Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 Telp: (62 21) 500131 Fax: (62 21) 3861458 Email:
[email protected] www.bi.go.id
Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BANK INDONESIA
Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015 Laporan Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang
Bank Indonesia
www.bi.go.id
Laporan Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang
Bank Indonesia
Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama triwulan IV-2015 dan Tahun 2015.
HIGHLIGHTS KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA Inflasi selama triwulan IV-2015 maupun 2015 terkendali. Inflasi 2015 tercatat sebesar
3,35% (yoy),
lebih rendah dari tahun sebelumnya dan berada dalam kisaran sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah sebesar
4±1% (yoy).
Cadangan devisa pada akhir Desember 2015 tercatat sebesar
105,9 miliar dolar AS,
atau setara dengan 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Meskipun secara rata-rata mencatat pelemahan, Rupiah, secara point to
point (ptp), mengalami penguatan sebesar
0,36% (mtm)
ke level Rp13.785 per dolar AS.
Ekonomi Indonesia triwulan IV-2015 tumbuh sebesar
Kondisi Sistem Keuangan Indonesia selama 2015 tetap terjaga, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan.
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan akhir tahun 2015 tercatat 0,93.
baik dalam bentuk konsumsi
Transaksi sistem pembayaran sepanjang 2015 berjalan aman dan lancar. Kondisi ini didukung keandalan penyelenggaraan sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI sesuai dengan
maupun investasi infrastruktur.
service level.
5,04% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya (4,74%). Perbaikan ini didorong oleh pengeluaran pemerintah
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV-2015 mencatat surplus sebesar US$5,1 miliar, setelah pada triwulan sebelumnya mencatat defisit sebesar US$4,6 miliar. Surplus NPI ini ditopang olehnsurplus transaksi modal dan finansial.
Defisit transaksi berjalan 2015
sebesar 2,06% PDB, lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,09% PDB.
Tren penggunaan uang elektronik dan
Alat Pembayaran Menggunakan Kartu juga menunjukkan peningkatan. Transaksi tunai dengan menggunakan uang kartal berjalan lancar selama 2015. Kelancaran ini ditopang oleh
terpenuhinya kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup hingga ke pelosok wilayah Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
iii
HIGHLIGHTS KEBIJAKAN BANK INDONESIA A. Bidang Moneter • Untuk menjaga kestabilan harga dan dengan tetap memperhatikan kondisi perekonomian domestik dan global, selama 2015 Bank Indonesia mempertahankan suku bunga kebijakannya (BI Rate) pada level 7,50%, dan suku bunga Deposit Facility 5,50% serta Lending Facility 8,00%. Ke depan, Bank Indonesia memandang bahwa ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter semakin terbuka dengan terjaganya stabilitas makroekonomi. • Untuk menjaga agar Rupiah stabil, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya agar keseimbangan permintaan dan penawaran valuta asing tetap terjaga. Untuk mendukung hal tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan 2 paket kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai sinergi kebijakan dengan paket kebijakan yang diterbitkan oleh Pemerintah. Selain itu, Bank Indonesia juga mendorong penggunaan transaksi lindung nilai, menerapkan prinsip kehati-hatian pengelolaan utang luar negeri oleh korporasi nonbank, dan mewajibkan penggunaan rupiah di wilayah NKRI. • Guna mendukung kegiatan ekonomi tetap tumbuh, Bank Indonesia melakukan pelonggaran moneter dengan menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah dari 8% menjadi 7,5%. Bank Indonesia juga menyesuaikan rasio pinjaman terhadap pendanaan (Loan to Funding Ratio/LFR dalam kebijakan GWM-LFR. Dengan penurunan ini, maka akan meningkatkan kapasitas pembiayaan oleh perbankan. • Untuk menjaga agar transmisi kebijakan moneternya berjalan lancar, Bank Indonesia melakukan berbagai pengayaan instrumen Operasi Pasar Terbuka. Hal ini mendorong pengelolaan likuiditas yang lebih baik oleh perbankan, sehingga kecukupan likuiditas terjaga dan pada akhirnya sasaran inflasi dapat tercapai. • Sinergi pengendalian inflasi dengan Pemerintah baik di pusat maupun daerah terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Sejalan dengan arahan Presiden RI untuk mengurangi tekanan inflasi, Bank Indonesia menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi. Hal ini merupakan upaya untuk mencapai target inflasi 3,5% pada 2018. B. Bidang Stabilitas Sistem Keuangan • Untuk mendorong terwujudnya stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia sebagai otoritas makroprudensial melakukan kegiatan surveilans, pengaturan, dan pemeriksaan makroprudensial. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pengembangan UMKM. • Untuk mencegah peningkatan risiko sistemik, Bank Indonesia menerbitkan pengaturan makroprudensial berupa countercyclical buffer. Perbankan diwajibkan untuk membentuk penyangga modal yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai perkembangan kondisi makroekonomi, sistem keuangan di Indonesia, dan/atau kondisi perekonomian global.
iv
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
• Bank Indonesia terus berkomitmen untuk mengembangkan perekonomian syariah. Bank Indonesia mendorong perbaikan tata kelola lembaga sektor sosial melalui penyusunan Zakat Core Principles dan Wakaf Core Principles. • Untuk memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. Bank Indonesia mendorong penyaluran penyaluran kredit/pembiayaan perbankan kepada UMKM melalui pola insentif/disinsentif. Pola ini dikaitkan dengan penerapan ketentuan GWM LFR. C. Bidang Sistem Pembayaran • Bank Indonesia mengkinikan infrastruktur pendukung utama sistem pembayaran Indonesia dengan mengimplementasikan sistem setelmen dana (BI-RTGS), sistem setelmen surat berharga (BI-SSSS), sistem electronic trading platform (BI-ETP), serta sistem kliring (SKNBI) Generasi II. Pengkinian tersebut sejalan dengan komitmen untuk mewujudkan layanan sistem pembayaran yang andal, aman, dan efisien. • Bank Indonesia memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran dengan mendorong agar industri sistem pembayaran menindaklanjuti setiap pengaduan konsumen terkait transaksi RTGS, transfer dana, dan kliring. Terkait hal ini, Bank Indonesia menyediakan layanan mediasi pengaduan nasabah sistem pembayaran. • Bank Indonesia bersinergi dengan pasar modal Indonesia menerapkan Central Bank Money dalam penyelesaian dana transaksi di pasar modal. Kebijakan ini ditempuh untuk menghindari risiko gagal bayar perbankan. • Bank Indonesia terus mendorong penggunaan instrumen non-tunai melalui program Gerakan Nasional Non Tunai. Selama 2015 penggunaan uang elektronik dan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu mengalami perkembangan yang pesat. D. Bidang Pengelolaan Uang Rupiah • Bank Indonesia melaksanakan tiga pilar kebijakan pengelolaan uang Rupiah. Pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya. Kedua, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal. Ketiga, pelayanan kas yang prima. • Bank Indonesia memperluas cakupan kegiatan penyediaan uang layak edar ke daerah perbatasan dan terpencil, melalui kerjasama dengan TNI Angkatan Laut dalam distribusi uang dan kerjasama dengan perbankan melalui kas titipan. • Bank Indonesia secara berkesinambungan menerapkan kewajiban penggunaan uang Rupiah dalam transaksi sistem pembayaran. Kewajiban ini untuk menjaga kedaulatan Rupiah dan sekaligus menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
v
Kata Pengantar Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas rahmat dan perkenan-Nya, Bank Indonesia masih dapat menjalankan tugas dan wewenang di tahun 2015 dalam menjaga stabilitas nilai Rupiah sesuai dengan amanat yang diberikan oleh undang-undang. Kami juga senantiasa bersyukur bahwa segenap tantangan perekonomian yang mengemuka di tahun 2015 dapat kita lalui dan hadapi bersama dengan langkah kebijakan yang konsisten, terkoordinasi dengan baik, dan penuh dengan kewaspadaan terhadap potensi risiko yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian. Tahun 2015 merupakan periode yang sangat menantang, tidak hanya bagi upaya menjaga stabilitas perekonomian, namun juga bagi upaya untuk mendorong pertumbuhan, ditengah lambatnya pemulihan ekonomi global yang disertai dengan rangkaian gejolak di pasar keuangan. Terus melemahnya ekonomi Tiongkok setelah melewati era pertumbuhan double digit berimbas pada tekanan berkelanjutan terhadap harga komoditas global. Lebih lanjut, kondisi ini ditransmisikan melalui jalur perdagangan kepada negara eksportir komoditas, termasuk Indonesia. Ekspor Indonesia terus melambat di sepanjang tahun 2015 dan belum mampu menggerakkan perekonomian domestik. Di sisi lain, berbagai kebutuhan pembangunan dan konsumsi masyarakat yang dipenuhi dari impor, walaupun tercatat menurun, masih lebih besar dari capaian ekspor nasional. Kondisi ini kemudian menyebabkan masih terjadinya defisit transaksi berjalan di tahun 2015 dan mencerminkan adanya defisit kebutuhan valuta asing yang perlu dipenuhi dari aliran dana asing. Gejolak pasar keuangan global juga menjadi bagian dari episode ekonomi di tahun 2015. Pulihnya ekonomi Amerika Serikat (AS) mendorong penguatan dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia, dan meningkatkan ekspektasi semakin dekatnya rencana kenaikan suku bunga AS. Kemudian, kebijakan devaluasi Yuan yang ditempuh otoritas Tiongkok secara tiba-tiba juga memberikan tekanan yang besar terhadap stabilitas pasar keuangan negara-negara berkembang. Melalui jalur keuangan, tekanan modal keluar dan aksi flight to quality mewarnai dinamika pasar keuangan global di tahun 2015. Aliran dana asing yang masuk ke Indonesia di tahun 2015 tercatat jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Sejalan dengan mata uang lain di kawasan, Rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Disamping memberikan tekanan terhadap nilai tukar, berkurangnya dana asing yang masuk juga turut menciptakan defisit pembiayaan pada keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia di tahun 2015. Rangkaian gejolak di pasar keuangan dan tren perlambatan ekonomi domestik memang tidak dapat dipungkiri memberikan tekanan lanjutan melalui jalur ekspektasi (confidence). Investor cenderung menahan investasi dan konsumen cenderung mengurangi
vi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
konsumsinya. Hal ini tentu dapat membawa risiko perlambatan perekonomian yang semakin dalam. Namun, Bank Indonesia memandang bahwa ditengah kuatnya berbagai tekanan, perekonomian Indonesia hanya akan dapat tumbuh secara berkelanjutan apabila stabilitas makroekonomi dapat terjaga. Oleh karena itu, Bank Indonesia di tahun 2015 menempuh kebijakan moneter yang senantiasa prudent dan konsisten, guna mencapai sasaran inflasi 4±1%. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia juga berupaya menjaga defisit transaksi berjalan pada level yang sehat. Selain itu, guna menjaga terpeliharanya stabilitas sistem keuangan nasional, Bank Indonesia di tahun 2015 memperkuat kebijakan makroprudensial dengan mendorong pembentukan modal tambahan oleh industri perbankan untuk mengantisipasi naik-turunnya siklus perekonomian (countercyclical capital buffer). Dalam menopang pemulihan ekonomi, selain melakukan penyesuaian Giro Wajib Minimum dari sisi moneter di triwulan IV-2015, Bank Indonesia juga menerapkan insentif bagi industri perbankan yang berkomitmen untuk mendorong pembiayaan UMKM. Kebijakan tersebut mempertimbangkan UMKM selama ini telah menjadi sumber pertumbuhan penting yang sangat resilien dalam menghadapi gejolak. Lebih lanjut, dalam menunjang keseluruhan aktivitas perekonomian, dukungan kelancaran transaksi pada sistem pembayaran dan ketersediaan uang Rupiah juga senantiasa menjadi komitmen Bank Indonesia di sepanjang tahun 2015. Dengan penggunaan teknologi terkini, generasi kedua dari sistem setelmen dana seketika dan sistem kliring nasional telah berhasil diluncurkan, guna meningkatkan layanan yang lebih cepat, handal, dan efisien bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kami sangat bersyukur, bahwa di tahun 2015, inflasi dapat berada di rentang sasaran 4±1% dan defisit neraca transaksi berjalan dapat terkendali serta lebih rendah dibandingkan tahun 2014. Pelemahan Rupiah juga kami pandang relatif terbatas, dibandingkan dengan pelemahan mata uang beberapa negara berkembang lain yang kondisi perekonomiannya di penghujung tahun 2015 mengalami instabilitas, kontraksi, bahkan resesi. Mencermati capaian ekonomi di tahun 2015, Bank Indonesia sangat mengapresiasi langkah dari Pemerintah yang secara konsisten mendorong kualitas belanja anggaran, baik melalui pembangunan proyek-proyek infrastruktur maupun berbagai belanja produktif lainnya. Pada triwulan IV-2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai membaik dan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Positifnya hasil yang dicapai pada triwulan IV-2015 secara nyata ditopang oleh konsumsi Pemerintah, yang kami harapkan pada gilirannya akan dapat menggerakkan sendi-sendi perekonomian secara lebih luas dan mendatangkan manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Tahun 2015 adalah tahun dimana perekonomian Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan sekaligus peluang. Dengan sinergi yang erat antara Pemerintah, Bank Indonesia, dan otoritas terkait lainnya, perekonomian Indonesia di tahun 2015 berhasil melewati berbagai tantangan yang ada. Secara bersamaan, kami juga mencermati banyaknya jendela kesempatan yang telah dimanfaatkan dengan baik di tahun 2015. Komitmen reformasi subsidi ditengah lemahnya harga minyak, komitmen inisiasi proyek-proyek infrastruktur strategis secara merata di wilayah nusantara, dan berbagai bentuk komitmen reformasi struktural lainnya mendorong optimisme kita bersama akan prospek perekonomian yang lebih baik di tahun-tahun mendatang.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
vii
Menutup tahun 2015 dan menatap tahun 2016, Bank Indonesia selaku otoritas moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang Rupiah akan terus bekerja keras dalam menjaga kredibilitas dan meningkatkan kualitas kebijakan. Dengan semangat luhur untuk membawa perekonomian nasional menjadi semakin kuat dan berdaulat, kami percaya bahwa beratnya tantangan di tahun 2016 akan dapat kita atasi dengan lebih baik lagi, dan Tuhan YME senantiasa akan meringankan langkah kita.
Jakarta, 1 Maret 2016 GUBERNUR BANK INDONESIA
Agus D.W. Martowardojo
viii
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
Daftar Isi BAB I Ringkasan Eksekutif
02 07
1.1. Kinerja Perekonomian 1.2. Kebijakan yang Ditempuh
BAB II 2.1. Inflasi 2.2. Pertumbuhan Ekonomi 2.3. Neraca Pembayaran 2.4. Utang Luar Negeri 2.5. Nilai Tukar Rupiah 2.6. Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar Valuta Asing 2.6.1. Perkembangan Pasar Uang 2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing 2.7. Perkembangan Sistem Keuangan 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan 2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan 2.7.2.1. Ketahanan Permodalan Industri Perbankan 2.7.2.2. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan 2.7.2.3. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan 2.7.2.4. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar 2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non-Bank 2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi 2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga 2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat 2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran 2.11. Perkembangan Pengedaran Uang
18 20 25 27 28 30 30 32 33 33 36
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
36 36 37 38 39 42 42 43 44 45 47 52
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
ix
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
x
3.1. Stabilitas Moneter 57 3.1.1. Kebijakan Moneter 58 Boks : Akuntabilitas Pencapaian Inflasi 2015 59 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar 62 3.1.2.1. Pengelolaan Moneter 63 3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar 66 3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah 67 3.1.3.1. Pengendalian Inflasi dan Pengembangan Ekonomi di tingkat Regional 69 3.1.3.2. Penguatan Fungsi Koordinasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri 72 3.1.3.3. Stabilitas Sistem Keuangan 73 3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri 73 3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor 75 3.1.6. Pelaksanaan Kegiatan Statistik, Survei, dan Liaison untuk Mendukung Perumusan Kebijakan 77 3.2. Stabilitas Sistem Keuangan 79 3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial 79 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial 79 3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial 81 3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah 84 3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valas) 86 3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif (Financial Inclusion) 88 3.2.4.1. TabunganKu dan Basic Saving Account (BSA) dalam rangka mendukung Gerakan Indonesia Menabung (GIM) 88 3.2.4.2. Perluasan Pelaksanaan Edukasi Keuangan kepada Masyarakat 89 3.2.4.3. Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD) 90 3.2.4.4. Pengembangan Informasi Keuangan Inklusif Dalam Rangka Peningkatan Akses Keuangan 91 3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 92 3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan dalam Rangka Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM 92 3.2.5.2. Program Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia dalam Pengembangan UMKM 94 3.2.5.3. Kerja Sama Domestik Terkait Pengembangan UMKM 96 3.2.5.4. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM 97
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan 3.2.6.1. Sistem Informasi Debitur (SID) 3.2.6.2. Perkembangan SID dan Informasi Debitur Individual (IDI) 3.2.6.3. Perkembangan Implementasi Sistem Informasi Perkreditan Nasional (SIPNAS) 3.3. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran Boks : Implementasi SKNBI Generasi II serta Sistem BI- RTGS dan BI-SSSS Generasi II 3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang 3.4. Kerja Sama Internasional 3.4.1. Kerja Sama Negara G20 3.4.2. Kerja Sama dalam Forum IMF 3.4.3. Kerja Sama Asean 3.4.4. Kerja Sama Asean + 3 3.4.5. Kerja Sama Bank for International Settlement (BIS) 3.4.6. Kerja Sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP) 3.4.7. Kerja Sama Lainnya 3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan 3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional 3.6. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia
97 97 98 99 99 101 107 110 115 115 116 116 117 117 117 118 118 118 122 123 125
BAB IV 4.1. Tata Kelola Governance Boks : Penguatan Tata Kelola (Governance) Bank Indonesia 2015 4.2. Manajemen Strategi dan Kinerja 4.3. Manajemen Risiko 4.4. Audit Intern 4.5. Keuangan Internal 4.6. Sistem Informasi 4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) 4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia 4.7.2. Pemenuhan dan Pengembangan SDM 4.7.3. Pengembangan SDM 4.7.4. Manajemen SDM 4.7.5. Kebijakan terkait pegawai Bank Indonesia yang ditugaskan Pada Otoritas Jasa Keuangan 4.7.6. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia 4.8. Aspek Hukum 4.9. Program Sosial Bank Indonesia
138 139 143 144 146 146 148 150 150 150 151 152 153 153 153 153 154
Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
xi
BAB V 5.1. Outlook Perekonomian 2016 5.2. Arah Kebijakan Bank Indonesia 2016 5.3. Strategi Bank Indonesia 2016 5.4. Program Transformasi Bank Indonesia 2016
158 161 162 163
Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016
LAMPIRAN Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan IV - 2015 dan Tahun 2015 1. Peraturan Bank Indonesia 2. Surat Edaran Ekstern 3. Peraturan Dewan Gubernur Daftar Istilah Daftar Singkatan
xii
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
167 168 169 171 172 177
Daftar Tabel BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Tabel 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) Tabel 2.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy) Tabel 2.3. Perkembangan Indeks Saham Regional Tabel 2.4. Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%) Tabel 2.5. Perkembangan Penyaluran Pembiayaan Tabel 2.6. Kinerja Korporasi Publik Tw III-2014 dan Tw III-2015 Tabel 2.7. Perubahan Pelaksanaan KUR Tabel 2.8. Volume Transaksi Pembayaran Tabel 2.9. Nilai Transaksi Pembayaran Tabel 2.10. Transaksi Transfer Dana Triwulan IV-2015 Tabel 2.11. Transaksi UKA-TC Triwulan IV-2015 Tabel 2.12 Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Bank Tabel 2.13 Indikator Pengedaran Uang
BAB III
39 39 43 46 48 48 50 50 52 53
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 3.6.
BAB V
21 23 35
Realisasi Penarikan ULN Pemerintah Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah Underlying Repo (Rp Miliar) Jumlah Debitur-Fasilitas (Juta Rupiah) Permintaan IDI (dalam Juta) Jumlah kegiatan komunikasi berdasarkan Channel Komunikasi pada Tahun 2015
75 75 88 98 99 119
Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016 Tabel 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran Tabel 5.2. Indikator Kinerja Utama Bank Indonesia Tabel 5.3. Program Strategis Bank Indonesia 2016
19 163 165
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
xiii
Daftar Grafik BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Grafik 2.3. Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran Grafik 2.4. Ekspektasi Inflasi Konsumen Grafik 2.5. Indikator Investasi Bangunan Grafik 2.6. Indeks Sentimen Bisnis Grafik 2.7. Pendapatan Penjualan Korporasi Grafik 2.8. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Grafik 2.9. Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Grafik 2.10. Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil Grafik 2.11. Neraca Pembayaran Indonesia Grafik 2.12. Neraca Perdagangan Triwulan IV-2015 Grafik 2.13. Neraca Perdagangan Grafik 2.14. Neraca Transaksi Modal dan Finansial Grafik 2.15. Perkembangan Cadangan Devisa Grafik 2.16. Volatility Index (VIX Index) dan Default Swap (CDS) Grafik 2.17. Nilai Tukar Rupiah dan Aliran Modal Asing Grafik 2.18. Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.19. Nilai Tukar Kawasan Grafik 2.20. Volatilitas Triwulanan Grafik 2.21. Perkembangan Transaksi PUAB Grafik 2.22. Perkembangan Suku Bunga PUAB Grafik 2.23. Volume Transaksi Repo (rrh) Grafik 2.24. Suku Bunga PUAB & Repo 1 Bulan Grafik 2.25. Volume Transaksi Valas (rrh) Grafik 2.26. Komposisi Transaksi Valas Grafik 2.27. Yield Obligasi Negara Grafik 2.28. Volatilitas Yield 20 hari Grafik 2.29. Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG Grafik 2.30. Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG Grafik 2.31. Perkembangan & Volatilitas IHSG Grafik 2.32. Perkembangan Industri Reksadana Grafik 2.33. Rasio Non-Performing Loan Grafik 2.34. Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan Grafik 2.35. Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi Grafik 2.36. Pertumbuhan DPK (yoy) Grafik 2.37. Komposisi Alat Likuid Perbankan
xiv
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
18 18 19 19 21 21 22 22 23 23 25 25 26 26 27 28 29 29 29 29 30 30 31 31 32 32 34 34 34 34 35 35 36 37 37 37 38
Grafik 2.38. Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD) Grafik 2.39. Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan Grafik 2.40. Aset dan Investasi Industri Asuransi Grafik 2.41. Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi Grafik 2.42. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.43. Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 2.44. Rasio Non Performing Financing Grafik 2.45. Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.46. Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.47. Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.48. Kegiatan Dunia Usaha Tw IV-2015 Grafik 2.49. Survei Konsumen Grafik 2.50. Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya Grafik 2.51. Pertumbuhan Kredit UMKM (%, yoy) Grafik 2.52. NPL, Suku Bunga, BI Rate dan Inflasi (%) Grafik 2.53. Permintaan Informasi dan Pengaduan SP Grafik 2.54. Pengaduan Konsumen SP ke BI Berdasarkan Instrumen Grafik 2.55. Permintaan Informasi SP Berdasarkan Instrumen Grafik 2.56. Transaksi Valas Nontunai Antar Penduduk Grafik 2.57. Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) Grafik 2.58. UYD/PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Grafik 2.59. Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu
BAB III
38 38 40 40 40 41 41 41 42 42 43 43 44 44 45 50 51 51 51 52 52 53
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Grafik 3.1. Pencapaian Sasaran Inflasi Grafik 3.2. Dekomposisi Sumbangan Inflasi 2008-2015 Grafik 3.3. Rata-rata Tertimbang Durasi Jatuh Waktu Tw IV-2014 s.d Tw IV-2015 Grafik 3.4. Perkembangan Outstanding Instrumen Operasi Moneter Grafik 3.5. Perkembangan suku bunga Instrumen Operasi Moneter Grafik 3.6. Komposisi OM Tw I-2014 sd Tw IV-2015 Grafik 3.7. Komposisi OM Tw I-2014 sd Tw IV-2015 Grafik 3.8. Pertumbuhan Debitur-Fasilitas Grafik 3.9. Permintaan IDI
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
59 59 64 65 65 65 66 98 99
xv
Daftar Gambar BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Gambar 2.1. Peta Inflasi Daerah Triwulan IV-2015 (%, yoy) Gambar 2.2. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV-2015
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BAB III Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Gambar 3.7. Gambar 3.8.
Rencana Kerja TPID Alur Kerja Roadmap Pengendalian Inflasi Daerah Program Unggulan TPID 2015 Roadmap Pengendalian Inflasi Jawa Silkus Pengawasan Makroprudensial Langkah Nyata Pengembangan dan Penguatan Ponpes Masa Transisi Penyelesaian Pemberlakuan Nominal Traksi Kebutuhan Masyarakat Periode Natal & Akhir Tahun 2015
Gambar 4.1. Kerangka Kerja Tata Kelola (Governance) Bank Indonesia
139
Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016 Gambar 5.1. Arsitektur Fungsi Bank Indonesia
xvi
70 70 71 72 82 86 109 114
Kapabilitas Intern Bank Indonesia
BAB IV
BAB V
20 24
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
164
BAB I Ringkasan Eksekutif
BAB I Ringkasan Eksekutif
1.1. Kinerja Perekonomian Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2015 semakin baik. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2015 tercatat 5,04% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 4,74% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi itu diperkirakan akan berlanjut pada 2016. Peningkatan itu antara lain didorong oleh peran pemerintah dalam bentuk konsumsi pemerintah, investasi infrastruktur, dan penyelenggaraan Pilkada. Pada triwulan IV-2015, konsumsi pemerintah tumbuh 7,31% (yoy), meningkat dari 7,11% (yoy) triwulan sebelumnya. Pertumbuhan investasi juga meningkat, terutama didorong oleh investasi bangunan sejalan dengan akselerasi proyek infrastruktur pemerintah. Di sisi lain, peran sektor swasta masih terbatas seperti tercermin dari belum kuatnya konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan. Hal ini didorong oleh perilaku wait and see investor yang tercermin pada belum membaiknya sentimen bisnis. Pada 2015, pendapatan korporasi dari hasil penjualan menunjukkan pertumbuhan negatif. Meskipun belum kuat, investasi nonbangunan membaik, didorong oleh positifnya kinerja investasi mesin dan perlengkapan, kendaraan dan peralatan, serta meningkatnya impor barang modal. Dari sisi eksternal, ekspor masih menurun seiring dengan lambatnya pemulihan ekonomi global dan penurunan harga komoditas. Pada triwulan IV-2015, ekspor mencatat kontraksi 6,44% (yoy), lebih besar dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya. Pelemahan itu terkait dengan perlambatan volume perdagangan dunia, terutama ke negara berkembang (emerging countries), dan harga komoditas yang cenderung lebih rendah sejalan dengan penurunan harga minyak dunia. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi juga belum merata. Kenaikan pertumbuhan terutama ditopang oleh sektor konstruksi terkait proyek infrastruktur dan sektor jasa, sedangkan lapangan usaha lain, termasuk manufaktur, belum tumbuh kuat. Kinerja sektor kontruksi tumbuh menguat didorong oleh akselerasi pembangunan proyek infrastruktur pemerintah. Dari sektor jasa, peningkatan antara lain didorong oleh subsektor administrasi pemerintah sejalan dengan belanja pemerintah yang meningkat dan subsektor jasa keuangan. Sektor manufaktur masih melambat sejalan dengan kecenderungan melemahnya konsumsi swasta dan melambatnya ekspor manufaktur. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 tercatat sebesar 4,8% (yoy), lebih rendah dari 2014 yang tercatat 5,0% (yoy). Penurunan itu dipengaruhi oleh penurunan ekspor, perlambatan investasi nonbangunan, dan pelemahan konsumsi rumah tangga. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi masih dapat ditopang oleh meningkatnya pengeluaran pemerintah, baik konsumsi pemerintah maupun investasi pemerintah dalam proyek infrastruktur. Pada 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih tinggi, yaitu tumbuh pada kisaran 5,2-5,6% (yoy). Pertumbuhan ekonomi itu diperkirakan ditopang oleh stimulus fiskal, khususnya realisasi pembangunan proyek infrastruktur yang semakin cepat. Di sisi lain, investasi swasta diharapkan akan meningkat, seiring dengan dampak paket kebijakan pemerintah yang terus digulirkan dan pemanfaatan ruang pelonggaraan moneter secara terukur dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Secara umum, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan pada triwulan IV-2015 semakin baik. Hal itu tercermin pada inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan berada pada level yang sustainable, dan nilai tukar yang terkendali.
2
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Inflasi inti pada triwulan IV-2015 terkendali, yaitu sebesar sebesar 0,62% (qtq) atau 3,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,30% (qtq) atau 5,07% (yoy). Pada periode yang sama, inflasi IHK tercatat sebesar 1,08% (qtq) atau 3,35% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,27% (qtq) atau 6,83% (yoy). Rendahnya angka inflasi itu didorong oleh permintaan domestik yang terbatas dan terjaganya ekspektasi inflasi. Melambatnya inflasi inti disebabkan oleh berlalunya faktor musiman, rendahnya harga global, dan permintaan domestik yang masih lemah. Inflasi volatile food (VF) tercatat sebesar 2,62% (qtq) atau 4,84% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang didorong oleh kenaikan harga hortikultura (aneka cabai dan bawang). Sedangkan inflasi administered prices (AP) tercatat mencatat inflasi sebesar 1,09% (qtq) atau 0,39% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 0,80%, terutama didorong kenaikan berbagai tarif rokok. Secara tahunan, inflasi volatile food tercatat rendah dibanding historis 5 tahun terakhir. Kelompok volatile food yang menjadi penyumbang inflasi 2015 adalah komoditas beras, bawang merah, daging dan ayam ras, sedangkan cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng justru menyumbang deflasi. Sementara itu, kelompok administered prices mencatat inflasi 0,39% (yoy). Selama triwulan IV-2015, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat surplus sebesar USD5,1 miliar, setelah triwulan sebelumnya mencatat defisit sebesar USD4,6 miliar. Di sisi lain, defisit transaksi berjalan meningkat menjadi sebesar USD5,1 miliar (2,39% PDB), lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD4,2 miliar (1,94% PDB). Meski demikian, kinerja transaksi berjalan pada triwulan IV-2015 membaik dibandingkan dengan periode 2014 yang mencatat defisit sebesar USD6,0 miliar (2,70% PDB). Peningkatan defisit transaksi berjalan ini sejalan dengan perbaikan ekonomi Indonesia. Kenaikan defisit transaksi berjalan itu bersumber dari penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas karena impor nonmigas tumbuh 7,5% (qtq) seiring dengan meningkatnya permintaan domestik. Peningkatan impor terbesar terjadi pada kelompok barang modal, diikuti oleh kelompok barang konsumsi dan bahan baku. Sedangkan ekspor nonmigas terkontraksi 4,2% (qtq) dipengaruhi oleh permintaan global yang masih lemah dan terus menurunnya harga komoditas. Di sisi lain, defisit neraca perdagangan migas menyusut seiring dengan penurunan volume impor minyak dan harga minyak mentah dunia. Sementara itu, surplus transaksi modal dan finansial meningkat sebesar USD9,5 miliar, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar USD0,28 miliar. Peningkatan itu seiring menurunnya ketidakpastian di pasar keuangan global dan membaiknya keyakinan terhadap prospek perekonomian Indonesia. Kenaikan tersebut terutama didukung oleh kembali meningkatnya arus masuk investasi portofolio pada obligasi pemerintah, termasuk global bond. Kenaikan surplus transaksi modal finansial juga didukung oleh kenaikan investasi lainnya dan aliran masuk investasi langsung asing (FDI). Dengan perkembangan tersebut. surplus NPI ikut mendorong kenaikan posisi cadangan devisa menjadi USD105,9 miliar dari triwulan sebelumnya USD101,7 miliar. Jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama 7,4 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional. Pada triwulan IV-2015, posisi tang luar negeri (UL:N) Indonesia tercatat sebesar USD310,7 miliar, naik 2,8% dibandingkan triwulan sebelumnyasebesar USD302,3 miliar. Berdasarkan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
3
BAB I Ringkasan Eksekutif
kelompok peminjam, kenaikan itu dipengaruhi oleh ULN sektor publik yang meningkat, sedangkan ULN sektor swasta menurun. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, posisi total ULN meningkat USD17,0 miliar atau tumbuh 5,8% dari posisi akhir 2014 sebesar USD293,8 miliar. Dengan perkembangan itu, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir triwulan IV-2015 tercatat sebesar 36,1%, lebih tinggi dibandingkan dengan 34,8% pada akhir triwulan III-2015 dan 33,0% pada akhir 2014.
Selama triwulan IV-2015, nilai tukar Rupiah menguat sebesar 6,27% (point to point), dan mencapai level Rp13.785 per dolar AS. Penguatan itu didorong oleh meningkatnya aliran modal asing seiring dengan risiko pasar keuangan global yang semakin mereda dan persepsi positif terhadap ekonomi domestik. Hal itu didorong oleh persepsi positif investor terhadap arah perekonomian Indonesia, seiring dengan penurunan BI Rate, paket kebijakan pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi, dan semakin efektifnya implementasi berbagai proyek infrastruktur. Di sisi lain, risiko pasar keuangan global semakin mereda, yang tercermin dari perkiraan garis edar (path) Fed Fund Rate (FFR). Secara keseluruhan, tekanan terhadap nilai tukar rupiah pada 2015 masih tinggi sejalan dengan meningkatnya berbagai faktor risiko eksternal dan domestik. Dari eksternal, pergerakan nilai tukar rupiah diwarnai oleh dinamika ketidakpastian waktu dan besaran normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat, kekhawatiran atas krisis utang Yunani, implementasi devaluasi mata uang yuan, dan divergensi kebijakan moneter global. Ketidakpastian itu menimbulkan volatilitas cukup tinggi di pasar keuangan global dan mengoreksi aliran masuk dana non-residen ke aset keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Dari sisi domestik, nilai tukar rupiah mengalami tekanan akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berlanjutnya koreksi harga komoditas juga menyebabkan terbatasnya pasokan valuta asing yang berasal dari ekspor. Meskipun demikian, sinergi kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan pemerintah, dan otoritas lain, mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, sehingga kinerjanya lebih terkelola dibandingkan dengan mata uang negara-negara yang setara Indonesia (peers). Dalam hal ini, Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter yang berhati-hati, berbagai langkah stabilisasi nilai tukar, dan penguatan struktur pasar valas domestik. Sedangkan pemerintah mendorong sentimen positif melalui serangkaian paket kebijakan ekonomi. Sementara itu, kondisi stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia selama 2015 tetap terjaga meski mengalami tekanan, terutama dari pasar keuangan. Pada triwulan IV-2015, indeks SSK tercatat 0,93, sedikit menurun dari 1,02 pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, kondisi industri perbankan termasuk kredit UMKM, lembaga keuangan non-bank, korporasi, dan rumah tangga tetap terjaga dengan kinerja yang melambat seiring dengan melambatnya perekonomian. Setelah pada periode-periode sebelumnya kinerja pasar keuangan Indonesia diliputi oleh mixed sentimen karena perkembangan kondisi keuangan global, memasuki triwulan IV-2015 kinerja pasar keuangan Indonesia membaik. Meredanya spekulasi terhadap kebijakan The Fed (Fed Fund Rate) menjadi salah satu faktor yang meredam tekanan dari eksternal. Hal ini terlihat dari penurunan yield surat berharga negara (SBN) dan moderasi volatilitas harga di pasar saham. Selama 2015, kondisi industri perbankan Indonesia tetap terjaga baik, didukung ketahanan permodalan yang kuat dengan risiko kredit, likuiditas, dan pasar yang terjaga. Pada akhir 2015, permodalan industri perbankan tetap kuat dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 21,39%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2014 yang masing-masing sebesar 20,62% dan 19,50%. Pertumbuhan modal tersebut memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko.
4
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Melambatnya perekonomian domestik diikuti dengan perlambatan pertumbuhan kredit industri perbankan. Pertumbuhan kredit pada triwulan IV-2015 tercatat sebesar 10,40% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2014 yang masing-masing mencapai 11,10% (yoy) dan 11,60%. Perlambatan pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi oleh menurunnya kredit modal kerja (KMK) dan kredit konsumsi (KK). Meskipun siklus perekonomian menunjukkan perlambatan, risiko kredit perbankan tetap terjaga. Rasio nonperforming loan (NPL) gross industri perbankan pada triwulan IV-2015 tercatat 2,49%, menurun dari 2,71% triwulan sebelumnya. Namun, rasio tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan NPL 2014 yang sebesar 2,16%. Untuk memitigasi risiko peningkatan NPL, industri perbankan lebih selektif dalam melakukan penyaluran kredit dan memantau kredit bermasalah lebih ketat. Untuk memitigasi risiko kredit ke depan, Bank Indonesia juga memantau perkembangan risiko kredit perbankan dan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan. Di tengah perlambatan ekonomi domestik, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan pada triwulan IV-2015 hanya tumbuh sebesar 7,26% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,72% dan triwulan IV-2014 sebesar 12,29%. Kondisi likuiditas industri perbankan juga sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Faktor musiman terkait dengan kebutuhan uang kartal oleh masyarakat pada akhir tahun menjadi salah satu penyebab menurunnya likuiditas di sistem perbankan. Secara keseluruhan tahun, likuiditas perbankan di 2015 lebih tinggi dibandingkan periode 2014. Selama triwulan IV-2015, perkembangan suku bunga simpanan relatif stabil, sedangkan suku bunga kredit dalam tren menurun sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Rata-rata suku bunga kredit perbankan tercatat 12,83%. Di sektor korporasi, perlambatan kegiatan usaha masih berlanjut di triwulan laporan. Indikasi ini tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) triwulan IV-2015 yang tercatat sebesar 3,02%, lebih rendah dari triwulan III-2015 yaitu sebesar 5,06%. Perlambatan kegiatan usaha terutama disebabkan oleh kontraksi yang lebih dalam pada sektor pertambangan dan penggalian. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga Indonesia pada triwulan IV-2015 mengalami perbaikan. Hal itu ditunjukkan oleh menguatnya optimisme konsumen walaupun belum sekuat periode yang sama tahun sebelumnya. Menguatnya optimisme konsumen dikarenakan meningkatnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan. Terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan pada triwulan IV-2015 dan selama 2015, tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran yang berlangsung aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. Selain itu, Bank Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan kinerja sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia. Keandalan dan ketersediaan sistem pembayaran selama 2015 mampu mencapai tingkat layanan yang telah ditetapkan. Sistem tersebut mengakomodasi transaksi pada tiga sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia. Pertama, Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai setelmen dana. Kedua, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) sebagai setelmen transaksi surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia. Ketiga, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Pada triwulan IV–2015, volume transaksi sistem pembayaran meningkat 7,39% menjadi 33.111,40 ribu transaksi dari triwulan sebelumnya 30.833,98 ribu transaksi. Sedangkan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
5
BAB I Ringkasan Eksekutif
nilai transaksi meningkat sebesar 7,10% menjadi Rp39.400,60 triliun dari sebelumnya Rp36.787,26 triliun. Sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri juga berjalan lancar dan aman. Selama triwulan IV-2015 dan sepanjang 2015 tidak terdapat gangguan signifikan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran tersebut. Secara tahunan, penyelenggaraan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) pada 2015 meningkat sebesar 12,23% untuk volume transaksi dan 10,10% untuk nilai transaksi. Pada triwulan IV-2015, volume transaksi Alat Pembayaran Menggunakan Kartu tumbuh 4,92% menjadi 1,28 miliar transaksi dari triwulan sebelumnya, sedangkan nilai transaksi meningkat sebesar 3,69% menjadi Rp1.369,46 triliun. Selama 2015 penggunaan uang elektronik mengalami perkembangan yang pesat dibandingkan dengan 2014. Demikian pula dengan pembayaran yang dilakukan melalui internet dan mobile payment. Di samping sistem pembayaran yang terjaga, ketersediaan uang rupiah dalam jumlah yang cukup selama periode laporan juga dapat dipenuhi oleh Bank Indonesia. Di tengah peningkatan kebutuhan uang kartal selama masa liburan akhir tahun, kecukupan uang di masyarakat tetap terjaga. Kondisi ini didukung dengan ketersediaan uang tunai di Bank Indonesia yang melebihi level minimum dan distribusi uang yang mampu menjangkau hingga wilayah terluar NKRI. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2016 mencapai kisaran 5,2-5,6%, lebih tinggi dibandingkan 2015 yang sebesar 4,8%. Pertumbuhan itu akan ditopang oleh stimulus fiskal, khususnya realisasi pembangunan proyek infrastruktur yang semakin cepat. Investasi swasta diharapkan akan meningkat, seiring dengan dampak paket kebijakan pemerintah yang terus digulirkan dan pemanfaatan ruang pelonggaraan moneter secara terukur dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Di sisi keseimbangan eksternal, defisit transaksi berjalan diperkirakan terkendali dengan struktur yang lebih sehat didukung bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah dalam mendorong percepatan reformasi struktural, termasuk melalui implementasi berbagai paket kebijakan ekonomi. Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, Sejumlah faktor eksternal, seperti kondisi pasar keuangan di Tiongkok dan perkembangan harga minyak dunia, dan faktor domestik tetap perlu diwaspadai pengaruhnya terhadap perkembangan nilai tukar Rupiah. Prospek perkembangan ekonomi global 2016 diperkirakan sebesar 3,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya. Rendahnya asumsi pertumbuhan global itu terutama disebabkan oleh tertahannya pertumbuhan AS dan emerging market. Meski tumbuh membaik, pertumbuhan ekonomi AS belum solid. Di sisi lain, pemulihan ekonomi Eropa berlangsung secara gradual dan ekonomi Jepang diperkirakan masih lemah. Sementara itu, perekonomian Tiongkok masih cenderung melambat, sedangkan perekonomian India tetap kuat. Meskipun ekonomi global belum sepenuhnya pulih, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 mencapai kisaran 5,2%-5,6%, lebih tinggi dibandingkan 2015. Salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional adalah adanya stimulus fiskal, khususnya realisasi pembangunan proyek infrastruktur yang semakin cepat. Beberapa paket kebijakan pemerintah dan kebijakan Bank Indonesia yang memberikan ruang pelonggaran moneter secara terukur diharapkan mampu mendorong investasi swasta. Meski begitu, kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi nasional
6
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
diperkirakan masih negatif seiring dengan belum pulihnya kondisi eksternal dan mulai meningkatnya impor untuk mendukung realisasi proyek infrastruktur. Pada 2016, Bank Indonesia memperkirakan inflasi berada di sekitar titik tengah kisaran sasaran inflasi 4±1%. Sedangkan tekanan inflasi inti diprakirakan moderat. Dari sisi eksternal, tekanan inflasi inti tetap terjaga, terutama terkait dengan peningkatan harga komoditas internasional yang terbatas. Dari sisi domestik, meningkatnya permintaan domestik diprakirakan masih dapat direspons oleh kapasitas produksi, sebagaimana terlihat dari pertumbuhan PDB yang masih berada di bawah tingkat potensialnya. Secara keseluruhan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprakirakan stabil, seiring dengan meningkatnya proporsi penduduk usia produktif yang memasuki angkatan kerja. Daya beli pun diperkirakan menguat seiring dengan rencana kenaikan upah minimum provinsi (UMP) secara rata-rata nasional sebesar 10,8% dan pembayaran gaji ke-14 pegawai negeri sipil (PNS). Sementara itu, impor diperkirakan masih mengalami kontraksi meskipun tidak sedalam tahun sebelumnya. Kontraksi impor itu didorong oleh meningkatnya permintaan domestik khususnya konsumsi dan investasi. Impor barang modal dan impor barang baku diperkirakan akan meningkat guna mendukung pembangunan proyek infrastruktur pemerintah dan investasi swasta. Tekanan inflasi dari kelompok volatile food diprakirakan terkendali sejalan dengan perkiraan peningkatan produksi dan distribusi bahan makanan dan tata niaga pangan yang lebih baik. Inflasi kelompok administered prices diperkirakan lebih rendah. Hal ini terutama terkait dengan tren penurunan harga minyak mentah di pasar internasional yang kemudian menyebabkan harga barang terkait energi menjadi lebih rendah.
1.2. Kebijakan yang Ditempuh Di tengah tantangan yang meningkat selama 2015, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan itu ditempuh demi terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar dan stabilitas sistem keuangan, untuk mendukung kesinambungan perekonomian nasional. Di bidang moneter, Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan moneter untuk memastikan laju inflasi menuju sasarannya yaitu 4%+1% dan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Kebijakan moneter didukung kebijakan suku bunga, nilai tukar, penguatan operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas, pengelolaan arus modal, komunikasi kebijakan, dan koordinasi dengan pemerintah serta otoritas terkait. Hingga akhir 2015, stabilitas makroekonomi tetap terjaga sehingga meningkatkan keyakinan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi Indonesia ke depan. Untuk memberi ruang bagi pemulihan ekonomi, Bank Indonesia menempuh kebijakan suku bunga yang berhati-hati agar tidak menimbulkan gangguan pada stabilitas makroekonomi. Pada Februari 2015, Bank Indonesia menurunkan BI Rate dan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 7,50% dan 5,50%. Posisi suku bunga itu dipertahankan hingga pengujung 2015. Kebijakan untuk mempertahankan suku bunga tersebut antara lain dengan mempertimbangkan situasi keuangan global yang masih dilanda ketidakpastian. Untuk memberikan kelonggaran likuiditas guna meningkatkan kapasitas pembiayaan perbankan terhadap perekonomian, pada November 2015 Bank Indonesia menurunkan Giro Wajib Minumum (GWM) primer dalam rupiah sebesar 50 bps. Dengan penurunan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
7
BAB I Ringkasan Eksekutif
tersebut, GWM primer ditetapkan menjadi 7,5%. Sebelumnya, pada bulan Juni 2015 Bank Indonesia juga telah melakukan penyesuaian kebijakan GWM melalui perhitungan loan to deposit ratio. Selain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melalui kebijakan ini Bank Indonesia juga memberikan insentif bagi bank yang dapat memenuhi rasio kredit UMKM lebih cepat dari target waktu. Dalam pengelolaan likuiditas dan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia menempuh kebijakan stabilisasi sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi. Untuk mensinergikan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah dengan kebijakan menjaga ketahanan perekonomian oleh pemerintah, pada 9 September 2015 dan 30 September 2015, Bank Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah. Paket kebijakan tersebut memberikan sentimen positif terhadap terjaganya stabilitas perekonomian Indonesia. Paket kebijakan yang pertama terdiri atas lima pilar. Pertama, memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi supply perekonomian. Kedua, menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Ketiga, memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah. Keempat, memperkuat pengelolaan penawaran (supply) dan permintaan (demand) valas. Kelima, langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar uang. Sementara itu, paket kebijakan lanjutan difokuskan pada tiga pilar kebijakan. Pertama, menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Kedua, memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah. Ketiga, memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas). Untuk mendukung pengelolaan nilai tukar, Bank Indonesia juga mendorong penggunaan transaksi lindung nilai. Bank Indonesia memfasilitasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam menggunakan fasilitas lindung nilai yang disediakan oleh bank BUMN. Lebih lanjut, pada triwulan II-2015 Bank Indonesia merelaksasi ketentuan derivatif valas melalui penyempurnaan ketentuan kewajiban menjaga Posisi Devisa Neto (PDN) Bank Umum, penyempurnaan pengaturan transaksi Cross Currency Swap, perluasan cakupan underlying transaksi valas, dan penghapusan persyaratan tenor pembelian valas oleh pihak asing. Guna meredam risiko nilai tukar, Bank Indonesia juga menerapkan prinsip kehati-hatian pengelolaan utang luar negeri oleh korporasi nonbank dan mewajibkan penggunaan rupiah di wilayah NKRI. Untuk mendukung transmisi kebijakan moneter ke perbankan, pasar keuangan, dan sektor riil, serangkaian kebijakan ditempuh melalui operasi moneter. Hal ini dimaksudkan agar pengelolaan likuiditas oleh perbankan menjadi lebih efektif sesuai dengan kebutuhan penempatannya. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia menerbitkan kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor 9 bulan dan 12 bulan sebagai upaya memperpanjang durasi instrumen operasi pasar terbuka (OPT). Bank Indonesia juga menyesuaikan tenor Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) menjadi 3 dan 6 bulan. Sebelumnya, pada triwulan I-2015, Bank Indonesia telah menambah instrumen operasi moneternya dengan menerbitkan instrumen SDBI dengan tenor 9 bulan. Penerbitan SDBI ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan. Di samping itu, untuk memperluas eligible collateral dalam instrumen operasi moneter, Bank Indonesia melengkapi petunjuk pelaksanaan transaksi OPT terkait dengan pelaksanaan cross border collateral arrangement. Pada akhir 2015, Bank Indonesia mengoptimalkan penggunaan instrumen moneter guna menjaga kecukupan likuiditas perbankan melalui optimalisasi penggunaan instrumen SDBI, SBI/S, dan RR SBN secara lebih fleksibel. Untuk itu, Bank Indonesia mengatur frekuensi penyerapan dan menurunkan tenor ke jangka yang lebih pendek sehingga kecukupan likuiditas perbankan dapat terjaga. Melalui berbagai upaya tersebut, likuiditas perbankan hingga akhir 2015 tetap terjaga dengan baik.
8
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Di bidang makroprudensial, Bank Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan pada triwulan IV-2015. Dalam upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia mewajibkan perbankan untuk membentuk tambahan modal berupa Countercyclical Buffer (CCB) saat kondisi ekonomi sedang baik (boom period). Kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi bank dari perilaku mengambil risiko berlebihan. Tambahan modal itu berfungsi sebagai penyangga (buffer) guna menyerap kerugian saat perekonomian ditengarai memasuki periode memburuk (bust period). Besaran CCB bersifat dinamis yaitu berkisar antara 0% sampai dengan 2,5% dari Aset Tertimbang Menurut Risiko bank. Ketentuan mengenai CCB ini efektif mulai berlaku sejak 1 Januari 2016. Ketentuan lain yang diterbitkan pada triwulan laporan adalah ketentuan pelaksanaan mengenai kewajiban rasio Loan to Value atau rasio Financing to Value untuk kredit atau pembiayaan properti dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Ketentuan ini merupakan bagian dari kebijakan Bank Indonesia yang telah diberlakukan mulai triwulan II-2015 untuk merelaksasi aturan penyaluran kredit/pembiayaan oleh perbankan. Kebijakan ini ditempuh untuk mendukung peningkatan kapasitas pembiayaan perekonomian melalui fungsi intermediasi perbankan. Mempertimbangkan adanya potensi peningkatan eksposur risiko kredit, maka sebagai mitigasi risiko, pelonggaran rasio dikaitkan dengan pemenuhan rasio kredit atau pembiayaan bermasalah. Untuk memperkuat dan meningkatkan akuntabilitas sebagai otoritas makroprudensial, pada triwulan IV-2015 Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan internal yang mengatur mengenai kerangka kebijakan makroprudensial. Aturan tersebut mengatur tata kelola perumusan kebijakan makroprudensial di Bank Indonesia untuk memastikan konsistensi mekanisme perumusan dan penetapan kebijakan makroprudensial oleh Bank Indonesia. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia juga melanjutkan penyiapan beberapa ketentuan eksternal maupun internal. Ketentuan itu antara lain meliputi ketentuan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional dan Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum Syariah (Ketentuan FPJP/FPJPS) dan ketentuan mengenai protokol manajemen krisis. Bank Indonesia juga melanjutkan pembahasan terkait dengan kerangka hukum (legal framework) yang menyangkut pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan upaya untuk menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan Indonesia. Beberapa kegiatan itu diantaranya terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), RUU Bank Indonesia, dan RUU Perbankan. Proses penyusunan dan amandemen undang-undang itu dilakukan melalui proses koordinasi dan harmonisasi dengan DPR-RI, kementerian, dan lembaga lain. Dalam hal pengembangan ekonomi syariah, Bank Indonesia terus berkomitmen untuk mengembangkan perekonomian syariah. Hal ini dimaksudkan agar ekonomi syariah dapat berkontribusi lebih optimal dalam pembiayaan pembangunan. Bank Indonesia mendorong perbaikan tata kelola lembaga sektor sosial melalui penyusunan Zakat Core Principles dan Wakaf Core Principles. Bank Indonesia juga membantu merumuskan arah pengembangan pengelolaan Wakaf ke depan. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia menyelenggarakan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF). Penyelenggaraan ISEF menandakan peran aktif Indonesia sebagai poros pengembangan ekonomi syariah internasional. Dalam upaya untuk mendukung kestabilan harga dan menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia juga turut memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. Bank Indonesia melakukan berbagai penelitian, pengembangan, dan pengaturan guna meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
9
BAB I Ringkasan Eksekutif
Hingga akhir 2015, telah dilakukan beberapa kegiatan dalam rangka pemberdayaan sektor riil dan UMKM diantaranya melakukan pilot project pembiayaan pertanian dengan skema pembiayaan rantai nilai atau value chain financing (VCF). Dari sisi pengaturan, Bank Indonesia telah mengimplementasikan ketentuan mengenai pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum dan bantuan teknis. Ketentuan tersebut antara lain mengatur penerapan insentif/disinsentif bagi bank umum untuk menyalurkan dananya dalam bentuk kredit atau pembiayaan kepada UMKM dengan pangsa minimal 20% secara bertahap. Pencapaian rasio kredit UMKM dikaitkan dengan insentif berupa pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) Loan to Funding Ratio (LFR) Pada 2015, Bank Indonesia juga menerbitkan pedoman pelaksanaan penelitian dan pedoman operasional aplikasi komoditas/produk/jenis usaha (KPJU) unggulan UMKM. Selain itu, dilakukan pula kajian pemetaan dan strategi peningkatan daya saing UMKM dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 dan pasca-MEA 2025. Sebagai salah satu upaya pengendalian inflasi, Bank Indonesia terus mengembangkan program klaster berbasis komoditas yang memiliki sumbangan signifikan terhadap inflasi, di berbagai daerah. Sampai dengan triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah mengembangkan 167 klaster, yakni 104 klaster yang sudah berjalan dan 63 klaster baru. Untuk klaster ketahanan pangan, Bank Indonesia telah mengembangkan 30 klaster cabai merah, 24 klaster bawang merah, 31 klaster padi, dan 28 klaster sapi. Untuk meningkatkan kapasitas pengusaha UMKM, sejak 2012 Bank Indonesia mengembangkan program kewirausahaan guna mendukung Gerakan Nasional Kewirausahaan (GKN). Pada 2014-2015, program pengembangan wirausaha Bank Indonesia mencapai 643 wirausaha dari sebelumnya 243 wirausaha. Bank Indonesia memfokuskan pengembangan wirausaha scale-up dengan sektor agribisnis (ketahanan pangan) dan orientasi ekspor. Terkait hal itu, Bank Indonesia menjalin kerja sama dengan dua instansi. Pertama, kerja sama dengan Kementerian Agama untuk mendukung peningkatan kemampuan kewirausahaan di lembaga pondok pesantren. Kedua, kerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk meningkatkan kapabilitas dan keterampilan warga binaan dan klien lembaga pemasyarakatan. Pada akhir 2015, Bank Indonesia dan Kementerian Pertanian menyepakati kerja sama dalam rangka peningkatan kapasitas dan pemberdayaan sektor pertanian. Kerja sama itu mencakup beberapa hal, antara lain peningkatan kapasitas usaha, pengembangan usaha, dan fasilitasi pemberdayaan kepada lembaga keuangan di sektor pertanian, Penyelia Mitra Tani, dan penyuluh pertanian. Untuk menciptakan keuangan inklusif, Bank Indonesia terus mendorong masyarakat agar menabung. Untuk itu, Bank Indonesia menyempurnakan fitur TabunganKu, sekaligus menyediakan tabungan murah dan mudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia bersama Bank Dunia menyusun kajian Tiered Account for Financial Inclusion-Preliminary Study. Kajian itu menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain uang elektronik merupakan pintu masuk dalam membentuk less cash society dan pengenalan terhadap akses keuangan. Selain itu, Basic Saving Account (BSA) menjadi media pertama untuk menabung bagi masyarakat yang belum tersentuh perbankan. Terkait hal itu, Bank Indonesia terus memperluas layanan keuangan digital (LKD). Per Desember 2015, jumlah penyelenggara LKD meningkat menjadi lima bank yakni Bank Mandiri, BRI, BCA, CIMB Niaga, dan BNI, dari semula sebanyak dua bank pada awal 2015. Jumlah agen LKD mencapai 69.548 agen, tumbuh 253% (yoy) dari 2014 sebanyak 19.707 agen.
10
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Selama 2015, Bank Indonesia menyelesaikan pengembangan Sistem Informasi Keuangan Inklusif (SIKI). Sistem ini merupakan sistem informasi yang menyediakan beragam data dan informasi (database) terkait dengan program keuangan inklusif. Sampai dengan Desember 2015, tingkat akses layanan lembaga keuangan adalah 105,48. Artinya, dari 100 ribu penduduk dewasa dilayani oleh +105 lembaga keuangan (kantor bank, ATM, agen LKD). Tingkat akses layanan tersebut lebih baik dibandingkan 2014 sebesar 80,22. Seiring dengan perluasan keuangan inklusif, Bank Indonesia juga berupaya agar fungsi intermediasi oleh lembaga keuangan dapat berjalan secara optimal. Terkait hal ini, Bank Indonesia memfasilitasi sarana pertukaran data kredit antar lembaga keuangan melalui Sistem Informasi Debitur (SID). Melalui SID, lembaga keuangan dapat memperoleh informasi track record calon debitur sehingga penyaluran kredit dapat dilakukan dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Selain dapat dimanfaatkan oleh lembaga keuangan, data perkreditan juga bermanfaat untuk mendukung pelaksanaan tugas lembaga pemerintah termasuk instansi penegak hukum. Selain mengelola informasi debitur, Bank Indonesia juga mengelola berbagai data statistik yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. Keberadaan data sangat penting bagi Bank Indonesia agar dapat menghasilkan kebijakan yang akurat. Pengumpulan data dilakukan antara lain melalui survei dan penyusunan statistik, yang hasilnya juga dipublikasikan kepada masyarakat. Beberapa suvei yang dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain Survei Kegiatan Dunia Usaha, Survei Konsumen, dan Survei Harga Properti. Sedangkan produk statistik yang dihasilkan diantaranya statistik Uang dan Bank, statistik Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan statistik Posisi Investasi Internasional Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia mempublikasikan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia. Di bidang sistem pembayaran, kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Terkait hal ini, pada triwulan IV-2015 Bank Indonesia telah memperbaharui sistem setelmen yang menjadi tulang punggung sistem pembayaran Indonesia dengan mengimplementasikan Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS), Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), dan Bank Indonesia Electronic Trading Platform (BI-ETP) Generasi II. Dengan sistem yang baru tersebut diharapkan kebutuhan transaksi pembayaran yang berkembang pesat dan terhubung dengan infrastruktur lain di pasar keuangan dapat terpenuhi secara efisien, aman, dan lancar. Selain memperbaharui sistem setelmen yang dilakukan secara individual (gross) pada BIRTGS, Bank Indonesia juga memperbaharui sistem setelmen yang dilakukan secara periodik (netting) pada Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Pada triwulan II-2015, Bank Indonesia mengoperasikan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II sebagai penyempurnaan dari SKNBI Generasi I yang telah berjalan selama 10 tahun. Keterhubungan (interoperabilitas) antara infrastruktur sistem pembayaran dan pasar keuangan juga telah diakomodasi oleh Bank Indonesia, dengan menerapkan Central Bank Money (CeBM) dalam penyelesaian dana transaksi di Pasar Modal. Pada triwulan II-2015, Bank Indonesia telah mencapai kesepakatan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan Bank Kustodian untuk mengimplementasikan sistem setelmen dana transaksi pasar modal dengan menggunakan dana pada rekening giro yang ditatausahakan di bank sentral. Penggunaan CeBM merupakan bentuk mitigasi kemungkinan timbulnya risiko kredit dan risiko likuiditas dalam pelaksanaan setelmen dana atas transaksi surat berharga. Kestabilan pasar, baik pasar uang atau pasar modal merupakan komponen yang penting dalam terciptanya stabilitas sistem keuangan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
11
BAB I Ringkasan Eksekutif
Selama 2015, Bank Indonesia juga melakukan beberapa kegiatan dalam rangka mendukung elektronifikasi, di antaranya dengan mempersiapkan peta jalan (roadmap) elektronifikasi pembayaran ritel. Bank Indonesia juga secara konsisten mendorong penggunaan instrumen non-tunai melalui program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Salah satunya, pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia menyelenggarakan Festival Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) “Cinta Non Tunai, Cinta Rupiah” di Jakarta. Selain melalui fungsi pengaturan, upaya untuk mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, lancar, dan andal, dilakukan melalui fungsi pengawasan. Objek pengawasan Bank Indonesia mencakup sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia maupun industri seperti penyelenggara Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), uang elektronik, transfer dana bukan bank, dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB). Sampai dengan triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah melakukan pemeriksaan terhadap 20 penyelenggara KUPVA BB di berbagai daerah. Untuk meningkatkan sinergi dengan berbagai pemangku kebijakan yang lain, Bank Indonesia menjalin kerja sama dengan kementerian dan otoritas terkait. Pada triwulan III2015, telah terbentuk Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI). Forum itu beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Otoritas Jasa Keuangan, dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia. FSPI menjadi wadah koordinasi, komunikasi, dan harmonisasi kebijakan, pengaturan, serta program kerja yang menyangkut sistem pembayaran di Indonesia. Di bidang pengelolaan uang Rupiah, kebijakan umum pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar. Pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya. Kedua, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, dan ketiga, layanan kas yang prima. Dalam melakukan kegiatan pengelolaan uang Rupiah tersebut, Bank Indonesia melakukan kerja sama dengan berbagai pihak. Pada proses perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang, Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah. Sementara pada pencetakan uang, pelaksanaannya dilakukan oleh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri). Selama 2015, realisasi cetak uang mencapai Rp319,2 triliun atau 100% dari pesanan. Terkait distribusi dan pengolahan uang, Bank Indonesia senantiasa menjaga kecukupan persediaan uang rupiah di Kantor Pusat maupun di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. Untuk memperlancar distribusi uang, Bank Indonesia bekerja sama dengan BUMN yang bergerak di bidang jasa angkutan. Bank Indonesia juga menggelar layanan kas keliling di berbagai lokasi, termasuk wilayah perbatasan, daerah terpencil, dan pulau terdepan Indonesia. Untuk melaksanakan kas keliling di wilayah terpencil dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bank Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Perhubungan, dan Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut. Upaya untuk memenuhi kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup dan layak edar juga dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Kas Titipan. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia bekerja sama dengan bank umum untuk melakukan fungsi Kas Titipan dan memberikan layanan di daerah yang sulit atau belum terjangkau oleh layanan Bank Indonesia. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia menambah tiga Kas Titipan yaitu di Dumai (Provinsi Riau), Tanjung Selor (Provinsi Kalimantan Timur), dan Parepare (Provinsi Sulawesi Selatan). Dengan demikian, sampai dengan triwulan IV-2015 terdapat 35 lokasi Kas Titipan di berbagai wilayah Indonesia.
