TUGAS PENDIDIKAN PANCASILA MEMBANGUN KARAKTER GENERASI MUDA Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
Pembimbing: Drs. Mohammad Idris P, MM
Disusun oleh: YEFI FAGANATA 11.12.5853
JURUSAN S1 SISTEM INFORMASI STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012
KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan sewgala rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “MEMBANGUN KARAKTER GENERASI MUDA”. Penulisan makalah ini disusun guna melengkapi nilai tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila yang dibimbing oleh Bapak Drs. Mohammad Idris P, MM. Mengingat pentingnya mata kuliah ini maka penulis mengangkat judul tersebut untuk dibahas lebih lengkap Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun guna sempurnanya karya ini dimasa mendatang.
Wassalamualaikum wr.wb
Yogyakarta, 29 Oktober 2011
Penulis
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pakar antropologi mendiskusikan cara terbaik membangun karakter generasi muda. Mereka mengenali generasi muda dari sudut pandang masing-masing. Membicarakan Kembali Pembangunan Karakter Bangsa: Generasi Muda Indonesia di Tengah Gelombang Globalisasi, merupakan judul diskusi yang digelar oleh para antropolog, berlangsung di Kampus UI, Depok, Kamis (25/10). Diskusi dengan pembicara para antropolog tersebut merupakan salah satu rangkaian acara peringatan Koentjaraningrat Memorial Lecture IV dan HUT ke-50 Tahun Kajian Antropologi di Indonesia. Mereka mendiskusikan sejauhmana generasi muda dapat berperan menghadapi segala macam persaingan di era globalisasi, yang semakin ketat sekarang ini. Mereka berupaya menemukan jawaban hendak ke mana generasi muda Indonesia ini dibawa. Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono, antropolog dan Guru Besar Tetap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI, misalnya, menyoroti berbagai sisi kehidupan manusia yang selama ini luput dari pembangun karakter, jiwa dan raga manusia. Meutia Hatta yang juga Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) mengungkapkan, pada jaman sekarang perhatian anak muda hanya terpusat kepada pembangunan ekonomi dengan orientasi ke fisik. Dengan karakter demikian tak mengherankan apabila di kalangan anak muda tumbuh subur sifat-sifat materialisme, praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta berbagai jenis perilaku tidak terpuji lainnya. Meutia mengatakan, karakter anak muda saat ini sudah abai dari pembangunan kemanusiaan. Sejak tahun 1974 Koentjaraningrat sebagai Bapak Antropologi Indonesia sudah mengingatkan kita jauh hari tentang pentingnya pembangunan karakter bangsa,ucap Meutia, putri tertua Bapak Proklamator Bung Hatta. Meutia mengutip beberapa patah kalimat perihal karakter yang tertuang dalam buku Koentjaraningat, yang masih sangat relevan sebagai bahan perenungan. Karakter tersebut merupakan gambaran mentalitas generasi muda saat ini.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana cara memperbaiki mental generasi muda? 2. Bagaimana cara generasi muda dalam menghadapi era globalisasi? 3. Bagaimana cara membangun karakter bangsa? 4. Apa saja kasus dalam kehidupan bangsa? 5. Bagaimana sikap generasi muda dalam mengisi kemerdekaan?
C. PENDEKATAN A. Historis Generasi muda merupakan harapan bangsa yang harus di bimbing supaya dapat menjadikan bangsa ini semakin maju dan memiliki karakter yang bersifat dinamis.
B. Sosiologis Karakter generasi muda merupakan karaker pribadi yang mencerminkan sikap dan perilaku dalam kehidupan sosial.
C. Yuridis Generasi muda di Indonesia memiliki kecenderungan untuk bersifat aktif dalam membangun karakter bangsa dan perlu di kembangkan di era globalisasi seperti sekarang.
