UNIVERSITAS INDONESIA
OPTIMALISASI MANAJEMEN NYERI PADA ANAK KANKER MELALUI EDUKASI DENGAN PENDEKATAN TEORI UNPLEASANT SYMPTOM
KARYA ILMIAH AKHIR
ERNI SETIYOWATI 1306345762
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JUNI 2016
i
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA
OPTIMALISASI MANAJEMEN NYERI PADA ANAK KANKER MELALUI EDUKASI DENGAN PENDEKATAN TEORI UNPLEASANT SYMPTOM
KARYA IMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak
OLEH
ERNI SETIYOWATI 1306345762
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JUNI 2016 ii
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir (KIA) dengan judul “Optimalisasi manajemen nyeri pada anak kanker melalui edukasi dengan pendekatan Theory of Unpleasant Symptom”. Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai laporan pelaksanaan Program Praktek Residensi Ners Spesialis Kekhususan Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pada karya ilmiah ini penulis melaporkan pelaksanaan mengelola kasus pasien anak dengan kanker, pelaksanaan EBN, dan proyek inovasi. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak sulit rasanya untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, saya menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada: 1. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia; 2. Ibu Dr. Allenidekania, S.Kp., M.Sc. selaku supervisor utama yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing saya dalam penyusunan karya ilmiah ini. 3. Ibu Happy Hayati, Ns. Sp.Kep.An selaku supervisor yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 4. Civitas akademika Akper Panca Bhakti Bandar Lampung yang telah mengijinkan dan memberi dukungan moril maupun materiil selama pelaksanaan studi; 5. Ibu, Bapak, Suami dan anak-anak tersayang yang telah memberikan dukungan, doa, cinta dan semangat dalam mengiringi langkah penulis selama menempuh studi di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. vi
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
6. Sahabat Magister Keperawatan Anak 2013 yang banyak membantu dalam menyelesaikan program residensi dan karya ilmiah ini. 7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Semoga karya ilmiah akhir ini dapat memberi manfaat kepada kita semua. Amin Depok, Juni 2016
Penulis
vii
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Erni Setiyowati : Ners Spesialis Keperawatan Anak : Optimalisasi Manajemen Nyeri pada Anak Kanker melalui Edukasi dengan Pendekatan Teori Unpleasant Symptom
Nyeri merupakan masalah yang sering dihadapi anak dengan kanker. Penatalaksanaan nyeri saat ini belum optimal sehingga meningkatkan morbiditas pada pasien kanker khususnya pada anak. Karya ilmiah ini disusun dengan tujuan untuk menggambarkan aplikasi Theory of Unpleasant Symptoms (TOUS) pada anak yang mengalami nyeri kanker dan optimalisasi peran perawat dalam memberikan edukasi manajemen nyeri pada anak dan keluarga. TOUS memiliki tiga komponen yaitu gejala, faktor yang mempengaruhi dan penampilan akhir klien. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan serta dapat diintegrasikan dalam asuhan keperawatan anak. Aplikasi TOUS dan optimalisasi edukasi manajemen nyeri yang diberikan pada lima klien kelolaan efektif dalam meningkatkan kualitas hidup klien. Aplikasi TOUS pada asuhan keperawatan anak harus memperhatikan aspek tumbuh kembang dan psikologis anak. Kata kunci: edukasi, nyeri anak kanker, Theory of Unpleasant Symptom (TOUS)
ix
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Erni Setiyowati : Pediatric Nurse Specialist : Optimizing Management of Pain in Children with Cancer through Health Education based on Unpleasant Symptom Theory
Pain is a common symptom experienced by children with cancer. Currently pain management is not optimized thereby increasing morbidity in patients with cancer, particularly in children. The purpose of this final scientific writing is to give an overview of applications Theory of Unpleasant Symptoms (TOUS) in nursing care for cancer children with pain, this paper also described optimize the role of nurses in providing education management of pain in children and families. TOUS has three components: symptoms, and the factors that affect the final appearance of the client. The three components are interrelated and can be integrated in nursing care for children. Application of TOUS and optimizing pain management which was given for five patient show that was increasing quality of life in patient. Application TOUS on nursing care of children should pay attention to the psychological aspect of growth and development. Keywords: child cancer pain, education, Theory of Unpleasant Symptom (TOUS)
x
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................... HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ KATA PENGANTAR ................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR....................................................................... ABSTRAK ..................................................................................................... ABSTRACT..................................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................. DAFTAR TABEL.......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1.2. Tujuan Penulisan....................................................................... 1.3. Manfaat Penulisan..................................................................... 1.4. Sistematika Penulisan ............................................................... BAB 2. Aplikasi Teori pada Asuhan Keperawatan 2.1. Gambaran Kasus ....................................................................... 2.2. Tinjauan Teori........................................................................... 2.3. Aplikasi TOUS pada Kasus An.H ............................................ BAB 3. Pencapaian Kompetensi Ners Spesialis Keperawatan Anak ............ BAB 4. Pembahasan ...................................................................................... BAB 5. Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan .................................................................................... 5.2 Saran .......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
i iii iv v vi viii ix x xi xii xiii xiv 1 8 8 8 9 24 40 59 77 86 86
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Evaluasi Masalah Keperawatan An. H ......................................... Tabel 2. 2.Evaluasi Masalah Keperawatan An. MF....................................... Tabel 2.3. Evaluasi Masalah Keperawatan An. D ......................................... Tabel 2.4. Evaluasi Masalah Keperawatan An. S .......................................... Tabel 2.5. Evaluasi Masalah Keperawatan An. SF........................................ Tabel 2.6. Teknik Distraksi Berdasarkan Usia............................................... Tabel 2 7. Face, Legs, Activity, Cry, Consolability Behavoiur Tool. ............ Tabel 2.8. Rencana Keperawatan An.H ......................................................... Tabel 2.9. Catatan Perkembangan An.H........................................................ Tabel 3.1. Pengkajian Nyeri sebelum Implementasi...................................... Tabel 3.2. Koping yang Sesuai untuk Mengontrol Nyeri pada Anak ............ Tabel 3.3. Observasi Kemampuan Keluarga.................................................. Tabel 3.4 Pengkajian Nyeri setelah Implementasi ........................................ Tabel 4.1. Daftar Diagnosis Klien Kelolaan ..................................................
xii
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
12 16 18 21 24 32 35 45 50 72 73 74 75 77
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Visual Analog Scale .................................................................. Gambar 2.2. Verbal Rating Scale................................................................... Gambar 2.3. Numeric Rating Scale................................................................ Gambar 2.4. Wong Baker Pain Rating Scale ................................................. Gambar 2.5. Model Interaksi TOUS .............................................................. Gambar 2.6. Keterkaitan TOUS dengan kanker pada anak ...........................
xiii
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
34 34 34 34 36 39
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2. Laporan Proyek Inovasi Optimalisasi Komunikasi Teraupetik Perawat Neonatus-Orang Tua Lampiran 3. Laporan Proyek Inovasi Optimalisasi Peran Perawat dalam Edukasi Manajemen Nyeri Lampiran 4. Kontak Belajar residensi 1 dan 2 Lampiran 5. Format Pengkajian dengan Pendekatan Teori Unpleasant Symptom Lampiran 6. Buku Panduan Manajemen Nyeri pada Anak Kanker
xiv
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan pembelahan sel abnormal dan tidak terkontrol, menginvasi jaringan sekitar dan dapat menyebar ke semua bagian tubuh melalui sistem peredaran darah dan limfe. Penyakit kanker pada anak menempati urutan kedua dari penyebab kematian setelah kecelakaan dan bunuh diri. Diperkirakan 1400 kasus baru ditemukan setiap tahunnya di United Kingdom (Othman, et.al, 2010). Insiden terjadinya kanker di Spanyol yaitu 14,6 kasus setiap 100.000 anak, 15,3 kasus di United State of America dan 13,85 kasus setiap 100.000 anak di Eropa (Cris Cancer Foundation, 2013). Yayasan Onkologi Anak Indonesia mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat 11.000 kasus baru setiap tahunnya. Dua sampai tiga persen penderita kanker di Indonesia adalah anak-anak atau sekitar 150 dari 1 juta anak menderita kanker (Umiati, Rakhmawati, & Simangunsong, 2010). Jenis kanker yang sering terjadi pada anak yaitu kanker otak, leukemia, limfoma, neuroblastoma, sarkoma dan tumor Wilm’s (American National Cancer Institude, 2015). Leukemia lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan (1,2:1). Diagnosis awal leukemia paling banyak ditemukan pada usia 2-5 tahun. Limfoma merupakan kanker ketiga terbanyak pada anak di Amerika Utara. Insiden limfoma terbanyak ditemukan pada usia kurang dari 15 tahun. Sedangkan jumlah penderita Neuroblastoma sekitar 7% dari semua jenis kanker yang diderita anak, umumnya Neuroblastoma ditemukan pada usia 18 bulan. Anak yang menderita kanker memiliki risiko tinggi kematian sehingga diperlukan penatalaksanaan yang tepat. Beberapa terapi modalitas yang dilakukan pada klien kanker antara lain pembedahan, radioterapi dan
1
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
2
kemoterapi. Perawatan yang diberikan pada anak bertujuan untuk mencegah dan menangani masalah kesehatan yang muncul akibat kanker itu sendiri atau efek samping dari penatalaksanaan kanker. Masalah kesehatan yang umum terjadi pada anak kanker diantaranya infeksi, stres, masalah nutrisi dan nyeri. Infeksi yang terjadi pada anak kanker dapat disebabkan oleh kanker secara langsung atau efek samping terapi yang diberikan. Tanda-tanda infeksi yang terjadi yaitu batuk, radang tenggorokan, sakit telinga, demam, ruam-ruam pada kulit, stomatitis dan nyeri. Nyeri yang dialami anak dapat menekan daya tahan tubuh, menghambat proses penyembuhan, mengganggu pola tidur dan meningkatkan depresi (American National Cancer Institute, 2015). Nyeri merupakan gejala yang paling menakutkan dan membebani pada sebagian besar klien kanker. Sekitar 75-90% anak kanker mengalami nyeri berat pada kanker stadium terminal. Nyeri dapat berhubungan langsung dengan kanker atau disebabkan oleh berbagai prosedur seperti aspirasi sumsum tulang, injeksi, pemasangan infus, serta efek samping dari terapi seperti, sariawan, konstipasi maupun diare. Nyeri juga dapat disebabkan oleh penyebaran tumor ke organ-organ di seluruh tubuh (American National Cancer Institute, 2015). Manajemen nyeri pada anak kanker dapat dibedakan menjadi terapi farmakologis dan non farmakologis. World Health Organization (WHO) telah memberikan pedoman terapi farmakologis untuk nyeri
yang
digambarkan sebagai anak tangga. Pada nyeri ringan, digunakan obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) dan Parasetamol. Jika nyeri tidak teratasi, maka dapat diberikan opioid lemah. Jika nyeri tetap tidak teratasi, maka perlu dipertimbangkan pemberian opiod seperti Morfin (Tomlinson & Kline, 2010). Penatalaksanaan nyeri non farmakologis disesuaikan dengan usia anak dan gejala yang ditimbulkan. Terapi non farmakologis dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu terapi suportif, kognitif, perilaku dan fisik (Gunten, 2011). Perawatan suportif meliputi family center care, pemberian informasi,
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
3
empati, dan terapi bermain. Terapi kognitif meliputi distraksi, musik, imagery guidance dan hipnosis, serta terapi perilaku seperti tarik napas dalam dan relaksasi. Terapi fisik meliputi sentuhan, kompres hangat dan dingin, serta Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) (Texas Cancer Council, 2005; American National Cancer Institute, 2015; Canbulat, & Kurt, 2012). Penanganan nyeri yang tidak tepat dapat mempengaruhi kualitas tidur, intake nutrisi dan kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini akan menurunkan kemampuan anak dalam mengembangkan koping sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas hidup anak (Choi, et.al, 2014). Selain itu, penanganan nyeri yang tidak efektif pada anak dapat mengakibatkan terjadinya postraumatic stress syndrome, reaksi fobia, dan depresi (WHO, 1998 dalam Tomlinson & Kline, 2010). Nyeri kronis yang tidak tertangani juga akan meningkatkan intensitas nyeri dan menurunkan efektifitas dari terapi (Gunten, 2011). Penatalaksanaan kanker khususnya manajemen nyeri pada anak yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sering kali tidak optimal (Stanley & Pollard, 2013; Tomlinson, & Kline, 2010; & Baeyer, 2009). Manajemen nyeri yang tidak optimal dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adanya mitos bahwa anak tidak merasakan nyeri seperti yang dirasakan pada orang dewasa, tidak adekuatnya pengkajian nyeri, kurangnya pemahaman mengenai konsep dan kuantitas dari pengalaman subjektif tentang nyeri, kurangnya pengetahuan mengenai penatalaksanaan nyeri, anggapan bahwa mengatasi nyeri pada anak membutuhkan banyak waktu dan usaha, serta kekhawatiran terjadinya efek samping dari penggunaan analgesik seperti depresi pernapasan dan adiksi (Stanley & Pollard, 2013). Kualitas manajemen nyeri yang diberikan oleh perawat juga dipengaruhi empat faktor yaitu faktor kerjasama, anak, organisasi dan perawat. Kemampuan perawat dalam bekerjasama dengan klien, keluarga klien dan tenaga kesehatan lainnya akan mempengaruhi kualitas manajemen nyeri yang
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
4
diberikan. Selain itu, perilaku/kebiasaan anak, diagnosis, dan usia anak juga mempengaruhi kemampuan perawat dalam mengatasi nyeri yang dialami anak. Perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh anak dapat menunjukkan terjadinya nyeri. Hal ini memudahkan perawat untuk melakukan pengkajian dan kemudian memberikan intervensi yang tepat pada anak. Usia anak berpengaruh terhadap kemampuan perawat mengaji nyeri. Anak yang lebih besar mampu mengungkapkan nyeri yang dialami sehingga mempermudah perawat menentukan intervensi yang tepat (Berglund, Ljusegren, & Enskar, 2008). Institusi tempat perawat bekerja akan mempengaruhi manajemen nyeri yang dilakukan perawat. Faktor institusi yang mempengaruhi seperti kebijakan terkait penggunaan obat analgesik, rutinitas sehari-hari, keterbatasan waktu dan dukungan dari institusi. Dukungan yang diberikan institusi dapat berupa fasilitas penunjang untuk melakukan manajemen nyeri (Berglund, Ljusegren, & Enskar, 2008). Faktor dari perawat sendiri yang akan mempengaruhi kualitas manajemen nyeri yaitu pengalaman, pengetahuan dan sikap perawat. Pada penelitian Riemen et.al, (2007) dalam Baeyer, (2009), menunjukkan 74% perawat memiliki pengetahuan yang kurang terutama terkait pemahaman manajemen nyeri farmakologi dan insiden depresi pernapasan pada penggunaan analgesik. Perawat yang aktif dalam organisasi dan memiliki pengalaman lebih lama, memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Penelitian lainnya menunjukkan tingkat pengetahuan yang tinggi tidak diikuti dengan manajemen nyeri yang adekuat. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan untuk meningkatkan sensitifitas dan empati perawat dalam memberikan manajemen nyeri (Al-Shaer, Hill, & Anderson, 2011). Selain tenaga kesehatan, manajemen nyeri pada anak sangat dipengaruhi oleh peran serta keluarga terutama orang tua. Namun, orang tua yang memiliki anak kanker umumnya dapat mengalami stres sehingga tidak mampu
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
5
maksimal dalam membantu anak membangun koping yang adaptif. Oleh karena
itu, diperlukan peran serta tenaga kesehatan terutama perawat
profesional
untuk membantu keluarga dan
anak
dalam
mengatasi
permasalahan yang timbul sejak anak didiagnosis kanker, termasuk dalam mengatasi masalah nyeri yang sering ditemukan (Vallerand, Musto, & Polomano, 2011). Perawat profesional adalah tenaga profesional yang mandiri, bekerja secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan, seperti ners generalis, ners spesialis dan ners konsultan. Ners spesialis keperawatan anak merupakan salah satu perawat profesional yang mampu berperan secara mandiri sebagai pemberi asuhan keperawatan, pendidik, advokat, manajer kasus dan peneliti. Kompetensi yang harus dimiliki oleh ners spesialis keperawatan anak yaitu memberikan asuhan keperawatan lanjut (advanced) pada kasus keperawatan anak yang kompleks, menerapkan prinsip legal, etik dan humanistik yang akuntabel meliputi lingkup praktik, kolaborasi klien, keluarga dan tim kesehatan lain serta multidisiplin dan melaksanakan pengembangan profesional keperawatan anak sesuai kepakarannya (PPNI, 2005 & Vallerand, Musto, & Polomano, 2011). Kompetensi ners spesialis keperawatan anak terdiri atas lima aspek yaitu praktik profesional, edukasi, konsultasi, koordinasi, dan penelitian. Praktik profesional berhubungan dengan kompetensi dalam melakukan proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi pada klien dan keluarga. Kompetensi sebagai pendidik termasuk kepada sesama staf keperawatan, mahasiswa, klien dan keluarga. Kompetensi ini juga menuntut ners spesialis keperawatan anak untuk menjadi role model. Kemampuan
melakukan
koordinasi dengan sesama perawat dan profesi lainnya juga merupakan kompetensi dari ners spesialis keperawatan anak. Pada kompetensi ini perawat harus memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi efektif terhadap sesama tenaga kesehatan, klien dan keluarga. Ners spesialis
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
6
keperawatan anak juga berperan dalam menyusun standar dan kebijakan untuk memberikan asuhan keperawatan anak yang berkualitas (ACPCHN, 2006). Upaya meningkatkan kompetensi perawat salah satunya dilakukan dengan cara menempuh pendidikan lanjut. Residen menempuh pendidikan ners spesialis keperawatan anak selama satu tahun untuk mempertajam kompetensi sebagai ners spesialis keperawatan anak. Selama praktik, residen mengaplikasikan Theory of Unpleasant Symptom (TOUS) dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak kanker yang mengalami nyeri. Selain itu residen juga mengoptimalkan edukasi pada klien dan keluarga. Residen memberikan asuhan keperawatan pada lima kasus kelolaan yaitu An.H dengan diagnosis Acute Myeloblastic Leukemia (AML), An. MF dan An.SF, dengan diagnosis medis Acute Lymfoblastic Leukemia (ALL) An. S, dengan diagnosis medis Neuroblastoma, dan An.D, dengan diagnosa medis AML. TOUS menggambarkan pengalaman dan hubungan antara gejala-gejala yang terjadi hampir bersamaan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dari gejala yang terjadi sehingga diperoleh informasi untuk melakukan pencegahan atau dimungkinkan untuk memperbaiki berulangnya gejala yang tidak menyenangkan. Teori ini menggambarkan antara faktor yang mempengaruhi gejala, gejala yang tidak menyenangkan dan performa dari klien. Ketiga komponen ini saling mempengaruhi satu sama lain (Lenz & Pugh, 2008). Faktor yang mempengaruhi gejala yang tidak menyenangkan yaitu faktor fisiologis, psikologis dan situasional. Faktor fisiologis, psikologis dan situasional akan membentuk pengalaman klien terhadap gejala yang tidak menyenangkan. Pengalaman klien selama mengalami gejala yang tidak menyenangkan akan mempengaruhi performa klien baik status fungsional maupun kognitif (Lenz & Pugh, 2008).
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
7
Selain memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan TOUS, residen juga mengoptimalkan edukasi manajemen nyeri pada klien dan keluarga.. Menurut Marie, Luckett, Davidson, Lovel dan Lal (2013), edukasi nyeri pada klien kanker memberikan manfaat yang lebih besar terhadap keberhasilan manajemen nyeri dibandingkan dengan intervensi secara umum. Selain itu, Gloanna dan Bernadette, (2010), menyimpulkan bahwa intervensi psikososial sejak awal diagnosis diperlukan oleh orang tua yang memiliki anak dengan kanker. Keluarga yang memperoleh edukasi sejak anak didiagnosis mengalami kanker dapat membangun koping adaptif, meningkatkan kestabilan psikologis, menunjukkan peningkatan pengetahuan dan perilaku terhadap manajemen nyeri, menurunkan level nyeri, kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup serta menurunkan penggunaan analgesik (Svavarsdottir & Sigurdardottir, (2006); Lovell, Forder & Stockler, (2010). Kombinasi antara pendekatan TOUS dan optimalisasi peran sebagai edukator sangat diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan anak kanker yang mengalami nyeri. TOUS menitikberatkan pada kemampuan perawat memahami keluhan-keluhan (subjektif) klien mengenai kondisi kesehatannya. Hal ini sesuai dengan definisi nyeri menurut The International Association for Study of Pain (IASP) yaitu pengalaman subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dapat dihubungkan dengan adanya kerusakan jaringan. Berdasarkan aplikasi TOUS dan edukasi selama praktik residensi, dapat disimpulkkan bahwa teori ini efektif digunakan untuk manajemen nyeri pada anak kanker. Oleh karena itu, dikembangkan asuhan keperawatan berbasis TOUS dan optimalisasi peran perawat sebagai edukator. Makalah ini akan menjelaskan tentang penerapan TOUS dan optimalisasi peran residen sebagai edukator selama praktik residensi.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
8
1.2. Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan Umum Memberikan gambaran praktik residensi ners spesialis keperawatan anak, aplikasi TOUS dan optimalisasi peran edukator pada asuhan keperawatan nyeri yang dialami anak dengan kanker di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSAB Harapan Kita Jakarta 1.2.2. Tujuan khusus 1.2.2.1. Memberikan gambaran aplikasi TOUS pada asuhan keperawatan anak kanker yang mengalami nyeri dengan pendekatan proses keperawatan 1.2.2.2. Memberikan gambaran peran perawat anak sebagai pemberi asuhan keperawatan, pembela klien, konselor, pendidik, inovator dan peran kolaborator serta pencapaian kompetensi residensi ners spesialis keperawatan anak 1.2.2.3. Menganalisis kasus yang terintegrasi dengan aplikasi TOUS dan pencapaian kompetensi ners spesialis keperawatan 1.3.
Sistematika Penulisan Karya ilmiah ini terdiri dari lima bagian. Bagian pertama mencakup latar belakang, tujuan dan sistimatika penulisan. Bab selanjutnya merupakan gambaran aplikasi teori keperawatan pada asuhan keperawatanan. Bagian ini memberikan gambaran tentang kasus yang dipilih, tinjauan teori, integrasi teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan serta aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih. Bab tiga membahas pencapaian kompetensi ners spesialis keperawatan anak. Bab empat merupakan pembahasan yang memuat analisis kasus terpilih. Bab terakhir merupakan kesimpulan dan saran
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
9
BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Bab ini memaparkan lima kasus kelolaan yang dipilih selama praktik residensi, tinjauan teoritis terkait dengan asuhan keperawatan dan aplikasi teori keperawatan. 2.1. Gambaran Kasus Bagian ini akan memaparkan mengenai lima kasus kelolaan terpilih selama praktik residensi. Kasus utama dalam laporan ini yaitu kasus An.H, 10 tahun dengan diagnosis medis Acute Mieloblastik Leukemia (AML) yang dirawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan keluhan utama nyeri. Keempat kasus lainnya yang menjadi pembahasan yaitu An.S, 6 tahun, diagnosis medis Neuroblastoma, An. MF, 13 tahun, diagnosis medis Acute Lymfoblastic Leukemia (ALL), An.D, 9 tahun, diagnosis medis AML-M2, dan An.SF, 3,5 tahun, ALL-L1. Kasus 1. An. H, 10 tahun, perempuan, diagnosis medis AML, tanggal lahir 22 Mei 2006, NRM 4123276, dirawat di ruang 111, non infeksi gedung A. Lt. 1 RSUPN Cipto Mangunkusumo sejak tanggal 12 -29 April 2016. Klien dirawat di rumah sakit karena keluhan demam tinggi, nyeri pada abdomen, petekie pada seluruh tubuh serta hematom pada abdomen dan lengan. Klien pasca kemoterapi protokol AML minggu pertama. Klien terpasang infus pada lengan kanan. Klien memperoleh terapi cairan N5+KCl 10 meq 79 ml/jam. Klien dilakukan operasi pemasangan port a cath tiga hari sebelum pulang. Pengkajian pada An.H dilakukan pada hari pertama perawatan yaitu tanggal 12 April 2016. Hasil pengkajian faktor fisiologis yaitu kesadaran klien compos mentis, suhu 38,40C, nadi 98 x/menit, RR: 26 x/menit, Tekanan Darah (TD) 124/78 mmHg, Berat Badan (BB) 40 kg, Tinggi Badan (TB) 130 cm, balance cairan +65 cc. Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)/umut status gizi An.H 9 Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
10
termasuk gemuk. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya petekie pada seluruh tubuh, hematom pada abdomen dan lengan kanan atas, luka ekstravasasi pada lengan kanan bawah dan tungkai kanan, stomatitis, mukosa bibir kering, terdapat batuk. Hasil auskultasi menunjukkan adanya suara ronkhi.
Klien
mengeluhkan nyeri pada seluruh tubuh terutama abdomen. Intensitas nyeri pada skala 6, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan terus-menerus. Klien tampak gelisah dan ingin selalu diusap-usap pada bagian abdomennya. Klien mengatakan klien malas makan dan susah tidur karena merasakan sakit. Hasil pemeriksaan faktor psikologis menunjukkan klien selalu menangis.. Klien mengetahui dirinya harus dirawat karena kanker. Klien mengatakan ingin segera pulang. Kakak klien mengatakan adiknya mudah marah ketika dirawat di rumah sakit. Hasil pemeriksaan faktor situasional klien sangat dekat dengan kakak perempuannya dan sama sekali tidak mau ditinggalkan selama perawatan. Klien merupakan anak kedelapan dari sembilan bersaudara. Klien selalu menolak intervensi keperawatan seperti pemeriksaan tanda-tanda vital dan pemberian terapi ketika kakak perempuannya tidak mendampingi. Pemeriksaan penunjang tanggal 12/04/2016 menunjukkan Hb: 8,36 gr/dL, Ht: 25,1%, Trombosit: 4780/uL, Leukosit 1920/uL, Hitung jenis Basofil 0%, Eosinofil 2%, Neutrofil 7%, Limfosit 88%, Monosit 3%. LED 120 mm. PT 3,44x, APTT 1,9x. Hasil pemeriksaan penunjang tanggal 16/04/2016 menunjukkan Hb: 8 gr/dL, Ht: 22,7%, Eritrosit: 2,98x106/uL, MCV:76,2 fL, MCH: 26,8 pg, MCHC: 35,2 gr/dL, Trombosit: 61.000/uL, Leukosit 340/uL, Hitung jenis Basofil 0%, Eosinofil 0%, Neutrofil 32,4%, Limfosit 58,8%, Monosit 8,8%. LED 132 mm. PT 14,8 detik, APTT 43,9 detik. Hasil Bone Marrow Punction (BMP) tanggal 21 Maret 2016 menunjukkan sel blast 71 %, Mielosit 19%. Terapi medis yang diberikan yaitu Paracetamol 4x400 mg/IV, Ceftazidime 4x2 gr/IV, Tramadol 4x50 mg/IV (hanya diberikan pada hari pertama perawatan), obat
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
11
kumur 10 ml, Omeprazole 2x40 mg/IV, Vitamin K (IM), Ondansentron 3x8 mg /IV, Aloclair 3x1 ml (topikal), Nystatin 3x1 ml, Ambroxol 3x1 tab/oral, Metronidazole 1x600 mg Loading dose /IV, Rescovulin 3x18 mg /IV, dan Sucralfat 3x5 ml/oral. Asuhan keperawatan pada An.H diberikan oleh residen sejak tanggal 12-29 April 2016. Masalah keperawatan yang ditegakkan pada An.H yaitu nyeri akut, Potensial Komplikasi (PK) kanker (perdarahan, anemia, infeksi), hipertermia, risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bersihan jalan napas tidak efektif, gangguan pola tidur, risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, gangguan integritas kulit dan konstipasi. Intervensi keperawatan yang diberikan untuk masalah nyeri yaitu mengaji informasi langsung dari klien tentang nyeri yang dirasakan, meminta klien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan dengan skala numerik, melakukan pengkajian nyeri (durasi, intensitas, distres dan kualitas), mengobservasi tandatanda vital, memberikan informasi tentang penyebab nyeri, kolaborasi penggunaan analgesik Tramadol 50 mg/IV, memberikan edukasi tindakan manajemen nyeri non farmakologis (menarik napas dalam, bermain game di telepon seluler, menonton video) pada klien dan keluarga, mengevaluasi kemampuan klien dan keluarga menggunakan teknik manajemen nyeri non farmakologi, melibatkan klien dalam modalitas peredaan nyeri, mengendalikan faktor
lingkungan
yang
dapat
memengaruhi
respon
klien
terhadap
ketidaknyamanan (klien lebih suka gorden ditutup). Intervensi keperawatan untuk masalah PK Kanker (anemia, perdarahan, infeksi) yaitu mengaji tanda perdarahan, menentukan jenis dan berat ringannya perdarahan, melakukan pemasangan akses vena, kolaborasi pemberian transfusi Trombosit dan sel darah merah, memantau pemberian transfusi darah, memonitor tetesan infus, memantau keluhan klien terhadap ketidaknyamanan.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
12
Intervensi keperawatan untuk masalah hipertermia yaitu memantau suhu tubuh klien
setiap
empat
jam,
memberikan
kompres
hangat,
mengevaluasi
keseimbangan cairan klien, kolaborasi antipiretik (Paracetamol) 400 mg/IV, menganjurkan klien menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat. Evaluasi asuhan keperawatan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 2.1: Tabel. 2.1. Evaluasi Masalah Keperawatan pada An.H Masalah Keperawatan
Tanggal Ditegakkan 12/04/2016
Keterangan Teratasi
Tanggal Akhir Perawatan 16/04/2016
PK kanker (perdarahan, infeksi, anemia) Hipertermia
12/04/2016
Teratasi
22/04/2016
12/04/2016
Teratasi
16/04/2016
Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
12/04/2016
16/04/2016
Bersihan jalan napas tidak efektif Gangguan pola tidur Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan,
12/04/2016
Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Teratasi
16/04/2016 16/04/2016
Gangguan integritas kulit Konstipasi
12/04/2016 12/04/2016
Teratasi Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi krang dari kebutuhan Teratasi sebagian Teratasi
Nyeri akut
12/04/2016 12/04/2016
15/04/2016
29/04/2016 14/04/2016
Masalah keperawatan yang dapat teratasi yaitu nyeri akut, PK kanker, hipertermia, risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, bersihan jalan napas tidak efektif, gangguan pola tidur, risiko nutrisi kurang dari kebutuhan dan konstipasi. Nyeri akut teratasi pada hari kelima perawatan. Pada hari ketiga perawatan An.H sudah menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain termasuk perawat. Klien bersedia mobilisasi ke kamar kecil untuk buang air kecil (b.a.k) dan buang air besar (b.a.b). Pada hari kelima perawatan klien menyatakan nyeri berkurang dengan skala 0-1, nyeri dirasakan hilang timbul. Keluarga klien menyatakan nafsu makan anak meningkat dan tidur klien cukup. Pada hari perawatan keenam belas atau tiga hari sebelum klien pulang, Klien kembali menyatakan nyeri. Nyeri klien menjadi skala 4 karena klien baru saja menjalani operasi pemasangan port a-cath. Klien menyatakan sakit pada luka
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
13
operasinya. Klien tampak sudah beradaptasi dengan nyeri. Klien mampu melakukan relaksasi napas dalam dan mencoba mendistraksi diri dengan berain game di telepon seluler yang dimiliki oleh klien ketika perawat melakukan perawatan port a-cath. Residen memantau kemampuan manajemen nyeri pada klien. Ketika hari terakhir perawatan, nyeri klien berada pada skala 0-1. Klien sudah mampu beraktivitas dan menggerakkan bahu kanannya (lokasi sekitar pemasangan port a-cath). Masalah yang belum teratasi yaitu gangguan integritas kulit. Masalah keperawatan ini ditegakkan karena terdapat luka ekstravasasi pada lengan kanan dan pergelangan kaki kanan. Pada saat klien selesai perawatan, luka pada tangan kanan sudah membaik. Luka tidak mengeluarkan pus dan sudah tidak kemerahan. Namun luka pada kaki masih mengeluarkan pus. Kasus 2. An. MF, 13 tahun, laki-laki, tanggal lahir 31 Agustus 2002, diagnosis medis ALL, NRM 4122731. Klien baru saja didiagnosis ALL pada tanggal 7 Maret 2016 berdasarkan pemeriksaan di RSUD Banten. Kemudian klien dirujuk ke RSUPN Cipto mangunkusumo dan dirawat di ruang 110, non infeksi gedung A. Lt.1 sejak tanggal 11 Maret 2016. Klien dirawat dengan keluhan nyeri perut dan kaki, terutama pada persendian, terdapat riwayat perdarahan gusi. Klien menjalani kemoterapi protokol ALL High Risk sejak tanggal 18 Maret 2016. Perawatan paliatif diberikan sejak tanggal 14 April 2016. Klien meninggal di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tanggal 18 April 2016. Pengkajian dilakukan oleh residen pada hari perawatan ke delapan belas yaitu tanggal 4 April 2016. Hasil pengkajian faktor fisiologis menunjukkan kesadaran compos mentis, suhu 360C, nadi 103 x/menit, TD 110/60 mmHg, BB 35 kg, TB 162 cm, status gizi sangat kurus (IMT/U). Klien mengeluhkan mual, sulit tidur, dan tidak nafsu makan sejak dua bulan yang lalu. Klien tidak mampu b.a k. dan b.a.b. spontan. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya parese inferior, stomatitis, mukosa bibir kering, bibir pucat, dan konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
14
integritas kulit terdapat luka dekubitus derajat tiga pada regio sakrum. Klien mengeluhkan nyeri pada persendian dan perut. Intensitas nyeri pada skala nyeri 6. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Durasi nyeri hilang timbul. Keluarga mengatakan klien susah tidur, tidak nafsu makan dan tampak murung karena nyeri yang dirasakan. Klien menolak menggerakkan tubuh karena takut semakin nyeri. Klien menggunakan Morfin Imediate Release (MIR ) 6x10 mg/oral. Pemeriksaan faktor psikologis menunjukkan klien murung dan jarang berinteraksi dengan orang lain. Pertanyaan yang diajukan oleh residen ketika pertama kali berinteraksi, lebih banyak dijawab oleh ibu klien. Klien mengeluhkan nyerinya yang tidak berkurang. Klien mengetahui dirinya mengalami kanker darah. Ibu mengatakan klien memang tipe anak yang pendiam. Pemeriksaan faktor situasional menunjukkan kedua orang tua klien selalu menemani selama perawatan. Ibu klien menganggap penyakit anaknya adalah cobaan bagi keluarga. Klien sulit tidur karena nyeri yang dirasakan dan mengeluhkan suara pintu ruang rawat yang rusak (pintu menimbulkan suara keras ketika ditutup). Pemeriksaan penunjang tanggal 4 April 2016 menunjukkan Hb: 9,5 gr/dL, Ht: 26,5%, Eritrosit: 3,55x106/uL, MCV:74,6 fL, MCH: 26,8 pg, MCHC: 35,8 gr/dL, Trombosit: 35.000/uL, Leukosit 2470/uL. Hasil hitung jenis Basofil 0%, Eosinofil 0%, Neutrofil 50,2%, Limfosit 40,5%, Monosit 9,3%. LED 55 mm/jam, PT 10,1 det, APTT 44,7 det. Pemeriksaan morfologi darah tanggal 7 Maret 2016 menunjukkan leukemia limfoblastik. Pemeriksaan MRI tanggal 3 Maret 2016 menunjukkan adanya massa intrakanalis spinalis setinggi T11-L5 dengan keterlibatan foramen neuralis bilateral. Terapi medis yang diberikan yaitu Paracetamol 4x500 mg/oral, Ranitidin 3x650 mg/oral, Dexamethason 6-4x0,5gr/oral, obat kumur 10 ml, Aloclair 3x1 ml/topikal, Cetrizine 1x10 mg/oral, MIR 6x10 mg/oral, Sertralin 1x12,5 mg/oral, yal 1 tube suposituria rutin.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
15
Asuhan keperawatan dilakukan oleh residen sejak tanggal 4-18 April 2016. Masalah keperawatan yang ditegakkan pada An.MF yaitu nyeri kronis, PK kanker (perdarahan, anemia, hiperleukositosis), risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, hambatan mobilisasi fisik, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, gangguan integritas kulit, konstipasi, defisit perawatan diri, gangguan pola tidur, kecemasan pada orang tua. Intervensi keperawatan yang diberikan untuk masalah nyeri yaitu mengaji nyeri secara komprehensif (intensitas, kualitas, durasi dan distres), mengobservasi tanda-tanda vital, memberikan informasi tentang penyebab nyeri, kolaborasi penggunaan analgesik MIR 10 mg/oral, Sertralin12,5 mg/oral, memberikan edukasi manajemen nyeri pada klien dan keluarga, memotivasi klien melakukan manajemen nyeri non farmakologis (menonton video dan guided imagery), melibatkan klien dalam modalitas peredaan nyeri, mengendalikan faktor lingkungan yang dapat memengaruhi respon klien terhadap ketidaknyamanan (melaporkan pada ketua tim perawatan tentang kondisi pintu ruang rawat yang rusak). Intervensi keperawatan untuk masalah PK Kanker (anemia, perdarahan dan hiperluekositosis) yaitu mengaji tanda perdarahan, menentukan jenis dan berat ringannya perdarahan, melakukan pemasangan akses vena, memantau hasil pemeriksaan laboratorium, kolaborasi pemberian terapi cairan kristaloid (KAEN 1B) 75 ml/jam memantau tetesan infus adekuat, manajemen obat sitostatistika, mengaji kondisi klien terhadap penggunaan obat sitostatistika, kolaborasi pemberian obat sitostatistika, monitor kondisi klien saat kemoterapi. Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk masalah hambatan mobilisasi fisik yaitu melatih kekuatan dan ambulasi, keseimbangan, mobilitas sendi, pergerakan otot, kolaborasi dengan rehabilitasi medik (latihan trunk control dengan duduk tanpa sandaran), Range of Motion (ROM) pasif bilateral, menggeser tubuh di tempat tidur, dan membantu perawatan diri. Evaluasi asuhan keperawatan pada An. MF dapat dilihat pada tabel 2.2.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
16
Tabel 2.2. Evaluasi Masalah Keperawatan pada An.MF Masalah Keperawatan Nyeri kronis
Tanggal Ditegakkan 4/04/2016
Keterangan Teratasi sebagian
Tanggal Akhir Perawatan 18/04/2016
Potensial Komplikasi (PK) kanker (perdarahan, anemia, hiperleukositosis) Hambatan mobilisasi fisik
4/04/2016
Belum teratasi
18/04/2016
4/04/2016
Belum teratasi
18/04/2016
Gangguan pola tidur
4/04/2016
Teratasi
8/04/2016
Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
4/04/2016
8/04/2016
Kecemasan pada orang tua Defisit perawatan diri Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, Gangguan integritas kulit Konstipasi
4/04/2016 4/04/2016 4/04/2016
Tidak terjadi ketidakseimba ngan cairan dan elektrolit Teratasi Teratasi Teratasi sebagian Belum Teratasi Teratasi
4/04/2016 4/04/2016
5/04/2016 5/04/2016 18/04/2016 18/04/2016 5/04/2016
Masalah keperawatan pada An.MF yang teratasi yaitu gangguan pola tidur, kecemasan pada orang tua, defisit perawatan diri dan konstipasi. Sedangkan masalah
keperawatan nyeri, dan ketidakseimbangan nutrisi teratasi sebagian.
