mengembangkan program USAID PRIORITAS ini dengan pembentukan gugus model atau gugus unggulan dengan prioritas 18 gugus sekolah dasar dan enam MI serta MGMP SMP yang dibiayai dana APBD. Pelatihan yang diberikan pada gugus ungggulan ini mencapai 122 SD dan 18 MI.
PELATIHAN UNTUK KEPALA SEKOLAH TENTANG MBS
PELATIHAN B3 (BUKU BACAAN BERJENJANG) GURU KELAS AWAL
GUGUS MODEL
PELATIHAN TENTANG PAKEM UNTUK GURU
PELATIHAN PENGAWAS BINA UNTUK PENDAMPINGAN DAN MEMANTAU KEMAJUAN SEKOLAH-SEKOLAH DI GUGUS MODEL
Bagan treatment yang dilakukan.
Berdasarkan bagan di samping bahwa beberapa treatment yang dilakukan pada gugus-gugus model atau unggulan di Kabupaten Bandung Barat, yaitu dengan melatih semua kepala sekolah di gugus tersebut, melatih guru untuk PAKEM dan buku bacaan berjenjang, serta yang penting juga melatih seluruh pengawas bina gugus tersebut sehingga berbagai aspek nilai keunggulan dari sekolah yang berada pada gugus tersebut dapat cepat meningkat. Gugus ini dilatih secara utuh untuk perwakilan guru dari tiap sekolah yang mendapatkan pelatihan pembelajaran dan kepala sekolahnya mendapatkan pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) juga pengawasnya mendapatkan pelatihan untuk pendampingan sekolah dalam pembelajaran, budaya baca, dan MBS.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
59
Setelah menerima materi pelatihan, dihari terakhir para peserta mempraktikkan hasil pelatihan di kelas.Tampak salah seorang calon fasilitatorsedang praktik mengajar dengan memfasilitasi kegiatan percobaan IPA untuk siswa kelas V SD.
Pembentukan gugus unggulan ini diharapkan di setiap kecamatan memiliki barometer sekolah yang utuh dalam satu gugus sebagai model pelaksanaan praktik yang baik dalam pembelajaran, MBS, dan monitoring dan evaluasi oleh pengawas bina. Sehingga pada setiap kecamatan di Kabupaten Bandung Barat memiliki minimal satu gugus model yang akan bertugas menyebarluaskan kembali kepada gugus-gugus lainnya.
60
Kendala dan Solusi dalam Implementasi Kebijakan Penyebarluasan praktik yang baik dalam pembelajaran dan MBS ini tidak bisa dilaksanakan secara sekaligus dan serempak untuk seluruh wilayah Kabupaten Bandung Barat, karena keterbatasan anggaran dan kesempatan. Sebagai solusinya, kabupaten melaksanakan penyebarluasan program ini secara bertahap dalam setiap tahun dan
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
diharapkan pada tahun 2017 semua SD/MI dan SMP/MTS dapat melaksanakan praktik yang baik dalam pembelajaran, MBS dan budaya baca ini. Dampak Kebijakan PKB di Kabupaten Bandung Barat Dampak dari Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan yang dilaksanakan di kabupaten ini, dari
tahun 2015 sampai sekarang banyak kemajuan yang dilaksanakan para guru di sekolah berupa praktik yang baik dalam pembelajaran dan MBS yang terus mengalami peningkatan dan juga budaya baca. Peningkatan ini berupa peningkatan mutu pembelajaran berupa praktik yang baik dalam pembelajaran yang dilakukan guru di kelas dengan penyediaan berbagai kegiatan pembelajaran yang
disesuaikan dengan tuntutan kurikulum yang berlaku. Di Kabupaten Bandung Barat bermunculan sekolah unggulan dalam pembelajaran. Beberapa sekolah mitra USAID PRIORITAS berhasil meraih prestasi di tingkat provinsi dan nasional dalam lomba budaya mutu SD. Setelah SDN 2 Rajamandala kulon menjadi juara
ketiga tingkat nasional pada kategori whole school tahun 2015, kemudian pada tahun 2016 dilanjutkan oleh sekolah-sekolah yang berada pada gugus model, seperti SD Karangmulya dan SD Kartika yang meraih juara budaya mutu tingkat Provinsi Jawa Barat dan masuk ke tingkat nasional.
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bandung Barat Jl. Padalarang - Cisarua km 2 Ds.Mekarsari Kec.Ngamprah Komplek Pemerintahan Kabupaten Bandung Barat Kontak Person: Drs Juhro MPd (Kabid SD) Drs Dadang Sapardan MPd (Kabid SMP)
Wakil Bupati Bandung Barat, Bapak Yayat Soemitra, (berbaju biru) meninjau dampak dari salah satu sekolah gugus model program budaya baca di SD Kartika parongpong.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
61
Mts Maarif NU Panican, Purbalingga, menentukan gradien dengan bambu, kardus, kelereng. Dampak para guru diwajibkan mengikuti pelatihan, pembelajaran aktif menjadi lebih sering diterapkan di sekolah dan madrasah.
profesional di bawah rata-rata tersebar di 18 kecamatan Kabupaten Purbalingga.
Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah
Wajibkan Guru Ikuti Pelatihan Sekali dalam Setahun Data dan Kebijakan Hasil analisis Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 1.575 guru yang di uji, sejumlah 1.243 orang guru kelas (70,27%) masih memiliki nilai kompetensi pedagogik dan profesional rendah. Pada mapel Bahasa Indonesia jenjang SMP, hal tersebut terulang kembali.Yaitu, 61,06% dari jumlah guru yang di uji
62
memiliki nilai kompetensi pedagogik dan profesional yang rendah pula. Hasil UKG kemudian ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan dengan melakukan pemetaan jumlah persebaran guru di setiap kecamatan yang memiliki nilai rendah. Hasil pemetaan menyebutkan bahwa persebaran guru di sekolah yang memiliki nilai kompetensi pedagogik dan
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Geografis Purbalingga yang terdiri dari lembah dan pegunungan dengan medan yang terjal menyulitkan untuk melakukan pemusatan pada satu daerah untuk pelatihan. Berkaitan dengan itu, Dinas Pendidikan melakukan pelatihan dan pengembangan kompetensi guru dengan fokus pada tiap gugus. Pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi guru pada setiap gugus juga didasari bahwa dengan pendekatan gugus akan mampu menjangkau semua guru mendapatkan pelayanan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang murah dan berkualitas baik itu melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) maupun Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). KKG/MGMP merupakan wadah di lingkungan yang paling dekat dengan guru untuk berbagi pengalaman keberhasilan atau menyelesaikan
masalah yang ditemui dalam pembelajaran. Para guru bisa saling belajar dari pengalaman sesama guru. Dengan jumlah guru 3.238 orang guru, rata-rata dalam setiap tahun dinas pendidikan hanya mampu melatih 400-600 orang guru dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bila dihitung, seorang guru di Purbalingga baru bisa mengikuti satu kali pelatihan setelah menunggu lima tahun. Kondisi ini tidak sesuai dengan semangat Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang menuntut guru untuk mengumpulkan angka kredit termasuk di dalamnya komponen pengembangan diri melalui kegiatan pelatihan. Apabila guru tidak pernah mengikuti kegiatan pengembangan diri maka akan terhambat kenaikkan pangkatnya. Mangantisipasi hal tersebut, Dinas Pendidikan dengan persetujuan dari Bupati mendorong seorang guru di Purbalingga sekurang-kurangnya melakukan pelatihan sekali dalam satu tahun. Dinas Pendidikan juga telah menghitung harga satuan pelatihan dan memberikan tiga pola, yaitu pola A, B, dan C. Pola
pelatihan diberikan dengan melibatkan USAID PRIORITAS. Pola pertama yaitu Pola A. Pola A yang dimaksud adalah guru dan kepala sekolah mitra USAID PRIORITAS akan dilatih materi oleh USAID PRIORITAS dan semua pembiayaan ditanggung oleh USAID PRIORITAS. Pola ini dilakukan dan telah sesuai dengan target selesai pada bulan Oktober 2015. Pola B dilaksanakan melibatkan USAID PRIORITAS, sekolah, dan dinas pendidikan. Kegiatan diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan. Materi yang dilatihkan berupa Modul 1 dan 2. Pembiayaan ditanggung bersama antara Dinas Pendidikan, USAID PRIORITAS dan sekolah. Sasaran dari pola ini adalah SD dan SMP. Pola yang ketiga yaitu pola C. Penyelenggara kegiatan dari MKKS SMP untuk SMP dan K3 UPT Dinas Pendidikan Kecamatan untuk SD. Peserta pelatihan dari unsur guru, kepala sekolah, dan komite sekolah selain peserta pola kerja sama (A) dan (B). Materi yang dilatihkan yaitu Modul 1 dan 2 (4 hari) Pembiayaan ditanggung bersama sekolah dan USAID PRIORITAS. Dalam pola ini penyelenggara dibebaskan untuk mengatur
berbagai hal yang dibutuhkan dalam pelatihan. Namun, menggunakan fasilitator dari USAID PRIORITAS. Dukungan Implementasi Untuk mendukung implementasi pola pelatihan yang telah dilakukan, Dinas Pendidikan melakukan serangkaian langkah di antaranya menyusun peraturan bupati (Perbup) tentang PKB. Hasil dari penyusunan Perbup tersebut, Bupati mengeluarkan Peraturan Bupati nomor 2 tahun 2016, tentang Pembinaan dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Dalam ayat (5) pasal 10 bab IV Perbup PKB disebutkan bahwa guru diwajibkan untuk mengelola dana tunjangan profesi untuk PKB. Sekolah atau satuan pendidikan juga diwajibkan untuk melakukan perencanaan kebutuhan pembinaan dan PKB pendidik dan tenaga kependidikan berdasarkan evaluasi diri guru dan penilaian kinerja guru (ayat 1 pasal 21). Selain itu, satuan pendidikan diperbolehkan untuk menggunakan sumber dana lain yang sah sesuai perundang-undangan. Dinas pendidikan juga telah membuat Peraturan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga tentang
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
63
Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan Kegiatan Ilmiah di Kabupaten Purbalingga. POS ini memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan ilmiah dan mengatur regulasinya. POS ini sangat berkaitan erat dengan penyelenggaran pelatihan dan pengembangan diri guru. Dukungan lain berupa pendanaan dari APBD sebesar Rp.140 juta pada tahun 2015 dan Rp.140 juta pada tahun 2016. Anggaran ini diwujudkan dalam pelatihan dengan menggunakan pola B. Sasaran dari dana ini adalah 25 SMP dan 60 SD setiap tahun. Ketersediaan fasilitator daerah berjumlah 33 orang yang terdiri dari fasilitator Pembelajaran SD 13 orang, SMP 10 orang, fasilitator Manajemen Berbasis Sekolah SD 5 orang dan SMP 5 orang yang memiliki komitmen dan kemampuan dalam pengembangan ini juga sangat menentukan keberhasilan implementasi guru pembelajar ini. Sejumlah 33 fasilitator yang telah terlatih melayani 18 kecamatan secara bergiliran dan terus menerus. Sekolah-sekolah tempat tugas fasilitator juga menunjukkan perubahan yang signifikan. Hal itu dibuktikan dengan semakin meningkatnya nilai hasil ujian nasional siswa dan hasil UKG guru-guru di sekolah mereka.