BAB II PEMBAHASAN Karakter merupakan suatu kualitas pribadi yang bersifat unik yang menjadikan sikap atau perilaku seseorang yang satu berbeda dengan yang lain. Karakter, sikap, dan perilaku dalam praktek muncul secara bersama-sama. Sehingga sulit jika kita hanya akan melihat karakter saja tanpa munculnya sikap atau perilaku. Oleh karena itu berbicara tentang karakter tidak dapat dipisahkan dengan sikap atau perilaku, sebab karakter itu akan muncul ketika orang berinteraksi dengan orang lain atau makhluk cipataan Allah lainnya. Secara psikologis konsepnya adalah konsep individual. Jika kemudian hal tersebut menjadi suatu karakter bangsa maka perlu adanya acuan. Artinya dari konsep individual menjadi sebuah konsep kemasyarakatan dan lebih luas lagi bangsa, maka haruslah ada instrumen sebagai alat evaluasi yaitu kebudyaan. Secara ringkas kebudayaan berisi sistem nilai, norma dan kepercayaan. Budaya dikembangkan dan diamalkan oleh masyarsakat pengembangnya, sehingga anggota masyarakat dalam wilayah budaya tersebut memiliki kecenderungan yang sama dalam hal mengamalkan sistem nilai, norma dan kepercayaan mereka. Dengan demikian dalam konteks ini budaya dapat dianggap sebagai instrumen untuk melihat kencenderungan perilaku pengembangnya. Dari kedua konsep di atas, maka dapat dikemukakan bahwa perilaku merupakan resultan dari berbagai aspek pribadi dan lingkungan. Jadi berbicara tentang karakter merupakan konsep psikologi dan kebudayaan. Karakter itu bersifat dinamis, dapat berubah dari suatu periode waktu tertentu ke periode lainnya, walaupun tidak mudah. Sebagai salah satu contoh adalah, dulu sering dikatakan bangsa Indonesia sebagai bangsa Timur yang mempunyai karakter sopan, santun, altruistik, ramah tamah, berperasaan halus dll yang menggambarkan sebuah sikap atau perilaku yang mengindikasikan keluhuran budi pekerti. Bagaimanakah kondisi sekarang? Banyak yang meragukan bahwa karakter tersebut masih menjadi ikon Bangsa Indonesia. Jauh-jauh di awal kemerdekaan kita, Bung Karno, Presiden RI pertama, sudah mendengungdengungkan istilah “nation and character building”. Artinya ada kondisi karakter bangsa yang saat itu sudah ada, namun harus diubah. Jadi bapak bangsa itu sudah mengidentifikasikan karakter yang dianggap negatif, sehingga perlu diubah. Pencanangan perlunya membangun karakter atau watak bangsa sebagai bangsa Indonesia baru sesungguhnya telah direalisasikan. Karakter bangsa yang sudah terbentuk ratusan tahun sebagai pengabdi kepada penjajah atau
bangsa terjajah, pengabdi kepada raja-raja kecil yang terkotak-kotak, pengabdi kepada kegelapan, tahyul, pengabdi kepada feodalisme, dll yang semua itu tidak cocok lagi dengan arah perwujudan bangsa atau warga negara Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bertaqwa, beradab, bersatu, bermusyawarah, adil dan makmur. Jadi cuci otak, cuci hati, dan cuci kepercayaan harus dilakukan untuk mencapai cita-cita proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia. Indonesia merdeka tidak butuh pengabdi-pengabdi kepada hal-hal diatas. Perlu bangsa yang berjiwa besar, nasionalis, berintegretas tinggi, menjadi subyek di tanah air yang merdeka, setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia dll. Pokoknya jika menggunakan katakata yang saat ini populer adalah bangsa yang ”oke”. Jika kini kita mau membangun karakter bangsa, persoalannya adalah karakter Bangsa Indonesia itu yang mana? Kalau karakternya orang Bali, Jawa, Madura, Sunda, Minang, Batak, Bugis, Ambon, Irian, dll suku bangsa yang ada di Indonesia, mungkin sudah ada. Tetapi kalau karakternya Bangsa Indonesia tampaknya belum jelas. Bangsa Indonesia dapat dikatakan secara resmi