UNIVERSITAS INDONESIA
SELF-DISCLOSURE PEREMPUAN MUDA DI PLATFORM ONLINE DATING (Studi pada Mahasiswi Pengguna Aplikasi Tinder)
MAKALAH NON SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial
Anggita Nurfazila 1206273270
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STUDI HUMAS DEPOK DESEMBER 2015
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
HALAMAN PENGBSAHAN
Makalah Non-Seminar ini diajukan oleh
:
Nama
Anggita Nurfazila
NPM
1206273270
Departemen
Ilmu Komunikasi
Peminatan
Humas
Judul Makalah
SELF DISCLOSURE PBREMPUAN MUDA DI PLATFORM ONLINE DATING (Studi pada Mahasiswi Pengguna Aplikasi Tinder)
Telah disetujui oleh dosen pembimbing dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ihnu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
DOSEN PEMBIMBING
Dra. Rosy Tri Pagiwati, M.A
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
:
8. Tas<,rnbqr 2o
if
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KBPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan dibawah
Nama
Anggita Nurfazila
NPM
1206273270
Program Studi
Humas
Departemen
Ilmu Komunikasi
Fakultas
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya
Karya Ilmiah: Makalah Non Seminar
ini
:
demi perkembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul
:
SELF DISCLOSURE PEREMPUAN MUDA DI PLATFORM ONLINE DATING (Studi pada Mahasiswi Pengguna Aplikasi Tinder) beserta perangkat yang ada (iika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal
Yang mel'I \r.-
l1:.1
i'.:uT Anggita
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
l.', ,
,ti
,
'.'
f irilil
Formulir Persetujuan Unggah dan Perencanaan Publikasi Naskah Ringkas
Nama NIPAIUP
: Dra. Rosy Tri Pagiwati, : 19530407198703 1003 Pembimbing dari mahasiswa S I :
M.A
Nama
Anggita Nurfazila
NPM
1206273270
Fakultas Program Studi Judul Naskah ringkas
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ilmu Komunikasi/Humas
SELF DISCLOSURE, PEREMPUAN MUDA DI PLATFORM ONLINE DATING (Studi pada Mahasiswi Pengguna Aplikasi Tinder) Menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah diperiksa dan disetujui untuk diunggah di Ul-ana melalui lib.ui.ac.id/unggah. Rencana publikasi naskah ringkas ini*: tr Dapat diakses di Ul-ana (lib.ui.ac.id) saja n Akan diterbitkanpada Jurnal Program Studi/Departemen/Fakultas/ di UI yang diprediksi akan dipublikasikan pada.........,.............(bulan/tahun terbit) Akan dipresentasikan sebagai makalah pada Seminar Nasional ...........yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada. . . . . . . . .(bulan/tahun terbit) Akan ditulis dalam bahasa inggris dan di presentasikan sebagai makalah pada Konferensi Intemasional. . . . Yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada...... . (bular/tahun terbit) Akan diterbitkan pada jumal nasional yaitu.............. Yang diprediksi akan dipublikasi pada.........,...............(bulan/tahun terbit) Akan ditulis dalam bahasa inggris untuk dipersiapkan terbit pada jumal Intemasional
E
tr
.
tr tr tr tr
yaitu.............. Yang diprediksi akan dipublikasikan pada......................Oular/tahun terbit) Akan ditunda akses dan publikasi onlinenya karena akan/sedang dalam proses pengajuan Hak PatenfIKI hingga tahun. . . .. . Tidak dipublikasikan karena sedang dalam proses HKI, dan lain lain
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Depok,
Pembimbing Karya Ilmiah
Dra. Rosy Tri Pagiwati, M.A
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
SELF-DISCLOSURE PEREMPUAN MUDA DI PLATFORM ONLINE DATING (Studi pada Mahasiswi Pengguna Aplikasi Tinder) 2015 Anggita Nurfazila Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail :
[email protected] Abstrak Seiring perkembangan teknologi, online dating menjadi semakin marak dilakukan dan caranya semakin beragam. Tinder, merupakan sebuah aplikasi online dating yang sedang di puncak popularitas. Penggunanya tersebar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Penelitian dengan metode kualitatif ini mengambil lima informan dan meneliti tentang bagaimana perempuan muda Indonesia (mahasiswi) sebagai pengguna Tinder, melakukan dan menanggapi self-disclosure dalam dinamika hubungan yang ia jalani dengan pria yang dikenal melalui Tinder. Melalui wawancara semi terstruktur, didapatkan hasil yang cenderung mirip antar informan. Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa perempuan muda enggan melakukan self-disclosure lebih dahulu, tapi memegang kontrol akan berlanjut tidaknya hubungan. Selain itu, self-disclosure yang dilakukan mahasiswi atau ditanggapi mahasiswi cenderung luas, namun tidak mendalam.