Masalah keperawatan yang belum teratasi yaitu PK kanker, hambatan mobilitas fisik, dan gangguan integritas kulit. Masalah nyeri pada klien teratasi sebagian dengan kriteria klien masih merasakan nyeri dengan skala 3-4 di bawah penggunaan MIR, klien sudah dapat tidur/pola tidur klien adekuat dengan durasi 6-7 jam dalam sehari. Klien masih mengeluhkan tidak nafsu makan dan takut menggerakkan tubuhnya. Kasus 3. An. D, 13 tahun, perempuan, tanggal lahir 19 Juli 2003, diagnosis medis AML M2, dirawat di ruang 113, non infeksi gedung A. Lt.1 RSUPN Cipto mangunkusumo pada tanggal 27-31 Maret 2016. Klien masuk rumah sakit untuk kemoterapi protokol AML minggu ke-13. Keluarga klien mengeluhkan nafsu makan menurun dan terkadang nyeri abdomen. Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
17
Pengkajian dilakukan oleh residen pada hari perawatan kedua yaitu tanggal 28 Maret 2016. Hasil pengkajian faktor fisiologis menunjukkan kesadaran compos mentis, suhu 36,20C, nadi 84 x/menit, TD 102/41 mmHg, BB 34 kg, TB 134 cm, status gizi normal (IMT/U), mukosa bibir kering.. Klien belum b.a.b sejak kemarin. Klien juga mengeluhkan nyeri pada perut.Intensitas nyeri skala nyeri 3. Kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan hilang timbul. Klien mengeluhkan mual dan penurunan nafsu makan Pemeriksaan faktor psikologis menunjukkan klien mudah marah terutama pada ibunya. Semenjak sakit, ibu klien mengatakan klien meminta dibelikan berbagai macam barang dan sangat mudah marah pada ibunya. Ibu klien mengatakan semenjak sakit anak menjadi lebih ketergantungan padanya. Klien mengetahui tentang penyakitnya. Klien mengatakan bosan keluar-masuk RS. Pemeriksaan faktor situasional menunjukkan kedua orang tua klien selalu menemani selama perawatan. Klien dan ibunya belum pernah pulang ke daerah asal (Lampung) selama program kemoterapi dilmulai. Klien tinggal di rumah singgah yang disediakan oleh Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia. Pemeriksaan BMP tanggal 28 Januari 2016 menunjukkan AML remisi partial. Terapi medis yang diberikan pada An.D yaitu Ondansentron 3x6 mg /IV, Dexamethason 3x5 mg /IV, Lactulac 2x10 ml/oral, Aloclair 2x1 ml, dan obat kumur 3x5 ml. Asuhan keperawatan diberikan oleh residen sejak tanggal 28 sampai 31 Maret 2016. Masalah keperawatan yang ditegakkan pada An.D yaitu nyeri akut, risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, risiko infeksi, risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, dan konstipasi. Intervensi keperawatan yang diberikan untuk masalah nyeri yaitu mengaji nyeri secara komprehensif (intensitas, durasi, kualitas dan distres), memberikan edukasi manajemen nyeri, mengevaluasi kemampuan klien dan keluarga menggunakan
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
18
teknik
manajemen
non
farmakologi,
mengobservasi
tanda-tanda
vital,
mengobservasi isyarat verbal dan non verbal atas ketidaknyamanan, memberikan informasi tentang penyebab nyeri, menawarkan tindakan manajemen nyeri non farmakologis (klien menonton film Korea), melibatkan klien dalam modalitas peredaan nyeri. Intervensi keperawatan untuk masalah risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu memantau perdarahan, memantau kebutuhan cairan anak, memantau keseimbangan cairan, memantau tanda-tanda vital, memantau membran mukosa, turgor kulit, memantau warna, banyaknya urin, dan kolaborasi hidrasi cairan kristaloid (KAEN 1B) 78ml/jam. Intervensi untuk masalah risiko infeksi yaitu menempatkan anak dalam ruangan khusus (ruang kemoterapi/113), menyarankan semua pengunjung dan staf RS agar melaksanakan teknik mencuci tangan yang baik, menggunakan teknik aseptik dengan teliti untuk setiap prosedur/tindakan invasif, mengevaluasi lokasi pemasangan akses vena dan daerah ektravasasi, serta kolaborasi diet. Evaluasi masalah keperawatan yang ditegakkan pada An.D sebagai berikut: Tabel 2.3. Evaluasi Masalah Keperawatan pada An.D Masalah Keperawatan Nyeri akut
Tanggal Ditegakkan 27/04/2016
Keterangan
Risiko infeksi
27/04/2016
Tidak terjadi infeksi
31/04/2016
Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
27/04/2016
31/04/2016
Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, Gangguan integritas kulit
27/04/2016 27/04/2016
Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi Teratasi
Konstipasi
27/04/2016
Teratasi
29/04/2016
Teratasi
Tanggal Akhir Perawatan 29/04/2016
31/04/2016 31/04/2016
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
19
Semua masalah keperawatan yang ditegakkkan pada An.D dapat teratasi. Nyeri akut yang terjadi pada An. D dapat teratasi dengan indikator klien menyatakan skala nyeri 0-1, klien sudah mampu beraktivitas dan memenuhi ADL mandiri serta mampu berinteraksi dengan pasien lain dan perawat ruangan. Kasus 4. An. S, 6 th, perempuan, tanggal lahir 10 Agustus 2009, diagnosis medis Neuroblastoma stadium IV, dirawat di ruang 113, non infeksi gedung A. Lt.1 RSUPN Cipto mangunkusumo sejak tanggal 30 Maret-1 April 2016. Klien masuk rumah sakit untuk kemoterapi protokol Neuroblastoma minggu ke-16. Keluarga klien mengatakan klien mengalami penurunan nafsu makan dan nyeri pada seluruh tubuh. Pengkajian dilakukan dilakukan oleh residen pada tanggal 30 Maret 2016 pkl 18.00. Hasil pengkajian faktor fisiologis menunjukkan kesadaran compos mentis, suhu 36,0C, Nadi 82 x/menit, TD 100/60 mmHg, BB 16 kg, TB 104 cm, status gizi normal (IMT/U).Klien mengeluhkan mual, dan muntah. Keluarga klien mengatakan klien mengalami penurunan nafsu makan. Mukosa bibir klien kering. Klien belum b.a.b sejak dua hari sebelum masuk RS. Klien mengeluhkan nyeri pada seluruh tubuh. Intensitas nyeri pada skala 4 (nyeri yang mengganggu). Kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, dan terjadi terus-menerus. Klien malas berinteraksi dengan orang lain dan hanya berbaring saja di tempat tidur karena merasa tidak nyaman. Pemeriksaan faktor psikologis menunjukkan klien menangis sejak masuk RS. Ayah klien mengatakan klien sudah biasa dirawat di RS. Klien mengetahui penyakitnya dan harus kemoterapi. Klien hanya tiduran saja dan tidak berinteraksi dengan orang lain. Pemeriksaan faktor situasional menunjukkan klien biasanya ditemani oleh ibunya ketika menjalani kemoterapi. Namun, saat ini klien hanya ditemani oleh ayahnya karena ibu klien sedang sakit sehingga anak lebih rewel dari biasanya.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
20
Pemeriksaan penunjang menunjukkan hasil BMP tanggal 13/5/15 kesan Neuroblastoma stadium IV. Hasil CT Scan tanggal 20/01/2016 menunjukkan adanya massa berkalsifikasi di suprarenal kanan, ukuran mengecil, lesi litik epifisis proksimal femur kiri. Hasil CT Scan kepala tanggal 20/01/2016 menunjukkan
tidak tampak massa maupun penyangatan patologis di kavum
orbita maupun intrakranial, sinusitis maksilaris kiri. Terapi medis yang diberikan pada An.S yaitu Ondansentron 3x3 mg /IV, Dexamethason 3x3 mg /IV, Lactulac 2x10 ml/oral, aloclair 2x1 ml, obat kumur 3x10 ml (kumur). Asuhan keperawatan oleh diberikan pada klien pada tanggal 30 Maret-1 April 2016. Masalah keperawatan yang ditegakkan pada An.S yaitu nyeri kronis, risiko gangguan
keseimbangan
volume
cairan
dan
elektrolit,
risiko
infeksi,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, risiko gangguan tumbuh kembang, konstipasi, kecemasan, gangguan pola tidur. Intervensi keperawatan yang diberikan untuk masalah nyeri yaitu mengaji nyeri secara komprehensif (durasi, kualitas, intensitas dan distres), mengobservasi tanda-tanda vital, mengobservasi isyarat verbal dan non verbal ketidaknyamanan, memberikan edukasi manajemen nyeri, memotivasi tindakan manajemen nyeri non farmakologis (klien bermain feeding frenzy di laptop dan mewarnai buku bergambar), melibatkan klien dalam modalitas peredaan nyeri, mengevaluasi kemampuan klien dan keluarga dalam menggunakan manajemen nyeri non farmakologis. Intervensi keperawatan untuk masalah risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu memantau perdarahan, memantau kebutuhan cairan anak, memantau keseimbangan cairan klien, memantau tanda-tanda vital, memantau membran mukosa, turgor kulit, memantau warna, banyaknya urin, kolaborasi hidrasi cairan kristaloid (KAEN 1B) 80 ml/jam
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
21
Intervensi untuk masalah risiko infeksi yaitu menempatkan anak dalam ruangan khusus (ruang kemoterapi/113), menyarankan semua pengunjung dan staf RS agar melaksanakan teknik mencuci tangan yang baik, menggunakan teknik aseptik dengan teliti untuk setiap prosedur/tindakan invasif, mengevaluasi lokasi pemasangan akese vena, motivasi diet adekuat, pendidikan kesehatan terapi akupresur titik P6 untuk mengurangi mual. Evaluasi asuhan keperawatan pada An. S tergambar dalam tabel 2.4: Tabel 2.4. Evaluasi Masalah Keperawatan pada An.S Masalah Keperawatan Nyeri akut
Tanggal Ditegakkan 30/03/2016
Keterangan
Risiko infeksi
30/03/2016
Tidak terjadi infeksi
1/04/2016
Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
30/03/2016
1/04/2016
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, Konstipasi
30/03/2016
Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan Belum teratasi
30/03/2016
Teratasi
31/03/2016
Kecemasan
30/03/2016
Teratasi
31/03/16
Gangguan pola tidur
30/03/2016
Teratasi
1/04/16
Risiko gangguan tumbuh kembang
30/03/2016
Tidak terjadi gangguan tumbuh kembang
1/04/16
Teratasi
Tanggal Akhir Perawatan 1/04/2016
1/04/2016
Masalah keperawatan yang teratasi pada An.S yaitu nyeri akut, risiko infeksi, risiko ketidakseimbangan cairan, konstipasi, gangguan pola tidur dan kecemasan. Pada hari ketiga perawatan, klien menyatakan nyeri hilang timbul dengan skala12, klien tampak berinteraksi dengan pasien lain dan mampu memenuhi ADL mandiri seperti makan dan ke kamar kecil untuk b.a.b dan b.a.k. Masalah keperawatan yang belum terjadi yaitu risiko gangguan tumbuh kembang dan risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan. Kedua masalah keperawatan ini tidak dapat diselesaikan dalam tiga hari perawatan pasien.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
22
Kasus 5 An. S, 4,5 tahun, laki-laki, tanggal lahir 15 November 2011, diagnosis medis ALL-L1, dirawat di ruang Anggrek, RSAB Harapan Kita sejak tanggal 21 Maret6 April 2016. Klien masuk rumah sakit karena keluhan demam dan muntahmuntah sejak tiga hari sebelum masuk RS. Keluhan utama klien saat pengkajian yaitu demam dan nyeri. Pengkajian dilakukan oleh residen pada tanggal 21 Maret 2016. Hasil pengkajian faktor fisiologis menunjukkan kesadaran compos mentis, suhu 39,0C, nadi 110 x/menit, BB 15 kg, TB 100 cm, status gizi normal (IMT/U), konjungtiva anemis, eritema seluruh tubuh, luka di penis tampak kemerahan tidak terdapat pus, keluhan penurunan nafsu makan, rewel, mukosa bibir pucat dan kering. Klien mengeluhkan nyeri pada seluruh tubuh. Intensitas nyeri pada skala 4 (nyeri yang mengganggu). Nyeri menyebabkan anak tidak mau berinteraksi dengan orang laindan selalu menangis. Instrumen yang digunakan oleh residen yaitu Wong Baker Faces Pain Rating Scale. Pemeriksaan faktor psikologis menunjukkan klien menangis sejak masuk RS. Ibu klien sangat cemas dan selalu menanyakan perkembangan kondisi anaknya. Anak belum mengetahui penyakit yang diderita. Pemeriksaan faktor situasional menunjukkan klien dekat dengan ayahnya. Klien selalu menunggu ayahnya ketika hendak makan. Ayah klien tidak dapat menemani terus-menerus karena harus bekerja. Ibu klien mengatakan tidak berani merawat luka di penis anak karena anak selalu menangis. Pemeriksaan penunjang menunjukkan Hb: 8,7 gr/dL, Ht: 25,5%, Trombosit: 354.000/uL, Leukosit 10200/uL, Hitung jenis Basofil 0,1%, Eosinofil 3,6%, Neutrofil 71,9%, Limfosit 23,2%, Monosit 1,2%. Hasil pemeriksaan pulasan eritema menunjukkan spesimen pus tidak terdapat kuman. Terapi medis yang diberikan pada An. SF yaitu Meropenem 3x1/3 g /IV, Cefotaxime 2x750 mg /IV, dan Paracetamol 150 mg/oral.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
23
Asuhan keperawatan pada An.SF diberikan pada tanggal 21-25 Maret 2016. Masalah keperawatan yang ditegakkan pada An.S yaitu nyeri akut, hipertermia, gangguan perfusi jaringan perifer, risiko infeksi, risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, gangguan integritas kulit, kecemasan ada orang tua. Intervensi keperawatan yang diberikan untuk masalah nyeri yaitu mengaji nyeri secara komprehensif (durasi, kualitas, intensitas dan distres), mengobservasi tanda-tanda vital, edukasi manajemen nyeri, memberikan informasi tentang penyebab nyeri, melakukan distraksi dengan bermain puzle, melibatkan klien dalam modalitas peredaan nyeri, mengevaluasi kemampuan klien dan keluarga dalam menggunakan manajemen nyeri non farmakologis, kolaborasi Paracetamol 150 mg/oral. Intervensi keperawatan untuk masalah hipertermia yaitu memantau suhu tubuh klien setiap empat jam, memberikan kompres hangat/ tepid water sponge, mengevaluasi asupan cairan yang masuk, kolaborasi Paracetamol 150 mg/oral, menganjurkan orang tua untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat pada anak. Intervensi keperawatan untuk masalah gangguan perfusi jaringan perifer memantau tanda-tanda vital, memantau sirkulasi, memantau tanda-tanda anemia, kolaborasi tranfusi sel darah merah, dan memantau hasil laboratorium. Evaluasi asuhan keperawatan pada An. SF dapat dilihat pada tabel 2.5.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
24
Tabel 2.5. Evaluasi Masalah Keperawatan pada An.SF Masalah keperawatan Nyeri akut
Tanggal Ditegakkan 21/03/2016
Keterangan
Hipertermia
21/03/2016
Teratasi
23/03/2016
Risiko infeksi
21/03/2016
Tidak terjadi infeksi
25/03/2016
Gangguan perfusi jaringan perifer Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan,
21/03/2016
Teratasi
23/03/2016
21/03/2016
25/03/2016
Gangguan integritas kulit
21/03/2016
Kecemasan pada orang tua
21/03/2016
Risiko ketidakseimbang an nutrisi Teratasi Sebagian Teratasi
Teratasi Sebagian
Tanggal Akhir Perawatan 25/03/2016
25/03/16 23/03/16
Masalah keperawatan nyeri pada An.SF teratasi sebagian dengan kriteria klien sudah tidak rewel, skala nyeri klien 1-3 (Wong Baker Faces Pain Rating Scale), ibu klien mengatakan anak sudah mengalami peningkatan nafsu makan dan pola tidur klien adekuat. Klien tampak bermain puzle yang dibawakan oleh ayah klien. Asuhan keperawatan yang dilakukan pada An. SF hanya sampai tanggal 25 Maret 2016 karena residen harus berganti tempat praktik dari RSAB Harapan Kita ke RSUPN Cipto Mangunkusumo. Residen menyampaikan kepada ketua tim keperawatan terkait perkembangan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien. 2.2. Tinjauan Teoritis 2.2.1. Kanker pada Anak Kanker menggambarkan sebuah penyakit dengan pembelahan sel yang abnomal dan tidak terkontrol, dapat menginvasi jaringan sekitar dan dapat menyebar melalui peredaran darah dan limfe (American National Cancer Institute, 2015). Kanker pada anak umumnya berasal dari jaringan embrional (sekitar 92%). Jenis kanker yang sering terjadi pada anak yaitu kanker otak, tumor sel germinal, leukemia, limfoma, neuroblastoma, sarkoma, dan tumor Wilm’s (Bowden & Greenberg, 2010).
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
25
Leukemia merupakan penyakit keganasan terbanyak pada anak. Hampir 1/3 keganasan pada anak merupakan leukemia. Penyakit ini mempengaruhi jaringan pembentuk darah di sumsum tulang, nodus limfe dan limpa. Leukemia diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yaitu Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL), Acute myeloid Leukemia (AML) dan Cronic Myeloid Leukemia (CML) (Tomlinson & Kline, 2010). ALL merupakan jenis terbanyak yaitu sekitar 75-80 % dari semua kasus leukemia. ALL merupakan penyakit keganasan yang berciri khas infiltrasiprogresif dari sel limfoid imatur
(limfoblas) pada sumsum tulang dan organ limfatik (UKK-
Hematologi-onkologi IDAI, 2013). Diagnosis ALL berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium (morfologi dan sitokimia dari aspirasi sumsum tulang) dan imunophenotyping. Presentase sel blast yang ditemukan minimal 25%. Gejala klinis yang sering dikeluhkan pada klien ALL yaitu anak menjadi iritabel, fatig, nyeri tulang dan penurunan nafsu makan. Perubahan fisik yang dapat diobservasi berupa adanya pucat dan letargi, nyeri, petekiee, lebam, perdarahan pada hidung, pembesaran hati dan limpa, demam serta pembesaran nodus limfe (Tomlinson & Kline, 2010). Klasifikasi ALL menurut French-American-British (FAB) teridi atas ALL L1, ALL L2 dan ALL L3. Tipe ALL L1 memiliki respon yang paling baik terhadap terapi yang diberikan. ALL juga diklasifikasikan menjadi risiko biasa (standard risk) dan risiko tinggi (high risk). Kategori risiko tinggi jika saat diagnosis terdapat salah satu kriteria yaitu umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 10 tahun, leukosit lebih dari 50.000/mm3, massa mediastinum lebih dari 2/3 diameter rongga thorak, terdapat 5 µm sel leukemia di cairan serebrospinal, T-cell leukemia, mixed leukemia, dan adanya keterlibatan kelenjar testis. Selain itu, ALL masuk ke dalam kategori resiko tinggi jika terdapat lebih dari 1000 sel blast/m3 pada pemeriksaan darah tepi setelah satu minggu mulai terapi pada ALL
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
26
kelompok resiko biasa (Tomlinson & Kline, 2010; UKK-Hematologi-onkologi IDAI, 2013). Jenis leukemia selanjutnya yaitu Acute Myeloid Leukemia (AML). AML terjadi pada 15-20% dari seluruh kasus leukemia (Bowden & Greenberg, 2010). Pada anak, AML ditemukan sebanyak 5-7 kasus per 1000 anak pada usia 0-10 tahun. Insiden tertinggi terjadi pada usia remaja. Gejala yang sering muncul pada anak AML yaitu pucat, fatigue, petekie, perdarahan, demam, infeksi, stomatitis, limfadenopati, lesi kulit, masalah gastrointestinal seperti nyeri, mual dan muntal serta perubahan struktur gusi dan gigi (gingival hipertrophy) (Tomlinson & Kline, 2010). AML dapat diklasifikasikan berdasarkan hasil pemeriksaan morfologi dan imunophenotyping. Klasifikasi FAB menyebutkan AML terdiri atas 8 sub tipe yaitu M0, M1, M2, M3, M4, M5, M6, dan M7. Tingkat kesembuhan dari AML kurang lebih hanya 50% dari semua kasus, sisanya menunjukkan kejadian kekambuhan setelah terapi (Tomlinson & Kline, 2010; Bowden & Greenberg, 2010). Jenis kanker pada anak selanjutnya yaitu Neuroblastoma (NBL). NBL merupakan tumor yang umumnya terjadi pada bayi dan anak yang lebih kecil. NBL merupakan jenis kanker keempat terbanyak yang ditemukan pada anak yaitu sekitar 8-10% dari seluruh kasus kanker anak. Sebagian besar tumor ini timbul pada 10 tahun pertama setelah lahir, puncak insiden pada usia dua tahun, 75% timbul pada klien usia kurang dari lima tahun. NBL terbagi menjadi beberapa stadium yaitu stadium I, IIA, IIB, III, IV dan IVS. Prognosis NBL tergantung pada usia, stadium tumor, lokasi dan biologi. Anak yang berusia di bawah satu tahun ketika didiagnosis NBL dan berada pada stadium I, II dan IVS memiliki prognosis yang baik (70-100% kasus dapat disembuhkan). Gejala yang ditimbulkan NBL tergantung pada lokasi tumor. Lokasi yang paling umum yaitu di area abdomen. Gejala yang muncul seperti
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
27
nyeri, dan distensi abdomen, mual, muntah dan konstipasi, penurunan berat badan, Horner’s syndrome (ptosis, meiosis, dan anhidrosis), distres pernapasan, proptosis, periorbital ekimosis (mata rakun), anemia, trombositopenia, infeksi, hipertensi, nyeri pada tungkai, penurunan kemampuan bergerak, kelemahan otot dan gangguan bowel serta bladder, diare, dan gagal tumbuh. Gejala yang muncul mengindikasikan lokasi NBL dan kemunginan metastase (Tomlinson & Kline, 2010). Metode terapi utama pada NBL yaitu operasi, kemoterapi, radioterapi dan terapi biologis serta kombinasi berberapa terapi. Strategi terapi yang diberikan didasari oleh faktor resiko NBL. Berdasarkan stadium klinis, usia dan ada tidaknya amplifikasi onkogen N-myc, NBL dapat dibedakan menjadi resiko rendah, resiko sedang dan resiko tinggi (Desen, 2011;Tomlinson & Kline, 2010). NBL termasuk resiko rendah jika tidak terdapat amplifikasi N-myc, stadium I/II, stadium IVS. Terapi yang diberikan pada stadium I yaitu murni reseksi bedah, tidak diperlukan kemoterapi maupunn radiasi. Stadium II dilakukan reseksi bedah dikombinasikan dengan kemoterapi enam bulan. Stadium IVS dilakukan observasi, dapat terjadi remisi spontan atau kemoterapi dengan CTX dosis kecil (Desen, 2011). NBL resiko sedang jika tidak terdapat amplifikasi onkogen N-myc, stadium III, usia kurang dari satu tahun, stadium IV. Terapi yang diberikan pada stadium III umumnya massa masih bisa direseksi, namun dilakukan kemoterapi terlebih dahulu. Setelah tumor mengecil, barulah dilakukan operasi pengangkatan. Kemudian dilanjutkan dengan radioterapi. Pada klien resiko tinggi terdapat amplifikasi onkogen N-myc dan usia klien lebih dari satu tahun dengan stadium IV. Terapi yang diberikan memerlukan intensitas tinggi. Kemoterapi diberikan 46 siklus, setelah lesi metastatik terkendali kemudian lesi primer dieksisi. Radiasi dilakukan setelah operasi. Terapi dilanjutkan dengan kemoterapi sebanyak 2 siklus. Setelah terjadi remisi lengkap, sebisa mungkin dilakukan transplantasi sel steam hemopoietik (Desen, 2011).
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
28
Berbagai terapi dilakukan untuk mengatasi kanker pada anak. Terapi tersebut diantaranya kemoterapi, radiasi, tranplantasi sumsum tulang, transplantasi sel steam darah perifer, pembedahan, dan imunoterapi. Kemoterapi merupakan usaha untuk menghentikan atau memperlambat pertumbuhan sel dengan cara memberikan obat ke dalam tubuh. Obat dapat diberikan intravena maupun oral. Terapi radiasi yaitu dengan memberikan radiasi energi tingkat tinggi untuk menghancurkan sel tumor. Selama mendapat terapi umumnya anak akan mengalami berbagai masalah kesehatan seperti peningkatan risiko infeksi, stres, masalah nutrisi (mual, muntah, stomatitis, konstipasi atau diare) dan nyeri (American National Cancer Institute, 2015). 2.2.2. Nyeri pada Anak Kanker Definisi nyeri menurut The International Association for Study of Pain (IASP), (2010), yaitu pengalaman subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dapat dihubungkan dengan adanya kerusakan jaringan. Nyeri mewakili semua pengalaman yang disampaikan klien (Ljusegren, Johanson, Berglund, & Enskar, 2011). Nyeri merupakan proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai aspek diantaranya aspek fisiologis, sosial, spiritual, psikologis dan budaya (Tomlinson & Kline, 2010; Canbulat & Kurt, 2012). Aspek fisiologis yang mempengaruhi nyeri yaitu umur, kondisi fatigue, genetik, dan fungsi neurologis (Canbulat & Kurt, 2012). Umur mempengaruhi nyeri yang dialami klien. Perbedaan tahap perkembangan akan mempengaruhi bagaimana seseorang bereaksi terhadap nyeri. pada anak yang lebih kecil akan terjadi kesulitan dalam memahami dan menyampaikan secara verbal terkait nyeri yang dialami dan berbagai prosedur yang mengakibatkan nyeri. Kondisi ini menyebabkan perawat perlu memodifikasi pengkajian sesuai dengan tahap tumbuh kembang.
Faktor fisiologis selanjutnya yang dapat mempengaruhi
persepsi nyeri yaitu kondisi fatigue. Fatigue akan meningkatkan persepsi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu dalam menghadapi nyeri.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
29
Aspek sosial yaitu perhatian (attention), pengalaman sebelumnya, dukungan keluarga dan lingkungan sosial dapat mempengaruhi nyeri yang dirasakan oleh anak. Klien yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan meningkatkan persepsi terjadinya nyeri. Konsep ini yang mendasari prinsip distraksi/pengalihan perhatian sebagai salah satu intervensi untuk mengatasi nyeri secara nonfarmakologi. Pengalaman sebelumnya terkait nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri. Pengalaman nyeri yang tidak ditangani dengan baik akan meningkatkan kecemasan atau ketakutan. Kecemasan dan ketakutan ini akan meningkatkan persepsi nyeri. Dukungan keluarga dan lingkungan sosial yang adekuat akan menurunkan tingkat stres klien yang mengalami nyeri. Meskipun nyeri tersebut belum hilang, kehadiran orang tua pada klien anak akan membantu meningkatkan koping terhadap nyeri (Canbulat & Kurt, 2012). Aspek psikologis yang mempengaruhi nyeri yaitu kecemasan dan kemampuan koping individu. Kecemasan dan nyeri memiliki hubungan yang kompleks. Kecemasan seringkali meningkatkan persepsi nyeri sedangkan nyeri juga merupakan salah satu penyebab kecemasan. Koping individu juga mempengaruhi kemampuan dalam menghadapi nyeri. klien yang memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu mengontrol apapun yang dihadapi termasuk nyeri akan lebih mudah beradaptasi terhadap nyeri yang dialami. Konsep ini yang digunakan untuk memberikan intervensi Patient-Controlled Analgesia (PCA) (Canbulat & Kurt, 2012). Aspek yang berpengaruh selanjutnya yaitu budaya dan spiritual. Budaya mempengaruhi keyakinan tentang makna nyeri bagi setiap individu. Budaya mempengaruhi ekspresi nyeri dan kemampuan adaptasi. Kondisi ini menyebabkan masing-masing individu akan bereaksi berbeda terhadap rangsang nyeri meskipun mengalami masalah kesehatan yang hampir sama. Berbagai aspek tersebut juga mempengaruhi terjadinya nyeri pada anak kanker (Canbulat & Kurt, 2012). Nyeri pada klien kanker harus dipercaya karena timbulnya nyeri sering kali menandakan eksistensi penyakit. Penyebab nyeri kanker diantaranya keterlibatan
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
30
tumor secara langsung pada tulang, saraf, organ dalam dan jaringan lunak. Nyeri ini merupakan nyeri yang paling umum pada klien kanker (75% dari kasus nyeri kanker). Perubahan pada stuktur tubuh diakibatkan oleh tumor itu sendiri atau efek samping dari terapi yang dijalani (pembedahan, kemoterapi, radiasi, imunoterapi, dan modifikasi biologikal lainnya) juga dapat menimbulkan nyeri. Selain itu, perubahan yang terjadi juga dapat menimbulkan nyeri seperti spasme otot, gangguan keseimbangan otot dan struktur tubuh lainnya (Texas Cancer Council, 2005; American National Cancer Institute, 2015). Berdasarkan kondisi dan waktu timbulnya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang diakibatkan kerusakan jaringan secara langsung, hilang seiring dengan proses penyembuhan, efektif terhadap terapi yang diberikan. Nyeri kronik disebabkan berbagai faktor, persisten selama 3-6 bulan, dan sulit untuk disembuhkan (Canbulat & Kurt, 2011). Berdasarkan mekanisme patofisologi, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri somatik, viseral dan neural. Nyeri yang disebabkan oleh aktivasi nosiseptor disebut nyeri nosiseptif; sedangkan nyeri yang ditimbulkan oleh gangguan pada sistem saraf disebut nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif terjadi akibat kerusakan jaringan yang potensial yang dapat disebabkan oleh penekanan langsung tumor, trauma, inflamasi, atau infiltrasi ke jaringan yang sehat dan dapat berupa nyeri somatik maupun viseral. Nyeri somatik terjadi akibat terkenanya struktur tulang dan otot, bersifat tajam, berdenyut, serta terlokalisasi dengan jelas. Nyeri viseral adalah nyeri nosiseptif yang disebabkan oleh penarikan, distensi, atau inflamasi pada organ dalam toraks dan abdomen. Nyeri viseral bersifat difus, tidak terlokalisasi, dan dideskripsikan sebagai tegang atau kejang disertai rasa mual dan muntah (Canbulat & Kurt, 2012). Nyeri neuropatik sering dijumpai pada klien keganasan dan umumnya sulit untuk ditangani. Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat kompresi saraf oleh massa tumor, trauma saraf pada prosedur diagnostik atau pembedahan, serta cedera sistem saraf akibat efek samping kemoterapi atau radioterapi. Karakteristik nyeri neuropatik adalah hiperalgesia (respon berlebihan terhadap stimulus yang menimbulkan
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
31
nyeri) dan alodinia (nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak menyebabkan nyeri) (Canbulat & Kurt, 2012). 2.2.3. Manajemen Nyeri pada Anak Kanker Manajemen nyeri pada anak kanker dapat dibedakan menjadi terapi farmakologis dan non farmakologis. World Health Organization (WHO) telah memberikan pedoman terapi farmakologis untuk nyeri yang digambarkan sebagai stepladder (anak tangga). Pada nyeri ringan, digunakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) dan Parasetamol. Jika nyeri tidak teratasi, maka dapat diberikan opioid lemah. Jika nyeri tetap tidak teratasi, maka perlu dipertimbangkan pemberian opiod seperti morfin (Tomlinson & Kline, 2010). Penatalaksanaan nyeri non farmakologis disesuaikan dengan usia anak dan gejala yang ditimbulkan. Terapi non farmakologis dapat diklasifikasikan menjadi terapi suportif, terapi kognitif, terapi perilaku dan terapi fisik. Terapi suportif diantaranya family center care, pemberian informasi, empati dan terapi bermain. Terapi kognitif diantaranya distraksi, musik, imajinasi terbimbing dan hipnosis. Terapi perilaku seperti relaksasi dan latihan tarik napas dalam. Terapi fisik dapat berupa sentuhan/massase, kompres, dan Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) (Canbulat & Kurt, 2012) . Terapi distraksi merupakan metode untuk membantu mengalihkan pikiran anak terhadap sesuatu yang menyakitkan. Pada bayi, distraksi dapat dilakukan dengan cara menyentuh dan mengayun. Pada anak-anak dapat dilakukan dengan bermain, melihat video, membaca atau melakukan hal lain yang menyenangkan bagi anak. Pada teknik distraksi perlu dilakukan upaya melibatkan orang tua dan anak untuk mengidentifikasi distraktor yang paling kuat. Libatkan anak dalam permainan, minta anak menarik napas dalam dan menghembuskannya sampai diberi tahu untuk berhenti, dapat juga dengan meminta anak berkonsentrasi pada berteriak atau mengatakan “aduh”. Humor dapat juga digunakan selama distraksi (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Wilkelstein, & Shwartz, 2009).
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
32
Tabel.2.6. Teknik Distraksi Berdasarkan Usia No
Usia
Metode
1.
0-2 tahun
Menyentuh, menepuk-nepuk, musik, mengayun-ayun
2.
2-4 tahun
Bermain boneka, buku cerita, meniup balon
3.
4-6 tahun
Relaksasi napas dalam, bercerita, boneka, televisi, melakukan aktivitas yang disukai anak
4.
6-11 tahun
Musik, relaksasi napas dalam, humor, televisi, imajinasi terbimbing
Sumber: Tomlinson & Kline, (2010)
Teknik selanjutnya yaitu imajinasi terbimbing. Teknik ini memerlukan kemampuan untuk membantu anak meemfokuskan pada sesuatu atau pengalaman yang menyenangkan. Imajinasi terbimbing dapat dilakukan dengan meminta anak untuk mengidentifikasi pengalaman nyata yang menyenangkan.Teknik ini dapat digabungkan dengan relaksasi. Terapi musik digunakan untuk membantu menurunkan stres dan nyeri pada anak. Hasil penelitian menunjukkan terapi musik dapat menurunkan skor nyeri, laju pernapasan dan nadi serta menurunkan ansietas pada anak yang sedang menjalani lumbal pungsi (Nguyen, Nillson, Hellstrom, et.al, 2010). Penelitian lainnya menunjukkan pemberian musik bersama dengan analgesik dapat menurunkan nyeri kanker dibandingkan hanya menggunakan analgesik saja. Jenis musik yang disarankan yaitu musik yang lembut (Huang, Good & Zauszniewski, 2010). Selain terapi diatas, nyeri juga dapat diturunkan melalui stimulasi kutaneus yaitu dengan memberikan usapan berirama yang sederhana. Dapat juga dilakukan menggunakan alat TENS. TENS merupakan metode penggunaan listrik bervoltase rendah yang terkendali pada tubuh melalui elektrode-elektrode yang dipasang pada kulit (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Wilkelstein, & Sshwartz, 2009). Berbagai terapi dilakukan untuk mengatasi nyeri pada klien kanker. Kemajuan teknologi saat ini telah meningkatkan angka harapan hidup klien kanker. Namun, pada kenyataannya hanya sepertiga dari seluruh penderita kanker yang mampu
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
33
bertahan. Sisanya berada pada kondisi metatase dan tidak dapat disembuhkan lagi. Pada kondisi ini diperlukan perawatan paliatif. Pada perawatan paliatif fokus intervensi yang dilakukan yaitu membantu klien mencapai kondisi yang paling ideal dalam watu hidup yang pendek, klien merasakan hidup yang bermakna. Tugas utama tenaga kesehatan pada klien terminal adalah mengurangi nyeri dan kondisi tidak nyaman lainnya. Gejala utama pada klien stadium terminal yaitu penurunan berat badan,nyeri,anoreksia, dispnea, batuk, konstipasi, lemah, mual muntah, udem, efusi pleura, insomnia, inkontinensia, disfagia, dekubitus, perdarahan, mengantuk, hipestesia, ikterus, kolostomi diare dan fistulasi (Desen, 2011). 2.2.4. Peran Perawat dalam Manajemen Nyeri Filosofi keperawatan anak meliputi pemahaman terhadap anak sebagai individu, asuhan berpusat pada keluarga, perawatan atraumatik, dan perawatan primer (Hockenberry & Wilson, 2009). Perawat perlu memahami anak sebagai individu yang berkembang cepat dalam setiap aspek dan tidak melupakan peran sentral keluarga dalam merawat anak. Perawat juga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan pada anak tanpa menimbulkan trauma, nyeri, rasa sedih dan takut serta memahami bahwa anak memerlukan waktu beradaptasi yang lebih lama dibandingkan orang dewasa (Bowden & Greenberg, 2010). Filosofi ini perlu diterapkan pada klien anak kanker yang mengalamai nyeri. Peran perawat dalam manajemen nyeri meliputi pengkajian, pencegahan nyeri, intervensi berdasarkan penelitian, evidence based practice, perawataan klien berpusat pada keluarga, edukasi serta perawatan paliatif (Vallerand, Musto, & Polomano, 2011). Perawat harus melakukan pengkajian yang komprehennsif untuk
menentukan
perencanaan
yang
tepat
termasuk
adanya
keluhan
ketidaknyaman akibat gejala nyeri neuropati. Perawat juga dituntut untuk melakukan pengkajian ulang dan memodifikasi rencana intervensi sesuai dengan kebutuhan klien (Vallerand, Musto, & Polomano, 2011).
