Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II
BANK INDONESIA
2015
Laporan Pelaksanaan
2015
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 Telp: (62 21) 500131 Fax: (62 21) 3861458 Email:
[email protected] www.bi.go.id
Triwulan III
Tugas dan Wewenang
Bank Indonesia
www.bi.go.id
Laporan Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang
Bank Indonesia
Triwulan III
2015
Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama triwulan III-2015
HIGHLIGHT KINERJA PEREKONOMIAN Inflasi triwulan III-2015 tetap terkendali. Inflasi inti tercatat stabil pada level
Cadangan devisa pada triwulan III-2015 tercatat sebesar
5,07% (yoy)
101,7 miliar dolar AS.
relatif sama dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan inflasi IHK tercatat 6,83% (yoy), menurun dari triwulan sebelumnya sebesar 7,26% (yoy).
Meski lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar
108 miliar dolar AS,
tetap mampu mendukung ketahanan perekonomian ke depan. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)
Nilai tukar Rupiah masih terdepresiasi terhadap dolar AS sebesar
Indonesia terjaga, meskipun mengalami
9,88% (ptp),
tercermin dari peningkatan Indeks SSK
namun dengan volatilitas yang menurun dan lebih rendah dibandingkan negara emerging lainnya.
menjadi 1,02 dari 0,85
Defisit transaksi berjalan tercatat sebesar
Transaksi sistem pembayaran
tekanan pada pasar keuangan yang
pada triwulan sebelumnya.
berjalan aman dan lancar, didukung
4,0 miliar dolar AS (1,86% PDB),
upaya peningkatan kehandalan
membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
sesuai dengan service level.
penyelenggaraan sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI
4,2 miliar dolar AS (1,95% PDB). Surplus transaksi modal dan finansial tercatat lebih rendah dari defisit transaksi berjalan, sehingga Neraca Pembayaran Indonesia mengalami defisit
4,6 miliar dolar AS.
Transaksi tunai berjalan lancar, ditopang pemenuhan
kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup dan layak edar.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
iii
HIGHLIGHT KEBIJAKAN BANK INDONESIA
• Bank Indonesia mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan level suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility 8,00%. Kebijakan ini sejalan dengan upaya mengarahkan inflasi menuju kisaran sasaran sebesar 4±1% pada 2015 dan 2016. • Bank Indonesia mengeluarkan 2 paket kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah yang sejalan dengan paket kebijakan Pemerintah untuk menjaga stabilitas nilai tukar, serta memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah dan valas. • Untuk mendukung pelonggaran kebijakan makroprudensial, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan mengenai rasio loan to value atau rasio financing to value untuk kredit atau pembiayaan properti dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan pelaksanaan mengenai giro wajib minimum bank umum dalam Rupiah dan valuta asing bagi bank umum konvensional. Pelonggaran kebijakan dimaksudkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia. • Bank Indonesia bekerjasama dengan 17 Pondok Pesantren di Jawa Timur untuk mengembangkan dan memperkuat ekonomi syariah. • Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia mempersiapkan implementasi sistem setelmen dana (BI-RTGS) dan sistem setelmen surat berharga (BI-SSSS) Generasi kedua, untuk mendukung penyediaan layanan sistem pembayaran yang andal, aman, dan efisien. • Bank Indonesia memperkuat koordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk mendukung penerapan kewajiban penggunaan Rupiah, pengawalan dan pengamanan pengiriman uang, pengawasan badan usaha jasa pengawalan (Cash in Transit/CiT), penanganan kejahatan di bidang sistem pembayaran, dan penanggulangan pemalsuan uang Rupiah. Upaya ini sejalan dengan komitmen Bank Indonesia untuk menyediakan uang Rupiah ke seluruh pelosok negeri dalam jumlah yang cukup dan berkualitas. • Bank Indonesia melanjutkan implementasi 25 Program Strategis secara cermat guna mencapai visi dan misi Bank Indonesia 2024.
iv
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana atas berkah dan rahmatnya pada triwulan III-2015 ini Bank Indonesia dapat melaksanakan amanah Undang-Undang dengan baik. Sebagai wujud transparansi serta akuntabilitas institusi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, izinkan kami menyampaikan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015. Didalam laporan ini, kami merangkum berbagai dinamika perekonomian Indonesia yang patut kita cermati bersama, respons kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia, serta rencana kebijakan Bank Indonesia kedepan. Kami berharap laporan ini dapat menjadi referensi yang berkualitas bagi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam melakukan penilaian terhadap kinerja institusi Bank Indonesia seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang. Perekonomian Indonesia pada triwulan III-2015 telah menunjukkan perkembangan yang baik. Setelah sebelumnya mengalami tren perlambatan pertumbuhan, meningkatnya belanja Pemerintah telah mampu mendorong perekonomian tumbuh 4,73% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,67% (yoy). Hal ini juga diikuti dengan pulihnya konsumsi dan investasi, dimana indikator seperti penjualan ritel dan penjualan semen mengalami peningkatan pertumbuhan. Kami juga mencermati perkembangan inflasi yang terkendali, dimana inflasi IHK tercatat 6,83% (yoy) dan kami meyakini akan terus menurun menuju batas bawah sasaran 4±1% pada akhir tahun 2015. Kondisi inflasi yang terkendali sejalan dengan kebijakan moneter yang secara konsisten dan hati-hati ditempuh oleh Bank Indonesia dengan koordinasi bersama Pemerintah yang hemat kami semakin baik. Kerentanan makroekonomi yang selama ini dialami Indonesia akibat defisit neraca transaksi berjalan juga secara bertahap telah dapat diturunkan kepada tingkat yang kami pandang lebih sehat. Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan III-2015 menurun ke -1,86% dari PDB, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 sebesar -3,02% dari PDB. Kami meyakini, sampai dengan akhir tahun 2015 defisit neraca transaksi berjalan dapat dijaga pada kisaran -2% dari PDB, sehingga laju ekspansi perekonomian dapat seimbang dan semakin berkelanjutan. Namun, kami mencermati bahwa terdapat tantangan eksternal yang mengemuka ditengah kondisi makroekonomi domestik yang semakin membaik. Perlambatan struktural perekonomian Tiongkok yang kemudian diikuti dengan semakin dalamnya penurunan harga komoditas menjadi tantangan bagi pemulihan ekspor Indonesia. Di sisi lain, semakin meningkatknya ekspektasi kenaikan tingkat suku bunga di AS terus menciptakan gejolak di pasar keuangan global dan memberikan tekanan kepada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
v
Tekanan tersebut dapat kita cermati dari penurunan aliran modal asing yang masuk ke Indonesia. Sampai dengan triwulan III-2015 ini, aliran modal portofolio asing yang masuk ke Indonesia hanya tercatat sebesar Rp32,34 triliun. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun 2014 yang mencapai Rp170,22 triliun. Penurunan aliran modal portofolio asing yang dapat menjadi sumber pembiayaan pembangunan ini kemudian memberikan tekanan langsung kepada neraca transaksi modal dan finansial Indonesia. Akibatnya, keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami defisit setelah di tahun 2014 selalu mencatatkan surplus. Keluarnya aliran modal dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia pada gilirannya tercermin dari tekanan depresiasi pada nilai tukar Rupiah. Ditengah penguatan dolar AS secara global akibat solidnya pemulihan ekonomi AS, gejolak di pasar keuangan akibat ketidakpastian normalisasi kebijakan moneter AS juga terus memberikan tekanan tambahan kepada mata uang negara berkembang. Nilai tukar Rupiah sampai dengan triwulan III-2015 terdepresiasi terhadap dolar AS sebesar 9,88% (ptp). Mencermati tekanan terhadap nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia akan terus berkomitmen untuk terus berada di pasar dan melakukan upaya stabilisasi nilai tukar. Kebijakan stabilisasi nilai tukar kami fokuskan pada tiga pilar kebijakan, yaitu (1) menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah; (2) memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah; dan (3) memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas). Walaupun pasar keuangan global terus mengalami gejolak, industri perbankan domestik berada dalam kondisi yang kuat. Rasio kecukupan modal industri perbankan sebesar 20,62% disumbang oleh pertumbuhan modal industri perbankan sebesar 1,28% (qtq). Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik, kredit perbankan dapat tumbuh 11,10% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu 10,38% (yoy). Namun demikian, tren perlambatan ekonomi dalam beberapa periode sebelumnya mendorong peningkatan terbatas pada Non Performing Loan (NPL) yang perlu terus kita waspadai bersama. Oleh karena itu, Bank Indonesia juga menempuh kebijakan makroprudensial yang dapat memberikan ruang pemulihan bagi sektor-sektor ekonomi dengan risiko yang relatif terkendali. Bank Indonesia telah melakukan penyesuaian rasio loan to value (LTV) untuk kredit pembiayaan properti, serta uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Dari aspek penyelenggaraan sistem pembayaran, triwulan III-2015 ini menjadi langkah penting bersama antara Bank Indonesia dengan Pemerintah dan otoritas terkait dalam mempererat jalinan sinergi untuk mengembangkan sistem pembayaran nasional. Pada akhir Agustus 2015, telah dibentuk Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) sebagai wadah komunikasi antar pemangku kepentingan di bidang sistem pembayaran. Pembentukan FSPI diharapkan akan dapat meningkatkan koordinasi dan harmonisasi kebijakan, pengaturan, dan program kerja dari Pemerintah, Bank Indonesia, dan otoritas terkait lainnya. Kami meyakini bahwa ditengah pesatnya perkembangan teknologi sebagai basis pengembangan instrumen pembayaran, pengaturan dan penyediaan layanan sistem pembayaran yang handal namun tetap mengutamakan perlindungan konsumen menjadi tantangan yang perlu kita hadapi bersama.
vi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
Menutup pengantar singkat kami, izinkanlah kami menyampaikan rasa optimisme kami atas prospek perekonomian Indonesia ke depan. Walaupun kondisi eksternal tetap menuntut kewaspadaan seluruh pihak, namun langkah-langkah kolektif untuk menjaga stabilitas dan menciptakan pertumbuhan yang berkualitas selama triwulan III-2015 semakin memperkuat semangat insan Bank Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai amanah Undang-Undang.
Jakarta, November 2015 GUBERNUR BANK INDONESIA
Agus D.W. Martowardojo
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
vii
Daftar Isi BAB I Ringkasan Eksekutif
02 04
1.1. Kinerja Perekonomian 1.2. Kebijakan yang Ditempuh
BAB II 2.1. Inflasi 2.2. Pertumbuhan Ekonomi 2.3. Neraca Pembayaran 2.4. Utang Luar Negeri 2.5. Nilai Tukar Rupiah 2.6. Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar Valuta Asing 2.6.1. Perkembangan Pasar Uang 2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing 2.7. Perkembangan Sistem Keuangan 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan 2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan 2.7.2.1. Ketahanan Permodalan Industri Perbankan 2.7.2.2. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan 2.7.2.3. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan 2.7.2.4. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar 2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non-Bank 2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi 2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga 2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat 2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran 2.11. Perkembangan Pengedaran Uang
viii
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
12 13 17 19 20 21 21 23 24 24 27 27 27 28 29 30 33 33 34 35 36 37 41
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1. Stabilitas Moneter 46 3.1.1. Kebijakan Moneter 46 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar 48 3.1.2.1. Pengelolaan Moneter 48 3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar 50 3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah 51 3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri 53 3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor 54 3.1.6. Pelaksanaan Kegiatan Statistik, Survei, dan Liaison untuk 54 Mendukung Perumusan Kebijakan 3.2. Stabilitas Sistem Keuangan 56 3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial 56 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial 56 Boks : Relaksasi Pengaturan Makroprudensial 58 3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial 59 3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah 62 3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valas) 63 3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif (Financial Inclusion) 64 3.2.4.1. TabunganKu dan Basic Saving Account (BSA) 64 dalam rangka mendukung Gerakan Indonesia Menabung (GIM) 3.2.4.2. Perluasan Pelaksanaan Edukasi Keuangan 64 kepada Masyarakat 3.2.4.3. Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD) 65 3.2.4.4. Peran Bank Indonesia di Fora Internasional Terkait 66 Keuangan Inklusif 3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro 66 Kecil dan Menengah (UMKM) 3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan 67 dalam Rangka Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM 3.2.5.2. Program Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) 68 Dalam Pengembangan UMKM 3.2.5.3. Kerja Sama Domestik Terkait Pengembangan 69 UMKM 3.2.5.4. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan 69 UMKM 3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan 70 3.3. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 73 3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran 74 Boks : Implementasi Penggunaan Central Bank Money (CeBM) 78 untuk Setelmen Dana Transaksi Pasar Modal 3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang 79
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
ix
3.4. Kerja Sama Internasional 3.4.1. Kerja Sama Negara G20 3.4.2. Kerja Sama dalam Forum IMF 3.4.3. Kerja Sama Asean 3.4.4. Kerja Sama Asean + 3 3.4.5. Kerja Sama Bank for International Settlement (BIS) 3.4.6. Kerja Sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP) 3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan 3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional 3.6. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia
83 83 86 87 87 88 88 89 89 92 93 94
BAB IV 4.1. Tata Kelola Governance 4.2. Manajemen Strategi dan Kinerja 4.3. Manajemen Risiko 4.4. Audit Intern 4.5. Keuangan Internal 4.6. Sistem Informasi 4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) 4.8. Aspek Hukum 4.9. Program Sosial Bank Indonesia
102 103 104 106 107 108 109 113 113
Kapabilitas Intern Bank Indonesia
LAMPIRAN Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan III-2015 1. Peraturan Bank Indonesia 2. Surat Edaran Ekstern 3. Peraturan Dewan Gubernur Daftar Istilah Daftar Singkatan
x
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
115 116 116 116 117 122
Daftar Tabel BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Tabel 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) Tabel 2.2. Perkembangan Indeks Saham Regional Tabel 2.3. Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%) Tabel 2.4. Perkembangan Penyaluran Pembiayaan Tabel 2.5. Kinerja Korporasi Publik Tw II-2014 dan Tw II-2015 Tabel 2.6. Volume Transaksi Pembayaran Tabel 2.7. Nilai Transaksi Pembayaran Tabel 2.8. Transaksi Transfer Dana Triwulan III – 2015 Tabel 2.9. Transaksi UKA-TC Triwulan III – 2015 Tabel 2.10. Perkembangan UYD di Masyarakat dan Perbankan Tabel 2.11. Indikator Pengedaran uang
BAB III
14 26 30 31 34 38 39 39 40 41 42
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3.
Paket Kebijakan Stabilisasi Rupiah Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak TW II-2014 s.d TW III 2015 Permintaan IDI per Triwulan sejak TW III-2014 s.d TW III-2015
47 71 72
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
xi
Daftar Grafik BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Grafik 2.2. Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Grafik 2.3. Penjualan Sepeda Motor Grafik 2.4. Indeks Ekspektasi Pendapatan Grafik 2.5. Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 2.6. Penjualan Semen Grafik 2.7. Indikator Penjualan Alat Berat Grafik 2.8. Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Grafik 2.9. Indeks Harga Ekspor Nonmigas Grafik 2.10. Neraca Transaksi Berjalan Grafik 2.11. Neraca Perdagangan Grafik 2.12. Neraca Perdagangan Bulan Oktober 2015 Grafik 2.13. Neraca Transaksi Modal dan Finansial Grafik 2.14. Neraca Pembayaran Indonesia Grafik 2.15. Perkembangan Cadangan Devisa Grafik 2.16. Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.17. Nilai Tukar di Negara Emerging Grafik 2.18. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.19. Volatilitas Nilai Tukar di Negara Emerging Grafik 2.20. Perkembangan Transaksi PUAB Grafik 2.21. Perkembangan Suku Bunga PUAB Grafik 2.22. Volume Transaksi Repo (rrh) Grafik 2.23. Suku Bunga PUAB & Repo 1 bulan Grafik 2.24. Volume Transaksi Valas (rrh) Grafik 2.25. Komposisi Transaksi Valas Grafik 2.26. Yield SBN Grafik 2.27. Volatilitas Yield 20 hari Grafik 2.28. Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG Grafik 2.29. Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG Grafik 2.30. Perkembangan & Volatilitas IHSG Grafik 2.31. Perkembangan Industri Reksadana Grafik 2.32. Rasio Non-Performing Loan Grafik 2.33. Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan Grafik 2.34. Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi Grafik 2.35. Pertumbuhan DPK (yoy) Grafik 2.36. Komposisi Alat Likuid Perbankan Grafik 2.37. Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD)
xii
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
12 12 14 14 15 15 15 16 16 18 18 18 18 19 19 20 20 21 21 22 22 23 23 24 24 25 25 25 25 26 26 27 28 28 28 29 29
Grafik 2.38. Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan Grafik 2.39. Aset dan Investasi Industri Asuransi Grafik 2.40. Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi Grafik 2.41. Pembiayaan PP Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 2.42. Rasio Non-Performing Financing (NPF) Grafik 2.43. Sumber Pendanaan Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.44. Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada PP Grafik 2.45. Kegiatan Dunia Usaha Tw III-2015 Grafik 2.46. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 2.47. Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya Grafik 2.48. Pertumbuhan Kredit UMKM (%,YoY) Grafik 2.49. NPL, Suku Bunga, BI Rate, dan Inflasi (%) Grafik 2.50. Permintaan Informasi dan Pengaduan SP Grafik 2.51. Pengaduan Konsumen SP ke BI Berdasarkan Instrumen Grafik 2.52. Permintaan Informasi SP Berdasarkan Instrumen Grafik 2.53. Pertumbuhan UYD dan PDB Nominal (yoy) Grafik 2.54. Uang yang Diedarkan dan Indeks Penjualan Eceran Grafik 2.55. Temuan Uang Rupiah Palsu
BAB III
30 31 31 32 32 32 33 33 34 34 35 36 40 40 40 41 41 43
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Grafik 3.1. Outstanding Operasi Moneter Grafik 3.2. Suku Bunga Instrumen Operasi Moneter Grafik 3.3. Komposisi Instrumen Operasi Moneter Grafik 3.4. Apresiasi/depresiasi Nilai Tukar Negara Emerging Grafik 3.5. Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan sejak TW II-2014 s.d TW III-2015 Grafik 3.6. Permintaan IDI sejak TW II 2014 s.d TW II-2015
49 49 49 50 72 72
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
xiii
Daftar Gambar BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Gambar 2.1. Peta Inflasi Daerah Triwulan III 2015 (%, qtq) Gambar 2.2. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan III-2015
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BAB III
Gambar 3.1. Siklus Pengawasan Makroprudensial Gambar 3.2. Gambar 3.3. Agenda Presidensi G-20 Turki 2015
xiv
13 17
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
59 63 83
BAB I Ringkasan Eksekutif
BAB I Ringkasan Eksekutif
1.1. Kinerja Perekonomian Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2015 mulai meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut diperkirakan berlanjut pada triwulan berikutnya. Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2015 tercatat 4,73% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,67% (yoy). Peningkatan itu terutama didorong peran Pemerintah yang lebih kuat, baik dalam bentuk konsumsi maupun investasi Pemerintah. Hal tersebut sejalan dengan kemajuan proyek infrastruktur Pemerintah yang signifikan seiring dengan peningkatan penyerapan belanja modal Pemerintah. Secara umum, stabilitas makroekonomi Indonesia mulai membaik yang ditunjukkan dengan perbaikan kinerja transaksi berjalan dan inflasi yang tetap terkendali. Di sisi lain, nilai tukar Rupiah hingga triwulan III-2015 masih mengalami tekanan depresiasi, terutama dipengaruhi oleh sentimen eksternal dan domestik. Meskipun mengalami depresiasi, volatilitas nilai tukar Rupiah tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan III-2015 tetap terkendali sehingga mendukung pencapaian sasaran inflasi 2015, yaitu 4±1%. Pada triwulan III-2015, IHK tercatat sebesar 1,27% (qtq) atau 6,83% (yoy), terutama didorong kelompok volatile food. Pada triwulan III-2015, inflasi volatile food tercatat sebesar 1,82% (qtq) atau 8,52% (yoy) seiring dengan koreksi harga bawang merah dan aneka cabai akibat panen raya, serta koreksi harga daging ayam ras dan daging sapi yang cukup dalam pada Idul Adha. Selama triwulan III-2015, ketidakseimbangan eksternal Indonesia membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal itu tercermin dari defisit transaksi berjalan yang menurun menjadi sebesar 4,0 miliar dolar AS (1,86% PDB) dari triwulan sebelumnya sebesar 4,2 miliar dolar AS (1,95% PDB). Perbaikan kinerja transaksi berjalan tersebut terutama ditopang oleh perbaikan neraca perdagangan nonmigas akibat penurunan impor yang relatif tajam (18,2% yoy) seiring masih terbatasnya permintaan domestik. Di tengah meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global, kinerja transaksi modal dan finansial masih mencatat surplus. Pada triwulan III-2015, surplus transaksi modal dan finansial tercatat sebesar 1,2 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan surplus triwulan II-2015 sebesar 2,2 miliar dolar AS. Penurunan surplus tersebut terutama disebabkan investasi portofolio mengalami defisit dan menyusutnya surplus investasi langsung. Defisit investasi portofolio terutama akibat terjadinya net jual asing atas surat utang Pemerintah dan saham domestik. Dampaknya, penurunan surplus transaksi modal dan finansial tersebut tidak dapat membiayai sepenuhnya defisit transaksi berjalan sehingga NPI triwulan III-2015 mengalami defisit sebesar 4,6 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa per September 2015 menurun menjadi sebesar USD101,7 miliar. Namun demikian, jumlah cadangan devisa ini masih cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri Pemerintah selama 6,8 bulan dan masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi oleh sentimen eksternal dan domestik. Pada triwulan III-2015, Rupiah secara rata-rata melemah 5,58% (qtq) ke level Rp13.865 per dolar AS. Secara point-to point, Rupiah juga mencatat pelemahan sebesar 9,88% ke level Rp14.460 per dolar AS. Tekanan pelemahan terhadap Rupiah pada triwulan III-2015 terutama dipengaruhi oleh masih dominannya faktor eksternal. Hal itu terkait dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap normalisasi kebijakan The Fed, perlambatan ekonomi global, penyesuaian perhitungan fixing rate CNY, dan faktor ketegangan geopolitik di beberapa kawasan.
2
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB I Ringkasan Eksekutif
Dari sisi domestik, tekanan terhadap Rupiah dipengaruhi beberapa faktor antara lain, meningkatnya permintaan valas dari investor pasar keuangan, permintaan dari korporasi untuk pembiayaan impor dan pembayaran utang luar negeri, serta pembelian valas individu yang meningkat. Meskipun demikian, volatilitas Rupiah menurun sejalan dengan penurunan volatilitas mata uang negara-negara berkembang (emerging) lainnya. Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia relatif terjaga, meski mengalami tekanan, terutama yang berasal dari pasar keuangan. Indeks SSK tercatat 1,02 pada triwulan III-2015, sedikit meningkat dari 0,85 pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, kondisi industri perbankan, lembaga keuangan non-bank, korporasi, dan rumah tangga tetap terjaga dengan kinerja yang melambat. Ketahanan permodalan industri perbankan pada triwulan III-2015 tetap kuat tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Rasio kecukupan modal industri perbankan tercatat sebesar 20,62%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,35%. Peningkatan CAR itu berasal dari pertumbuhan modal industri perbankan sebesar 1,28% (qtq). Membaiknya perekonomian domestik pada triwulan III-2015 diikuti dengan peningkatan pertumbuhan kredit industri perbankan. Pertumbuhan kredit pada triwulan III-2015 tercatat sebesar 11,10% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2015 yang mencapai 10,38% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi oleh meningkatnya penyaluran kredit investasi dan kredit konsumsi, sedangkan kredit modal kerja menurun tipis. Sejalan dengan masih melambatnya laju pertumbuhan perekonomian domestik, risiko kredit industri perbankan menunjukkan peningkatan meski tercatat pada level yang rendah. Rasio Non Performing Loan (NPL) gross industri perbankan pada triwulan III-2015 sedikit meningkat dari 2,56% menjadi 2,71%. Peningkatan NPL gross tersebut dimitigasi dengan upaya perbankan yang lebih selektif dalam penyaluran kredit dan lebih ketat memonitor kinerja debitur dalam pengembalian kredit. Sementara itu, kinerja pasar keuangan Indonesia selama triwulan III-2015 menurun dibandingkan periode yang sama 2014. Hal itu tercermin dari peningkatan yield Surat Berharga Negara (SBN), peningkatan kinerja reksadana, dan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sementara risiko di pasar keuangan terpantau positif ditandai dengan turunnya volatilitas yield SBN. Penurunan kinerja pasar keuangan domestik terutama bersumber dari faktor eksternal antara lain ketimpangan pertumbuhan ekonomi di beberapa kawasan ekonomi, kepastian terhadap kebijakan The Fed (Fed Fund Rate), dan gejolak pasar keuangan di Tiongkok. Akibatnya, terjadi peningkatan risiko di pasar keuangan domestik yang tercermin pada peningkatan yield SBN, dan volatilitas pasar saham. Terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan pada periode laporan tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran yang berlangsung dengan baik dan lancar. Hal itu tercermin dari tingkat keandalan dan ketersediaan (availability) sistem pembayaran nasional. Pertama, Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BIRTGS) sebagai setelmen dana. Kedua, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) sebagai setelmen transaksi surat berharga Pemerintah dan Bank Indonesia. Ketiga, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sesuai dengan tingkat layanan (service level) yang telah ditetapkan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
3
BAB I Ringkasan Eksekutif
Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan membaik pada triwulan IV-2015, terutama didorong oleh meningkatnya belanja modal Pemerintah. Sementara itu, inflasi untuk keseluruhan 2015 diperkirakan akan berada di bawah titik tengah sasaran inflasi 2015 sebesar 4±1%. Terkendalinya inflasi sejalan dengan kebijakan moneter yang konsisten dan koordinasi dengan Pemerintah yang berjalan baik. Di sisi keseimbangan eksternal, defisit transaksi berjalan diperkirakan terkendali dengan struktur yang lebih sehat didukung bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam mendorong percepatan reformasi struktural, termasuk melalui implementasi berbagai paket kebijakan ekonomi.
