PENGGUNAAN TINDER DAN PENGEMBANGAN HUBUNGAN DENGAN MATCH DALAM TINDER (Studi terhadap Mahasiswa/i Universitas Indonesia Pengguna Tinder) Ayip Fahmi F. *, Nina Mutmainnah Armando Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok , Indonesia *E-mail:
[email protected]
Abstrak Latar Belakang: Ragam tujuan penggunaan aplikasi Tinder menunjukkan bahwa Tinder merupakan sebuah aplikasi kencan online yang dapat digunakan secara fleksibel dan lentur berdasarkan persepsi pengguna akan manfaat Tinder ini sendiri. Tujuan: Memberikan gambaran mengenai tujuan relasi antarpribadi mahasiswa/i pengguna Tinder dalam menggunakan Tinder; memberikan gambaran mengenai bagaimana mahasiswa/i pengguna Tinder menggunakan aplikasi ini dan sejauh mana mereka mengembangkan hubungan dengan match yang ditemukan. Metode: Penelitian dikembangkan dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan teknik wawancara mendalam pada tujuh orang pengguna Tinder dari berbagai fakultas di Universitas Indonesia. Hasil: Terdapat tiga tipe pengguna Tinder yang diteliti berdasarkan tujuan relasinya, yaitu tipe serius, tipe penggoda, dan tipe iseng. Pengguna dengan ketiga tipe ini memiliki strategi presentasi diri, tingkat pengungkapan diri, dan faktor yang membentuk ketertarikan dengan match yang berbeda. Pengguna Tinder yang diteliti pun masih lebih banyak mengembangkan hubungan yang mereka bentuk dengan match secara kasual. Kesimpulan: Pengguna Tinder yang diteliti memiliki tujuan relasi, penggunaan, dan pengembangan hubungan dengan match yang bervariasi. Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor internal maupun eskternal yang mampu membentuk penggunaan Tinder dan pengembangan hubungan pengguna Tinder dengan match yang ditemukan.
THE USE OF TINDER AND THE RELATIONSHIP DEVELOPMENT WITH MATCH ON TINDER (A Study of Tinder’s Users at University of Indonesia) Abstract Background: Various goals of using Tinder indicate that Tinder is an online dating application that can be utilized in a flexible manner based on its users’ perception of Tinder itself. Objective: Give perspective on how college students’ interpersonal relational goals of using Tinder; provides insights on how college students use Tinder and how far they develop their relationship with a match. Method: The study was developed with qualitative approach with in-depth interviews on seven Tinder users from various faculties in University of Indonesia. Result: There are three different types of Tinder users that’s been studied based on their relational goals. These types are the serious, the flirt and the ‘just for fun’ type. Users with different relational goals have different self presentation strategies, self disclosure level and factor that can create atrraction with matches. Many of the Tinder users that’s been studied only developed their relationship with the matches in a casual manner. Conclusion: College students that use Tinder have varied relational goals, usage and relationship development level. The study indicates that there are several internal and external factors that are able to establish the use of Tinder and the relationship development with match amongst college students’ users. Keywords: Online Dating; Tinder; Interpersonal Communication
1 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
Pendahuluan Sistem kencan online dapat didefinisikan sebagai jasa dalam ranah internet yang didesain untuk memfasilitasi interaksi antara pasangan romantis potensial (Heino, et al., 2010). Kencan online merupakan salah satu bentuk CMC atau computer mediated communication yang digunakan individu untuk membentuk, menjaga, dan mengembangkan hubungan dengan individu lainnya. CMC sendiri memang dapat menjadi sarana bagi individu untuk memenuhi kebutuhan antarpribadi untuk inklusi, afeksi, dan kontrol (Li & Lai, 2007) . Tinder merupakan aplikasi kencan online berbasis GPS yang dirilis pada bulan September 2012. Finkel et al. (2012) menyatakan bahwa aplikasi kencan online seperti Tinder termasuk ke dalam bentuk sistem kencan online generasi ketiga yang memiliki karakteristik hanya dapat diakses melalui ponsel cerdas dan menggunakan sistem GPS dalam pemanfaatannya (Finkel, Eastwick, Karney, Reis, & Sprecher, 2012). Aplikasi Tinder menjadi aplikasi kencan online yang sangat diminati oleh kaum dewasa muda. Umur rata-rata pengguna Tinder sendiri berkisar di usia 23 tahun (Robehmed, 2013). Motivasi dan tujuan penggunaan aplikasi Tinder dapat berbeda antara satu individu dengan yang lainnya. Mayoritas alasan yang sering diungkapkan mahasiswa/i pengguna Tinder adalah sebagai kegiatan iseng untuk mengetahui calon pasangan yang cocok dengannya, melepas rasa bosan melalui kegiatan bertukar pesan dengan pengguna Tinder lain, dan sebagian lainnya yang memang menggunakan Tinder sebagai sarana untuk mencari pasangan (Curry, 2014). Ragam tujuan ini menunjukkan bahwa Tinder merupakan sebuah aplikasi kencan online yang dapat digunakan secara fleksibel dan lentur berdasarkan persepsi pengguna akan manfaat Tinder ini sendiri. Tak jarang fleksibilitas ini menyebabkan banyak pihak untuk kembali berpikir apakah Tinder dapat dikategorikan sebagai aplikasi kencan online sepenuhnya jika tidak semua penggunanya menggunakan aplikasi ini dengan tujuan romantis (Spira, 2014). Selain itu, sejak internet muncul dan mengubah pola komunikasi antarpribadi kalangan dewasa muda, khususnya dalam lingkup kencan online, pertanyaan utama yang seringkali muncul adalah, seberapa dalam tingkat keintiman yang terjalin antara individu yang menggunakan sistem kencan online tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti apa sajakah tujuan mahasiswa/i UI dalam menggunakan Tinder, bagaimana mereka menggunakan aplikasi ini untuk memenuhi tujuan antarpribadi yang dimiliki serta sejauh mana mereka mengembangkan hubungan dengan match yang ditemukan dalam Tinder.
2 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
Kerangka Pemikiran Penelitian ini memiliki asumsi bahwa pengguna Tinder di UI memiliki tujuan relasi penggunaan yang bervariasi. Tujuan relasi yang berbeda kemudian akan membentuk penggunaan aplikasi Tinder yang berbeda pula. Penggunaan Tinder ini termasuk dalam seluruh proses yang biasa dilalui oleh pengguna Tinder, seperti penentuan bagian ‘Setting’ atau ‘Discovery Preference’, pembuatan profil, swiping pencarian match dan chatting dalam platform Tinder.