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
34
Penggunakan skala penilaian nyeri yang tepat sangat diperlukan. Skala nyeri dapat dibedakan menjadi skala uni-dimensional dan multi dimensional (Yudiyanta, Khoirunnisa, Novitasari, 2015). Skala uni-dimensional hanya mengukur intensitas nyeri, cocok untuk nyeri akut, skala yang biasa digunakan untuk evaluasi pemberian analgetik. Skala pengkajian nyeri uni-dimensional ini meliputi: Visual Analog Scale (VAS), Verbal Rating Scale (VRS), Numeric Rating Scale (NRS), Wong baker faces pain rating scale . Instrumen yang digunakan untuk mengaji nyeri harus disesuaikan dengan usia dan kondisi klien. VAS dapat digunakan pada anak usia diatas 8 tahun dan dewasa. Wong Baker pain rating scale digunakan untuk anak usia diatas tiga tahun yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka. Sedangkan pada anak dibawah tiga tahun atau anak dengan gangguan kognitif dapat digunakan Face, Legs, Activity, Cry, and Concolability (FLACC) behaviour tool.
Gambar.2.1. Visual Analog Scale
Gambar 2.2. Verbal Rating Scale
Gambar 2.3. Numeric Rating Scale
Gambar 2.4. Wong Baker Pain Rating Scale
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
35
Tabel 2.7. Face, Legs, Activity, Cry and Consolability (FLACC) Behaviour Tool 0
1
2
Wajah
Tidak ada ekspresi, senyuman
Seringai, kerutan yang kadang-kadang, menarik diri, tidak berminat
Sering berubah menjadi kerutan konstan, rahang mengatup, dagu bergetar
Tungkai
Posisi normal atau rilek
Tidak tenang, gelisah, tegang
Menendang atau tungkai ditarik ke atas
Aktivitas
Berbaring tenang, posisi normal, bergerak dengan mudah
Menggeliat, bergerak ke depan dan ke belakang, tegang
Menekuk, kaku atau terkejut
Tangisan
Tidak menangis
Mengeluh atau mere ngek, terkadang mengeluh
Menangis terus-menerus, berteriak atau tersedusedu, sering mengeluh
Ketenangan
Puas, rileks
Ditenangkan dengan Sulit untuk ditenangkan sentuhan, pelukan atau diajak berbicara atau dapat dialihkan perhatiannya Sumber: Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, (2009)
Skala multi-dimensional digunakan untuk mengukur intensitas dan afektif (unpleasantness) nyeri, diaplikasikan untuk nyeri kronis. Skala multi-dimensional ini meliputi McGill Pain Questionnaire (MPQ), the brief pain inventory, dan memorial pain assesment card. MPQ terdiri atas empat bagian yaitu gambar nyeri, indeks nyeri, pertanyaan-pertanyaan mengenai nyeri terdahulu, dan indeks intensitas nyeri yang dialami saat ini. BPI merupakan kuesioner yang digunakan untuk menilai nyeri kronis. Memorial pain assesment card merupakan instrumen untuk mengevaluasi efektivitas pengobatan nyeri kronis secara subjektif (Yudiyanta, Khoirunnisa, Novitasari, 2015). Selain pengkajian yang komprehensif, perawat juga berperan dalam pencegahan terjadinya nyeri, menerapkan praktik berdasarkan evidence, menerapkan intervensi berbasis keluarga dan melakukan paliatif care (Vallerand, Musto, & Polomano, 2011). Pencegahan nyeri dilakukan dengan cara memantau level nyeri dan fungsi fisik dari klien, menggunakan kombinasi analgesik yang sesuai untuk mencegah nyeri yang lebih parah. Edukasi pada keluarga diberikan sesuai dengan kebutuhan klien dan keluarga. Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
36
2.2.5. Integrasi The Theory of Unpleasant Symptom (TOUS) dalam Proses Keperawatan The Theory of Unpleasant Symptom (TOUS) merupakan teori yang dikembangkan oleh Lenz, Pugh, Miligan, Gift dan Suppe mulai tahun 1995. Asumsi dalam teori ini yaitu manajemen yang tepat pada suatu gejala akan berkontribusi dalam menyelesaikan gejala yang lainnya. TOUS memiliki tiga komponen utama yaitu, gejala (symptom), faktor yang mempengaruhi (faktor fisiologis, psikologis dan situasional), dan output atau hasil dari suatu gejala yang dialami (performance). Gejala merupakan konsep sentral dari teori ini.
Faktor Fisologis:
Faktor Situasional Faktor Psikologis
Durasi
distres
Kualitas
Performance
Intensitas
GEJALA
Keterangan: : umpan balik : mempengaruhi : saling berinteraksi Gambar 2.5. Model interaksi faktor-faktor yang mempengaruhi, gejala dan performa pada TOUS Sumber: Lenz & Pugh, (2008), Tomey & Alligood, (2006).
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
37
2.2.5.1. Gejala yang Dialami Gejala merupakan pengalaman yang dirasakan langsung oleh individu. Gejala merupakan konsep sentral dalam TOUS. Definisi gejala dalam teori ini yaitu” the perceived indicators of change in normal functioning as experience by patient” (Lenz & Pugh, 2008). Gejala memiliki empat dimensi yang perlu dikaji yaitu intensitas, distres, durasi, dan kualitas. Dimensi intensitas menunjukkan derajat gejala secara kuantitas, kekuatan, atau kekerasan suatu gejala. Contohnya penggunaan skala wajah untuk mengaji nyeri pada klien anak. Dimensi distres menunjukkan aspek afektif dari gejala yang dialami. Beberapa individu yang mengalami intensitas yang sama terhadap suatu gejala dapat menunjukkan tingkat distres yang berbeda. Dimensi durasi menunjukkan lamanya gejala yang dirasakan oleh individu. Pada klien kanker salah satunya yaitu membedakan antara nyeri kronis dengan nyeri akut. Dimensi yang terakhir yaitu kualitas yang menggambarkan bagaimana gejala yang dialami sebagai sebuah pengalaman individu. 2.2.5.2. Faktor yang Mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi dalam TOUS yaitu faktor fisiologis, psikologis dan situasional. Faktor fisiologis diantaranya termasuk perubahan struktur tubuh, patologi dan stadium suatu penyakit, durasi dari penyakit yang diderita, kondisi inflamasi
dan
infeksi
atau
trauma,
gangguan
hormonal
dan
energi,
ketidakadekuatan status hidrasi dan nutrisi, kesadaran, tipe dan durasi suatu terapi, perubahan genetik, etnis/ras dan usia. Contoh dari faktor fisiologis yang akan menimbulkan gejala tidak menyenangkan yaitu efek samping yang ditimbulkan ketika klien kanker menjalani kemoterapi, radiasi dan pengobatan lainnya . Faktor psikologis terdiri atas variabel afektif dan kognitif. Variabel afektif yang dapat diobservasi seperti mood, kecemasan, depresi, perasaan marah, dan perasaan takut. Variabel kognitif diantaranya tingkat pengetahuan individu terhadap penyakit atau gejala yang ditimbulkan dan kemampuan individu mengembangkan koping.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
38
Faktor situasional meliputi lingkungan individual baik lingkungan sosial maupun fisik. Budaya juga termasuk ke dalam faktor situasional yang mempengaruhi individu berespon terhadap gejala yag tidak menyenangkan. Faktor situasional lainnya yaitu pengalaman sebelumnya, kemampuan untuk mengakses pelayanan kesehatan, kemampuan finansial dan emosional untuk mampu bertahan dengan gejala tidak menyenangkan yang dialami. Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi yaitu kelembapan, temperatur, kebisingan, tingkat pencahayaan dan adanya polusi dan iritan pada air dan udara (Lenz & Pugh, 2008; Tomey & Alligood, 2006). 2.2.5.3. Hasil yang Ditimbulkan dari Gejala yang Dialami (Performance) Gejala tidak menyenangkan yang dialami individu dapat mempengaruhi aktivitas fisik dan kemampuan fungsional termasuk aktivitas sehari-hari. Selain itu, gejala yang
tidak
menyenangkan
mempengaruhi
kemampuan
kognitif
seperti
kemampuan pemahaman, kemampuan belajar, konsentrasi, pemecahan masalah dan interaksi sosial (Lenz & Pugh, 2008).
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
39
Diagnosis Kanker
Faktor fisiologis: 1. Efek samping penatalaksanaan kanker (Penurunan status imunitas, asupan oral) 2. Perjalanan penyakit
Universitas Indonesia
Peran perawat dalam manajemen nyeri (pengkajian, pencegahan nyeri, intervensi berdasarkan penelitian, evidence based practice, perawataan klien berpusat pada keluarga, edukasi serta perawatan paliatif)
Faktor psikologis: 1. Kecemasan terhadap penyakit dan hospitalisasi 2. Keterbatasan pemahaman mengenai penyakit
Faktor situasional: 1. Dukungan orang tua 2. Perubahan pola makan 3. Status ekonomi 4. Ketersediaan fasilitas kesehatan
Gejala yang ditimbulkan: 1. Nyeri 2. Kelelahan 3. Anemia 4. Perubahan suhu tubuh 5. Kecemasan 6. Gangguan pola tidur 7. Gangguan nutrisi
Performance kualitas hidup: Fungsional dan fisik 1. Kemampuan Activity Daily Living 2. Interaksi sosial 3. Fungsi peran Kognitif 1. Kemampuan berpikir, Konsentrasi dan penyelesaian masalah
Gambar 2.6. Modifikasi Keterkaitan antara TOUS dan Peran Perawat sebagai Edukator pada Anak Kanker
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
39
Sumber:Lenz & Pugh, (2008); Tomlinson & Kline, (2008), American National Cancer Institute, (2015)
40
2.3. Aplikasi Theory of Unplesant Symptom pada Kasus An.H Resume klien An. H, 10 th, perempuan, diagnosis medis AML, tanggal tahir 22 Mei 2006, NRM 4123276, dirawat di ruang 111, non infeksi gedung A. Lt. 1 RSUPN Cipto mangunkusumo sejak tanggal 12-29 April 2016. Klien dirawat di rumah sakit karena keluhan demam tinggi, nyeri pada abdomen, petekie pada seluruh tubuh serta hematom pada abdomen dan lengan. Klien pasca kemoterapi protokol AML minggu pertama. Pengkajian Hasil pengkajian faktor fisiologis menunjukkan kesadaran compos mentis, suhu 38,40C, nadi 98 x/menit, balance cairan +65 cc, TD 124/78 mmHg, BB 40 kg, TB 130 cm, status gizi gemuk, terdapat petekie pada seluruh tubuh, hematom pada abdomen dan lengan kanan atas, luka ekstravasasi pada lengan kanan bawah dan tungkai kanan, stomatitis, mukosa bibir kering, batuk, dan suara napas ronkhi. Klien mengeluhkan nyeri pada seluruh tubuh terutama abdomen. Intensitas nyeri dengan skala 6. Kulitas nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri berlangsung terus menerus. Klien mengatakan malas makan dan susah tidur. Klien ingin selalu diusap-usap bagian perut dan abdomennya oleh kakak perempuannya. Pemeriksaan faktor psikologis menunjukkan klien sangat rewel. Klien mengetahui dirinya harus dirawat karena kanker. Klien ingin segera pulang. Klien menangis ketika merasakan nyeri dan mudah marah saat dirawat di rumah sakit. Kakak klien mengatakan adikknya memang tipe anak yang tidak tahan sakit. Pemeriksaan faktor situasional menunjukkan klien dirawat ketiga kalinya di RS. Kakak perempuan dan ibu klien selalu menemani di RS. Klien sangat dekat dengan kakak perempuannya dan sama sekali tidak mau ditinggal oleh kakaknya. Klien merupakan anak kedelapan dari sembilan bersaudara. Klien selalu menolak intervensi ketika kakak perempuannya tidak ada. Kakak klien mengatakan keluarga masih belum percaya An.H terkena penyakit kanker.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
41
Pemeriksaan penunjang tanggal 12/04/2016 menunjukkan Hb: 8,36 gr/dL, Ht: 25,1%, Trombosit: 4780/uL, Leukosit 1920/uL, Hitung jenis Basofil 0%, Eosinofil 2%, Neutrofil 7%, Limfosit 88%, Monosit 3%, LED 120 mm, PT/APTT:
51,8/20,4. Hasil
pemeriksaan
penunjang tanggal
16/04/2016
menunjukkan Hb: 8 gr/dL, Ht: 22,7%, Eritrosit: 2,98x106/uL, MCV:76,2 fL, MCH: 26,8 pg, MCHC: 35,2 gr/dL, Trombosit: 61.000/uL, Leukosit 340/uL, Hitung jenis Basofil 0%, Eosinofil 0%, Neutrofil 32,4%, Limfosit 58,8%, Monosit 8,8%. LED 132 mm. PT/APTT: 14,8/43,9 detik. Hasil BMP tanggal 21 Maret 2016 menunjukkan sel blast 71 %, Mielosit 19%. Terapi medis yang diberikan pada An.H yaitu Paracetamol 4x400 mg /IV, Ceftazidime 4x2 gr /IV, Tramadol 4x50 mg /IV (pada hari pertama perawatan), obat kumur 10 ml (kumur), Omeprazole 2x40 mg /IV, Vitamin K
(IM),
Ondansentron 3x8 mg /IV, Aloclair 3x1 ml (topikal), Nystatin 3x1 ml, Ambroxol 3x1 tab/oral, Metronidazole 1x600 mg LD /IV, Rescovulin 3x18 mg /IV, Sucralfat 3x5 ml/oral. Analisis Data dan Rencana Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh sepuluh diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan pada An.H yaitu nyeri akut berhubungan dengan colitis neutropenia, PK kanker (anemia dan perdarahan, infeksi), hipertermia berhubungan dengan proses penyakit, risiko gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit, risiko infeksi, bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret, risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake sulit, gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek samping obat kemoterapi, gangguan pola tidur dan konstipasi berhubungan dengan tirah baring dan efek samping obat. Diagnosis nyeri akut ditegakkan berdasarkan data subjektif klien mengatakan nyeri sekali pada seluruh tubuh terutama perut dengan intensitas nyeri skala 6, nyeri dirasakan klien menerus. Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk. Kakak klien mengatakan adiknya memang tidak tahan sakit. Nyeri menyebabkan
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
42
klien susah tidur dan malas makan. Klien mulai demam dua hari yang lalu. Data objektif yang diperoleh yaitu adanya perubahan pola tidur. Klien tidur malam maksimal 3-4 jam dan sering terbangun. Klien menunjukkan penurunan interaksi dengan orang lain. Klien mengeluhkan mual dan muntah. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan TD:124/78 mmHg, nadi: 98x/menit, RR: 26 X/menit, suhu: 38,4
0
C. Hasil pemeriksaan fisik terlihat adanya hematom pada
area abdomen, lengan kanan dan kaki kanan, petekie seluruh badan, luka ektravasasi pada kaki kanan dan tangan kanan. Diagnosis PK kanker: (anemia, infeksi dan perdarahan) ditegakkan berdasarkan data subjektif sebagai berikut: kakak klien mengatakan adikknya masuk rumah sakit karena demam tinggi sejak dua hari yang lalu dan ada lebam di badan. Kakak klien mengatakan b.a.b klien sempat bercampur darah. Data objektif yang diperoleh yaitu diagnosis medis klien AML pasca kemoterapi minggu pertama. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan TD:124/78 mmHg, nadi: 98x/menit, RR: 26 X/menit, suhu: 38,4 0 C, terdapat petekiee pada seluruh badan, hematom pada abdomen, Hb: 8,36 gr/dL, Ht 25,1 %, Trombosit: 4780/uL, Leukosit 1920/uL , LED: 120/jam, PT/APTT: 51,8/20,4. Diperoleh informasi bahwa klien riwayat perdarahan saat b.a.b. Konjungtiva tampak anemis, dan klien tampak pucat.
Diagnosis hipertermia ditegakkan berdasarkan data subjektif sebagai berikut: kakak klien mengatakan adikknya demam sejak dua hari yang lalu. Data objektif yang mendukung yaitu klien tampak menggigil dan kedinginan, diagnosis medis klien AML pascakemoterapi minggu pertama, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Leukosit 1920/uL, Absolut Neutrofil Count (ANC) 134,4. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan TD:124/78 mmHg, nadi: 98x/menit, RR: 26 X/menit, dan suhu: 38,4 0 C. Diagnosis risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit ditegakkan berdasarkan data subjektif sebagai berikut: kakak klien mengatakan adikknya
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
43
demam sejak dua hari yang lalu. Kakak klien mengatakan adikknya minum hanya sedikit sekali sejak pagi kurang lebih 200 cc (pengkajian dilakukan pukul 15.00). Data objektif yang mendukung yaitu klien tampak menggigil dan kedinginan. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan TD:124/78 mmHg, nadi: 98x/menit (pkl 13.00), nadi 160 x/menit (pukul 16.00), RR: 26 X/menit, suhu: 38,4 13.00), suhu 39,3
0
0
C (pkl
C (pukul 16.00). Klien belum b.a.k sejak 6 jam yang lalu.
Klien memiliki riwayat perdarahan saat BAB, mukosa bibir kering. Hasil pemeriksaan laboratorium Ur/Cr= 22/1,30 mg/dL, Natrium = 134 mEq/L, Kalium = 3,62 mEq/L, dan Clorida = 98,9 mEq/L. Diagnosis risiko bersihan jalan napas tidak efektif ditegakkan berdasarkan data subjektif yaitu kakak klien mengatakan adikknya batuk sejak dua hari yang lalu. Data objektif yang mendukung diagnosis ini yaitu hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Leukosit 1920/uL dan ANC 134,4. Diagnosis medis klien yaitu AML pascakemoterapi minggu pertama. Hasil auskultasi menunjukkan suara napas ronkhi. Klien tampak batuk. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan TD:124/78 mmHg, nadi: 98x/menit, RR: 26 X/menit, dan suhu: 38,4 0 C. Diagnosis risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berdasarkan data subjektif yaitu kakak klien mengatakan nafsu makan adikknya menurun sejak 1 minggu yang lalu. Klien mengatakan nyeri pada bagian perut dan mual. Data objektif yang mendukung diagnosis ini yaitu diagnosis medis klien
AML
pascakemoterapi minggu pertama. BB klien saat ini 40 kg, BB klien sebelum sakit 43 kg, TB klien saat ini 130 cm, IMT: 23,6. Status gizi klien baik. Hasil skrining gizi menggunakan instrumen strong kidz yaitu resiko berat. Hasil pemeriksaan fisik terdapat terdapat stomatitis. Diagnosis medis klien mengalami Colitis neutropenia. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Bilirubin Total = 0,65 mg/dL, Bilirubin direk: 0,18 mg/dL, Bilirubin indirek: 0,47 mg/dL, SGOT: 23 U/L, SGPT: 21 U/L, dan Albumin: 4,34 gr/dL.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
44
Diagnosis gangguan integritas kulit ditegakkan berdasarkan data subjektif: klien mengatakan pergelangan kaki dan tangan kanannya membiru bekas infus saat kemoterapi. Data objektif yang mendukung yaitu luka ektravasasi pada pergelangan tangan kanan dan kaki kanan. Diagnosis medis klien AML pascakemoterapi minggu pertama. Diagnosis konstipasi ditegakkan berdasarkan berdasarkan data subjektif yaitu klien mengatakan belum b.a.b sejak 2 hari yang lalu. Klien mengeluhkan merasakan sakit saat b.a.b, terdapat riwayat berdarah ketika b.a.b. Kakak klien mengatakan adiknya malas makan dan minum. Data objektif yang mendukung diagnosis konstipasi yaitu klien tidak b.a.b sejak 2 hari yang lalu, konsistensi feses keras. Diagnosis medis klien AML pasca kemoterapi minggu pertama. Diagnosis klien An.H berdasarkan prioritas yaitu: 1.
Nyeri akut berhubungan dengan colitis neutropenia
2.
PK kanker (anemia dan perdarahan)
3.
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
4.
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
5.
Risiko gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit
6.
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhungan dengan intake sulit, mual
7.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek sampig obat kemoterapi
8.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan lingkungan tidur yang tidak nyaman, ketidaknyaman fisik yang lama
9.
Konstipasi berhubungan dengan tirah baring dan efek samping obat
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
45
Tabel 2.8. Rencana Keperawatan pada An.H No 1.
Data Faktor fisiologis: AML, pascakemoterapi minggu pertama Perubahan pola tidur, tidur malam maksimal 3-4 jam sering terbangun, Penurunan interaksi dengan orang lain, Mual muntah, TD:124/78 mmHg, Nadi: 98x/menit, RR: 26 X/menit, Suhu: 38,4 0 C, Hematom pada area abdomen, lengan kanan dan kaki kanan, Petekiee seluruh badan, Luka ektravasasi pada kaki kanan dan tangan kanan Colitis neutropenia
DX Nyeri akut
Tujuan Setelah dilakukan perawatan pasien memperlihatkan pengendalian nyeri Kriteria hasil: Menyatakan secara verbal pengetahuan tentang cara alternatif untuk meredakan nyeri Melaporkan bahwa tingkat nyeri pasien dipertahankan pada skala 0-1 Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis Mengenali faktorfaktor yang meningkatkan nyeri dan melakukan tindakan pencegahan Menggunakan pereda nyeri farmakologi dan nonfarmakologi secara tepat ADL mandiri Mampu berinteraksi dengan sekitar
Faktor psikologis: Kakak klien mengatakan adiknya memang tidak tahan sakit, klien selalu menangis, klien mudah marah ketika dirawat di RS
Intervensi 1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan inforasi pengkajian 2. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 010 3. Manajemen nyeri Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau keparahan nyeri, faktorpresipitasi Observasi isyarat non verbal ketidaknyaman Edukasi manajemen nyeri pada klien dan keluarga 4. Kolaborasi penggunaan analgeik 5. Tawarkan tindakan manajemen nyeri non farmakologis 6. Libatkan pasien dalam modalitas peredaan nyeri 7. Kendalikan faktor linkungan yang dapat memengaruhi respon pasien terhadapketidaknyamanan (misalnya suhu ruangan, pencahayaan, dan kegaduhan)
Faktor situasional Klien selalu ditemani ibu dan kakak perempuannya 2.
Faktor fisiologis AML pascakemoterapi minggu ke-1 TD:124/78 mmHg Nadi: 98x/menit RR: 26 X/menit Suhu: 38,4 0 C
PK Kanker: perdarah an, anemia
Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, anemia, perdarahan tidak ada, dengan kriteria hasil: TD: 80/60-
1. 2. 3. 4.
Kaji tanda perdarahan Menentukan jenis dan berat ringannya perdarahan Melakukan pamasangan akses IV untuk cairan Kolaborasi pemberian transfusi trombosit, FFP, PRC sesuai kebutuhan
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
46
No
Data Hb: 8,36 gr/dL Ht 25,1 % Trombosit: 4780/uL Leukosit 1920/uL LED: 120/jam PT/APTT: 51,8/ 20,4 Riwayat perdarahan saat b.a.b
DX
Tujuan 110/80mmHg, Nadi: 80120x/menit, Konjungtiva tidak anemia, Perdarahan tidak ada, Hb:10,5-14,0 g/dL, Ht:32,0 – 42,0 %, Eritrosit:3,70– 5,30 juta/ μL, Leukosit:6,0– 14,0x103 / μL, Tombosit:150.000 400.000/μL, Basofil: 0 - 1 %, Eosinofil: 1 – 3%, Neutrofil: 52,076,0%, , Limfosit: 20-40 %, Monosit: 2 – 8 %
Hiperter mia b.d Efek samping kemotera pi (imunosu presi)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam, hipertermi teratasi dengan kriteria hasil:
Faktor psikologis: Penurunan nafsu makan anak Faktor situasional -
3.
Faktor fisiologis Leukosit 1920/uL AML pascakemoterapi minggu pertama ANC 134,4 (febrile neutropenia) TD:124/78 mmHg Nadi: 98x/menit RR: 26 X/menit Suhu: 38,4 0 C
teraba hangat
Faktor psikologis Penurunan nafsu makan dan keinginan untuk minum
4.
Faktor situasional Klien mengatakan bosan masuk di rumah sakit lagi Faktor fisiologis: Leukosit 1920/uL AML pascakemoterapi minggu pertama (imunosupresi) Suara napas ronkhi Terdapat batuk TD:124/78 mmHg
dalam batas normal (36,50C 37,5 0C).
keluhan demam naik turun
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpu kan sekret
Setelah dilakukan perawatan 3x 24 jam pasien bersihan jalan napas efektif Kriteria hasil: Tidak ada batuk Frekuensi napas normal
Intervensi Monitor hasil pemeriksaan laboratorium DPL 6. Monitor pemberian transfusi darah 7. Kolaborasi pemberian terapi cairan yang sesuai untuk anak 8. Monitor tetesan infus adekuat 9. Manajemen Obat Sitostatistika 10. Kaji kondisi klien terhadap penggunaan obat sitostatistika 11. Tempatkan anak dalam ruangan khusus 12. Sarankan semua pengunjung dan staf RS agar melaksanakan teknik mencuci tangan yang baik 13. Gunakan teknik aseptik dengan teliti untuk setiap prosedur/tindakan invasif 14. Evaluasi lokasi yang berpotensi enjadi tempat infeksi 15. Berikan diet lengkap sesuai kebutuhan berikan antibiotik sesuai resep 1. Pantau suhu tubuh pasien secara teratur 2. Berikan kompres hangat/ tepid water sponge 3. Evaluasi asupan cairan yang masuk 4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik sesuai dengan kebutuhan pasien 5. Berikan lingkungan yang nyaman, dan sirkulasi udara yang cukup. 6. Anjurkan orang tua untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat pada anak. 5.
Airway manajement dan monitoring respirasi: 1. Posisikan pasien untuk ventilasi maksimal 2. Lakukan fisioterapi dada jika diperlukan 3. Auskultasi suara napas 4. Kolaborasi Ambroxol 5. Monitor intake cairan adekuat 6. Monitor respirasi dan saturasi
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
47
No
Data Nadi: 98x/menit RR: 26 X/menit Suhu: 38,4 0 C
DX
Faktor psikologis (Motivasi untuk beraktivitas menurun) Kakak klien mengatakan sejak kemoterapi adiknya hanya berbaring saja di tempat tidur dann jarang berkativitas
5.
Faktor situasional Perawatan di RS Faktor fisiologis Pascakemoterapi minggu pertama TD:124/78 mmHg Nadi: 98x/menit RR: 26 X/menit Suhu: 38,4 0 C Riwayat perdarahan saat b.a.b Turgor kulit elastis Mukosa bibir kering Ur/Cr= 22/1,30 mg/dL Natrium = 134 Kalium = 3,62 Clorida = 98,9 Balance cairan +65 cc
Risiko ketidakse imbangan volume cairan dan elektrolit b.d perdarah an dan intake cairan oral tidak adekuat.
6.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4x24 jam, status cairan pasien seimbang dengan kriteria hasil: 24 jam balance/seimbang . Tidak ada tanda perdarahan. normal
7.
Intervensi oksigen Monitor tanda-tanda vital
Monitoring Cairan: 1. Monitor berat badan, lingkar perut 2. Monitor perdarahan. 3. Monitor kebutuhan cairan anak 4. Monitor intake dan output 5. Monitor serum dan elektrolit 6. Monitor serum albumin dan protein total 7. Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi 8. Pertahanankan akurasi pencatatan intake dan output 9. Monitor membran mukosa, turgor kulit 10. Monitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin
edema/asites (1,0031030)
Faktor psikologis: Depresi, marah Faktor situasional Perawatan di RS Faktor fisiologis AML pascakemoterapi minggu pertama, BB saat ini: 40 kg, BB sebelum sakit : 43 kg, TB : 130 cm, IMT: 23,6, Status gizi baik, Terdapat mual , Terdapat sariawan, Colitis
Tujuan Irama reguler Mampu membersihkan sekret (batuk) Tidak terdapat sura napas tambahan
Risiko ketidakse imbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksi, intake
Setelah dilakukan perawatan selama 14 x24 jam, nutrisi anak seimbang dengan kriteria hasil: Status nutrisi: Intake makanan dan cairan adekuat:
Monitoring Nutrisi: 1. Timbang BB pasien pada interval yang sesuai 2. Monitor kecenderungan penurunan dan penambahan BB 3. Monitor kulit kering, pecah-pecah dan depigmentasi 4. Amati pembengkakan 5. Monitor mual dan muntah 6. Monitor konjungtiva, pucat, merah atau mukosa kering 7. Monitor intake kalori dan gizi
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
48
No
Data neutropenia, Bilirubin Total = 0,65, Bilirubin direk = 0,18, Bilirubin indirek = 0,47, SGOT = 23, SGPT=21, Albumin = 4,34 gr/dL
DX oral tidak adekuat & penyakit kanker
Tujuan peroral adekuat sesuai kebutuhan sesuai kebutuhan parenteral adekuat
Faktor psikologis Klien mengatakan nyeri pada bagian perut dan mual, klien mudah marah
7.
Faktor situasional Perpisahan dengan suasana di rumah menurunkan nafsu makan Faktor fisiologis AML pascakemoterapi minggu pertama Efek sampig kemoterapi (ektravasasi)
Gangguan integritas kulit
Faktor psikologis Penurunan nafsu makan Klien mudah marah Faktor situasional Perawatan sebelumnya
8.
Faktor fisiologis Leukosit 1920/uL AML pascakemoterapi minggu pertama ANC 134,4 (febrile neutropenia) TD:124/78 mmHg Nadi: 98x/menit RR: 26 X/menit AML pascakemoterapi
Gangguan pola tidur b/d lingkung an tidur yang tidak nyaman, ketidaknyaman fisik yang lama
Intervensi Monitor mulut dan bibir dari kemerahan, pembengkakan dan kekeringan Manajemen Nutrisi: 1. Libatkan orang tua dalam memberikan makan pada anak 2. Beri posisi duduk sebelum minum dan selama minum 3. Siapkan keluarga untuk pemberian makan 4. Monitor albumin, total protein, Hb, dan hematokrit Terapi Nutrisi: 5. Dorong intake kalori sesuai kebutuhan tubuh 6. Kolaborasi antiemetik 8.
Setelah dilakukan perawatan 3x 24 jam integritas kulit utuh
1.
Kriteria Hasil : 1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) 2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 3. Perfusi jaringan baik
3.
Setelah dilakukan perawatan paien memperlihatkan kemampuan untuk tidur Kriteria hasil: Perasaan segar setelah tidur Pola dan kualitas tidur Rutinitas tidur Jumlah waktu tidur terobservasi
1.
2.
4. 5. 6.
2. 3. 4.
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Kompres area ekstravasasi menggunakan kassa yang dibasahi dengan NaCl 0,9% Monitor status nutrisi klien dan intake cairan klien Motivasi intake cairan adekuat Pantau kondisi luka ekstravasasi, lihat adanya pus, kemerahan Pertimbangkan penggunaan akses vena sentral
Kaji adanya gejala deprivasi tidur Penyuluhan untuk pasien dan keluarga mengenai faktor yang menganggu tidu Kolaborasi dengan dokter tentang pertimbangan penggunaan obat tidur Tangani gejala deprivasi tidur sesuai kebutuhan pasien
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
49
No
Data minggu pertama Suhu: 38,4 0 C Durasi tidur malam hari 3-4 jam, siang ahri1-2 jam
DX
Faktor psikologis: Penurunan nafsu makan anak (anak rewel dan mudah marah)
9.
Faktor situasional Perawatan di RS Faktor fisiologis Klien mengeluhkan merasakan sakit saat b.a.b AML pasca kemoterapi minggu pertama TD:124/78 mmHg Nadi: 98x/menit RR: 26 X/menit Suhu: 38,4 0 C, Konsitensi feses keras, klien belum b.a.k sejak dua hari yang lalu Faktor psikologis Kakak klien mengatakan adikknya malas makan dan minum semenjak demam, Kakak klien mengatakan adikknya hanya tiduran saja di tempat tidur
Konstipa si
Tujuan Terjaga pada waktu yang tepat Melaporkan penurunan gejala deprivasi tidur Mengidentifikasi dan melakukan tindakan yang dapat meningkatkan tidur Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulakan deprivasi tidur Setelah dilakukan perawatan 3x 24 jam klien defekasi normal Kriteria hasil: Pola eliminasi dalam rentang normal Feses lunak dan berbentuk Mengeluarkan feses tanpa bantuan
Intervensi
1.
2.
3. 4. 5. 6.
Kaji data mengenai program defekasi, aktivitas, pengobatan dan pola kebiasaan klien Indentikasi faktor yang menyebabkan konstipasi (pengobatan dan tirah baring) Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan dalam diet Kolaborasi pelunak feses Anjurkan aktivitas optimal untuk merangsang defekasi klien Berikan perawatan dengan sikap menerima, tidak menghakimi
Faktor situasional Perawatan di RS
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
50
Tabel 2.9. Catatan Perkembangan An. H Tang gal 13/04 /16
Jam 14.00
No DX VI
14.00
VI
14.00
I
3.
14.00
I
4.
14.00
I
5.
14.30
I,II, III,I V,V
6.
VI
7.
VI
8.
VI
9.
VI
10.
VI
11.
IV
12.
II
13.
III
14.
III
15.
III
16.
VII
17.
VII
18.
14.40
Implementasi 1. 2.
menempatkan anak dalam ruangan khusus (R.111/febrile neutropenia) menyarankan semua pengunjung agar melaksanakan teknik mencuci tangan yang baik Meminta klien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0-10 Melakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau keparahan nyeri, faktor presipitasi Mengobservasi isyarat non verbal ketidaknyaman Memantau tanda-tanda vital klien Kolaborasi aloclair dan Nystatin Memantau kondisi stomatitis klien Memantau adanya kulit kering, pecah-pecah dan depigmentasi Memantau adanya mual dan muntah Memantau adanya konjungtiva, pucat, merah atau mukosa kering memposisikan klien semifowler memberikan antibiotik ceftazidime 2 mg IV Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik Paracetamol 400 mg IV Memberikan kompres hangat/ tepid water sponge Menganjurkan anak untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat Memberikan edukasi kepada keluarga untuk melakukan kompres pada area ekstravasasi menggunakan kassa yang dibasahi dengan NaCl 0,9% Memantau kondisi luka
Evaluasi Diagnosis I S:Klien mengatakan masih sakit pada bagian perut Klien mengatakan nyerinya 4 Klien mengatakan kegiatan yang disukai dan masih bisa dilakukan di rumah sakit yaitu main game di hape Klien mengatakan biasanya menarik napas dalam ketika sakit, tetapi jika tidak tahan, klien menangis O:Skala nyeri 4 Nyeri pada seluruh tubuh terutama perut, hilang timbul seperti tertusuk, nyeri bertambah jika banyak bergerak Klien mencoba distrkasi dengan tarik napas dalam dan memainkan games pada telephon celullar Klien tampak menangis ketika diberi obat antibiotik dan Paracetamol /IV Klien meminta pemberian obat diperlambat A: nyeri P:Yakinkan klien bahwa nyeri bisa dikontrol Edukasi teknik-teknik pereda nyeri non farmakologis yang bisa membantu klien mengontrol nyeri Bangun BHSP dengan meyakinkan klien bahwa perawat selalu ada ketika dibutuhkan Yakinkan klien bahwa perawat siap mendengarkan keluhan klien Diagnosis III S: klien mengatakan kedinginan dan ingin diselimuti O:Nadi: 140 x/menit TD: 124/78 mmHg RR: 28 X/menit Suhu: 37,5 0C Badan klien teraba hangat A: Hipertermia teratasi sebagian
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Paraf Erni
51
Tang gal
Jam
No DX
14.40
V
16.00
I,II, III,I V,V
16.30
I I
I V II, VII 18.00
IV VI II, V II I,II, III,I V,V
19.00
II
19.15 19.30 20.00
I,II, III, IV, V VI II, VII
Implementasi ekstravasasi, adanya pus, kemerahan 19. Kolaborasi pemberian cairan Ringer Laktat sebagai challenge 500 ml secepatnya suhu 39,30C, nadi 160 x/menit 20. Memantau tanda-tanda vital klien 21. Memberikan informasi tentang penyebab nyeri 22. Edukasi tindakan manajemen nyeri non farmakologis yang dipilih klien: distraksi dengan main game pada telepon seluler dan tarik napas dalam 23. Melibatkan klien dalam modalitas peredaan nyeri 24. Mengedukasi pada keluarga tentang kebutuhan cairan klien 25. mengevaluasi lokasi yang berpotensi menjadi tempat infeksi (area penusukan infus) 26. Kolaborasi Ambroxol 1 tab per oral 27. Kolaborasi antiemetik ondansentron 8 mgIV 28. Memantau perdarahan 29. Menentukan jenis dan berat ringannya perdarahan 30. Memantau tanda-tanda vital
31. Kolaborasi pemberian transfusi trombosit 400 ml 32. Memantau tanda-tanda vital 33. Memantau tanda-tanda vital 34. Memantau membran mukosa, turgor kulit 35. Mengevaluasi balance cairan klien 36. Motivasi intake nutrisi adekuat 37. Kolaborasi pertimbangkan penggunaan akses vena sentral karena akses vena perifer yang sulit dan mudah bengkak
Evaluasi P:Pantau suhu setiap 4 jam Motivasi intake cairan adekuat Diagnosis IV S: klien mengatakan masih batuk dan sulit mengeluarkan dahak O:Nadi: 140 x/menit TD: 124/78 mmHg RR: 28 X/menit Suhu: 37,5 0C Suara napas ronkhi Klien mampu batuk efektif Pengeluaran sekret ada A: bersihan jalan napas tidak efektif P:Pantau kemampuan batuk efektif klien Motivasi intake cairan adekuat Diagnosis VI S: Klien mengatakan badannya kedinginan dan ingin diselimuti Klien mengatakan malas makan karena mulutnya sakit O:Terdapat stomatitis Nafsu makan klien menurun Leukosit 1920/uL AML pascakemoterapi minggu pertama ANC 134,4 (febrile neutropenia) Nadi: 140 x/menit TD: 124/78 mmHg RR: 28 X/menit AML pascakemoterapi minggu pertama Suhu: 37,5 0 C A: risiko infeksi P:Motivasi intake nutrisi adekuat Pertahankan teknik aseptik Diagnosis V S:kakak klien mengatakan adikknya malas minum O:Nadi: 140 x/menit TD: 124/78 mmHg RR: 28 X/menit Suhu: 37,5 0C Diuresis: 840 ml/40 kg/24 jam = 0,875 cc/Kg BB/jam Kesadaran kompos mentis Turgor elastis, mukosa bibir kering
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Paraf
52
Tang gal
Jam
No DX
Implementasi
Evaluasi Tidak terdapat petekie dan hematom baru A: gangguan keseimbangan volume cairan tidak terjadi P: Pantau tanda-tanda vital dan balance cairan klien Diagnosis II S: klien mengatakan badannya nyeri terutama perut Kakak klien mengatakan adikknya malas minum dan hanya makan sedikit O:Petekiee pada seluruh tubuh, Hematom pada tangan kanan dan perut, Riwayat BAB berdarah, Konjungtiva anemis, Pucat, Intoleransi aktivitas, Suhu saat akan transfusi 37,5 0C, Suhu 15 menit saat tranfusi 37,4 0C, Suhu setelah tranfusi 37,8 0C, Suhu empat jam setelah tranfusi 38,1 0C A: PK Kanker, anemia, perdarahan P:Motivasi intake cairan dan nutrisi adekuat Kolaborasi transfusi PRC sampai dengan Hb 12 gr/dL , kolaborasi transfusi TC/12 jam Diagnosis VII S: kakak klien mengatakan tangan dan kaki bekas infus ketika kemoterapi menjadi biru Lebam bekas infus pada kaki menjadi seperti melepuh O:Luka ektavasasi pada kaki dan tangan kanan Luka pada pergelangan tangan kanan tampak membiru Luka pada pergelangan kaki tampak terdapat bulae Tidak terdapat pus A: gangguan integritas kulit P:Pantau kondisi luka Motivasi intake nutrisi adekuat Edukasi untuk menjaga kebersihan luka Edukasi manfaat pemasangan vena sentral (port a cath) untuk pencegahan kejadian
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Paraf
53
Tang gal
Jam
No DX
14/04 /2016
08.00
09.00
Implementasi
ekstravasasi ulang Diagnosis risik ketidakseimbanagn nutrisi S: Klien mengatakan malas makan, mulutnya sakit O:Nyeri pada saat makan , Makan ¼ porsi, Stomatitis, Terdapat mual, Tidak terdapat muntah, Mukosa bibir kering, konjungtiva anemis, Klien menolak berkumur –kumur dengan minosep gurgle A: Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan P:Edukasi manfaat oral hygiene Motivasi melakukan oral hygiene Pantau BB
VIII
1.