YOUNG WOMEN'S SELF DISCLOSURE IN ONLINE DATING PLATFORM (Study on Tinder Student Users) In these modern days, people are getting easier to find their date. Internet just let them know faster and meet each other at the soonest. One of the bloomest ways nowadays is through online dating via smartphone application. Tinder, is one of the most popular online dating applications in recent years especially in Indonesia. This phenomenon encourages the writer to do some qualitative survey with five informants and observe how Indonesian young women, as Tinder users, demonstrate and respond self-disclosure in a relationship to the man whom they know from Tinder. Through semi-structured interviews, it has been found that there are likely some similarities among informants. The final results show that young women do not want to denote self disclosure at the first time, but take the control and let them decide whether it is worth to continue the relationship or not. Furthermore, the way of young women (students) act or show self disclosure tends to be broad but not deep. !" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Keyword: Online dating, Tinder, self disclosure, Latar Belakang Tinder adalah aplikasi online dating yang telah dirancang sedemikian rupa untuk membantu pengguna menemukan calon pasangan potensial di area yang spesifik (Hess, 2014). Tinder yang diluncurkan pada tahun 2012 terbilang cukup sederhana dibanding dengan situs online dating pada umumnya, yaitu hanya berisi beberapa foto dan informasi personal yang pendek. Profil di Tinder dihubungkan dengan profil Facebook dan menunjukan mutual friends dan similar interests. Pengguna menggeser ke kiri untuk menolak seseorang dan menggeser ke kanan jika suka. Jika kedua pengguna saling menggeser ke kanan, artinya mereka matched dan dapat berkomunikasi satu sama lain. Sementara jika salah satu atau keduanya ada yang menggeser ke kiri maka keduanya tidak dapat berkomunikasi. Witt (2014) mengungkapkan bahwa Tinder adalah aplikasi online dating gratis yang paling cepat pertumbuhannya dalam sejarah. Namun Tinder bukanlah satu-satunya layanan online dating yang digunakan individu dalam mencari pasangan. Online dating merupakan fenomena yang mengiringi perkembangan teknologi terutama sejak hadirnya mesin komputer dan komersialisasi internet di tahun 90-an (Angwin, 1998). Dengan hadirnya internet sebagai medium kencan, individu dapat berpikiran terbuka, dan menjalin hubungan satu sama lain tanpa dibatasi ruang dan waktu (Yum & Hara, 2005). Di internet, banyak tersebar cerita pengalaman perempuan Indonesia dalam menggunakan Tinder untuk menjalin hubungan percintaan. Situs Magdalene.co pernah mengulas kisah Wulan, perempuan berumur 30 tahun yang menggunakan Tinder untuk mencari kekasih. Wulan yang sedang mengejar gelar PhDnya merasa kemungkinannya untuk menemukan pasangan hidup sangat sulit. Oleh karena itu dia mencoba aplikasi Tinder. Dalam beberapa hari dia mendapatkan 20-30 matches dan sudah melakukan interaksi dengan beberapa dari mereka. Namun ada juga orang-orang menyeramkan yang menyapanya, yang meminta foto dirinya tanpa busana. Tanpa basa-basi dia langsung menghapus orang tersebut. Tak lama, dia menemukan lelaki yang cukup menarik, lalu melakukan swipe ke kanan atau memilih ‘Yes’ untuk lelaki itu. Ternyata, Wulan dan lelaki tersebut match, dimana lelaki tersebut juga memilih ‘Yes’ saat melihat foto Wulan. Awal mula dari match ini kemudian terus berlanjut dengan sangat mulus sampai ketika mereka melakukan pertemuan pertama hingga kencan. Hubungan mereka pun semakin dalam. Wulan mulai menyukai dan jatuh cinta kepada lelaki itu dan merasa bahwa dia merupakan lelaki idamannya selama ini. Namun hubungan mereka tidak berjalan baik, karena lelaki itu mengatakan bahwa ia akan pergi ke luar negeri dan tidak tahu kapan akan kembali. Wulan (Magdalene.co, 2015) menuliskan bahwa akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan perpisahan. Dalam pertemuan terakhir lelaki itu mengatakan bahwa dia tidak pernah berkeinginan untuk tinggal karena dia sendiri pun hidup berpindah pindah. Setelah melakukan perpisahan dan dalam perjalanan pulang, dia mengatakan kepada lelaki itu bahwa dia menyukainya. Namun sayang sekali ternyata lelaki itu tidak membalas perasaannya. Lelaki itu tidak menganggap hubungan yang dijalaninya #" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
melalui Tinder akan berjalan serius. Tentu saja hal ini membuat Wulan menjadi sangat kecewa dan sakit hati karena merasa tertipu dan terlalu mudah untuk jatuh cinta kepada seseorang lewat situs online dating. Semenjak itu dia tidak pernah menggunakan Tinder lagi karena terlalu kecewa dan merasa trauma akan mengalami hal yang menyakitkan lagi dengan lelaki sebelumnya yg sudah mengecewakannya. Cerita lain tentang pengalaman perempuan Indonesia menggunakan Tinder juga pernah dipublikasikan sendiri oleh sang pengguna yang bernama Mya (myaharyono.com, 2014). Mya adalah lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan sekarang bekerja sebagai auditor. Awal mula Mya menggunakan Tinder karena rekomendasi sahabatnya agar Mya mendapatkan jodoh. Dari semua lelaki yang match, hanya satu lelaki yang Mya pilih untuk melanjutkan hubungannya hingga pertemuan terjadi, yaitu seorang lelaki bernama Deny. Seiring waktu, hubungan Mya dan Deny menjadi intens, dan Mya akhirnya jatuh hati pada lelaki tersebut. Namun, setelah Mya mencari informasi mengenai Deny, ternyata Mya menemukan bahwa Deny memiliki identitas ganda, dimana di akun jejaring sosial lain ia memiliki nama Azka. Tanpa disangka, ternyata Deny/Azka sudah memiliki istri dan anak, dan istri Deny/Azka bahkan mengontak Mya untuk memperingatinya akan apa yang sedang ia jalin dengan Deny/Azka. Kejadian ini akhirnya membuat Mya menghindari online dating hingga sekarang. Meskipun cerita-cerita tentang pengalaman perempuan Indonesia dalam menggunakan Tinder banyak yang berakhir tidak bahagia, namun Tinder masih digemari oleh para singles yang hendak mencari kekasih. Dilansir dari teknologi.metrotvnews.com (2014), Tinder merupakan salah satu aplikasi kencan yang paling digemari dan menjadi alternatif dalam mencari kekasih bagi yang belum memiliki pasangan. Feby Ramadhani, salah satu dari sekian banyak mahasiswi Indonesia yang bergabung di aplikasi Tinder dan melakukan pengamatan tentang aplikasi tersebut, mengungkapkan