Selain tentang penggunaan, peneliti juga melihat bahwa tujuan relasi
penggunaan yang berbeda ini juga akan membentuk tingkat pengembangan hubungan dengan match yang berbeda pula. Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama, yaitu untuk mengetahui tipe-tipe pengguna Tinder berdasarkan tujuan relasinya, untuk mengetahui penggunaan Tinder mahasiswa/i UI dan mengetahui sejauh mana pengembangan hubungan mahasiswa/i UI dengan match yang ditemukan dalam Tinder. Untuk meneliti penentuan bagian ‘Setting’ atau ‘Discovery Preference’ serta proses swiping untuk mencari pasangan, peneliti menggunakan pemikiran attraction theory. Attraction theory menyatakan bahwa individu membentuk hubungan berdasarkan pada adanya ketertarikan, yang dibentuk berdasarkan empat hal similarity, proximity, reinforcements, dan physical attractiveness and personality (DeVito, 2009). Untuk meneliti mengenai pembentukan profil mahasiswa/i UI pengguna Tinder, peneliti menggunakan konsep presentasi diri selektif. Asumsi teoritis yang akan digunakan berhubungan dengan presentasi diri adalah pengguna sistem kencan online dengan tujuan relasi jangka panjang akan mempresentasikan diri mereka dengan seasli mungkin, sedangkan mereka yang mencari hubungan jangka pendek akan mencoba mempercantik presentasi diri mereka dalam rangka menarik lebih banyak calon pasangan (Whitty, 2007 dalam Toma & Hancock, 2010) Untuk meneliti proses chatting dalam platform Tinder, peneliti akan menggunakan pemikiran mengenai self disclosure. Salah satu asumsi social information processing theory yang berhubungan dengan konsep self disclosure dan akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pengguna sistem kencan online dengan tujuan relasi jangka panjang akan menunjukkan self disclosure yang lebih dalam dengan pasangan kencan potensial yang ditemui dalam ranah online dibandingkan dengan mereka yang tidak mendambakan adanya hubungan di dunia nyata dengan pasangan kencan potensial yang ditemui dalam ranah online (Gibbs, Ellison, & Heino, 2006).
3 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
Selain meneliti tentang penggunaan, peneliti juga ingin mengetahui mengenai sejauh mana pengembangan hubungan yang tercipta antara mahasiswa/i UI pengguna Tinder dengan match-nya. Sebagai landasan untuk mengamati pengembangan hubungan ini, peneliti menggunakan pemikiran tahap-tahap pengembangan hubungan milik Mark Knapp dan Julia T. Wood, yang terdiri dari tahap initiating, experimenting, intensifying, integrating, revising, dan bonding
(Weaver II, 1993). Sejauh mana hubungan mahasiswa/i pengguna Tinder
dengan match-nya telah dikembangkan juga berhubungan erat dengan konsep keintiman, yang seringkali ditandai dengan adanya mutualitas, ketergantungan, kepercayaan, komitmen, dan rasa peduli (Tubbs & Moss, 2006). Pada akhirnya, dengan mengetahui tingkat keintiman antara mahasiswa/i UI pengguna Tinder dengan match-nya yang ditemukan dalam aplikasi ini, peneliti juga dapat mengetahui tipe hubungan antara mahasiswa/i pengguna Tinder dengan match-nya dalam Tinder, yang bisa berbentuk intim (self disclosure dalam dan pola komunikasi penuh ritual) atau kasual (self disclosure di level permukaan dan pola komunikasi personal) (Ruben & Stewart, 2006).
Metode Penelitian Penelitian ini akan dikembangkan menggunakan paradigma postpositivisme. Perpaduan antara teori dan konsep yang positivis serta kerangka pemikiran penelitian ini yang peka terhadap konteks menjadikan paradigma postpositivisme sebagai pilihan paradigma yang tepat untuk menuntun penelitian ini. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan kualitatif ini, peneliti akan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana penggunaan suatu teknologi seperti aplikasi Tinder ini hingga sejauh mana hubungan online dikembangkan dapat didorong oleh berbagai kebutuhan akan hubungan antarpribadi yang dimiliki. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam dengan subjek penelitian untuk mendapatkan hasil data penelitian primer. Wawancara mendalam yang dilakukan bersifat semi-struktural. Informan dalam penelitian ini adalah pengguna Tinder dari berbagai fakultas di Universitas Indonesia yang harus memenuhi beberapa persyaratan, seperti aktif menggunakan Tinder selama minimal dua bulan, pernah bertemu match selama menggunakan Tinder, dan pernah membentuk hubungan dengan orang lain tanpa perantara situs kencan online. Wawancara mendalam pun dilakukan pada tujuh orang informan yang memenuhi persyaratan-persyaratan di atas.
4 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
Hasil Penelitian 1. Informasi Latar Penggunaan Tinder a. Tujuan Relasi Penggunaan Tinder Berdasarkan tujuan penggunaan Tinder yang dilihat dari orientasi informan untuk membentuk
suatu
hubungan
dengan
pengguna
lain
di
Tinder,
peneliti
dapat
mengklasifikasikan pengguna Tinder di UI yang diteliti ke dalam tiga tipe. Tiga tipe yang ditemukan oleh peneliti adalah: tipe serius, tipe penggoda, dan tipe iseng. Pengguna Tinder di UI dalam penelitian ini yang dapat dikategorikan sebagai pengguna dengan tipe serius adalah pengguna Tinder yang menggunakan aplikasi ini untuk mencari pasangan romantis jangka panjang yang serius. Oleh karena itu, pengguna mendambakan hubungan online ini juga akan terus berlanjut menjadi hubungan romantis di dunia nyata. Dalam penelitian ini, terdapat dua orang informan yang dapat dimasukkan ke dalam tipe ini, yaitu informan 1 dan informan 2. Tipe yang kedua adalah tipe penggoda. Pengguna Tinder yang dapat dimasukkan ke dalam tipe ini adalah pengguna Tinder yang menggunakan Tinder untuk mencari fling atau teman menggoda saja. Pengguna Tinder tipe ini bersedia untuk berhubungan dengan orang asing (stranger) yang ditemukan di Tinder di ranah online hanya untuk tujuan main-main atau mengisi waktu, bukan untuk mencari pasangan romantis yang serius.