VIII
2.
VIII
3.
I
4.
I
5.
I
6.
I
7.
I,II, III, IV, V IV
8.
IV III
III
Evaluasi
9.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan dalam diet (makanan lunak 1500 kkal dan pediasure 3x100 ml) mengidentikasi faktor yang menyebabkan konstipasi (pengobatan dan tirah baring) mengaji data mengenai program defekasi, aktivitas, pengobatan dan pola kebiasaan klien Meminta klien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0-10 Mengobservasi isyarat non verbal ketidaknyamanan Evaluasi manajemen nyeri non farmakologis yang bisa digunakan klien: klien memilih tarik napas dalam Melibatkan klien dalam modalitas peredaan nyeri Memantau suhu tanda-tanda vital klien
Memposisikan klien semifowler 10. Mengauskultasi suara napas 11. Mengeevaluasi kemampuan keluarga memberikan kompres hangat/ tepid water sponge 12. Memotivasi klien untuk meningkatkan asupan cairan
Dinas Pagi: S: Klien mengatakan perut dan punggungnya kadangkadang sakit kadang kadang tidak O: Skala nyeri 4, semakin sakit jika bergerak, nyeri hilang timbul Klien tampak rewel dan selalu ingin diusap-usap perutnya oleh kakaknya Klien kooperatif ketika diberi obat dengan pendampingan dan distraksi (tarik napas dalam Nadi: 103 x/menit Suhu: 38,5 0C TD: 110/89 mmHg RR: 26 x/menit A: Nyeri P: Motivasi penggunaan teknik non farmakologi yang lain (story telling) Evaluasi efektivitas analgesik Diagnosis III S:klien mengatakan perutnya masih sakit Kakak klien mengatakan demam adiknya naik turun, adikknya sulit jika disuruh banyak minum O:Anak tampak rewel, Suhu naik turun antara 36,5 0C-39
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Paraf
Erni
54
Tang gal
Jam
No DX
Implementasi
I,III
13.
I
14.
III
15. 16.
asupan cairan yang masuk Kolaborasi Paracetamol 400 mg IV Kolaborasi untuk mengatasi penyebab nyeri (colitis): metronidazole loading dosis 600 mg IV, Omeprazole 40 mg IV Kolaborasi rescovulin 18 mg IV Memantau hasil laboratorium : kultur urin dan darah mengevaluasi lokasi yang berpotensi menjadi tempat infeksi (area penusukan infus) memberikan antibiotik ceftazidime 2 mg IV Kolaborasi pelunak feses microlac supp kolaborasi cek urin dan kultur darah Mengaji tanda perdarahan Menentukan jenis dan berat ringannya perdarahan Kolaborasi pemberian terapi cairan NS+KCl (10 meq) 100 ml/jam Memantau tetesan infus adekuat Memantau tanda-tanda vital
II
17.
II VIII
18.
09.30
II
20.
10.00
II II,V
21. 22.
10.30
V
23.
V
24.
I,II, III,I V,V
25.
I I,III
26. Memantau nyeri klien 27. Kolaborasi Paracetamol 400 mg IV 28. Kolaborasi Ambroxol 1 tab per oral 29. Memotivasi klien untuk meningkatkan asupan cairan 30. Kolaborasi Aloclair dan Nystatin 31. Memantau stomatitis klien 32. Memantau adanya kulit kering, pecah-pecah dan depigmentasi 33. Memantau adanya mual dan muntah 34. Memantau adanya konjungtiva, pucat, merah atau mukosa kering 35. Memantau intake nutrisi klien 36. Mengevaluasi balance cairan klien
12.00
IV IV VI VI VI VI VI 13.00 14.00
VI V
19.
Evaluasi 0
C, Teraba panas, Nadi: 103 x/menit, TD: 110/89 mmHg, RR: 26 x/menit A: Hipertermia P: Pantau asupan cairan klien Pantau kemampuan keluarga melakukan TWS Diagnosis VI S: kakak klien mengatakan demam adikknya masih naik turun O:Suhu naik turun antara 36,5 0 C-39 0C, Teraba panas, Nadi: 103 x/menit, TD: 110/89 mmHg, RR: 26 x/menit, Anak tampak rewel, tidak terdapat tanda flebitis pada tempat pemasangan infus A: risiko infeksi P:Pantau tanda-tanda vital Cek kepatuhan keluarga dalam mencuci tangan Motivasi intake nutrisi adekuat Diagnosis II S : kakak klien mengatakan bintik-bintik merah di kulit adiknya tidak bertambah O:Konjungtiva anemis, klien tampak pucat Suhu 36,5-39 0CNadi: 103 x/menit TD: 110/89 mmHg RR: 26 x/menit Tidak terdapat petekie dan hematom tidak bertambah Tidak terdapat epistaksis A: PK kanker: anemia, perdarahan P:Pantau tanda-tanda perdarahan Kolaborasi transfusi Trombosit dan PRC Diagnosis IV S: kakak klien mengatakan tadi malam batuk adiknya sudah berkurang dan sudah bisa tidur lebih nyenyak Kakak klien mengatakan adikknya malas minum, mungkin karena ruangan dingin O: Terdapat batuk
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Paraf
55
Tang gal
Jam
No DX
Implementasi
Evaluasi Terdapat sekret Suara napas ronkhi Klien mampu batuk efektif Suhu naik turun antara 36,5 0 C-39 0C Teraba panas Nadi: 103 x/menit TD: 110/89 mmHg RR: 26 x/menit A: bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian P:Motivasi intake cairan adekuat Diagnosis IX S: Klien mengatakan BAB sedikit Klien mengatakan takut BAB karena sakit O:Klien BAB sedikit Tidak terdapat darah pada feses klien tirah baring A: Konstipasi P:Motivasi asupan cairan adekuat Motivasi aktivitas di tempat tidur, miring kiri kanan dan duduk Atasi penyebab nyeri ketika BAB Diagnosis VII S: klien mengatakan mulutnya masih sakit Klien mengatakan sudah tidak mual Kakak klien mengatakan hari ini adikknya menghabiskan ¾ porsi makan Kakak klien mengatakan pagi ini adiknya sudah berkumurkumur dengan obat nya tetapi tidak mau diberi aloclair O:Makan ¾ porsi Stomatitis Colitis Mukosa bibir kering Tidak ada mual dan muntah A: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tidak terjadi P: Pantau tanda-tanda nyeri abdomen Pantau toleransi makan klien Motivasi oral hygiene rutin
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Paraf
56
Tang gal
Jam
No DX
15/04 /2016 .
08.00
II
1.
II
2.
II
3.
I,II, III,I V,V
4.
I,III
5.
II
6.
III
7.
I
8.
I
9.
08.30
10.00
Implementasi Kolaborasi pemberian terapi cairan NS+KCl (10 meq):100 ml/jam mengevaluasi lokasi yang berpotensi menjadi tempat infeksi (area penusukan infus, area ektravasasi) mengganti infus klien dengan teknik aseptik karena bengkak Memantau tanda-tanda vital
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik Paracetamol 400 mg IV memberikan antibiotik ceftazidime 2 mg IV Memotivasi klien untuk meningkatkan asupan cairan yang masuk Meminta klien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0-10 Manajemen nyeri: melakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau keparahan nyeri, faktor presipitasi mengganti balutan luka ektravasasi pada kaki Mengobservasi isyarat non verbal ketidaknyaman Evaluasi penggunaan teknik non farmakologi (tarik napas dalam) mengompres area bekas pemasangan infus yang bengkak Manajemen nonfarmakologi distraksi: story telling Melibatkan klien dalam modalitas peredaan nyeri Memantau tanda-tanda vital
II,V II I
10.
I
12.
I,VI ,II
13.
I
14.
I
15.
12.00
I,II, III,I V,V
16.
13.00
I,III
17. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik Paracetamol 400 mg IV 18. Kolaborasi Ambroxol 1 tab per oral 19. Memantau hasil laboratorium
11.00
IV II
11.
Evaluasi
Paraf
Dinas Pagi: S: klien mengatakan perutnya kadang masih sakit, skala nyeri 3 Kakak klien mengatakan adikknya sudah tidak terlalu sering mengeluhkan sakit pada punggungnya Kakak klien mengatakan adikknya hanya rewel ketika diberi obat lewat infus O: Skala nyeri 3, hilang timbul, pada perut Suhu naik turun antara 36,5 0 C-39 0C Nadi: 103 x/menit TD: 110/89 mmHg RR: 26 x/menit Klien kooperatif melakukan tarik napas dalam ketika diberi obat IV A: nyeri akut P: Beri reinforcement positif terhadap usaha klien mengontrol nyeri Evaluasi teknik distraksi
Erni
Diagnosis III Dinas Pagi: S: kakak klien mengatakan suhu tubuh adikknya masih naik turun O: Suhu tubuh naik turun antara 36,80C-38,50C Nadi: 110 x/menit TD: 110/81 x/menit urin isolate : staphylococus epidermidis 50.000 kuman/uL A: hipertermia P: Pantau TTV setiap 4 jam Diagnosis VI S: kakak klien mengatakan demam adiknya masih naik turun Kakak klien mengatakan infus adikknya macet dan terlihat bengkak O: Suhu tubuh naik turun antara 36,80C- 38,50C Nadi: 110 x/menit
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
57
Tang gal
Jam
No DX II II V VI
VI VI VI III 14.00
Implementasi 20. Mengaji tanda perdarahan 21. Menentukan jenis dan berat ringannya perdarahan 22. Memantau tetesan infus adekuat 23. Memantau kepatuhan klien dalam melakukan oral higiene (berkumur dengan minosep gurgle) 24. Memantau pemberian aloclair dan kondisi stomatitis klien 25. Memantau adanya mual dan muntah 26. Memantau intake nutrisi klien 27. Memantau balance cairan klien
Evaluasi TD: 110/81 x/menit RR: 26x/menit Akses vena lancar urin isolate : staphylococus epidermidis 50.000 kuman/uL area ektravasasi pada kaki kanan tampak basah/ bula pecah A: risiko infeksi P: pantau TTV Pantau keluhan klien terhadap ketidaknyamanan Diagnosis II Dinas Pagi: S: klien mengatakan kepalanya masih pusing untuk bangun dari tempat tidur O:Hasil lab tgl 16/04/16 Hb 8 gr/Dl Ht 22,7 % Eritrosit 2,98 x 10 6/uL Trombosit 61.000/uL Leukosit 340 /Ul PT/APTT: 14,8/43,9 sec (memanjang) Tidak terdapat tambahan petekiee dan hematom Petekiee pada lengan dan kaki sudah berkurang Hematom pada abdomen masih ada A: PK Kanker: anemia dan perdarahan P:Kolaborasi tranfusi PRC sampai dengan HB 12 gr/dL Pantau adanya tanda-tanda perdarahan Diagnosis VII S: Kakak mengatakan adikknya sudah mau menghabiskan satu porsi makan Klien mengatakan sariawannya masih ada sedikit O:Stomatitis perbaikan BB 40 kg Tidak terdapat mual dan muntah Nafsu makan membaik Suhu tubuh naik turun antara 36,80C- 38,50C Nadi: 110 x/menit TD: 110/81 x/menit RR: 26x/menit
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Paraf
58
Tang gal
Jam
No DX
Implementasi
Evaluasi A: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tidak terjadi P:Beri reinforcement positif pada klien ketika mampu menghabiskan porsi makannya Diagnosis III S: kakak klien mengatakan adiknya sudah tidak batuk Klien mengatakan sudah tidak batuk O:Tidak terdapat batuk Suara napas vesikuler Suhu tubuh naik turun antara 36,80C- 38,50C Nadi: 110 x/menit TD: 110/81 x/menit RR: 26x/menit A: Bersihan jalan napas efektif P:Diagnosis VIII S: kakak klien mengatakan luka di kaki adiknya menjadi basah, Klien mengeluhkan sakit pada kakinya O: Luka ektravasasi pada pergelangan kaki kanan tampak mengeluarkan eksudat, tidak berbau Luka ektravasasi pada perhgelangan tangan kanan tampak membaik, hematom berkurang Suhu tubuh naik turun antara 36,80C- 38,50C Nadi: 110 x/menit TD: 110/81 x/menit RR: 26x/menit A: gangguan integritas kulit P: lakukan perawatan luka setiap hari Kolaborasi penggunaan salep sibro untuk perawatan luka
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Paraf
59
BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
Praktik ners spesialis keperawatan anak dilalui selama dua semester dengan memfokuskan pada pencapaian kompetensi ners spesialis keperawatan anak sesuai dengan area peminatan. Pencapaian target kompetensi ini tergambar dalam kontrak belajar yang telah disepakati oleh pembimbing (terlampir). Praktik semester pertama dimulai pada tanggal 14 September 2015-15 Januari 2016. Semester kedua dimulai pada tanggal 15 Februari-29 April 2016. Lahan praktik yang digunakan meliputi Puskemas Beji, RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSAB Harapan Kita, Jakarta. 3.1. Kompetensi Ners Spesialis Keperawatan Anak Kompetensi perawat meliputi tiga ranah utama. Ranah pertama yaitu praktik profesional, etis, legal dan peka budaya. Ranah kedua yaitu kompetensi dalam pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan sedangkan ranah ketiga fokus pada pengembangan profesional (PPNI, 2005). Tiga ranah utama kompetensi tersebut diaplikasikan pada praktik residensi ners spesialis keperawatan anak. Praktik ners spesialis keperawatan anak pada semester satu terbagi menjadi tiga periode yaitu Puskesmas Beji tanggal 14 september-23 Oktober 2015, Perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo 26 Oktober-20 Novemver 2016 dan Ruang anggrek RSAB Harapan Kita mulai tanggal 7 Desember 2015-15 Januari 2016. Lahan praktik pada semester kedua merupakan lahan praktik yang dipilih sesuai dengan area peminatan residen. Residen melakukan praktik keperawatan dengan menerapkan teori keperawatan unpleasant symptom. Semester kedua dimulai pada tanggal 15 Februari-29 April 2016. Praktik dibagi menjadi dua periode. Periode pertama selama enam minggu di Ruang Anggrek RSAB Harapan Kita. Periode
59
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
60
kedua selama lima minggu di ruang non infeksi gd.A lt.1 RSUPN CiptoMangunkusumo. 3.1.1. Puskemas Beji, Depok Pada periode pertama, residen praktik di Puskesmas Beji, Depok. Kompetensi yang dicapai sesuai dengan kontrak belajar yaitu mengaplikasikan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM) sesuai dengan kondisi balita atau bayi muda sakit yang datang ke Puskesmas Beji. Residen mengklasifikasikan lima kasus setiap harinya. Total kasus yang diklasifikasi menggunakan MTBS dan MTBM sebanyak 162 kasus selama enam minggu. Selain itu, residen juga memberikan imunisasi pada balita setiap hari Selasa dan Kamis. Hambatan yang dihadapi selama praktik yaitu kondisi ruang MTBS yang sempit menyebabkan residen terbatas untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada balita sakit. Keterbatasan ini menuntut residen untuk mampu melakukan efisiensi waktu dalam menerapkan MTBS/MTBM engingat jumlah pengunjung poli MTBS cukup banyak. Satu klien umumnya dilakukan pengkajian dan intervensi selama 10-15 menit. Selama praktik di Puskesmas, residen juga memberikan asuhan keperawatan terhadap tiga klien kelolaan dan melakukan kunjungan rumah. Ketiga klien kelolaan tersebut yaitu An.A, 22 bulan diagnosis medis Varicella Zoster, An.M, 17 bulan, diagnosis medis diare dan An.S, 12 bulan, diagnosis medis Campak. Selain memberikan asuhan keperawatan pada tiga klien keloaan tersebut, residen melakukan pengkajian tumbuh kembang anak menggunakan instrumen Denver II. Hasil pengkajian menunjukkan An.A dan An.S mengalami pertumbuhan dan perkembangan normal
sedangkan pada
An.M terdapat
keterlambatan
perkembangan terutama pada aspek motorik kasar yaitu belum mampu berjalan. Residen mendampingi ibu untuk melakukan stimulus tumbuh kembang pada An.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
61
M. Evaluasi terakhir dilakukan melalui telefon pada tanggal 2 Januari 2016, An. M sudah mampu berjalan. 3.1.2. Perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Pada periode kedua, residen praktik di unit perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo. Selama praktik residen mengelola tiga klien yaitu By. As, diaagnosa Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan (NKB SMK), Respiratory Distres (RD) ec. Sepsis Neonatorum Awitan Dini, By. Ny.A diagnosis NKB-SMK RD ec Hyelo Membrane Disease dan By. Af, NKB-SMK, diagnosis large VSD, large PDA, atresia duodenum. Pada periode ini residen melakukan proyek inovasi kelompok. Residen melakukan proyek inovasi dengan tema optimalisasi komunikasi teraupetik orang tua-perawat neonatus. Sosialisasi dan implementasi dilakukan pada tanggal 11 November 2015 yang dihadiri oleh dua belas perawat dari NICU dan SCN 1-4. Residen memberikan penyegaran materi tentang komunikasi teraupetik, memaparkan lembar observasi untuk menilai kualitas komunikasi orang tua klien menggunakan lembar observasi dan demonstrasi komunikasi teraupetik. Pelaksanaan evaluasi dilakukan tanggal 18 November 2015 dengan melihat nilai hasil observasi komunikasi perawat-orang tua klien selama tiga hari menggunakan lembar observasi yang telah direvisi. Observasi dilakukan terhadap perawat yang mengikuti proses penyegaran materi dan melihat demonstrasi komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh residen. Hasil evaluasi terhadap 10 perawat menunjukkan kualitas komunikasi teraupetik 30% sangat baik, 70% baik. 3.1.3. Ruang Anggrek RSAB Harapan Kita Periode ketiga residensi praktik di ruang Anggrek RSAB Harapan Kita. Residen mengelola tiga kasus hemato-onkologi yaitu An, S, diagnosis ALL, An.S, diagnosis Tumor Wilm’s, An. F, Diagnosis, ALL. Selain mengelola tiga kasus, residen juga mengidentifikasi fenomena yang ada di ruangan sebagai persiapan untuk melakukan proyek inovasi pada semester kedua.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
62
Praktik di ruang anggrek RSAB Harapan Kita pada semester kedua dilaksanakan pada tanggal 15 Februari- 25 Maret 2016. Selama praktik residen mengelola tiga klien sesuai dengan kontrak belajar yang telah disetujui oleh supervisor dan supervisor utama. Residen menerapkan teori TOUS untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien. Klien kelolaan diantaranya An, M, diagnosis medis CKD, An, S, diagnosis medis ALL, dan An. A, diagnosis medis hepatoblastoma. Selama praktik di RSAB Harapan Kita, residen melakukan proyek inovasi individu dengan tema optimalisasi peran perawat dalam memberikan edukasi penanganan nyeri pada orang tua yang memiliki anak kanker. Selama melaksanakan proyek inovasi, residen melakukan penyegaran materi tentang nyeri dan memotivasi perawat untuk melakukan edukasi pada orang tua klien. Penyegaran materi diikuti oleh 50% perawat yang bertugas di ruang Anggrek. Selama melakukan penyegaran materi, perawat ruangan tampak antusias dan aktif berdiskusi. Namun, residen menghadapi kesulitan ketika memotivasi perawat untuk melakukan edukasi langsung kepada orang tua klien. Perawat mengeluhkan sulitnya membagi waktu antara pekerjaan rutin dengan edukasi kepada orang tua klien. Selain memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kontrak belajar (terlampir), residen juga memperoleh kesempatan untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosis sindrom Reye’s. Residen baru pertama kali memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom Reye’s. Perawat ruangan dan dokter pun baru pertama kali mengelola klien dengan sindrom yang langka ini. Perubahan status kesehatan klien sangat cepat. Setelah dua minggu perawatan di ruang Anggrek, klien mengalami penurunan kesadaran. Residen dan perawat ruangan sempat melakukan bagging manual karena ruang PICU dan ventilator belum siap. Bagging manual dilakukan kurang lebih 30 menit. Namun, klien akhirnya meninggal dunia di ruang PICU.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
63
Perubahan status kesehatan yang cepat dan kurangnya pemahaman mengenai sindrom Reye’s ini menjadi motivasi residen dan perawat untuk menggali informasi lebih jauh mengenai penatalaksanaan penyakit ini. Akhirnya perawat ruangan dan residen melakukan diskusi ilmiah dengan mencari sumber jurnaljurnal terkait. 3.1.4. Ruang Non Infeksi, gd.A, Lt.1 RSUPN Cipto Mangunkusumo Periode kedua semester dua dilaksanakan di ruang non infeksi gd.A lt.1 RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tanggal 28 Maret-29 April 2016. Residen menerapkan teori Unpleasant Symptom pada klien kelolaan. Klien kelolaan residen yaitu An.D, AML-M2; An.S, Neuroblastoma; An.M, ALL dan An. H, AML. Residen memperoleh berbagai pengetahuan baru yang tidak diperoleh di lahan praktik sebelumnya. Salah satunya yaitu penggunaan kateter vena sentral tipe port-a-cath (port or subcutaneous implantable port). Selama praktik sebelumnya, residen hanya menemui akses vena sentral tipe tunneled chateter dan peripherally inserted central chateter (PICC). Residen
berkesempatan
untuk
melakukan
perawatan
port–a-cath
dan
mempersiapkan klien kelolaan yang akan dilakukan operasi pemasangan porth-acath. Penggunaan akses vena sentral ini merupakan salah satu intervensi perawatan atraumatik karena klien anak tidak perlu merasakan nyeri berulang karena
pemasangan akses vena perifer. Prinsip perawatan yang tidak
menimbulkan trauma sangat diperlukan dalam memberikan perawatan pada anak. Selain port-a-cath, hal baru yang diketahui residen yaitu penggunaan volumetrik untuk memberikan tranfusi dalam volume yang kecil. Penggunaan volumetrik ini membantu perawat untuk memberikan transfusi sel darah merah dalam volume yang tepat. Packed Red Cell (PRC) dari kantung darah dihubungkan ke dalam volumetrik sebanyak volume yang akan ditranfusikan, sehingga akurasi volume darah yang ditransfusikan tepat.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
64
Umumnya klien anak memperoleh transfusi sel darah merah dalam volume kecil sedangkan sediaan kantong darah dari bank darah melebihi volume yang diminta. Jika infus pump tidak tersedia di ruangan, perawat memberikan tanda saja pada kantung darah yang mendekati volume darah sesuai kebutuhan. Namun metode ini kurang tepat dan membutuhkan pengawasan yang ketat. Metode ini menyebabkan sering terjadi transfusi melebihi volume yang diperlukan meskipun tidak terlalu banyak. 3.2. Peran Ners Spesialis Keperawatan Anak Perawat khususnya perawat spesialis anak berperan sebagai pendidik, pengelola kasus, konsultan, inovator dan peneliti selama memberikan asuhan keperawatan terhadap klien dan keluarga (Perry & Potter, 2010; ACPCHN, 2006). 3.2.1. Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan Perawat bertugas memberikan pelayanan keperawatan anak dengan memenuhi kebutuhan dasar anak. Pemenuhan kebutuhan dasar dapat dilakukan jika perawat mampu menerapkan setiap tahapan proses keperawatan secara komprehensif. Proses keperawatan terdiri atas pengkajian, diagnosis keperawatan, rencana intervensi, implementasi sampai dengan evaluasi Selama praktik residensi, residen memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif kepada klien kelolaan. Kompetensi yang dicapai dikhususkan pada klien dengan masalah nyeri sesuai dengan peminatan residen. Intervensi yang diberikan berdasarkan evidence based practice.Tantangan dalam memberikan asuhan keperawatan dihadapi residen ketika praktik di puskesmas Beji. Residen memerlukan kemampuan pengkajian sampai dengan implementasi dalam waktu yang singkat yaitu selama kunjungan klien di puskesmas. Diperlukan eknik komunikasi yang efektif untuk menggali informasi-informasi penting terkait kondisi klien. Kemampuan melakukan anamnesis dan pendekatan pada orang tua sangat diperlukan pada area praktik ini karena data penunjang tidak tersedia selain informasi dari orang tua saja. Evaluasi dilakukan melalui telepon dan ketika klien melakukan kunjungan ulang.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
65
Selama praktik, residen memberikan intervensi berdasarkan evidence based practice. Intervensi yang dilakukan yaitu pada masalah nyeri, residen memberikan teknik-teknik non farmakologi yang sudah terbukti keefektifannya melalui berbagai penelitian seperti penggunaan musik (Huang, Good , & Zauszniewski, 2010; Nguyen, et.al, 2010). Residen juga memberikan terapi akupresur titik P6 pada klien kelolaan yang mengalami keluhan mual dan muntah. 3.2.2. Perawat sebagai Pendidik Upaya meningkatkan kesehatan merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang dapat dilakukan melalui tindakan pencegahan sebelum masalah terjadi /preventif. Upaya ini dapat dilakukan dengan menjalankan salah satu peran perawat yaitu sebagai pendidik. Sebagai pendidik, perawat dapat memberikan informasi baik kepada klien, keluarga maupun teman sesama perawat dalam upaya meningkatkan status kesehatan klien. Peran sebagai pendidik selama praktik dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara tidak terstruktur, peran preceptorship dilakukan oleh residen ketika mendampingi mahasiswa profesi dan aplikasi keperawatan dalam menggunakan MTBS di puskesmas. Residen mendemonstrasikan aplikasi MTBS dan memberikan masukan kepada mahasiswa profesi maupun aplikasi. Peran preceptorship juga dilakukan di rumah sakit ketika mendamping mahasiswa profesi saat menggunakan infus pump dan menghitung kebutuhan cairan klien. Peran sebagai pendidik dilakukan secara terstruktur ketika memberikan penyegaran materi tentang manajemen nyeri pada perawat ruang Anggrek RSAB harapan Kita (daftar hadir terlampir). Selain itu, residen juga melakukan diskusi ilmiah mengenai salah satu kasus yang baru saja ditemui di ruangan yaitu kasus sindrom Reye’s. Residen juga memberikan pendidikan kesehatan pada klien kelolaan dan keluarga tentang manajemen nyeri menggunakan buku panduan manajemen nyeri yang disusun oleh residen (buku panduan terlampir).
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
66
3.2.3. Perawat sebagai Agen Pembaharu Inovasi sangat diperlukan untuk memberikan pelayanan keperawatan yang terbaru dan terbaik berdasarkan hasil penelitian. Proyek inovasi yang dilakukan residen merupakan salah satu bentuk penerapan peran sebagai inovator. Proyek inovasi merupakan sebuah program yang dirancang oleh residen untuk memberikan perubahan pada lahan praktik. Perubahan yang dilakukan diharapkan mengarah pada kondisi yang lebih baik karena program telah disusun berdasarkan referensi terbaru dan berdasarkan pembuktian ilmiah. Selama satu tahun praktik, residen melakukan dua kali proyek inovasi. Proyek inovasi pertama merupakan proyek inovasi kelompok yang dilaksanakan di unit perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo sedangkan proyek inovasi kedua merupakan proyek inovasi individu yang dilaksanakan di ruang Anggrek RSAB Harapan Kita. Proyek inovasi pertama terkait dengan optimalisasi komunikasi teraupetik antara perawat neonatus dan orang tua bayi. Proyek ini dilatarbelakangi adanya fenomena kurangnya komunikasi teraupetik yang dilakukan perawat pada orang tua klien. Perawat umumnya hanya fokus pada neonatus yang dirawat dan kurang menerapkan prinsip family center care. Oleh karena itu, residen dan kelompok melakukan proyek inovasi berupa penyegaran materi mengenai komunikasi teraupetik, mendemontrasikan komunikasi teraupetik dan menilai komunikasi teraupetik yang dilakukan perawat ruangan. Pengkajian kualitas komunikasi yang dilakukan perawat terhadap keluarga sebelum proyek inovasi dilakukan menunjukkan hasil 31,8 % baik, 63,63 % kurang baik, dan 4,55 % tidak baik. Setelah dilakukan proyek inovasi, residen melakukan penilaian kembali kualitas komunikasi antara perawat neonatus dengan keluarga. Evaluasi hasil menunjukkan kualitas komunikasi teraupetik yang dilakukan perawat 30% sangat baik, 70% baik.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
67
Proyek inovasi kedua terkait dengan optimalisasi peran perawat sebagai edukator pada orang tua yang memiliki anak kanker dengan masalah nyeri. Proyek inovasi ini melalui beberapa tahap yaitu penyusunan media untuk edukasi, penyegaran materi tentang manajemen nyeri dan pelaksanaan edukasi oleh perawat ruangan. Data awal hasil pengkajian menunjukkan keluarga belum mampu mengidentifkasi koping yang tepat yang dapat digunakan anak ketika mengalami nyeri. setelah dilakukan edukasi terhadap keluarga dan klien, evaluasi menunjukkan adanya peningkatan kemampuan orang tua dalam memfasilitasi anak menghadapi nyeri yang dialami. Pembahasan lebih lengkap proyek inovasi ini terdapat pada bagian implementasi evidence based nursing practice. 3.2.4. Perawat sebagai Konselor Perawat dapat memberikan konseling keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien dan orang tua. Perawat dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan orang tua tentang masalah yang dihadapi anak dan keluarga sehingga masalah dapat dipecahkan. Sebagai seorang konselor, perawat perlu meluangkan waktu untuk konsultasi terhadap masalah yang dialami anak dan keluarga. Konseling diharapkan mampu meningkatkan kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. Peran sebagai konselor dilakukan oleh residen salah satunya ketika praktik di puskesmas. Residen memberikan konseling terkait manajemen laktasi pada ibu yang baru melahirkan di puskesmas. Residen melakukan kunjungan rumah karena ibu klien mengalami mastitis. Sedangkan anak dibawa ke puskesmas karena diare setelah diberikan susu formula. Selama kunjungan rumah, residen mencoba berdiskusi dengan ibu klien terkait manajemen laktasi dan pentingnya Air Susu Ibu (ASI) eksklusif pada bayi. Ibu klien menyampaikan berbagai hambatan dalam memberikan ASI eksklusif salah satu masalah yang dihadapi yaitu mastitis yang menyebabkan ibu menolak memberikan ASI nya pada bayi. Setelah melakukan konseling, dan evaluuasi kunjungan rumah. Ibu klien akhirnya mampu menyelesaikan masalah yang
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
68
dihadapi melalui manajemen laktasi dan perawatan payudara yang diajarkan oleh residen. Peran sebagai konselor juga dilakukan oleh residen di ruang non infeksi gd.A lt.1 RSUPN Cipto Mangunkusumo. Konseling dilakukan pada keluarga kelolaan, An.MF mengenai perawatan paliatif. An.MF merupakan salah satu klien kelolaan residen yang baru saja diagnosis ALL. Berdasarkan pertimbangan medis, akhirnya diputuskan bahwa terapi yang diberikan tidak lagi bersifat menyembuhkan. Hanya bersifat suportif saja. Konseling dilakukan dengan orang tua klien, karena orang tua klien menyampaikan kekhawatiran belum mampu memberikan yang terbaik bagi anaknya. Residen menyampaikan bahwa yang diputuskan merupakan pilihan yang terbaik sehingga keluarga tidak perlu merasa bersalah. Pendampingan dilakukan sampai dengan klien meninggal pada tanggal 18 April 2016 di ruang rawat. 3.2.5. Perawat sebagai Advokat Perawat melakukan pembelaan dalam beberapa hal terutama memastikan klien dan keluarga memperoleh haknya. Sebagai advokat perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, dan institusi terutama pada klien dan keluarga. Perawat harus memberikan informasi yang dibutuhkan klien terutama informasi yang berpengaruh terhadap keputusan klien dan keluarga. Salah satu fungsi sebagai advokat dilakukan oleh residen di unit perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan menyampaikan pada ibu klien untuk menyentuh bayinya di yang dirawat di dalam inkubator ruang NICU. Residen memperhatikan ibu klien yang hanya memandangi anaknya dari luar inkubator dan ibu tampak menangis pelan. Residen menawarkan ibu untuk menyentuh bayinya. Ibu menanyakan apakah hal itu boleh dilakukan dan residen mempersilakahkan
ibu
untuk
menyentuh
bayinya.
Sebelumnya
residen
mengingatkan ibu untuk mencuci tangan terlebih dahulu. Ibu menyampaikan ucapan terima kasih kepada residen dan merasa senang karena bisa menyentuh langsung anaknya.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
69
Sentuhan langsung (skin to skin) bayi dan ibu akan mempererat hubungan ibu dengan bayi (Rustina, 2015). Meskipun bayi sedang dirawat di inkubator dan terpasang alat bantu napas (ventilator). Tindakan ini dapat dilakukan selama mengikuti prosedur dengan benar. Kurangnya pengetahuan ibu menyebabkan ibu dan anak tidak memperoleh hak untuk dapat saling berinteraksi secara maksimal. Kondisi ini terkadang tidak menjadi perhatian perawat. Peran sebagai advokat juga dilakukan di ruang rawat infeksi ketika residen mengidentifikasi klien dengan usia balita dirawat menggunakan tempat tidur yang tidak sesuai dengan usia anak (tempat tidur terlalu besar). Kondisi ini meningkatkan risiko jatuh pada anak. Residen memberi saran kepada ketua tim perawat untuk menyesuaikan ukuran tempat tidur anak dengan usia anak. Namun karena keterbatasan tempat tidur yang sesuai, residen mengingatkan pada ibu klien untuk berhati-hati menjaga anak, karena risiko jatuh yang tinggi. 3.2.6. Perawat sebagai Peneliti Kemampuan meneliti sangat penting dimiliki oleh semua perawat anak. Perawat melakukan kajian-kajian keperawatan anak yang dapat dikembangkan untuk perkembangan teknologi keperawatan (Bowden & Greenberg, 2010). Pengkajian mengenai fenomena yang ada di ruangan yang kemudian dijadikan topik proyek inovasi merupakan salah satu kegiatan sebagai peneliti yang telah dilakukan oleh residen. Selain itu, residen juga menerapkan intervensi berdasarkan pembuktian ilmiah dan mengevaluasi hasilnya. Kemudian menganalisis dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan merupakan salah satu kegiatan perawat sebagai peneliti. Kegiatan penelitian secara sederhana juga dilakukan oleh residen selama praktik di puskesmas. Residen memantau kepatuhan penggunaan Zinc selama sepuluh hari pada anak yang mengalami diare. Pemantauan dilakukan melalui telepon. Hasilnya dari sepuluh klien diare yang dipantau hanya 40% klien yang patuh meminum suplemen Zinc selama sepuluh hari.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
70
3.2.7. Perawat sebagai Kolaborator Kolaborasi merupakan kegiatan kerja sama dalam menentukan tindakan yang akan dilaksanakan oleh perawat dan tim kesehatan lain. Peran sebagai kolaborator dilakukan
residen
selama
memberikan
asuhan
keperawatan.
Residen
berkolaborasi dengan dokter, ditisien, dan laboran dalam memberikan asuhan keperawatan. Kolaborasi dilakukan misalnya dengan memberikan terapi farmakologi yang diberikan oleh tim medis, memberikan transfusi darah dan mengambil sampel darah untuk pemeriksaan labortorium. Perawat juga berkolaborasi memberikan informasi yang signifikan terhadap masalah kesehatan yang ada pada klien. salah satunya yaitu menyampaikan pada tim medis mengenai keluhan nyeri dan skala nyeri yang disampaikan klien. 3.3. Implementasi Evidence Based Nursing Practice Pengalaman memiliki anak yang menderita kanker merupakan pengalaman yang sulit dan sangat menyedihkan bagi orang tua. Anak yang menderita kanker memiliki risiko tinggi kematian, oleh karena itu penatalaksanaan yang tepat perlu dilakukan. Selama perawatan, anak dapat mengalami berbagai masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut diantara infeksi, stres, dan nyeri (American National Cancer Institute, 2015). Manajemen nyeri pada anak dipengaruhi oleh peran serta keluarga terutama orang tua. Orang tua memiliki peranan besar dalam membantu anak untuk mengembangkan koping yang tepat dalam mengatasi nyeri. Namun, orang tua yang memiliki anak kanker umumnya dapat mengalami stres sehingga tidak mampu maksimal dalam membantu membangun
koping yang adaptif. Oleh
karena itu, diperlukan peran serta tenaga kesehatan untuk membantu keluarga dan anak dalam mengatasi permasalahan yang timbul sejak anak didiagnosis kanker, termasuk masalah manajemen nyeri yang sering ditemukan (Vallerand, Musto, & Polomano, 2011). Studi pendahuluan yang dilakukan oleh residen selama tiga minggu di ruang Anggrek RSAB Harapan Kita, perawat sudah melaksanakan perannya sebagai
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
71
pemberi asuhan keperawatan untuk mengatasi nyeri yang dialami anak misalnya dengan berkolaborasi memberikan analgesik pada anak. Namun, peran sebagai pendidik belum dilakukan secara maksimal.