1.2. Kebijakan yang Ditempuh Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia melanjutkan penguatan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Penguatan bauran kebijakan tersebut untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar, dan stabilitas sistem keuangan dalam mendukung kesinambungan perekonomian. Di bidang moneter, kebijakan secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya yakni 4±1% pada 2015 dan 2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam kisaran 2,5-3% terhadap PDB dalam jangka menengah. Kebijakan ini ditempuh melalui kebijakan suku bunga dan stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya. Terkait dengan kebijakan suku bunga, selama triwulan III-2015, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Kebijakan tersebut juga sebagai bagian dari langkah Bank Indonesia dalam mengantisipasi kemungkinan kenaikan suku bunga kebijakan bank sentral AS. Sementara itu, kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia menempuh kebijakan secara hati-hati dan terukur, dengan memperhatikan kondisi pasar (timing) dan kecukupan cadangan devisa. Pada 9 September 2015, Bank Indonesia mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah yang sejalan dengan paket kebijakan Pemerintah. Paket kebijakan dimaksud terdiri atas lima pilar. Pertama, memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi supply perekonomian. Kedua, menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Ketiga, memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah. Keempat, memperkuat pengelolaan penawaran (supply) dan permintaan (demand) valas. Kelima, langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar uang. Pada 30 September 2015, Bank Indonesia kembali mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai kelanjutan paket kebijakan 9 September 2015. Paket kebijakan lanjutan tersebut difokuskan pada tiga pilar kebijakan. Pertama, menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Kedua, memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah. Ketiga, memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas). Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia juga melanjutkan penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter yang selaras dengan pendalaman pasar keuangan. Kajian tersebut dilakukan untuk memperkuat pelaksanaan kerangka kerja kebijakan moneter Bank Indonesia. Dalam rangka penguatan pengelolaan moneter dan nilai tukar, Bank Indonesia melanjutkan penyerapan surplus likuiditas harian pada sistem perbankan dengan menyesuaikan suku bunga operasi moneter. Untuk mendukung pengelolaan likuiditas perbankan, Bank
4
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB I Ringkasan Eksekutif
Indonesia melakukan operasi moneter (OM), yaitu dengan melakukan operasi pasar terbuka (OPT) dan koridor suku bunga (standing facilities/SF). Melalui operasi moneter tersebut, likuiditas perbankan pada triwulan laporan tetap terjaga. Di bidang makroprudensial, Bank Indonesia menempuh beberapa kebijakan makroprudensial. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan mengenai rasio loan to value atau rasio financing to value untuk kredit atau pembiayaan properti dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan pelaksanaan untuk pihak eksternal dan internal mengenai giro wajib minimum bank umum dalam Rupiah dan valuta asing bagi bank umum konvensional. Selain mengimplementasikan ketentuan pelaksanaan tersebut, Bank Indonesia mempersiapkan pengaturan countercyclical buffer (CCyB). Karena CCyB merupakan bagian dari pengaturan permodalan bank, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketentuan mengenai CCyB direncanakan untuk diberlakukan pada 1 Januari 2016. Bank Indonesia juga melanjutkan pembahasan mengenai beberapa ketentuan eksternal maupun internal antara lain ketentuan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional dan Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum Syariah (Ketentuan FPJP/FPJPS). Bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan otoritas terkait, Bank Indonesia melanjutkan pembahasan mengenai kerangka hukum di sektor keuangan. Sesuai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015, Rancangan Undang-Undang (RUU) di sektor keuangan yang terkait dengan tugas Bank Indonesia adalah RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), RUU tentang Bank Indonesia, dan RUU tentang Perbankan. Pengembangan ekonomi syariah juga masih terus dilakukan oleh Bank Indonesia agar ekonomi syariah dapat berkontribusi lebih optimal dalam pembiayaan pembangunan sekaligus mendukung kestabilan harga dan sistem keuangan. Terkait dengan hal itu, Bank Indonesia mendorong perbaikan tata kelola lembaga sektor sosial melalui penyusunan Zakat Core Principles dan Wakaf Core Principles, serta membantu merumuskan arah pengembangan pengelolaan Wakaf ke depan. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia telah melakukan beberapa kegiatan terkait pemanfaatan zakat untuk sektor produktif. Pertama, diskusi draft road map dan standar wakaf dengan Badan Wakaf (BWI) dan stakeholder wakaf di Indonesia. Kedua, diskusi pengembangan struktur sukuk wakaf sebagai alternatif instrumen keuangan syariah dengan Kementrian Keuangan dan OJK. Ketiga, pelaksanaan pilot project pengembangan bisnis model dengan pemberdayaan dana zakat dan wakaf. Keempat, pelaksanaan kajian key success factor pesantren. Kelima, melakukan persiapan materi untuk pelaksanaan public hearing on consultative paper on zakat core principles dan pertemuan ke-4 working group on zakat core principles yang akan dilaksanakan pada triwulan IV-2015. Pengembangan ekonomi syariah juga dilakukan melalui pengembangan dan penguatan ekonomi pesantren. Untuk itu, Bank Indonesia telah menyepakati kerja sama dengan Kementerian Agama. Selain itu, Bank Indonesia, OJK, Kantor Gubernur Jawa Timur, dan Pimpinan/Pengurus 17 Pondok Pesantren di daerah Jawa Timur menandatangani Deklarasi Surabaya untuk mendorong pengembangan dan penguatan ekonomi pesantren. Untuk memperluasan akses keuangan bagi masyarakat guna mendorong kestabilan sistem keuangan, Bank Indonesia bersama OJK melanjutkan penyusunan kajian penyempurnaan fitur TabunganKu yang bersinergi dan terintegrasi dengan tabungan berkarakteristik basic saving account (BSA). Untuk memperkuat hasil kajian, Bank Dunia membantu penyediaan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
5
BAB I Ringkasan Eksekutif
konsultan. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia dan OJK telah menyusun Strategi Edukasi Keuangan Inklusif. Sejalan dengan strategi tersebut, kini telah tersedia Modul Edukasi bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Modul Edukasi Keuangan–TKI direncanakan dalam suatu rangkaian pelatihan bagi training of master trainer (ToMT), training of trainer (ToT), dan training of beneficiary (ToB). Bank Indonesia juga melanjutkan berbagai upaya untuk meningkatkan literasi keuangan, antara lain pelaksanaan edukasi yang mencakup berbagai topik seperti keuangan inklusif, elektronifikasi, Layanan Keuangan Digital (LKD), Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), dan perencanaan keuangan sederhana, termasuk gerakan menabung. Edukasi ini dilakukan di berbagai daerah di Indonesia dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait, Pemerintah daerah, dan perbankan. Selama triwulan III-2015, Bank Indonesia terus mendorong kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan. Untuk itu, Bank Indonesia melakukan berbagai penelitian, pengembangan, dan pengaturan guna meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan. Selama triwulan laporan, Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan, antara lain penyelesaian Modul Pencatatan Transaksi Keuangan (PTK) bagi Usaha Mikro dan Kecil, skema pembiayaan pertanian dengan konsep pembiayaan rantai nilai (value chain financing), dan penyempurnaan ketentuan mengenai Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan UMKM. Untuk meningkatkan akses keuangan kepada UMKM, Bank Indonesia telah mengimplementasikan ketentuan mengenai pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum dan bantuan teknis. Ketentuan tersebut antara lain mengatur penerapan insentif/disinsentif bagi bank umum untuk menyalurkan dananya dalam bentuk kredit atau pembiayaan kepada UMKM dengan pangsa minimal 20% secara bertahap. Dalam penyempurnaan tersebut, pencapaian rasio kredit UMKM dikaitkan dengan insentif berupa pelonggaran GWM Loan to Funding Ratio (LFR) dan pemberian insentif kepada bank-bank yang menyalurkan kredit UMKM. Dalam rangka mengurangi dampak risiko kerugian bagi lembaga keuangan, Bank Indonesia terus mengembangkan Sistem Informasi Debitur (SID). Pengelolaan data perkreditan ini berfungsi untuk menyediakan informasi track record debitur dalam mengelola kreditnya. Selanjutnya, informasi track record tersebut digunakan lembaga keuangan untuk menilai dan menganalisis calon debitur yang mengajukan kredit. Sejalan dengan rencana pengembangan ke depan, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP). Berdasarkan peraturan itu, pengelolaan data perkreditan di Indonesia dilakukan secara dual system, yaitu sinergi antara lembaga publik sebagai pengelola Public Credit Registry (PCR) dan lembaga swasta sebagai pengelola Private Credit Bureau (PCB) yang selanjutnya disebut sebagai LPIP. Sebagai tindak lanjut rencana pengembangan Sistem Informasi Perkreditan Nasional (Sipnas), Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam beberapa aspek pengembangan. Bank Indonesia berkoordinasi dengan OJK mengingat adanya kebutuhan terkait dengan data perkreditan oleh kedua lembaga. Bauran kebijakan Bank Indonesia terus diperkuat melalui koordinasi dengan Pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Penguatan koordinasi itu dalam rangka pengendalian inflasi, mempercepat stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menjaga stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi.
6
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB I Ringkasan Eksekutif
Pada triwulan III-2015, kegiatan koordinasi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah pusat maupun Pemerintah daerah difokuskan pada upaya menindaklanjuti kesepakatan dan arahan Presiden RI pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) VI Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Beberapa langkah prioritas yang ditempuh antara lain percepatan pembangunan infrastruktur pangan, pembenahan efisiensi pengelolaan logistik pangan dan rantai distribusi, serta penguatan koordinasi dan sinergi pengendalian inflasi. Untuk mewujudkan langkah prioritas tersebut, Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID merumuskan beberapa hal sebagai quick wins tindak lanjut. Pertama, memperkuat peran TPID dalam mengawal stabilitas harga di daerah dengan dukungan ketersediaan anggaran yang memadai. Kedua, memperkuat ketersediaan data dan informasi untuk mendukung kebijakan stabilisasi harga di daerah. Ketiga, penguatan kerja sama dan koordinasi TPID dengan Pokjanas TPID dan Tim Pengendalian Inflasi (TPI). Sementara itu, TPI berfokus pada upaya pengendalian harga pangan dan energi. Kegiatan koordinasi pengendalian harga pangan bertujuan untuk meminimalisasi dampak musim kering terhadap harga pangan, khususnya beras. Di bidang energi, koordinasi dilakukan melalui pembahasan kebijakan reformasi energi pada tarif tenaga listrik (TTL) rumah tangga dan penyesuaian harga liquid petroleum gas (LPG) 3 kg pada 2016 untuk mendukung alokasi subsidi yang lebih tepat sasaran dan pencapaian sasaran inflasi. Pada triwulan III-2015, koordinasi juga dilakukan melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Melalui forum tersebut, dilakukan pemantauan kondisi stabilitas sistem keuangan dan dirumuskan langkah-langkah yang perlu diambil oleh masing-masing instansi. Di bidang sistem pembayaran, kebijakan diarahkan untuk menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran, Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia menyiapkan sistem pendukung setelmen dana dan surat berharga. Bank Indonesia juga terus berusaha untuk memperluas transaksi nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam jasa sistem pembayaran dan memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Untuk mewujudkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran, pada triwulan III-2015, Bank Indonesia melaksanakan berbagai tugas dan wewenang di bidang sistem pembayaran seperti pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Generasi II, perluasan penggunaan nontunai, pembentukan Forum Sistem Pembayaran Indonesia, pengaturan Sistem Pembayaran, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Sistem Pembayaran. Sampai dengan triwulan III-2015, Bank Indonesia telah dilakukan industrial test dengan seluruh peserta sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, yang dimulai sejak 13 Agustus 2015 s.d. 25 September 2015. Pengembangan kedua sistem tersebut ditargetkan selesai dan diimplementasikan pada pertengahan triwulan IV-2015. Selama triwulan III–2015, pengembangan SKNBI Generasi II difokuskan pada pengembangan Modul Multiple Transfer (Bulk Payment), sebagai kelanjutan implementasi Modul Single Transfer pada triwulan II-2015. Layanan Multiple Transfer dapat memproses transaksi antarpeserta dalam jumlah banyak secara bersamaan. Terkait perluasan transaksi pembayaran secara nontunai, Bank Indonesia telah menyelesaikan penyusunan roadmap elektronifikasi pembayaran ritel. Roadmap tersebut akan diimplementasikan melalui program secara bertahap dalam kurun waktu 2015 - 2024.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
7
BAB I Ringkasan Eksekutif
Dalam rangka meningkatkan kerja sama dan koordinasi lintas kementerian/lembaga terkait program elektronifikasi dan keuangan inklusif, Bank Indonesia telah menandatangani nota kesepahaman (NK)/perjanjian kerja sama (PKS) dengan sembilan kementerian/lembaga. Dalam rangka menindaklanjuti NK/PKS dengan kementerian/lembaga terkait, Bank Indonesia telah menandatangani MoU dengan Pemerintah Kota Bandung tentang elektronifikasi dan keuangan inklusif. Bank Indonesia juga menjajaki model transaksi pembayaran Pemerintah di lima kementerian yaitu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; Kementerian Agama; Kementerian Keuangan; Kementerian Kesehatan; dan Kementerian Sosial. Pada 27 Agustus 2015, Bank Indonesia meresmikan Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) yang disertai dengan penandatanganan Charter FSPI. FSPI dibentuk untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan sistem pembayaran di Indonesia yang lancar, aman, efisien, dan andal. Untuk memberikan pedoman pelaksanaan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia menerbitkan Pedoman Teknis Pengawasan Penyelenggaraan APMK dan Uang Elektronik. Ketentuan tersebut merupakan peraturan pelaksana dari ketentuan Bank Indonesia di bidang APMK, uang elektronik, dan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) bagi penyelenggara jasa sistem pembayaran. Untuk memastikan berjalannya sistem pembayaran yang aman, lancar, andal, dan efisien, Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran. Objek pengawasan meliputi sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia maupun yang diselenggarakan industri seperti penyelenggara APMK, uang elektronik, Transfer Dana Bukan Bank (TD BB), dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta ASing Bukan Bank (KUPVA BB). Di bidang pengelolaan uang Rupiah. Bank Indonesia berupaya agar kebutuhan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terpenuhi dan terlayani dengan baik. Kebijakan pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Selama triwulan III-2015, Bank Indonesia menjalin kerja sama pencetakan uang Rupiah tahun 2015 dengan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri). Bank Indonesia juga melakukan pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah dengan melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap uang Rupiah yang diduga palsu dan pemberian keterangan ahli dalam tindak pidana Rupiah palsu. Selain itu, Bank Indonesia menyelenggarakan pelatihan kemampuan teknis penyidik Bareskrim Polri tentang kejahatan mata uang Rupiah, temu wicara hakim, dan edukasi maupun sosialisasi kepada masyarakat. Dalam rangka melaksanakan ketiga pilar kebijakan pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dan kerja sama dengan Pemerintah. Selama triwulan III-2015, Bank Indonesia dan Polri di tingkat provinsi melanjutkan penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman (PPK) terkait kewajiban penggunaan Rupiah, pengawalan dan pengamanan, pengawasan badan usaha jasa pengawalan (Cash in Transit/CiT), kejahatan di bidang sistem pembayaran, dan penanggulangan pemalsuan uang Rupiah.
8
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB I Ringkasan Eksekutif
Secara keseluruhan, berbagai respons bauran kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia efektif dalam menjaga kestabilan makroekonomi serta sistem keuangan di tengah berlangsungnya proses penyesuaian ekonomi domestik. Dalam kerja sama internasional, Bank Indonesia terus aktif dalam berbagai pembahasan di forum internasional. Sepanjang triwulan III-2015, Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan terkait keanggotaan Indonesia dalam forum G20. Kegiatan yang dilaksanakan terkait dengan sejumlah isu, antara lain isu strategi pertumbuhan dan isu investasi maupun infrastruktur. Kegiatan lain yang dilaksanakan adalah pertemuan tingkat menteri keuangan dan gubernur bank sentral. Bank Indonesia juga telah melaksanakan beberapa kegiatan terkait keanggotaan Indonesia di IMF. Sebagai kelanjutan komitmen kerja sama jaring pengaman keuangan internasional di kawasan, para gubernur bank sentral Asean telah memperpanjang perjanjian ASEAN Swap Arrangement (ASA) hingga 2017, yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan cadangan devisa. Perjanjian ASA telah berlaku selama sepuluh tahun dan dilakukan pembaruan perjanjian setiap dua tahun. Sementara itu, kerja sama ASEAN+3 masih terus difokuskan pada upaya penguatan ketahanan kawasan dalam menghadapi risiko ketidakpastian global yang masih berlanjut. Bank Indonesia juga aktif berpartisipasi dalam pertemuan Bank for International Settlement (BIS) tingkat gubernur bank sentral. Untuk mengkomunikasikan kebijakan maupun kegiatan, Bank Indonesia menggunakan berbagai media (multi-channel), baik media konvensional seperti surat kabar, televisi maupun radio ataupun melalui website dan media sosial. Sebagai bagian proses memahami kondisi dan permasalahan di lapangan maupun tantangan ke depan, Bank Indonesia melakukan berbagai riset dan survei. Informasi hasil survei dan riset yang diuji dengan metode tertentu untuk meyakini kualitas dan integritasnya menjadi salah satu masukan untuk merumuskan kebijakan yang menjadi bidang kewenangan Bank Indonesia. Sebagai bagian dari transformasi organisasi, Bank Indonesia membentuk Departemen Riset Kebanksentralan terhitung sejak 1 Juli 2015. Hasil riset akan dipublikasikan dalam dua jurnal ilmiah yakni Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan dan Journal Islamic Monetary, Economic and Finance. Sebagai tindak lanjut pencanangan Visi Bank Indonesia 2024 dan program transformasi Bank Indonesia pada 2014, Bank Indonesia pada triwulan III-2015 melanjutkan implementasi 25 program strategis. Sampai dengan triwulan laporan, pelaksanaan program strategis Bank Indonesia memasuki fase restrukturisasi dan penyempurnaan (2014 – 2019) dan penyelesaiannya telah mencapai sekitar 75% dari tahapan yang direncanakan. Dalam melaksanakan tugas utamanya, Bank Indonesia juga didukung dengan penyempurnaan berbagai aspek pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia terkait dengan aspek governance, manajemen strategis, sistem informasi, audit, dan pelaksanaan fungsi hukum.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
9
BAB I Ringkasan Eksekutif
10
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Pada triwulan III-2015, pertumbuhan ekonomi meningkat dan diperkirakan terus meningkat pada triwulan IV-2015. Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2015 tercatat 4,73% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,67% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peran pemerintah yang lebih kuat, baik dalam bentuk konsumsi maupun investasi pemerintah. Hal ini sejalan dengan kemajuan proyek infrastruktur pemerintah yang signifikan seiring dengan peningkatan penyerapan belanja modal pemerintah sebesar 38,8% sampai dengan Oktober 2015. Di sisi lain, stabilitas sistem keuangan (SSK) tetap solid yang ditopang ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar cukup terjaga. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang terjaga tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran secara baik dan lancar, serta ketersediaan uang kartal di masyarakat.
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.1. Inflasi Inflasi tetap terkendali dipengaruhi koreksi harga bahan pangan pasca panen raya dan di tengah Idul Adha. Kinerja inflasi mendukung pencapaian target inflasi 2015 pada kisaran sasarannya sebesar 4±1%.
Inflasi pada triwulan III-2015 tetap terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi %, yoy 2015, yaitu 4±1%. Pada triwulan III-2015, 20 CPI Core IHK tercatat sebesar 1,27% (qtq) atau 6,83% 16 9,83 Volatile Food (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan Administered Prices 12 6,95 sebelumnya sebesar 1,40% (qtq) atau 7,26% 8 (yoy). Inflasi yang lebih rendah tersebut 4 6,25 5,02 didorong oleh koreksi harga pangan pada 0 kelompok volatile food dan koreksi berbagai -4 tarif angkutan pascalebaran pada kelompok -8 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 10 administered prices. Sementara itu, inflasi 2011 2012 2013 2014 2015 2010 inti meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, didorong oleh faktor musiman Grafik 2.1 Ramadhan, Lebaran, dan tahun ajaran baru. Perkembangan Inflasi Tahunan Meskipun demikian, tekanan dari kelompok inti tidak setinggi historisnya empat tahun terakhir seiring masih lemahnya ekonomi domestik dan terkendalinya ekspektasi inflasi (Grafik 2.1). Inflasi volatile food tercatat sebesar 1,82% (qtq) atau 8,52% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 2,35% (qtq) dan 8,83% (yoy) . Penurunan inflasi didorong oleh koreksi harga bawang merah dan aneka cabai setelah panen raya serta koreksi harga daging ayam ras dan daging sapi yang cukup dalam di tengah Idul Adha. Sementara tekanan inflasi bersumber dari kenaikan harga beras yang didorong oleh terbatasnya kuantitas dan kualitas panen akibat cuaca kering. Kelompok administered prices mencatat inflasi sebesar 0,80% (qtq) atau 11,26% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 2,53% (qtq) dan 13,14% (qtq) . Rendahnya inflasi didorong oleh koreksi berbagai tarif angkutan pasca lebaran, koreksi harga LPG 12 kg, dan koreksi harga BBM non-subsidi. Inflasi inti tercatat sebesar 1,30% (qtq) atau 5,07% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,73% (qtq) atau 5,04% (yoy). Tekanan inflasi inti terutama didorong faktor musiman Ramadan, Lebaran dan tahun ajaran baru. Namun demikian, inflasi inti tetap terkendali sebagai dampak dari perlambatan ekonomi domestik dan terjaganya ekspektasi inflasi pada triwulan IIIIndeks %, yoy 2015. Perlambatan perekonomian domestik 20 200 menyebabkan depresiasi Rupiah pada triwulan Inflasi IHK aktual (skala kanan) Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 3 bln yad III-2015 ditengarai belum secara signifikan 180 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 6 bln yad 15 mempengaruhi kenaikan harga-harga barang. 160
10 140 5
120 100
1 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 20152016
Grafik 2.2 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
12
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
0
Sementara ekspektasi inflasi 3 bulan yang akan datang baik di tingkat konsumen maupun pedagang eceran mengalami penurunan sejalan dengan tren apresiasi Rupiah dan koreksi harga energi. Demikian pula, ekspektasi inflasi 6 bulan yang akan datang baik di tingkat konsumen maupun di tingkat pedagang menurun sejalan dengan pola panen raya (Grafik 2.2).
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Inflasi yang rendah pada triwulan III-2015 tercermin dari terkendalinya inflasi di wilayah Jawa, serta sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan (Gambar 2.1). Deflasi di berbagai daerah tersebut terutama dipengaruhi oleh terjaganya pasokan pangan. Koreksi tarif angkutan udara turut memberi sumbangan terhadap deflasi di beberapa daerah. Sementara itu, inflasi di sebagian daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI) mencatat kenaikan akibat tekanan harga di komoditas bahan makanan, terutama beras dan makanan jadi.
Inflasi nasional:1,27% (qtq)
Gambar 2.1 Peta Inflasi Daerah Triwulan III 2015 (%, qtq)
Inflasi triwulan IV 2015 diprakirakan lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya. Prakiraan inflasi yang lebih rendah tersebut terutama bersumber dari kelompok inti dan kelompok volatile food (VF). Pada triwulan IV 2015, inflasi inti diprakirakan lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya, antara lain dipengaruhi oleh dampak depresiasi nilai tukar yang terbatas seiring dengan masih lemahnya permintaan domestik. Sementara itu, inflasi kelompok VF diprakirakan juga lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya akibat dampak El Nino terhadap harga komoditas pangan yang tidak sekuat perkiraan. Di sisi lain, kelompok administered prices (AP) diprakirakan mengalami deflasi yang lebih kecil dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya, antara lain disebabkan oleh adanya kenaikan tarif jalan tol sebesar rata-rata 15%. Bank Indonesia meyakini bahwa inflasi untuk keseluruhan tahun 2015 akan berada di batas bawah kisaran sasaran 4±1% dengan dukungan penguatan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah.
2.2. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi meningkat pada triwulan III-2015 dan diperkirakan masih akan terus meningkat pada triwulan IV-2015. Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2015 tercatat 4,73% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,67% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh peningkatan konsumsi dan investasi Pemerintah. Hal ini sejalan dengan perkembangan proyek infrastruktur Pemerintah yang menyebabkan peningkatan penyerapan belanja modal Pemerintah. Selain itu, pertumbuhan ekonomi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
13
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Pertumbuhan ekonomi mulai meningkat, didorong kemajuan implementasi proyek infrastruktur dan belanja modal Pemerintah. Dari sisi eksternal, kontraksi ekspor disebabkan melambatnya harga komoditas dan pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang.
didukung konsumsi rumah tangga yang masih cukup kuat, tercermin dari membaiknya daya beli masyarakat. Sementara pertumbuhan tertahan oleh kinerja sisi eksternal yakni masih rendahnya harga komoditas dan terus berlanjutnya pelemahan pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang, sehingga ekspor terkontraksi lebih dalam. Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) %Y-o-Y, Tahun Dasar 2010
2014
Komponen Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa PDB
2014
I
II
III
IV
5,70 6,12 4,66 3,16 5,04 5,14
5,48 -1,50 3,71 1,38 0,41 5,03
5,09 1,33 3,86 4,86 0,28 4,92
4,90 2,83 4,27 -4,53 3,22 5,01
5,28 1,98 4,12 1,02 2,19 5,02
I
2015 II
III
4,72 2,65 4,37 -1,04 -2,38 4,72
4,68 2,13 3,69 -0,09 -6,98 4,67
4,99 6,56 4,62 -0,69 -6,11 4,73
Sumber : BPS
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga meningkat dari 4,68% (yoy) pada triwulan II-2015 menjadi 4,99% (yoy) pada triwulan III-2015. Meningkatnya konsumsi rumah tangga terlihat dari membaiknya penjualan sepeda motor (Grafik 2.3) pada triwulan III-2015. Peningkatan konsumsi rumah tangga terutama didorong oleh konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) terkait dengan telah dimulainya aktivitas belanja menjelang pelaksanaan pilkada serempak pada Desember 2015. Selain itu, peningkatan konsumsi rumah tangga didorong oleh membaiknya daya beli masyarakat, sebagaimana terindikasi dari indikator ekspektasi pendapatan (Grafik 2.4) dan Nilai Tukar Petani (NTP) (Grafik 2.5) yang meningkat pada triwulan III-2015. Pada triwulan III-2015, konsumsi Pemerintah tumbuh secara signifikan. Konsumsi Pemerintah tercatat tumbuh sebesar 6,56% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II-2015 yang tumbuh sebesar 2,13% (yoy). Pertumbuhan terutama didorong peningkatan belanja barang dan belanja modal, sejalan dengan perkembangan implementasi proyek infrastruktur Pemerintah yang signifikan.
% yoy
% yoy
20
Implied YoY
8
120 SK Ekspektasi Pendapatant-2 (sk.kanan)
10
100
6
80
4
60
(10)
40
2
(20)
20
Penjualan Motor
(30)
Q1
Q2 Q3 2013
Q4
Q1
Q2 Q3 2014
Q4
Sumber: CEIC, Gaikindo, dan Astra
Grafik 2.3 Penjualan Sepeda Motor
14
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
Q1
Q2 Q3 2015
0
PDB: Kons. RT Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 2.4 Indeks Ekspektasi Pendapatan
0
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Pertumbuhan investasi juga tercatat % yoy % yoy meningkat pada triwulan III-2015, terutama 5,8 5 didorong oleh peningkatan investasi 5,6 bangunan. Kinerja investasi meningkat 5,4 Nilai Tukar Petani dari 3,69% (yoy) pada triwulan II-2015 5,2 5,0 menjadi 4,62% (yoy) pada triwulan III-2015. 0 4,8 Pertumbuhan investasi bangunan yang Konsumsi 4,6 RT (sk. kanan) meningkat didorong kenaikan penjualan 4,4 semen secara signifikan pada triwulan III-2015 4,2 4,0 (Grafik 2.6). Perkembangan tersebut sejalan -5 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 dengan perkembangan implementasi proyek 2013 2014 2015 Sumber: BPS, CEIC (diolah) infrastruktur Pemerintah yang signifikan di tengah sikap menunggu (wait and see) investor swasta. Sementara itu, investasi nonbangunan Grafik 2.5 Perkembangan Nilai Tukar Petani (Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/ PMDTB) tumbuh 0,04% (yoy), lebih lambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 0,62% (yoy). Perlambatan investasi bangunan terlihat dari kontraksi penjualan alat berat yang masih berlanjut (Grafik 2.7). Melambatnya kinerja investasi nonbangunan terutama disebabkan oleh kontraksi pada komponen Cultivated Biological Resources (CBR) dan produk kekayaan intelektual.