64
Perubahan yang mereka lakukan memberikan dukungan moril dan kepercayaan bagi seluruh sekolah di Purbalingga untuk ikut diseminasi. Sosialisasi dan monitoring yang intensif dari Kepala Dinas Pendidikan, yang selalu mendorong dan hadir dalam diseminasi juga, menguatkan implementasi program. Kepala Dinas juga membuat surat kepada UPT Dinas Pendidikan di kecamatan untuk terus mendorong secara intensif diseminasi praktik yang baik dalam rangka PKB. “PKB merupakan unsur yang sangat penting dalam pengembangan profesi guru. Dengan pelatihan dari USAID PRIORITAS dan lembaga lain, akan membuat kita selalu berinovasi dan kreatif. Program ini harus dilaksanakan dan didorong di setiap gugus di kecamatan. Seorang guru minimal harus mengikuti pelatihan pengembangan diri sekali dalam setahun,” ungkap Kepala Dinas Pendidikan Purbalingga, Bapak Tri Gunawan Setiadi SH MHum. Pada tahun 2016, penyelenggara pelatihan juga memberikan transport sebesar Rp. 25.000 kepada peserta pelatihan diseminasi. Hal ini mendorong gugus mengajukan diri untuk masuk dalam pola pelatihan.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Dinas Pendidikan juga mengeluarkan Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan pada Oktober 2015 yang ditujukan seluruh kepala SMP dan kepala UPT di 18 kecamatan. Isi dari surat edaran tersebut agar melakukan diseminasi praktik yang baik dalam rangka PKB dan menggunakan pola (A), (B), atau (C). Kendala dan Solusi Implementasi Program Impelementasi program guru pembelajar di Kabupaten Purbalingga juga mengalami beberapa kendala di antaranya: 1. Terbatasnya jumlah fasilitator yang memandu pelatihan. Jumlah fasilitator ini menjadi kendala karena pelaksanaan kegiatan yang
Para guru sedang melakukan kunjung karya pada sebuah pelatihan untuk guru yang dilaksanakan di tingkat KKG.
milik sekolah secara bergantian. Hal tersebut ternyata efektif untuk menekan biaya pelatihan. Dinas dan tim juga terus melakukan pendekatan dan kedinasan kepada pihak-pihak yang masih enggan melakukan diseminasi. Hal tersebut dilakukan dengan menunjukkan keberhasilan yang dicapai oleh pihak-pihak yang telah dilatih. Dampak Implementasi Kebijakan
relatif bersamaan. Jumlah ini berpengaruh pada kecepatan penuntasan diseminasi di seluruh kecamatan. 2. Pola C dengan menggunakan fasilitator USAID PRIORITAS dan biaya keperluan pelatihan ditanggung oleh penyelanggara terkadang mengalami keterbatasan dana dari masingmasing sekolah ataupun guru. 3. Ada dua UPT yang belum mendukung program sehingga pelaksanaan di dua kecamatan menjadi kurang maksimal. Alasan lebih detil terkait dengan politis. Untuk mengatasi terbatasnya jumlah fasilitator, Dinas Pendidikan melakukan pemetaan jumlah fasilitator, lalu mengatur jadwal
diseminasi secara terperinci. Dinas juga mengatur dengan memanfaatkan waktu yang tidak efektif dalam program selama satu semester untuk terus melakukan pelatihan dan pengembangan. Keterbatasan dana menggunakan pola C yang dikelola oleh satuan pendidikan juga dapat diselesaikan dengan menekan kebutuhan pelatihan. Dari penghitungan standar biaya pelatihan yang dihitung oleh dinas dengan biaya Rp. 692,215 dalam empat hari pelatihan, sekolah bisa menekan biaya sampai 50%. Hal tersebut dilakukan dengan mengurangi beberapa menu konsumsi, ATK, transportasi peserta, dan tempat pelatihan di sekolah sehingga tidak perlu sewa serta menggunakan
Setelah dilakukan pelatihan dan upaya terus menerus yang digerakkan oleh Dinas Pendidikan, pada tahun 2015 pelatihan Modul 1 dan 2 USAID PRIORITAS telah dilatihkan kepada 90% sekolah di Purbalingga jenjang SD dan SMP. Jumlah tepatnya, yaitu 4.947 orang. Pada tahun 2016, Dinas Pendidikan menargetkan Modul 3 USAID PRIORITAS juga tuntas dilatihkan. Berkat komitmen yang kuat dari semua pihak, kualitas guru di Purbalingga meningkat dengan cukup menggembirakan. Berdasarkan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) pada tahun 2015 secara nasional, Jawa Tengah menempati urutan terbaik kedua setelah Yogyakarta dengan skor 59 di mana skor standar kompetensi minimum 55. Nilai
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
65
rerata skor UKG Purbalingga mencapai 61, sehingga melampaui skor standar kompetensi minimal. Kepala Bidang Tenaga Pendidik Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga, Bapak Drs Ashari, MPd, mengatakan bahwa rerata nilai UKG untuk guru taman kanak-kanak sebesar 60, untuk SD sebesar 59, SMP sebesar 65, SMA sebesar 67, SMK sebesar 60, dan SLB sebesar 56. “Hasil yang menggembirakan adalah nilai UKG SMP Purbalingga menempati peringkat pertama seJawa Tengah,” ungkap Bapak Ashari dengan tegas menyetujui semangat Kepala Dinas yang selalu mengawal diseminasi praktik yang baik. Berkat dukungan dari Dinas Pendidikan dan juga pembuktian prestasi sekolah-sekolah mitra dampingan. Sekolah di Purbalingga semakin berani menggunakan pendekatan yang dikembangkan oleh USAID PRIORITAS di kelas enam. Fenomena di SD/MI, guru kelas enam takut menggunakan metode karena terkait dengan Ujian Nasional. Mereka belum terlalu percaya diri melakukannya. Fenomena tersebut segera berubah setelah melihat dan mendengar keberanian seorang guru kelas enam dari MI NU 2 Tangkisan yang
66
menerapkan pembelajaran dengan model USAID PRIORITAS di kelasnya. Keberanian itu ternyata berdampak signifikan pada nilai ujian nasionalnya. Akhirnya madrasah yang awalnya biasa-biasa saja di tingkat bawah menjadi sekolah yang perolehan Nilai Ujian Nasionalnya terbaik se-kecamatan pada level madrasah dan terbaik ketiga tingkat SD/MI di kabupaten. Guru kelas VI tersebut juga sukses menjadi guru berprestasi tingkat nasional pada kompetisi guru berprestasi Kementerian Agama pada September 2016. Secara umum, nilai Ujian Nasional (UN) di Purbalingga juga mengalami peningkatan khususnya pada jenjang SMP/MTs. Untuk jenjang SMP/MTs pada tahun ajaran 2014/2015 ratarata 4 Mapel UN 55,93 menjadi 57,85 pada tahun 2015/2016. Data tersebut menunjukkan ada peningkatan sebesar 1,92 poin. Nilai UN ini juga menunjukkan betapa guruguru telah mampu menerapkan perubahan dalam pembelajaran yang lebih baik. Bapak Rahmad Ainul Yakin SPd, Guru kelas lima di SDN Kemangkon mengaku bahwa selama setahun ini dia telah mengikuti dua kali pelatihan.Yang pertama adalah Modul 1 dan 2, dan yang terakhir,
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
pada bulan Juni 2016 lalu, adalah pelatihan Modul 3. Dia merasa banyak terbantu. Ilmu yang dia peroleh ternyata sangat bermanfaat dalam PLPG yang dia ikuti pada September 2016. “Saya dan teman-teman merasa tidak kaget lagi dengan materimateri PLPG. Karena materi sebagian besar sudah kami terima dari pelatihan. Selain itu, kami telah membuat perangkat pembelajaran yang sesuai dengan berbagai kurikulum. Tinggal menyesuaikan dengan format di PLPG. Puji Tuhan saya lulus,” ungkapnya dengan syukur. Pendekatan gugus ternyata juga menguatkan peran KKG dan MGMP yang selama ini kurang aktif. Setelah mendapatkan perhatian dari Dinas, baik melalui UPT Dinas Pendidikan di kecamatan, maupun sering didatangi oleh Kepala Dinas Pendidikan, maupun Kepala Bidang, dalam pelatihan, menyebabkan KKG dan MGMP menjadi hidup kembali. “Awalnya beberapa KKG di kecamatan kurang hidup. Programnya juga tidak jelas. Namun dengan sering didatangi pejabat serta mendapatkan pola pelatihan dan penguatan dalam pelatihan salah satunya dengan model lesson study USAID PRIORITAS, akhirnya kami jadi tahu bagaimana yang seharusnya
kami lakukan dalam KKG. Temanteman juga menjadi lebih bersemangat,” ungkap Ibu Ani Fadhilah SPd, guru SDN 1 Pengadegan usai memfasilitasi KKG dengan lesson study. “Setelah kegiatan diseminasi, sekolah lebih transparan dalam pengelolaan segala aspek terutama tentang penyusunan RKAS. Kepala Sekolah, guru, dan komite bersama-sama memajukan sekolah,” kata Bapak Ismail, Komite SDN 2 Kembaran
Wetan, Kaligondang. “Guru kami sering mengajar dengan kegiatan praktik. Kemarin kami melakukan percobaan penyaringan air di sebelah sungai di depan sekolah. Dalam pelajaran, saya juga merasa lebih jelas mengerjakan soal-soal matematika terutama tentang FPB dan KPK setelah diberi penjelasan dengan praktik,” kata Nadia, siswa Kelas VA, SDN 1 Losari.
Fasilitator USAID PRIORITAS, Bapak Agus Tri Rusianto, mendampingi guru-guru matematika saat diseminasi pelatihan di MI Muhammadiyah Purbalingga.
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga JL. S. Parman No. 345, Purbalingga, Jawa Tengah, Telp: (0281) 891616 Kontak Person: Drs Ashari MPd (Kabid Ketenagaan)
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
67
Para guru di Sidoarjo menyisihkan 5% dana TPP yang diterimanya untuk kegiatan peningkatan profesionalismenya.
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur
Peningkatan Kualitas Guru Secara Mandiri Implementasi Peraturan Bupati Sidoarjo melalui Penyisihan Tunjangan Profesi Kebijakan Pemkab Sidoarjo Sebagai upaya untuk mendorong peningkatan kualitas guru secara mandiri, terutama setelah guru menerima tunjangan sertifikasi, Kabupaten Sidoarjo mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) No. 38 Tahun 2013 tentang Pembinaan dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Pendidik dan Tenaga kependidikan. Di dalam Perbup tersebut disebutkan bahwa pendidik yang telah menerima
68
tunjangan sertifikasi wajib menyisihkan secara mandiri dana minimal 5% untuk PKB (Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan). Pada Perbup tersebut, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo setiap tahun juga mengalokasikan anggaran yang bersumber dari APBD untuk Peningkatan Profesionalisme Guru secara berkelanjutan. Selain Perbup No. 38/2013, Perbup sebelumnya yang mendukung peningkatan kualitas guru adalah
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Perbup No. 43 tahun 2012 tentang pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Menurut Bapak Drs Mustain MPdI Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo, munculnya Perbup tersebut melihat kondisi guru sekarang saat menerima Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) lebih mementingkan hal-hal yang bersifat komersial dan konsumtif ketimbang pengembangan diri. Padahal guru
profesional dituntut untuk selalu memperbaharui kemampuan dan keilmuannya. “Untuk itu kami menerbitkan Perbup tersebut dengan harapan sebagai pengingat bahwa dana tersebut juga harus digunakan untuk pengembangan kapasitas diri,” terangnya. Pelaksanaan Perbup No. 38/2013 Dalam pelaksanaannya, dijelaskan oleh Bapak Mustain, ada tiga tahap yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Sidoarjo, yakni: 1. Dinas Pendidikan mengidentifikasi kebutuhan guru berdasarkan, melalui: – EDG (Evaluasi Diri Guru) tingkat sekolah dan pengembangan diri guru – Assesor, Kepala Sekolah dan Ketua KKG menyusun program berdasarkan hasil analisa kebutuhan guru – Analisis kebutuhan pelatihan berdasarkan hasil UKG (Uji Kompetensi Guru) 2. Dinas Pendidikan meminta kepada setiap KKG/MGMP/MKKS untuk membuat proposal yang
ditujukan ke Kepala Dinas Pendidikan untuk melaksanakan program PKB di gugus 3. Proposal yang diajukan disetujui oleh Kepala Dinas Pendidikan dan bersama-sama dengan USAID PRIORITAS melaksanakan pelatihan dengan materi dari modul USAID PRIORITAS (untuk SD dan SMP) Kegiatan pelaksanaan implementasi Perbup No 38/2013 di setiap gugus, para guru yang sudah menerima dana sertifikasi mengumpulkan dana sertifikasinya secara kolektif pada koordinatornya melalui KKG/ MGMP/MKKS maksimal 5% disesuaikan dengan besarnya dana sertifikasi yang diterima oleh setiap guru. Dalam kegiatan ini, Dinas Pendidikan Sidoarjo sama sekali tidak campur tangan dalam pengelolaan dana dan seluruh kegiatan sepenuhnya dikelola oleh gugus. Setelah dana terkumpul di masingmasing gugus, kemudian mengajukan proposal kepada Dinas Pendidikan Sidoarjo terkait materi pelatihan yang dibutuhkan. Setelah proposal disetujui untuk dilaksanakan, Dinas Pendidikan Sidoarjo bersama-sama dengan USAID PRIORITAS melaksanakan kegiatan pelatihan di mana fasilitator adalah merupakan fasilitator daerah (fasda) USAID
PRIORITAS dan materi pelatihan khusus untuk jenjang setingkat SD dan SMP secara keseluruhan menggunakan modul yang dikembangkan oleh USAID PRIORITAS. Dampak Perbup No. 38/2013 Dampak di lapangan menurut Ibu Dra Kety Erna Warsiah MPd, kepala SDN Kedungturi Taman Sidoarjo, salah satu sekolah yang melaksanakan diseminasi murni dari TPP guru yang dikumpulkan dalam KKG, kegiatan penyisihan dana sebesar 5% telah dilakukan sejak Perbup keluar yakni tahun 2013 dan memberi manfaat yang besar bagi guru. “Dengan kesadaran sendiri, para guru di lingkungan sekolah menyisihkan dana sebesar 5% per triwulan. Dana tersebut dikumpulkan di Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk kemudian dikelola guna peningkatan kapasitas guru,” terangnya. Kegiatan yang sudah dilakukan menggunakan dana tersebut di sekolahnya di antaranya pelatihan, pembuatan media pembelajaran, pembelian peralatan IT untuk guru masing-masing, dan pembuatan alat
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
69
Kegiatan diseminasi pelatihan untuk guru SMP di Kecamatan Taman Sidoarjo.
