1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Didunia ini manusia dan kejahatan merupakan suatu kesatuan yang takkan terpisah. Manusia sebagai pelaku kejahatan serta objek dari kejahatan itu sendiri. Didalam setiap masyarakat pasti ada kejahatan. Walaupun masyarakat telah berusaha keras mensosialisasikan dan menginternalisasikan nilai dan norma yang dianut bersama serta menegakkan keberlakuannya dan penegakkannya, yakni dengan menjatuhkan sanksi negatif terhadap siapapun yang melanggar atau menyimpang dari norma tersebut. Namun kenyatannya bahwa selalu saja ada individu-individu
warga
setempat
yang
melakukan
penyimpangan
dan
pelanggaran dengan berbagai motif dan alasan. Ada kejahatan maka akan ada korban. Kejahatan adalah suatu interaksi karena adanya interelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi (Gosita 1993, hal 98). Adanya korban kejahatan bearti adalah akibat adanya interaksi antara korban dengan pelaku, antara korban dengan lingkungan (sosial, budaya, politik, ideologi dan ekonomi) yang ada. Gosita (1993) menyebutkan bahwa kejahatan dapat terjadi karena partisipasi berbagai elemen yang ada dimasyarakat, bukan hanya antara pelaku dan korban saja, tetapi juga pembuat UU, polisi, jaksa, hakim, panti pembinaan, pangamat (Gosita.1993, hal.60). Stephen Schafer beranggapan yang termasuk kedalam kejahatan kekerasan yang utama adalah pembunuhan. penganiayaan berat, serta pencurian di perumahan dan pencurian berat (Kusumah 1982, hal 24). Pencurian di perumahan yang merupakan bagian dari kejahatan dengan pemberatan yang dalam hal ini pelaku kejahatan diancam oleh pasal 363 KUHP dengan pidana penjara yang berat. Untuk menghindari kejahatan terjadi dibutuhkan rasa aman dan tentram yang mencakup lingkungan yang bebas dari segala bentuk ancaman, pekerjaan yang jelas, dan juga keamanan atas diri, keluarga, serta properti yang dimiliki ataupun dipergunakan dalam beraktivitas (Purwanto,1990). Rasa aman atas lingkungan yang bebas ancaman serta keamanan atas diri, keluarga dan properti 1
Universitas Indonesia
2
yang dimiliki seseroang akan memberi rasa tentram dari tindak kejahatan (O’Block, 1981) Salah satu bentuk kejahatan pencurian yang bayak mendapatkan perhatian adalah kasus pencurian yang terjadi di kawasan tempat tinggal atau perumahan. Perumahan selayaknya merupakan suatu tempat yang aman, termasuk aman dari berbagai gangguan kejahatan. Lingkungan tempat tinggal atau perumahan dibangun dengan pertimbangan keamanan terhadap bahaya, seharusnya termasuk juga keamanan terhadap bahaya kriminal, sehinggal aktivitas penghuninya dapat terwadahi secara maksimal seperti kegiatan bermukim, bekerja, bersosialisasi, beristirahat dan berekreasi (Newman, 1972) Berikut data mengenai kejahatan yang terjadi menurut data statistik kriminal Polsek Pesanggrahan Tabel 1.1 Data Statistik Kejahatan Tahun 2006 - 2008 No.
Jenis Kejahatan
2006
2007
2008
Pembunuhan
1
2
-
Kebakaran
6
6
6
Perjudian
5
1
4
Penganiayaan Berat
19
19
17
Curat
63
85
49
Curas
4
4
2
Curanmor
161
90
60
Narkotika
51
56
45
Pemerasan / Pengancaman
17
10
-
Perkosaan
-
-
-
Kenakalan Remaja
-
-
-
Lain-Lain
132
44
16
Sumber : Polsek Pesanggrahan Kejahatan kekerasan yang meningkat dari tahun ketahun ini menunjukkan bahwa kejahatan ini adalah suatu masalah serius yang ada didalam masyarakat.
