REVITALISASI NILAI TEMBANG-TEMBANG JAWA UPAYA MEMBANGUN KARAKTER GENERASI MUDA BANGSA INDONESIA Sumarlam Program Studi Sastra Daerah Fakultas Ilmu Bahasa Universitas Sebelas Maret Abstrak Tembang-tembang Jawa tradisional sarat dengan nilai-nilai moral yang sangat penting bagi pembentukan karakter bangsa. Nilai-nilai budi pekerti luhur yang terkandung dalam tembang-tembang Jawa sangat urgen untuk disosialisasikan kepada generasi muda karena generasi muda pada milenium ketiga ini sudah tidak banyak lagi yang mengenal, mencintai, dan memahaminya. Nilai-nilai budi pekerti tersebut bersifat dikotomis antara perbuatan baik dan tidak baik, perbuatan yang diperbolehkan dan tindakan yang dilarang secara moral, perbuatan yang perlu diteladani dan tindakan yang tidak perlu ditiru. Dari hasil kajian terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam tembang macapat, tembang dolanan, parikan, keroncong, campursari, dan nasyid (sholawatan) maka direkomendasikan “sangat perlu adanya upaya revitalisasi dan internalisasi nilainilai tembang-tembang Jawa sebagai upaya untuk membangun karakter bangsa, khususnya generasi muda Indonesia.” Kata-kata kunci: revitalisasi, nilai-nilai tembang Jawa, karakter bangsa, generasi muda.
A. PENDAHULUAN Tembang Jawa tradisional merupakan salah satu bagian dari kesenian tradisional Jawa dan sekaligus sebagai salah satu hasil karya budaya Jawa. Tembang Jawa tradisional jenis dan jumlahnya cukup banyak, di antaranya adalah tembang macapat, tembang dolanan, dan tembang campursari. Tembang-tembang Jawa tradisional tersebut sarat dengan nilai-nilai moral yang sangat penting bagi pembentukan karakter bangsa. Nilai-nilai budi pekerti luhur (adi luhung) yang terkandung dalam tembang-tembang Jawa tersebut sangat urgen untuk disosialisasikan kepada generasi muda karena generasi pada milenium ketiga ini sudah tidak banyak lagi yang mengenal, mencintai, dan memahaminya. Pada umumnya, generasi muda lebih mengenal dan menggandrungi lagu-lagu pop dan musik-musik modern ala mancanegara. Makalah ini bertujuan mengidentifikasi, merevitalisasi, dan memaparkan nilainilai karakter yang terkandung dalam tembang-tembang Jawa yang bernilai filosofis tinggi dan budi pekerti luhur. Dengan memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai 54
budi pekerti luhur yang terkandung dalam tembang-tembang Jawa diyakini berkontribusi positif terhadap pembangunan karakter bangsa sehingga terlahir generasi muda Indonesia (GMI) yang mantap, tangguh, arif, berwibawa, dan berakhlak mulia.