12
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Untuk mendukung fungsi pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia melakukan upaya pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah. Untuk melakukan hal ini, Bank Indonesia berkoordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal). Bank Indonesia juga melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai ciri keaslian uang rupiah dan cara memperlakukan uang rupiah dengan baik di berbagai wilayah bekerjasa sama dengan pemerintah daerah setempat. Untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana pemalsuan uang, Bank Indonesia memberikan dukungan terhadap aparat penegak hukum antara lain dengan menyediakan saksi ahli. Untuk mendukung efektivitas berbagai kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait, baik dalam rangka pengendalian inflasi, maupun menjaga stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi. Koordinasi pengendalian inflasi dilakukan melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat dan Tim Pengedalian Inflasi Daerah (TPID). Koordinasi juga dilakukan melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Melalui forum tersebut, dilakukan pemantauan kondisi stabilitas sistem keuangan dan dirumuskan langkah-langkah yang perlu diambil oleh masing-masing instansi. Selain melalui forum-forum tersebut di atas, Bank Indonesia juga melakukan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait untuk memantau kondisi makroekonomi dan mengidentifikasi risiko ke depan. Melalui koordinasi tersebut, kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil dapat disinergikan dan saling mendukung satu dengan lainnya guna menjaga kondisi perekonomian dan sistem keuangan Indonesia tetap kondusif. Kerja sama juga dilakukan secara aktif melalui berbagai fora internasional. Bank Indonesia terlibat dalam Forum G20, Forum IMF, kerja sama Asean, Kerja sama Asean+3, Kerja sama Bank of International Settlement (BIS), kerja sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP), dan kerja sama antar bank sentral. Isu utama yang mengemuka dalam berbagai forum kerja sama internasional selama 2015 antara lain terkait dengan pemulihan ekonomi global dan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi global, serta menciptakan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Pada kerja sama Asean, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Asean telah menyepakati visi integrasi sektor keuangan setelah 2015. Kesepakatan itu menjadi bagian dalam Asean Economic Community (AEC) Blueprint 2025 yang telah disahkan oleh AEC Council. AEC Blueprint ditandatangani para kepala negara/pemerintahan bersamaan dengan Declaration of the Asean Community 2015 pada KTT ke-27 Asean di Kuala Lumpur, Malaysia, 22 November 2015. Sementara itu, kerja sama Asean+3 masih terus difokuskan pada upaya penguatan ketahanan kawasan dalam menghadapi risiko ketidakpastian global yang masih berlanjut. Upaya itu dilakukan melalui Regional Financial Arrangement dengan meningkatkan kesiapan operasionalisasi dan implementasi Chiang Mai Initiatives Multilateralization (CMIM) maupun peningkatan peran Asean+3 Macroeconomic Research Office (AMRO). Hingga triwulan IV-2015, penguatan CMIM masih diarahkan pada penguatan koordinasi antara CMIM dan Global Financial Safety Net (GFSN). Fungsi kerja sama internasional yang dijalankan oleh Bank Indonesia juga ditujukan untuk menciptakan persepsi positif lembaga internasional terhadap perekonomian Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia melalui fungsi Investor Relation Unit (IRU) menjalin hubungan dengan lembaga rating dan investor internasional. Melalui IRU, Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
13
BAB I Ringkasan Eksekutif
memfasilitasi diseminasi informasi mengenai kondisi perekonomian Indonesia. Kerja sama ini juga bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan penilaian sovereign credit rating Indonesia. Sepanjang 2015, IRU memfasilitasi pelaksanaan asesmen tahunan lima lembaga rating (S&P, Fitch, Moody’s, R&I, dan JCRA). IRU juga membantu proses penerbitan SUN valas pemerintah sekaligus pelaksanaan non-deal road show untuk Global Bond, Euro Bond, Global Sukuk, dan Samurai Bond. Selain itu, IRU melakukan pertemuan dengan berbagai investor keuangan global dan lembaga rating. Untuk mendukung efektivitas kebijakan sekaligus mendukung keterbukaan informasi kepada publik mengenai kebijakannya, Bank Indonesia secara aktif menggunakan berbagai media komunikasi. Selain media konvensional seperti surat kabar, televisi, dan radio, Bank Indonesia juga memperluas jangkauan komunikasi melalui berbagai media sosial. Bank Indonesia juga melakukan komunikasi langsung dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk dengan memberikan pengajaran kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi. Sebagai tindak lanjut pencanangan Visi Bank Indonesia 2024 dan program transformasi Bank Indonesia pada 2014, proses perencanaan dan pengendalian kinerja di Bank Indonesia mengacu kepada sistem perencanaan, anggaran, dan manajemen kinerja Bank Indonesia (SPAMK). Pada 31 Desember 2015, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan SPAMK. Pada Desember 2015, Bank Indonesia telah menetapkan Indikator Kinerja Utama Bank Indonesia (IKU BI) 2016 sesuai dengan siklus SPAMK. Bank Indonesia juga telah menyampaikan hal itu kepada seluruh satuan kerja di Bank Indonesia. Bank Indonesia juga melakukan berbagai upaya penguatan untuk meningkatkan independensi dan kualitas pengendalian risiko di setiap lini. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia menyelesaikan ketentuan mengenai pengelolaan manajemen risiko dan manajemen keberlangsungan tugas di Bank Indonesia. Bank Indonesia melakukan berbagai upaya penguatan untuk meningkatkan independensi dan kualitas pengendalian risiko di setiap lini2. Langkah itu melibatkan peran aktif seluruh satuan kerja, baik satuan kerja yang melaksanakan proses bisnis, satuan kerja yang melaksanakan fungsi manajemen risiko, maupun satuan kerja audit internal. Bentuk penguatan itu berupa penyempurnaan ketentuan dan kebijakan manajemen risiko, penambahan perangkat organisasi, dan peningkatan budaya sadar risiko. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah menyelesaikan ketentuan mengenai pengelolaan manajemen risiko dan manajemen keberlangsungan tugas di Bank Indonesia. Ketentuan itu meliputi pedoman pelaksanaan manajemen risiko dan manajemen keberlangsungan tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia juga telah menyempurnakan Pedoman Manajemen Risiko (Risk Management Guideline) terkait pengelolaan devisa dan operasi moneter. Bank Indonesia juga terus meningkatkan peran dan tanggung jawab setiap pegawai terhadap pengelolaan risiko. Dalam melaksanakan tugas utamanya, Bank Indonesia juga didukung dengan penyempurnaan berbagai aspek pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia. Selama 2015, Bank Indonesia melanjutkan penyempurnaan organisasi. Pada 2015, Bank Indonesia membentuk Bank Indonesia Institute dan membuka Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) DKI Jakarta. Pada 1 Oktober 2015, Bank Indonesia membuka KPwBI) Provinsi Sulawesi Barat. Selain itu, Bank Indonesia menyempurnakan organisasi Departemen Riset Kebanksentralan dalam rangka mengimplementasikan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI).
14
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Ke depan, Bank Indonesia akan melanjutkan penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang Rupiah. Semua kebijakan itu tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan mempertimbangkan prospek dan risiko ekonomi yang terjadi. Dalam pelaksanaannnya, Bank Indonesia senantiasa menerapkan kebijakan manajemen internal yang mengedepankan aspek tata kelola yang baik. Di bidang moneter, Bank Indonesia tetap mengarahkan kebijakan untuk mencapai dan memelihara stabilitas harga melalui perumusan kebijakan yang kredibel dan implementasi kebijakan yang efektif. Kebijakan ini ditempuh melalui kebijakan suku bunga dan nilai tukar yang sesuai dengan fundamentalnya. Bank Indonesia juga akan terus melakukan penguatan proses penetapan kebijakan moneter, operasi moneter, dan penajaman strategi komunikasi bauran kebijakan. Di bidang stabilitas sistem keuangan dan makroprudensial, Bank Indonesia terus berupaya untuk mendorong stabilitas sistem keuangan. Secara pro aktif, Bank Indonesia akan melakukan monitoring dan pengelolaan financial imbalances dan risiko sistemik. Langkah lainnya adalah melalui pendalaman dan peningkatan kualitas intermediasi keuangan. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat proses perumusan kebijakan makroprudensial yang dilandasi data dan riset yang memadai, serta surveillance. Hal itu untuk mengidentifikasi risiko sistemik, pemeriksaan tematik bank, peningkatan manajemen risiko korporasi, serta peningkatan kualitas dan cakupan data devisa hasil ekspor (DHE). Penguatan stabilitas sistem keuangan didukung pula oleh kebijakan keuangan inklusif dalam mendorong intermediasi dan efisiensi perbankan. Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia akan tetap mengarahkan sistem pembayaran nontunai untuk meningkatkan keamanan, efisiensi, dan keandalan infrastruktur. Bank Indonesia juga akan memperluas elektronifikasi pembayaran, dengan tetap memperhatikan perlindungan konsumen. Untuk meningkatkan keamanan dan keandalan sistem pembayaran, Bank Indonesia akan melanjutkan pengembangan Sistem BI-RTGS, BISSSS generasi II, dan SKNBI-NG sesuai kebutuhan bisnis, serta peningkatan standar mutu layanan. Kebijakan pengelolaan uang akan difokuskan pada upaya menjaga ketersediaan uang rupiah dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar. Untuk mendorong kepercayaan terhadap uang Rupiah, Bank Indonesia senantiasa meningkatkan kualitas uang dengan berbagai fitur pengaman, serta melakukan upaya penanggulangan pemalsuan uang. Sebagai bentuk perlindungan masyarakat dan untuk mempersempit peredaran uang palsu, Bank Indonesia memberikan sosialisasi dan edukasi publik mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada seluruh lapisan masyarakat. Merespons berbagai tantangan perekonomian yang muncul, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan berbagai otoritas terkait di tingkat pusat dan daerah. Koordinasi itu baik dalam upaya pengendalian inflasi, mitigasi dampak risiko fiskal, penguatan stabilitas sistem keuangan, maupun percepatan pelaksanaan reformasi struktural untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih sehat. Pada 2016, Dewan Gubernur Bank Indonesia telah menetapkan strategi tahunan Bank Indonesia. Keberhasilan Bank Indonesia dalam mencapai enam sasaran strategis dicerminkan oleh pencapaian 10 Indikator Kinerja Utama Bank Indonesia (IKU BI). Guna mencapai Visi Bank Indonesia 2024, pelaksanaan program transformasi akan diperkuat dengan tiga program strategis baru, sehingga total program strategis berjumlah 28.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2016
15
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang semakin baik pada triwulan IV-2015. Hal itu tercermin dari stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang semakin baik, disertai dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Terjaganya stabilitas makroekonomi juga tercermin pada inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang baik,dan nilai tukar yang terkendali. Pertumbuhan ekonomi itu terutama disebabkan oleh meningkatnya belanja pemerintah, khususnya terkait realisasi proyek-proyek infrastruktur, di tengah masih terbatasnya peran swasta. Pada periode yang sama, nilai tukar rupiah bergerak stabil dan cenderung menguat, sejalan dengan lebih kondusifnya risiko pasar keuangan meskipun masih cukup tinggi. Perkembangan itu memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk melonggarkan kebijakan moneter melalui penurunan GWM guna mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Selain itu, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam memperkuat struktur perekonomian, mendorong pertumbuhan dan menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
RINGKASAN PERKEMBANGAN KONDISI MAKROEKONOMI, MONETER, SISTEM KEUANGAN, SISTEM PEMBAYARAN, DAN PENGELOLAAN RUPIAH
Inflasi Indeks Harga Konsumen dan inflasi inti pada 2015 terkendali dalam kisaran targetnya, yaitu masing-masing mencapai 3,35% (yoy) dan 3,95% (yoy). Rendahnya angka inflasi itu didorong oleh permintaan domestik yang terbatas dan terjaganya ekspektasi inflasi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2015 semakin baik. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2015 tercatat 5,04% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 4,74% (yoy). Sepanjang 2015, Neraca Pembayaran Indonesia mengalami defisit USD1,1 miliar setelah tahun sebelumnya mencatat surplus USD15,2 miliar. Namun demikian, defisit transaksi berjalan sebesar USD17,8 miliar (2,06% dari Produk Domestik Bruto/PDB), lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD27,5 miliar (3,09% dari PDB). Posisi cadangan devisa pada akhir 2015 tercatat sebesar USD105,9 miliar. Level tersebut berada di atas standar kecukupan internasional dan dapat membiayai 7,4 bulan impor serta pembayaran utang luar negeri pemerintah. Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir 2015 meningkat sebesar 5,8% dari tahun sebelumnya menjadi USD310,7 miliar. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap PDB tercatat sebesar 36,1%, lebih tinggi dibandingkan akhir 2014 yang mencapai 33%. Sepanjang 2015, nilai tukar Rupiah melemah sebesar 10,16% (yoy), lebih dalam dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 1,74% (yoy). Namun selama triwulan IV-2015, nilai tukar Rupiah menguat sebesar 6,27% (ptp) menjadi ke level Rp13.785 per dolar AS. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia tetap terjaga dengan Indeks SSK pada akhir 2015 tercatat sebesar 0,93 atau berada jauh dibawah level krisis sebesar 2,0. Pada akhir 2015, baki debet kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tercatat sebesar Rp790,5 triliun atau tumbuh 8,0% (yoy), dengan pangsa terhadap total kredit perbankan sebesar 19,3%. Dari sisi kualitas kredit, Non-Performing Loan kredit UMKM sebesar 4,20%. Pada 2015, volume transaksi sistem pembayaran Bank Indonesia (BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI) sedikit menurun dari 125.907,03 ribu transaksi pada 2014 menjadi 124.010,20 ribu transaksi. Sebaliknya, nilai transaksi sistem pembayaran mengalami peningkatan dari Rp148.440,32 triliun menjadi Rp151.087,60 triliun pada akhir periode laporan. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran ritel meningkat sebesar 8,9% (yoy) yakni sebesar Rp19.225,2 triliun. Hingga akhir 2015, uang yang diedarkan mencapai Rp586,8 triliun, tumbuh 11,0% dibandingkan akhir 2014. Sementara itu, pemusnahan uang tidak layak edar mencapai Rp160,3 triliun, naik sebesar 43,6% dari tahun sebelumnya.
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.1. Inflasi Sejalan dengan kebijakan stabilisasi ekonomi, pada 2015 inflasi terkendali dalam kisaran targetnya sebesar 4±1%.
Pada triwulan IV-2015, inflasi indeks harga konsumen (IHK) tercatat sebesar 1,08% (qtq) atau 3,35% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,27% (qtq) atau 6,83% (yoy) (Grafik 2.1). Rendahnya inflasi itu terutama didorong oleh melambatnya inflasi inti. Terkendalinya inflasi inti itu seiring dengan berlalunya faktor musiman (Lebaran dan tahun ajaran baru), rendahnya harga global, permintaan domestik yang masih lemah, terjaganya ekspektasi inflasi, apresiasi Rupiah yang berlangsung pada Oktober-November 2015, dan masih rendahnya harga global. Pada triwulan IV-2015, inflasi inti tercatat sebesar 0,62% (qtq) atau 3,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,30% (qtq) atau 5,07% (yoy). Kelompok volatile food pada triwulan IV-2015 tercatat mengalami inflasi sebesar 2,62% (qtq) atau 4,84% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2015 sebesar 1,82% (qtq) atau 8,52% (yoy). Peningkatan inflasi volatile food didorong oleh kenaikan harga hortikultura (aneka cabai dan bawang). Kenaikan harga hortikultura terutama disebabkan oleh pasokan yang terbatas akibat musim tanam yang sedang berlangsung. Sedangkan inflasi administered prices (AP) tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2015, kelompok administered prices mencatat inflasi sebesar 1,09% (qtq) atau 0,39% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2015 sebesar 0,80% (qtq) atau 11,26% (yoy). Inflasi kelompok administered prices terutama didorong oleh kenaikan harga aneka rokok sejalan dengan implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 Tahun 2015 yang mewajibkan pelunasan pembayaran pita cukai pada Desember 2015.
%, yoy 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 -2,00 -4,00 -6,00
%, yoy IHK Inti Administered Prices Volatile Food
20 14 4,84
8
3,95 3,35
2 -4 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Triwulanan
-10
0,39
CPI Volatile Food
Core Administered Prices
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 111 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan
Secara tahunan, inflasi 2015 tercatat sebesar 3,35% (yoy), lebih rendah dari inflasi tahun sebelumnya dan berada dalam kisaran sasaran inflasi 2015 yang ditetapkan pemerintah sebesar 4±1% (yoy) (Grafik 2.2). Pencapaian sasaran inflasi itu tidak terlepas dari kebijakan pengendalian inflasi yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan pemerintah, terutama dengan semakin solidnya koordinasi yang dilakukan melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI), baik di pusat maupun daerah. Sepanjang 2015, inflasi inti tergolong rendah, yakni sebesar 3,95% (yoy). Rendahnya inflasi inti tidak terlepas dari peran kebijakan Bank Indonesia dalam mengelola permintaan
18
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
domestik, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengarahkan ekspektasi inflasi. Selain itu, pencapaian sasaran inflasi didukung oleh inflasi volatile food yang juga cukup rendah, yaitu 4,84% (yoy), seiring dengan terjaganya kecukupan pasokan bahan pangan. Kelompok administered prices juga mencatat inflasi rendah yakni 0,39% (yoy) di tengah penyesuaian harga energi sesuai keekonomiannya seiring dengan penurunan harga minyak dan gas dunia. Realisasi inflasi inti 2015 yang sebesar 3,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan historis lima tahun terakhir yang rata-rata sebesar 4,02% (yoy). Masih lemahnya permintaan domestik dan terjaganya ekspektasi berkontribusi terhadap rendahnya inflasi inti sepanjang 2015. Pencapaian itu tidak terlepas dari peran kebijakan Bank Indonesia dalam mengelola permintaan domestik, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengarahkan ekspektasi inflasi. Secara tahunan, inflasi volatile food juga tercatat rendah dibanding historis lima tahun terakhir. Pada 2015, inflasi volatile food tercatat sebesar 4,84% (yoy), lebih rendah dibandingkan historisnya 5 tahun terakhir sebesar 7,94% (yoy), seiring dengan terjaganya kecukupan pasokan di tengah gejala El Nino. Hal ini juga didukung oleh semakin kuatnya koordinasi pemerintah dan Bank Indonesia dalam mendorong peningkatan produksi, memperbaiki distribusi, dan meminimalkan berbagai distorsi harga bahan pangan. Kelompok volatile food yang menjadi penyumbang inflasi 2015 adalah komoditas beras, bawang merah, daging dan ayam ras. Sementara itu, beberapa komoditas yang justru mengalami deflasi adalah cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng. Kelompok administered prices secara tahunan juga mencatat inflasi yang rendah yakni 0,39% (yoy). Rendahnya inflasi administered prices itu ditopang oleh reformasi subsidi berupa penyesuaian harga BBM dan LPG 12 kg, serta penyesuaian tarif listrik, di tengah menurunnya harga minyak dan gas global. Ekspektasi inflasi tahun 2015 berdasarkan Consensus Forecast (CF) Desember 2015 sedikit menurun dari 6,5% (average, yoy) menjadi 6,4% (average, yoy). Namun, untuk 6 bulan yang akan datang, ekspektasi inflasi sedikit meningkat seiring dengan periode puasa dan Hari Raya Idul Fitri. Inflasi inti yang terjaga pada triwulan IV-2015 turut didukung oleh ekspektasi inflasi yang terkendali baik di level pedagang eceran maupun konsumen. Terkendalinya ekspektasi inflasi tercermin dari tren penurunan pada ekspektasi inflasi pedagang dan konsumen (Grafik 2.3 dan 2.4).
Indeks 200 180
Indeks
%, yoy Inflasi IHK aktual (skala kanan) Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 6 bln yad
20
190 15
160
Inflasi IHK aktual (skala kanan) Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad
%, yoy
5
120
20 15
180 170
10
140
100
200
10
160 150
5
140 1 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Correl IHKt dgn SPEt+3= 0,44 & Correl IHKt dgn SPEt+6 = 0,51
Grafik 2.3 Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran
0
130
1 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5
0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 20152016 Correl IHKt dgn SKt+3= -0,12 & Correl IHKt dgn SKt+6 = 0,07
Grafik 2.4 Ekspektasi Inflasi Konsumen
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
19
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Secara spasial, tekanan inflasi pada triwulan IV-2015 lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama ditopang oleh rendahnya inflasi wilayah Jawa. Sedangkan di Sumatera, Kalimantan, dan kawasan Indonesia timur, tekanan inflasi meningkat seiring dengan kenaikan harga beberapa komoditas pangan antara lain aneka cabai, daging ayam ras, telur ayam ras, dan beras. Rendahnya inflasi Jawa ditopang oleh fluktuasi harga bahan pangan yang lebih minim dibandingkan wilayah lainnya dan koreksi dari komoditas sandang, khususnya emas perhiasan. Adapun realisasi inflasi tertinggi terjadi di NTT dan Sulawesi Tengah. Secara keseluruhan, inflasi pada 2015 di berbagai daerah secara agregat mendukung tercapainya sasaran inflasi nasional sebesar 4% ± 1%. Inflasi 2015 tercatat sebesar 3,35% dengan realisasi inflasi terendah terjadi di wilayah Sumatera, diikuti Jawa, Kawasan Indonesia Timur, dan Kalimantan. Rendahnya realisasi inflasi terutama didukung oleh terjaganya pasokan pangan di tengah menguatnya gangguan iklim akibat El Nino dan minimalnya kendala distribusi. Terkendalinya inflasi di berbagai daerah juga tidak terlepas dari dukungan kebijakan pemerintah melalui koordinasi kebijakan forum TPID untuk menjaga stabilitas harga (Gambar 2.1).
Inf ≥2.5%
2.5% ≤ inf < 2.0%
2.0% ≤ inf < 1.0%
inf < 1.0%
Gambar 2.1 Peta Inflasi Daerah Triwulan IV-2015 (%, yoy)
2.2. Pertumbuhan Ekonomi Momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mulai terjadi sejak triwulan III-2015 berlanjut hingga triwulan IV-2015, antara lain didorong oleh pengeluaran pemerintah. Pada triwulan IV-2015, pertumbuhan ekonomi tercatat 5,04% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 4,74% (yoy) (Tabel 2.1). Peningkatan pertumbuhan ekonomi itu antara lain didorong oleh peran pemerintah, baik dalam bentuk konsumsi pemerintah maupun investasi infrastruktur, dan penyelenggaraan Pilkada. Di sisi lain, peran sektor swasta masih terbatas dalam mendorong pertumbuhan, seperti tercermin dari konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan yang belum kuat. Dari sisi eksternal, ekspor masih menurun seiring pemulihan ekonomi global yang berjalan lambat dan berlanjutnya tren penurunan harga komoditas. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi juga belum merata dan lebih ditopang oleh sektor konstruksi terkait infrastruktur serta sektor jasa.
20
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) %YoY, Tahun Dasar 2010
Komponen
2013
Konsumsi Rumah Tangga* Konsumsi Pemerintah Investasi Investasi Bangunan Investasi NonBangunan Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa PDB
5,44 6,75 5,01 6,74 0,63 4,17 1,86 5,56
2014
I
II
5,59 6,06 5,16 5,51 4,24 3,16 5,04 5,14
5,48 -1,84 4,08 4,91 1,88 1,37 0,41 4,96
III
IV
5,14 1,17 4,48 4,52 4,39 4,84 0,28 4,97
4,99 0,87 4,59 7,10 -2,03 -4,59 3,23 5,04
2014 5,29 1,16 4,57 5,52 2,03 1,00 2,19 5,02
2015
I
II
4,72 2,91 4,63 5,47 2,35 -0,62 -2,19 4,73
4,68 2,61 3,88 4,82 1,32 -0,01 -6,97 4,66
2015
III
IV
4,98 7,11 4,79 6,25 0,73 -0,60 -5,90 4,74
4,99 7,31 6,90 8,21 3,10 -6,44 -8,05 5,04
4,84 5,38 5,07 6,23 1,87 -1,97 -5,84 4,79
Sumber : BPS (diolah) * termasuk konsumsi LNPRT
Pada triwulan IV-2015, konsumsi pemerintah tumbuh 7,31% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya 7,11% (yoy). Peningkatan itu terutama disebabkan oleh penyerapan belanja barang yang lebih tinggi. Perkembangan ini menunjukkan peran pemerintah semakin kuat dalam mendorong ekonomi, meskipun belanja pemerintah sempat terkendala oleh penyesuaian nomenklatur pada awal tahun. Pertumbuhan investasi, khususnya investasi bangunan, juga meningkat sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2015. Secara keseluruhan, investasi tumbuh meningkat menjadi 6,90% (yoy) dari 4,79% (yoy) pada triwulan III-2015. Peningkatan itu terutama didorong oleh investasi bangunan yang tumbuh tinggi sejalan dengan akselerasi proyek infrastruktur pemerintah (Grafik 2.5). Hal itu tercermin pada indikator investasi bangunan seperti penjualan semen yang membaik. Sementara itu, peran sektor swasta masih terbatas yang tercermin dari pertumbuhan investasi nonbangunan pada triwulan IV-2015 sebesar 3,1%. Hal ini didorong oleh perilaku wait and see investor, sebagaimana terlihat pada sentimen bisnis yang belum membaik (Grafik 2.6). Kinerja dan daya tahan korporasi juga menurun. Pada 2015, pendapatan korporasi dari hasil penjualan tumbuh negatif (Grafik 2.7). Meskipun belum kuat, investasi nonbangunan tumbuh membaik, didorong oleh positifnya kinerja investasi mesin dan perlengkapan, kendaraan dan peralatan, serta meningkatnya impor barang modal.
%, yoy
%, yoy
25
9
6,0
Penjualan Semen
20
8,0
8
15 7
5
6
0,0
5
-2,0
-5 -10
PDB: Investasi Bangunan (sk. kanan)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011
2012
2013
2014
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia dan BPS
Grafik 2.5 Indikator Investasi Bangunan
2015
4
Indeks
6,0
PDB: Investasi Nonbangunan
2,0
-4,0
Indeks Tendensi Bisnis (sk. kanan)
3,1
2,3
1,9
1,6
108 107 106
4,4
4,2
4,0
10
0
%
1,3
105 104 103
0,7
102 101
-1,4
100
-2,0 -3,1
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
99
2015
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 2.6 Indeks Sentimen Bisnis
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
21
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
7%
35%
Penjualam (%, yoy)sk.kanan
6%
30% 25%
5%
20%
4%
15%
3%
10%
2%
5%
1% 0%
0%
PDB (%, yoy)
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
-5%
Pertumbuhan konsumsi swasta pada triwulan IV-2015 sedikit meningkat, yaitu menjadi 4,99% (yoy) dari triwulan sebelumnya 4,98% (yoy). Pertumbuhan itu terutama didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, terutama Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) dari 4,98% (yoy) menjadi 4,99% (yoy) (Grafik 2.8). Pertumbuhan konsumsi LNPRT meningkat dari 6,56% (yoy) menjadi 8,32% (yoy), sejalan dengan peningkatan aktivitas Pilkada.
Terbatasnya konsumsi rumah tangga terindikasi dari perbaikan konsumsi Grafik 2.7 nonmakanan yang belum kuat (Grafik 2.8). Pendapatan Penjualan Korporasi Selain itu, indikator penjualan mobil dan motor masih mencatat kontraksi, meskipun penjualan motor menunjukkan perbaikan pada Desember 2015. Kredit konsumsi, yang dapat mendorong daya beli masyarakat, juga masih menunjukkan tren perlambatan.
7,0
%
6,0
5,15
5,0
4,80
4,0 3,0
4,92
2,0 1,0 0,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2012 Konsumsi RT
2013 Nonmakanan
2014
2015
Makanan
Dari sisi eksternal, ekspor masih menurun seiring pemulihan ekonomi global yang berjalan lambat dan harga komoditas yang terus turun. Pada triwulan IV-2015, ekspor mencatat kontraksi 6,44% (yoy), lebih besar dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya. Pelemahan itu terkait dengan perlambatan volume perdagangan dunia, terutama ke emerging countries, dan harga komoditas yang cenderung lebih rendah sejalan dengan penurunan harga minyak dunia.
Berdasarkan kelompoknya, penurunan ekspor terutama didorong oleh pelemahan ekspor nonmigas. Ekspor tambang juga masih terkontraksi (Grafik 2.9), terutama ekspor batubara sejalan dengan rendahnya harga dan lemahnya permintaan, khususnya dari Tiongkok. Ekspor manufaktur sedikit terkontraksi, seiring terkontraksinya ekspor CPO setelah tumbuh positif pada tiga triwulan sebelumnya. Sementara itu, ekspor pertanian tumbuh positif khususnya ekspor ikan, biji kopi, dan rempah-rempah. Grafik 2.8 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Kontraksi impor kembali meningkat sebagai respons penurunan kinerja ekspor dan konsumsi yang terbatas. Pada triwulan IV-2015, impor mengalami kontraksi sebesar 8,05% (yoy), lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 5,90% (yoy). Kontraksi impor itu terutama disebabkan oleh kontraksi impor migas, di tengah berlanjutnya kontraksi impor nonmigas yang sedikit tertahan. Kontraksi impor nonmigas agak tertahan karena adanya perbaikan tajam pada impor barang modal (Grafik 2.10), sejalan dengan mulai berjalannya proyek infrastruktur pemerintah pada 2015.
22
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
%, yoy
%, yoy 20
30 20 10
10
Pertanian
Manufaktur
0 -10
0 Total
-10
-40
Q1
Q2
Q3
Q4
2013
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2014
Q2
Q3
Total
-30
Pertambangan
-30
Barang Konsumsi
-20
PDB Ekspor
-20
Bahan Baku
PDB Impor
Barang Modal
-40 -50
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2013
2015
Grafik 2.9 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil
Q3
Q4
Q1
Q2
2014
Q3
Q4
2015
Grafik 2.10 Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil
Secara sektoral (lapangan usaha), kenaikan pertumbuhan ekonomi belum merata. Kenaikan pertumbuhan terutama ditopang oleh sektor konstruksi terkait proyek infrastruktur dan sektor jasa, sementara lapangan usaha lain, termasuk manufaktur, belum tumbuh kuat (Tabel 2.2). Kinerja sektor kontruksi tumbuh menguat didorong oleh akselerasi pembangunan proyek infrastruktur pemerintah. Dari sektor jasa, peningkatan antara lain didorong oleh subsektor administrasi pemerintah sejalan dengan belanja pemerintah yang meningkat dan subsektor jasa keuangan. Sementara itu, sektor manufaktur masih melambat, sejalan dengan kecenderungan melemahnya konsumsi swasta dan melambatnya ekspor manufaktur di penghujung tahun. Perlambatan itu dikonfirmasi oleh perkembangan Purchasing Manager Index (PMI) HSBC yang masih pada teritori kontraksi. Dari jenis industri, penurunan kinerja industri terutama terjadi pada industri kimia, terkait dengan permintaan ekspor yang menurun. Namun demikian, peningkatan kinerja industri pengilangan migas yang cukup kuat mampu meredam pemburukan kinerja industri pengolahan yang lebih dalam. Tabel 2.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy) %Y-o-Y, Tahun Dasar 2010
Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar & Eceran, & Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estat Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Lainnya Jasa Lainnya PDB
2013 4,20 2,53 4,37 5,23 3,32 6,11 4,81 6,97 6,80 10,39 8,76 6,54 7,91 2,56 7,44 7,96 6,40 5,56
2014 I
II
III
IV
5,16 -1,00 4,46 3,29 4,91 7,22 6,05 6,99 6,44 9,79 3,60 4,66 10,27 2,66 4,62 7,64 8,37 5,14
4,88 1,15 4,83 6,47 5,77 6,46 4,99 7,56 6,35 10,46 5,46 4,93 9,99 -2,49 4,48 8,74 9,46 4,96
3,60 1,16 4,98 5,95 5,88 6,53 5,18 7,70 5,78 9,80 1,90 5,07 9,30 2,38 6,29 9,63 9,50 4,97
3,32 1,51 4,18 6,50 6,87 7,67 4,48 7,20 4,57 10,33 7,87 5,30 9,69 6,84 6,62 6,03 8,38 5,04
2014 4,24 0,72 4,61 5,57 5,87 6,97 5,16 7,36 5,77 10,10 4,68 5,00 9,81 2,38 5,55 7,96 8,93 5,02
2015 I
II
III
IV
4,01 -1,32 4,01 1,73 5,39 6,03 4,12 5,78 3,37 10,09 8,57 5,26 7,36 4,73 5,03 7,14 7,98 4,73
6,86 -5,20 4,11 0,76 7,76 5,35 1,70 5,92 3,75 9,66 2,63 5,03 7,64 6,29 11,71 7,48 8,06 4,66
3,34 -5,66 4,51 0,56 8,75 6,82 1,39 7,26 4,48 10,74 10,36 4,78 7,63 1,27 8,08 6,33 8,11 4,74
1,57 -7,91 4,35 1,81 6,77 8,24 2,77 7,67 5,79 9,74 12,52 4,25 8,13 6,70 5,32 7,44 8,15 5,04
2015 4,02 -5,08 4,25 1,21 7,17 6,65 2,47 6,68 4,36 10,06 8,53 4,82 7,69 4,75 7,45 7,10 8,08 4,79
Sumber : BPS
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
23
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Secara spasial, perbaikan ekonomi terutama didorong oleh Jawa dan Sumatera. Pertumbuhan ekonomi Jawa membaik dari 5,5% (yoy) pada triwulan III-2015 menjadi 5,9% (yoy) pada triwulan IV-2015 (Gambar 2.2). Hal itu didorong oleh realisasi percepatan proyek infrastruktur pemerintah berskala besar seperti pembangunan waduk, pelabuhan, bandara, dan transportasi massal. Sementara itu, perekonomian Sumatera tumbuh meningkat dari 3,1% (yoy) menjadi 4,6%. Peningkatan ini didorong oleh realisasi proyek infrastruktur, seperti pembangunan tol, pembangkit listrik, dan berbagai sarana penunjang ASEAN Games 2018. Di sisi lain, perekonomian Kalimantan masih tumbuh pada kisaran cukup rendah sebesar 1,5% (yoy) dari 0,4% (yoy). Kondisi itu disebabkan masih lemahnya kinerja ekspor dan cenderung turunnya produksi migas khususnya di Kalimantan Timur. Perekonomian Kawasan Indonesia Timur tumbuh sedikit melambat, walaupun masih berada pada level yang cukup tinggi. Pertumbuhan Kawasan Indonesia Timur melambat dari 8,9% (yoy) menjadi 8,6%. Hal ini dipengaruhi oleh kinerja ekspor, khususnya barang tambang, yang masih terbatas karena masih rendahnya harga komoditas.
Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV-2015
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 melambat menjadi sebesar 4,8% (yoy), lebih rendah dari 5,0% (yoy) pada 2014. Penurunan itu dipengaruhi oleh ekspor yang menurun seiring lemahnya permintaan global dan penurunan harga komoditas. Penurunan pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh melambatnya investasi nonbangunan dan konsumsi rumah tangga. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi masih dapat ditopang oleh meningkatnya pengeluaran pemerintah, baik konsumsi pemerintah maupun investasi pemerintah dalam proyek infrastruktur. Ke depan, pertumbuhan ekonomi 2016 diperkirakan lebih tinggi, yaitu tumbuh pada kisaran 5,2-5,6% (yoy). Pertumbuhan ekonomi sebesar itu diperkirakan ditopang oleh stimulus fiskal, khususnya realisasi pembangunan proyek infrastruktur yang semakin cepat. Sementara itu, investasi swasta diharapkan akan meningkat, seiring dengan dampak paket kebijakan pemerintah yang terus digulirkan dan pemanfaatan ruang pelonggaran moneter secara terukur dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi.
24
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.3. Neraca Pembayaran Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV-2015 mencatat surplus sebesar USD5,1 miliar, setelah triwulan sebelumnya defisit sebesar USD4,6 miliar (Grafik 2.11). Surplus NPI ini ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial sebesar USD9,5 miliar yang melampaui defisit transaksi berjalan sebesar USD5,1 miliar (2,39% PDB). Pada gilirannya, surplus NPI itu mendorong kenaikan posisi cadangan devisa menjadi USD105,9 miliar dari triwulan sebelumnya USD101,7 miliar. Jumlah cadangan devisa itu cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama 7,4 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional.
Miliar Dolas AS
Miliar Dolar AS
12
14,5 14,5
15
9,6
10
6,4
2,2
0 -5
-15 -20
9,5
-4,9 -7,0
-6,0
2
0,3
-4,2 -4,3 -4,2
-3 -5,1
-8
-9,6
Transaksi Modal dan Finansial Transaksi Berjalan Neraca Keseluruhan
-13
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3* Q4**
2011
2012
7
5,1
5
-10
Ditengah penurunan kinerja NPI 2015, defisit transaksi berjalan membaik didorong penurunan impor serta perbaikan neraca jasa dan neraca pendapatan.
2013
2014
Grafik 2.11 Neraca Pembayaran Indonesia
2015
Neraca Nonmigas Neraca Migas Neraca Perdagangan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3* Q4**
2011
2012
2013
2014
2015
* angka sementara ** angka sengat sementara
Grafik 2.12 Neraca Perdagangan Triwulan IV-2015
Defisit transaksi berjalan yang mencapai USD5,1 miliar (2,39% PDB) itu seiring dengan proses perbaikan perekonomian Indonesia. Defisit transaksi berjalan itu lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar US$4,2 miliar (1,94% PDB). Kenaikan defisit transaksi berjalan itu bersumber dari penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas karena impor nonmigas tumbuh 7,5% (qtq) seiring dengan meningkatnya permintaan domestik (Grafik 2.12). Peningkatan impor terbesar terjadi pada kelompok barang modal, diikuti kelompok barang konsumsi dan bahan baku. Sementara itu, ekspor nonmigas terkontraksi 4,2% (qtq) dipengaruhi oleh permintaan global yang masih lemah dan terus menurunnya harga komoditas. Di sisi lain, defisit neraca perdagangan migas menyusut seiring turunnya volume impor minyak dan harga minyak mentah dunia. Meski mengalami peningkatan defisit dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, kinerja transaksi berjalan triwulan IV-2015 membaik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan IV-2014, defisit transaksi berjalan tercatat sebesar US$6,0 miliar (2,7% PDB). Pada triwulan IV-2015, surplus transaksi modal dan finansial yang mencapai USD9,5 miliar meningkat signifikan dari triwulan sebelumnya yang tercatat USD0,28 miliar (Grafik 2.13). Peningkatan itu seiring menurunnya ketidakpastian di pasar keuangan global dan membaiknya keyakinan terhadap prospek perekonomian Indonesia. Kenaikan surplus transaksi modal dan finansial itu terutama didukung oleh kembali meningkatnya arus masuk investasi portofolio pada obligasi pemerintah, termasuk global bond. Surplus transaksi modal dan finansial pada triwulan IV-2015 tersebut relatif sama besar dengan surplus yang tercatat pada periode sama tahun sebelumnya. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
25
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Selain itu, kenaikan surplus transaksi modal finansial didukung pula oleh kenaikan investasi lainnya dan aliran masuk investasi langsung asing (FDI). Kenaikan investasi lainnya disebabkan antara lain oleh meningkatnya penarikan simpanan di luar negeri dan penarikan pinjaman luar negeri terkait meningkatnya realisasi proyek infrastruktur pemerintah. Sementara itu, kenaikan aliran masuk investasi langsung asing (FDI) terutama pada sektor pertambangan, keuangan, dan manufaktur sejalan dengan perbaikan investasi domestik. Secara keseluruhan, NPI 2015 mengalami tekanan di tengah dinamika perkembangan ekonomi global dan domestik. Sepanjang 2015, NPI mengalami defisit USD1,1 miliar setelah tahun sebelumnya mencatat surplus USD15,2 miliar. Tekanan terhadap kinerja NPI itu bersumber dari penurunan surplus transaksi modal dan finansial yang tidak dapat sepenuhnya membiayai defisit transaksi berjalan. Namun demikian, defisit transaksi berjalan sebesar USD17,8 miliar (2,06% PDB), lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai USD27,5 miliar (3,09% PDB). Perbaikan itu disebabkan penurunan impor yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan ekspornya dan perbaikan kinerja neraca jasa dan neraca pendapatan. Penurunan impor diakibatkan melemahnya permintaan domestik sebagai dampak dari melambatnya pertumbuhan ekonomi pada 2015. Sementara itu, penurunan ekspor didorong oleh melemahnya permintaan eksternal akibat melambatnya perekonomian dunia serta berlanjutnya penurunan harga komoditas global. Di sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial pada 2015 turun menjadi USD17,1 miliar dari tahun sebelumnya USD45,0 miliar. Hal itu terutama didorong oleh aliran masuk modal investasi langsung dan kebutuhan pendanaan korporasi melalui pinjaman luar negeri yang menurun seiring dengan melambatnya perekonomian domestik. Penurunan transaksi modal finansial juga disebabkan oleh penurunan aliran masuk modal portofolio asing dan investasi lainnya. Penurunan aliran masuk modal portofolio asing yang cukup signifikan disebabkan oleh tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, meskipun ketidakpastian di pasar keuangan global sudah mereda pada triwulan IV-2015. Sementara itu, penurunan investasi lainnya diakibatkan oleh kenaikan simpanan sektor swasta di bank luar negeri akibat persepsi pelaku ekonomi terhadap perekonomian domestik yang sempat melemah.
Miliar Dolar AS
Miliar Dolar AS 4,00
15
3,00
10
2,00
5
1,00
0
0,00
-5
-1,00 -2,00 -3,00
-15 -20
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov
2011
2012
2013
2014
2015
Grafik 2.13 Neraca Perdagangan
26
Investasi Portofolio Investasi Langsung Investasi Lainnya Transaksi Modal dan Finansial
-10 Nonmigas Migas Total
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3* Q4**
2011
2012
2013
2014
* angka sementara ** angka sangat sementara
Grafik 2.14 Neraca Transaksi Modal dan Finansial
2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Pada akhir 2015, posisi cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar USD105,9 miliar, meningkat signifikan dari posisi akhir November 2015 sebesar USD100,2 miliar. Peningkatan cadangan devisa itu berasal dari penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, penerimaan hasil ekspor migas, dan penerbitan global bonds pemerintah. Cadangan devisa itu cukup untuk menutupi kebutuhan devisa, antara lain untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah maupun penggunaan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya.
120
7,5
100
7,0 6,5
80
6,0
60
5,5
40
5,0
20 0
4,5 Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des
2012
2013
2014
4,0
2015
Cadangan Devisa (Miliar Dolar AS) Bulan Impor dan Pembayaran Utang Pemerintah (sk. kanan)
Grafik 2.15 Perkembangan Cadangan Devisa
Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa per akhir Desember 2015 dapat membiayai 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Posisi tersebut berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor (Grafik 2.15). Bank Indonesia menilai cadangan devisa itu mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
2.4. Utang Luar Negeri Posisi ULN pada akhir triwulan IV-2015 tercatat sebesar USD310,7 miliar, naik 2,8% dibandingkan dengan posisi akhir triwulan III-2015 sebesar USD302,3 miliar. Berdasarkan jangka waktu asal, kenaikan itu dipengaruhi oleh peningkatan ULN jangka panjang, sedangkan ULN jangka pendek menurun. Berdasarkan kelompok peminjam, kenaikan tersebut dipengaruhi oleh ULN sektor publik yang meningkat, sedangkan ULN sektor swasta menurun. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, posisi total ULN meningkat USD17,0 miliar atau tumbuh 5,8% dari posisi akhir 2014 sebesar USD293,8 miliar. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir triwulan IV-2015 tercatat sebesar 36,1%, lebih tinggi dibandingkan dengan 34,8% pada akhir triwulan III-2015 dan 33,0% pada akhir tahun 2014. Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN berjangka panjang (86,7% dari total ULN). ULN berjangka panjang pada akhir triwulan IV-2015 mencapai USD269,4 miliar, naik 3,6% dibandingkan dengan posisi akhir triwulan III-2015 yang tercatat sebesar USD260,0 miliar. Di sisi lain, ULN berjangka pendek turun 2,4% dari USD42,3 miliar menjadi USD41,3 miliar. Dengan perkembangan itu, kemampuan cadangan devisa untuk menutupi kewajiban jangka pendek membaik, tercermin pada rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa yang turun dari 41,6% menjadi 39,0%.
Meski pertumbuhan ULN Indonesia pada 2015 mengalami perlambatan, posisi ULN meningkat. Peningkatan ULN berada pada level yang masih sehat, namun risikonya terhadap perekonomian perlu terus diwaspadai.
Berdasarkan kelompok peminjam, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN sektor swasta. Pada akhir triwulan IV-2015, ULN sektor publik meningkat 6,6% (qtq) menjadi sebesar USD143,0 miliar (46,0% dari total ULN). Di sisi lain, posisi ULN swasta turun 0,2% (qtq) menjadi USD167,7 miliar (54,0% dari total ULN). Pada periode yang sama, posisi ULN sektor swasta terutama terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa ULN keempat sektor itu mencapai 76,2% terhadap ULN sektor swasta. Dibandingkan dengan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
27
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
triwulan III-2015, posisi ULN sektor keuangan tumbuh 1,7%, sedangkan ULN sektor industri pengolahan, sektor pertambangan, dan sektor listrik, gas dan air bersih menurun masingmasing sebesar 1,5%, 2,1%, dan 0,5%. Bank Indonesia memandang perkembangan ULN pada triwulan IV-2015 masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.
2.5. Nilai Tukar Rupiah Meski terdepresiasi pada periode sebelumnya, nilai tukar Rupiah menguat sebesar 6,27% (ptp) menjadi ke level Rp13.785 per dolar AS selama triwulan IV-2015.
Rupiah bergerak stabil dengan tren menguat, didorong oleh meningkatnya aliran modal asing seiring dengan risiko pasar keuangan global yang semakin mereda dan persepsi positif terhadap ekonomi domestik. Selama triwulan IV-2015, nilai tukar Rupiah berada dalam tren apresiasi yang ditopang peningkatan aliran masuk modal asing, terutama ke pasar surat berharga negara. Apresiasi nilai tukar Rupiah itu didorong oleh persepsi positif investor terhadap arah perekonomian Indonesia, seiring dengan penurunan BI Rate, paket kebijakan pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi, dan semakin efektifnya implementasi berbagai proyek infrastruktur. Apresiasi nilai tukar Rupiah juga didorong semakin meredanya risiko pasar keuangan global, yang tercermin dari perkiraan path Fed Fund Rate (FFR) yang lebih dovish. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Selama triwulan IV-2015, nilai tukar Rupiah menguat sebesar 6,27%, (point to point), dan mencapai level Rp13.785 per dolar AS. Dari sisi eksternal, penguatan terhadap Rupiah itu terkait dengan meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global. Hal itu sejalan dengan hasil Federal Open Market Committee pada September 2015 yang sempat dovish dan kenaikan FFR pada 17 Desember 2015 yang telah diantisipasi pasar. Setelah kenaikan FFR, bank sentral AS membuat pernyataan bahwa normalisasi akan dilakukan secara gradual dan terbatas. Hal ini tercermin dari menurunnya indikator VIX pascakenaikan FFR (Grafik 2.16).
45 40
VIX Index CDS Indonesia (Rhs)
35
300 280 260
30
240
25
220
20
200
10
180 3-Aug-15 11-Aug-15 19-Aug-15 27-Aug-15 4-Sep-15 15-Sep-15 23-Sep-15 1-Oct-15 9-Oct-15 19-Oct-15 27-Oct-15 4-Nov-15 12-Nov-15 20-Nov-15 1-Dec-15 9-Dec-15 17-Dec-15 28-Dec-15 6-Jan-16 14-Jan-16 25-Jan-16
15
Grafik 2.16 Volatility Index (VIX Index) dan Default Swap (CDS)
28
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
Pada keseluruhan tahun 2015, secara pointto-point nilai tukar Rupiah melemah 10,16% (yoy) dibandingkan tahun 2014 sebesar 1,74% (yoy). Tekanan depresiasi juga dirasakan oleh mata uang negara berkembang lainnya seiring meningkatnya faktor risiko eksternal. Namun, sinergi kebijakan moneter dan reformasi struktural yang ditempuh oleh Bank Indonesia, Pemerintah, dan OJK dapat menjaga stabilitas Rupiah hingga akhir tahun. Hal tersebut ditunjukkan dengan terkoreksinya pelemahan nilai tukar Rupiah sejak Oktober 2015 dan aliran modal non-residen kembali masuk ke Indonesia pada triwulan IV-2015. Hal ini seiring dengan semakin meredanya risiko
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
pasar keuangan global yang tercermin dari perkiraan path FFR yang lebih dovish. Pada akhir 2015, Rupiah secara point to point (ptp), mengalami penguatan sebesar 0,36% (mtm) ke level Rp13.785 per dolar AS. Di sisi domestik, penguatan Rupiah didorong oleh membaiknya optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia, seiring dengan rangkaian paket kebijakan pemerintah dan paket stabilisasi nilai tukar yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Membaiknya optimisme ekonomi domestik terlihat dari menurunnya CDS Indonesia (Grafik 2.17). Faktor-faktor positif tersebut mendorong meningkatnya aliran modal masuk asing, khususnya ke pasar surat berharga negara, yang selanjutnya mendorong penguatan Rupiah (Grafik 2.18). Dibandingkan negara kawasan, penguatan rupiah lebih baik dibandingkan Lira (Turki), Ringgit (Malaysia), Won (Korea Selatan), Bath (Thailand), Yen (China), Peso (Philipina), Rupee (Malaysia), Euro (Eropa), dan Rand (Afrika Selatan) (Grafik 2.19). Selama triwulan IV-2015, volatilitas Rupiah dipicu oleh penguatan Rupiah pada Oktober 2015 menyusul membaiknya faktor risiko eksternal. Namun demikian, volatilitas Rupiah itu relatif lebih rendah dari Real (Brazil), Rand (Afrika Selatan), dan Ringgit (Malaysia) (Grafik 2.20).
US$ mn 5000 4000 3000 2000
SUN
SBI
15.000
IDR/USD (rhs)
14.000 13.000 12.000 11.000 10.000 9.000 data s.d 12 Feb 2016
Feb-13 Apr-13 Jun-13 Ags-13 Okt-13 Des-13 Feb-14 Apr-14 Jun-14 Ags-14 Okt-14 Des-14 Feb-15 Apr-15 Jun-15 Ags-15 Okt-15 Des-15 Feb-16
1000 0 -1000 -2000 -3000 -4000 -5000
Stock
IDR/USD
8.000
-15,00
-11,50
3,60
25 20 15 10 point-to-point average
5 -
-5,00
0,00
Grafik 2.19 Nilai Tukar Kawasan
Q4-15
30
0,88 1,22 0,78
-0,38 -1,63 -0,85 -1,43 -2,12 -1,34 -2,80 -1,77
Q3-15
35
2,34
-8,22
-10,00
40
6,27
0,76
-1,53 -0,34
%
-1,47
-7,54
Grafik 2.18 Nilai Tukar Rupiah
Q4-2015 vs Q3-2015
-5,13
Grafik 2.17 Nilai Tukar Rupiah dan Aliran Modal Asing
IDR TRY MYR KRW THB BRL PHP INR CNY EUR ZAR
5,00
10,00 %
BRL ZAR MYR IDR KRW TRY EUR THB JPY SGD INR PHP
Grafik 2.20 Volatilitas Triwulanan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
29
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Sejumlah faktor eksternal, seperti kondisi pasar keuangan di Tiongkok dan perkembangan harga minyak dunia, dan faktor domestik tetap perlu diwaspadai pengaruhnya terhadap perkembangan nilai tukar Rupiah.
2.6. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing Kondisi likuiditas harian di sistem perbankan selama 2015 terjaga, sebagaimana tercermin pada kestabilan kondisi pasar uang Rupiah dan pasar valuta asing.
Perkembangan kondisi pasar uang dan pasar valuta asing yang positif selama triwulan IV2015 dan tahun 2015 menunjukkan dinamisnya transaksi antar bank. Hal ini berdampak positif terhadap pengelolaan likuiditas perbankan sehingga mendukung terjaganya kondisi likuiditas perbankan selama periode tersebut. 2.6.1. Perkembangan Pasar Uang Volume transaksi pasar uang rupiah pada triwulan IV-2015 secara keseluruhan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan terbesar terjadi pada transaksi Pasar Uang Antar Bank/PUAB (uncollateralized), yang rata-rata hariannya meningkat 15,96%. Sebaliknya, transaksi repo dan transaksi pasar sekunder tercatat turun. Secara tahunan, transaksi harian PUAB (uncollateralized) tercatat meningkat 4,15% dari Rp11,14 triliun per hari pada 2014 menjadi Rp11,60 triliun per hari pada 2015. Berdasarkan jenisnya, peningkatan transaksi PUAB terbesar terjadi pada tenor overnight (o/n), diikuti tenor 1 minggu, dengan jumlah bank yang tercatat aktif dalam transaksi PUAB mencapai 100 bank. Peningkatan aktivitas transaksi di pasar uang juga tercermin pada volume rata-rata harian (RRH) transaksi pasar uang rupiah. Secara harian, transaksi pasar uang rupiah meningkat dari Rp12,18 triliun per hari pada triwulan sebelumnya, menjadi Rp14,01 triliun per hari pada triwulan IV-2015. Sementara secara tahunan, meningkat 15,34%, dari Rp11,47 triliun menjadi Rp13,23 triliun per hari (Grafik 2.21). Secara umum kondisi likuiditas harian dalam sistem perbankan relatif lebih likuid, namun tingginya kebutuhan likuiditas akhir tahun sempat mendorong kenaikan suku bunga secara temporer. Suku bunga PUAB sempat naik pada akhir Desember 2015. Hal ini sebagai dampak keketatan likuditas rupiah karena penarikan uang kartal oleh masyarakat selama libur panjang menjelang akhir tahun dan adanya percepatan penarikan pajak oleh pemerintah dari badan usaha milik negara (BUMN).
Grafik 2.21 Perkembangan Transaksi PUAB
30
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
Grafik 2.22 Perkembangan Suku Bunga PUAB
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Pada triwulan IV-2015, rata-rata tertimbang suku bunga PUAB meningkat dari 5,84% menjadi 5,99% untuk tenor o/n, 6,0% menjadi 6,63% pada tenor 1 minggu, dan 7,29% menjadi 8,21% untuk tenor 1 bulan. Suku bunga tersebut juga tercatat lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun 2014 dimana suku bunga PUAB tenor o/n tercatat sebesar 5,81%, tenor 1 minggu sebesar 5,94%, dan tenor 1 bulan sebesar 6,65% (Grafik 2.22). Berbeda dengan aktivitas transaksi PUAB, rata-rata harian (RRH) volume transaksi pasar uang collateralized (repo) pada triwulan IV-2015 menurun dibanding triwulan sebelumnya dari Rp0,56 triliun per hari1 menjadi Rp0,55 triliun per hari (Grafik 2.23). Penurunan terutama terjadi pada tenor pendek yakni kurang dari 1 bulan. Sementara itu, transaksi pada tenor satu bulan ke atas mengalami peningkatan. Meningkatnya aktivitas transaksi repo tenor satu bulan ke atas tersebut didorong oleh kebutuhan dana repo untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang cenderung meningkat di akhir tahun. Kebutuhan ini mendorong porsi transaksi repo dengan tenor lebih panjang meningkat. Selama triwulan IV-2015, volume RRH repo bertenor kurang dari 1 bulan turun 29% menjadi Rp340 miliar per hari. Sedangkan repo tenor 1 bulan meningkat lebih dari 364% menjadi Rp190 miliar per hari dari triwulan sebelumnya Rp40 miliar per hari (Grafik 2.24). Searah dengan penurunan volume, frekuensi transaksi repo pada triwulan IV-2015 tercatat Rp165 transaksi, turun tipis dari triwulan sebelumnya 175 transaksi. Jumlah bank yang bertransaksi di pasar repo pun berkurang menjadi 22 bank dari sebelumnya 27 bank. Suku bunga repo (collateralized) juga bergerak searah dengan suku bunga PUAB (uncollateralized). Rata-rata suku bunga repo pada triwulan IV-2015 tercatat sedikit lebih rendah dibandingkan suku bunga PUAB. Hal ini sesuai dengan karakteristik repo yang memiliki risiko lebih rendah, karena bersifat collateralized. Selama 2015, volume transaksi repo cenderung turun dibandingkan 2014. Volume transaksi harian selama 2015 tercatat Rp610 miliar2 per hari atau turun 2,72% dari 2014 yang tercatat Rp627 miliar per hari. Dari sisi frekuensi, transaksi repo tercatat turun 18,50%, dari 908 transaksi menjadi 740 transaksi.
8,00%
Repo 1 Bln
Poly. (PUAB 1 Bln)
Apr
Sep
Mar
7,00% 6,50% 6,00%
Grafik 2.23 Volume Transaksi Repo (rrh)
1 2
PUAB 1 Bln
7,50%
5,50%
Jan
Jul
Des
Jun
Sep
Des
Grafik 2.24 Suku Bunga PUAB & Repo 1 Bulan
Perhitungan berdasarkan tanggal setelmen. Seluruh tenor.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
31
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing Volume seluruh jenis transaksi valas domestik pada triwulan IV-2015 relatif stabil, namun terjadi pergeseran komposisi dengan menurunnya volume transaksi derivatif. Ratarata harian (RRH) volume transaksi valas pada triwulan IV-2015 tercatat sebesar US$4,40 miliar, relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar US$4,59 miliar3. Sedangkan secara tahunan, volume transaksi meningkat 5,6%, dari US$4,26 miliar per hari menjadi US$4,5 miliar. Di tengah relatif stabilnya RRH volume transaksi pasar valas, volume transaksi spot pada triwulan IV-2015 meningkat sebesar 4,2% menjadi US$2,85 miliar dari US$2,79 miliar triwulan III-2015. Secara tahunan, transaksi spot meningkat 1,8% dari US$2,86 miliar pada 2014 menjadi US$2,91 miliar pada 2015. Sebaliknya, RRH volume transaksi derivatif pada triwulan IV-2015 menurun sebesar 13,6% dari US$1,79 miliar menjadi US$1,55 miliar. Switching volume transaksi derivatif ke transaksi spot pada triwulan IV-2015 lebih didorong oleh kecenderungan penguatan nilai tukar Rupiah, terutama di bulan Oktober 2015. Meskipun demikian, secara tahunan, volume transaksi derivatif pada tahun 2015 mengalami kenaikan 13,3% yaitu dari US$1,4 miliar per hari menjadi US$1,59 miliar. Kenaikan transaksi derivatif secara tahunan ini didorong oleh peraturan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang korporasi non-bank yang membuat banyak pelaku usaha melakukan lindung nilai posisi kewajibannya melalui transaksi derivatif4. Penurunan terbesar terjadi pada transaksi swap, yakni dari RRH US$1,55 miliar menjadi US$1,32 miliar, diikuti transaksi forward dari US$227,77 juta menjadi US$217,85 juta (Grafik 2.25). Secara tahunan, rata-rata transaksi swap per hari meningkat dari US$1,2 miliar pada 2014 menjadi US$1,36 miliar pada 2015. Sedangkan rata-rata transaksi forward per hari meningkat dari US$192 juta pada 2014 menjadi US$218 juta pada 2015. Saat ini, transaksi options masih belum banyak berkembang (volume transaksi sekitar US$8 juta per hari) sebagai dampak dari belum banyaknya minat pelaku pasar untuk melakukan transaksi option.
5.000 4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 -
Spot Option
Q1
Swap Total Turnover
Q2
Q3
Q4
Forward
Q1
Q2
Q3
Q4
Grafik 2.25 Volume Transaksi Valas (rrh)
3 4
32
Grafik 2.26 Komposisi Transaksi Valas
Merupakan transaksi valas seluruh mata uang. Peraturan Bank Indonesia No. 16/21/PBI/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Korporasi Nonbank.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Penurunan volume transaksi derivatif mendorong porsi transaksi ini pada triwulan IV-2015 dibanding triwulan sebelumnya. Porsi derivatif terhadap total transaksi valas turun dari 39% pada triwulan sebelumnya menjadi 35,1% pada triwulan laporan. Penurunan komposisi transaksi derivatif ini tidak terlepas dari penguatan mata uang rupiah sepanjang triwulan IV-2015. Namun demikian, porsi transaksi derivatif ini secara tahunan rata-rata meningkat, dari 32,8% pada 2014 menjadi 36,1% pada 2015 (Grafik 2.26)
2.7. Perkembangan Sistem Keuangan Sepanjang 2015, kondisi sistem keuangan Indonesia tetap terjaga, meski mengalami tekanan terutama berasal dari pasar keuangan. Pada triwulan IV-2015, indeks SSK tercatat 0,93, sedikit menurun atau membaik dari 1,02 pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, kondisi industri perbankan termasuk kredit UMKM, lembaga keuangan non-bank, korporasi, dan rumah tangga juga tetap terjaga dengan kinerja yang melambat. 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan Secara umum, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan IV-2015 mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Meredanya spekulasi terhadap kebijakan The Fed (Fed Fund Rate) menjadi salah satu faktor yang meredam tekanan dari eksternal. Meski demikian, divergensi pertumbuhan ekonomi di beberapa kawasan ekonomi masih berpotensi menimbulkan tekanan, terutama pada fluktuasi yang terjadi di pasar keuangan dan melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Seiring dengan meredanya spekulasi mengenai kebijakan the Fed, pasar keuangan domestik mendapatkan momentum untuk memperbaiki kinerjanya. Hal ini terlihat dari penurunan yield surat berharga negara (SBN) dan terjaganya volatilitas harga di pasar saham. IHSG mampu mencatat peningkatan sebagaimana terjadi di pasar reksadana meski menjelang akhir 2015 terindikasi adanya peningkatan risiko di pasar keuangan domestik. Selama triwulan IV-2015, yield SBN mengalami penurunan pada semua tenor. Penurunan ini terutama bersumber dari penguatan nilai tukar rupiah dan ekspektasi terhadap defisit neraca transaksi berjalan yang diperkirakan tidak melebihi 3% dari produk domestik bruto (PDB). Hal ini meningkatkan kepercayaan investor terhadap kinerja fiskal. Yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) menurun sebesar 69,76 bps, jangka menengah (6-10 tahun) menurun sebesar 83,94 bps, dan jangka panjang (11-30 tahun) menurun sebesar 87,13 bps dari triwulan sebelumnya (Grafik 2.27).
Meski menurun dari tahun sebelumnya, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan IV-2015 membaik seiring meredanya spekulasi terhadap kebijakan the Fed. Namun, peningkatan risiko pembalikan arus modal tetap perlu diwaspadai.
Sebaliknya, yield SBN mengalami peningkatan dibandingkan akhir 2014 (yoy). Yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) meningkat sebesar 90,06 bps, yield SBN jangka menengah (6-10 tahun) meningkat sebesar 98,92 bps, dan yield SBN jangka panjang (11-30 tahun) meningkat sebesar 57,91 bps. Penurunan yield SBN jangka menengah dan panjang pada triwulan IV-2015 sejalan dengan penurunan volatilitas pergerakan yield. Volatilitas yield SBN jangka menengah dan jangka panjang menurun masing-masing dari 19,55% menjadi sebesar 16,41% dan dari 16,15% menjadi sebesar 14,71% (Grafik 2.28). Meskipun yield menurun, volatilitas pergerakan yield pada SBN jangka pendek meningkat dari 15,71% pada triwulan sebelumnya menjadi 16,62%.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
33
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
40
35
25 20
15
Jangka Menengah
Jangka Panjang
30
Jangka Pendek
10 5 0
Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des
Grafik 2.27 Yield Obligasi Negara
Grafik 2.28 Volatilitas Yield 20 hari
Seiring dengan peningkatan kepercayaan investor asing, kepemilikan SBN oleh investor asing kembali mencatat inflow sebesar Rp25,67 triliun pada triwulan IV-2015, dari sebelumnya outflow sebesar Rp33,63 triliun pada triwulan III-2015 (Grafik 2.29). Pada triwulan laporan, kinerja pasar saham juga mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan IHSG sebesar 8,74% dari 4.223,91 pada akhir triwulan III-2015 menjadi 4.593,01 pada akhir triwulan IV-2015. Selama triwulan IV-2015, rata-rata perdagangan harian mencapai Rp5,66 triliun atau meningkat sebesar Rp0,95 triliun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp4,71 triliun. Dibandingkan triwulan IV-2014, rata-rata perdagangan harian triwulan IV-2015 menurun sebesar Rp59,87 miliar (Grafik 2.30).
Grafik 2.29 Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG
Grafik 2.30 Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG
Rata-rata volatilitas pasar saham sepanjang triwulan IV-2015 berada pada level 23,61%, meningkat dibandingkan triwulan III-2015 sebesar 23,55% (Grafik 2.31). Jika dibandingkan dengan triwulan IV-2014 yang mencapai 14,23%, volatilitas IHSG pada triwulan IV-2015 meningkat signifikan. Peningkatan ini disebabkan oleh tekanan eksternal yang mendorong outflow portofolio investor global ke aset-aset yang lebih aman dan berkualitas (flight to quality). Hal yang sama juga dialami oleh bursa lainnya di kawasan regional.
34
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Pada triwulan IV-2015, nilai kapitalisasi pasar saham Indonesia mencapai Rp4.796 triliun, meningkat sebesar Rp426 triliun (9,77%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan triwulan IV-2014, terjadi penurunan sebesar Rp368 triliun (-7,14%). Di skala regional, kinerja bursa saham negaranegara ASEAN sebagian besar juga mengalami penurunan (Tabel 2.3).
Sebagaimana pergerakan underlying assets di pasar saham dan obligasi, kinerja reksadana mengalami peningkatan. Nilai Aktiva Bersih Grafik 2.31 (NAB) reksadana meningkat sebesar 6,67% Perkembangan & Volatilitas IHSG dari triwulan sebelumnya menjadi Rp268,45 triliun. Jika dibandingkan dengan triwulan IV-2014, NAB reksadana triwulan IV-2015 tumbuh sebesar 11,13% (yoy). Perbaikan kinerja tersebut seiring dengan pertumbuhan produk reksadana dan unit penyertaan.
Tabel 2.3 Perkembangan Indeks Saham Regional
Pada triwulan IV-2015, jumlah produk reksadana mencatat peningkatan sebesar 6,59%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,04%. Meskipun demikian, peningkatan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2014 yang mencapai 7,07%. Sementara itu, unit penyertaan meningkat sebesar 2,91%, relatif lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,82% dan triwulan IV-2014 yang mencapai 8,88% (Grafik 2.32)
Grafik 2.32 Perkembangan Industri Reksadana
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
35
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Ditengah tetap kuatnya ketahanan industri perbankan Indonesia selama 2015, risiko kredit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya seiring perlambatan ekonomi dan penurunan harga komoditas.
2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan Selama 2015, ketahanan industri perbankan tetap terjaga. Hal ini didukung dengan permodalan yang kuat disertai terjaganya risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar. 2.7.2.1. Ketahanan Permodalan Industri Perbankan Pada triwulan IV-2015, ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat yang tercermin pada rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Rasio kecukupan modal industri perbankan tercatat sebesar 21,39%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2014 yang masing-masing tercatat sebesar 20,62% dan 19,50%. Rasio CAR ini telah sesuai dengan profil risiko masing-masing bank5 yang berasal dari pertumbuhan modal industri perbankan sebesar 4,85% dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan modal industri perbankan memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko di tengah kondisi masih melambatnya perekonomian. 2.7.2.2. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan Melambatnya perekonomian domestik pada triwulan IV-2015 diikuti dengan perlambatan pertumbuhan kredit industri perbankan. Pertumbuhan kredit pada triwulan IV-2015 tercatat sebesar 10,40% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III-2015 maupun triwulan IV-2014 yang masing-masing mencapai 11,10% (yoy) dan 11,60% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi oleh kredit modal kerja (KMK) dan kredit konsumsi (KK). KMK melambat dari 10,70% (yoy) pada triwulan III-2015 menjadi 9,00% (yoy). Sementara itu, KK melambat dari 10,1% (yoy) menjadi 9,1% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit ini sejalan dengan penurunan kinerja korporasi dan rumah tangga akibat melambatnya perekonomian domestik.
Risiko kredit industri perbankan menunjukkan penurunan meski tercatat pada level yang rendah yaitu sekitar 2%. Rasio Non Performing Loan (NPL) gross industri perbankan pada triwulan IV-2015 sedikit menurun dari 2,71% menjadi 2,49% (Grafik 2.33). Namun, rasio tersebut masih lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 2,16%. Untuk memitigasi risiko peningkatan NPL, salah satu langkah yang dilakukan industri perbankan adalah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit dan monitoring kredit bermasalah secara lebih ketat.