peraga untuk siswa. Menurut Ibu Farida SPd, salah seorang guru di SDN Sedatigede 2 Sedati Sidoarjo yang telah melaksanakan Perbup tersebut, menyisihkan dana 5% tidaklah memberatkan guru. Malahan mereka senang 'diingatkan' pemerintah untuk tidak lupa menyisihkan TPP guna peningkatan kualitas mereka masing-masing. Apalagi selama ini dana tersebut tersalurkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang sangat bermanfaat bagi pendidik. “Untuk memetakan kegiatan dan dana tersebut digunakan untuk apa saja, biasanya kami di KKG melakukan rapat dan menentukan jadwal bersama kegiatan apa saja yang dilakukan sekaligus menghitung biaya yang dikeluarkan. Setelah kegiatan selesai dilaksanakan, bendahara KKG akan melaporkan secara langsung penggunaan dana 5%
70
yang sudah dikumpulkan tadi diguna-kan untuk apa saja. Nah, dari sana kita tahu dan transparansi uang kita digunakan untuk pembiayaan apa saja,” terangnya. Berdasarkan data yang sudah dihimpun oleh Tim Monitoring dan Evaluasi (M&E) USAID PRIORITAS, untuk diseminasi dari tahun 20132016, dana yang sudah digunakan oleh guru untuk melaksanakan pelatihan sebanyak Rp 1,3 milyar dimana sebanyak 4.072 guru dari 776 lembaga SD dan SMP di Sidoarjo telah melaksanakan pelatihan dengan menggunakan modul USAID PRIORITAS dan difasilitasi oleh fasda USAID PRIORITAS. Kegiatan diseminasi di Sidoarjo, dari 18 kecamatan di Sidoarjo, hanya dua kecamatan, yakni Prambon dan Waru, yang belum melaksanakan diseminasi. Dinas Pendidikan Sidoarjo juga
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
membentuk fasda lapis dua dan melaksanakan ToT fasda lapis dua yang berjumlah 100 orang guru SMP yang didanai secara mandiri oleh APBD. ToT sudah dilaksanakan mulai Modul 1 dan 2 sejak Agustus 2016 lalu. Sebelum melangkah ke Modul 3, 100 fasda lapis dua tersebut wajib melaksanakan diseminasi mandiri kepada 1000 guru di Kabupaten Sidoarjo yang dimulai pada Oktober 2016. Targetnya pada November 2016 sebanyak 1000 guru sudah mengikuti diseminasi dengan menggunakan dana TPP mereka maupun APBD. Setelah semua selesai, baru akan dilanjutkan dengan ToT Modul 3. Monitoring dan Evaluasi Dinas Pendidikan Sidoarjo menggandeng USAID PRIORITAS dalam rangka menyusun kerangka monitoring dan evaluasi yang akan dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Sidoarjo. Tujuan dari monitoring dan evaluasi dari hasil pelatihan ini yaitu: 1. Untuk melihat implementasi/ dampak pelatihan di tingkat sekolah. 2. Untuk memetakan kebutuhan guru terkait materi pelatihan atau kegiatan lain yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru.
3. Menyusun rencana tindak lanjut dan kebijakan pemerintah daerah Kab Sidoarjo dalam rangka meningkatkan kualitas guru di Sidoarjo. Selain kegiatan diatas, monitoring dan evaluasi dilaksanakan berdasarkan laporan kegiatan kepala sekolah dan UPTD di setiap kecamatan. Banyaknya guru yang sudah dilatih dan siapa saja guru yang harus di evaluasi berdasarkan dari data sertifikat yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Sidoarjo pasca pelatihan.
Alur Pelaksanaan Perbup No. 38/2013
KKG/MGMP/MKKS atau gugus mengumpulkan dana TPP maksimal 5% & mengajukan proposal ke Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan Mengeluarkan Sertifikat Dinas Pendidikan menyetujui proposal
KKG/MGMP/MKKS membuat laporan Dinas Pendidikan menggandeng Fasda USAID PRIORITAS dalam pelatihan
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Kab. Sidoarjo Jl. Pahlawan No.4, Sidoarjo (61213) Telp: 031 8921219 Fax: 031 8940921, 8921219
Kegiatan pelatihan untuk SD dan SMP dengan menggunakan modul USAID PRIORITAS
Kontak Person: Drs Musta'in MPdI (Kepala Dinas Pendidikan)
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
71
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
Jamin Keprofesian Semua Guru, Ratusan Fasilitator Baru Disiapkan Data dan Kebijakan Guru-guru di sekolah mitra USAID PRIORITAS telah memeragakan praktik pembelajaran yang baik. Para guru sekolah mitra telah memiliki kompetensi yang relatif memenuhi prinsip-prinsip profesionalisme sebagai guru. Sayangnya, guru-guru yang sudah relatif kompeten dan profesional itu hanya terkonsentrasi di 24 sekolah/ madrasah mitra USAID PRIORITAS, masih terlalu kecil jumlahnya diban-ding ribuan guru lain di sekolah/ madrasah lain.
Kabupaten Tasikmalaya melatih dan menyiapkan banyak fasilitator pelatih dan pendamping di tingkat kecamatan untuk memastikan program PKB semua guru dapat difaslitasi melalui pelatihan di tingkat KKG/MGMP.
72
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya berkomitmen untuk mendongkrak kompetensi dan profesionalitas guru-guru nonmitra itu dengan memanfaatkan program Pengembangan Keprofesian Bekelanjutan (PKB) guru. Tasikmalaya ingin membumikan kebijakan nasional ihwal PKB, yakni Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 2/2015 tentang RPJMN 2015-2019 terkait Pelaksanaan Pengembangan Profesional Berkesinambungan (PPB) bagi guru dalam jabatan melalui latihan berkala dan merata
dan penguatan KKG/MGMP. Maka, PKB Tahun 2016 merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan peningkatan kualitas pendidikan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya. Diskusi intensif melibatkan pemerintah, pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru mengerucut pada kesepahaman bentuk PKB guna menjamin keprofesian ribuan guru nonmitra USAID, yakni kloning fasilitator daerah (fasda). Tasikmalaya membutuhkan lebih banyak tambahan fasda, di luar 30 orang fasda binaan USAID PRIORITAS, untuk melatih guru-guru secara berbasis kecamatan/ gugus. Disusunlah waktu itu rencana serangkaian Training of Trainers (TOT), difasilitasi oleh 30 orang fasda itu, untuk melatih fasda baru bagi 39 kecamatan, serangkaian pelatihan guru tingkat sekolah dalam rangka mendiseminasikan program USAID PRIORITAS, dan pendampingan sebagai tindak lanjut pelatihan. Tentukan Arah dan Modelkan Wajah Agar pelaksanaan kegiatan ini dapat berjalan dengan baik dan lancar, disusunlah panduan kegiatan untuk memandu dan memberikan
gambaran kepada guru-guru dan semua pihak terkait tentang pelaksanaan PKB Guru Tahun 2016.
untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Panduan ini menjadi acuan bagi para pemerintah, pelaksana kegiatan, dan peserta dalam pelaksanaan kegiatan. Panduan memuat hakikat PKB, tujuan, sasaran, manfaat, bentuk kegiatan, metode dan strategi, alur kegiatan, kepanitiaan, kepesertaan, fasilitator, materi, dan jadwal pelaksanaan.
Kepala Bidang Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Bapak Kartiwa menjelaskan, program PKB Tasikmalaya Tahun 2016 mengambil tiga bentuk kegiatan.
“Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, dan berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya,” tutur Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya Bapak EZ. Alfian. Menurutnya, standar kompetensi profesional guru berimplikasi pada perolehan angka kredit untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional dan untuk pengembangan karir guru. “PKB pada hakikatnya merupakan bentuk pembelajaran berkelanjutan bagi guru yang merupakan kendaraan utama dalam upaya membawa perubahan yang diinginkan berkaitan dengan keberhasilan siswa,” tegasnya. Bapak Alfian juga mengatakan, tujuan PKB secara umum adalah
Pertama, pelatihan untuk para pelatih (Training of Trainers) bagi calon fasda tambahan untuk jenjang SD/MI dan SMP/MTs. Proses seleksi calon fasda tambahan menjadi sangat penting karena mereka adalah motor utama dalam melakukan pelatihan penguatan di tingkat sekolah. Sehingga, ditentukanlah kriteria berikut: 1. Khusus untuk fasda pembelajaran diutamakan berasal dari unsur guru dan/atau kepala sekolah/pengawas sekolah yang berpengalaman sebagai guru; 2. Khusus untuk fasda MBS diutamakan berasal dari unsur kepala sekolah dan pengawas sekolah; 3. Calon fasda lebih diutamakan berasal dari gugus terpilih (sasaran PKB); 4. Memiliki sisa masa kerja minimal 10 tahun;
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
73
5. Mendapat izin dari institusi atau sekolah asal untuk menjadi fasda; 6. Memiliki kemampuan komunikasi lisan dan komunikasi massa yang baik; 7. Mampu mengoperasikan komputer dan media lainnya yang relevan; 8. Mempunyai integritas dan komitmen tinggi pada program yang akan dilaksanakan. Mekanisme nominasi calon bermula dari gugus/KKG/MGMP yang terpilih dan dilanjutkan dengan seleksi oleh tim kecil lewat wawancara langsung dan tertulis dengan instrumen yang telah disiapkan. Kedua, pelatihan tingkat sekolah dalam rangka mendiseminasikan program USAID PRIORITAS. Di dataran ini, fasda tambahan hasil TOT melatih guru/kepala sekolah/komite sekolah di kecamatan/gugus masingmasing. Pelatihan tingkat sekolah dibagi menjadi tiga tahap, meliputi diseminasi pembelajaran untuk jenjang SD/MI, diseminasi pembelajaran untuk jenjang SMP/MTs, dan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) untuk Kepala Sekolah dan Komite Sekolah jenjang SD/MI dan SMP/MTs. Khusus untuk pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
74
Menyenangkan) dan CTL (Contextual Teaching and Learning), baik TOT maupun pelatihan tingkat sekolah, peserta melakukan praktik mengajar pada hari terakhir pelatihan yang kemudian diikuti dengan refleksi. Ketiga, sebagai tindak-lanjut pelatihan, dilakukan pendampingan guru. Para fasda, usai melatih guru dalam diseminasi pembelajaran, memikul kewajiban untuk melakukan pendampingan guru di tingkat MGMP/KKG/Kelas. Kepala Seksi Kurikulum Eddy Rochadiat mengatakan, pelatihan pelatih dan pelatihan tingkat sekolah ditempuh dengan pendekatan pembelajaran aktif dan interaktif. Pendekatan ini tidak hanya untuk memotivasi peserta agar terlibat secara fisik dan mental dalam pelatihan, tetapi juga untuk menyediakan contoh pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru di dalam kelas. “Fasilitator memberikan model tentang pelaksanaan pembelajaran kontekstual, pembelajaran aktif, pengelolaan peserta, dan menciptakan suasana dalam pelatihan yang kemudian dicontoh oleh peserta ketika mereka melatih dan mengajar di sekolah,” paparnya. Eddy juga menjelaskan, dari segi
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
pengembangan sekolah, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pengembangan sekolah secara menyeluruh. Semua warga sekolah meliputi guru, kepala sekolah, komite sekolah, staf tata usaha sekolah, siswa, dan masyarakat, terlibat aktif dalam upaya pengembangan sekolah. “Aspek yang ditangani juga mencakup pembelajaran, manajemen, dan partisipasi masyarakat,” imbuh Bapak Eddy. Anggarkan Dana Dana kegiatan PKB bersumber dari APBD Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2015. Tim pelaksana melakukan serangkaian pertemuan dengan Bappeda dan DPRD Kabupaten Tasikmalaya dalam rangka menyusun anggaran agar kegiatan terdanai secara memadai dan dana terserap secara efektif dan efisien. Besaran dana dan alokasinya dihitung sesuai dengan kebutuhan kegiatan di tingkat kabupaten dan kecamatan dengan berorientasi pada keprofesian guru secara merata. Bapak Suryasa, Kepala Seksi SMP, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, menilai program PKB Kabupaten Tasikmalaya sejalan dengan undang-undang dan kebutuhan daerah terhadap tenaga
pendidik profesional. Sesuai saran Bapak Suryasa, Pemkab Tasikmalaya berkoordinasi dengan dinas pendidikan provinsi dan berhasil mendapatkan akses pada program PKB Jawa Barat. Bapak Wawan Herawan, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya, menyebut kegiatan PKB menyasar semua guru pada satuan pendidikan SD dan SMP yang berada di lingkungan Dinas Pendidikan
Kabupaten Tasikmalaya, serta satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Untuk itu, Bapak Wawan menyebut pihak-nya telah dan sedang melatih 400 orang fasilitator daerah (fasda) seba-gai tambahan atas 30 orang fasda yang selama ini sudah ada. Mereka diproyeksikan melatih para guru SD/MI dan SMP/MTs di kabupaten pada paruh kedua tahun 2016 dan paruh pertama tahun 2017.