Hasil pengkajian tingkat
pengetahuan mengenai manajemen nyeri yang dilakukan terhadap 10 orang perawat ruangan menunjukkan 10% perawat memiliki pengetahuan tinggi sedangkan 20% perawat memiliki pengetahuan sedang dan 70% perawat memiliki pengetahuan kurang. Berdasarkan kondisi tersebut residen melakukan proyek inovasi berupa optimalisasi peran perawat dalam melakukan edukasi manajemen nyeri pada orang tua yang memiliki anak kanker. Langkah-langkah yang dilakukan residen yaitu mengidentifikasi masalah berdasarkan Problem/ Population/ Patient, Intervention, Comparison, Outcome (PICO). Problem dan Patient yang teridentifikasi yaitu penggunaan asuhan keperawatan dan tatalaksana klien anak kanker dengan masalah nyeri. Intervention: tatalaksana nyeri pada anak kanker melalui edukasi pada orang tua. Comparison: intervensi yang akan dibandingkan adalah menerapkan penanganan nyeri standar di ruangan (tanpa edukasi tatalaksana nyeri pada orang tua). Outcome: setelah dilakukan edukasi pada orang tua mengenai tatalaksana nyeri, anak dapat mengembangkan koping yang tepat untuk mengontrol nyeri Strategi penyelesaian masalah diawali dengan pencarian dan pengumpulan literatur/ jurnal terkait topik edukasi pada orang tua dan peran perawat dalam manajemen nyeri pada anak diperoleh enam jurnal yang signifikan untuk mendukung penerapan proyek inovasi residen. Setelah diperoleh berbagai jurnal terkait residen melakukan inovasi menggunakan metode Plan Do Study Act (PDSA). Residen merencanakan agar perawat mampu melakukan edukasi terhadap orang tua mengenai tatalaksana nyeri pada anak kanker. Hasil yang diharapkan dari proyek ini yaitu orang tua mampu membantu anak mengembangkan koping yang tepat dalam mengontrol nyeri. Langkah-langkah pelaksanaan yaitu menyusun booklet panduan untuk orang tua mengenai tatalaksana nyeri pada anak kanker, mengidentifikasi intensitas,
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
72
kualitas, durasi dan distres yang dialami akibat nyeri pada anak, memberikan penyegaran materi mengenai tatalaksana nyeri pada perawat yang terpilih dengan metode diskusi terfokus, mengidentifikasi populasi yang sesuai (orang tua dengan anak yang mengalami semua jenis kanker), mengidentifikasi kemampuan orang tua membantu anak membentuk koping untuk mengontrol nyeri, memotivasi perawat untuk memberikan pendidikan kesehatan pada masing-masing orang tua ,mengevaluasi kemampuan orang tua dalam membantu anak mengembangkan koping untuk mengontrol nyeri. Pengkajian nyeri dilakukan oleh residen sebelum melakukan edukasi manajemen nyeri. Pengkajian dilakukan ketika anak mengalami nyeri akibat prosedur invasif maupun akibat dari perjalanan penyakit. Tabel 3.1. Pengkajian Nyeri sebelum Implementasi No
Diagnosis Medis
1.
Initial Klien An. F
ALL-L1
Intensitas Skala 4
2.
An. B
ALL-sel T
Skala 3
3.
An.Sf
ALL-L1
Skala 4
4.
An. V
ALL
Skala 4
5.
An. A
Susp. Hepatoblastoma
Skala 5
6.
An. R
Rhabdomiosarkoma
Skala 3
7.
An. J
ALL
Skala 3
Pengkajian Nyeri Kualitas Durasi Distres Seperti Hilang Mempengaruhi nafsu ditusuk- timbul makan dan gangguan tusuk pola tidur Seperti Terus Penurunan interaksi ditusuk- menerus sosial, nafsu makan, tusuk dan gangguan pola tidur Seperti Terus Penurunan interaksi ditusuk- menerus sosial, nafsu makan, tusuk dan gangguan pola tidur Seperti Terus Penurunan nafsu ditusuk- menerus makan, interaksi suk sosial dan gangguan pola tidur Seperti Terus Mempengaruhi nafsu tertekan menerus makan dan gangguan pola tidur Seperti Hilang Mempengaruhi nafsu ditekan timbul makan Seperti Hilang Mempengaruh nafsu ditusuk- timbul makan tusuk
Mahasiswa kemudian mempelajari apakah perawat mampu melakukan edukasi terhadap orang tua mengenai tatalakasana nyeri pada anak kanker. Kegiatan ini dilakukan dengan cara merekap data awal klien dan koping yang dilakukan saat
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
73
mengatsi nyeri dan merekap data akhir kemampuan anak dalam mengembangkan koping untuk mengatasi nyeri. Implementasi proyek inovasi dilakukan di ruang Anggrek RSAB Harapan Kita pada tanggal 11-23 Maret 2016. Perawat yang mengikuti program penyegaran materi manajemen nyeri dan pendampingan sebanyak delapan perawat. Program penyegaran materi dilakukan pada tanggal 18 Maret 2016. Setelah penyegaran materi, dilakukan pendampingan untuk melakukan edukasi terhadap orang tua klien. Pendampingan dilakukan menggunakan metode diskusi terfokus bersama perawat ruangan untuk menyusun perencanaan manajemen nyeri yang sesuai dengan kondisi klien. Perawat ruangan kemudian melakukan edukasi terhadap orang tua klien. Kemampuan perawat dalam memberikan edukasi, dinilai menggunakan lembar observasi. Empat dari delapan perawat yang mengikuti penyegaran materi telah memberikan edukasi manajemen nyeri terhadap orang tua. Edukasi diberikan kepada orang tua ketika anak tidak mengalami nyeri, sehingga anak mampu berpartisipasi untuk mengidentifikasi tindakan apa yang dapat dilakukan saat terjadi nyeri. Edukasi dilakukan terhadap tujuh ibu klien. Ibu klien dan anak melakukan penilaian nyeri, mengidentifikasi manajemen non farmakologis dan koping yang sesuai untuk anaknya. Tabel 3.2. Koping yang sesuai untuk mengontrol nyeri pada anak menurut keluarga klien No
Initial Klien
Diagnosis Medis
Koping yang bisa dilakukan anak ketika nyeri
1.
An. F
ALL-L1
Menarik napas dalam, imajinasi terbimbing
2.
An. B
ALL-sel T
Imajinasi terbimbing, pendekatan spritual
3.
An.Sf
ALL-L1
Bermain puzle
4.
An. V
ALL
Menonton video dan bermain gadget
5.
An. A
Susp. Hepatoblastoma
Imajinasis terbimbing, relaksasi otot progresif
6.
An. R
Rhabdomiosarkoma
Pelukan, Melihat buku cerita bergambar
7.
An. J
ALL
Menonton TV, relaksasi progresif, imajinasi terbimbing
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
74
Kemampuan orang tua dalam membantu anak mengembangkan koping yang adaptif, dinilai menggunakan lembar observasi. Penilaian dilakukan ketika anak mengalami nyeri akibat prosedur dan efek samping perawatan seperti saat pemasangan infus, efek samping obat kemoterapi seperti diare, konstipasi dan sariawan (tabel 3.3). pengkajian empat dimensi dari nyeri (intensitas, kualitas, durasi dan distres) juga dilakukan setelah edukasi diberikan oleh residen dan perawat ruangan. Hasil pengkajian tergambar pada tabel 3.4. Hasil pengkajian menunjukkan terjadi penurunan intensitas nyeri dan adanya peningkatan interaksi sosial dari klien. Namun, nyeri terkadang masih dirasakan pada skala ringan dan masih mempengaruhi pola tidur serta nafsu makan klien. Tabel.3.3. Hasil Observasi Kemampuan Keluarga Membantu Anak Mengontrol Nyeri No 1.
Tindakan
An.
An.
An.
An.
An.
An.
An.
F
B
Sf
V
A
R
J
√
√
√
√
√
√
√
√
√
x
√
√
√
√
√
√
x
√
√
√
√
√
√
x
√
√
√
√
√
√
x
√
√
√
√
Mendampingi anak ketika anak merasakan nyeri atau akan menjalani prosedur yang menyebabkan nyeri
2.
Bersikap tenang selama mendampingi anak
3.
Memberikan motivasi terhadap anak untuk mengontrol nyeri
4.
Membantu anak mengontrol nyeri sesuai dengan koping yang dikembangkan anak
5.
Bekerjasama dengan petugas kesehatan
Keterangan:
√ : dilakukan x : tidak dilakukan
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
75
Tabel 3.4. Pengkajian Nyeri setelah Implementasi No
Diagnosis Medis
1.
Initial Klien An. F
ALL-L1
Intensitas Skala 3
2.
An. B
ALL-sel T
Skala 1-2
3.
An.Sf
ALL-L1
Skala 3
4.
An. V
ALL
Skala 3
5.
An. A
Susp. Hepatoblastoma
Skala 1-3
6.
An. R
Rhabdomiosarkoma
Skala 1-2
7.
An. J
ALL
Skala 1
Pengkajian Nyeri Kualitas Durasi Distres Seperti Hilang Mempengaruhi nafsu ditusuk- timbul makan dan pola tidur tusuk Seperti Hilag Penurunan nafsu ditusuk- timbul makan, dan gangguan tusuk pola tidur Seperti Hilang Penurunan, nafsu ditusuk- timbul makan, dan gangguan tusuk pola tidur Seperti Hilang Penurunan nafsu ditusuk- timbul makan, dan gangguan suk pola tidur Seperti Hilang Mempengaruhi nafsu tertekan timbul makan dan gangguan pola tidur Seperti Hilang Mempengaruhi nafsu ditekan timbul makan Seperti Hilang Mempengaruh nafsu ditusuk- timbul makan tusuk
Perawat yang memberikan pendidikan kesehatan sebanyak 50% dari jumlah total perawat yang memperoleh penyegaran materi manajemen nyeri (empat dari delapan orang perawat). Residen telah memberikan motivasi dan pendekatan kepada perawat ruangan untuk melakukan pendidikan kesehatan sesuai dengan kebutuhan keluarga dan klien. Namun, belum semua perawat melakukan pendidikan kesehatan, beberapa menyampaikan belum memperoleh waktu luang untuk melakukan pendidikan kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Berglund, Ljusegren, dan Enskar, (2008), faktor yang mempengaruhi perawat dalam memberikan manajemen nyeri pada anak. dipengaruhi oleh kerjasama antara perawat dan dokter, dan kerjasama antara perawat dengan klien, perilaku anak, kegiatan rutinitas di ruangan, dan pengalaman perawat. Jika dikaitkan dengan kondisi ruangan, tingkat kepatuhan perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan dapat dipengaruhi oleh rutinitas di ruangan yang belum terbiasa dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang manajemen nyeri dan pengalaman perawat terkait manajemen nyeri.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
76
Kemampuan orang tua memfasilitasi anak dalam mengontrol nyeri dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pendampingan dari tenaga kesehatan sejak anak baru saja didiagnosis menderita kanker, sangat diperlukan. Hasil penelitian menunjukkan keluarga yang memperoleh pendidikan kesehatan dan pendampingan sejak anak baru saja didiagnosis menderita kanker mampu meningkatkan kesejahteraan, membangun koping adaptif bagi orang tua dan anak, memperoleh dukungan serta kestabilan psikologis meningkat (Svavarsdottir & Sigurdardottir, 2006). Pada
proyek
inovasi
ini,
keluarga
bersama
dengan
perawat
mampu
mengidentifikasi koping dan teknik mengontrol nyeri yang dapat diterapkan pada anak. Namun terdapat satu orang ibu klien (An.Sf) yang terlihat sangat cemas dan tidak mampu memfasilitasi anak. Ibu tidak mampu bekerjasama dengan petugas kesehatan ketika anak memperoleh prosedur yang menimbulkan nyeri (pemasangan NGT dan Infus). Perawat ruangan melakukan pendekatan untuk mengontrol kecemasan yang dialami ibu. Perawat juga menyarankan agar ibu meningkatkan komunikasi dengan para orang tua yang ada di ruangan. Tujuannya agar ibu memperoleh dukungan dan tidak mengalami depresi (laporan lengkap terlampir). Setelah dilakukan konseling ibu anak Sf mampu memfasilitasi anak dalam mengembangkan koping terhadap nyeri yang dirasakan. Keberhasilan keluarga dapat dilihat dari hasil pengkajian nyeri pada tabel 3.4. anak F tampak menunjukkan penururan intensitas nyeri dan mulai mampu berinteraksi denga orang lain selain ibunya.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
77
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab empat ini akan menjelaskan pembahasan aplikasi Theory of Unpleasant Symptom (TOUS) dalam asuhan keperawatan anak kanker yang mengalami nyeri. Selain itu, akan dipaparkan mengenai analisis pencapaian target kompetensi selama praktik residensi. 4.1. Penerapan TOUS dalam Asuhan Keperawatan Anak Kanker yang Mengalami Nyeri Proses keperawatan diawali dengan pengkajian sampai dengan evaluasi. Pengkajian yang dilakukan pada kelima klien kelolaan menggunakan konsep TOUS yaitu meliputi faktor fisiologis, psikologis dan situasional. TOUS tidak menyebutkan secara spesifik pada manajemen gejala dan situasi perawatan tertentu sehingga teori ini menuntut kreativitas dan kemampuan perawat dalam berpikir kritis dan menentukan manajemen gejala yang tepat pada klien (Lenz & Pugh, 2008; Hockenberry & Wilson, 2009). Pada makalah ini, residen menekankan pengkajian pada salah satu gejala yang dialami klien yaitu masalah nyeri. Selain nyeri terdapat kesamaan keluhan yang disampaikan klien seperti gangguan pola tidur dan penurunan nafsu makan, dan konstipasi. Tabel 4.1. Daftar Diagnosis Klien Kelolaan Diagnosis Nyeri akut/kronik Potensial Komplikasi kanker: perdarahan, infeksi, anemia Gangguan pola tidur Risiko/aktual ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan Risiko ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit Konstipasi Kecemasan pada anak Kecemasan pada orang tua Hipertermia Gangguan integritas kulit
An.H √ √
An.MF √ √
An. S √ √
An.D √ √
An.SF √ √
√ √
√ √
√ √
x √
x √
√
√
√
√
√
√ x x √ √
√ X √ X √
√ √ x x √
√ x x x √
x x √ √ √
77 Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
78
Pengkajian dilakukan secara komprehensif meliputi faktor fisiologis, psikologis dan situasional serta memperhatikan aspek tumbuh kembang anak sehingga data yang diperoleh cukup akurat (Lenz & Pugh, 2008). Aspek tumbuh kembang anak menjadi pertimbangan residen dalam menggunakan instrumen pengkajian yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang dan kondisi klien. Pada An. H, An.MF, dan An. D, residen menggunakan instrumen pengkajian nyeri dengan skala numerik karena ketiga klien keloaan tersebut berada pada usia sekolah sampai dengan remaja. Sedangkan untuk An.SF, dan An.S residen menggunakan Wong Baker Faces Pain Scale untuk mengaji nyeri karena klien berada pada usia pra sekolah untuk An.SF sedangkan An.S sebenarnya sudah masuk pada usia sekolah, namun karena terhambat proses pengobatan yang panjang makan An.S belum memahami konsep angka dengan baik. Faktor yang mempengaruhi nyeri pada anak yaitu aspek fisiologis, sosial, psikologis dan budaya (Canbulat & Kurt, 2012). Aspek fisiologis yang mempengaruhi nyeri yaitu umur, kondisi fatigue, genetik, dan fungsi neurologis. Umur mempengaruhi nyeri yang dialami klien. Perbedaan tahap perkembangan akan mempengaruhi bagaimana seseorang bereaksi terhadap nyeri. Pada anak yang lebih kecil akan terjadi kesulitan dalam memahami dan menyampaikan secara verbal terkait nyeri yang dialami dan berbagai prosedur yang mengakibatkan nyeri. Kondisi ini terjadi pada An.SF yang berusia paling muda diantara klien kelolaan lainnya, yaitu 4,5 tahun. An.SF tampak selalu menangis dan sulit untuk berinteraksi dengan orang lain. Ibu An.SF juga tampak sangat cemas sehingga sulit sekali ketika dilakukan edukasi oleh residen dan perawat ruangan tentang manajemen nyeri. Residen akhirnya melakukan konseling terlebih dahulu mengenai kecemasan yang dihadapi An.SF dan ibunya. Ibu klien sangat cemas karena anaknya belum lama didiagnosis Leukemia. Ibu klien cemas ketika pulang ke rumah setelah kemoterapi badan anak demam tinggi dan anak sangat rewel.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
79
Kondisi ini dipengaruhi oleh usia anak yang masih terlalu kecil sehingga tidak mampu menyampaikan yang dirasakan secara verbal. Orang tua juga sering mengalami stres ketika anak baru saja didiagnosis mengalami kanker. Hal ini menyebabkan orang tua tidak mampu maksimal dalam membantu anak membangun koping yang adaptif (Vallerand, Musto, & Polomano, 2011). Setelah tingkat kecemasan orang tua menurun, residen memberikan edukasi mengenai manajemen nyeri kepada An.SF dan ibunya. Faktor fisiologis selanjutnya yang dapat mempengaruhi persepsi nyeri yaitu kondisi fatigue. Fatigue akan meningkatkan persepsi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu dalam menghadapi nyeri. Kondisi ini terjadi pada An. S dengan diagnosis medis Neuroblastoma stadium IV terdapat metastase dan sedang menjalani kemoterapi protokol kedua. Kondisi ini menyebabkan An.S mengalami kelelahan sehingga sensitivitas nyeri akibat perjalanan penyakit dan prosedur selama perawatan menjadi lebih tinggi. Faktor lainnya yang mempengaruhi nyeri yaitu apek sosial. Aspek sosial yang mempengaruhi nyeri diantaranya perhatian (attention), pengalaman sebelumnya, dukungan keluarga dan lingkungan sosial. Klien yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan meningkatkan persepsi terjadinya nyeri. Kecemasan dan ketakutan ini akan meningkatkan persepsi nyeri. Dukungan keluarga dan lingkungan sosial yang adekuat akan menurunkan tingkat stres klien yang mengalami nyeri. Meskipun nyeri tersebut belum hilang, kehadiran orang tua pada klien anak akan membantu meningkatkan koping terhadap nyeri. Hasil pengkajian menunjukkan kelima klien kelolaan ditunggu oleh keluarga selama perawatan. Kecuali An.S yang hanya ditunggu oleh ayahnya karena ibunya sedang sakit. Kondisi ini menurut ayah klien menyebabkan klien lebih rewel dari biasanya. Aspek psikologis yang mempengaruhi nyeri yaitu kecemasan dan kemampuan koping individu. Kecemasan dan nyeri memiliki hubungan yang kompleks. Kecemasan seringkali meningkatkan persepsi nyeri sedangkan nyeri juga merupakan salah satu penyebab kecemasan. Koping individu juga mempengaruhi
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
80
kemampuan dalam menghadapi nyeri. Klien yang memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu mengontrol apapun yang dihadapi termasuk nyeri akan lebih mudah beradaptasi terhadap nyeri yang dialami. Upaya meningkatkan keyakinan klien terkait kemampuan mengontrol nyeri dilakukan oleh residen melakui edukasi manajemen nyeri pada klien dan keluarga. Nyeri pada klien kanker harus dipercaya karena timbulnya nyeri sering kkali menandakan eksistensi penyakit. Penyebab nyeri kanker diantaranya keterlibatan tumor secara langsung pada tulang, saraf, organ dalam dan jaringan lunak. Nyeri ini merupakan nyeri yang paling umum pada klien kanker (75% dari kasus nyeri kanker). Perubahan pada stuktur tubuh diakibatkan oleh tumor itu sendiri atau efek samping dari terapi yang dijalani (pembedahan,kemoterapi, radiasi, imunoterapi, dan modifikasi biologikal lainnya) juga dapat menimbulkan nyeri. Selain itu, perubahan yang terjadi seperti spasme otot, gangguan keseimbangan otot dan struktur tubuh lainnya (Texas Cancer Council, 2005; American National Cancer Institute, 2015). Pada An. H, An, S, An.SF dan An.D nyeri yang dialami diakibatkan oleh efek samping kemoterapi yang baru saja dijalani. Efek samping kemoterapi pada ketiga klien kelolaan tersebut yaitu penurunan daya tahan tubuh dan terjadinya ekstravasasi. An. MF dan An.S mengalami nyeri akibat dari proses metastase dan penekanan massa tumor. Nyeri ini adalah nyeri yang paling sering dialami pada klien kanker (American National Cancer Institute, 2015). Tahap kedua dari proses keperawatan yaitu perencanaan. Sesuai dengan konsep dalam TOUS penyusunan rencana intervensi keperawatan mengacu pada manajemen gejala yang dirasakan klien. Rencana intervensi tidak hanya mempertimbangkan aspek gejala saja, namun juga memperhatikan faktor yang mempengaruhi penampilan akhir klien. Residen tidak hanya merencanakan tindakan untuk mengatasi nyeri tetapi juga merencanakan tindakan yang diakibatkan oleh nyeri pada klien seperti masalah gangguan pola tidur, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan karena adanya penurunan nafsu
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
81
makan, intoleransi aktivitas dan lain-lain. Residen juga melakukan perencanaan untuk mengatasi masalah yang menyebabkan terjadinya nyeri pada klien seperti adanya infeksi, perdarahan, kondisi hiperleukositosis dan lain-lain. Tujuan yang ditetapkan pada intervensi keperawatan mengacu pada perbaikan gejala itu sendiri, perubahan pada faktor yang mempengaruhi dan peningkatan penampilan akhir klien. Tujuan akhir rencana intervensi adalah memberikan kenyamanan pada klien seoptimal mungkin. Pada empat kasus kelolaan masalah nyeri dapat teratasi, namun pada kasus kelolaan An.MF kenyamanan yang dirasakan klien bersifat sementara karena penyebab nyeri pada klien ini tidak dapat lagi disembuhkan. An.MF merupakan klien paliatif care. Pada perawatan paliatif fokus intervensi yang dilakukan yaitu membantu klien mencapai kondisi yang paling ideal dalam watu hidup yang pendek sehingga klien merasakan hidup yang bermakna. Tugas utama tenaga kesehatan pada klien terminal adalah mengurangi nyeri dan kondisi tidak nyaman lainnya (Desen, 2011). TOUS tidak menyebutkan ketentuan khusus mengenai sistem penulisan diagnosis keperawatan. Hal ini menyebabkan residen menggunakan panduan diagnosis keperawatan yang merujuk pada North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) untuk menegakkan diagnosis pada klien kelolaan (Wilkinson & Ahern, 2011). Penulis menentukan diagnosis keperawatan berdasarkan data pengkajian yang telah didapatkan sebelumnya. Hasil pengkajian dari ketiga elemen dalam konsep
TOUS
digunakan
sebagai
dasar
dalam
menegakkan
diagnosis
keperawatan. Diagnosis yang ditegakkan tidak terbatas pada gejala yang muncul saja. Namun, juga dapat ditegakkan berdasarkan faktor situasional, fisiologis dan psikologis yang terjadi pada klien (Lenz & Pugh, 2008). Setelah melakukan pengkajian dan perencanaan, tujuan utama implementasi pada klien adalah tercapainya tingkat kenyamanan yang optimal tidak hanya ditandai dengan penurunan intensitas nyeri tetapi juga dilihat dari aspek verbal dan non verbal, pola tidur adekuat, intake nutrisi adekuat, kemampuan melakukan activity daily living (ADL) yang optimal.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
82
Tahap terakhir dari proses keperawatan yaitu tahap evaluasi. Pada TOUS, evaluasi difokuskan pada kemunculan gejala tidak menyenangkan yang dialami klien. Evaluasi juga perlu dilakukan pada penampilan akhir (performance) klien. Tujuannya untuk mengetahui apakah kualitas hidup klien secara umum terganggu atau tidak. Hasil evaluasi pada kelima klien kelolaan menunjukkan klien mampu mencapai kenyamanan pada tingkat yang optimal ditandai dengan penurunan intensitas nyeri, pola tidur yang adekuat, peningkatan nafsu makan dan peningkatan kemampuan klien dalam beraktivitas. Hanya saja pada klien MF, masalah nyeri yang dihadapi tidak dapat teratasi seluruhnya karena penyebab nyeri pada klien sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Klien menjalani perawatan paliatif. Perawatan yang dilakukan pada klien sampai dengan klien meninggal hanya bersifat suportif dan tidak bertujuan untuk menyembuhkan. TOUS berfokus pada manajemen gejala tidak menyenangkan sehingga teori ini sangat sesuai digunakan untuk mengelola klien dengan gangguan kenyamanan, salah satunya nyeri. TOUS sesuai untuk diterapkan pada klien dengan penyakit kronik karena pada penyakit kronik, kemunculan berbagai gejala tidak menyenangkan bisa berlangsung cukup lama. Kondisi ini membutuhkan manajemen gejala yang tepat (Hockenberry & Wilson, 2009). 4.2. Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dan Pencapaian Target Kompetensi Perawat profesional adalah tenaga profesional yang mandiri, bekerja secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan, seperti ners generalis, ners spesialis dan ners konsultan. Ners spesialis keperawatan anak merupakan salah satu perawat profesional yang mampu berperan secara mandiri sebagai pemberi asuhan keperawatan, pendidik, advokat, manajer kasus dan peneliti. Kompetensi yang harus dimiliki oleh ners spesialis keperawatan anak yaitu memberikan asuhan keperawatan lanjut (advanced) pada kasus keperawatan anak yang kompleks, menerapkan prinsip legal, etik dan humanistik yang akuntabel meliputi lingkup praktik, kolaborasi klien, keluarga dan tim kesehatan lain serta multidisiplin dan
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
83
melaksanakan pengembangan profesional keperawatan anak sesuai kepakarannya (PPNI, 2005; Vallerand, Musto, & Polomano, 2011). Kompetensi ners spesialis keperawatan anak terdiri atas lima domain yaitu praktik profesional, edukasi, konsultasi, koordinasi, dan penelitian. Praktik profesional berhubungan dengan kompetensi dalam melakukan proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi pada klien dan keluarga. Kompetensi sebagai pendidik termasuk kepada sesama staf keperawatan, mahasiswa, klien dan keluarga. Kompetensi ini juga menuntut ners spesialis keperawatan anak untuk menjadi role model. Kemampuan melakukan koordinasi dengan sesama perawat dan profesi lainnya juga merupakan kompetensi dari ners spesialis keperawatan anak. Pada kompetensi ini perawat harus memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi efektif terhadap sesama tenaga kesehatan, klien dan keluarga. Ners spesialis keperawatan anak juga berperan dalam menyusun standar dan kebijakan untuk memberikan asuhan keperawatan anak yang berkualitas (ACPCHN, 2006). Upaya meningkatkan kompetensi perawat salah satunya dilakukan dengan cara menempuh pendidikan lanjut. Residen menempuh pendidikan ners spesialis keperawatan anak selama satu tahun untuk mempertajam kompetensi sebagai ners spesialis keperawatan anak. Selama praktik residen mempertajam kompetensi sesuai lima domain kompetensi ners spesialis keperawatan anak yaitu praktik profesional, edukasi, konsultasi, koordinasi, dan penelitian. Praktik profesional dilakukan residen dengan cara memberikan asuhan keperawatan selama dua semester di berbagai lahan klinik yang disediakan oleh pihak institusi pendidikan. Lahan praktik tersebut diantaranya Puskesmas Beji, Unit perintologi dan Ruang Non infeksi Gd.A. lantai 1 RSUPN Cipto Mangunkusumo, dan Ruang Anggrek RSAB Harapan Kita. Residen memberikan asuhan keperawatan pada tiga klien kelolaan di puskesmas Beji, dua klien kelolaan di Unit Perinatologi, enam klien kelolaan di ruang Anggrek RSAB Harapan Kita dan empat klien kelolaan di ruang Non infeksi RSUPN CiptoMangunkusumo.
Asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan pada
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
84
evidence based practice dan mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien yang holistik. Kompetensi sebagai edukator dilakukan residen pada semua klien kelolaan, sesama perawat dan mahasiswa. Edukasi dilakukan baik secara terstruktur maupun tidak tersruktur. Edukasi secara terstruktur dilakukan dengan cara menyusun satuan acara pembelajaran (SAP) dan menyiapkan materi yang akan disampaikan. Materi yang disampaikan oleh residen yaitu tentang manajemen nyeri. Pendidikan kesehatan diberikan kepada semua orang tua klien dan perawat di ruang Anggrek RSAB Harapan Kita.Edukasi secara tidak terstruktur dilakukan oleh residen ketika mendampingi mahasiswa atau perawat lainnya. Domain kompetensi ners spesialis keperawatan anak selanjutnya yaitu sebagai konsultan. Peran ini dilaksanakan pada setiap klien kelolaan. Residen membantu klien memecahkan masalah yang dihadapi. Misalnya pada klien kelolaan An.SF, residen membantu orang tua klien terutama ibu untuk menurunkan kecemasan yang dialami dengan cara konseling. Residen juga berperan sebagai kolaborator dengan cara menyampaikan pada tim kesehatan lain terkait kebutuhan klien. Peran sebagai peneliti dan inovator dilaksanakan oleh residen ketika melalui proyek inovasi. Proyek inovasi yang dilakukan yaitu optimalisasi peran perawat dalam memberikan edukasi tentang manajemen nyeri. Proyek inovasi ini menggunakan pendekatan Plan, Do, Study, Act (PDSA). Proyek ini diawali dengan pengkajian fenomena yang ada di lahan praktik. Selanjutnya residen mencari literatur yang sesuai untuk mengatasi permasalahan yang ada di lahan praktik. Setelah diperoleh literatur yang relevan, residen merencanakan dan melaksankan proyek inovasi untuk menyelesaikan permasalahan. Selama praktik residen memperoleh berbagai macam pengalaman yang bermanfaat. Praktik residensi juga didukung dengan lahan yang memadai. Pada lahan praktik yang disediakan seperti RSAB Harapan Kita dan RSUPN Cipto Mangunkusumo, residen memperoleh berbagai macam kasus kelolaan sehingga dapat mempertajam kompetensi residen sebagai ners spesialis keperawatan anak.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
85
Hambatan yang dialami residen yaitu kurangnya waktu untuk berdiskusi, baik dengan pembimbing lahan maupun pembimbing akademik. Sehingga ketika terdapat fenomena yang ingin diketahui lebih dalam oleh residen, residen melakukan studi literatur saja untuk mencari berbagai hasil penelitian yang mampu menjawab keraguan residen terkait fenomena yang dihadapi.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Simpulan
5.1.1. Konsep TOUS dapat diterapkan pada asuhan keperawatan pada anak kanker yang mengalami nyeri. Asuhan keperawatan pada anak kanker membutuhkan manajemen gejala yang tepat agar kebutuhan rasa nyaman dan kualitas hidup anak dapat terjaga. Asuhan keperawatan anak ini perlu diberikan oleh perawat profesional yaitu ners spesialis keperawatan anak untuk mengatasi masalah keperawatan yang kompleks. 5.1.2. Edukasi manajemen nyeri pada klien dan keluarga dapat membantu klien untuk mengontrol nyeri yang dirasakan. 5.1.3. Pada praktik ners spesialis keperawatan anak, residen telah mampu melaksanakan kompetensi yaitu memberikan asuhan keperawatan pada anak kanker, menjadi advokat bagi klien dan keluarga, menjalankan peran sebagai pendidik baik terhadap mahasiswa, sesama perawat, klien dan keluarga, membantu klien dalam memecahkan masalah (sebagai konselor) dan berperan sebagai agen pembaharu dan peneliti melaui proyek inovasi yang dilakukan. 5.2.
Saran
5.2.1. Kemampuan perawat dalam melakukan pengkajian awal dan pengkajian lanjut serta sensitivitas dalam pengkajian nyeri perlu ditingkatkan ketika memberikan asuhan keperawatan pada anak kanker yang mengalami nyeri. Peningkatan
kemampuan dapat
dilakukan
melalui
pelatihan dan
menempuh pendidikan lanjut. 5.2.2. Ners spesialis keperawatan anak perlu meningkatkan kemampuan untuk dapat menjalankan perannya sebagai kolaborator terutama dengan tim medis untuk memberikan manajemen nyeri yang adekuat. 5.2.3. Institusi pelayanan kesehatan perlu menyusun kebijakan yang mendukung dalam memberikan manajemen nyeri yang optimal bagi klien. Selain itu,
86
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
87
intitusi perlu memberikan pelatihan manajemen nyeri bagi staf keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya khususnya bagian onkologi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
88
DAFTAR PUSTAKA Al-Shaer, D., Hill, P.D., & Anderson, M.A. (2011). Nurse’s knowledge and attitudes regarding pain assesment and intervention. Medsurg Nursing. 20(1). American National Cancer Institute. (2015). Children with Cancer A Guide for Parents. US: NIH Publication Australian Conferention of Pediatric Child Health Nurses (ACPCHN). (2006). Competencies for the spesialist pediatric and child health nurse. Diunduh pada tanggal 20 Mei 2016 dari http://www.accypn.org.au/downloads/competencies.pdf Berglund, I.G., Ljusegren, G., & Enskar, K. (2008). Factor influencing pain management in children. Pediatric nursing, 20 (10), 21-24. Bowden, V.R., & Grenberg, C.S. (2010). Children and family: Continuum of care. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Canbulat, N., & Kurt, A.S. (2012). Pain management and nurssing approaches inpediatric oncology. Complementary Pediatrics, 97-122 Choi, M., Kim, H.S., Chung, S.K., Ahn, M.J., Yoo, J.Y., Park, O.S.,...Oh, E.G. (2014). Evidence-based practice for pain manageent for cancer pain in acute care setting. International Journal of Nursing Practice, 20: 60-69. Desen, W. (2011). Onkologi klinis. Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Gunten, C.,F. (2011). Pathophysiology of pain in cancer. J Pediatr Hemtol Oncol, 33 (1) : 12-18. Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing (8th ed). St. Louis: Mosby Inc. Huang, S.T., Good, M., & Zauszniewski, J. A. (2010). The effectiveness of music in relieving pain in cancer patients: a randomized controlled trial. Int J Nurs Stud.,47:1354–62. International Association for the study of pain (IASP): Pain term, 2010. http://www.iasppain.org/AM/Template.cfm?Section=Pain_Definitions&Template=/CM/HT MLDisplay.cfm&contentID=1728#Pain. Diunduh pada tanggal 20 Mei 2016
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
89
Lenz, E.R . & Pugh, L.C. (2008). Middle range theory for nursing. 2nd ed. .159xii. Diunduh pada tanggal 25 Januari 2016 dari http:remotelib.ui.ac.id:2073/docview/189469325?accountid=17242 Ljusegren, G., Johansson, I., Berglund, I.G., & Enskar, K. (2011). Nurses experiences of caring for children in pain. Child: care, health and development, 38,(4), 464-470. Doi:10.1111/j.1365-2214.2011.01262.x Nguyen, T.N., Nilsson, S., Hellstrom, A.L., et al. (2010). Music therapy to reduce pain and anxiety in children with cancer undergoing lumbar puncture: a randomized clinical trial. JOPON. 27:146–5 Othman, A., Blunden, S., Mohamad, N., Husin, Z.A.M., & Osman, Z.J. (2010). Piloting an educational program forparents of pediatric cancer patients in Malaysia. Psycho-Oncology, 19: 326-331. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2005). Standar kompetensi perawat indonesia. Diunduh tanggal 3 Desember 2013 dari http://www.inna-ppni.or.id. Rustina, Y. (2015). Bayi prematur: Perspektif keperawatan. Jakarta: Sagung seto. Stanley, M., & Pollard, D. (2013). Relation between knowledge, attitudes, and self-efficacy of nurses in the manageent of pediatric pain. Pediatric Nursing, 39 (4), 165-171 Syhes, N., Benned, M., & Su Yuan, C. (2012). Clinical Pain Management. 2 nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Texas Cancer Council. (2005). Guideline for terapi cancer pain. Texas Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theorists and their work (5th ed). St. Louis: Mosby-Year Book Inc. Tomlinson, D. & Kline, N.E. (2010). Pediatric oncology nursing:Advanced clinical nursing handbook, 2nd ed. Springer Umiati, M., Rakhmawati, W., & Simangunsong, B. (2010). Gambaran kualitas hidup anak usia 6-18 tahun yang menjalani kemoterapi di rumah sakit kanker “Dharmais”, Jakarta Barat. Indonesian Journal of Cancer, 4 (2) Vallerand, A.H., Musto, S., & Polomano, R.C. (2011). Nursing’s role in cancer pain. Curr Pain Headache Rep, 15: 250-262, doi 10.1007/s11916-0110203-5 Wilkinson, J.M., & Ahern, N.R. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan. Ed.9. Jakarta: Penerbit EGC
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
90
Wong, D.L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Wong: buku ajar keperawatan pediatrik. Ed.6. Jakarta: penerbit EGC. Yudiyanta, Khoirunnisa, N., & Novitasari, R.W.(2015). Assement nyeri. CDK226, 42, (3), 214-233
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
91
Lampiran
Universitas Indonesia
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap
: Erni Setiyowati
Agama
: Islam
Tempat, Tanggal Lahir : Lampung Tengah, 11 Maret 1988 Pekerjaan
: Staf Pengajar Akper Panca Bhakti Bandar Lampung
e-Mail
:
[email protected]
Alamat Rumah
: RKA RT 02 RW 002 Desa Bandar Sakti Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah
Alamat Institusi
: Jl. Zaenal Abidin Pagar Alam No.14 Gedong Meneng, Bandar Lampung
RIWAYAT PENDIDIKAN 2015-sekarang
Program ners spesialis keperawatan anak, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
2013- 2015
Program Pasca Sarjana Peminatan Keperawatan Anak, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
2010 – 2011
Profesi Ners, Universitas Indonesia
2006 – 2010
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
2003 – 2006
SMU Negeri 1 Terbanggi Besar
2000 – 2003
SMP Negeri 1 Terusan Nunyai
1994 – 2000
SD Negeri 1 Bandar Sakti
1993 – 1994
TK Dharma Wanita 1 Bandar Sakti
RIWAYAT PEKERJAAN 2012-sekarang : Staf pengajar Akper Panca Bhakti Bandar Lampung
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 2
PROYEK INOVASI KEPERAWATAN OPTIMALISASI KOMUNIKASI THERAPEUTIK PERAWAT NEONATUS - ORANG TUA KLIEN
Ruang Neonatus RSCM Disusun oleh: Erni Setiyowati
1306345762
PROGRAM MAGISTER & SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2015
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
2
BAB I PENDAHULUAN A. Tema Proyek Inovasi Optimalisasi komunikasi terapeutik perawat ruang neonatus terhadap keluarga pasien yang memiliki bayi prematur B. Latar Belakang Kelahiran bayi prematur dapat memberikan perasaan stres dan kecemasan pada orang tua. Bayi prematur memiliki resiko kesehatan yang lebih rentan dibandingkan dengan bayi cukup bulan berupa munculnya berbagai komplikasi (Hockenberry & Wilson, 2009). Bayi prematur biasanya ditempatkan di ruang perawatan khusus (ruang intensif level 1 – 3) sesuai kondisi bayi. Prinsip perawatan bayi prematur di ruang perawatan tersebut adalah penerapan asuhan perkembangan yang bertujuan meminimalkan stress pada lingkungan perawatan neonatus. Inti asuhan perkembangan menurut Altimier dan Phillips (2013) ada 7 hal yaitu: perbaikan lingkungan, bekerjasama dengan keluarga, pemberian posisi dan minimal handling, menfasilitasi tidur, meminimalkan stess dan nyeri, perlindungan kulit, dan optimalisasi pemberian nutrisi. Keluarga merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bayi prematur, sehingga keluarga perlu dilibatkan. Perubahan perawatan dari ruang perawatan biasa ke ruang NICU menyebabkan terganggunya ikatan normal antara orang tua dan bayi. Keluarga harus diajarkan untuk mengerti tanda perilaku bayi dan memberikan asuhan perkembangan untuk kesehatan bayinya. Asuhan perkembangan tidak dapat dilakukan tanpa keluarga. Menciptakan dan menerima hubungan antara petugas kesehatan dan keluarga menunjukkan keuntungan dalam mengurangi lama hari perawatan, meningkatkan kepuasan keduanya, dan mendukung perkembangan neurulogi bayi (Altimier & Phillips, 2013).