Universitas Indonesia
3
Menurut Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes M Iriawan banyaknya tindak kriminal yang terjadi disebabkan berbagai faktor, di antaranya adalah situasi ekonomi yang di akibatkan oleh PHK besar-besaran. Erlangga dosen kriminologi UI menyebutkan, situasi ekonomi yang dirasakan saat ini turut memengaruhi tingginya kejahatan. Ketika menghadapi masalah kehidupan persoalan dasar ekonomi, masyarakat terbentuk untuk bersikap pragmatis hingga mencari jalan pintas, di antaranya melakukan kejahatan. (http://www.sinarharapan.co.id/berita/0901/05/jab06.html). David M. Gordon menjelaskan bahwa pada masyarakat dimana bentuk persaingan mendasari interaksi ekonomi dan sosial merupakan landasannya, maka akan terdapat ketidakmerataan dalam alokasi sumber daya sosial. Ketakuatan akan ketidakamanan ekonomi serta dorongan persaingan untuk memperoleh harta yang didistribusikan secara tidak merata akan menghasilkan kejahatan yang merupakan reaksi rasional atas struktur yang melandasi masyarakat. Gordon melihat bahwa kejahatan adalah merupakan usaha pelanggar untuk hidup dalam suatu situasi ekonomi tidak menentu yang terbentuk dalam tatanan sosial tertentu (Kusumah 1982, hal 29) Masalah korban ini sebetulnya bukan masalah yang baru, namun karena adanya hal-hal tertentu masalah korban ini menjadi kurang diperhatikan, bahkan mungkin diabaikan. Apabila kita mengamati masalah kejahatan, maka mau tak mau kita harus memperhitungkan peranan korban dalam timbulnya suatu kejahatan. Korban memiliki peranan yang fungsional dalam terjadinya suatu kejahatan. Pada kenyataannya dapat dikatakan bahwa tidak mungkin timbul suatu kejahatan kalau tidak ada korban kejahatan yang merupakan objek utama pelaku dalam terjadinya kejahatan. Dalam hal ini pemenuhan kepentingan pelaku berkaitan dengan penderitaan korban. Dengan demikian dapat dikatakan korban mempunyai tanggung jawab fungsional dalam terjadinya kejahatan. Pengetahuan mengenai korban merupakan salah satu hal harus diketahui dalam melihat hubungan antara pelaku dengan kejahatan yang dilakukannya. (Gosita 1993, hal 66). Korban kejahatan sering di identifikasikan dengan pihak yang lemah, baik lemah secara ekonomis, politik dan sosial. Misalnya saja dikaitkan dengan orang
Universitas Indonesia
4
tua, anak-anak, yang cacat tubuh atau jiwa, baik secara seks (wanita), tidak berpendidikan, bodoh, miskin, tidak kenal hukum, terasing, tidak mempunyai perlindungan, dan berbagai macam image negatif lain yang menunjukkan sebagai korban. Warr (1987) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa dengan kerentanan terhadap pengalaman yang sama dengan laki-laki, perempuan lebih memiliki rasa takut yang lebih besar akan kejahatan karena mereka mempercayai bahwa konsekuensi yang harus mereka terima sebagai korban kejahatan akan lebih serius. O’Block (1981) berpendapat bahwa kejahatan yang terjadi di lingkungan tempat tinggal umumnya berbentuk pencurian rumah kosong, pencurian kendaraan bermotor, pencurian dengan penipuan, perampokan dan pembobolan rumah. O’Block berpendapat bahwa dalam beberapa kasus kejahatan di perumahan merupakan kombinasi antara niat dengan kesempatan pelaku. Kedua hal ini saling terkait. Mungkin saja pelaku kejahatan pada awalnya tidak berniat melakukan pencurian, namun karena melihat adanya kesempatan, hal ini dapat menimbulkan niat mencuri. Adanya kesempatan ini salah