bahwa Tinder cenderung menjadi pilihan utama individu khususnya kalangan muda dalam mencari pasangan kencan dan membangun hubungan percintaan. Ia menulis pernyataan berikut di artikel yang dimuat di Whiteboard Journal (2015): “It soon became clear to me why a lot of my friends were addicted; it was a treasure trove of some of the most desirable bachelors in the area. It is very likely that when matches are made on Tinder, dopamine – the chemical associated with feelings of pleasure – is released in the brain.” Tinder adalah sebuah sarana online dating dan komunikasi di internet yang telah menyaksikan beragam proses self-disclosure antar penggunanya demi mendapatkan kekasih. Self-disclosure berperan penting dalam menjalin hubungan di Tinder, karena melalui selfdisclosure individu dapat saling mengenal dan memutuskan untuk menjalin hubungan atau tidak. Berdasarkan paparan sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami peran self-disclosure yang dilakukan di platform online dating Tinder, mengetahui proses dan $" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
dinamika mahasiswi dalam menjalin hubungan percintaan melalui Tinder serta peran selfdisclosure dalam hubungan tersebut. Tinder dipilih karena cara kerjanya yang berbeda dengan situs kencan lainnya. Jika dalam situs kencan pada umumnya terdapat fasilitas isian dimana individu harus mengungkapkan informasi mengenai dirinya, Tinder memberi ruang terbatas bagi individu untuk mengungkapkan informasi dirinya di profilnya. Proses pengungkapan diri (selfdisclosure) pada Tinder ditentukan oleh komunikasi interpersonal yang diinisiasi dan dilakukan individu terhadap pasangannya. Hal ini mendorong individu untuk melakukan selfdisclosure melalui percakapan, tanpa mengetahui informasi yang cukup mengenai lawannya. Tinder saat ini sedang marak diminati kalangan muda, khususnya oleh mahasiswa dan mahasiswi. Mahasiswi dipilih sebagai subjek penelitian dengan mempertimbangkan fakta bahwa sebagai berikut:90% pengguna aplikasi Tinder berusia 18-24 tahun (theguardian.com, 2014), yang jika disesuaikan dengan konteks Indonesia, umumnya merupakan usia kuliah (mahasiswa). Tinjauan Teoritis Self-disclosure Jourard (1971) mendefinisikan self-disclosure sebagai tindakan manifestasi diri, menampilkan diri, sehingga orang-orang dapat memahami diri. Ungkapan ini menggambarkan fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Individu mengungkapkan banyak aspek dari diri mereka sendiri ketika mereka bertemu orang lain, dan jenis pengungkapan diri tersebut selalu terjadi dalam pertemuan tatap muka di mana orang-orang berbicara tentang diri mereka sendiri. Pandangan kedua tentang self-disclosure menurut Derlega (1993) yaitu, hal-hal apa saja yang biasanya orang-orang ungkapkan secara lisan tentang diri mereka sendiri kepada orang lain (termasuk pikiran, perasaan, dan pengalaman) Derlega juga mengemukakan tiga fungsi utama dari self-disclosure yaitu memberikan keberhasilan dalam membangun sebuah hubungan, kemudian mendapat validasi sosial atau dapat dikatakan mendapatkan feedback tentang pikiran kita serta dapat mendapatkan bantuan. Yang terakhir, self-disclosure membantu masyarakat dalam mempertahankan kontrol sosial. Sebagai contoh, manusia dapat selektif dalam memberikan informasi kepada orang lain untuk membuat kesan yang baik (Derlega, 1993). Seiring perkembangan teknologi, semakin beragam bentuk komunikasi yang dapat dilakukan – dan semakin beragam cara melakukan self-disclosure. Self-disclosure di komunikasi lewat medium komputer atau internet, misalnya, merupakan sesuatu yang umum. Seperti yang telah dituliskan di atas, Ben-Zeev (2004) menyatakan bahwa self-disclosure yang dilakukan dalam komunikasi lewat medium komputer atau internet biasanya akan lebih berkualitas dan lebih luas. Alasan yang Ben-Zeev berikan untuk argumennya tersebut adalah: (1)
Semakin tinggi anonimitas, semakin berkurang kerapuhan %"
" Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Dalam hubungan online, individu dapat menjadi sebagian atau seluruhnya anonim, individu dapat memilih untuk menutup sebagian atau seluruh identitas mereka. Anonimitas dalam hubungan online membuka ruang bagi self-disclosure, karena ketika individu membuka diri (bukan identitas), resiko yang dihadapi sangat kecil mengingat mereka tidak tahu dan tidak memiliki tanggung jawab dengan individu yang mereka ajak komunikasi. Dalam komunikasi langsung (tatap muka) seperti kencan, pacaran, atau pernikahan, individu akan lebih sulit membuka diri dan mengungkapkan hal-hal personal bagi mereka seperti perasaan, rahasia, dan fantasi karena adanya kemungkinan informasi tersebut akan membahayakan hubungan. Sementara dalam komunikasi lewat medium komputer atau internet, hal-hal tersebut tidak menjadi resiko karena beberapa hal: pertama, adanya retaliasi atau ketidaksetujuan yang nyata tidak signifikan; kedua, kecilnya kemungkinan pasangan akan tersinggung atas fantasi karena hubungan itu sendiri dibangun di atas fantasi; ketiga, bahkan jika pasangan tersinggung dan tidak dapat diperbaiki, hal tersebut tidak menjadi masalah karena masih banyak orang lain yang tersedia. Self-disclosure dalam hubungan online sendiri bersifat linear, dari nondisclosure menuju full disclosure. Menulis (mengetik) pada orang asing hampir mirip halnya dengan menulis buku harian. Individu dengan bebas mengekspresikan diri dan pikiran mereka tanpa merasa rapuh. Dalam keadaan lain, lawan bicara dapat mendengar dan hadir (secara maya, di waktu yang sama) namun mereka tidak dapat melukai. (2)
Kurangnya ‘gatting features’
Ben-Zeev (2004) menyatakan bahwa ‘Gatting features’ mengacu pada hal-hal yang mudah diamati seperti penampilan yang tidak menarik, ketegangan, keresahan, kecemasan, malu-malu, dan sebagainya yang biasa terlihat dan terasa pada komunikasi langsung (tatap muka). Hal-hal tersebut umumnya menjadi penjegal dan alasan orang menarik diri sehingga tidak mampu melakukan self-disclosure. Dalam hubungan online, hal-hal tersebut tidak terlihat dan terasa sehingga individu lebih mudah melakukan self-disclosure. (3)
Tidak adanya cara lain untuk saling kenal satu sama lain