B. KONDISI SAAT INI TERKAIT DENGAN REVITALISASI, TEMBANG JAWA, DAN KARAKTER GENERASI MUDA Revitalisasi dapat dimaknai proses, cara, perbuatan memvitalkan (menjadikan vital). Vital sebagai bentuk dasar dari revitalisasi berarti „sangat penting bagi kehidupan‟; sedangkan vitalitas berarti „daya hidup, kemampuan untuk bertahan hidup‟ atau „kehidupan dalam bidang seni, sastra, dsb‟ (periksa Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997: 840). Berdasarkan batasan-batasan tersebut dapat dikemukakan di sini yang dimaksudkan dengan revitalisasi nilai-nilai tembang Jawa adalah psoses atau cara memvitalkan nilai-nilai tembang-tembang Jawa agar memiliki daya hidup (kemampuan untuk bertahan hidup) serta mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Sudah saatnya, nilai-nilai yang terkandung dalam tembang-tembang Jawa perlu direvitalisasi dengan berbagai cara sehingga nilai-nilai tersebut memiliki daya hidup tinggi dan mempunyai fungsi penting, khususnya sebagai media/sarana jitu untuk membangun karakter bangsa, terutama untuk membangun karakter GMI. Tembang adalah nyanyian atau syair yang diberi berlagu untuk dinyanyikan. Tembang Jawa merupakan bagian dari puisi Jawa. Secara garis besar, puisi Jawa dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yakni puisi Jawa lama, puisi Jawa baru, dan puisi Jawa modern. Puisi Jawa lama terdiri atas puisi Jawa kuno (yang biasa disebut kakawin, sekar ageng) dan puisi Jawa tengahan (disebut dengan nama kidung, sekar tengahan). Puisi Jawa baru meliputi tembang macapat (sekar alit) dan parikan; sedangkan yang termasuk puisi Jawa modern adalah geguritan dan tembang-tembang Jawa zaman sekarang, seperti tembang dolanan, tembang campursari, keroncong, dan lagu-lagu pop Jawa. Makalah ini tidak akan menginventarisasi, mengidentifikasi, dan membahas semua jenis tembang Jawa, tetapi hanya memaparkan dan mengkaji sebagian tembang macapat yang diambil dari serat/naskah Jawa, sebagian tembang dolanan, dan beberapa tembang lainnya yang mengandung nilai-nilai budi pekerti dan dapat membangun pendidikan karakter bangsa. Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi 55
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak (KBBI, 1997: 444). Lebih jelas, Furqon Hidayatullah (2009: 9) menyatakan karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain. Dengan demikian, karakter GMI adalah kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti GMI yang merupakan kepribadian khusus yang harus melekat pada diri GMI. Berbicara tentang pembangunan karakter bangsa (karakter GMI) tentu tidak dapat dilepaskan dari berbicara tentang pendidikan nasional (diknas) karena tujuan utama diknas adalah mengembangkan potensi yang dimiliki GMI agar menjadi manusia Indonesia yang berkualitas. Oleh karena itu, diknas harus berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang, serta berfokus pada GMI sebagai generasi pewaris budaya bangsa yang kreatif. Sebagaimana ditegaskan di dalam UU Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3, bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” UU tersebut mengamanatkan bahwa pembinaan watak (karakter bangsa) merupakan tugas utama pendidikan nasional. Dengan demikian, pendidikan karakter sangat penting karena karakter dapat diubah melalui pendidikan.
C. REVITALISASI NILAI-NILAI TEMBANG JAWA SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER GENERASI MUDA Pada bagian berikut ini disajikan pembahasan beberapa contoh tembang Jawa yang mengandung nilai-nilai budi pekerti luhur yang perlu direvitalisasi agar dapat digunakan sebagai sarana untuk pendidikan karakter bangsa. Paparan diawali dari tembang macapat, tembang dolanan, parikan, keroncong, campursari, dan diakhiri dengan nasyid (sholawatan). 1. Tembang Macapat Di antara tembang-tembang macapat yang mengandung nilai-nilai moral atau nilai budi pekerti adalah sebagai berikut. 56
