, , ,
وفمرت
= rumput dan
فسنا
= insyaf grafem < >فditemukan dua
buah bunyi yaitu /p/ dan /t/ kemudian adapula satu bunyi lebih dari satu grafem contoh kata = ﻩبواubah di dapat satu fonem yaitu fonem /u/ tapi dua grafem yaitu grafem <>ا alif dan < > وwaw. Sementara dua grafem <
ا
> alif dan < > وwaw dapat melahirkan
Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Fonem Fonem adalah kumpulan kesan – kesan akustis dan gerakan artikulasi dari satuan yang terdengar dan satuan yang dituturkan, yang satu menentukan yang lain. Sehingga fonem sudah merupakan satu kompleks, yang satu kakinya berada di dalam setiap rangkaian ( Sausure, 1998 : 13 ). Sedangkan menurut Verhaar ( 1993 :36 ) sesuatu bunyi yang mempunyai fungsi untuk membedakan kata dengan kata yang lain disebut fonem. Definisi lain diungkapkan oleh Nurhadi ( 1995 : 297 ) bahwa satuan terkecil dari ciri – ciri bunyi bahasa yang membedakan arti dinamakan fonem. Selanjutnya Chaer ( 1994 : 125 ) mengatakan fonem adalah bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi untuk membedakan makna kata. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa fonem adalah satuan bunyi bahasa yang berfungsi untuk membedakan makna kata dari kata yang lain. 3.1. Identifikasi Fonem Menurut Verhaar ( 1993 : 36 ) dan Chaer ( 1994 : 125 ) untuk mengetahui apakah sebuah bunyi berupa fonem atau bukan harus mencari sebuah satuan bahasa atau sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa yang lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Satuan bahasa itu setidaknya membuat pasangan minimal ( minimal fair ). Karena definisi pasangan minimal itu menurut Verhaar adalah seperangkat kata yang sama kecuali dalam dalam hal satu bunyi saja. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, berarti bunyi tersebut adalah fonem, karena ia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa itu, Misalnya kata Indonesia ‘murah’ dan ‘lurah’. Kedua kata itu sangat mirip masing – masing terdiri dari lima bunyi, yang pertama adalah bunyi [m]. [u], [r], [a], dan [h] dan yang kedua mempunyai bunyi [l], [u], [r], [a], dan [h[ jika kita bandingkan ternyata perbedaannya hanya pada [m] dan [l] pada dua kata itu namun kata itu menjadi berbeda artinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunyi [m] dan [l] adalah fonem yang Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008
berbeda dalam bahasa Indonesia. Tetapi kadang-kadang pasangan minimal ini tidak mempunyai jumlah bunyi yang persis sama. Misalnya kata dalam bahasa Indonesia yaitu ‘muda’ dan ‘mudah’ juga merupakan pasangan minimal, sebab tiadanya bunyi [h] pada kata kedua menyebabkan kedua kata berbeda maknya. Jadi hal itu bunyi [h] adalah sebuah fonem. 3.2. Alofon Pengertian alofon menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah varian bunyi (Kridalaksana, 1993 : 10). Sedangkan Chaer (1994 : 127) mengemukakan bahwa alofon adalah bunyi – bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah fonem. Bahkan ia menambahkan pernyataannya, kalau alofon adalah realisasi dari sebuah fonem, maka fonem bersifat abstrak karena fonem itu adalah abstraksi dari alofon atau alofon-alofon lain. Dengan kata lain yang konkrit dalam bahasa adalah alofon. Sebab alaofon-alofon itulah yang diucapkan. 3.3. Klasifikasi Fonem Bunyi – bunyi bahasa Indonesia umumnya terdiri dari dua golongan besar yaitu bunyi – bunyi segmental dan supra segmental (Nurhadi : 292). Sama halnya seperti yang diungkapkan Chaer (1994 : 128) klasifikasi fonem sama dengan klasifikasi bunyi yaitu adanya fonem segmental dan supra segmental. Yaitu fonem – fonem yang berupa bunyi yang didapat sebagai hasil segmentasi terhadap arus ujaran disebut fonem segmental. Sebaliknya fonem yang berupa unsur suprasegmental atau fonem non segmental. 3.3.1. Bunyi Segmental 3.3.1.1. Vokal Secara fonetis lahirnya bunyi vokal dihasilkan dengan cara mengeluarkan udara dari paru – paru tanpa mendapat hambatan atau gangguan di dalam rongga hidung (Nurhadi, 1995 : 292). Ia juga menerangkan bahwa vokal ini tidak tergantung dari kuat lembutnya udara, tapi tergantung beberapa hal, seperti : posisi bibir, tinggi rendahnya lidah, dan maju mundurnya lidah.
Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008
Kemudia Chaer (1994 : 113) mengatakan bahwa vokal biasanya diklasifikasikan berdasarkan posisi lidah dan mulut. Posisi lidah bisa vertikal bisa horizontal. Kemudian menurut bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak bundar. Sedangkan bunyi vokal dalam bahasa Arab dikenal dengan menunjukkan tanda yang disebut dengan harkat. Ia tidak dinyatakan dengan huruf dan ia terdapat tiga bunyi vokal yaitu /a/ dengan nama fathah, /i/ dengan nama kasrah dan /u/ dengan nama dhomnah. Contoh kata = ﺿﺮب
ب
= fathah
= ba
ر
= kasrah
= ri
ض
= dhomnah
= du ( Sulaiman, 1981 : 16 )
Kemudian harkat ini juga ada yang ditandai dengan huruf namun ia tidak menyatakan bahwa kata itu berbunyi harkat panjang, Huruf itu adalah = اharkat panjang untuk bunyi /a/, = وharkat panjang untuk bunyi /u/, dan = يharkat panjang untuk bunyi /i/ : Contoh :
ا
=
راج
= jaar
و
=
ﻃﻮر
= thuur
ي
=
تﻳﻦ
= tiin
3.3.1.2. Konsonan Nurhadi (1995 : 293 ) mengemukakan bahwa bunyi konsonan dihasilkan dari keluarnya udara dari paru – paru yang kemudian mendapat hambatan atau gangguan pada rongga mulut dan hidung. Sedangkan Chaer (1994 : 116) menyatakan bahwa konsonan dibedakan berdasarkan tiga kriteria yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi. Berdasarkan tempat artikulasi tidak lain daripada alat ucap yang digunakan dalam pembentukan bunyi itu. Pembagiannya adalah sebagai berikut : 1. Bilabial, konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir yang termasuk di dalamnya adalah konsonan [p], [b], [m], dan [w]. 2.
Labodental, konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas, yang termasuk adalah konsona [f] dan [v].
Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Laminoalveolar, konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi, yang termasuk adalah konsonan [t], [d], dan [n]. 4. Dorsovelar, konsonan yang terjadi pada pangkal dan velum atau langit lunak, dan yang termasuk adalah konsonan [k], [g], dan [n]. 5. Palatal, dihasilkan oleh bagian tengah lidah dan langit – langit keras, misalnya [c], dan [j]. 6. Apikovelar, dihasilkan oleh ujung lidah dan lengkung kaki gigi, misalnya [t] dan [n]. 7. Hamzah glotal stop posisi pita tertutup sama sekali, misalnya [?]. 8. Laringal, posisi pita suara terbuka agak lebar, contoh [h]. Selanjutnya berdasarkan cara artikulasi, yaitu bagaiman gangguan dan hambatan yang dilakukan terhadap arus udara itu. Bagian ini dapat dibedakan adanya konsonan. 1. Hambat ( letupan, plosif, dan stop ), di sini artikulator menutup aliran udara. Sehingga udara mampat di belakang penutupan ini. Kemudian penutupan ini dibuka secara tiba – tiba sehingga menyebabkan terjadinya letupan seperti bunyi [p], [b], [t], [d], [k], dan [g]. 2. Geseran atau frikatif, di sini artikulator aktif mendekati artikulator pasif, membentuk celah sempit sehingga udara yang lewat mendapat gangguan di celah itu seperti [f], [s], dan [z]. 3. Paduan atau afrikat, di sini artikulator menghambat seluruh aliran udara, lalu membentuk celah sempit dengan artikulator pasif, ini merupakan gabungan antara hambatan dan frikatif seperti [c] dan [j]. 4. Sengauan atau nasal, di sini artikulator menghambat sepenuhnya aliran udara melalui mulut tetapi membiarkannya keluar melalui rongga hidung dengan beda seperti [m], [n], dan [ŋ]. 5. Getaran atau triil, di sini artikulator aktif kontak beruntun dengan artikulator pasif, sehingga getaran bunyi itu terjadi berulang-ulang, seperti [r]. 6. Sampingan atau lateral, di sini artikulator aktif menghambat aliran udara pada bagian tengah mulut, lalu membiarkan udara keluar melalui samping lidah seperti [l]. 7. Hampiran atau aproksimon, di sini artikulator aktif dan pasif membentuk ruang yang mendekati posisi terbuka seperti dalam pembentukan vokal tetapi tidak cukup sempit
Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008
untuk menghasilkan konsonan geseran. Oleh karena itu bunyi yang dihasilkan sering disebut semi vokal seperti [w] dan [y]. Berdasarkan pita suara dibedakan adanya bunyi konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara dengan keterangan sebagai berikut : 1. Bunyi konsonan bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit. Sehingga terjadilah getaran pada pita suara contohnya adalah [m], [ņ], [ŋ], [ń], [ň], [b], [d], [j], [g], [v], [z], [l], [r], [ŗ], [R]. 2. Konsonan tak bersuara, contohnya adalah [p], [t], [ţ], [c], [k], [f], [x], [h], [s], [š].
3.3.2. Bunyi Suprasegmental 3.3.2.1. Tekanan atau Stress Tekanan adalah menyangkut masalah keras lunaknya bunyi suara yang diucapkan sehingga ia menghasilkan makna yang berbeda-beda. Contohnya dalam bahasa Inggris kata “black board” bila tekanannya pada unsur ‘black’ maka artinya ‘papan tulis’ kalau tekanannya pada unsur ‘board’ maka berarti ‘papan hitam’. Kalau dalam bahasa arab tekanan kata seperti yang dikemukakan oleh Sulaiman (1981:19) di bawah ini : 1. Kata yang mempunyai dua suku kata mendapat aksentuasi (tekanan suara) pada suku pertama. Contoh : ( اﻟﺴﻢismun) dan ( رحبbahrun). 2. Kata yang mempunyai tiga suku kata mendapat aksentuasi (tekanan suara) pada suku pertama kecuali jika suku tengahnya berharkat sukun (mati) dan suku inilah yang mendapat tekanan suara (aksentuasi). Contoh
: لتق
(qotala) dan
بعل
(la’iba). 3. Apabila huruf mati digandakan (yang pertamanya tanpa harkat) maka dalam tulisannya hanya satu saja dan diberi tanda ّ , yang dinamakan tasydid atau syaddah. Jadi huruf yang mempunyai tanda ini dibaca ganda seperti :
ﻋﻠﻢ
‘allama
ﻗﺪم
qoddama
3.3.2.2. Nada
Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008
Nada ini berkenaan dengan tinggi rendahnya suara atau bunyi yang apabila terdapat pengucapan dengan fonem yang sama tetapi nada ucapannya berbeda maka akan berbeda makna. Dan bisa ditandai dengan / َ / untuk nada naik, /
/ untuk nada turun, / /
untuk nada turun naik, / / untuk nada naik turun. 3.3.2.3. Jeda (persendian) Jeda (persendian) berkenaan dengan hentian bunyi arus ujar. Disebut juga karena adanya hentian itu dengan kesendian karena ditempat perhentian itulah terjadinya persambungan antara segmen yang satu dengan segmen yang lain. Jeda ini dapat bersifat penuh juga dapat bersifat sementara, biasanya dibedakan adalah sendi dalam arus (internal juncture) dan sendi luar (open juncture). Sendi dalam menunjukkan batas antara satu silabel dengan silabel yang lain yang menjadi batas silabel biasanya diberi tanda tambah (+) misalnya : / min + ta / / an + dai / / ma + ta + ha + ri / Sendi luar menunjukkan batas lebih besar dari segmen silabel dalam hal ini biasanya dibedakan : 1. jeda antar kata dalam frase diberi tanda berupa garis miring tunggal ( / ) 2. jeda antar frase dalam klausa diberi tanda berupa garis miring ganda ( // ) 3. jeda antar kalimat dalam wacana diberi tanda berupa silang ganda ( # ) contoh kalimat ‘# dosen // bahasa/ modern # dan # dosen / bahasa// modern #’ Dalam kata itu harus jelas pengucapannya dimana letak jedanya, sehingga tercapai makna yang dimaksud. 