Grafik 2.33 Rasio Non-Performing Loan
Berdasarkan jenis penggunaan, penurunan risiko kredit terjadi pada semua jenis kredit (KMK, KI dan KK). Dibandingkan triwulan sebelumnya, rasio NPL gross KMK menurun dari 3,19% menjadi 2,99%. Sementara itu, rasio NPL gross KI turun dari 2,88% menjadi 2,61%, dan rasio NPL gross KK menurun dari 1,71% menjadi 1,50% (Grafik 2.34). Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi peningkatan rasio NPL gross pada KMK, KI, dan KK, masing-masing tercatat sebesar 2,49%, 2,35%, dan 1,41%. 5
36
Peraturan Bank Indonesia No.15/12/PBI/2013 tanggal 12 Desember 2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Berdasarkan sektor ekonomi, penurunan risiko kredit terjadi pada sektor perdagangan, industri, konstruksi, pertanian, jasa sosial, dan sektor lain-lain. Sementara itu, peningkatan rasio NPL gross terutama terjadi pada kredit untuk beberapa sektor antara lain sektor pengangkutan, jasa dunia usaha, pertambangan, dan listrik. (Grafik 2.35). Sumbangan terbesar terhadap peningkatan risiko kredit berasal dari sektor ekonomi pertambangan. Hal ini sejalan dengan penurunan harga komoditas.
Grafik 2.34 Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
Grafik 2.35 Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi
Untuk memitigasi risiko kredit ke depan, Bank Indonesia terus memantau perkembangan risiko kredit perbankan dan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) guna mengevaluasi ketahanan permodalan perbankan dalam menyerap potensi risiko melalui pelaksanaan stress test secara berkala. 2.7.2.3. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan Di tengah perlambatan ekonomi domestik, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan pada triwulan IV-2015 tumbuh melambat. DPK industri perbankan tumbuh sebesar 7,26% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III-2015 dan triwulan IV-2014 yang masingmasing tercatat sebesar 11,72% (yoy) dan 12,29% (yoy) (Grafik 2.36). Perlambatan pertumbuhan DPK perbankan terutama terjadi pada komponen giro. Giro tumbuh melambat menjadi 11,00% (yoy) pada triwulan IV-2015 dari 19,90% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Deposito juga tumbuh melambat menjadi 4,60% (yoy) dari 11,20% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, tabungan meningkat dari 6,40% (yoy) menjadi 8,70% (yoy).
Grafik 2.36 Pertumbuhan DPK (yoy)
Dari sisi pangsa DPK perbankan, pangsa tabungan meningkat dari sebesar 28,73% pada triwulan III-2015 menjadi 31,63% pada triwulan IV-2015. Sebaliknya pangsa giro dan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
37
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
deposito turun masing-masing menjadi 22,38% dan 45,99% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing sebesar 24,62% dan 46,65%. Kondisi likuiditas industri perbankan pada triwulan IV-2015 sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, namun meningkat dibandingkan triwulan IV-2014. Penurunan pada triwulan IV-2015 disebabkan oleh faktor musiman liburan Natal dan Tahun Baru ketika uang kartal keluar dari industri perbankan dan adanya penyesuaian pola keuangan pemerintah. Alat likuid secara total setelah dikurangi pemenuhan giro wajib minimum (GWM) menurun dari Rp875,91 triliun pada triwulan III-2015 menjadi Rp857,80 triliun pada triwulan laporan (Grafik 2.37). Selain itu, penurunan kondisi likuiditas ditunjukkan oleh penurunan rasio alat likuid (AL)6 terhadap non-core deposit (NCD)7 menjadi sebesar 93,44% dibandingkan triwulan sebelumnya dan triwulan IV-2014 yang tercatat sebesar 94,93% dan 99,83% (Grafik 2.38). Namun demikian, tingkat rasio AL/NCD yang berada jauh di atas ambang batas (threshold) (50%) tersebut menunjukkan risiko likuiditas perbankan masih terjaga.
Rp T
Komposisi Alat Likuid Perbankan
Rp T
2012 2013 2014 2015
Grafik 2.37 Komposisi Alat Likuid Perbankan
Grafik 2.38 Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD)
2.7.2.4. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar
Grafik 2.39 Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan 6 7
38
Selama triwulan IV-2015, perkembangan suku bunga simpanan relatif stabil. Sementara itu, suku bunga kredit perbankan berada dalam tren menurun sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi (Grafik 2.39). Rata-rata suku bunga kredit perbankan turun 8 bps dari 12,91% menjadi 12,83% pada triwulan IV-2015. Dari segmen kredit, rata-rata suku bunga KMK dan KI pada triwulan IV-2015 masing-masing turun sebesar 12 bps dan 8 bps dari triwulan III-2015 menjadi 12,48% dan 12,12%. Sementara itu, rata-rata suku bunga KK naik 3 bps dari triwulan sebelumnya menjadi 13,88%.
Alat Likuid terdiiri dari Kas, Penempatan pada BI, Giro Wajib Minimum, dan excess reserve. Non Core Deposit mencakup 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) pada triwulan laporan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan SBDK pada triwulan IV-2015 terjadi pada segmen kredit pemilikan rumah (KPR) dan non-KPR, sedangkan segmen Korporasi dan Ritel mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar masih terjadi pada segmen ritel yaitu sebesar 12,08% pada triwulan IV-2015 (Tabel 2.4). Tabel 2.4 Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%) Ritel KPR Korporasi Non-KPR
10,64 11,72 10,83 11,55
10,94 12,12 11,19 11,99
10,91 12,19 11,21 12,06
10,72 11,92 11,09 11,88
10,76 0,04 (0,14) 12,08 0,16 (0,11) 11,07 (0,02) (0,13) 11,82 (0,06) (0,24)
9,86 9,81 9,75 9,69 9,53 9,65 10,08 11,23 11,08 11,03 11,14 10,91 11,03 11,28 10,61 10,50 10,45 10,41 10,33 10,37 10,63 11,05 10,99 10,67 10,65 10,62 10,59 11,06
10,59 11,89 11,13 11,92
10,68 12,05 11,14 11,98
10,73 12,09 11,07 11,91
10,75 12,07 11,00 11,87
2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non Bank Selama triwulan IV-2015, pembiayaan ekonomi melalui Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) menurun dibandingkan dengan triwulan III-2015 dan triwulan IV-2014. Hal ini terlihat dari pembiayaan perusahaan pembiayaan yang menurun. Namun demikian, pembiayaan yang berasal dari pasar modal meningkat dibandingkan dengan triwulan III-2015, terlihat dari peningkatan jumlah emisi obligasi dan sukuk, IPO saham, dan right issue (Tabel 2.5). Tabel 2.5 Perkembangan Penyaluran Pembiayaan
Kinerja perusahaan pembiayaan melambat pada 2015, seiring menurunnya pembiayaan melalui IKNB dan perlambatan ekonomi Indonesia.
Selama triwulan IV-2015, kinerja industri asuransi sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 2.40). Total aset industri asuransi bertambah sebesar Rp38 triliun atau tumbuh sebesar 4,97% (qtq). Pada Desember 2015, total aset industri asuransi meningkat menjadi sebesar Rp803 triliun. Pertumbuhan itu terutama disebabkan oleh peningkatan kinerja pada produk-produk investasi yang ditempatkan antara lain dalam bentuk saham
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
39
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Grafik 2.40 Aset dan Investasi Industri Asuransi
Grafik 2.41 Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi
dan instrumen keuangan lainnya di pasar modal. Secara keseluruhan, portofolio investasi meningkat sebesar Rp32 triliun atau tumbuh 5,36% dari triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp641 triliun. Sementara itu, rasio klaim bruto terhadap premi bruto relatif stabil dari 69,54% pada triwulan III-2015 menjadi 68, 90% pada triwulan IV-2015 (Grafik 2.41). Pertumbuhan klaim bruto asuransi tercatat sebesar 37,17% (qtq), sedangkan premi bruto meningkat sebesar 38,45% (qtq). Kestabilan rasio itu mengindikasikan adanya efisiensi dalam industri asuransi dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap produk asuransi. Secara umum, kinerja perusahaan pembiayaan (PP) mengalami perlambatan (Grafik 2.42). Selama triwulan IV-2015, pembiayaan menurun sebesar 0,80% (yoy) atau sebesar Rp2,93 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang bertumbuh 5,22% (yoy) atau sebesar Rp18,17 triliun (triwulan IV-2014). Pada triwulan III2015, pembiayaan bertumbuh sebesar 0,43% (qtq) atau sebesar Rp1,6 miliar. Pada triwulan IV-2015, pembiayaan menurun sebesar 2,21%(qtq) atau sebesar Rp8,23 triliun. 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 -
342 302
444 430 426 425 420 417 401 370 370 371 366 366 363 348
Penurunan kinerja pembiayaan itu terutama disebabkan menurunnya daya beli masyarakat sebagai dampak dari perlambatan ekonomi yang sedang terjadi. Secara keseluruhan, total aset perusahaan pembiayaan menurun sebesar 4,18% (qtq) menjadi Rp426 triliun pada posisi akhir triwulan IV-2015.
Berdasarkan jenisnya, kinerja perusahaan pembiayaan masih didominasi oleh pembiayaan konsumen, diikuti sewa guna Des Des Sep Des Mar Jun Sep Des usaha masing-masing dengan pangsa sebesar Pembiayaan Aset 68,01% dan 29,01% dari total pembiayaan (Desember 2015) (Grafik 2.43). Pangsa Grafik 2.42 pembiayaan konsumen itu meningkat Perkembangan Perusahaan Pembiayaan dibandingkan triwulan III-2015 yang mencatat sebesar 66,28%. Sementara pangsa sewa guna usaha relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat sebesar 30,97%.
40
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Melambatnya pertumbuhan pembiayaan perusahaan pembiayaan dipengaruhi oleh menurunnya pembiayaan dalam bentuk sewa guna usaha sebesar 5,03% (yoy), lebih rendah dibandingkan penurunan pada triwulan III-2015 (0,25%). Penurunan tersebut disebabkan oleh berkurangnya permintaan leasing, terutama dari industri yang bergerak di bidang komoditas seiring penurunan harga komoditas global. Sementara itu, pembiayaan konsumen tetap tumbuh sebesar 0,51% (yoy) pada triwulan IV-2015 meski relatif menurun dibandingkan triwulan III-2015 yang mencapai 1,53% (yoy).
Grafik 2.43 Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha
Di tengah menurunnya kinerja pembiayaan, risiko kredit yang dihadapi oleh perusahaan pembiayaan juga mengalami penurunan. Hal itu tercermin dari Non Performing Financing (NPF) yang berada pada level 1,45%, menurun dibandingkan triwulan III-2015 (Grafik 2.44). Salah satu penyebabnya adalah menurunnya porsi pembiayaan yang memiliki kolektibilitas diragukan dan macet.
Grafik 2.44 Rasio Non Performing Financing
Grafik 2.45 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan
Selama triwulan IV-2015, sumber pendanaan perusahaan pembiayaan didominasi oleh pinjaman yang berasal dari dalam negeri, diikuti pinjaman luar negeri, surat berharga, dan modal dengan porsi masing-masing sebesar 39,84%, 31,01%, 17,59%, dan 11,56% dari total pendanaan. Porsi pendanaan dari dalam negeri sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu 37,94% namun sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 40,74%. Sementara itu, porsi pendanaan dari luar negeri menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu 34,69% dan triwulan IV-2014 sebesar 33,10% (Grafik 2.45). Pada posisi Desember 2015, terdapat 45 perusahaan pembiayaan yang memiliki ULN dengan total outstanding mencapai Rp107,21 triliun. Di antara 45 perusahaan tersebut, terdapat 6 (enam) perusahaan yang kepemilikannya terafiliasi dengan perbankan dengan porsi kepemilikan lebih dari 20%. Untuk memitigasi risiko nilai tukar, sebagian perusahaan pembiayaan telah melakukan lindung nilai (hedging) sehingga potensi risiko rambatan (contagion risk) terhadap Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
41
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
bank yang menjadi induknya relatif terbatas. Sementara itu, outstanding ULN keenam perusahaan tersebut tercatat mencapai Rp15,90 triliun dengan komposisi pembiayaan terdiri atas pembiayaan dalam Rupiah senilai Rp56,31 triliun dan pembiayaan dalam valuta asing senilai Rp2,74 triliun. Penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari ULN oleh perusahaan pembiayaan tidak terlepas dari suku bunga kredit di dalam negeri yang relatif tinggi. Selama triwulan IV-2015, lebih dari 45% dari seluruh bank di Indonesia yang menyalurkan pinjaman kepada perusahaan pembiayaan mengenakan suku bunga yang relatif lebih tinggi di atas 12%. Jumlah tersebut menurun dibandingkan triwulan III-2015 yang berada pada kisaran 47% (Grafik 2.46). Dari aspek efisiensi, kinerja perusahaan pembiayaan terus mengalami penurunan. Hal itu tercermin dari rasio biaya operasi dan pendapatan operasi (BOPO) yang meningkat menjadi 85,35% pada triwulan IV-2015 dari 82,62% pada triwulan IV-2014, dan 85,08% pada triwulan III-2015. Indikator profitabilitas perusahaan pembiayaan juga menurun sebagaimana tercermin dari ROA pada triwulan IV-2015 sebesar 3,32%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu 3,45% dan triwulan IV-2014 pada kisaran 3,83%. Sementara itu, ROE juga menurun menjadi sebesar 11,49% pada triwulan IV-2015 dibandingkan triwulan III-2015 sebesar 12,18%, dan triwulan IV-2014 sebesar 14,43% (Grafik 2.47).
Grafik 2.46 Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan
42
Kinerja sektor korporasi tumbuh melambat pada 2015, meskipun kredit ke sektor korporasi telah mulai tumbuh. Sementara itu, perbaikan kinerja sektor rumah tangga didorong optimisme terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang.
Grafik 2.47 Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan
2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi Kegiatan usaha pada triwulan IV-2015 tumbuh lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia menginformasikan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 3,02%, lebih rendah dari triwulan III-2015 yaitu sebesar 5,06%8 (Grafik 2.48).
8
Saldo Bersih Tertimbang adalah hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Perkembangan tersebut sejalan dengan pertumbuhan kredit pada sektor korporasi yang meningkat. Kredit sektor korporasi pada triwulan IV-2015 tumbuh sebesar 3,35% (qtq) dengan posisi nominal sebesar Rp2.096,37 triliun. Pertumbuhan itu meningkat dibandingkan periode triwulan III-2015 sebesar -2,00% (qtq). Walaupun demikian, tingkat rasio NPL pada triwulan IV-2015 masih relatif terjaga yaitu 2,51% atau di bawah 5% sebagai batasan NPL yang perlu diwaspadai.
Sementara itu, secara umum kinerja korporasi publik pada triwulan III-2015 mengalami Grafik 2.48 perlambatan dibandingkan dengan periode Kegiatan Dunia Usaha Tw IV-2015 yang sama tahun sebelumnya9 (Tabel 2.6). Hal ini tercermin dari indikator utama kinerja korporasi seperti return on asset (ROA), return on equity (ROE), dan inventory turn over yang memburuk. Di sisi lain, tingkat utang (debt to equity ratio) sedikit menurun yang mengindikasikan adanya penurunan jumlah utang korporasi. Tabel 2.6 Kinerja Korporasi Publik Tw III-2014 dan Tw III-2015
2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga Indonesia pada triwulan IV-2015 mengalami perbaikan. Hal ini ditunjukkan oleh menguatnya optimisme konsumen walaupun belum sekuat periode yang sama tahun sebelumnya. Menguatnya optimisme konsumen dikarenakan meningkatnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. Peningkatan ekspektasi konsumen itu terutama disebabkan oleh peningkatan ekspektasi penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha (Grafik 2.49).
9
(Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota)
121,0
119,1
107,5 106,7
103,5 94,0
2012 2013 2014 2015
Grafik 2.49 Survei Konsumen
Data yang tersedia masih berdasarkan triwulan III-2015.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
43
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit rumah tangga terutama untuk keperluan multiguna (41,30%) dan pemilikan perumahan (39,94%), kemudian diikuti oleh kredit kendaraan bermotor (13,16%), kredit lainnya (5,31%), kredit pemilikan peralatan rumah tangga (0,30%) (Grafik 2.50).
Kredit perbankan ke sektor rumah tangga pada triwulan IV-2015 mencapai Rp916,25 triliun atau tumbuh 10,03% (yoy). Pertumbuhan kredit tersebut menurun dibandingkan triwulan IV-2014 yaitu sebesar 21,03% (yoy).
Pertumbuhan kredit rumah tangga disertai dengan peningkatan risiko kredit sektor rumah tangga. Hal ini ditandai dengan meningkatnya rasio NPL gross dari 1,48% pada triwulan IV-2014 menjadi 1,55% pada triwulan IV-2015. Rasio NPL gross seluruh jenis penggunaan kredit sektor rumah tangga masih terkendali di bawah 5% dan di bawah NPL agregat sebesar 2,49%. Grafik 2.50 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya
2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kredit UMKM masih tumbuh melambat hingga akhir 2015 seiring perlambatan ekonomi, meskipun sejak pertengahan tahun telah menunjukkan indikasi peningkatan.
Pada triwulan IV-2015 baki debet kredit UMKM tercatat sebesar Rp790,5 triliun atau tumbuh 8,0% (yoy) dengan pangsa terhadap total kredit perbankan sebesar 19,3%. Pertumbuhan kredit UMKM tersebut melambat dibandingkan triwulan IV-2014 yang tercatat sebesar 15,1% (yoy), namun relatif stabil dibandingkan triwulan III-2015 yang sebesar 7,4% (yoy). Perlambatan disebabkan masih terjadinya penurunan permintaan kredit sebagai dampak dari perlambatan ekonomi domestik. Selain itu, adanya kecenderungan peningkatan NPL menyebabkan perbankan lebih selektif dan berhati-hati dalam penyaluran kredit serta lebih memfokuskan pada perbaikan Non Performing Loan (NPL).
Grafik 2.51 Pertumbuhan Kredit UMKM (%, yoy)
Berdasarkan klasifikasi usaha, perlambatan kredit UMKM terutama terjadi pada usaha mikro yang tumbuh sebesar 11,2% (yoy) dibandingkan triwulan III-2015 sebesar 16,0% (yoy) dan triwulan IV-2014 sebesar 33,4% (yoy). Sedangkan kredit UMKM pada usaha menengah mengalami peningkatan pada triwulan IV-2015 menjadi 7,6% (yoy) dibandingkan triwulan III-2015 sebesar 6,8% (yoy), meskipun melambat dibandingkan triwulan IV-2014 sebesar 17,6% (yoy). Di sisi lain, kredit UMKM pada usaha kecil masih menunjukkan peningkatan sebesar 6,4% (yoy) dibandingkan triwulan III-2015 sebesar 2,8% (yoy) dan triwulan IV-2014 sebesar 1,3% (yoy) (Grafik 2.51).
Perlambatan kredit UMKM terjadi hampir di seluruh sektor ekonomi, bahkan beberapa sektor mengalami penurunan yang signifikan. Perlambatan kredit UMKM pada triwulan IV-2015 terutama terjadi pada sektor industri pengolahan yang tumbuh sebesar 10,0%
44
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
(yoy) dibandingkan triwulan III-2015 sebesar 11,7% (yoy) dan triwulan IV-2014 sebesar 19,6% (yoy). Sedangkan sektor perdagangan besar dan eceran, serta pertanian dan kehutanan mengalami peningkatan pada triwulan IV-2015 masing-masing menjadi 11,6% (yoy) dan 12,0% (yoy) dibandingkan triwulan III-2015 sebesar 9,2% (yoy) dan 11,2%( yoy), namun melambat dibandingkan triwulan IV-2014 sebesar 12,3% (yoy) dan 17,0% (yoy). Sedangkan sektor lainnya yang mengalami penurunan pada triwulan IV-2015 diantaranya sektor pertambangan dan penggalian yang menurun menjadi -19,2% (yoy) dibandingkan triwulan III-2015 sebesar -3,3% (yoy) dan triwulan IV-2014 sebesar 19,6% (yoy). Sebagian besar kredit UMKM triwulan IV-2015 diserap oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan pangsa sekitar 52,2% terhadap total kredit UMKM. Secara spasial, penyaluran kredit UMKM masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (57,8%) yang merupakan pusat perekonomian nasional. Sekitar 48,6% dari total kredit UMKM merupakan kredit Usaha Menengah, diikuti oleh Usaha Kecil (29,1%) dan Usaha Mikro (22,3%). Apabila dilihat dari sisi penerima kredit, sekitar 85,1% dari total penerima kredit UMKM adalah Usaha Mikro. Pada triwulan IV-2015 NPL kredit UMKM sebesar 4,20%, membaik dari 4,76% pada triwulan III-2015, namun memburuk dibandingkan triwulan IV-2014 sebesar 3,97%. Membaiknya kinerja penyaluran kredit UMKM diindikasikan karena adanya upaya bank untuk melakukan restrukturisasi kredit. Namun demikian, secara umum kinerja kredit UMKM pada 2015 masih rendah, yang diantaranya disebabkan oleh kondisi UMKM yang masih mengalami penurunan serta terbatasnya kuantitas dan kompetensi SDM perbankan dalam melakukan asesmen dan monitoring penyaluran kredit UMKM. Menurut klasifikasi usaha, kinerja kredit UMKM secara umum mengalami peningkatan pada triwulan IV-2015, terutama kinerja usaha mikro dengan NPL sebesar 2,55% dibandingkan triwulan III-2015 sebesar 3,03% dan triwulan IV-2014 sebesar 3,33%. Demikian juga pada usaha kecil dan usaha menengah yang membaik pada triwulan IV-2015 dengan NPL sebesar 4,94% dan 4,52%, dibandingkan triwulan III-2015 sebesar 6,01% dan 4,78%, namun memburuk dibandingkan triwulan IV2014 sebesar 4,73% dan 3,79% (Grafik 2.52).
2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Grafik 2.52 NPL, Suku Bunga, BI Rate dan Inflasi (%)
Dengan berakhirnya program KUR sejak akhir tahun 2014, Komite Kebijakan KUR telah mengevaluasi penyaluran KUR. Pada 13 Agustus 2015, pemerintah mengeluarkan pedoman pelaksanaan penyaluran KUR baru melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) No. 6 Tahun 2015. Peraturan itu mengatur penyaluran KUR sebagai berikut:
Meski telah didukung kejelasan mekanisme penyaluran KUR, penyaluran KUR pada 2015 belum optimal sesuai target pemerintah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
45
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Pada 2015, pemerintah menetapkan target penyaluran KUR sebesar Rp30 triliun. Mengingat relatif singkatnya penyaluran KUR, pada Oktober 2015, pemerintah kembali mengubah pedoman pelaksanaan penyaluran KUR melalui penerbitan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) No. 8 Tahun 2015. Perubahan dimaksud di antaranya meliputi: a. Perluasan sektor usaha yang dibiayai, b. Perluasan calon debitur/penerima KUR, c. Perpanjangan jangka waktu pembiayaan, dan khusus pembiayaan sektor tanaman keras dapat dilakukan dengan jangka waktu sampai dengan 10 tahun, dan d. Penyesuaian mekanisme penyaluran KUR menjadi dapat dilakukan melalui mekanisme pola executing dan channeling. Pemerintah juga menambah bank pelaksana KUR. Sampai dengan triwulan IV-2015, penyaluran KUR telah mencapai Rp22,8 triliun10 atau 75,9% dari target 2015. Dalam mendukung pencapaian target penyaluran KUR pemerintah 2016 sebesar Rp100120 triliun, pada 30 Desember 2015 pemerintah mengeluarkan perubahan atas pedoman pelaksanaan penyaluran KUR melalui Permenko No. 13 Tahun 2015. Perubahan pelaksanaan penyaluran KUR (Tabel 2.7) mencakup: Tabel 2.7 Perubahan Pelaksanaan KUR
46
10
Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM, Desember 2015.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran Pada triwulan IV-2015 dan sepanjang 2015, penyelenggaraan sistem pembayaran berjalan semakin aman dan lancar. Hal itu seiring dengan pembaruan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, yang meliputi Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BISSSS) Generasi II serta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II. Secara umum, penyelenggaraan sistem pembayaran selama triwulan IV-2015 dan sepanjang tahun 2015 berjalan aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. Keandalan sistem pembayaran ikut berkontribusi menjaga stabilitas sistem keuangan dan perekonomian. Untuk menjaga komitmen dalam menjalankan fungsinya di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan kinerja sistem pembayaran, baik yang diselenggarakan Bank Indonesia maupun oleh industri. Kinerja sistem pembayaran tercermin pada tingkat keandalan dan ketersediaan (availability), serta pelaksanaan contingency plan sehingga layanan sistem pembayaran Bank Indonesia tetap tersedia dan mampu memproses transaksi Peserta. Keandalan infrastruktur sistem pembayaran Bank Indonesia tersebut dapat menjamin layanan transaksi sistem pembayaran nasional (Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI) yang mengalami peningkatan volume transaksi. Pada triwulan IV–2015, volume transaksi sistem pembayaran meningkat menjadi 33.111,40 ribu transaksi (7,39%) dibanding triwulan sebelumnya sebanyak 30.833,98 ribu transaksi. Sejalan dengan hal itu, nilai transaksi mengalami peningkatan sebesar 7,10% dari Rp36.787,26 triliun menjadi Rp39.400,60 triliun pada akhir periode laporan. Peningkatan volume transaksi yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia terjadi pada transaksi BI-SSSS dan SKNBI.
Transaksi pembayaran Indonesia pada 2015 ditopang sistem pembayaran Bank Indonesia dan industri yang aman dan lancar. Pertumbuhan transaksi sistem pembayaran didorong menguatnya keyakinan konsumen terhadap perekonomian.
Perkembangan volume dan nilai transaksi dari sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut (Tabel 2.8 dan 2.9): 1. Sistem BI-RTGS
Selama triwulan IV-2015, transaksi pada Sistem BI-RTGS mengalami penurunan, baik dari sisi volume maupun nilai dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara umum, penurunan yang terjadi pada transaksi melalui Sistem BI-RTGS antara lain disebabkan adanya kebijakan peningkatan batas minimal nilai transaksi melalui Sistem BI-RTGS menjadi di atas Rp500 juta, pasca implementasi Sistem BI-RTGS. Volume transaksi sistem pembayaran yang diselesaikan melalui Sistem BI-RTGS tercatat menurun sebesar 19,32% menjadi 2.371,24 ribu transaksi. Penurunan tersebut diikuti dengan penurunan nilai transaksi sebesar 1,02% menjadi Rp27.736,73 triliun pada triwulan IV2015. Penurunan pada volume dan nilai transaksi juga terjadi pada periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar 48,23% dan 16,06%.
2. BI-SSSS
Pada triwulan IV-2015, volume transaksi BI-SSSS tercatat meningkat sebesar 30,51% dibandingkan triwulan sebelumnya dan meningkat sebesar 5,86% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sehingga menjadi 51,91 ribu transaksi. Sementara itu, nilai transaksi juga menunjukkan peningkatan sebesar 33,36% dibandingkan triwulan sebelumnya dan sebesar 0,62% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sehingga menjadi Rp10.703,05 triliun. Peningkatan transaksi BI-SSSS baik dari sisi nilai maupun volume terutama disebabkan oleh meningkatnya transaksi operasi moneter.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
47
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
3. SKNBI
Volume dan nilai transaksi melalui SKNBI mengalami peningkatan sebesar 10,17% dan 29,96% pada triwulan IV-2015 dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga menjadi 30.688,25 ribu transaksi dan Rp960,83 triliun. Sementara itu, volume dan nilai transaksi melalui SKNBI pada periode laporan juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,36% dan 24,63%. Peningkatan volume dan nilai transaksi SKNBI disebabkan oleh meningkatnya transaksi kliring kredit dan implementasi kebijakan batas atas nominal transfer dana SKNBI11. Tabel 2.8 Volume Transaksi Pembayaran
11
48
Batas transaksi melalui SKNBI yang semula maksimal Rp500 juta menjadi tidak terbatas.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
Tabel 2.9 Nilai Transaksi Pembayaran
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Selain sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia, sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri juga berjalan lancar dan aman. Selama triwulan IV-2015 dan sepanjang 2015 tidak terdapat gangguan signifikan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran tersebut. Hal tersebut tidak terlepas dari efektivitas kebijakan dan pengawasan industri sistem pembayaran oleh Bank Indonesia. Transaksi sistem pembayaran ritel pada triwulan IV-2015, mencapai Rp5.275,1 triliun atau tumbuh sebesar 10,5% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp4.773,8 triliun. Sistem pembayaran ritel ini terdiri atas transaksi APMK, uang elektronik, transaksi melalui delivery channel (internet dan mobile payment), dan transaksi kliring transfer kredit SKNBI. Pertumbuhan transaksi sistem pembayaran ritel sejalan dengan menguatnya optimisme konsumen yang diindikasikan dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) per Desember 2015 sebesar 107,5, naik 3,8 poin dari bulan sebelumnya12. Sementara itu, selama 2015, transaksi sistem pembayaran retail mencapai Rp19.225,2 triliun atau tumbuh sebesar 8,9% (yoy) dari tahun sebelumnya sebesar Rp17.542,7 triliun. Dibandingkan dengan triwulan III-2015, transaksi APMK pada triwulan IV-2015 mencatat pertumbuhan sebesar 4,92% menjadi 1,28 miliar transaksi, sedangkan nilai transaksi meningkat sebesar 3,69% menjadi Rp1.369,46 triliun. Peningkatan volume dan nilai transaksi tersebut juga terjadi apabila dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar 11,33% dan 9,83%. Peningkatan nilai dan volume transaksi tersebut didominasi oleh penggunaan kartu ATM dan/atau kartu debet serta didorong oleh adanya peningkatan jumlah instrumen APMK. Pada triwulan IV-2015, terdapat penurunan jumlah instrumen uang elektronik akibat adanya penghapusan instrumen yang merupakan rekening dormant oleh Penerbit13. Sejalan dengan penurunan instrumen uang elektronik tersebut, volume dan nilai transaksi juga mencatat penurunan masing-masing sebesar 19,24% menjadi 139,5 juta transaksi dan 19,38% menjadi Rp1,34 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, transaksi uang elektronik pada triwulan IV-2015 menunjukkan peningkatan volume dan nilai transaksi masing-masing sebesar 100,55% dan 68,77% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut antara lain didorong oleh berbagai program yang diinisiasi Bank Indonesia seperti perluasan program Layanan Keuangan Digital (LKD), bertambahnya agen LKD, dan penggunaan uang elektronik di sektor transportasi. Di samping pengelolaan APMK dan uang elektronik, pada triwulan IV-2015, peningkatan juga terjadi pada volume dan nilai transaksi penyelenggaraan transfer dana bukan bank masing-masing sebesar 1,71 juta transaksi (42,39%) dan Rp3,64 triliun (27,85%) dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 2.10). Peningkatan volume dan nilai transaksi didominasi oleh transaksi pengiriman dalam negeri yang meningkat hingga 58,08% dan 45,53%. Volume transaksi transfer dana didominasi oleh transaksi pengiriman uang dalam negeri dengan pangsa sebesar 64,27% dari keseluruhan transaksi transfer dana. Sedangkan nilai transaksi didominasi oleh transaksi masuk dari luar negeri dengan porsi hingga 47,02% dari keseluruhan volume transaksi transfer dana. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, volume dan nilai transaksi penyelenggaraan transfer dana bukan bank menunjukkan penurunan masing-masing sebesar 2,15 juta (27,22%) dan Rp1,04 triliun (5,87%).
12 Survei Konsumen Desember 2015, Bank Indonesia. 13 Rekening dormant uang elektronik merupakan rekening uang elektronik yang sudah tidak aktif atau tidak bertransaksi selama jangka waktu tertentu.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
49
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Tabel 2.10 Transaksi Transfer Dana Triwulan IV-2015 Transaksi Transfer Dana
2014
2015
naik/(turun)
% naik/(turun)
Q-IV
Q-I
Q-II
Q-III
Q-IV
QtQ
YoY
QtQ
YoY
Di sisi lain, nilai transaksi jual/beli uang kertas asing (UKA) dan pembelian traveler’s cheque (TC) pada triwulan IV-2015 menurun sebesar Rp1,00 triliun atau 1,69% dibandingkan dengan triwulan III-2015. Penurunan ini didominasi oleh mata uang USD, SGD, dan AUD yang terjadi pada November 2015. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, nilai transaksi jual/beli uang kertas asing (UKA) dan pembelian TC menunjukkan peningkatan sebesar 1,63 triliun (2,88%) (Tabel 2.11). Tabel 2.11 Transaksi UKA-TC Triwulan IV-2015 2014
Transaksi UKA-TC
2015
naik/(turun)
% naik/(turun)
Q-IV
Q-I
Q-II
Q-III
Q-IV*
QtQ
YoY
QtQ
YoY
Sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia juga berperan dalam penerapan perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Hal tersebut tercermin dari peran aktif Bank Indonesia dalam mendorong industri sistem pembayaran agar menindaklanjuti pengaduan nasabah jasa sistem pembayaran. Selain itu, Bank Indonesia memfasilitasi pengaduan nasabah jasa sistem pembayaran yang diterima melalui telepon, surat, surat elektronik ataupun datang langsung ke kantor Bank Indonesia.
Bank Indonesia terus mendorong penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Hal itu tercermin dari peran Bank Indonesia dalam mendorong industri sistem pembayaran untuk menindaklanjuti pengaduan nasabah dan memfasilitasi pengaduan nasabah.
Selama triwulan IV-2015, Bank Indonesia menerima 384 pengaduan dan 2.557 permintaan informasi (Grafik 2.53). Jumlah
pengaduan meningkat 56 pengaduan (17%) dibandingkan dengan triwulan III-2015. Grafik 2.53 Permintaan informasi menurun signifikan Permintaan Informasi dan Pengaduan SP (74%) menjadi 7.415 permintaan. Penurunan itu disebabkan karena penurunan permintaan informasi kewajiban penggunaan rupiah yang sempat memuncak pada triwulan III-2015 pascapenerbitan Surat Edaran Bank Indonesia tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah14.
14 Surat Edaran Eksternal Bank Indonesia No. 17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 perihal Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
50
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Secara proporsi, pengaduan konsumen jasa sistem pembayaran ke Bank Indonesia pada triwulan IV-2015 didominasi oleh pengaduan terkait kartu kredit sebanyak 266 pengaduan (69%), diikuti oleh transfer dana sebanyak 50 pengaduan (13%), dan kartu ATM/debet sebanyak 37 pengaduan (10%) (Grafik 2.54). Untuk permintaan informasi, masih didominasi oleh permintaan informasi seputar kewajiban penggunaan rupiah dengan jumlah 2.673 permintaan (78%), diikuti oleh penyediaan dan/atau penyetoran uang sebanyak 349 permintaan (10%), dan transfer dana sebanyak 71 permintaan (2%) (Grafik 2.55).
Grafik 2.54 Pengaduan Konsumen SP ke BI Berdasarkan Instrumen
Grafik 2.55 Permintaan Informasi SP Berdasarkan Instrumen
Sejak 31 Maret 2015, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan Kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)15. Ketentuan ini mengatur antara lain penggunaan Rupiah dalam transaksi nontunai yang diimplementasikan per 1 Juli 2015. Dengan adanya kewajiban itu, transaksi nontunai dalam negeri yang semula menggunakan mata uang dolar AS mulai menurun. Transaksi valas antarpenduduk melalui bank devisa dalam negeri pada Desember 2015 turun 62,79% apabila dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Posisi tersebut jauh di bawah rata-rata sebelum implementasi kewajiban penggunaan Rupiah. Per Desember 2015, transaksi barang merupakan penyumbang terbesar transaksi valas nontunai dengan pangsa sebesar 61,1%. Bank Indonesia memandang positif penurunan penggunaan valas antar penduduk (Grafik 2.56). Alasannya, penurunan itu turut mendukung upaya pengelolaan permintaan valas dan stabilitas nilai tukar Rupiah secara keseluruhan.
15
Grafik 2.56 Transaksi Valas Nontunai Antar Penduduk
Peraturan Bank Indonesia No. 17/3/PBI/2015 tanggal 31 Maret 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Surat Edaran Eksternal Bank Indonesia No. 17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 perihal Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
51
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Peningkatan UYD pada triwulan IV-2015 didorong kebutuhan uang tunai pada periode natal dan liburan akhir 2015. Pada 2015, tingginya pertumbuhan UYD ditengah perlambatan ekonomi mengindikasikan masih besarnya peran uang kartal.
2.11. Perkembangan Pengedaran Uang Pada akhir triwulan IV-2015, uang yang diedarkan (UYD) mencapai Rp586,8 triliun, naik Rp68,5 triliun atau 13,2% (qtq) dibandingkan dengan akhir triwulan III-2015 sebesar Rp518,3 triliun. Hal ini disebabkan faktor musiman (seasonal factor) yaitu meningkatnya kebutuhan uang tunai pada periode Natal dan liburan akhir 2015 (Grafik 2.57). Secara tahunan, UYD tumbuh 11,0% dibandingkan akhir 2014 sebesar Rp528,5 triliun yang hanya tumbuh 5,7%. Tingginya pertumbuhan UYD pada akhir 2015 mencerminkan masih besarnya peran uang kartal dalam perekonomian nasional, meskipun pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari rasio UYD terhadap PDB yang mencapai 5,1% atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5,0% (Grafik 2.58).
Grafik 2.57 Uang Kartal yang Diedarkan (UYD)
Grafik 2.58 UYD/PDB dan Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan komponen UYD, uang kartal di masyarakat (currency outside banks/CoB) tercatat Rp469,5 triliun dengan pangsa 80,0%, dan persediaan kas di perbankan (cash in vault/CiV) sebesar Rp117,3 triliun dengan pangsa 20,0% dari total UYD (Tabel 2.12). Pangsa CiV meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 17,3%. Hal ini sebagai langkah antisipasi perbankan dalam menjaga ketersediaan uang tunai selama periode Natal dan libur akhir 2015. Tabel 2.12 Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Bank
Pangsa
Nominal (Triliun Rp)
Periode
Pertumbuhan qtq
Masyarakat
Bank
Jumlah
Masyarakat
Bank
Masyarakat
Bank
Peningkatan UYD selama triwulan IV-2015 juga tercermin dari aliran bersih uang Rupiah dari Bank Indonesia ke perbankan (net outflow) sebesar Rp67,3 triliun. Pada triwulan laporan, outflow tercatat sebesar Rp166,3 triliun, sedangkan inflow dari perbankan tercatat
52
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
sebesar Rp99,1 triliun. Pada 2015, jumlah outflow dan inflow tercatat masing-masing sebesar Rp566,3 triliun dan Rp509,8 triliun, atau terjadi net outflow sebesar Rp56,5 triliun. Dari inflow tersebut, Bank Indonesia memusnahkan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) sebesar Rp44,0 triliun, lebih tinggi 5,01% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp41,9 triliun (Tabel 2.13). Selama 2015, pemusnahan UTLE mencapai Rp160,3 triliun, naik sebesar 43,6% dari tahun sebelumnya. Jumlah tersebut terdiri atas uang kertas sebesar Rp160,2 triliun dan uang logam sebesar Rp19,5 miliar. Meningkatnya pemusnahan UTLE merupakan bagian dari upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas uang rupiah yang beredar di masyarakat (clean money policy). Tabel 2.13 Indikator Pengedaran Uang
Pada akhir triwulan IV-2015, persediaan uang Rupiah di Bank Indonesia tetap terjaga. Kondisi ini tercermin dari kemampuan Bank Indonesia menyediakan uang tunai untuk menjaga kebutuhan penarikan perbankan dan masyarakat dalam jangka waktu 4,6 bulan ke depan. Angka persediaan ini jauh di atas level minimum kecukupan penyediaan uang tunai dan lebih tinggi dibandingkan akhir tahun sebelumnya dengan jangka waktu 3,5 bulan ke depan.
140.000 120.000
25 Rp 100.000 Rp 50.000 Rp 20.000 kebawah Rasio per 1 juta lembar UYD
21
11
80.000 8
20 15
100.000 60.000
180.000 160.000
9
40.000
10 5
20.000 0
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
0
Jumlah temuan uang Rupiah palsu yang dilaporkan perbankan maupun masyarakat Grafik 2.59 ke Bank Indonesia, dan hasil penyidikan Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu Kepolisian selama triwulan IV-2015 sebanyak 47.082 lembar. Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan III-2015 dengan temuan uang Rupiah palsu sebanyak 55.773 lembar. Sepanjang 2015, jumlah temuan uang rupiah palsu sebanyak 313.467 lembar, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 122.091 lembar. Berdasarkan pecahannya, 95,8% dari temuan uang palsu berupa pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 (Grafik 2.59). Dengan perkembangan tersebut, rasio temuan uang palsu pada 2015 adalah 21 lembar per satu juta lembar UYD, meningkat dari 2014 sebesar 9 lembar per satu juta lembar UYD.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
53
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selama 2015, Bank Indonesia melanjutkan penguatan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Penguatan bauran kebijakan tersebut untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar dan stabilitas sistem keuangan dalam mendukung kesinambungan perekonomian. Dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, Bank Indonesia senantiasa meningkatkan koordinasi kebijakan dengan pemerintah agar proses penyesuaian ekonomi dapat berjalan baik. Selain itu, Bank Indonesia terus memperkuat ketahanan sistem keuangan secara menyeluruh dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta pemenuhan uang beredar.
RINGKASAN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA 2015 A. Bidang Moneter Kebijakan Bank Indonesia pada 2015 difokuskan pada upaya untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan dengan tetap memelihara momentum pertumbuhan ekonomi. Setelah turun sebesar 25 bps di Februari 2015, suku bunga kebijakan (BI Rate) dipertahankan tetap sebesar 7,50% hingga pengujung 2015. Kebijakan ini menjaga inflasi berada di kisaran sasaran yang ditetapkan yakni 4±1% pada 2015 dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat Dalam upaya penguatan kebijakan stabilisasi nilai tukar, Bank Indonesia menerbitkan Paket Kebijakan Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah 9 September 2015 dan 30 September 2015. Untuk memperkuat transmisi kebijakan moneter, Bank Indonesia menerbitkan kembali SBI tenor 9 bulan dan 12 bulan sebagai upaya memperpanjang durasi instrumen operasi pasar terbuka (OPT), sedangkan tenor SDBI disesuaikan menjadi 3 bulan dan 6 bulan. Instrumen operasi moneter juga diperkaya dengan menambah instrument pengelolan likuiditas perbankan syariah di PUAS melalui transaksi repo syariah. Bank Indonesia merelaksasi ketentuan derivatif valas untuk memberikan ruang gerak bagi perbankan dalam mengelola eksposur valuta asing sehingga mendukung pendalaman pasar valas domestik. Bank Indonesia menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) primer dalam Rupiah sebesar 50 bps menjadi 7,5%, guna memberikan ruang lebih bagi perbankan dalam meningkatkan pembiayaan untuk mendukung pemulihan ekonomi. Bank Indonesia menyempurnakan pengaturan Suku Bunga Penawaran Antar Bank (JIBOR) untuk meningkatkan kredibilitas JIBOR sebagai referensi oleh pelaku pasar. Penggunaan JIBOR meningkatkan efisiensi transaksi keuangan dan mendukung pendalaman pasar keuangan. B. Bidang Stabilitas Sistem Keuangan Dalam upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia mewajibkan perbankan untuk membentuk tambahan modal berupa Countercyclical Buffer (CCB) saat kondisi ekonomi sedang baik (boom period). Untuk menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan makroprudensial terhadap pengelolaan likuiditas valas beberapa bank. Hal ini sejalan dengan upaya Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan volatilitas nilai tukar Rupiah. Bank Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan mengenai kewajiban rasio Loan to Value atau rasio Financing to Value untuk kredit atau pembiayaan properti dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Guna memperkuat dan meningkatkan akuntabilitas sebagai otoritas makroprudensial, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan internal mengenai kerangka kebijakan makroprudensial. Dalam rangka pengembangan ekonomi syariah, Bank Indonesia mengadakan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF). Bank Indonesia melaksanakan pilot project pembiayaan pertanian bagi pelaku UMKM dengan skema pembiayaan rantai nilai atau value chain financing (VCF).
Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan tentang pemberian kredit/pembiayaan oleh bank umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan UMKM, antara lain penerapan insentif/disinsentif bagi bank umum untuk menyalurkan dananya minimum 20% kepada UMKM. Bank Indonesia juga menerbitkan pedoman pelaksanaan penelitian dan pedoman operasional aplikasi komoditas/produk/jenis usaha (KPJU) unggulan UMKM. Bank Indonesia menyelesaikan pengembangan Sistem Informasi Keuangan Inklusif (SIKI). Bank Indonesia terus memperluas layanan keuangan digital (LKD) dengan meningkatkan jumlah penyelenggara LKD dari semula sebanyak dua bank menjadi lima bank pada akhir 2015. Jumlah agen LKD mencapai 69.548 agen, tumbuh 253% (yoy) dari 2014 sebanyak 19.707 agen. Bank Indonesia telah mengembangkan 167 klaster yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu 104 klaster yang sudah ada (existing) dan 63 klaster baru. C. Bidang Sistem Pembayaran Mulai 16 November 2015, Bank Indonesia mengimplementasikan sistem setelmen dana (BI-RTGS), sistem setelmen surat berharga (BI-SSSS) Generasi kedua, sistem electronic trading platform (BI-ETP) Generasi II, serta SKNBI Generasi II, untuk mendukung penyediaan layanan sistem pembayaran yang andal, aman, dan efisien. Bank Indonesia mengembangkan penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk setelmen transaksi efek di pasar modal yang diimplementasikan pada 18 Juni 2015. Bank Indonesia menerbitkan ketentuan terkait penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal yang mencakup antara lain perluasan akses kepesertaan, penambahan jasa layanan, sentralisasi penyelenggaraan layanan kliring warkat debit, dan perlindungan nasabah peserta SKNBI. Dalam rangka mendukung elektronifikasi, Bank Indonesia menyelenggarakan Festival Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) dan menyusun roadmap maupun model bisnis dalam rangka pengembangan elektronifikasi pembayaran pemerintah daerah. Bank Indonesia menginisiasi pembentukan Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) untuk mendukung pengembangan dan penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia yang lancar, aman, efisien dan andal. Sebagai acuan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan kepada penyelenggara kegiatan APMK dan uang elektronik, Bank Indonesia menerbitkan Pedoman Teknis Pengawasan Penyelenggaraan APMK dan Uang Elektronik. Bank Indonesia menyusun 17 model dalam rangka pengembangan elektronifikasi pembayaran. Pada tahap awal, telah diidentifikasi kesiapan kementerian untuk implementasi transaksi pemerintahan nontunai. D. Bidang Pengelolaan Uang Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang. Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan telah menyepakati jumlah rencana cetak uang Rupiah untuk 2016 dan 2017. Bank Indonesia mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian RI untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana pemalsuan uang. Bank Indonesia berkoordinasi dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu dan melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai ciri keaslian uang Rupiah. Upaya untuk memenuhi kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup dan layak edar di seluruh pelosok Indonesia diimplementasikan antara lain dengan menambah tiga kas titipan yaitu di Dumai Tanjung Selor, dan Parepare. Secara total terdapat 35 lokasi kas titipan di berbagai wilayah Indonesia.
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1. Stabilitas Moneter Pada triwulan IV 2015, Bank Indonesia menilai bahwa stabilitas makroekonomi semakin baik sehingga terdapat ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter. Meskipun sudah mereda, risiko ketidakpastian di pasar keuangan global masih cukup tinggi. Menyikapi hal itu, Bank Indonesia tetap berhati-hati dalam menempuh langkah pelonggaran kebijakan moneter. Dalam kaitan ini, pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan GWM Primer diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi melalui peningkatan kapasitas pembiayaan perbankan. Selain itu, Bank Indonesia terus melanjutkan berbagai langkah untuk tetap mengawal stabilitas makroekonomi, menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, penguatan operasi moneter, penguatan cadangan devisa, pengelolaan arus modal, dan pendalaman pasar. Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dengan stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan yang tetap terjaga. Berbagai langkah strategis yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia hingga triwulan IV-2015 berdampak pada masih tetap terjaganya stabilitas moneter, sebagaimana tercermin pada indikator makroekonomi dan efektivitas kebijakan moneter berikut ini.
Indikator Kinerja Utama (IKU) 1. Inflasi inti Realisasi inflasi (IHK)
Target 4,0 ± 1% 4,0 ± 1%
Pencapaian 2015 3,95% 3,35%
Pada Desember 2015, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat sebesar 0,96% (mtm) atau 3,35% (yoy) terutama bersumber dari kelompok volatile food. Inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 3,53% (mtm) atau 4,84% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan historisnya (2,01%, mtm), didorong oleh kenaikan harga aneka cabai, bawang merah, dan daging ayam ras. Inflasi administered prices tercatat sebesar 0,86% (mtm) atau 0,39% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan historisnya (0,25%, mtm). Tingginya tekanan kelompok administered prices bulan ini disebabkan oleh implementasi kebijakan penyesuaian tarif listrik rumah tangga golongan 1.300VA-2.200VA sesuai keekonomiannya, inflasi rokok yang lebih tinggi dibandingkan historisnya, serta kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan musim liburan. Di sisi lain, tekanan inflasi inti cukup rendah yakni sebesar 0,23% (mtm) atau 3,95% (yoy) lebih rendah dibandingkan historisnya (0,51% mtm) terutama karena perekonomian domestik yang masih lemah, koreksi harga komoditas global, dan ekspektasi inflasi yang terkendali. Tekanan pada komoditas inti pada periode ini terutama bersumber dari kelompok non-traded, yaitu nasi dengan lauk dan tarif sewa rumah. 2. Persentase Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar Rp/USD
Angka Tertentu
11,16%
Pergerakan volatilitas nilai tukar Rupiah pada Tw IV masih dapat terjaga di bawah angka target volatilitas maksimal, walaupun meningkat menjadi 11,16% (Akhir November 10,96%) sejalan dengan tingginya tekanan terhadap nilai tukar. Namun demikian, upaya stabilisasi yang dilakukan BI ditengah tingginya tekanan terhadap rupiah mampu menjaga pergerakan nilai tukar rupiah sesuai kisaran fundamentalnya, salah satunya dilakukan dengan penguatan pengelolaan likuiditas. Rupiah mengalami penguatan ke level Rp13.787/USD (per 31 Desember 2015) jika dibandingkan dengan Tw III yang berada pada level Rp14.645/USD. 3. Jumlah jalur transmisi kebijakan moneter Efektif 3 Efektif 4 yang efektif dari 4 jalur dari 4 jalur Terkait dengan jalur transmisi kebijakan monter, terdapat 4 jalur transmisi yang diukur, yaitu jalur suku bunga, nilai tukar, ekspektasi, dan kredit. Dari keempat jalur tersebut di atas, terdapat 4 jalur transmisi yang efektif yaitu jalur suku bunga, nilai tukar, ekspektasi, dan kredit. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
57
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Respons kebijakan Bank Indonesia pada 2015 tetap diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju ke sasarannya, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan sistem keuangan, serta membawa defisit transaksi berjalan yang lebih sehat.
3.1.1. Kebijakan Moneter Di tengah berlanjutnya ketidakpastian global, kebijakan Bank Indonesia pada 2015 difokuskan pada upaya untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan dengan tetap memelihara momentum pertumbuhan ekonomi. Upaya tersebut dilakukan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Di bidang moneter, kebijakan secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Upaya itu dilakukan melalui kebijakan suku bunga yang didukung oleh kebijakan nilai tukar, penguatan cadangan devisa, pengelolaan arus modal, dan penguatan operasi moneter. Dalam menjaga stabilitas ekonomi, kebijakan moneter tetap memberi ruang bagi pemulihan ekonomi yang dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan gangguan pada stabilitas makro ekonomi. Selain itu, Bank Indonesia terus mengintensifkan koordinasi dengan pemerintah dalam rangka mengawal stabilitas makro ekonomi, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mempercepat reformasi struktural untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih sehat dan resilien. Beberapa kebijakan moneter yang diambil Bank Indonesia sepanjang 2015 adalah sebagai berikut: a. Pada triwulan I 2015, Bank Indonesia pada 17 Februari 2015 menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 7,5%, dengan suku bunga Deposit Facility turun 25 bps menjadi 5,5% dan Lending Facility tetap pada level 8,0%. Kebijakan itu untuk merespons penurunan ekspektasi inflasi pada Februari 2015. Bank Indonesia mengambil kebijakan tersebut dengan keyakinan bahwa inflasi akan tetap terkendali dan rendah sehingga berada di kisaran bawah sasaran 4±1% pada 2015 dan 2016. Kebijakan ini masih sejalan dengan upaya Bank Indonesia untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan pada tingkat yang lebih sehat. b. Selanjutnya, dalam upaya menjaga stabilitas makro ekonomi di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian di pasar keuangan global, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate sebesar 7,5% dari Maret 2015 sampai dengan Desember 2015, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,5% dan Lending Facility pada level 8,0% c. Di sisi nilai tukar, Bank Indonesia senantiasa mengupayakan agar kestabilan nilai tukar tetap terjaga dan sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia mengoptimalkan operasi moneter baik di pasar uang Rupiah maupun pasar Valuta Asing (valas). Sejalan dengan hal itu, pada 9 September 2015 dan 30 September 2015, Bank Indonesia telah menempuh kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah yang bersandar pada tiga pilar kebijakan, yaitu (i) menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, (ii) memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah, dan (iii) memperkuat pengelolaan pasokan dan permintaan valas. Berbagai kebijakan itu merupakan upaya Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, khususnya merespons tekanan yang bersumber dari devaluasi Yuan dan ketidakpastian waktu dan besaran kenaikan Fed Fund Rate (FFR). d. Stabilitas makro ekonomi yang semakin baik di tengah masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global mendorong Bank Indonesia tetap berhati-hati dalam menempuh langkah pelonggaran kebijakan moneter. Sejalan dengan hal tersebut, pada triwulan IV 2015, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17 November 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 7,5% dan menurunkan GWM Primer dalam Rupiah, dari sebelumnya 8,0% menjadi 7,5%, yang berlaku efektif sejak
58
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
tanggal 1 Desember 2015. Dalam kaitan ini, pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan GWM Primer diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan perbankan untuk mendukung kegiatan ekonomi yang mulai meningkat sejak triwulan III tahun 2015.
BOKS
BOKS
Akuntabilitas Pencapaian Inflasi 2015
Inflasi 2015 terkendali dan masuk dalam rentang sasaran inflasi 4+1%. Setelah dua tahun berturut-turut berada di atas sasaran, inflasi 2015 menurun tajam dan tercatat sebesar 3,35% (yoy) (Grafik 3.1). Tercapainya sasaran inflasi tahun ini merupakan hasil dari formulasi kebijakan yang tepat dan determinan inflasi yang kondusif. Kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah merespons secara terukur berbagai dinamika perekonomian dunia dan dalam negeri. Sementara itu, determinan inflasi, baik dari sisi global maupun domestik, juga mendukung terkendalinya harga-harga. Hal ini terlihat dari terjaganya inflasi inti dan minimalnya sumbangan inflasi kelompok administered prices (AP) maupun volatile food (VF) (Grafik 3.2). Inflasi 2015 yang terkendali dan rendah ini diharapkan dapat menjadi momentum pencapaian sasaran inflasi ke depan secara lebih berkesinambungan.
Grafik 3.1 Pencapaian Sasaran Inflasi
Grafik 3.2 Dekomposisi Sumbangan Inflasi 2008-2015
Terciptanya inflasi yang rendah didorong oleh rendahnya tekanan biaya input (costpush), permintaan (demand-pull) domestik yang masih belum kuat, dan terjaganya ekspektasi inflasi. Koreksi harga pangan global berimplikasi pada rendahnya kenaikan biaya input (cost-push) pada komoditas pangan domestik sehingga mendorong rendahnya tekanan inflasi volatile food (VF). Koreksi harga yang juga terjadi pada komoditas energi global turut mendorong minimalnya tekanan inflasi kelompok administered prices (AP). Adapun tekanan inflasi yang bersumber dari permintaan (demand-pull) domestik juga masih belum
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
59
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
kuat. Interaksi antara rendahnya tekanan cost-push, terbatasnya demand-pull, dan terjaganya ekspektasi inflasi pelaku usaha berimplikasi pada lebih rendahnya inflasi inti dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dinamika inflasi inti yang mencerminkan kondisi fundamental, interaksi antara permintaan dan penawaran, cukup terkendali sepanjang 2015. Inflasi inti tercatat sebesar 3,95% (yoy) lebih rendah dari 2014 sebesar 4,93% (yoy). Meskipun inflasi inti 2015 merupakan yang terendah sejak pertama kali dipublikasikan, tekanan inflasi inti awal tahun cukup besar, berkisar 5% (yoy) (diskusi lebih lanjut lihat Bab 6: Inflasi).16 Sumber tekanan inflasi inti pada periode tersebut merupakan dampak lanjutan kenaikan BBM tahun sebelumnya dan pelemahan nilai tukar. Ekspektasi inflasi yang tetap terkendali di tengah depresiasi nilai tukar Rupiah (exchange rate pass-through) berandil pada terjaganya dinamika inflasi inti sepanjang 2015. Inflasi inti yang melambat pada akhir 2015 merupakan refleksi belum kuatnya tekanan permintaan dan terbatasnya tekanan cost-push. Minimalnya tekanan inflasi administered price didorong implementasi kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif tenaga listrik (TTL) oleh pemerintah di tengah koreksi harga energi dunia.17 Realisasi inflasi administered price tercatat sebesar 0,39% (yoy), menurun tajam dibandingkan 2014 (17,57% yoy) dan lebih rendah dibandingkan historis lima tahun terakhir (9,01% yoy). Rendahnya tekanan kelompok administered price tersebut disebabkan oleh langkah pemerintah yang mengoreksi harga BBM cukup dalam pada awal 2015.18 Hal itu sejalan dengan harga minyak dunia yang menurun. Meskipun harga BBM sempat mengalami kenaikan pada Maret, kebijakan pemerintah dalam mengelola tarif angkutan mampu menekan gejolak dampak lanjutan kenaikan harga BBM.19 Lebih lanjut, implementasi penyesuaian TTL sesuai harga keekonomiannya turut menjaga tekanan inflasi administered price pada 2015. Penyesuaian tersebut seiring rendahnya harga minyak Indonesia Crude Price (ICP) dan terjaganya tingkat inflasi bulanan.20 Pada 2015, inflasi volatile food juga terkendali, bahkan lebih rendah dibandingan historis selama lima tahun terakhir. Kelompok volatile food tercatat mengalami 16 Komponen inflasi inti pertama kali dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Berita Resmi Statistik (BRS) pada Februari 2006. 17 Pemerintah mengimplementasikan kebijakan reformasi subsidi energi sejak awal tahun ini. Sejalan dengan kebijakan tersebut harga BBM dan TTL akan disesuaikan berdasarkan harga energi pembentuknya. Berdasarkan Permen ESDM No.4 Tahun 2015 yang diperbarui melalui Permen ESDM No.39 Tahun 2015, harga BBM antara lain didasarkan pada pergerakan harga minyak olahan dunia, nilai tukar Rupiah, serta biaya distribusi. Pemerintah tidak memberikan subsidi terhadap Premium RON 88, sementara Solar masih diberikan subsidi tetap sebesar Rp1000,-/liter. Lebih lanjut, berdasarkan Permen ESDM No.31 Tahun 2014, tarif listrik didasarkan pada pergerakan harga minyak ICP, nilai tukar Rupiah, dan tingkat inflasi bulanan. 18 Pada 1 Januari 2015, Pemerintah melakukan koreksi harga Premium RON 88 dan Solar masing-masing sebesar Rp900,-/liter dan Rp250,-/liter. Selanjutnya, Pemerintah kembali mengkoreksi harga Premium RON 88 dan Solar dan Solar pada 14 Januari 2015 masing-masing sebesar Rp1000,-/liter dan Rp850,-/liter. 19 Pada 1 Maret 2015, Pemerintah menaikan harga Premium RON 88 sebesar Rp500,-/liter. Selanjutnya Pemerintah kembali menaikan harga Premium RON 88 dan Solar masing-masing sebesar Rp500,-/liter pada 28 Maret 2015 . Untuk menjaga dampak lanjutan penyesuaian harga BBM terhadap tarif angkutan, Pemerintah mengesahkan Permenhub No.31 Tahun 2015 pada 10 Februari 2015. Dalam peraturan tersebut dipaparkan bahwa penyesuaian tarif angkutan diperbolehkan ketika penyesuaian harga energi menyebabkan perubahan biaya pokok angkutan sebesar 20%. Salah satu komponen pembentuk biaya pokok tarif angkutan adalah harga Solar. Komponen Solar berkontribusi sekitar 39% terhadap pembentukan biaya pokok angkutan. Sepanjang tahun 2015, kenaikan harga Solar tertinggi terjadi pada 28 Maret 2015. Pada saat itu, harga Solar meningkat dari Rp6400,-/liter menjadi Rp6900,-/liter atau meningkat sebesar 7,8% sehingga dampaknya terhadap perubahan biaya pokok angkutan kurang dari 20%. 20 Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.31 Tahun 2014, Tarif Tenaga Listrik (TTL) disesuaikan berdasarkan pergerakan harga minyak Indonesia Crude Price (ICP), nilai tukar, dan tingkat inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) bulanan. Ada pun golongan pelaggan listrik yang mengikuti formula tersebut adalah pelanggan rumah tangga (1300VA, 2200VA, 3500VA-6600VA), bisnis (6600VA-200 kVA, di atas 200 kVA), industri (di atas 200 kVA dan di atas 30.000), kantor pemerintah (6600VA-200 kVA, di atas 200 kVA), penerangan jalan, dan layanan khusus.
60
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
inflasi sebesar 4,84% (yoy), menurun tajam dibandingkan 2014 (10,88% yoy), dan historisnya lima tahun terakhir (9,90% yoy). Melambatnya inflasi volatile food terutama didorong oleh tingginya pasokan komoditas pangan strategis akibat panen raya di luar pola historisnya. Komoditas tersebut antara lain aneka cabai dan daging ayam ras. Terkendalinya inflasi kelompok makanan ini juga didukung oleh koreksi harga komoditas pangan global. Di samping hal tersebut, terbatasnya inflasi beras di tengah gangguan cuaca El Nino kuat juga turut menjaga tekanan pada kelompok ini. Hal ini tidak lepas dari langkah mitigasi yang dilakukan oleh Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).21 Respons kebijakan Bank Indonesia yang terukur dan tepat terhadap dinamika ekonomi berperan penting pada terkendalinya inflasi 2015. Kebijakan BI Rate yang dipertahankan 7,5% sejak akhir triwulan-I 2015 dan upaya stabilisasi nilai tukar Rupiah mampu menjaga ekspektasi inflasi pelaku usaha. Bahkan, ekspektasi inflasi tersebut tetap terjaga di tengah depresiasi Rupiah yang lebih besar dibandingkan tahun lalu.22 Terjaganya ekspektasi inflasi tercermin dari transmisi depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap inflasi (exchange rate pass-through) yang tidak terjadi secara berlebihan. Ekspektasi inflasi tidak terlalu bergejolak pada periode depresiasi. Hal ini mengindikasikan pelaku usaha melihat pelemahan nilai tukar tidak mencerminkan kondisi fundamental ekonomi.23 Berbagai respons kebijakan yang ditempuh mampu mendorong nilai tukar bergerak lebih stabil dan sempat menguat, Perkembangan positif tersebut berdampak pada menurunnya ekspektasi inflasi. Lebih lanjut, Bank Indonesia menurunkan tingkat rasio loan to value dan down payment kendaraan bermotor pada Mei 2015, serta tingkat Giro Wajib Minimum primer pada November 2015. Kebijakan tersebut dilakukan sebagai upaya mendorong pemulihan ekonomi domestik. Kebijakan pemerintah dan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan pemerintah juga berperan penting dalam menjaga stabilitas harga. Dari sisi pemerintah, kebijakan diarahkan untuk mengatasi tekanan inflasi yang bersumber dari keterbatasan pasokan, hambatan distribusi, dan distorsi pasar. Hal ini khususnya yang terkait dengan bahan pangan strategis dan energi. Terus berlanjutnya reformasi subsidi energi pada saat harga energi dunia rendah dan menurun merupakan elemen penting pada minimalnya tekanan inflasi kelompok AP. Secara keseluruhan, terjadi dua kali penurunan harga BBM dan enam kali penyesuaian ke bawah tarif listrik.24 Dalam rangka mendukung kecukupan pasokan domestik, pemerintah menempuh berbagai macam upaya. Hal itu dilakukan, antara lain melalui Program Upaya Peningkatan Khusus (Upsus) padi, jagung, kedelai, daging sapi, dan gula pasir; penguatan Cadangan Beras Pemerintah (CBP); serta deregulasi kebijakan impor
21 22 23 24
Penjelasan secara lebih komperhensif lihat sub-bab mengenai Inflasi. Depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada 2014 dan 2015 masing-masing sebesar 2,85% (Desember yoy) dan 10,28% (Desember yoy). Penjelasan secara lebih komperhensif lihat sub-bab mengenai Inflasi dan Boks Ekspektasi Inflasi. Tarif listik mengalami enam kali koreksi, yaitu di Februari, Maret, Agustus, September, Oktober, dan Desember.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
61
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
pangan.25 Untuk mengatasi hambatan distribusi, pemerintah pada 2015 mulai menjalankan program gerai maritim.26 Koordinasi pengendalian inflasi yang semakin baik antara pemerintah dan Bank Indonesia turut mendukung terjaganya stabilitas harga. Koordinasi tersebut dilakukan baik di tingkat pusat melalui forum Tim Pengendali Inflasi (TPI) maupun di tingkat daerah melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Koordinasi pengendalian inflasi pangan difokuskan pada upaya stabilisasi harga pada Ramadan dan mitigasi dampak El Nino. Sementara itu, koordinasi pengendalian harga energi difokuskan pada koordinasi waktu (timing), besaran, upaya pengendalian dampak lanjutan dari penyesuaian harga energi, serta komunikasi kebijakan kepada masyarakat. Di samping itu, upaya pengendalian inflasi dilakukan dalam bentuk penyusunan Roadmap Pengendalian Inflasi sebagai guidelines pengendalian inflasi nasional.27 25 Deregulasi kebijakan impor diterapkan untuk komoditas daging sapi, hortikultura, jagung, kedelai. 26 Gerai Maritim merupakan program kerjasama antara Kemendag-Kemenhub-Pelni-Aprindo untuk mengurangi disparitas harga antara Indonesia Barat dan Indonesia Timur, khususnya untuk barang kebutuhan pokok. Program tersebut dilaksanakan melalui penyediaan transportasi untuk mengirimkan bahan kebutuhan pokok dan subsidi biaya angkut ke wilayah Indonesia Timur dimana barang-barang tersebut akan dijual melalui Pemda/Perusahaan lokal yang ditunjuk dengan harga sesuai harga produsen. 27 Penjelasan secara lebih komperhensif lihat Boks Pengendalian Inflasi.