a. Asmarandana Padha netepana ugi / kabeh parentahing sarak / terusna lair batine / salat limang wektu uga / tan kena tininggala / sapa tinggal dadi gabug / yen isih remen neng praja b. Gambuh Aja nganti kabanjur / sabarang polah kang nora jujur / yen kabanjur sayekti kojur tan becik / becik ngupayaa iku / pitutur ingkang sayektos. Pada tembang macapat Asmarandana (1a) di atas terkandung nilai-nilai moral ketuhanan atau keimanan, yakni agar kita melaksanakan perintah agama secara tulus lahir batin, khususnya bagi yang beragama Islam, jangan sampai meninggalkan kewajiban salat lima waktu. Salat lima waktu (duhur, ashar, maghrib, isyak, dan subuh) merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dikerjakan bagi setiap muslim. Dalam keadaan apapun, misalnya dalam keadaan sakit pun, seorang muslim tetap wajib melaksanakan salat sebab jika meninggalkannya maka berdosa, atau dadi gabug „tak bernilai hidupnya‟. Sementara itu, pada tembang macapat Gambuh (1b) tersebut terdapat pendidikan karakter, yakni dalam hidup ini kita jangan sampai terlanjur atau terbiasa dalam ketidakjujuran. Sifat/watak tidak jujur, baik dalam ucapan ataupun perbuatan, merupakan karakter yang tidak baik dan akan merugikan baik diri sendiri maupun orang lain. Sebaiknya orang senantiasa berusaha mencari pitutur ingkang sayektos „nasihat, petunjuk, ajaran yang benar‟. Dalam agama Islam, petunjuk/ajaran yang benar adalah petunjuk atau ajaran yang bersumber pada Al-Quran (firman Allah) dan Hadits (sabda Rasulullah). 2. Tembang Dolanan Berikut beberapa contoh tembang dolanan yang juga sarat dengan nilai-nilai moral atau budi pekerti. a. Ilir-ilir Lir-ilir tandure wus sumilir / takijo royo-royo taksengguh penganten anyar / Bocah angon penekna blimbing kuwi / lunyu-lunyu penekna kanggo masuh dodotira / 57
Dodotira kumitir bedhah ing pinggir / domana jlumatana kanggo seba mengko sore / mumpung gedhe rembulane mumpung jembar kalangane / Yo soraka sorak hiya. b. Sluku-sluku bathok Sluku-sluku bathok / bathoke ela-elo / si rama menyang Sala / leh-olehe payung motha / mak jenthit lololoba / uwong mati ora obah / yen obah medeni bocah / yen urip goleka dhuwit. Tembang Ilir-ilir (2a) menurut informasi Emha Ainun Nadjib adalah karya Sunan Ampel, salah satu dari Walisanga. Di dalam tembang tersebut tersirat adanya satu nilai yang positif, yakni etos kerja atau karakter yang kuat yang tergambar pada baris 2 dan 3, bocah angon penekna blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekna kanggo masuh dodotira. „penggembala panjatkan pohon blimbimg itu, meskipun sangat licin panjatlah untuk membersihkan pakaian‟. Dengan demikian, untuk mewujudkan keinginan baik (cita-cita) yakni mendapatkan blimbing harus disertai dengan upaya yang sungguh-sungguh, ikhtiar sekuat tenaga, memanjat pohon yang sangat licin, banyak hambatan dan rintangan. Blimbing yang selalu bergigir lima dalam konteks keindonesiaan dapat dimaknai sebagai Pancasila dasar negara Republik Indonesia. Pancasila harus tetap dan selalu dipertahankan di bumi Nusantara untuk mempersatukan bangsa Indonesia, dan itu membutuhkan perjuangan dan tekad luar biasa. Selain itu, blimbing yang bergigir lima dalam konteks agama Islam juga dapat dimaknai sebagai rukun Islam yang berjumlah lima. Kelima rukun Islam itu wajib