satunya disebabkan oleh kecerobohan atau kelemahan korban dalam hal proteksi keamanannya yang kurang hati-hati (Setiawan, 2008) Kasus peran korban sehingga terjadinya kejahatan dapat kita liat pada kasus pencurian di perumahan yang terjadi di Depok, TEMPO Interaktif, Depok. Dua perampok beraksi di siang bolong, Kamis (10/4). Perampokan terjadi di Perumahan Bella Cassa Blok E6 No 2,Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, sekitar pukul 11.00. Mereka menggasak harta benda berupa uang tunai, perhiasan, dan surat berharga milik pemilik rumah, Ronald senilai Rp 50 juta. Menurut Tiyas, 19 tahun, salah seorang pembantu Ronald yang baru sebulan bekerja, pada saat kejadian dia disuruh orangtua istri Ronald membeli telur."Di jalan saya bertemu dengan pemuda yang naik motor, dia sempat menengur saya,"kata Tiyas. “Setelah saya pulang beli telor, pria itu mengikuti saya sampai rumah. Saya masuk ke dalam rumah tapi lupa mengunci pintu” ujarnya. Tiyas lalu membantu orang tua majikannya membuat kue. Adapun suami nenek itu istirahat di kamar belakang. Nikita, anak kedua Ronald tidur ditemani Eneng pembantu Ronald yang lain. Pada saat semua orang lengah, para perampok masuk ke dalam rumah menggasak barang berharga milik korban.
Universitas Indonesia
5
Menurut Dedi,31 tahun, seorang satpam Perumahan Bella Cassa yang pada saat kejadian sedang bebas tugas mengatakan, perumahan tempatnya bekerja ada 11 satpam yang bernaung di bawah pengembang. Selain itu, setiap blok juga punya satpam sendiri-sendiri. Namun untuk Blok E6, belum ada satpamnya. “Karena Blok E6 warganya masih sedikit, mereka belum punya satpam sendiri,” tutur Dedi di lokasi kejadian. Syamsudin,45 tahun, satpam yang bertugas pada saat kejadian, mengaku tidak mengetahui perampokan itu. Ia melihat rumah korban tampak tidak terjadi apaapa. Namun, dia mengakui, melihat ada sepeda motor Yamaha Jupirter MX yang ke luar dari pintu gerbang dengan kecepatan tinggi. “Motor itu keluar bersamaan dengan mobil penghuni yang mau ke luar, jadi saya tidak sempat bertanya” kata Syamsudin. Farida, 21 tahun, tetangga sebelah rumah korban mengatakan, Ronald jarang di rumah karena sering ke luar kota . Adapun istri Ronald, adalah karyawan swasta yang setiap pagi berangkat kerja. Di tempat terpisah, Kapolsek Pancoran Mas AKP I Gusti Ayu Supiati mengatakan, belum menerima laporan mengenai kejadian tersebut. Ia mengatakan, perampokan ini bukanlah yang pertama kali terjadi di kompleks perumahan tersebut. “Kejadian pertama terjadi pada akhir tahun lalu” ujar Ayu http://www.tempo.co.id/hg/jakarta/2008/04/11/brk,20080411-120986,id.html
Kasus pencurian di perumahan di depok ini terjadi karena kesalahan dari pihak korban karena lupa mengunci pintu setelah pulang dari membeli telor. Peluang ini dilihat oleh para perampok yang memang sudah mengamati rumah tersebut, disaat semua orang lengah dan sibuk dengan kegiatan masing-masing perampok tersebut masuk kedalam rumah dan mengambil perhiasan, uang tunai dan surat-surat berharga pemilik rumah. Pemilik rumah yang sering berpergian keluar kota dan istri dari pemilik rumah yang bekerja dari pagi hingga sore juga merupakan kegiatan rutin yang dapat dilihat oleh para pelaku kejahatan untuk mencuri rumah tersebut. Ketidak adanya penjagaan karena perumahan tersebut masih tergolong baru juga memperbesar pengalaman seseorang untuk menjadi korban kejahatan pencurian. Dari kasus diatas dapat dilihat bahwa seseorang dapat bepengalaman menjadi korban kejahatan pencurian yang disebabkan oleh aktivitas rutin mereka dan tidak adanya pengamanan yang memadai. Kasus kejahatan seperti ini dapat menjadi semakin mudah dilakukan jika para calon korban tidak menyadari bahwa Universitas Indonesia