Penjualan Semen
PDB Bangunan (sk.kanan)
I
% yoy
%, yoy
%, yoy 15 13 11 9 7 5 3 1 -1 -3 -5
II III 2013
IV
9
40
8
20
7
0
6
-20
5
-40
10
PMTDB Nonbangunan (sk. kanan)
7,8 2,9
2,4 0,6
5
2,1
1,4
0,6 0,0
-0,5 -2,7
-3,1
0 -5 -10
Penjualan alat berat
I
II III 2014
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia dan BPS
Grafik 2.6 Penjualan Semen
IV
I
II III 2015
4
-60
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2013 2014 2015
-15
Sumber: United Tractors dan BPS, (diolah)
Grafik 2.7 Indikator Penjualan Alat Berat
Di sisi eksternal, ekspor pada triwulan III-2015 mencatat kontraksi sebesar 0,69% (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (-0,09%, yoy). Kontraksi ekspor nonmigas terutama disebabkan oleh masih lambatnya ekspor pertambangan (Grafik 2.8), khususnya ekspor batubara. Sementara itu, ekspor manufaktur sedikit melambat karena penurunan ekspor CPO. Berlanjutnya kontraksi kinerja ekspor tersebut sejalan dengan masih rendahnya harga komoditas (Grafik 2.9) dan berlanjutnya pelemahan pertumbuhan ekonomi negara mitra dagangantara lain Amerika Serikat, Tiongkok dan Singapura.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
15
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
% yoy
% yoy 10
30 20
Manufaktur
10 0
5
Pertanian
0 PDB Ekspor
-5
Total
-10
Pertambangan
-20
Pertanian
-10 Pertambangan
-15
-30 -40
Manufaktur
Total
Q1
Q2 Q3 2013
Q4
Q1
Q2 Q3 2014
Q4
Q1
Grafik 2.8 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil
Q2 Q3 2015
-20
Q1
Q2 Q3 2013
Q4
Q1
Q2 Q3 2014
Q4
Q1
Q2 Q3 2015
Grafik 2.9 Indeks Harga Ekspor Nonmigas
Di tengah kinerja ekspor yang menurun, kinerja impor pada triwulan III-2015 membaik, sejalan dengan perbaikan permintaan domestik yang dimotori oleh belanja infrastruktur pada triwulan III-2015. Impor tercatat mengalami kontraksi sebesar 6,11% (yoy), lebih kecil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 6,98% (yoy). Secara spasial, kondisi perekonomian di Jawa membaik, sementara perbaikan ekonomi Sumatera masih relatif terbatas. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Jawa terutama didorong oleh kenaikan investasi seiring dengan akselerasi pembangunan proyek-proyek infrastruktur berskala besar seperti Tol Trans Jawa, Mass Rapid Transit (MRT), pelabuhan, dan bandara. Selain itu, meningkatnya kinerja sektor keuangan turut mendorong pertumbuhan ekonomi Jakarta. Sementara itu, realisasi proyek infrastruktur berskala besar, seperti pembangunan jalan Trans Sumatera dan proyek-proyek konstruksi terkait Asian Games, telah ikut berkontribusi pada perbaikan ekonomi Sumatera. Namun demikian, perbaikan ekonomi Sumatera tertahan oleh kinerja ekspor yang masih terbatas seiring dengan lemahnya permintaan global disertai harga komoditas yang rendah. Provinsi Riau dan Aceh tercatat masih mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi karena menurunnya kinerja tambang khususnya migas, meski tidak sedalam triwulan sebelumnya. Di sisi lain, ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI) kembali tumbuh melambat. Kondisi ini dipengaruhi oleh melambatnya kinerja produksi pertanian sebagai dampak kekeringan yang melanda beberapa daerah, dan harga komoditas yang masih cenderung turun. Kalimantan mencatat pertumbuhan negatif untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun terakhir. Perekonomian Kalimantan Timur terkontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya karena penurunan kinerja produksi batubara seiring kinerja ekspor yang masih terbatas dan turunnya produksi (lifting) gas. Provinsi Papua juga kembali mengalami pertumbuhan negatif setelah tumbuh tinggi pada triwulan sebelumnya. Namun, perlambatan ekonomi KTI tertahan oleh akselerasi pembangunan proyek infrastruktur berskala besar seperti bandara dan pelabuhan.
16
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan III-2015
Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan perbaikan ekonomi Indonesia akan terus berlanjut pada triwulan IV-2015 ditopang akselerasi pelaksanaan proyek infrastruktur Pemerintah. Selain itu, investasi swasta diharapkan meningkat sejalan dengan rangkaian paket kebijakan Pemerintah, termasuk berbagai deregulasi yang mendukung iklim investasi. Secara keseluruhan tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan berada pada batas bawah kisaran 4,7%-5,1%, dan akan meningkat pada kisaran 5,2%-5,6% pada 2016.
2.3. Neraca Pembayaran Perbaikan kinerja transaksi berjalan terus berlangsung terutama ditopang oleh neraca perdagangan nonmigas. Defisit transaksi berjalan dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan III-2015 tercatat sebesar 4,0 miliar dolar AS (1,86% PDB), membaik dibandingkan dengan triwulan II-2015 sebesar 4,2 miliar dolar AS (1,95% PDB) (Grafik 2.10). Perbaikan kinerja transaksi berjalan tersebut terutama ditopang oleh perbaikan neraca perdagangan non-migas akibat penurunan impor yang relatif tajam (-18,2%, yoy) seiring masih terbatasnya permintaan domestik (Grafik 2.11). Di sisi lain, ekspor non-migas mengalami penurunan yang lebih besar (-11,0%, yoy) terutama karena menurunnya harga komoditas, meskipun secara riil mencatat peningkatan sebesar 4,5% (yoy). Di sisi migas, defisit neraca perdagangan migas tercatat relatif sama dengan triwulan sebelumnya karena penurunan surplus yang terjadi pada neraca perdagangan gas terkompensasi oleh penurunan defisit pada neraca perdagangan minyak.
Perbaikan kinerja NPI tercermin pada penurunan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat, ditengah surplus transaksi modal dan finansial yang menurun.
Perbaikan kinerja transaksi berjalan juga didukung oleh penurunan defisit neraca jasa,didorong oleh menurunnya impor jasa pengangkutan (freight) seiring penurunan impor barang dan meningkatnya surplus jasa perjalanan (travel) seiring naiknya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Di tengah perbaikan kinerja transaksi berjalan, defisit neraca pendapatan primer meningkat terutama karena naiknya pembayaran pendapatan investasi langsung dan pembayaran pendapatan investasi portofolio sektor publik sesuai pola musimannya.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
17
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Miliar Dolar AS
Persen
Miliar Dolar AS 3,00 1,00 -1,00 -3,00
12,00 7,00 2,00
-5,00
Neraca Pendapatan Sekunder Neraca Perdagangan Transaksi Berjalan
Neraca Pendapatan Primer Neraca Jasa CA/GDP (%) (rhs)
2011
2012
2013
2014
-9,00 -11,00 -13,00
-3,00 -8,00 -13,00
2015
Neraca Nonmigas Neraca Migas Neraca Perdagangan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3**
-7,00
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3**
14,00 10,00 6,00 2,00 -2,00 -6,00 -10,00 -14,00 -18,00 -22,00 -26,00
2011
* angka sementara ** angka sangat sementara
2012
2013
2014
2015
* angka sementara ** angka sangat sementara
Grafik 2.10 Neraca Transaksi Berjalan
Grafik 2.11 Neraca Perdagangan
Di tengah meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global, kinerja transaksi modal dan finansial masih mencatat surplus (Grafik 2.13). Surplus transaksi modal dan finansial pada triwulan III-2015 tercatat sebesar 1,2 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada triwulan II-2015 sebesar 2,2 miliar dolar AS. Penurunan surplus tersebut terutama karena defisit investasi portofolio akibat net jual asing atas surat utang pemerintah dan saham domestik, serta menurunnya surplus investasi langsung. Di sisi lain, meningkatnya penarikan ULN pemerintah dan turunnya pembayaran ULN swasta mendorong investasi lainnya kembali surplus, sehingga mampu menahan penurunan surplus neraca transaksi modal dan finansial lebih lanjut. Surplus transaksi modal dan finansial yang menurun tersebut tidak dapat membiayai sepenuhnya defisit transaksi berjalan, sehingga NPI triwulan III-2015 mengalami defisit sebesar 4,6 miliar dolar AS (Grafik 2.14).
Miliar Doal AS
Miliar Dolar AS 15,00
3,00
10,00
2,00
5,00
1,00
0,00
0,00
-5,00
-1,00 -2,00 -3,00
-10,00 Nonmigas Migas Total
-15,00
Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt
2011
2012
2013
2014
2015
-20,00
Investasi Portofolio Investasi Langsung Investasi Lainnya Transaksi Modal dan Finansial Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3**
4,00
2011
2012
2013
2014
2015
* angka sementara ** angka sangat sementara
Grafik 2.12 Neraca Perdagangan Bulan Oktober 2015
Grafik 2.13 Neraca Transaksi Modal dan Finansial
Pada akhir September 2015, posisi cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$101,7 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan posisi cadangan devisa akhir Agustus 2015 sebesar US$105,3 miliar. Perkembangan tersebut disebabkan oleh penggunaan cadangan devisa dalam rangka pembayaran utang luar negeri Pemerintah dan dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah. Hal tersebut sejalan dengan komitmen Bank Indonesia yang telah dan
18
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya guna mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa per akhir September 2015 masih cukup membiayai 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
Miliar Dolar AS
13,9 14,7
15,00 10,00
6,2 2,2 1,2
0,00 -5,00
-15,00 -20,00
-9,6
Transaksi Modal dan Finansial Transaksi Berjalan Neraca Keseluruhan
-7,0
-6,0
-4,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3**
-10,00
-4,9
-4,2 -4,3
2011
2012
2013
2014
2015
7,5
Cadangan Devisa (Miliar Dolar AS) Bulan Impor dan Pembayaran Utang Pemerintah
120
9,6
7,1
5,00
140
7,0
100
6,5
80
6,0
60
5,5
40
5,0
20
4,5
0
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Juli Sep
2012
2013
2014
4,0
2015
* angka sementara ** angka sangat sementara
Grafik 2.14 Neraca Pembayaran Indonesia
Grafik 2.15 Perkembangan Cadangan Devisa
Ke depan, Bank Indonesia tetap mencermati risiko eksternal yang dapat memengaruhi kinerja neraca pembayaran secara keseluruhan. Dalam jangka menengah-panjang, Bank Indonesia meyakini kinerja NPI akan semakin sehat didukung bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam mendorong percepatan reformasi struktural, termasuk melalui implementasi berbagai paket kebijakan ekonomi.
2.4. Utang Luar Negeri Posisi Utang Luar Negeri (ULN) pada triwulan III-2015 tercatat sebesar 302,4 miliar dolar AS, turun 2,1 miliar dolar AS dibandingkan padatriwulan II-2015. Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan posisi ULN baik sektor swasta maupun sektor publik. Posisi ULN sektor swasta turun 1,7 miliar dolar AS, terutama disebabkan oleh turunnya ULN Bank. Sementara itu, posisi ULN sektor publik turun 0,4 miliar dolar AS, terutama disebabkan oleh turunnya ULN Pemerintah. Dengan penurunan tersebut, pangsa ULN sektor swasta tercatat 55,6% (168,2 miliar dolar AS), lebih besar dari pangsa ULN sektor publik sebesar 44,4% (134,2 miliar dolar AS). Selain itu, pertumbuhan ULN Indonesia pada triwulan III-2015 juga melambat dibandingkan triwulan II-2015 dari 6,2% (yoy) menjadi 2,7% (yoy). Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN berjangka panjang (85,5% dari total ULN). ULN berjangka panjang tersebut sebagian besar berasal dari ULN sektor publik (50,8% dari total ULN jangka panjang), sementara ULN berjangka pendek didominasi oleh ULN sektor swasta (93,7% dari total ULN jangka pendek). Pertumbuhan ULN berjangka panjang pada triwulan III-2015 (4,6%, yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2015 (8,3%, yoy). Sementara itu, pertumbuhan ULN berjangka pendek mengalami kontraksi lebih dalam menjadi -7,2% (yoy) dari sebelumnya -4,4% (yoy).
Sejalan dengan perlambatan ekonomi domestik, penurunan posisi ULN Indonesia terjadi di sektor swasta dan publik. Meskipun ULN berada pada level yang masih sehat, risikonya terhadap perekonomian perlu terus diwaspadai.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
19
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
ULN swasta terutama terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,2%. Dibandingkan triwulan sebelumnya, pertumbuhan tahunan ULN sektor listrik, gas dan air bersih mengalami peningkatan, sementara pertumbuhan tahunan ULN sektor keuangan dan sektor industri pengolahan tercatat semakin melambat. Di sisi lain, pertumbuhan tahunan ULN sektor pertambangan masih mengalami kontraksi, meskipun tidak sedalam kontraksi yang terjadi pada triwulan sebelumnya. Bank Indonesia memandang perkembangan ULN pada triwulan III-2015 masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.
2.5. Nilai Tukar Rupiah Pelemahan Rupiah terutama dipengaruhi meningkatnya kekhawatiran terhadap normalisasi kebijakan the Fed, perlambatan ekonomi global terutama Tiongkok, dan penyesuaian perhitungan fixing rate Renminbi.
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi oleh sentimen eksternal dan domestik. Pada triwulan III-2015, rupiah secara rata-rata melemah 5,58% (qtq) ke level Rp13.865 per dolar AS. Sejalan dengan itu, secara point-to point rupiah juga mencatat pelemahan sebesar 9,88% dan ditutup pada level Rp14.460 per dolar AS (Grafik 2.16). Tekanan terhadap rupiah pada triwulan III-2015 tersebut terutama dipengaruhi oleh masih dominannya faktor eksternal terkait dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap normalisasi kebijakan the Fed, perlambatan ekonomi global terutama Tiongkok, penyesuaian perhitungan fixing rate CNY yang berdampak pada pelemahan nilai tukar CNY terhadap USD dan diikuti oleh pelemahan mata uang emerging di kawasan Asia, serta faktor ketegangan geopolitik di beberapa kawasan. Selain itu, beberapa faktor domestik yang juga turut mewarnai tekanan terhadap rupiah, yakni perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2015, meningkatnya demand valas akibat outflows di pasar keuangan domestik, kebutuhan valas korporasi untuk pembiayaan impor dan pembayaran ULN, serta pembelian valas individu yang mengalami peningkatan (Grafik 2.17).
15.000 14.500 14.000
IDR/USD Harian IDR/USD Bulanan IDR/USD Triwulanan
-27,27
-15,37 -16,49 -13,77
-9,88
13.500 13.000
-13,56
12.500
-7,63 -5,58 -7,61 -6,03 -6,47 -5,85 -6,62
12.000 Point-to-point Average
11.500
-3,58 -3,18 -3,05 -3,38
11.000 -30
Grafik 2.16 Nilai Tukar Rupiah
20
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
-25
-20
-15
BRL MYR ZAR IDR THB TRY KRW PHP INR EUR
-10,87
-10
Grafik 2.17 Nilai Tukar di Negara Emerging
-5
-0,37 -0,52
0
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Namun demikian meskipun rupiah mengalami depresiasi, volatilitas rupiah tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan volatiltas rupiah masih lebih rendah dibandingkan negara peers lainnya seperti Real Brasil, Lira Turki, Rand Afrika Selatan, Ringgit Malaysia, dan Korean Won (Grafik 2.18 dan Grafik 2.19).
45
Daily Volatility Monthly Average Quarterly Average
40 35 30
35,00
25,00
25
20,00
20
15,00
15
Q2
30,00
5
5,00
0
-
Grafik 2.18 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
YTD
25,35 21,97 17,19 14,37
13,84 12,25
11,35 9,48
10,00
10
Q3
28,56
18,79
BRL
16,10
11,39
10,66
9,95 8,38
7,42 6,34 4,56 4,62
8,04
5,20
9,38 8,22
8,21 6,04
5,24 4,09
9,13
7,97
5,31
TRY ZAR MYR KRW SGD THD IDR
INR
PHP
Grafik 2.19 Volatilitas Nilai Tukar di Negara Emerging
2.6. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing Volume transaksi di pasar uang rupiah cenderung menurun yang diikuti oleh peningkatan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Kondisi ini seiring dengan adanya kebutuhan likuiditas perbankan, terutama untuk transaksi lainnya dan aliran keluar uang kartal maupun giro bank yang lebih tinggi dibandingkan ekspansi keuangan Pemerintah. Namun demikian, penurunan volume transaksi di pasar uang antarbank rupiah tidak diikuti oleh penurunan volume transaksi di pasar valuta asing. Volume transaksi di pasar valuta asing relatif stabil, namun diiringi dengan pergeseran komposisi transaksi valas. Peningkatan komposisi transaksi valuta asing terjadi pada jenis transaksi forward dan swap, sedangkan komposisi transaksi spot menurun. 2.6.1. Perkembangan Pasar Uang Perkembangan volume seluruh transaksi pasar uang rupiah pada triwulan III-2015 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan aktivitas terlihat pada seluruh transaksi/instrumen pasar uang, dengan penurunan terbesar terjadi pada transaksi PUAB (uncollateralized) sebagai transaksi yang memegang porsi terbesar dalam pasar uang. Penurunan aktivitas tersebut tercermin pada volume rata-rata harian (RRH) transaksi pasar uang Rupiah yang menurun sehingga volume transaksi year to date menjadi Rp12,96 triliun/hari pada triwulan III-2015.
Kondisi likuiditas harian di sistem perbankan relatif terjaga meski suku bunga PUAB sempat naik secara temporer. Hal tersebut tercermin dari kestabilan kondisi pasar uang Rupiah dan pasar valuta asing.
Rata-rata harian volume transaksi PUAB (uncollateralized) menurun dari Rp12,2 triliun/hari menjadi Rp10,8 triliun/hari pada triwulan laporan. Penurunan terbesar terjadi pada tenor overnight (o/n), diikuti oleh tenor 1 minggu. Penurunan volume transaksi PUAB pada tenor jangka pendek dikarenakan antisipasi kebutuhan likuiditas perbankan menjelang Lebaran dan peningkatan likuiditas harian pasca-Lebaran seiring aliran masuk uang kartal ke sistem perbankan. Meskipun secara triwulanan menurun, transaksi PUAB sejak pertengahan Agustus 2015 meningkat. Peningkatan ini sejalan dengan upaya Bank Indonesia untuk memperkuat
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
21
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
pengelolaan likuditas rupiah dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah. Peningkatan tersebut terjadi sebagai akibat adanya shifting pendanaan beberapa bank tertentu dari transaksi swap dengan Bank Indonesia ke transaksi PUAB. Seiring dengan penurunan volume, frekuensi transaksi turut menurun yakni dari 159 transaksi/hari menjadi 144 transaksi/hari pada triwulan laporan. Namun demikian, jumlah bank pelaku aktif transaksi PUAB relatif tetap yakni sebanyak 97 bank. Walaupun secara umum kondisi likuiditas harian di sistem perbankan relatif terjaga, tingginya kebutuhan likuiditas menjelang Lebaran sempat mendorong kenaikan suku bunga PUAB secara temporer yang cukup signifikan. Kenaikan suku bunga PUAB lebih lanjut terjadi pada akhir Agustus sebagai dampak penguatan pengelolaan likuiditas rupiah seiring dengan upaya Bank Indonesia untuk melakukan stabilisasi nilai tukar. Penguatan pengelolaan likuiditas rupiah dilakukan melalui upaya untuk mengalihkan likuiditas harian yang berlebih ke tenor lebih panjang melalui perubahan mekanisme lelang dari variable rate tender menjadi fixed rate tender sekaligus menyesuaikan harga (pricing) instrumen moneter, serta mengaktivasi kembali instrumen SBI/s. Kondisi ini mengakibatkan rata-rata suku bunga PUAB pada triwulan III-2015 mengalami kenaikan dari periode sebelumnya. Rata-rata tertimbang suku bunga PUAB meningkat dari (i) 5,66% menjadi 5,85% pada tenor o/n, (ii) 5,77% menjadi 6% pada tenor 1 minggu dan (iii) 6,52% menjadi 7,29% pada tenor 1 bulan.
Rp Triliun
%
14
180
12
160
10
140
8
120
6
100
4
80
2 -
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2014 RRH Volume: ON RRH Volume: 1 mgg Jlh Bank Pelaku (rhs)
Tw II
Tw III
60
10 9,5 9 8,5 8 7,5 7 6,5 6 5,5 5
PUAB ON LF Rate PUAB 1 mgg
BI Rate DF Rate PUAB 1 bln
2015 RRH Volume: 2-4 hr RRH Volume: > 1 mgg RRH Frekuensi (rhs)
Grafik 2.20 Perkembangan Transaksi PUAB
Grafik 2.21 Perkembangan Suku Bunga PUAB
Di tengah masih terbatasnya aktivitas transaksi di pasar repo, rata-rata harian (RRH) volume transaksi repo pada triwulan III-2015 relatif stabil yaitu sebesar Rp0,56 triliun/hari. Aktivitas transaksi repo pada tenor yang lebih panjang (>1 bulan) menurun, namun terjadi peningkatan aktivitas pada tenor lebih pendek (<1bulan). Meningkatnya aktivitas transaksi repo tenor pendek didorong oleh pemanfaatan pasar repo untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek perbankan menjelang lebaran. Kondisi ini mendorong porsi transaksi repo tenor pendek meningkat dari 66% menjadi 85% pada triwulan III-2015. Sejalan dengan hal ini, frekuensi transaksi repo relatif stabil dengan kenaikan tipis dari 165 transaksi menjadi 175 transaksi pada triwulan III-2015. Jumlah bank yang bertransaksi di pasar repo pada triwulan III-2015 sedikit meningkat yakni dari 24 bank menjadi 27 bank. Sementara itu, suku bunga repo bergerak sejalan dengan suku bunga PUAB.
22
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Rp Triliun 11,50% > 3 bulan 2 bulan < 1 bulan
3 bulan 1 bulan
PUAB 1b
Repo 1b
10,50% 9,50% 8,50% 7,50% 6,50%
Tw I
Tw II
Tw III 2014
Tw IV
Tw I
Tw II 2015
Tw III
Grafik 2.22 Volume Transaksi Repo (rrh)
5,50% 2-Jan-14 23-Jan-14 13-Feb-14 5-Mar-14 25-Mar-14 16-Apr-14 8-May-14 2-Jun-14 20-Jun-14 11-Jul-14 6-Aug-14 26-Aug-14 15-Sep-14 3-Oct-14 23-Oct-14 12-Nov-14 2-Dec-14 22-Dec-14 14-Jan-15 3-Feb-15 24-Feb-15 16-Mar-15 6-Apr-15 24-Apr-15 18-Mei-15 08-Jun-15 26-Jun-15 21-Jul-15 10-Agust-15 31-Agust-15 18-Sep-15
1,00 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 -
Grafik 2.23 Suku Bunga PUAB & Repo 1 bulan
2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing Volume transaksi pasar valas domestik pada triwulan III-2015 stabil disertai peningkatan volume transaksi derivatif yang menyebabkan terjadinya pergeseran komposisi transaksi valas. Rata-rata harian (RRH) volume transaksi valas pada triwulan III-2015 tercatat sebesar 4,53 miliar dolar AS, relatif stabil dibandingkan dengan 4,51 miliar dolar AS pada triwulan II-20151. Hal ini mendorong rata-rata harian (rrh) volume transaksi 2015 sampai dengan triwulan III-2015 (ytd) meningkat menjadi US$4,46 miliar. Di tengah stabilnya rata-rata harian volume transaksi pasar valas tersebut, volume transaksi spot pada triwulan III-2015 menurun sebesar 8,05% dari 2,98 miliar dolar AS menjadi 2,74 miliar dolar AS. Penurunan volume tersebut terjadi pada kelompok nasabah domestik dan pihak asing yang cenderung mengurangi transaksi penjualan valas seiring dengan kondisi pelemahan nilai tukar Rupiah pada triwulan III-2015. Di sisi lain, terjadi peningkatan rata-rata harian volume transaksi derivatif sebesar 16,57% dari 1,54 miliar dolar AS menjadi 1,79 miliar dolar AS. Peningkatan terbesar terjadi pada transaksi swap yakni dari 1,32 miliar dolar AS menjadi 1,55 miliar dolar AS, diikuti oleh peningkatan pada transaksi forward dari 209,29 juta dolar AS menjadi 227,77 juta dolar AS. Saat ini, volume transaksi option masih sedikit (volume transaksi di kisaran $9 juta per hari) karena masih rendahnya minat pelaku pasar untuk melakukan transaksi options. Peningkatan volume transaksi derivatif tersebut antara lain didorong oleh meningkatnya aktivitas lindung nilai (hedging) oleh nasabah domestik. Hal itu sejalan dengan antisipasi berlakunya sanksi atas kewajiban hedging utang luar negeri korporasi dan kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah NKRI. Peningkatan volume transaksi derivatif mendorong porsi transaksi derivatif. Pada triwulan III-2015, transaksi derivatif meningkat sebesar 16,57% menjadi 39,53%. Peningkatan komposisi transaksi derivatif merupakan indikasi awal dari berkurangnya ketergantungan pelaku pasar terhadap transaksi spot untuk pengelolaan kebutuhan valasnya. Selanjutnya, pelaku pasar beralih kepada transaksi derivatif dengan tenor lebih panjang, sehingga diharapkan dapat membantu mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah di pasar spot. 1
Merupakan transaksi valas seluruh mata uang.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
23
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
US$ Juta 5.000 4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 -
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Q1-2014 Q2-2014 Q3-2014 Q4-2014 Q1-2015 Q2-2015 Q3-2015
Spot
Swap
Forward
Option
Total
Grafik 2.24 Volume Transaksi Valas (rrh)
Option
Q1-2014 Q2-2014 Q3-2014 Q4-2014 Q1-2015 Q2-2015 Q3-2015 Forward
Swap
Spot
Grafik 2.25 Komposisi Transaksi Valas
2.7. Perkembangan Sistem Keuangan Kondisi sistem keuangan Indonesia terjaga, meski mengalami tekanan terutama berasal dari pasar keuangan. Indeks SSK tercatat 1,02 pada triwulan III-2015, sedikit meningkat dari 0,85 pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, kondisi industri perbankan, lembaga keuangan non-bank, korporasi, dan rumah tangga tetap terjaga dengan kinerja yang melambat. 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan Kinerja pasar keuangan Indonesia yang menurun terutama bersumber dari pelemahan nilai tukar Rupiah dan defisit neraca transaksi berjalan yang mempengaruhi kepercayaan investor.
Secara umum, pasar keuangan Indonesia selama triwulan III-2015 mengalami penurunan kinerja dibandingkan periode yang sama 2014. Penurunan kinerja itu terutama bersumber dari faktor eksternal antara lain atau ketimpangan pertumbuhan ekonomi di beberapa kawasan ekonomi, kepastian terhadap kebijakan The Fed (Fed Fund Rate), dan gejolak pasar keuangan di Tiongkok. Akibatnya, terjadi peningkatan risiko di pasar keuangan domestik yang tercermin pada peningkatan yield SBN dan volatilitas pasar saham. Selama triwulan III-2015, yield SBN meningkat pada semua tenor. Tekanan yang terjadi di pasar SBN, terutama bersumber dari pelemahan nilai tukar rupiah dan defisit neraca transaksi berjalan yang mempengaruhi kepercayaan investor terhadap kinerja fiskal. Yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) meningkat sebesar 124,80 bps, jangka menengah (610 tahun) meningkat sebesar 135,66 bps, dan jangka panjang (11-30 tahun) meningkat sebesar 140,61 bps. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yield SBN jangka pendek dan menengah meningkat masing-masing sebesar 91,60 bps dan 117,06 bps, dansedangkan yield SBN jangka panjang menurun sebesar 128,14 bps (Grafik 2.26). Tekanan risiko di pasar SBN jangka pendek juga tercermin dari meningkatnya volatilitas yield SBN (dari 12,01% menjadi 13,06%, qtq). Sementara pada SBN jangka menengah dan panjang relatif terjaga dengan volatilitas yield yang menurun yakni sebesar dari 15,02% menjadi 14,40% untuk SBN jangka menengah dan dari 14,44% menjadi 13,65% untuk SBN jangka panjang (Grafik 2.27). Selama triwulan III-2015, investasi asing tercatat mengalami outflow sebesar Rp33,63 triliun, sangat kontras jika dibandingkan dengan triwulan II-2015 yang mengalami inflow sebesar Rp34,19 triliun. Outflow tersebut berasal dari pasar saham, SBN, dan SBI masing-masing sebesar Rp16,87 triliun dan Rp14,16 triliun, dan Rp2,61 triliun (Grafik 2.28).
24
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
11 10 9 8 7 6 5
1Y 2Y 3Y 4Y 5Y 6Y 7Y 8Y 9Y 10Y 11Y12Y13Y15Y16Y18Y20Y30Y ∆ Sep 2015 - Jun 2015 (rhs) 6/30/2015
1,6
40
1,4
35
1,2
30
1
25
0,8
20
0,6
15
0,4
10
0,2
5
0
0
Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep
2013
9/30/2015
Grafik 2.26 Yield SBN
2014
2015
Grafik 2.27 Volatilitas Yield 20 hari
Pada periode yang sama, kinerja pasar saham juga mengalami pelemahan karena dipicu oleh sentimen negatif yang muncul baik dari faktor ekonomi global maupun pelemahan ekonomi Indonesia. IHSG menurun sebesar 13,98% dari triwulan II-2015 menjadi 4223,91. Penurunan juga terjadi pada rata-rata perdagangan harian yakni sebesar Rp1,32 triliun menjadi sebesar Rp4,71 triliun (Grafik 2.29) atau menurun Rp1,32 triliun lumnya. Volatilitas pasar saham sepanjang triwulan III-2015 berada pada level rata-rata 23,55%, meningkat dibandingkan dengan rata-rata triwulan II-2015 sebesar 16,28%. Peningkatan tersebut dipicu oleh tekanan eksternal yang mendorong outflow investasi global keluar kawasan regional pada aset yang lebih aman dan berkualitas (Grafik 2.30).