Dalam hubungan offline atau langsung (tatap muka), individu dapat mengetahui satu sama lain dengan berbagai cara seperti kencan tatap muka, informasi dari kenalan, keluarga, tetangga, dan lain-lain. Namun dalam hubungan online, satu-satunya cara untuk saling mengenal adalah melakukan percakapan mengenai berbagai topik. Proses self-disclosure tersebut merupakan satu-satunya kunci yang membawa individu dari tidak kenal menjadi kenal bahkan intim atau akrab. Meskipun dalam dunia maya seperti platform online dating tersedia ruang bagi individu untuk menampilkan informasi mengenai diri mereka, pengembangan hubungan dan perkenalan lebih dalam hanya dapat terjadi melalui selfdisclosure. (4)
Resiprokalitas
&" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Menurut Altman dan Taylor dalam teori penetrasi sosial, self disclosure bersifat resiprokal atau timbal-balik, terutama pada tahap awal dalam suatu hubungan. Menurut teori ini, pada awal suatu hubungan kedua belah pihak biasanya akan saling antusias untuk membuka diri, dan keterbukaan ini bersifat timbal balik. Akan tetapi semakin dalam atau semakin masuk ke dalam wilayah yang pribadi, biasanya keterbukaan tersebut semakin berjalan lambat, tidak secepat pada tahap awal hubungan mereka. Dan juga semakin tidak bersifat timbal balik. (5)
Kemudahan dalam mencari individu yang cocok
Individu yang memiliki latar belakang, sikap, dan ketertarikan yang sama atau cocok cenderung akan menjalin hubungan percintaan. Menemukan kecocokan dalam diri orang lain sangat susah jika dilakukan di konteks offline. Namun dalam dunia maya, menemukan kecocokan sangat mudah melalui teknologi. Dalam platform online dating biasanya tersedia isian bagi individu untuk mendeskripsikan diri atau minat mereka, dan orang lain dapat melihat ini sehingga lebih mudah untuk mempertimbangkan baik atau tidaknya hubungan dengan orang tersebut dimulai. Kecocokan menjadi penting dalam proses hubungan karena lebih mudah bagi individu untuk mengungkapkan diri mereka pada orang yang cocok atau serupa. Self-disclosure menjadi lebih lancar dan nyaman apabila dilakukan dengan individu yang memiliki kesamaan sikap dan minat. Perempuan Dewasa Muda (Mahasiswi) Kaum dewasa muda (young adults) adalah masyarakat dengan rentang umur 18-35 tahun, dimana mereka sudah mengalami ketidaktergantungan kepada orangtua secara finansial dan sudah merasa bahwa mereka punya tanggung jawab untuk semua hal yang mereka lakukan (Lemme, 1995). Dalam ‘what is young adult’ (Church of The Nazarene) mahasiswi termasuk dalam kelompok dewasa muda, dengan rentang umur 18-23 tahun. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan mahasiswi sebagai mahasiswa perempuan, dimana mahasiswa sendiri memiliki definisi sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi. Dindia (2002) mengatakan bahwa perbedaan seks dalam self-disclosure sangat terlihat antara perempuan dan laki-laki. Perempuan cenderung melakukan self-disclosure lebih banyak terhadap laki-laki daripada laki-laki yang melakukan self-disclosure terhadap perempuan. Dengan kata lain tingkat self-disclosure perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Ellison, Heino, dan Gibbs (2006) juga menyimpulkan bahwa self-disclosure lebih sering dilakukan oleh remaja perempuan dibanding dengan remaja laki-laki. Penelitian ini menggunakan subjek mahasiswi dengan dugaan bahwa self-disclosure lebih banyak dilakukan oleh perempuan, khusunya perempuan muda, yaitu mahasiswi. Dugaan ini juga merupakan bahan pertimbangan bagi penelitian ini untuk menjadikan mahasiswi sebagai subjek penelitian.
'" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Tinder Tinder adalah aplikasi online dating yang telah didesain sedemikian rupa untuk membantu pengguna menemukan calon pasangan yang berpotensi di area yang spesifik (Hess, 2014). Witt (2014) mengungkapkan bahwa Tinder adalah aplikasi online dating gratis yang paling cepat pertumbuhannya dalam sejarah dengan 450 juta swipes per hari dan total matches sekitar 500 juta. Tinder yang diluncurkan pada tahun 2012 terbilang cukup sederhana dibanding dengan situs online dating pada umumnya, yaitu hanya berisi beberapa foto dan informasi personal yang pendek. Profil di Tinder menghubungkan dengan profil Facebook dan menunjukan mutual friends dan similar interests. Pengguna menggeser (swipe) ke kiri untuk menolak seseorang dan menggeser ke kanan jika suka. Jika kedua pengguna saling menggeser ke kanan, artinya mereka matched dan dapat berkomunikasi satu sama lain. Sementara jika salah satu atau keduanya ada yang menggeser ke kiri maka keduanya tidak dapat berkomunikasi. Meskipun online dating merupakan fenomena yang sudah lama berkembang, Tinder menyajikan konsep yang berbeda dari platform online dating lain seperti eHarmony, match.com, dan OkCupid. Tinder hanya dapat digunakan melalui ponsel. Tidak ada situs yang disediakan sebagai alternatif dari aplikasinya. Kemudian, saat membuat profil, platform online dating lain seperti yang telah disebutkan sebelumnya, meminta pengguna untuk menjawab serangkai pertanyaan tentang diri pengguna. Pertanyaan kemudian menjadi filter sehingga pengguna dapat mencari individu dengan karakteristik dan kepribadian yang sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan Tinder memiliki filter yang didasarkan hanya pada lokasi dan usia. Berbeda dengan platform online dating lainnya, profil Tinder hanya berisi nama pertama, lima slot foto, mutual friends dan mutual interest Facebook, dan jarak antarpengguna. Isian biodata merupakan pilihan dan umumnya singkat. Tinder seringkali digunakan untuk mencari kencan seks (one-night-stand). Michigan Daily (2014) melakukan survei tentang kebiasaan seks dari 935 mahasiswa dan mahasiswi di Amerika. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa 1 dari 10 responden menggunakan Tinder untuk hubungan seks dan 14% responden menggunakan Tinder sebagai platform sexting (pesan seks). Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Hess (2014) yang menunjukkan bahwa 37% dewasa lajang menggunakan internet untuk mencari one-night-stand, kencan di malam minggu, atau kekasih potensial. Meskipun Tinder sering diasosiasikan sebagai platform kencan seks, pendirinya, Sean Rad menyatakan bahwa setidaknya 100 pernikahan berawal dari pertemuan di Tinder (Grove, 2013). Tinder menjadi fenomena mengingat tingginya pertumbuhan serta penggunaannya. Berdasarkan data yang dirilis situs resmi Tinder, rata-rata pengguna membuka aplikasi tersebut 11 kali per hari. Perempuan menghabiskan sekitar 8.5 menit per sesi sedangkan lakilaki 7.2 menit per sesi.
(" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Metode Penelitian Subjek penelitian untuk penelitian ini adalah 5 orang mahasiswi, berusia 18-24 tahun, yang menggunakan aplikasi online dating Tinder. Alasan pemilihan kriteria subjek penelitian adalah karena 90% pengguna Tinder berumur 18-24 tahun (theguardian.com, 2014). Teknik pemilihan informan yang diambil adalah purposive sampling, Informan yang akan diambil memiliki kriteria sebagai mahasiswi berdomisili di Jakarta, berusia 18-24 tahun, menggunakan aplikasi online dating Tinder, serta telah bertemu dan menjalin hubungan dengan lelaki melalui aplikasi Tinder. Pengumpulan data akan dilakukan dengan teknik semi-structured interview. Informan diwawancara dengan pedoman wawancara yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan terbuka yang sudah dibagi ke dalam beberapa kategori. Hasil wawancara dengan setiap responden direkam dan ditranskrip untuk analisis data. Hasil transkrip lalu dianalisa dengan jenis thematic analysis, yaitu membagi hasil transkrip wawancara ke dalam kategori-kategori, membandingkannya, lalu mengambil intisari dari perbandingannya agar didapatkan penjelasan tentang bagaimana para mahasiswi Indonesia pengguna Tinder menjalankan tahapan self-disclosure saat menjalin hubungan melalui Tinder. Pembahasan Peran self disclosure dalam Tinder Peran self-disclosure di dalam Tinder ternyata hanya sebatas untuk membuka percakapan agar tidak canggung dan bisa lebih akrab. Self disclosure yang dilakukan dalam Tinder justru cenderung lebih tertutup dan belum meluas atau mendalam. Pembicaraan menjadi semakin mendalam justru setelah mereka pindah ke platform lain. Self disclosure yang dilakukan di Tinder hanya beruba percakapan seputar profil Tinder, seperti tentang diri sendiri, pekerjaan, dan hobi. Oleh karena self-disclosure yang terjadi masih belum mendalam, perilaku berkomunikasi informan saat di Tinder pun juga cenderung berhati-hati. Informan 1 dan 2 menolak yang mengajak berhubungan seksual, dan topik pembicaraan yang mereka pilih selalu hanya topik mendasar atau basa-basi seperti pekerjaan dan kegiatan sehari-hari, namun keduanya samasama sok ‘asyik’ dalam menanggapi lawan chatting dan terbuka. Informan 2 agak moody dalam menjawab chat. Sama dengan Informan 1 dan 2, Informan 3 dan 4 juga membatasi topik pembicaraan dan jawaban, dan membicarakan topik pembicaraan mendasar, seperti tempat tinggal, pekerjaan, dan lain-lain; dimana informan 3 cenderung berhati-hati dan informan 4 cenderung tertutup. Informan 5 mengikuti apa topik pembicaraan yang dimulai lawan chatting, namun tidak menjawab pertanyaan dengan intens dan mendetail. Proses dinamika mahasiswi dalam menjalin hubungan percintaan melalui Tinder serta peran self disclosure dalam hubungan tersebut •
Inisiasi dan resiprokalitas yang terjadi di awal hubungan )"
" Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Knapp (1984) menyatakan dalam Relational Development Model (Model Perkembangan Hubungan) bahwa tahap inisiasi, yakni tahap pertama dalam model perkembangan hubungan, merupakan tahap dimana individu menentukan permulaian dari percakapan; dimana penampilan fisik dan unsur-unsur non-verbal menjadi pertimbangan utama. Tindakan swipe, yang merupakan hal paling awal yang menjadi penentu apakah hubungan di Tinder akan terjadi, dapat digolongkan sebagai tahap inisiasi; dimana dari data penelitian ditemukan hasil bahwa informan menentukan arah swipe berdasarkan pertimbangan penampilan fisik yang terlihat di foto profil, serta kesamaan teman atau mutual interest. Informan dapat dengan mudah mencari mana lawan chatting yang menurutnya cocok dan sesuai kriteria. Ben-Zeev (2004) dalam penjelasannya tentang empat alasan mengapa komunikasi lewat medium komputer akan lebih berkualitas, menjelaskan bahwa dalam dunia maya, kecocokan antara lelaki dan perempuan sangat mudah terjadi, karena online dating platform menyediakan tempat bagi individu pengguna untuk mendeskripsikan diri dan minat mereka dengan detil, sehingga pengguna lain dapat dengan mudah melihat deskripsi tersebut, menemukan kecocokan, dan mempertimbangkan bagaimana hubungan dengan orang tersebut dimulai. Setelah kedua pihak bersama memilih swipe right, mereka akan diberikan notifikasi bahwa mereka match dan sudah bisa chatting dengan satu sama lain. Dari data penelitian, ditemukan hasil bahwa semua informan berharap untuk disapa lebih dulu di chat Tinder dibandingkan melaksanakan inisiasi atau menyapa lawan chatting lebih dahulu setelah match terjadi. Tahap eksperimen, yakni tahap setelah tahap inisiasi dalam Model Perkembangan Hubungan milik Knapp (1984) dimana individu mulai melakukan selfdisclosure dengan mencoba mengenal satu sama lain dan mengeksplorasi kesamaan yang mereka miliki dengan lawan bicara. Seluruh informan mengaku lebih memilih inisiasi dimulai dari lawannya yaitu lakilaki. Temuan ini sesuai dengan penelitian Whitty (2008) yang mengungkapkan bahwa laki-laki cenderung memulai inisiasi komunikasi terlebih dahulu. Altman & Taylor (1973) menyatakan bahwa self-disclosure seringkali menjadi sarana pemahaman, meningkatkan ketertarikan, dan mengundang resiprokalitas dalam percakapan. Dari data penelitian, resiprokalitas bisa terjadi dalam hubungan komunikasi yang para informan jalani di Tinder bila lawan chatting mereka membicarakan topik yang menarik sebagai topik pertama chatting mereka. Self-disclosure yang dilakukan lawan chatting terlihat mempengaruhi bagaimana informan melakukan self-disclosure, dan