6
dirinya dapat dengan mudah atau bisa menjadi korban. Peluang-peluang yang tanpa disadari dapat membuka jalan bagi para pencuri untuk mengambil barangbarang yang kita miliki. Situasi dan kondisi korban dapat merangsang pelaku untuk melakukan suatu kejahatan terhadap pihak korban. Pihak korban sendiri tidak melakukan suatu tindakan, tidak berkemauan atau rela untuk menjadi korban. Situasi atau kondisi ada pada dirinya yang merangsang, mendorong pihak lain melakukan suatu kejahatan. (Widiyanti dan Anaroga 1987, hal 63) Peran korban sebagaimana dikatakan oleh Gosita (1993, hal 104) dapat berperan dalam keadaan sadar atau tidak sadar, secara langsung atau tidak langsung, sendiri atau bersama-sama. Bertanggung jawab atau tidak, secara aktif atau pasif, dengan motivasi positif atau negatif. Semuanya bergantung pada situasi dan kondisi pada saat kejahatan tersebut berlangsung. Kondisi korban yang biasanya memiliki kelemahan secara kodrati seringkali dilihat oleh pelaku sebagai sisi yang lemah dan mudah untuk dijadikan korban. Namun kerana kelemahannya, korban dengan situasi dan kondisi tertentu karena sikap dan tindakannya dapat mengundang pelaku untuk berbuat jahat, misalnya korban lalai terhadap pengamanan harta miliknya sehingga memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengambilnya tanpa izin. Bisa juga sikap korban yang tidak simpatik sehingga menimbulkan kebencian pelaku, akibatnya pelaku dapat merugikan pihak korban. Mengenai hubungan pelaku dan korban memang mempunyai perbedaanperbedaan, tetapi dalam berbagai studi yang selama ini sudah dilakukan, menyayangkan bahwa sebagian besar pelaku kejahatan mempunyai hubungan dengan korban. Dari realitas ini seharusnya kita dapat menyadari bahwa sesungguhnya ada hubungan timbal balik (interaksi) tertentu yang membawa pelaku dan korban kedalam suatu kejahatan.hanya satu salah satu dari mereka menjadi korbannya dan yang lain menjadi pelaku yang harus menerima hukuman.
Universitas Indonesia
7
I.2. Permasalahan Dalam memahami suatu tindak kejahatan terlebih dulu harus memahami peranan pihak korban yang mempengaruhi terjadinya kejahatan. Kejahatan seperti pencurian di perumahan yang meningkat dari tahun ke tahun merupakan suatu hal yang perlu dibahas karena dimana ada kejahatan pasti terdapat korban. Kerugiankerugian yang dialami oleh korban pun tidak sedikit. Namun harus disadari bahwa kejahatan yang terjadi pada korban bukan semata-mata hanya kesalahan dari pelaku. Korban juga memiliki andil dalam terjadinya kejahatan pada dirinya, jangan semata-mata hanya memandang korban sebagai pihak yang pasif dan tidak bersalah bagi timbulnya kejahatan. Korban kejahatan tersebut harus ditempatkan secara proporsional dalam proses terjadinya kejahatan. Kejahatan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah kejahatan pencurian yang terjadi diperumahan. Para pelaku kejahatan dapat melakukan pencurian diperumahan karena adanya peluang atau kesempatan untuk melakukan pencurian di perumahan tersebut. Hal ini dijelaskan dengan faktor-faktor dari A Structural-Choice
Model
of
Victimization.