Rp Miliar
Rp Trilun 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20 -25
6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 Net Asing IHSG (RHS)
Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2013 2014 2015
Grafik 2.28 Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG
1.000 0
9.000 8.000
Nilai Rata-rata Perdagangan Saham Harian IHSG (RHA)
7.000 6.000
5000 4000
5.000
3000
4.000 3.000
2000
2.000
1000
1.000 0
6000
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2015 2013 2014
0
Grafik 2.29 Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
25
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60
IHS (Rebased 1/1/11=100) Volatilitas IHSG (RHS)
Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt
2013
2014
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
2015
Selama triwulan III-2015, nilai kapitalisasi pasar saham Indonesia mencapai USD 298,15 miliar, menurun sebesar USD76,91 miliar (-20,51%) dibandingkan triwulan sebelumnya (USD375,06 miliar). Jika dibandingkan dengan triwulan III-2014, terjadi penurunan sebesar USD 418,95 miliar (-28,83%). Penurunan Secara umum, kinerja pasar saham juga dialami oleh negara-negara kawasan dengan kinerja terburuk dialami bursa saham Tiongkok dan Hong Kong (Tabel 2.2).
Grafik 2.30 Perkembangan & Volatilitas IHSG Tabel 2.2 Perkembangan Indeks Saham Regional Regional Market Indices
Sep-14
1 Indonesia (IHSG) 2 Jepang (Nikkei) 3 Hong Kong (HSI) 4 China (Shanghai) 5 Korea Selatan (Kospi) 6 Singapore (STI) 7 Malaysia (KLCI) 8 Thailand (SET) 9 Australia (AS30) 10 Philippine (PSEi) 11 India (Sensex) 12 China (Shenzhen)
Dec-14 Mar-15
Jun-15
Sep-15
Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan mtm (%) qtq (%) ytd (%) yoy (%)
5,137,58 5,226,95 5,518,68 4,910,66 4,223,91 16,173,52 17,450,77 19,206,99 20,235,73 17,388,15 22,932,98 23,605,04 24,900,89 26,250,03 20,846,30 2,363,87 3,234,68 3,747,90 4,277,22 3,052,78 2,020,09 1,915,59 2,041,03 2,074,20 1,962,81 3,276,74 3,365,15 3,447,01 3,317,33 2,790,89 1,846,31 1,761,25 1,830,78 1,706,64 1,621,04 1,585,67 1,497,67 1,505,94 1,504,55 1,349,00 5,296,76 5,388,60 5,861,92 5,451,20 5,058,60 7,283,07 7,230,57 7,940,49 7,564,50 6,893,98 26,628,83 27,499,42 27,957,49 27,780,83 26,154,83 1,333,50 1,415,19 1,958,40 2,464,23 1,716,78
(6,34) (7,95) (3,80) (4,78) 1,10 (4,47) 0,51 (2,42) (3,13) (2,89) (0,49) (4,11)
(13,98) (14,07) (20,59) (28,63) (5,37) (15,87) (5,02) (10,34) (7,20) (8,86) (5,85) (30,33)
(19,19) (0,36) (11,69) (5,62) 2,47 (17,06) (7,96) (9,93) (6,12) (4,66) (4,89) 21,31
(17,78) 7,51 (9,10) 29,14 (2,84) (14,83) (12,20) (14,93) (4,50) (5,34) (1,78) 28,74
Sumber : Bloomberg
Sejalan dengan penurunan kinerja underlying assets di pasar saham dan obligasi, kinerja reksadana juga menurun. Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana menurun sebesar 4,19% dari triwulan sebelumnya menjadi 251,45 triliun. Namun, dibandingkan dengan triwulan III-2014, kinerja reksadana pada triwulan III-2015 masih tumbuh sebesar 3,69%.
300 250
1200 Jumlah RD (RHS) NAD (Rp T) UP Beredar (jt)
1000
200
800
150
600
100
400
50
200
0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2012
2013
2014
Grafik 2.31 Perkembangan Industri Reksadana
26
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
2015
0
Meski kinerja reksadana menurun, pertumbuhan produk reksadana dan unit penyertaan pada triwulan III-2015 mengalami peningkatan. Jumlah produk reksadana meningkat 3,04% menjadi sebesar 1016, lebih baik dibandingkan dengan triwulan III-2014 yang hanya mencapai 0,85%. Nnamun jumlah produk reksadana relatif menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,14%. Peningkatan jumlah produk reksadana juga diikuti dengan peningkatan unit penyertaan reksadana sebesar 3,82%, meski lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,64% (Grafik 2.31).
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan Ketahanan industri perbankan terjaga didukung dengan permodalan yang kuat sehingga mampu menyerap risiko kredit yang mulai meningkat. Peningkatan risiko kredit ini merupakan dampak dari moderasi pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, risiko likuiditas dan risiko pasar masih terjaga. 2.7.2.1. Ketahanan Permodalan Industri Perbankan Ketahanan permodalan industri perbankan pada triwulan III-2015 tetap kuat tercermin dari Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Rasio kecukupan modal industri perbankan tercatat sebesar 20,62%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan III-2014 yang masing-masing tercatat sebesar 20,35% dan 19,50%.
Di tengah tetap kuatnya kondisi industri perbankan Indonesia, risiko kredit meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang masih terbatas.
Peningkatan CAR yang jauh di atas ketentuan minimum 8% berasal dari pertumbuhan modal industri perbankan sebesar 1,28% (qtq). Pertumbuhan modal industri perbankan memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko di tengah kondisi masih melambatnya perekonomian. 2.7.2.2. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan Membaiknya perekonomian domestik pada triwulan III-2015 setelah melambat pada triwulan sebelumnya diikuti dengan peningkatan pertumbuhan kredit industri perbankan. Pertumbuhan kredit pada triwulan III-2015 tercatat sebesar 11,10% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2015 yang mencapai 10,38% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi oleh meningkatnya penyaluran kredit investasi (KI). Pertumbuhan KI naik dari 10,14% (yoy) pada triwulan II-2015 menjadi 12,95% (yoy). Kenaikan ini terkait dukungan perbankan terhadap pengembangan usaha sektor manufaktur dalam rangka meningkatkan nilai tambah mineral. Hal yang sama juga terjadi pada kredit konsumsi (KK), yang meningkat dari 9,92% (yoy) menjadi 10,11% (yoy) akibat didorong oleh peningkatan kredit multiguna. Berbeda dengan peningkatan KI dan KK, pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) pada triwulan III-2015 menurun tipis, yaitu dari 10,77% (yoy) pada triwulan II-2015 menjadi 10,72% (yoy). Sejalan dengan masih melambatnya laju pertumbuhan perekonomian domestik, risiko kredit industri perbankan menunjukkan peningkatan meski tercatat pada level yang rendah. Rasio Non Performing Loan (NPL) gross industri perbankan pada triwulan III-2015 sedikit meningkat dari 2,56% menjadi 2,71% (Grafik 2.32). Peningkatan NPL gross tersebut dimitigasi dengan upaya perbankan yang lebih selektif dalam penyaluran kredit dan lebih ketat memonitor kinerja debitur dalam pengembalian kredit2. Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan risiko kredit terjadi pada semua jenis kredit
(%) 4,0 NPL Gross
3,5
NPL Net
3,0
2,71
2,5 2,0 1,38
1,5 1,0 0,5 0,0
Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Grafik 2.32 Rasio Non-Performing Loan
2 NPL gross merupakan rasio kredit bermasalah kepada pihak ketiga non-bank terhadap total kredit.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
27
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
(KMK, KI dan KK). Dibandingkan triwulan sebelumnya, rasio NPL gross KMK meningkat dari 2,98% menjadi 3,19%. Sementara itu, rasio NPL gross KI naik dari 2,72% menjadi 2,88%, dan rasio NPL gross KK meningkat dari 1,68% menjadi 1,71% (Grafik 2.33). Berdasarkan sektor ekonomi, kenaikan risiko kredit terjadi pada mayoritas sektor ekonomi, kecuali sektor konstruksi, pertanian, jasa dunia usaha, dan pertambangan Peningkatan rasio NPL gross terutama terjadi pada kredit untuk sektor-sektor yang memiliki pangsa besar dalam perekonomian, antara lain sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, dan sektor lain-lain (Grafik 2.34).
(%)
(%)
3,5
3,19
2,5
Tw 2 2014 Tw 3 2014 Tw 2 2015 Tw 3 2015
2,0
1,71
2,88
3,0
1,5
4,91
5,0 3,95
4,0
TW 2 2014
TW 3 2014
TW 2 2015
TW 3 2015
3,81 3,37
3,20
3,0
2,62
2,24
2,06
2,0
1,0
1,52
1,72
1,0
0,5
Kon stru ksi Per dag ang an Pen gan gku Jas tan aD uni aU sah a Jas aS osi al Lai n-l ain
rik
ust Ind
List
an
gan
ani
Per t
Grafik 2.33 Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
ri
0,0
KK
ban
KI
Per t
KMK
am
0,0
6,0
Grafik 2.34 Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi
Untuk mengatasi peningkatan risiko kredit ke depan, Bank Indonesia terus memantau perkembangan risiko kredit perbankan dan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rangka evaluasi ketahanan permodalan perbankan dalam menyerap potensi risiko melalui pelaksanaan stress test secara berkala. 2.7.2.3. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan
18%
10,0%
16%
9,5% 9,0%
14%
8,5%
12%
11,72%
10% 8% 6%
7,50% 8,47%
Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan DPK Adj Va (yoy) BI Rate (RHS)
4%
7,5% 7,0% 6,5% 6,0% 5,5%
Grafik 2.35 Pertumbuhan DPK (yoy)
28
8,0%
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
Di tengah perlambatan ekonomi domestik, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan pada triwulan III-2015 juga tumbuh melambat. DPK industri perbankan tumbuh sebesar 11,72% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II-2015 sebesar 12,65% (yoy) (Grafik 2.35). Perlambatan pertumbuhan DPK perbankan terutama terjadi pada komponen deposito. Deposito tumbuh melambat menjadi 11,17% (yoy) pada triwulan III-2015 dari 16,39% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, tabungan dan giro masing-masing meningkat dari 4,52% (yoy) dan 15,87% (yoy) pada triwulan II-2015 menjadi 6,38% (yoy) dan 19,85% (yoy) pada triwulan III-2015.
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Dari sisi pangsa DPK perbankan, pangsa giro dan tabungan meningkat dari masing-masing sebesar 24,46% dan 28,24% pada triwulan II-2015 menjadi 24,62% dan 28,73% pada triwulan III-2015. Berbeda dengan giro dan tabungan, pangsa deposito turun menjadi 46,65% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 47,30%. Perlambatan pertumbuhan deposito sejalan dengan menurunnya pangsa deposito. Turunnya pangsa deposito ditengarai sebagai usaha bank untuk mengurangi biaya dana. Kondisi likuiditas industri perbankan pada triwulan III-2015 sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan itu disebabkan oleh faktor musiman pasca Hari Raya Idul Fitri dimana uang kartal dari masyarakat kembali masuk ke dalam industri perbankan. Di samping itu, penyaluran kredit baru perbankan juga masih terbatas. Alat likuid secara total setelah dikurangi pemenuhan giro wajib minimum (GWM) meningkat dari Rp820,74 triliun pada triwulan II-2015 menjadi Rp875,91 triliun pada triwulan laporan (Grafik 2.36). Selain itu, peningkatan kondisi likuiditas ditunjukkan oleh peningkatan rasio alat likuid (AL)3 terhadap non-core deposit (NCD)4 menjadi sebesar 94,92% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 92,50% (Grafik 2.37). Tingkat rasio AL/ NCD yang berada jauh di atas ambang batas (threshold) (50%) tersebut menunjukkan risiko likuiditas perbankan masih terjaga.
(Rp, T) 800
(Rp, T)
Primary Reserves Tertiery Reserves
700
Secondary Reserves Alat Likuid
600
120
1.200
100
1.000
500
800
400
600
300
400
200
200
100 0
(%) 1.400
3
6
9 12 3
2012
6
9 12 3
2013
6
9 12 3
2014
6
2015
9
0
80 60 40 20 0
Tw IV
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
2012 2013 2014 2014 2014 2014 2015 2015 2015 AL = Kas + Penempatan pd BI + Excess Reserve-GWM NCD = 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito
Grafik 2.36 Komposisi Alat Likuid Perbankan
Grafik 2.37 Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD)
2.7.2.4. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar Selama triwulan III-2015, perkembangan suku bunga simpanan dan suku bunga kredit perbankan berada dalam tren menurun sejalan dengan kondisi likuiditas perbankan yang membaik. (Grafik 2.38). Rata-rata suku bunga deposito 1 bulan pada triwulan III-2015 sebesar 7,62%, turun 14 basis poin (bps) dari triwulan sebelumnya. Rata-rata suku bunga kredit perbankan pada triwulan laporan turun 6 bps dari 12,97% menjadi 12,91% pada triwulan III-2015. Jika dilihat dari segmen kredit, rata-rata suku bunga KMK dan KI pada triwulan III-2015 masing-masing turun sebesar 11 bps dari triwulan II-2015 sehingga menjadi 12,60% dan 12,20%. Sementara rata-rata suku bunga KK naik 4 bps dari triwulan sebelumnya sehingga menjadi 13,86%.
3 4
Alat Likuid terdiiri dari Kas, Penempatan pada BI, Giro Wajib Minimum, dan excess reserve . Non Core Deposit mencakup 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
29
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
(%)
Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)5 pada triwulan laporan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan SBDK pada triwulan III-2015 terjadi pada segmen korporasi dan ritel, sedangkan segmen kredit pemilikan rumah (KPR) dan non-KPR mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar masih terjadi pada segmen KPR yaitu sebesar 11,09% pada triwulan III-2015 akibat tingginya peningkatan demand KPR khususnya di sektor KPR tipe menengah bawah. Selain itu risiko di segmen tersebut juga relatif tinggi. (Tabel 2.3).
(%) 14,50
9,00
14,00
8,50 7,62
8,00
13,50 13,00
7,50
12,91
7,00
12,50 12,00
6,50
11,50 11,00
5,50
10,50
5,00
10,00 Jan-10 May-10 Sep-10 Jan-11 May-11 Sep-11 Jan-12 May-12 Sep-12 Jan-13 May-13 Sep-13 Jan-14 May-14 Sep-14 Jan-15 May-15 Sep-15
6,00
BI Rate
SB Dep 1bln Rp
SB Kredit Rp (RHS)
Grafik 2.38 Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan Tabel 2.3 Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%) Segmen Kredit
Seluruh Sampel 2012
2013
2014 Des
Mar
Jun
Sep
2015 Des
Mar
Jun
Sep
Jun'15- Sep'14Sep'15 Sep'15 (qtq) (yoy)
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Korporasi 9,86
9,81
9,75
9,69
9,53
9,65
10,08 10,64 10,59 10,68 10,94 10,91 10,73 10,75 10,72
(0,03)
(0,22)
Ritel
11,23 11,08 11,03 11,14 10,91 11,03 11,28 11,72 11,89 12,05 12,12 12,19 12,09 12,07 11,92
(0,15)
(0,20)
KPR
10,61 10,50 10,45 10,41 10,33 10,37 10,63 10,83 11,13 11,14 11,19 11,21 11,07 11,00 11,09
0,09
(0,10)
Non-KPR 11,05 10,99 10,67 10,65 10,62 10,59 11,06 11,55 11,92 11,98 11,99 12,06 11,91 11,87 11,88
0,01
(0,11)
2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non Bank Kinerja perusahaan pembiayaan melambat di tengah meningkatnya pembiayaan ekonomi melalui IKNB.
Pembiayaan ekonomi melalui institusi keuangan non bank (IKNB) dan pasar modal mengalami penurunan sebesar 72,35% sehingga hanya bertambah sebanyak 12,7 trilyun (qtq). Namun pembiayaan ekonomi melalui IKNB lebih baik dibandingkan dengan triwulan III-2014. Hal tersebut terlihat dari penurunan jumlah emisi obligasi dan sukuk, IPO saham dan right issue (Tabel 2.4). Tabel 2.4. Kinerja asuransi pada triwulan II-2015 sedikit menurun dibandingkan triwulan I-2015. Total aset industri asuransi menurun sebesar Rp10,27 triliun atau terjadi pertumbuhan negatif sebesar 1,30% sehingga total aset industri asuransi menjadi hanya sebesar Rp777,29 triliun (Juni 2015). Penurunan aset asuransi terutama disebabkan penurunan kinerja pada produkproduk investasi yang ditempatkan antara lain dalam saham dan beberapa instrumen lainnya di pasar modal. Secara keseluruhan, portofolio investasi menurun sebesar 14,02 triliun (tumbuh negatif 2,20%) menjadi sebesar Rp621,96 triliun (Grafik 2.39). Kondisi berbeda terjadi pada rasio klaim bruto terhadap premi bruto yang menurun dari 75,82% pada triwulan sebelumnya menjadi 67,70%. Pertumbuhan klaim bruto asuransi hanya sebesar 10,16%, sedangkan premi bruto meningkat menjadi 23,37% (Grafik 2.40). Penurunan rasio tersebut mengindikasikan adanya efisiensi dalam industri asuransi. 5
30
Suku bunga dasar kredit (SBDK) merupakan suku bunga yang digunakan dalam menentukan suku bunga kredit yang terdiri atas tiga komponen utama, yaitu rata-rata harga pokok dana untuk kredit, biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit, serta margin keuntungan yang ditetapkan bank untuk aktivitas perkreditan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Tabel 2.4 Perkembangan Penyaluran Pembiayaan
A
Kredit Perbankan Posisi (Rp T) Pertumbuhan (Rp T) B Pasar Modal* IPO Saham Jumlah Emiten Jumlah Fundraise (Rp T) Rata-rata Fundraise (Rp T) Right Issue Jumlah Emiten Jumlah Fundraise (Rp T) Rata-rata Fundraise (Rp T) Obligasi & Sukuk Jumlah Emisi Jumlah Fundraise (Rp T) Rata-rata Fundraise (Rp T) Total Fundraise Pasar Modal C Perusahaan Pembiayaan Posisi (Rp T) Pertumbuhan (Rp T) Total Pasar Modal dan IKNB
900
2013
2,707,9 507,8
3,292,9 585,0
3,306,9 14,0
3,468,2 161,3
3,561,3 93,1
3,674,3 113,0
29 10,4 0,4
30 16,6 0,6
5 2,1 0,4
8 2,0 0,3
-
22 19,8 0,90
31 40,8 1,32
3 6,5 2,17
10 15,7 1,57
64 67,8 1,06 97,9
58 57,8 1,00 115,2
11 7,9 0,72 16,6
302,1 56,8 154,6
348,0 46,0 161,2
352,4 4,4 21,0
87,05 80,77
700 755
600
616
523
400
777
788 610
636
505
455
80,02 80
75 622
70 65
300 200
60
100
55
0
50
Des-12 Aset
Des-13 Investasi
Des-14
Mar-15
Rasio (RHS)
Grafik 2.39 Aset dan Investasi Industri Asuransi
Jun-15
TW IV
2015 TW I
TW II
TW III
3,674,3 381,4
3,679,9 5,6
3,828,0 148,2
3,956,5 128,4
7 4,1 0,6
20 8,3 0,4
1 4,5 4,5
4 3,8 0,9
5 0,8 0,2
-
8 17,6 2,19
21 39,8 1,89
1 0,2 0,2
9 10,2 1,1
4 5,0 1,2
15 17,6 1,17 35,3
7 6,8 0,97 6,8
21 16,3 0,78 38,0
51 48,6 0,95 96,7
10 13,3 1,3 18,0
23 32,1 1,4 46,0
4 6,0 1,5 11,8
360,9 8,5 43,8
365,9 5,0 11,7
366,2 0,3 38,3
366,2 18,2 114,8
369,8 3,6 21,6
369,9 0,1 46,1
370,8 0,9 12,7
(Rp T) 90 85
80,75
TW III
2014
TW II
% 81,94
2014 TW I
(Rp T)
800
500
2012
600
%
78
500
90
76 65
68
64 489
469
300
307
200
0
70 60
400
100
80
163
50 40
312
30
128
Des-12 Premi Bruto
20
Des-13
Des-14
Klaim Bruto
55 42
68 46
Mar-15
Jun-15
10 0
Rasio (RHS)
Grafik 2.40 Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi
Selama triwulan III-2015, secara umum kinerja perusahaan pembiayaan (PP) mengalami perlambatan. Pertumbuhan pembiayaan meningkat lebih rendah dibandingkan periode yang sama 2014 dari sebesar 7,73% (yoy) atau sebesar Rp26,25 triliun menjadi sebesar 1,53% (yoy) atau sebesar Rp5,61 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, pertumbuhan pembiayaan meningkat dari sebesar 0,03% (qtq) atau sebesar Rp95 miliar pada triwulan II-2015 menjadi sebesar 0,43%(qtq) atau sebesar Rp1,6 triliun pada triwulan III-2015. Sementara itu, pada triwulan III-2015, total aset PP meningkat sebesar 3,35% (qtq) menjadi Rp14,42 triliun. Berdasarkan jenisnya, kelompok pembiayaan konsumen masih mendominasi pembiayaan PP, diikuti oleh sewa guna usaha masing-masing dengan pangsa sebesar 66,28% dan 30,97% dari total pembiayaan PP. Komposisi pembiayaan PP tidak banyak berubah dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 67,38% untuk pembiayaan konsumen, diikuti 29,98% untuk sewa guna usaha (Grafik 2.41).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
31
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Meskipun secara industri mengalami perlambatan, pembiayaan konsumen tetap tumbuh sebesar 1,53% (yoy) pada triwulan III-2015. Pertumbuhan ini relatif menurun jika dibandingkan triwulan II-2015 yang mencapai 5,14% (yoy). Sementara itu, sewa guna usaha mengalami pertumbuhan sebesar 0,25%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 4,01% (yoy, Juni 2015). Pertumbuhan tersebut juga lebih baik dibandingkan dengan triwulan III-2014 yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,62% (yoy). Penyesuaian kapasitas produksi dan besarnya permintaan kebutuhan mempengaruhi pertumbuhan pembiayaan sewa guna usaha. Sementara itu, Non Performing Financing (NPF) pada akhir triwulan III-2015 meningkat menjadi 1,54% dibandingkan triwulan II-2015 sebesar 1,44%. Penurunan kualitas pembiayaan PP disebabkan oleh meningkatnya kategori pembiayaan yang diragukan dan macet (Grafik 2.42).
(Rp, T)
(Rp, T)
300 250 200 150
223
246
242
249
246
246
192
1,65
23
1,60
115
111
114
111
115
50
3
1,35
-
(2)
1,30
Sewa Guna Usaha Anjak Piutang (rhs)
Sep
2014
Des
Mar
Jun 2015
1,54
1,55
1,51
1,45
8
Des 2013
1,62
1,50
13
100
Des 2012
1,61
1,55
18 117
105
% 28
1,44
1,40
Sep
1,41
Des 2012
Des 2013
Sep
2014
Des
Mar
Jun 2015
Sep
Pembiayaan Konsumen
Grafik 2.41 Pembiayaan PP Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 2.42 Rasio Non-Performing Financing (NPF)
(Rp, T) 160
Des-12 Des-13 Des-13 Des-14 Des-15
140 120 100 80
Share Sumber Pendanaan per Sep’ 2015 11%
35%
Pinjaman DN Pinjaman LN SSB Modal
SSB
Modal
16% 38%
60 40 20 Pinjaman DN
Pinjaman LN
Grafik 2.43 Sumber Pendanaan Perusahaan Pembiayaan
Selama triwulan III-2015, sumber pendanaan Perusahaan Pembiayaan (PP) didominasi oleh pinjaman dalam negeri yaitu sebesar 37.94% terhadap total pendanaan, diikuti pinjaman luar negeri (34,69%), surat berharga (16,53%), dan modal (10,84%). Porsi pendanaan dalam negeri menurun sedikit dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 38,68%.
32
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Sementara itu, porsi pendanaan luar negeri meningkat menjadi 34,69% dibandingkan triwulan sebelumnya 34,52% (Grafik 2.43).
% 60,00 50,00
Pada posisi September 2015, terdapat 44 PP yang memiliki ULN dengan total outstanding mencapai Rp125,49 triliun. Di antara 44 PP tersebut, terdapat 6 (enam) PP yang lebih dari 20% sahamnya dimiliki oleh bank, dengan total outstanding ULN sebesar Rp20,79 triliun. Komposisi pembiayaan ke-6 PP tersebut terdiri dari pembiayaan dalam rupiah senilai Rp57,93 triliun dan pembiayaan dalam valuta asing senilai Rp3,10 triliun. Untuk memitigasi risiko nilai tukar, sebagian PP telah melakukan hedging sehingga risiko rambatannya (contagion risk) terhadap bank yang menjadi induknya relatif terbatas.
40,00 30,00 20,00 10,00
Sep
Des
2013
Mar
Jun
Sep
2014
Des
Mar
Jun
2015
Sep
0%-10% 34,18 29,07 29,41 28,09 25,00 25,00 26,14 24,14 22,09 10,01%-12% 36.71 36,05 34,12 33,71 27,17 26,14 23,86 29,89 31,40 >12% 29,11 34,88 36,47 38,20 47,83 48,86 50,00 45,98 46,51
Grafik 2.44 Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada PP
Penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari ULN oleh PP tidak terlepas dari relatif mahalnya suku bunga kredit di dalam negeri. Selama triwulan III-2015, lebih dari 47% dari seluruh bank di Indonesia menyalurkan pinjaman kepada PP dengan suku bunga relatif lebih tinggi (di atas 12%). Jumlah tersebut meningkat dibandingkan triwulan II-2015 pada kisaran 45% yang menyalurkan kepada PP dengan tingkat bunga tersebut (Grafik 2.44). 2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi Kinerja sektor korporasi pada triwulan III2015 tumbuh melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia menginformasikan nilai saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 5,06%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar 11,90%6. Pada triwulan III-2015, kredit ke sektor korporasi tumbuh sebesar 5,34% (qtq) dengan posisi nominal sebesar Rp 2.028,5 triliun. Pertumbuhan tersebut meningkat dibandingkan periode triwulan II-2015 yang tumbuh sebesar 4,66% (qtq). Tingkat rasio NPL pada triwulan III-2015 masih relatif terjaga yaitu 2,67% atau di bawah 5% sebagai batasan NPL yang perlu diwaspadai.
% qtq
% SBT
5,0
25,0 3,78
4,0
20,0
3,0 2,0
15,0
11,90
1,0
10,0
0,0 -1,0
5,0
-2,0
5,06
-3,0
2,28
0,0
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw IIITw IV*
2012
2013
Pertumbuhan PDB (sb. kiri) Realisasi
2014
2015
Nilai SBT SKDU (sb. kanan) Perkiraan
*) Perkiraan Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, Bank Indonesia, periode triwulan III-2015
Kinerja sektor korporasi tumbuh melambat, meskipun kredit ke sektor korporasi telah mulai tumbuh. Sementara perlambatan kinerja sektor rumah tangga disebabkan oleh menurunnya lapangan kerja baru dan penghasilan.