mempengaruhi kemunculan resiprokalitas dalam hubungan. Dari hasil analisis, resiprokalitas yang terjadi dalam proses komunikasi antara informan dengan lawan chatting di Tinder – informan cepat membalas, membalas dengan terbuka dan memberikan respons yang cenderung positif – mempengaruhi apa saja konten personal yang mereka bagikan dalam berkomunikasi dengan kenalan dari Tinder. *" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Informan dengan resiprokalitas di hubungannya akan menceritakan lebih banyak konten personal kepada kenalan dari Tinder. Informan 1,2,3,dan 4 cepat akrab dengan lawan chatting, dan dengan lawan chatting yang sesuai kriteria mereka dan membuat mereka nyaman, mereka akan membalas chat dengan cepat serta memberikan balasan yang perhatian dan positif. Konten personal yang mereka bagikan dengan lawan chatting mereka cukup mendalam dan meliputi masalah yang tidak dengan mudah mereka bagikan kepada orang lain. Informan 3, contohnya, menceritakan tentang masalah percintaannya di masa lalu ke lawan chatting di Tinder yang bahkan tidak ia ceritakan pada sahabatnya. Informan 4 bahkan menceritakan tentang pekerjaan ibunya dan kekerasan yang ia alami akibat ayahnya kepada lawan chatting di Tinder. Saat diajak untuk pindah ke chatting platform lain, Informan 1, 2, 3, dan 4 dengan antusias memberikan akun LINE atau WhatsApp yang dimiliki. Sementara, Informan 5, yang cenderung lambat dalam membalas chat di Tinder, tidak memberikan konten personal yang mendalam saat berkomunikasi dengan lawan chatting di Tinder – hanya berkisar tentang kondisi umum keluarga dan kehidupan sehari-hari. Saat diminta akun chatting platform lain agar chatting berpindah, Informan 5 menundanunda memberikan jawaban akan akun LINE yang ia miliki. •
Momen pindah platform
Dari data seluruh informan berharap sang lawan chatting yang akan menyapa lebih dahulu dan memulai chatting; namun ternyata, seluruh informan juga berharap dan menunggu sang lawan chatting untuk mengajak pindah ke chatting platform lain di luar Tinder dan untuk mengajak bertemu langsung, walaupun sudah disapa lebih dahulu. Tahap intensifikasi, yaitu tahap setelah tahap eksperimen di Model Perkembangan Hubungan milik Knapp (1984), kembali lagi terlihat cenderung dimulai berdasarkan inisiatif dari lawan chatting para informan, yaitu para lelaki. Informan 1, misalnya, mengatakan bahwa sebenarnya ia tidak nyaman chatting di Tinder karena sebenarnya Tinder tidak dibuat spesifik untuk chatting, tapi ia tetap menunggu tindakan dari lawan chatting-nya untuk mengajak berpindah chatting platform, bukannya berinisiatif untuk pindah. Ia juga tidak pernah mengajak bertemu langsung, tapi menunggu lawan chatting-nya untuk mengajak. Perilaku ini juga dimiliki oleh keempat informan lain, dimana keempat-empatnya memilih menunggu untuk diajak pindah ke chatting platform lain dan untuk diajak bertemu langsung, dibandingkan mengajak sang lawan chatting untuk pindah ke chatting platform lain dan bertemu langsung. Semua informan pada dasarnya ingin mau di ajak pindah platform karena sudah merasa nyaman dan mulai memiliki kepercayaan terhadap lawan chatting-nya. Setelah pindah platform percakapan menjadi semakin meluas dan mendalam ketimbang saat di dalam Tinder. Mayoritas informan sedikit membatasi diri saat berkomunikasi di Tinder, namun mereka mulai menjadi lebih terbuka setelah berpindah chatting platform, seperti di LINE atau WhatsApp. Balasan mereka menjadi lebih ‘asyik’, !+" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
karena mereka sudah menganggap lawan chatting mereka sebagai teman – orang yang dekat dan akrab dengan mereka. Balasan mereka juga menjadi lebih perhatian setelah chatting berjalan di LINE atau WhatsApp. Topik pembicaraan pun di Tinder cenderung berkisar di individu informan atau lawan chatting-nya saja, namun setelah pindah ke chatting platform di luar Tinder, pembicaraan mulai menyentuh topik di luar individu informan; keluarga, mantan kekasih, dan lain-lain. •
Ajakan bertemu langsung
Untuk bertemu langsung tatap muka, data penelitian menunjukkan bahwa jenjang waktu dari kejadian match hingga bertemu langsung cenderung tidak memakan waktu lama di pengalaman para informan. Ditemukan juga hasil bahwa para informan cenderung menunggu diajak untuk bertemu daripada mengajak lebih dahulu. Semua informan baru mau bertemu bila sudah merasa nyaman, dan bisa mempercayai lawan chatting-nya. Saat diajak bertemu, dengan mantan pacar terakhir yang dikenal dari Tinder, Informan 1 langsung dijemput sepulang kuliah setelah tiga minggu berkenalan karena sang mantan pacar merasa Informan 1 terlalu lama menunda untuk bertemu langsung, sehingga pertemuan berlangsung di rumah Informan 1; namun dengan lawan chatting terakhir, Informan 1 langsung setuju untuk bertemu setelah diajak. Sedangkan Informan 2 selalu antusias, senang bila diajak bertemu, dan langsung setuju bila diajak bertemu. Biasanya informan tidak dijemput oleh lawan chatting-nya, namun saat pulang selalu diantar. Informan 3 dan Informan 4 baru mau di ajak bertemu bila merasa sudah dekat dengan lawan chatting, sedangkan Informan 5 tidak begitu antusias untuk bertemu langsung dan baru mau diajak bertemu ketika terjadi kebetulan, dimana dengan kenalan terakhir, Informan akhirnya bertemu langsung karena ia kebetulan sedang pergi ke Bandung (tempat tinggal lawan chatting-nya) dan akhirnya bertemu. •
Aktivitas saat bertemu