Oleh karena itu,
pengguna dengan tipe ini tidak mendambakan hubungan online ini untuk terus berlanjut menjadi hubungan romantis di dunia nyata. Dalam penelitian ini, terdapat tiga informan yang dapat dimasukkan ke dalam tipe ini, yaitu informan 3, 4, dan 7. Tipe pengguna Tinder yang terakhir adalah tipe iseng. Pengguna Tinder yang dapat dimasukkan ke dalam tipe ini adalah pengguna Tinder yang menggunakan Tinder hanya untuk menikmati proses swiping yang disediakan Tinder saja. Berbeda dengan pengguna dengan tipe penggoda yang juga tidak menggunakan Tinder untuk mencari pasangan serius, pengguna dengan tipe iseng ini memiliki kesediaan yang rendah untuk berhubungan dengan orang asing (stranger) yang mereka temui di Tinder. Mereka tidak tertarik untuk membentuk hubungan apa pun dengan siapa pun melalui aplikasi ini. Dalam penelitian ini, terdapat dua informan yang dapat dimasukkan ke dalam tipe ini, yaitu infoman 5 dan informan 6. b. Penilaian terhadap Sistem Kencan Online dan Tinder Informan-informan dalam penelitian ini memiliki penilaian terhadap sistem kencan online yang berbeda-beda. Terdapat tiga informan dalam penelitian ini yang menilai negatif sistem kencan online karena menganggap kencan online ini identik dengan orang yang sudah putus asa, tidak percaya diri, dan tidak dapat mencari pasangan sendiri di dunia nyata. Selain
5 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
itu, terdapat informan lain yang menilai negatif sistem kencan online karena ketika ia mendapatkan berita tentang kencan online dari media, berita yang ditampilkan sering sekali bersifat negatif seperti penipuan identitas melalui sistem kencan online. Tiga informan lainnya menilai netral sistem kencan online dengan berbagai alasan, seperti merasa bahwa merupakan hal yang sah-sah saja jika ada orang yang mencari pasangan melalui situs kencan online hingga karena memiliki sahabat yang berhasil menemukan pasangan jangka panjang melalui sistem kencan online ini. Informan-informan dalam penelitian ini juga memiliki penilaian terhadap aplikasi kencan online Tinder yang berbeda-beda. Secara umum, peneliti dapat menarik pola bahwa terdapat tiga kategori penilaian terhadap Tinder yang dimiliki informan, yaitu Tinder adalah aplikasi kencan online yang tidak terlalu serius dan memiliki sistem pencarian pasangan yang menyenangkan untuk dimainkan, Tinder adalah aplikasi yang dapat memfasilitasi orang untuk mencari orang baru, baik untuk sekadar mencari teman chat iseng hingga untuk bertemu pacar, dan Tinder adalah aplikasi kencan online untuk kaum muda. c. Rasa Malu dan Penggunaan Tinder Tiga orang informan dalam penelitian ini menyatakan masih seringkali merasa malu jika diketahui menggunakan Tinder oleh banyak orang. Dua informan masih seringkali merasa malu jika diketahui menggunakan Tinder karena takut muncul persepsi dari banyak orang bahwa mereka sudah tidak mampu mencari pasangan sendiri di ranah offline tanpa bantuan media. Sedangkan seorang informan lainnya, rasa malu jika diketahui menggunakan Tinder pun masih seringkali muncul terutama karena ia berstatus sudah memiliki pasangan ketika mulai menggunakan Tinder. Berbeda dengan ketiga informan di atas, empat orang informan lainnya dalam penelitian ini tidak merasa malu jika diketahui menggunakan Tinder. Keempat informan ini merasa tidak malu jika diketahui menggunakan Tinder karena memang banyak teman dalam lingkaran sosialnya yang juga menggunakan Tinder dan juga karena mereka merasa tidak menggunakan Tinder untuk mencari pasangan yang serius. d. Frekuensi, Durasi, Tempat, Kondisi dan Waktu Mengakses Seluruh informan memiliki frekuensi akses Tinder yang cukup bervariasi. Seluruh informan rata-rata dapat mengakses Tinder selama 2-5 kali dalam satu hari. Tetapi seluruh informan menyatakan bahwa saat ini mereka tidak selalu mengakses Tinder secara rutin setiap hari. Durasi informan dalam sekali mengakses aplikasi Tinder cukup bervariasi. Rentang durasi pemakaian Tinder oleh seluruh informan berkisar di antara angka 2-30 menit.
6 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
Seluruh informan menyatakan bahwa mereka sering mengakses Tinder di tempat tinggal atau kampus. Terdapat beberapa informan lainnya yang secara spesifik juga menyatakan bahwa mereka seringkali mengakses Tinder dalam moda transportasi yang mereka gunakan sehari-hari, yaitu dalam kereta dan mobil. Seluruh informan juga menyatakan bahwa mereka paling sering mengakses Tinder di malam hari ketika berada dalam kondisi santai dan tidak memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan.
2. Dari Sign Up hingga Chat: Penggunaan Tinder a. Pembuatan Profil (Pemilihan Foto) Seluruh informan menyatakan bahwa mereka menggunakan mindset untuk tampil semenarik mungkin dalam membentuk profil Tinder mereka. Menurut seluruh informan, merupakan hal yang penting untuk mengunggah foto mereka yang menonjolkan penampilan fisik yang baik karena mereka memandang Tinder sebagai aplikasi yang hanya mementingkan penampilan fisik yang bisa dilihat dari foto. Peneliti menemukan bahwa seluruh informan memiliki kriteria yang berbeda dalam menilai mana foto yang dipandang menunjukkan penampilan mereka yang menarik. Informan-informan perempuan mengunggah foto yang menunjukkan badan yang terlihat lebih kurus, potongan rambut yang rapi, senyum yang bagus, dan muka yang bersih. Informaninforman laki-laki mengunggah foto yang menunjukkan badan yang terlihat lebih tinggi, badan yang terlihat lebih kurus, potongan rambut yang bagus, senyum yang bagus, dan pakaian yang rapi. Sedangkan informan 4 secara spesifik mengunggah foto yang dinilai menunjukkan badan yang terlihat berbentuk. Informan 4 mengunggah foto-foto dengan kriteria penampilan seperti ini karena dianggap mampu menarik para pengguna Tinder nonWNI yang menjadi sasarannya untuk menjadi match. Selain penampilan fisik yang menarik, beberapa alasan lain yang dipilih informan dan menyebabkan mengapa suatu foto dipilih untuk diunggah ke profil Tinder adalah karena ingin mencoba mencari variasi foto yang ditampilkan dalam profil Tinder mereka atau karena foto tersebut memiliki latar foto yang menarik. Empat dari tujuh informan dalam penelitian ini juga pernah mengunggah foto ke akun Tinder yang sudah diberi filter karena dianggap mampu meningkatkan nilai estetika foto tersebut secara keseluruhan. Walaupun ditemukan melakukan beberapa usaha untuk meningkatkan penampilan, seluruh informan menyatakan bahwa usaha-usaha tersebut belum bisa dikategorikan sebagai penipuan atau kebohongan. b. Pembuatan Profil (Pembuatan About Me)
7 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