3.4. Silabel Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtunan. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal dan konsonan atau lebih. Silabel sebagai satuan ritmis mempunyai puncak kenyaringan yang biasanya jatuh pada sebuah vokal. Menurut Chaer (1995 :124) menentukan batas silabel memang agak sukar karena penentuan batas itu juga menyangkut beragam persoalan bahasa diantaranya fonetik,
Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008
fonemik, morfologi dan ortografi misalkan kata ‘makanan’ apabila dipisahkan secara fonemik pemisahannya adalah [ma], [ka] dan [nan], padahal secara ortografi pemisahannya adalah ma+ka+nan. 3.5. Khasanah Fonem Chaer (1995 : 131) menyatakan yang dimaksud dengan khasanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa. Menurut catatan para pakar yang tersedikit jumlah fonemnya adalah bahasa asli penduduk hawai yaitu hanya 13 buah fonem, dan yang jumlah fonemnya terbanyak yaitu 75 fonem adalah sebuah bahasa di Kaukasus Utara. Begitu juga dengan perimbangan jumlah fonem vokal fonem konsonannya. Bahasa arab hanya mempunyai tiga buah fonem vokal, bahasa Inggris dan bahasa Prancis mempunyai lebih dari 10 buah fonem vokal. Ada kemungkinan juga karena perbedaan tafsiran, maka jumlah fonem dalam suatu bahasa menjadi tidak sama banyaknya menurut pakar yang satu dengan pakar yang lain. Ini karena cara penganalisaan yang berbeda dengan mengaitkan unsur segmental dan suprasegmental. 4. Grafem Menurut Nurhadi (1995 : 332) bahwa grafem adalah bagian dari garapan ortografi (segala sesuatu yang berhubungan dengan tulisan). Dia mengungkapkan pembahasan ortografi itu terbagi kepada tiga yaitu : (1). Grafem-grafem (2). Konvensi-konvensi ejaan, (3). Konvensi-konvensi fungtuasi atau tanda baca. Pembahasan dalam analisis ini adalah bagian pertama yaitu grafem. Ia mendefinisikan grafem adalah pelambang dari fonem yang berbentuk huruf. Grafem berasal dari kata graf yaitu huruf, grafem itu sendiri pengertiannya adalah lambang dari fonem (Kridalaksana 1993 : 66). Selanjutnya Chaer (1994 : 93) mengungkapkan graf adalah satuan terkecil dalam aksara yang belum ditentukan statusnya. Kemudian pernyataan tentang grafem adalah
Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008
atuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem, suku kata atau morfem, tergantung dari sistem aksara yang bersangkutan. Jadi dari ungakapan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa grafem itu adalah huruf tetapi ia gambaran dari fonem. Jadi hubungan fonem dengan grafem sangat berkaitan. Setelah menganalisa keterangan Chaer (1994 : 93-95) maka bagian dari grafem adalah tiga yaitu unsur-unsur grafem yang sama dengan fonem yaitu grafem yang terbentuk adanya fonem segmantal dan suprasegmental, kemudia bentuk-bentuk penulisannya yang disebut dengan alograf, serta penggunaan huruf menurut jumlahnya yang akan dibahas sebagai berikut. 4.1. Unsur-Unsur Grafem Mengingat grafeam itu adalah pelambang dari fonem maka unsur segmental dan suprasegmental fonem itupun akan terlihat dalam grafem. Unsur-unsur itu secara keseluruhan adalah vokal, konsonan, stress, nada dan jeda. Maka grafemnyapun akan sesuai penulisannya seperti bunyi yang dihasilkan oleh fonem. Contoh fonem vokal /a/ maka grafemnya adalah . 