Saat bertemu langsung, informan dan kenalan dari Tinder kebanyakan jalan-jalan, minum kopi, bertemu keluarga, ngapel, dan mengobrol; tapi dari kelima informan, ada juga yang sampai melakukan hubungan seks, yaitu Informan 2. Informan 1 selalu bertemu di rumah dan melakukan kegiatan-kegiatan bersama keluarga, seperti makan malam bersama dan DVD Marathon. Informan 3 bertemu di Stasiun Manggarai dan pertemuan hanya berjalan sebentar karena Informan langsung tidak tertarik dengan lawan chatting saat bertemu langsung. Informan 4 berkeliling Bogor dan menghabiskan waktu hingga subuh (dini hari) di pertemuan pertama, dan Informan 5 ngopi dan berbincang saja bersama teman-teman Informan dan lawan chatting-nya. Informan 2, selain berhubungan seks, juga bertemu dan berbincang di kedai kopi dengan lawan chatting-nya. !!" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
•
Kelanjutan Hubungan dengan Perasaan
Sternberg (1988) menyatakan bahwa pengungkapan mengenai perasaan kepada individu lain dapat menimbulkan adanya keakraban atau kedekatan dalam sebuah hubungan. Dari data penelitian, ditemukan hasil bahwa informan yang merasa senang atau memiliki perasaan positif setelah bertemu langsung akan melanjutkan hubungannya sampai tahap di atas teman, dan hubungannya terus berlanjut. Namun, informan yang hubungan berpacarannya kandas, merasakan kekecewaan dan malas selama hubungan berjalan, dan menunjukkan perasaan kecewa dan malas ini untuk memutuskan hubungannya. Informan 4 merupakan satu-satunya informan yang merasa senang dalam hubungannya dengan lelaki yang dikenal dari Tinder, dan hubungannya masih berlanjut hingga sekarang. Sementara, Informan 1, 3, dan 5 yang menjalani hubungan namun dengan perasaan kecewa, ragu, dan malas, akhirnya hanya menjalani hubungan dalam waktu pendek – sekitar 1-3 bulan saja. Dari data penelitian, ditemukan juga hasil bahwa informan yang hubungannya negatif (tidak berlanjut, atau berlanjut namun kandas dalam waktu singkat) memiliki persepsi negatif tentang Tinder. Dari kelima informan, hanya Informan 4 – yang hubungannya masih berlanjut hingga sekarang – yang menganggap Tinder sebagai chatting platform yang seru. Informan 1,2,3, dan 5 yang kandas hubungannya atau tidak menjalani hubungan sama sekali, menganggap Tinder sebagai sesuatu yang negatif (memalukan).
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dengan melalui tahap-tahap penelitian dengan menggunakan metode kualitatif yang dijalankan terhadap mahasiswi pengguna Tinder, ditemukan tiga kesimpulan yang mampu menjelaskan bagaimana berjalannya self-disclosure dalam dinamika hubungan yang dijalankan mahasiswi dengan pasangan yang dikenal melalui Tinder. 1) Pertimbangan mahasiswi dalam melakukan self-disclosure di Tinder didasari oleh penampilan fisik dan mutual friends, dan tidak ingin memulai self-disclosure terlebih dahulu. Swiping adalah awal dari komunikasi yang berjalan di Tinder, dan mahasiswi menjadikan penampilan fisik sang pria serta mutual friends yang dimiliki pria tersebut sebagai pertimbangan untuk ke arah mana mahasiswi akan swipe; kanan untuk suka, atau kiri untuk tidak suka. Namun, mahasiswi tidak memiliki inisiatif untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu setelah proses match terjadi; mahasiswi memilih menunggu untuk disapa daripada menyapa terlebih dahulu.
!#" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
2) Self-disclosure yang diawali dengan perkenalan di Tinder akan meluas setelah keluar dari Tinder, tapi tidak mendalam. Komunikasi antara mahasiswi dengan lawan chatting di Tinder mayoritas berpindah ke chatting platform lain,yaitu LINE. Setelah berpindah platform, topik pembicaraan cenderung menjadi jauh lebih luas, namun tidak semua topik dibahas secara mendalam. Alasan mengapa topik-topik pembicaraan menjadi tidak mendalam adalah karena hubungan yang dijalin oleh mahasiswi cenderung tidak berjalan lama, hanya 2-3 bulan saja. 3) Kelanjutan self-disclosure yang diawali mahasiswi dengan perkenalan di Tinder bergantung pada perasaan mahasiswi terhadap pria selama menjalani hubungan. Perasaan yang dirasakan mahasiswi selama menjalani hubungan dengan pria yang dikenal dari Tinder, baik terhadap pria tersebut maupun terhadap hubungan itu sendiri, mempengaruhi bagaimana kelanjutan hubungan tersebut. Hal ini dikarenakan mahasiswi cenderung menjadi pengambil alih kelanjutan hubungan yang dijalin dari Tinder, dan mampu memutuskan hubungan kapan saja bila perasaannya terhadap sang pria ataupun hubungan tersebut tidak nyaman, takut, atau ragu. Saran Penelitian ‘Self-disclosure Perempuan Muda di Platform Online dating berfokus di mahasiswi sebagai pengguna Tinder – dimana kriteria informan hanyalah perempuan berumur 18-24 tahun yang pernah atau sedang menggunakan Tinder. Karena ini, hasil penelitian hanya terlihat dari sudut pandang perempuan sebagai pengguna Tinder saja, dan tidak menjelaskan hubungan yang terjadi lewat Tinder secara komprehensif. Ketidakmampuan menjelaskan hubungan secara komprehensif ini disebabkan karena yang menjadi informan bukanlah pasangan yang kenal dari Tinder, tapi hanya satu pihak saja, yaitu pengguna perempuan. Saran untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan hubungan yang dijalin dari Tinder adalah untuk menjadikan sepasang kekasih yang dikenal dari Tinder sebagai informan, tidak hanya perempuannya saja, agar hubungan tersebut bisa dipahami dengan lebih utuh dan jelas. Selain itu, untuk lebih memahami dinamika onlne dating, penelitian selanjutnya mungkin dapat menggunakan perspektif dari konsep manajemen impresi.