Peneliti menemukan sebuah pola yang menunjukkan bahwa lima dari enam orang informan mengisi About Me dengan deskripsi mengenai edukasi yang sedang mereka jalani saat ini. Lima orang informan ini menunjukkan jurusan kuliah yang diambil dalam bagian About Me ini. Informan menyatakan bahwa jurusan kuliah ini layak ditampilkan dalam About Me karena cukup mendeskripsikan diri mereka saat ini dan agar calon match bisa memahami bidang yang mereka geluti serta diharapkan dapat menjadi bahan yang dapat dibahas dalam proses chatting. Selain informasi mengenai edukasi, peneliti juga menemukan bahwa informan yang masuk ke dalam tipe pengguna Tinder serius dan penggoda juga tidak sungkan untuk menambahkan informasi mengenai minat, hobi hingga akun media sosial lain dalam bagian About Me. Berbeda dengan kelima orang informan lain, seorang informan justru menampilkan petikan kata atau quote favorit dalam bagian About Me. Informan tersebut menyatakan bahwa quote favorit ini lebih merepresentasikan dirinya daripada sekadar menuliskan universitas tempat ia menimba ilmu. Kemudian peneliti menemukan bahwa terdapat salah seorang informan yang mengosongkan bagian About Me profil akun Tindernya. Informan tersebut merasa signifikansi bagian About Me untuk menarik pasangan terbilang sangat rendah sehingga ia merasa malas untuk mengisi About Me. Informan tersebut melihat esensi dari Tinder dalam hal pencarian pasangan adalah penampilan fisik. c. Penentuan Setting (Penentuan Rentang Umur Calon Match) Seluruh informan dalam penelitian ini menyatakan bahwa dalam bagian ‘Setting’, mereka memiliki kecenderungan untuk menaikkan rentang usia calon match yang diinginkan. Rata-rata informan memilih setting umur calon match dalam rentang usia 21-26 tahun. Rentang usia seluruh informan sendiri berkisar di antara 19-21 tahun. Alasan utama mengapa seluruh informan menaikkan rentang umur calon match yang diinginkan merupakan alasan yang cukup sederhana, yaitu untuk memperbanyak pilihan calon match yang muncul dalam daftar pilihan calon pasangan. Dengan memperbanyak pilihan, proses swiping dapat dilakukan dengan durasi yang lebih lama dan terasa lebih menyenangkan. Selain untuk memperbanyak pilihan match, peningkatan rentang umur calon match yang diinginkan dalam bagian ‘Setting’ atau ‘Discovery Preference’ ini juga dilakukan oleh seorang informan perempuan yang berada dalam tipe serius agar ia dapat menemukan pengguna Tinder yang memiliki prospek yang lebih tinggi untuk dijadikan pasangan serius. d. Penentuan Setting (Penentuan Rentang Jarak dengan Calon Match) Seluruh informan memiliki pendekatan dan strategi yang berbeda dalam menentukan rentang jarak dengan calon match. Terdapat tiga orang informan yang menentukan jarak 8 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
maksimal (159 km) dalam bagian ‘Setting’ atau ‘Discovery Preference’ akun Tinder mereka. Senada dengan alasan menaikkan rentang usia calon match, ketiga orang informan tersebut menentukan rentang jarak maksimal dalam rangka untuk memperbanyak pilihan calon match yang muncul dalam daftar pilihan calon pasangan. Selanjutnya, terdapat tiga informan lain yang mengatur jarak dengan match dengan rentang menengah dan menyatakan bahwa dengan rentang 20-50 km, mereka sudah merasa mendapatkan pilihan yang cukup banyak. Mereka tidak melihat adanya urgensi untuk mengubah dan mengatur rentang jarak dengan calon match dalam bagian ‘Setting’ ini. Peneliti kemudian menemukan bahwa informan laki-laki yang masuk ke dalam tipe pengguna Tinder serius justru memilih rentang jarak dengan match yang cukup kecil, yaitu 14 km. Bahkan informan tersebut juga seringkali mengurangi rentang jarak menjadi 1-3 km ketika mengakses Tinder di tempat umum yang dianggap berpotensi untuk menemukan match berkualitas, seperti mal dan restoran. Rentang jarak yang kecil dan sempit ini dipilih karena informan tersebut merasa bahwa jika ia dan match berada di tempat yang sama, maka itu dapat menjadi salah satu pembuka percakapan yang baik. e. Pencarian Match Dalam aplikasi kencan online Tinder, proses pencarian pasangan dilakukan dalam bentuk sistem swiping. Ketika pengguna membuka home akun Tinder mereka, pengguna akan menemukan banyak foto pengguna Tinder lain yang direkomendasikan Tinder. Jika seorang pengguna merasa tidak tertarik dengan foto dan data pengguna lain, maka pengguna tersebut dapat menggeser foto pengguna lain ke arah kiri (pass) atau menekan gambar silang (X). Sebaliknya, jika seorang pengguna merasa tertarik dengan foto dan data pengguna lain, maka pengguna tersebut dapat menggeser foto pengguna lain ke arah kanan (like) atau menekan gambar ‘hati’. Seluruh informan sepakat bahwa foto merupakan bagian profil terpenting dan menjadi bagian yang paling diperhatikan oleh para informan ketika mereka melakukan proses swiping. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan fisik calon match masih menjadi aspek yang paling diperhatikan oleh para informan. Menurut seluruh informan, foto juga menjadi bagian profil yang terpenting untuk diperhatikan karena foto dapat berbicara banyak mengenai diri pengguna lain. Seorang informan menyatakan ia dapat melihat identitas agama pengguna lain melalui foto mereka. Informan yang beragama Kristen tersebut akan langsung menggeser ke arah kiri pengguna Tinder lain yang menunjukkan foto berjilbab. Informan lainnya juga menyatakan bahwa selain penampilan fisik, foto juga dapat menunjukkan minat pengguna lain. Ia sudah dapat memahami minat calon match hanya melalui fotonya. 9 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
Peneliti menemukan bahwa seluruh informan baru akan memberikan perhatian pada bagian lain dari profil, seperti About Me, interest atau mutual friends setelah mereka merasa tertarik pada foto utama seorang pengguna Tinder. Seluruh informan kemudian menyatakan bahwa mereka baru akan membuka profil lengkap yang diunggah oleh pengguna lain, jika mereka sudah merasakan ketertarikan dengan pengguna lain, tetapi masih belum yakin sepenuhnya untuk menggeser foto pengguna lain tersebut ke arah kanan. f. Chatting dalam Tinder Informan yang jatuh dalam tipe pengguna Tinder serius dan memiliki kesediaan yang tinggi untuk menggunakan platform chat Tinder dan berkomunikasi dengan match, sekalipun match tersebut merupakan orang yang benar-benar asing.
Berbeda dengan pengguna tipe
serius dan penggoda, peneliti kemudian menemukan bahwa pengguna dengan tipe iseng memiliki kecenderungan untuk tidak bersedia menggunakan platform chat Tinder untuk berhubungan dengan orang asing (stranger). Informan laki-laki dengan tipe iseng hanya pernah satu kali menggunakan platform chat Tinder dan itu pun karena pengguna lain tersebut memiliki mutual friends yang banyak dengan informan. Terlepas dari tujuan relasi para pengguna dalam menggunakan Tinder, peneliti menemukan bahwa ketika berkomunikasi dalam platform chat Tinder, banyak pembicaraan yang hanya berbentuk small talk yang bahkan bersifat redundant. Redundant dalam artian sebenarnya yang dibicarakan dalam platform chat Tinder adalah hal-hal yang sudah informan sampaikan dalam bagian About Me profil mereka. Informasi paling personal yang diungkapkan seluruh informan yang sedang mengalami proses chat dalam Tinder adalah daerah lokasi rumah, hobi, dan ID platform instant messaging seperti LINE atau WhatsApp.