3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Untuk itu, Bank Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga yang didukung oleh kebijakan nilai tukar, penguatan cadangan devisa, pengelolaan arus modal, dan penguatan operasi moneter. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, Bank Indonesia melakukan intervensi bila diperlukan. Sebagai bagian dari sinergi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas makroekonomi, Bank Indonesia mengeluarkan dua paket kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah pada September 2015. Paket kebijakan tersebut merupakan bagian dari Paket Kebijakan Pemerintah I dan II yang dimaksudkan untuk mengantisipasi dampak krisis global dan perlambatan ekonomi domestik. Melalui paket kebijakan tersebut, Bank Indonesia berupaya agar nilai tukar tetap stabil sehingga mampu meningkatkan daya tahan perekonomian, termasuk sektor keuangan.
62
inflow variable rate tender fixed rate tender
pricing variable rate tender fixed rate tender pricing Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015 fixed rate tender
supply demand
inflow variable rate tender fixed rate tender pricing variable rate tender fixed rate tender pricing inflow fixed rate tender variable rate tender Foreign Exchange fixed rate tender
pricing Term Deposit variable rate tender fixed rate tender pricing rate tender fixed rate variable tender pricing
underlying rate
fixed tender
Foreign Exchange
Term Deposit variable rate tender fixed rate tender pricing
underlying
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
supply & demand
forward forward underlying forward threshold forwardunderlying
underlying forward holding period
supply & demand supply demand
forward forward underlying forward threshold forwardunderlying
underlying forward
holding period
Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Untuk itu, Bank
Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga yang didukung oleh kebijakan nilai tukar, penguatan cadangan devisa, pengelolaan arus modal, dan penguatan operasi moneter. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, Bank Indonesia
melakukan intervensi bila diperlukan yang berdampak pada pengurangan likuiditas di pasar uang rupiah dan posisi operasi moneter secara keseluruhan.
3.1.2.1. Pengelolaan Moneter Bank Indonesia mengelola moneter untuk menjaga pergerakan sasaran operasional kebijakan moneter. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan moneter dilakukan melalui pengelolaan likuiditas perbankan dalam bentuk operasi moneter (OM) yaitu operasi pasar terbuka (OPT) dan koridor suku bunga (standing facilities/SF). Lelang instrumen (OPT) dilakukan agar suku bunga yang terbentuk di pasar ditransmisikan ke suku bunga yang lebih panjang sesuai dengan sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia. Sementara itu, instrumen standing facilities(SF) dilakukan sebagai koridor untuk menjaga volatilitas suku bunga sasaran operasional, dalam bentuk lending facility (LF) dan deposit facility (DF). Dalam implementasinya, Bank Indonesia menerbitkan kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor 9 bulan dan 12 bulan sebagai upaya perpanjangan maturitas (maturity lengthening) instrumen OPT dan penyesuaian tenor Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) menjadi 3 dan 6 bulan. Perpanjangan maturitas tersebut dilakukan untuk menjaga kecukupan likuiditas perbankan.
Selama 2015, Bank Indonesia mengoptimalkan penggunaan instrumen operasi moneter guna menjaga kecukupan likuiditas perbankan dan kestabilan nilai tukar rupiah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
63
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Upaya peningkatan profil maturitas (durasi) instrumen moneter ke jangka yang lebih panjang diharapkan mampu mendorong kelebihan likuiditas perbankan agar sesuai dengan kebutuhannya. Secara tidak langsung, hal itu dapat mendorong penguatan kebijakan moneter. Pada akhir triwulan IV-2015, posisi rata-rata tertimbang (RRT) durasi sisa jatuh waktu instrumen OM meningkat menjadi sebesar 46 hari, dari triwulan sebelumnya berada pada posisi 43 hari (Grafik 3.3).
Pada periode sebelumnya, upaya untuk penguatan operasi moneter untuk lebih Grafik 3.3 meningkatkan efektivitas pengelolaan Rata-rata Tertimbang Durasi Jatuh Waktu Tw IV-2014 sd Tw IV-2015 likuiditas juga telah dilakukan Bank Indonesia. Pada triwulan I-2015, Bank Indonesia menerbitkan instrumen SDBI dengan tenor 9 bulan. Penerbitan SDBI dengan mempertimbangkan karakter SDBI yang dapat diperjualbelikan antar bank dan SDBI diyakini lebih resilien dibandingkan SBI. Di samping itu, untuk memperluas eligible collateral dalam instrumen OM, pada Januari 2015, Bank Indonesia melengkapi petunjuk pelaksanaan transaksi OPT terkait dengan pelaksanaan cross border collateral arrangement. Pada triwulan I-2015, Bank Indonesia juga melakukan penyempurnaan mekanisme suku bunga penawaran antar bank. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kompleksitas transaksi keuangan di Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Bank Indonesia juga menginisiasi instrumen Pasar Uang Antar Bank Syariah yakni transaksi repo syariah. Melalui pengaturan Repo Syariah ini, maka jenis transaksi yang dapat dilakukan oleh bank syariah bertambah, melengkapi instrumen syariah yang sudah tersedia sebelumnya, yaitu Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (SIMA) dan Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah (SiKA). Menjelang akhir 2015, posisi instrumen operasi moneter turun 12,6% dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi Rp210,76 triliun dan masih lebih rendah dari Rp313,44 triliun tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kebutuhan likuiditas oleh perbankan guna memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat menjelang hari raya Natal dan libur panjang tahun baru. Dilihat dari jenis instrumennya, penurunan itu disebabkan oleh turunnya posisi penempatan dana bank pada SDBI, SBI/SBIS, dan Reverse Repo-Surat Berharga Negara (RR-SBN). Dalam periode tersebut, SDBI turun sebesar 23,4% menjadi Rp 38,6 triliun, SBI/SBIS turun 17,3% menjadi Rp41,6 triliun, dan RR-SBN turun 91,4% menjadi Rp5,8 triliun. Sementara itu, Deposit Facility-Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (DF-Fasbis) dan Foreign Exchange (FX) Swap meningkat masing-masing sebesar 1,2% dan 51,7%. Dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, posisi instrumen operasi moneter akhir triwulan IV-2015 juga menunjukkan penurunan yakni sebesar 32,8%. Penurunan likuiditas perbankan ikut mendorong penurunan posisi DF-Fasbis, SDBI, SBI/SBIS, dan RR-SBN masing-masing sebesar 6,8%, 60,2%, 59,4% dan 93,6%. Sementara itu, Foreign Exchange (FX) Swap mengalami kenaikan sebesar 4,7% (Grafik 3.4) Suku bunga instrumen operasi moneter jangka pendek (sampai dengan 2 bulan) dan tenor 3 bulan sampai dengan 9 bulan cenderung mengalami kenaikan sejak triwulan IV-2014 (Grafik 3.5). Meningkatnya suku bunga tersebut sejalan dengan strategi penguatan
64
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Grafik 3.4 Perkembangan Outstanding Instrumen Operasi Moneter
Grafik 3.5 Perkembangan suku bunga Instrumen Operasi Moneter
pengelolaan likuiditas rupiah dengan mendorong penempatan likuiditas perbankan pada instrumen operasi moneter tenor jangka panjang. Strategi perpanjangan profil maturitas yang dilakukan Bank Indonesia menunjukkan hasil yang positif sebagaimana tercermin dari tren peningkatan profil maturitas sejak triwulan III-2015 (Grafik 3.6). Berdasarkan komposisinya, instrumen operasi moneter pada akhir triwulan IV-2015 masih 100% 11% 18% 15% didominasi oleh penempatan pada standing 19% 18% 21% 19% 90% 33% facilities, yaitu Deposit Facility dan Fasilitas 80% 9% 26% 18% 27% 18% 16% 19% 70% Simpanan Bank Indonesia Syariah (Fasbis) 2% 6% 24% 60% 6% 15% 14% 14% 6% 20% sebesar 37% dari total posisi operasi moneter. 50% 28% 18% 13% 40% 30% Sementara itu, proporsi SDBI, FX Swap, SBI/ 19% 18% 15% 19% 30% SBIS, dan RR SBN masing-masing sebesar 14%, 20% 31% 34% 24% 30% 31% 32% 37% 33%, 13% dan 2%. Rendahnya posisi RR SBN 10% 25% 0% pada akhir 2015 disebabkan tidak dibukanya Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV lelang RR SBN untuk menjaga kecukupan FX Swap Repo RR SBN SDBI likuiditas jangka pendek perbankan. SBI/S LF/S DF/S Kebutuhan likuiditas perbankan itu terutama dipengaruhi oleh penarikan uang kartal akibat Grafik 3.6 Komposisi OM Tw I-2014 sd Tw IV-2015 libur panjang menjelang akhir tahun dan adanya transaksi pemerintah28. Kondisi itu mendorong suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sedikit meningkat dibandingkan rata-rata hariannya29. Pada akhir 2015, Bank Indonesia mengoptimalkan penggunaan instrumen moneter guna menjaga kecukupan likuiditas perbankan melalui optimalisasi penggunaan instrumen SDBI, SBI/S, dan RR SBN secara lebih fleksibel. Optimalisasi instrumen kontraksi itu dilakukan dengan mengatur frekuensi penyerapan dan secara temporer hanya membuka operasi pasar terbuka tenor jangka pendek, sehingga kebutuhan likuiditas perbankan yang meningkat di akhir tahun 2015 dapat terpenuhi. Bahkan untuk lelang RR SBN, Bank Indonesia tidak melaksanakan lelang selama 28-31 Desember 2015. Paralel dengan hal tersebut, Bank 28 29
Percepatan penarikan pajak oleh pemerintah dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Rata- rata suku bunga PUAB O/N dan PUAB Total selama 2015 masing-masing sebesar 5,84% dan 5,99%.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
65
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Indonesia melakukan OPT ekspansi dalam bentuk term repo dan mengintensifkan transaksi FX swap terutama untuk bank-bank yang memiliki ekses likuiditas valas (Grafik 3.6). 3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar Sinergi kebijakan stabilisasi ekonomi yang ditempuh pemerintah dan Bank Indonesia mampu meminimalisir dampak tekanan eksternal terhadap nilai tukar Rupiah.
Untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia dan Pemerintah memperkuat sinergi kebijakan moneter dan reformasi struktural. Sinergi tersebut dilakukan melalui implementasi kebijakan moneter yang berhati-hati, berbagai langkah stabilisasi nilai tukar, penguatan struktur pasar valas domestik, dan rangkaian paket kebijakan ekonomi. Kebijakan pengelolaan nilai tukar Bank Indonesia bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Selama triwulan IV-2015 dan keseluruhan tahun 2015, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya untuk menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran valas di pasar agar nilai tukar rupiah bergerak sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia. Bank Indonesia berupaya menjaga stabilitas nilai tukar melalui pelaksanaan intervensi valas secara terukur dan memperhatikan kecukupan cadangan devisa. Selain itu, Bank Indonesia melakukan penguatan strategi operasi moneter dalam mengelola likuiditas di sistem perbankan guna mencapai sasaran operasional kebijakan moneter sekaligus mengelola ekspektasi pelaku pasar. Pada triwulan IV-2015, rupiah secara rata-rata menguat 0,75% (qtq) ke level Rp13.770 per dolar AS. Secara point-to-point, rupiah mengalami apresiasi sebesar 6,27% ke level Rp13.785 per dolar AS. Dari sisi eksternal, penguatan terhadap Rupiah selama triwulan IV-2015 terkait dengan meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global, sejalan dengan hasil FOMC September 2015 yang sempat dovish, kenaikan FFR pada 17 Desember 2015 yang telah diantisipasi pasar dan pernyataan the Fed paska kenaikan FFR bahwa normalisasi akan dilakukan secara gradual dan terbatas. Di sisi domestik, membaiknya optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia, seiring dengan rangkaian paket kebijakan pemerintah dan paket stabilisasi nilai tukar yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, juga mendorong penguatan Rupiah. Faktor-faktor positif tersebut mendorong meningkatnya aliran modal masuk asing, khususnya ke pasar surat berharga negara, yang selanjutnya mendorong penguatan Rupiah. Sementara itu, beberapa mata uang juga mengalami penguatan setelah sempat menjadi worst performer currencies pada periode sebelumnya. Beberapa mata uang itu antara lain Turkish Lira (3,24 %), Ringgit Malaysia (2,52%), Brazilian Real (1,16%), Singapore Dollar (0,99%), Thai Baht (0,96 %), dan Korean Won (0,32 %). Di sisi lain, mata uang yang mengalami depresiasi terburuk selama triwulan IV antara lain, Argentine Peso (-27,10 %), S.Africa Rand (-11,66 %), dan Russia Ruble (-10,75%). Beberapa mata uang negara Asia juga mengalami pelemahan terburuk yaitu, China Renmimbi (-2,10%), Indian Rupee (-0,97%), Phillipine Peso (-0,96%), Taiwan Dollar (-0,09%), dan Hong Kong Dollar (-0,01%) (Grafik 3.7).
66
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
Grafik 3.7 Komposisi OM Tw I-2014 sd Tw IV-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Untuk mendukung pengelolaan nilai tukar, Bank Indonesia juga mendorong penggunaan transaksi lindung nilai. Bank Indonesia memfasilitasi perusahaan BUMN dalam menggunakan fasilitas lindung nilai yang disediakan oleh bank BUMN. Lebih lanjut, pada triwulan II-2015 Bank Indonesia merelaksasi ketentuan derivatif valas melalui penyempurnaan ketentuan kewajiban menjaga Posisi Devisa Neto (PDN) Bank Umum, penyempurnaan pengaturan transaksi Cross Currency Swap, perluasan cakupan underlying transaksi valas, dan penghapusan persyaratan tenor pembelian valas oleh pihak asing 3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah pada triwulan IV-2015 difokuskan pada upaya pengendalian inflasi daerah dan pengembangan ekonomi daerah. Koordinasi pengendalian inflasi yang dilakukan Bank Indonesia melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID berupa finalisasi Roadmap Pengendalian Inflasi tahun 2015-2018. Roadmap ditandatangani oleh pejabat eselon I anggota TPI dan Pokjanas TPID pada November 2015 dan dibahas dalam High Level Meeting (HLM) TPI dan Pokjanas TPID pada Desember 2015. HLM tersebut merupakan forum tertinggi yang melakukan evaluasi pencapaian sasaran inflasi 2015 serta pelaksanaan tugas TPI dan Pokjanas TPID selama tahun 2015. Selain itu forum juga membahas outlook dan risiko inflasi tahun 2016, respons kebijakan pengendalian inflasi yang diperlukan serta penyusunan program kerja TPI dan Pokjanas TPID tahun 2016. Beberapa kesepakatan dalam HLM adalah sebagai berikut: 1. Mengimplementasikan Roadmap Pengendalian Inflasi sebagai acuan dalam program TPI dan TPID.
Bank Indonesia dan pemerintah mengimplementasikan berbagai langkah prioritas selama 2015 dalam memperkuat sinergi pengendalian inflasi dan pengembangan ekonomi di tingkat pusat dan daerah.
2. Mengaktifkan sekretariat pengendalian inflasi yang berkedudukan di Kementerian Koordinator Perekonomian untuk mempermudah Koordinasi Pusat dan Daerah yang membutuhkan dukungan Pemerintah Pusat. 3. Melibatkan KPPU dan penegak hukum untuk mengatasi permasalahan struktur pasar komoditas pangan. 4. Menyelenggarakan Rakornas VII TPID Tahun 2016 pada bulan Agustus 2016, setelah penetapan Kepala Daerah baru untuk mendapatkan komitmen dari Kepala Daerah dalam upaya stabilisasi harga. 5. Melakukan extra effort dalam pengendalian inflasi komoditas pangan sebagai antisipasi risiko inflasi administered prices tahun 2016. 6. Memperkuat bauran kebijakan Bank Indonesia untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya pencapaian target inflasi 2016. Guna menindaklanjuti arahan Presiden RI pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) VI Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), dilakukan koordinasi pengendalian inflasi daerah melalui Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah (Rakorpusda). Sepanjang November 2015, Bank Indonesia bersama dengan Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Dalam Negeri melalui Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID menyelenggarakan Rakorpusda TPID di empat wilayah yakni di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Selain untuk memantau tindak lanjut arahan Presiden RI pada Rakornas VI TPID, Rakorpusda TPID juga membahas isu-isu terkait pengendalian inflasi di berbagai daerah dan memerlukan perhatian oleh Pemerintah pusat. Dari penyelenggaraan Rakorpusda di ke-empat wilayah tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Pokjanas TPID, yakni:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
67
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
1) Penguatan kelembagaan TPID Seiring dengan perkembangan jumlah TPID yang cukup signifikan, diperlukan penguatan koordinasi untuk menyelaraskan program dan kebijakan antar daerah. Hingga akhir 2015, telah dibentuk TPID di 442 daerah, yang terdiri dari 34 TPID provinsi dan 408 TPID kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Jumlah ini meningkat dibandingkan akhir 2014 sebesar 396 TPID. Melalui TPID telah digagas berbagai inovasi program dan langkah kebijakan guna menjaga stabilitas harga di daerah. Kegiatan difokuskan pada upaya menjaga ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, keterjangkauan harga pangan, dan komunikasi yang intensif. Lebih lanjut, penguatan aspek kelembagaan TPID terutama untuk memberikan payung hukum yang lebih kuat bagi operasionalisasi dan pembiayaan TPID. 2) Penguatan data indikator daerah
Beberapa daerah yang bukan merupakan sampel penghitungan inflasi IHK nasional memerlukan indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran inflasi. Untuk meningkatkan ketersediaan indikator keberhasilan pengendalian harga-harga di daerah, akan dijajaki kemungkinan kerja sama dengan BPS. Dalam hal belum adanya indikator inflasi tersebut, TPID di kabupaten/kota akan melakukan pantauan harga pangan secara harian.
3) Implementasi roadmap pengendalian inflasi
Menindaklanjuti arahan Presiden RI dalam Rakornas VI TPID, pada akhir 2015 telah dirumuskan roadmap pengendalian inflasi daerah. Roadmap tersebut diharapkan dapat menjadi acuan dalam perumusan program kerja Pemerintah Daerah. Ke depan, roadmap tersebut perlu disepakati bersama dan terintegrasi dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), terutama dalam rangka pengendalian inflasi pangan (volatile food).
Selain koordinasi terkait pengendalian inflasi, pada triwulan IV-2015 Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan Pemerintah di tingkat pusat dan daerah dalam mendukung pengembangan ekonomi daerah. Menghadapi perkembangan harga komoditas yang menurun dan permintaan dunia yang melemah, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak lagi dapat mengandalkan ekspor komoditas primer. Penguatan sektor industri dan pariwisata dapat menjadi alternatif solusi namun masih menghadapi sejumlah permasalahan struktural, termasuk infrastruktur logistik dan transportasi. Pembahasan terkait isu agenda prioritas pembangunan infrastruktur dan pariwisata dilakukan secara mendalam melalui Rapat Koordinasi antara BI, Pemerintah Pusat dan Daerah di Yogyakarta pada November 2015. Secara lebih spesik, pada Rakor tersebut juga dibahas langkah-langkah konkrit yang diperlukan untuk percepatan pembangunan infrastruktur di Provinsi DI Yogyakarta, khususnya pembangunan bandara baru dan jalur lintas Selatan. Beberapa kesepakatan yang dihasilkan dari Rakor tersebut yakni: 1. Mendorong pengembangan industri yang terintegrasi dalam rantai pasok domestik dan global disertai penataan strategi pengembangan daya saing industri. a.l. melalui percepatan pembangunan infrastruktur logistik dan energi, fasilitasi fiskal, iklim investasi dan akses pembiayaan untuk penguatan struktur industri, pengembangan kawasan industri, penyiapan rencana akses offensive dan defensive untuk produkproduk unggulan, serta penyiapan tenaga kerja industri yang kompeten. 2. Terkait dengan percepatan pembangunan logistik, pemerintah berkomitmen untuk menuntaskan penyelesaian pembangunan akses jalan tol Semarang – Solo, pengaktifkan kembali jalur kereta api menuju Pelabuhan Tanjung Mas, dan
68
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
mempercepat penyelesaian pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarto. Pemerintah akan menyempurnakan regulasi terkait pemanfaatan lahan yang dimiliki instansi pemerintah untuk kepentingan pembangunan infrastruktur. 3. Untuk pengembangan kawasan industri, pemerintah akan mengoptimalkan pengembangan kawasan industri di Jawa Tengah yakni di Kendal, Demak, Boyolali, Sukoharjo, dan Karang Anyar. Khusus di wilayah DKI Jakarta, Pemerintah Daerah akan menata kembali pengembangan industri dengan mengalihkan industri berat ke luar daerah Jakarta guna mendorong pusat pertumbuhan ekonomi baru. 4. Mempercepat pengembangan pariwisata yang diprioritaskan pada 10 destinasi prioritas, termasuk pengembangan wisata “Great Jawa” yang terdiri dari “Great Jakarta”, “Great Bandung”, “Great Yogyakarta-Jateng”, dan “Great Surabaya”. Berbagai program akan dilaksanakan untuk pengembangan destinasi pariwisata, peningkatan wisatawan nusantara dan mancanegara, serta kelembagaan. 5. Mempercepat pembangunan infrastruktur yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing industri dan akses terhadap destinasi pariwisata, terutama jalan, pelabuhan dan bandara. Dalam hal ini, prioritas diberikan pada pengembangan infrastruktur untuk mendukung kawasan industri dan destinasi pariwisata strategis, termasuk peningkatan kapasitas bandara dan/atau pembangunan bandara baru yang saat ini sudah tidak lagi memadai sebagai pintu masuk atau hub pariwisata nasional. 6. Pemerintah memberikan perhatian khusus pada langkah-langkah yang diperlukan untuk mempercepat pembangunan Bandara Kulonprogo dan akses transportasi pendukungnya. Transportasi pendukung tersebut meliputi akses jalan dan kereta api dari Yogyakarta ke Kulonprogo. Selain itu, pemerintah akan mempercepat proses pembebasan lahan untuk pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS). Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah Daerah berkomitmen untuk mendukung proses penyediaan lahan dan kemudahan perizinan, serta memperkuat sinergi antara pusatdaerah maupun antar daerah. 7. Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Selain itu, untuk mendukung agenda prioritas pengembangan industri dan pariwisata nasional Bank Indonesia akan mendorong pengembangan pemanfaatan transaksi nontunai guna mendukung peningkatan efisiensi transaksi, pengembangan klaster industri UMKM melalui penguatan kapasitas terhadap akses pembiayaan, serta penyediaan berbagai kajian, informasi, dan data. 3.1.3.1. Pengendalian Inflasi dan Pengembangan Ekonomi di tingkat Regional Regional Kawasan Indonesia Timur (KIT) Karakteristik inflasi Kawasan Indonesia Timur (KIT) lebih banyak dipicu oleh terganggunya sisi pasokan, khususnya kelompok bahan makanan. Kondisi tersebut menjadi semakin kompleks dengan adanya potensi gejolak harga administered prices. Untuk itu, diperlukan koordinasi yang terintegrasi dan berkesinambungan dalam mengambil langkah antisipatif sehingga dampak inflasi dapat ditekan. Untuk mengatasi permasalahan ketersediaan pangan dan menjaga fluktuasi harga administered prices, TPID di masing-masing provinsi telah berupaya untuk menstabilkan harga melalui program peningkatan produksi pangan hingga koordinasi dan pemantauan dengan stakeholders dan pihak berwenang. Secara umum, rencana kerja TPID terkait pangan dan administered prices yang telah diimplementasikan adalah sebagai berikut:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
69
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Gambar 3.1 Rencana Kerja TPID
TPID juga menyusun roadmap pengendalian inflasi guna mengkoordinasikan pengendalian harga. Dalam setiap roadmap, TPID mengidentifikasi komoditas-komoditas yang memiliki bobot besar dalam struktur keranjang inflasi daerah. Identifikasi juga dilakukan terhadap komoditas yang memiliki frekuensi tinggi sebagai penyumbang inflasi bulanan. Selanjutnya, TPID memetakan dan mencari komoditas yang berbobot tinggi dan sering menjadi penyumbang inflasi terbesar. Khusus untuk Kawasan Indonesia Timur, pada aspek harga pangan, TPID mengidentifikasi beras, aneka cabai, ikan tangkap, daging ayam ras, dan bawang merah merupakan komoditas strategis yang perlu mendapat perhatian dalam program pengendalian harga. Selanjutnya, TPID mengidentifikasi sejumlah tantangan dalam pengendalian harga setiap komoditas, baik tantangan jangka pendek maupun struktural. TPID juga merumuskan peran pemerintah pusat yang diperlukan dalam mendukung roadmap pengendalian inflasi di daerah (Gambar 3.2).
Gambar 3.2 Alur Kerja Roadmap Pengendalian Inflasi Daerah
70
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sepanjang 2015, inflasi pangan di Kawasan Indonesia Timur relatif terkendali. Terdapat tiga hal yang dinilai memegang peran penting dalam pengendalian inflasi. Pertama, tidak adanya gejolak administered prices yang dapat memengaruhi perkembangan harga pangan. Kedua, pentingnya peran TPID, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sebagai media koordinasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pedagang dan distributor. Ketiga, besarnya manfaat informasi harga pangan dalam menjaga ekspektasi masyarakat yang memiliki akses terhadap informasi tersebut. Dari beberapa aspek, terdapat beberapa upaya yang bisa dilakukan, yaitu (i) Kelembagaan: Pembentukan TPID di kabupaten/kota yang belum memiliki TPID dan optimalisasi struktur maupun peran TPID yang telah terbentuk, (ii) Produksi: Penambahan area luas tanam dan peningkatan produktivitas SDM pengelola lahan, (iii) Distribusi: Program perbaikan kondisi jalur transportasi darat dari pemerintah, (iv) Edukasi: Penyediaan informasi produksi, ketersediaan, dan harga komoditas pangan melalui berbagai media kepada masyarakat, (v) Infrastruktur: Program pemerintah yang meliputi perbaikan irigasi, penambahan fasilitas pengolah lahan, dan peningkatan jumlah kapal untuk penangkapan ikan, (vi) Regulasi: Pengendalian tarif angkutan darat di daerah pada level yang wajar dan tidak membebani pedagang/distributor komoditas pangan, (vii) Kajian & Rekomendasi: Asesmen data untuk identifikasi surplus-defisit pangan untuk menghasilkan rekomendasi pola kerjasama antardaerah yang dibutuhkan. Regional Jawa Selama tahun 2015, TPID memiliki program unggulan yang menekankan pada upaya menjaga ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi ke masyarakat yang efektif. Program unggulan pada tahun 2015 yang dilaksanakan oleh TPID provinsi adalah sebagai berikut:
Gambar 3.3 Program Unggulan TPID 2015
Selain program unggulan yang telah dilaksanakan sepanjang tahun 2015, enam TPID provinsi di wilayah Jawa telah menyusun roadmap pengendalian inflasi yang telah diagregasi menjadi roadmap pengendalian inflasi Jawa. Penyusunan roadmap tersebut bertujuan agar TPID memliki program kerja yang terstruktur dan terencana dalam mencapai target
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
71
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
inflasi disamping guna mendukung kesinambungan pembangunan ekonomi Indonesia. Di dalam roadmap dimaksud, telah dipetakan komoditas utama penyumbang inflasi dari masing-masing kelompok yang selanjutnya akan diidentifikasi sumber permasalahannya serta merumuskan roadmap pengendalian inflasi untuk jangka pendek maupun jangka menengah-panjang. Secara garis besar, roadmap pengendalian inflasi Jawa memiliki lima strategi utama, yaitu 1) penguatan fungsi kelembagaan, 2) peningkatan produksi serta memperlancar distribusi dan konektivitas, 3) mengoptimalkan kerjasama dan memperkuat sinergi antar daerah, 4) melakukan riset dan penyediaan informasi dalam mendukung pengambilan keputusan dan 5) membentuk ekspektasi masyarakat melalui bentuk komunikasi dan edukasi yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan adanya roadmap dimaksud, target inflasi tahun 2018 sebesar 3,5% ± 1% diharapkan dapat tercapai (Gambar 3.4).
Build Up Institution
Inter-Regional Cooperation
Penguatan Kelembagaan
Kerjasama Antar Wilayah
Gambar 3.4 Roadmap Pengendalian Inflasi Jawa
3.1.3.2. Penguatan Fungsi Koordinasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri Dalam rangka penguatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) untuk mendorong pembangunan ekonomi di daerah, Bank Indonesia memperkuat pelaksanaan fungsi utama KPwBI DN, yaitu (i) strategic advisory, (ii) regional financial surveillance, (iii) statistik, (iv) pengelolaan uang, (v) pengawasan sistem pembayaran dan pengelolaan uang, (vi) sistem pembayaran, (vii) keuangan inklusif/UMKM, (viii) komunikasi kebijakan, dan (ix) manajemen intenal (SDM, IT, perencanaan, dan keuangan). Untuk meningkatkan standarisasi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi KPwBI DN di seluruh Indonesia, telah disusun buku panduan “Regional Office Handbook” sebagai referensi utama bagi Kepala KPwBI DN. Buku tersebut merekam pengetahuan yang tak tertulis (tacit knowledge) menjadi pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) dan mengandung pelajaran dari beberapa kepala perwakilan yang bisa menjadi role model dalam pelaksanaan tugas dan fungsi KPwBI DN. Buku panduan yang disusun pada 2015 terdiri atas 3 tema, yaitu: (i) 10 Strategic Point untuk Kepala Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri, (ii) Strategic Advisory, dan (iii) Governance.
72
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Buku pertama memuat arah kebijakan dan struktur KPwBI DN secara umum seperti visi, misi, struktur organisasi dan SDM, 9 fungsi KPwBI DN, kontrak kinerja, dan key responsibility areas. Buku ini juga membahas tentang mitigasi risiko, program kerja, dan struktur anggaran, manajemen logistik Bank Indonesia, profil pemangku kepentingan, hubungan kerja dengan stakeholders, dan profil SDM satuan kerja. Buku kedua menguraikan peran strategic advisory KPwBI DN yaitu: (i) melaksanakan kegiatan pengendalian inflasi untuk mencapai dan memelihara stabilitas harga di daerah guna mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional, (ii) memperkuat peran Bank Indonesia dalam berkontribusi bagi pengembangan ekonomi daerah, (iii) menyediakan data/informasi dan melakukan kajian/riset dalam rangka mendukung kegiatan strategic advisory di daerah, baik dalam rangka pengendalian inflasi maupun pengembangan ekonomidaerah, (iv) mengomunikasikan kebijakan Bank Indonesia kepada stakeholders di daerah. Buku ketiga mengulas berbagai upaya peningkatan tata kelola (governance) untuk menjaga kredibilitas Bank Indonesia di mata stakeholder. Dalam setiap pelaksanaan tugasnya, Kepala KPwBI DN harus memiliki pemahaman terbaik pada situasi-kondisi tertentu dengan mempertimbangkan berbagai risiko yang ada (calculated risk) dan berbagai alternatif mitigasi risiko. Selain dilengkapi seperangkat sistem operasional dan prosedur yang rinci dan lengkap, pelaksanaan tugas KPwBI DN didukung pula oleh sistem pengawasan berjenjang dan tingkat pemahaman sumber daya manusia yang baik terhadap tugas, tanggung jawab, sistem operasional, dan prosedur. 3.1.3.3. Stabilitas Sistem Keuangan Koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait juga dilakukan melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dalam menghadapi tekanan dan potensi ancaman yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan, baik yang bersumber dari faktor domestik maupun global. FKSSK beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Melalui forum tersebut, dilakukan pemantauan kondisi stabilitas sistem keuangan dan dirumuskan langkah-langkah yang perlu diambil oleh masing-masing instansi. Dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis, dilakukan upaya koordinasi pelaksanaan tugas masing-masing lembaga, Crisis Management Protocol (CMP), serta pertukaran data dan informasi antar anggota FKSSK. Setiap anggota FKSSK bertanggung jawab atas hasil surveillance dan asesmen sub-protokol sesuai dengan tugas dan kewenangan masingmasing. Selama 2015, diselenggarakan Rapat FKSSK setiap triwulan didahului dengan Deputies Meeting. Guna meningkatkan kesiapan penanganan krisis, dilakukan Simulasi Penanganan Krisis di tingkat nasional guna memastikan berjalannya fungsi, mekanisme, dan pengambilan keputusan/kebijakan Pemerintah dan otoritas terkait. 3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri Bank Indonesia secara berkala melakukan pemantauan perkembangan utang luar negeri (ULN) Indonesia yang meliputi ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) dan ULN swasta. Untuk mendukung proses formulasi kebijakan moneter, Bank Indonesia menyelenggarakan survei manajemen risiko ULN sektor swasta pada 2014. Tujuan survei adalah untuk memperoleh informasi upaya manajemen risiko yang dilakukan oleh sektor swasta dalam mengelola ULN, serta persepsi pelapor ULN swasta terhadap kondisi usaha,
Selama 2015, Bank Indonesia memantau perkembangan ULN dan menatausahakan ULN pemerintah. Pada akhir 2015, Bank Indonesia mendorong penerapan prinsip kehati-hatian korporasi non-bank dalam mengelola berbagai risiko terkait ULN.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
73
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
profitabilitas, dan rencana pembiayaan yang akan dilakukan dalam jangka waktu 6-12 bulan ke depan. Sebagai perwujudan dari pelaksanaan transparansi informasi mengenai perkembangan utang luar negeri, Bank Indonesia bersama-sama dengan Kementerian Keuangan telah menerbitkan publikasi Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) dan Statistik Utang Sektor Publik Indonesia (SUSPI). SULNI menyajikan data utang luar negeri pemerintah, Bank Indonesia, dan sektor swasta. Sedangkan SUSPI terdiri atas data utang pemerintah, Bank Indonesia dan BUMN, baik utang domestik maupun utang luar negeri. Penyusunan SULNI dilatarbelakangi oleh kebutuhan informasi utang luar negeri Indonesia yang komprehensif, dapat dan mudah dibandingkan (comparable), serta terpercaya (realiable). Kebutuhan tersebut juga didorong oleh kepentingan untuk melakukan monitoring bagi otoritas dan pelaku pasar dalam mengukur potensi risiko utang luar negeri yang dapat menjadi salah satu pemicu kerentanan (vulnerability) perekonomian Indonesia. Bagi pemerintah dan Bank Indonesia, publikasi SULNI melalui website Bank Indonesia memberikan dorongan dalam penerapan good governance dalam pengelolaan utang luar negeri. Sedangkan bagi stakeholder domestik dan internasional, SULNI bermanfaat sebagai referensi utama, sehingga menilai secara objektif mengenai kondisi ULN Indonesia. Sementara itu, penerbitan SUSPI (Public Sector Debt Statistics) dimaksudkan untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang sektor publik. SUSPI berawal dari joint program antara Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam penyediaan data utang sektor publik setiap negara dengan standar internasional yang comparable. Indonesia termasuk 101 negara yang menyepakati publikasi SUSPI setiap triwulan melalui website Bank Dunia. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan penerapan prinsip kehati-hatian korporasi non-bank dalam mengelola berbagai risiko terkait ULN. Ketentuan ini untuk mendorong kehati-hatian korporasi dalam mengelola berbagai risiko terkait ULNnya. Selanjutnya, Bank Indonesia menerbitkan peraturan mengenai pemantauan terhadap implementasi ketentuan tersebut. Sesuai amanat Undang-undang tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri. Sejalan dengan fungsi tersebut, Bank Indonesia menatausahakan penarikan ULN pemerintah untuk membiayai proyek tertentu, membiayai defisit Anggaran Perbelanjaan dan Perbendaharaan Negara (APBN), dan pengelolaan portofolio utang, serta pembayaran ULN pemerintah yang jatuh waktu. ULN pemerintah yang ditatausahakan Bank Indonesia terdiri atas pinjaman multilateral, bilateral, komersial, fasilitas kredit ekspor, dan global bonds. Untuk pembiayaan defisit APBN, penarikan ULN pemerintah dilakukan melalui transfer langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Sedangkan untuk pembiayaan proyek, penarikan dilakukan dengan cara pembayaran langsung, melalui rekening khusus, pembukaan letter of credit (L/C), dan pembiayaan pendahuluan. Jumlah penarikan ULN pemerintah yang ditatausahakan oleh Bank Indonesia pada triwulan IV-2015 mencapai USD2,0 miliar. Sementara itu, total realisasi penarikan ULN pemerintah selama 2015 tercatat sebesar USD12,3 miliar (Tabel 3.1). Realisasi pembayaran ULN pemerintah pada triwulan IV-2015 tercatat sebesar USD2,5 miliar. Sementara itu, realisasi pembayaran ULN selama 2015 tercatat sebesar USD8,6 miliar. (Tabel 3.2).
74
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pembayaran ULN pemerintah dilaksanakan berdasarkan instruksi Kementerian Keuangan, sesuai rencana pembayaran yang diperoleh dari administrasi data ULN pemerintah melalui Debt Management and Financial Analysis System (DMFAS). Terlaksananya pembayaran ULN pemerintah yang meliputi cicilan pokok dan bunga secara aman, akurat, dan tepat waktu adalah penting karena mempengaruhi reputasi Bank Indonesia dan Republik Indonesia dalam memenuhi kewajiban kepada pihak pemberi pinjaman (lender). Oleh karena itu, Bank Indonesia harus dapat menjamin ketersediaan valuta asing yang diperlukan pemerintah sesuai dengan valuta pinjaman yang harus dibayarkan. Untuk mendukung kinerja pembayaran ULN yang aman, akurat, dan tepat waktu, serta menjaga akurasi data ULN pemerintah, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan melakukan rapat koordinasi bulanan guna melakukan rekonsiliasi data realisasi pembayaran ULN pemerintah. Tabel 3.1 Realisasi Penarikan ULN Pemerintah (Juta USD) Total
2014* Tw 1
4.420,1
Tw 2
831,0
2015**
Tw 3
Tw 4
Total
Tw 1
Tw 2
Tw 3
Tw 4
Total
3.628,9
1.589,7
10.469,7
3.897,1
2.181,8
4.225,8
1.986,2
12.290,9
Total
Tabel 3.2 Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah (Juta USD) Total
2014*
2015**
Tw 1
Tw 2
Tw 3
Tw 4
Total
Tw 1
Tw 2
Tw 3
Tw 4
2.748,9
4.166,5
1.561,8
2.426,4
10.903,6
1.438,7
3.087,1
1.600,5
2.508,3
8.634,5
3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor Kebijakan penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri melalui perbankan di Indonesia merupakan salah satu upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan pasokan devisa yang relatif stabil dan berkesinambungan, guna mendukung stabilitas perekonomian nasional. Selain itu, pelaporan DHE dan devisa utang luar negeri yang akurat diperlukan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia berupaya meningkatkan efektivitas pemantauan penerimaan DHE dan devisa utang luar negeri melalui perbankan di Indonesia.
Pangsa nilai DHE di bank devisa dalam negeri pada triwulan IV-2015 dan keseluruhan tahun 2015 meningkat, meskipun dengan nominal nilai yang menurun seiring perlambatan ekonomi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
75
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada triwulan IV-2015, penerimaan DHE menunjukkan peningkatan dibandingkan periode yang sama pada 2014. Peningkatan ini tercermin dari kenaikan pangsa penerimaan DHE yang sebelumnya sebesar 89,1% menjadi 95,2%. Namun secara nominal, nilai DHE yang diterima bank devisa dalam negeri turun dari USD33,0 miliar pada triwulan IV-2014 menjadi USD28,6 miliar pada triwulan IV-2015. Sejalan dengan penurunan nominal DHE tersebut, penerimaan DHE melalui bank di luar negeri juga menurun baik dari sisi nominal maupun pangsa terhadap total nilai DHE, yaitu dari USD4,0 miliar (10,9%) menjadi USD1,5miliar (4,8%). Secara tahunan pada 2015, penerimaan DHE menunjukkan peningkatan dibandingkan 2014. Peningkatan ini tercermin dari kenaikan pangsa penerimaan DHE yang sebelumnya sebesar 89,3% menjadi 93,7%. Namun secara nominal, nilai DHE yang diterima bank devisa dalam negeri turun dari USD131,9 miliar pada 2014 menjadi USD117,2 miliar pada 2015. Sejalan dengan penurunan nominal DHE tersebut, penerimaan DHE melalui bank di luar negeri juga menurun baik dari sisi nominal maupun pangsa terhadap total nilai DHE, yaitu dari USD15,8 miliar (10,7%) menjadi USD7,9 miliar (6,3%. Kontribusi utama penerimaan DHE ditopang lima komoditas utama yaitu batu bara (coal), tekstil dan produk tesktil (textile and textile product), minyak sawit (palm oils), mesin dan mekanik (machinary and mechanic), dan peralatan listrik (electrical appliances). Untuk meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan DHE, Bank Indonesia melakukan pengawasan kepatuhan eksportir atas pemenuhan aturan DHE dengan mengenakan sanksi administratif berupa denda dan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor terhadap eksportir yang tidak mematuhi ketentuan DHE. Selama triwulan IV-2015, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 238 eksportir atau menurun 40,22% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 386 eksportir. Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 39 eksportir atau menurun 55,68% dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 88 eksportir. Dari jumlah tersebut, sebanyak 22 eksportir telah dibebaskan dari sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor atau meningkat 50% dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 11 eksportir. Secara tahunan pada 2015, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda selama 2015 tercatat sebanyak 904 eksportir atau turun 51,53% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 1.865 eksportir. Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 267 eksportir atau menurun 57% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 621 eksportir. Dari jumlah tersebut, sebanyak 115 eksportir telah dibebaskan dari sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor atau menurun 5,74% dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 122 eksportir. Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan DHE, Bank Indonesia menjalin koordinasi dengan instansi terkait, antara lain Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, dan asosiasi terkait. Selanjutnya, peningkatan kualitas pelaporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) dilakukan antara lain melalui sosialisasi dan coaching clinic kepada eksportir dan bank di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE), Bank Indonesia menjajagi kerjasama dengan Pengelola Portal Indonesia National Single Window (INSW) berupa kemungkinan integrasi pelaporan RTE melalui portal INSW. Keinginan kerjasama tersebut sudah disampaikan Bank Indonesia pada pertemuan High Level Meeting (HLM) dengan Kementerian Koordinator
76
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Pengelola Portal INSW dan Direktorat Bea dan Cukai pada Desember 2015. Secara prinsip Kementerian dan Lembaga tersebut mendukung adanya kerjasama tersebut. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan HLM, Bank Indonesia telah melakukan pertemuan tingkat teknis dengan Pengelola Portal INSW dan Direktorat Bea dan Cukai guna menentukan pola kerjasama serta pilot project pelaporan RTE. Ke depan, diharapkan dengan integrasi pelaporan RTE dimaksud akan mendukung pemantauan Devisa Hasil Ekspor (DHE) secara lebih efisien dan efektif. 3.1.6. Pelaksanaan Kegiatan Statistik, Survei, dan Liaison untuk Mendukung Perumusan Kebijakan Dalam rangka pelaksanaan tugas dan untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik antara lain mengumpulkan dan mengolah data dan informasi di bidang ekonomi, moneter, dan sistem keuangan, serta menyusun laporan/ analisis. Selain itu, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai jenis survei dan liaison yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan, termasuk sektor riil. Di sektor moneter, pada 2015 Bank Indonesia telah mempublikasikan statistik uang dan bank, kegiatan usaha Lembaga Keuangan Nonbank, serta pasar uang dan pasar modal dalam Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) melalui website Bank Indonesia. Bank Indonesia juga merilis analisis mengenai uang beredar dan faktor yang memengaruhinya secara bulanan. Di sektor eksternal, pada 2015 Bank Indonesia telah mempublikasikan statistik Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia, masingmasing untuk periode triwulan IV-2014 dan triwulan I-III 2015. Publikasi statistik tersebut disertai laporan yang menjelaskan secara komprehensif perkembangan sektor eksternal Indonesia.
Selain penyelenggaraan berbagai jenis survei dan liaison serta publikasi statistik pada 2015, Bank Indonesia juga melakukan edukasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap statistik yang dihasilkan.
Selain itu, Bank Indonesia mempublikasikan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) untuk periode November 2014 - Oktober 2015, serta data posisi cadangan devisa periode Desember 2014 - November 2015. Untuk meningkatkan layanan kepada stakeholders dalam negeri maupun luar negeri, penyajian beberapa publikasi statistik sektor eksternal disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Untuk mendukung analisis, surveillance, dan perumusan kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) termasuk Makroprudensial, pada triwulan IV-2015 Bank Indonesia mempublikasikan Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) untuk periode triwulan III-2015. Publikasi SSKI tersebut merupakan publikasi ke-3 sejak penerbitan perdana SSKI pada akhir Juni 2015 melalui website Bank Indonesia. Untuk meningkatkan layanan kepada stakeholders dalam negeri maupun luar negeri, data statistik dan metadata dalam publikasi SSKI triwulan III-2015 disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Untuk mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor keuangan, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai survei. Beberapa survei yang secara rutin dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain Survei Konsumen (SK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SBank), dan Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME). Guna melengkapi hasil survei, Bank Indonesia melakukan in-depth interview melalui kegiatan liaison dengan pelaku bisnis utama (keybusiness persons) untuk memperoleh informasi dan pandangan pelaku bisnis utama terhadap kondisi perekonomian terkini dan ke depan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
77
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selain melakukan survei dan liaison secara rutin, Bank Indonesia melakukan survei bertopik khusus yakni Survei Khusus Sektor Riil (SKSR). Pada 2015, terdapat 6 (enam) survei yang dilakukan melalui SKSR, yaitu: (i) Perkembangan dan Akses Keuangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, (ii) Persepsi Masyarakat terhadap Rencana Penerbitan Uang Pecahan di atas Rp100.000, (iii) Preferensi pemilihan instrument investasi dan perilaku penggunaan KPR/KPA, (iv) Risiko Sistemik Sistem Keuangan Indonesia 2015, (v) Analisis Dampak Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2016 terhadap Harga Jual dan Tenaga Kerja pada Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Pariwisata Hotel dan Restoran. Survei ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai dampak kebijakan UMP 2016 terhadap harga jual dan penggunaan tenaga kerja, terutama pada triwulan I-2016 dan (vi) Persepsi Masyarakat terhadap Ketersediaan Uang dan Kemudahan Pengenalan Ciri Keaslian Uang Rupiah. Guna memperoleh informasi mengenai kemudahan berusaha sebagai salah satu informasi pemetaan daya saing ekonomi, Bank Indonesia melakukan Survei Pemetaan Daya Saing Ekonomi dan Kemudahan Berusaha Tahun 2015. Survei itu dilakukan terhadap 580 pelaku responden sektor perdagangan di 29 kota/kabupaten di 21 provinsi. Untuk mendukung asesmen likuiditas, financial imbalances, dan risiko sistemik antarsektor instusi, Bank Indonesia mengembangkan statistik Financial Account and Balance Sheet (FABS) dengan dukungan technical assistance dan knowledge sharing dari Australian Bureau of Statistics (ABS), Banco de Portugal, dan Banco de Espana. Penyusunan FABS yang menggambarkan posisi dan transaksi antar-sektor institusi dilakukan dilakukan bekerja sama dengan berbagai instansi antara lain Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terutama untuk memperoleh data dan informasi sektor korporasi nonfinansial dan rumah tangga. Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai berbagai publikasi statistik yang dihasilkan, Bank Indonesia melakukan edukasi baik secara langsung maupun melalui media massa. Beberapa kegiatan yang dilakukan pada triwulan IV-2015 antara lain: 1. Kuliah umum tentang perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kepada mahasiswa di Manado (November 2015).; 2. Sosialisasi publikasi cetak Bank Indonesia untuk kalangan akademisi, pustakawan, peneliti ekonomi, BPS, perbankan, dan pengusaha di Menado (November 2015); 3. Bincang-bincang dengan media (Bank Indonesia Bareng Media – BBM) yang dilakukan bersamaan dengan peluncuran statistik Posisi Investasi Internasional Indonesia triwulan III-2015 pada akhir Desember 2015; 4. Sosialisasi mengenai Statistik Nasional dan Regional Financial Account and Balance Sheets (FABS) serta Pemanfaatannya (Oktober 2015) kepada kalangan akademisi dan penyusun kebijakan dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Kemenkeu, dan Bappenas. Kesempatan itu juga dimanfaatkan untuk mendapatkan feedback terhadap statistik yang dikembangkan Bank Indonesia tersebut. Untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi dalam rangka pertukaran, perolehan, pemanfaatan, dan penyusunan data dan/atau informasi, pada 2015 Bank Indonesia telah membuat/memperbarui nota kesepahaman dengan dua instansi terkait, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) dan Badan Pusat Statistik. Ruang lingkup nota kesepahaman juga mencakup aspek pengembangan/peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas data sesuai standar internasional, Bank Indonesia secara aktif terlibat dalam berbagai fora statistik internasional, antara lain Global Conference on G20 Data Gap Initiatives (Juni 2015), ASEAN Working Group on International
78
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Investment Statistics (WGIIS) (Agustus 2015), OECD WGIIS (Oktober 2015), dan Seminar on Trade in Value Added (TIVA) (November 2015). Selain itu, sesuai komitmen Bank Indonesia untuk mendukung pengembangan statistik regional, Bank Indonesia menjadi narasumber dalam 1st CLMV – Workshop on Foreign Direct Investment Statistics (Agustus 2015) dan menerima study visit dari Bank Sentral Cambodia untuk mempelajari Statistics on International Trade in Services (SITS) (Desember 2015).
3.2. Stabilitas Sistem Keuangan Mencermati perlambatan pertumbuhan ekonomi dan pelemahan kinerja industri keuangan pada 2015, Bank Indonesia menempuh beberapa kebijakan makroprudensial. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Pada tahun 2015 upaya yang ditempuh Bank Indonesia diantaranya dengan menerbitkan beberapa peraturan makroprudensial, antara lain untuk memperkuat daya tahan perbankan dalam menyerap potensi risiko kerugiaan ketika terjadi krisis. Hal ini tercermin pada indikator kinerja stabilitas sistem keuangan.
3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial Dalam melaksanakan mandat sebagai otoritas makroprudensial, Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Melalui fungsi tersebut, Bank Indonesia berupaya untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik di sistem keuangan. 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial Selama triwulan IV-2015, Bank Indonesia memfokuskan kegiatan pengaturan makroprudensial terhadap penyusunan ketentuan berupa Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia (SE BI) yang berlaku bagi bank umum. Selain itu, 30
Pada 2015, Bank Indonesia meningkatkan ketahanan sistem keuangan melalui pembentukan tambahan modal dan meningkatkan kapasitas pembiayaan melalui pelonggaran aturan penyaluran kredit, serta penyesuaian GWM.
Rata-rata Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) termasuk indeks pembentuknya meliputi Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK) dan Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
79
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Bank Indonesia menyusun Peraturan Dewan Gubernur (PDG) yang berlaku untuk internal Bank Indonesia dan penyusunan ketentuan pelaksanaan PBI yang diterbitkan pada triwulan III-2015. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah menerbitkan beberapa ketentuan. Pertama, PBI Nomor17/22/PBI/2015 tanggal 28 Desember 2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer (CCB)31. Kedua, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/25/DKMP tanggal 12 Oktober 2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Ketiga, Peraturan Dewan Gubernur Nomor 17/17/PDG/2015 tentang Kerangka Kebijakan Makroprudensial. Keempat, Surat Edaran Intern Bank Indonesia Nomor 17/68/INTERN tanggal 18 November 2015 perihal Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value (LTV/FTV) untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor Terkait dengan CCB, kewajiban pembentukan modal itu merupakan salah satu instrumen kebijakan makroprudensial yang ditujukan untuk melindungi bank dari perilaku mengambil risiko yang berlebihan. Dalam hal ini, Bank Indonesia mewajibkan bank umum konvensional, bank umum syariah, dan kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri (KCBA) untuk membentuk tambahan modal berupa CCB di saat kondisi ekonomi sedang baik (boom period). Tambahan modal CCB berfungsi sebagai penyangga (buffer) guna menyerap kerugian saat perekonomian ditengarai memasuki periode memburuk (bust period). Kebijakan ini tidak terpisahkan dari ketentuan permodalan perbankan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diharapkan akan memperkuat daya tahan perbankan. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan permodalan perbankan dalam menyerap potensi risiko kerugian saat terjadi krisis keuangan dan ekonomi, sekaligus mencegah menjalarnya krisis sektor keuangan ke sektor ekonomi. Besaran CCB bersifat dinamis yaitu antara 0% sampai dengan 2,5% dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR) bank. Bank Indonesia dapat menetapkan besaran kisaran CCB yang berbeda dari kisaran itu sesuai dengan perkembangan kondisi makroekonomi, sistem keuangan di Indonesia, dan/atau kondisi perekonomian global. Untuk pertama kali, Bank Indonesia menetapkan CCB sebesar 0% bagi perbankan yang mulai diberlakukan secara efektif pada 1 Januari 2016. Penetapan itu mempertimbangkan kondisi ekonomi Indonesia yang sedang mengalami perlambatan, antara lain tercermin pada pertumbuhan kredit yang melambat secara signifikan. Selain pengaturan yang bersifat eksternal, terdapat pengaturan internal yang telah diterbitkan, salah satunya adalah ketentuan mengenai kerangka kebijakan makroprudensial. Ketentuan itu menjadi acuan bagi internal Bank Indonesia terkait dengan pelaksanaan kewenangan di bidang makroprudensial. Secara garis besar, ketentuan itu mengatur beberapa hal. Pertama, prinsip-prinsip kebijakan. Kedua, sasaran, indikator, dan instrumen kebijakan. Ketiga, strategi kebijakan yang terdiri atas pengaturan, pengawasan, pengembangan akses keuangan dan UMKM, 31
80
Countercyclical Buffer adalah tambahan modal yang berfungsi untuk mengantisipasi kerugian bila terjadi pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
serta penyediaan dana dalam rangka menjalankan fungsi lender of the last resort. Keempat, koordinasi dengan otoritas dan/atau lembaga terkait. Kelima, proses perumusan dan evaluasi kebijakan. Keenam, komunikasi kebijakan dan tata kelola. Selanjutnya, ketentuan itu akan dilengkapi dengan aturan pelaksanaan bagi satuan kerja terkait, baik dalam pelaksanaan tugas masing-masing maupun ketika berkoordinasi dengan sektor moneter, sektor sistem pembayaran, dan dengan otoritas lain. Rencananya, aturan pelaksanaan itu akan diterbitkan pada 2016. Terkait ketentuan LTV/FTV, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/25/DKMP tanggal 12 Oktober 2015 memuat beberapa penjelasan mengenai jaminan dari pengembang dan penegasan larangan pemberian kredit atau pembiayaan uang muka. Surat Edaran itu juga memuat contoh perhitungan dan penetapan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/ FTV) untuk masing-masing kredit take over, kredit top up, kredit take over yang disertai dengan top up, kredit untuk properti yang belum tersedia secara utuh, kredit untuk debitur suami istri, dan pembelian properti yang dilakukan bersamaan. Selanjutnya, penerbitan SE BI Intern LTV/FTV bertujuan sebagai pedoman pelaksanaan bagi satuan kerja di internal Bank Indonesia dalam melakukan surveillance dan pemeriksaan terhadap implementasi ketentuan LTV/FTV. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia melanjutkan pembahasan mengenai beberapa ketentuan, baik berupa ketentuan eksternal maupun internal. Ketentuan itu antara lain mengenai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi bank umum konvensional dan Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Syariah bagi bank umum syariah (Ketentuan FPJP/FPJPS). Pembahasan juga dilakukan terhadap ketentuan mengenai protokol manajemen krisis. Bank Indonesia akan menyempurnakan ketentuan FPJP/FPJPS dengan tujuan untuk meningkatkan aspek kehati-hatian dalam proses pemberian FPJP/FPJPS kepada bank oleh Bank Indonesia dan mengatur koordinasi dengan OJK. Dalam hal ini, penyempurnaan itu meliputi peranan otoritas dalam pemberian FPJP/FPJPS, penambahan agunan yang memenuhi syarat (eligible), penyempurnaan persyaratan agunan, dan penyempurnaan mekanisme FPJP/FPJPS. Terkait ketentuan mengenai protokol manajemen krisis, Bank Indonesia akan menyempurnakan ketentuan internal. Dalam hal ini, pengaturan mengenai protokol manajemen krisis disesuaikan dengan dinamika perubahan dalam struktur organisasi Bank Indonesia dan penyempurnaan proses pembuatan keputusan (decision making process). Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia juga melanjutkan pembahasan terkait dengan rekonstruksi kerangka hukum (legal framework) yang mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Beberapa kegiatan tersebut di antaranya terkait dengan pembahasan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), RUU tentang Bank Indonesia, dan RUU Perbankan. Proses penyusunan dan amendemen undang-undang tersebut dilakukan melalui proses koordinasi dan harmonisasi dengan DPR RI, kementerian, dan lembaga lain yang terlibat dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan yaitu Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial Pengawasan makroprudensial merupakan pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia terhadap sistem keuangan untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik. Pengawasan makroprudensial juga mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan.
Untuk meningkatkan pengawasan atas ketahanan bank terhadap tekanan nilai tukar Rupiah sepanjang 2015, Bank Indonesia melakukan pemantauan dan pemeriksaan kondisi likuiditas bank.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
81
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pengawasan makroprudensial dilakukan melalui surveillance terhadap sistem keuangan, dan jika diperlukan dilakukan pemeriksaan terhadap bank dan lembaga lainnya yang memiliki keterkaitan dengan bank. Secara umum, siklus pengawasan makroprudensial dapat digambarkan dalam kerangka sebagai berikut (Gambar 3.5):
Gambar 3.5 Silkus Pengawasan Makroprudensial
Surveillance dilakukan dalam rangka monitoring, identifikasi, dan asesmen terhadap potensi risiko sistemik yang mungkin timbul dalam sistem keuangan. Monitoring terhadap potensi risiko sistemik dilakukan terhadap unsur-unsur/elemen-elemen dalam sistem keuangan, seperti lembaga keuangan, pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, maupun kondisi makroekonomi yang dikaitkan dengan siklus keuangan. Dari hasil monitoring akan diidentifikasi pemicu risiko sistemik, antara lain melalui beberapa indikator deteksi dini (early warning indicator) yang mencerminkan kondisi stabilitas sistem keuangan dan kemungkinan transmisinya ke elemen sistem keuangan. Selanjutnya, Bank Indonesia akan melakukan asesmen/analisis terhadap potensi risiko sistemik dengan berbagai tools seperti bottom up stress test, penetapan peringkat untuk menilai kerentanan industri perbankan (banking industry rating), dan penetapan risiko-risiko utama yang perlu menjadi perhatian (risk register). Penilaian kerentanan difokuskan pada bank-bank tertentu yang apabila mengalami tekanan berpotensi menimbulkan risiko sistemik (Domestic Systemically Important Bank/D-SIB). Berdasarkan hasil surveillance, apabila dipandang perlu, Bank Indonesia akan melakukan pemeriksaan makroprudensial berupa pemeriksaan tematik maupun kepatuhan. Pemeriksaan tematik merupakan pemeriksaan untuk menilai atau meneliti lebih lanjut kondisi dan praktik bank yang berdasarkan hasil surveilans memiliki potensi risiko sistemik dan dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan.
82
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Adapun pemeriksaan kepatuhan merupakan pemeriksaan untuk menilai dan meyakini bahwa praktik yang dilakukan bank sesuai dengan ketentuan makroprudensial (compliance based). Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap SIB dan/atau bank lainnya yang berpotensi memberikan dampak sistemik, termasuk perusahaan induk, perusahaan afiliasi, dan perusahaan anak dari bank, apabila perusahaan-perusahaan dimaksud dinilai memberikan eksposur risiko signifikan terhadap bank atau berdampak sistemik. Berdasarkan hasil pengawasan makroprudensial, Bank Indonesia dapat memberikan rekomendasi dan/atau sanksi kepada bank. Hasil pengawasan makroprudensial juga dapat menjadi bahan rekomendasi dalam perumusan kebijakan Bank Indonesia. Dalam hal terdapat hasil pengawasan makroprudensial yang terkait dengan kewenangan otoritas lain, Bank Indonesia akan menyampaikan rekomendasi hasil pengawasan makroprudensial kepada otoritas lain yang juga berwenang terhadap fungsi/peran stabilitas sistem keuangan Aktivitas pengawasan makroprudensial yang dilakukan pada 2015 antara lain terdiri dari: 1. Analisa harian, mingguan, bulanan dan triwulanan atas kondisi likuiditas perbankan, aktivitas pasar, pelaksanaan fungsi intermediasi dan risiko kredit, risiko pasar, tingkat efisiensi dan ketahanan industri perbankan. Selain itu, Bank Indonesia juga menganalisis keterkaitan (interconnectedness) antara bank dan Institusi Keuangan Non Bank (IKNB). 2. Pengembangan sistem informasi surveillance sistem keuangan dan pengawasan makroprudensial, dalam rangka deteksi dini (early warning indicator) atas kondisi suatu bank dan sistem keuangan. 3. Pengembangan tools yang digunakan dalam pengawasan makroprudensial. Tools itu antara lain stress test individual D-SIB (bottom up stress test) dengan memperhatikan karakteristik bisnis (business model) yang dimiliki oleh D-SIB dan kerentanan (vulnerability) DSIB terhadap dampak guncangan yang berasal dari kondisi makro ekonomi (macro shocks). Proses pengembangan tersebut dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan sistem pelaporan bank, tingkat kedalaman data (data granularity), dan kesesuaian metodologi stress test yang dapat mencerminkan model bisnis individual D-SIB. 4. Pelaksanaan pengembangan kompetensi sumber daya manusia di bidang pengawasan makroprudensial, dalam bentuk pendidikan sertifikasi makroprudensial secara berkelanjutan. 5. Pemeriksaan tematik terhadap enam bank sehubungan dengan volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap USD yang cukup tinggi. Cakupan pemeriksaan meliputi antara lain kebijakan penetapan harga (price formation) oleh bank dalam kondisi terdapat potensi tekanan risiko makro dan implementasi ketentuan Bank Indonesia terkait transaksi valuta asing. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pemeriksaan tematik likuiditas terhadap delapan bank, dengan fokus pada ketahanan likuiditas dan evaluasi atas kesiapan perbankan domestik terhadap penerapan macro bottom up stress test. 6. Koordinasi dengan otoritas lain, khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan pertukaran informasi hasil pengawasan maupun rencana pemeriksaan lembaga keuangan. 7. Aktif terlibat dalam rapat koordinasi Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dalam rangka persiapan dan implementasi Protokol Manajemen Krisis. Saat ini, Bank Indonesia sedang membangun Center of Excellence (CoE) di bidang pengawasan Bank Indonesia. Langkah itu berkaitan dengan salah satu program transformasi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
83
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Bank Indonesia yaitu untuk membangun pengawasan yang komprehensif, terarah, efisien, dan monitoring terhadap risiko sistemik yang diprioritaskan. Prinsip-prinsip pembentukan CoE pengawasan adalah sebagai berikut: 1. Mengutamakan aspek Governance.
Fungsi pengaturan-perizinan (kelembagaan dan kepesertaan di Bank Indonesia) tidak boleh dalam satu payung dengan fungsi pengawasan.
2. Desain CoE hanya mencakup fungsi pengawasan. 3. Tujuan CoE adalah pengawasan yang mendukung pelaksanaan implementasi kebijakan utama Bank Indonesia. 4. Objek pengawasan adalah seluruh pihak yang wajib tunduk kepada ketentuan Bank Indonesia dalam konteks Bank Indonesia sebagai regulator. 5. Asesmen yang dilakukan CoE adalah dalam konteks pengawasan tidak langsung (surveillance) dan bukan dalam konteks asesmen untuk pengambilan kebijakan. 6. Ruang lingkup pengawasan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran adalah terkait dengan perilaku setiap orang, korporasi, lembaga keuangan dan pihak-pihak lain yang dapat membahayakan stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran. Dengan demikian, asesmen yang dilakukan oleh fungsi surveillance di departemen terkait dalam rangka kebijakan tidak termasuk dalam ruang lingkup pengawasan CoE. CoE tidak mencakup fungsi pengelolaan pelaporan agar lebih fokus dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengawasan. CoE juga tidak mencakup kegiatan verifikasi transaksi yang dilakukan Bank Indonesia dengan pihak lain seperti validasi transaksi swap lindung nilai. 3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah Selama 2015, kerja sama nasional dan internasional terus dilakukan untuk perbaikan tata kelola lembaga sosial dan mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah antara lain melalui penyelenggaraan Indonesia Sharia Economic Festival.