terbentuk ketika para pemuda dari berbagai suku bangsa yang antara lain tersebut di atas pada tanggal 28 Oktober 1928 menyatakan sumpahnya yang kemudian dikenal dengan “Sumpah Pemuda”, mengakui berbangsa yang satu Bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia dan tanah air Indonesia. Jadi pada tahun 1928 secara fisik bangsa Indonesia sudah terbentuk. Namun secara psikologis, sosial budaya, ekonomi, dll karakter bangsa belum mengkristal, lebih-lebih ketika kita hendak tetap menjaga kebhinekaan kita. Dulu, pada era orde baru dan orde lama diajarkan bahwa Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa. Jika hal ini kita pegang maka karakter bangsa Indonesia adalah Pancasilais. Karena merupakan sebuah kristal budaya maka karakter itu maka kelima sila tiu merupakan satu kersatuan, bukan satu-satu. Akan tetapi kini Pancasila meskipun secara yuridis formal masih diakui sebagai dasar negara, tetapi pamornya kalah dengan demokrasi. Karakter bangsa yang demokratis kini lebih mengedepan. Semestinya warna demokrasi di Indonesia mestinya berbeda dengan demokrasi di negara lain. Memang perbedaan itu dapat terlihat, setidaknya pelaksanaan demokrasi yang cederung berbau kekerasaan, pemaksaan, dan anarkhis. Masalah lainnya, hampir semua karakter luhur itu bisa dimiliki oleh semua manusia di dunia tanpa melihat suku atau bangsa apa. Misalnya karakter altruistik mungkin saja tidak hanya menjadi ikon sebuah bangsa tetapi banyak bangsa-bangsa di dunia yang berkarakter demikian. Jadi sesungguhnya karakter itu hanya bersumber dari dua sifat khusus yaitu malaikat dan setan. Ada karakter kemalaikat-malaikatan dan kesetanan. Dapat ditambahkan dalam kondisi empirisnya campuran antara keduanya.
Kasus-kasus dalam kehidupan bangsa. Jika sekelompok karakter dianggap menjadi ciri khas sebuah bangsa maka karakter tersebut akan sering atau selalu muncul dalam perilakunya. Jika batasan ini dipakai sebagai acuan maka karakter yang mendorong timbulnya atau memberi warna perilaku yang sering muncul dalam kehidupan bangsa merupakan karakter bangsa. Kasus-kasus dibawah ini akan memberi gambaran tentang perilaku banyak orang yang sering muncul dalam kehidupan bersama. Dari kasus-kasus di bawah ini dapat digambarkan karakter bangsa saat ini.
1. Di Jalan Mungkin di semua kota besar di Indonesia dapat kita jumpai perilaku berkendara yang sangat buruk. Yaitu perilaku berkendara tidak tertib sehingga menjengkelkan, menakutkan, mengerikan bahkan mencelakan pengendara lain yang berniat tertib. Di tepi sebuah ruas jalan tol di Surabaya sampai di pasang spanduk yang berbunyi “Hormatilah Hak Orang Lain untuk Selamat”. Sungguh mengerikan. Tidak salah jika ada yang menafsirkan bahwa hati-hatilah banyak malaikat penyabut nyawa sedang mengendarai mobil.
2. Pendekar salah musuh Ada tawuran pelajar, tawuran mahasiswa, tawuran suporter, tawuran penikmat musik, tawuran antar desa/kampung, tawuran antar anggota dewan meskipun tidak seru, dll. Empat petawur yang di depan tampaknya sudah lebih sering daripada yang lain.. Pada tiap-tiap tawuran dapat kita lihat ada pendekar-pendekar disana. Tetapi sayang pendekar-pendekar itu salah musuh. Dalam banyak legenda, musuh pendekar adalah penjahat. Namun sayang mereka berkelahi dengan saudara sendiri. Pada kejadian ini bukan tawurannya yang patut kita sorot, tetapi kemampuan dalam pengendalian diri masing-masing pihak.
3. Tindak Kekerasan Jika kita simak media masa cetak maupun elektronika, akan kita dapati bahwa tiada hari tanpa tindak kekerasan apa pun bentuknya. Ada mutilasi, ada orang babak belur, ada orang membuang anak, membuang bayi, dan tak terhitung banyaknya kekerasan dalam rumah tangga.