Grafik 2.45 Kegiatan Dunia Usaha Tw III-2015
Secara umum, kinerja korporasi publik pada triwulan II-2015 melambat dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari indikator utama kinerja
6
Saldo Bersih Tertimbang adalah hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
33
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
korporasi seperti return on asset (ROA), return on equity (ROE), inventory turn over yang memburuk, tingkat utang (debt to equity ratio) yang sedikit lebih meningkat pada beberapa sektor, dan solvabilitas yang sedikit menurun. Tabel 2.5 Kinerja Korporasi Publik Tw II-2014 dan Tw II-2015 ROA ROE DER TA/TL Current Ratio Inventory TO Asset TO 2014 2015 2014 2015 2014 2015 2014 2015 2014 2015 2014 2015 2014 2015
Sektor Pertanian Industri Dasar dan Kimia Industri Barang Konsumsi Infrastruktur, utilitas dan transportasi Aneka Industri Pertambangan Properti dan Real Estate Perdagangan, jasa dan investasi Agregat
3,98% 4,87% 8,83% 3,87% 6,70% -0,46% 7,11% 1,97% 4,12%
2,54% 3,06% 8,44% 1,94% 4,70% -2,25% 6,12% 5,06% 3,47%
7,93% 10,50% 17,33% 10,25% 15,02% -1,32% 14,78% 3,66% 9,19%
5,49% 6,55% 17,34% 5,59% 10,62% -5,82% 12,69% 9,66% 7,81%
1,08 1,15 1,05 1,78 1,25 1,90 1,07 0,88 1,27
1,23 1,13 1,06 1,91 1,27 1,63 1,07 0,93 1,27
1,92 1,87 1,96 1,56 1,80 1,53 1,94 2,13 1,79
1,81 1,89 1,94 1,52 1,79 1,61 1,93 2,08 1,79
0,89 1,49 1,63 0,97 1,19 0,98 1,71 1,53 1,30
0,86 8,72 1,37 5,73 1,67 4,62 0,97 68,35 1,22 8,58 0,78 12,31 1,73 1,99 1,47 7,50 1,26 6,70
8,23 5,29 4,37 63,64 7,43 10,88 1,89 7,10 6,20
0,69 0,91 1,20 0,55 0,96 0,59 0,40 0,99 0,77
0,65 0,78 1,10 0,51 0,83 0,48 0,37 0,93 0,69
Posisi data Tw II-2014 & Tw II-2015 Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, diolah
2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga Indonesia pada triwulan III-2015 melemah. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata indikator keyakinan konsumen yang menurun dibandingkan triwulan II-2015 dan periode sama tahun sebelumnya. Meskipun demikian, masyarakat masih optimistis yang tercermin dari indeks keyakinan konsumen yang berada di atas 100. Melemahnya kinerja sektor rumah tangga saat ini terutama disebabkan oleh menurunnya ketersediaan lapangan kerja baru, penghasilan, dan ketepatan waktu pembelian barang tahan lama. Optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang juga menunjukkan pelemahan, terutama disebabkan oleh perkiraan menurunnya ketersediaan lapangan kerja sebagai dampak berlanjutnya pelemahan ekonomi domestik dan pemutusan hubungan kerja. Selain itu, ekspektasi konsumen terhadap penghasilan dan kondisi usaha juga menurun.
(Indek, rata-rata tertimbang 18 kota) 140,0 130,0 120,0
90,0
OPTIMIS
100,0
4,42%
Multiguna 110,5 107,2 106,7
Kenaikan Harga BBM
80,0
97,5
Kenaikan Harga BBM Penurunan Harga BBM
87,8
8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2012
2013
2014
Perumahan
4,33%
119,9
PESIMIS
110,0
RT Lainnya
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Indeks Keyakinan Komsumen (IKK) IKK Triwulanan
2015
41,08% 40,45%
40,29% 40,28%
Jun 2015
0,29% 14,79% 0,26%
Peralatan RT
14,58%
Kendaraan
Sep 2015
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik 2.46 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
34
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
Grafik 2.47 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Sementara itu, penurunan penghasilan rumah tangga berdampak pada menurunnya porsi tabungan terhadap pendapatan (saving to income ratio) dan porsi pembayaran cicilan utang terhadap pendapatan (debt to income ratio). Kredit perbankan ke sektor rumah tangga pada triwulan III-2015 mencapai Rp886,22 triliun atau tumbuh 2,43% (qtq). Pertumbuhan kredit tersebut sedikit meningkat dibandingkan triwulan II-2015 yaitu sebesar 2,40% (qtq). Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit terutama untuk keperluan pemilikan rumah (40,45%) dan multiguna (40,29%). Kemudian diikuti oleh kredit kendaraan bermotor (14,58%), kredit rumah tangga lainnya (4,42%), dan kredit pemilikan peralatan rumah tangga (0,26%). Pertumbuhan kredit rumah tangga disertai dengan meningkatnya risiko kredit sektor rumah tangga. Hal itu ditandai dengan meningkatnya rasio NPL gross dari 1,75% pada triwulan II-2015 menjadi 1,80% pada triwulan III 2015. Namun demikian, rasio NPL gross seluruh jenis penggunaan kredit sektor rumah tangga masih terkendali di bawah 5% dan di bawah NPL agregat sebesar 2,71%.
2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pada triwulan III-2015, baki debet kredit UMKM tercatat sebesar Rp762,1 triliun, atau tumbuh 7,4% (yoy) dengan pangsa terhadap total kredit perbankan sebesar 19,1%. Pertumbuhan kredit UMKM tersebut relatif meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II-2015 (6,8%, yoy). Hal ini mengindikasikan peningkatan kebutuhan pembiayaan masyarakat (permintaan kredit) dan optimisme membaiknya perekonomian ke depan. Berdasarkan klasifikasi usaha, pertumbuhan kredit UMKM triwulan III-2015 dipengaruhi oleh peningkatan pertumbuhan kredit usaha mikro menjadi 16,0% (yoy), dari 10,3% (yoy) pada triwulan II-2015. Sedangkan kredit usaha kecil dan usaha menengah masih melambat, dengan angka pertumbuhan masing-masing sebesar 2,8% (yoy) dan 6,8% (yoy) pada triwulan III-2015, dibandingkan triwulan II-2015 (4,0% dan 6,9%, yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit UMKM triwulan III-2015 terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan di sektor perdagangan besar & eceran dan industri pengolahan. Kedua sektor itu masing-masing tumbuh sebesar 9,2% (yoy) dan 11,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2015 (8,7% dan 8,1%, yoy). Sektor lainnya yang mengalami kenaikan pertumbuhan kredit UMKM adalah jasa kesehatan, perikanan, dan sektor listrik, air & gas dengan pengingkatan masing-masing menjadi sebesar 20,9%, 9,6%, dan 23,7% (yoy), dari triwulan II-2015 sebesar 14,7%, 7,8%, dan 20,0% (yoy).
50,0% 40,0% 30,0%
Growth Kredit UMKM Growth Kredit Usaha Mikro Growth Kredit Usaha Kecil Growth Kredit Usaha Menengah Growth Kredit Perbankan
Pertumbuhan kredit UMKM mulai meningkat didorong peningkatan pertumbuhan di sektor perdagangan besar & eceran dan industri pengolahan.
16,0% 11,1%
20,0%
7,4%
10,0%
6,8% 2,8%
0,0% -10,0% Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep
2013
2014
2015
Grafik 2.48 Pertumbuhan Kredit UMKM (%,YoY)
Pada triwulan III-2015, sebagian besar kredit UMKM diserap oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan pangsa sekitar 51,6% terhadap total kredit UMKM. Secara spasial, penyaluran kredit UMKM masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (57,9%) yang merupakan pusat
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
35
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
16,00 14,00
14,02
12,00
11,44
10,00 8,00
7,50 6,83 4,76
6,00 4,00 2,00
NPL UMKM Suku Bunga Kredit UMKM
0,00
BI Rate Inflasi
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep
2013
2014
2015
Grafik 2.49 NPL, Suku Bunga, BI Rate, dan Inflasi (%)
perekonomian nasional. Sekitar 49,2% dari total kredit UMKM merupakan kredit usaha menengah, diikuti oleh usaha kecil (29,2%), dan usaha mikro (21,5%). Dari sisi penerima kredit, sekitar 84,8% dari total penerima kredit UMKM adalah usaha mikro. Rasio NPL kredit UMKM pada triwulan III2015 sebesar 4,76%, memburuk dari triwulan sebelumnya 4,65%. Masih rendahnya kinerja penyaluran kredit UMKM di antaranya disebabkan oleh kondisi UMKM yang masih menurun dan minimnya kuantitas maupun kompetensi SDM bank dalam melakukan asesmen dan monitoring penyaluran kredit UMKM.
Menurut klasifikasi usaha, penurunan kinerja kredit UMKM terjadi pada segmen usaha kecil dan usaha menengah, dengan NPL masing-masing sebesar 6,01% dan 4,78%. Angka ini memburuk dibandingkan triwulan II-2015 (5,84% dan 4,43%). Sementara, rasio NPL kredit UMKM usaha mikro mengalami perbaikan menjadi 3,03% dari sebelumnya 3,61%.
2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat Pada tanggal 13 Agustus 2015, Pemerintah telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan penyaluran KUR baru melalui ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan kredit usaha rakyat.7 Peraturan dimaksud mengatur penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai berikut: Volume (Ribu Transaksi)
Keterangan Bidang Usaha Plafon Sumber dana Mekanisme penyaluran Suku bunga Jangka waktu Perusahaan penjamin
KUR MIKRO
KUR RITEL
KUR TKI
Pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan perdagangan yang terkait
Terutama negara penempatan Singapura, Malaysia, Brunei, Hong Kong, Taiwan, Korsel, dan Jepang s.d. Rp25 juta s.d. Rp25 juta >Rp25 juta s.d Rp500 juta 100% dana bank pelaksana KUR - Langsung dari bank pelaksana - Langsung dari bank pelaksana - Melalui lembaga linkage (pola channeling) - Melalui lembaga linkage (pola channeling datau sindikasi) 12% (efektif p.a.) atau dapat disesuaikan dengan suku bunga flat yang setara - Maks. 2 tahun untuk KMK - Maks. 3 tahun untuk KMK Maks. sesuai masa kerja dan tidak melebihi - Maks. 4 tahun untuk KI - Maks. 5 tahun untuk KI 3 tahun Perum Jamkrindo dan PT. Askrindo
Sampai dengan triwulan III-2015, realisasi KUR baru telah mencapai Rp4,0 triliun8 atau 13,3% dari target tahun 2015 sebesar Rp30 triliun. Untuk mencapai target penyaluran KUR skema baru tersebut, Pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan pendukung penyaluran KUR dalam bentuk regulasi, yaitu:
7 8
36
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 6 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat. Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM, Oktober 2015.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
1) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR yang antara lain memuat: -
Penambahan sektor usaha yang dibiayai.
-
Perluasan penerima KUR.
-
Pembiayaan investasi untuk tanaman keras.
-
Penambahan jangka waktu, suplesi, dan restrukturisasi KUR Mikro dan KUR Ritel.
2) Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM No.188 Tahun 2015 tentang Penetapan Penyalur KUR dan Perusahaan Penjamin KUR. 3) Penguatan basis data SIKP dengan dukungan Kementerian teknis, Pemda, dan TNP2K. 4) Penambahan Bank Pelaksana KUR dengan monitoring yang ketat dari OJK.
2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran Secara umum, kinerja sistem pembayaran selama triwulan III-2015 berjalan aman, lancar, dan terpelihara dengan baik untuk mendukung terjaganya stabilitas sistem keuangan dan aktivitas perekonomian. Hal itu tidak terlepas dari berbagai upaya Bank Indonesia untuk senantiasa meningkatkan kinerja sistem pembayaran, baik yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia maupun industri. Kinerja sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia tercermin dari tingkat keandalan dan ketersediaan (availability) sistem pembayaran nasional, yaitu Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai setelmen dana, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) sebagai setelmen transaksi surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia, serta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang sesuai dengan tingkat layanan (service level) yang telah ditetapkan. Pada triwulan III-2015, volume transaksi sistem pembayaran meningkat 0,003% atau sebesar 857.000 transaksi, dari 30.833.126 transaksi pada triwulan II-2015 menjadi 30.833.983 transaksi pada transaksi laporan. Meningkatnya volume transaksi disebabkan adanya peningkatan pada transaksi BI-RTGS, ditengah penurunan transaksi pada BI-SSSS dan SKNBI. Dari sisi nilai transaksi, terjadi peningkatan nilai sebesar 0,70% dari triwulan II-2015 menjadi sebesar Rp36.787,26 triliun pada triwulan III-2015. Meningkatnya nilai transaksi disebabkan adanya peningkatan transaksi BI-SSSS. Peningkatan transaksi sistem pembayaran dapat berjalan dengan lancar karena adanya dukungan keandalan infrastruktur sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Transaksi sistem pembayaran Bank Indonesia dan industri berjalan aman dan lancar, tanpa mengalami gangguan signifikan pada semua sistem dan instrumen pembayaran.
Berdasarkan jenis infrastruktur, perkembangan volume dan nilai transaksi sistem pembayaran pada triwulan III-2015 adalah sebagai berikut:
1. Sistem BI-RTGS Volume transaksi Sistem BI-RTGS tercatat meningkat sebesar 0,73% dari triwulan II-2015 menjadi 2.939.048 transaksi pada periode laporan. Peningkatan volume transaksi dimaksud disebabkan oleh peningkatan transaksi Pasar Modal. Sementara dari sisi nilai transaksi, Sistem BI-RTGS menurun sebesar 0,24% dari triwulan sebelumnya menjadi Rp28.022,31 triliun karena penurunan nilai transaksi Pasar Uang Antar Bank. Hal ini sejalan dengan perilaku perbankan menahan likuiditas untuk mengantisipasi kebutuhan likuiditas masyarakat pada periode Ramadan dan hari raya Idul Fitri.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
37
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2. BI-SSSS
Volume transaksi BI-SSSS tercatat menurun sebesar 14,21% dari triwulan sebelumnya menjadi 39.78 ribu transaksi. Sementara dari sisi nilai transaksi, Sistem BI-SSSS meningkat sebesar 4,26% dari triwulan sebelumnya menjadi Rp8.025,62 triliun.
3. SKNBI Transaksi SKNBI baik dari sisi volume maupun dari sisi nilai transaksi menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume transaksi SKNBI tercatat menurun sebesar 0,05% dari triwulan II-2015 menjadi 27,85 juta transaksi. Sementara itu, penurunan nilai transaksi SKNBI tercatat sebesar 0,50% dari triwulan II-2015 menjadi Rp739,33 triliun. Penurunan volume dan nilai transaksi SKNBI disebabkan oleh menurunnya transaksi kliring debit. Penurunan transaksi SKNBI tidak disebabkan oleh adanya alasan yang signfikan melainkan lebih kepada pola transaksi masyarakat Penyelenggaraan transaksi sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri juga berjalan dengan aman dan lancar. Hal ini tercermin dari tidak adanya gangguan signifikan dalam penyelenggaraan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) dan uang elektronik pada triwulan III-2015. Dibandingkan dengan triwulan II-2015, performa transaksi APMK pada triwulan III-2015 meningkat, baik secara volume maupun nilai transaksi. Volume transaksi APMK meningkat sebesar 1,75% dari triwulan sebelumnya menjadi 1,224 miliar transaksi, sedangkan nilai transaksi meningkat sebesar 3,08% dari triwulan sebelumnya menjadi Rp1.320,67 triliun. Peningkatan volume transaksi APMK terjadi pada instrumen kartu kredit dan kartu ATM/ debet, sedangkan peningkatan nilai transaksi tercatat pada kartu ATM/debet. Berdasarkan proporsi, kartu ATM/debet menyumbang sebesar 94,65% dan 94,18% untuk keseluruhan volume dan nilai transaksi APMK pada triwulan III-2015. Selama triwulan III-2015, terjadi peningkatan jumlah instrumen uang elektronik sebanyak 8,20 juta instrumen atau naik 7,42% dari triwulan sebelumnya. Sejalan dengan bertambahnya jumlah instrumen, volume dan nilai transaksinya juga menunjukkan kenaikan masingmasing sebesar 29,63 juta transaksi (20,71%) dan Rp228,68 miliar (78,27%) (Tabel 2.6 dan 2.7). Tabel 2.6 Volume Transaksi Pembayaran Volume (Ribu Transaksi)
Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai BI-RTGS - Pengelolaan Moneter - Lainnya BI-SSSS SKNBI Debet - Cek - Bilyet Giro - Warkat Debet Lainnya Kredit APMK - Kartu Kredit - Kartu ATM dan ATM/Debet Uang Elektronik Total
2014 Q-III 4.519,95 17,91 4.502,04 35,57 27.102,83 9.884,04 863,58 8.818,46 202,00 17.218,79 1.110.647,44 64.236,65 1.046.410,79 51.642,32 1.193.948,10
Q-IV 4.579,95 19,13 4.560,82 49,04 28.585,47 10.233,27 915,28 9.116,73 201,25 18.147,64 1.154.251,56 66.681,81 1.087.569,76 69.557,61 1.257.023,63
Sumber data: EDW SP dan EDW LKPBU
38
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
Total 2014
Q-I
18.097,25 71,74 18.025,51 156,22 107.653,56 40.673,66 3.559,63 36.300,19 813,85 66.775,34 4.326.591,55 257.026,88 4.069.564,67 202.273,57 4.654.772,15
2.814,82 17,95 2.796,87 45,60 27.120,50 9.725,46 873,25 8.651,77 200,44 17.395,05 1.142.496,21 65.662,44 1.076.833,76 80.265,97 1.252.743,10
2015 Q-II 2.917,79 17,55 2.900,24 46,36 27.868,97 9.459,81 840,02 8.434,42 185,37 18.409,16 1.203.569,01 70.286,39 1.133.282,61 143.092,96 1.377.495,09
Q-III 2.939,05 18,81 2.920,23 39,78 27.855,16 8.743,21 762,62 7.839,28 141,31 19.111,95 1.224.670,52 71.179,69 1.153.490,84 172.725,50 1.428.230,01
naik/(turun) QtQ YoY 21,25 1,27 19,99 (6,59) (13,81) (716,61) (77,40) (595,14) (44,06) 702,80 21.101,52 893,29 20.208,22 29.632,54 50.734,91
(1.580,90) 0,91 (1.581,80) 4,21 752,33 (1.140,83) (100,96) (979,18) (60,69) 1.893,16 114.023,08 6.943,04 107.080,05 121.083,19 234.281,90
% naik/(turun) QtQ YoY 0,73% 7,21% 0,69% -14,21% -0,05% -7,58% -9,21% -7,06% -23,77% 3,82% 1,75% 1,27% 1,78% 20,71% 3,68%
-34,98% 5,05% -35,14% 11,82% 2,78% -11,54% -11,69% -11,10% -30,05% 10,99% 10,27% 10,81% 10,23% 234,47% 19,62%
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Tabel 2.7 Nilai Transaksi Pembayaran Nominal (Triliun Rp)
2014
Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai
Q-III
Q-IV
Total 2014
BI-RTGS - Pengelolaan Moneter - Lainnya BI-SSSS *) SKNBI Debet - Cek - Bilyet Giro - Warkat Debet Lainnya Kredit APMK - Kartu Kredit - Kartu ATM dan ATM/Debet Uang Elektronik Total
29.872,37 16.552,25 13.320,12 9.366,77 716,49 411,87 54,46 357,29 0,12 304,49 1.215,53 65,11 1.150,42 0,94 41.172,11
33.041,65 19.035,27 14.006,38 10.636,74 770,94 432,33 62,63 369,57 0,12 334,85 1.246,87 69,45 1.179,32 0,80 45.696,99
111.650,14 59.645,72 52.004,42 33.890,84 2.899,34 1.683,02 223,03 1.437,76 22,24 1.212,43 4.703,11 257,98 4.447,03 3,30 153.146,74
Q-I 28.879,17 14.847,78 14.031,39 8.758,28 732,49 395,36 53,31 341,91 0,14 337,13 1.207,04 66,02 1.141,03 0,84 39.577,83
2015 Q-II 28.089,25 13.430,31 14.658,94 7.697,54 743,01 383,12 50,78 332,09 4,00 359,89 1.281,17 71,15 1.210,02 1,44 37.812,40
Q-III
naik/(turun) QtQ YoY
28.022,31 13.538,63 14.483,68 8.025,62 739,33 373,52 48,91 323,26 1,36 365,80 1.320,67 70,55 1.250,12 1,67 38.109,59
(66,94) 108,32 (175,26) 328,08 (3,68) (9,60) (1,86) (8,84) (2,65) 5,92 39,50 (0,60) 40,10 0,23 297,19
(1.850,06) (3.013,62) 1.163,56 (1.341,15) 22,84 (38,34) (5,55) (34,03) 1,24 61,31 105,14 5,44 99,70 0,72 (3.062,52)
% naik/(turun) QtQ YoY -0,24% -6,19% 0,81% -18,21% -1,20% 8,74% 4,26% -14,32% -0,50% 3,19% -2,51% -9,31% -3,67% -10,18% -2,66% -9,52% -66,14% 1029,14% 1,64% 20,14% 3,08% 8,65% -0,84% 8,35% 3,31% 8,67% 15,92% 76,91% 0,79% -7,44%
Sumber data : EDW SP dan EDW LKPBU *) DPSP
Selain menyelenggarakan sistem pembayaran, Bank Indonesia juga berperan sebagai regulator bagi Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank (TD BB) dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB). Pada triwulan laporan, tercatat penurunan nilai dan volume transaksi Penyelenggara TD BB masing-masing sebesar Rp4,54 miliar (25,80%) dan 2,36 juta transaksi (36,88%). Penurunan nilai dan volume transaksi terbesar terjadi pada transaksi pengiriman dana dalam negeri yang menurun masing-masing sebesar 42,06% dan 47,53%. Nilai transaksi transfer dana didominasi oleh transaksi penerimaan uang masuk dari luar negeri (incoming) yang mencapai 50,19% dari keseluruhan nilai transaksi. Sedangkan untuk volume transaksi, sebagian besar didominasi pengiriman uang dalam negeri sebesar 57,90% dari keseluruhan volume transaksi (Tabel 2.8). Tabel 2.8 Transaksi Transfer Dana Triwulan III – 2015 Transaksi Transfer Dana 2015* Volume Transaksi (Juta) Nilai Transaksi (Rp Triliun)
Q-I
Q-II
Q-III
∆ Q-II & Q-III
∆ (%) Q-II & Q-III
5,47 13,56
6,39 17,59
4,04 13,05
-2,36 -4,54
-36,88 -25,80
Sumber: Laporan Transfer Dana Bukan Bank, November 2015 *Data transaksi tidak memperhitungkan transaksi Penyelenggara TD BB yang merupakan Money Transfer Operator
Nilai transaksi jual/beli Uang Kertas Asing (UKA) dan pembelian Traveler’s Cheque (TC) pada triwulan III-2015 meningkat sebesar Rp1,31 triliun (8,37%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini didominasi oleh mata uang USD, SGD, dan CNY seiring dengan pelemahan Rupiah sejak pertengahan Agustus 2015 (Tabel 2.9).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
39
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Tabel 2.9 Transaksi UKA-TC Triwulan III – 2015 Transaksi UKA-TC 2015
Q-I
Q-II
Q-III
∆ Q-II & Q-III
∆ (%) Q-II & Q-III
Nilai Transaksi (Rp Juta)
53.484.263
54.708.300
59.288.694
4.580.393
8,37
Sumber Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), November 2015
Sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia juga memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Bank Indonesia mendorong industri sistem pembayaran menindaklanjuti setiap pengaduan konsumen. Selain itu, Bank Indonesia juga memfasilitasi pengaduan konsumen. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia menerima 328 pengaduan dan 9.972 permintaan informasi jasa sistem pembayaran. Jumlah pengaduan menurun sebanyak 86 pengaduan (21%), sedangkan permintaan informasi jasa sistem pembayaran meningkat sebesar 857 permintaan (9%) (Grafik 2.50). Permintaan Informasi & Pengaduan SP 100000
Pengaduan
Informasi
Total
1000
10.300
9.529
10000 1.672 430 1.242
2.477 2.255 480 1.415 744 1.733
9.115 9.972 414
328
100 10 1
Tw.3
2014
Tw.4
Tw.1
Tw.2 2015
Tw.3
Grafik 2.50 Permintaan Informasi dan Pengaduan SP
Pengaduan konsumen jasa sistem pembayaran ke Bank Indonesia pada triwulan III-2015 didominasi oleh instrumen kartu kredit sebanyak 279 pengaduan (77%), diikuti oleh transfer dana sebanyak 40 (11%), dan kartu ATM/debet sebanyak 17 pengaduan (5%) (Grafik 2.51). Sementara itu, permintaan informasi terkait jasa sistem pembayaran didominasi oleh pertanyaan seputar kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah NKRI sebanyak 5.414 permintaan (80%), penyediaan dan/atau penyetoran uang sebanyak 573 permintaan (9%), dan transfer dana sebanyak 155 permintaan (2%) (Grafik 2.52).
Kartu Kredit (279; 76,6%)
23
Kartu Kredit (94; 1,4%)
Kartu ATM/Debet (17; 4,7%)
Kartu ATM/Debet (23; 0,3%)
155
Uang Elektronik (2; 0,5%)
40
Transfer Dana (40; 11,0%)
17
279
Uang Elektronik (79; 1,2%)
573
Transfer Dana (155; 2,3%)
KUPVA (0; 0,0%)
KUPVA (48; 0,7%)
BI-RTGS (0 0,0%)
BI-RTGS (12; 0,2%)
BI-SSSS (0; 0,0%)
BI-SSSS (31; 0,5%)
SKNBI (1; 0,3%)
SKNBI (49; 0,7%)
Daftar Hitam Nasional (2; 0,5%)
Daftar Hitam Nasional (69; 1,0%)
Penyediaan dan/atau Penyetoran Uang (0; 0,0%)
Penyediaan dan/atau Penyetoran Uang (573; 8,5%)
Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI (0; 0,0%) Lainnya
5.414
Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI (5.414; 80,3%) Lainnya (192; 2,8%)
Sumber : Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran Bank Indonesia, November 2015
Grafik 2.51 Pengaduan Konsumen SP ke BI Berdasarkan Instrumen
40
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
Grafik 2.52 Permintaan Informasi SP Berdasarkan Instrumen
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.11. Perkembangan Pengedaran Uang Pada akhir periode Ramadan, Uang Yang Diedarkan (UYD) mencapai angka tertinggi selama 2015 yaitu Rp604,2 triliun. Pasca-Idul Fitri terjadi arus balik dana perbankan ke Bank Indonesia, sehingga UYD pada akhir triwulan III-2015 turun menjadi Rp518,3 triliun. Meskipun demikian, UYD tumbuh lebih tinggi dibandingkan akhir triwulan II-2015, yaitu 9,4% dibandingkan 9,0% (yoy). Pertumbuhan UYD itu sejalan dengan ekonomi Indonesia yang pada triwulan III-2015 diperkirakan tumbuh 4,73% atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,67% (Grafik 2.53). Perkembangan tersebut juga tercermin dengan naiknya Indeks Penjualan Eceran (IPE)9 yang diperkirakan tumbuh 6,0% (yoy) (Grafik 2.54). Peningkatan penjualan eceran tersebut terjadi pada mayoritas kelompok barang, terutama peralatan informasi dan komunikasi, yang diikuti dengan kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
UYD, Rp. tr 30%
600
% UYD, yoy % UPDB nom, yoy % IPE
IPE, Indeks
UYD
220
IPE
550
200
20%
500
180
15%
450
160
10%
400
140
5%
350
120
25%
0%
1
2 3 2012
4
1
2 3 2013
4
1
2 3 4 2014
1
2 3 2015
Grafik 2.53 Pertumbuhan UYD dan PDB Nominal (yoy)
300
2
Meski sempat meningkat selama Ramadhan, UYD menurun sejalan dengan perlambatan ekonomi Indonesia dan siklus musiman arus balik dana perbankan pasca hari raya Idul Fitri.