Bank Indonesia terus mempertahankan komitmen untuk mengembangkan perekonomian syariah dalam batas-batas kewenangan Bank Indonesia, meskipun tugas pengaturan dan pengawasan perbankan telah dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keterlibatan Bank Indonesia dalam perekonomian syariah tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kontribusi ekonomi syariah dalam perekonomian nasional. Bank Indonesia juga mempertimbangkan keterkaitan peran ekonomi syariah dengan tugas Bank Indonesia untuk mendukung kestabilan harga dan stabilitas sistem keuangan. Salah satu upaya Bank Indonesia dalam mengembangkan ekonomi syariah adalah dengan mendorong perbaikan tata kelola lembaga sektor sosial melalui penyusunan Zakat Core Principles dan Wakaf Core Principles. Bank Indonesia juga membantu perumusan arah pengembangan pengelolaan wakaf ke depan. Dengan perbaikan tata kelola lembaga sektor sosial, Bank Indonesia mengharapkan pengelolaan dana zakat dan wakaf yang sangat besar dapat bermanfaat dalam mendukung perekonomian nasional. Dukungan itu diwujudkan melalui perluasan akses keuangan (financial inclusion), pemanfaatan dana murah untuk pemberdayaan UMK, maupun untuk pengelolaan aset-aset produktif yang akan menjadi underlying asset bagi penerbitan obligasi syariah (sukuk) dalam rangka pendalaman pasar keuangan syariah. Pemanfaatan zakat untuk sektor produktif akan membantu dalam pemecahan tingkat konsentrasi pada sekelompok pihak tertentu melalui penciptaan basis debitur institusi
84
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
keuangan yang lebih luas. Selanjutnya, penyebaran konsentrasi dana akan mempersempit terjadinya peluang instabilitas dalam sistem keuangan sehingga secara keseluruhan dapat membantu kestabilan sistem keuangan. Dampak zakat dan wakaf tidak hanya terbatas pada penciptaan stabilitas sistem keuangan. Dana zakat dan wakaf juga berdampak pada penciptaan stabilitas harga melalui perluasan basis produksi. Pada gilirannya, perluasan itu akan mendorong tersedianya pasokan produksi dalam jumlah yang semakin besar dan akan berpengaruh terhadap inflasi. Selain itu, penyediaan pasokan yang memadai akan membantu memperkecil impor, khususnya komoditas primer. Penurunan impor akan turut membantu dalam menjaga kondisi neraca pembayaran, dan membantu terjaganya nilai tukar rupiah yang akan berdampak pada stabilitas harga. Upaya pengelolaan zakat bagi perekonomian juga sejalan dengan inisiatif lembaga internasional. Terkait hal ini, Islamic Development Bank (IDB) sedang mengembangkan suatu kerangka kerja (framework) untuk menilai kesehatan suatu sistem keuangan di satu negara, yang dikenal dengan Islamic Financial Sector Assessment Program (IFSAP). Dalam IFSAP, sektor zakat turut dipertimbangkan untuk menilai kondisi sistem keuangan suatu negara Selain pengembangan ekonomi syariah, Bank Indonesia ikut mengembangkan dan memperkuat ekonomi pesantren. Pesantren berperan besar dalam pengembangan ekonomi nasional. Saat ini, tidak sedikit pondok pesantren yang mengembangkan usaha bukan hanya terbatas pada penyelenggara lembaga pendidikan. Beberapa pondok pesantren juga menyediakan jenis usaha dalam bidang pertanian, perkebunan, dan perdagangan ritel. Bankan, pondok pesantren juga menyediakan jasa keuangan syariah melalui pendirian Baitul Maal Wa Tamwil (Koperasi Jasa Keuangan Syariah). Pengembangan usaha pesantren ini tidak hanya memberikan manfaat yang besar bagi peningkatan pendapatan pesantren. Kegiatan tersebut juga dapat dijadikan sarana pembelajaran santri dalam berwirausaha dan sebagai penyedia kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat sekitar. Dalam rangka pengembangan ekonomi pesantren, Bank Indonesia dan Kementerian Agama telah menandatangani kerja sama mengenai pengembangan kemandirian ekonomi pondok pesantren dan peningkatan layanan non tunai untuk transaksi keuangan di lingkungan Kementerian Agama32. Selain itu, terdapat Deklarasi Surabaya yang ditandatangani Gubernur Bank Indonesia, Ketua Otoritas Jasa Keuangan, Gubernur Jawa Timur, dan pimpinan/pengurus 17 pondok pesantren di Jawa Timur. Selanjutnya, Bank Indonesia melakukan langkah nyata untuk mendorong pengembangan dan penguatan ekonomi pesantren. Berbagai kegiatan yang telah dilakukan Bank Indonesia dapat terlihat pada Gambar 3.6. Kegiatan pengembangan dan pemberdayaan pesantren difokuskan pada 8 (delapan) area sebagaimana disebutkan pada Nota Kesepahaman dan Deklarasi Surabaya tersebut. Bank Indonesia juga berperan aktif dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Pada Oktober 2015, Bank Indonesia mengadakan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF). ISEF merupakan salah satu kegiatan ekonomi dan keuangan syariah terbesar dan terdepan di Indonesia yang mengintegrasikan pengembangan sektor keuangan dengan perekonomian sektor riil.
32 Nota Kesepahaman No. 16/2/GBI/DPAU/NK dan No. 19 tahun 2014 tanggal 5 November 2014 tentang Pengembangan Kemandirian Ekonomi Lembaga Pondok Pesantren dan Peningkatan Layanan Non Tunai untuk Transaksi Keuangan di Lingkungan Kementerian Agama
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
85
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Gambar 3.6 Langkah Nyata Pengembangan dan Penguatan Ponpes
Penyelenggaraan ISEF menandakan peran aktif Indonesia sebagai poros pengembangan ekonomi syariah internasional. Kegiatan ini menunjukkan Indonesia mampu menjawab tantangan global terkait perkembangan keuangan syariah dunia dan relevansinya terhadap kesinambungan program pembangunan ekonomi yang inklusif. ISEF melibatkan berbagai lembaga dan entitas bisnis seperti Bank Indonesia, pemerintah pusat dan daerah, Otoritas Jasa Keuangan, otoritas terkait, perusahaan, lembaga nirlaba, investor, institusi keuangan syariah, dan lembaga internasional.
Guna meningkatkan ketahanan pelaku pasar terhadap volatilitas nilai tukar, selama 2015 Bank Indonesia merelaksasi ketentuan di pasar valas untuk mendorong transaksi hedging. Pengaturan didukung penerapan kehatihatian dalam pengelolaan ULN korporasi nonbank dan kewajiban penggunaan Rupiah.
86
Kegiatan ISEF terdiri atas dua event besar yaitu Sharia Economic Forum dan Sharia Fair. Kegiatan Sharia Economic Forum meliputi diskusi inovasi struktur sukuk yang dapat mendorong keterkaitan antara sektor riil dan sektor keuangan, diskusi hasil kajian “Kunci Sukses Pengembangan Pesantren di Indonesia”, public hearing standar zakat kepada stakeholder zakat nasional maupun otoritas zakat internasional, dan pembahasan standar tata kelola wakaf dengan otoritas waqaf nasional dan internasional. Sementara itu, Sharia Fair menjadi sarana promosi untuk produk industri syariah dan jasa keuangan syariah. Selain kegiatan ISEF, Bank Indonesia juga mempersiapkan realisasi pendistribusian dana zakat kepada usaha mikro dan kecil. Persiapan ini merupakan rangkaian dari kegiatan pilot project pengembangan bisnis model dengan pemberdayaan dana zakat dan wakaf. 3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valuta Asing) Bank Indonesia telah menetapkan strategi pokok pengembangan pasar keuangan dengan menyusun cetak biru (blueprint) pendalaman pasar keuangan. Berdasarkan strategi tersebut, beberapa kebijakan, pengaturan dan program terkait pendalaman pasar yang dilakukan Bank Indonesia pada 2015 ikut mendukung peningkatan aktivitas dan likuiditas transaksi di pasar valas maupun di pasar uang Rupiah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Upaya mendorong terciptanya pasar uang yang lebih likuid dan dalam dilakukan dengan penyempurnaan mekanisme suku bunga penawaran antar bank atau yang selama ini dikenal sebagai Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR)33. Melalui penyempurnaan sturan ini, seluruh pelaku pasar/pelaku ekonomi akan menggunakan suku bunga acuan yang sama untuk setiap tenor. Dengan demikian tercipta efisiensi dan mengurangi kompleksitas transaksi di pasar uang. Semakin dinamisnya kondisi ekonomi dan pergerakan nilai tukar Rupiah selama 2015 mendorong Bank Indonesia untuk terus melakukan program dan kebijakan untuk meningkatkan ketahanan dan stabilitas ekonomi di pasar uang. Salah satunya adalah upaya mendorong transaksi lindung nilai (hedging) yang diyakini dapat meningkatkan ketahanan (resiliensi) pelaku pasar terhadap volatilitas nilai tukar. Upaya ini antara lain dengan relaksasi ketentuan di pasar valas untuk meningkatkan penggunaan transaksi hedging34. Selain itu Bank Indonesia memfasilitasi dua BUMN pengguna valas terbesar yaitu PLN dan Pertamina melakukan penandatanganan fasilitas hedging dengan tiga bank BUMN (Mandiri, BNI, dan BRI). Selama 2015, turnover di pasar valas menunjukkan tren peningkatan, yakni mencapai USD4,5 miliar per hari, naik dibandingkan rata-rata dalam tiga tahun terakhir yang stagnan sekitar USD4 miliar per hari. Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya transaksi hampir seluruh jenis transaksi, kecuali transaksi FX Option. Peningkatan terbesar terjadi pada transaksi forward yang meningkat 22%. Salah satu faktor utama yang mendorong kenaikan transaksi FX forward adalah diberlakukannya ketentuan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian pengelolaan ULN dan ketentuan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah35. Kedua PBI itu mampu mendorong peningkatan transaksi pembelian forward sepanjang 2015. Dari sisi jual, Bank Indonesia juga sudah mengeluarkan ketentuan mengenai transaksi valas terhadap Rupiah36. Ketentuan ini meningkatkan threshold kewajiban underlying untuk transaksi forward jual dari sebelumnya USD1 juta per transaksi menjadi USD5 juta per transaksi, sekaligus merelaksasi underlying yang dapat digunakan untuk forward jual, termasuk kepemilikan dana valas. Kebijakan ini berdampak terhadap kenaikan penjualan forward oleh nasabah nonbank, sehingga terjadi kenaikan transaksi forward jual dari USD65 juta per hari (sebelum 2015), menjadi USD73 juta per hari (sejak September 2015). Volume transaksi harian (RRH) di pasar uang Rupiah juga mencatat kenaikan 3%, naik tipis dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan itu diakibatkan transaksi unsecured (PUAB) meningkat, transaksi repo dan transaksi SBI dan SDBI di pasar sekunder relatif stabil, sedangkan transaksi SPN di pasar sekunder turun. Upaya pendalaman pasar keuangan di pasar keuangan syariah ditempuh dengan pengembangan Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS). Pada 2015 dilakukan melalui penyempurnaan pengaturan PUAS37. Dengan pengaturan ini instrumen syariah yang telah ada, yaitu Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (SIMA) dan Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah (SiKA), dilengkapi dengan instrumen repo syariah.
33 34 35
Peraturan Bank Indonesia No.17/2/PBI/2015 tanggal 26 Maret 2015 tentang Suku Bunga Penawaran Antar Bank. Peraturan Bank Indonesia No.17/6/PBI/2015 tanggal 29 Mei 2015. Peraturan Bank Indonesia No.16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Pengelolaan ULN Korporasi Nonbank dan Peraturan Bank Indonesia No.17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah NKRI. 36 Peraturan Bank Indonesia No.17/15/PBI/2015 dan PBI No.17/16/PBI/2015 tentang Transaksi Valas Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik dan Pihak Asing. 37 Peraturan Bank Indonesia No.17/4/PBI/2015 tanggal 27 April 2015 tentang Pasar Uang AntarBank Berdasarkan Prinsip Syariah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
87
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada akhir 2015, transaksi repo syariah mulai terlihat pasca peluncuran PBI Pasar Uang Syariah dan SE BI tentang Repo Syariah (Tabel 3.3). Dengan adanya ketentuan ini, transaksi dilakukan antarbank konvensional dengan penggunaan underlying Sukuk RI dan Project Based Sukuk (PBS). Tabel 3.3 Underlying Repo (Rp Miliar) Tahun
Volume Transaksi RRH (Rp miliar) Total
SBI
SDBI
SPN
SUN
SBSN
Program pengembangan pasar keuangan akan terus dilakukan dengan mengacu pada upaya yang mendukung pembiayaan pembangunan. Sejalan dengan cetak biru pendalaman pasar keuangan, program pengembangan akan difokuskan pada pilar instrumen, regulasi, infrastruktur, kelembagaan, dan edukasi/sosialisasi. Untuk itu, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan sangat diperlukan, termasuk upaya pengembangan pasar modal dan pasar keuangan lainnya secara keseluruhan. Koordinasi itu antara lain dilakukan melalui Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK PPPK) dan koordinasi dengan Tim Pengembangan Pasar Surat Utang. 3.2.4. Program Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) 3.2.4.1. TabunganKu dan Basic Saving Account (BSA) untuk mendukung Gerakan Indonesia Menabung (GIM) Perluasan akses keuangan yang inklusif selama 2015 ditempuh melalui sinergi dengan instansi terkait dan pemanfaatan layanan keuangan digital.
Sampai dengan Desember 2015, jumlah rekening TabunganKu tercatat sebanyak 12.667.065 rekening, atau meningkat 1,7% dari 2014 sebanyak 12.450.812 rekening. Untuk meningkatkan jumlah rekening TabunganKu, Bank Indonesia selama 2015 melakukan berbagai hal, di antaranya menyempurnakan fitur TabunganKu. Penyempurnaan itu guna mendorong kepedulian masyarakat untuk menabung sekaligus menyediakan tabungan murah dan mudah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penyesuaian yang dilakukan pada triwulan I-2015 itu merupakan tindak lanjut dari hasil survei TabunganKu yang dilakukan Bank Indonesia dan Bank Dunia pada 2012. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia bekerjasama dengan Bank Dunia menyusun kajian Tiered Account for Financial Inclusion-Preliminary Study. Kajian itu menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain: a. Uang elektronik merupakan pintu masuk (entry point) dalam membentuk less cash society dan atau pengenalan terhadap akses keuangan. Basic Saving Account (BSA) menjadi media pertama untuk menabung bagi masyarakat yang belum tersentuh perbankan (unbanked), sedangkan masyarakat banked dapat menggunakan tabungan reguler. b. TabunganKu dan Simpanan Pelajar (SimPel) sebagai produk simpanan dan tidak masuk dalam kategori BSA38 maupun tabungan reguler. c. Bila terdapat inisiasi sinergi produk tabungan dalam rangka keuangan inklusif, perlu dilaksanakan survei dan pendalaman kajian. Langkah itu terkait dengan segmen dan fitur yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat unbanked. 38
88
Digunakan oleh OJK dalam program keuangan inklusif.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selanjutnya, Bank Indonesia akan terus melaksanakan program Gerakan Indonesia Menabung (GIM) bersamaan dengan pelaksanaan edukasi keuangan kepada masyarakat. 3.2.4.2. Perluasan Pelaksanaan Edukasi Keuangan kepada Masyarakat Bank Indonesia telah melaksanakan berbagai kegiatan edukasi keuangan. Kegiatan itu terkait keuangan inklusif secara umum, Layanan Keuangan Digital (LKD), Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), dan perencanaan keuangan sederhana. Pelaksanaan kegiatan termasuk gerakan menabung di berbagai daerah yang melibatkan satuan kerja di Kantor Pusat dan seluruh KPWDN-BI. Edukasi keuangan juga melibatkan kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, dan perbankan. Selama 2015, Bank Indonesia melaksanakan edukasi sebanyak 85 Training for Trainers (ToT), 194 Training for Beneficiary (ToB), 62 kampanye, dan 90 sosialisasi di 32 wilayah provinsi. Bank Indonesia juga mengukur indeks pemahaman peserta edukasi terhadap materi edukasi elektronifikasi, keuangan inklusif, dan instrumen non tunai. Kegiatan itu menghasilkan pemahaman peserta dengan indeks antara 7.01 (baik) sampai dengan 10 (baik sekali). Pada 2015, Bank Indonesia juga telah menyelesaikan Survei Keuangan Inklusif 2015 secara nasional, yaitu Survei Edukasi Keuangan Inklusif dan Survei Keuangan Inklusif. Berdasarkan hasil Survei Keuangan Inklusif 2015, Bank Indonesia menyusun Strategi Edukasi Keuangan Inklusif yang mencakup peta jalan (roadmap) edukasi keuangan inklusif 2015 hingga 2019. Salah satu target program edukasi 2015 adalah adanya strategi edukasi dan modul edukasi bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Strategi dan modul ini akan masuk kurikulum untuk Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) dalam pengajaran oleh Kemenaker dan BNP2TKI. Untuk melakukan memantau pelaksanaan edukasi keuangan, Bank Indonesia telah menyusun tools monitoring edukasi yang merupakan bagian dari strategi edukasi keuangan inklusif. Tools monitoring yang digunakan antara lain adalah : 1) Kuesioner Pre-Test dan Post-Test, yaitu tools monitoring yang diaplikasikan sebelum dan sesudah pemberian edukasi kepada target/masyarakat tertentu. 2) Kuesioner Pasca-Test, yaitu tools monitoring yang dapat diaplikasikan setelah rentang waktu yang ditentukan, kepada target/masyarakat yang telah diedukasi. 3) Kuesioner Survei Edukasi Keuangan, yaitu tools monitoring yang mengacu pada international best practices yaitu OECD INFE dan Financial Capability Bank Dunia. Bank Indonesia telah menguji kuesioner Survei Edukasi Keuangan dalam pelaksanaan survei berskala nasional untuk mengetahui tingkat edukasi keuangan masyarakat Indonesia pada 2015. Selanjutnya, tools monitoring pelaksanaan edukasi dapat menjadi guideline dan pilihan bagi Bank Indonesia dan KPwDN-BI dalam memantau kegiatan edukasi di masingmasing wilayah sesuai dengan kondisi setempat. Ke depan, Bank Indonesia akan bekerja sama dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait untuk melakukan edukasi kepada penerima bantuan Government to Person (G to P), pelaku pembayaran Person to Government (P to G), TKI, dan pelajar. Langkah ini untuk mendukung pelaksanaan edukasi keuangan secara masif dan kontinyu. Selanjutnya, Bank Indonesia juga mengimplementasikan hal itu sesuai tahapan strategi edukasi keuangan yang telah disusun.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
89
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2.4.3. Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD) Per Desember 2015, jumlah penyelenggara Lembaga Keuangan Digital (LKD) meningkat menjadi lima bank yakni Bank Mandiri, BRI, BCA, CIMB Niaga, dan BNI. Pada awal 2015, jumlah penyelenggara hanya dua, yakni BRI dan Bank Mandiri. Dalam periode yang sama, jumlah agen LKD sebanyak 69.548 agen, atau tumbuh sebesar 253% (yoy) dari 2014 sebanyak 19.707 agen. Sedangkan jumlah uang elektronik sebanyak 1.141.514 rekening, atau tumbuh sebesar 49.375% (yoy) dari 2014 sebanyak 2.318 rekening. Nominal transaksi uang elektronik di agen LKD tercatat sebesar Rp43,1 miliar, atau tumbuh sebesar 279.476% dari Desember 2014 sebesar Rp15,4 juta. Peningkatan jumlah agen LKD dan jumlah uang elektronik di agen LKD itu didukung oleh berbagai upaya yang dilakukan Bank Indonesia. Selama 2015, Bank Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan, seperti; a. Penyusunan model bisnis G to P
Model bisnis disusun dalam rangka penyaluran G to P menggunakan uang elektronik melalui LKD. Terkait hal itu, Bank Indonesia telah menyusun usulan model bisnis berkoordinasi dengan K/L terkait dan perbankan sebagai penyelenggara LKD. Hal yang diusulkan antara lain 1) bulk registration, 2) edukasi kepada penerima, 3) penyaluran dana melalui lembaga penyalur (bank dan PT. Pos), 4) penarikan dana oleh penerima menggunakan uang elektronik (melalui telepon genggam, kartu, virtual account).
b. Penyusunan Ketentuan 1) Menyempurnakan ketentuan guna memperluas Layanan Keuangan Digital (LKD) melalui agen individu, khususnya perluasan penyelenggaraan LKD oleh bank non BUKU 4. Ketentuan itu juga mencakup pokok-pokok model bisnis G to P menggunakan LKD. 2) Menyusun rekomendasi atas pengaturan G to P yang memungkinkan penyaluran dilakukan secara non-tunai. c. Pelaksanaan uji coba perluasan penyelenggara LKD Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia bersama dengan 3 (tiga) perusahaan telekomunikasi, yaitu Telkomsel, Indosat Ooredoo dan XL Axiata melaksanakan uji coba penyelenggaraan LKD. Uji coba ini bertujuan untuk menilai kesiapan perusahaan telekomunikasi sebagai penyelenggara LKD agen individu, terutama pada aspek infrastruktur dan risk management. Uji coba LKD tersebut meliputi dua kegiatan, yaitu: 1) Digitalisasi Layanan Keuangan di Pondok Pesantren melalui LKD oleh perusahaan telekomunikasi. Pondok pesantren itu adalah Sidogiri, Daarut Tauhid, Al-Mawadah, dan Assalam. 2) Uji coba penyaluran bantuan Customer Social Responsiblity (CSR) melalui LKD oleh Telkomsel di Jakarta.
90
Berdasarkan hasil monitoring awal dan review, kegiatan tersebut memberikan manfaat positif dalam kerangka pengembangan keuangan inklusif. Manfaat itu terutama pendekatan perluasan akses berbasis komunitas dan optimalisasi potensi penyaluran zakat dalam keuangan inklusif.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
d. Kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) dalam rangka pengembangan LKD
Peningkatan jumlah agen LKD dan jumlah uang elektronik tidak terlepas dari dukungan Kantor Perwakilan Bank Indonesia. Salah satunya adalah identifikasi pemetaan potensi daerah untuk penerapan LKD. KPwBI juga memfasilitasi bank yang ingin meningkatkan jumlah agen LKD di provinsi tersebut minimal di tiga wilayah yang menjadi prioritas perluasan LKD. Secara aktif, KPwBI mendorong bank penyelenggara LKD untuk merealisasikan jumlah agen LKD yang telah direncanakan di provinsi tersebut.
Hingga Desember 2015, 31 KPwBI telah melakukan identifikasi pemetaan potensi daerah untuk implementasi LKD di 3 wilayah prioritas. Bahkan, beberapa KPwBI berhasil menerapkan di lebih dari 3 wilayah.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan dan memperluas LKD. Beberapa upaya itu antara lain implementasi perluasan G to P non-tunai di kementerian penyalur G to P, penyusunan model bisnis P to G, dan peningkatan adopsi LKD secara sektoral. 3.2.4.4. Pengembangan informasi keuangan inklusif dalam rangka peningkatan akses keuangan Selama 2015, Bank Indonesia menyelesaikan pengembangan Sistem Informasi Keuangan Inklusif (SIKI). Langkah ini guna meminimalisasi hambatan informasi untuk mendukung peningkatan akses keuangan. Sistem ini merupakan sistem informasi yang menyediakan beragam data dan informasi (database) terkait dengan program keuangan inklusif. Saat ini terdapat beberapa modul yang dikembangkan dalam SIKI. Pertama, modul kebijakan dan peraturan pendukung. Kedua, modul fasilitas intermediasi dan distribusi yang mencakup submodul Layanan Keuangan Digital (LKD). SIKI juga dapat digunakan sebagai alat bantu monitoring dan evaluasi terhadap kinerja program keuangan inklusif. Selain itu, SIKI menjadi wadah untuk memberikan masukan dan bahan pengambilan kebijakan bagi pimpinan Bank Indonesia terkait arah pengembangan program keuangan inklusif. Saat ini, Bank Indonesia sedang mengembangkan website SIKI dengan penambahan modul–modul seluruh program yang merupakan turunan dari pilar Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Ke depan, website itu akan terus dikembangkan, sesuai dengan konsep rumah tumbuh, seiring dengan program-program yang dilakukan Bank Indonesia. Penghitungan Indikator Keuangan Inklusif Pengukuran tingkat keberhasilan pelaksanaan program keuangan inklusif memerlukan parameter (tolak ukur) yang jelas. Oleh karena itu, pengukuran indikator keuangan inklusif mutlak dilakukan. Indikator ini berguna untuk menentukan dan menyusun target yang jelas dalam peningkatan keuangan inklusif di Indonesia. Pengukuran tersebut mengacu pada praktik internasional berupa indikator akses dan penggunaan (usage) produk lembaga keuangan Sampai dengan Desember 2015, tingkat akses layanan lembaga keuangan adalah 105,48. Angka ini menunjukkan dari 100 ribu penduduk dewasa dilayani oleh +105 lembaga keuangan (kantor bank, ATM, agen LKD). Tingkat akses layanan lembaga keuangan tersebut lebih baik dibandingkan 2014 yaitu sebesar 80,22.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
91
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sementara itu, indikator penggunaan tercatat sebesar 1.153,26 yang menunjukkan dari 1.000 penduduk dewasa telah memiliki rekening sebanyak +1.153. Artinya, terdapat penduduk yang memiliki lebih dari satu rekening. Tingkat penggunaan produk keuangan itu lebih baik dari 2014 sebesar 1.107,27. Secara umum, tingkat keuangan inklusif tercermin dari IKI nasional. Berdasarkan data per November 2015 adalah sebesar 0,37 atau tergolong moderat. Bank Indonesia juga telah menyusun laporan hasil koordinasi antarkementerian dan lembaga yang memiliki program peningkatan keuangan inklusif. Laporan ini guna memperoleh data yang diperlukan untuk menyusun laporan indikator keuangan inklusif. Bank Indonesia juga telah mengelola data dan monitoring program untuk merumuskan indikator serta tolak ukur (benchmark) yang digunakan. Ke depan, Bank Indonesia akan menginisiasi pembentukan data warehouse keuangan inklusif, termasuk monitoring data secara geospasial. 3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan mendorong Bank Indonesia untuk turut aktif memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. Upaya itu diwujudkan melalui kegiatan penelitian, pengembangan klaster komoditas ketahanan pangan, dan kegiatan lain yang ditujukan untuk meningkatkan kapabilitas pelaku usaha dan mendorong perbankan menyalurkan kredit kepada UMKM. 3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan dalam Rangka Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM Untuk meningkatkan akses keuangan kepada UMKM, pada 2015 Bank Indonesia menerapkan pemberian insentif/ disinsentif bagi bank umum untuk menyalurkan dananya kepada UMKM.
Bank Indonesia melakukan berbagai penelitian, pengembangan, dan pengaturan guna meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan. Pada 2015, Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan antara lain: a. Penyelesaian Modul Pencatatan Transaksi Keuangan (PTK) bagi Usaha Mikro dan Kecil
Untuk meningkatkan kemampuan usaha mikro dan kecil (UMK) dalam menyusun laporan keuangan yang sederhana, Bank Indonesia bersama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyusun modul pelatihan Pencatatan Transaksi Keuangan (PTK) bagi UMK. Modul ini dilengkapi dengan bidang usaha yang spefisik pada sektor-sektor ekonomi yaitu sektor pertanian, sektor manufaktur, sektor jasa, dan sektor perdagangan.
Pedoman dan modul itu menjadi bahan pelatihan bagi UMK. Setelah mengikuti pelatihan, UMK diharapkan dapat menyusun laporan keuangan terstandar dan sistematis yang mampu menggambarkan kondisi keuangan pada masing-masing bidang usahanya. Dengan demikian, hal ini membantu lembaga keuangan, terutama lembaga pembiayaan bank dan non-bank dalam menganalisis kemampuan keuangan UMK untuk memperoleh kredit mikro dan kecil.
92
Bank Indonesia juga telah mengembangkan tools/prototype awal aplikasi PTK atas dasar Pedoman dan Modul Pelatihan PTK. Aplikasi ini dapat memudahkan UMK dalam menyusun laporan keuangan yang terstandar. Untuk menyempurnakan aplikasi, Bank Indonesia telah melakukan simulasi penggunaan tools/prototype awal aplikasi PTK oleh pelaku UMK dan perwakilan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) DKI Jakarta.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
b. Skema pembiayaan pertanian dengan konsep pembiayaan rantai nilai (value chain financing) Bank Indonesia melakukan pilot project pembiayaan pertanian dengan skema pembiayaan rantai nilai atau value chain financing (VCF). Proyek ini merupakan tindak lanjut dari penelitian tentang skema pembiayaan pertanian dengan konsep pembiayaan rantai yang dilakukan pada 2014. Pilot project bertujuan untuk mengimplementasikan konsep pembiayaan rantai nilai pertanian pada komoditas pangan dan hortikultura, yaitu: beras, cabai merah, dan bawang merah, sekaligus untuk mengetahui key success factor pembiayaan agar dapat diterapkan pada skala yang lebih luas.
Restrukturisasi rantai nilai dalam pilot project, antara lain restrukturisasi pola tanam, kelembagaan, pasar, dana pembiayaan sehingga meningkatkan kemampuan kelompok tani untuk mengakses pembiayaan. Pada akhir pilot project, telah disalurkan kredit komersial atas dasar skema VCF kepada klaster binaan Bank Indonesia.
Ada beberapa faktor kunci sukses (key success factor) dari pembiayaan rantai nilai. Pertama, keterlibatan seluruh pelaku rantai nilai. Kedua, adanya pasar terstruktur. Ketiga, penerapan sistem produksi berbasis permintaan pasar. Keempat, penerapan sistem produksi kolektif berbasis permintaan pasar dengan aplikasi teknologi (pola tanam, good agricultural practices, pengolahan pascapanen). Kelima, pendampingan bagi pelaku rantai nilai. Keenam, layanan pembiayaan pedesaan.
c. Kajian Potensi Keuangan masyarakat unbanked pada Sektor Perikanan.
Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelompok masyarakat/pelaku usaha di sektor perikanan yang potensial namun masih dikategorikan unbanked, dan mengidentifikasi kebutuhan layanan keuangan dan pengembangan usaha untuk masing-masing kelompok masyarakat/pelaku usaha di sektor perikanan, serta menganalisis pola akses keuangan dan pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan kelompok masyarakat/ pelaku usaha.
Pendapatan masyarakat pelaku usaha di Sektor Perikanan yakni nelayan (termasuk para pemilik atau juragan kapal), nahkoda, anak buah kapal, pedagang pengepul, pedagang ikan, buruh angkut ikan, pengolahan hasil perikanan, dan toko persediaan melaut (onderdil dan bekal) yang cukup potensial untuk menggunakan jasa keuangan, seperti tabungan, kredit, dan transfer. Kebutuhan pengembangan masyarakat unbanked di Sektor Perikanan untuk menunjang usaha dalam meningkatkan pendapatan, antara lain adalah (i) pengembangkan mata pencaharian alternatif, (ii) akses permodalan, (iii) membuka akses terhadap teknologi dan infomasi, (iv) akses terhadap pasar secara global, dan (v) pengembangan aksi kolektif berkelompok/berkoperasi. Selain itu diperlukan pengembangan pada aspek pembinaan dan pendampingan, dalam hal ini program pendampingan dalam rangka pemberdayaan masih sangat dibutuhkan dan perlu dilakukan secara berkelanjutan, yang dapat diaplikasikan dalam bentuk (i) pembekalan teknis kompetensi dan konsultasi usaha, (ii) pendampingan dan layanan konsultasi dan manajemen usaha, dan (iii) fasilitasi temu usaha dan temu bisnis untuk aspek teknologi dan pembiayaan.
d. Kajian Pemetaan dan Strategi Peningkatan Daya Saing UMKM dalam Menghadapi MEA 2015 dan Pasca-MEA 2025
Berdasarkan hasil kajian, UMKM Indonesia masih perlu meningkatkan daya saing dan partisipasinya dalam Global Value Chain (GVC). Untuk itu, perlu dilakukan perbaikan faktor internal maupun eksternal. Faktor internal mencakup aspek yang dapat meningkatkan produktivitas, yaitu sumber daya manusia (human resource), strategi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
93
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
pemasaran, dan inovasi. Sedangkan faktor eksternal merupakan aspek di luar UMKM yang dapat mempengaruhi dan mendukung daya saing UMKM seperti kemudahan berusaha, akses finansial dan permodalan, akses pasar, infrastruktur, dan kondisi makroekonomi. Sementara itu, penyusunan kebijakan terkait UMKM perlu perubahan paradigma. Perubahan itu dari perlindungan yang berlebihan menjadi fasilitasi mendapatkan akses terhadap input yang murah dan mudah (raw materials, sumber daya manusia dan barang modal), akses keuangan, dan akses pasar (domestik dan global). e. Penyempurnaan ketentuan mengenai pemberian kredit UMKM
Untuk lebih mendorong peningkatan akses keuangan kepada UMKM, pada 2015 Bank Indonesia telah mengimplementasikan ketentuan mengenai pemberian kredit UMKM39, yang diterbitkan pada triwulan sebelumnya. PBI itu antara lain mengatur penerapan insentif/disinsentif bagi bank umum untuk menyalurkan dananya dalam bentuk kredit atau pembiayaan kepada UMKM dengan pangsa minimal 20% secara bertahap.
Dalam penyempurnaan PBI itu, pencapaian rasio kredit UMKM dikaitkan dengan insentif berupa pelonggaran GWM LFR dan pemberian insentif kepada bank-bank yang menyalurkan kredit UMKM. Insentif itu berupa penyediaan pelatihan bagi pejabat kredit/account officer (AO) UMKM bank, pelatihan bagi UMK, fasilitasi pemanfaatan pemeringkatan kredit (Credit Rating) untuk usaha kecil dan menengah (UKM), publikasi keberhasilan bank, dan pemberian penghargaan (award) kepada bank. f. Penerbitan ketentuan perihal Pedoman Pelaksanaan Penelitian dan Pedoman Operasional Aplikasi Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Salah satu penelitian rutin yang dilakukan Bank Indonesia adalah Penelitian Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai peluang investasi di daerah yang bermuara pada pemberian informasi potensi ekonomi suatu daerah yang dapat dikembangkan sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Untuk itu, penelitian ini dilakukan di seluruh provinsi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI).
Pada 2015, Bank Indonesia telah mengembangkan 167 klaster komoditas ketahanan pangan dan unggulan daerah di seluruh wilayah NKRI.
Untuk menyempurnakan hasil penelitian dan membantu KPwBI dalam melaksanakan kajian, maka diterbitkan pedoman mengenai penelitian komoditas/produk/jenis usaha (KPJU) unggulan UMKM40.
3.2.5.2. Program Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia dalam Pengembangan UMKM Program Klaster Bank Indonesia Program pengembangan klaster merupakan salah satu upaya yang dilakukan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi. Pengembangan klaster berbasis komoditas yang memiliki sumbangan signifikan terhadap inflasi di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Sampai dengan Triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah mengembangkan 167 klaster yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu 104 klaster yang sudah ada (existing) dan 63 klaster 39
Peraturan Bank Indonesia No. 17/12/PBI/2015 tentang Perubahan atas PBI No.14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 40 Surat Edaran Intern No.17/84/Intern tanggal 28 Desember 2015 perihal Pedoman Pelaksanaan Penelitian dan Pedoman Operasional Aplikasi Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM.
94
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
baru. Untuk klaster ketahanan pangan, Bank Indonesia telah mengembangkan 30 klaster cabai merah, 24 klaster bawang merah, 31 klaster padi, dan 28 klaster sapi. Pada 2015, Bank Indonesia pada 2015 telah melaksanakan Program Penghargaan Kinerja Klaster/Championship Klaster Bank Indonesia. Penghargaan ini untuk mendorong pengembangan klaster yang mendukung tugas Bank Indonesia sekaligus pengembangan kapasitas UMKM. Pemilihan pemenang dengan melihat kriteria tujuh faktor keberhasilan klaster yaitu 1) modal sosial yang kuat, 2) kemitraan dan networking, 3) kepemimpinan dan visi bersama, 4) kompetensi dan keahlian yang kuat, 5) basis inovasi yang kuat, 6) akses pasar, dan 7) infrastruktur yang mendukung. Selain itu, ada kriteria tiga variabel dampak/aspek khusus yaitu 1) kelembagaan klaster, 2) aspek lingkungan, dan 3) pemberdayaan ekonomi masyarakat. Berdasarkan kriteria tersebut, terpilih pemenang untuk masing-masing kategori yaitu klaster terbaik lintas sektor, klaster terinovatif, klaster terbaik sektor tanaman pangan, sektor hortikultura, sektor peternakan/perikanan. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengembangkan program klaster ketahanan pangan dengan prioritas pemilihan komoditas yang diklasifikasikan berdasarkan kontribusinya terhadap inflasi di masing-masing regional. Selain komoditas ketahanan pangan, pemilihan komoditas klaster berdasarkan 5 (lima) tema pengembangan UMKM unggulan yaitu 1) daerah perbatasan/tertinggal, 2) pemberdayaan perempuan, 3) nelayan, 4) industri kreatif, dan 5) komoditas ekspor/substitusi impor. Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia Sejak 2012, Bank Indonesia mengembangkan program pengembangan wirausaha guna mendukung Gerakan Nasional Kewirausahaan (GNK) yang dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan kapabilitas UMKM. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan jumlah wirausaha yang bergerak pada sektor agribisnis (ketahanan pangan) dan atau ekspor dengan outreach yang luas dan keberlanjutan dalam kerangka pengendalian inflasi dan kestabilan neraca perdagangan. Pada 2012, Bank Indonesia melakukan kegiatan pengembangan wirausaha yang difokuskan pada pengembangan wirausaha baru (start-up) dengan usaha ramah lingkungan (greenpreneur). Pada 2014-2015, program pengembangan wirausaha ini semakin berkembang dengan fokus pada wirausaha scale-up dengan sektor agribisnis (ketahanan pangan) dan orientasi ekspor. Perkembangan program wirausaha Bank Indonesia tercermin pada meningkatnya jumlah wirausaha dari 243 wirausaha pada 2013 menjadi 643 wirausaha pada 2015. Untuk mendorong keberhasilan pengembangan wirausaha, Bank Indonesia terus meningkatan sinergitas dengan stakeholders yaitu kementerian, akademisi, asosiasi, dan lain-lain. Pada 2014, Bank Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk membangun sinergi dengan stakeholders, yaitu melalui Entrepreneurship Strategy Policy Forum (EPIC) dan menjalin kerjasama terkait kewirausahaan dengan Kementerian Agama dan Kementerian Hukum dan HAM. Pada 2015, Bank Indonesia telah mengimplementasikan kerjasama dengan dua instansi tersebut. Pertama, program kerjasama dengan Kementerian Agama dilakukan di 12 pondok pesantren di empat wilayah. Program ini bertujuan untuk mendukung peningkatan kemampuan kewirausahaan di lembaga pondok pesantren dengan memberikan bantuan teknis berupa pelatihan, pendampingan, magang, atau fasilitasi/penyediaan sarana kepada pengurus pesantren, santri, atau alumni. Kedua, program kerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM yang dilakukan di lima Lembaga Pemasyarakatan di 5 lima wilayah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
95
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas dan keterampilan kelompok masyarakat guna menciptakan wirausaha baru dalam rangka peningkatan kemandirian warga binaan dan klien pemasyarakatan. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mendukung program pengembangan wirausaha dalam kerangka pengendalian inflasi dan peningkatan kapabilitas UMKM. Untuk itu, Bank Indonesia akan bekerja sama dengan berbagai stakeholders agar program pengembangan wirausaha dapat berdampak lebih luas dan memberikan manfaat terhadap pengembangan wirausaha baru di Indonesia. 3.2.5.3. Kerja Sama Domestik Terkait Pengembangan UMKM Melalui Komite Kebijakan KUR, pada 2015 Bank Indonesia terlibat dalam penyusunan skema KUR baru dan pedoman pelaksanaan KUR, serta mendukung pelaksanaan sosialisasi penerapan KUR dengan skema baru.
Untuk mendukung pelaksanaan kredit program pemerintah, yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) skema baru, Bank Indonesia berperan sebagai counterpart dari Komite Kebijakan KUR sebagaimana ditegaskan dalam Keputusan Presiden No. 14 Tahun 2015 tanggal 7 Mei 2015. Dalam penerapan KUR baru, Bank Indonesia telah memberikan sejumlah kontribusi. Pertama, memberikan masukan terkait skema KUR baru. Kedua memberikan masukan dalam penyusunan pedoman pelaksanaan KUR skema 2015. Ketiga, memberikan rekomendasi dalam upaya memenuhi penyaluran KUR skema 2015. Keempat, mendukung sosialisasi penerapan KUR skema baru sebagai narasumber. Kelima, memberikan rekomendasi dalam rangka rencana penyaluran KUR 2016. Dalam rangka meningkatkan akses UMKM kepada pembiayaan, Bank Indonesia juga bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam pelatihan kepada account officer (AO) BPR di Bekasi dengan jumlah debitur mencapai 1.420 debitur UMKM. Bank Indonesia juga berupaya terus mengkoordinasikan dan mensinergikan pelaksanaan tugas dan kewenangan dengan Kementerian Pertanian. Pada 2 Desember 2015, Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Pertanian menandatangani kerja sama dalam rangka peningkatan kapasitas dan pemberdayaan sektor pertanian41. Cakupan kerjasama terdiri atas: 1) Peningkatan kapasitas usaha di bidang pertanian, khususnya komoditas penyumbang inflasi; 2) Pengembangan usaha di sektor pertanian, khususnya skala mikro, kecil dan menengah yang dilakukan petani, Kelompok Tani (Poktan), dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dalam rangka peningkatan akses dan jangkauan keuangan; 3) Fasilitasi pemberdayaan kepada lembaga keuangan di sektor pertanian, penyelia mitra tani (PMT), dan penyuluh pertanian; 4) Implementasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) untuk layanan keuangan di bidang pertanian dalam rangka mewujudkan Less Cash Society dan perluasan akses keuangan; 5) Penelitian dan pengembangan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan Kementerian Pertanian; 6) Pertukaran data dan/atau informasi dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan Kementerian Pertanian; dan 7) Sosialisasi dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan Kementerian Pertanian antara lain terkait kewajiban penggunaan Uang Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 41 Nota Kesepahaman No. 17/3A/NK/GBI/2015 dan No. 11/MoU/HK.230/M/12/2015 tanggal 2 Desember 2015 tentang Kerjasama Dalam Rangka Peningkatan Kapasitas dan Pemberdayaan Sektor Pertanian.
96
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2.5.4. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM Sebagai bentuk komitmen dalam mendukung pengembangan akses dan kapabilitas UMKM, Bank Indonesia juga aktif dalam berbagai fora internasional yang fokus pada pengembangan UMKM, khususnya peningkatan akses keuangan atau akses kredit bagi UMKM. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam beberapa kegiatan antara lain: 1) “66th APRACA Executive Committee Meeting”, Iran, 8-9 Oktober 2015. Dalam acara ini, Bank Indonesia menjadi salah satu anggota Executive Committee dari Indonesia. Bank Indonesia menyampaikan beberapa usulan terkait;
Bank Indonesia melakukan pilot project pembiayaan pertanian dengan skema pembiayaan rantai nilai atau value chain financing (VCF).
a) Pengalihan subsidi kepada APRACA Consultancy Services (ACS) untuk menyubsidi biaya anggota dalam mengikuti pelatihan/program yang ditawarkan ACS. b) Imbauan agar negara anggota dapat berperan lebih aktif lagi dalam mengirim peserta pada program-program yang ditawarkan ACS. c) Kemungkinan untuk melibatkan ACS dalam pelaksanaan proyek-proyek konsultasi yang dilaksanakan APRACA CENTRAB. 2) “The 37th Asean SMEWG Meeting” , Yogyakarta, 3-5 November 2015. Dalam pertemuan ini, Bank Indonesia menjadi salah satu delegasi Republik Indonesia bersama dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Perdagangan. Dalam sesi Japan Roundtable Meeting, Bank Indonesia menyampaikan beberapa hal sebagai berikut: a) Untuk melengkapi sistem penjaminan kredit yang telah ada di Indonesia, diperlukan perusahaan re-guarantee/re-insurance sebagai sistem penunjang untuk Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah (PPKD) yang ada. Perusahaan penjaminan kredit di level nasional yang telah ada dapat difungsikan sebagai perusahaan re-guarantee/reinsurance. b) Terkait dengan credit information data base, pada tahap awal sebaiknya negara anggota Asean harus memiliki pandangan sama terkait dengan legal framework dan rincian data yang diperoleh credit registry di masing-masing negara. Hal ini untuk memenuhi isu transparansi, keadilan, dan kesamaan. 3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan 3.2.6.1. Sistem Informasi Debitur (SID) Sistem Informasi Debitur (SID) merupakan sebuah sistem yang mengelola data perkreditan dari lembaga keuangan. Pengelolaan data perkreditan dalam SID berfungsi untuk menyediakan informasi rekam jejak (track record) debitur dalam mengelola kredit yang dimilikinya. Selanjutnya, lembaga keuangan menggunakan informasi track record untuk menilai dan menganalisis calon debitur yang mengajukan kredit. Pengelolaan lebih lanjut data perkreditan dapat memberikan dampak positif bagi lembaga keuangan, antara lain meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses pengelolaan kredit. Bagi Bank Indonesia, beberapa tugas dan fungsi yang didukung data perkreditan mencakup penentuan kebijakan dan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan di antaranya penentuan probability of default (PD), kebijakan loan to value (LTV) kredit perumahan dan kendaraan bermotor, serta pembatasan jumlah kepemilikan kartu kredit.
Pemanfaatan informasi kredit selama 2015 terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah debitur dan fasilitas kredit, guna menjaga pertumbuhan kredit yang sehat. Pengembangan SID dilakukan bekerja sama dengan otoritas terkait.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
97
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sejalan dengan rencana pengembangan ke depan, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP)42. Ketentuan itu mengatur pengelolaan data perkreditan di Indonesia dilakukan secara dual system, yaitu sinergi antara lembaga publik sebagai pengelola Public Credit Registry (PCR) dan lembaga swasta sebagai pengelola Private Credit Bureau (PCB) yang selanjutnya disebut LPIP. Keberadaan LPIP akan menjadi mitra strategis dalam penyediaan produk informasi perkreditan yang lebih maju dan memiliki nilai tambah yang didukung cakupan dan jenis data komprehensif. Dengan demikian, informasi yang dihasilkan dapat lebih memberikan manfaat baik bagi lembaga keuangan maupun lembaga pemerintah. 3.2.6.2. Perkembangan SID dan Informasi Debitur Individual (IDI) Hingga Desember 2015, jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor dalam SID adalah 118 Bank Umum, 1.415 Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan 30 Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB). Data perkreditan yang dilaporkan secara rutin setiap bulan pada triwulan IV-2015 mencapai 88,22 juta data debitur dan 200.86 juta rekening fasilitas. Jumlah itu meningkat sebesar 2,13% (qtq) atau 7,68% (yoy) untuk data debitur dan meningkat sebesar 3,01% (qtq) atau11,67% (yoy) untuk jumlah rekening fasilitas (Tabel 3.4 dan Grafik 3.8). Tabel 3.4 Jumlah Debitur-Fasilitas (juta Rupiah)
Jumlah Debitur Jumlah Rekening Fasilitas
80,65 173,82
81,93 179,87
82,77 183,67
84,6 189,34
86,38 194,99
88,22 200,86
4,00% 3,50% 3,00% 2,50% 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 0,00%
TW III ke TW IV ke TW IV TW I
TW I ke TW II
TW II ke TW III
TW III ke TW IV
Pertumbuhan Debitur
1,59%
1,03%
2,21%
2,10%
2,13%
Pertumbuhan Fasilitas
3,48%
2,11%
3,09%
2,98%
3,01%
Grafik 3.8 Pertumbuhan Debitur-Fasilitas
Jumlah pemanfaatan informasi perkreditan (Informasi Debitur Individual/IDI) oleh lembaga keuangan pun terus meningkat. Hal itu sejalan dengan semakin bertambahnya data jumlah debitur dan rekening fasilitas yang dikelola dalam SID. Pada triwulan IV-2015, jumlah permintaan IDI mencapai 9,87 juta permintaan, meningkat sebesar 1,14% (qtq), namun menurun sebesar 3,99% (yoy) dibandingkan dengan 2014 (Grafik 3.9). 42
98
Peraturan Bank Indonesia Nomor15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Peningkatan jumlah permintaan IDI secara triwulanan itu berkorelasi positif terhadap peningkatan jumlah debitur dan peningkatan jumlah fasilitas kredit. Peningkatan jumlah permintaan informasi perkreditan mencerminkan pentingnya informasi perkreditan bagi lembaga keuangan dalam pengelolaan manajemen risiko perkreditan guna menjaga pertumbuhan kredit yang sehat (Tabel 3.5). Tabel 3.5 Permintaan IDI (dalamJuta)
Grafik 3.9 Permintaan IDI
3.2.6.3. Perkembangan Implementasi Sistem Informasi Perkreditan Nasional (SIPNAS) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berkoordinasi untuk mengembangkan Sistem Informasi Perkreditan Nasional (SIPNAS) dalam beberapa aspek. Koordinasi itu dilakukan mengingat adanya kebutuhan terkait dengan data perkreditan oleh Bank Indonesia dan OJK. Dalam hal ini, Bank Indonesia memerlukan data perkreditan untuk mendukung tugas dan fungsinya di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Sementara terkait dengan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), Bank Indonesia berkepentingan untuk memastikan bahwa LPIP yang akan beroperasi telah siap secara teknis dan administratif guna memperoleh data dari Bank Indonesia. Bank Indonesia selalu berkoordinasi dengan otoritas terkait dalam mengembangkan sistem informasi perkreditan yang andal dan berkualitas baik. Terkait dengan ini Bank Indonesia dan OJK menyepakati keputusan bersama untuk pengelolaan dan pengembangan SID43.
3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran guna menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah menyiapkan sistem pendukung setelmen dana dan surat berharga. Bank Indonesia juga terus berusaha untuk memperluas transaksi nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam jasa sistem pembayaran dan memperhatikan aspek perlindungan konsumen. 43
Keputusan Bersama Nomor 17/3/NK/GBI/2015 dan PRJ-50A/D.01/2015 tanggal 3 Desember 2015 tentang Kerjasama dan Koordinasi Dalam Rangka Pengelolaan dan Pengembangan SID.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
99
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Berbagai upaya dan langkah kebijakan yang telah dilakukan Bank Indonesia hingga triwulan IV-2015 mampu menjaga kelancaran sistem pembayaran guna menopang transaksi perekonomian. Hal itu tercermin pada indikator pengelolaan sistem pembayaran dan peningkatan perannya terhadap perekonomian berikut ini.
100
44 Nilai pencapaian tingkat keandalan SP BI (BI-RTGS, BI-SSS, SKNBI) sebesar 99,60% di ukur dari frekuensi downtime dan rasio antara periode downtime dengan total waktu operasioal. Namun demikian, dari sisi bisnis ketersediaan layanan SP BI di tahun 2015 tercatat mencapai
99,98%.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kelancaran, keamanan, keandalan, dan efisiensi Pada 2015, sistem pembayaran, Bank Indonesia secara konsisten memperkuat dan mengembangkan Bank Indonesia
infrastruktur sistem pembayaran. Hal itu antara lain dilakukan dengan menyiapkan sistem mengimplementasikan pendukung setelmen dana dan surat berharga melalui penerapan Sistem BI-Real Time Gross infrastruktur sistem
Settlement dan BI-Scripless Securities Settlement System Generasi II pada triwulan IV-2015 pembayaran
Generasi II yaitu dan implementasi Sisitem Kliring Nasional Bank Indonesia Generasi II pada triwulan II-2015. Sistem BI-RTGS, Selain itu, Bank Indonesia secara berkesinambungan terus memperluas akses penggunaan
instrumen pembayaran nontunai. Untuk itu, Bank Indonesia mendorong Penyelenggara Sistem Pembayaran untuk memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem
pembayaran.
BI-SSSS, BI-ETP, dan SKNBI, serta menerapkan penggunaan Central Bank Money dalam penyelesaian transaksi di pasar modal.
Selama 2015, khususnya triwulan IV-2015, Bank Indonesia menempuh beberapa kebijakan sistem pembayaran, antara lain: a. Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II
Pada 16 November 2015, Bank Indonesia mulai mengimplementasikan infrastruktur
sistem pembayaran Generasi II yaitu Sistem BI-RTGS, BI-SSS, dan BI-ETP. BI-RTGS
merupakan infrastruktur sistem transfer dana nilai besar dan setelmen dana (high value payment system), sementara BI-SSSS merupakan infrastruktur setelmen dan penatausahaan surat berharga, khususnya Surat Berharga Negara (SBN) dan Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI). Selanjutnya, Bank Indonesia-Electronic Trading Platform (BI-ETP) merupakan infrastruktur sistem transaksi perdagangan surat berharga (trading platform) untuk transaksi lelang SBN dan SBBI, serta Pasar Uang.
Pengembangan dan implementasi sistem pembayaran tersebut didasarkan pada lima pertimbangan strategis yakni: pertama, peningkatan efisiensi dan kemampuan mitigasi risiko sistem sesuai international best practices; kedua, kemampuan untuk terhubung
(interoperabilitas) dengan infrastruktur lain di pasar/sistem keuangan, baik domestik maupun cross-border; ketiga, mengakomodasi dinamika di pasar/sistem keuangan global maupun domestik termasuk perubahan kebijakan baik dari Bank Indonesia
maupun pemerintah; keempat, mengakomodasi perkembangan volume transaksi yang semakin meningkat; dan kelima, pembaruan teknologi sistem.
101 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sejalan dengan implementasi infrastruktur sistem pembayaran generasi II tersebut, pada Desember 2015, Bank Indonesia melaksanakan evaluasi Sistem BI-RTGS dan BISSSS Generasi II melalui Working Group (WG) Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BISSSS. Hasil evaluasi menunjukkan tidak adanya permasalahan yang bersifat major selama penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II.
b. Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Generasi II
Menindaklanjuti implementasi SKNBI Generasi II pada 5 Juni 2015, Bank Indonesia melakukan pengembangan tahap II SKNBI Generasi II. Pengembangan tersebut lebih difokuskan pada layanan multiple transfer (bulk payment). Secara umum, layanan multiple transfer adalah layanan pemrosesan transaksi yang penerima maupun pengirimnya lebih dari satu pihak guna memfasilitasi berbagai pembayaran/penagihan rutin.
Kegiatan pengembangan tahap II untuk layanan multiple transfer kredit meliputi pelaksanaan user acceptance test (UAT) terhadap change request (CR), kegiatan industrial test dengan bank pioneering, dan pelatihan aplikasi modul bulk payment kepada penyelenggara maupun internal Bank Indonesia. Dalam pengujian, terdapat beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti terkait performance aplikasi. Berdasarkan hasil industrial test tersebut, Bank Indonesia menetapkan target implementasi SKNBI Generasi II modul Bulk Payments pada Maret 2016. c. Penggunaan Central Bank Money untuk Setelmen Dana Transaksi di Pasar Modal Penggunaan Central Bank Money (CeBM) merupakan salah satu rekomendasi dalam Principles for Financial Market Infrastructures (PFMIs) yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS) dan International Organization of Securities Commissions (IOSCO). Penggunaan CeBM bertujuan untuk memitigasi kemungkinan timbulnya risiko kredit dan risiko likuiditas dalam pelaksanaan setelmen dana atas transaksi surat berharga.
Sejalan dengan hal itu, Bank Indonesia telah mengembangkan penggunaan CeBM untuk setelmen transaksi efek di pasar modal yang telah diimplementasikan pada Juni 2015. Penggunaan CeBM diperuntukkan pada transaksi SBN dan non-SBN yang diinisiasi oleh bank kustodian. Pada tahap pertama, seluruh bank kustodian wajib melakukan penyelesaian dana dengan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) melalui Sistem BI-RTGS untuk semua transaksi pasar modal dalam mata uang IDR.
Selama ini, kegiatan penyetoran dan penarikan dana dalam rangka setelmen transaksi efek di pasar modal oleh bank kustodian dilakukan hanya melalui lima bank pembayaran. Dengan penggunaan CeBM, akan dilakukan melalui transfer dana antara rekening giro bank dan rekening giro KSEI dalam Sistem BI-RTGS. Keuntungan lain dari mekanisme ini adalah terciptanya persaingan netral (competitive neutrality) karena setiap bank dapat melakukan setelmen transaksi pasar modal dan tidak tergantung pada bank pembayaran tertentu. Selain itu, penggunaan CeBM akan meningkatkan efisiensi pengelolaan likuiditas bagi setiap bank karena tidak perlu memiliki rekening pada institusi lain untuk keperluan setelmen transaksi pasar modal. d. Penerbitan Ketentuan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia
102
Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan/aturan yang dapat dijadikan sebagai payung hukum dalam pelaksanaan sistem pembayaran. Penerbitan ketentuan itu bertujuan untuk meningkatkan keamanan, efisiensi, dan kelancaran, serta untuk meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
sistem keuangan nasional dengan memperhatikan perluasan akses dan kepentingan nasional.
Ketentuan/aturan yang diterbitkan meliputi: a. Ketentuan Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia. Ketentuan itu dituangkan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/9/PBI/2015 tanggal 29 Mei 2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia. Adapun pokok-pokok penyempurnaan ketentuan meliputi: 1. Perluasan akses kepesertaan yang tidak terbatas pada bank umum. 2. Penambahan jasa layanan untuk transaksi yang bersifat rutin. 3. Sentralisasi penyelenggaraan Layanan Kliring Warkat Debet. 4. Peningkatan perlindungan kepada nasabah Peserta SKNBI. b. Ketentuan Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan sistem tersebut, serta untuk mengakomodasi perkembangan transaksi operasi moneter dan transaksi di pasar keuangan dan penggunaan infrastruktur untuk transaksi di pasar keuangan, Bank Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan, yaitu: 1. PBI Nomor 17/18/PBI/2015 tanggal 12 November 2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika. 2. PBI Nomor 17/19/PBI/2015 tentang Perubahan Kedua Atas PBI Nomor 10/13/ PBI/2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara pada 12 November 2015. 3. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 4. SEBI Nomor 17/31/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga Melalui Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 5. SEBI Nomor 17/32/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara. 6. SEBI Nomor 17/33/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari. 7. SEBI Nomor 17/34/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 8. SEBI Nomor 17/35/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Batas Nilai Nominal Transfer Dana Melalui Sistem Bank Indonesia-RealTime Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
e. Perluasan Penggunan Instrumen Pembayaran Nontunai
Selama 2015, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan dalam rangka mendukung elektronifikasi dan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang meliputi:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
103
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
a. Penyusunan Roadmap Elektronifikasi Retail Payment
Pada 2015, Bank Indonesia telah menyelesaikan penyusunan roadmap elektronifikasi retail payment. Road map tersebut akan diimplementasikan melalui program elektronifikasi secara bertahap dalam kurun waktu 2015 - 2024. Adapun tujuan dari penyusunan roadmap elektronifikasi adalah untuk mencapai sasaran utama, yaitu menciptakan masyarakat yang lebih memilih menggunakan transaksi nontunai.
b. Upaya Perluasan Elektronifikasi
Sebagai langkah awal dalam mendukung implementasi program elektronifikasi, Bank Indonesia telah melaksanakan berbagai kegiatan seperti: 1) Menyusun mapping sebaran perangkat Electronic Data Capture (EDC) pada merchant dan kesiapan infrastruktur pendukung transaksi nontunai. Hasil mapping itu dikemukakan dalam kajian insentif pajak bagi transaksi nontunai bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada triwulan IV-2015. Dari hasil kajian tersebut telah direkomendasikan beberapa jenis insentif pajak yang dapat diberikan, yaitu: a) Pajak Penghasilan berupa insentif potongan PPh yang dibayarkan oleh merchant dengan omzet tertentu dan merchant yang menyediakan perangkat EDC untuk bertransaksi secara nontunai, ataupun mengikuti program Cash Receipt System. b) Insentif yang berbentuk penurunan risiko compliance diberikan kepada Wajib Pajak pada sektor tertentu seperti notaris, dokter, pengacara, dan akuntan. Insentif itu diberikan bila Wajib Pajak menyediakan media transaksi nontunai dalam penerimaan biaya jasa/konsultansi. c) Insentif pajak bagi konsumen yang bertransaksi nontunai dalam bentuk hadiah. 2) Menyusun pokok-pokok rekomendasi tentang pembayaran online e-commerce dan m-commerce yang akan dituangkan dalam ketentuan sebagai salah satu upaya mendukung gerakan nontunai. 3) Menyusun draf tentang standar teknis umum untuk interkonektivitas (perusahaan telekomunikasi dengan bank, bank dengan bank) dan e-money services (server based) yang akan menjadi salah satu butir dalam ketentuan perluasan LKD yang tengah disempurnakan. 4) Penandatanganan Nota Kesepahaman (NK)/Perjanjian Kerja sama (PKS) dengan 13 Kementerian/Lembaga (K/L). Ke-13 K/L itu adalah Muslimat NU, Kementerian Tenaga Kerja, OJK, BNP2TKI, Kementerian Dalam Negeri, Pemprov DKI, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Telkomsel, Indosat, XL Axiata, dan BPS. 5) Melaksanakan edukasi tentang elektronifikasi di berbagai daerah di Indonesia dengan melibatkan satuan kerja di kantor pusat dan seluruh KPwBI. Dalam hal ini, Bank Indonesia juga melibatkan K/L terkait, pemerintah daerah, dan perbankan.
c. Mapping Proses Bisnis Transaksi Pembayaran Pemerintah Bank Indonesia telah menyusun 17 model dalam rangka pengembangan elektronifikasi pembayaran. Selama triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah melakukan penjajakan lebih lanjut mengenai bisnis model pada lima kementerian,
104
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada tahap ini, telah diidentifikasi kesiapan masing-masing kementerian untuk implementasi transaksi pembayaran pemerintah secara nontunai. Mapping proses bisnis tersebut juga telah dilakukan di daerah melalui kerja sama Bank Indonesia dan pemerintah daerah yang telah berkomitmen untuk menyusun pemetaan proses bisnis tersebut. Mapping proses bisnis layanan pembayaran yang dapat dimigrasikan dari tunai menjadi nontunai, termasuk penyusunan milestone untuk akselerasi migrasi layanan pembayaran tunai menjadi nontunai. Program tersebut dilaksanakan guna meningkatkan jumlah penggunaan pembayaran elektronik (e-payment) dalam transaksi keuangan pemerintah di daerah. Transaksi tersebut berupa penerimaan maupun pembayaran, dengan melibatkan instansi pemerintah, bisnis (BUMN/ BUMD), dan masyarakat. Saat ini telah terdapat mapping proses bisnis untuk transaksi pembayaran pemerintah di enam wilayah. Keenam wilayah itu adalah Provinsi Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, dan DKI Jakarta. f. Edukasi dan Sosialisasi Instrumen Pembayaran Nontunai dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk mengenalkan fungsi perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran dan instrumen pembayaran nontunai. Untuk itu, Bank Indonesia secara aktif melakukan edukasi dan sosialisasi melalui antara lain, Bank Indonesia Car Free Day, iklan layanan masyarakat, dan berbagai kegiatan lainnya.
Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia menyelenggarakan Festival GNNT “Cinta Non Tunai, Cinta Rupiah” di Jakarta. Pada festival tersebut, Bank Indonesia bekerjasama dengan perbankan, penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA), dan pengembang inovasi jasa sistem pembayaran mengedukasi dan mengajak masyarakat menggunakan instrumen nontunai.
Selain itu, pada triwulan laporan juga dilakukan talk show terkait fungsi Bank Indonesia dalam perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran dan mengajak masyarakat untuk lebih mencintai Rupiah. Kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan penggunaan instrumen nontunai dan Rupiah dalam setiap transaksi di Indonesia.
g. Pembentukan Forum Sistem Pembayaran Indonesia Untuk mendukung pengembangan dan penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia yang lancar, aman, efisien dan andal, diperlukan peningkatan peran Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran serta keterlibatan kementerian dan otoritas terkait. Sehubungan dengan hal itu, pada 27 Agustus 2015 telah dibentuk Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI). Forum beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Otoritas Jasa Keuangan, dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia. FSPI merupakan wadah koordinasi, komunikasi, dan harmonisasi kebijakan, pengaturan, dan program kerja terkait sistem pembayaran. h. Penyesuaian Jadwal implementasi Teknologi Chip dan PIN online 6 (Enam) Digit
Dalam rangka meningkatkan keamanan transaksi menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet, Bank Indonesia mewajibkan penggunaan standar nasional teknologi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
105
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
chip dan PIN online 6 (enam) digit. Berdasarkan evaluasi kesiapan industri, mayoritas penyelenggara kartu ATM dan/atau kartu debet belum sepenuhnya siap untuk mengimplementasikan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 digit. Untuk itu Bank Indonesia melakukan penyesuaian jadwal implementasi standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit pada transaksi kartu ATM dan/atau kartu debet. Pengaturan kembali terkait jadwal implementasi standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 digit pada transaksi kartu ATM dan/atau kartu debet tersebut telah dituangkan dalam ketentuan Bank Indonesia45.
Bank Indonesia memandang bahwa pelaksanaan migrasi dari teknologi magnetic stripe ke teknologi chip yang dilakukan oleh penyelenggara kartu ATM dan/atau kartu debet perlu didorong dengan kebijakan yang memberikan insentif terhadap penggunaan kartu yang telah menggunakan teknologi chip. Atas hal tersebut, Bank Indonesia juga melakukan peningkatan batas maksimum tarik tunai dan transfer untuk kartu ATM dan/ atau kartu debet yang telah menggunakan chip.
i. Pengaturan dan Pengawasan Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia. Saat ini, Bank Indonesia telah menerbitkan Pedoman Teknis Pengawasan Penyelenggaraan APMK dan Uang Elektronik46. Pedoman itu merupakan acuan dalam melaksanakan fungsi pengawasan kepada penyelenggara kegiatan APMK dan uang elektronik. Terkait fungsi pengawas sistem pembayaran, objek pengawasan Bank Indonesia meliputi penyelenggaraan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan industri yaitu penyelenggara APMK, uang elektronik, transfer dana bukan bank (TD BB), serta kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB). Pengawasan dilakukan melalui pemeriksaan tidak langsung (offsite) berdasarkan laporan yang disampaikan oleh penyelenggara dan/atau pemeriksaan langsung (onsite).
Secara umum, objek yang menjadi ruang lingkup pemeriksaan terhadap penyelenggara sistem pembayaran adalah kepatuhan penyelenggara terhadap ketentuan, penerapan prosedur (termasuk penerapan APU dan PPT, pengendalian internal), dan kesehatan perusahaan. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah melakukan onsite terhadap penyelenggara APMK, uang elektronik, TD BB, dan KUPVA BB.