4. Standar Ganda Standar ganda yang paling menonjol tampak pada iklan rokok. Semua iklan rokok
menampilkan karakter atau tindakan yang hebat-hebat, mulai dari karakter individu maupun sosial. Ada dua substansi yang ingin disosialisasikan yang pertama “jadilah perokok karena merokok dapat meningkatkan status, gengsi, dan kebahagiaan”. Namun secara sekilas diperlihatkan peringatan “merokok dapat menyebabkan kanker, ganguan jantung, impotensi, kehamilan dan janin”.
5. Promosi Diskon, hadiah, bonus, merupakan kondisi umum yang ada sepanjang tahun di pasar dalam arti luas. Tetapi super market yang ada di berbagai mall yang paling getol mempraktekkan jenis promosi ini. Bayangkan ada harga sebuah barang yang selalu didiskon. Artinya harga barang yang sebenarnya adalah harga yang sesudah didiskon tersebut. Tetapi pembeli tetap puas karena merasa mendapatkan harga yang lebih murah.
6. Korupsi Kasus yang satu ini benar-benar unik. Demikian hebat penjalaran virus mental korup ini sampai-sampai berkembang sebuah konotasi bahwa orang yang menyanyi soal korupsi adalah orang yang tidak mendapat bagian atau tidak mendapat kesempatan. Naiti jika bagian atau kesmpatan tersebut sudah didapatkan pasti diam.
7. Ramalan Ramalan adalah bagian dari system kepercayaan. Ada ramalan ilmiah, intuitif, dan para normal. Yang paling menonjol adalah ramalan tentang nasib dan masa depan yang dibuat oleh para normal. Banyak orang yang rela mengeluarkan uang atau datang ke tempat jauh untuk meramal keberuntungannya. Praktek perdukunan atau sejenisnya yang bukan menjadi ciri sebuah bangsa modern ternyata kini dapat memberi peluang untuk menjadi sumber penghasilan.
8. Pamer Ada pamer otot, pamer kekayaan, pamer kepandaian, pamer sosial dalam bentuk pahlawan kesiangan dll. “Bapakku punya mobil baru. Bapakku rumahnya yang baru. Bapakku punya jalan dan jembatan” … Iklan yang maksudnya mendorong orang agar menjadi subyek pajak yang baik ini, mengingatkan kondisi anak-anak yang senang pamer. Anak-anak dari keluarga bahagia yang dipamerkan apalagi jika bukan orang tuanya. Bapakku guru, bapakku polisi, bapakku dokter … ini model pamer anak-anak 30 – 50 tahunan yang lalu.
9. Di Sekolahan Pelajar yang melakukan kecurangan dalam mengerjakan tes baik tes evaluasi bulanan ataupun tahunan tetap menjadi berita. Jumlah pelajar yang melakukan kecurangan apa pun bentuknya beberapa dekade terakhir ini berbanding terbalik dengan dekade awal-awal kemerdekaan. Dulu jumlah pelajar yang jujur lebih besar daripada yang curang dalam evaluasi hasil belajar. Tekniknya juga turut berkembang mengikuti perkembangan teknologi informasi.
10. Ngerumpi Ada kelompok ngerumpi anak-anak pada jam istirahat bahkan saat pengajaran berlangsung tetap ada pengerumpi, pemuda di sudut-sudut jalan atau pos kamling, ibu-ibu, dan bapakbapak. Kalau pengusaha, pejabat, dan orang-orang berduit lainnya tempat ngerumpinya berbeda, ada yang di lapangan golf, di café yang ada wifinya, ada juga yang ngerumpi di lokalisasi. Para pembantu rumah tangga ngerumpi di depan rumah majikannya dengan menggunakan HP. Para pegawai ada yang ngerumpi menggunakan face book di saat jam kerja. Bagi bangsa ini ngerumpi tampaknya sudah menjadi bagian dari kesejahteraan jiwa.