dilaksanakan oleh umat Islam betapapun sulitnya dan banyak rintangannya. Bocah angon „penggembala‟ itu bisa siapa saja, misalnya seorang doktor, seniman, kiai/ulama, jenderal, dan guru. Dalam konteks pembahasan ini, setiap kita, semua anak bangsa Indonesia (apakah itu legislatif, yudikatif, eksekutif, politikus, budayawan, negarawan, para pendidik, tokoh-tokoh agama, dsb.) harus memiliki sikap daya juang tinggi dalam mewujudkan cita-citanya, yakni menciptakan GMI yang tangguh, cerdas, dan berkarakter kuat. Mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane, artinya senyampang masih ada waktu dan kesempatan maka mari kita gunakan waktu dan kesempatan ini untuk berusaha yang terbaik buat bangsa kita. Yang lebih hakiki lagi dari tembang Ilir-ilir itu adalah kita harus mencari dan memiliki pegangan hidup sebab jika orang tidak mempunyai pegangan hidup maka tidak akan paham makna kehidupan. Setelah mengetahui makna hidup yang sejati sinar kita akan bercahaya, selalu dilindungi oleh Allah swt. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati 58
dan kuat menghadapi semua cobaan dan rintangan hidup. Dengan demikian, kelak ketika kita menghadap Sang Illahi dapat lebih mantap percaya diri berbekal hati suci. Pada tembang dolanan Sluku-sluku Bathok (2b) pun terdapat nilai-nilai moral dan budi pekerti luhur yang perlu diinternalisasikan dalam pendidikan. Di antaranya adalah (i) kita harus selalu membersihkan hati kita dengan cara selalu berdzikir, (ii) mengakui tidak ada Tuhan selain Allah, (iii) mengikuti ajaran Rasulullah saw., (iv) tiada kekuatan selain dari Allah dan selalu berharap khusnul khotimah, (v) selalu mengedepankan introspeksi/mawas diri, (vi) mencintai Allah, selalu berbuat baik, dan bertaubat, (vii) kita akan mulia di sisi Allah karena takwa kita dan memahami asal-usul kita (ngerti sangkan paraning dumadi). 3. Parikan a. (1) Wajik klethik, gula Jawa. (2) Luwih becik, sing prasaja. b. (1) Kembang aren, sumebar tepining kalen. (2) Aja dahwen, yen kowe kepengin kajen. c. (1) Kembang kencur, ganda sedhep sandhing sumur. (2) Kudu jujur, yen kowe kepengin luhur. d. (1) Cengkir wungu, wungune ketiban ndaru. (2) Watak-wantu, den sabar lan momot-mengku. e. (1) Kecik-kecik, kecike manila, ya mas ya, (2) Prayogane tumrap para mudha, (3) Besuk gedhe mas wong kang dipercaya, (4) Sing becik dienggo dibuwang barang sing ala. Nilai-nilai budi pekerti yang tersurat dan tersirat pada parikan (pantun) di atas sangatlah jelas. Di antaranya adalah (3a) jadilah orang yang bersahaja, sederhana (prasaja), (3b) jika ingin terhormat jangan suka mencampuri urusan orang lain (aja dahwen), (3c) jika ingin berderajat tinggi harus jujur, (3d) harus bersikap sabar, pandai menyimpan rahasia, melindungi bawahan, (3e) jadilah generasi muda yang terpercaya, ambillah yang baik dan buanglah sifat-sifat yang jelek. 4. Lagu Keroncong Kunci Swarga (Andjar Any) 59
Mumpung kowe isih urip ana ndonya, mumpung kowe isih padha mudha-mudha Padha goleka sangu nggo swarga, ben arwahmu mbesuk ora cilaka Ana ndonya urip kuwi ora suwe, yen lelungan ibarat mampir ngombe Mula elinga mula emuta, golek sangu dadi kuncining swarga Dudu bandha dudu pangkat, sangune marang akerat Dudu bandha dudu pangkat, sangune marang akerat Amung sholat lan sembahyang, sarta amal kabecikan Nindakke dhawuh Pangeran, ben bisa mlebu kaswargan Dudu pangkat dudu bandha, sangune munggah nyang swarga Dudu pangkat dudu bandha, sangune munggah nyang swarga Amung padha ngedohna, ngedohi tindak sing ala Amung padha ngestokna, ngestokna dhawuh agama Pada lagu keroncong Kunci Swarga (4) karya