2
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
3
Kesiapan orangtua dalam merawat bayinya
perlu ditingkatkan dengan
memberi pengetahuan pada orang tua apa yang harus dilakukan pada saat kelahiran maupun
perawatan bayinya selama di rumah sakit (Rustina,
Waluyanti, Hayati, Purwandari, Budiati & Chodijdah, 2007). Kecemasan dapat terjadi karena bayi baru lahir harus dirawat di ruang unit neonatal dalam waktu yang lama. Akibatnya dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada keluarga. Orangtua akan merasakan kcemasan karena terganggunya kehidupan keluarga, perpisahan dengan anak, merasa tidak punya kekuatan, dan tertundanya kesempatan menjadi ibu (Hall & Brinchmann, 2009). Kecemasan orangtua tersebut dapat berasal dari faktor personal/keluarga seperti personality orangtua, mekanisme koping yang dimiliki, pengalaman merawat bayi prematur sebelumnya; faktor situasional seperti tingkat keparahan penyakit; dan faktor lingkungan yaitu lingkungan fisik berupa ruang perawatan neonatus dan lingkungan psikososial berupa keadaan bayi, komunikasi atau hubungan yang ada di ruangan tersebut (Heermann, 2005). Dalam merawat bayi prematur perawat perlu melibatkan dan berpartisipasi dengan keluarga untuk mengurangi kecemasan dan menyiapkan keluarga dalam merawat anak. Orang tua perlu diajarkan cara memberi sentuhan positif, kontak kulit ke kulit dengan bayi. Perawat diharapkan dapat mengurangi kecemasan untuk menghindari pengalaman negatif, perasaan ketakutan, dan memberi pengalaman menyiapan pengasuha anak yang tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan orang tua setiap saat dalam perawatan anak dan penerapan asuhan berpusat pada keluarga (Cockroff, 2012). Komunikasi merupakan unsur penting dalam hubungan antar manusia termasuk juga dalam merawat bayi prematur. Masalah kesdekatan antara ibu dan bayi dapat difasilitasi melalui asuhan yang berpusat pada keluarga. Penerapan asuhan berpusat pada keluarga salah satunya dapat dilakukan dengan komunikasi.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
4
Komunikasi dalam hal ini dilakukan untuk memfasilitasi agar keluarga mau dan mampu melakukan perawatan bayi secara mandiri. Keluarga dipersiapkan secara bertahap sejak bayi masuk sampai bayi tersebut siap untuk dipulangkan (Rustina, 2015). Pemberian dukungan sosial berupa dukungan emosional, bantuan teknis, dan informasi dapat membantu orang tua beradaptasi dengan kondisi yang mencemaskan melalui proses komunikasi oleh perawat (Loo, Elpinosa, Tyler, Howard, 2003 dalam Rustina, 2015). Hasil wawancara kepada kepala ruangan pada tanggal 26 Oktober 2015 didapatkan bahwa permasalahan yang didapatkan selama menjadi kepala ruangan salah satunya adalah mengenai komunikasi terapeutik perawat kepada orang tua/keluarga klien, dilihat dari seringnya orang tua yang hanya menatap bayinya tanpa ada perawat yang menemani dan memberitahu perkembangan kondisi bayinya. Pada observasi yang telah dilakukan di Ruang Perinatologi RSCM dari tanggal 26
Oktober-10 November 2015 didapatkan bahwa
penerapan perawatan berpusat pada keluarga sudah berjalan di ruang tersebut. Orang tua pasien boleh mengunjungi bayinya 24 jam, sebagian besar (80 %) bayi yang dirawat di ruang perinatologi
adalah bayi prematur/BBLR dan
sebagian besar bayi tersebut sering dikunjungi oleh orang tuanya. Tetapi ketika orangtua menemui bayinya didapatkan data bahwa orang tua jarang ditemani oleh perawat penanggung jawab pasien untuk melakukan komunikasi terapeutik dengan memberikan informasi kesehatan terkait perkembangan kondisi pasien ataupun tindakan perawatan apa yang dapat dilakukan orang tua dalam mengoptimalkan perawatan berpusat pada keluarga. Hal tersebut berkaitan kepada salah satu komponen akreditasi JCI mengenai hak pasien dan pemberian komunikasi terapeutik. Hasil penyebaran kuesioner untuk menilai tingkat pengetahuan perawat ruang perinatologi RSCM Jakarta didapatkan bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi teraupetik cukup tinggi pengetahuannya didapatkan tinggi (57,7%) (n=27). Tetapi hal ini kurang signifikan dengan hasil observasi penerapan komunikasi terapeutik yang dilakukan residen yang menemukan
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
5
hanya 31,8 % baik, 63,63 % kurang baik, dan 4,55 % tidak baik. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan penerapan family centered care dengan pendekatan model keperawatan berupa
peningkatan komunikasi perawat
melalui promosi kesehatan dalam mempersiapkan orang tua dalam pengasuhan perawatan bayi prematur. Salah satu model keperawatan yang bisa diterapkan adalah dengan menggunakan konsep teori model Pender yaitu Health promotion Model. Health promotion Models menekankan
pada perilaku
manusia, dimana terdapat peningkatan pengenalan dari model perilaku dalam prevensi primer dan promosi kesehatan, dan tenaga kesehatan memberikan perhatian lebih untuk membantu klien menerima perilaku sehat. Model ini membimbing perawat untuk berkomitmen melakukan tindakan dan secara nyata ditunjukkan dalam perilaku pada pasien dan keluarganya
tentang
perawatan bayi pematur selama dirawat di rumah sakit sampai bayi diperbolehkan pulang ke rumah agar orangtua dapat berperan optimal dalam perawatan bayi prematur Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengoptimalkan komunikasi terapeutikpada perawat dengan mengaplikasikan teori model keperawatan Pender Health Promotion Model agar tercipta hubungan yang optimal antara perawat dalam memberdayakan orang tua selama merawat bayi di Ruang perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. C. Tujuan Kegiatan 1. Tujuan Umum Mengoptimalisasi penerapan komunikasi terapeutikperawat terhadap orang tua pasien yang dirawat di ruang neonatus. 2. Tujuan Khusus a.
Menganalisis data dasar dan penetapan masalah dalam pembuatan proyek inovasi di Ruang neonatus RSUPN Cipto Mangukusumo Jakarta.
b.
Mengembangkan
rencana
kegiatan
pemberian
komunikasi terapetik
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
pelatihan
6
c.
Melaksanakan implementasi
penerapan komunikasi terapeutik
perawat di Ruang neonatus RSUPN Cipto Mangukusumo Jakarta. d.
Melaksanakan evaluasi penerapan komunikasi terapeutik perawat Ruang neonatus RSUPN Cipto Mangukusumo Jakarta.
D. Manfaat Kegiatan 1. Rumah Sakit Proyek inovasi yang merupakan implementasi evidence based practice ini dapat menjadi rekomendasi bagi ruangan untuk meningkatkan penerapan komunikasi terapetik 2. Perawat Meningkatkan motivasi perawat dalam menerapkan
komunikasi
terapeutikpada pasien dan keluarga. 3. Pasien Meningkatkan kesiapan orang tua dalam perawatan bayi prematur selama di rumah sakit maupun setelah pulang ke rumah.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
7
BAB 2 PENGKAJIAN DAN ANALISIS RUANGAN A. Pengkajian Kegiatan pengkajian dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan atau masalah yang terjadi di ruangan. Residen melakukan pengkajian dengan cara wawancara dengan kepala ruangan, maupun perawat pelaksana. Selain wawancara Residen juga melakukan observasi tindakan ruangan. Pelaksanaan pengkajian dilakukan pada minggu pertama dan minggu kedua. Hasil dari pengkajian tersebut yaitu: 1.
Pengkajian
a. Deskripsi ruangan neonatus RSCM Ruang neonatus ini terdiri dari tujuh ruangan yaitu NICU, SCN 1, SCN 2, SCN 3, SCN 4, SCN 5 dan IGD. Kapasitas tempat tidur yang dimiliki sebanyak 70 tempat tidur. Jumlah ini belum termasuk tempat tidur di IGD. b. Tenaga Perawat 1) Perawat ruang neonatus berjumlah 105 orang 2)Latar belakang pendidikan tenaga perawat di ruang ini terdiri dari perawat lulusan S1 dua orang yang sedang melanjutkan pendidikan S2, 10 orang berlatar belakang pendidikan S1, 4 orang sedang melanjutkan S1 keperawatan, 88 orang berpendidikan D3 keperawatan,
dan 1 orang
lulusan SPK. 3) Pembagian shift menjadi 3 shift (pagi, sore, malam). 4) Pelaksanaan asuhan keperawatan menggunakan metode modifikasi tim 5) Pembagian kerja telah dilakukan dengan jelas 6)
Perawat di ruangan memiliki kompetensi dalam memberikan asuhan keperawatan pada neonatus
2.
Analisa Hasil Pengkajian Data yang diperoleh dari pengkajian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis Strength, Weakness, opportunity and Threat (SWOT). Hasil analisa SWOT adalah sebagai berikut: 7
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
8
a. Kekuatan (Strength) 1) Perawat memiliki pengetahuan yang baik terhadap perawatan bayi melalui pendidikan dan pelatihan yang dilakukan rutin setiap tahunnya. Menurut kepala ruangan, pelatihan yang diberikan mencakup infeksi nosokomial, ASI, PMK, asuhan nenonatus dini dan tingkat lanjut. 2) Perawat terampil melakukan asuhan keperawatan pada anak yang dirawat di ruang perina 3) Terdapat form pengkajian kebutuhan edukasi dan discharge planning pada masing-masing pasien 4) Pelaksanaan asuhan berpusat pada keluarga sudah dilaksanakan yaitu dengan melibatkan keluarga dalam memberikan perawatan pada bayi, keluarga dipersilakan untuk menjenguk tanpa batasan waktu 5) Hasil penyebaran kuesioner pengetahuan oleh residen menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitas oleh peneliti sebelumnya (Shintana & Siregar, 2012) menunjukkan tingkat pengetahuan perawat ruang neonatus mengenai komunikasi teraupetik tingkat pengetahuannya didapatkan tinggi (57,7%) (n=27). b. Kelemahan (Weakness) 1) Rasio perawat dan pasien yang tidak sesuai (105 perawat untuk kapasitas 74 TT) 2) Berdasarkan hasil observasi terhadap 22 orang perawat, kualitas komunikasi yang dilakukan perawat terhadap keluarga diperoleh hasil 31,8 % baik, 63,63 % kurang baik, dan 4,55 % tidak baik (lembar observasi terlampir). 3) Data dari kepala ruangan didapatkan bahwa hampir 75,5% perawat belum pernah mendapatkan pelatihan tentang komunikasi. 4) Status kesehatan klien (neonatus) dapat berubah sewaktu-waktu sehingga dibutuhkan informasi yang terus-menerus terhadap orang tua klien.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
9
c. Peluang (opportunity) 1) Terdapat kebijakan RS yang mengatur hak dan keawajiban yang harus diperoleh pasien dan keluarga. 2) Adanya perhatian dari kepala ruangan untuk melaksanakan optimalisasi komunikasi teraupetik perawat-orang tua pasien d. Ancaman (Threat) 1) Masyarakat yang semakin kritis menyebabkan tuntutan terhadap kualitas pelayanan keperawatan semakin meningkat. 2) Undang-undang perlindungan konsumen Nomor 8 tahun 1999 menuntut adanya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. Berdasarkan prioritas masalah diatas, maka kami dari kelompok melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan optimalisasi komunikasi teraupetik perawat-orang tua klien di ruang neonatus RSCM. B.
Rencana Strategis Salah satu faktor penting dalam keperawatan adalah komunikasi terapeutik dan dokumentasi. Pada pengkajian di ruangan perinatology ditemukan bahwa komunikasi terapeutik dan dokumentasi tidak maksimal digunakan, sehingga dapat meyebabkan kurang optimal dalam tingkat kesembuhan klien. Hal tersebut membutuhkan rencana strategis yaitu : 1. Perawat neonates wajib melakukan komunikasi terapeutik baik kepada teman sejawat maupun dengan orang tua 2. Setiap melakukan kegiatan, baik tindakan medis maupun keperawatan perawat neonates dapat mendokumentasikanya pada lembar catatan terintegrasi 3. Perawat penanggung jawab dapat mengingatkan untuk perawat pelaksana melakukan komunikasi terapeutik setiap ada orang tua yang datang
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
10
C.
Strategi Pemecahan Masalah Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan serta analisis SWOT, maka telah tersusun penyelesaian masalah sebagai berikut: 1.
Residen akan mengaplikasikan optimalisasi komunikasi teraupetik perawat neonatus-orang tua klien
2. Melakukan sosialisasi proyek dan penyegaran materi pada perawat ruangan tentang tujuan, manfaat, dan teknik komunikasi teraupetik 3. Menjelaskan pada perawat ruangan bahwa komunikasi teraupetik ini penting dilakukan untuk mengoptimalkan perawatan bayi dan mempersiapkan perawatan bayi di rumah 4. Melakukan pendekatan personal terhadap perawat yang tidak dapat hadir saat penyegaran materi 5. Mendemonstrasikan komunikasi teraupetik perawat nenonatus-orang tua klien 6. Evaluasi komunikasi teraupetik perawat neonatus-klien D.
Sasaran Sasaran kegiatan ini adalah perawat ruang perinatologi RSCM
E. Struktur Organisasi : a. Ketua
: Ns. Tri Purnamawati, M.Kep
a. Sekretaris
: Ns. Immawati, M.Kep
b. Bendahara
: Ns. Erni Setiyowati, M.Kep
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
11
F. Bentuk Kegiatan Kegiatan Pengkajian 4. Observasi komunikasi teraupetik perawat-orang tua 5. Kuesioner tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi teraupetik Pembuatan proposal Konsultasi proposal Revisi proposal Sosialisasi proyek Implementasi 3. Penyegaran materi komunikasi teraupetik 4. Demonstrasi komunikasi teraupetik 5. Pendekatan personal pada perawat yang tidak mengikuti proses penyegaran materi Evaluasi 1. Observasi komunikasi teraupetik perawatorang tua Pengumpulan laporan
Tanggal Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke1 2 3 √ √
√ √ √
Minggu ke-4
√ √
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
√
√
12
BAB 3 TINJAUAN TEORI A. Konsep Komunikasi Terapeutik 1. Definisi Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara perawat dan klien/keluarga, dengan tujuan untuk mengenal kebutuhan klien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Komunikasi dalam bidang keperawatan ini lebih dikenal sebagai komunikasi terapeutik. Istilah tersebut dipakai untuk dijadikan pembeda dengan komunikasi jenis lainnya, selain itu komunikasi ini lebih mengarah pada tujuan untuk penyembuhan klien. Definisi komunikasi terapeutik menurut Purwanto dalam Setianti (2007) merupakan bentuk keterampilan dasar untuk melakukan wawancara dan penyuluhan dalam artian wawancara digunakan pada saat perawat melakukan pengkajian, dan penyuluhan kesehatan dan perencanaan perawatan. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan definisi dari komunikasi terapeutik merupakan bentuk komunikasi yang terjadi antara perawat dank lien dan keluarga selama proses perawatan klien dengan tujuan akhir penyembuhan klien. 2. Tujuan Komunikasi Terapeutik Tujuan komunikasi terapeutik perawat secara lebih rinci dipaparkan oleh Purwanto dalam Setianti (2007), diantaranya; untuk membantu klien dalam memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran guna mempertahankan kekuatan egonya. Tujuan selanjutnya adalah untuk membantu mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang ada. 12
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
13
3. Hambatan-hambatan dalam Komunikasi Setiani (2007) menjelaskan kendala-kendala/hambatan-hambatan dalam memenuhi tujuan dari komunikasi terapeutik : a. Tingkah laku perawat Dirumah sakit pemerintah maupun swasta perawat memegang peranan penting: tingkah laku; gerak gerik perawat selalu dinilai oleh masyarakat. Bahkan sering juga surat kabar memuat berita-berita tentang perawat rumah sakit bertindak yang tidak sebenarnya dan dipandang oleh klien bahwa perawat adalah seseorang kurang ramah b. Perawat kurang tanggap terhadap kebutuhan, keluhan-keluhan, serta kurang memperhatikan apa yang dirakan oleh klien/keluarga, sehingga hal ini dapat menghambat hubungan baik antara perawat dan klien/keluarga. c. Perawatan berorientasi rumah sakit Pelaksanaan perawatan difokuskan pada penyakit yang diderita klien saja, sedangkan aspek psikososial klien kurang diperhatikan 4. Fungsi Komunikasi Terapeutik Fungsi komunikasi terapeutik menganjurkan kerjasama antara perawat dank lien. Perawat berusaha mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan. Proses komuniksi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku klien dan membantu klien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif, fungsi komunikasi terapeutik adalah mencegah adanya tindakan yang negative terhadap perubahan diri klien. 5. Perbedaan Komunikasi Terapeutik dengan Komunikasi Sosial Komunikasu terapeutik terjadi antar perawat klien atau anggota tim kesehatan lainnya; komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan, berfokus pada klien yang membutuhkan bantuan, perawat secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada klien
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
14
dengan cara menunjukan sikap mau menerima dan mau memahami sehingga dapat mendorong klien untuk berbicara secara terbuka tentang dirinya. Komunikasi sosial adalah terjadi setiap hari antara orang perorang baik dalam pergaulan maupun lingkungan kerja; komunikasi bersifat dangkal karena tidak mempunyai tujuan focus tertentu
tetapi lebih mengarah
kebersamaan dan rasa senang; dapat direncanakan tetapi juga dapat direncanakan tidak direncana. 6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Komunnikasi Terapeutik Potter dan Perry (2004) menatakan
terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi isi pesan dan sikap penyampaian pesan sehingga komunikasi menjadi kompleks. Faktor-faktor tersebut diantaranya perkembangan, persepsi, nilai, latar belakang sosial budaya, emosi, pengetahuan, peran dan tatanan interaksi Faktor pertama adalah perkembangan yaitu
lingkungan yang diciptakan
oleh orang tua mempengaruhi kemampuan anak untuk berkomunikasi. Perawat menggunakan teknik khusus ketika berkomunikasi dengan anak/neonatus sesuai dengan tahap perkembangannya. Faktor kedua adalah persepsi yaitu pandangan personal terhadap suatu kejadian. Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Perbedaan persepsi menghambat komunikasi. Faktor ketiga adalah sistem nilai. Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Beruasaha mengetahui dan mengklarifikasi nilai adalah penting dalam membuat keputusan dan interaksi. Faktor keempat adalah latar belakang sosial budaya. Seringkali ketika memberi asuhan keperawatan kepada klien, perawat menggunakan bahasa dan gaya komunikasi yang berbeda.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
15
Gaya komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga membatasi cara bertindak dan berkomunikasi. Faktor kelima adalah emosi. Emosi adalah perasaan subyektif tentang suatu peristiwa. Cara seseorang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain dipengaruhi oleh keadaan emosinya. Faktor keenam adalah pengetahuan. Komunikasi sulit dilakukan jika orang berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Faktor ketujuh adalah faktor peran. Cara berkomunikasi sesuai dengan peran dan hubungan orang yang berkomunikasi. Gaya perawat berkomunikasi dengan klien akan berbeda dengan cara berbicara dengan dokter dan perawat lain. Faktor ketujuh adalah tatanan interaksi. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika dilakukan dalam suatu lingkungan yang menunjang, karena bising, kurang keleluasaan pribadi dan ruang yang
sempit
dapat
menimbulkan
keracuan,
ketegangan
dan
ketidaknyamanan. Perawat perlu memilih tatanan yang memadai ketika berkomunikasi dengan klien. 7. Tahap – Tahap Komunikasi Terapeutik Fase dalam komunikasi terapeutik menurut Stuart dan Sundeen (2008) terdapat empat tahap, antara lain : a.
Tahap Pre-Interaksi merupakan tahap dimana perawat belum bertemu dengan pasien. Tugas perawat dalam tahap ini adalah menggali perasaan, fantasi dan rasa takut dalam diri sendiri, menganalisa kekuatan dan keterbatasan professional diri sendiri, mengumpulkan data tentang klien jika memungkinkan, merencanakan untuk pertemuan pertama dengan klien.
b. Tahap orientasi merupakan tahap dimana perawat pertama kali bertemu dengan klien. Tugas perawat dalam tahap ini meliputi : menetapkan alasan klien untuk mencarai bantuan, membina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka, menggali pikiran, perasaan dan tindakan-tindakan klien, mengidentifikasi masalah klien,
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
16
menetapkan tujuan dengan klien, dan merumuskan bersama kontrak yang bersifat saling menguntungkan dengan mencakup nama, peran, tanggung
jawab,
harapan,
tujuan,
tempat
pertemuan,
waktu
pertemuan, kondisi untuk terminasi dan kerahasiaan c.
Tahap kerja merupakan tahap dimana perawat memulai kegiatan. Yugas perawat pada tahap ini adalah menggali stressor yang relevan, meningkatkan
pengembangan
penghayatan
dan
penggunaaan
mekanisme koping klien yang konstruktif, serta membahas dan atasi perilaku resisten. d. Tahap terminasi merupakan tahap dimana perawat akan menghentikan interaksi dengan klien, tahap ini bisa merupakan tahap perpisahan atau terminasi sementara ataupun terminasi akhir. Tugas perawat pada tahap ini adalah membina realitas tentang perpisahan, meninjau kemampuan terapi dan pencapaian tujuan-tujuan, serta menggali secara timbal balik perasaan penolakan, kesedihan dan kemarahan serta perilaku yang terkait lainya. 8. Teknik Komunikasi Perawat Menurut Struart dan Sundeen (2008), berikut akan dipaparkan mengenai teknik-teknik komunikasi terapeutik pearawat, diantaranya : a. Mendengarkan dengan penuh perhatian b. Menunjukkan penerimaan c. Menanyakan pertanyaan berkaitan d. Mengulang ucapan kllien dengan kata-kata sendiri e. Klarifikasi f. Memfokuskan g. Menyampaikan hasil observasi h. Menawarkan informasi i. Diam j. Meringkas k. Memberikan penghargaan l. Menawarkan diri
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
17
m. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan n. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan o. Menempatkan kejadian secara teratur akan membantu perawat-klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. p. Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya q. Refleksi 9. Peran Perawat Neonatus Menurut Ball dan Blinder (2010) fokus peran perawat dalam merawat klien dan keluarga adalah memberikan informasi dan membangun kepercayaan,
meningkatkan
keterlibatan
orang
tua,
memfasilitasi
kebutuhan fisik dan emosional, memfasilitasi hubungan positif orang tua dan staf rumah sakit dalam berkomunikasi dan menjaga sistem dukungan keluarga. Senada dengan hal di atas, Miles (2009) menggambarkan peran perawat dalam memberikan dukungan kepada klien dan orang tua terangkum dalam empat dimensi dukungan perawat. yaitu pertama dukungan informasi yang meliputi informasi tentang penyakit neonatus, pengobatan, perkembangan, prognosis penyakit neonatus, perawatan neonatus, perilakku neonatus, respon emosional anak dan peran orang tua pada neonates,
kedua
dukungan
emosional
meliputi
mendengarkan,
memberikan perhatian, mempercayai perkataan orang tua, memperlihatkan perilaku caring dan membantu koping orang tua dan ketiga dukungan penilaian yaitu meningkatkan, mendukung peran orang tua, memberikan penegasan dan umpan balik dari respon orang tua serta memberikan dukungan sosial. Dukungan instrumental meliputi dukungan waktu, tenaga dan modifikasi lingkungan yang tergambar dalam asuhan keperawatan fisik dan psikososial pada klien dan orang tua.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
18
B. Pengetahuan Perawat Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2007). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan ialah segala sesuatu yang dilihat, didengar, dikecap, diraba, dan hadir dalam kesadaran kita, bersifat spontan, subyektif dan atau intuitif. Jadi pengetahuan adalah suatu informasi yang diperoleh dari hasil melihat dan mendengar dengan menggunakan alat indera kita. Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan terbagi dalam 6 tingkatan, yaitu: 1. Tahu (Know) diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya. 2. Memahami (Comprehension) suatu objek artinya bukan hanya sekedar tahu atau dapat menyebutkan saja tetapi juga dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. 3. Aplikasi (application) dapat diartikan bahwa apabila orang telah memahami suatu objek maka orang tersebut dapat mengaplikasikannya pada situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah. 5. Sintesis (synthesis) menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum stau hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang ada artinya mampu menyusun formulasi yang baru dari yang telah ada 6. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek. Pengetahuan dapat diukur dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan tertulis yang berupa angket. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
19
diantaranya adalah usia, pendidikan dan pengalaman, sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan, informasi, dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2007). Usia dikatakan mempengaruhi pengetahuan karena usia mempengaruhi daya tangkap dan pola piker seseorang. Semakin bertambah usia seseorang maka akan semakin berkembang daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh akan semakin baik. Pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan karena pendidikan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah orang tersebut menerima informasi. Dan semakin banyak informasi yang masuk maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapatkan Pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Pengalaman belajar yang dikembangkan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan. Pengetahuan memiliki sentivitas, empati, dan kepedulian yang tulus dan didapatkan melalui pengalaman dalam praktik. Selain itu pengetahuan personal mengintegrasikan dan menganalisis situasi interpersonal terbaru dengan pengalaman masa lalu. Semakin banyak pengalaman, semakin bertambah pengetahuan perawat tentang
diri
mereka
sendiri,
kesehatan
klien,
kemampuan
untuk
menginterpretasikan informasi tertentu dan melakukan tindakan keperawatan. Pengetahuan yang terus berkembang ini didapatkan melalui interaksi dengan klien dan individu lain, intropeksi diri, refleksi, dan analisis (Christensen & Kenney, 2009). Oleh karena itu perawat menerapkan dasar pengetahuan melalui berpikir kritis, keterampilan psikomotor, dan tindakan interpersonal untuk membantu klien mencapai potensi kesehatanya yang optimum.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
20
Perawat adalah profesi yang selalu kontak dengan pasien selama 24 jam. Interaksi antara perawat dengan klien mengakibatkan perawat mampu mengidentifikasi gejala perubahan kondisi, dan isu-isu penting lainnya yang terjadi pada klien. Pengetahuan, keterampilan dan kompetensi perawat sangat penting untuk meningkatkan kualitas perawatan. C. Model Promosi Kesehatan Nola J.Pender Nola J. Pender pertamakali mempublikasikan tentang Model Promosi Kesehatan/ Health Promotion Models (HPM) di dalam Health promotion in nursing tahun 1982. Model ini terus mengalami revisi dan publikasi terbaru pada edisi ke empat tahun 2002. Untuk pengembangan model ini, dilakukan berdasarkan riset dan pertimbangan teori untuk meningkatkan kekuatan penjelasan dan potensial untuk digunakan dalam intervensi keperawatan promosi kesehatan. Pender (1990) mendefiniskan sehat adalah hal positif, komprehensif, pemersatu, dan humanistik. Pada tahun 2002 Pender mendefinisikan kesehatan sebagai aktualisasi dari sebuah sifat yang melekat pada kemampuan manusia melalui perilaku secara langsung untuk mencapai tujuan, kemampuan diri sendiri, dan kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain. Kekuatan besar dari definisi yang dikemukakan oleh Pender mengenai kesehatan adalah menawarkan sebuah pandangan yang luas tentang kesehatan. Pandangan ini menyediakan peningkatan peluang untuk memperbaiki kesehatan klien karena kesehatan tidak terbatas pada keadaan yang bebas dari penyakit, atau pembatasan dalam fungsi atau adaptasi. Contoh pandangan positif Pender dari kesehatan yaitu memberikan pengembangan intervensi keperawatan yang tidak terbatas pada penurunan risiko penyakit, tetapi juga tujuan pada sumber-sumber yang dapat memperkuat, potensial, dan kemampuan. Konsep ini memberikan peluang untuk perawat agar dapat mengkaji individu, keluarga, dan komunitas untuk memperbaiki kesehatan, peningkatan kemampuan fungsi, dan kualitas hidup yang lebih baik.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
21
Model Promosi Kesehatan adalah suatu carauntuk menggambarkan interaksi manusia dengan lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam berbagai dimensi. Model ini mengintegrasikan teori nilai harapan (Expectancy-value) dan teori kognitif sosial (Social Cognitive Theory) dalam perspektif keperawatan manusia dilihat sebagai fungsi yang holistic. Adapun komponen elemen dari teori ini adalah: 1.
Teori Nilai Harapan (Etpectancy-Value Theory) Menurut teori nilai harapan, perilaku sehat bersifat rasional dan ekonomis. Seseorang akan mulai bertindak dari perilakunya dan akan tetap digunakan dalam dirinya tentang 2 hal pokok yaitu : a. Hasil tindakan bernilai positif b. Pengambilan tindakan untuk menyempurnakan hasil yang
diinginkan. 2.
Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) Teori model interaksi yang meliputi Iingkungan, manusia dan perilaku yang saling mempengaruhi. Teori ini menekankan pada Pengarahan diri (self direction) dan Pengaturan diri (self regulation)
3.
Persepsi terhadap kemajuan diri (self efficacy). Teori ini mengemukakan bahwa manusia memiliki kemampuan dasar dalam hal: 1) Simbolisasi yaitu proses dan transformasi pengalaman sebagai
petunjuk untuk tindakan yang akan datang. 2) Pikiran ke depan, mengantisipasi kejadian yang akan muncul
dan merencanakan tindakan untuk mencapai tujuan yang bermutu 3) Belajar dari pengalaman orang lain. Menetapkan peraturan untuk
generasi dan mengatur perilaku melalui observasi tanpa perlu melakukan trial dan error 4) Pengaturan diri menggunakan standar internal dan reaksi evaluasi
diri untuk memotivasi dan mengatur perilaku, mengatur lingkungan eksternal untuk menciptakan motivasi dalam bertindak. 5) Refleksi diri, berpikir tentang proses pikir seseorang dan secara
aktif memodifikasinya.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
22
Teori ini menyatakan kepercayaan diri dibentuk melalui observasi dan refleksi diri. Kepercayaan diri terdiri dari : a. Pengenalan diri (self atribut) b. Evaluasi diri (self evaluation) c. Kemajuan diri (self efficacy).
Model keperawatan Pender berdasarkan pada teori perilaku manusia, dimana terdapat peningkatan pengenalan dari model perilaku dalam prevensi primer dan promosi kesehatan, dan tenaga kesehatan memberikan perhatian lebih untuk membantu klien menerima perilaku sehat ini. Motivasi untuk berperilaku sehat menjadi dasar pada keinginan untuk untuk mencegah penyakit (prevensi primer) atau untuk mencapai tingkat keadaan yang lebih baik lagi dan aktualisasi diri (promosi kesehatan). Model promosi kesehatan (promkes) Pender ini berdasarkan pada tiga teori dari perilaku manusia: teori alasan dari tindakan yang dilakukan, teori perilaku yang direncanakan, dan teori sosial kognitif. Teori alasan dari tindakan (studi dilakukan oleh Ajzen dan Fishbeinin) menjelaskan hal besar dari perilaku adalah intensitas seseorang untuk berperilaku. Seseorang lebih suka untuk melakukan sesuatu ketika ia percaya pada hasil dari perilaku yang dilakukannya. Atau ia melakukannya karena orang lain berpikir ia harus melakukannya. Teori kedua menyarankan seseorang untuk melakukan perilaku ketika ia percaya bahwa ia berada dalam kontrol situasi. Teori ketiga tentang sosial kognitif (studi dilakukan oleh Bandura, 1986) adalah kemampuan diri. Kemampuan diri disini berarti kepercayaan dari individu terhadap kemampuannya untuk melakukan tindakan dengan sukses. Konsep kemampuan diri ini menjadi salah satu perilaku kognitif yang spesifik dari Model Pender. Pender percaya bahwa ketika seseorang merasakan kemampuan dirinya dalam perilaku tertentu, maka hasilnya akan lebih baik dimana orang tersebut akan komitmen untuk melakukan tindakan dan secara nyata ditunjukkan dalam perilaku.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
23
Beberapa pengamatan mengatakan HPM menyerupai HBM (Health Belief Model). HPM adalah kemampuan/ model yang berorientasi pada pendekatan yang berfokus pada pencapaian dari tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dan aktualisasi diri. Sedangkan HBM, dimaksudkan untuk digunakan dalam penjelasan kepada pasien, digunakan untuk diagnosis medis dan tatalaksana penyakit, seperti tuberkulosis. Lebih lanjut, HBM menggabungkan ketakutan dan ancaman sebagai motivasi untuk melakukan tindakan kesehatan. Ketika pandangan dapat secara nyata memperpendek periode prodromal penyakit, HPM tidak mempertimbangkan ketakutan atau ancaman sebagai kekuatan motivasi untuk ancaman kesehatan. Studi yang dilakukan Gracia (1995) menyarankan penambahan konsep dari model ini untuk meningkatkan kekuatan prediktif. Pender kemudian menambahkan tiga konsep baru yang berhubungan, seperti: perilaku sebelumnya, permintaan kompetisi dan pemilihan, serta komitmen untuk merencanakan suatu tindakan.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
24
Model yang direvisi terdiri dari karakterisitik individu dan pengalaman, perilaku-kognitif spesifik dan dampaknya, serta faktor lainnya yang mengarah pada hasil dari perilaku. Pender mengidentifikasi perilakukognitif spesifik dan dampaknya sebagai mekanisme motivasi terbesar untuk perilaku promkes, yang termasuk didalamnya: merasakan manfaat dari tindakan, merasakan rintangan dr tindakan, merasakan kemampuan interpersonal,
diri,
aktivitas-dampak
pengaruh
situasional.
terkait,
pengaruh
Karakteristik
hubungan
individu
dan
pengalaman termasuk dalam model dimana faktor personal dan perilaku sebelumnya.Penambahan konsep dari model permintaan bersaing dan pemilihan, komitmen untul merencanakan tindakan, dan perilaku promkes. Paradigma Teori Nola J. Pender 1. Lingkungan b. Individu dalam biopsikososial yang kompleks berinteraksi dengan lingkungannya secara terus menerus c. Profesional kesehatan merupakan bagian dari lingkungan interpersonal yang berpengaruh terhadap manusia sepanjang hidupnya d. Pembentukan konsep diri manusia dan lingkungan adalah penting untuk perubahan perilaku e. Lingkungan dalam konteks fisik, sosial dan budaya dimana kehidupan dapat berkembang f. Lingkungan dapat dimodifikasi oleh individu untuk meningkatkan perilaku kesehatan 2. Manusia a. Manusia mencoba menciptakan kondisi dimana mereka dapat mengekspresikan keunikannya b. Manusia mempunyai kapasitas untuk merefleksikan kesadaran dirinya, termasuk penilaian terhadap kemampuan c. Manusia menilai perkembangan sebagai sesuatu yang positif dan mencoba mencapai keseimbangan antara perubahan dan stabilitas
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
25
d. Setiap individu secara aktif berusaha mengatur perilakunya e. Manusia melakukan perubahan perilaku dimana mereka mengharapkan keuntungan yang bernilai bagi dirinya f. Individu sebagai subjek asuhan keperawatan sebagai model promkes yang perlu dilakukan pengkajian secara sistematis g. Karakteristik manusia sebagaimana pengalaman hidup merupakan bentuk perilaku termasuk perilaku kesehatan. 3. Kesehatan b. Kesehatan adalah pengalaman hidup yang berkembang c. Sebagai petunjuk bagi individu dalam mengartikan aktualisasi yang diperoleh dari kemampuan manusia melalui tujuan yang mengarahkan perilaku, kompetensi diri untuk melakukan perawatan, dan kepuasan hubungan dengan orang lain d. Perilaku sebelumnya dan karakteristik yang diperoleh mempengaruhi kepercayaan dan perilaku untuk meningkatkan kesehatan 4. Keperawatan a. Perawat membantu pasien membentuk perilaku yang positif bagi masa depan dengan memfokuskan pada manfaat dari perilaku tersebut b. Keperawatan dapat berkolaborasi pada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk mengkreasikan kondisi untuk mencapai kesehatan yang optimal dan tingkat kesehatan yang lebih baik.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
26
BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pengkajian ruangan dilakukan tanggal 26 Oktober - 10 November 2015. Sosialisasi dan implementasi dilakukan tanggal 11 November 2015. Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 13, 16,17 November 2015. A. Sosialisasi dan implementasi Sosialisasi dan implementasi dilakukan pada tanggal 11 November 2015 yang dihadiri oleh dua belas perawat dari NICU dan SCN 1-4. Selama presentasi sosialisasi residen memberikan penyegaran materi tentang komunikasi teraupetik, memaparkan lembar observasi untuk menilai kualitas komunikasi orang tua klien menggunakan lembar observasi yang telah dilakukan uji validitas dan reliabiltas oleh peneliti sebelumnya (Fatriansari, Nurhaeni & Syahreni, 2012) dan demonstrasi komunikasi teraupetik. Selama diskusi, perawat dan residen merevisi lembar observasi yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas komunikasi terupetik. Hal ini dilakukan karena perawat merasa perlu ada penyesuaian dengan kondisi ruang neonatus. Selain itu,
perawat memberikan saran agar demonstrasi
komunikasi teraupetik didokumentasikan (direkam) sehingga dapat dijadikan bahan pembelajaran selanjutnya. Lembar observasi yang telah direvisi terlampir. Implementasi proyek inovasi dilakukan dengan melakukan penyegaran materi komunikasi terapeutik dan demontrasi koumikasi terapetik oleh residen serta melakukan contoh implementasi
langsung pada orang tua pasien.