11. Di Desa (terutama yang tertinggal) Kesederhanaan, keramahtamahan, gotong royong, tolong menolong, toleransi, empati, dll yang mengindikasikan perilaku yang baik masih banyak diamalkan di sana. Masih banyak kasus-kasus aktual yang menghiasi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini yang dapat dibeberkan. Tetapi 11 kasus di atas cukup menjadi dasar dalam menentukan bentuk dan arah pembangunan karakter bangsa. Jika Pancasila masih diterima sebagai kristal keluhuran nilai-nilai budaya bangsa maka karakter yang tercermin dalam lima sila itulah yang harus tetap diinternalisasikan kepada segenap orang-orang Indonesia yang kemudian melebur menjadi Bangsa Indonesia. Caranya mudah. Ajarkan dan beri contoh penerapannya secara konsisten dan kontinyu kepada anak-anak bangsa ini untuk melawan setan dan bersahabat dengan malaikat. Tatalah lingkungan yang pro Pancasila.
Sikap generasi muda dalam mengisi kemerdekaan Upaya pemahaman sejarah perjalanan bangsa oleh generasi penerus merupakan bagian dari usaha menempatkan bangsa dalam konteks perubahan zaman yang terus berlangsung, sehingga sumber-sumber sejarah sebuah bangsa akan dapat dijadikan sebagai pemersatu dan pengikat identitas bangsa di tengah percaturan dan perkembangan hubungan negara bangsa. Ketika seorang warga negara menampilkan gambaran sejarah, maka usaha negara adalah mencoba sejauh mungkin memperkenalkan visi kesejarahan yang relatif tunggal dan memberikan gambaran tentang sebuah sejarah nasional yang dapat dipahami dari generasi ke generasi. Melalui penegasan kesejarahan nasional maka identitas bangsa akan terus terpelihara dalam kesatuan kehidupan kebangsaan.
Semakin penting suatu peristiwa akan semakin tinggi pula nilai simboliknya. Peristiwa yang memiliki nilai simbolik tinggi akan lebih mengandung makna dalam sejarah perjalanan bangsa, antara lain mengenai sejarah perjuangan bangsa dalam rangka merebut kemerdekaan.
Proklamasi Kemerdekaan negara Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan buah dan puncak perjuangan bangsa Indonesia sejak berbad-abad sebelumnya. Peristiwa pembebasan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan itu makin mengarah kepada pencapaian tujuan ketika masyarakat Nusantara memasuki gerbang abad ke-20 dengan terjadinya perubahan fundamental dalam strategi perjuangan, yakni dari perjuangan bersenjata kepada perjuangan politik melalui berbagai pergerakan dan beragam organisasi sosial politik.
Terdapat benang merah yang sangat jelas dan kuat antara momentum berdirinya berbagai organisasi sosial politik (dimulai dengan berdirinya Sarikat Dagang Islam pada 1905 dan Budi Utomo 1908) dan berkumandangnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dengan Proklamasi Kemerdekaan 1945. Ketiganya merupakan satu rangkaian tonggak-tonggak penting perjuangan pergerakan nasional yang monumental sebagai ikhtiar kolektif bangsa Indonesia membebaskan diri dari imperalisme dan kolonialisme serta membangun jiwa dan raga sebagai suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia
Presiden Soekarno dalam Sidang BPUPKI tanggal 18 Agustus 1945 pada acara perumusan Undang-Undang Dasar mengatakan. Negara Indonesia harus dibangun dalam satu mata rantai yang kokoh dan kuat dalam lingkungan kemakmuran bersama. Kebangsaan yang dianjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri dengan hanya mencapai Indonesia merdeka, tetapi harus menuju pula pada kekeluargaan bangsa-bangsa menuju persatuan dunia. Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme.
Makna yang terkandung dalam pidato tersebut, memberikan pesan kepada generasi penerus bangsa untuk secara bahu-membahu membangun bangsa dalam kerangka persatuan. Melalui persatuan dan itikad bulat segenap komponen bangsa akan menjadikan bangsa ini yang kokoh dan kuat sehingga tujuan pencapaian negara sejahtera sebagaimana termaktub dalam Pembukaan akan dengan mudah tercapai. Indonesia adalah negara yang suku bangsa dan kekayaannya beraneka ragam, oleh karenanya, prinsip optimalisasi segenap keanekaragaman yang dimiliki harus menjadi tujuan utama. Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, tetapi semua buat semua, semua buat satu. Indonesia harus memiliki keyakinan diri untuk sanggup membela negara sendiri dan memiliki kekuatan yang nyata sebagai bangsa. Pada tingkatan sekarang, segenap komponen bangsa harus terlebih dahulu sadar akan kemampuan dan potensi yang dimiliki dan menyatupadukan segenap kehendak rakyat dalam rangka mencapai tujuan membentuk negara sejahtera.