3. Pengembangan Hubungan dengan Match a. Perpindahan Chatting ke Platform Instant Messaging Lain Informan dengan tipe serius dan penggoda memiliki keterbukaan yang besar terhadap kesempatan untuk melanjutkan percakapan dengan match di platform instant messaging yang lebih pribadi dan lebih sering diakses seperti WhatsApp atau LINE. Dari lima informan yang masuk ke dalam tipe serius dan penggoda, ada tiga informan perempuan yang sudah memberikan ID instant messaging pada pengguna lain dan melanjutkan percakapan dari platform Tinder ke instant messaging. Selanjutnya, peneliti menemukan bahwa informan dengan tipe pengguna iseng tidak tertarik untuk melanjutkan percakapan dengan match di platform instant messaging yang lebih personal dan lebih sering diakses seperti WhatsApp atau LINE. Informan laki-laki 10 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
dengan tipe iseng tidak pernah sekali pun menanyakan ID LINE atau WhatsApp pengguna lain yang menjadi match di Tinder. Informan perempuan dengan tipe iseng pernah memberikan ID LINE pada satu pengguna Tinder lain yang menjadi match dan menanyakan ID LINE-nya. ID LINE kemudian diberikan oleh informan ini hanya demi alasan kesopanan. b. Pengembangan Hubungan dan Keintiman dengan Match Peneliti menemukan bahwa salah seorang informan dengan tipe serius pernah bertemu secara tatap muka dengan dua match yang ditemukan di aplikasi Tinder. Dari dua match ini, informan tersebut berhasil membentuk dan meresmikan hubungan romantis di dunia nyata dengan salah satu match yang ditemui di Tinder. Informan tersebut menyatakan sudah merasakan keintiman dengan pasangannya. Dua orang informan perempuan dengan tipe penggoda dan seorang informan perempuan dengan tipe iseng pernah mengembangkan hubungan yang dimiliki dengan match Tinder sampai tahap chat di platform instant messaging seperti LINE dan WhatsApp. Dua orang informan perempuan dengan tipe penggoda juga sudah berteman dengan match-nya di media sosial Snapchat dan Instagram. Walaupun begitu, mereka tidak tertarik untuk bertemu dengan match-nya di ranah offline. Kemudian peneliti menemukan bahwa seluruh informan laki-laki terlepas dari tujuan relasinya saat ini masih mengembangkan hubungannya sampai pada tahap chat di aplikasi Tinder saja. Selain informan perempuan yang masuk ke dalam tipe pengguna serius, enam informan lainnya dalam penelitian ini menyatakan bahwa mereka merasa belum menemukan keintiman dengan match yang ditemukan dalam Tinder.
Pembahasan 1. Tujuan Relasi Penggunaan Tinder Tujuan relasi seorang pengguna Tinder yang diteliti dapat dibentuk oleh beberapa hal, seperti ekspektasi dan tekanan untuk menemukan pasangan serius, status hubungan saat mulai menggunakan Tinder, pengalaman hubungan romantis pengguna, keterbukaan pengguna terhadap ide untuk bertemu dengan pasangan serius melalui situs atau aplikasi kencan online, dan keterbukaan pengguna untuk berhubungan dengan orang asing (stranger) di ranah online. Peneliti kemudian menemukan bahwa tujuan relasi pengguna Tinder yang diteliti juga berhubungan dengan rasa malu yang dirasakan oleh pengguna jika diketahui menggunakan Tinder dan penilaian pengguna tentang Tinder sendiri. Tujuan relasi ini menjadi penting untuk diperhatikan karena dapat memperlihatkan ekspektasi pengguna Tinder untuk melakukan
11 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
interaksi tatap muka dengan match yang ditemukan. Ekspektasi untuk bertemu tatap muka ini pada akhirnya juga dilihat mampu membentuk strategi bagaimana mereka menampilkan (self presentation) dan mengungkapkan dirinya (self disclosure) di ranah online (Gibbs, Ellison, & Heino, 2006). 2. Menentukan Pencarian Match: Swipe Kiri atau Kanan? Dalam bagian ‘Setting’, pengguna Tinder dapat menentukan rentang jarak dengan calon match dan rentang usia calon match. Peneliti menemukan bahwa tujuan relasi serta ekspektasi untuk bertemu tatap muka dapat membentuk penentuan rentang jarak dengan calon match para pengguna Tinder yang menjadi informan dalam penelitian ini. Mengenai penentuan rentang umur dengan calon match, peneliti menemukan bahwa ekspektasi dan tekanan untuk bertemu pasangan yang serius sebagai hal-hal yang membentuk alasan pengguna untuk memperluas rentang umur dengan calon match ini. Dalam tahap pencarian match setelah tahap penentuan pengaturan ‘Setting’ usai dilakukan, peneliti menemukan bahwa penampilan fisik menjadi aspek yang paling diperhatikan dan mampu membentuk ketertarikan pengguna Tinder yang diteliti dengan pengguna lain dalam aplikasi Tinder. Seluruh pengguna Tinder yang diteliti juga menyatakan bahwa mereka akan merasakan ketertarikan dengan match yang memiliki banyak kesamaan dengannya. Kesamaan tersebut antara lain termasuk kesamaan dalam umur, minat, agama, tingkat pendidikan, dan ras. Para pengguna Tinder yang diteliti menyatakan bahwa mereka dapat melihat kesamaan-kesamaan ini hanya melalui foto. Temuan ini sesuai dengan penelitian dari Carbino (2014) yang menyatakan bahwa ketika seorang pengguna sistem kencan online meneliti foto pengguna lain, mereka tidak hanya akan mencari kecocokan dalam level fisik, tetapi juga dalam level sosial. Pengguna-pengguna tersebut akan mencari kesamaan-kesamaan yang ada pada dirinya dan pengguna yang sedang diteliti (Bilton, 2014). Peneliti menemukan hasil temuan bahwa kriteria pembentukan ketertarikan pengguna Tinder yang diteliti sesuai dengan pemikiran dari attraction theory. Pemikiran attraction theory menyatakan individu dapat membentuk ketertarikan dengan individu lainnya berdasarkan empat faktor, yaitu similarity, proximity, reinforcement, dan physical attractiveness and personality (DeVito, 2009). Temuan penelitian ini mendukung gagasan bahwa similarity, proximity, dan physical attractiveness and personality mampu membentuk ketertarikan seorang individu dengan individu lainnya sebelum memulai suatu hubungan. Selain penemuan tersebut, peneliti juga melihat bahwa terdapat beberapa faktor eksternal yang lebih besar yang dapat membentuk ketertarikan seorang pengguna dengan match lain.