Bank Indonesia juga melakukan pemeriksaan bersama dengan PPATK yang dilakukan sesuai dengan Nota Kesepahaman47. Sampai dengan triwulan IV-2015, telah dilakukan pemeriksaan bersama terhadap penyelenggara KUPVA Bukan Bank yang memiliki eksposur transaksi yang tinggi di beberapa wilayah antara lain Jakarta, Batam, Makassar dan Bali.
45
Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/51/DKSP tanggal 30 Desember 2015 perihal Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan APMK dan Surat Edaran Bank Indonesia No.17/52/DKSP tanggal 30 Desember 2015 perihal Implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan Penggunaan PIN Online 6 Digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang Diterbitkan di Indonesia. 46 SE BI No. 17/43/Intern tanggal 29 September 2015 perihal Pedoman Teknis Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik. 47 Nota Kesepahaman No. NK-26/1.02/PPATK/03/2010 tanggal 18 Maret 2010 tentang Kerjasama Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme dan Risalah Rapat Bank Indonesia dengan PPATK No. 16/6/ DKSP/GPSP/P3PVA/Rsl tanggal 31 Desember 2014.
106
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BOKS BOKS
Implementasi SKNBI Generasi II serta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II
Kini, masyarakat lebih mudah, cepat, dan terjangkau dalam melakukan transfer dana melalui sistem kliring nasional. Sebelumnya, layanan transfer dana melalui kliring dilakukan sebanyak empat kali sehari. Saat ini, pelayanan ditambah menjadi lima kali, yaitu pukul 09:00, 11:00, 13:00, 15:00, dan 16:15 WIB. Sedangkan layanan kliring warkat debet ditingkatkan menjadi empat kali (sebelumnya satu kali). Dengan penambahan layanan itu, dana nasabah akan terkirim dalam jangka waktu maksimal 4 jam. Hal tersebut dimungkinkan dengan mulai berjalannya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II. Waktu transfer yang lebih cepat merupakan tahap pertama pengembangan layanan transfer dana dan kliring warkat debet dari dua tahap rencana pengembangan SKNBI Generasi II. Ke depan, Bank Indonesia akan mengembangkan layanan multiple transfer. Layanan tersebut memungkinkan proses transaksi antarpeserta bersifat multiple, yaitu pada satu amanat transaksi terdapat satu atau lebih nasabah pengirim asal dan satu atau lebih nasabah penerima akhir. Layanan multiple transfer kredit juga merupakan layanan transfer dana yang dapat dipergunakan untuk melakukan pembayaran reguler dalam volume yang relatif besar, seperti pembayaran gaji. Sedangkan layanan multiple transfer debet dapat digunakan untuk penagihan regular seperti pembayaran uang sekolah. Waktu layanan SKNBI Generasi II dibuka dari pukul 06:30 WIB sampai dengan 16:00 WIB (diperpanjang menjadi 9,5 jam dari sebelumnya 8 jam). Penyempurnaan dalam SKNBI Generasi II juga mencakup perluasan akses kepesertaan terhadap penyelenggara transfer dana selain bank umum, yaitu menambah penyelenggara transfer dana (TD) nonbank khusus untuk layanan transfer dana (kliring kredit). Hal ini memungkinkan masyarakat melakukan transfer dana ke seluruh wilayah Indonesia secara aman, murah, dan efisien. Terkait pengembangan layanan SKNBI ini, Bank Indonesia mengatur kewajiban waktu pemrosesan transfer dana bagi bank pengirim dan bank penerima. Bank pengirim harus meneruskan transfer dana paling lama 2 jam setelah menerima amanat dari nasabah, sedangkan bank penerima harus membukukan ke rekening nasabah paling lama 2 jam setelah setelmen di Bank Indonesia. Pengaturan tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan perlindungan kepada nasabah. Selain itu, Bank Indonesia juga telah menetapkan biaya kliring maksimal sebesar Rp5.000. Dibandingkan transfer melalui Sistem BI-RTGS, terdapat beberapa perbedaan transfer melalui SKNBI. Pertama, setelmen SKNBI dilakukan secara periodik (netting), sedangkan Sistem BI-RTGS secara individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi nasabah yang dapat diproses melalui SKNBI maksimal sebesar Rp500 juta per transaksi, sedangkan transaksi melalui Sistem BI-RTGS minimal sebesar Rp100 juta per transaksi. Ketiga, biaya yang dikenakan Bank Indonesia kepada peserta untuk SKNBI lebih murah, yaitu sebesar Rp750 per transaksi, sedangkan untuk Sistem BIRTGS sebesar Rp15.000.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
107
BOKS BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dalam rangka mendukung implementasi SKNBI Generasi II tersebut, Bank Indonesia menerbitkan berbagai ketentuan untuk meningkatkan keamanan, kelancaran sistem pembayaran, dan perlindungan konsumen48. Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II Kegiatan transaksi sistem pembayaran di masyarakat perlu didukung sistem pembayaran yang semakin aman, cepat, dan andal melalui pembaruan teknologi dan peningkatan perlindungan terhadap nasabah. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui implementasi sistem pembayaran yang telah diperbarui, yaitu Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS), Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), dan Bank Indonesia Electronic Trading Platform (BI-ETP) Generasi II yang berlaku mulai 16 November 2015. Selain peningkatan kualitas teknologi dan jaringan komunikasi, Bank Indonesia meningkatkan perlindungan nasabah dengan menerapkan kewajiban maksimal proses dana transfer nasabah. Bank diwajibkan untuk memproses dana transfer nasabah paling lama satu jam setelah bank penerima memperoleh dana di Sistem BI-RTGS. Sistem BI-RTGS merupakan sistem transfer dana elektronik antarpeserta, terutama bank. Sistem ini mengakomodasi transfer dana nasabah dalam nominal besar yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi. BI-SSSS digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik. Sementara itu, BI-ETP adalah sarana transaksi Bank Indonesia terkait operasi moneter, transaksi pemerintah dalam pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN), transaksi pasar uang antarbank baik oleh perbankan konvensional (Pasar Uang AntarBank/PUAB) maupun syariah (Pasar Uang AntarSyariah/PUAS). Implementasi Sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan BI-ETP Generasi II didasarkan pada lima pertimbangan penting yaitu: 1. Peningkatan efisiensi dan kemampuan mitigasi risiko sistem sesuai international best practices. 2. Kemampuan untuk terhubung (interoperabilitas) dengan infrastruktur lain di pasar/sistem keuangan, baik domestik maupun cross-border. 3. Mengakomodasi dinamika di pasar/sistem keuangan global maupun domestik, termasuk perubahan kebijakan dari Bank Indonesia maupun pemerintah. 4. Mengakomodasi perkembangan volume transaksi yang semakin meningkat. 5. Pembaruan teknologi sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi I yang telah berjalan lebih dari 10 tahun. Implementasi dan pengembangan tersebut juga dilatarbelakangi oleh peningkatan volume transaksi Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS yang sebelumnya memiliki keterbatasan kapasitas untuk pemrosesan aplikasi dan infrastruktur. Disamping 48 Peraturan Bank Indonesia No. 17/9/PBI/2015 tanggal 5 Juni 2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/13/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia, dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Perlindungan Nasabah Dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
108
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BOKS
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
adanya kebutuhan bisnis terkait dengan pengelolaan likuiditas yang lebih efisien, ragam surat berharga yang semakin bertambah, dan kemudahan untuk melakukan transaksi. Bank Indonesia berusaha mengakomodasi teknologi terkini dengan penggunaan infrastruktur peranti keras (hardware) dan peranti lunak (software) terkini, serta standardisasi message. Langkah ini sekaligus memperbarui infrastruktur Sistem BIRTGS dan BI-SSSS Generasi I yang sudah berusia 10 tahun. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia mengadopsi message format ISO 15022 sebagai standar internasional sistem pembayaran. Pengadopsian ini memberikan kemudahan peserta untuk melakukan interkoneksi antara ketiga sistem tersebut dengan sistem terkait di internal peserta masing-masing, maupun interkoneksi secara cross border. Pengembangan tersebut diharapkan dapat meningkatkan keandalan infrastruktur dan penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS yang mengacu pada Principles for Financial Market Infrastructures (PFMIs). Pengembangan sistem ini juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi penyelenggaraan BI-RTGS dan BI-SSSS (termasuk efisiensi penggunaan likuiditas dan operasional melalui penggunaan standar platform). Selain itu, pengembangan sistem pembayaran ini akan memberikan kemudahan perubahan kebijakan Bank Indonesia dalam operasi moneter dan pemerintah dalam melaksanakan transaksi dan penatausahaan surat berharga negara. Bagi perbankan, implementasi Generasi II akan memberikan kesempatan dalam melakukan manajemen prioritas transaksi dan likuiditasnya secara lebih baik. Selain itu, kebutuhan transaksi pasar uang dapat diakomodasi dengan baik karena informasi mengenai transaksi pasar uang dapat diperoleh lebih baik. Sedangkan peningkatan perlindungan nasabah dilakukan dengan pengaturan waktu transfer dan batas atas biaya transaksi BI-RTGS, yaitu sebesar Rp35.000. Hal ini menguntungkan bagi nasabah, karena adanya kepastian waktu dan biaya transfer. Penerapan kebijakan batas nilai nominal transfer dana antarbank peserta sistem BIRTGS untuk kepentingan nasabah tidak akan mengurangi kecepatan layanan transfer dana kepada masyarakat. Mulai 16 November 2015 sampai dengan 30 Juni 2016, nilai nominal transfer dana melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tidak dibatasi. Dengan demikian, masyarakat tetap dapat menerima dana secara cepat karena setelmen dana dalam layanan transfer dana melalui SKNBI dilakukan sebanyak 5 kali per hari. Per 1 Juli 2016, batas nilai nominal transfer dana melalui SKNBI dibatasi paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per transaksi. Untuk mendukung implementasi sistem Generasi II dan memitigasi risiko yang mungkin timbul, Bank Indonesia akan menerbitkan ketentuan-ketentuan terkait. Bank Indonesia juga menerapkan masa transisi penyelesaian transaksi transfer dana melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI sebagai berikut (Gambar 3.7): Gambar 3.7 Masa Transisi Penyelesaian Pemberlakuan Nominal Traksi
38 Nota Kesepahaman Nomor: 16/33/GBI/DPU/NK – B/29/VIII/2014 tanggal 1 September 2014 tentang Kerja Sama Dalam Rangka MendukungPelaksanaan Tugas Dan Kewenangan Bank Indonesia Dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
109
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dengan sistem Generasi II, kebutuhan perkembangan pasar keuangan Indonesia diharapkan dapat terpenuhi. Selain itu, stabilitas sistem keuangan terjaga dan kegiatan sistem pembayaran nasional berlangsung aman dan lancar.
3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang Bank Indonesia memenuhi kebutuhan uang Rupiah melalui penyediaan uang layak edar ke seluruh wilayah Indonesia termasuk ke wilayah terpencil.
Kebijakan pengelolaan uang Rupiah diarahkan pada upaya untuk memenuhi kebutuhan uang berkualitas dengan jumlah yang memadai dan pecahan yang sesuai secara tepat waktu di seluruh wilayah NKRI. Dalam kaitan itu, Bank Indonesia berupaya memastikan ketersediaan, keamanan, dan kualitas layanan alat pembayaran sesuai perkembangan kebutuhan masyarakat. Selain menjangkau seluruh wilayah NKRI, uang harus memiliki kualitas yang baik dengan fitur keamanan yang tidak mudah dipalsukan. Kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai tiga pilar pengelolaan uang Rupiah yakni: pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya; kedua, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal; dan ketiga, layanan kas yang prima. Untuk mencapai pilar pertama ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, Bank Indonesia selama triwulan IV-2015 dan 2015 melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Koordinasi dengan pemerintah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang
Undang-Undang tentang Mata Uang antara lain mengatur bahwa Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang. Sebagai bentuk koordinasi dalam perencanaan dan pencetakan uang, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan telah menyepakati jumlah rencana cetak uang rupiah dan proyeksi pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) untuk 2016 dan 2017.
Jumlah rencana cetak uang pada 2016 sebesar Rp181,8 triliun yang terdiri atas Rp180,7 triliun uang kertas dan Rp1,2 triliun uang logam. Sedangkan rencana cetak uang 2017 sebesar Rp310,6 triliun, terdiri atas Rp309,2 triliun uang kertas dan Rp1,5 triliun keping uang logam. Kesepakatan rencana cetak itu berdasarkan asumsi indikator makro ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate), dan asumsi jumlah uang tidak layak edar (UTLE) yang akan dimusnahkan.
Dari sisi proyeksi pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE), pemerintah telah menyepakati pemusnahan sebesar Rp194,0 triliun untuk 2016 dan Rp234,24 triliun pada 2017. Kenaikan proyeksi pemusnahan uang Rupiah itu merupakan kebijakan Bank Indonesia untuk secara berkesinambungan meningkatkan kualitas uang yang diedarkan di masyarakat (clean money policy).
b. Kerja Sama pencetakan uang Rupiah 2015 dengan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri)
110
Pada triwulan IV-2015, realisasi cetak uang mencapai Rp87,4 triliun atau 86,6% dari pesanan cetak uang pada periode yang sama. Realisasi cetak uang itu terdiri atas uang kertas sebesar Rp87,2 triliun dan uang logam Rp236,0 miliar. Sebelumnya, Perum Peruri telah merealisasikan cetak uang yang lebih tinggi pada triwulan II-2015 dan awal
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
triwulan III-2015 sebagai persiapan menghadapi Ramadan dengan realisasi masingmasing sebesar Rp72,3 triliun serta Rp61,3 triliun. Dengan perkembangan itu, realisasi cetak uang selama 2015 mencapai Rp319,2 triliun atau 100% dari pesanan cetak uang, yang terdiri atas uang kertas Rp318,0 triliun dan uang logam Rp1,1 triliun. c. Pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah 1) Koordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal).
Dalam upaya memperkuat penerapan tata kelola pemberantasan Rupiah palsu pada 2016, telah dilakukan rapat koordinasi seluruh unsur Botasupal49 untuk membahas pedoman mekanisme koordinasi pencegahan tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah.
Program kerja Botasupal 2016 mencakup aspek preventive yaitu (1) meningkatkan unsur pengaman uang Rupiah dari sisi importasi security ink yang memerlukan koordinasi dengan kementerian terkaits; (2)Aspek preemptive berupa prioritasi program edukasi dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah. Aspek repressive atau penegakan hukum berupa (1) penetapan standar sanksi terhadap pelaku, pembuat dan pengedar pada kasus uang palsu, serta (2) penghargaan bagi aparat dan masyarakat yang memberikan informasi pengungkapan kasus pemalsuan uang Rupiah
2) Sosialisasi dan edukasi mengenai ciri keaslian uang Rupiah dan cara memperlakukan uang Rupiah dengan baik.
49
Selama triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah menyelenggarakan 17 kali kegiatan sosialisasi yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia antara lain Jakarta, Banten, Semarang, Palembang, Pangkal Pinang, Sumbawa, Gorontalo, dan Pontianak. Dengan demikian, akumulasi kegiatan sosialisasi selama 2015 mencapai 59 kali dengan jumlah peserta lebih dari 35.000 orang. Peserta sosialisasi berasal dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk aparat penegak hukum, akademisi/ pelajar, cash handlers, dan masyarakat umum.
Media sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah dilakukan dalam berbagai bentuk antara lain melalui pagelaran kesenian tradisional di Cirebon dan Atambua serta Tarian Tebe oleh 4.601 penari di kota Atambua yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Hal ini ditujukan agar sosialisasi berjalan dengan efektif melalui pendekatan budaya lokal.
Kegiatan sosialisasi juga dilakukan Bank Indonesia melalui kerja sama dengan beberapa lembaga seperti dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahkamah Agung, dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); melalui jalur pendidikan formal, dalam bentuk materi ajar kebanksentralan pada kurikulum SMA/MA sebagai bagian dari materi pendidikan Ekonomi.
Untuk memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada masyarakat, edukasi dan sosialisasi juga dilakukan secara tidak langsung melalui media, seperti Iklan Layanan Masyarakat (ILM) di radio, socialmedia (youtube, facebook dan twitter), dan penerbitan buku cerita bergambar (cergam) seri Aku Cinta Rupiah.
Botasupal atau Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2012, yang terdiri dari 5 unsur, yaitu Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
111
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Bank Indonesia juga mempublikasikan minisite Rupiah pada website Bank Indonesia dengan materi mengenai ciri uang Rupiah, pencegahan dan penanggulangan kejahatan pemalsuan uang Rupiah, edukasi dan permainan untuk anak, serta berbagai permainan interaktif mengenai uang Rupiah. Materi tersebut dapat diunduh dalam bentuk leaflet dan booklet sesuai kelompok pengguna, seperti masyarakat umum, perbankan, cash handlers, dan aparat penegak hukum
3) Dukungan terhadap upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia.
Bank Indonesia mendukung upaya represif kepolisian dalam penanganan kasus uang palsu untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana pemalsuan uang. Dukungan itu dilakukan melalui penyampaian informasi penemuan uang Rupiah palsu, pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah, serta hasil pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti uang Rupiah palsu yang dilakukan oleh laboratorium analisis uang rupiah palsu dan BICAC (Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center).
Pada triwulan IV-2015, Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) telah melakukan 12 kali pemeriksaan laboratorium terhadap uang rupiah yang diduga palsu dan 12 keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang rupiah di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Selama 2015, KPBI telah melakukan 34 kali pemeriksaan laboratorium atas permintaan Kepolisian RI di wilayah Jakarta dan sekitarnya, dengan barang bukti uang Rupiah yang diduga palsu sejumlah 13.249 lembar, terutama pecahan Rp100.000 dan Rp50.000.
d. Kebijakan dalam rangka mencapai pilar kedua “distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal”, dilakukan melalui: a. Peningkatan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
Untuk meningkatkan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat (KP) maupun di seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN), Bank Indonesia meningkatkan frekuensi maupun kuantitas distribusi uang Rupiah. Pada triwulan IV-2015, realisasi distribusi uang Rupiah mencapai Rp70,1 triliun dalam berbagai pecahan. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp45,9 triliun (65,5%) didistribusikan untuk memenuhi tambahan kecukupan persediaan kas KPwDN-BI dan Rp24,1 triliun (34,5%) untuk KPBI.
Selama 2015, realisasi distribusi uang mencapai Rp240,4 triliun atau 151,1% dari proyeksi sebesar Rp159,1 triliun. Realisasi tersebut meningkat 44,4% dibandingkan 2014 sebesar Rp166,5 triliun. Pangsa terbesar distribusi uang ke KPwDN-BI ditujukan untuk KPwDN-BI Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Selatan, dan Provinsi Jawa Timur yang masing-masing berkisar Rp20 triliun, hal tersebut dikarenakan meningkatnya perekonomian di provinsi tersebut dan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan uang di wilayah kerjanya.
b. Kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa angkutan.
112
Bank Indonesia bekerja sama dengan beberapa BUMN untuk menyediakan armada transportasi secara reguler guna mendukung kelancaran kegiatan distribusi Rupiah ke seluruh Indonesia. Kerjasama yang telah dibangun adalah dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni), dan PT Silkargo Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
PT KAI menyediakan moda transportasi kereta api terjadwal untuk distribusi uang Rupiah ke wilayah Indonesia melalui jalan darat, sementara PT Pelni menyediakan moda transportasi laut (kapal penumpang) yang terjadwal sebagai alternatif jika perusahaan pengangkutan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) tidak mempunyai jalur distribusi uang Rupiah Bank Indonesia atau tidak dapat melayani permintaan distribusi uang pada waktu yang diperlukan. PT Silkargo Indonesia merupakan salah satu perusahaan EMKL yang menyediakan dan menyewakan kapal laut dan truk untuk distribusi uang Rupiah ke beberapa daerah.
e. Kebijakan dalam rangka mencapai pilar ketiga “layanan kas prima”, dilakukan melalui: a. Layanan kas keliling
Kegiatan Kas Keliling dilakukan pada tempat-tempat keramaian seperti pasar, stasiun kereta api, kegiatan pameran; wilayah perbatasan; daerah terpencil; dan pulau terdepan Indonesia. Kegiatan ini berupa penukaran uang pecahan dan uang rusak/cacat/lusuh dengan uang layak edar.
Selama triwulan IV-2015, total penukaran Rupiah melalui kegiatan Kas Keliling tercatat sebesar Rp429,0 miliar. Secara keseluruhan 2015, jumlah penukaran pada layanan Kas Keliling mencapai Rp1,8 triliun atau meningkat 25,7% dibandingkan tahun sebelumnya.
Untuk memperluas layanan kas ke wilayah terpencil dan pulau terdepan NKRI, pada 2015 Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Perhubungan, dan Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut. Pelaksanaan layanan kas ke wilayah terpencil dan terdepan NKRI menjadi salah satu kegiatan dalam Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ) yang dilaksanakan pada Mei - Juni 2015 dengan melewati rute Makassar – Sorong – Saumlaki – Kupang.
Selanjutnya, Bank Indonesia juga mengikuti Ekspedisi Bhakti Kesejahteraan Rakyat Nusantara (Bhakesra) pada Agustus – September 2015, dengan melewati rute Jakarta – Makassar (Bekul) – P. Muna (Kab. Muna) – P. Wawonii (Kab.Konawe Kepulauan) – P. Banggai Laut – P. Togean (Kab.Tojo Una-una) – Perairan Parigi Moutong – Makassar (Bekul) – Jakarta. Pada Desember 2015, Bank Indonesia mengikuti Ekspedisi Kas Kepulauan dengan melewati rute Bitung – Pulau Marore – Pulau Miangas – Pulau Karatung – Pulau Kabaruang – Ternate.
b. Perluasan jaringan Kas Titipan.
Perluasan jaringan Kas Titipan dilakukan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi yang cukup tinggi.
Pada triwulan IV-2015, terdapat penambahan tiga Kas Titipan yaitu di Dumai (Provinsi Riau), Tanjung Selor (Provinsi Kalimantan Timur), dan Parepare (Provinsi Sulawesi Selatan). Kas Titipan di Dumai dikelola oleh Bank Rakyat Indonesia yang beranggotakan 15 bank peserta. Kas Titipan di Tanjung Selor dikelola oleh BPD Kalimantan Timur yang beranggotakan 3 bank peserta. Sedangkan Kas Titipan di Parepare beranggotakan 7 bank peserta dan dikelola oleh BPD Sulawesi Selatan & Barat. Pada 2015, terdapat 35 Kas Titipan yang beranggotakan 368 kantor bank.
Selama triwulan IV-2015, jumlah uang Rupiah yang ditarik oleh bank pengelola Kas Titipan sebesar Rp16,1 triliun, naik 38,2% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut, jumlah penarikan bank dalam
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
113
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
rangka Kas Titipan selama 2015 mencapai Rp47,4 triliun atau tumbuh 31,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Penarikan uang Rupiah tertinggi dilakukan oleh perbankan wilayah Sumatera, diikuti oleh Sulampua Bali Nusra, dan Kalimantan. Selain kegiatan yang mendukung pencapaian ketiga pilar kebijakan pengelolaan uang rupiah, Bank Indonesia juga melakukan kerja sama dengan lembaga terkait untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pengelolaan uang rupiah. Kerja sama tersebut diwujudkan dalam bentuk penandatanganan Nota Kesepahaman (NK)50 antara Bank Indonesia dan Kepolisian RI pada 1 September 2014. Ruang lingkup NK itu meliputi tukar menukar data dan/atau informasi; pengamanan dan pengawalan; pengawasan; penegakan hukum; peningkatan sumber daya manusia; dan sosialisasi. Sebagai pedoman teknis pelaksanaannya, Bank Indonesia dan Kepolisian RI menandatangani Pedoman Kerja (PK) di tingkat nasional dan Pokok-Pokok Kesepahaman (PPK) di tingkat provinsi. Penandatanganan PK dan PPK tersebut terkait dengan kerja sama pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah, pengawalan dan pengamanan, pengawasan badan usaha jasa pengawalan, kejahatan di bidang sistem pembayaran, dan penanggulangan pemalsuan uang Rupiah. Sampai dengan akhir 2015, Kantor Perwakilan Bank Indonesia dan Kepolisian Daerah telah menandatangani 27 PPK, yaitu: - 9 provinsi di wilayah Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka Belitung), - 5 provinsi di wilayah Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Daerah Istimewa Yogyakarta), dan - 13 provinsi di Kawasan Indonesia Timur (Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat).
Gambar 3.8 Kebutuhan Masyarakat Periode Natal & Akhir Tahun 2015 50 Nota Kesepahaman Nomor: 16/33/GBI/DPU/NK – B/29/VIII/2014 tanggal 1 September 2014 tentang Kerja Sama Dalam Rangka MendukungPelaksanaan Tugas Dan Kewenangan Bank Indonesia Dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
114
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.4. Kerja Sama Internasional 3.4.1. Kerja Sama dalam Forum G20 Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah melaksanakan tiga kegiatan terkait forum G20. Pertama, pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur bank sental. Kedua, pertemuan tingkat kepala negara atau KTT G20. Ketiga, pertemuan tingkat Deputi Menteri Keuangan dan Gubernur bank sentral. Terkait isu strategi pertumbuhan (growth strategy), Bank Indonesia telah menyusun Laporan Implementasi dan Evaluasi Growth Strategy Indonesia. Dalam forum tersebut, G20 memandang perbaikan ekonomi mulai berlangsung di beberapa negara besar. Namun demikian, pertumbuhan global belum merata dan terus menurun di bawah proyeksi sebelumnya. Untuk itu, G20 sepakat untuk menempuh beberapa kebijakan. Pertama, kebijakan moneter untuk memastikan stabilitas harga dan dukungan terhadap kegiatan ekonomi, sesuai mandatnya. Kedua, kebijakan fiskal yang fleksibel untuk mendorong pertumbuhan jangka pendek dan penciptaan lapangan kerja. Ketiga, kebijakan untuk mengurangi ketidakseimbangan global (global imbalances). Keempat, kebijakan untuk melakukan kalibrasi dan komunikasi secara hati-hati dan jelas guna menghindari rambatan negatif (negative spillover), terutama dari kebijakan negara besar terhadap negara lainnya.
Selama 2015, Bank Indonesia berperan aktif dalam berbagai fora internasional dengan fokus pada stabilitas ekonomi dan sistem keuangan, reformasi lembaga keuangan internasional, pencegahan krisis, dan optimalisasi dampak positif dari integrasi sektor keuangan.
Kehadiran Indonesia yang diwakili oleh Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo pada KTT G20 Antalya memberikan kontribusi dalam berbagai isu. Pada kesempatan tersebut, Presiden RI mengingatkan pentingnya perbaikan arsitektur keuangan internasional, di antaranya melalui reformasi IMF. Hal itu sebagai upaya meningkatkan keterwakilan suara dari negara berkembang, sekaligus memperbaiki tata kelola surveillance ekonomi global. Ketergantungan kepada dolar AS harus dikurangi untuk mengurangi kerentanan gejolak mata uang, khususnya di emerging economies. Kerentanan gejolak mata uang tersebut dapat mengganggu stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Dalam menghadapi pelemahan ekonomi global, G20 juga harus terus mendorong pertumbuhan ekonomi global melalui reformasi struktural. Dalam hal ini, Indonesia menunjukkan berbagai paket kebijakan ekonomi yang ditujukan untuk mendorong pertumbuhan dan stabilitas perekonomian. Sebagai anggota G20, Indonesia mendukung agenda reformasi perpajakan internasional untuk mencapai sistem yang lebih adil dan transparan melalaui BEPS Action Plan dan automatic exchange of tax information in the financial sector. Sepanjang 2015, Bank Indonesia dan delegasi RI menunjukkan kepemimpinan dengan kesungguhan dalam menjalankan komitmen Indonesia di G20. Indonesia telah menyusun Adjusted Growth Strategies dan Country Specific Investment Strategies (CSIS) untuk mendukung reformasi struktural yang mendorong peningkatan investasi. Indonesia juga terlibat aktif dalam agenda pengembangan infrastruktur global melalui Global Infrastructure Facility dan Global Infrastructure Hub. Bank Indonesia dan instansi terkait di bawah koordinasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyusun Indonesia’s Action Plan Implement the G20 High Level Principles on Beneficial Ownership Transparency untuk memperkuat kebijakan anti korupsi di Indonesia. Terkait hal ini, Bank Indonesia telah menyusun G20 Country Plan on Remittances yang bertujuan untuk meningkatkan teknologi transfer dan akses TKI di luar negeri terhadap lembaga keuangan, sehingga biaya pengiriman uang ke Indonesia bisa ditekan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
115
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.4.2. Kerja Sama dalam Forum IMF Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah melaksanakan kegiatan terkait keanggotaan Indonesia dalam Dana Moneter Internasional (IMF). Salah satu pertemuan yang dihadiri adalah IMF Annual Meeting di Lima, Peru, 6-11 Oktober 2015. Pada pertemuan tersebut, IMF menyampaikan asesmen terkini atas perekonomian global, respons kebijakan IMF, dan rekomendasi respons kebijakan negara anggota IMF. IMF menggarisbawahi prospek perekonomian global yang masih lemah dan mengidentifikasi sumber kerentanan, baik dari negara maju maupun dari negara berkembang. Outlook perekonomian dunia terus mengalami revisi ke bawah dan sudah direvisi sebanyak tiga kali. Dalam pertemuan tersebut, yang menjadi perhatian utama adalah pelemahan ekonomi global seperti Tiongkok, ketidakpastian normalisasi Fed, dan menurunnya harga komoditas. Menanggapi kondisi tersebut, diperlukan upaya global untuk melakukan reformasi struktural dan meningkatkan kesenjangan output. Negara emerging harus mempersiapkan diri dalam menghadapi penataan kembali dunia (global realignment) dan volatilitas yang masih berlangsung ke depan. Untuk itu, negara emerging perlu kritis dalam menentukan respons kebijakan dan trade off-nya (loosening Monetary Policy/Fiscal Policy), serta meningkatkan pengawasan dan kerangka kerja makroprudensial. Terhadap perekonomian dunia yang penuh ketidakpastian diperlukan kebijakan untuk meningkatkan potensi pertumbuhan dan memastikan stabilitas. Strategi yang diusung adalah dukungan pertumbuhan saat ini, ketahanan investasi (invests in resilience), dan pertumbuhan jangka panjang berkelanjutan yang aman. 3.4.3. Kerja Sama Asean Para Menteri Keuangan dan Gubernur bank sentral Asean telah menyepakati visi integrasi sektor keuangan setelah 2015 pada pertemuan Maret 2015. Kesepakatan itu menjadi bagian dalam Asean Economic Community (AEC) Blueprint 2025 yang telah disahkan oleh AEC Council. AEC Blueprint ditandatangani para kepala pegara/pemerintahan bersama-sama dengan Declaration of the Asean Community 2015 pada KTT ke-27 Asean di Kuala Lumpur, Malaysia, 22 November 2015. Pendeklarasian ini menandai berlakunya secara resmi Asean Community 2015 di kawasan Asean dan langkah integrasi ekonomi Asean tahap selanjutnya melalui AEC Blueprint 2025. Selanjutnya, setiap sektor diminta untuk menyusun Strategic Action Plan guna memastikan tercapainya visi integrasi ekonomi Asean 2025. Menindaklanjuti hal itu, Bank Indonesia berinisiatif menyusun Strategic Direction sebagai pedoman bagi Working Committees di sektor keuangan dalam penyusunan Strategic Action Plan. Strategic Direction itu disusun dengan memperhatikan relevansinya dengan 6 key features integrasi keuangan Asean yang telah disepakati sebelumnya. Strategic Direction bertujuan untuk memberikan arahan (top down direction) dari menteri dan gubernur yang dipadukan dengan bottom up initiatives dari Working Committees. Strategic direction dilakukan dengan tujuan integrasi sektor keuangan ke sektor riil. Di sisi lain, integrasi keuangan hendaknya diimbangi dengan stabilitas keuangan agar manfaatnya berkesinambungan dan dapat dinikmati oleh masyarakat Asean secara luas.
116
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.4.4. Kerja Sama Asean+3 Kerja sama Asean+3 masih terus difokuskan pada upaya penguatan ketahanan kawasan dalam menghadapi risiko ketidakpastian global yang masih berlanjut. Upaya penguatan ketahanan kawasan dilakukan melalui Regional Financial Arrangement dengan meningkatkan kesiapan operasionalisasi dan implementasi Chiang Mai Initiatives Multilateralization (CMIM) maupun peningkatan peran Asean+3 Macroeconomic Research Office (AMRO). Hingga triwulan IV-2015, penguatan CMIM masih diarahkan pada penguatan koordinasi antara CMIM dan Global Financial Safety Net (GFSN) seperti fasilitas IMF. Penguatan lainnya berupa peningkatan operasionalisasi hal-hal teknis yang mengacu pada standar internasional. Penguatan koordinasi antara CMIM dn GFSN antara lain dilakukan melalui pelaksanaan studi bersama antara Bank of Korea, Bank Indonesia, dan Bank of Japan. Studi itu mengenai “Troika’s Economic Adjustment Programs in the Euro Area for the CMIM’s Future Reference”. Pelaksanaan studi itu bertujuan untuk mengetahui peran dan keterlibatan IMF pada skema Regional Financial Arrangement di kawasan Euro sebagai referensi dalam memperkuat CMIM Arrangement. 3.4.5. Kerja Sama Bank of International Settlement (BIS) Pada November 2015, Gubernur bank sentral anggota BIS membahas peluang dan tantangan bank sentral terkait kebijakan inklusi keuangan, terutama yang berasal dari inovasi teknologi. Bank sentral berperan penting dalam inklusi keuangan, terutama melalui regulasi nasional, penerapan standar internasional, pengawasan lembaga keuangan, edukasi keuangan, dan pengelolaan data untuk memfasilitasi terciptanya desain dan evaluasi kebijakan yang baik. Pada pertemuan itu, Gubernur bank sentral anggota BIS menerima dua laporan terkait layanan digital, yakni laporan Digital Currencies dan Consultative document on Guidance on cyber resilience for Financial Market Infrastructures (FMI). Digital Currencies merupakan aset (seperti halnya bitcoins), yang nilainya tergantung penawaran dan permintaan (supply-demand), namun tidak memiliki nilai intrinsik. Bank sentral memantau perkembangan digital currencies mengingat instrumen ini bukan merupakan pinjaman dari individu/institusi dan tidak dijamin otoritas. Lebih lanjut, digital currencies memiliki risiko sebagai alat pembayaran dan penggunaannya yang lebih luas, seperti risiko ketidakpastian nilai instrumen ke depan, ketidakpastian hukum, dan perlindungan konsumen. Consultative document on Guidance on cyber resilience for Financial Market Infrastructures (FMI) disusun untuk mendukung FMI dalam upaya meningkatkan ketahanan siber (cyber resilience) terhadap stabilitas keuangan. Kolaborasi antara FMIs dan otoritas dapat menjadi solusi efektif dalam upaya memperkuat cyber resilience karena efisien dan tepat waktu. 3.4.6. Kerja Sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP) Pada triwulan IV-2015, pertemuan Deputi Gubernur anggota EMEAP membahas kondisi ekonomi dan keuangan terkini di kawasan EMEAP dengan fokus pada risiko re-pricing di pasar keuangan global. Aksi jual (sell-off) di pasar ekuitas menunjukkan terjadinya risiko re-pricing yang dipicu oleh kekhawatiran prospek ekonomi di kawasan, khususnya dampak dari perlambatan ekonomi Tiongkok dan kemungkinan pengurangan likuiditas paska kebijakan the Fed. Kondisi itu dapat menyebabkan ekonomi kawasan menjadi semakin rentan terhadap shock di tengah fundamental ekonomi yang menunjukkan pelemahan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
117
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Merespons kondisi kawasan tersebut, Bank Indonesia menyampaikan pandangan perlunya aksi kebijakan regional melalui komunikasi bersama anggota EMEAP kepada pasar mengenai kondisi ekonomi dan keuangan kawasan. Pandangan Bank Indonesia didukung bank sentral anggota EMEAP. Pada prinsipnya, mereka menyepakati bahwa komunikasi yang baik kepada pasar dipadu dengan kebijakan kehati-hatian merupakan kunci utama dalam mitigasi risiko, khususnya melalui peningkatan kepercayaan pasar. Pada kesempatan tersebut, para delegasi juga membahas reformasi pengaturan keuangan global (global financial regulatory reforms), khususnya mengenai over the counter derivative market (OTC DM). Dalam hal ini, Bank Indonesia menyampaikan pandangan atas hasil survei yang bertujuan untuk memantau kemajuan inisiatif regulasi OTC derivatif di kawasan dan didukung seluruh Deputi Gubernur EMEAP. Bank Indonesia menyampaikan pandangan bahwa pengelompokkan anggota Financial Stability Board (FSB) dan non-FSB pada survei, masing-masing sebagai proxy antara “pasar aktif” dan “pasar kurang aktif” dapat menyebabkan persepsi kurang tepat. Alasannya, tidak semua anggota FSB memiliki kedalaman dan cakupan pasar OTC derivatif yang sama. Selanjutnya, survei akan disesuaikan dengan pandangan Bank Indonesia tersebut. 3.4.7. Kerja Sama Lainnya Untuk memfasilitasi perdagangan bilateral antar kedua negara, Gubernur Bank Indonesia dan Reserve Bank of Australia menandatangani perjanjian kerjasama Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) pada 15 Desember 2015. Kerjasama swap AUD/IDR itu bernilai sebesar AUD10 miliar atau Rp100 triliun. Kerja sama akan berlaku efektif selama 3 tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan kedua pihak. Perjanjian ini bertujuan untuk mendorong perdagangan bilateral yang bermanfaat bagi pengembangan ekonomi kedua negara. Secara khusus, perjanjian ini akan menjamin penyelesaian transaksi perdagangan dalam mata uang lokal antara kedua negara meski dalam kondisi terdapat tekanan di pasar keuangan.
Komunikasi kebijakan Bank Indonesia selama 2015 dilakukan secara “proaktif horizontal” yakni dengan melakukan dialog kepada stakeholders Bank Indonesia melalui berbagai jalur komunikasi mulai dari media konvensional hingga media sosial.
118
Di samping itu, Bank Indonesia juga terlibat aktif dalam Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2015 pada 27 Oktober - 1 November 2015 dengan mengundang duta besar negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam dan Konsulat Jenderal Negara. Dalam kegiatan tersebut, Bank Indonesia menyelenggarakan High Level Discussion: Innovation in Sukuk Issuance for Achieving Higher Linkage between Real and Financial Sector. Bank Indonesia membawa delegasi IDB Gateway Office untuk berkunjung ke pondok pesantren dalam rangka memperkenalkan sistem pendidikan dan kemandirian ekonomi pesantren. Penyelenggaraan kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia.
3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan Untuk mendukung visi dan misi Bank Indonesia, komunikasi merupakan fungsi yang sangat penting bagi bank sentral. Dalam kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, komunikasi dipandang sebagai salah satu instrumen kebijakan itu sendiri. Komunikasi kebijakan Bank Indonesia dapat meningkatkan efektivitas kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia agar kebijakan Bank Indonesia dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Menyikapi dinamika yang terus berkembang pada 2015, Bank Indonesia menerapkan strategi komunikasi “Proaktif Horisontal” untuk berdialog dengan stakeholders-nya. Pendekatan komunikasi ini menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi yang mengedepankan media sosial sebagai platform komunikasi yang sangat berpengaruh dalam pembentukan opini publik. Di sisi lain, terdapat pergeseran politik dan demografi di Indonesia yang semakin demokratis sehingga pendekatan komunikasi Bank Indonesia terus beradaptasi. “Proaktif” dalam arti Bank Indonesia berinisiatif untuk melakukan dialog, diskusi, dan penyebaran informasi mengenai kebijakannya sejak dini dan terencana melalui berbagai instrumen komunikasi (multi-channels), mulai dari media konvensional hingga media sosial. “Horisontal” berarti pendekatan dua arah (two ways communications) yang melibatkan pemangku kepentingan sebagai mitra sejajar. Dalam mengkomunikasikan kebijakannya, Bank Indonesia menggunakan berbagai media (multi-channel), baik media konvensional seperti surat kabar, televisi maupun radio ataupun melalui website dan media sosial. Komunikasi melalui media elektronik dilakukan melalui talkshow TV dan radio ataupun wawancara khusus. Secara umum, sesuai dengan pendekatan proaktif horisontal, komunikasi kebijakan Bank Indonesia didominasi oleh website dan media sosial (Tabel 3.6). Hal ini disebabkan channel komunikasi tersebut dapat menjangkau seluruh stakeholder sehingga komunikasi dua arah antara Bank Indonesia dan publik dapat berjalan dengan baik. Tabel 3.6 Jumlah kegiatan komunikasi berdasarkan Channel Komunikasi pada Tahun 2015
Komunikasi langsung (tatap muka) juga dilakukan untuk meningkatkan pemahaman stakeholders atas kebijakan Bank Indonesia. Komunikasi langsung kepada masyarakat umum dilakukan melalui berbagai program seperti kunjungan masyarakat ke Bank Indonesia, BI goes to campus, dan program lainnya. Selain itu, Bank Indonesia juga terus melakukan terobosan baru dengan menyelenggarakan berbagai event kreatif seperti Journalist Competition, Blogger Competition bekerjasama dengan komunitas Kompasiana, Video Youtube Competition, sampai Internal Blogger Competition. Selain komunikasi langsung dengan masyarakat umum, Bank Indonesia juga melakukan komunikasi yang lebih intens dan terarah dengan berbagai pemangku kepentingan. Berbagai forum diskusi dengan pengamat ekonomi, akademisi, dan media massa maupun pelaku pasar keuangan, dijalankan secara dua arah, demi sosialisasi kebijakan sekaligus memperoleh masukan dari pemangku kepentingan. Di samping itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat komunikasi dengan Pemerintah maupun lembaga negara lainnya demi memperoleh sinergi antar lembaga.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
119
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dalam rangka memberikan layanan informasi publik, Bank Indonesia menyediakan contact center Bank Indonesia (BICARA 131). Selama tahun 2015, terdapat pemohon informasi sebanyak 94.885 melalui media telepon, email, datang langsung, surat, fax, media sosial maupun media lainnya. Pada triwulan IV-2015, tercatat sebanyak 24.956 pemohon informasi dengan mayoritas pertanyaan seputar informasi debitur individual dan Peraturan Bank Indonesia. Dari pemohon informasi tersebut, kelompok pemangku kepentingan yang dominan menghubungi BICARA 131 adalah perbankan dan masyarakat umum. Berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction Index), selama tahun 2015, tingkat layanan BICARA 131 adalah sebesar 96,77%. Pada triwulan IV-2015, sebanyak 98,21% pemohon informasi menyatakan puas atas pelayanan BICARA 131, meningkat 2.39% dibandingkan triwulan III-2015 (95.92%). Hal tersebut merupakan sebuah prestasi sekaligus tantangan BICARA 131 ke depan untuk selalu meningkatkan kepuasan pelayanan stakeholder. Untuk meningkatkan kualitas layanan contact center, pada Oktober 2015, BICARA 131 memperoleh ISO 9001:2015 dan merupakan contact center pertama di Indonesia yang telah memiliki sertifikasi ISO 9001:2015. Selain itu, Bank Indonesia juga memperoleh peringkat 6 dalam penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik tahun 2015, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya di peringkat 21. Dari sisi media sosial, sejak 2011, Bank Indonesia telah aktif berkomunikasi melalui akun twitter @bank_indonesia, lalu diikuti Flipboard & Flickr (2013) dan Youtube channel (2014). Mulai 1 September 2015, Bank Indonesia melebarkan jangkauan kepada publik dengan meluncurkan Facebook page Bank Indonesia dan Instagram yang diluncurkan pada November 2015. Pada akhir tahun 2015, followers twitter @bank_indonesia mencapai 273.197. Informasi rutin yang disampaikan secara harian meliputi informasi kurs, jadwal Kas Keliling, dan kunjungan ke Bank Indonesia. Selain informasi rutin, informasi penting lainnya yang disampaikan antara lain BI rate, laporan, survei, info terbaru, siaran pers, dan pembukaan lowongan (karier) Bank Indonesia. Respon paling besar didapatkan dari tweet mengenai kurs dan karir, sedangkan respons positif paling banyak didapat dari tweet infografis dan tweet seri tematik dari berbagai kegiatan Bank Indonesia. Perkembangan video Bank Indonesia di Youtube channel juga terus bertambah. Selama 2015, jumlah video yang ditayangkan sebanyak 158 video dan pada triwulan IV-2015 tercatat 24 video. Youtube Bank Indonesia menampilkan beragam informasi mulai dari liputan kegiatan Bank Indonesia hingga kebijakan Bank Indonesia yang ditampilkan dalam media yang menarik salah satunya melalui video grafis. Di samping itu, Bank Indonesia berinovasi dengan melakukan live-streaming melalui Youtube channel Bank Indonesia, antara lain liputan hasil Rapat Dewan Gubernur dan liputan kegiatan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2015. Dengan media ini, stakeholders Bank Indonesia dapat mengakses liputan secara live melalui Youtube channel dari manapun, baik dari perangkat komputer maupun perangkat mobile (handphone). Untuk meningkatkan pemahaman dan ketertarikan audiens, materi presentasi tidak lagi disajikan dalam bentuk tayangan presentasi biasa, namun disajikan dalam format motiongrafis yang jauh lebih menarik. Dengan adanya inovasi tersebut, sampai dengan akhir Desember 2015, Youtube Bank Indonesia telah dilihat sebanyak 432,478 kali dan memiliki subscriber sebanyak 1,308. Dari sisi media sosial Bank Indonesia, yang paling aktif direspon oleh pemangku kepentingan adalah twitter dan facebook. Meskipun baru tiga bulan diluncurkan, Facebook Page Bank Indonesia telah mendapatkan Like mencapai 20,561 dari pengguna.
120
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Di bidang moneter, komunikasi kebijakan pada triwulan IV-2015 masih didominasi oleh topik BI rate dan nilai tukar. Komunikasi BI rate difokuskan pada sinyal pelonggaran moneter berupa penurunan GWM primer rupiah dari 8% menjadi 7,5%. Sinyal tersebut ditangkap dengan baik oleh berbagai stakeholders, meskipun BI rate tetap dijaga pada level 7,5% dengan mempertimbangkan risiko global ke depan. Bank Indonesia juga terus berupaya melakukan edukasi dengan menjelaskan perkembangan nilai tukar dan faktor-faktor penyebab tekanan nilai tukar untuk menciptakan persepsi positif terhadap nilai tukar. Koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah dalam menjaga stabilitas nilai tukar juga dipublikasikan untuk memberikan keyakinan bagi para pemangku kepentingan. Selain dua topik utama tersebut, pada akhir 2015, Bank Indonesia juga mengkomunikasikan secara masif Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2015. Pertemuan ini merupakan agenda tahunan Bank Indonesia yang digunakan untuk menyampaikan hasil evaluasi perekonomian selama 2015 dan arah kebijakan Bank Indonesia 2016. Secara umum, sepanjang 2015, komunikasi di bidang moneter didominasi oleh topik mengenai BI rate, inflasi, nilai tukar, dan berbagai upaya Bank Indonesia dalam menjaga inflasi dan nilai tukar. Upaya itu dilakukan melalui paket kebijakan stabilitas nilai tukar dan upaya sinergi kebijakan melalui berbagai forum koordinasi dengan pemerintah baik pusat maupun daerah. Di bidang stabilitas sistem keuangan, pada triwulan IV-2015, komunikasi masih difokuskan pada penerapan ketentuan pembentukan tambahan modal bank (Countercyclical Buffer). Selain itu, komunikasi juga dilakukan terkait peluncuran Laporan Kajian Stabilitas Sistem Keuangan (KSK). Secara umum, sepanjang 2015, beberapa kebijakan strategis yang disebarluaskan antara lain penyesuaian ketentuan Loan to Value (LTV) atau Financing to Value Ratio untuk kredit/ pembiayaan properti dan kendaraan bermotor dan penyempurnaan ketentuan Giro Wajib Minimum – Loan to Funding Ratio. Bank Indonesia juga mengkomunikasikan pelaksanaan Festival Ekonomi Syariah 2015, dan hasil yang dicapai dalam kegiatan tersebut. Di bidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia terus mengkomunikasikan kebijakan kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap Rupiah. Bentuk Komunikasi yang dilakukan salah satunya melalui program SMS blasting. SMS Blasting adalah pengiriman pesan singkat kepada masyarakat bekerjasama dengan operator telekomunikasi yang ditujukan kepada masyarakat secara targeted berdasarkan demografi penduduk maupun berdasarkan lokasi yang merupakan pusat keramaian. Selain itu, sesuai dengan strategi proaktif horisontal, Bank Indonesia melaksanakan beberapa kompetisi untuk mengajak masyarakat ikut serta melakukan kampanye kewajiban penggunaan Rupiah melalui Youtube contest dan journalist competition. Selain itu, Bank Indonesia juga mengkomunikasikan secara proaktif penyelesaian pengembangan sistem pembayaran generasi II. Pengembangan sistem pembayaran dilakukan dengan meningkatkan kualitas teknologi, jaringan komunikasi, dan perlindungan nasabah pada Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System, dan Bank Indonesia Electronic Trading Platform. Komunikasi kebijakan tersebut antara lain dilakukan melalui penyampaian grafis pada Facebook Page Bank Indonesia, serta publikasi iklan layanan masyarakat melalui Kereta Rel Listrik (KRL) commuter line dan Youtube channel Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga secara
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
121
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
aktif mengkomunikasikan Gerakan Nasional Non Tunai, diantaranya melalui pelaksanaan blogger competition dan jelajah non tunai. Kedua kegiatan tersebut dilaksanakan dengan tujuan agar masyarakat lebih memahami praktek penggunaan non tunai. 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan Edukasi kebanksentralan pada 2015 dilakukan melalui pengajaran, diskusi, dan seminar guna membahas isu terkini terkait perubahan lingkungan di domestik dan internasional.
Dalam rangka meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang peran dan fungsi bank sentral, Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan edukasi kebanksentralan yang mencakup pengajaran kepada kalangan akademisi, serta pelaksanaan seminar dan diskusi dengan profesional baik domestik maupun internasional. Bank Indonesia secara aktif melakukan komunikasi dan kegiatan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai sarana. Kegiatan tersebut memberikan pemahaman kepada masyarakat luas mengenai berbagai kebijakan yang dirumuskan Bank Indonesia. Salah satu kegiatan edukasi kebijakan adalah dengan melakukan kuliah umum Kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia. Sepanjang 2015, Bank Indonesia memberikan kuliah umum di 31 perguruan tinggi, yakni 23 perguruan tinggi negeri dan 8 perguruan tinggi swasta yang tersebar di Indonesia. Kuliah umum dihadiri mahasiswa maupun staf pengajar di perguruan tinggi tersebut. Tema dan topik kuliah umum yang disampaikan sangat beragam. Seluruhnya terkait dengan fungsi dan tugas Bank Indonesia, antara lain kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang Rupiah. Pada 2015, Bank Indonesia juga menyelenggarakan 7 program lokakarya Guru SMA/SMK, 24 program edukasi dosen pengampu mata kuliah Kebanksentralan, dan 1 program Central Banking Course – Financial Programming and Policy (FPP). Peningkatan wawasan dan pengetahuan kebanksentralan kepada kalangan akademisi juga dilakukan melalui Training of Trainers (TOT). Selama 2015, telah diselenggarakan juga TOT dengan dosen perguruan tinggi pengampu mata kuliah Kebanksentralan di 73 universitas yang telah bekerjasama dengan Bank Indonesia. Tujuan dari TOT adalah sebagai media sosialisasi dan diseminasi fungsi dan tugas Bank Indonesia agar dipahami oleh kalangan akademisi yang ke depannya akan menjadi agen komunikasi Bank Indonesia. Secara berkala, Bank Indonesia juga aktif dalam Forum Kajian Pembangunan dengan Universitas Indonesia dan Australian National University. Forum tersebut membahas isuisu terkini mengenai pembangunan ekonomi Indonesia. Melalui forum ini, diharapkan pertukaran informasi antar lembaga pemerintah, swasta, maupun kalangan akademisi. Dalam rangka memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi dan isu terkini terkait perubahan ingkungan domestik dan internasional, Bank Indonesia juga secara aktif menyelenggarakan kegiatan seminar dengan kalangan profesional. Kegiatan besar yang diselenggarakan pada tahun 2015 antara lain: a. Penyelenggaraan Seminar dengan tema “Pemberdayaan dan Penguatan Ekonomi Nasional melalui Zakat dan Wakaf” diikuti dengan penandatanganan kerjasama Bank Indonesia – Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia – Badan Wakaf Indonesia pada 30 Maret 2015. Hal ini bertujuan membangun kerjasama dan sinergi kebijakan antar lembaga dalam rangka menguatkan dan mengembangkan lembaga zakat dan wakaf sebagai bagian keuangan inklusif melalui dukungan regulasi dan peningkatan pengetahuan teknis dan tata kelola, penyelenggaraan riset dalam rangka optimalisasi zakat dan wakaf, serta edukasi ekonomi dan keuangan syariah.
122
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
b. Penyelenggaraan 2nd Indonesia Sharia Economic Festiva (ISEF) di Surabaya pada tanggal 27 Oktober – 1 November 2015. Kerjasama dan pelaksanaan ISEF tersebut bertujuan memperkenalkan kepada publik ekonomi dan keuangan syariah melalui pelaksanaan seminar, talk show dan festifal seni budaya dan produk, serta menjalin kerjasama antar instansi terkait dalam rangka pengembangan kebijakan ekonomi dan keuangan syariah. c. Penyelenggaraan seminar Economic and Social Survey of Asia and the Pacific 2015 dengan United Nations- The Economic and Social Commission for Asia and the Pacific pada 20 Mei 2015. Seminar ini memaparkan survey indeks dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan pembangunan. Indeks tersebut dapat menjadi masukan untuk melakukan review kebijakan dan memantau kemajuan pertumbuhan yang inklusif. Bank Indonesia juga mempunyai program unggulan (flagship program) bekerja sama dengan lembaga internasional atau bank sentral terkemuka (prominent) dari negara maju. Program unggulan itu antara lain mengadakan kegiatan pembangunan kapasitas (capacity building) dengan melibatkan peserta dari bank sentral negara lain di kawasan Asia Pasifik. Pada 2015, Bank Indonesia bekerjasama dengan Deutsche Bundesbank dan Bank of England mengadakan workshop dengan topik masing-masing The Financial Stability in Emerging Market danThe Interaction of Monetary and Financial Stability. Worskhop itu dihadiri oleh peserta dari Bangladesh Bank, State Bank of Pakistan, Central Bank of Sri Lanka, Bank of Korea, Bank Negara Malaysia, Nepal Rastra Bank, Bangko Sentral ng Pilipinas, National Bank of Cambodia, Central Bank of Timor-Leste, Central Bank of the Republic of China (Taiwan), Bank of Thailand, Hong Kong Monetary Authority, Reserve Bank of India, dan Bank of Mongolia. 3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional Sepanjang 2015, Investor Relation Unit (IRU) Bank Indonesia telah melaksanakan kegiatan hubungan investor dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) utama yaitu lembaga rating dan investor internasional. Kegiatan ini dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan sovereign credit rating Indonesia dan meningkatkan persepsi positif perekonomian Indonesia. IRU telah memfasilitasi pelaksanaan asesmen tahunan lima lembaga rating (S&P, Fitch, Moody’s, R&I, dan JCRA) dan membantu proses penerbitan surat utang negara valas pemerintah sekaligus pelaksanaan non-deal road show untuk Global Bond, Euro Bond, Global Sukuk, dan Samurai Bond. Pada 2015, IRU juga melaksanakan investor briefing ke berbagai investor portofolio, antara lain HSBC, Deutsche Bank, Citi, Roskill information services, SMBC, Nippon Life Insurance, dan Swedish SEK. IRU juga mengadakan pertemuan tingkat tinggi dengan pimpinan tiga lembaga rating resmi Pemerintah Indonesia (S&P, Moody’s, dan Fitch).
Pemaparan kondisi terkini ekonomi dan respons kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah senantiasa dikomunikasikan kepada investor dan lembaga rating, untuk meningkatkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia.
Selain itu, IRU melaksanakan Investor conference call sebanyak empat kali pada Februari, Mei, Agustus, dan November dengan narasumber Deputi Gubernur Bank Indonesia dan pejabat Kementerian Keuangan. Dalam meningkatkan sinergi kegiatan penguatan persepsi positif perekonomian Indonesia, IRU melakukan perluasan cakupan investasi portofolio dan investasi langsung. Penguatan itu juga dilakukan melalui perluasan keanggotaan IRU pada tingkat nasional, pembentukan Regional Investor Relations Unit (RIRU) pada tingkat regional, dan Global Investor Relations Unit (GIRU) pada tingkat global. Kegiatan itu sejalan dengan upaya reformasi struktural untuk mendukung upaya pemenuhan kebutuhan sumber pertumbuhan baru. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
123
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Upaya peningkatan persepsi positif perekonomian Indonesia juga didukung oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Luar Negeri (KPwBI LN) dengan melaksanakan sejumlah kegiatan hubungan investor. Kegiatan tersebut antara lain engagement dengan lembaga rating, investor utama, lembaga think-tank (opinion maker), dan mitra strategis lainnya. Pada 2015, KPwBI New York telah memfasilitasi pertemuan high level dengan S&P dan Moody’s, KPwBI Tokyo melaksanakan pertemuan dengan Japan Credit Rating Agency (JCRA), dan KPwBI London menggelar pertemuan dengan Fitch Ratings, dan KPwBI Singapura memfasilitasi pertemuan ADG dengan analis S&P. Selanjutnya, seluruh KPwBI LN telah melaksanakan pertemuan dengan sejumlah investor utama yang memegang surat-surat berharga pemerintah Indonesia. Investor utama tersebut antara lain JP. Morgan, Ashmore Investment Management, Welington Management, dan Amundi Asset Management. KPwBI LN juga menyelenggarakan kegiatan Indonesia Investment and Trade Day (IITD) di Mexico City (Mei 2015), Fund Managers’ Meeting di Washington DC (Oktober 2015), serta Business Forum di Dublin (November 2015) dan di Vancouver (November 2015). Pertemuan dengan lembaga rating dan investor utama merupakan media yang sangat baik untuk membangun hubungan baik, sekaligus menjaga persepsi positif mereka terhada pekonomi Indonesia. Pertemuan dimaksud juga menjadi sarana yang efektif untuk mengelaborasi perhatian mereka terkait perekonomian Indonesia dan mendapatkan feedback dari mereka. Berdasarkan kegiatan hubungan investor, terdapat beberapa perhatian utama yang dapat diidentifikasi. Pertama, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada 2015 dan outlook pertumbuhan ekonomi pada 2016. Kedua, kerentanan eksternal Indonesia. Ketiga, ketergantungan ekonomi Indonesia pada produk komoditas. Keempat, implementasi berbagai program reformasi struktural. Kelima, implementasi ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah di Indonesia dan hedging utang luar negeri korporasi. Keenam, kondisi likuiditas dan kedalaman pasar keuangan domestik. Ketujuh, level cadangan devisa Indonesia. Pelaksanaan kegiatan hubungan investor oleh IRU sepanjang 2015 mendapat apresiasi bagus dari lembaga internasional (Institute of International Finance/IIF), yakni lembaga yang selama ini melakukan penilaian atas praktik hubungan investor di emerging market, termasuk Indonesia. IRU kembali memperoleh score tertinggi (42) untuk kategori Investor Relations Practices Criteria. Selama triwulan IV-2015, IRU melakukan fasilitasi annual assessment tiga lembaga rating (Fitch, R&I, dan Moodys), pelaksanaan dedicated team meeting, pelaksanaan IRU korporasi, dan pelaksaanaan conference call. Fasilitasi annual assessment lembaga rating merupakan bagian dari agenda tahunan lembaga rating. Pada kesempatan tersebut, ketiga lembaga rating melakukan pertemuan dengan beberapa kementerian/lembaga antara lain Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pada 18-19 Desember 2015, IRU mengadakan pertemuan anggota IRU nasional. Forum Dedicated Team Meeting (DTM) itu untuk memastikan bahwa kegiatan pengelolaan persepsi positif berjalan dengan baik dan terkoordinasi. Hal ini agar tercipta sinergi yang baik antar lembaga dalam pengelolaan persepsi positif ekonomi Indonesia dan kerja sama yang dapat diagendakan bersama ke depan. Pada 8 Desember 2015, IRU mengadakan Forum Koordinasi Investor Relations Bank dan Korporasi. Kegiatan itu bertujuan untuk memberikan update kondisi ekonomi, fiskal, dan respons kebijakan Bank Indonesia maupun pemerintah. Pertemuan itu dihadiri oleh unit
124
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
hubungan investor korporasi dan perbankan, termasuk unit hubungan investor pada beberapa korporasi yang pernah menjadi narasumber dalam annual visit lembaga rating. Untuk mendukung upaya pemenuhan kebutuhan sumber pertumbuhan baru, IRU meluncurkan inisiatif sinergi pengelolaan persepsi positif perekonomian Indonesia untuk mendorong aliran masuk portfolio investment (PI) dan direct investment (DI). Hal ini dilakukan melalui perluasan cakupan dan keanggotaan IRU pada tingkat nasional (IRU Nasional), Regional Investor Relations Unit (RIRU) pada tingkat regional, dan Global Investor Relations Unit (GIRU) pada tingkat global. Pada 2015, implementasi pembentukan RIRU dilakukan pada lima pilot project di wilayah Indonesia (Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara). Implementasi pembentukan RIRU pilot project difokuskan pada 3 kegiatan. Pertama, penyelenggaraan Dedicated Team Meeting (DTM) yang diikuti oleh satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) setempat yang terkait dengan kegiatan pengelolaan persepsi positif ekonomi daerah. Kedua, penunjukan contact persons dari masing-masing SKPD. Ketiga, penyusunan presentation book yang menggambarkan perkembangan terkini ekonomi dan potensi ekonomi maupun investasi di daerah pilot project. Selama 2015, IRU juga menyebarluaskan informasi melalui conference call dengan investor di wilayah Asia-Pasifik dan Eropa. Pada 17 November 2015, IRU menyelenggarakan Investor conference call dengan tema “Indonesian Recent Economic Development and Policy Update, Q3-2015”. Kegiatan itu menghadirkan beberapa pembicara seperti Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Sauhasil Nazara, dan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan. Conference call memperoleh respons sangat positif dari investor. Mereka menilai keberadaan otoritas ekonomi Indonesia untuk mengklarifikasi isu seputar kondisi perekonomian dan kebijakan terkini sangat efektif.
3.6. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia Sebagai tindak lanjut pencanangan Visi Bank Indonesia 2024 dan program transformasi Bank Indonesia di 2014, pada triwulan laporan Bank Indonesia mengimplementasikan 25 program strategis yaitu sebagai berikut:
Implementasi 25 Program Strategis Bank Indonesia pada tahun kedua Fase Restrukturisasi dan Penyempurnaan (2014 – 2019) mencapai sekitar 85% dari tahapan yang direncanakan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
125
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pelaksanaan program strategis Bank Indonesia memasuki Fase Restrukturisasi dan Penyempurnaan (2014 – 2019), Pada triwulan IV-2015 perkembangan penyelesaian telah mencapai sekitar 85% dari tahapan yang direncanakan. Adapun penyelesaian dari masing masing program di lima tema adalah sebagai berikut:
1. Program Strategis 1: Merumuskan Kerangka Kerja yang Terkoordinasi Antara Kebijakan Moneter (termasuk Kebijakan Nilai Tukar), Kebijakan Makroprudensial, serta Kebijakan
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah.
Program strategis ini bertujuan untuk: (i) meningkatkan koordinasi kebijakan moneter, makroprudensial serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah dan (ii) memastikan kejelasan komunikasinya untuk meningkatkan kredibilitas kebijakan Bank Indonesia di mata para pemangku kepentingan.
Sampai dengan akhir tahun 2015 telah diselesaikan ketentuan Bank Indonesia mengenai pengaturan dan pengawasan moneter51 dan ketentuan mengenai visi, misi dan strategi Bank Indonesia52. Khusus pada triwulan laporan, telah diterbitkan ketentuan mengenai kerangka kerja kebijakan Bank Indonesia53, dan pengaturan mengenai kerangka kerja kebijakan makroprudensial54. Berkenaan dengan hal tersebut telah diselesaikan joint research mengenai kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah guna mendukung kerangka kerja kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran. Dari hasil tersebut diharapkan masyarakat dapat merasakan dampak kebijakan yang selaras dan konsisten.
2. Program Strategis 2: Mengembangkan Strategi Operasional untuk Kerangka Kebijakan Moneter dan Kerangka Kebijakan Makroprudensial
126
Program strategis ini bertujuan untuk memastikan implementasi kebijakan moneter dan makroprudensial Bank Indonesia yang kuat. Penguatan operasi moneter dilakukan melalui (i) koordinasi penyusunan desain strategi operasi moneter, sejalan dengan
51 52 53 54
Peraturan Bank Indonesia No. 17/8/PBI/2015 tanggal 29 Mei 2015 tentang Pengaturan dan Pengawasan Moneter. Peraturan Dewan Gubernur No. 17/8/PDG/2015 tanggal 24 Agustus 2015 tentang Visi, Misi dan Strategi Bank Indonesia. Peraturan Dewan Gubernur No. 17/14/PDG/2015 22 Desember 2015 Strategi Kebijakan Utama Bank Indonesia. Peraturan Dewan Gubernur No. 17/17/PDG/2015 31 Desember 2015 Kerangka Kebijakan Makroprudensial.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
kerangka kebijakan moneter dan penguatan pengelolaan ekses likuiditas di sistem perbankan, dan (ii) pemetaan cakupan pengawasan pengaturan moneter dan pasar uang dalam rangka penyusunan framework surveillance guna memantau implementasi pengaturan moneter.
Sepanjang tahun 2015 telah diterbitkan ketentuan mengenai suku bunga penawaran antar bank dalam rangka pembentukan reference rate dan pengaturan transaksi valas terhadap Rupiah untuk meningkatkan kedalaman pasar keuangan dengan penggunaan instrumen derivatif.