Enam puluh dua tahun adalah usia kemerdekaan bangsa Indonesia. Nilai kemerdekaan yang sudah dinikmati selama puluhan tahun ini merupakan modal dasar dalam melaksanakan proses pembangunan nasional. Namun dalam usia yang sudah sedemikian, bangsa Indonesia masih terus berada dalam pasang surut. Proses pembangunan bangsa Indonesia memang sempat tersendat akibat adanya berbagai musibah dan bencana alam yang akhir-akhir ini sering terjadi. Tsunami, gempa, banjir, kekeringan, gagal panen, flu burung, polio, dan lain sebagainya, merupakan sebagian dari peristiwa alam atau peristiwa sosial yang menjadi penghambat kelancaran proses pembangunan. Di samping itu, ada hal lain yang memprihatinkan, yaitu munculnya perilaku sosial yang kurang mendukung pada proses
pengisian nilai-nilai kemerdekaan Indonesia. Tindak pidana korupsi, kolusi, nepotisme, pelanggaran hukum dan HAM, masih terus berlangsung.
Oleh sebab itu, melalui peringatan hari kemerdekaan Indonesia dapat dijadikan sebagai momentum melakukan refleksi nasional, memaknai kembali nilai-nilai yang dikandung dalam kemerdekaan negara Indonesia dan menumbuhkan kembali karakter perjuangan bangsa sebagai ciri khas dalam mendirikan dan membangun bangsa. Karakter bangsa adalah ciri khas yang dimiliki oleh sebuah bangsa, inilah yang membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain. Hal inilah yang harus terus dikembangkan dalam rangka mewujudkan pencitraan bangsa dalam membangun dan berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain.
Kemerdekaan merupakan hasil dari proses kerja dan usaha para pejuang masa lalu, persoalan ke depan yang harus dilakukan oleh generasi penerus bangsa adalah bagaimana memaknai konteks kemerdekaan tersebut disesuaikan dengan hal-hal yang berkembang dalam rangka pencapaian tujuan bangsa dan kondisi sosial politik bangsa. Dengan demikian, segenap komponen bangsa dituntut untuk dapat mengedepankan makna kemerdekaan sesuai dengan keberadaan dan spesifikasi bidang dalam konteks pencapaian tujuan penyelenggaraan negara secara optimal. Konteks kemerdekaan harus dimaknai melalui perwujudan bersatupadunya segenap aspek, sumber daya, dan penyelenggara negara dalam sistem penyelenggaraan negara menuju tercapainya masyarakat sejahtera.
Seiring dengan perkembangan kehidupan global dan tuntutan sebagai akibat dari adanya kemajuan dalam segala bidang, kemerdekaan bangsa harus kita terjemahkan dalam format pembentukan kedaulatan ekonomi, demokratisasi, serta kebebasan seluruh rakyat Indonesia dari segala bentuk belenggu kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Indikatorindikator ekonomi dan sosial inilah yang menentukan makna dan tingkat pencapaian kemerdekaan, sekaligus juga untuk menandai adanya kemajuan bangsa dalam perjalanan sejarah penyelenggaraan negara.
Di era globalisasi saat ini, makna kemerdekaan merupakan sebuah fakta interdependensi di mana bangsa, kelompok, dan individu masyarakat saling tergantung satu sama lain untuk secara bersama-sama memajukan peradaban dan pengembangan kemanusiaan. Tak jarang dalam proses interdependensi demikian muncul berbagai perbenturan kepentingan ataupun
konflik peradaban yang secara tidak langsung akan menggiring masyarakat untuk terperosok ke dalam perangkap politik identitas sempit bersifat komunal.