PKB juga dijalankan secara berbasis gugus dan komunitas profesi, yakni dalam bentuk perintisan 39 gugus rujukan dan 12 MGMP rujukan. “Untuk mendukung program PKB tersebut, pemerintah kabupaten telah menyiapkan dana sebesar 900 juta rupiah,” ujarnya. Bapak Agus Sutisna, Kasubag Sosbud Bappeda, mengaku kegiatan para guru di komunitas belajar sudah ada dan berjalan cukup baik. Dalam rangka PKB, ujar Agus, kegiatan di KKG/ MGMP/KKM/MKKS dan komunitas belajar lainnya sengaja didorong agar pengembangan keprofesian para guru lebih intensif lagi. “Pemkab Tasikmalaya memanfaatkan komunitas belajar untuk keberhasilan PKB,” katanya. Perencanaan PKB dan implementasinya perlu dilakukan secara kolaboratif melalui learning community, yang tidak hanya membahas hal-hal terkait kurikulum melainkan lebih ditekankan pada soal pengembangan keprofesian guru yang berkelanjutan.
Para peserta pelatihan untuk pelatih sedang melakukan kunjung karya. Model pelatihan dengan pendekatan pembelajaran aktif diharapkan membuat para guru bisa mencontoh untuk implementasinya dalam pembelajaran di kelas.
Bapak Agus bahkan menyebut di tingkat sekolah sudah ada kegiatan KKG/MGMP guna mendorong pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan. DPRD mengalokasikan anggaran pembinaan komunitas belajar sesuai dengan rancangan program yang disusun Bappeda.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
75
Gulirkan Implementasi Target pemerintah Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016-2020 adalah mengedepankan peningkatan mutu tenaga pendidik untuk meningkatkan kualitas siswa di sekolah. Dalam rentang lima tahun itu, pelatihan guru dengan menggunakan modulmodul USAID PRIORITAS diproyeksikan untuk menjangkau 15.253 orang guru yang tersebar di 131 KKG/gugus (1.086 SD) dan enam rayon dengan 13 mata pelajaran. Diperlukan daya, upaya, dan strategi yang sangat akurat agar semua guru di Kabupaten Tasikmalaya mendapatkan pelatihan yang berkualitas. Pada tahun 2016 sebagai tahun peletakan landasan sustainabilitas, pemerintah telah melakukan serangkaian Training of Trainers (TOT) membentuk fasilitator daerah (fasda) baru. Sebelumnya, hanya ada 30 orang fasda binaan USAID PRIORITAS di bidang peningkatan kualitas pembelajaran, manajemen berbasis sekolah (MBS), peran serta masyarakat, dan budaya membaca. Dalam rentang bulan AgustusOktober 2016, telah dilaksanakan TOT untuk melatih sebanyak 538 orang fasda baru, terdiri atas 258 fasda jenjang SD dan 260 fasda
76
jenjang SMP. Pada forum TOT fasda tambahan ini, tidak sedikit peserta mengungkapkan rasa surprise (keterkejutan), bahwa pelatihan yang mereka alami sama sekali berbeda dari pelatihan sebelumnya yang lebih banyak berkutat pada teori. Terlebih pada hari terakhir (hari ketiga) saat mereka melakukan real teaching. Pada sesi real teaching inilah mereka menemukan cara mempraktikkan strategi pembelajaran yang telah mereka rancang di pelatihan. Para fasda baru bidang pembelajaran ini kemudian akan bertugas di 39 gugus model percontohan (dari 131 gugus yang ada) dan 12 MGMP model guna meningkatkan keprofesian 1.790 orang guru di sana pada tahun ini. Gugus dan MGMP model ini akan dijadikan oleh para fasda baru itu untuk menjadi semacam benchmark bagi gugus dan rayon MGMP lainnya dalam menggulirkan program pengembangan keprofesian berkelanjutan hingga tahun 2020 kelak. Para fasda yang sudah terbentuk ini akan secara kontinyu melatih dan mendampingi guru secara bertahap sampai pada tahun 2020 untuk mendorong semua guru (15.253 orang) meningkatkan keprofesian.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Ubah Kendala menjadi Kendali Rotasi jabatan kerap menjadi ganjalan yang mengusik konsentrasi, menghambat kelancaran, dan menunda keberhasilan implementasi program pendidikan. Pergantian pejabat di bidang PMPTK memerlukan adaptasi yang tidak mudah terkait pelaksanaan TOT fasda baru. Pejabat baru membutuhkan waktu tidak pendek untuk memahami dan kemudian mengikuti ritme program. Kendala rotasi jabatan ini berimbas pula pada kendala pencairan anggaran. Penyelenggaraan TOT fasda baru yang semula dijadwalkan pada triwulan kedua terpaksa tertunda dan bergeser ke triwulan ketiga karena menunggu pencairan anggaran. Untuk mengatasi masalah rotasi jabatan, tim pelaksana program melakukan pembicaraan intensif guna membangun kesamaan persepsi dan kemudian kesederajatan komitmen. Dana pun kemudian turun setelah terbangun kesepahaman. Meski harus tertunda dari triwulan kedua ke triwulan ketiga, TOT fasda baru tetap terimplementasi dan itu masih tergolong sebuah keberhasilan. Alhasil, kesepahaman dan kesamaan persepsi yang telah terbangun ternyata telah mengubah kendala menjadi kendali keberhasilan program.
Kegiatan budaya membaca di SMPN Satu Atap Karangnunggal. Para guru setelah mendapat pelatihan, mulai menerapkan program budaya baca di sekolah.
Syukuri Dampak Positif Program PKB Tasikmalaya telah menunjukkan hasil, menjawab kebutuhan peningkatan keprofesian guru. “Kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, fokus pada pengembangan keterampilan dan penempaan karakter siswa. Siswa lebih aktif, antusias, percaya diri, kreatif, mandiri, dan terbiasa memecahkan masalah,” ucap Ibu Mimin Siti Rukmini SPd, guru SMPN 2 Sukaratu yang mengi-kuti TOT untuk fasda tambahan. Sebelum terjun melatih guru pada putaran pelatihan sekolah, para fasda tambahan itu merasa tertantang untuk terlebih dahulu menerapkan pendekatan pembelajaran aktif sesuai pengalaman saat mengikuti TOT. “Saya memang puas karena kini mulai dapat memenuhi standar keprofesian sebagai guru. Tapi, lebih merasa puas lagi saat saya
menyaksikan siswa berpartisipasi aktif sepanjang proses pembelajaran dan mampu menghasilkan karya yang tak jarang melebihi ekspektasi saya,” kata Ibu Tintin SPd, guru SDN Karamasantana Ia juga menuturkan, hasil karya anak, media pembelajaran yang ia kembangkan, dan RPP dan lembar kerja yang ia siapkan kemudian dibahas dalam pertemuan KKG Gugus 2 Ciawi untuk semakin meningkatkan keprofesiannya sebagai guru.
penyusunan RKT/RKAS dengan melibatkan guru, sehingga saya tahu seberapa besar anggaran yang diperlukan untuk mendukung pembelajaran. Lebih dari itu, saya juga kini telah menjalankan sejumlah program praktis pengembangan budaya membaca di sekolah,” kata Bapak Asep Warlina SPd, Kepala SMP Negeri Satu Atap 1 Karangnunggal.
Fasda pembelajaran, Bapak Riyadi Priyambodo SPd menjelaskan, pada saat pendampingan, setiap fasda memberikan bantuan teknis kepada guru, kepala sekolah, dan/atau komite sekolah untuk pemantapan dan pengembangan lebih lanjut hasil penempaan di ruang pelatihan.
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya Jl. Dalem Wirawangsa Km 1.2 Mangunreja Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat Tlp: 0265-548686 0265-548684 Fax: 0265-548682
“Saya kini lebih paham apa yang perlu dilakukan untuk mendukung guru menjalankan proses pembelajaran yang baik. Ini dilakukan sejak
Kontak Person : Drs Tatan Warsika MPd (Kasubag Program) Drs Bartis Suwargana MPd (Kabid Dikmen)
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
77
Para guru membawa hasil karya siswa dalam pertemuan MGMP di Korda 1 Banjarnegara untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas hasil karya siswa.
78
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Banjarnegara, Jawa Tengah
Hidupkan MGMP untuk Tingkatkan Kualitas Pembelajaran MGMP yang Mati Suri
antaranya:
Lebih dari 20 tahun KKG (Kelompok Kerja Guru) dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) menjadi wadah yang disediakan untuk guru dalam meningkatkan kompetensinya. Tetapi, banyak KKG dan MGMP yang mati suri atau tidak aktif lagi.
1. Kegiatan lebih banyak dilakukan oleh pengurus dengan top down dari MKKS dan Dinas Pendidikan yaitu membuat soal UAS, UKK, dan penyusunan LKS.
Ibu Wahyuning Widhiati SPd, guru Bahasa Inggris, SMPN 2 Banjarnegara, Jawa Tengah, berbagi pengalamannya menghidupkan MGMP pada acara Kopi Darat Diskusi Pendidikan dengan tema “Apa Kabar Kelompok Kerja Guru dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran?” yang diadakan Balitbang Kemendikbud dan ACDP (Analytical and Capacity Development Partnership) di Jakarta (8/6/2016). Menurut Sekretaris MGMP Bahasa Inggris Kabupaten Karanganyar tersebut, sebelumnya banyak guru yang tidak termotivasi mengikuti kegiatan MGMP. Beberapa penyebabnya yang dia ketahui, di
2. Kegiatannya cenderung monoton, terlalu banyak teori, sedikit praktik. Tidak banyak dampak langsung yang diterima oleh anggota. 3. Dalam forum MGMP, materi cenderung pada pemenuhan administratif guru, misalnya membuat RPP dan Silabus untuk memenuhi persyaratan administrasi. 4. Bentuk MGMP dalam satu kabupaten terlalu besar sehingga yang aktif hanya guru tertentu. 5. Kurangnya kesadaran guru untuk meningkatkan kompetensinya. Para guru banyak yang merasa telah cukup dengan kemampuan yang dimilikinya.
MGMP yang difasilitasi dengan ragam kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan guru untuk meningkatkan kompetensinya, membuat guru tertarik mengikuti pertemuan rutin tersebut dan berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran. KKG dan MGMP juga menjadi tempat untuk berbagi pengalaman keberhasilan pembelajaran atau menyelesaikan masalah yang ditemui dalam pembelajaran. Melalui forum tersebut, para guru jadi bisa saling belajar dari pengalaman sesama guru. Demikian disampaikan Ibu Wahyuning yang juga fasilitator pembelajaran USAID PRIORITAS yang melatih dan mendampingi guru dan kepala sekolah, dengan salah satu strateginya memanfaatkan forum MGMP. Strategi Menghidupkan MGMP Ibu Wahyuning dan beberapa pengurus MGMP, yang juga mendapatkan pelatihan dari USAID
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
79
PRIORITAS, mulai menyusun strategi untuk membuat guru-guru aktif mengikuti kegiatan MGMP. Berikut beberapa strategi yang mereka lakukan. 1. Membuat Kegiatan dengan Inisiatif dari MGMP Pada awal tahun pertemuan anggota dan pengurus MGMP, mereka membahas topik-topik yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Mereka juga melakukan pendekatan internal dengan pihak MKKS, terkait dukungan dana, perizinan, dan implementasi hasil-hasil pertemuan MGMP di sekolah. 2. Memanfaatkan Program USAID PRIORITAS Ibu Wahyuning dan beberapa pengurus MGMP yang mendapat pelatihan dari USAID PRIORITAS, memanfaatkan modul dan metode pelatihan untuk didiseminasikan kepada guru lainnya melalui MGMP. Mereka juga menggunakan pendekatan lesson study yang dilaksanakan dalam tiga tahapan (Plan, Do, See) dalam melakukan pendampingan kepada para guru di sekolah mitra melalui forum MGMP.
80
Pada setiap pertemuan MGMP mereka fokus membahas satu topik, misalnya membuat lembar kerja dengan pertanyaan tingkat tinggi. Di awal pertemuan, fasilitator memberikan pelatihan tentang membuat lembar kerja. Lalu para guru dan fasilitator membuat perencanaan implementasinya di kelas (Plan). Setelah itu ada satu guru yang menerapkan di sekolahnya, dan guru-guru lainnya melihat proses pembelajaran tersebut dan mencatat hal-hal yang berhasil dalam pembelajaran maupun yang masih perlu diperbaiki, terutama berfokus pada proses belajar siswa. Setelah mendiskusikan hasil pengamatan pembelajaran dan langkah-langkah yang perlu diperbaiki, semua anggota MGMP menerapkan di kelasnya masingmasing (Do). Pada pertemuan MGMP berikutnya para guru membawa hasil karya siswa, media pembelajaran yang dipakai, dan catatan refleksi proses pembelajaran yang terkait dengan keberhasilan dan masalah-masalah pembelajaran,
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
untuk dibahas dalam MGMP (See). Para guru diberi kesempatan untuk berbagi hasil pengalamannya. Hasilnya kemudian dijadikan bahan untuk perbaikan dalam pembelajaran berikutnya. 3. Mendapat Dukungan dari Dinas Pendidikan Dinas pendidikan setelah melihat secara langsung perkembangan dan manfaat MGMP, mulai mengoptimalkan peran empat Koordinator Daerah (Korda) MGMP. Di Kabupaten Banjarnegara, untuk memudahkan akses guru mengikuti MGMP, Dinas Pendidikan membuat rayonisasi MGMP. Dinas Pendidikan juga bekerja sama dengan USAID PRIORITAS melatih dua orang perwakilan dari setiap Korda; dilatih tentang pembelajaran aktif dan pengelolaan MGMP, untuk menjadi fasilitator di setiap Korda. Adanya tambahan fasilitator, membuat MGMP di setiap Korda menjadi lebih hidup.