Pada triwulan laporan, telah dihasilkan pokok-pokok penyempurnaan skema swap lindung nilai sebagai antisipasi atas semakin beragamnya sumber-sumber pembiayaan kegiatan ekonomi nasional dalam mata uang asing. Sementara untuk pengembangan strategi operasional dari kerangka kebijakan makroprudensial telah disusun peta transmisi dan prioritas risiko, dan monitoring dari penerapan kebijakan GWM (insentif loan to funding ratio dan insentif pencapaian UMKM) serta desain dan penyusunan peraturan countercyclical capital buffer disertai hasil simulasi implementasinya. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit masyarakat terutama ke sektor produktif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
3. Program Strategis 3: Memperkuat Proses Pengambilan Keputusan dan Komunikasi Kebijakan.
Program strategis ini untuk menyempurnakan proses pengambilan keputusan di Bank Indonesia sehingga dapat menghasilkan kebijakan bank sentral yang lebih efektif serta untuk memperkuat komunikasi kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia. Dalam upaya memperkuat proses pengambilan keputusan dan komunikasi kebijakan, diperlukan transparansi komunikasi kebijakan dan memastikan konsistensi pesan kebijakan untuk membangun kredibilitas.
Sepanjang tahun 2015 telah dilakukan berbagai event yang menjangkau kantor regional seperti TPID, rapat KEKR 3 bulanan, dan LPI. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai aspek Pemerintah dari Pemerintah Daerah setempat, Kementrian sampai dengan Presiden RI.
Pada triwulan laporan, telah dilaksanakan kegiatan: (i) penyusunan pokok-pokok ketentuan Statistik yang ditujukan untuk mendukung implementasi Arsitektur Statistik Bank Indonesia (ASBI) dan meminimalisir potensi ketidakseragaman penyajian data dan statistik ke pihak internal maupun eksternal, (ii) publikasi pidato Anggota Dewan Gubernur (ADG) dalam dua bahasa di situs www.bi.go.id, (iii) penyempurnaan model Short Term Forecast Model for Indonesian Economy (SOFIE) dan Macroeconomic Model of Bank Indonesia (MODBI) yang digunakan untuk meningkatkan akurasi forecast, dan fitur simulasi kebijakan. Dengan terpublikasinya pidato ADG dalam dua bahasa, masyarakat baik di Indonesia maupun di seluruh dunia dapat mengamati dan mencermati arah pergerakan kebijakan. 4. Program Strategis 4: Mengembangkan Nasional dan Regional Financial Balance Sheets.
Program strategis ini bertujuan untuk menyediakan nasional dan regional balance sheet serta indikator financial imbalances untuk menganalisa likuiditas, financial imbalances, dan risiko sistemik intersektoral nasional dan regional.
Sampai dengan akhir tahun 2015, telah diselesaikan kegiatan antara lain: (i) penetapan wilayah untuk pilot project, (ii) pemenuhan kebutuhan data, (iii) asistensi penyusunan Regional Financial Account and Balance Sheet untuk Departemen Regional dan 10 Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPw DN) pilot project, (iv) National Financial Balance Sheet
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
127
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
2014 (annual), (v) Regional Financial Accounts 8 wilayah pilot project (Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara) dan (iv) Regional Financial Accounts dan Financial Balance Sheet 2 wilayah pilot project yakni DKI Jakarta dan Jatim. Ketersediaan National & Regional Financial Balance Sheet diharapkan dapat memperkaya data dan informasi yang digunakan untuk asesmen dan penyusunan rekomendasi kebijakan moneter dan makroprudensial agar lebih tepat guna. 5. Program Strategis 5: Membangun Center of Excellence di Area Surveillance Institusi Keuangan dan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran. Program Strategis ini bertujuan untuk membangun pengawasan/surveillance yang komprehensif, terarah, dan efisien serta monitoring terhadap risiko sistemik.
Sampai dengan akhir tahun 2015, telah dibentuk: (i) center of excellence yang mengatur kewenangan makroprudensial untuk pemeriksaan terhadap bank yang dilakukan secara tematik, dan (ii) job family untuk membuat organisasi yang lebih fokus, mengurangi silo dan menguatkan fungsi dan tanggung jawab organisasi sebagai bank sentral.
Sedangkan untuk triwulan laporan, telah disusun: (i) framework pengawasan Bank Indonesia, pokok-pokok pengaturan dan SOP Pengawasan Bank Indonesia di bidang moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran, (ii) guidelines pelaksanaan stress test perbankan Indonesia, (iii) SOP pengawasan sistem pembayaran dan pasar uang termasuk treasury dealing room bank.
Keberadaan framework pengawasan dibangun untuk membantu Bank Indonesia dalam melakukan pemantauan risiko pada lembaga keuangan dan penyedia jasa sistem pembayaran dalam rangka strabilitas sistem keuangan. 6. Program Strategis 6: Memperbaiki Business Continuity Plan dan Disaster Recovery Plan. Tujuan program strategis ini untuk memperkuat perencanaan dan kesiapan Bank Indonesia dalam memastikan keberlangsungan tugas operasional Bank Indonesia pada saat insiden/bencana, pemulihan kegiatan dan proses penyelenggaraan kegiatan sebagaimana kondisi normal. Pada triwulan IV-2015, telah selesai identifikasi kebutuhan Data Center sebagai bagian dari upaya manajemen keberlangsungan tugas Bank Indonesia. 7. Program Strategis 7: Optimalisasi Kapasitas Percetakan Uang
Program strategis ini bertujuan untuk memastikan pasokan uang layak edar yang stabil, dengan denominasi/pecahan dan waktu yang tepat sesuai kebutuhan masyarakat di seluruh Indonesia. Telah dilakukan upaya optimalisasi kapasitas percetakan uang dalam rangka memastikan pasokan uang layak edar yang stabil, dengan denominasi/pecahan dan dalam waktu yang tepat sesuai kebutuhan masyarakat di seluruh Indonesia. Terkait dengan hal ini, telah disepakati rencana perbaikan proses bisnis percetakan uang baik di Perusahaan Percetakan Negara Republik Indonesia maupun Bank Indonesia. Dengan peningkatan kapasitas pencetakan diharapkan kebutuhan uang berkualitas dari masyarakat luas dapat terpenuhi.
8. Program Strategis 8: Mengembangkan Sentralisasi Jaringan Distribusi Uang (Centralized Cash Network Planning)
128
Program strategis ini bertujuan untuk mengembangkan jaringan distribusi uang dan layanan kas yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia untuk menjamin ketersediaan uang rupiah yang berkualitas di seluruh wilayah Indonesia. Pada triwulan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
IV-2015, telah dilakukan pilot project centralized cash network planning (CCNP) dengan ruang lingkup penyempurnaan pengiriman uang (remise dan dropping), Kas Keliling oleh pihak ketiga, dan model bisnis kas titipan (cash custody). Implementasi kas titipan secara menyeluruh akan mempermudah akses masyarakat di wilayah terluar dan atau wilayah yang tidak memiliki kantor perwakilan Bank Indonesia terhadap uang Rupiah berkualitas. 9. Program Strategis 9: Memperkuat Manajemen Risiko, Governance dan Pengendalian Intern (termasuk membentuk Departemen Manajemen Risiko) Program strategis ini bertujuan untuk memperkuat implementasi tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern Bank Indonesia guna meningkatkan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan.
Pada tahun 2015 telah dilakukan penguatan governance dan manajemen risiko dengan pembentukan Departemen Manajemen Risiko, penyelesaian ketentuan mengenai manajemen risiko55, mengenai governance56, mengenai whistle blowing system (WBS)57, mengenai kode etik dan pedoman perilaku Bank Indonesia58, serta mengenai disiplin pegawai59.
Khusus pada triwulan laporan, telah diterbitkan petunjuk teknis aplikasi WBS dan pedoman pelaksanaan manajemen risiko pengelolaan moneter.
10. Program Strategis 10: Memperkuat Kantor Regional
Program strategis ini bertujuan untuk melakukan transformasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN) menjadi unit terdepan Bank Indonesia terutama dalam memahami ekonomi daerah dan memberikan advis terkait isu-isu ekonomi kepada Pemerintah Daerah.
Sepanjang tahun 2015 telah dibuka kantor perwakilan Bank Indonesia di provinsi DKI Jakarta dan Sulawesi Barat serta pembentukan Departemen Regional yang memiliki tugas untuk mengkoordinasikan, memperkuat dan meningkatkan kualitas Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPw DN).
Pada triwulan laporan, telah diselesaikan regional office handbook sebagai pedoman pelaksanaan fungsi KPw DN. Dengan keberadaan handbook tersebut, peran KPw DN dalam fungsi advisory dan sebagai mitra terhadap pemerintah daerah di setiap provinsi Indonesia diharapkan semakin kuat.
11. Program Strategis 11: Meningkatkan Strategi Internasional Bank Indonesia untuk Menjalankan Peran Kepemimpinan di Regional
Program strategis ini bertujuan untuk memperkuat strategi kebijakan internasional Bank Indonesia untuk mendukung kebijakan utama Bank Indonesia dan kepentingan ekonomi Indonesia, serta meningkatkan kepemimpinan Bank Indonesia di kawasan.
Sepanjang tahun 2015 telah diselesaikan kerangka kebijakan internasional Bank Indonesia yang diwujudkan melalui PDG Kebijakan Internasional60.
55 56 57 58 59 60
Peraturan Dewan Gubernur No. 17/12/PDG/2015 tanggal 29 September 2015 tentang Manajemen Risiko Bank Indonesia. Peraturan Dewan Gubernur No. 17/13/PDG/2015 tanggal 18 November 2015 tentang Tata Kelola (Governance) Bank Indonesia. Peraturan Dewan Gubernur No. 17/6/PDG/2015 tanggal 24 Juli 2015 tentang Whistle Blowing System. Peraturan Dewan Gubernur No. 17/10/PDG/2015 tanggal 28 September 2015 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Bank Indonesia. Peraturan Dewan Gubernur No. 17/11/PDG/2015 tanggal 28 September 2015 tentang Peraturan Disiplin Bank Indonesia. Peraturan dewan Gubernur No. 17/15/PDG/2015 tanggal 22 Desember 2015 tentang Kebijakan Internasional.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
129
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada triwulan IV-2015, telah dilakukan hal-hal sebagai berikut: (i) penyusunan roadmap penggunaan mata uang kawasan (regional currency settlement - RCS) untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS guna mendukung stabilisasi nilai tukar, dan (ii) implementasi Pilot Project Investor Relations Unit (IRU) dan Regional Investor Relations Unit (RIRU).
12. Program Strategis 12: Memperkuat Mekanisme Protokol Manajemen Krisis
Program strategis ini bertujuan untuk memitigasi ketidakseimbangan sistem keuangan dan risiko sistemik melalui kebijakan antar institusi yang efektif dan selaras (melalui penguatan mekanisme manajemen krisis).
Sepanjang tahun 2015 telah diselesaikan penyempurnaan desk koordinator protokol manajemen krisis internal Bank Indonesia dan menyelesaikan pokok-pokok ketentuan protokol manajemen krisis.
Pada triwulan IV-2015, kegiatan yang telah dilakukan meliputi: (i) penyusunan skenario simulasi krisis internal Bank Indonesia berdasarkan kondisi terkini, pengalaman masa lalu, dan potensi masalah (ii) sosialiasi protokol manajemen krisis dengan ketentuan yang ada dan pokok-pokok ketentuan baru kepada satuan kerja dan kantor perwakilan Dalam Negeri dan (iii) penyusunan crisis binder dalam dua jenis, binder ringkas (menitikberatkan pada mekanisme kerja) dan binder lengkap (pengaturan atau rincian ketentuan). Dengan program strategis ini, diharapkan dalam pencegahan dan penanggulangan krisis, peran masing-masing otoritas lebih jelas.
13. Program Strategis 13: Mempercepat Pendalaman Pasar Keuangan
Program strategis ini bertujuan untuk meningkatkan kedalaman dan tingkat likuiditas pasar keuangan Indonesia.
Sepanjang tahun 2015 telah diselesaikan blue print pendalaman pasar keuangan 5 – 10 tahun dan edukasi hedging kepada lembaga pemerintah.
Pada triwulan IV-2015, hal yang telah dilakukan untuk memperkuat instrumen dan infrastruktur pasar valuta asing adalah penyelesaian review existing trustee, dan kajian close out netting atau prosedur penyelesaian transaksi keuangan dalam kondisi salah satu counterparty mengalami default.
14. Program Strategis 14: Mengembangkan Perekonomian Syariah Melalui Penguatan Koordinasi Antar Lembaga
130
Program strategis ini bertujuan untuk mengakselerasi perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
Sepanjang tahun 2015 telah diselesaikan grand design awal pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia yang akan di implementasikan ke dalam beberapa inisiatif pengembangan ekonomi syariah.
Pada triwulan IV-2015, upaya mengembangkan perekonomian syariah dilakukan melalui kajian pengembangan SUKUK, penyelesaian kajian Islamic Finance Sector Assesment Program (IFSAP) yang menggunakan accounting based stress test dan penyelenggaraan Indonesia Shariah Economic Festival (ISEF) di Surabaya tanggal 28-30 Oktober 2015. Penyelenggaraan ISEF menghasilkan beberapa rekomendasi pengembangan syariah di Indonesia sebagai berikut : (i) penyusunan zakat core principle, (ii) penyusunan wakaf core principle, (iii) pendirian Islamic Inclusive Financial Services Board (IIFSB) dan (iv) penerbitan Sukuk yang dikaitkan dengan wakaf.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
15. Program Strategis 15: Mendorong Keuangan Inklusif dan Elektronifikasi Instrumen Pembayaran Program strategis ini bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan perbankan guna mewujudkan keuangan inklusif yang terarah, efisien, dan sinergis secara menyeluruh melalui pemanfaatan teknologi, inovasi produk dan saluran distribusi. Selain itu program strategis ini bertujuan untuk mendorong transaksi keuangan secara elektronik kepada masyarakat secara luas yang belum mendapatkan akses layanan jasa keuangan termasuk UMKM.
Sepanjang tahun 2015 telah diselesaikan pemetaan penggunaan multi devices merchant transaksi non tunai, dan penyelesaian pokok-pokok pengaturan tentang bisnis model Government to People (G to P atau pemerintah kepada masyarakat) menggunakan Layanan Keuangan Digital (LKD).
Pada triwulan IV-2015, upaya mendorong keuangan inklusif dan elektronifikasi instrumen pembayaran, dilakukan melalui: (i) penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Kementerian Pertanian, (ii) penandatanganan Nota Kesepahaman dengan perusahaan telekomunikasi, (iii) persetujuan pokok-pokok pengaturan tentang bisnis model G to P menggunakan LKD. 16. Program Strategis 16: Mengembangkan National Payment Gateway (NPG) dan Platform Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP)
Program strategis ini bertujuan untuk menyediakan interkoneksi dan akses untuk semua instrumen pembayaran dan menciptakan pelayanan terpadu untuk bill presentment dan payment.
Sepanjang tahun 2015 telah diselesaikan pembentukan tim kerja untuk pengembangan konsep dan framework NPG. Pada triwulan IV-2015, tengah dikembangkan konsep awal yang mencakup framework, infrastruktur, dan policy option.
Dengan program strategis ini diharapkan layanan pembayaran non tunai lebih terhubung dengan efisien, aman dan lancar. 17. Program Strategis 17: Membangun Bank Indonesia Institute Program strategis ini bertujuan untuk mewujudkan pusat pendidikan, riset dan pengembangan kepemimpinan dalam bidang kebanksentralan, ekonomi dan keuangan yang berkelas dunia. Melalui program strategis ini, di pertengahan tahun 2015 telah dibentuk Bank Indonesia Institute. Bersamaan dengan itu, telah disusun kurikulum pendidikan dan pengembangan pegawai BI.
Pada triwulan laporan, pengembangan infrastruktur yang dilakukan adalah dengan meluncurkan Learning Management System (LMS) yang dapat diakses secara internal oleh seluruh pegawai Bank Indonesia. Selanjutnya dilakukan pula pengembangan infrastruktur untuk mengakomodir kebutuhan stakeholder eksternal.
18. Program Strategis 18: Mengembangkan Strategi Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Rekrutmen
Program strategis ini bertujuan untuk membangun strategi perencanaan dan rekrutmen yang terintegrasi.
Sepanjang tahun 2015, Bank Indonesia telah melakukan perekrutan sesuai kebutuhan dan kompetensi dengan menggunakan metode expert hired.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
131
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada triwulan IV-2015, metodologi perencanaan SDM Bank Indonesia termasuk jumlah kebutuhan dan strategi pemenuhannya disusun dalam bentuk Surat Edaran Intern Perencanaan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia61.
19. Program Strategis 19: Menyusun Jalur Karir Baru, Pergerakan Talenta, Sistem Remunerasi yang Selaras dengan Penilaian Jabatan (Job Grading System)
Program strategis ini bertujuan untuk menyusun jalur karir, pergerakan talenta, sistem penilaian jabatan (job grading system) dan sistem remunerasi.
Sepanjang tahun 2015 telah disusun sistem jalur karir baru untuk pegawai Bank Indonesia dari entry level sampai dengan jabatan karir tertinggi, dan telah disampaikan rekomendasi sistem grading, compensation dan benefit yang sesuai dengan perkembangan organisasi.
Pada triwulan laporan, telah diselesaikan pokok-pokok ketentuan manajemen jalur karir yang kini dalam proses penerbitan. Ketentuan ini diharapkan dapat menghasilkan pergerakan karir manajerial dan spesialisasi dengan lebih terarah, serta mampu mengintegrasikan sistem job grading dengan sistem remunerasi, yang pada akhirnya akan mengefektifkan pengelolaan SDM di Bank Indonesia.
20. Program Strategis 20: Menyempurnakan Sistem Manajemen Kinerja Bank Indonesia Program strategis ini bertujuan untuk menyempurnakan sistem manajemen kinerja pegawai khususnya di tiga area performance management yaitu: goal setting, performance feedback, dan performance appraisal. Dengan penyempurnaan ini, indikator kinerja utama diselaraskan dengan indikator kinerja individu. Penyempurnaan ini mengedepankan performance dialog yang tercatat dan terstruktur sehingga diharapkan ke depannya kinerja masing-masing pegawai menjadi lebih optimal. Pada triwulan laporan, satuan kerja telah melakukan persiapan periode penilaian kinerja untuk tahun 2015. 21. Program Strategis 21: Membangun Leadership Engine Bank Indonesia dan Talent Management Bank Indonesia.
Program strategis ini bertujuan untuk memperkuat pengembangan profesionalitas khususnya pada aspek kompetensi teknis, kompetensi perilaku, dan kepemimpinan para pegawai yang berpotensi di level menengah ke atas untuk memenuhi kebutuhan SDM di posisi penting.
Sepanjang tahun 2015 telah diselesaikan pilot program leadership engine dan talent management melalui program pendidikan Pimpinan Bank Indonesia yang ditutup pada tanggal 4 Desember 2015.
22. Program Strategis 22: Melakukan Reorganisasi di Seluruh Satuan Kerja Berdasarkan Roadmap Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI).
Program strategis ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi organisasi, memperkuat tata kelola, dan menyelaraskan dengan strategi, termasuk dalam rangka pendalaman kemampuan dan kapabilitas.
Sepanjang tahun 2015 telah dilakukan asesmen organisasi secara keseluruhan. Pada triwulan laporan, telah diselesaikan rencana penyempurnaan organisasi dan strategi pelaksanaannya sampai dengan triwulan II/2016.
61 Surat Edaran Bank Indonesia Intern No. 17/49/INTERN tanggal 29 Oktober 2015 tentang perencanaan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia.
132
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
23. Program Strategis 23: Memanfaatkan Big Data Untuk Mendukung Proses Pengambilan Keputusan di Moneter dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Program strategis ini bertujuan untuk memperkuat proses pengambilan keputusan di sektor moneter dan stabilitas sistem keuangan melalui penggunaan big data dalam rangka perbaikan kualitas data dan proses analisis.
Sepanjang tahun 2015 telah dihasilkan metodologi penggunaan big data dalam mendukung proses pengambilan kebijakan.
Pada triwulan IV-2015, telah dilakukan pilot project menggunakan sumber data terbuka yang didapatkan secara parsial. Asesmen atas hasil pilot project tersebut kemudian digunakan sebagai dasar asesmen kebijakan.
24. Program Strategis 24: Pengembangan Information System Enterprise Architecture (IS EA) dan Roadmap, Reorganisasi Departemen Pengelolaan Sistem Informasi, dan Implementasi Proyek Sistem Informasi Strategis
Program strategis ini bertujuan untuk: (i) memiliki IS EA yang ramping dengan kapabilitas yang “best-in-class”, dan (ii) memiliki kapabilitas pengelolaan data dan layanan yang excellent dalam mendukung riset, pengambilan kebijakan, dan operasional.
Sepanjang tahun 2015 telah dilakukan serangkaian proses asesmen dan perumusan arah pengembangan sistem informasi Bank Indonesia dengan melibatkan seluruh satuan kerja.
Pada triwulan IV-2015, telah diselesaikan rancangan awal high level design IS EA yang akan digunakan sebagai dasar penyesuaian strategi sistem informasi di Bank Indonesia kedepan. Selanjutnya untuk mengimplementasikan strategi tersebut juga telah disusun sistem informasi roadmap sebagai panduan.
25. Program Strategis 25: Penguatan Governance dalam Proses Sistem Informasi (SI).
Program strategis ini bertujuan memperkuat tata kelola dalam proses sistem informasi.
Pada tahun 2015 telah dibentuk beberapa hal antara lain: pembentukan Demand Manager dan Super User yang mengawal dan menyelaraskan kebutuhan SI dan proses bisnis. Penyusuna sistem informasi governance – Forum Manajemen Sistem Informasi (FMSI) yang sebelumnya cenderung bottom up, saat ini juga diselaraskan dengan pendekatan top down approach; dan pembentukan vendor management (VMO) yang memperpendek bisnis proses pengadaan SI dan memperkuat governance pengadaan SI.
Pada triwulan IV-2015, salah satu upaya penguatan tata kelola antara lain dengan menghasilkan rekomendasi sistem informasi dalam butir ketentuan pelaksanaan pengadaan.
Pelaksanaan kegiatan komunikasi untuk mendukung Program Strategis BI Dalam pelaksanaan program transformasi, strategi komunikasi dan manajemen perubahan diperlukan agar Program Transformasi diketahui, dipahami, didukung, dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran Bank Indonesia. Program komunikasi yang dilakukan mengacu kepada strategi komunikasi manajemen perubahan dengan pendekatan micro and macrobehaviour.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
133
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Strategi macrobehaviour, bertujuan untuk membangun pemahaman hingga keterlibatan jajaran Bank Indonesia. Pada triwulan IV-2015 telah dilakukan beberapa kegiatan seperti: (i) pemanfaatan papan informasi digital (TV plasma) yang terpasang di setiap lobby gedung di area komplek perkantoran Bank Indonesia (KOPERBI) untuk menginformasikan 5 tema transformasi dan 25 program strategis dalam bentuk video, (ii) pemanfaatan media komunikasi lainnya termasuk print media (poster) serta penyediaan informasi transformasi dalam repositori minisite internal pegawai Bank Indonesia (BLINK), (iii) pembangunan jejaring internal dalam forum pertemuan change agent. Strategi microbehaviour bertujuan untuk merubah paradigma dan behaviour pegawai yang diperlukan untuk mendukung program transformasi. Implementasi dari strategi ini, diantaranya adalah: 1. Penyelenggaraan Innovative Problem Solving Championship (IPSC) yang bertujuan mendorong terbentuknya perilaku kerja yang inovatif, berpikir out of the box dan memberi apresiasi dalam menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik. 2. Survei implementasi komunikasi transformasi dalam kegiatan culture fair yang melibatkan seluruh jajaran pegawai. 3. Penyelenggaraan Strategic Program League, yaitu kompetisi antar Program Strategis yang bertujuan untuk memberi apresiasi dan mendorong penyelesaian program strategis yang lebih efektif dan berkualitas, dilihat dari sisi Biaya, Mutu, Waktu. Mengingat perubahan merupakan proses panjang dan berkelanjutan yang tidak berhenti pada satu titik, untuk itu seluruh jajaran Bank Indonesia terus berupaya melakukan manajemen perubahan, dengan menggunakan prinsip komunikasi yang terstruktur, sistematis dan masif.
134
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
135
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Penguatan governance (tata kelola) menjadi fokus dalam pengembangan kapabilitas internal Bank Indonesia pada 2015. Beberapa ketentuan diterbitkan dengan tujuan untuk menyempurnakan proses pelaksanan tugas sesuai dengan prinsip governance. Hal ini juga sejalan dengan Program Transformasi Bank Indonesia yang dijalankan untuk mencapai visi Bank Indonesia 2024.
RINGKASAN KAPABILITAS INTERN BANK INDONESIA 2015 Bank Indonesia mengimplementasi 25 Program Strategis guna mencapai visi dan misi Bank Indonesia 2024. Dalam rangka memperkuat praktek tata kelola yang baik, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan tentang Tata Kelola Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip, komitmen, struktur, proses dan hasil akhir tata kelola di Bank Indonesia. Untuk meningkatkan proses akuntabilitas dalam pengambilan keputusan, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan mengenai Rapat Dewan Gubernur, Komite, dan pengaturan dokumen Bank Indonesia. Bank Indonesia memperkuat manajemen risiko dengan menerapkan sistem Three Line of Defence, antara lain dengan membentuk satuan kerja yang menangani manajemen risiko Bank Indonesia. Untuk mewujudkan dan menegakkan profesionalisme dan integritas insan Bank Indonesia, Kode Etik dan Pedoman Perilaku Bank Indonesia serta ketentuan disiplin disempurnakan. Berbarengan dengan itu Bank Indoenesia menerapkan Whiste Blowing System. Bank Indonesia memantau pencapaian kinerja 2015 dan menetapkan Indikator Kinerja Utama Bank Indonesia (IKU BI) 2016 sesuai dengan siklus Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (SPAMK). Bank Indonesia membentuk Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Sulawesi Barat, sejalan dengan penguatan peran sebagai mitra bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan perekonomian. Untuk menunjang pelaksanaan tugas dan memberikan kepastian hukum, selama 2015, Bank Indonesia mengeluarkan 184 peraturan yang berlaku bagi eksternal maupun internal, yang terdiri dari 24 PBI, 17 PDG, 53 SE Eksternal, dan 90 SE Internal.
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Untuk menjaga reputasi, integritas, dan kredibilitas lembaga, pada 2015 Bank Indonesia menerbitkan serangkaian ketentuan untuk memperkuat komitmen dan proses tata kelola. Guna memantau hasil penerapan tata kelola, dilakukan evaluasi governance Bank Indonesia.
4.1. Tata Kelola (Governance) Untuk mendukung pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas secara efektif dan dapat dipertanggungjawabkan, Bank Indonesia secara konsisten menerapkan tata kelola (governance) dalam berbagai aspek pengelolaan organisasi. Sesuai prinsip tata kelola Bank Indonesia, setiap pelaksanaan tugas harus berlandaskan pada asas independensi, akuntabilitas, dan transparansi. Penerapan dan penegakan tata kelola di Bank Indonesia ditujukan untuk menghasilkan output secara efektif dan efisien dengan cara-cara yang memenuhi aturan perundangundangan, memperhatikan standar praktik umum, dan sesuai ekspektasi pemangku kepentingan terhadap akuntabilitas dan transparansi. Sebagai bentuk akuntablitas, Bank Indonesia menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR-RI dan Pemerintah secara berkala setiap triwulanan dan tahunan. Selain melalui laporan tertulis yang akan digunakan oleh DPR-RI dalam melakukan pengawasan, Bank Indonesia juga senantiasa memenuhi undangan rapat kerja dengan DPR-RI dan Pemerintah mengenai berbagai kebijakan yang terkait dengan kewenangan Bank Indonesia. Selama 2015, Bank Indonesia memenuhi kewajiban penyampaian laporan dan penjelasan langsung mengenai kebijakannya kepada DPR-RI sebagaimana diamanatkan dalam UU tentang Bank Indonesia. Di periode yang sama, Bank Indonesia juga menerbitkan Laporan Tahunan Bank Indonesia (LTBI) 2014. Akuntabilitas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia juga terefleksikan dalam pengelolaan keuangan. Untuk mempertanggung jawabkan pengelolaan keuangannya, Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) diaudit oleh auditor negara yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil audit yang dicapai oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa LKTBI sebagai muara kegiatan Bank Indonesia memenuhi azas kewajaran dan tata kelola yang baik. Di 2015, BPK-RI memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap LKTBI. Selama 12 tahun berturut-turut, Bank Indonesia berhasil mempertahankan komitmen tata kelola keuangan yang baik ini sesuai dengan opini audit BPK-RI. Bentuk akuntabilitas lainnya adalah pengawasan kegiatan operasional tertentu Bank Indonesia oleh Badan Supervisi Bank Indonesia sesuai mandat Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Selama tahun 2015, Bank Indonesia melakukan pembahasan dan menindaklanjuti telaahan BSBI terkait laporan keuangan tahunan, pelaksanaan anggaran operasional dan investasi, serta tata kelola Bank Indonesia. Dalam memenuhi aspek transparansi, Bank Indonesia menginformasikan berbagai aspek mengenai pelaksanaan tugas dan kebijakannya secara langsung kepada masyarakat antara lain melalui publikasi data, informasi, dan laporan di website Bank Indonesia. Termasuk yang dipublikasikan kepada masyarakat adalah laporan pelaksanaan tugas Bank Indonesia, hasil Rapat Dewan Gubernur mengenai stance kebijakan Bank Indonesia, dan berbagai kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia.
138
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BOKS BOKS
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Penguatan Tata Kelola (Governance) Bank Indonesia 2015
Inisiatif untuk menerapkan tata kelola organisasi yang baik terus diimplementasikan di Bank Indonesia. Bank Indonesia menyadari bahwa penerapan tata kelola yang baik merupakan pondasi untuk mencapai kinerja yang optimal melalui cara-cara yang yang efektif, taat hukum, dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu, selama 2015 telah dihasilkan beberapa program untuk memperkuat tata kelola di Bank Indonesia. Penerapan tata kelola Bank Indonesia secara sistematis dirumuskan dalam suatu kerangka tata kelola (governance framework). Kerangka tersebut membagi elemen tata kelola Bank Indonesia ke dalam 5 elemen yakni: (i) Prinsip Tata Kelola, (ii) Komitmen Tata Kelola, (iii) Struktur Tata Kelola, (iv) Proses Tata Kelola, dan (v) Hasil Tata Kelola (Gambar 4.1).
Governance Outcome CREDIBILITY Governance Structure
Governance Process
Dewan Gubernur
Hubungan dgn Pemangku Kepentingan, Pelaporan, dan Keterbukaan
Pengawasan thd Bank Indonesia
Enterprise Risk Management & Internal Manajemen Kinerja Perencanaan Strategis Perumusan Kebijakan dan Pengambilan Keputusan
Visi, Misi, dan NilaiNilai Strategis, Perilaku Utama
Principles
Governance Commitment Rencana Strategis Menengah Panjang
Kode Etik, Kode Perilaku, Tata Tertib dan Disiplin
Independensi, Akuntabilitas, Transparansi
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Tata Kelola (Governance) Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
139
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Guna mengintegrasikan seluruh aturan tata kelola dalam satu kerangka kerja dan sebagai panduan bagi penerapan dan penegakannya, Bank Indonesia menerbitkan pedoman internal mengenai Tata Kelola Bank Indonesia62. Terkait hal ini, beberapa inisiatif penguatan tata kelola yang telah dilaksanakan oleh Bank Indonesia selama 2015 adalah sebagai berikut: Komitmen Tata Kelola (Governance Commitment) Untuk mewujudkan komitmen terhadap penerapan tata kelola organisasi yang baik, Bank Indonesia melakukan berbagai pembaharuan terhadap infrastruktur dan sistem yang terkait dengan integritas. Sesuai dengan pedoman Tata Kelola Bank Indonesia, komitmen Bank Indonesia terhadap penerapan dan penegakan tata kelola antara lain direfleksikan dengan adanya panduan etika dan perilaku untuk memastikan agar seluruh sumber daya manusia Bank Indonesia memiliki komitmen dan standar perilaku yang sama. Sehubungan dengan itu dalam rangka menjaga reputasi, menegakkan integritas, dan meningkatkan kredibilitas lembaga, di tahun 2015 Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan mengenai kode etik dan pedoman perilaku Bank Indonesia63. Pada ketentuan sebelumnya, Kode Etik diberlakukan secara terpisah antara Anggota Dewan Gubernur dengan pegawai. Sedangkan ketentuan yang baru ini diberlakukan kepada seluruh SDM Bank Indonesia tanpa pengecualian, termasuk mantan Anggota Dewan Gubernur dan mantan pegawai pangkat tertentu. Dalam penyusunannya, Kode Etik dan Aturan Perilaku Bank Indonesia dirumuskan berdasarkan Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia. Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang baru mengatur secara komprehensif berbagai aturan perilaku yang lazim diterapkan di bank sentral lain, khususnya pencegahan konflik kepentingan dalam penggunaan wewenang dan jabatan. Internalisasi Kode Etik diterapkan secara sistematis, dengan mewajibkan SDM Bank Indonesia untuk menyampaikan surat pernyataan kepatuhan dan surat pernyataan tahunan (annual statement). Seiring dengan penerapan Kode Etik yang baru, Bank Indonesia juga menerapkan aturan baru dalam penegakan disiplin64. Dalam sistem yang baru tersebut, Bank Indonesia tidak memberikan toleransi terhadap pelanggaran yang terindikasi pidana. Selain itu, diciptakan sistem yang memberikan peran yang lebih besar kepada pemimpin satuan kerja untuk melakukan penegakan disiplin pegawai di satuan kerjanya. Paralel dengan itu guna meningkatkan kontrol masyarakat dan pegawai terhadap pelaksanaan tugas dan wewenangnya, untuk pertama kalinya Bank Indonesia mengimplementasikan Whistle Blowing System (WBS)65. Melalui WBS, masyarakat dan pegawai Bank Indonesia memiliki sarana pengaduan untuk menyampaikan pengaduan dugaan pelanggaran perilaku dan prosedur kerja. Dibandingkan sistem pengaduan sebelumnya, WBS menyediakan sistem yang terkoordinasi dan terintegrasi mulai dari penerimaan laporan hingga tindak lanjut penegakan 62 Peraturan Dewan Gubernur Nomor 17/13/PDG/2015 tanggal 18 November 2015 tentang Tata Kelola (Governance) Bank Indonesia. 63 Peraturan Dewan Gubernur Nomor 17/10/PDG/2015 tanggal 28 September 2015 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Bank Indonesia. 64 Peraturan Dewan Gubernur No. 17/11/PDG/2015 tanggal 28 September 2015 tentang Peraturan Disiplin Bank Indonesia. 65 Peraturan Dewan Gubernur No. 17/6/PDG/2015 tanggal 24 Juli 2015 tentang Whistle Blowing System Bank Indonesia.
140
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
dugaan pelanggaran. WBS juga menjamin kerahasiaan pelapor. Keberadaan WBS menciptakan sistem saling mengawasi terhadap perilaku dan ketaatan prosedur kerja yang dilaksanakan oleh SDM Bank Indonesia. WBS juga sebagai bentuk komitmen Bank Indonesia untuk senantiasa menjaga integritas dan profesionalitas, termasuk akuntabilitas dalam penegakan terhadap dugaan pelanggaran. Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), Bank Indonesia memperluas cakupan pelapor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) hingga kepada pegawai dengan pangkat staf. Perluasan cakupan pelapor ini akan memperkuat komitmen pegawai Bank Indonesia untuk memperoleh harta dan kekayaannya secara berintegritas dan dapat dipertanggung jawabkan. Kondisi ini sekaligus untuk mencegah terjadinya praktek-praktek KKN. Untuk memperkuat penerapan aturan tersebut, penyampaian LHKPN menjadi salah satu persyaratan administrasi dalam promosi pegawai. Proses Tata Kelola (Governance Process) Selain memperkuat landasan komitmen organisasi dan individu, Bank Indonesia juga menyempurnakan serangkaian standar dan prosedur di berbagai aspek pengelolaan organisasi untuk memastikan penerapan dan penegakan tata kelola Bank Indonesia berjalan secara sistematis dan berkelanjutan. Di area perencanaan dan manajemen kinerja, guna meningkatkan tata kelola dan menyelaraskan dengan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI), Bank Indonesia menyempurnakan Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (SPAMK) Bank Indonesia. Dengan sistem yang baru, Bank Indonesia merumuskan strategi jangka menengah-panjang (10 tahun) yang diperbaharui setiap lima tahun. Selanjutnya, strategi tersebut dijabarkan dalam strategi tahunan. Sistem ini menciptakan kesinambungan dan keselarasan strategi jangka menengahpanjang dengan strategi jangka pendek. Dengan sistem yang baru, proses perencanaan tahunan dilakukan lebih awal, sehingga anggaran dapat disusun berdasarkan program kerja dan arahan Dewan Gubernur. Hal ini memungkinkan penyampaian Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia (RATBI) kepada DPR dilakukan lebih cepat pada bulan Agustus sebelum tahun anggaran baru dimulai. Hal ini memberikan ruang waktu yang cukup bagi proses pengawasan DPR-RI terhadap rencana kerja dan anggaran Bank Indonesia ke depan. Untuk memperkuat monitoring dan evaluasi pencapaian kinerja satuan kerja, Bank Indonesia meningkatkan frekuensi evaluasi kinerja oleh Dewan Gubernur dari sebelumnya dilakukan secara triwulanan menjadi bulanan. Sistem ini memungkinkan dilakukannya intervensi perbaikan yang lebih awal untuk menjaga kesesuaian dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk menciptakan performance based organization dan performance based culture, Bank Indonesia menyempurnakan Sistem Penilaian Kinerja Pegawai. Dengan ketentuan yang baru, pencapaian kinerja individu dikaitkan dengan pencapaian kinerja lembaga, kinerja satuan kerja, dan internalisasi Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia. Metode penilaian yang baru selain berorientasi pada hasil, juga mempertimbangkan proses, tantangan dan risiko yang dihadapi, sehingga lebih fair dalam mencerminkan kinerja. Dengan sistem penilaian yang lebih obyektif, diharapkan dapat lebih memotivasi pegawai untuk berkinerja lebih tinggi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
141
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Di area perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, untuk memastikan proses perumusan kebijakan telah dilaksanakan secara sistematis Bank Indonesia menyempurnakan Strategi Kebijakan Utama. Dengan pengaturan tersebut, Bank Indonesia memiliki kerangka kerja kebijakan yang terintegrasi antara kebijakan moneter, makroprudensial, sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, serta dukungan kebijakan ekonomi daerah dan kebijakan internasional. Peningkatan fokus pada aspek tata kelola diharapkan dapat menghasilkan kebijakan Bank Indonesia yang lebih efektif, kredibel, dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik. Untuk mendukung proses pengambilan keputusan melalui perumusan kebijakan yang efektif dan terkoordinasi, Bank Indonesia menyempurnakan pengaturan Komite di Bank Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas, yaitu (i) Komite Kebijakan Moneter, (ii) Komite Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan, (iii) Komite Kebijakan Sistem Pembayaran, (iv) Komite Pengelolaan Cadangan Devisa, dan (v) Komite Sumber Daya Manusia. Pengaturan baru ini, memperjelas mekanisme kerja Komite dan meningkatkan akuntabilitas Komite melalui evaluasi secara berkala. Komite di Bank Indonesia juga melibatkan eksternal expert khususnya pada Komite Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia guna merumuskan penetapan standar akuntansi keuangan Bank Indonesia. Mengacu pada praktek terbaik bank sentral dan untuk memperkuat perumusan bauran kebijakan Bank Indonesia, durasi penyelenggaraan Rapat Dewan Gubernur Bulanan diperpanjang menjadi 2 (dua) hari berturut turut. Dengan waktu yang lebih panjang, kualitas asesmen kondisi terkini makroekonomi, mikroekonomi, dan perkiraan ke depan dapat ditingkatkan sehingga kebijakan yang dihasilkan lebih tepat sasaran dan berorientasi ke depan. Di area manajemen risiko dan pengendalian internal, Bank Indonesia telah mengimplementasikan manajemen risiko Bank Indonesia yang lebih robust dengan kerangka kerja yang diadopsi dari standar internasional The Committee of Sponsoring Organization (COSO). Dengan kerangka kerja yang sama, saat ini seluruh satker memiliki standar yang sama dalam manajemen risiko. Sejalan dengan kerangka kerja yang baru, Bank Indonesia meningkatkan pengendalian berlapis dari sebelumnya Two Lines of Defence menjadi Three Lines of Defence. Bank Indonesia mengimplementasikan Internal Control Officer di masing-masing satuan kerja sebagai pertahanan lini pertama agar pengendalian risiko secara lebih dini dapat dilakukan secara cepat. Sebagai pertahanan lini kedua, Bank Indonesia membentuk Departemen Manajemen Risiko agar manajemen risiko di level Bank Indonesia dapat dikelola secara tersentralisasi sebagai satu kesatuan enterprise wide risk management. Pemisahan fungsi manajemen risiko dari satuan kerja operasional juga meningkatkan independensi dalam pengelolaan risiko sehingga pengendalian internal dapat dilakukan dengan obyektif. Pertahanan lini ketiga adalah pelaksanaan fungsi audit intern guna mendeteksi adanya pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Hasil Tata Kelola (Governance Outcome) Sebagai manifestasi akhir dari pelaksanaan program penguatan tata kelola Bank Indonesia adalah terciptanya kredibilitas lembaga yang menunjang efektivitas kebijakan yang dikeluarkan. Untuk mengevaluasi dampak pelaksanaan program penguatan tata kelola yang telah dilakukan, Bank Indonesia memantau pencapaian
142
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
kredibilitasnya dari sudut pandang pemangku kepentingan dan internal BI. Untuk memberikan umpan balik terhadap penerapan tata kelola di BI dan sebagai upaya perbaikan ke depan, Bank Indonesia secara berkala melakukan survei tingkat keyakinan stakeholders terhadap implementasi tata kelola Bank Indonesia. Responden survei mencakup seluruh pemangku kepentingan BI yakni anggota parlemen, lembaga negara, auditor, pengamat dan akademisi, kalangan pengusaha, jurnalis, dan masyarakat umum. Selain penilaian oleh pihak eksternal, mulai 2015 Bank Indonesia juga melakukan self-asessment pemenuhan tata kelola Bank Indonesia. Sejalan dengan hasil survei kepada stakeholder eksternal, hasil self-assessment yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan tingkat kualitas penerapan tata kelola yang baik pula.
4.2. Manajemen Strategis dan Kinerja Dalam mencapai visi dan misi Bank Indonesia, sejak tahun 2003 Bank Indonesia telah mengimplementasikan Sistem Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja Bank Indonesia (SPAMK) yang mencakup kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pemantauan atas pencapaian arah strategis Bank Indonesia, yang disusun secara terintegrasi, sistematis dan berkelanjutan. Dalam proses implementasi PAMK khususnya yang mencakup perumusan, Bank Indonesia telah melakukan penyusunan kontrak kinerja masing-masing satuan kerja yang berisi Indikator Kinerja Utama (IKU) beserta target, formula perhitungan, program kerja, dan anggaran dari penjabaran Strategi Bank Indonesia tahun 2015 yang telah ditetapkan pada triwulan I-2015. Kontrak Kinerja yang telah disusun kemudian ditandatangani antara Anggota Dewan Gubernur Bidang dan masing-masing pemimpin satuan kerja sebagai bentuk penugasan Anggota Dewan Gubernur Bidang kepada pemimpin satuan kerja untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik agar mencapai target IKU satuan kerja masing-masing.
Bank Indonesia menyempurnakan Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja pada 2015 untuk mengakomodasi dinamika organisasi sekaligus memantapkan proses menuju pencapaian visi 2024.
Pada bulan Juli 2015, Bank Indonesia telah melaksanakan kegiatan Rapat Kerja Tahunan Bank Indonesia (RKT BI) yang membahas program kerja, anggaran, dan rencana investasi untuk setahun ke depan berdasarkan arahan umum Gubernur Bank Indonesia. RKT BI tahun 2015 diikuti oleh Anggota Dewan Gubernur dan seluruh pemimpin satuan kerja. Untuk mengakomodir dinamika yang terjadi saat ini dan untuk memantapkan proses pencapaian menuju visi dan misi Bank Indonesia melakukan penyesuaian ketentuan berupa penyempurnaan Peraturan Dewan Gubernur (PDG) tentang Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja. Penyempurnaan dilakukan sejalan dengan perkembangan pelaksanaan program transformasi di Bank Indonesia66. Penetapan indikator kinerja utama Bank Indonesia tahun 2016 yang telah dilakukan pada Desember 2015 dilaksanakan dengan berpedoman pada siklus manajemen strategis terbaru yang selanjutnya diikuti proses cascading IKU Bank Indonesia kepada masingmasing satuan kerja tahun 2016 dalam bentuk kontrak kinerja.
66 Peraturan Dewan Gubernur No. 12/9/PDG/2010 tentang Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja tanggal 6 Desember 2010 diubah menjadi Peraturan Dewan Gubernur No. 17/16/PDG/DMST tentang Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja tanggal 31 Desember 2015.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
143
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Untuk memperkuat monitoring dan evaluasi pencapaian kinerja satuan kerja, Bank Indonesia meningkatkan frekuensi evaluasi kinerja oleh Dewan Gubernur, melalui evaluasi bulanan dalam forum Evaluasi Kinerja Bulanan (EKB). Penyelenggaraan Evaluasi Kinerja Bulanan meningkatkan akselerasi penyelesaian program kerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Menindaklanjuti penajaman visi, misi, nilai-nilai strategis, dan strategi Bank Indonesia yang dilakukan sejalan dengan pencanangan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI), Bank Indonesia mengukuhkan komitmen organisasi dalam mencapai arah strategis jangka menengah-panjang Bank Indonesia tersebut dalam ketentuan yang menetapkan Visi, Misi, dan Strategi Bank Indonesia baru67. Berlandaskan perubahan tersebut, Bank Indonesia mendorong dilakukannya berbagai penyesuaian organisasi, sistem, dan tata kerja di Bank Indonesia.
4.3. Manajemen Risiko Selama 2015, Bank Indonesia menetapkan kebijakan/ pengaturan terkait manajemen risiko dan keberlangsungan tugas. Sejalan dengan penerapan pengendalian berlapis, Bank Indonesia juga menetapkan Internal Control Officer di seluruh satuan kerja.
Upaya penguatan fungsi manajemen risiko melalui integrasi fungsi manajemen risiko ditindaklanjuti dengan berbagai upaya penguatan lainnya untuk meningkatkan independensi dan kualitas pengendalian risiko di setiap lini68. Langkah itu melibatkan peran aktif seluruh satuan kerja, baik satuan kerja yang melaksanakan proses bisnis, satuan kerja yang melaksanakan fungsi manajemen risiko, maupun satuan kerja audit internal. Bentuk penguatan itu berupa penyempurnaan ketentuan dan kebijakan manajemen risiko, penambahan perangkat organisasi, dan peningkatan budaya sadar risiko. Pada triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah menyelesaikan ketentuan mengenai pengelolaan manajemen risiko dan manajemen keberlangsungan tugas di Bank Indonesia69. Bank Indonesia juga telah menyempurnakan Pedoman Manajemen Risiko (Risk Management Guideline) terkait pengelolaan devisa dan operasi moneter. Penguatan kebijakan manajemen risiko juga dilakukan dengan penetapan Pernyataan Kesediaan Menerima Risiko (Risk Appetite Statement) oleh Dewan Gubernur. Pernyataan ini menjadi acuan bagi satuan kerja dalam melakukan upaya pengendalian risiko yang memadai. Dalam rangka memperbaiki kualitas pengendalian internal, pada akhir 2015, Bank Indonesia telah menetapkan dan menunjuk Internal Control Officer (ICO) di masing-masing satuan kerja. ICO melaksanakan fungsi pemantauan, konsultansi, dan fasilitasi untuk memastikan pengendalian risiko secara efektif di seluruh satuan kerja. Agar berjalan efektif, Bank Indonesia menginisiasi program peningkatan kapabilitas ICO dan menjaga keberlanjutannya. Bank Indonesia juga terus meningkatkan peran dan tanggung jawab setiap pegawai terhadap pengelolaan risiko. Untuk itu, Bank Indonesia melaksanakan berbagai program budaya sadar risiko. Dengan penguatan itu, profil risiko Bank Indonesia berada pada kategori rendah dan sedang, meskipun terdapat berbagai tekanan cukup besar, khususnya dari faktor eksternal. Pelaksanaan fungsi pengelolaan risiko juga dilakukan melalui proses pemantauan. Berdasarkan hasil pemantauan, pengendalian nilai tukar selama 2015 telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, demikian halnya pemantauan risiko pada pengelolaan moneter dan pengelolaan devisa. 67 68 69
144
Peraturan Dewan Gubernur Nomor 17/8/PDG/2015 tanggal 24 Agustus 2015 tentang Visi, Misi dan Strategi Bank Indonesia. Terdiri dari first line of defense pada masing-masing satuan kerja, second line of defense pada satuan kerja manajemen risiko dan third line of defense satuan kerja audit intern. Peraturan Dewan Gubernur No. 17/7/PDG/2015 tanggal 7 Agustus 2015 tentang Manajemen Kelangsungan Tugas Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Pada 2015, Bank Indonesia melakukan pengendalian nilai tukar melalui intervensi valas, lelang time deposit (TD) valas konvensional dan syariah, lelang FX swap, swap hedging, dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Pada triwulan IV-2015, risiko pengelolaan moneter cenderung meningkat akibat keketatan likuiditas rupiah di pasar uang. Risiko tersebut tercermin dari kenaikan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) jangka pendek. Keketatan itu antara lain dipicu oleh percepatan penerimaan pajak 2015 yang berdampak pada kontraksi, penarikan dana nasabah dari perbankan untuk kebutuhan Natal dan akhir tahun yang lebih besar dibandingkan siklus musiman, serta adanya keterbatasan limit counterparty. Merespon hal itu, Bank Indonesia segera menerbitkan instrumen jangka pendek term repo tenor 1 minggu, sehingga suku bunga PUAB kembali normal. Sepanjang 2015, risiko pengelolaan devisa didominasi oleh volatilitas nilai tukar dan suku bunga di pasar internasional. Hal itu sejalan dengan divergensi kebijakan moneter dan pemulihan ekonomi negara maju, penurunan credit rating negara Emerging Market (EM), dan tren pelemahan harga komoditas global. Tindakan mitigasi risiko untuk menjaga portofolio pengelolaan devisa dilakukan melalui penyesuaian komposisi portofolio dan penihilan eksposur yang berisiko tinggi. Sepanjang 2015, Bank Indonesia memantau batas-batas investasi, baik batas pengelolaan devisa internal maupun batas yang diberlakukan untuk pengelolaan devisa oleh pihak eksternal. Pemantauan itu untuk mendukung efektivitas pengelolaan devisa. Sepanjang tahun 2015, pengelolaan risiko operasional relatif terkendali, baik dalam rangka menjaga keberlangsungan tugas Bank Indonesia pada kondisi normal maupun dalam menghadapi kondisi tidak normal (insiden). Di penghujung tahun 2015, Bank Indonesia meluncurkan Sistem Pembayaran RTGS dan SKNBI Generasi II yang merupakan aplikasi kritikal dalam lalu lintas pembayaran nasional. Aplikasi ini didukung dengan kualitas sistem, sarana pendukung, dan prosedur yang lengkap dan memadai. Risiko operasional aplikasi ini didominasi oleh gangguan jaringan komunikasi data dalam mendukung kedua aplikasi. Terganggunya jaringan komunikasi data dapat mengakibatkan terganggunya kegiatan transaksi keuangan dan pada akhirnya mengakibatkan terganggunya kredibilitas Bank Indonesia. Tindakan mitigasi risiko yang dilakukan adalah dengan menetapkan aplikasi ini sebagai aplikasi kritikal. Sesuai dengan penerapan ketentuan manajemen kelangsungan tugas Bank Indonesia, strategi yang dilakukan terhadap aplikasi kritikal adalah dengan menyelenggarakan kegiatan dan menyediakan sumber daya secara bersamaan di lokasi yang berbeda dengan kegiatan utama. Selain itu untuk meminimalisir risiko operasional, Bank Indonesia melakukan penjajakan untuk bekerja sama dengan lebih dari satu data provider sehingga dapat memiliki back up jaringan dalam hal terjadinya gangguan pada data provider utama. Dalam melaksanakan fungsi pengelolaan uang rupiah, Bank Indonesia memastikan ketersediaan uang rupiah di berbagai pelosok. Selain peningkatan kualitas uang layak edar (soil level), Bank Indonesia terus menambah jaringan distribusi untuk meningkatkan ketersediaan uang rupiah di daerah terpencil. Namun terdapat beberapa kejadian yang mengganggu kegiatan operasional, salah satunya adalah gangguan kebakaran hutan di beberapa wilayah yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan tugas Bank Indonesia di daerah. Tindakan mitigasi risiko yang dilakukan adalah dengan melakukan upaya penanganan dan tanggap darurat. Tindakan itu untuk menjaga pelayanan kepada stakeholders dengan tetap memperhatikan keselamatan pegawai. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
145
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
4.4. Audit Internal Bank Indonesia melakukan 32 kegiatan audit umum dan 2 audit khusus terkait efektivitas pengembangan SDM dan implementasi AFSBI. Terhadap temuan audit eksternal, Bank Indonesia telah menindaklanjuti penyelesaiannya hingga 97,29%.
Fungsi audit internal di Bank Indonesia mengacu pada standar International Professional Practices Framework (IPPF) yang dikeluarkan oleh The Institute of Internal Auditors (IIA). Kegiatan fungsi audit internal meliputi audit dan konsultansi untuk mengevaluasi dan memberikan rekomendasi atas efektivitas pelaksanaan proses tata kelola (governance), risiko, dan pengendalian kegiatan Bank Indonesia. Untuk meningkatkan mutu audit, Bank Indonesia sedang menyempurnakan metode audit Risk Based Internal Audit (RBIA) berupa diagnostic study dan penyusunan Rencana Audit Tahunan 2016 dengan menggunakan konsultan eksternal. Selama triwulan IV-2015, telah diaudit delapan satuan kerja, yang terdiri atas empat satuan kerja Kantor Pusat dan empat Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN). Dengan demikian, total satuan kerja yang diaudit sepanjang 2015 sebanyak 32 satuan kerja. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan dua audit terhadap efektivitas pengembangan SDM dan audit implementasi Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI). Pada periode triwulan IV-2015, audit difokuskan pada kegiatan operasi moneter, pengelolaan uang, manajemen logistik, pengelolaan pengamanan, keuangan internal, manajemen SDM, dan pengelolaan sistem informasi. Satuan kerja Bank Indonesia segera memperbaiki hal-hal yang ditemukan dalam audit, sekaligus memberikan umpan balik untuk penyempurnaan peraturan/kebijakan. Mulai Oktober 2015, fungsi audit internal menginisiasi implementasi fungsi pengendalian internal di seluruh satuan kerja (internal control officer). Selain itu, Bank Indonesia mulai menyempurnakan metode audit Risk Based Internal Audit yang disesuaikan dengan perkembangan terkini. Prioritas metode ini terletak pada proses bisnis yang berisiko tinggi dengan frekuensi audit setiap tahun. Proses bisnis dengan risiko sedang dan rendah diaudit dalam rentang waktu yang lebih panjang, sekali dalam dua atau tiga tahun. Penyempurnaan itu akan berlanjut hingga tahun 2017. Langkah-langkah itu sejalan dengan dinamika yang terjadi di Bank Indonesia sekaligus meningkatkan good governance. Untuk menjaga mutu pelaksanaan fungsi audit internal, Bank Indonesia melakukan asesmen internal terhadap kegiatan fungsi audit internal. Asesmen internal dilakukan setiap semester, sedangkan asesmen eksternal oleh konsultan independen minimum dilakukan setiap lima tahun. Sejauh ini, hasil asesmen telah menunjukkan kesesuaian terhadap standar internasional. Di sisi lain, Bank Indonesia terus memberikan pembekalan dan penyegaran kepada para auditor internal terkait keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan hal-hal yang menjadi perhatian bank sentral.
Pengelolaan keuangan internal Bank Indonesia selama tahun 2015 tetap terjaga dari aspek modal, penerimaan, dan pengeluaran. Akuntabilitas juga tercermin dari perolehan opini Wajar Tanpa Pengecualian atas pemeriksaan BPK RI terhadap LKTBI 2015.
146
Fungsi audit intern berperan pula sebagai fasilitator dalam kegiatan audit Badan Pemeriksa Keuangan – Republik Indonesia (BPK-RI) termasuk monitoring penyelesaian hasil audit. Dengan mengacu pada perhitungan kumulatif temuan yang dilakukan oleh BPK-RI, temuan pemeriksaan sejak Neraca Awal Bank Indonesia posisi 17 Mei 1999 sampai dengan Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) tahun 2014 sebesar 97,29% telah ditindaklanjuti dan memenuhi kriteria “temuan selesai”, sedangkan selebihnya sebesar 2,71% masih dalam proses penyelesaian karena umumnya merupakan temuan baru dari audit terhadap LKTBI tahun terakhir.
4.5. Keuangan Internal Kebijakan manajemen keuangan intern diarahkan dalam upaya meningkatkan good governance dan memelihara sustainabilitas keuangan Bank Indonesia. Hal ini guna mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan yang tercermin pada hal-hal sebagai berikut:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
a. Pencapaian rasio modal Bank Indonesia periode 2015 (Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) tahun 2015 unaudited) adalah sebesar 11,06%, melebihi target pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) BI sebesar 3% b. Berdasarkan LKTBI periode 2015 (unaudited), Laporan Surplus Defisit Bank Indonesia menunjukkan net surplus setelah pajak sebesar Rp58.980 miliar dengan surplus sebelum pajak adalah sebesar Rp79.218 miliar. Nominal dimaksud diperoleh dengan penghasilan dan pengeluaran masing-masing sebesar Rp117.990 miliar dan Rp38.772 miliar. Dibandingkan periode tahun 2014, terdapat peningkatan penghasilan sebesar 26,73% dan peningkatan pengeluaran sebesar 2,20%. Dari sisi penghasilan, kontribusi terbesar berasal dari selisih kurs transaksi valuta asing dan pendapatan bunga yang masing-masing meningkat sebesar 49,88% dan 10,06% dibandingkan periode tahun 2014. Sedangkan dari sisi beban, beban terbesar adalah untuk beban bunga terkait pelaksanaan kebijakan moneter meskipun terjadi penurunan 5,87% dibanding periode tahun 2014. c. Peningkatan juga tercermin pada Laporan Posisi Keuangan dengan total aset/ liabilitas Bank Indonesia periode tahun 2015 mencapai jumlah Rp1.907.393 miliar atau meningkat sebesar 5,22% dibandingkan dengan posisi tahun 2014 sebesar Rp1.812.788 miliar. Di sisi aset, pangsa terbesar adalah pada nilai surat berharga dan tagihan dalam valuta asing yang mengalami peningkatan sebesar 4,74% dibandingkan periode tahun 2014. Untuk sisi liabilitas, pangsa terbesar adalah giro pemerintah dengan peningkatan sebesar 8,39% dibandingkan periode tahun 2014. d. Terkait pengelolaan keuangan intern, dapat disampaikan bahwa realisasi Anggaran Operasional Bank Indonesia adalah sebesar 93,30% dari total Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) Operasional 2015. Untuk ATBI tahun 2016, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui pengajuan ATBI Operasional tahun 2016 pada tanggal 17 Desember 2015 sedangkan untuk ATBI Kebijakan telah dilaporkan secara khusus kepada DPR pada 30 November 2015. e. Bank Indonesia memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Tahunan BI (LKTBI) 2015. Opini audit WTP telah diperoleh BI selama 12 tahun berturut-turut. Pemberian opini tersebut merefleksikan pengelolaan keuangan BI yang memenuhi azas kewajaran dan tata kelola yang baik. Pada tahun 2015, Bank Indonesia telah melakukan berbagai program kerja dalam rangka mendukung sustainabilitas, transparansi, dan akuntabilitas keuangan Bank Indonesia, yaitu: 1. Implementasi Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (KAKBI) sebagai berikut : a. Dari aspek kedudukan KAKBI sebagai standar akuntansi khusus Bank Indonesia, KAKBI telah dijadikan acuan oleh BPK RI untuk menilai kewajaran Laporan Keuangan Bank Indonesia (LKBI). b. Dari aspek perpajakan, telah dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.86/PMK.010/2015 tanggal 27 April 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri keuangan No. 100/PMK.03/2011 tentang Tata cara Perhitungan dan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Surplus Bank Indonesia, yang mengakui penghasilan selisih kurs kena pajak sesuai dengan KAKBI. c. Untuk meningkatkan pemahaman publik tentang keunikan karakteristik laporan keuangan sentral, Bank Indonesia telah menjadi project leader untuk research project
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
147
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
tentang Fundamental Principles in Central Bank Financial Reporting Framework: A Preliminary Study in SEACEN Economies yang didukung oleh SEACEN Centre. Di tahun 2016, hasil riset tersebut akan dipublikasikan secara resmi melalui website SEACEN Centre serta dipresentasikan kepada bank sentral anggota SEACEN dalam sebuah seminar internasional. 2. Implementasi Asset and Liabilities Management (ALMA) Bank Indonesia telah ditindaklanjuti dalam bentuk penyusunan Blueprint yang mencakup: a. Pengaturan mengenai organ dan tata kerja pelaksanaan ALMA Bank Indonesia, b. Batasan kewenangan ALMA Bank Indonesia, dan c. Metode pengukuran. Pengembangan ALMA Bank Indonesia bersifat multiyear sampai dengan tahun 2018. 3. Dalam rangka peningkatan proses governance perencanaan rencana investasi Bank Indonesia, telah diimplementasikan capital budgeting di Bank Indonesia. Analisis capital budgeting merupakan alat analisis bidang keuangan yang digunakan dalam rangka melengkapi proses pengambilan keputusan untuk perencanaan investasi jangka panjang. Analisis capital budgeting telah dilaksanakan untuk perencanaan investasi di atas Rp.10 miliar. Tercatat 17 proyek dengan nilai total Rp5.083 miliar yang akan dilakukan pada tahun 2016 telah diajukan dan dilengkapi dengan analisis Capital Budgeting.
4.6. Sistem Informasi Selama 2015, Bank Indonesia melakukan implementasi tiga proyek transformasi sistem informasi, merancang data center dan disaster recovery center sesuai standar internasional, serta tetap mendukung kebutuhan sistem di masing-masing sektor.
Pada 2015, Sistem Informasi (SI) di Bank Indonesia difokuskan untuk mendukung pelaksanaan Program Transformasi Bank Indonesia. Transformasi SI diwujudkan dalam 3 Program Strategis (PS), yaitu: pertama, penerapan teknologi big data guna mendukung proses pengambilan keputusan; kedua, penyusunan Information System Enterprise Architecture dan implementasi proyek SI strategis; dan ketiga, perbaikan tata kelola (governance) SI. Selama 2015, dukungan SI telah dilakukan pada sektor moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, serta sektor manajemen internal. Bank Indonesia juga terus menerapkan teknologi terkini yang merupakan inovasi pengelolaan sistem informasi. Langkah ini untuk meningkatan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas operasional Bank Indonesia. Sejak 16 November 2015, Bank Indonesia telah berhasil mengimplementasikan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS) Generasi II, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), dan Bank Indonesia Electronic Trading Platform (BI-ETP). Sistem baru itu bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi transaksi pembayaran non-tunai maupun tunai. Implementasi ketiga aplikasi itu berdasarkan atas lima pertimbangan penting, yaitu: pertama, peningkatan efisiensi dan kemampuan mitigasi risiko sistem sesuai international best practices; kedua, kemampuan untuk terhubung (interoperabilitas) dengan infrastruktur lain di pasar/sistem keuangan domestik maupun cross-border; ketiga, mengakomodasi dinamika di pasar/sistem keuangan global maupun domestik, termasuk perubahan kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah; keempat, mengakomodasi perkembangan volume transaksi yang semakin meningkat; dan kelima, pembaruan
148
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
teknologi terhadap sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi I yang telah berjalan lebih dari 10 tahun. Untuk penerapan teknologi big data, Bank Indonesia sedang melakukan pilot project penerapan teknologi big data di Bank Indonesia. Pada akhir triwulan IV-2015, Bank Indonesia telah menyusun Information Enterprise System Architecture (IS-EA) dan roadmapnya. Arsitektur itu mencakup implementasi proyek SI strategis pengembangan Sistem Manajemen SDM (Human Resource Information System), Sistem Keuangan Bank Indonesia (Core Banking System), Sistem Treasuri (Front Office Middle Office/ Back Office), dan data warehouse yang masih dalam tahap penyusunan technical solution. Terkait perbaikan tata kelola SI, Bank Indonesia telah menyelesaikan seluruh milestone yang meliputi perbaikan proses prioritisasi dalam pengembangan aplikasi, perbaikan proses requirement management, dan pilot project pengelolaan vendor strategis. Dukungan Sistem Informasi (SI) juga dilakukan melalui perancangan Data Center (DC) dan Disaster Recovery Center (DRC) yang berstandar internasional. Perancangan ini bertujuan untuk melengkapi DC baru yang telah dimiliki saat ini, sekaligus menjaga dan meningkatkan kualitas ketersediaan layanan SI. Saat ini, Bank Indonesia sedang menyusun konsep desain dan user requirement DC2 dan DC3. Secara paralel, Bank Indonesia juga memproses pengadaan lahan untuk lokasi DC2 dan DC3. Di samping itu, dukungan SI diberikan melalui penyediaan infrastruktur SI (informasi, aplikasi, dan teknologi). Selain mendukung penyelesaian program transformasi, SI tetap mendukung pelaksanaan tugas/operasional untuk masing-masing sektor. Untuk mendukung peningkatan kualitas data di sektor moneter, Bank Indonesia mengembangkan aplikasi pelaporan perbankan, aplikasi survei terintegrasi, dan aplikasi lain terkait pengelolaan devisa. Dalam periode laporan, Bank Indonesia telah menyempurnakan sistem terkait pelaporan harian bank umum, monitoring investasi, monitoring neraca pembayaran, dan monitoring lalu lintas devisa. Bank Indonesia juga telah menyelesaikan tahapan integrasi pelaksanaan survei untuk cakupan survei konsumen dan survei perbankan yang akan dilanjutkan dengan integrasi pelaksanaan survei lainnya. Untuk mendukung sektor Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), Bank Indonesia mengembangkan aplikasi terkait fungsi makroprudensial maupun fungsi pendalaman pasar keuangan. Terkait fungsi makroprudensial, Bank Indonesia telah menyelesaikan pengembangan aplikasi terkait monitoring rasio utang korporasi dan perorangan (loan to value), serta monitoring Stabilitas Sistem Keuangan Nasional maupun Regional (Probability of Default). Dukungan terhadap fungsi pendalaman pasar keuangan juga diwujudkan melalui penyempurnaan pada sistem monitoring penyaluran kredit perbankan kepada UMKM. Dukungan terhadap sektor Sistem Pembayaran (SP) diwujudkan melalui implementasi aplikasi yang menunjang peningkatan efektivitas dan efisiensi transaksi pembayaran non-tunai maupun tunai. Aplikasi itu seperti RTGS Generasi II, BI-SSSS, BI-ETP, dan penyempurnaan aplikasi pengelolaan keuangan internal Bank Indonesia. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap meningkatkan kapabilitas layanan non-tunai melalui pengembangan Layanan Multiple Transfer Kliring, yakni jasa layanan pemrosesan transaksi yang penerima maupun pengirimnya lebih dari satu pihak. Layanan ini untuk memfasilitasi berbagai pembayaran/penagihan rutin.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
149
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Dukungan SI terhadap sektor manajemen internal ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan kapabilitas tata kelola Bank Indonesia. Dukungan ini berupa implementasi sistem informasi yang akan meningkatkan efisiensi pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur dan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Bank Indonesia. Bank Indonesia juga akan terus meningkatkan dukungan SI terhadap pengelolaan SDM. Hal itu dilakukan melalui proyek SI strategis pengembangan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resource Information System) yang mencakup antara lain, pengelolaan talenta pegawai, perencanaan karier, pengembangan kompetensi, proses rekrutmen, dan penempatan pegawai. Pada 2015, Bank Indonesia juga menerapkan inovasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pekerjaan seperti penerapan file sharing dan kolaborasi yang aman pada berbagai rapat dengan metode airbox. Selain itu, penerapan wi-fi diperluas di seluruh area kerja di kantor pusat maupun di kantor perwakilan. Perluasan wi-fi bertujuan untuk meningkatkan layanan kepada publik di area Bank Indonesia dan untuk mendukung kemudahan penyelesaian pekerjaan. Keseluruhan perangkat SI dilindungi perangkat pengamanan guna meminimalkan terjadinya kebocoran informasi rahasia kepada pihak yang tidak berwenang.