Ekses negatif dari arus globalisasi dan liberalisasi apabila tidak direspons secara arif, khususnya oleh para elite politik kita, justru akan mengancam makna kemerdekaan di tingkat individual di masyarakat. Oleh karena itu, pengukuhan terhadap nilai-nilai dasar dari nasionalisme yang telah dibentuk sejak kemerdekaan, yaitu kecintaan terhadap pluralisme bangsa, solidaritas dan persatuan, merupakan ihwal yang esensial untuk dikembangkan sebagai upaya mengisi makna kemerdekaan kita.
Pluralisme tersebut di atas menjadi faktor yang sangat menentukan dalam perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia, masa lalu, masa kini, dan masa depan. Untuk itu perlu ada kesadaran dan komitmen seluruh bangsa guna menghormati kemajemukan bangsa Indonesia dalam upaya mempersatukan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
Kini tantangan dan kebutuhan bangsa telah berubah. Medan perjuangan telah bergeser jauh dibanding era Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945. Kondisi yang ada di hadapan bangsa telah berubah secara mendasar. Secara umum kondisi saat ini dalam berbagai aspek telah jauh berkembang dan maju dibanding era revolusi kemerdekaan tahun 1945. Namun demikian di sisi lain masih didapati kondisi buruk yang hidup di negeri ini, antara lain masih maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme, lemahnya penegakan hukum, belum optimalnya penerapan demokrasi, masih munculnya konflik bersenjata antarkelompok masyarakat, menurunnya penerapan nilai-nilai agama dan moral, berkembangnya pergaulan bebas, dan maraknya penyalahgunaan narkoba. Seiring dengan itu sebagai dampak negatif globalisasi, di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, berkembang kolonialisme gaya baru, antara lain melalui politik, militer, ekonomi, dan budaya yang sangat merugikan kepentingan dan kedaulatan negara-negara berkembang.
Mengingat besarnya persoalan yang dihadapi bangsa tersebut, diperlukan kekuatan yang besar dan hebat untuk mengatasi dan menyelesaikannya. Kekuatan itu akan terbentuk jika dapat diwujudkan peneguhan kembali ikatan batin atau komitmen semua warga negara kepada cita-cita nasionalnya, yang disertai pembaruan tekad bersama untuk
melaksanakannya secara konsisten dan konsekuen.
Terkait dengan ini, hendaknya kita pahami bersama bahwa peneguhan kembali ikatan batin dan pembaruan tekad bersama dari seluruh komponen bangsa merupakan kesempatan sejarah yang lain yang tidak kalah heroiknya dibanding kesempatan sejarah di sekitar zaman Proklamasi. Itulah kesempatan yang bisa kita tangkap dan kita kembangkan dalam semangat yang serupa dengan mereka yang menangkap kesempatan sejarah dalam zaman revolusi kemerdekaan dahulu.
Mengingat pada zaman Proklamasi 1945 kaum pemuda telah memainkan sejarah sangat penting, maka sekarang ini kaum pemuda dipanggil kembali untuk mengambil peran kesejarahan yang lain (another historical opportunity), yaitu untuk berjuang kembali mengatasi dan menyelesaikan masalah-masalah bangsa yang berkembang dewasa ini bersama-sama komponen bangsa yang lain secara demokratis dan konstitusional. Kaum pemuda, baik secara perorangan maupun kelompok dan organisasi, dapat mengambil peran sesuai ruang lingkup tugas, pekerjaan, dan pengabdiannya. Baik hal itu dilakukan dalam kapasitasnya sebagai pengurus karang taruna atau remaja masjid, aktivis LSM, kader organisasi, pegawai pemerintah, pegawai swasta, guru, dosen, peneliti, politisi, polisi dan tentara, nelayan, petani, dan lain sebagainya. Terkait dengan ini, kaum pemuda hendaknya menyadari bahwa “penjajahan gaya baru yang tengah melanda berbagai negara berkembang, termasuk di negeri kita, tidak kalah merusaknya dibanding penjajahan bersenjata pada zaman dahulu. Oleh karena itu, kehidupan bangsa hendaknya dikembalikan dengan mengacu kepada nilai-nilai luhur bangsa yang berlandaskan ajaran agama, moral, dan etika. Kaum pemuda dapat membentuk budaya sendiri yang mengakar kepada kepribadian dan adat istiadat masyarakat kita sendiri yang telah berkembang selama ratusan tahun, yang berciri religius, persaudaraan, persahabatan, dan harmoni dengan alam dan masyarakat. Budaya kita tersebut memiliki kelebihan dan keunggulan dibanding budaya impor dari negara maju yang bermuatan hedonisme, individualisme, dan liberalisme. Untuk itulah, kaum pemuda hendaknya memegang erat budaya bangsa serta mengembangkannya secara terus menerus agar sesuai dengan perkembangan zaman selama tidak menjadi kehilangan ciri khas dan substansi asalnya.