Faktor-faktor
tersebut
dapat
menyebabkan seseorang menjadi korban kejahatan, faktor-faktor tersebut adalah Proximity to Crime, Exposure to Crime, Target Attractiveness dan Capable Guardianship. Korban terkadang tidak menyadari telah memberikan peluang kepada pelaku kejahatan untuk mencuri di rumahnya. Peluang-peluang tersebut seperti tidak mengunci pagar, ketika berpergian lama lampu tidak dinyalakan, memarkir kendaraan diluar, tidak mengunci kendaraan, jendela yang tidak berteralis atau rumah terlihat kosong pada siang hari karena pemilik rumah pergi beraktifitas. Peluang-peluang inilah yang dapat menyebabkan seseorang menjadi korban kejahatan pencurian. Pihak korban dalam situasi dan kondisi tertentu dapat pula mengundang pelaku untuk melakukan kejahatan akibat dari sikap dan tindakannya. Hal seperti ini dapat dilihat jika antara korban dan pelaku tidak pernah berhubungan atau tidak saling mengenal. Misalnya, pihak korban bersikap dan bertindak lalai terhadap harta miliknya seperti meletakan atau membawa barang berharga tanpa pengawasan sehingga memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengambilnya tanpa izin. Keadaan - keadaan seperti inilah yang
Universitas Indonesia
8
terkadang tidak diperhatikan oleh para pemilik rumah. Aktivitas dan gaya hidup seseorang juga dapat memperbesar pengalaman seseorang menjadi korban kejahatan pecurian karena kegiatan sehari-hari yang sudah terpola dan seringnya seseornag berada diluar rumah membuat seseorang tersebut rentan terhadap suatu tindfak kejahatan. Hal - hal seperti ini terkadang tidak disadari oleh seseorang sehingga keadaan seperti ini dapat digumakan oleh pelaku untuk melakukan tindak kejahatan pada diri orang tersebut atau tempat dimana mereka tinggal. I.3. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana hubungan tingkat Proximity to Crime terhadap pengalaman menjadi korban kejahatan pencurian di perumahan 2. Bagaimana hubungan tingkat Exposure to Crime terhadap pengalaman menjadi korban kejahatan pencurian di perumahan 3. Bagaimana hubungan tingkat Target Attractiveness terhadap pengalaman menjadi korban kejahatan pencurian di perumahan 4. Bagaimana hubungan tingkat Capable Guardianship terhadap pengalaman menjadi korban kejahatan pencurian di perumahan I.4. Tujuan Penelitian 1
Untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat Proximity to Crime terhadap pengalaman menjadi korban kejahatan pencurian di perumahan
2
Untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat Exposure to Crime terhadap pengalaman menjadi korban kejahatan pencurian di perumahan
3
Untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat Target Attractiveness terhadap pengalaman menjadi korban kejahatan pencurian di perumahan
4
Untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat Capable Guardianship terhadap pengalaman menjadi korban kejahatan pencurian di perumahan
Universitas Indonesia
9
I.5. Signifikansi Penelitian I.5.1. Signifikansi Akademis Penelitian ini diharapkan mampu untuk menjelaskan faktor-faktor apa saja yang dapat membuat seseorang bepengalaman menjadi korban kejahatan pencurian diperumahan. Analisis dari faktor-faktor ini diharapkan dapat dijadikan suatu pemikiran dan sumbangan dalam memahami peranan A Structural-Choice Model of Victimization yang terdiri dari 4 faktor mengenai korban yang dapat menyebabkan seseorang memiliki pengalaman yang besar untuk menjadi korban kejahatan pencurian di perumahan, dengan cara memjelaskan dan memperlihatkan indikator-indikator apa saja yang dapat memperbesar pengalaman tersebut. I.5.2. Signifikansi Praktis Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada kita, terutama bagi pihak-pihak yang berkecimpung dalam dunia kriminologi untuk dapa menjelaskan dan memberikan dan menyumbangkan pemikiran-pemikirannya
mengenai
faktor-faktor
apa
saja
yang
dapat
memperbesar pengalaman seseorang menjadi korban kejahatan yang ada dimasyarakat.
Universitas Indonesia