Andjar Any di atas tampak jelas nilai-nilai moral atau nilai ketuhanan, seperti pada baris ke-7 dan 8, serta 11 dan 12. Selagi masih hidup di dunia, masih muda maka carilah bekal untuk ke sorga, sebab kunci sorga dan bekal akhirat itu bukan harta dan pangkat/jabatan, tetapi (i) salat dan amal saleh (amal kebaikan), (ii) melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan laranganlarangan-Nya. Ngedohi tindak sing ala (menjahui perbuatan jelek) dan ngestokna dhawuh agama (mematuhi perintah agama), di dalam agama Islam dikenal dengan istilah takwa. Jadi, dengan berbekal takwa, menegakkan salat, dan beramal saleh maka seorang muslim dapat masuk sorga. 5. Lagu Campursari Aja Dipleroki (Ki Narto Sabdo) Mas mas mas aja dipleroki / mas mas mas aja dipoyoki / karepku njaluk diesemi / Tingkah lakumu kudu ngerti cara / aja ditinggal kapribaden ketimuran / Mengko gek keri ing jaman / mbokya sing eling, dhik / eling bab apa, mas / iku budaya / pancene bener kandhamu. Lagu Aja Dipleroki (5) ciptaan Ki Narto Sabdo awalnya termasuk lagu dolanan dalam seni karawitan Jawa, tetapi sekarang ini sudah sering dikreasikan menjadi lagu campursari. Lagu tersebut mengandung nilai budi pekerti, yakni sebagai orang Jawa (orang Indonesia) hendaknya jangan meninggalkan adat dan budaya ketimuran. Adat dan budaya ketimuran itu antara lain (i) andhap asor „rendah hati‟, (ii) tepaslira „pandai menyesuaikan diri‟, (iii) sopan santun, (iv) prasaja lan walaka „bersahaja dan sederhana apa adanya‟, dan grapyak semanak anyedulur „ramah mudah bergaul‟. 6. Lagu Shalawat Tamba Ati 60
(1) (2) (3) (4)
Allahumma shali wa salim ‘ala, Sayyidina wa maulana Muhammadin, Allahumma suril Islam wal muslimin, wa ashlikil kafarata fadhalimin.
(5) Tamba ati iku lima ing wernane, (6) ingkang dhingin maca Quran sakmaknane (7) kaping pindho salat sunat lakonana, (8) kaping telu wong kang saleh cedhakana, (9) Kaping pate weteng kudu ingkang luwe, (10) kaping lima dzikir wengi ingkang suwe, (11) sakabehe sapa bisa anglakoni, (12) Insya Allah huta’ala ngijabahi. Pada lagu Shalawat Tamba Ati (6) tersebut jelas sekali terkandung nilai-nilai moral keislaman. Disebutkan bahwa obat (penenteram) hati itu ada lima macam: (i) membaca Al-Quran dan memahami maknanya, (ii) melakukan salat sunah (selain juga yang wajib), (iii) berkawan dengan orang saleh, (iv) berpuasa (weteng kudu ingkang luwe), dan (v) berdzikir terus-menerus dalam waktu lama. D. SIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan simpulkan dan rekomendasi sebagai berikut. 1. Di dalam tembang-tembang Jawa banyak terkandung nilai-nilai moral dan budi pekerti. Nilai-nilai budi pekerti tersebut biasanya bersifat dikotomis antara perbuatan baik dan tidak baik, perbuatan yang diperbolehkan dan tindakan yang dilarang secara moral, perbuatan yang perlu diteladani dan tindakan yang tidak perlu diikuti. Budi pekerti, perbuatan, tindakan, dan sikap kepribadian yang baik yang perlu dicontoh antara lain adalah netepi parentahing sarak (salat lima waktu), jujur, berdaya juang tinggi (tidak mudah patah semangat), prasaja „bersahaja, sederhana, zuhud‟, sabar, berakhlak mulia (mahmudah), dapat dipercaya (amanah), menjunjung tinggi adat dan budaya
ketimuran,
rajin
membaca
Al-Quran
memahami
maknanya
dan
mengamalkannya, rajin melaksanakan salat sunah (selain yang wajib), berkawan dengan orang saleh, rajin berpuasa (Ramadhan dan sunah), serta senantiasa berdzikir setiap waktu. Adapun budi pekerti, perbuatan, tindakan, dan sikap kepribadian yang jelek/buruk yang tidak perlu dicontoh antara lain adalah melanggar norma agama, berbohong, mudah patah semangat, berlebih-lebihan mengejar keduniaan (harta, pangkat, jabatan), mudah marah, berakhlak nista (madzmumah), ingkar janji, 61