Dampak dalam Pembelajaran Menurut Ibu Wahyuning, pertemuan MGMP Bahasa Inggris kini menjadi sesuatu yang ditunggu karena selalu ada hal baru yang dilatihkan. Kegiatannya implementatif dan sesuai dengan kebutuhan guru. Pertemuan rutin yang dilaksanakan MGMP Bahasa Inggris di Korda 1 Banjarnegara adalah setiap hari selasa. Dari setiap pertemuan MGMP dan kunjungan ke sekolah guru-guru yang aktif dalam MGMP, dia melihat pembelajaran Bahasa Inggris menjadi lebih hidup. Terlihat dari keaktifan dan keberanian siswa mempresentasikan hasil karyanya. Bahkan media sosial juga marak hasil postingan pembelajaran di kelas sebagai ajang tukar pengalaman guru. “Dengan berjalannya kegiatan MGMP, kami merasakan banyak manfaatnya. Selain pembelajaran aktif sudah terbiasa dilaksanakan, kami bisa menjadi juara satu dalam lomba Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan menjadi guru berprestasi di tahun 2016. Para guru juga bisa memenuhi poin pengembangan diri dalam rangka kegiatan PKB. Setiap kali pertemuan MGMP mereka mendapat sertifikat yang bisa digunakan untuk kenaikan pangkat juga,” katanya lagi.
Kegiatan lesson study menjadi bagian dari kegiatan MGMP. Mulai membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), implementasi pembelajaran, dan refleksi pembelajaran semuanya dilaksanakan guru bersama-sama.Tampak beberapa guru sedang mengamati proses pembelajaran yang diajar oleh seorang guru dengan menggunakan RPP yang dibuat bersama dalam MGMP. Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Kabupaten Banjarnegara JL. Mayjen DI. Panjaitan, No. 57, Banjarnegara, Jawa Tengah Telp: (0286) 594846 Kontak person: Agus Sutanto MPd (Kabid Pendidik dan Tenaga Kependidikan) Sujadi SPd (Kasi Mutasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan) Wahyuning Widiati SPd (Fasilitator Daerah Banjarnegara)
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
81
Data dan Kebijakan Pasca UKG tahun 2015 yang diikuti oleh 10.844 guru, Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan mulai mengambil langkah untuk menyusun strategi peningkatan kompetensi guru. Salah satu langkah yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) melalui bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) adalah melakukan analisis hasil UKG untuk menentukan pengelompokan guru berdasarkan kebutuhan pelatihannya. Kemudian disinergikan dengan hasil fasilitasi dan pendampingan penyusunan perencanaan PKB guru yang dilaksanakan bekerja sama dengan USAID PRIORITAS. Pedoman Pengelolaan Gugus Dinas Pendidikan Tangsel pada tahun 2016 menyusun Pedoman Pengelolaan Gugus untuk memaksimalkan peran dan fungsi strategis gugus sebagai wadah pengembangan keprofesian guru dan tenaga kependidikan.
Kota Tangerang Selatan, Banten
Optimalkan Peran Gugus untuk Profesionalisme Guru
82
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Berdasarkan data rerata uji kompetensi guru tahun 2015 untuk kompetensi profesional dan pedagogik menunjukkan bahwa Kota Tangerang Selatan memiliki nilai 61,94 yang terlihat lebih tinggi dibandingkan nilai rerata nasional 56,69. Meski nilai UKG di Tangsel masih lebih baik dibandingkan nilai rerata nasional dan provinsi, tetapi masih banyak guru yang nilai beberapa sub kompentesi pedagogiknya masih rendah. Hal ini menjadi perhatian
pemerintah Kota Tangsel untuk melakukan langkah konkret dalam meningkatkan kompetensi guru. Langkah pertama yang dilakukan Dinas Pendidikan (Dindik) Tangsel pada tahun 2016 menyusun Pedoman Pengelolaan Gugus. Pedoman ini dimaksudkan untuk memaksimalkan peran dan fungsi strategis gugus sebagai wadah pengembangan keprofesian guru dan tenaga kependidikan atau guru pembelajar. Bapak Drs Didi Sutisna, Kabid PTK Dindik Tangerang Selatan mengatakan gugus menjadi ujung tombak pening-katan kompetensi guru dan proses PKB/guru pembelajar dimungkinkan lebih efektif dan efisien dilaksanakan dalam kelompok belajar atau KKG, selain yang dilaksanakan di luar lingkungan sekolah oleh P4TK, LPMP, Dinas Pendidikan, LPTK, dan penyedia jasa lainnya. Strategi Implementasi Kebijakan Optimalisasi pengelolaan gugus di Kota Tangerang Selatan didasarkan pada kebutuhan peningkatan kapasitas guru dalam pembelajaran. Bertumbuhnya sekolah swasta bermutu di sekitar Tangsel perlu
diimbangi dengan kreativitas guru dari sekolah milik pemerintah untuk membuat pembelajaran semakin menarik. Bapak Didi berpendapat hasil evaluasi dari kunjungan ke beberapa sekolah menunjukkan guru-guru perlu merancang skenario pembelajaran yang singkat dan melibatkan interaksi siswa. “Selama ini RPP tidak banyak dilaksanakan oleh para guru karena terlalu lama. Padahal skenario pembelajaran yang menarik memerlukan kreativitas guru,” katanya. Kreativitas guru yang dimaksud adalah ketersediaan media pembelajaran atau alat bantu belajar di kelas. Di gugus, para guru dapat bekerja sama berbagi media pembelajaran atau merancang bersama alat bantu belajar. Gugus bisa menjadi 'bengkel guru' agar pengelolaannya lebih optimal dibandingkan sebelumnya. “Sebenarnya gugus sudah ada sejak lama di setiap kecamatan untuk pusat kegiatan guru, namun pengelolaannya belum maksimal. Oleh karena itu, melalui pedoman pengelolaan gugus ini diharapkan gugus dapat berfungsi secara efektif untuk mengembangkan KKG dan KKKS. Saya menyebutnya 'Bengkel
KBM' untuk tujuan tersebut,” tambahnya. Langkah-langkah implementasi terinci sebagai berikut: 1. Melakukan restrukturisasi pengurus organisasi gugus. 2. Menerbitkan SK untuk pengurus gugus. 3. Melaksanakan FGD untuk menyusun konsep pengelolaan gugus. 4. Menyusun pedoman gugus bersama tim (bidang PTK, bidang Dikdas, serta perwakilan pengurus gugus). 5. Mensosialisasikan pedoman gugus yang telah tersusun. Pedoman gugus ini secara detail berisi dan mengatur tentang (i) dasar dan tujuan, (ii) pembentukan gugus dan organisasinya, (iiI) hubungan gugus dengan sistem pembinaan profesional, dan (iv) mekanisme kerja gugus. Dalam pembinaan profesional gugus diarahkan untuk mengembangkan komponen kegiatan belajar mengajar, manajemen, sarana belajar, fisik, dan partisipasi masyarakat yang bertahap dan terstruktur baik pelatihan maupun materi pelatihannya. Implementasi diawali dengan melakukan sosialisasi oleh Dinas Pendidikan pada akhir Agustus 2016
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
83
Setelah terbitnya Pedoman Pengelolaan Gugus, para guru menjadi lebih aktif mengikuti kegiatan KKG di tingkat gugus.
kepada 24 gugus yang ada di Kota Tangerang Selatan yang masingmasing beranggotakan sedikitnya 810 sekolah. Perwakilan 25 gugus kemudian melakukan restrukturisasi yang meliputi kepengurusan, program kegiatan dan anggaran. Untuk menunjang berjalannya KKG, Dinas Pendidikan menyiapkan program dan anggaran yang dimasukkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan tahun 2016-2021 untuk mendukung anggaran KKG yang bersumber dari BOS dan BOSDA yang ada di sekolah. Pengelolaan dana ini diserahkan sepenuhnya kepada pengurus gugus untuk memberdayakan gugus dan mengoptimalkan kebutuhan kinerja guru. Bapak Yahya Sutaemi SPd MSi, Kasie Dikdas Dindik Tangerang Selatan menyatakan bahwa gugus menjadi wadah strategis untuk membina
84
guru. “Setiap gugus dibina oleh pengawas sehingga akan lebih strategis bilamana gugus diberdayakan. Guru bisa berbagi pengalaman dan kapasitasnya satu sama lain dalam satu gugus atau antar gugus,” katanya. Adanya kepengurusan gugus membantu Dindik dalam meningkatkan mutu pendidikan. Bapak Yahya berharap pedoman pengelolaan gugus akan membantu kinerja pengawas sekolah lebih fokus lagi. “Selama ini pengawas sekolah masih belum komunikatif sebagai jembatan Dindik dengan sekolah. Selain itu, kinerja pengawas untuk mengawasi pembelajaran dan manajemen sekolah terdampingi juga dirasa belum optimal. Melalui pengelolaan gugus ini, ke depan pengawas sekolah dapat lebih optimal dalam melakukan fungsinya,” tambahnya.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Dampak Kebijakan Restrukturisasi fungsi gugus juga dirasakan oleh Ibu Siti Khodijah SPd, Kepala SDN Pondok Jagung 5. Ia mengatakan kepengurusan gugus yang baru tentu mengubah fungsi gugus yang selama ini sebagai pusat kegiatan guru menjadi pusat sumber belajar guru. “Dari dulu memang sudah ada gugus. Bedanya dulu gugus hanya sebagai pusat kegiatan, tetapi sekarang gugus menjadi pusat sumber belajar bersama-sama dalam meningkatkan kapasitas dan kompetensi guru. Kita punya hak dan kewajiban yang sama untuk berbagi ilmu, baik sekolah swasta maupun negeri,” kata Ibu Siti yang berasal dari gugus 24 Kota Tangerang Selatan. Di gugus 25 Kota Tangerang Selatan
terdapat 8 sekolah yakni SDN Jelupang 1, SDN Jelupang 2, SDN Jelupang 3, SDN Pondok Jagung 2, SDN Pondok Jagung 5, SDN Lengkong Karya, SD Swasta Effata, SD Alam Madinah. Gugus 24 ini telah menyusun program kerja sesuai dengan kebutuhan guru dan bekerjasama dalam mengembangkan kurikulum, rencana pembelajaran, praktik mengajar, pemodelan, hingga kunjungan antar sekolah. Identifikasi kebutuhan guru dapat diketahui setelah rapat bersama intra gugus.
materi selesai. Ada pula program pemodelan guru yang melibatkan guru-guru yang sudah dilatih USAID PRIORITAS. Guru-guru tersebut berbagi ilmu kepada guru lain yang tidak menjadi mitra USAID PRIORITAS,” kata Ibu Siti.
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan, Jl. Buana Kencana Loka Sektor 12, BSD Serpong, Kota Tangerang Selatan. Telp: 021 75875168 Kontak Person: Drs Didi Sutisna (Kabid Pendidik dan Tenaga Kependidikan) Drs Yahya Sutaemi MSi (Kasie Bina SD Bidang Dikdas)
“Kami juga mendatangkan narasumber yang memang diperlukan guru. Pelaksanaan pelatihan dilakukan secara reguler per minggu hingga
Para guru yang aktif di kegiatan KKG, mulai menerapkan pembelajaran aktif di sekolahnya, seperti di SDN Jelupang 2,Tangsel.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
85
Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
Pengembangan Mutu Guru yang Sistemik dan Berkelanjutan Data dan Kebijakan Butuh 52 tahun bagi Pemkab Tapanuli Selatan (Tapsel) agar bisa tuntas melatih seluruh guru, jika hanya mengandalkan APBD. Dengan metode multi sumber pembiayaan, Tapsel berhasil mempercepat peningkatan mutu guru. Meskipun sudah melakukan diseminasi pelatihan selama empat tahun, ternyata masih terlalu banyak guru yang belum dilatih. Hasil analisis pada lokakarya PKB, ternyata baru 6% guru SD di Tapsel yang mendapatkan pelatihan modul1 PAKEM. Padahal pelatihan yang dikembangkan USAID PRIORITAS setidaknya ada tiga modul, baik untuk PAKEM, MBS maupun CTL.
Presentasi dalam kelompok pada pelatihan PAKEM Modul 1.