5 8 11 2 2012
5 8 11 2 2013
5 8 11 2 5 8 2014 2015
100
Grafik 2.54 Uang Yang Diedarkan dan Indeks Penjualan Eceran
Berdasarkan komponen UYD, uang kartal di masyarakat (Currency outside Bank/CoB) tercatat Rp428,9 triliun dengan pangsa 82,8%, dan persediaan kas di perbankan (Cash in Vault/CiV) sebesar Rp89,4 triliun dengan pangsa 17,2% (Tabel 2.10). Turunnya pangsa Tabel 2.10 Perkembangan UYD di Masyarakat dan Perbankan
2015
2014
2013
Periode
9
Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III
Nominal (Triliun Rp) Masyarakat (CoB) Bank (CiV) 351,0 62,5 361,4 73,3 401,9 98,1 370,4 78,0 394,0 70,9 395,2 78,8 420,2 108,4 382,0 80,6 409,9 96,7 428,9 89,4
Jumlah 413,5 434,7 500,0 448,4 464,9 474,0 528,5 462,6 506,6 518,3
Pangsa Masyarakat (CoB) 84,9% 83,1% 80,4% 82,6% 84,8% 83,4% 79,5% 82,6% 80,9% 82,8%
Bank (CiV) 15,1% 16,9% 19,6% 17,4% 15,2% 16,6% 20,5% 17,4% 19,1% 17,2%
Indeks Penjualan Ecaran (IPE) adalah angka indeks yang dihitung dari hasil survei terhadap sekitar 650 pengecer sebagai responden dengan metode purpose sampling di 10 kota yaitu Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Medan, Purwokerto, Makassar, Manado, Banjarmasin, dan Denpasar.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
41
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
CiV pada akhir triwulan laporan disebabkan arus balik dana perbankan ke Bank Indonesia pasca-Idul Fitri 2015. Meningkatnya UYD selama triwulan III-2015 juga tercermin pada aliran bersih uang Rupiah dari Bank Indonesia ke perbankan (net outflow) sebesar Rp11,2 triliun. Net outflow ini merupakan selisih aliran uang Rupiah dari Bank Indonesia ke perbankan (outflow) sebesar Rp176,8 triliun dan aliran uang Rupiah dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow) sebesar Rp165,6 triliun. Dari inflow tersebut, terdapat uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) sebesar Rp41,9 triliun yang dimusnahkan Bank Indonesia. Jumlah pemusnahan UTLE meningkat 25,3% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp33,4 triliun. Pemusnahan UTLE bertujuan untuk meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan di masyarakat (clean money policy). Persediaan uang Rupiah di Bank Indonesia selama triwulan III-2015 tetap terjaga. Hal ini tercermin dari kemampuan Bank Indonesia menyediakan uang tunai untuk menjaga kebutuhan penarikan perbankan dan masyarakat yaitu untuk jangka waktu 5 bulan ke depan, dihitung dari rata-rata outflow bulanan. Angka persediaan ini jauh di atas level minimum kecukupan penyediaan uang tunai. Indikator pengedaran uang dari 2013 sampai dengan triwulan laporan adalah sebagaimana Tabel 2.11. Tabel 2.11 Indikator Pengedaran uang Indikator Utama Rata-rata harian UYD (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Posisi UYD akhir periode (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Outflow (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Inflow (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Nominal (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Rasio Pemusnahan thd Inflow Lembar (miliar) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy)
42
Q-III
2013 Q-IV
Q-I
Q-II
Q-III
Q-IV
Q-I
2015 Q-II
Q-III
436,3 9,9% 11,1% 434,7 5,1% 13,0% 163,6 61,7% 30,8% 144,3 66,9% 24,8%
448,0 2,7% 13,4% 500,0 15,0% 13,7% 150,9 -7,8% 12,9% 86,6 -40,0% 10,2%
450,0 0,4% 13,2% 448,4 -10,3% 13,6% 80,3 -46,7% 8,1% 132,5 52,9% 10,8%
452,1 0,5% 13,9% 464,9 3,7% 12,4% 112,4 39,9% 11,0% 95,9 -27,6% 10,9%
491,3 8,7% 12,6% 474,0 2,0% 9,0% 166,4 48,1% 1,7% 157,3 64,0% 9,0%
482,5 -1,8% 7,7% 528,5 11,5% 5,7% 153,0 -8,1% 1,4% 98,6 -37,3% 13,8%
472,6 -2,1% 5,0% 462,6 -12,5% 3,2% 75,0 -51,0% -6,6% 140,9 43,0% 6,4%
479,7 1,5% 6,1% 506,6 9,5% 9,0% 148,1 97,5% 31,8% 104,2 -26,1% 8,6%
532,0 0,9% 8,3% 518,3 2,3% 9,4% 176,8 19,4% 6,3% 165,6 59,0% 5,3%
30,0 55,2% 59,3% 20,8% 1,2 24,3% 126,9%
41,3 37,8% 121,4% 47,7% 1,7 40,5% 65,8%
28,6 -30,8% 93,7% 21,6% 1,3 -24,1% 8,6%
22,6 -20,8% 50,4% 23,6% 1,1 -19,0% 7,5%
29,7 31,1% 26,4% 18,9% 1,3 25,3% 8,3%
30,7 3,5% 6,0% 31,1% 1,5 13,9% -12,2%
40,93 33,3% 43,1% 29,0% 1,5 2,3% 18,3%
3,4 -18,3% 45,1% 32,1% 1,2 -21,9% 13,9%
41,9 25,3% 43,7% 25,3% 1,5 27,3% 15,8%
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Jumlah temuan uang Rupiah palsu yang dilaporkan oleh perbankan maupun masyarakat ke Bank Indonesia dan hasil penyidikan kepolisian selama triwulan III-2015 sebanyak 55.773 lembar. Dengan demikian, jumlah temuan uang Rupiah palsu selama 2015 sebanyak 266.835 lembar. Sebagian besar uang palsu adalah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 (91,4%) (Grafik 2.55). Dengan perkembangan tersebut, rasio temuan uang palsu pada 2015 adalah sebesar 18 lembar per satu juta lembar UYD, meningkat dari rasio tahun 2014 yaitu sebesar 9 lembar per satu juta lembar UYD. Meningkatnya temuan uang palsu tersebut di satu sisi mencerminkan adanya peningkatan motif untuk mendapatkan keuntungan ekonomi secara ilegal. Namun di sisi lain, hal ini menggambarkan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang Rupiah.
Ribu Lembar 180 160
UK < 20.000
UK 50.000
UK 100.000
140 120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 2011 2012 2013 2014 2015 Ket: UK = Uang Kertas
Grafik 2.55 Temuan Uang Rupiah Palsu
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
43
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
44
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada triwulan III-2015. Bank Indonesia melanjutkan penguatan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Penguatan bauran kebijakan tersebut untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar, dan stabilitas sistem keuangan dalam mendukung kesinambungan perekonomian. Dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, Bank Indonesia senantiasa meningkatkan koordinasi kebijakan dengan pemerintah agar proses penyesuaian ekonomi dapat berjalan baik. Selain itu, Bank Indonesia terus memperkuat ketahanan sistem keuangan secara menyeluruh dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dan pemenuhan uang beredar.
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1. Stabilitas Moneter Pada triwulan III-2015, fokus kebijakan Bank Indonesia dalam jangka pendek tetap diarahkan pada langkah-langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Untuk itu, Bank Indonesia terus memperkuat operasi moneter di pasar uang rupiah dan valas, memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valas, serta melanjutkan langkah-langkah pendalaman pasar uang. Bank Indonesia juga melanjutkan penguatan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar, dan stabilitas sistem keuangan dalam mendukung kesinambungan perekonomian. Dalam rangka penguatan pengelolaan moneter dan nilai tukar, Bank Indonesia melanjutkan penyerapan surplus likuiditas harian pada sistem perbankan dengan menyesuaikan suku bunga operasi moneter. Selain itu, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam mengendalikan inflasi sekaligus menindaklanjuti kesepakatan dan arahan Presiden RI pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) VI Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Beberapa langkah prioritas yang ditempuh antara lain percepatan pembangunan infrastruktur pangan, pembenahan efisiensi pengelolaan logistik pangan dan rantai distribusi, serta penguatan koordinasi dan sinergi pengendalian inflasi dalam mendukung pencapaian sasaran inflasi. Berbagai langkah strategis yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia hingga triwulan III-2015 berdampak pada masih tetap terjaganya stabilitas moneter, sebagaimana tercermin pada indikator makroekonomi dan efektivitas kebijakan moneter berikut ini. Indikator Kinerja Utama (IKU) 1. Inflasi inti Realisasi inflasi (IHK)
Target 4,0 ± 1% **) 4,0 ± 1%**)
Pencapaian Triwulan III-2015 5,07% 6,38%
Angka inflasi IHK melambat dari inflasi triwulan II terutama akibat koreksi tarif angkutan paska Lebaran serta panen hortikultura. Inflasi IHK triwulan III mencapai 6,83% (yoy), melambat dari inflasi triwulan II sebesar 7,26% (yoy). 2. Persentase Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar Rp/USD
Angka Tertentu
8,13%
Pergerakan volatilitas nilai tukar Rupiah pada Tw III masih dapat terjaga di bawah angka target volatilitas maksimal, walaupun meningkat menjadi 9,23% (Akhir Agustus 8,53%) sejalan dengan tingginya tekanan terhadap nilai tukar. Rupiah melemah 600 poin (-4,27%) ke level Rp14.645/USD (31/8 Rp14.045/USD) sejalan dengan pelemahan mayoritas nilai tukar regional dipengaruhi oleh sentimen negatif ketidakpastian timing kenaikan FFR, serta. concern terhadap perlambatan ekonomi global turut mendorong risk off terutama di kawasan emerging sehingga nilai tukar regional melemah semakin dalam. 3. Jumlah jalur transmisi kebijakan moneter yang efektif
Respons kebijakan Bank Indonesia tetap diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasaran inflasi, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan stabilitas sistem keuangan, serta membawa defisit transaksi berjalan yang lebih sehat.
46
Efektif 3 dari 4 jalur
Efektif 3 dari 4 jalur
Terkait dengan jalur transmisi kebijakan monter, terdapat 4 jalur transmisi yang diukur, yaitu jalur suku bunga, nilai tukar, ekspektasi, dan kredit. Dari keempat jalur tersebut di atas, terdapat 3 jalur transmisi yang efektif yaitu jalur suku bunga, nilai tukar dan kredit.
3.1.1. Kebijakan Moneter Selama triwulan III-2015, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Kebijakan ini sejalan dengan upaya membawa inflasi menuju pada kisaran sasaran sebesar 4±1% pada 2015 dan 2016. Di samping itu, kebijakan tersebut juga sebagai bagian dari langkah Bank Indonesia dalam mengantisipasi kemungkinan kenaikan suku bunga kebijakan bank sentral AS. Sehubungan dengan itu, fokus kebijakan Bank Indonesia dalam jangka pendek tetap diarahkan pada langkah-langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar, dengan terus memperkuat operasi moneter di pasar uang Rupiah dan valas, memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valas, serta melanjutkan langkah-langkah pendalaman pasar uang. Bank Indonesia juga melanjutkan penguatan bauran kebijakan moneter dan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
makroprudensial untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar, dan stabilitas sistem keuangan dalam mendukung kesinambungan perekonomian. Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya ditempuh secara hati-hati dan terukur, dengan memperhatikan kondisi pasar (timing) dan kecukupan cadangan devisa. Terkait dengan itu, Bank Indonesia mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah I pada tanggal 9 September 2015. Paket kebijakan Bank Indonesia ini sejalan dengan paket kebijakan yang diumumkan Pemerintah untuk menjaga stabilitas perekonomian, termasuk stabilitas nilai tukar. Paket kebijakan moneter ini terdiri atas lima kebijakan, yaitu: (i) memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi supply perekonomian; (ii) menjaga stabilisas nilai tukar Rupiah; (iii) memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah; (iv) memperkuat pengelolaan supply dan demand valas; dan (v) langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar uang. Pada tanggal 30 September 2015 Bank Indonesia kembali mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah II sebagai kelanjutan paket kebijakan pada tanggal 9 September 2015. Paket kebijakan lanjutan tersebut difokuskan pada 3 pilar kebijakan yaitu: (1) menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, (2) memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah, serta (3) memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas) (Tabel 3.1). Tabel 3.1 Paket Kebijakan Stabilisasi Rupiah Kebijakan
Paket 9 September 2015
Paket 30 September 2015
1. Menjaga stabilitas a. Menjaga kepercayaan pelaku pasar di pasar valas melalui nilai tukar rupiah pengendalian volatitas nilai tukar rupiah. b. Memelihara kepercayaan pasar terhadap pasar Surat Berharga Negara melalui pembelian di pasar sekunder, dengan tetap memerhatikan dampaknya terhadap ketersediaan Surat Berharga Negara bagi inflow dan likuiditas pasar uang.
a. Melakukan implementasi intervensi forward untuk menyeimbangkan supply dan demand valas di pasar forward.
2. Memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah
a. Mengubah mekanisme lelang Reverse Repo (RR) SBN dari variable rate tender menjadi fixed rate tender, menyesuaikan pricing RR SBN, dan memperpanjang tenor dengan menerbitkan RR SBN 3 bulan. b. Mengubah mekanisme lelang Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dari variable rate tender menjadi fixed rate tender dan menyesuaikan pricing SDBI, serta menerbitkan SDBI tenor 6 bulan. c. Menerbitkan kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor 9 bulan dan 12 bulan dengan mekanisme lelang fixed rate tender dan menyesuaikan pricing.
a. Menerbitkan SDBI tenor 3 bulan untuk maturity lenghtening instrumen OPT. b. Menerbitkan RR-SBN tenor 2 minggu untuk melengkapi instrumen OPT yang ada.
3. Memperkuat pengelolaan supply dan demand valas
a. Menyesuaikan frekuensi lelang Foreign Exchange (FX) Swap dari 2 kali seminggu menjadi 1 kali seminggu. b. Mengubah Mekanisme lelang Term Deposit (TD) Valas dari variable rate tender menjadi fixed rate tender, menyesuaikan pricing, dan memperpanjang tenor sampai dengan 3 bulan. c. Menurunkan batas pembelian valas dengan pembuktian dokumen underlying dari yang berlaku saat ini sebesar US$100 ribu menjadi US$25 ribu per nasabah per bulan dan mewajibkan penggunaan NPWP. d. Mempercepat proses persetujuan ULN Bank dengan tetap memperhatikan asas kehati-hatian.
a. Penguatan kebijakan untuk mengelola supply & demand valas di pasar forward. Kebijakan ini bertujuan mendorong transaksi forward jual valas/Rupiah dan memperjelas underlying forward beli valas/Rupiah. Hal dilakukan dengan meningkatkan threshold forward jual yang wajib menggunakan underlying dari semula 1 juta dolar AS menjadi 5 juta dolar AS per transaksi per nasabah dan memperluas underlying khusus untuk forward jual, termasuk deposito valas di dalam negeri dan luar negeri. b. Penerbitan Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) Valas. c. Penurunan holding period SBI dari 1 bulan menjadi 1 minggu untuk menarik aliran masuk modal asing. d. Pemberian insentif pengurangan pajak bunga deposito kepada eksportir yang menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di perbankan Indonesia atau mengkonversinya ke dalam rupiah, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Pemerintah. e. Mendorong transparansi dan meningkatkan ketersediaan informasi atas penggunaan devisa dengan memperkuat laporan lalu lintas devisi (LLD). Dalam hal ini, pelaku LLD wajib melaporkan penggunaan devisanya dengan melengkapi dokumen pendukung untuk transaksi dengan nilai tertentu. Ketentuan ini sejalan dengan UU No. 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar dimana Bank Indonesia berwenang meminta keterangan dan data terkait lalu lintas devisa kepada penduduk.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
47
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Terkait dengan pilar pertama, Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar forward, disamping intervensi di pasar spot yang sudah dilakukan. Dalam rangka memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah, Bank Indonesia mengubah mekanisme lelang instrumen moneter, menerbitkan kembali instrumen moneter dengan tenor yang lebih panjang serta menyesuaikan pricing instrumen moneter tersebut. Hal ini guna mendorong penempatan likuiditas bank pada instrumen moneter dengan tenor-tenor yang lebih panjang sekaligus menambah pilihan instrumen. Sementara itu, terkait penguatan pengelolaan permintaan dan penawaran valas, Bank Indonesia, antara lain menurunkan batas pembelian valas dengan pembuktian dokumen underlying dan mewajibkan penggunaan NPWP, menerbitkan SBI valas, dan menurunkan holding period SBI. Bauran kebijakan tersebut diyakini akan menjaga stabilitas ekonomi di tengah tingginya ketidakpastian global. Secara keseluruhan, berbagai respons kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia cukup efektif dalam memelihara stabilitas makroekonomi selama triwulan III-2015. Hal ini tercermin dari perkembangan inflasi yang terkendali sampai dengan September 2015. Bank Indonesia memandang bahwa target inflasi 2015 sebesar 4±1% akan dapat dicapai. Stabilitas makroekonomi yang masih terjaga juga ditunjukkan oleh defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2015 yang sebesar 1,86% dari PDB, lebih baik dari triwulan sebelumnya yang sebesar 1,95% dari PDB maupun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,02% dari PDB. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi triwulan III-2015 masih meningkat di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global. Nilai tukar relatif terkendali meskipun masih mengalami depresiasi seiring penguatan dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia. Depresiasi Rupiah pada triwulan III-2015 masih lebih kecil dibandingkan depresiasi yang dialami oleh negara-negara peers. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia juga melanjutkan penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter yang selaras dengan pendalaman pasar keuangan. Kajian tersebut dilakukan untuk memperkuat pelaksanaan kerangka kerja kebijakan moneter Bank Indonesia. Selain itu, untuk penguatan kebijakan moneter dilakukan pula kajian Analisis Triangular Trade dan Rantai Nilai di Asia dengan fokus pada Indonesia sebagai masukan dalam penyusunan strategi nasional di era Komunitas Ekonomi ASEAN 2015, Analisis Spillover Kebijakan Moneter, serta pengembangan model ARIMBI (Aggregate Rational Inflation – Targeting Model for Bank Indonesia). 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar
Penggunaan instrumen operasi moneter menurun, disebabkan penurunan likuiditas di pasar secara permanen sebagai dampak intervensi nilai tukar.
48
Dalam rangka penguatan pengelolaan moneter dan nilai tukar, Bank Indonesia melanjutkan penyerapan surplus likuiditas harian pada sistem perbankan dengan menyesuaikan suku bunga operasi moneter. Di samping itu, guna menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, Bank Indonesia melakukan intervensi bila diperlukan yang berdampak pada pengurangan likuiditas di pasar uang rupiah dan posisi operasi moneter secara keseluruhan. 3.1.2.1. Pengelolaan Moneter Pengelolaan moneter yang dilakukan Bank Indonesia bertujuan untuk menjaga pergerakan sasaran operasional kebijakan moneter sekaligus memenuhi likuiditas perbankan secara seimbang. Bank Indonesia mengelola likuiditas perbankan tersebut melalui operasi moneter (OM), yaitu dengan melakukan operasi pasar terbuka (OPT) dan koridor suku
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
bunga (standing facilities/SF). Standing facilities adalah kegiatan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada bank dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh bank di Bank Indonesia dalam rangka operasi moneter. Pada triwulan III-2015, posisi instrumen operasi moneter Bank Indonesia turun sebesar 13% dari triwulan sebelumnya menjadi Rp210,76 triliun. Penurunan ini terjadi pada hampir seluruh instrumen operasi moneter, antara lain Sertifikat Bank Indonesia/Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBI/SBIS), FX Swap, Sertifikat Deposito Bank Indonesia/Sertifikat Deposito Bank Indonesia Syariah (SDBI/SDBIS), dan Deposit Facility/ Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (DF/FASBIS) masing-masing sebesar 31%, 22%, 20% dan 13%. Penurunan ini terutama disebabkan adanya penurunan likuiditas di pasar secara permanen sebagai dampak intervensi nilai tukar Bank Indonesia. Sedangkan instrumen reserve repo surat berharga negara (RR SBN) meningkat tipis sebesar 4% dibanding triwulan sebelumnya. Pergerakan suku bunga instrumen operasi moneter pada triwulan III-2015 naik cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang disebabkan adanya suku bunga tenor tertentu yang menjadi sasaran operasi moneter Bank Indonesia.
Rp triliun 800 700 600 500 400 300 200 100 0 -100 -200
7,50% FX Swap Repo RR SBN TD SDBI SBI/S SBIS SBI LF/S LFS LF DF/S DFS DF Outs. OM Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
2014
Tw III
Tw III-2014 Tw II-2015
7,00%
Tw III-2015
6,50% 6,00% 5,50% 5,00%
ON
1m
2m
1b
2b
3b
6b
9bl
12bl
2015
Grafik 3.1 Outstanding Operasi Moneter
Grafik 3.2 Suku Bunga Instrumen Operasi Moneter
Berdasarkan komposisinya, instrumen operasi moneter pada triwulan III-2015 masih didominasi oleh penempatan pada SF, yaitu Deposit Facility (DF) dan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS) sebesar 32% dari total posisi operasi moneter. Posisi DF tersebut meningkat tipis dari triwulan sebelumnya sebesar 31%. Sementara itu, proporsi instrumen SDBI, SBI-SBIS, RR SBN, dan FX Swap adalah masing-masing sebesar 15%, 15%, 19% dan -19%.
Komposisi OM Tw. II-2015
FX Swap -21%
Komposisi OM Tw. III-2015
FX Swap -19%
DF/S 31%
DF/S 32%
RR SBN 19%
RR SBN 15% SDBI 15%
SBI/S 18%
SDBI 15%
SBI/S 15%
Grafik 3.3 Komposisi Instrumen Operasi Moneter
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
49
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar Kebijakan stabilisasi nilai tukar di pasar valas domestik dan SBN dilakukan untuk menjaga nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya.
Kebijakan pengelolaan nilai tukar Bank Indonesia bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia dapat melakukan intervensi valuta asing di pasar domestik. Pada triwulan III-2015 pergerakan Rupiah dibayangi oleh kuatnya tekanan yang berasal dari faktor eksternal, yaitu rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve), perlambatan ekonomi global dan depresiasi mata uang Tiongkok. Ketiga faktor tersebut menyebabkan terjadi sentimen risk-off terutama pada negara-negara emerging termasuk Indonesia. Pada triwulan III-2015, rupiah secara rata-rata melemah 5,58% (qtq) ke level Rp13.865 per dolar AS. Secara point-to point, rupiah juga mencatat pelemahan sebesar 9,88% ke level Rp14.460 per dolar AS Pelemahan Rupiah yang paling tajam pada periode laporan terjadi setelah Tiongkok mendepresiasi mata uangnya pada tanggal 12 Agustus 2015. Beberapa mata uang yang menjadi worst performer currencies pada periode yang sama antara lain mata uang Real Brazil (-20%), Ringgit Malaysia (-15%), Rubel Rusia (-15%), Peso Kolombia (-14%), Rand Afrika Selatan (-12%) dan Lira Turki (-11%). Sementara itu mata uang yang kinerjanya lebih baik daripada Rupiah diantaranya Peso Chile (-8%), Peso Mexico (-7%), Baht Thailand (-7%), Dong Taiwan (-6%) dan Peso Filipina (-3,5%). Sentimen risk-off di tengah perlambatan ekonomi domestik menyebabkan keluarnya modal asing dari saham dan SBN dan menambah tekanan pelemahan rupiah di tengah tingginya kebutuhan valas untuk kegiatan ekonomi. Di tengah kondisi demikian, Bank Indonesia melakukan upaya stabilisasi nilai tukar n dengan melakukan penjualan dolar AS ke pasar valas domestik dan pembelian SBN untuk menahan sell-off asing.
Apresiasi/Depresiasi Nilai Tukar Negara Emerging Terhadap USD (Periode 1 Juli s.d 30 September 2015)
Polish Zloty -0,34 Peruvian New Sol -1,73 Chinese Renminbi -2,43 Indian Rupee -3,03 Argentine Peso -3,46 Philippine Peso -3,49 Singapore Dollar - 5,25 South Korean Won -5,72 Taiwanese Dollar -6,03 Thai Baht -6,94 Mexican Peso -7,16 Chilean Peso -8,23 Indonesian Rupiah -9,05 Turkish Lira-11,02 South African Rand -12,01 Colombian Peso -14,5 Russian Ruble - 14,67 Malaysian Ringgit - 14,72 Brazilian Real -20,21 -22 -17 -12 -7 -2 Sumber: Bloomberg
Grafik 3.4 Apresiasi/depresiasi Nilai Tukar Negara Emerging
50
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
Romanian Leu 2,23 Hungarian Forint 1,18 Czech Koruna 1,16 Bulgarian Lev 0,96 Hong Kong Dollar 0,03
Ket: dalam % 3
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah Pada triwulan III-2015, kegiatan koordinasi pengendalian inflasi yang ditempuh oleh Bank Indonesia dengan Pemerintah di tingkat pusat dan daerah difokuskan pada upaya menindaklanjuti kesepakatan dan arahan Presiden RI pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) VI Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Beberapa langkah prioritas yang ditempuh antara lain adalah percepatan pembangunan infrastruktur pangan guna mendukung peningkatan kapasitas produksi pangan, pembenahan efisiensi pengelolaan logistik pangan dan rantai distribusi, serta penguatan koordinasi dan sinergi pengendalian inflasi dalam mendukung pencapaian sasaran inflasi. Realisasi langkah prioritas dilakukan melalui sejumlah program utama yang dirumskan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID untuk menjadi quick wins tindak lanjut, yaitu. 1) Memperkuat peran TPID dalam mengawal stabilitas harga di daerah dengan dukungan ketersediaan anggaran yang memadai. Pokjanas TPID telah melakukan pembahasan bersama dengan Kementerian Keuangan untuk memberi masukan dalam perumusan formula Dana Insentif Daerah (DID) yang dikaitkan dengan kinerja pengendalian inflasi daerah. Kinerja pengendalian inflasi daerah akan menjadi salah satu komponen yang diperhitungkan dalam menilai kinerja ekonomi dan kesejahteraan suatu daerah. Sebagai tindak lanjut, Pokjanas TPID juga menyempurnakan formula penilaian kinerja TPID Terbaik dan TPID Berprestasi dengan melibatkan expert panel dari akademisi yang kompeten dalam bidang ekonomi regional serta terlibat aktif dalam perkembangan TPID.
Bank Indonesia dan Pemerintah mengimplemen tasikan beberapa langkah prioritas dalam memperkuat sinergi pengendalian inflasi dan pengembangan ekonomi daerah.
2) Memperkuat ketersediaan data dan informasi untuk mendukung kebijakan stabilisasi harga di daerah. Pokjanas TPID telah mengembangkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional sebagai “rumah bagi data PIHPS daerah” yang berisi data pantauan harga di pasar. Saat ini telah selesai dilakukan proses integrasi data harga di tingkat konsumen pada 109 kabupaten/kota dan dilakukan penyesuaian fitur tampilan web berdasarkan masukan dari daerah. 3) Penguatan kerja sama dan koordinasi antara TPID dan Pokjanas TPID serta TPI Perkembangan jumlah TPID yang cukup signifikan memerlukan penguatan koordinasi dalam rangka sinkronisasi program dan kebijakan. Sebagai upaya mengatasi isu span of control, Pokjanas TPID secara bertahap melakukan pembahasan untuk memperkuat sekretariat Pokjanas TPID antara lain melalui perumusan mekanisme kerja, penyediaan sumber daya untuk operasional rutin, dan penyesuaian dokumen dasar hukum. Sementara itu, kegiatan koordinasi pengendalian inflasi di tingkat pusat yang diakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi (TPI) berfokus pada upaya pengendalian harga pangan dan energi. Kegiatan koordinasi pengendalian harga pangan bertujuan untuk meminimalisir dampak musim kering terhadap harga pangan, khususnya beras. Sementara itu, koordinasi di bidang energi dilakukan melalui pembahasan kebijakan reformasi energi pada Tarif Tenaga Listrik (TTL) Rumah Tangga serta penyesuaian harga Liquid Petroleum Gas (LPG) 3 kg pada tahun 2016 untuk mendukung alokasi subsidi yang lebih tepat sasaran dan pencapaian sasaran inflasi. Dampak musim kering tercermin dari tren kenaikan harga beras yang terjadi pada sepanjang triwulan III-2015. Mempertimbangkan hal tersebut, TPI merekomendasikan untuk memperkuat cadangan beras pemerintah di Bulog. Pemerintah merespon dengan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
51
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
baik rekomendasi tersebut dengan kebijakan impor beras pada akhir triwulan III-2015 guna menjaga kecukupan pasokan. Di samping itu, Pemerintah juga telah mempersiapkan langkah-langkah mitigasi musim kering dari sisi produksi, antara lain melalui perbaikan penyediaan air dan perluasan areal tanam. Koordinasi di bidang energi dilaksanakan melalui pembahasan kebijakan reformasi energi khususnya terkait TTL Rumah Tangga serta harga LPG 3 kg untuk mendukung alokasi subsidi yang lebih tepat sasaran serta terkendalinya tingkat inflasi. Pokok-pokok pembahasan tersebut meliputi (i) rencana waktu implementasi kebijakan penyesuaian TTL Rumah Tangga dengan daya 1.300VA dan 2.200VA sesuai tarif keekonomiannya pada tahun 2016 dan dampaknya terhadap inflasi, (ii) mekanisme dan rencana waktu implementasi kebijakan alokasi subsidi dan tarif listrik rumah tangga dengan daya 450VA dan 900VA serta dampaknya terhadap inflasi, (iii) rencana waktu implementasi kebijakan alokasi subsidi dan harga LPG 3 kg pada tahun 2016 serta dampaknya terhadap inflasi. Dalam rangka pencapaian sasaran inflasi 2016-2018, TPI dan Pokjanas TPID telah menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi. Pada triwulan III-2015, guideline pengendalian inflasi nasional dan daerah di 2015-2018 telah di-update dengan perkembangan terkini dan akan ditandatangani oleh Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada triwulan IV-2015. Penandatanganan guideline pengendalian inflasi nasionaakan menguatkan komitmen Bank Indonesia dan Pemerintah dalam menjaga tingkat inflasi di sasaran yang telah ditetapkan. Koordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah juga diperkuat dalam kerangka pengembangan ekonomi daerah. Pelaksanaan koordinasi pengembangan ekonomi daerah antara lain melalui forum Rapat Koordinasi. Pada Rapat Koordinasi 11 Agustus 2015 di Balikpapan, secara khusus didalami isu percepatan pembangunan infrastruktur energi dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Rapat koordinasi membahas berbagai permasalahan dan tantangan serta rekomendasi kebijakan untuk mewujudkan sinergi antara kebijakan makroekonomi, sektoral, dan strategi pembiayaan infrastruktur energi. Sinergi ini penting dalam mencapai ketahanan energi untuk mendukung industrialisasi, sehingga ekonomi Indonesia mampu tumbuh lebih tinggi, berkesinambungan dan inklusif. a. Rapat koordinasi menghasilkan sejumlah kesepakatan penting yang akan diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang konsisten serta bersinergi dengan implementasi yang tepat waktu dan terukur, sesuai dengan kewenangan masing-masing. Beberapa kesepakatan tersebut antara lain adalah: b. Pemerintah akan mempercepat pembangunan infrastruktur energi nasional, termasuk di Kalimantan, untuk mendukung proses hilirisasi berbasis sumber daya alam. Pemerintah daerah akan konsisten mendukung proses pengadaan tanah untuk proyek kelistrikan, antara lain dalam bentuk perencanaan tata ruang wilayah, alternatif penggunaan tanah milik pemda atau BUMD, termasuk dukungan dalam persetujuan prinsip untuk pelaksanaan proyek dan persetujuan kelayakan lingkungan hidup proyek/ AMDAL. c. Pemerintah daerah berkomitmen untuk melakukan penyederhanaan proses perizinan, antara lain melalui PTSP untuk memperbaiki iklim investasi. d. Pemerintah memastikan pelaksanaan program listrik 35.000 MW sesuai rencana dengan jadwal kontrak yang ketat.