!$" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Daftar Referensi
Altman, I. & Taylor, D. A. 1973. Social Penetration: The Development of Interpersonal Relationship. New York: Holt, Rinehart, & Winston. Andrie Yudhistira. 2014. Aplikasi Tinder, Satu Lagi Solusi Para Jomblo. 8 April 2015, http://teknologi.metrotvnews.com/read/2014/10/08/302075/aplikasi-tinder-satu-lagisolusi-para-jomblo. Ben-Ze-ev, Aaron. 2004. Love Online: Emotions on the Internet. New York: Cambridge University Press. Church of the Nazarene. What is a Young Adult?. 8 April 2015, nazarene.org/files/docs/youn gadult-2.pdf. Derlega, V. J., Metts, S., Petronio, S., & Margulis, S. T. 1993. Self-disclosure. California: Sage. Dindia, K. (2002). “Self-disclosure research: knowledge through meta-analysis”, in Allen, M., Preiss, R.W., Gayle, B.M. and Burrell, N. (Eds), Interpersonal Communication: Advances Through Meta-analysis, Lawrence Erlbaum, Mahwah, NJ, pp. 169-86. Dredge, S. (2014). Tinder: the 'painfully honest' dating app with wider social ambitions. 8 Desember 2015. http://www.theguardian.com/technology/2014/feb/24/tinder-dating-appsocial-networks. Elfa Putri. 2015. Kumpulan aplikasi chatting untuk mendapatkan teman baru dengan mudah. 9 Juni 2015, http://id.techinasia.com/aplikasi-chatting-teman-baru-cari-jodoh-lawan-jenis/. Ellison, N. B., Heino, R. D., & Gibbs, J. L. (2006). Managing impressionsonline: Selfpresentation processes in the online dating environment. Journal of Computer-Mediated Communication, 11 (2). Fiore, A. 2008. Self-presentation and deception in online dating. California: School of Information University of California. Grove, J. 2013. Tinder sparks half a billion matches. Like Hot or Not but for dating, the 15month-old app is matching young people left and right. 23 November 2015, http://www.cnet.com/news/tinder-sparks-half-a-billion-matches/. Hess, Rachael E. 2014. Love in the time of smartphones: A comparative analysis of the dating application "Tinder". South Alabama: University of South Alabama. Jourard, S.M. (1971). Self-disclosure: An experimental analysis of the transparent self. John Wiley; Oxford, England. !%" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 8 April 2015, kbbi.web.id/mahasiswi. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 8 April 2015, kbbi.web.id/mahasiswa. Knapp, M.L. (1984). Interpersonal Communication and Human Relationships. Boston: Allyn and Bacon. Lemme, Barbara H. 1995. Development in Adulthood. Massachusetts. Mya Haryono. 2014. Tinderella Story: Mr. (Swipe) Right – Part One. 8 April 2015, http://myaharyono.com/2014/12/27/tinderella-story-mr-swipe-right-part-one/. Mya Haryono. 2014. Tinderella Story: Mr. (Swipe) Right – Part Two. 8 April 2015, http://myaharyono.com/2014/12/27/tinderella-story-mr-swipe-right-part-two/. Mya Haryono. 2014. Tinderella Story: Mr. (Swipe) Right – Part Three (Final). 8 April 2015, http://myaharyono.com/2014/12/29/tinderella-story-mr-swipe-right-part-three-the-end-2/. Ramadhani, F. 2015. Love in the Age of Swiping Left & Right. 7 Desember 2015, http://www.whiteboardjournal.com/column/20986/love/. Samp, J. A. and Palevitz, C. E. 2008. Dating and Romantic Relationships: Taking Tradition into the Future with a Computer. San Diego. Septyan Ade. 2015. Chatting Bebas Rahasia Buat Kencan Itulah Tinder. 9 Juni 2015, http://www.pengusaha.us/2015/04/apa-itu-tinder-aplikasi.html. Sternberg, Robert J. 1988. The triangle of love: intimacy, passion, commitment. New York: Basic Books. The Michigan Daily. (2014). The Michigan Daily's Unofficial Campus Sex Survey. 8 Desember 2015. https://www.michigandaily.com/article/michigan-dailys-unofficialcampus-sex-survey Velasco, J. 2012. Exploring Online Self-disclosure. Rome: European Information Architecture Summit. Whitty, Monica T. & Joinson, Adam. 2008. Truth, Lies, and Trust on the Internet. London: Routledge. Witt. 2014. Love Me Tinder. 23 November 2015. http://www.gq.com/story/tinder-onlinedating-sex-app. Wulan. 2015. Love and Heartbreak in the Time of Tinder. 8 April 2015, http://magdalene.co/news-394-love-and-heartbreak-in-the-time-of-tinder.html. Yum, Y.O., & Hara, K. (2005). Computer-mediated relationship development: A crosscultural comparison. Journal of Computer-Mediated Communication, 11(1). http://jcmc.indiana.edu/v0111/issue1/yum.html !&" " Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015