86
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Tantangan ini menumbuhkan semangat baru bagi Dinas Pendidikan Tapsel. Bapak Eddy SE, Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan Tapanuli Selatan, ingin seluruh guru SD dan SMP dilatih pelatihan ini, karena melihat hasil dari diseminasi
Grafik 1. Sumber pembiayaan dan waktu yang diperlukan untuk menuntaskan pelatihan guru di Kabupaten Tapanuli Selatan
16.0 CTL 3.1
2 tahun
14.0
6.0 4.0
4 tahun
8.0
5 tahun
MBS 3.0
31 tahun
10.0
52 tahun
12.0
4.6
Pakem 9.0
0.9
2.0 0.0 Kebutuhan
selama ini cukup efektif merubah cara mengajar guru agar tidak monoton. Pelatihan MBS yang dilihat juga terbukti dapat merubah cara pandang kepala sekolah agar lebih transparan dan optimal menggunakan dananya untuk peningkatan mutu, serta tidak menafikan peran aktif semua warga sekolah. Dalam rapat perencanaan yang
0.3 APBD
0.5 APBD
2.7
2.7
0.5 APBD + BOS
0.5 APBD + BOS +TPP 1%
menghadirkan Kepala UPT, Kordinator Pengawas per kecamatan, KKG, MGMP, K3S dan perwakilan guru disampaikan analisis bahwa untuk melatih semua guru, tidak cukup bila ditanggung sepenuhnya dari APBD. Dalam desain PKB, setiap guru harus dilatih minimal sekali dalam setahun. Saat ini, setiap tahun Dinas Pendidikan baru bisa
2.7 0.5 APBD+ BOS +TPP 5%
menganggarkan Rp. 300 juta untuk diseminasi pelatihan guru tersebut. Padahal setelah dihitung untuk menuntaskan semua modul pelatihan tersebut untuk semua guru SD dan SMP dibutuhkan biaya Rp. 15 milyar. Kalau hanya mengandalkan APBD tersebut, perlu 52 tahun untuk menuntaskan semua modul pelatihan tersebut. Maka rencana kerja percepatan pun dibuat.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
87
Kendala dan Solusi dalam Implementasi Kebijakan Menjadi diskusi hangat saat itu untuk mencari sumberdana lain yang akan menopang kebutuhan PKB untuk semua guru. Tumbuh kesepakatan saat itu PKB tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah saja, tapi juga tanggungjawab sekolah dan guru. Maka dari kelompok kepala sekolah kala itu setuju sekolah ikut menanggung biaya pelatihan menggunakan dana BOS bagi gurunya sendiri. Dalam juknis penggunaan dana BOS memang diperbolehkan atau bahkan diutamakan dana tersebut untuk Komponen 3 (peningkatan mutu pembelajaran) dan Komponen 9 (pengembangan kompetensi guru). Selama ini dana Komponen 9 tetap keluar hanya untuk pertemuan KKG atau MGMP yang hasilnya tidak jelas. Menurut laporan dana BOS dari sekolah yang diunggah ke pusat, ratarata jumlahnya sekitar 6% atau sekitar Rp. 2,7 M setiap tahunnya. Angka ini cukup fantastis bila bisa dioptimalkan. Akhirnya kepala sekolah menyepakati akan mengalokasikan 5% dana BOS untuk mendukung pelatihan tersebut. Semula ada beberapa kepala sekolah menolak rencana ini, karena dianggap
88
Diskusi penyusunan komponen RPP pada pelatihan PAKEM untuk sekolah-sekolah di Kecamatan Sayur Matanggi dan Tantom Angkola.
sebagai campur tangan Dinas Pendidikan ke sekolah. Namun, setelah mendapatkan penjelasan teknis bahwa dana akan dikelola sendiri melalui KKG, baru kepala sekolah mulai setuju. Dukungan yang Memperkuat Kebijakan Kalau pelatihan sudah ditanggung dari dana BOS lalu anggaran dari
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
APBD untuk apa? Bapak Eddy selaku Kabid Dikdas dan Manajer BOS menyampaikan komitmen Dinas Pendidikan bahwa anggaran tersebut tetap ada. Namun akan dikhususkan untuk menyelenggarakan TOT bagi fasilitator daerah (fasda) baru dan Pengawas. Dan ini berjalan sejak tahun 2016 dan akan berlanjut setiap tahun untuk modul-modul selanjutnya. TOT ini dimaksudkan untuk menambah fasda baru sehingga menjangkau seluruh SD di
setiap kecamatan, yang saat ini hanya dijangkau 15 fasda. Selain itu, Dinas Pendidikan juga menyoroti selama ini pengawas hampir tidak diberi kesempatan terlibat dalam pengembangan mutu guru. Dengan TOT maka peran pengawas akan dikuatkan sehingga berperan aktif setidaknya sebagai fasilitator dalam pendampingan atau supervisi. Kontribusi sekolah disepakati sebesar 5% dari dana BOS dikumpulkan melalui KKG setiap kali pencairan dana BOS atau setiap triwulan. Pelatihan langsung dilaksanakan 1 minggu setelah pencairan dana dan bertempat di lokasi KKG yang telah ditentukan. Pihak Dinas Pendidikan sudah membagi tugas siapa fasilitator yang ditugaskan serempak di delapan titik dan berlangsung dalam empat gelombang, sehingga dalam setahun berlangsung 24 kali pelatihan. Di tahun 2016 pelatihan masif ini telah menjangkau 1.802 partisipan dari guru kelas yang dilatih PAKEM Modul 1, dan ini berarti sudah menuntaskan pelatihan ini untuk semua guru kelas. Rencananya tahun depan akan diteruskan dengan TOT Pelatihan PAKEM Modul 2 dan dilanjutkan pelatihannya untuk guru yang sama, begitu seterusnya hingga semua modul tuntas. Selain itu,
tahun depan dengan metode yang sama akan menjangkau guru SMP. Ini setidaknya akan memperpendek waktu penuntasan dari 52 tahun menjadi hanya tujuh tahun saja. Bila sistem ini bisa berlanjut, maka selanjutnya akan diteruskan untuk modul-modul lain yang sesuai kebutuhan. Yang menarik dalam pendampingan pasca pelatihan yang dilakukan oleh pengawas, ternyata guru atau kepala sekolah yang didampingi terlihat lebih serius memperhatikan. Ini berpotensi untuk lebih efektif dalam mengimplementasikan materi pelatihan di kelas. TOT bagi pengawas terbukti cukup efektif memberdayakan pengawas yang perannya cukup strategis dalam supervisi akademik kepada guru dan supervisi manajemen kepada kepala sekolah. Selama ini peran tersebut agak tumpul karena kompetensi pengawas kurang kuat dan bahkan kalah dengan guru atau kepala sekolah yang didampingi. Perubahan yang terlihat adalah supervisi tidak lagi hanya dilakukan di atas meja dengan pemeriksaan administratif saja, namun pengawas juga sudah masuk ke kelas dan mendiskusikan perbaikan dengan guru.
Dampak Kebijakan Dampak dari diseminasi cukup terlihat khususnya bagi sekolah yang lebih dulu melakukan diseminasi pelatihan. Misalnya, di SD 100707 Pekebun, Batang Toru dan SD 100603 Siplayar, Batang Angkola. Di sekolah ini, ruang kelas sudah menunjukkan perubahan Setidaknya sudah terlihat adanya pajangan hasil karya siswa yang dulu belum ada. Tempat duduk juga sudah dibentuk berkelompok yang sering dimanfaatkan untuk membangun kerjasama dalam tim. Guru mengajar juga lebih variatif sehingga keaktifan siswa mulai tumbuh. RPP yang dulu masih banyak kopian, saat ini sudah mulai mereka desain sendiri. Dari sisi manajemen sudah mulai tumbuh keterbukaan Kepala Sekolah dalam mengelola anggaran dengan melibatkan guru.
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Tapanuli Selatan, Kompleks perkantoran Pemda Tapsel di Sipirok Kontak Person: Eddy SE (Kabid Dikdas) Zulkarnen Harahap (Fasilitator Daerah)
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
89
Foto di atas adalah Pembelajaran kelas V di SDN 213 Sanggalea, Maros. Para siswa sedang membuat percobaan menjernihkan air dengan alat penyaring air sederhana. Foto di bawah adalah Pembelajaran di MIS Rasyidin, Maros. Siswanya sedang belajar membaca denah. Keduanya merupakan sekolah dan madrasah yang telah mendiseminasikan pelatihan USAID PRIORITAS yang berdampak pada pelaksanaan pembelajaran aktif menjadi semakin berkualitas.
90
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan
Diseminasi Berjalan Masif: Kesetaraan Sekolah dan Madrasah Data dan Kebijakan Program USAID PRIORITAS dirasakan besar manfaatnya oleh Pemkab Maros. Pada waktu showcase Maros awal tahun 2014, Bupati Maros menyatakan bahwa program USAID PRIORITAS sudah memperlihatkan dampaknya luar biasa pada sekolah-sekolah, dan patut untuk direplikasi. Sesuai data DAPODIK, jumlah guru Maros adalah kurang lebih 6.800 untuk SD/MI dan MTs/SMP. Dari jumlah itu, Pemkab Maros, sesuai tekad Bupati, menargetkan 60% guru SD/MI dan SMP/MTs terlatih model pelatihan USAID PRIORITAS sampai pada akhir proyek USAID PRIORITAS dengan menggunakan dana APBD lewat dana sharing Pendidikan Gratis. Dukungan Implementasi Untuk mencapai target tersebut, ada tiga bentuk dukungan nyata Pemda Maros terhadap program USAID PRIORITAS, yang menyebabkan
diseminasi program USAID PRIORITAS di daerah tersebut berjalan baik. Pertama, Surat Keputusan Bupati Nomor 729/KPES/ 421/ II/2014 tanggal 28 Februari 2014 tentang Penunjukan dan Pengangkatan Fasilitator Daerah Tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Program USAID PRIORITAS Kabupaten Maros. “Surat Keputusan ini sangat efektif untuk mendukung program USAID PRIORITAS. Para fasilitator memiliki dasar landasan yang kuat dalam melaksanakan tugasnya. Mereka diberikan keleluasaan melatih dan mengelola program USAID PRIORITAS di daerah ini,” ujar Bapak Alimuddin, Koordinator Forum Fasilitator Maros. Kedua, Surat Kadiknas Maros Nomor 420/40a/Disdik/2014, Agustus 2014, tentang Struktur
Pengurus Forum Fasilitator. Salah satu butir keputusan menyebutkan dalam tugas pendampingan dan pelatihan, masing-masing fasilitator melaporkan hasilnya kepada Forum Fasilitator USAID PRIORITAS dan pihak yang terkait. Dengan SK ini, fasilitator Maros memiliki organisasi yang syah dan terstruktur. Sebuah wadah yang terbentuk karena inisiatif sendiri dan kemudian dilegitimasi oleh SK Dinas. Forum sering mengadakan pertemuan untuk berdiskusi, memecahkan masalah, dan mengakrabkan diri sehingga gerak langkah mereka selalu didasari oleh semangat kebersamaan. “Forum menjadi perekat fasilitator dan menjadi alat bargaining position dengan pemerintah,” ujar Bapak Alimuddin. Kekuatan forum terbukti dengan diajaknya beberapa perwakilan forum untuk ikut menyusun berbagai kebijakan pada dinas pendidikan, seperti pemilihan buku yang boleh masuk sekolah,
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
91
penyusunan kurikulum dan sebagainya. Ketiga, Peraturan Bupati Maros tentang Dana Sharing Pendidikan Gratis Pemerintah Kabupaten Maros No. 49 Tahun 2014. Salah satu butir Perbup ini menyebutkan dana sharing pendidikan gratis juga diperuntukkan untuk diseminasi atau replikasi pelatihan modul praktik baik pendidikan USAID PRIORITAS. Perbup ini menjadi payung hukum pendanaan kegiatan-kegiatan pelatihan, pendampingan, monitoring, dan evaluasi untuk kegiatan-kegiatan diseminasi program USAID PRIORITAS. Dampak Kebijakan Berkat adanya beberapa kebijakan pemerintah daerah Maros tersebut, diseminasi di Maros berjalan massif dengan menggunakan dana dari APBD sharing dana pendidikan gratis dan dana BOS. Lebih dari 1.161 pendidik SD/MI dan 1089 pendidik SMP/MTs pada tahun 2013-2015 di Maros telah menerima pelatihan USAID PRIORITAS. Jumlah tersebut di luar pendidik yang sudah dilatih dan sasaran langsung USAID PRIORITAS sebanyak 264 orang. Total jumlah guru yang dilatih adalah 2.514 guru atau 36 % dari jumlah total 6.897
92
guru di SD/MI dan MTs/SMP. Maros berharap sampai akhir program USAID PRIORITAS, 60 % guru dari jumlah total tersebut akan terlatih. Adanya perbup Dana Sharing Pendidikan Gratis juga mendorong Madrasah Aliyah memanfaatkan dan mendapatkan pelatihan pembelajaran model USAID PRIORITAS. Saat ini, sudah 144 pendidik dari 24 Madrasah Aliyah se-Maros mendapatkan pelatihan model USAID PRIORITAS. Dana yang dihabiskan melalui dana sharing ini khusus untuk diseminasi pelatihan USAID PRIORITAS tahun 2013-2014, adalah Rp 1.040.745.000. Pada tahun 2015, Dana BOS yang dihabiskan untuk sharing dana pelatihan diseminasi mencapai 131.350.000. Tidak hanya lewat diseminasi resmi dalam bentuk pelatihan-pelatihan terjadwal. Forum Fasilitator Maros juga mendorong anggota-anggotanya untuk mendesiminasikan pelatihan USAID PRIORITAS pada guru-guru di sekolah mereka sendiri. Hal ini sudah banyak dilakukan lewat inhouse training. Beberapa kepala sekolah, seperti Ibu Hajerah, fasilitator nasional sekaligus Kepala Sekolah SDN 213 Sanggalea, yang melatih sendiri para gurunya mengetahui pembelajaran PAKEM.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Demikian pula SDN 2 Unggulan Maros, kepala sekolahnya memanggil beberapa fasilitator untuk melakukan in-house training terhadap guru-guru mereka sendiri pengenalan PAKEM dan MBS. Pelatihan-pelatihan pembelajaran lebih jauh juga dilakukan secara berkala berdasarkan gugus. Misalnya, forum fasilitator juga mengadakan lokakarya pembelajaran di SDN 173 Mangangi Kecamatan Bantimurung Maros dengan dipandu oleh empat orang fasilitator USAID PRIORITAS. Kegiatan ini dihadiri oleh 24 guru terdiri dari 12 guru kelas awal dan 12 guru kelas tinggi dan empat kepala sekolah mitra USAID PRIORITAS. Empat sekolah tersebut adalah SDN 173 Mangangi, SDN 1 Pakalu 1, SDN 12 Pakalli 1 dan MIS JII Bantimurung Hal yang sama juga dilakukan oleh SDN 39 Kassi. Para guru di sekolah tersebut menggunakan dana sertifikasi memanggil fasilitator daerah dan nasional melatih mereka membuat media pembelajaran sendiri, seperti Ibu Hajerah Kadir dan Ibu Irlidya, fasilitator nasional USAID PRIORITAS. Agar target yang dicanangkan Bupati tercapai, Forum Fasilitator Kabupaten Maros dan USAID PRIORITAS pada pertengahan bulan
Oktober 2016 juga telah melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan DPRD Maros Komisi III Pendidikan. DPRD berharap semua rencana USAID PRIORITAS dan Forum Fasilitator Kabupaten Maros diformulasikan dan diserahkan ke Komisi III untuk dibicarakan dengan pemerintah daerah. Dampak dari diseminasi program USAID PRIORITAS yang cukup massif di Maros terlihat nyata dengan perubahan dalam model pembelajaran yang terjadi di sekolah-sekolah di Maros. Dulu semua sekolah masih menerapkan model tradisional ceramah. Saat ini semua sekolah setingkat SD/MI dan MTs/SMP sudah menggunakan model pembelajaran PAKEM dan kontekstual. Manajemen sekolah juga semakin baik, karena dinas juga mensyaratkan pencairan dana BOS untuk sekolah harus berdasarkan laporan RKAS yang terperinci dan mengikuti model USAID PRIORITAS. Demikian juga budaya baca. Contoh nyata perubahan tersebut bisa dilihat pada sekolah non-mitra SD 103 Hasanuddin dari sekolah biasa menjadi sekolah rujukan nasional setelah menerapkan program USAID PRIORITAS. Demikian juga SD 142 Talamangape,
Kabupaten Kuningan melatih dan menyiapkan banyak fasilitator pelatih dan pendamping di tingkat kecamatan untuk memastikan program PKB semua guru dapat difasilitasi melalui pelatihan di tingkat KKG/MGMP.