Implementasi juga dilakukan dengan menilai pelaksanaan
komunikasi
terapeutik oleh perawat yang menghadiri sosialisasi maupun perawat yang diobservasi sebelum dilakukan sosialisasi proyek inovasi. Pelaksaaan implementasi dilakukan dari tanggal 13, 16 dan 17 November 2015.
26
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
27
B. Evaluasi Pelaksanaan evaluasi dilakukan tanggal 18 November 2015 dengan melihat nilai hasil observasi komunikasi perawat-orang tua klien selama tiga hari menggunakan lembar observasi yang telah direvisi. Observasi dilakukan terutama terhadap perawat yang mengikuti proses penyegaran materi dan melihat demonstrasi komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh residen. Hasil evaluasi terhadap 10 perawat menunjukkan kualitas komunikasi teraupetik 30 % sangat baik, 70 % baik. Tabel.1 Hasil observasi pre-implementasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Initial E D A M Ep E N K Ay S N R A D S K N S E Sl Sc I
Pendidikan D3 D3 D3 D3 D3 S1 S1 S1 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3
Jumlah 23 68 54 57 58 45 55 59 24 37 44 46 38 27 27 28 28 31 28 31 32 25
Kriteria Tidak Baik Baik Baik Baik Baik Kurang Baik Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
28
Tabel.2 Hasil observasi post-implementasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Initial I E I T K A I H M I
Pendidikan D3 D3 D3 S1 S1 D3 D3 S1 D3 D3
Jumlah 60 42 55 56 56 55 56 65 63 56
Kriteria Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik
C. Keterbatasan Dalam hal ini residen memiliki keterbatasan yaitu : 1. Observasi tidak dilakukan kepada seluruh perawat / perawat yang dating saat sosialisasi awal di karenakan jadwal dinas yang tidak sama. 2. Saat sosialisasi hanya 12 orang perawat yang hadir sehingga materi penyegaran komunikasi terapeutik tidak optimal merata. 3. Kurangnya motivasi dari perawat neonates untuk melakukan komunikasi terapeutik secara mandiri sehingga harus diberikan motivasi terlebih dahulu oleh residen.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
29
BAB 5 PENUTUP a.
Kesimpulan a. Komunikasi teraupetik antara perawat-orang tua klien sangat diperlukan di ruang neonatus b. Hasil observasi menunjukkan adanya peningkatan kualitas komunikasi teraupetik perawat perinatologi RSCM setelah dilakukan penyegaran materi dan demonstrasi komunikasi teraupetik oleh residen
b.
Saran a. Perlu dilakukan pelatihan rutin dan supervisi mengenai komunikasi teraupetik di ruangan b. Perlu disusun SPO komunikasi teraupetik agar kualitas komunikasi dapat terstandard
29
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
30
DAFTAR PUSTAKA
Ball, J. W., Bindler, R. C., & Cowen, K. J. (2010). Child health nursing: Partnering with children & families. (2nd ed). New Jersey: Pearson Education inc. Bowden, V. R., Greenberg, C. S., & Donaldson, N. E. (2010). Children and their families. (2nd ed). China: Lippincot Williams & Wilkins Christensen, P.J., & Kenney, J.W. (2009). Proses keperawatan: Aplikasi model konseptual (Yuyun Yuningsih & Yasmin Asih, Penerjemah). (Edisi 4). Jakarta : EGC. Cockroft, S (2012). How can family centered care be improve to meet the needsof parent with a premature baby. Journal of Neonatal Nursing. 18, 105-110. Diunduh dari http://coinn2013.com/wpcontent/uploads/2012/03/Journalof-Neonatal-Nursing-article-How-can-family-centered-care-beimprovedto-meet-the-needs-of-parents-with-a-premature-baby-in-neonatalintensive-care.pdf Fatriansari, A., Nurhaeni, N., & Syahreni, E. (2012). Hubungan komunikasi terapeutik perawat anak dan tingkat kepuasan keluarga yang anaknya menjalani hospitalisasi di RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat. [Tesis]. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Hall, E.O.C. & Brinchmann, B. (2009). Mother preterm infant: experinence of space, tone and transfer ini the neonatal care unit. Journal of Neonatal Nursing,15 (4), 129-136. Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong’s Essensials of pediatric nursing. (8th ed). St. Louis: Mosby Inc Potter, P.A & Perry, A.G. (2004). Fundamental of nursing concepts, process and practice. (3nd ed). St.Louis: Mosby Year Book. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan & ilmu perilaku. Jakarta; PT. Rineka Cipta. Rustina, Y. (2015). Bayi prematur: Perspektif keperawatan. Jakarta: Sagung seto. Shintana, D.O.S., & Siregar, C.T. (2012). Hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat di RSUD Kota Pringadi Medan. [Skripsi]
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
31
Torney, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theory and their work. Missoury: Mosby. Setiani, Y. (2007). Komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien. [Tesis]. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran. Stuart, G.W dan Sundeen, S.J. (2008). Prinsip dan praktis dan perawatan psikiatri. Jakarta : EGC. Wong, D.L., Hockenberry, M.E., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2001). Wong essensial of pediatric nursing, (6 th ed). Vol 1. Mosby: Years book.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
32
LAMPIRAN
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
33
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
34
LEMBAR OBSERVASI KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT NEONATUS (modifikasi) Nama (Initial) Perawat : ……………………………… Jenjang Pendidikan : …………………………….... Hari/Tanggal : ……………………………… Petunjuk : Beri tanda (√ ) pada kolom yang sesuai Nilai : 4 (Sangat Baik), 3 (Baik), 2 (Kurang Baik), 1 (Tidak Baik) NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19
PERNYATAAN FASE PRA INTERAKSI (Tidak diobservasi) FASE ORIENTASI Mengucapkan salam Memperkenalkan diri Menanyakan nama orang tua/keluarga bayi Menjelaskan peran perawat dan klien Menjelaskan tujuan interaksi yang akan dilakukan Menjelaskan informasi terkait dengan kondisi bayi Menjelaskan lama waktu ( 2 - 20 menit) Menjaga kontak mata dengan klien, menjaga privacy dan menjaga jarak ( 45 - 120 cm) Menunjukkan sikap empati, tenang dan bersahabat Memberikan respon yang sesuai FASE KERJA Menggunakan teknik komunikasi yang tepat Memotivasi orang tua untuk mengungkapkan perasaanya terkait dengan perawatan bayinya Memberikan respon positif terhadap perasaan orang tua Menyimpulkan permasalahan orang tua terkait perawatan bayinya FASE TERMINASI Melakukan evaluasi terhadap interaksi yang dilakukan Melakukan waktu interaksi selama 2 - 20 menit Membuat rencana tindak lanjut Menyepakati kontrak baru Mengucapkan salam dengan ramah, sopan dan bersahabat sopan dan bersahabat
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT NEONATUS 4 3 2 1
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
35
DOKUMENTASI
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
36
Sosialisasi Komunikasi Terapeutik
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
37
Pengkajian
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
38
Implementasi
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
39
Tabel Tingkat Pengetahuan Perawat dan Kuesioner Pengetahuan
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
40
Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Komunkasi Teraupetik No
Umur
Pendidikan
Lama Kerja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
38 24 24 35 33
D3 D3 D3 S1 S1 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3 spk D3 s1 D3
15 3 10 5 10
30 24 25 26 30 34 21 21 25 35 31 29 28 34 24 52 35 35 46
3 2 3 4 4
5 10 3 20 5 11 1
Jumlah Jawaban Benar (n=16 soal) 13 15 15 16 16 14 13 15 15 15 15 15 15 12 12 12 14 13 13 14 16 16 13 15 15 15
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Keterangan jawaban benar < 13 = rendah 14 = sedang > 15 = tinggi
lampiran 3
PROYEK INOVASI KEPERAWATAN OPTIMALISASI PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN EDUKASI PENANGANAN NYERI PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK KANKER
Ruang Anggrek RSAB Harapan Kita Disusun oleh: Erni Setiyowati
1306345762
PROGRAM MAGISTER & SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
BAB 1 Pendahuluan 1.1
Nama Kegiatan “Optimalisasi peran perawat dalam memberikan edukasi penanganan nyeri pada orang tua yang memiliki anak kanker”
1.2
Latar Belakang Pengalaman memiliki anak yang menderita kanker merupakan pengalaman yang sulit dan sangat menyedihkan bagi orang tua. Penyakit kanker pada anak menempati urutan kedua dari penyebab kematian setelah kecelakaan dan bunuh diri. Diperkirakan 1400 kasus baru ditemukan setiap tahunnya di United Kingdom (Othman, et.al, 2010). Anak yang menderita kanker memiliki risiko tinggi kematian, oleh karena itu penatalaksanaan yang tepat perlu dilakukan. Beberapa terapi modalitas yang dilakukan pada pasien kanker antara lain pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Selama perawatan, anak dapat mengalami berbagai masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut diantara infeksi, stress, dan nyeri (National Cancer Institute, 2015). Nyeri selama perawatan disebabkan oleh treatment terhadap kanker, berbagai prosedur seperti aspirasi bone marrow, injeksi dan pemasangan infus, efek samping dari treatment seperti, sariawan, konstipasi maupun diare. Nyeri juga bisa disebabkan oleh penyebaran tumor ke organ-organ di seluruh tubuh (National Cancer Institute, 2015). Penanganan nyeri yang tidak tepat dapat mempengaruhi kualitas tidur, nutrisi dan kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak. 2
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Manajemen nyeri pada anak sangat dipengaruhi oleh peran serta keluarga terutama orang tua. Orang tua memiliki peranan besar dalam membantu anak untuk mengembangkan koping yang tepat dalam mengatasi nyeri. Namun, orang tua yang memiliki anak kanker umumnya dapat mengalami stress sehingga tidak mampu maksimal dalam membantu membangun koping yang adaptif. Oleh karena
itu, diperlukan peran serta tenaga kesehatan untuk
membantu keluarga dan anak dalam mengatasi permasalahan yang timbul sejak anak didiagnosis kanker, termasuk masalah manajemen nyeri yang sering ditemukan (Vallerand, Musto, & Polomano, 2011). Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memantau anak selama 24 jam, memiliki peranan yang besar dalam membantu anak dan keluarga mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat juga berperan sebagai advokat yang dapat membantu anak dan keluarga untuk dapat menemukan cara mengatasi nyeri yang dihadapi anak. Selain itu, perawat juga berperan sebagai pendidik untuk meningkatkan pengetahuan keluarga mengenai kanker dan permasalahannya (Vallerand, Musto, & Polomano, 2011). Studi pendahuluan yang dilakukan oleh residen selama 3 minggu di ruang Anggrek RSAB Harapan Kita, perawat sudah melaksanakan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan untuk mengatasi nyeri yang dialami anak misalnya dengan berkolaborasi memberikan analgesik pada anak. Namun, peran sebagai pendidik belum dilakukan secara maksimal. Menurut perawat diperlukan media untuk membantu perawat dalam menjalankan peran sebagai pendidik. Berdasarkan uraian diatas, residen ingin mengidentifikasi cara untuk mengoptimalkan peran perawat dalam membantu anak dan keluarga mengatasi nyeri yang dialami.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
1.3
Tujuan Proyek Inovasi 1.3.1 Tujuan Umum Mengoptimalkan peran perawat sebagai edukator melalui aplikasi evidence based practice dalam mengatasi nyeri pada pasien anak yang mengalami kanker. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi asuhan keperawatan nyeri pada anak kanker. b. Mengoptimalkan edukasi tatalaksana nyeri pada orang tua yang memiliki anak dengan kanker
1.4
Manfaat Proyek Inovasi 1.4.1 Rumah Sakit Penerapan asuhan keperawatan anak dengan nyeri mengembangkan asuhan keperawatan pada anak yang dirawat di ruang hemato-onkologi. 1.4.2 Perawat Memperoleh masukan dalam mengoptimalkan asuhan keperawatan pada anak kanker 1.4.3 Pasien dan Keluarga Edukasi pada orang tua dapat memfasilitasi pasien untuk meningkatkan koping dalam mengatasi masalah nyeri sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2. 1 Nyeri pada Anak Kanker Nyeri pada anak kanker disebabkan berbagai faktor. Penyebab nyeri kanker diantaranya (Texas Cancer Council, 2005; National Cancer Institute, 2015): 1. Keterlibatan tumor secara langsung pada tulang, saraf, organ dalam dan jaringan lunak. Nyeri ini merupakan nyeri yang paling umum pada pasien kanker. 2. Perubahan pada stuktur tubuh diakibatkan oleh tumor itu sendiri atau efek samping dari treatment ang dijalani. Perubahan yang terjadi seperti spasme otot, gangguan keseimbangan otot dan struktur tubuh lainnya. Keterlibatan tumor dan perubahan struktur tubuh merupakan penyebab terbesar terjadinya nyeri pada kanker (75 % dari kasus nyeri kanker). 3. Terapi antikanker seperti pembedahan,kemoterapi, radiasi, imunoterapi, dan modifikasi biologikal lainnya (treatment ini sering menyebabkan nyeri neuropatik karena adanya gangguan pada saraf) 4. Penyakit yang sudah ada sebelumnya yang tidak berhubungan dengan terapi kanker 5. Nyeri yang tidak diketahui penyebabnya. Umumnya merupakan nyeri nosiseptor yang biasanya menunjukkan perjalanan penyakit yang progrsif. Nyeri yang disebabkan oleh aktivasi nosiseptor disebut nyeri nosiseptif; sedangkan nyeri yang ditimbulkan oleh gangguan pada sistem saraf disebut nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif terjadi akibat kerusakan jaringan yang potensial yang dapat disebabkan oleh penekanan langsung tumor, trauma, inflamasi, atau infiltrasi ke jaringan yang sehat dan dapat berupa nyeri somatik maupun viseral. Nyeri somatik terjadi akibat terkenanya struktur tulang dan otot, bersifat tajam, berdenyut, serta terlokalisasi dengan jelas. Nyeri viseral adalah nyeri nosiseptif yang disebabkan oleh penarikan, distensi, atau inflamasi
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
pada organ dalam toraks dan abdomen. Nyeri viseral bersifat difus, tidak teralokalisasi, dan dideskripsikan sebagai tegang atau kejang disertai rasa mual dan muntah. Nyeri neuropatik sering dijumpai pada pasien keganasan dan umumnya sulit untuk ditangani. Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat kompresi saraf oleh masa tumor, trauma saraf pada prosedur diagnostik atau pembedahan, serta cedera sistem saraf akibat efek samping kemoterapi atau radioterapi. Adanya gangguan pada sistem saraf akan menyebabkan lepasnya muatan spontan dan paroksismal pada sistem saraf perifer dan pusat atau menyebabkan hilangnya modulasi inhibitor pusat. Karakteristik nyeri neuropatik adalah hiperalgesia (respon berlebihan terhadap stimulus yang menimbulkan nyeri) dan alodinia (nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak menyebabkan nyeri) Manajemen nyeri pada anak kanker dapat dibedakan menjadi terapi farmakologis dan non farmakologis. World Health Organization (WHO) telah memberikan pedoman terapi farmakologis untuk nyeri yang digambarkan sebagai stepladder (anak tangga). Pada nyeri ringan, digunakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) dan parasetamol. Jika nyeri tidak teratasi, maka dapat diberikan opioid lemah, seperti tramadol dan AINS. Jika nyeri tetap tidak teratasi, maka perlu dipertimbangkan pemberian opiod seperti morfin. Penatalaksanaan
nyeri
non
farmakologis
merupakan
pelengkap
dari
penatalaksanaan nyeri farmakologis. Penatalaksanaan nyeri non farmakologis disesuaikan dengan usia anak dan gejala yang ditimbulkan. Terapi non farmakologis diantaranya akupuntur, art terapi, biofeedback, Cognitive behavioral therapy (CBT), napas dalam (relaksasi), distraksi, hipnotis, terapi tertawa/humor, massase, dan terapi musik (Texas Cancer Council, 2005; National Cancer Institute, 2015).
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Beberapa jenis terapi non farmakologis memerlukan terapist yang profesional di bidangnya. Terapi tersebut seperti akupuntur, biofeedback, hipnosis, CBT dan massase (Texas Cancer Council, 2005). Akupuntur merupakan teknik yang bertujuan menghambat perjalanan energi yang menyebabkan nyeri. Akupuntur tidak menyakitkan tetapi terkadang membuat anak-anak merasa takut karena penggunaan jarum. Akupuntur dapat menurunkan fatigue, nyeri dan mual. Terapi distraksi merupakan metode untuk membantu mengalihkan pikiran anak terhadap sesuatu yang menyakitkan. Pada bayi, distraksi dapat dilakukan dengan cara menyentuh dan mengayun. Pada anak-anak dapat dilakukan dengan bermain, melihat video, membaca atau melakukan hal lain yang menyenangkan bagi anak. Pada teknik distraksi perlu dilakukan upaya melibatkan orang tua dan anak untuk mengidentifikasi distraktor yang paling kuat. Libatkan anak dalam permainan, minta anak menarik napas dalam dan menghembuskannya sampai diberi tahu untuk berhenti, dapat juga dengan meminta anak berkonsentrasi pada berteriak atau mengatakan “aduh”, humor dapat digunakan selama distraksi (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Wilkelstein, & Shwartz, 2009). Tabel.1 Teknik Distraksi Berdasarkan Usia No
Usia
Metode
1.
0-2 tahun
Menyentuh, menepuk-nepuk, musik, mengayun-ayun
2.
2-4 tahun
Bermain boneka, buku cerita, meniup balon
3.
4-6 tahun
Relaksasi napas dalam, bercerita, boneka, televisi, melakukan aktivitas yang disukai anak
4.
6-11 tahun
Musik, relaksasi napas dalam, humor, televisi, imajinasi terbimbing
Sumber: Tomlinson & Kline, (2010)
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Teknik selanjutnya yaitu imajinasi terbimbing. Teknik ini memerlukan kemampuan untuk membantu anak meemfokuskan pada sesuatu atau pengalaman yang menyenangkan. Minta anak untuk mengidentifikasi pengalaman nyata yang menyenangkan, dapat digabungkan dengan relaksasi. Terapi tertawa atau humor dapat membantu anak lebih rileks dan meningkatkan endorfin yang dapat menurunkan nyeri. Terapi ini dapat memanfaatkan buku, nyanyian atau film untuk menurunkan stress, nyeri dan rasa takut pada anak. Terapi musik digunakan untuk membantu menurunkan stress dan nyeri pada anak. Hasil penelitian menunjukkan terapi musik dapat menurunkan skor nyeri, laju pernapasan dan nadi serta menurunkan ansietas pada anak yang sedang menjalani lumbal pungsi (Nguyen, Nillson, Hellstrom, et.al, 2010). Penelitian lainnya menunjukkan pemberian musik bersama dengan analgesik dapat menurunkan nyeri kanker dibandingkan hanya menggunakan analgesik saja. Jenis musik yang disarankan yaitu musik yang lembut (Huang, Good , & Zauszniewski, 2010). Relaksasi juga dapat menurunkan nyeri pada anak. Pada bayi atau anak kecil relaksasi dapat dilakukan dengan menggendong anak dengan posisi tertopang dengan baik dan nyaman, timang dan ulangi satu atau dua kata seperti: “ibu disini”. Pada anak yang lebih besar dapat dilakukan dengan meminta anak untuk menarik napas dalam dan menghembuskan perlahan, lemas seperti boneka kain, kemudian mulai relaksasi otot progresif mulai dari ibu jari sampai ke seluruh tubuh, jika sulit, instruksikan anak untuk menegangkan atau mengencangkan setiap bagian tubuh kemudian merilekskannya. Biarkan mata anak tetap terbuka agar anak mampu berespon lebih baik. Selain terapi diatas, nyeri juga dapat diturunkan melalui stimulasi kutaneus yaitu dengan memberikan usapan berirama yang sederhana. Dapat juga
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
dilakukan menggunakan alat Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS). TENS merupakan metode penggunaan listrik bervoltase rendah yang terkendali pada tubuh melalui elektrode-elektrode yang dipasang pada kulit (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Wilkelstein, & Sshwartz, 2009) 2. 2 Peran Perawat dalam Manajemen Nyeri Peran perawat dalam melakukan manajemen nyeri dimulai dengan melakukan pengkajian nyeri, pencegahan terjadinya nyeri, memberikan intervensi berdasarkan evidence, edukasi dan intervensi berpusat pada keluarga serta perawatan paliatif (Vallerand, Musto, Polomano, 2011).
Nyeri merupakan
pengalaman sensorik dan emosional sehingga dibutuhkan beberapa strategi untuk melakukan pengkajian nyeri. Perawat dapat melakukan pendekatan menggunakan Question, Use, Evaluate, Secure, dan Take (QUEST). Question yaitu dengan menanyakan pada anak tentang nyeri yang dialami. Use, yaitu menggunakan skala nyeri yang terpat. Evaluate, evaluasi perubahan sikap dan fisiologis pada anak. Secure, melibatkan orang tua dan Take yaitu dengan mempertimbangkan penyebab nyeri dan mengevaluasi efektifitas intervensi yang sudah dilakukan (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Wilkelstein, & Sshwartz, 2009). Penggunakan skala penilaian nyeri yang tepat juga sangat diperlukan. Skala nyeri dapat dibedakan menjadi skala uni-dimensional dan multi dimensional (Yudiyanta, Khoirunnisa, Novitasari, 2015). Skala uni-dimensional hanya mengukur intensitas nyeri, cocok untuk nyeri akut, skala yang biasa digunakan untuk evaluasi pemberian analgetik. Skala pengkajian nyeri uni-dimensional ini meliputi: Visual Analog Scale (VAS), Verbal Rating Scale (VRS), Numeric Rating Scale (NRS), Wong baker pain rating scale . VAS dapat digunakan pada anak usia diatas 8 tahun dan dewasa, Wong Baker pain rating scale digunakan untuk anak usia diatas 3 tahun. Pada anak dibawah tiga tahun atau anak dengan
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
gangguan kognitif dapat digunakan Face, Legs, Activity, Cry, and Concolability (FLACC) behaviour tool.
Gambar.1 Visual Analog Scale
Gambar 3. Numeric Rating Scale
Gambar 2. Verbal Rating Scale
Gambar 4. Wong Baker Pain Rating Scale
Skala multi-dimensional digunakan untuk mengukur intensitas dan afektif (unpleasantness) nyeri, diaplikasikan untuk nyeri kronis. Skala multidimensional ini meliputi McGill Pain Questionnaire (MPQ), the brief pain inventory, dan memorial pain assesment card. Perawat perlu melibatkan orang tua sejak melakukan pengkajian sampai dengan evaluasi manajemen nyeri yang diberikan pada anak. Hal ini disebabkan asuhan keperawatan pada anak tidak terlepas dari konsep family center care. Salah satu upaya yang dapat dilakukan perawat yaitu membantu orang tua untuk mengembangkan koping yang adaptif pada anak. Strategi yang dapat dilakukan salah satunya dengan memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan dapat membantu keluarga dan anak untuk membentuk koping yang
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
adaptif. Pendidikan kesehatan menggunakan booklet dan video dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap penderita kanker terhadap manajemen nyeri, level nyeri, kecemasan, meningkatkan kualitas hidup, menurunkan penggunaan opioid untuk mengatasi nyeri (Lovel, et.al, 2010; Othman, et.al, 2010).
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
BAB 3 IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH
3.1
Identifikasi masalah berdasarkan PICO Model PICO merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi serta menyusun pertanyaan atas sebuah masalah. PICO merupakan akronim yang memiliki kepanjangan sebagai berikut: P: Problem/ Population/ Patient (masalah/ populasi/ pasien) I : Intervention (intervensi) C: Comparison (intervensi pembanding) O: Outcome (hasil yang diinginkan) Berdasarkan model PICO tersebut, identifikasi masalah yang terdapat pada proposal ini: Problem dan Patient: penggunaan asuhan keperawatan dan tatalaksana pasien anak kanker dengan masalah nyeri. Intervention: tatalaksana nyeri pada anak kanker melalui edukasi pada orang tua Comparison:
intervensi
yang
akan
dibandingkan
adalah
menerapkan
penanganan nyeri standar di ruangan (tanpa edukasi tatalaksana nyeri pada orang tua). Outcome: setelah dilakukan edukasi pada orang tua mengenai tatalaksana nyeri, anak dapat mengembangkan koping yang tepat untuk mengontrol nyeri Pertanyaan masalah: apakah edukasi pada orang tua mengenai tatalaksana nyeri anak kanker dapat membantu anak mengembangan koping yang tepat untuk mengontrol nyeri?
12
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
3.2
Strategi penyelesaian masalah Strategi penyelesaian masalah yaitu dengan pencarian dan pengumpulan literatur/ jurnal terkait topik bahasan. Tahapannya terdiri dari: 3.2.1
3.2.2
Identifikasi topik atau kata kunci, yaitu: a.
Cancer, neoplasma, oncology, pain, management
b.
Nursing, Education, parent, child, pain cancer
Pembatasan pencarian a.
3.2.3
3.2.4
Tahun
: 2005 sampai dengan 2016
Jenis publikasi yang diinginkan a.
Systematic review atau meta-analysis
b.
Clinical practice guidelines
c.
Critically appraised research studies
d.
Research studies: experimental study
e.
Electronic textbooks
Pencarian di database: a.
Cochrane
b.
Proquest
c.
EBSCO: CINAHL
d.
Springerlink
3.2.5 Jurnal terkait edukasi pada orang tua dan peran perawat dalam manajemen nyeri pada anak: Jurnal 1. Marie, N., Luckett T., Davidson, P.M., Lovel, M., & Lal, S. (2013). Optimal patient education for cancer pain: a systematic review and theory-based meta-analysis. Support Care Cancer, 21:3529–3537. DOI 10.1007/s00520-013-1995-0 Jurnal ini membandingakan efek dari edukasi nyeri pada pasien kanker dibandingkan dengan intervensi secara umum.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Jurnal 2. Gloanna, P., & Bernadette, M. M, (2010). Coping interventions for parents of children newly diagnosed with cancer: an evidence review with implications for clinical practice and future research. Pediatric Nursing, 36 (6) Jurnal ini merupakan artikel review yang menyimpulkan bahwa intervensi psikososial sejak awal diagnosis diperlukan oleh orang tua yang memiliki anak dengan kanker. Kesejahteraan hidup pada orang tua yang memperoleh intervensi psikososial lebih tinggi dibandingkan yang tidak memperoleh intervensi. Jurnal 3. Vallerand, A.H., Musto, S., Polomano, R.C. (2011). Nursing role in cancer management. Curr Pain Headache Rep, 15:250-262. Doi 10.1007/s11916-011-0203-5. Perawat memiliki peran memberikan asuhan keperawatan berdasarkan evidence, hasil penelitian dan pendidikan kesehatan dalam manajemen nyeri kanker. Asuhan keperawatan terhadap masalah nyeri yang dilakukan perawat meliputi pengkajian, tatalaksana nyeri, intervensi perdasarkan penelitian dan evidence, pendidikan kesehatan terhdap pasien dan keluarga serta perawatan paliatif. Perawat berperan sebagai advokat untuk memberdayakan klien dan keluarga agar mampu mengontrol nyeri yang dialami. Selain itu, perawat juga berperan sebagai edukator dan pemberi motivasi bagi pasien dan keluarga untuk melewati masa-masa yang sulit. Jurnal.4 Svavarsdottir, A.K., & Sigurdardottir, A.O. (2006). Developing a family level intervention for families of children with cancer. Oncology nursing forum, 33 (5):983-990
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Jurnal ini menjelaskan penelitian mengenai efektifitas edukasi bagi orang tua yang memiliki anak yang baru saja didiagnosis kanker. Penelitian dilakukan terhadap 19 orang tua dengan cara memberikan dukungan dan pendidikan kesehatan berbasis internet. Hasil penelitian menunjukkan meningkatkan
keluarga
yang
kesejahteraan,
memperoleh
intervensi
membangun
koping
dapat adaptif,
memperoleh dukungan dan kestabilan psikologis meningkat. Jurnal 5. Berglund, I.G., Ljusegren, G., & Enskar, K. (2008). Factor influencing pain management in children. Pediatric nursing, 20 (10), 21-24. Jurnal ini memaparkan hasil penelitian mengenai faktor yyang mempengaruhi perawat dalam memberikan manajemen nyeri pada anak. Penelitian menggunakan metode kualitatif yang melibatkan 21 perawat
yang bekerja di departeman anak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa manajemn nyeri yang diberikan perawat terhadap anak dipengaruhi oleh kerjasama antara perawat dan dokter, dan kerjasama antara perawat dengan pasien, perilaku anak, kegiatan rutinitas di ruangan, dan pengalaman perawat. Jurnal 6. Lovell, M. R., Forder P. M., & Stockler, M. R.(2010). A randomized controlled trial of a standardized educational intervention for patients with cancer pain. J Pain Symptom Manage, 40:49– 59. Pendidikan kesehatan mengenai manajemen nyeri diberikan terhadap 158 pasien kanker di Amerika serikat. Pendidikan kesehatan diberikan melalui video dan booklet. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan pengetahuan dan perilaku terhadap manajemen nyeri, menurunkan level nyeri, kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup serta menurunkan penggunaan analgesik.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
3.2.6
Plan Do Study Act (PDSA) Metoda PDSA adalah suatu cara untuk menguji perubahan yang diimplementasikan. Metode ini dapat memandu proses berfikir, pemecahan tugas menjadi langkah-langkah penyelesaian dan kemudian mengevaluasi hasilnya, memperbaiki, dan mengujinya kembali Plan a. Rencana: perawat melakukan edukasi terhadap orang tua mengenai tatalaksana nyeri pada anak kanker b. Hasil yang diharapkan: orang tua mampu membantu anak mengembangkan koping yang tepat dalam mengontrol nyeri. c. Langkah-langkah pelaksanaan: 1.
Menyusun booklet panduan untuk orang tua mengenai tatalaksana nyeri pada anak kanker
2.
Memilih dua orang perawat untuk menjadi role model tatalaksana nyeri pada anak
3.
Memberikan penyegaran materi mengenai tatalaksana nyeri pada perawat yang terpilih dengan metode diskusi terfokus selama 2 hari @ ± 30 menit (materi lampiran 1)
4.
Mengidentifikasi populasi yang sesuai (orang tua dengan anak yang mengalami semua jenis kanker)
5.
Mengidentifikasi kemampuan orang tua membantu anak membentuk koping untuk mengontrol nyeri (lampiran 2
6.
Memotivasi perawat untuk memberikan pendidikan kesehatan minimal 2x pertemuan (waktu pelaksanaan menyesuaikan dengan kondisi ruangan) pada masing-masing orang tua. Pertemuan pertama untuk menjelaskan penatalaksaan nyeri secara umum. Pertemuan kedua untuk mendemonstrasikan teknik tatalaksana nyeri.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
7.
Mengevaluasi kemampuan orang tua dalam membantu anak mengembangkan koping untuk mengontrol nyeri (lampiran 2)
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Planning of Action No
Kegiatan
1
Persiapan, studi literatur, konsultasi dengan pembimbing
2
Menyusun proposal dan booklet edukasi tatalaksana nyeri
Metode
Tanggal /waktu
Studi literatur
15 Februari3 Maret 2016
Studi literatur
Hasil Problem, jurnal EBN
4-7 Maret 2016
Dokumen proposal dan edukasi tatalaksana nyeri
11 Maret 2016
Slide presentasi, Revisi edukasi tatalaksana nyeri
Presentasi
3
Sosialisasi terhadap perawat untuk melakukan edukasi pada orang tua dan sosialisasi booklet
4
Revisi dan memperbanyak booklet
5
Penyegaran materi tatalaksana nyeri kepada semua perawat di ruangan
Diskusi
6
Pendampingan terhadap perawat ruangan dan diskusi terfokus untuk merencanakan manajemen nyeri disesuaikan dengan pasien yang sedang dirawat
7
Edukasi tatalaksana nyeri pada orang tua oleh perawat
Pendidikan kesehatan
8
Mengevaluasi keberhasilan orang tua dalam membantu anak membentuk koping dalam mengontrol nyeri (format terlampir)
21-23 Wawancara Maret 2016
Anak mampu mengembangkan koping adaptif untuk mengatasi nyeri
8
Presentasi hasil
Presentasi
Slide presentasi hasil evaluasi
Diskusi
11-13 Maret 2016 18 Maret 2016
Dokumen edukasi tatalaksana nyeri (revisi) Perawat siap melakukan edukasi
18-22 Maret 2016
Perawat siap melakukan edukasi
18-23 Maret
Orang tua mendapat edukasi
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Do Mahasiswa mengamati apakah edukasi terhadap orang tua dapat dilakukan oleh perawat ruangan. 1. Mengidentifikasi anak dan keluarga yang membutuhkan edukasi 2. Mengkaji
kemampuan
orang
tua
dalam
membantu
anak
mengembangkan koping untuk mengontrol nyeri 3. Perawat ruangan melakukan edukasi tatalaksana nyeri terhadap orang tua 4. Mengevaluasi kemampuan anak mengembangkan koping untuk mengontrol nyeri setelah orang tua memperoleh edukasi tatalaksana nyeri dari perawat Study Mahasiswa mempelajari apakah perawat mampu melakukan edukasi terhadap orang tua mengenai tatalakasana nyeri pada anak kanker. 1. Merekap data awal pasien dan koping yang dilakukan saat mengatsi nyeri 2. Merekap data akhir kemampuan anak dalam mengembangkan koping untuk mengatasi nyeri Act Edukasi pada orang tua mengenai tatalaksana nyeri anak dengan kanker. Booklet yang disusun merupakan media untuk mempermudah edukasi terhadap orang tua. Mahasiswa menyimpulkan efektifitas edukasi terhadap kemampuan anak mengembangkan koping dalam mengontrol nyeri.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil implementasi proyek inovasi optimalisasi peran perawat dalam memberikan edukasi penanganan nyeri pada orang tua yang memiliki anak kanker. Tujuan dari proyek inovasi ini yaitu perawat mampu membantu orang tua untuk mengembangkan koping anak yang adaptif dalam mengontrol nyeri. Implementasi proyek inovasi dilakukan di ruang Anggrek RSAB Harapan Kita pada tanggal 11-23 Maret 2016. Perawat yang mengikuti program penyegaran materi manajemen nyeri dan pendampingan sebanyak delapan perawat. Program penyegaran materi dilakukan pada tanggal 18 Maret 2016. Pengkajian tingkat pengetahuan dilakukan dengan memberikan sepuluh daftar pertanyaan terkait manajemen nyeri. Empat orang perawat memiliki tingkat pengetahuan kurang dan empat orang perawat memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Setelah penyegaran materi, dilakukan pendampingan untuk melakukan edukasi terhadap orang tua pasien. Pendampingan dilakukan menggunakan metode diskusi terfokus bersama perawat ruangan untuk menyusun perencanaan manajemen nyeri yang sesuai dengan kondisi pasien. Perawat ruangan kemudian melakukan edukasi terhadap orang tua pasien. Kemampuan perawat dalam memberikan edukasi, dinilai menggunakan lembar observasi (lampiran 4). Empat dari delapan perawat yang mengikuti penyegaran materi telah memberikan edukasi manajemen nyeri terhadap orang tua. Edukasi diberikan kepada orang tua ketika anak tidak mengalami nyeri, sehingga anak mampu berpartisipasi untuk mengidentifikasi tindakan apa yang dapat dilakukan saat terjadi nyeri.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Edukasi dilakukan terhadap tujuh ibu pasien. Ibu pasien dan anak melakukan penilaian nyeri, mengidentifikasi manajemen non farmakologis dan koping yang sesuai untuk anaknya. Tabel 1. Koping yang sesuai untuk mengontrol nyeri pada anak menurut keluarga pasien No Initial
Diagnosa Medis
Pasien 1.
An. F
Koping yang bisa dilakukan anak ketika nyeri
ALL-L1
Menarik
napas
dalam,
imajinasi
terbimbing 2.
An. B
ALL-sel T
Imajinasi
terbimbing,
pendekatan
spritual 3.
An.Sf
ALL-L1
Bermain puzle
4.
An. V
ALL
Menonton video dan bermain gadget
5.
An. A
Susp.
Imajinasis terbimbing, relaksasi otot
Hepatoblastoma
progresif
6.
An. R
Rhabdomiosarkoma Pelukan,
Melihat
buku
cerita
bergambar 7.