52
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
e. Mendorong partisipasi aktif daerah dalam merespons berbagai insentif yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat agar pengembangan infrastruktur energi di daerah dapat dilakukan dengan lebih cepat. f. Terus memperkuat koordinasi dalam memastikan efektivitas dari berbagai kebijakan serta merumuskan langkah-langkah lanjutan yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas makroekonomi. 3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri Sesuai amanat Undang-undang Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri (PLN), menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah. Sejalan dengan fungsi tersebut, BI menatausahakan penarikan Utang Luar Negeri (ULN) Pemerintah baik untuk membiayai proyek tertentu maupun untuk membiayai defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang serta melakukan pembayaran ULN Pemerintah yang jatuh waktu. ULN Pemerintah yang ditatausahakan BI terdiri dari pinjaman multilateral, bilateral, komersial, fasilitas kredit ekspor serta global bonds. Untuk pembiayaan defisit APBN, penarikan ULN Pemerintah dilakukan melalui transfer langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Sedangkan untuk pembiayaan proyek, penarikan dilakukan dengan cara pembayaran langsung, melalui rekening khusus, pembukaan letter of credit (L/C) dan pembiayaan pendahuluan.
Penarikan ULN Pemerintah didominasi oleh penerbitan perdana (new issuance) SUN berdenominasi Euro dan Samurai Bonds.
Pada triwulan III-2015 jumlah penarikan ULN Pemerintah yang ditatausahakan oleh Bank Indonesia mencapai 4,2 miliar dolar AS terutama didominasi oleh.penerbitan perdana (new issuance) SUN berdenominasi Euro seri RIEUR0725 senilai 1,25 miliar euro pada tanggal 23 Juli 2015.Pada SUN yang diterbitkan tersebut, porsi kepemilikan asing yang tercatat sebagai ULN Pemerintah sebesar 1,16 miliar euro. Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan Samurai Bonds senilai 100 miliar yen Jepang, pada tanggal 4 Agustus 2015 yang seluruhnya merupakan porsi kepemilikan asing yang tercatat sebagai ULN Pemerintah. Pada triwulan III-2015 realisasi pembayaran ULN Pemerintah tercatat sebesar 1,6 miliar dolar AS. Pembayaran ULN Pemerintah dilaksanakan berdasarkan perintah pembayaran dari Kementerian Keuangan sesuai rencana pembayaran yang diperoleh dari data administrasi ULN Pemerintah. Aspek utama dalam pembayaran ULN Pemerintah adalah terlaksananya pembayaran cicilan pokok dan bunga yang aman, akurat dan tepat waktu. Hal ini penting karena berpengaruh terhadap reputasi Republik Indonesia dan Bank Indonesia dalam memenuhi kewajiban kepada pemberi utang. Oleh karena itu, Bank Indonesia harus dapat menjamin ketersediaan valuta asing yang diperlukan Pemerintah sesuai dengan valuta pinjaman yang harus dibayarkan. Untuk mendukung kinerja pembayaran ULN yang aman, akurat dan tepat waktu serta menjaga akurasi data realisasi pembayaran ULN Pemerintah, setiap bulan dilakukan rapat koordinasi rekonsiliasi data realisasi pembayaran antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
53
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor Pangsa nilai devisa hasil ekspor di bank devisa dalam negeri meningkat, meskipun dengan nominal nilai yang menurun seiring perlambatan ekonomi.
Pada triwulan III-2015, perkembangan penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama 2014. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan pangsa nilai DHE pada bank devisa dalam negeri terhadap total nilai DHE dari 89,1% menjadi 94,0%. Namun demikian, secara nominal nilai DHE yang diterima bank devisa dalam negeri menurun dari 33 miliar dolar AS menjadi 30,38 miliar dolar AS. Selain itu, aliran DHE yang diterima melalui bank di luar negeri menurun dari 3,79 miliar dolar AS menjadi 1,95 miliar dolar AS atau pangsanya menurun dari 10,9% menjadi 6,0%. Lima komoditas penyumbang DHE terbesar adalah batubara (coal), minyak sawit (palm oil), minyak mentah (crude oil), mesin-mesin (machinary), dan lainnya (others). Bank Indonesia senantiasa mengawasi eksportir yang tidak mematuhi ketentuan DHE dengan mengenakan sanksi adminsitratif berupa denda dan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor. Selama triwulan III-2015, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 253 eksportir atau menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebanyak 410 eksportir. Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 74 eksportir atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 41 eksportir. Selama triwulan III-2015, terdapat 11 eksportir yang dibebaskan penangguhan ekspornya, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 22 eksportir. Untuk meningkatkan efektivitas pemantauan DHE, Bank Indonesia menjalin koordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih efektif. Instansi tersebut antara lain SKK Migas, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, dan asosiasi. Selain itu, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya antara lain sosialisasi maupun coaching clinic kepada eksportir dan bank dalam rangka meningkatkan kualitas pelaporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE). Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan sedang mengkaji rencana integrasi pelaporan RTE dengan portal Indonesia National Single Window (INSW). 3.1.6. Pelaksanaan Kegiatan Statistik, Survei, dan Liaison untuk Mendukung Perumusan Kebijakan
Selain penyelenggaraan survei rutin di sektor riil dan keuangan, dilakukan pula survei khusus yakni Risiko Sistemik Sistem Keuangan Indonesia 2015.
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik antara lain mengumpulkan dan mengolah data, informasi ekonomi, moneter, dan sistem keuangan, serta menyusun laporan/analisisnya. Bank Indonesia juga menyelenggarakan berbagai jenis survei dan liaison yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan, termasuk sektor riil. Di sektor moneter, pada triwulan III-2015 Bank Indonesia telah mempublikasikan statistik Uang dan Bank, Kegiatan Usaha Lembaga Keuangan Nonbank, dan Pasar Uang dan Pasar Modal dalam publikasi Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI). Bank Indonesia juga merilis analisis Uang Beredar secara bulanan. Untuk mendukung asesmen ketidakseimbangan keuangan (financial imbalances), terutama sektor korporasi nonfinansial dan rumah tangga, Bank Indonesia telah melakukan kerja sama dengan berbagai instansi seperti Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, dan Kementerian BUMN. Kerja sama itu untuk mendapatkan data dan informasi maupun menyelenggarakan beberapa survei kepada korporasi nonfinansial dan rumah tangga. Di sektor ekonomi eksternal, pada triwulan III-2015, Bank Indonesia telah mempublikasikan data statistik Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II-2015 dan statistik Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia triwulan II-2015 beserta laporan lengkapnya.
54
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Laporan itu menjelaskan secara komprehensif perkembangan sektor eksternal. Bank Indonesia juga mempublikasikan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) untuk data periode Mei - Juli 2015 dan data posisi cadangan devisa periode Juni - Agustus 2015. Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai publikasi statistik sektor eksternal, Bank Indonesia baik melalui edukasi secara langsung maupun dengan memberikan penjelasan melalui media massa. Pada September 2015, Bank Indonesia menjadi narasumber terkait NPI dan PII Indonesia berdasarkan Balance of Payments and International Investment Position Manual (BPM6) pada kursus singkat Training of Trainer Government Finance Statistics (GFS) yang diadakan oleh Kemenkeu bekerja sama dengan Universitas Brawijaya, Malang. Bank Indonesia juga menjadi nara sumber talkshow melalui media TV mengenai perkembangan Utang Luar Negeri posisi akhir Juli 2015. Dalam rangka mendukung analisis, pengawasan (surveillance) dan perumusan kebijakan terkait Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)/Makroprudensial, Bank Indonesia mempublikasikan Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) secara perdana pada akhir Juni 2015 melalui website Bank Indonesia. SSKI merupakan publikasi statistik triwulanan yang menggambarkan perkembangan berbagai elemen ekonomi terkait sistem keuangan yang menjadi fokus kebijakan makroprudensial/SSK di Indonesia. SSKI mencakup kumpulan data/indikator terkait lembaga keuangan (bank dan institusi keuangan non-bank/IKNB), pasar keuangan (pasar uang dan modal), infrastruktur keuangan (sistem pembayaran, kliring, dan setelmen), termasuk elemen ekonomi terkait (pemerintah, korporasi non-keuangan, dan rumah tangga). Selain itu, SSKI menyajikan beberapa indikator yang berkaitan dengan perkembangan keuangan inklusif (KI), usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta perkembangan sektor properti. Pada September 2015, Bank Indonesia menerbitkan publikasi SSKI ke-2 untuk data periode triwulan II-2015. Publikasi ke-2 tersebut disajikan lebih komprehensif dan lebih lengkap dibandingkan periode perdana, yaitu dengan penambahan indikator kinerja perbankan dan penambahan indikator kinerja IKNB (terdiri atas asuransi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, perusahaan ventura, perusahaan penjaminan, perusahaan pembiayaan infrastruktur). Selain itu, Bank Indonesia secara rutin menyelenggarakan berbagai survei untuk mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor keuangan. Beberapa survei yang secara rutin dilakukan Bank Indonesia antara lain adalah Survei Konsumen (SK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SBank), Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME), dan lain-lain. Selain survei, Bank Indonesia melakukan in-depth interview melalui kegiatan liaison (hubungan) kepada pelaku bisnis utama (keybusiness persons) untuk memperoleh informasi dan pandangan pelaku bisnis utama terhadap kondisi perekonomian terkini dan ke depan. Selain melakukan survei yang bersifat rutin dan liaison, Bank Indonesia melakukan survei bertopik khusus yaitu Survei Khusus Sektor Riil (SKSR). Pada triwulan III-2015, survei yang dilakukan melalui SKSR adalah Survei Risiko Sistemik Sistem Keuangan Indonesia 2015. Survei ini bertujuan untuk mengidentifikasi prioritisasi risiko sistemik dalam Sistem Keuangan Indonesia dan mengetahui tingkat kepercayaan responden atas Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
55
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2. Stabilitas Sistem Keuangan Mencermati kondisi pelemahan ekonomi dan kinerja industri keuangan, Bank Indonesia menempuh beberapa kebijakan makroprudensial pada triwulan III-2015. Bank Indonesia juga terus berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk menjaga kestabilan sistem keuangan Indonesia. Hingga triwulan III-2015, berbagai upaya dan langkah kebijakan Bank Indonesia mampu meminimalisasi potensi risiko di sektor keuangan. Hal itu terefleksi pada indikator kestabilan sistem keuangan.
Indikator Kinerja Utama (IKU) 4. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) 10
Target
Pencapaian Triwulan III-2015
<2 1,02
Meski mengalami tekanan, kondisi sistem keuangan Indonesia terjaga stabil sebagaimana tercemin pada Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) triwulan III-2015 yang berada di bawah batas toleransi. Kondisi yang terjaga juga dicerminkan dari indeks pembentuk ISSK yakni Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK) dan Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK) yang sebesar 0,82 (ISIK) dan 1,19 (ISPK). Mencermati kondisi ini, Bank Indonesia berupaya untuk mengurangi tekanan di pasar keuangan dengan merelaksasi ketentuan makroprudensial untuk mendorong fungsi intermediasi. 5. % Pelaksanaan Stress Test terhadap Ketahanan Industri Perbankan melalui pemeriksaan bank yg mewakili 45% aset dari seluruh total aset perbankan.
75% 80%
Untuk mendukung tugas menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan terkait dengan stress test ketahanan industri perbankan, dengan capaian (80%) lebih tinggi dari target (75%). Kegiatan itu meliputi finalisasi model dan implementasi stress test terhadap ketahanan industri perbankan melalui pemeriksaan terhadap 8 bank besar yang memiliki pengaruh signifikan terhadap industri perbankan.
3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial Menindaklanjuti relaksasi kebijakan makroprudensial pada triwulan sebelumnya, diterbitkan ketentuan pelaksanaan mengenai rasio loan to value untuk pembiayaan properti dan pembiayaan kendaraan bermotor, serta giro wajib minimum bank umum dalam rupiah dan valuta asing bagi bank umum konvensional.
56
Dalam melaksanakan mandat sebagai otoritas makroprudensial, Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Melalui fungsi tersebut, Bank Indonesia berupaya untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik di sistem keuangan. 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial Pada triwulan III-2015, kegiatan pengaturan makroprudensial difokuskan pada implementasi dan penyusunan ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia yang diterbitkan pada triwulan II-2015. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan mengenai rasio loan to value atau rasio financing to value untuk kredit atau pembiayaan properti dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor.11 Selain itu, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan untuk pihak eksternal dan internal mengenai giro wajib minimum bank umum dalam rupiah dan valuta asing bagi bank umum konvensional.12 Selain fokus pada implementasi ketentuan pelaksanaan tersebut di atas, Bank Indonesia mempersiapkan pengaturan countercyclical buffer (CCyB). Pengaturan tambahan modal 10 11 12
Rata-rata Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) termasuk indeks pembentuknya meliputi Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK) dan Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK). Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/25/DKMP tanggal 26 Juni 2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Surat Edaran Bank Indonesia No.17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 tentang Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/35/INTERN tanggal 1 Juli 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
berupa CCyB merupakan pengaturan instrumen makroprudensial yang relatif baru. Selain itu, mempertimbangkan CCyB merupakan bagian dari pengaturan permodalan bank, maka dalam penyusunannya Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). CCyB merupakan tambahan modal yang dibentuk bank dalam rangka mengantisipasi terjadinya kondisi prosiklikal dalam pemberian kredit yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. Ketentuan mengenai CCyB direncanakan untuk diberlakukan pada 1 Januari 2016. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia juga melanjutkan pembahasan mengenai beberapa ketentuan baik berupa ketentuan eksternal maupun internal. Ketentuan itu meliputi ketentuan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional dan Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum Syariah (Ketentuan FPJP/FPJPS). Penyempurnaan ketentuan FPJP/FPJPS ditujukan untuk meningkatkan aspek kehati-hatian dalam proses pemberian FPJP/FPJPS kepada bank oleh Bank Indonesia dan mengatur koordinasi dengan OJK. Dalam hal ini, penyempurnaan tersebut meliputi adanya peranan OJK dalam pemberian FPJP/FPJPS, penambahan agunan yang eligible, penyempurnaan persyaratan agunan, dan penyempurnaan mekanisme FPJP/FPJPS. Pada periode yang sama, Bank Indonesia juga tengah mempersiapkan ketentuan internal mengenai kerangka kebijakan makroprudensial dan ketentuan protokol manajemen krisis. Ketentuan mengenai kerangka kebijakan makroprudensial dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat menjalankan peranannya secara optimal sebagai otoritas makroprudensial. Ketentuan ini mengatur antara lain sasaran, strategi, indikator, instrumen kebijakan makroprudensial, dan koordinasi di internal Bank Indonesia dan antar otoritas. Ketentuan ini sekaligus melengkapi ketentuan mengenai pengaturan dan pengawasan makroprudensial13 yang diterbitkan pada tahun sebelumnya. Penyempurnaan ketentuan protokol manajemen krisis Bank Indonesia dilakukan agar sesuai dengan dinamika perubahan dalam struktur organisasi Bank Indonesia pasca-beralihnya peran pengaturan dan pengawasan bank secara mikroprudensial kepada OJK. Selain penyempurnaan ketentuan di atas, pada triwulan III-2015, Bank Indonesia bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan otoritas terkait yakni Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melanjutkan pembahasan mengenai kerangka hukum di sektor keuangan. Sesuai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015, Rancangan Undang-Undang (RUU) di sektor keuangan yang terkait dengan tugas Bank Indonesia adalah RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), RUU tentang Bank Indonesia, dan RUU tentang Perbankan. Penyusunan RUU JPSK dan Amandemen terhadap RUU Bank Indonesia diperlukan guna mengharmonisasikan peran masing-masing otoritas dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Sementara amandemen terhadap RUU Perbankan bertujuan untuk memperkuat peran perbankan sebagai lembaga intermediasi dan agen pembangunan ekonomi yang sejalan dengan kepentingan nasional.
13
Peraturan Bank Indonesia No.16/11/PBI/2014 tanggal 1 Juli 2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
57
BOKS
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BOKS
Relaksasi Pengaturan Makroprudensial
Dengan penurunan pertumbuhan ekonomi yang masih berlangsung sampai dengan triwulan II 2015 yang ditandai dengan penurunan capital inflow, meningkatnya current account deficit, dan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB), Bank Indonesia berusaha untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan mendorong penyaluran kredit perbankan dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian. Dengan mendasarkan pada pertimbangan di atas, maka Bank Indonesia melakukan relaksasi ketentuan mengenai Giro Wajib Minimum dan Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/10/PBI/2015 tanggal 18 Juni 2015 tentang “Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor” (PBI LTV/FTV) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/11/PBI/2015 tanggal 26 Juni 2015 tentang “Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional” (PBI GWM) beserta dengan peraturan pelaksanaannya. Dari sisi PBI LTV/FTV, penyesuaian terhadap PBI LTV/FTV lebih menitikberatkan pada pelonggaran rasio LTV/FTV untuk masing-masing tipe properti dan urutan fasilitas kredit. Meskipun terdapat pengaturan lain mengenai tata cara penilaian agunan dan persyaratan jaminan dari pengembang. Pelonggaran rasio LTV/FTV berlaku bagi Bank yang memiliki risiko kredit yang rendah. Adapun pelonggaran untuk masing-masing tipe properti dan urutan fasilitas kredit ditetapkan sebesar 10% baik untuk bank konvensional maupun bank umum syariah/unit usaha syariah-BUS/UUS (akad murabahah dan istishna) dibandingkan kebijakan LTV/FTV pada tahun 2013. Sedangkan untuk BUS/UUS dengan akad MMQ & IMBT ditetapkan pelonggaran sebesar 5%. Selain itu dalam rangka memberikan penjelasan lebih lanjut sekaligus untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh stakeholders, Bank Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/25/DKMP tentang “Rasio Loan To Value atau Rasio Financing To Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor”. Dengan penerbitan Surat Edaran dimaksud, maka diharapkan adanya kesamaan pandang mengenai pengaturan dalam PBI LTV sehingga terdapat keseragaman dalam implementasi ketentuan tersebut yang pada akhirnya dapat mendorong penyaluran kredit properti maupun kredit kendaraan bermotor. Terkait PBI GWM, penyesuian yang dilakukan antara lain terhadap rumusan GWM Loan to Deposit Ratio (LDR) dengan memperluas komponen pendanaan dan mendorong penyaluran kredit ke sektor UMKM dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian melalui mekanisme insentif/disinsentif. Dalam hal ini, rincian pokok-pokok penyesuaiannya antara lain meliputi: 1. Memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank sebagai komponen pendanaan (funding) selain Dana Pihak Ketiga (DPK) sehingga istilah Loan to Deposit Ratio (LDR) menjadi Loan to Funding Ratio (LFR).
58
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
2. Pemberian insentif dalam bentuk pelonggaran batas atas perhitungan LFR hingga 94% yang dikaitkan dengan pencapaian kredit UMKM dan pemenuhan persyaratan rasio Non Performing Loan (NPL). 3. Pengenaan disinsentif dalam bentuk pengurangan jasa giro dalam hal bank tidak mencapai target kredit UMKM dan/atau tidak memenuhi persyaratan rasio NPL. Dengan adanya penyesuaian tersebut di atas, diharapkan agar dapat mendorong penyaluran kredit perbankan kepada masyarakat termasuk kredit kepada UMKM sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi.
3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial Pengawasan makroprudensial merupakan pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia terhadap sistem keuangan untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan. Pengawasan makroprudensial dilakukan melalui surveillance terhadap sistem keuangan, dan jika diperlukan dilakukan pemeriksaan terhadap bank dan lembaga lainnya yang memiliki keterkaitan dengan bank. Secara umum, siklus pengawasan makroprudensial dapat digambarkan dalam kerangka sebagai berikut:
Sebagai implementasi program transformasi, saat ini sedang dikembangkan Center of Excellence untuk membangun pengawasan sistem keuangan yang komprehensif, terarah, dan efisien.
Gambar 3.1 Siklus Pengawasan Makroprudensial
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
59
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Surveillance dilakukan dalam rangka monitoring, identifikasi, dan asesmen terhadap potensi risiko sistemik yang mungkin timbul pada sistem keuangan. Monitoring terhadap potensi risiko sistemik dilakukan terhadap unsur-unsur/elemen-elemen di dalam sistem keuangan, seperti lembaga keuangan, pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, maupun kondisi makroekonomi yang dikaitkan dengan siklus keuangan. Dari hasil monitoring akan diidentifikasi pemicu risiko sistemik, antara lain melalui beberapa indikator deteksi dini (early warning indicator) yang mencerminkan kondisi stabilitas sistem keuangan dan kemungkinan transmisinya ke elemen sistem keuangan. Selanjutnya, Bank Indonesia melakukan asesmen/analisis terhadap potensi risiko sistemik dengan berbagai alat (tools) seperti bottom up stress test, penetapan peringkat untuk menilai kerentanan industri perbankan (banking industry rating) dengan fokus pada bank-bank tertentu yang apabila mengalami tekanan berpotensi menimbulkan risiko sistemik (Domestic Systemically Important Bank/D-SIB), dan penetapan risiko-risiko utama yang perlu menjadi perhatian (risk register). Apabila dipandang perlu, Bank Indonesia akan melakukan pemeriksaan makroprudensial berupa pemeriksaan tematik maupun kepatuhan. Pemeriksaan tematik merupakan pemeriksaan untuk menilai atau meneliti lebih lanjut kondisi dan praktik yang dilakukan bank memiliki potensi risiko sistemik yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. Adapun pemeriksaan kepatuhan merupakan pemeriksaan untuk menilai dan meyakini bahwa praktik yang dilakukan bank sesuai dengan ketentuan makroprudensial (compliance based). Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap SIB dan/atau bank lainnya yang berpotensi memberikan dampak sistemik. Pemeriksaan bisa dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan afiliasi, dan perusahaan anak dari bank, apabila perusahaan-perusahaan tersebut dinilai memberikan eksposur risiko yang signifikan terhadap bank atau berdampak sistemik. Selanjutnya, berdasarkan hasil pengawasan makroprudensial, Bank Indonesia dapat memberikan rekomendasi dan/atau sanksi kepada bank. Hasil pengawasan makroprudensial juga dapat menjadi bahan rekomendasi dalam perumusan kebijakan Bank Indonesia. Dalam hal terdapat hasil pengawasan makroprudensial yang terkait dengan kewenangan otoritas lain, Bank Indonesia akan menyampaikan rekomendasi hasil pengawasan makroprudensial kepada otoritas lain yang juga berwenang terhadap fungsi/ peran stabilitas sistem keuangan Aktivitas pengawasan makroprudensial yang dilakukan sampai dengan triwulan III-2015 antara lain terdiri dari: 1. Analisa harian, mingguan, bulanan dan triwulanan atas kondisi likuiditas perbankan, market activity, pelaksanaan fungsi intermediasi dan risiko kredit, risiko pasar, tingkat efisiensi dan ketahanan (resiliensi) industri perbankan, serta analisa keterkaitan (interconnectedness) antara bank dan institusi keuangan non bank (IKNB). 2. Pengembangan sistem informasi surveillance sistem keuangan dan pengawasan makroprudensial, dalam rangka deteksi dini (early warning indicator) atas kondisi suatu bank dan sistem keuangan. 3. Pengembangan tools yang digunakan dalam pengawasan makroprudensial, seperti stress test individual D-SIB (bottom up stress test). Pengembangan ini dilakukan dengan memperhatikan karakteristik bisnis (business model) yang dimiliki oleh D-SIB dan kerentanan (vulnerability) DSIB terhadap dampak guncangan yang berasal dari kondisi makro ekonomi (macro shocks). Proses pengembangan tersebut dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan sistem pelaporan bank, tingkat kedalaman
60
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
data (data granularity), dan kesesuaian metodologi stress test yang dapat mencerminkan model bisnis individual D-SIB. 4. Pelaksanaan pengembangan kompetensi sumber daya manusia di bidang pengawasan makroprudensial, dalam bentuk pendidikan sertifikasi makroprudensial secara berkelanjutan. 5. Bank Indonesia telah melakukan pemeriksaan tematik terhadap enam bank sehubungan dengan volatilitas nilai tukar rupiah terhadap USD yang cukup tinggi. Cakupan pemeriksaan aantara lain terkait kebijakan penetapan harga (price formation) oleh bank dalam kondisi terdapat potensi tekanan risiko makro dan implementasi ketentuan Bank Indonesia terkait transaksi valuta asing. Selain itu, Bank Indonesia telah melakukan pemeriksaan tematik likuiditas terhadap delapan bank, dengan fokus pada ketahanan likuiditas dan evaluasi atas kesiapan perbankan domestik terhadap penerapan macro bottom up stress test. 6. Koordinasi dengan otoritas lain khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan pertukaran informasi hasil pengawasan maupun rencana pemeriksaan lembaga keuangan. 7. Bank Indonesia juga aktif terlibat dalam rapat koordinasi Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dalam rangka persiapan dan implementasi Protokol Manajemen Krisis. Berkaitan dengan salah satu program transformasi Bank Indonesia yaitu untuk membangun pengawasan yang komprehensif, terarah dan efisien serta monitoring terhadap risiko sistemik yang diprioritaskan, saat ini Bank Indonesia sedang membangun Center of Excellence (CoE) di bidang pengawasan BI, dengan guiding principles CoE pengawasan sebagai berikut: 1. Mengutamakan aspek Governance,
Dimana fungsi pengaturan-perizinan (kelembagaan dan kepesertaan di BI) tidak boleh dalam satu payung dengan fungsi pengawasan.
2. Desain COE hanya mencakup fungsi pengawasan. 3. Tujuan COE: Pengawasan yang mendukung pelaksanaan implementasi kebijakan utama Bank Indonesia. 4. Obyek pengawasan adalah seluruh pihak yang wajib tunduk kepada ketentuan BI dalam konteks BI sebagai regulator. 5. Asesmen yang dilakukan COE adalah dalam konteks pengawasan tidak langsung (surveillance) dan bukan dalam konteks asesmen untuk pengambilan kebijakan. 6. Ruang lingkup pengawasan Moneter, MP dan SP adalah terkait dengan perilaku setiap orang, korporasi, lembaga keuangan dan pihak-pihak lainnya yang dapat membahayakan stabilitas moneter, ssk dan sp. Dengan demikian, asesmen yang dilakukan oleh fungsi surveillance di Departemen terkait dalam rangka kebijakan tidak termasuk dalam ruang lingkup pengawasan COE. 7. COE tidak mencakup fungsi: a. pengelolaan pelaporan (absensi dan kewajaran) agar lebih fokus dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengawasan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
61
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
b. Kegiatan verifikasi transaksi yang dilakukan BI dengan pihak lain seperti validasi transaksi swap lindung nilai 3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah Kerja sama nasional dan internasional terus dilakukan dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah serta perbaikan tata kelola lembaga sosial melalui standarisasi zakat dan wakaf.