12 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
Faktor tersebut antara lain adalah nilai-nilai dalam berkencan yang ditanamkan di keluarganya. 3. Membuka Diri di Depan Match Peneliti menemukan bahwa ada enam orang pengguna Tinder yang diteliti yang telah memanfaatkan platform chat Tinder karena merasa tertarik untuk berinteraksi dan membangun hubungan dengan match yang ditemukan. Keenam orang pengguna ini sepakat bahwa dalam platform chat Tinder, pengguna masih hanya bertukar informasi umum seperti nama, tempat kuliah, hobi, dan minat. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, peneliti menemukan bahwa terdapat empat orang pengguna Tinder yang diteliti yang bersedia untuk melanjutkan hubungan di platform instant messaging seperti LINE. Perpindahan ini dilakukan karena mereka merasa tertarik pada match tersebut dan memang memiliki keinginan untuk mengenal match tersebut lebih dalam. Tetapi hal ini tidak berlaku pada salah satu pengguna perempuan dengan tipe iseng yang hanya memberikan LINE pada match-nya demi alasan kesopanan saja. Penggunapengguna dengan tipe serius dan penggoda yang telah mengalami perpindahan ke LINE atau WhatsApp menyatakan bahwa mereka dapat mengungkapkan hal yang lebih dalam tentang dirinya pada match di platform LINE daripada di chat Tinder. Dalam proses chatting di platform Tinder atau instant messaging lainnya seperti LINE dan WhatsApp, pengguna Tinder telah melakukan praktik self disclosure atau pengungkapan diri yang dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi di mana seorang individu memberikan informasi mengenai dirinya ke individu lainnya yang hanya dapat diketahui individu tersebut jika seseorang mengungkapkan informasi itu sendiri. Ada beberapa aspek yang ditemukan peneliti dapat membentuk perilaku pengguna Tinder dalam melakukan self disclosure atau tidak terutama di ranah online. Beberapa aspek tersebut antara lain tujuan relasi dengan menggunakan Tinder, ekspektasi untuk bertemu tatap muka, keterbukaan untuk berbagi informasi di ranah online, ketertarikan dengan match, kenyamanan dengan match, dan rasa percaya terhadap match. 4. Mengembangkan Hubungan dengan Match Terdapat satu orang pengguna Tinder yang diteliti yang pernah mengembangkan hubungan ke ranah offline membentuk hubungan romantis riil di dunia nyata. Berdasarkan enam tahap pengembangan hubungan yang disampaikan Knapp dan Wood, dapat dilihat bahwa pengguna tersebut pernah mencapai tahap integrating, yang ditandai dengan adanya rasa berbagi dan hubungan mutualisme (Weaver II, 1993). Pengguna tersebut juga
13 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
menyatakan telah merasakan adanya keintiman dengan match yang ditemukan dalam Tinder yang ditandai dengan intensitas komunikasi dalam hubungan yang tinggi Selanjutnya, dua pengguna Tinder yang diteliti yang sama-sama berasal dari tipe penggoda menunjukkan bahwa mereka sudah menemukan teman dekat melalui aplikasi Tinder ini. Walaupun sudah menjadi teman dekat, kedua pengguna ini sama-sama tidak ingin melanjutkan hubungan ke ranah romantis di dunia nyata. Berdasarkan enam tahap pengembangan hubungan yang disampaikan Knapp dan Wood, kedua orang pengguna ini dapat dikategorikan telah mengembangkan hubungan hingga tahap experimenting cenderung ke tahap intensifying. Ada beberapa karakter dari tahap intensifying yang masuk ke dalam pengembangan hubungan kedua pengguna ini. Mereka sudah merasakan peningkatan dalam self disclosure dengan match tersebut bersedia untuk tampil dengan lebih rentan (vulnerable) di depan match tersebut. Tetapi ada beberapa karakteristik dari tahap hubungan intensifying yang belum diraih informan dengan match-nya, seperti penyampaian ekspresi komitmen secara langsung atau adanya deklarasi mengenai hubungan mereka ke publik (Weaver II, 1993). Kedua pengguna ini juga belum merasakan adanya keintiman dengan match yang paling dekat sekalipun. Selanjutnya, pengguna menemukan bahwa tiga dari tujuh orang pengguna Tinder yang diteliti masih mengembangkan hubungan dalam tahap menjajaki match. Mereka masih bertukar informasi mengenai hal-hal yang masih bersifat di permukaan, seperti hobi, edukasi, tempat tinggal, minat hingga kegiatan yang sedang dilakukan. Berdasarkan enam tahap hubungan Knapp dan Wood, dapat disimpulkan bahwa hubungan ketiga orang informan ini dengan match yang ditemukan dalam Tinder masih berada di tahap experimenting. Dalam tahap ini, informan mencoba mencari tahu tentang orang asing (stranger) ini dan mencoba mencari kesamaan dengan match-nya (Weaver II, 1993). Ketiga orang pengguna yang masih mengembangkan hubungan ke tahap experimenting masih belum menemukan keintiman dengan match yang ditemui dalam Tinder karena alasan yang berbeda-beda. Yang terakhir, peneliti menemukan bahwa terdapat satu orang pengguna Tinder yang diteliti yang hanya membentuk hubungan dengan match-nya melalui profil yang dibentuk. Berdasarkan enam tahap pengembangan hubungan Knapp dan Wood, dapat dikatakan bahwa informan tersebut mengembangkan hubungan dengan match yang ditemukan dalam Tinder hanya dalam Tinder hingga tahap initiating saja. Tujuan seseorang dalam tahap inisiasi adalah untuk mempresentasikan diri sendiri pada orang lain dan memberikan kesan pertama yang baik (Weaver II, 1993).
14 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
Terkait dengan tipe hubungan, dalam penelitian ini, hanya terdapat satu orang pengguna Tinder yang diteliti yang pernah membentuk hubungan dengan tipe intim dengan match yang ditemukan dalam Tinder. Hubungan ini ditandai dengan adanya tingkat keintiman dan pengungkapan diri yang tinggi. Pengguna tersebut adalah informan perempuan yang memang mencari pasangan serius dalam Tinder dan sudah menemukan pasangan di dunia nyata dari Tinder. Peneliti menemukan bahwa hubungan lima orang pengguna Tinder dari UI lainnya dengan match masing-masing masih termasuk ke dalam kategori hubungan kasual. Hal ini dinyatakan secara langsung oleh lima orang pengguna ini yang merasa bahwa hubungan mereka masih jauh dari tingkat keintiman yang tinggi. Peneliti juga dapat mengambil kesimpulan bahwa hubungan para informan ini masih memiliki tipe kasual dikarenakan tingkat pengungkapan diri antara informan dan match yang rendah. Selanjutnya peneliti juga menemukan bahwa ada satu orang pengguna Tinder laki-laki dengan tipe iseng yang merasa bahwa dirinya tidak sama sekali membentuk hubungan apa pun dengan pengguna lain dalam aplikasi Tinder ini. Pengguna tersebut pun tidak pernah merasakan keintiman dengan pengguna lain dan tidak merasa mengungkapkan banyak informasi mengenai dirinya. 5. Perbedaan Gender dan Penggunaan Tinder Gender merupakan salah satu faktor yang penting dipertimbangkan untuk dibahas dalam bagian diskusi penelitian ini. Dalam penelitian ini, ditemukan banyak perbedaan antara pengguna Tinder perempuan dan laki-laki yang diteliti dalam berbagai hal. Penelitian ini menemukan bahwa lebih banyak pengguna Tinder perempuan yang memiliki ekspektasi untuk segera bertemu pasangan serius. Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pengguna Tinder perempuan yang menjadi informan dalam penelitian ini secara umum merasakan kekhawatiran yang lebih besar untuk segera mencari pasangan dibandingkan dengan informan laki-laki. Peneliti juga dapat menangkap bahwa pengguna Tinder perempuan yang menjadi informan dalam penelitian ini memiliki keterikatan yang lebih tinggi dengan aplikasi Tinder dibandingkan dengan pengguna Tinder laki-laki. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengguna Tinder laki-laki yang menjadi informan dalam penelitian ini memiliki kecenderungan untuk lebih menilai negatif sistem kencan online dibandingkan dengan informan perempuan. Tetapi yang menjadi unik untuk diperhatikan adalah walaupun lebih banyak informan laki-laki yang menilai negatif sistem kencan online, tetapi informan perempuan lebih sering merasa malu jika diketahui menggunakan aplikasi kencan online Tinder. Pengguna Tinder perempuan yang menjadi informan dalam penelitian ini ditemukan lebih merasa peduli pada penilaian lingkungan sekitarnya yang menilai negatif sistem kencan online, sedangkan pengguna Tinder laki-laki 15 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