karena semangat menjadikan lingkungan sekolah menjadi sumber belajar, secara perwajahan sekolah juga sangat berubah. “Program USAID PRIORITAS yang sangat bagus di Maros ini harus dilanjutkan dan dipertahankan walau USAID PRIORITAS sudah tidak ada di Maros lagi,” ujar Bapak Chaidir Syam, Ketua DPRD Maros, saat rapat dengar pendapat dengan Forum Fasilitator Daerah Maros dan USAID PRIORIAS awal bulan Oktober 2016.
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Kabupaten Maros Jl. Asoka Nomor 3 Maros Sulawesi Selatan Telp: 0411-371336 Fax: 0411-371336 Kontak Person: Drs Ashar Salam (Kabid Kurikulum) Alimuddin Assagaf SPd (Pengawas Sekolah) Muhammad Dahlan MPd (Fasilitator Daerah)
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
93
Provinsi Aceh
Pemerintah Aceh Alokasikan 16,8 Milyar untuk Diseminasi
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Aceh, Bapak Drs. Hasanuddin Darjo, menyampaikan komitmennya untuk meningkatkan kompetensi para guru dengan menganggarkan 16,8 milyar untuk diseminasi pelatihan USAID PRIORITAS yang menjangkau 10 kabupaten/kota.
94
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Data dan Kebijakan Pemerataan mutu layanan peningkatan kompetensi guru di Provinsi Aceh menjadi fokus pemerintah daerah, apalagi provinsi ini menduduki rangking sepuluh besar terbawah berdasarkan hasil UKG sebelumnya. Kehadiran USAID PRIORITAS di Aceh, dirasakan memiliki dampak besar terhadap perubahan pembelajaran terutama untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hanya saja USAID PRIORITAS terbatas pada sembilan kabupaten mitranya dari 23 kabupaten/kota yang ada. Kesembilan kabupaten tersebut telah melakukan peningkatan kompetensi guru secara terstruktur dan berkelanjutan (Pelatihan Modul 1, 2, dan 3) dengan pendekatan Whole School Development. Menyadari akan belum meratanya layanan mutu pendidikan tersebut, maka Pemerintah Aceh melakukan diseminasi antar-kabupaten (di luar mitra USAID PRIORITAS) dengan mengucurkan dana Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun 2016 sebesar Rp. 16,8 Milyar. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Bapak Drs Hasanuddin Darjo MM, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) guru menjadi sumber informasi yang sangat
penting bagi Dinas Pendidikan Aceh sebagai batu pijakan untuk pemetaan kondisi guru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. “Oleh karena itu, kami telah menganggarkan dana diseminasi program USAID PRIORITAS ke sepuluh kabupaten/kota nonmitra untuk pemerataan kualitas guru, kepala sekolah, dan pengawas di tahun 2016 ini,” kata Bapak Darjo saat membuka lokakarya perencanaan strategis PKB di Banda Aceh. Hal tersebut bukan tanpa alasan, dari data program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang dilakukan di sembilan kabupaten mitra USAID PRIORITAS di Aceh (Aceh Barat Daya, Aceh Jaya, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Utara dan Aceh Tamiang) menunjukkan hasil uji kompetensi pedagogik dan keprofesionalan guru tahun 2014 di sembilan kabupaten mitra USAID PRIORITAS dan USAID DBE dibagi dalam empat tipe pedagogi dan keprofesionalan guru. Tipe pertama, berada dalam kelompok 88% guru tidak memenuhi standar kompentensi pedagogi dan profesional. Tipe kedua, 2 % guru yang memiliki
standar kompetensi diatas standar rata-rata. Selanjutnya, untuk tipe ketiga sebanyak 7,9 % guru memiliki kompetensi pedagogi diatas standar dan kompetensi profesional dibawah standar dan yang terakhir sebanyak 2 % guru memiliki kemampuan kompetensi pedagogi dibawah standar dan kompetensi profesional di atas standar. Data lainnya, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Aceh, Bapak Drs Ramli Rasyid MSi, mengungkapkan bahwa dari 128.486 guru di Aceh, ada sebanyak 35 ribu atau 27,4 % lebih guru sudah mengabdi selama 17 tahun tapi belum pernah mendapatkan pelatihan “Dari 128.486 guru yang ada di Aceh, 90.000 guru di bawah naungan dinas pendidikan dan selebihnya di bawah naungan Kemenag, bahkan di kemenag masih banyak guru bakti atau tenaga kontrak. Dari keseluruhan itu, tahun 2014 sebanyak 27,4 persen guru belum mendapatkan pelatihan hampir selama 17 tahun mengabdi menjadi guru bahkan sebelumnya mencapai 37,4 persen,” jelas Bapak Ramli yang disampaikan pada kegiatan Lokakarya Kedua, PKB, di Banda Aceh. Dia juga mengingatkan bahwa
kebijakan berdasarkan data adalah sesuatu yang mahal. “Kebijakan yang diambil berdasarkan data terutama kebijakan yang menyangkut pengembangan keprofesian guru adalah mahal. Tapi akan lebih mahal lagi jika kebijakan diambil tidak berdasarkan data, karena akan menghasilkan kebijakan yang kurang baik dan bisa saja tidak tepat sasaran,” ingat Bapak Ramli. “Oleh sebab itu, data PKB ini sangatlah kita butuhkan dan ini menjadi mahal karena kita dapat mengetahui guru apa, siapa namanya, di mana menganjarnya dan pelatihan apa yang dibutuhkannya,” lanjutnya. Strategi Implementasi Kebijakan Untuk mendukung hal tersebut, Dinas Pendidikan Provinsi Aceh bersama dengan USAID PRIORITAS secara kontinu melakukan pertemuan dan secara bersama menghitung anggaran yang akan digunakan untuk keperluan pelatihan diseminasi. Setelah melalui pengajuan dan rapat anggaran yang cukup panjang di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), pada pertengahan tahun 2016 anggaran sebesar Rp. 16,8 milyar disahkan oleh untuk pelaksanaan Diseminasi Pelatihan
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
95
15 orang fasda pembelajaran SD, 15 orang fasda pembelajaran SMP dan 10 orang fasda MBS yang akan menjadi aset daerah mereka dalam menyebarluaskan Praktik yang Baik. Penyeleksian fasda yang melibatkan unsur pengawas dinas pendidikan, LPMP Aceh, LPTK dan USAID PRIORITAS tersebut mengunakan standar perekrutan fasda yang pernah dilakukan oleh USAID PRIORITAS. Sebagian besar para fasda tersebut adalah guru, kepala sekolah dan pengawas terbaik.
Peserta pelatihan diseminasi Modul 1 USAID PRIORITAS di Kota Langsa, sedang berdiskusi mengidentifikasi pembelajaran kontekstual yang ada dalam video pembelajaran yang baru saja mereka amati.
Praktik yang Baik, Modul 1, 2 dan 3, untuk jenjang SD dan SMP, serta Modul 1, 2 dan 3, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara utuh di sepuluh kabupaten/kota yang belum menjadi mitra USAID PRIORITAS. Kegiatan yang bertajuk “Pelatihan Pedagogi dan MBS” dalam mata anggaran daerah tersebut, dilaksanakan di Kabupaten Aceh
96
Singkil, Aceh Selatan, Simeulue, Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Kota Langsa, Kota Lhokseumawe dan Kota Subulussalam. Tahap pertama, telah dilakukan perekrutan 400 orang fasilitator daerah (fasda) dari sepuluh kabupaten/kota dengan sejumlah fasda yang terbagi dalam tiga kategori (per-kabupaten/kota) yaitu
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
“Minat guru untuk menjadi fasda sangat besar, rata-rata di setiap kabupaten/kota kami menerima lebih dari 80-an calon fasda, tapi karena kita membatasi jumlah fasda per kabupaten sehingga kita harus memilih yang terbaik dari yang baik,” ungkap Bapak Suryadi Jaya SE MSi, Kasi Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah Dinas Pendidikan Aceh. Sebanyak 400 orang fasda, selanjutnya mengikuti Pelatihan untuk Pelatih (Training of Trainers/ ToT) yang dipusatkan di Banda Aceh. Para fasda USAID PRIORITAS menjadi nara sumber utama pada kegiatan yang berlangsung secara bergelombang selama tujuh hari per jenjang pelatihan. Kegiatan pelatihan Modul 1 di sepuluh kabupaten/kota
telah berlangsung pada September 2016, dan kegiatan lanjutan untuk Modul 2 dan 3 akan dilaksanakan pada November yang dilanjutkan dengan pendampingan oleh para fasilitator daerah. Pada pelatihan Modul 1, fasda dan staf USAID PRIORITAS dilibatkan untuk menjamin mutu dan pelaksanaan pelatihan dapat berjalan dengan baik. Setelah pelaksanaan Diseminasi Pelatihan Praktik yang Baik Modul 1, dinas pendidikan kabupaten/kota mengapresiasi metode yang dikembangkan oleh USAID PRIORITAS dalam pelatihan yang dilakukan secara aktif. Beberapa dinas pendidikan berinisiatif mendiseminasikan pelatihan tersebut ke sekolah non mitra, hanya saja pengusulan ini akan dilakukan untuk anggaran tahun 2017, dengan menjadikan sekolah mitra sebagai sekolah percontohan dan melibatkan fasda kabupaten/ kota sebagai tenaga pelatih. Dampak Kebijakan Dampak diseminasi pelatihan ini, seluruh kabupaten/kota (kecuali Kota Sabang dan Kabupaten Aceh Timur) telah mendapatkan pelatihan Praktik yang Baik. Fasilitator daerah, guru dan kepala sekolah yang telah mendapatkan pelatihan menyatakan pendekatan pelatihan yang dilakukan
oleh USAID PRIORITAS sangat berbeda dengan yang mereka ikuti sebelumnya. “Metode pelatihan yang dikembangkan oleh USAID PRIORITAS mendorong peserta terus bekerja dan memecahkan permasalahan secara bersama, metode ini menjadikan semua peserta bekerja secara aktif,” jelas Bapak Ahmad Yani, fasda Aceh Selatan. Perubahanpun mulai dirasakan di sekolah mitra setelah mengikuti pelatihan. Sekolah mulai menerapkan pembelajaran aktif dan manajemen yang partisipatif. Salah satu kesan tersebut disampaikan oleh Ibu Yuyun Faulia S.Pd. “Setelah selesainya Modul 1, kami mulai implementasikan hasil pelatihan di kelas, siswa sangat senang dan antusias terutama saat membedah kelas, duduk berkelompok dan belajar secara aktif,” kata Ibu Yuyun, guru SDN 14 Banda Sakti, Kota Lhokseumawe. Kendala dan Masalah Pengesahan anggaran dan jangka waktu pencairan menjadi kendala utama pada kegiatan yang dibiayai oleh APBD. Seharusnya para peserta memiliki tenggat waktu antara pelatihan dengan pelatihan lainnya untuk dilakukan pendampingan oleh
fasilitator daerah. Akan tetapi dengan keterbatasan waktu, pendampingan harus dilakukan di akhir seluruh kegiatan pelatihan (tidak per modul). Faktor Keberhasilan Faktor keberhasilan yang utama adalah dukungan dinas pendidikan kabupaten/kota dalam hal memilih sekolah dan peserta yang akan diikutsertakan dalam pelatihan. Dengan dipilihnya 12 SD dan 10 SMP sebagai sekolah mitra dengan pendekatan Whole School Development, beberapa dinas pendidikan berhasrat untuk melanjutkan pelatihan di beberapa sekolah lainnya dan menjadikan sekolah mitra sebagai sekolah acuan dalam pembelajaran dan manajemen sekolah.