4.1. Alograf Alograf adalah anggota dari satuan aksara yang merupakan grafem yang berbedabeda menurut posisinya atau pelbagai bentuk dari huruf tulis. (Kridalaksana 1993 : 10). Sedangkan Chaer (1994 : 93) menyatakan alograf adalah varian dari grafem. Jadi, alograf itu adalah bagian dari grafem yang tulisannya diatur menurut bentuk dan posisinya. Chaer mencontohkan posisi huruf arab dapat berdiri sendiri, diawal, di tengah, dan di akhir. Contoh grafem <> ج
جbila berdiri sendiri ﺠbila di awal ﺠbila di tengah ﺞbila di akhir
Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008
Contoh lain dalam bahasa Indonesia misalkan huruf bila di awal kalimat menjadi huruf kapital atau dalam tulisan grafem sambung dapat ditulis dengan : B huruf kapital b bila berdiri sendiri bila di awal bila di tengah bila di akhir 4.2. Penggunaan Huruf/ Grafem Menurut Jumlah Grafem atau huruf tidak selalu sama jumlahnya dengan fonem dalam satu bahasa atau sebaliknya. Dalam bahasa Fin dan bahasa Turki setiap huruf melambangkan satu fonem. Dalam bahasa Indonesia ada beberapa fonem yang dilambangkan dengan gabungan dua buah huruf. Contoh gabungan huruf
Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008
dari fonem. Meskipun dalam linguistik secara umum nantinya ada simbol untuk menyatakan unsur fonemis seperti bunyi [ ] yang di dalam bahasa Indonesia grafemnya tetap
Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Sabaruddin, dkk. 1994. Pedoman Sistem Ejaan Huruf Arab Melayu Indonesia. Medan : Departemen P & K Arsyad Thoib Lubis, Muhammad. 1991. Riwayat Nabi Muhammad SAW. Medan : Islamiyah Bloom Field, Leonard. 1995. Language. Jakarta : P.T. Gramedia Pustaka Utama Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal – Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya : Airlangga University Press Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta De Sausure, Ferdinand. 1996. Pengertian Linguistik Umum. Yogyakarta : Gajah Mada University Press Kridalaksana, Hari Mukti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta : P.T. Gramedia Pustaka Utama Lass, Rober. 1991. Fonologi. Semarang : IKIP Semarang Press Muchtar, Muhijar. 1988. Linguistik Umum Sebuah Survei Pengantar. Medan : Departemen P & K Muda, Iskandar, T. 1996. Kesusastraan Klasik Melayu Sepanjang Abad. Jakarta : Penerbit Libra. Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan. Semarang : IKIP Semarang Press
Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008
Pasaribu, Daud, dkk. Tanpa Tahun. Aksara Arab Melayu Indonesia. Jilid I, II, dan III. Medan : Budi Utomo Samsuri. 1974. Analisa Bahasa. Jakarta : Erlangga Sulaiman, Kasim. 1981. Prama Sastra Arab. Jakarta : Penerbit Prakarsa Belia Tarigan, H.B. 1984. Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung : Angkasa Verhaar, J.W.M. 1990. Pengantar Linguistik. Yogyakarta : Jakarta University Press Vikov, Lars, S. 1990. Penyempurnaan Ejaan. Jakarta : Intermasa Yock Fang, Liau. 1991. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta : Erlangga Zubersyah, Nurhayati Lubis. 1995. Bahasa Indonesia Dan Teknis Penyusunan Karangan Ilmiah. Medan : USU Press
Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2008