cenderung lebih tidak memperhatikan suara-suara miring mengenai pengggunaan sistem kencan online yang disampaikan oleh lingkungan sekitarnya. Dalam hal penggunaan, peneliti juga mendapatkan pola bahwa dalam membuat profil, pengguna Tinder perempuan yang menjadi informan dalam penelitian ini bertindak dengan jauh lebih strategis dibandingkan dengan pengguna Tinder laki-laki. Mereka juga lebih berani mengungkapkan informasi-informasi yang lebih personal yang dimiliki dibandingkan dengan pengguna Tinder laki-laki. Peneliti kemudian menemukan bahwa dalam melakukan proses swiping, pengguna Tinder laki-laki dalam penelitian ini juga ditemukan meletakkan perhatian besar pada beberapa hal seperti ras dan identitas agama pengguna lain dalam melakukan proses swiping, hal yang justru jarang menjadi perhatian besar para pengguna Tinder perempuan ketika melakukan proses swiping. Nilai-nilai dominan yang ditanamkan keluarga dalam berkencan lebih diaplikasikan oleh pengguna Tinder laki-laki dalam penelitian ini ketika melakukan proses swiping dibandingkan dengan pengguna Tinder perempuan. Hal ini kemudian menunjukkan bahwa pengguna Tinder perempuan dalam penelitian ini lebih berani bereksperimen dalam mencari match. Pengguna Tinder laki-laki dalam penelitian ini lebih konvensional dan bermain aman dalam hal pencarian match. Pengguna Tinder laki-laki dalam penelitian ini juga memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menaikkan standar kriteria pasangan. Mereka memiliki ekspektasi yang lebih tinggi untuk bertemu pasangan yang berkualitas di Tinder, sehingga mereka akan bersikap selektif dalam melakukan swipe. Hal ini berbeda dengan pengguna Tinder perempuan dalam penelitian ini yang justru memiliki kecenderungan untuk menurunkan standar kriteria pasangan ketika melakukan proses swiping. Hal ini dikarenakan mereka menginginkan lebih banyak pilihan untuk dijadikan sebagai calon match. Kecenderungan lainnya yang kemudian menarik untuk diamati adalah pengguna Tinder perempuan dalam penelitian ini cenderung meningkatkan kemungkinan untuk memperbanyak pilihan calon match dibandingkan dengan pengguna Tinder laki-laki. Selain dalam hal penurunan standar kriteria pasangan ini, keinginan informan perempuan untuk memperbanyak pilihan calon match dapat dilihat dari strategi dalam menentukan rentang jarak dengan calon match di bagian ‘Setting’. Perbedaan terakhir antara pengguna Tinder laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini adalah dalam hal pengungkapan diri atau self disclosure mereka. Pengguna perempuan ditemukan berani untuk mengungkapkan dan menanyakan informasi personal dalam profil atau dalam platform chatting yang disediakan Tinder. Hal ini konsisten dengan penemuan bahwa pengguna Tinder perempuan dalam penelitian ini merasakan kenyamanan yang lebih 16 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
tinggi untuk membagikan informasi dengan orang asing di ranah online dibandingkan dengan pengguna Tinder laki-laki. Ranah online memberikan kebebasan bagi para informan perempuan untuk menjadi lebih terbuka dalam mengungkapkan diri pada lawan jenis. 6. Perbandingan Penggunaan Tinder di Negara Barat dan Timur Penelitian ini menghasilkan insight baru mengenai informasi latar penggunaan Tinder dalam konteks kalangan dewasa muda di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengguna Tinder yang diteliti tidak ada yang bertujuan untuk mencari pasangan seks kasual. Hal ini berbeda dengan temuan mengenai tujuan relasi pengguna Tinder di negara Barat seperti Amerika Serikat, di mana masih banyak dari pengguna Tinder di negara Barat yang menggunakan Tinder dengan tujuan untuk mencari pasangan seks kasual (Amsden, 2014). Penelitian ini juga menemukan bahwa pengguna Tinder yang diteliti paling sering mengakses Tinder di tempat yang rutin dikunjungi setiap hari seperti rumah dan kampus. Hal ini kemudian menjadi menarik karena ada perbedaan besar dengan pemilihan tempat mengakses pengguna Tinder di negara Barat seperti Amerika Serikat dan Rusia. Perbedaan besar yang dimaksud adalah banyak pengguna Tinder di negara Barat yang justru lebih aktif menggunakan Tinder ketika berada di dalam suatu tempat yang tidak rutin dikunjungi tetapi dianggap berpotensi untuk menemukan calon pasangan yang didambakan. Salah satu temuan baru penelitian ini yang berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya adalah mengenai karakter pengguna Tinder yang menjadi informan dalam penelitian ini. Toyer (2011) yang mengkaji mengapa mahasiswa di University of Southern Nevada mengadopsi internet sebagai sarana untuk membangun hubungan romantis, memiliki asumsi penelitian bahwa individu yang mempunyai tingkat kecanggungan sosial yang lebih tinggi akan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengadopsi sistem kencan online. Tetapi karakter pengguna Tinder yang diteliti menunjukkan hal yang tidak sesuai dengan asumsi penelitian Toyer ini. Para pengguna Tinder yang menjadi informan dalam penelitian ini tidak menggunakan Tinder karena memiliki kekhawatiran untuk bertemu tatap muka dengan orang lain dan membentuk hubungan romantis di dunia nyata. Penelitian ini selanjutnya juga menghasilkan temuan yang konsisten dengan hasil-hasil penelitian mengenai presentasi diri pengguna situs kencan online di Amerika Serikat. Penelitian Gibbs, Ellison & Heino (2006) yang meneliti mengenai presentasi diri pengguna situs kencan online Connect.com di California Amerika Serikat menemukan bahwa pengguna situs kencan online berusaha menyeimbangkan keinginan untuk tampil semenarik mungkin dengan keaslian diri
(Gibbs, Ellison, & Heino, 2006). Hal ini sesuai dengan temuan
penelitian ini yang menunjukkan bahwa pengguna Tinder yang diteliti menerapkan banyak 17 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
strategi untuk tampil semenarik mungkin tetapi mereka tidak akan melakukan peningkatan diri hingga ke tingkatan di mana ia tampak jauh berbeda dari penampilan fisiknya saat ini. Masih berhubungan dengan presentasi diri di ranah online, hasil temuan dalam penelitian ini juga konsisten dengan temuan Toma & Hancock (2010) yang menyatakan bahwa pengguna sistem kencan online dengan tujuan relasi jangka panjang akan mempresentasikan diri mereka dengan seasli mungkin, sedangkan mereka yang mencari hubungan jangka pendek akan mencoba mempercantik presentasi diri mereka dalam rangka menarik lebih banyak calon pasangan (Toma & Hancock, 2010).