Informasi lebih lanjut hubungi: Dinas Pendidikan Provinsi Aceh Jl. Tgk. H. Mohd. Daud Beureueh No.22 Banda Aceh Telp: 0561-22620, Fax: 0651-31991, 32386 Kontak Person: Drs Hasanuddin Darjo MM (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Aceh) Suryadi Jaya SE MSi (Kasi Kurikulum Dikdas, Dinas Pendidikan Provinsi Aceh)
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
97
Kabupaten Pidie, Aceh
Ribuan Guru Diseminasi Pelatihan Praktik yang Baik secara Mandiri Data dan Kebijakan Tujuan dari sertifikasi guru yang menjadi amanat UU Nomor 14 Tahun 2005 adalah untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, meningkatkan martabat dan meningkatkan profesionalitas guru. Akan tetapi, tujuan tersebut masih banyak yang belum tercapai terutama dalam hal meningkatkan keprofesionalan guru, karena banyaknya guru menggunakan dana sertifikasi untuk kesejahteraan. Karena adanya fenomena tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Pidie, Bapak Murthalamuddin, SP.d., M.SP menghimbau kepada seluruh guru jenjang SD dan SMP untuk wajib mengikuti diseminasi secara mandiri pelatihan praktik baik yang dikembangkan oleh USAID PRIORITAS. Himbauan Kadisdik bukan tanpa alasan, Dari hasil pendampingan
98
Para guru di Pidie, melaksanakan diseminasi pelatihan USAID PRIORITAS dengan dana mandiri. Kegiatan pelatihannya dilaksanakan melalui forum KKG dan MGMP.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) di Kabupaten Pidie, hasil uji kompetensi pedagogi dan keprofesionalan guru tahun 2015 didapati sebagian besar (92%) guru berada di bawah standar yang ditetapkan secara nasional (skor 55) dan hanya 8% yang memenuhi dan di atas standar yang ditetapkan. “Mengikuti diseminasi pelatihan praktik yang baik merupakan salah satu syarat bagi guru untuk sertifikasi mereka,” kata Bapak Murthalamuddin. Senada dengan Kadisdik, Wakil Bupati Pidie, Bapak M Iriawan SE, saat menghadiri kegiatan Multi Stakeholder PKB di Kabupaten Pidie mengingatkan akan pentingnya Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sebagai forum diskusi, belajar dan berbagi informasi tentang pembelajaran, “KKG dan MGMP sangat penting bagi guru untuk meningkatkan keprofesionalan mereka dalam mengajar. Guru pembelajar harus mampu menghidupkan budaya diskusi diantara pendidik. Pendidikan terus berkembang dan saling berbagi itu sangat penting untuk kita mengukur sejauh mana pemahaman kita dalam satu materi pembelajaran. Guru pembelajar harus terus
berlatih dan belajar,” jelas wabup yang menyatakan guru dikatakan tidak kreatif, bila sudah mendapatkan sertifikasi tapi tidak dimanfaatkan untuk mengembangkan keprofesionalan dirinya sendiri. Strategi Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan Kadisdik Pidie tersebut disambut dengan baik oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang langsung disosialisasikan kepada para kepala sekolah. Gayung bersambut, para guru juga merasa pelatihan menjadi kebutuhan bagi mereka dan siap menggunakan uang sertifikasi mereka untuk pelatihan. Setiap pelatihan selama 4 hari, satu orang guru membutuhkan Rp. 200.000,- untuk keperluan konsumsi dan ATK, sedangkan fasilitator dibiayai oleh USAID PRIORITAS. Di Kabupaten Pidie terdapat 9 UPTD yaitu: UPTD Wilayah I Padang Tiji, UPTD Wilayah II Gronggrong, UPTD Wilayah III Kota Sigli, UPTD Wilayah IV Indrajaya, UPTD Wilayah V Mutiara, UPTD Wilayah VI Geulumpang Tiga, UPTD Wilayah VII Kembang Tanjong, UPTD Wilayah VIII Sakti, dan UPTD Wilayah IX Tangse). Rencana pelatihan dikelola dan dilakukan secara kontinu di KKG dan MGMP.
Kepala Dinas Pendidikan Pidie, Murthalamuddin SPd MSP.
Melalui Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) dan ketua KKG, guru diundang untuk mengikuti pelatihan dan penyetoran biaya dilakukan oleh guru kepada bendahara KKG. Sedangkan saat pelatihan, segala keperluan konsumsi dan ATK dikelola oleh pengurus KKG. Dampak Kebijakan Guru menyadari pentingnya peningkatan kompetensi mereka, sehingga mereka secara mandiri mengikuti pelatihan sebanyak 256 SD dari total 278 SD dan seluruh SMP di Kabupaten Pidie (56 SMP) telah melaksanakan diseminasi
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
99
Grafik 1. Guru SD dan SMP yang Sudah dan Belum Dilatih
Praktik yang Baik dengan melibatkan hampir 3.000 orang guru (1.560 guru SD dan 931 guru SMP).
SD 4381
Kendala dan Masalah Besarnya keinginan guru dari 9 UPTD untuk dilatih, menyebabkan keterbatasan Fasda menjadi kendala yang utama. Fasda yang sebagian besar berprofesi sebagai kepala sekolah dan guru tersebut, juga mempunyai tupoksi yang harus dilaksanakan di sekolahnya. Selain itu, luasnya Kabupaten Pidie secara geografis menyebabkan distribusi fasda menjadi permasalahan lainnya, terutama dengan keterbatasan biaya transportasi. Faktor Keberhasilan - Keinginan besar guru untuk memanfaatkan sedikit dana sertifikasi mereka untuk meningkatkan kemampuan dalam mengajar. Hal ini dianggap sebagai amanah yang harus dilaksanakan sesuai tujuan pemberian sertifikasi - Keinginan bersama para guru untuk mengubah wajah pendidikan pendidikan Pidie yang terpuruk terutama pada nilai UKG. Kepala dinas pendidikan melakukan advokasi kepada para guru untuk mengikuti pelatihan Praktik yang Baik dengan cara meng-unjungi 1-2 sekolah setiap
100
SMP
2821 1953
1560 931
Total Guru
Sudah
hari, terutama sebelum masuk kantor (dalam perjalanan dari rumah ke kantor) Rekomendasi - Pemerintah Kabupaten Pidie dapat mengalokasikan biaya perjalanan dan nara sumber bagi fasda melalui APBD agar keinginan guru untuk terus belajar tidak terhenti karena kendala tersebut, terutama pasca program USAID PRIORITAS. - Dinas Pendidikan Pidie dapat menciptakan fasda-fasda baru yang berasal dari 9 UPTD sehingga jarak dan waktu tidak menjadi kendala dalam pembelajaran.
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
1022
Belum
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi: Kantor Dinas Pendidikan Pidie. Jl. Tgk Chik Di Tiro No. 8, Blang Asan, Sigli, Pidie. Telp: 0653-21576. Fax: 0653- 24786/24382 Murthalamuddin SPd MSp (Kepala Dinas Pendidikan) Ruslan SPd (Kabid Dikdas)
Daftar Konsultan dan Fasilitator Program Tata Kelola Guru LPTK Mitra USAID PRIORITAS No
Nama
Provinsi Aceh 1. Dra. Asiah MD, M.P 2. Dra. Sulastri, M.Si 3. Dr. Azhar M.Nur, M.Pd 4. Masbur, S.Ag., M.Ag 5. Mawardi, S.Ag., M.Pd 6. Surya, ST Provinsi Sumatra Utara Prof. Dr. Effendi Napitupulu 1.
LPTK
Fakultas
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) UIN Ar-Raniry UIN Ar-Raniry UIN Ar-Raniry USM Banda Aceh
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM)
Universitas Negeri Medan (UNIMED)
Dosen Fakultas Teknik (FT)
2.
Dr. Mutsyuhito Solin
Universitas Negeri Medan (UNIMED)
Dosen Fakultas Bahasa dan Seni (FBS)
3.
Dr. Edy Surya, M.Si
Universitas Negeri Medan (UNIMED)
Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
4. 5. 6. 7. 8.
Dr. Wildansyah Lubis, M.Pd Dr. Yasaratodo Wau, M.Pd. Dr. Imran Ahmad, M.Pd. Dr. Rahma Dewi, M.Pd. Dr. Indra Jaya,
Universitas Negeri Medan (UNIMED) Universitas Negeri Medan (UNIMED) Universitas Negeri Medan (UNIMED) Universitas Negeri Medan (UNIMED) IAIN Sumatra Utara
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
LPMP LPMP
Analisis Data Analisis Data
IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) LPMP Banten
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Reinhard Gultom, M.Kom 9. Jogi Siregar S.T 10. Provinsi Banten 1. Eko Wahyu Wibowo, S.Si, MM, M.Si 2. Biru Muqdamien, SE, M.Kom 3. Aan Ansori, S.Kom, M.Kom 4. Ezis Japar Sidik, S.Pd.,M.A 5.
Maman Fathurrohman, Ph.D
6.
Yana Kurniawan, M.Si
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Fungsional Umum
Daftar Konsultan dan Fasilitator
101
No
Nama
Provinsi Jawa Barat 1. Dr. Suryadi 2. Dr. Dedi Ahmad Kurniadi 3. Jajang Kusnendar, MT 4. Dr. Abu Bakar 5. Drs. M. Mutaqin, M.Pd 6. Dr. Andewi Suhartini, M.Ag 7. Dr. Moh. Sulhan, M.Ag Provinsi Jawa Tengah 1. Dr. Fatkuroji, S.Ag., M.Pd 2. Dr. Fahrurrozi, M.Ag 3. Dr. Yuli Utanto, S.Pd.,M.Si 4. Sudaryanta, S.Pd., M.Si 5. Dr. Yovitha Yuliejantiningsih, M.Pd 6. Y. Windrawanto, M.Pd 7. Dr. Wiwik Wijayanti, M.Pd 8. Mada Sutapa, M.Si Provinsi Jawa Timur 1. Pramono, S.Pd., M.Or. 2. Teguh Triwiyanto, S.Pd., M.Pd 3. Rakhmawati, M.Pd. 4. Dr. Erny Roesminingsih, M.Si 5. Dr. Suharjo, MS., MA Provinsi Sulawesi Selatan 1. Supriadi Torro, S.Pd., M.Si 2. Sahid S.Pd., M.Pd 3. 4. 5.
102
Usman, S.Ag., M.Pd Sitti Hajerah Hasyim Sahade, S.Pd., M.Pd
LPTK
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) UIN Bandung UIN Bandung UIN Bandung
Fakultas
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Dosen Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK)
UIN Walisongo Semarang UIN Walisongo Semarang Universitas Negeri Semarang (UNNES) LPMP Central Java IKIP PGRI Semarang Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW Salatiga) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Dosen Pascasarjana Rektor
Universitas Negeri Malang (UM) Universitas Negeri Malang (UM) UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Universitas Negeri Malang (UM)
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)
Universitas Negeri Makassar (UNM) Universitas Negeri Makassar (UNM)
Dosen Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Dosen Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Dosen Fakultas Ekonomi (FE) Dosen Fakultas Ekonomi (FE)
UIN Alauddin Makassar Universitas Negeri Makassar (UNM) Universitas Negeri Makassar (UNM)
Praktik yang Baik: Tata Kelola Guru
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)
USAID PRORITAS Ratu Plaza Office Tower Lt. 25. Jl. Jenderal Sudirman Kav 9, Jakarta-10270 Telp: (021) 722 7998 Fax: (021) 722 7978 email:
[email protected] www.prioritaspendidikan.org