4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) 4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia Bank Indonesia telah melakukan berbagai program penataan organisasi termasuk membuka Kantor Perwakilan di daerah, mengembangkan kapabilitas baru melalui BI Institute, serta menyelaraskan budaya kerja sesuai nilai-nilai Bank Indonesia.
Selama 2015, Bank Indonesia melanjutkan penyempurnaan organisasi dengan membuka Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) DKI Jakarta pada 1 Juni 2015, membentuk Bank Indonesia Institute pada 1 Juli 2015, dan bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2015, telah dibuka KPwBI Provinsi Sulawesi Barat. Pembukaan KPwBI Provinsi DKI Jakarta dan Sulawesi Barat ini merupakan wujud nyata komitmen Bank Indonesia dalam mendukung perekonomian daerah. Dalam rangka implementasi Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI), sepanjang tahun 2015 Bank Indonesia juga menyempurnakan organisasi terhadap Departemen Riset Kebanksentralan serta Departemen Sumber Daya Manusia. Sebagai bagian program transformasi, dilakukan penyempurnaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia (OSBI). Langkah pertama penyempurnaan OSBI adalah pembaruan struktur organisasi dan perumusan key responsibility area, job description/job requirement, RACI (Responsible, Accountable, Consult, Inform), serta perumusan hubungan kerja dalam dan antar satuan kerja (linking mechanism). Untuk itu, telah dilakukan beberapa hal: pertama, dilakukan pemetaan visi dan isu organisasi seluruh satuan kerja di Bank Indonesia; kedua, dilakukan pemetaan organization design principes dan metode penyempurnaan organisasi; ketiga, dilakukan pemetaan Key Responsibility Area (KRA), RACI, dan linking mechanism satuan kerja; dan keempat, dilakukan perancangan desain organisasi L1-L3 di seluruh satuan kerja di Bank Indonesia. 4.7.2. Pemenuhan dan Pengembangan SDM Pada 2015, Bank Indonesia melaksanakan program Sekolah Staf dan Pimpinan Bank Indonesia (Sespibi) dan Staf Development Program (SDP). Di samping itu, Bank Indonesia menetapkan promosi pegawai ke pangkat deputi direktur, asisten direktur, dan promosi/ mutasi beberapa golongan kepangkatan dalam rangka pembukaan KPwBI Provinsi
150
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Sulawesi Barat. Sementara untuk pemenuhan kebutuhan SDM Bank Indonesia dilakukan rekrutmen eksternal melalui Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Bank Indonesia juga mengangkat calon pegawai yang telah menyelesaikan masa pendidikan. Selain itu, Bank Indonesia berpartisipasi dalam pelaksanaan bursa kerja di Universitas Padjadjaran dan Institut Teknologi Bandung dalam rangka pengumpulan database kandidat pelamar. 4.7.3. Pengembangan SDM Selama 2015, Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan pengembangan SDM. Kegiatan itu meliputi enam area pengembangan yaitu (1) On Boarding Program; (2) Career Development Program (CDP); (3) Career Transition Program (CTP); (4) Program Tugas Belajar (PTB); (5) Technical Assistance, Attachment & Assignment Program; dan (6) Seminar dan Workshop Internasional. Rincian pelaksanaan Program Pengembangan SDM-BI adalah sebagai berikut: 1. On Boarding Program (OBP)
Merupakan program pendidikan kepada pegawai baru agar siap ditempatkan di seluruh satuan kerja Bank Indonesia. Pada tahun 2015, Bank Indonesia menyelenggarakan OBP bagi calon pegawai asisten satpam dan calon pegawai asisten kasir masing-masing sebanyak 2 orang yang akan ditempatkan di KPwBI Provinsi Sulawesi Barat.
2. Career Development Program (CDP) Merupakan program pembekalan pegawai dengan kompetensi teknis, manajerial, dan leadership sesuai dengan sektor penempatan dan jabatannya. Pada 2015, Bank Indonesia menyelenggarakan CDP yaitu Staff Development Program (SDP), Sekolah Staf dan Pimpinan Bank Indonesia (Sespibi), dan program In-House Training (IHT). 3. Career Transition Program (CTP) Merupakan pembekalan kepada pegawai yang mendapatkan penugasan khusus dan yang memasuki masa purna bakti. Pada 2015, Bank Indonesia melakukan satu kali program pembekalan masa persiapan pensiun (MPP) yang diikuti oleh 22 orang pegawai. Program ini bertujuan untuk membekali pegawai agar dapat menyiapkan diri sebaik-baiknya dalam memasuki masa purna bakti. 4. Program Tugas Belajar (PTB)
Merupakan program pengembangan pegawai melalui beasiswa penuh Bank Indonesia kepada pegawainya yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang Master (S2) dan Doktor (S3). Program ini meliputi program tugas belajar dalam negeri (PTB-DN), program tugas belajar luar negeri (PTB-LN), maupun program tugas belajar atas inisiatif sendiri (PTB-AIS).
5. Technical Assistance, Attachment dan Assignment Program. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas dan kompetensi pegawai melalui technical assistance (TA) yang diberikan oleh bank sentral negara lain. Kegiatan TA dapat berupa training yang diberikan oleh tenaga ahli dari bank sentral negara maju kepada Bank Indonesia maupun kegiatan attachment dan assignment program melalui penugasan pegawai Bank Indonesia di sejumlah bank sentral negara lain yang merupakan mitra kerjasama Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
151
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Pada 2015, bank sentral negara mitra telah melakukan beberapa kali training atau pelatihan dalam kerangka technical assistance, seperti Bank of Japan, De Nederlandsche Bank, Deutsche Bundesbank, dan The SEACEN Centre. Selain itu, Bank Indonesia juga mengirim pegawai untuk mengikuti Attachment Program yang diselenggarakan bank sentral negara lain, yaitu Reserve Bank of Australia (RBA) dan Deutsche Bundesbank.
6. Seminar dan Workshop Internasional.
Pada 2015 Bank Indonesia juga melaksanakan program unggulan (flagship program) berupa workshop yang bekerja sama dengan Deutsche Bundesbank dan Bank of England. Flagship program ini merupakan bagian dari kegiatan kemitraan (partnership) dengan lembaga internasional terkemuka (prominent). Peserta dari negara lain yang mengikuti kegiatan ini mewakili berbagai bank sentral di negara tetangga.
4.7.4. Manajemen SDM Dalam rangka menyempurnakan aturan terkait dengan manajemen sumber daya manusia, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan terkait perencanaan SDM dan strategi pemenuhannya berupa Surat Edaran (SE) terkait perencanaan Sumber Daya Manusia di Bank Indonesia70. Selain itu, Bank Indonesia juga telah menyusun perencanaan SDM jangka menengah dan akan dilakukan evaluasi secara berkala terhadap perencanaan ini berdasarkan perkembangan kondisi terkini. Sejalan dengan itu, telah diterbitkan ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja Perjanjian Khusus Waktu Tertentu (PKWT)71. Dalam rangka membangun praktik dan budaya manajemen kinerja yang kuat, Bank Indonesia memerlukan sistem manajemen kinerja yang objektif, transparan, akuntabel, selaras dengan strategi organisasi, dan berorientasi pada hasil berdasarkan proses yang memenuhi prinsip good governance. Untuk itu, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai manajemen kinerja pegawai Bank Indonesia yang merupakan penyempurnaan dari ketentuan sebelumnya72. Ketentuan ini diharapkan mampu membentuk sistem manajemen kinerja yang berfungsi sebagai dasar pemberian penghargaan, perencanaan dan pengembangan karier, serta pembinaan dan bimbingan kepada pegawai. Terkait dengan keikutsertaan Anggota Dewan Gubernur (ADG) dan pegawai dalam Program Jaminan Sosial Nasional, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan BPJS Kesehatan berupa Surat Edaran Kepesertaan ADG dan Pegawai dalam BPJS; dan Keputusan Gubernur Bank Indonesia terkait tarif iuran BPJS. Bank Indonesia telah mendaftarkan sebanyak 13.065 orang terdiri atas pegawai dan anggota keluarga dari 4.814 pegawai Bank Indonesia pada BPJS Kesehatan. Dalam rangka penguatan tata kelola Bank Indonesia, telah diterbitkan ketentuan yang mengatur mengenai penerimaan gratifikasi pegawai73. Ketentuan ini mengatur penerimaan hadiah yang diduga diberikan karena jabatan, harus mempertimbangkan pihak yang memberikan hadiah, motif pemberian hadiah, kepantasan atau kewajaran nilai hadiah, dan frekuensi pemberian hadiah. Selanjutnya, terkait dengan pengaturan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan LHKPN berupa: (i) Peraturan Dewan Gubernur 70 71 72 73
152
Surat Edaran Intern No. 17/49/INTERN tanggal 29 Oktober 2015 tentang Perencanaan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia. Surat Edaran Intern No. 17/74/INTERN tanggal 30 November 2015 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Peraturan Dewan Gubernur No. 17/9/2015 tanggal 16 September 2015 Tentang Manajemen Kinerja Pegawai Bank Indonesia. Ketentuan ini mencabut PDG NO.15/3/PDG/2013 dan PDG NO.16/2/PDG/2014. Surat Edaran No.17/69/INTERN tanggal 19 November 2015 tentang Pengendalian Gratifikasi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
tentang Penyampaian LHKPN; (ii) Keputusan Kepala DSDM terkait Kewajiban Penyampaian LHKPN; (iii) Surat Edaran Intern Pedoman Pengisian LHKPN. Berdasarkan pemantauan, sebanyak 1.854 pegawai level manajer ke atas telah menyampaikan LHKPN. 4.7.5. Kebijakan terkait pegawai Bank Indonesia yang ditugaskan Pada Otoritas Jasa Keuangan Selama 2015, Bank Indonesia telah melakukan beberapa hal terkait kebijakan pengelolaan pegawai Bank Indonesia yang ditugaskan pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai berikut: 1. Sosialisasi Surat Perjanjian tentang Ketentuan dan Syarat-Syarat Pengelolaan Pejabat dan Pegawai Bank Indonesia yang Dialihkan atau Dipekerjakan pada OJK, kepada perwakilan tim manajemen intern KPwBI DN pada 17 Februari 2015; 2. Penyelesaian pinjaman dan Tunjangan Kesehatan Hari Tua (TKHT) untuk pegawai penugasan yang akan berhenti dan beralih status menjadi pegawai OJK; 3. Pertemuan dan dialog Gubernur Bank Indonesia dengan pegawai penugasan Bank Indonesia di OJK; 4. Tindak lanjut pembebanan biaya penggunaan rumah dinas Bank Indonesia pada 2014 – 2015; 5. Penetapan pilihan status kepegawaian. 4.7.6. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia Pada triwulan IV-2015, tahap penerimaan terhadap perubahan budaya kerja melalui Nilainilai Strategis (NNS) dari pegawai sudah mulai meningkat. Hal itu tercermin dari hasil survei Desember 2015 yang menunjukkan nilai penerimaan pegawai terhadap perubahan mencapai 5.18 dari skala 1 sampai dengan 6 (target yang diharapkan 4.5). Selanjutnya, Bank Indonesia mengembangkan tahap internalisasi yang diimplementasikan ke dalam perilaku pegawai dan aktivitas kerja sehari-hari. Desain Change Program Generik “135”, yaitu One Information a Day, Three R- Better-Faster-Cheaper, dan Five Minutes Before. Program perubahan juga telah dipertajam melalui program Lead by Example untuk mendorong peran pimpinan satuan kerja selaku pemimpin perubahan (change leader), menjadi contoh terdepan (role model) dan teladan perubahan. Di samping itu, Bank Indonesia mendorong pengembangan inovasi di masing-masing satuan kerja.
4.8. Aspek Hukum Berdasarkan Undang-Undang tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan badan hukum publik yang berwenang menetapkan peraturan yang digunakan sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan tugas sebagai bank sentral. Pada 2015, Bank Indonesia telah mengeluarkan 184 peraturan yang terdiri atas 24 Peraturan Bank Indonesia (PBI), 17 Peraturan Dewan Gubernur (PDG), 53 Surat Edaran Eksternal (SE Eksternal), dan 90 Surat Edaran Internal (SE Internal).
Selama 2015, Bank Indonesia telah mengeluarkan 184 peraturan, yakni 24 PBI, 17 PDG, 53 SE Eksternal, dan 90 SE Internal.
Agar pelaksanaan tugas berjalan efektif, Bank Indonesia memerlukan adanya dukungan perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan. Untuk itu, Bank Indonesia senantiasa terlibat dalam penyusunan Naskah Akademik, Rancangan Undang-Undang
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
153
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
(RUU), dan rancangan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Selama 2015, terdapat beberapa pembahasan RUU yang terkait langsung dengan Bank Indonesia. Beberapa peraturan perundangan itu antara lain RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK), RUU Perbankan, RUU Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), RUU Bank Indonesia (RUU BI), RUU Bea Materai, RUU Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal, RUU Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia, dan RUU Pajak Pertambahan Nilai. Bank Indonesia juga berpartisipasi dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). Selama 2015, pembahasan RPP yang melibatkan Bank Indonesia antara lain RPP Pengenaaan dan Pengelolaan Denda Administratif atas Kewajiban Pelaporan kepada PPATK, RPP Perlindungan Data Elektronik Strategis, RPP Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi oleh Instansi dan/atau Lembaga Swasta, RPP Perubahan atas PP Mengenai Pajak Penghasilan Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI, dan RPP Perdagangan Perbatasan.
4.9. Program Sosial Bank Indonesia Program Sosial Bank Indonesia 2015 telah dilaksanakan secara optimal. Program yang diimplementasikan mengangkat tema mendorong pembangunan ekonomi yang kuat, berkesinambungan, dan inklusif.
Dalam rangka mewujudkan bentuk kepedulian sosial, Bank Indonesia melaksanakan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Setiap tahun, program ini memiliki tema beragam sesuai dengan arah kebijakan Bank Indonesia. Pada 2015, tema PSBI adalah “Mendorong Pembangunan Ekonomi yang Kuat, Berkesinambungan, dan Inklusif”. Sejalan dengan tema tersebut, Bank Indonesia melakukan penguatan pada programprogram tematik dengan 4 (empat) sub tema, yaitu Pertanian Terintegrasi, Komoditas Unggulan, Ketahanan Pangan, dan Komunitas Kebanksentralan dan Literasi Keuangan. Pelaksanaan program itu dilakukan di seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN). Untuk cakupan yang lebih luas, Bank Indonesia melakukan penguatan pada 3 (tiga) program unggulan, yaitu Indonesia Cerdas, Pemberdayaan Perempuan, dan Indonesia Terang. Bank Indonesia juga merespons kebutuhan sosial masyarakat melalui pelaksanaan PSBI Kepedulian Sosial yang mencakup 6 (enam) bidang, yaitu pendidikan, keagamaan, kesehatan, lingkungan, kebudayaan, serta musibah dan bencana alam. Sampai dengan triwulan IV–2015, realisasi penyerapan anggaran PSBI mencapai Rp93,52 miliar atau mencapai sekitar 96% dari total anggaranRp97,34 miliar . Realisasi itu merupakan pelaksanaan program-program tematik, unggulan, dan kepedulian sosial. Sedangkan realisasi penyaluran beasiswa 2015 mencapai Rp19,29 miliar yang diberikan kepada 2.955 mahasiswa dari 79 perguruan tinggi negeri di Indonesia. Pencapaian itu tidak terlepas dari pelaksanaan PSBI sepanjang triwulan IV- 2015 yang dapat dilakukan dengan maksimal. Keseluruhan kegiatan PSBI mengarah pada program-program pendidikan, pemberdayaan perempuan, dan energi terbarukan yang merupakan program unggulan 2015. Pencapaian program bidang pendidikan diwujudkan dalam beberapa bentuk seperti terbangunnya 106 BI Corner di 45 wilayah KPwBI DN, dan 83 Pojok Baca pendidikan usia dini (PAUD) di Jabodetabek dan 20 kota lainnya. Wujud lainnya adalah pembentukan komunitas Sekolah Siaga Bencana di 20 (dua puluh) sekolah tingkat menengah atas di wilayah DKI Jakarta.
154
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Di bidang pemberdayaan perempuan, Bank Indonesia membentuk konsep modul literasi keuangan untuk 3.000 perempuan wirausaha mikro dan 2.000 remaja putri (youthpreneur) di wilayah Tanah Abang dan Tangerang. Konsep ini sebagai bagian dari program Pemberdayaan Wirausaha Mikro. Program pemberdayaan perempuan juga didukung oleh program Urban Farming yang dilaksanakan di 5 (lima) wilayah Provinsi DKI Jakarta. Target urban farming adalah sekitar 240 ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat. Pencapaian program unggulan energi terbarukan dilakukan melalui pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy). Program ini untuk mendorong produktivitas melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal yang akan dilaksanakan di salah satu dusun di daerah Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Bank Indonesia juga menyediakan solar cell panel dalam berbagai kegiatan pelayaran yang melewati berbagai kepulauan terdepan di Indonesia. Sampai dengan triwulan IV-2015, KPwBI DN melaksanakan program tematik sebanyak 122 program. Rinciannya, 30 program subtema Pertanian Terintegrasi, 38 program subtema Komoditas Unggulan, dan 54 program subtema Ketahanan Pangan. Untuk program subtema “Komunitas Kebanksentralan dan Literasi Keuangan, Bank Indonesia mengimplementasikan dalam bentuk pembuatan/pembangunan pojok baca untuk anak usia dini (Pojok Baca PAUD)”. Terkait PSBI Kepedulian, Bank Indonesia melaksanakannya dalam 6 (enam) bidang program, antara lain penyediaan sarana dan prasarana untuk sekolah, renovasi musholla, pengobatan gratis dalam rangka penanggulangan bencana asap, serta penanganan musibah banjir dan gunung berapi. Selain itu, Bank Indonesia aktif dalam berbagai program pelestarian lingkungan hidup dengan melibatkan Generasi Baru Indonesia (GenBI), yakni komunitas penerima beasiswa Bank Indonesia. Secara keseluruhan, pelaksanaan PSBI 2015 merupakan upaya untuk memperkuat ekonomi rumah tangga agar tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Pada gilirannya, hal ini bisa mendukung pencapaian inflasi yang rendah dan terkendali sebagai wujud dedikasi Bank Indonesia untuk negeri.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
155
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016 Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2016 mencapai kisaran 5,2%5,6%, lebih tinggi dibandingkan 2015. Pertumbuhan ekonomi itu diperkirakan ditopang oleh stimulus fiskal, khususnya realisasi pembangunan proyek infrastruktur yang semakin cepat. Investasi swasta diharapkan meningkat seiring dengan dampak paket kebijakan pemerintah dan pemanfaatan ruang pelonggaran moneter secara terukur dengan tetap menjaga stabilitas makro. Sementara itu, kontribusi ekspor bersih masih negatif dipengaruhi belum pulihnya kondisi eksternal dan mulai meningkatnya impor untuk mendukung realisasi proyek infrastruktur. Dalam periode yang sama, inflasi diperkirakan akan berada di sekitar titik tengah kisaran sasaran inflasi 4 ± 1%. Tekanan inflasi dari sisi permintaan diprakirakan meningkat seiring meningkatnya utilisasi kapasitas produksi. Ekspektasi inflasi diperkirakan juga tetap terjaga, didukung oleh kebijakan dan koordinasi antara Bank Indonesia dan pemerintah. Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi eksternal diprakirakan cukup minim sejalan dengan terbatasnya peningkatan harga-harga komoditas internasional, tren penurunan harga minyak, dan nilai tukar yang lebih stabil. Bank Indonesia akan terus mencermati beberapa risiko yang membayangi proses penyesuaian ekonomi ke depan. Dari sisi global, risiko tersebut antara lain berkaitan dengan belum solidnya pertumbuhan ekonomi dunia, terus menurunnya harga komoditas termasuk harga minyak, serta perlambatan ekonomi dan pasar keuangan Tiongkok. Dari sisi domestik, risiko yang perlu mendapat perhatian adalah potensi tekanan inflasi volatile food.
RINGKASAN RENCANA PELAKSANAAN TUGAS BANK INDONESIA TAHUN 2016 Ekonomi global 2016 diperkirakan hanya tumbuh sebesar 3.4% (yoy), lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 diprakirakan mencapai kisaran 5,2%–5,6%. Sedangkan, inflasi pada akhir 2016 diperkirakan berada di sekitar titik tengah kisaran sasaran inflasi 4 ± 1%. Investasi Indonesia diperkirakan tumbuh 7,2%–7,6%, terutama didorong oleh realisasi pembangunan proyek infrastruktur yang semakin cepat. Kinerja ekspor 2016 diperkirakan menurun sejalan dengan masih lemahnya ekonomi global khususnya Tiongkok dan Amerika Serikat. Sedangkan, impor diperkirakan masih mengalami kontraksi yang didorong oleh meningkatnya permintaan domestik, khususnya konsumsi dan investasi. Dengan mempertimbankan kondisi ekonomi ke depan, di 2016 Bank Indonesia akan menempuh bauran kebijakan di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang Rupiah. Bank Indonesia menetapkan strategi tahunan Bank Indonesia 2016 untuk mencapai enam sasaran strategis yang diwujudkan melalui 10 indikator kinerja utama. Dalam rangka transformasi menuju Bank Indonesia 2024, Bank Indonesia mencanangkan 28 program strategis yang akan dilaksanakan di 2016. Program strategis tersebut dijabarkan dalam 5 tema transformasi yakni: policy excellence, outstanding execution, institutional leadership, motivated organization, dan state of the art technology. Bank Indonesia tetap mengarahkan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara stabilitas harga melalui perumusan kebijakan yang kredibel dan implementasi yang efektif. Kebijakan di bidang stabilitas sistem keuangan dan makroprudensial dilakukan melalui monitoring dan pengelolaan financial imbalances dan risiko sistemik secara proaktif, serta pendalaman dan peningkatan kualitas intermediasi keuangan. Kebijakan sistem pembayaran non-tunai akan tetap diarahkan untuk meningkatkan keamanan, efisiensi, dan kehandalan infrastruktur dengan tetap memperhatikan perlindungan konsumen.
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016
Ditengah kondisi ketidakpastian ekonomi global dan risiko peningkatan tekanan inflasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 diprakirakan meningkat ditopang oleh stimulus fiskal dan investasi swasta, seiring optimalisasi ruang pelonggaran moneter.
5.1. Outlook Perekonomian 2016 Prospek perkembangan ekonomi global 2016 diperkirakan lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya. Pertumbuhan PDB global pada 2016 diperkirakan sebesar 3.4% (yoy), lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya. Koreksi asumsi pertumbuhan global terutama karena tertahannya pertumbuhan AS dan emerging market. Ekonomi AS diperkirakan tetap tumbuh membaik meskipun belum solid. Sedangkan pemulihan ekonomi Eropa terus berlangsung secara gradual dan ekonomi Jepang diperkirakan masih lemah. Perkembangan ekonomi Tiongkok masih dalam tren melambat, sedangkan ekonomi India tetap kuat karena didukung oleh permintaan domestik. Pada 2016, pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan lebih rendah dibandingkan asumsi sebelumnya. Realisasi pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan IV-2015 tercatat sebesar 1,8% (yoy), lebih rendah dari estimasi. Tertahannya pemulihan ekonomi AS disebabkan oleh masih belum kuatnya konsumsi, melambatnya perbaikan sektor perumahan, dan terkontraksinya sektor manufaktur. Dampak positif penurunan harga minyak bagi sektor konsumsi AS sebagai negara pengimpor minyak tertahan oleh langkah pengumpulan kembali (deleveraging) yang dilakukan oleh rumah tangga dan perusahaan non-finansial di AS. Di sisi lain, pertumbuhan penjualan rumah masih dalam tren menurun meski suku bunga KPR cenderung turun. Sektor manufaktur juga masih terkontraksi seiring dengan minimnya pertumbuhan ekspor. Sejalan dengan perkembangan tersebut, proyeksi pertumbuhan ekonomi AS pada 2016 dikoreksi dari 2,7% menjadi 2,6%. Sementara itu, pemulihan ekonomi Eropa terus berlangsung, didukung oleh kebijakan pelonggaran moneter (quantitative easing) oleh bank sentral. European Central Bank (ECB) diperkirakan melakukan penambahan quantitative easing pada Maret 2016, sejalan dengan tingkat inflasi yang masih rendah dan risiko apresiasi Euro. Semua hal itu telah menurunkan tingkat keyakinan pelaku pasar terhadap kemampuan ECB dalam mengarahkan inflasi ke target. Di sisi lain, pertumbuhan ekspor negara-negara Eropa masih dalam tren menurun, meski dalam perkembangan terakhir menunjukkan pemulihan (rebound). Penurunan ekspor ini sejalan dengan Purchasing Managers Index (PMI) yang cenderung menurun, meski masih berada di zona ekspansif. Pemulihan ekonomi Jepang terus berlangsung meski secara gradual. Pertumbuhan ekonomi Jepang didorong oleh meningkatnya konsumsi dan stimulus pemerintah. Namun demikian, perbaikan konsumsi ke depan tertahan oleh faktor demografi yang semakin didominasi oleh manula. Dengan kondisi tersebut, rumah tangga cenderung menyimpan uangnya. Sedangkan pertumbuhan ekspor masih bernilai negatif dan dalam tren menurun sejalan dengan pertumbuhan output produksi (industrial production) yang dalam level rendah. Pada 2016, inflasi Jepang kembali menurun seiring turunnya harga impor. Sebagai respons terhadap ekspektasi inflasi yang menurun, bank sentral Jepang mengadopsi kebijakan suku bunga negatif sejak Februari 2016. Pada 2016, ekonomi Tiongkok masih dalam tren melambat akibat masih lemahnya investasi, belum kuatnya produksi, dan upaya korporasi melakukan deleveraging. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada 2016 diperkirakan sebesar 6,3%, lebih rendah dari 6,9% pada 2015. Mata uang Yuan masih berisiko melemah dan volatile akibat risiko fundamental serta ketidakpastian kebijakan nilai tukar dan aturan di pasar saham. Ke depan, risiko pertumbuhan ekonomi Tiongkok terutama berasal dari sektor tersier dan industri. Pertumbuhan sektor tersier, yang mencerminkan terjadinya rebalancing ekonomi Tiongkok, memiliki risiko penurunan seiring dengan kebijakan pemerintah membatasi
158
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016
kegiatan shadow banking dan potensi penurunan penjualan ritel akibat default bisnis shadow banking tersebut. Sedangkan sektor manufaktur masih memperlihatkan perlambatan, seiring dengan rilis data laba industri Desember 2015 yang mengalami kontraksi dan prediksi rilis data PMI manufaktur Januari 2016 yang lebih lemah dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi India pada 2016 diperkirakan tetap kuat dan sesuai dengan proyeksi sebelumnya. Perekonomian India ditopang oleh permintaan domestik yang solid, terlihat dari tren penjualan mobil yang masih terus meningkat. Pada Desember 2015, tingkat inflasi kembali meningkat, seiring dengan kenaikan harga bahan makanan. Namun demikian, peningkatan inflasi itu masih berada di bawah target inflasi yang ditetapkan oleh Reserve Bank of India (RBI) sebesar 6%. Sedangkan sentimen bisnis sedikit menurun, sejalan dengan kekhawatiran terhadap kondisi fiskal pemerintah pasca penetapan kebijakan subsidi BBM yang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar LPG di perdesaan. Sejalan dengan perkembangan ekonomi global yang direvisi ke bawah, perkiraan volume perdagangan dunia dan harga komoditas juga direvisi ke bawah. Paeda 2016, pertumbuhan World Trade Volume (WTV) direvisi menjadi 2,9% sedangkan harga minyak Indonesia Crude Price (ICP) direvisi cukup dalam. Peningkatan pasokan minyak OPEC dan pelemahan permintaan global di tengah masih tingginya cadangan minyak diperkirakan mendorong harga minyak tetap berada di level rendah. Harga minyak Brent diperkirakan masih berada di bawah USD50 perbarrel hingga 2017. Sejalan dengan itu, Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHKEI) pada 2016 diperkirakan melanjutkan penurunan. Pemburukan prospek harga terutama terjadi pada komoditas logam, seiring dengan penurunan aktivitas industri Tiongkok dan tekanan dari rendahnya harga minyak. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 diprakirakan meningkat dan mencapai kisaran 5,2 – 5,6% (Tabel 5.1). Pertumbuhan ekonomi tersebut diperkirakan ditopang oleh stimulus fiskal, khususnya realisasi pembangunan proyek infrastruktur yang semakin cepat. Investasi swasta diharapkan meningkat seiring dengan dampak paket kebijakan pemerintah dan pemanfaatan ruang pelonggaran moneter secara terukur dengan tetap menjaga stabilitas makro. Inflasi pada akhir 2016 diprakirakan berada di sekitar titik tengah kisaran sasaran inflasi 4 ± 1%. Tabel 5.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran %Y-o-Y, Tahun Dasar 2010
Komponen
2014
2015 I
II
III
IV
2015
2016^
Konsumsi Rumah Tangga*
5,29
4,72
4,68
4,98
4,99
4,84
5,00
-
5,40
Konsumsi Pemerintah
1,16
2,91
2,61
7,11
7,31
5,38
6,40
-
6,80
Investasi
4,57
4,63
3,88
4,79
6,90
5,07
7,20
-
7,60
Ekspor Barang dan Jasa
1,00
-0,62
-0,01
-0,60
-6,44
-1,97
-5,50
-
-5,10
Impor Barang dan Jasa
2,19
-2,19
-6,97
-5,90
-8,05
-5,84
-5,10
-
-4,70
PDB
5,02
4,73
4,66
4,74
5,04
4,79
5,20
-
5,60
Sumber : BPS (diolah) * termasuk konsumsi LNPRT ^ proyeksi Bank Indonesia
Secara keseluruhan, konsumsi rumah tangga pada 2016 diprakirakan tumbuh sebesar 5,0%–5,4%. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan stabil sepanjang 2016 seiring dengan meningkatnya proporsi penduduk usia produktif sehingga meningkatkan jumlah angkatan kerja. Pada 2016, daya beli diperkirakan menguat seiring dengan rencana kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) secara rata-rata nasional sebesar 10,8% dan pembayaran gaji ke-14 Pegawai Negeri Sipil (PNS). Inflasi yang diperkirakan berada di
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
159
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016
sekitar titik tengah sasaran inflasi 4±1% juga diharapkan turut mendukung terjaganya daya beli masyarakat. Meningkatnya jumlah lapangan kerja, khususnya terkait dengan proyek infrastruktur, diharapkan dapat menjadi sumber penghasilan di tengah masih terbatasnya kinerja ekspor. Pada 2016, investasi diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya dan mencapai kisaran 7,2%–7,6%, terutama didorong oleh realisasi pembangunan proyek infrastruktur yang semakin cepat. Hal ini didukung oleh proses tender proyek pembangunan infrastruktur yang sebagian dilakukan lebih awal. Investasi swasta diharapkan meningkat seiring dengan dampak paket kebijakan pemerintah dan pemanfaatan ruang pelonggaran moneter secara terukur dengan tetap menjaga stabilitas makro. Pertumbuhan ekspor pada 2016 diprakirakan tidak sebaik tahun sebelumnya. Penurunan kinerja ekspor sejalan dengan perkiraan masih lemahnya ekonomi global khususnya Tiongkok dan Amerika Serikat, yang merupakan pasar utama ekspor Indonesia. Harga komoditas ekspor Indonesia juga diperkirakan masih mencatat pertumbuhan negatif. Dengan kondisi tersebut, ekspor riil Indonesia pada 2016 diprakirakan masih tumbuh negatif. Langkah-langkah peningkatan daya saing, antara lain dengan diversifikasi pasar dan produk, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekspor jangka panjang ke arah yang lebih baik. Sementara itu, impor diperkirakan masih mengalami kontraksi meskipun tidak sedalam tahun sebelumnya. Kontraksi impor tersebut didorong oleh meningkatnya permintaan domestik khususnya konsumsi dan investasi. Impor barang modal dan impor barang baku diperkirakan akan meningkat guna mendukung pembangunan proyek infrastruktur pemerintah dan investasi swasta. Pada 2016, inflasi diprakirakan akan berada di sekitar titik tengah kisaran targetnya. Dari sisi domestik, tekanan inflasi yang bersumber dari permintaan diprakirakan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan semakin mendekatnya pertumbuhan ekonomi ke tingkat potensialnya. Ekspektasi inflasi diperkirakan tetap terjaga dengan dukungan kebijakan dan koordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah. Di sisi lain, tekanan inflasi dari sisi eksternal diprakirakan tidak terlalu besar. Hal tersebut didukung oleh perkiraan terbatasnya peningkatan harga-harga komoditas internasional, yang sejalan dengan laju perbaikan perekonomian dunia yang masih berlangsung secara gradual, penurunan harga minyak dan nilai tukar yang relatif stabil. Tekanan inflasi inti pada 2016 diprakirakan moderat. Dari sisi eksternal, tekanan inflasi inti diperkirakan relatif terjaga terutama terkait dengan peningkatan harga komoditas internasional yang terbatas, sejalan dengan perbaikan gradual ekonomi dunia serta nilai tukar yang relatif stabil. Dari sisi domestik, meningkatnya permintaan domestik diprakirakan masih dapat direspons oleh kapasitas produksi, sebagaimana terlihat dari pertumbuhan PDB yang masih berada di bawah tingkat potensialnya. Dengan kondisi tersebut, tekanan inflasi dari sisi permintaan diprakirakan minimal walaupun sedikit meningkat. Selain itu, ekspektasi inflasi juga terindikasi relatif terjaga seiring dengan bauran kebijakan dan koordinasi yang ditempuh oleh Pemerintah dan Bank Indonesia. Tekanan inflasi dari kelompok volatile food diprakirakan terkendali walaupun sedikit meningkat. Pada 2016, inflasi volatile food diperkirakan terkendali sejalan dengan perkiraan peningkatan produksi dan distribusi bahan makanan dan tata niaga pangan yang lebih baik. Inflasi kelompok administered prices pada 2016 diperkirakan menjadi komponen utama yang membawa inflasi menjadi lebih rendah. Pada 2016, inflasi administered prices diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terutama terkait
160
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016
dengan tren penurunan harga minyak mentah di pasar internasional yang kemudian menyebabkan harga barang terkait energi menjadi lebih rendah.
5.2. Arah Kebijakan Bank Indonesia 2016 Dengan mempertimbangkan prospek ekonomi dan faktor risiko yang dihadapi, penguatan bauran kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, makroprudensial, sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah ke depan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Pelaksanaan bauran kebijakan tersebut Bank Indonesia didukung kebijakan manajemen intern yang mengedepankan aspek tata kelola yang baik. Kebijakan moneter akan tetap diarahkan untuk mencapai dan memelihara stabilitas harga melalui perumusan kebijakan yang kredibel dan implementasi kebijakan yang efektif. Kebijakan ini ditempuh melalui kebijakan suku bunga dan nilai tukar yang sesuai dengan fundamentalnya. Bank Indonesia juga akan terus melakukan penguatan proses penetapan kebijakan moneter, operasi moneter, dan penajaman strategi komunikasi bauran kebijakan. Kebijakan moneter didukung pula oleh pendalaman pasar keuangan guna memperbaiki struktur pasar uang sehingga meningkatkan kelancaran transmisi kebijakan, sekaligus memperkuat kemampuan sistem keuangan dalam membiayai pembangunan. Dalam rangka meningkatkan sinergi kebijakan dengan Pemerintah, pelaksanaan koordinasi difokuskan pada kebijakan moneter-fiskal dan upaya bersama dalam mendorong percepatan kebijakan reformasi struktural untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih sehat. Ke depan, bauran kebijakan Bank Indonesia juga akan diselaraskan dengan program pengembangan ekonomi nasional.
Untuk menghadapi tantangan ekonomi ke depan, Bank Indonesia akan menetapkan bauran kebijakan secara konsisten dengan tetap menjaga kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan.
Kebijakan stabilitas sistem keuangan dan makroprudensial akan terus diarahkan untuk mendorong stabilitas sistem keuangan melalui monitoring dan pengelolaan financial imbalances dan risiko sistemik secara proaktif, serta pendalaman dan peningkatan kualitas intermediasi keuangan. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat proses perumusan kebijakan makroprudensial yang dilandasi data dan riset yang memadai, surveillance guna mengidentifikasi risiko sistemik, pemeriksaan tematik bank, peningkatan manajemen risiko korporasi, serta peningkatan kualitas dan cakupan data Devisa Hasil Ekspor (DHE). Penguatan stabilitas sistem keuangan didukung pula oleh kebijakan keuangan inklusif dalam mendorong intermediasi dan efisiensi perbankan. Terkait pengembangan UMKM, kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan dan penciptaan pusat-pusat ekonomi baru di daerah dalam kerangka pengendalian inflasi. Dalam lingkup penguatan stabilitas sistem keuangan, upaya meningkatkan koordinasi lintas otoritas terus dilakukan terutama dengan OJK untuk memastikan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing lembaga dapat dijalankan secara efektif. Kebijakan sistem pembayaran nontunai akan tetap diarahkan untuk meningkatkan keamanan, efisiensi, dan kehandalan infrastruktur, serta perluasan elektronifikasi pembayaran, dengan tetap memperhatikan perlindungan konsumen. Guna meningkatkan keamanan dan kehandalan sistem pembayaran Bank Indonesia, kebijakan akan dilanjutkan dengan pengembangan Sistem BI-RTGS, BI-SSSS Generasi II, dan SKNBING sesuai kebutuhan bisnis, serta peningkatan standar mutu layanan. Kebijakan perluasan elektronifikasi pembayaran difokuskan pada peningkatan kualitas layanan dan perluasan cakupan layanan perbankan kepada Pemerintah, serta mendorong penggunaan central bank money untuk mengurangi risiko penyelesaian transaksi. Kebijakan dan pengaturan untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran ritel akan dilanjutkan dengan pengembangan kawasan LCS, perluasan penggunaan uang elektronik, dan peningkatan interoperabilitas serta interkoneksi. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
161
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016
Kebijakan pengelolaan uang akan difokuskan pada upaya menjaga ketersediaan uang rupiah dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar. Dalam menjaga ketersediaan uang rupiah, Bank Indonesia meningkatkan efisiensi proses pencetakan, pengolahan, dan distribusi uang melalui koordinasi intensif dengan perusahaan penyedia bahan uang, perusahaan pencetakan uang, dan perusahaan angkutan/transportasi, serta pembangunan infrastruktur dan sistem yang terintegrasi. Untuk mendorong kepercayaan terhadap uang Rupiah, Bank Indonesia senantiasa meningkatkan kualitas uang dengan berbagai fitur pengaman, serta melakukan upaya penanggulangan pemalsuan uang. Bank Indonesia juga mengatur pelaksanaan kewajiban penggunaan uang Rupiah di wilayah NKRI. Selain itu, sebagai bentuk perlindungan masyarakat dan untuk mempersempit peredaran uang palsu, Bank Indonesia memberikan sosialisasi dan edukasi publik mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada seluruh lapisan masyarakat. Bauran kebijakan yang akan ditempuh oleh Bank Indonesia dalam merespons berbagai tantangan perekonomian akan dilaksanakan berkoordinasi dengan berbagai otoritas terkait di tingkat pusat dan daerah. Koordinasi diperlukan baik dalam upaya pengendalian inflasi, mitigasi dampak risiko fiskal, penguatan stabilitas sistem keuangan, maupun percepatan pelaksanaan reformasi struktural untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih sehat. Koordinasi upaya pengendalian inflasi terus diperkuat di tingkat pusat dan daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Bank Indonesia juga terus menjalin koordinasi dengan pemerintah untuk memperkuat Protokol Manajemen Krisis (PMK). Keberhasilan pelaksanaan kebijakan tersebut didukung penguatan internal Bank Indonesia melalui pengembangan dan pengelolaan organisasi yang selaras dengan strategi Bank Indonesia, manajemen SDM yang kompeten, sistem informasi yang terintegrasi dan efisien, tata kelola yang baik, pengendalian risiko yang memadai, serta proses pengambilan keputusan yang efektif.
Bank Indonesia telah menetapkan arah strategi tahun 2016 yaitu mencapai 6 sasaran strategis yang dicerminkan melalui 10 indikator kinerja utama di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, pengelolaan uang rupiah, dan manajemen internal.
162
Penguatan juga dilakukan terkait pelaksanaan fungsi Kantor Perwakilan Bank Indonesia melalui optimalisasi peran sebagai strategic advisors bagi pemerintah daerah dan membantu dalam perumusan bauran kebijakan Bank Indonesia melalui penguatan kebijakan ekonomi dan keuangan daerah, pengendalian inflasi di tingkat regional, pengembangan data dan statistik regional, serta penguatan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah di tingkat regional.
5.3. Strategi Bank Indonesia 2016 Untuk tahun 2016, Dewan Gubernur Bank Indonesia telah menetapkan strategi tahunan Bank Indonesia. Keberhasilan Bank Indonesia dalam mencapai enam sasaran strategis dicerminkan oleh pencapaian 10 Indikator Kinerja Utama Bank Indonesia (IKU BI). Sasaran dan IKU BI dikategorikan dalam dua perspektif yaitu eksternal/stakeholders dan internal. Perspektif eksternal/stakeholders menggambarkan akuntabilitas kinerja pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia kepada masyarakat sebagai pemberi mandat Undangundang Bank Indonesia. Sementara itu, perspektif internal menggambarkan terwujudnya komitmen Bank Indonesia dalam mendukung pencapaian kinerja sesuai prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mengimplementasikan inovasi/penyempurnaan mekanisme kerja guna mencapai transformasi Bank Indonesia. Penetapan IKU dan targetnya telah mempertimbangkan perlunya tantangan untuk mencapainya namun dengan tetap realistis (Tabel 5.2).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016
Tabel 5.2 Indikator Kinerja Utama Bank Indonesia
5.4. Program Transformasi Bank Indonesia 2016 Pada 2014, Bank Indonesia menetapkan visi baru Bank Indonesia 2024, yaitu menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Untuk mencapai visi ini Bank Indonesia mencanangkan transformasi dengan menyusun Arsitektur Fungsi Strategis BI (AFSBI) 2024 (Gambar 5.1). AFSBI disusun untuk meningkatan kekuatan dan kecekatan Bank Indonesia dalam menghadapi implikasi dinamika perubahan dan tantangan jangka menengah panjang terutama di bidang moneter, keuangan dan perekomonian baik global, regional dan nasional. Selain itu, AFSBI juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fungsi strategis dan kapabilitas Bank Indonesia baru yang maju, kuat, berorientasi ke depan menghasilkan kebijakan terbaik dan merujuk pada praktek-praktek yang terbaik.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
163
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016
Gambar 5.1 Arsitektur Fungsi Bank Indonesia
Untuk mewujudkan arsitektur tersebut dilakukan Program Transformasi Menuju Bank Indonesia 2024 melalui lima tema transformasi AFSBI yaitu: (1) Policy Excellence, dengan menerapkan program/inisiatif peningkatan kualitas dan efektifitas kebijakan Bank Indonesia, (2) Outstanding Execution dengan melaksanakan program-program peningkatan efisiensi, ketepatan waktu, dan kualitas proses kerja di seluruh satuan kerja, (3) Institutional Leadership yakni memelopori program-program yang leading dan proactive (proactive leadership) diantara lembaga-lembaga lain di Indonesia, (4) Motivated Organization yaitu menerapkan program-program untuk meningkatkan skills, kapabilitas, dan motivasi pegawai, serta (5) State-of-the-art Technology dengan menjalankan program-program terkait dengan pemanfaatan teknologi dan pendekatan mutakhir yang akan membantu Bank Indonesia mencapai visi dan misinya secara efektif dan efisien. Di tahapan transformasi yang pertama, 2015-2019, restructuring and enhancing, kegiatan yang dilakukan merupakan kelanjutan dari inisiasi yang dilakukan di 2015. Di tahun 2016, pelaksanaan program strategis akan dikuatkan dengan penambahan tiga program strategis baru, sehingga total program strategis berjumlah 28. Dari ketiga program strategis tersebut, dua program merupakan pemisahan/pengembangan dari program strategis 2015 dan satu merupakan program strategis baru. Program Strategis 26 merupakan pengembangan dari Program Strategis 1, Program Strategis 27 merupakan pemisahan dari Program Strategis 2 bagian makroprudensial dan Program Strategis 28 merupakan Program Strategis baru (Tabel 5.3).
164
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016
Tabel 5.3 Program Strategis Bank Indonesia 2016
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
165
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2016
166
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
Lampiran Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan IV - 2015 dan Tahun 2015
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
167
1. PERATURAN BANK INDONESIA No
Nomor PBI
Tanggal Satker
Perihal
1
17/24/PBI/2015 30-12-2015 DPTP
Rekening Giro di Bank Indonesia
2
17/23/PBI/2015 23-12-2015 DSta
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang
Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri
3
17/22/PBI/2015 23-12-2015 DKMP Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer
4
17/21/PBI/2015 26-11-2015 DKEM
Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013
Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah dan Valuta Asing
Bagi Bank Umum Konvensional
5
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Bank Indonesia nomor 12/11/PBI/2010
17/20/PBI/2015 12-11-2015 DPM
Tentang Operasi Moneter
6
Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008
17/19/PBI/2015 12-11-2015 DPSP
Tentang Lelang Dan Penatausahaan Surat Berharga Negara
7
Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen
17/18/PBI/2015 12-11-2015 DPSP
Dana Seketika
8
17/17/PBI/2015 10-11-2015
Surat Berharga Bank Indonesia Dalam Valuta Asing
9
17/16/PBI/2015 02-10-2015 DPM
Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014
Tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak
Asing 10 17/15/PBI/2015 02-10-2015 DPM
Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014
Tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak
Domestik 11 17/14/PBI/2015 25-08-2015 DPM
Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014
Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak
Asing 12 17/13/PBI/2015 25-08-2015 DPM
Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014
Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak
Domestik 13 17/12/PBI/2015 25-06-2015 DPUM Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 tentang
Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis
dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
14 17/11/PBI/2015 25-06-2015 DKMP Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang
Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan valuta Asing
15 17/10/PBI/2015 18-06-2015 DKMP Rasio Loan To Value Atau Rasio Financing To Value Untuk Kredit Atau
Pembiayaan Properti Dan Uang Muka Untuk Kredit Atau Pembiayaan
Kendaraan Bermotor
16
17/9/PBI/2015 29-05-2015 DPSP
Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia
17
17/8/PBI/2015 29-05-2015 DKEM
Pengaturan dan Pengawasan Moneter
18
17/7/PBI/2015 29-05-2015 DPM
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014 Tentang
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing
19
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 Tentang
17/6/PBI/2015 29-05-2015 DPM
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Domestik
20
Perubahan Keempat Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003
17/5/PBI/2015 29-05-2015 DPM
Tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum
21
17/4/PBI/2015 27-04-2015 DKMP Pasar Uang AntarBank Berdasarkan Prinsip Syariah
22
17/3/PBI/2015 31-03-2015 DPU
Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia 23
17/2/PBI/2015 26-03-2015 DPM
Suku Bunga Penawaran AntarBank
24
17/1/PBI/2015 30-01-2015 DPU
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/1/PBI/2015 tanggal 30 Januari 2015
Tentang Jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun
2014
168
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
2. SURAT EDARAN EKSTERN No
Nomor SE
Tanggal Satker
1
17/52/DKSP
30-12-2015 DKSP
Perihal Implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan Penggunaan Personal
Identification Number Online 6 (Enam) Digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet yang Diterbitkan di Indonesia
2
Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP
17/51/DKSP
30-12-2015 DKSP
tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu
3
Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/15/DPM
17/50/DPM
21-12-2015 DPM
tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
antara Bank dengan Pihak Asing
4
Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM
17/49/DPM
21-12-2015 DPM
tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
antara Bank dengan Pihak Domestik
5
Penerbitan, Tata Cara Lelang, dan Penatausahaan Surat Berharga Bank
17/48/DPD
07-12-2015 DPD
Indonesia dalam Valuta Asing
6
Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP Tanggal
17/47/DKEM
30-11-2015 DKEM
26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam
Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional
7
Tata Cara Pembelian dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Secara
17/46/DPM
16-11-2015 DPM
Outright Dari Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar
Terbuka Syariah
8
Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Sertifikat Bank Indonesia Syariah
17/45/DPM
16-11-2015 DPM
dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Facilities Syariah
9
17/44/DPM
16-11-2015 DPM
Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang
10
17/43/DPM
16-11-2015 DPM
Tata Cara Transaksi Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah Dalam Rupiah
(FASBIS) 11
17/42/DPM
16-11-2015 DPM
Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Negara
dengan Bank Indonesia dalam rangka Standing Facilities Syariah
12
Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Negara
17/41/DPM
16-11-2015 DPM
dengan Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah
13
Tata Cara Transaksi Reverse Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah
17/40/DPM
16-11-2015 DPM
Negara dengan Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah
14
17/39/DPM
16-11-2015 DPM
Koridor Suku Bunga (Standing Facilities)
15
17/38/DPM
16-11-2015 DPM
Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara,
dalam Operasi Moneter
16
17/37/DPM
16-11-2015 DPM
Operasi Pasar Terbuka
17
17/36/DPM
16-11-2015 DPM
Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia - Electronic Trading Platform
18
17/35/DPSP
13-11-2015 DPSP
Batas Nilai Nominal Transfer Dana Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time
Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
19
Perlindungan Nasabah Dalam Pelaksanaan Transfer Dana Melalui Sistem Bank
17/34/DPSP
13-11-2015 DPSP
Indonesia Real Time Gross Settlement
20
17/33/DPSP
13-11-2015 DPSP
Tata Cara Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari
21
17/32/DPSP
13-11-2015 DPSP
Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan
Surat Berharga Negara
22
Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga Melalui Bank Indonesia-
17/31/DPSP
13-11-2015 DPSP
Scripless Securities Settlement System.
23
Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem Bank Indonesia-
17/30/DPSP
13-11-2015 DPSP
Real Time Gross Settlement
24
Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM
17/29/DPM
26-10-2015 DPM
tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
169
No
Nomor SE
Tanggal Satker
Perihal
25
17/28/DKMP
20-10-2015 DKMP Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah Antarbank
26
17/27/DKMP
20-10-2015 DKMP Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank
27
17/26/DSta
15-10-2015 DSta
28
17/25/DKMP
12-10-2015 DKMP Rasio Loan to Value atau Rasio Finnacing to Value untukkredit atau
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Selain Utang Luar Negeri
Pembiayaan Property dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan
Kendaraan Bermotor
29
Perubuhan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/3/DSta tanggal
17/24/DSta
12-10-2015 DSta
6 Maret 2015 perihal Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian
dalam Pengelola Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank
30
Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM
17/23/DPM
30-09-2015 DPM
tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah
antara Bank dengan Pihak Domestik
31
Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP
17/22/DPSP
31-08-2015 DPSP
tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di
Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara
32
Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/15/DPM Perihal
17/21/DPM
28-08-2015 DPM
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing
33
Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM Perihal
17/20/DPM
28-08-2015 DPM
34
17/19/DPUM
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Domestik
08-07-2015 DPUM Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/35/DPAU tanggal 29
Agustus 2013 perihal Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum
dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah
35
Perubahan atas Surat Edaran Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014
17/18/DKEM
30-06-2015 DKEM
perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri
Korporasi Nonbank
36
17/17/DKMP
26-06-2015 DKMP Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valutas
Asing Bagi Bank Umum Konvensional
37
Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.16/15/DPM perihal Transaksi
17/16/DPM
12-06-2015 DPM
Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing
38
Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM Perihal Transaksi
17/15/DPM
12-06-2015 DPM
Valuata Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik
39
Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring
17/14/DPSP
05-06-2015 DPSP
Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
40
17/13/DPSP
05-06-2015 DPSP
Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh bank Indonesi
41
17/12/DPSP
05-06-2015 DPSP
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tanggal 19
Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong 42
17/11/DKSP
01-06-2015 DKSP
Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia
170
43
17/11/DKSP
01-06-2015 DKSP
44
17/10/DKMP
29-05-2015 DKMP Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
45
17/9/DPM
20-05-2015 DPM
Mandatory Use of the Rupiah within the Territory of the Republic of Indonesia Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM tanggal 24
Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah
dalam Valuta Asing
46
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24
17/8/DPM
20-05-2015 DPM
Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka
47
Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM
17/7/DPM
14-04-2015 DPM
Tanggal 31 Maret 2008 Perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah Melalui Lelang
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
No
Nomor SE
Tanggal Satker
48
17/6/DPM
31-03-2015 DPM
49
17/5/DSta
30-03-2015 DSta
Perihal Suku Bunga Penawaran AntaBank Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal
4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum
50
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri dan
17/4/DSta
06-03-2015 DSta
Perubahan Rencana Utang Luar Negeri
51
Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan
17/3/DSta
06-03-2015 DSta
Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank
52
Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP
17/2/DSta
27-01-2015 DSta
tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum
53
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/31/DPNP Tanggal 31
17/1/DSta
26-01-2015 DSta
Oktober 2012 Perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum
3. PERATURAN DEWAN GUBERNUR No
Nomor PDG Tanggal Satker
1
17/18/PDG/2015 31-12-2015 DKEM
Perihal Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah
2
17/17/PDG/2015 31-12-2015 DKMP
Kerangka Kebijakan Makroprudensial
3
17/15/PDG/2015 22-12-2015
Kebijakan Internasional
DInt
4
17/14/PDG/2015 22-12-2015 DKEM
Strategi Kebijakan Utama Bank Indonesia
5
17/13/PDG/2015 18-11-2015 DMST
Tata Kelola (Governance) Bank Indonesia
6
17/12/PDG/2015 29-09-2015 DMR
Manajemen Resiko Bank Indonesia
7
17/11/PDG/2015 28-09-2015 DSDM
Peraturan Disiplin Bank Indonesia
8
17/10/PDG/2015 28-09-2015 DMST
Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Bank Indonesia
9
17/9/PDG/2015 16-09-2015 DSDM
Manajemen Kinerja Pegawai Bank Indonesia
10
17/8/PDG/2015 24-08-2015 DMST
Visi, Misi, dan Strategis Bank Indonesia
11
17/7/PDG/2015 07-08-2015 DMR
Manajemen Keberlangsungan Tugas Bank Indonesia
12
17/6/PDG/2015 24-07-2015 DSDM
Whistle Blowing System Bank Indonesia
13
17/5/PDG/2015 09-07-2015 DMST
Pelaksanaan Tugas Anggota Dewan Gubernur Ex-Officio
14
17/4/PDG/2015 15-05-2015 DSDM
Tunjangan Akhir Masa Jabatan Bagi Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia.
15
17/3/PDG/2015 24-04-2015 DSDM
Manfaat Pensiun Pegawai Bank Indonesia
16
17/2/PDG/2015 12-03-2015 DMST
Komite di Bank Indonesia
17
17/1/PDG/2015 06-03-2015 DSDM
Penyampaian Laporan Harta Kekayaan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
171
Daftar Istilah
Administered prices :
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur Pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif tenaga listrik.
BI Rate
:
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.
Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS)
:
Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan sistem transfer dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
Bank Indonesia – Scripless Securities : Settlement System (BI-SSSS)
Cadangan Devisa
172
Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System, merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. :
Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka, wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri.
Capital Adequacy Ratio :
Rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank.
Countercyclical Buffer :
Tambahan modal yang berfungsi untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Dana Pihak Ketiga
:
Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Defisit Transaksi Berjalan
:
Kondisi ketika sebuah negara mengimpor lebih banyak barang dan jasa daripada ekspor, atau selisih antara defisit/surplus pada neraca perdagangan dengan defisit/surplus pada neraca jasa-jasa.
Deposit Facility :
Fasilitas penempatan dana perbankan di Bank Indonesia dalam rangka operasi moneter.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
Devisa Hasil Ekspor
:
Devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor.
Emerging Market :
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi.
Financial Inclusion/(Keuangan : Inklusif)
Pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem : Keuangan
Forum yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar lembaga dalam memelihara stabilitas sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta memperkuat ketahanan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Lembaga yang menjadi anggota forum dimaksud yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan.
Giro Wajib Minimum
:
Jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto)
:
Indikator ekonomi yang mencerminkan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu.
Hedging :
Penggunaan instrumen derivatif atau instrumen keuangan lainnya untuk melindungi perusahaan dari risiko terkait perubahan nilai wajar (fair value) aset atau kewajiban.
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan :
Indikator kinerja stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan yang mencakup perbankan, pasar saham dan pasar obligasi, dan membantu mengidentifikasi potensi tekanan di sistem keuangan.
Inflasi :
Keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak pada menurunnya daya beli. Terdapat dua jenis sumber inflasi, yaitu inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya (costpush) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-pull).
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK)
:
Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks konsumen, yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat luas.
Inflasi Inti
:
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi inflasi. Inflasi inti diperoleh dari angka inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices.
Inflation Targeting Framework :
Kerangka kebijakan moneter forward-looking yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan kepada publik.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
173
:
Suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi Pasar Uang Antar Bank di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR.
Kliring :
Perhitungan utang piutang antara para peserta kliring secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan suat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan (clearing).
Layanan Keuangan Digital (LKD)
:
Kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif.
Lender of The Last Resort :
Salah satu fungsi utama bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem perekonomian yakni dengan pemberian kredit atau pembiayaan kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana.
Lending Facility :
Fasilitas penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka operasi moneter.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
:
Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank umum.
Likuiditas :
Kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity).
Makroprudensial :
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan.
Mikroprudensial :
Pendekatan regulasi keuangan yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) :
Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Neraca Transaksi Berjalan
:
Bagian dari neraca pembayaran yang mencatat lalu lintas barang dan jasa suatu negara.
Non-Performing Loan (NPL)
:
Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Non-Performing Financing (NPF) :
Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah.
Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR)
174
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
:
Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).
Pasar Uang Antar Bank (PUAB O/N) :
Kegiatan pinjam meminjam dalam rupiah dan/atau valuta asing antar Bank Konvensional dengan jangka waktu satu hari (overnight).
Repurchase Agreement (Repo)
:
Transaksi penjualan instrumen keuangan antara dua belah pihak yang diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas instrumen keuangan yang sama dengan harga tertentu yang disepakati.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
:
Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
:
Sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional.
Stress test :
Estimasi potensi kerugian terhadap eksposur kredit dan likuiditas yang dihasilkan dari beberapa skenario perubahan harga dan volatilitas.
Surat Utang Negara (SUN)
:
Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
Surat Berharga Negara (SBN)
:
Surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah dan Surat Berharga Negara Syariah dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Swap :
Transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan pihak yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan.
Systemically Important Bank :
Suatu bank yang karena ukuran aset, modal, kewajiban, dan luas jaringan, atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagaian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, apbila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.
Tim Pemantauan dan Pengendalian : Inflasi Daerah
Tim lintas instansi yang melakukan pemantauan perkembangan inflasi daerah dan mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait pengendalian inflasi.
Transaksi Reverse Repo :
Transaksi pembelian Surat Berharga oleh peserta Operasi Pasar Terbuka (OPT) dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
Uang Kartal
Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia.
Operasi Moneter
:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
175
176
Uang Kartal yang Diedarkan
:
Uang yang berada di masyarakat dan di khasanah perbankan.
Wajar Tanpa Pengecualian
:
Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Volatile Food :
Komponen inflasi IHK yang dominan dipengaruhi oleh kejutan dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun internasional.
Yield :
Imbal hasil.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
Daftar Singkatan ADG : Anggota Dewan Gubernur AFSBI : Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia APMK : Alat Pembayaran Menggunakan Kartu ASEAN : The Association of Southeast Asian Nations ATBI : Anggaran Tahunan Bank Indonesia ATM : Anjungan Tunai Mandiri BI : Bank Indonesia BI-RTGS : Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement BI-SSSS : Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System BPS : Badan Pusat Statistik bps : Basis Point BUMN : Badan Usaha Milik Negara CAR : Capital Adequacy Ratio CCB : Counter Cyclical Buffer CIKUR : Ciri Keaslian Uang Rupiah DF : Deposit Facilities DHE : Devisa Hasil Ekspor DPK : Dana Pihak Ketiga DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia D-SIB : Domestic Sistemically Important Bank DSR : Debt Service Ratio DXY : US Dollar Index ECB : European Central Bank EMEAP : Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks FASBIS : Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah FFR : Fed Fund Rate FKSSK : Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan FPJP : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek FSPI : Forum Sistem Pembayaran Indonesia GDP : Gross Domestic Product GNNT : Gerakan Nasional Non-Tunai GWM : Giro Wajib Minimum IDB : Islamic Development Bank IDI : Informasi Debitur Individual IHK : Indeks Harga Konsumen IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan IKNB : Industri Keuangan Non Bank IKU : Indikator Kinerja Utama
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
177
IMF : International Monetary Fund IRU : Investor Relations Unit ITF : Inflation Targeting Framework JIBOR : Jakarta Interbank Offered Rate KI : Kredit Investasi KK : Kredit Konsumsi KMK : Kredit Modal Kerja KPR : Kredit Perumahan Rakyat KPwDN BI : Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia KPwLN BI : Kantor Perwakilan Luar Negeri Bank Indonesia KUPVA BB : Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank LDR : Loan to Deposit Ratio LKD : Layanan Keuangan Digital LKNB : Lembaga Keuangan Non Bank LKTBI : Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia LTV : Loan to Value MRBI : Manajemen Risiko Bank Indonesia NAB : Nilai Aktiva Bersih NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia NPI : Neraca Pembayaran Indonesia NPL : Non Performing Loan OIC : Organization of Islamic Cooperation OJK : Otoritas Jasa Keuangan OM : Operasi Moneter OPT : Operasi Pasar Terbuka PBI : Peraturan Bank Indonesia PDB : Produk Domestik Bruto PDG : Peraturan Dewan Gubernur PDN : Posisi Devisa Neto Perum Peruri : Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia PIHPS : Pusat Informasi Harga Pangan Strategis PLN : Pinjaman Luar Negeri PP : Perusahaan Pembiayaan PSBI : Program Sosial Bank Indonesia PTD BB : Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank PUAB O/N : Pasar Uang Antar Bank Overnight qtq : quarter to quarter RDG : Rapat Dewan Gubernur Repo : Repurchase Agreement ROA : Return on Asset ROE : Return on Equity RR : Reverse Repo RRH : Rata-rata Harian SBI : Sertifikat Bank Indonesia SBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah
178
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
SBN : Surat Berharga Negara SBT : Saldo Bersih Tertimbang SDBI : Sertifikat Deposito Bank Indonesia SE : Surat Edaran SF : Standing Facilities SHPR : Survei Harga Properti Residensial SID : Sistem Informasi Debitur SK : Survei Konsumen SKBI : Sistem Keuangan Bank Indonesia SKDU : Survei Kegiatan Dunia Usaha SKNBI : Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia SKSR : Survei Khusus Sektor Riil SNKI : Strategi Nasional Keuangan Inklusif SOP : Standard Operating Procedure SSK : Stabilitas Sistem Keuangan SULNI : Statistik Utang Luar Negeri Indonesia SUSPI : Statistik Utang Sektor Publik Indonesia TD : Term Deposit TMF : Transaksi Modal dan Finansial TPI : Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi TPID : Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah UKM : Usaha Kecil dan Menengah ULE : Uang Layak Edar ULN : Utang Luar Negeri UMKM : Usaha Mikro Kecil dan Menengah UTLE : Uang Tidak Layak Edar UU : Undang-Undang UYD : Uang Kartal yang Diedarkan Valas : Valuta Asing yoy : year on year
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015
179