Kesimpulan
Terdapat tiga tipe pengguna Tinder yang diteliti berdasarkan tujuan relasi dalam menggunakan Tinder, yaitu tipe serius, tipe penggoda, dan tipe iseng. Munculnya tipetipe pengguna Tinder yang berbeda ini menunjukkan bahwa tidak semua pengguna Tinder yang diteliti menggunakan aplikasi kencan online ini untuk mencari pasangan romantis yang serius.
Terdapat beberapa kesamaan antara pengguna Tinder yang diteliti dari berbagai tipe ini dalam hal penggunaan aplikasi ini sendiri, mulai dari aspek dari match yang paling diperhatikan ketika proses swiping dilakukan, kebiasaan membuka profil match hingga mengenai konten small talk antara pengguna dalam platform chat Tinder. Selain kesamaan, pengguna dengan tipe yang berbeda ini juga ditemukan memiliki perbedaan dalam hal penggunaan Tinder. Pengguna tipe serius memiliki strategi pembuatan profil yang berbeda dengan pengguna tipe penggoda, pengguna tipe penggoda memiliki kesediaan untuk melakukan self disclosure dalam platform chatting Tinder yang berbeda dengan pengguna tipe iseng. Hal ini menunjukkan tujuan relasi seorang pengguna Tinder sebagai hal yang dominan yang dapat membentuk bagaimana mereka menggunakan aplikasi ini. Selain tujuan relasi, peneliti menemukan bahwa terdapat faktor internal seperti keterbukaan pada orang asing (stranger) di ranah online hingga faktor eksternal yang dapat membentuk penggunaan Tinder para pengguna Tinder yang diteliti ini, seperti nilai dalam berkencan yang telah ditanamkan oleh keluarga masing-masing dan tekanan untuk segera menemukan pasangan serius.
Pengguna Tinder yang diteliti mengembangkan hubungan dengan match-nya hingga ke tahapan yang berbeda-beda. Penelitian ini lebih jauh menunjukkan bahwa tidak 18 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
semua hubungan yang tercipta dalam aplikasi Tinder berakhir pada hubungan intim yang ditandai oleh self disclosure yang mendalam dan tingkat keintiman yang tinggi. Penelitian ini justru memperlihatkan bahwa banyak hubungan yang berawal dari Tinder bagi para pengguna Tinder yang diteliti yang masih termasuk ke dalam tipe hubungan kasual yang ditandai oleh tingkat self disclosure yang masih berada di level permukaan dan tingkat keintiman yang rendah. Pengembangan hubungan antara pengguna Tinder yang diteliti dengan match yang ditemukan dalam aplikasi ini pada akhirnya terlihat konsisten dibentuk oleh tujuan relasi yang dipilih oleh pengguna ketika menggunakan aplikasi kencan online Tinder ini.
Saran
Memperhatikan faktor orientasi seksual dalam meneliti penggunaan Tinder. Peneliti berasumsi bahwa strategi presentasi diri hingga cara chatting dalam platform Tinder akan berbeda antara pengguna Tinder heteroseksual dan homoseksual.
Peneliti yang ingin memperdalam penelitian mengenai penggunaan Tinder di UI dapat mencari sampel mahasiswa dari fakultas seperti FMIPA atau FIK yang belum terwakili dalam penelitian ini.
Memperluas konteks dengan juga mengangkat penggunaan Tinder mahasiswa/i universitas-universitas besar lain di Indonesia selain UI.
Menganalisis penggunaan situs atau aplikasi kencan online lain selain Tinder di kalangan dewasa muda Indonesia. Hal ini menarik untuk dilakukan karena setiap aplikasi atau situs kencan online memiliki karakter dan sistem masing-masing dan peneliti memiliki asumsi bahwa karakter dan sistem aplikasi atau situs kencan online ini dapat berperan dalam membentuk penggunaan penggunanya.
Memperkaya teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik observasi langsung atau pengumpulan dokumen secara lebih komprehensif.
Daftar Referensi Amsden, D. (2014, April 24). Hooking Up With Tinder. Retrieved from MensJournal.com: http://www.mensjournal.com/adventure/outdoor/hooking-up-with-tinder-20140424 Bilton, N. (2014, October 29). Tinder, the Fast-Growing Dating App, Taps an Age-Old Truth. Retrieved from NYTimes.com: http://www.nytimes.com/2014/10/30/fashion/tinderthe-fast-growing-dating-app-taps-an-age-old-truth.html?_r=0 19 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014
Curry, K. (2014, September 24). How College Students Use Tinder to Find Dates. Retrieved November 9, 2014, from Wojdylo Social Media: http://wojdylosocialmedia.com/college-students-use-tinder-find-dates/ DeVito, J. A. (2009). Human Communication The Basic Course. Boston: Pearson Education Inc. Finkel, E. J., Eastwick, P. W., Karney, B. R., Reis, H. T., & Sprecher, S. (2012). Online Dating: A Critical Analysis From the Perspective of Psychological Science. Psychological Science in the Public Interest, 11. Gibbs, J. L., Ellison, N. B., & Heino, R. D. (2006). Self-Presentation in Online Personals : The Role of Anticipated Future Interaction, Self Disclosure and Perceived Success in Internet Dating. SAGE Publications, 155. Heino, R., N.B., & Gibbs, J. (2010). Relationshopping: Investigating the market metaphor in online dating. Journal of Social and Personal Relationships , 427-447. Li, H., & Lai, V. S. (2007). The Interpersonal Relationship Perspective on Virtual Community Participation. Twenty Eighth International Conference on Information Systems, (p. 4). Toronto. Robehmed, N. (2013, April 9). 5 Dating Apps To Help You Find Love. Retrieved from Forbes.com: http://www.forbes.com/sites/natalierobehmed/2013/09/04/5-dating-appsto-help-you-find-love/ Ruben, B. D., & Stewart, L. P. (2006). Communication and Human Behavior. Boston: Pearson Education Inc. Spira, J. (2014, 5 7). Digital Hollywood: Mobile Makes the World Go Round. Retrieved 12 19, 2014, from Huffington Post: http://www.huffingtonpost.com/julie-spira/digitalhollywood-mobile-_b_5274664.html Toma, C. L., & Hancock, J. T. (2010). Looks and Lies: The Role of Physical Attractiveness in Online Dating Self-Presentation and Deception. Communication Research SAGE, 336337. Toyer, R. L. (2011). Factors of adoption: Initiating relationships using online dating sites. University Libraries : University of Nevada Las Vegas , 7. Tubbs, S. L., & Moss, S. (2006). Human Communication Principles and Contexts. New York: McGraw Hill. Weaver II, R. L. (1993). Understanding Interpersonal Communication. New York: HarperCollins College Publisher.
20 Penggunaan tinder..., Ayip Fahmi Faturochman, FISIP, 2014