An. J
ALL
Menonton TV, relaksasi progresif, imajinasi terbimbing
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Kemampuan orang tua dalam membantu anak mengembangkan koping yang adaptif, dinilai menggunakan lembar observasi. Penilaian dilakukan ketika anak mengalami nyeri akibat prosedur dan efek samping perawatan seperti saat pemasangan infus, efek samping obat kemoterapi seperti diare, konstipasi dan sariawan. Tabel 2. Kemampuan Keluarga Membantu Anak Mengontrol Nyeri No Tindakan 1.
Mendampingi anak ketika
An.
An.
An.
An.
An.
An.
An.
F
B
Sf
V
A
R
J
√
√
√
√
√
√
√
√
√
x
√
√
√
√
√
√
x
√
√
√
√
√
√
x
√
√
√
√
√
√
x
√
√
√
√
anak merasakan nyeri atau akan menjalani prosedur yang menyebabkan nyeri 2.
Bersikap tenang selama mendampingi anak
3.
Memberikan motivasi terhadap anak untuk mengontrol nyeri
4.
Membantu anak mengontrol nyeri sesuai dengan koping yang dikembangkan anak
5.
Bekerjasama dengan petugas kesehatan
Keterangan: √ : dilakukan x : tidak dilakukan Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ibu mampu membantu anak membentuk koping yang adaptif dalam mengontrol nyeri. Satu orang ibu belum mampu memfasilitasi anak (An.Sf). Residen melakukan pengkajian
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
lebih jauh terhadap Ibu An.Sf. hasil pengkajian menunjukkan ibu mengalami kecemasan yang tinggi sehingga tidak mampu bekerjasama dengan perawat untuk meningkatkan kemampuan anak mengontrol nyeri. Ibu meyakini bahwa saat anak sakit, tidak ada yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri. Ibu tampak tidak tenang dan tidak percaya diri dalam merawat anak. Perawat ruangan memberikan akhirnya memberikan intervensi untuk menurunkan kecemasan ibu. 4.2.
Pembahasan
Perawat memiliki peran memberikan asuhan keperawatan berdasarkan pembuktian, hasil penelitian dan pendidikan kesehatan dalam manajemen nyeri kanker. Asuhan keperawatan terhadap masalah nyeri yang dilakukan perawat meliputi pengkajian, tatalaksana nyeri, intervensi perdasarkan penelitian, pendidikan kesehatan terhdap pasien dan keluarga serta perawatan paliatif. Perawat berperan sebagai advokat untuk memberdayakan klien dan keluarga agar mampu mengontrol nyeri yang dialami. Selain itu, perawat juga berperan sebagai edukator dan pemberi motivasi bagi pasien dan keluarga untuk melewati masa-masa yang sulit selama memperoleh perawatan. Dalam proyek inovasi ini dilakukan optimalisasi peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Optimalisasi berupa penyegaran materi untuk meningkatkan kemampuan perawat melakukan pengkajian dan perencanaan masalah nyeri. Optimalisasi intervensi keperawatan mandiri dengan cara memberikan pendidikan kesehatan, dan mengevaluasi keberhasilan dari intervensi. Perawat yang memberikan pendidikan kesehatan sebanyak 50 % dari jumlah total perawat yang memperoleh penyegaran materi manajemen nyeri (empat dari delapan orang perawat). Residen telah memberikan motivasi dan pendekatan kepada perawat ruangan untuk melakukan pendidikan kesehatan sesuai dengan kebutuhan keluarga dan pasien. Namun, belum semua perawat melakukan pendidikan kesehatan,
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
beberapa menyampaikan belum memperoleh waktu luang untuk melakukan pendidikan kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Berglund, Ljusegren, & Enskar, (2008), faktor yang mempengaruhi perawat dalam memberikan manajemen nyeri pada anak. dipengaruhi oleh kerjasama antara perawat dan dokter, dan kerjasama antara perawat dengan pasien, perilaku anak, kegiatan rutinitas di ruangan, dan pengalaman perawat. Jika dikaitkan dengan kondisi ruangan, tingkat kepatuhan perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan dapat dipengaruhi oleh rutinitas di ruangan yang belum terbiasa dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang manajemen nyeri dan pengalaman perawat terkait manajemen nyeri. Kemampuan orang tua memfasilitasi anak dalam mengontrol nyeri dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pendampingan dari tenaga kesehatan sejak anak baru saja didiagnosis menderita kanker, sangat diperlukan. Hasil penelitian menunjukkan keluarga yang memperoleh pendidikan kesehan dan pendampingan sejak anak baru saja didiagnosis menderita kanker mampu meningkatkan kesejahteraan, membangun koping adaptif bagi orang tua dan anak, memperoleh dukungan serta kestabilan psikologis meningkat (Svavarsdottir & Sigurdardottir, 2006). Pada proyek inovasi ini, keluarga bersama dengan perawat mampu mengidentifikasi koping dan teknik mengontrol nyeri yang dapat diterapkan pada anak. Namun terdapat satu orang
ibu pasien
(An.Sf) yang terlihat sangat cemas dan tidak mampu memfasilitasi anak. Ibu tidak mampu bekerjasama dengan petugas kesehatan ketika anak memperoleh prosedur yang menimbulkan nyeri (pemasangan NGT dan Infus). Perawat ruangan melakukan pendekatan untuk mengontrol kecemasan yang dialami ibu. Perawat juga menyarankan agar ibu meningkatkan komunikasi dengan para orang tua yang ada di ruangan. Tujuannya agar ibu memperoleh dukungan dan tidak mengalami depresi.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
4.3.
Kesimpulan Berdasarkan implementasi proyek inovasi dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat dapat meningkatkan kemampuan orang tua dalam membantu anak mengontrol nyeri yang dialami. Perawat perlu merencanakan manajemen nyeri yang tepat secara individual diseusikan dengan kebutuhan masing-masing pasien. kemampuan perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan, dipengaruhi oleh rutinitas di ruangan dan pengalaman perawat.
4.4.
Saran Optimalisasi peran perawat dalam memberikan intervensi manajemen nyeri memerlukan media pendukung yang sesuai dan dapat digunakan secara aplikatif.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Daftar Pustaka Berglund, I.G., Ljusegren, G., & Enskar, K. (2008). Factor influencing pain management in children. Pediatric nursing, 20 (10), 21-24. Huang, S.T., Good, M., Zauszniewski, J. A. (2010). The effectiveness of music in relieving pain in cancer patients: a randomized controlled trial. Int J Nurs Stud.,47:1354–62. Lovell, M. R., Forder P. M., & Stockler, M. R.(2010). A randomized controlled trial of a standardized educational intervention for patients with cancer pain. J Pain Symptom Manage, 40:49– 59. National Cancer Institute. (2015). Children with Cancer A Guide for Parents. US: NIH Publication Nguyen, T.N., Nilsson, S., Hellstrom, A.L., et al. (2010). Music therapy to reducepain and anxiety in children with cancer undergoing lumbar puncture: a randomized clinical trial. JOPON. 27:146–5 Othman, A., Blunden, S., Mohamad, N., Husin, Z.A.M., & Osman, Z.J. (2010). Piloting an educational program forparents of pediatric cancer patients in Malaysia. Psycho-Oncology, 19: 326-331. Svavarsdottir, A.K., & Sigurdardottir, A.O. (2006). Developing a family level intervention for families of children with cancer. Oncology nursing forum, 33 (5):983-990 Texas Cancer Counsil. (2005). Guideline for treatment cancer pain. Texas Tomlinson, D. & Kline, N.E. (2010). Pediatric oncology nursing:Advanced clinical nursing handbook, 2nd ed. Springer Vallerand, A.H., Musto, S., Polomano, R.C. (2011). Nursing’s role in cancer pain. Curr Pain Headache Rep, 15: 250-262, doi 10.1007/s11916-011-0203-5 Wong, D.L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Wong: buku ajar keperawatan pediatrik. Ed.6. Jakarta: penerbit EGC. Yudiyanta, Khoirunnisa, N., Novitasari, R.W.(2015). Assement nyeri. CDK-226, 42, (3), 214-233
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Lampiran 1. Format pengkajian kemampuan koping anak dalam mengontrol nyeri Pertanyaan untuk orang tua: 1. Jelaskan nyeri yang dialami anak sebelumnya? 2. Bagaimana biasanya anak anda bereaksi terhadap nyeri? 3. Apakah anak anda mengatakan pada anda atau orang lain jika ia disakiti? 4. Apa yang anda lakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman yang dialamia anak anda? 5. Apa yang dilakukan anak anda untuk mengurangi rasa nyeri? 6. Mana dari tindakan tersebut yang bekerja paling baik dalam mengurangi atau menghilangkan nyeri anak anda?
Sumber: Wong, D.L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Wong: buku ajar keperawatan pediatrik. Ed.6. Jakarta: penerbit EGC.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Lampiran 2. Penyegaran materi tatalaksana nyeri terhadap perawat. 1. Nyeri pada anak kanker 2. Pengkajian nyeri dan penggunaan instrument yang tepat untuk mengkaji nyeri 3. Manajemen nyeri farmakologis dan non farmakologis
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
lampiran 3
Lampiran 3. LEMBAR OBSERVASI KEMAMPUAN ORANG TUA DALAM MEMBANTU ANAK MENGONTROL NYERI
Initial Pasien:
No
Tindakan
Dilakukan
Tidak dilakukan
1.
Mendampingi anak ketika anak merasakan nyeri atau akan menjalani prosedur yang menyebabkan nyeri
2.
Bersikap tenang selama mendampingi anak
3.
Memberikan motivasi terhadap anak untuk mengontrol nyeri
4.
Membantu anak mengontrol nyeri sesuai dengan koping yang dikembangkan anak
5.
Bekerjasama dengan petugas kesehatan
Observer
(
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
)
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA KONTRAK BELAJAR RESIDENSI I Oleh: Erni Setiyowati NPM : 1306345762
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Lampiran 4
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2015
Nama NPM Tempat Praktek NO 1
2
TUJUAN PRAKTIK Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan berdasarkan pendekatan MTBS
: Erni Setiyowati : 1306345762 : Puskesmas Beji KOMPETENSI Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien balita berdasarkan pendekatan MTBS: 1. Mengklasifikasikan kondisi klien menggunakan format MTBS dan MTBM 2. Memberikan tindakan sesuai dengan klasifikasi kondisi klien 3. Memberikan rujukan bagi pasien anak yang memiliki tanda bahaya umum 4. Memberikan konseling pada keluarga terkait masalah kesehatan anak 5. Memberikan pelayanan tindak lanjut bagi pasien pada kunjungan ulang
Mahasiswa Melaksanakan asuhan keperawatan pada balita secara komprehensif meliputi: mampu 1. Melakukan pengkajian terhadap kondisi fisik dan tumbuh kembang klien: memberikan a. Pemeriksaan head to toe asuhan b. Melakukan pemeriksaan perkembangan menggunakan Denver 2 keperawatan pada c. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan perkembangan anak dengan 2. Menentukan intervensi keperawatan yang dibutuhkan klien: intervensi menggunakan sesuai maslah fisik klien, Bimbingan antisipasi, Stimulasi tumbuh formulir Denver kembang, Pendidikan kesehatan 2 3. Melakukan implementasi keperawatan sesuai perencanaan keperawatan (home visit) 4. Mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan a. Mengevaluasi kemajuan klien b. Menentukan rencana tindak lanjut 5. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang dilakukan
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
METODA
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Konseling Praktik keperawatan Dokumentasi Home visit: Observasi Wawancara Pemeriksaan tumbuh kembang Praktik keperawatan Dokumentasi
WAKTU
KET
14 September Puskesmas – 24 Oktober Beji 2015
14 September Puskesmas – 24 Oktober Beji 2015
Nama NPM Tempat Praktek NO 1.
2.
: Erni Setiyowati : 1306345762 : Perinatologi RSCM
TUJUAN PRAKTIK KOMPETENSI Mahasiswa mampu Melakukan proyek inovasi melakukan proyek 1. Melakukan need assessment yang terfokus inovasi keperawatan dengan analisis SWOT 2. Menentukan masalah yang ada d ruang rawat 3. Menyusun proposal rencana penyelesaian masalah 4. mempresentasi rencana proyek inovasi di lahan praktik 5. Melaksanakan proyek inovasi 6. Melakukan evaluasi hasil (analisis perubahan yang terjadi di lahan praktik) 7. mempresentasi hasil pelaksanaan proyek inovasi 8. Membuat laporan kegiatan proyek inovasi Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada neonatus BBLR dengan masalah respirasi
Melakukan asuhan keperawatan komprehensif meliputi: 1. Melakukan pengkajian meliputi riwayat kesehatan, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, riwayat persalinan, pemeriksaan penunjang, menilai masa gestasi 2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi hasil pengkajian b. Menegakkan diagnosis keperawatan 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Menerapkan prinsip family center care
METODA Kuesioner Observasi Wawancara Diskusi Studi literatur
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang Dokumentasi
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
WAKTU 26 Oktober- 21 November 2015
26 Oktober- 21 November 2015
KET Perinatologi RSCM
b.
3.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada neonatus BBLR dengan hiperbilirubinemia
Mempertimbangkan penggunaan alat bantu napas (ventilator) c. Membuat perencanaan pendidikan kesehatan d. Menerapkan evidence based practice e. Memberikan discharge planning 4. Implementasi perencanaan keperawatan 5. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan kesehatan klien terhadap tindakan yang diberikan b. Menentukan rencana tindak lanjut 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan 7. Mengidentifikasi praktik keperawatan anak sesuai prinsip etik dan legal Melakukan asuhan keperawatan komprehensif meliputi: 1. Melakukan pengkajian meliputi riwayat kesehatan, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, riwayat persalinan, pemeriksaan penunjang, menilai masa gestasi 2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi hasil pengkajian b. Menegakkan diagnosis keperawatan c. Menyusun rencana asuhan keperawatan d. Menerapkan prinsip family center care e. Mempertimbangkan penggunaan terapi sinar f. Memantau penggunaan terapi sinar g. Membuat perencanaan pendidikan kesehatan h. Menerapkan evidence based practice
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang Dokumentasi
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
26 Oktober- 21 November 2015
3. 4. 5. 6.
i. Memberikan discharge planning Implementasi perencanaan keperawatan Evaluasi Pendokumentasian asuhan keperawatan Mengidentifikasi praktik keperawatan anak sesuai prinsip etik dan legal
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Nama NPM Tempat Praktek
: Erni Setiyowati : 1306345762 : Ruang Non Infeksi RSAB
No TUJUAN PRAKTIK KOMPETENSI 1. Mahasiswa mampu Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak memberikan asuhan dengan Leukemia: keperawatan pada 7. Melakukan Pengkajian pasien anak berbagai a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit, usia yang mengalami riwayat keluarga, riwayat persalinan, dan masalah penyakit riwayat pertumbuhan perkembangan kronik/keganasan: b. Pemeriksaan head to toe, Keadaan umum, leukemia tanda vital, antropometri, tanda-tanda kelemahan dan perdarahan c. Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan darah tepi, Pemeriksaan biopsi limfa, Pemeriksaan sumsum tulang 8. Merumuskan Diagnosa Keperawatan 9. Menganalisis dan menginterpretasi hasil pengkajian 10. Menegakkan diagnosis keperawatan 11. f. g. h. i.
Menyusun rencana asuhan keperawatan Menerapkan prinsip atraumatik care Menerapkan prinsip family center care Membuat perencanaan pendidikan kesehatan Melakukan intervensi kemoterapi, manajemen hidrasi, manajemen aktivitas j. Menerapkan evidence based practice
METODA Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
Dokumentasi
Dokumentasi
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
WAKTU 7 Desember 2015 15 Januari 2016
KETERANGAN R.Non Infeksi RSAB
k. l. m. n. o. p. 12.
Kolaborasi pemberian medikasi Monitoring intervensi Memberikan discharge planning Menyusun program bermain terapeutik Melakukan bimbingan antisipasi Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang nyaman Implementasi perencanaan keperawatan
13. Evaluasi c. Mengevaluasi kemajuan kesehatan klien terhadap tindakan yang diberikan d. Menentukan rencana tindak lanjut 14.
Pendokumentasian asuhan keperawatan
15. Mengidentifikasi praktik keperawatan anak sesuai prinsip etik dan legal 2.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak berbagai usia yang mengalami masalah penyakit kronik/keganasan: thalasemia
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia meliputi: 1. Melakukan Pengkajian a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, riwayat persalinan, riwayat pertumbuhan perkembangan b. Keadaan umum, tanda vital, antropometri, status nutrisi. c. Pemeriksaan head to toe: d. Pemeriksaan penunjang : Analisis DNA, Analisa HB, Darah Lengkap, Gambaran
Praktik keperawatan Dokumentasi
Dokumentasi Studi literatur
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
7 Desember 2015 – R.Non Infeksi 15 Januari 2016 RSAB
2.
3.
4. 5.
6. 7.
darah tepi, USG Abdomen Merumuskan Diagnosa Keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan diagnosis keperawatan Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Menerapkan prinsip atraumatik care dan family center care b. Membuat perencanaan pendidikan kesehatan c. Melakukan tindakan keperawatan : manajemen aktivitas d. Kolaborasi pemberian medikasi dan transfusi e. Monitoring dan kolaborasi f. Memberikan discharge planning g. Membuat program bermain terapeutik h. Melakukan bimbingan antisipasi i. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang nyaman Implementasi perencanaan keperawatan Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan b. Menyusun rencana tindak lanjut Pendokumentasian asuhan keperawatan Mengidentifikasi praktik keperawatan anak sesuai prinsip etik dan legal
Dokumentasi
Dokumentasi
Praktik keperawatan Dokumentasi Dokumentasi Studi literatur
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Mengetahui : Supervisor Utama
Dr. Allenidekania, S.Kp., M.Sc
Disetujui oleh : Supervisor
Happy Hayati, Ns. Sp.Kep.An
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Depok, September 2015 Mahasiswa :
Ns. Erni Setiyowati, S.Kep
KONTRAK BELAJAR RESIDENSI II NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN ANAK UNIVERSITAS INDONESIA Nama NPM Tempat Praktik Periode No 1.
Tujuan Praktik Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien anak berbagai usia yang mengalami tumor solid dan liquid sebanyak 5 kasus dengan menerapkan teori unpleasant symptom
: Erni Setiyowati : 1306345762 : Ruang Anggrek RSAB Harapan Kita dan Ruang Non infeksi RSCM : 15 Februari-29 April 2016 Kompetensi Umum dan Khusus / Aktifitas Pembelajaran Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan tumor solid maupun liquid dengan menerapkan unpleasant symptoml meliputi: 1. Melakukan pengkajian (fisiologis, psikologis dan situasional): a. Pengkajian awal: kaji riwayat kemoterapi, fase kemoterapi dan efek samping, kaji faktor resiko keganasan, hasil laboratorium b. Pengkajian faktor fisiologis 1. Keadaan Umum 2. Cairan dan elektrolit 3. Mobilisasi 4. Nutrisi 5. Eliminasi 6. Sensasi 7. Neurologi 8. Endokrin c. Pengkajian faktor psikologis (pengkajian terkait mood (kecemasan atau depresi), marah, dan takut) d. Pengkajian faktor situasional (budaya yang mempengaruhi, latar belakang individu, kemampuan mengakses temat pelayanan kesehatan, emosional dll) 2. Merumuskan diagnosis keperawatan dan menyusun WOC a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Metode Pembelajaran Observasi Pemeriksaan fisik Edukasi Dokumentasi Praktik keperawatan Pemeriksaan laboratorium
Waktu Pelaksanaan Minggu ke-2 Minggu ke-4 Minggu ke-6 Minggu ke-8 Minggu ke10
Outcome (Kriteria Hasil) 1. laporan asuhan keperawatan klien kelolaan (pengkajianevaluasi) 2. 1 laporan resume/hari (askep pengkayaan)
No
Tujuan Praktik
Kompetensi Umum dan Khusus Metode / Aktifitas Pembelajaran Pembelajaran b. Merumuskan diagnosis keperawatan berdasarkan analisis hasil pengkajian antara lain: 1. Nyeri b.d agen injury 2. Resiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kebutuhan metabolik tinggi dan mual, muntah 3.Menetapkan tujuan (goal setting) 4. Menyusun intervensi keperawatan sesuai masalah untuk mencapai tujuan pada saat evaluasi menggunakan pedoman Nursing Intervention Classification (NIC): a. Tindakan mandiri 1. kaji nyeri secara komprehensif 2. observasi reaksi non verbal dr ketidaknyamanan 3. kontrol lingkungan yg dpt mempengaruhi nyeri –pilih 4. lakukan penanganan nyeri (farmakologi & non-farmakologi) 5. evaluasi keefektifan kontrol nyeri 6. tingkatkan istirahat 7. berikan informasi mengenai nyeri; penyebab, waktu Praktik berlangsung, antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur. Keperawatan b. Tindakan kolaborasi 1. Perencanaan kemoterapi, memahami fase, protokol dan obat yang digunakan pada kemoterapi 2. kolaborasi dlm pemberian analgetik 5. Melakukan pengkajian lanjut untuk memvalidasi masalah keperawatan klien yang dikelola 6. Memvalidasi dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan 7. Mengimplementasikan rencana keperawatan a. Memantau TTV b. Edukasi orangtua c. Memantau tanda-tanda nyeri dan upaya mengatasinya
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Waktu Pelaksanaan
Outcome (Kriteria Hasil)
No
2.
Tujuan Praktik
Kompetensi Umum dan Khusus / Aktifitas Pembelajaran 8. Melakukan kolaborasi dengan disiplin ilmu lain, terutama dalam melakukan tindakan keperawatan lanjut 9. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan: a. Nyeri berkurang b. Tidak terjadi resiko infeksi c. Intake adekuat 10. Melakukan perencanaan pulang 11. Menerapkan hasil evidence based practice 12. Membuat jurnal reflektif 13. Mengidentifikasi berbagai masalah etik, legal, dan peka budaya terkait dengan keperawatan anak dengan kondisi kronik/terminal dan mencari solusi terbaik untuk kesehatan klien 14. Mendemonstrasikan penerapan teori dan konsep keperawatan
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien anak yang mengalami gangguan sistem perkemihan minimal 1 kasus dengan menerapkan teori
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem perkemihan dengan menerapkan teori unpleasant symptom meliputi: 1. Melakukan pengkajian (fisiologis, psikologis dan situasional): a. Pengkajian awal: kaji riwayat kemoterapi, fase kemoterapi dan efek samping, kaji faktor resiko keganasan, hasil laboratorium b. Pengkajian faktor fisiologis (Keadaan Umum, Cairan dan elektrolit, Mobilisasi, Nutrisi, Eliminasi, Sensasi, Neurologi, Endokrin) c. Pengkajian faktor psikologis (pengkajian terkait mood (kecemasan atau depresi), marah, dan takut) d. Pengkajian faktor situasional (budaya yang mempengaruhi, latar belakang individu, kemampuan mengakses tempat pelayanan kesehatan, emosional dll) 2. Merumuskan diagnosis keperawatan dan menyusun WOC a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Merumuskan diagnosis keperawatan berdasarkan analisis hasil, antara lain:
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Metode Pembelajaran
Waktu Pelaksanaan
Outcome (Kriteria Hasil)
1. Observasi 2. Pemeriksaan fisik 3. Edukasi 4. Dokumentasi 5. Praktik keperawatan 6. Pemeriksaan laboratorium
Minggu ke-4
1. laporan asuhan keperawatan klien kelolaan (pengkajianevaluasi
No
Tujuan Praktik unpleasant symptom
3. 4.
5. 6. 7.
8. 9.
Kompetensi Umum dan Khusus Metode / Aktifitas Pembelajaran Pembelajaran Kelebihan volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan cairan ginjal Menetapkan tujuan (goal setting) Menyusun intervensi keperawatan sesuai masalah untuk mencapai tujuan pada saat evaluasi menggunakan pedoman Nursing Intervention Classification (NIC) melalui : a. Tindakan mandiri 1. Awasi tanda-tanda vital terutama tekanan darah dan denyut jantung 2. Catat masukan dan haluaran cairan 3. Awasi berat jenis urin 4. Berikan perawatan kulit 5. Catat pemasukan diet 6. Awasi pemeriksaan laboratorium urin, darah dan biopsi ginjal jika ada b. Tindakan kolaborasi 1. Pemberian terapi medikasi seperti kortikosteroid (prednisolon) dan diuretik 2. Terapi kemoterapi (pada Sindrom Nefrotik) Melakukan pengkajian lanjut untuk memvalidasi masalah keperawatan klien yang dikelola Memvalidasi dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan Mengimplementasikan rencana keperawatan: a. Mengawasi denyut jantung b. Mencatat masukan dan haluaran cairan c. Memantau adanya keletihan pada anak, kesulitan beraktifitas Melakukan kolaborasi dengan disiplin ilmu lain, terutama dalam melakukan tindakan keperawatan lanjut Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan: Edema berkurang, BB seimbang, protein urin (-)
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Waktu Pelaksanaan
Outcome (Kriteria Hasil)
No
Tujuan Praktik
10. 11. 12. 13. 14.
3.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien anak yang mengalami gangguan kardiovaskul er (penyakit jantung) minimal 1 kasus dengan menerapkan teori unpleasant symptom
Kompetensi Umum dan Khusus Metode / Aktifitas Pembelajaran Pembelajaran Melakukan perencanaan pulang Menerapkan hasil evidence based practice Membuat jurnal reflektif Mengidentifikasi berbagai masalah etik, legal, dan peka budaya terkait dengan keperawatan anak dengan kondisi kronik/terminal dan mencari solusi terbaik untuk kesehatan klien Mendemonstrasikan penerapan teori dan konsep keperawatan
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem perkemihan dengan menerapkan teori unpleasant symptom meliputi: 1. Melakukan pengkajian (fisiologis, psikologis dan situasional): a. Pengkajian awal: kaji riwayat kemoterapi, fase kemoterapi dan efek samping, kaji faktor resiko keganasan, hasil laboratorium b. Pengkajian faktor fisiologis (Keadaan Umum, Cairan dan elektrolit, Mobilisasi, Nutrisi, Eliminasi, Sensasi, Neurologi, Endokrin) c. Pengkajian faktor psikologis (pengkajian terkait mood (kecemasan atau depresi), marah, dan takut) d. Pengkajian faktor situasional (budaya yang mempengaruhi, latar belakang individu, kemampuan mengakses tempat pelayanan kesehatan, emosional dll) 2. Merumuskan masalah keperawatan dan menyusun WOC a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Merumuskan diagnosis keperawatan berdasarkan analisis hasil pengkajian fisiologis, psikologis dan situasional 4. Menetapkan tujuan (goal setting) 5. Menyusun intervensi keperawatan sesuai masalah untuk mencapai tujuan pada saat evaluasi menggunakan pedoman Nursing Intervention Classification (NIC) diantaranya: a. Tindakan mandiri 1. Menyusun perencanaan pendidikan kesehatan : Pre operatif dan
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Observasi, PF Edukasi Dokumentasi Praktik keperawatan Pemeriksaan laboratorium
Waktu Pelaksanaan
Outcome (Kriteria Hasil)
Jurnal reflektif/minggu Minggu ke-8
1. laporan lengkap asuhan keperwatan klien kelolaan
No
4.
Tujuan Praktik
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien anak yang mengalami gangguan nutrisi
Kompetensi Umum dan Khusus / Aktifitas Pembelajaran post operatif 2. Melakukan bimbingan antisipasi 3. Mempertahankan lingkungan yang nyaman 4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik 5. Melakukan pengkajian lanjut untuk memvalidasi masalah keperawatan klien yang dikelola 6. Memvalidasi dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan 7. Mengimplementasikan rencana keperawatan 8. Melakukan kolaborasi dengan disiplin ilmu lain, terutama dalam melakukan tindakan keperawatan lanjut 9. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan 10. Melakukan perencanaan pulang 11. Menerapkan hasil evidence based practice 12. Membuat jurnal reflektif 13. Mengidentifikasi berbagai masalah etik, legal, dan peka budaya terkait dengan keperawatan anak dengan kondisi kronik/terminal dan mencari solusi terbaik untuk kesehatan klien 14. Mendemonstrasikan penerapan teori dan konsep keperawatan
Metode Pembelajaran
Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem perkemihan dengan menerapkan teori unpleasant symptom meliputi: 1. Melakukan pengkajian (fisiologis, psikologis dan situasional): a. Pengkajian awal: kaji riwayat kemoterapi, fase kemoterapi dan efek samping, kaji faktor resiko keganasan, hasil laboratorium b. Pengkajian faktor fisiologis (Keadaan Umum, Cairan dan elektrolit, Mobilisasi, Nutrisi, Eliminasi, Sensasi, Neurologi, Endokrin) c. Pengkajian faktor psikologis (pengkajian terkait mood (kecemasan atau depresi), marah, dan takut) d. Pengkajian faktor situasional (budaya yang mempengaruhi, latar
Observasi Pemeriksaan fisik Edukasi Dokumentasi Praktik keperawatan Pemeriksaan laboratorium
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Waktu Pelaksanaan
Outcome (Kriteria Hasil)
Laporan reflektif/minggu
Minggu ke 9 laporan lengkap asuhan keperawatan klien kelolaan
No
Tujuan Kompetensi Umum dan Khusus Praktik / Aktifitas Pembelajaran dengan belakang individu, kemampuan mengakses tempat pelayanan melakukan kesehatan, emosional dll) asuhan 2. Merumuskan diagnosis keperawatan dan menyusun WOC keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian nutrisi yang b. Merumuskan diagnosis keperawatan berdasarkan analisis hasil komprehensi pengkajian faktor fisologis, psikologis, situasional f minimal 1 3. Menetapkan tujuan (goal setting) kasus 4. Menyusun intervensi keperawatan sesuai masalah untuk mencapai tujuan melalui pada saat evaluasi menggunakan pedoman Nursing Intervention terapan teori Classification (NIC) diantaranya: unpleasant a. Tindakan mandiri: symptom 1. Monitor tanda-tanda vital 2. Kaji status nutrisi 3. Hitung kebutuhan kalori 4. Monitor BB 5. Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga b. Tindakan kolaborasi: 1. Pemberian nutrisi enteral (75/F100/F135) sesuai indikasi 2. Pemasangan naso gastric tube 3. Pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi 5. Melakukan pengkajian lanjut untuk memvalidasi masalah keperawatan klien yang dikelola 6. Memvalidasi dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan 7. Mengimplementasikan rencana keperawatan: 8. Melakukan kolaborasi dengan disiplin ilmu lain, terutama dalam melakukan tindakan keperawatan lanjut 9. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan 10. Melakukan perencanaan pulang 11. Menerapkan hasil evidence based practice 12. Membuat jurnal reflektif
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Metode Pembelajaran
Waktu Pelaksanaan
Outcome (Kriteria Hasil)
Praktik keperawatan Praktik keperawatan Praktik keperawatan
1 jurnal reflektif
No
5.
Tujuan Praktik
Kompetensi Umum dan Khusus Metode / Aktifitas Pembelajaran Pembelajaran 13. Mengidentifikasi berbagai masalah etik, legal, dan peka budaya terkait dengan keperawatan anak dengan kondisi kronik/terminal dan mencari solusi terbaik untuk kesehatan klien 14. Mendemonstrasikan penerapan teori dan konsep keperawatan
Mahasiswa mampu melakukan proyek inovasi berdasarkan evidence based nursing (EBN)
1. Melakukan need assesment yang terfokus pada kebutuhan asuhan keperawatan anak terkini melalui wawancara dan observasi 2. Melakukan analisis kebutuhan unit/ruangan dengan pendekatan PDSA (Plan, Do, Study, Act) 3. Menyusun proposal dan mengkonsultasikannya pada supervisor utama dan supervisor dan berkoordinasi dengan lahan praktik 4. Mempresentasikan rencana proyek inovasu di lahan praktik 5. Melaksanakan kegiatan inovasi 6. Mengevaluasi kegiatan
Mengetahui, Supervisor Utama
Dr. Allenidekania, S.Kp., M.Sc.
Disetujui oleh : Supervisor
Happy Hayati, Ns. Sp.Kep An.
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Pengkajian kebutuhan lingkungan Referensi Plan Action Evaluasi
Waktu Pelaksanaan
Outcome (Kriteria Hasil) per minggu
Minggu ke-1 s,d minggu ke-6
Proyek inovasi (individu)
Depok, 15 Februari 2016 Residen
Erni Setiyowati
Lampiran 5
FORMAT PENGKAJIAN ANAK DENGAN PENDEKATAN TEORI UNPLEASANT SYMPTOM A. DATA UMUM Nomor RM Nama Tanggal lahir Jenis kelamin Tanggal pengkajian
: : : : L/P :
Jam :
B. RIWAYAT KESEHATAN Keluhan utama:
Sumber Informasi Nama : Umur : Pekerjaan : Alamat : Hubungan dengan anak :
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Riwayat penyakit yang diderita keluarga: C. PENGKAJIAN NYERI 1. Adakah rasa nyeri: 2. Lokasi: 3. Skor nyeri:
ada,
Durasi nyeri: terus menerus, 5. Karakteristik nyeri: Terbakar Tertekan Kram Tertusuk 6. Nyeri mempengaruhi: Tidur Emosi Aktifitas fisik 4.
tidak ada
hilang timbul Berat Tumpul Tajam Nafsu makan Konsentrasi Tidur
D. PENGKAJIAN FISIOLOGIS 1. Keadaan umum: 2. Tanda – tanda vital : TD : ........ mmHg suhu : ...... o C Nadi: ......... x / menit P : ……x/m TB/BB : ....cm../.....gr 3. Pernafasan a. Irama : Regular Irregular b. Retraksi dinding dada : tidak ada ada NCH : tidak ada c. Alat bantu nafas : Spontan Kanul / RB / NRB Mask 4. Sirkulasi a. Sianosis : b. Pucat :
tidak ada tidak ada
ada ada
c. CRT : d. Akral :
< 3 detik hangat
> 3 detik dingin
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Ya
5. Neurologi a. Kesadaran : komposmentis/apatis/somnolen/sopor/coma (lingkari salah satu sesuai) b. GCS : E..... M..... V...... c. Gangguan neurologis : tidak ada ada, sebutkan .......... 6. Gastrointestinal a. Mulut : mukosa lembab / kering (lingkari salah satu) stomatitis Labio / palatoschizis perdarahan gusi b. Mual : Ya tidak Muntah : ya tidak c. Asites : ada tidak ada lingkar perut : ................ cm 7. Eliminasi a. Defekasi : anus, frekuensi ..........., konsistensi ......... stoma, sebutkan........... Karakteristik Feses: hijau terdapat darah cair dempul lain-lain .................. b. Urin : spontan kateter urin cystostomy Kelainan : tidak ada ada, sebutkan ................................................................ 8. Integumen a. Warna kulit : normal pucat kuning mottled b. Luka : tidak ada ada c. Pengisian kapiler: <3 detik > 3 detik d. Lokasi luka / lesi lain (berikan tanda X / arsir lokasi luka/ lesi / edema di tubuh pasien pada gambar: Muskuloskeletal a. Kelainan tulang : Tidak ada ada, sebutkan ........... b. Gerakan anak : Bebas terbatas, sebutkan .......... Genitalia Normal Kelainan, sebutkan.................................
9. Risiko cedera / jatuh : (untuk anak usia ≥ 12 – 18 tahun) Lampirkan dan isi formulir pemantauan risiko jatuh pasien anak (berdasarkan Skala Hunpty Dumpty) jika nilainya risiko tinggi, gelang resiko jatuh (di pasien) dan segitiga (di tempat tidur / brankar / kursi roda. Keluhan:
Masalah Keperawatan:
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
E. KEBUTUHAN DASAR 1. Nutrisi Makanan yang disukai: …………………………………………………………………. Makanan yang tidak disukai: …………………………………………………………… Nafsu makan : Baik Mual Muntah Pola makan : 2x/hari 3x/hari >3x/hari Makanan yang diberikan saat ini : ………………………… Keterangan: ................................................................ 2. Tidur Pola tidur : Siang …………..jam/hari Malam ……………………jam/hari Kebiasaan sebelum tidur : Perlu mainan Dibacakan cerita Dengan benda-benda kesayangan Ditemani Dan lain-lain : ………. 3. Personal Hygiene Pola kebersihan diri Mandi : Sendiri…………..x/hari Dimandikan………………x/hari Gosok gigi : ………x/hari Kebersihan kuku : Bersih Kotor Keluhan:
Masalah Keperawatan”
F. STATUS FUNGSIONAL (Untuk pasien anak usia ≥ 12 -18 tahun, lampirkan formulir pengkajian status fungsional Barthel Index) Mandiri Perlu bantuan, sebutkan ............................................................................. Keluhan:
Masalah Keperawatan”
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
G.
SKRINING NUTRISI
INDIKATOR PENILAIAN MALNUTRISI 1. Apakah indeks massa tubuh (IMT) <18,5 kg/m² atau ≥25 kg/m² 2. Apakah pasien kehilangan berat badan 5 % dalam waktu 3 bulan terakhir 3. Apakah asupan makan pasien kurang dalam 1 minggu terakhir 4. Apakah pasien menderita penyakit yang berat Cara menghitung : IMT = BB / TB² dalam meter Jika ada jawaban ya 1 atau lebih berarti harus dikonsulkan ke bagian gizi
Keluhan:
Masalah Keperawatan”
H. PENGKAJIAN FAKTOR PSIKOLOGIS Variabel Variabel afektif: mood (kecemasan atau depresi) atau respon individu terhadap penyakit yang dihadapi seperti menerima, marah, takut atau cemas
Keterangan
Variabel kognitif: tingkat ketidakpastian penyakit, pengetahuan individu tentang penyakit atau gejala dari penyakit, kemampuan individu mengembangkan koping
I.
PENILAIAN Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
PENGKAJIAN FAKTOR SITUASIONAL Lingkungan Lingkungan sosial: budaya yang dianut atau sekitarnya, latar belakang individu, kemampuan untuk mengakses tempat pelayanan kesehatan, kemampuan keuangan, emosional, bantuan instrumental untuk menghadapi gejala dari penyakit yang dialami indvidu
Keterangan
Lingkungan fisik yang mempengaruhi: suhu lingkungan, kebisingan, kelembapan, pencahayaan dan tingkat pencemaran/polusi udara dan air
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
J.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Analisis Data No
Data
Masalah Keperawatan
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Diagnosa Keperawatan:
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Catatan Perkembangan Tanggal /Jam
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Evaluasi
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Lampiran 6. Booklet nyeri
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016
Optimalisasi manajemen ..., Erni Setiyowati, FIK UI, 2016