Peneguhan kembali ikatan batin dan pembaruan tekad bersama oleh kaum pemuda itu sangat membutuhkan kesadaran sejarah pertumbuhan bangsa dan perjalanan bangsa pada masa lalu yang dipenuhi masa pasang dan surut serta suka duka. Terkait dengan ini, penting bagi kaum muda untuk mempelajari sejarah bangsa kita secara utuh, obyektif, dan kritis. Berbagai lembaran sejarah Indonesia memberikan pelajaran dan pengalaman penting bagaimana seharusnya kaum pemuda memainkan peran dan membuat sejarah saat ini dan masa datang. Terkait dengan hal ini, kaum pemuda hendaknya memiliki penghargaan yang tinggi kepada para pahlawan, pejuang, dan tokoh pada masa lalu yang telah mengukir dan membuat sejarah. Mereka telah memberikan pengabdian jauh di atas standar kewajaran, bahkan mengorbankan jiwa dan raganya untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Adalah sangat penting kaum muda menempatkan mereka pada tempat terhormat dengan tetap menyadari bahwa mereka juga tetap manusia yang tidak luput dari salah dan kekurangan. Prinsip kaum pemuda dalam hal ini adalah apa-apa yang baik dari mereka hendaknya diteruskan, dan apa yang tidak baik, hendaknya ditinggalkan.
Perjuangan kemerdekaan adalah perjuangan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai dasar perjuangan berperan sebagai pemicu membangkitkan semangat bangsa dalam upaya pembangunan segala bidang, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan kemanan, dan keagamaan. Saat ini, sudah seharusnya segenap komponen bangsa bahu membahu menyatukan langkah memajukan bangsa, khusus untuk penyelenggara negara perwujudannya dapat dilakukan melalui perumusan kebijakan pemerintahan yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan nilainilai kebenaran. Untuk generasi muda, momentum kemerdekaan dapat dijadikan sebagai pemicu membangkitkan semangat kebangsaan dan patriotisme. Akhirnya, momentum peringatan kemerdekaan dapat dijadikan sebagai bagian dari upaya memperkaya pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa yang diharapkan akan membantu membentuk dan mematangkan kepribadian dan meneguhkan tekad serta semangat penyelenggara negara dan generasi bangsa untuk membangun masyarakat dan bangsa sesuai ruang lingkup tugas, pekerjaan, dan pengabdiannya.
BAB III PENUTUP A.
KESIMPULAN Generasi muda di Indonesia adalah generasi harapan yang harus di didik agar mempunyai karakter kepemimpinan yang dapat memperbaiki karakter bangsa di era globalisasi ini. Karena kualitas generasi muda kita merupakan cerminan masa depan suatu bangsa atau negara. Suatu bangsa yang gagal dalam membina generasi muda, moralitas dan kapabilitas akan menjadi bangsa pecundang di kemudian hari.
B.
SARAN Berbagai elemen bangsa Indonesia harus bangkit dan bahu-membahu untuk mengembangkan berbagai program persiapan dan pembinaan generasi muda yang bermuara pada pencapaian kualitas moral dan kapabilitas serta penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang mumpuni. Pembinaan moralitas generasi muda semakin penting apabila melihat fenomena bangsa Indonesia yang semakin terpuruk dalam krisis ekonomi yang parah dan bermuara pada rusaknya moral secara masal.
REFERENSI http://samuelsilaen.multiply.com/journal/item/1/PEMUDA_HARAPAN_BANGSA http://www.setneg.go.id