melanggar tata susila, tata krama, dan adat ketimuran, malas beribadah, senang berkawan dengan orang jahat, kufur, dan lupa diri. 2. Nilai-nilai budi pekerti baik, watak utama, dan karakter mulia itu harus dimiliki dan tertanam kuat di bumi Indonesia dan dilatihkan secara istiqomah kepada GMI sehingga GMI juga berbudi pekerti baik, berwatak utama, dan berkarakter mulia. 3. Mengingat GMI dewasa ini sudah banyak yang tidak senang dan tidak paham lagi nilai-nilai budi pekerti, moral, dan etika yang terkandung dalam tembang-tembang Jawa, maka direkomendasikan sangat perlu adanya upaya revitalisasi dan internalisasi tembang-tembang Jawa dalam pendidikan karakter. Upaya yang perlu dilakukan antara lain: (i) memperkenalkan kembali tembang-tembang Jawa kepada GMI dengan berbagai media dan teknologi modern, (ii) mengajak mereka mengidentifikasi nilai-nilai moral dan budi pekerti yang terkandung dalam tembangtembang Jawa, (iii) memahamkan dan meyakinkan kepada mereka betapa pentingnya nilai-nilai moral dan budi pekerti tersebut dalam membangun karakter GMI pada masa
kini
dan
yang
akan
datang,
(iv)
menginternalisasikan
dan
mengimplementasikan nilai-nilai moral dan budi pekerti tersebut dalam kehidupan keseharian secara terus-menerus sehingga GMI benar-benar memiliki karakter yang kuat dan kepribadian yang hebat.
62
DAFTAR PUSTAKA Adityo Jatmiko. 2005. Tafsir Ajaran Serat Wedhatama. Yogyakarta: Pura Pustaka. Andi Harsono. 2005. Tafsir Ajaran Serat Wulangreh. Yogyakarta: Pura Pustaka. Bengat. 2007. “Nilai Estetika dan Nilai Etika dalam Lirik Lagu Jawa Modern: Suatu Studi Hermeneutika dan Semiotika”. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Frank Sennet. 2004. Guru Teladan Tahun Ini. Terjemahan Vidi Athena Devi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Furqon Hidayatullah, M. 2009. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. Surakarta: Yuma Perkasa. Herman J. Waluyo, Swandono, Slamet, Nursodiq. 2001. Pemakaian Bahasa dalam Tembang dan Puisi Jawa Modern. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Panitia Kongres Bahasa Jawa. “Kumpulan Makalah Komisi Kearifan Lokal” dalam Kongres Bahasa Jawa IV Tahun 2006. Semarang 10 – 14 September 2006. Suharto. 1987. Butir-Butir Budaya Jawa: Hanggayuh Kasampurnaning Hurip, Berbudi Bawaleksana, Ngudi Sejatining Becik. Sujamto. 1993. Revitalisasi Budaya Jawa. Semarang: Dahara Prize Bekerjasama dengan Yayasan Jatidiri Jawa Tengah. Sujamto. 1993. Sekitar Pandangan Hidup Jawa. Semarang: Dahara Prize Bekerjasama dengan Yayasan Jatidiri Jawa Tengah. Sumarlam. 1991. “Unsur Bahasa sebagai Pendukung Keindahan Puisi Jawa” dalam Linguistik Indonesia. Tahun 9 No. 2, Desember 1991. Jakarta: Masyarakat Linguistik Indonesia. Sumarlam. 2011. Potret Pemakaian Bahasa Jawa Dewasa Ini serta Pembinaan dan Pengembangannya: Sebuah Pergeseran Struktur Gramatika dan Tingkat Tutur. Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
63
Tim Proseding Kongres Bahasa Jawa III. 2001. Proseding Kongres Bahasa Jawa ke-3: Kesastraan. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo. Tim Proseding Kongres Bahasa Jawa III. 2001. Proseding Kongres Bahasa Jawa ke-3: Pembinaan dan Pengajaran. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo. Titi Mumfangati. 1998. Keutamaan Moral dalam Budaya Jawa Menurut Serat Margawirya. Yogyakarta: Penerbit Lembaga Studi Jawa. Yohanes Mardimin. 1991. Sekitar Tembang Macapat. Semarang: Penerbit Satya Wacana.
64