Komitmen Bank Indonesia untuk mengembangkan perekonomian syariah masih terus dipertahankan dalam batas-batas kewenangan Bank Indonesia. Keterlibatan Bank Indonesia dalam perekonomian Syariah bertujuan untuk meningkatkan kontribusi ekonomi syariah dalam perekonomian nasional. Selain itu, ekonomi syariah juga memiliki keterkaitan dengan tugas Bank Indonesia dalam mendukung kestabilan harga dan stabilitas sistem keuangan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam mengembangkan ekonomi syariah adalah dengan mendorong perbaikan tata kelola lembaga sektor sosial melalui penyusunan Zakat Core Principles dan Wakaf Core Principles, serta membantu merumuskan arah pengembangan pengelolaan Wakaf ke depan. Peran serta Bank Indonesia dalam perbaikan tata kelola lembaga sektor sosial bertujuan agar pengelolaan dana zakat dan wakaf yang sangat besar dapat bermanfaat di dalam mendukung perekonomian nasional, baik melalui perluasan akses keuangan (financial inclusion), pemanfaatan dana murah untuk pemberdayaan UMK, maupun untuk pengelolaan asset-aset produktif yang kelak akan menjadi underlying asset bagi penerbitan SUKUK dalam rangka pendalaman pasar keuangan syariah. Upaya pemanfaatan zakat untuk sektor produktif akan membantu dalam pemecahan tingkat konsentrasi pada sekelompok pihak tertentu melalui penciptaan basis debitur institusi keuangan yang lebih luas. Tingkat konsentrasi yang menyebar akan mempersempit terjadinya peluang instabilitas dalam sistem keuangan sehingga secara keseluruhan dapat membantu kestabilan sistem keuangan. Dampak zakat dan wakaf tidak hanya terbatas pada penciptaan stabilitas sistem keuangan, namun berdampak juga dalam penciptaan stabilitas harga melalui perluasan basis produksi yang akan mendorong tersedianya supply produksi dalam jumlah yang semakin besar dan akan berpengaruh terhadap inflasi. Terkait dengan upaya pemanfaatan zakat, pada triwulan III-2015, Bank Indonesia telah melakukan kegiatan seebagai berikut: (i) diskusi draft road map, serta standar wakaf dengan Badan Wakaf (BWI) dan stakeholder wakaf di Indonesia, (ii) diskusi pengembangan struktur sukuk wakaf sebagai alternatif instrumen keuangan syariah dengan Kementrian Keuangan dan OJK, (iii) pelaksanaan pilot project pengembangan bisnis model dengan pemberdayaan dana zakat dan wakaf, (iv) pelaksanaan kajian key success factor pesantren, dan (v) melakukan persiapan materi untuk pelaksanaan public hearing on consultative paper on zakat core principles serta pertemuan ke-4 working group on zakat core principles yang akan dilaksanakan pada triwulan IV-2015. Kajian key success factor pesantren dilaksanakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang secara signifikan menentukan keberhasilan pesantren dalam bidang tertentu (segi pendidikan formal, pengembangan entrepreneurship, atau mencetak hafidz). Kajian ini dilaksanakan pada beberapa pesantren di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Bengkulu, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Pengembangan ekonomi syariah juga dilakukan melalui pengembangan dan penguatan ekonomi pesantren. Peran pesantren dalam pengembangan ekonomi nasional tidak hanya terbatas pada pengembangan pendidikan tetapi juga pada bidang pertanian, perkebunan, perdagangan retail, dan jasa keuangan syariah melalui pendirian Baitul Maal Wa Tamwil (Koperasi Jasa Keuangan Syariah). Pengembangan usaha pesantren ini selain
62
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
memberikan manfaat bagi peningkatan pendapatan pesantren, juga berfungsi sebagai sarana pembelajaran santri dalam berwirausaha dan penyedia kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat sekitar. Dalam rangka pengembangan ekonomi pesantren, Bank Indonesia telah menyepakati kerja sama dengan Kementerian Agama.14 Selain itu, dalam kesempatan yang sama, Bank Indonesia, OJK, Kantor Gubernur Jawa Timur, dan Pimpinan/Pengurus 17 Pondok Pesantren di daerah Jawa Timur menandatangani Deklarasi Surabaya untuk mendorong pengembangan dan penguatan ekonomi pesantren (Gambar 3.2).
Gambar 3.2
3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valuta Asing) Upaya pendalaman pasar keuangan terus dilakukan oleh Bank Indonesia secara berkesinambungan. Pasar keuangan yang dalam, likuid dan efisien diperlukan guna mendukung transmisi kebijakan moneter dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Melalui pasar keuangan yang dalam, likuid dan efisien, penyediaan likuiditas baik jangka pendek maupun jangka panjang bagi pelaku pasar/agen ekonomi serta kelancaran intermediasi di pasar keuangan dapat dilakukan secara efektif dan efisien ke sektor produktif yang pada gilirannya dapat berkontribusi positif dalam meningkatkan efektifitas transmisi kebijakan moneter. Dalam proses pendalaman pasar uang dan pasar valas, termasuk didalamnya pendalaman pasar berbasis syariah, Bank Indonesia melakukan pendalaman pasar dengan menggunakan
14 Nota Kesepahaman No. 16/2/GBI/DPAU/NK dan No. 19 tahun 2014 tanggal 5 November 2014 antara Bank Indonesia (BI) dengan Kementerian Agama (Kemenag) tentang Pengembangan Kemandirian Ekonomi Lembaga Pondok Pesantren dan Peningkatan Layanan Non Tunai untuk Transaksi Keuangan di Lingkungan Kementerian Agama.
Pendalaman pasar keuangan difokuskan pada pasar repo sebagai alternatif instrumen pengelolaan likuiditas jangka pendek yang memiliki risiko lebih rendah dibandingkan instrumen pasar uang.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
63
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
5 (lima) pilar pengembangan yakni: (i) instrumen dan basis investor, (ii) regulasi dan standardisasi, (iii) infrastruktur, (iv) kelembagaan, serta (v) edukasi dan sosialisasi. Pengembangan di seluruh elemen tersebut dipandang dapat mendorong pendalaman pasar keuangan secara utuh, menuju tercapainya pasar keuangan yang dalam, likuid, dan efisien. Dalam jangka pendek, pendalaman pasar keuangan akan difokuskan pada upaya pengembangan pasar repo sebagai alternatif instrumen pengelolaan likuiditas jangka pendek yang memiliki risiko lebih rendah dibandingkan instrumen pasar uang lainnya sehingga diharapkan aktivitas transaksi di pasar uang dengan jangka waktu yang lebih tinggi mengalami peningkatan. Selain itu, pendalaman pasar keuangan ke depan juga ditujukan untuk meningkatkan penawaran transaksi derivatif valuta asing sebagai antisipasi potensi peningkatan permintaan transaksi derivatif valuta asing. Hal ini sejalan dengan akan diberlakukannya pengenaan sanksi atas kewajiban lindung nilai bagi korporasi non-bank yang memiliki utang luar negeri dalam valuta asing pada triwulan IV2015. Peningkatan volume permintaan transaksi Foreign Exchange Forward di pasar valas domestik telah terjadi sejak awal tahun 2015. Untuk meningkatkan sinergi pelaksanaan program keuangan yang inklusif dengan otoritas terkait, telah disusun Strategi Edukasi Keuangan Inklusif bekerja sama dengan OJK.
3.2.4. Program Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) 3.2.4.1. TabunganKu dan Basic Saving Account (BSA) untuk mendukung Gerakan Indonesia Menabung (GIM) Selama triwulan III-2015, Bank Indonesia bersama OJK melanjutkan penyusunan kajian penyempurnaan fitur TabunganKu yang bersinergi dan terintegrasi dengan tabungan berkarakteristik basic saving account (BSA) yang telah dimulai pada triwulan II-2015. Untuk memperkuat hasil kajian, Bank Dunia membantu penyediaan konsultan. 3.2.4.2. Perluasan Pelaksanaan Edukasi Keuangan kepada Masyarakat Dalam rangka menentukan kerangka kebijakan dan strategi pelaksanaan edukasi keuangan, Bank Indonesia dan OJK telah menyusun Strategi Edukasi Keuangan Inklusif pada triwulan III-2015 dengan mempertimbangkan hal- hal sebagai berikut: a. Evaluasi pelaksanaan edukasi keuangan b. Hasil survei edukasi keuangan Bank Indonesia (Juni 2015) dan survei edukasi oleh OJK (2014). c. Praktik internasional, yaitu strategi edukasi keuangan di beberapa negara. d. Strategi dan kebijakan Bank Indonesia di bidang elektronifikasi, keuangan inklusif, dan kebijakan lain yang terkait pengembangan akses keuangan Konsep strategi edukasi keuangan inklusif tersebut mencakup beberapa hal sebagai berikut. a. Target pencapaian b. Penyusunan materi edukasi yang akan disusun secara bertahap c. Kegiatan monitoring, yaitu test/kuesioner/survei secara periodik. d. Roadmap edukasi keuangan inklusif 2015-2019.
64
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
e. Inisiasi forum koordinasi dan kerja sama di bidang edukasi sebagai sarana koordinasi, komunikasi, dan harmonisasi antara Bank Indonesia dan kementerian/lembaga (K/L) untuk penyelenggaraan edukasi keuangan, peningkatan perilaku, dan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan keuangan. Sasaran dalam pelaksanaan edukasi keuangan masyarakat adalah pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga/wanita pengusaha, petani/nelayan/pedagang, tenaga kerja migran (TKI), buruh/penerima bantuan pemerintah/masyarakat terpencil/masyarakat terdepan/ masyarakat lainnya, dan UMKM. Sejalan dengan strategi edukasi keuangan, pada triwulan III-2015 juga telah tersedia Modul Edukasi bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan masuk kurikulum untuk Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) dalam pengajaran oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Modul Edukasi Keuangan–TKI direncanakan dalam suatu rangkaian pelatihan bagitraining of master trainer (ToMT), training of trainer (ToT), dan training of beneficiary (ToB). Bank Indonesia juga melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan literasi keuangan, antara lain pelaksanaan edukasi yang mencakup berbagai topik seperti keuangan inklusif, elektronifikasi, Layanan Keuangan Digital (LKD), Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), dan perencanaan keuangan sederhana, termasuk gerakan menabung. Edukasi ini dilakukan di berbagai daerah di Indonesia dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, dan perbankan. 3.2.4.3. Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD) Untuk menjangkau dan mempermudah penerimaan masyarakat, pengenalan LKD dapat dilakukan dengan pendekatan komunitas, salah satunya melalui pondok pesantren. Sebagai institusi pendidikan berbasis Islam yang khas Indonesia, pesantren memiliki akar kuat di masyarakat. Pesantren memiliki norma, jaringan kuat, dan pengaruh besar hingga ke kalangan alumni-alumni santrinya dan masyarakat sekitar. Pesantren juga memiliki unit usaha legal yang berpengalaman melayani transaksi keuangan bagi masyarakat perdesaan (rural). Jaringan kuat dan unit usaha tersebut menjadikan pesantren sebagai institusi yang berpotensi besar untuk bertindak sebagai agen LKD. Sisi lain yang integral dalam kelancaran produk LKD adalah sisi teknologi, yang terkait erat dengan penggunaan uang elektronik. Keunggulan dalam teknologi ini telah dimiliki perusahaan telekomunikasi, yakni tersedianya aplikasi uang elektronik yang menyatu dengan nomor telepon sebagai media alat pembayaran. Sebagai penerbit uang elektronik, perusahaan telekomunikasi dapat menjadi penyelenggara LKD yang ideal. Untuk menggali potensi pesantren maupun perusahaan telekomunikasi, Bank Indonesia memfasilitasi kerja sama pondok pesantren dengan tiga perusahaan telekomunikasi, yaitu PT Indosat, PT Telkomsel, dan PT XL Axiata. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia menyusun model bisnis penggunaan penggunaan LKD di pondok pesantren yang akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan uji coba pada triwulan IV-2015. Bisnis model ini diharapkan dapat membuka akses layanan keuangan lebih luas kepada masyarakat, khususnya di lingkungan pesantren, yang akhirnya menuju sektor keuangan formal. Berdasarkan laporan bank penyelenggara LKD periode September 2015, jumlah penyelenggara LKD sebanyak tiga bank yaitu Bank Mandiri, BRI, dan BCA. Jumlah agen LKD sebanyak 43.050 agen, meningkat sebesar 16,3% (qtq) dibandingkan Juni 2015 sebanyak 37.009 agen. Dalam periode yang sama, jumlah nasabah pemegang uang elektronik dalam rangka LKD mencapai 1.078.408 nasabah, meningkat sebesar 4,3% (qtq) dari sebelumnya sebanyak 1.033.864 nasabah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
65
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dilihat dari jenis transaksinya, transaksi terbesar adalah pengisian ulang uang elektronik (top up) sebanyak 80,3% dengan rata-rata transaksi sebesar Rp24.000,-. Jenis transaksi selanjutnya adalah pembukaan rekening baru sebanyak 6,4% dengan rata-rata transaksi sebesar Rp118.000,- dan penarikan tunai sebanyak 6,2% dengan rata-rata transaksi sebesar Rp496.000,-. 3.2.4.4. Peran Bank Indonesia di Fora Internasional Terkait Keuangan Inklusif a. The Alliance for Financial Inclusion Global Policy Forum (AFI GPF) Dalam forum ini, peran Indonesia diwakili Bank Indonesia yang menjadi Principal Member sejak 2009. Keaktifan Indonesia dalam forum ini ditandai dengan terpilihnya Bank Indonesia sebagai anggota AFI Steering Committee pada 2013. Dalam The 2015 AFI Global Policy Forum (GPF), Indonesia secara mayoritas terpilih kembali untuk menduduki board committee yang diwakili Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas. Pemilihan ini menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang menduduki steering committee yang kemudian disebut board committee sebanyak dua kali berturut-turut.
Dalam kegiatan Working Group AFI, Bank Indonesia berpartisipasi aktif dalam lima dari enam Working Group AFI. Keenam Working Group itu adalah Digital Financial Services Working Group, Financial Inclusion Data Working Group, Global Standard and Proportionality Working Group, SME Finance Working Group, dan Financial Inclusion Strategy Peer Learning Grup Working Group.
b. The ASEAN Economic Community Council
Pada 28-29 September 2015 di Kuala Lumpur, Malaysia telah dilaksanakan bilateral meeting antara Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia. Pertemuan tersebut menyepakati pembentukan The Working Committee on Financial Inclusion (WCFI). Dalam WCFI ini, Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia berperan sebagai co-chair. Fungsi The Working Committee adalah sebagai platform untuk pertukaran pengalaman, keahlian, dan informasi untuk mendukung negara anggota terkait kebijakan nasional keuangan inklusif. The Working Committee memiliki tanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan mengkoordinasikan inisiatif dalam upaya meningkatkan keuangan inklusif di kawasan ASEAN, sebagai bagian dari cetak biru (blueprint) ASEAN 2015. Dalam cetak biru ini, keuangan inklusif menjadi bagian dari integrasi keuangan selain stabilitas keuangan.
3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan, mendorong Bank Indonesia untuk turut aktif memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan penelitian, pengembangan klaster komoditas ketahanan pangan, dan kegiatan lain yang ditujukan untuk meningkatkan kapabilitas pelaku usaha dan mendorong perbankan menyalurkan kredit kepada UMKM.
66
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan dalam Rangka Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM Bank Indonesia melakukan berbagai penelitian, pengembangan, dan pengaturan guna meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan. Selama periode triwulan III-2015, telah dilakukan berbagai kegiatan antara lain: a. Penyelesaian Modul Pencatatan Transaksi Keuangan (PTK) bagi Usaha Mikro dan Kecil
Untuk meningkatkan kemampuan usaha mikro dan kecil (UMK) dalam menyusun laporan keuangan yang sederhana, Bank Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), telah menyusun modul pelatihan Pencatatan Transaksi Keuangan (PTK) bagi UMK. Modul ini dilengkapi dengan bidang usaha yang spefisik pada sektor-sektor ekonomi yaitu: sektor pertanian, sektor manufaktur, sektor jasa, dan sektor perdagangan.
Dengan pedoman dan modul yang telah tersusun sebagai bahan pelatihan, UMK diharapkan dapat menyusun laporan keuangan terstandar dan sistematis yang mampu menggambarkan kondisi keuangan pada masing-masing bidang usahanya. Dengan demikian, hal ini membantu lembaga keuangan, terutama lembaga pembiayaan bank dan non-bank dalam menganalisis kemampuan keuangan UMK untuk memperoleh kredit mikro dan kecil.
Selain itu, Bank Indonesia juga mengembangkan tools/prototype awal aplikasi PTK atas dasar Pedoman dan Modul Pelatihan PTK, yang dapat memudahkan UMK dalam menyusun laporan keuangan yang terstandar. Sampai dengan triwulan III2015, pengembangan tools/prototype awal aplikasi PTK telah sampai pada tahap pemrograman dan pelaksanaan unit test.
Pemanfaatan informasi kredit Bank Indonesia terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah debitur dan fasilitas kredit, guna menjaga pertumbuhan kredit yang sehat.
b. Skema pembiayaan pertanian dengan konsep pembiayaan rantai nilai (value chain financing)
Bank Indonesia melakukan proyek percontohan pembiayaan pertanian dengan skema pembiayaan rantai nilai. Proyek ini merupakan tindak lanjut dari penelitian tentang skema pembiayaan pertanian dengan konsep pembiayaan rantai yang dilakukan pada 2014.
Pilot project bertujuan untuk mengimplementasikan model pembiayaan pertanian dengan konsep pembiayaan rantai nilai pada komoditas pangan dan hortikultura, yaitu: beras, cabai merah, dan bawang merah. Dari proyek ini diharapkan bisa diketahui faktor utama keberhasilan model pembiayaan rantai nilai pertanian agar dapat diterapkan dalam skala lebih luas. Selanjutnya, Bank Indonesia dapat memberikan rekomendasi bagi pemerintah dan perbankan dalam menerapkan kebijakan pembiayaan sektor pertanian.
Dalam rangka pelaksanaan pilot project, Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat berupa komitmen antara kelompok tani peserta pilot project dan pelaku pasar di masing-masing lokasi yaitu: Tasikmalaya (cabai merah), Indramayu (beras), Majalengka (bawang merah), dan Brebes (bawang merah). Pada triwulan III2015, Bank Indonesia melakukan pendampingan kepada kelompok tani, khususnya dari sisi teknis (pascapanen) untuk menjaga kualitas produksi agar memenuhi permintaan pasar sesuai dengan komitmen yang disepakati. Pendampingan juga menyangkut aspek penyusunan rencana bisnis/proposal untuk diajukan kepada lembaga keuangan (bank). Dalam kurun waktu tersebut, lembaga keuangan telah mencairkan kredit investasi kepada kelompok tani di Brebes guna membangun rumah jemur untuk
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
67
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
pascapanen bawang merah. Adapun kelompok tani lainnya sedang dalam tahap mengajukan proposal pembiayaan kepada perbankan. c. Penyempurnaan ketentuan mengenai Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Untuk meningkatkan akses keuangan kepada UMKM, Bank Indonesia telah mengimplementasikan ketentuan mengenai pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum dan bantuan teknis15. Ketentuan tersebut antara lain mengatur penerapan insentif/disinsentif bagi bank umum untuk menyalurkan dananya dalam bentuk kredit atau pembiayaan kepada UMKM dengan pangsa minimal 20% secara bertahap.
Bank Indonesia telah mengembangkan 115 klaster komoditas ketahanan pangan dan unggulan daerah di seluruh wilayah NKRI.
Dalam penyempurnaan tersebut, pencapaian rasio kredit UMKM dikaitkan dengan insentif berupa pelonggaran GWM Loan to Funding Ratio (LFR) dan pemberian insentif kepada bank-bank yang menyalurkan kredit UMKM. Insentif itu berupa penyediaan pelatihan bagi pejabat kredit/account officer (AO) UMKM bank, pelatihan bagi UMK, fasilitasi pemanfaatan pemeringkatan kredit (Credit Rating) untuk usaha kecil dan menengah (UKM), publikasi keberhasilan bank, dan pemberian penghargaan (Award) kepada bank.
3.2.5.2. Program Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Dalam Pengembangan UMKM 1. Program Klaster BI Salah satu upaya Bank Indonesia dalam mengendalikan laju inflasi adalah melalui penguatan klaster. Program pengembangan klaster ini berbasis komoditas ketahanan pangan atau komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi. Sampai dengan triwulan III-2015, Bank Indonesia telah mengembangkan 115 klaster yang tersebar di seluruh Indonesia. Klaster tersebut terdiri dari 71 klaster komoditas pertanian, 40 klaster komoditas peternakan, dan 4 klaster komoditi perikanan. Dari jumlah klaster tersebut, 97 klaster di antaranya merupakan klaster ketahanan pangan. Total UMKM yang dibina sebanyak 10.177 unit dan total penyaluran kredit sebesar Rp19,7 miliar. Lima komoditas utama yang dikembangkan dalam program klaster yang dilaksanakan oleh 43 KPwDN terdiri atas komoditas padi, sapi, cabai, bawang merah, dan jagung. Untuk mendukung pengendalian harga cabai yang cenderung meningkat pada akhir tahun, Bank Indonesia mendukung Gerakan Tanam Cabai Musim Kemarau (GTCK) yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian di wilayah Kupang, Pontianak, Tasikmalaya, dan Ternate. Selain empat wilayah tersebut, gerakan ini diperluas ke klaster cabai binaan Bank Indonesia di KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan, KPwBI Provinsi Bangka Belitung, KPwBI Nusa Tenggara Barat, dan KPwBI Jember. Pada triwulan III-2015, kegiatan pengembangan klaster cabai difokuskan pada persiapan penanaman benih cabai. Kegiatan ini dilakukan bekerja sama dengan dinas pertanian setempat. 2. Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia Pada 2015, program pengembangan wirausaha diarahkan pada upaya untuk mendorong dan mempercepat pertumbuhan wirausaha. Untuk itu, Bank Indonesia meningkatan sinergitas dengan stakeholders (kementerian, lembaga/instansi) terkait dengan fokus 15
68
PBI No. 17/12/PBI/2015 tentang Perubahan atas PBI No.14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
pada pengembangan program inkubator bisnis. Setelah pada triwulan sebelumnya, Bank Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Agama melakukan pengembangan wirausaha di pesantren, pada triwulan laporan, Bank Indonesia melanjutkan kerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM. Upaya ini dilakukan melalui implementasi program peningkatan kemandirian narapidana dan klien pemasyarakatan. Kegiatan ini dilakukan di Lapas klas II A Pontianak, Lapas klas II A Palangkaraya, Lapas Klas II A Serang, Lapas di wilayah KPw Jambi, dan Lapas di wilayah KPwBI Sulawesi Tenggara (Kendari). Program kerja sama juga dilakukan dengan Bappenas dan Kementerian Ketenagakerjaan. Sebagai tahap awal, Bank Indonesia telah melakukan diskusi untuk menjajaki kerja sama yang dapat dikembangkan dalam pengembangan wirausaha melalui penguatan Balai Latihan Kerja sebagai inkubator bisnis. 3.2.5.3. Kerja Sama Domestik Terkait Pengembangan UMKM Dalam mendukung pelaksanaan kredit program Pemerintah, yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) skema baru, Bank Indonesia berperan sebagai counterpart dari Komite Kebijakan KUR sebagaimana ditegaskan dalam Keputusan Presiden tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.16 Dalam penerapan KUR baru, Bank Indonesia telah memberikan kontribusi, antara lain dalam memberikan masukan terkait skema KUR baru, masukan dalam penyusunan pedoman pelaksanaan KUR skema tahun 2015, rekomendasi dalam upaya memenuhi penyaluran KUR skema tahun 2015, serta mendukung sosialisasi penerapan KUR skema baru sebagai narasumber. Di samping itu, dalam rangka mengkoordinasikan dan mensinergikan pelaksanaan tugas dan kewenangan antara Bank Indonesia dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, telah ditandatangani nota kesepahaman17 tentang peningkatan kapasitas dan pemberdayaan sektor kelautan dan perikanan. Cakupan kerja sama terdiri atas: a. Peningkatan kapasitas di bidang kelautan dan perikanan; b. Pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan masyarakat kelautan dan perikanan dalam rangka peningkatan akses dan jangkauan keuangan; c. Fasilitasi pemberdayaan lembaga keuangan/penyedia jasa/ pendamping UMKM di sektor kelautan dan perikanan; d. Implementasi Gerakan Nasional Non Tunai untuk layanan keuangan dalam lingkup kelautan dan perikanan guna mewujudkan Less Cash Society; dan e. Pertukaran data dan informasi. 3.2.5.4. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM Sebagai bentuk komitmen dalam mendukung pengembangan akses dan kapabilitas UMKM, Bank Indonesia juga aktif dalam berbagai fora internasional yang fokus pada pengembangan UMKM, khususnya peningkatan akses keuangan atau akses kredit bagi UMKM. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam beberapa kegiatan antara lain: 16 Keputusan Presiden No. 14 Tahun 2015 tanggal 7 Mei 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 17 Nota Kesepahaman No. 17/1/NK-KKP/GBI/2015 dan No. 07/MEN-KP/KB/IX/2015 tanggal 10 September 2015 tentang Peningkatan Kapasitas dan Pemberdayaan Sektor Kelautan dan Perikanan.
Di tingkat regional, Bank Indonesia mempresentasikan konsep non-paper yang mengusulkan program pengembangan UMKM dan peningkatan kapasitas kelembagaan instansi Pemerintah/publik.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
69
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
a. The 9th Meeting of The Regional Comprehensive Economic Partnership Trade Negotiating Committee (9th RCEP-TNC) and Related Meetings di Nay Pyi Taw, Myanmar tanggal 2-3 Agustus 2015. Dalam pertemuan ini, Bank Indonesia merupakan salah satu delegasi Indonesia bersama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian PPA, dan Kementerian Luar Negeri. Dalam pertemuan tersebut, Bank Indonesia mempresentasikan konsep non-paper mengenai isu pengembangan UMKM Indonesia sebagai masukan dalam perumusan ruang lingkup perundingan ETC Chapter, khususnya dalam scope dan work programme. Konsep non paper UMKM memuat informasi mengenai karakteristik UMKM dan tahapan UMKM untuk berpartisipasi dalam Regional/Global Value Chain. Konsep itu juga berisi usulan mengenai area kerja sama UMKM dengan lingkup: initiatives to promote SMEs dan initiatives to improve the capacity public/government agencies. Konsep non-paper tersebut mendapatkan tanggapan yang positif dari peserta WGETC baik dari peserta ASEAN maupun negara mitra. b. The 3rd G20 Investment and Infrastructure Working Group (IIWG) di Berlin tanggal 20-21 Agustus 2015. Salah satu agenda yang dibahas dalam forum ini adalah terkait dengan upaya pengembangan pembiayaan UMKM yang meliputi antara lain Joint action Plan on SME Finance of IIWG & GPFI guna pengembangan tata kelola UKM untuk memperluas akses pembiayaan UKM. Forum ini juga membahas pembiayaan alternatif untuk UMKM. c. The 5th AFI SME Finance Working Group (AFI SMEFWG) Meeting di Maputo, Mozambique tanggal 1-4 September 2015. Pertemuan kali ini membahas deliverables AFI SMEFWG yaitu (i) SME Financial Inclusion Indicators Base Set yang telah selesai disusun dan didistribusikan pada “The 2015 AFI GPF”; (ii) SME Finance Glossary, (iii) SME Finance Policy Catalogue, dan (iv) Guideline Note on Role of Central Bank in SME Finance. Pertemuan juga menyepakati chairmanship untuk AFI SMEFWG yang terdiri dari Bank Indonesia sebagai chair dan Bangladesh Bank bersama Regulatory Authority of Kenya sebagai co-chairs. 3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan Pemanfaatan informasi kredit Bank Indonesia terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah debitur dan fasilitas kredit, guna menjaga pertumbuhan kredit yang sehat.
Sistem Informasi Debitur (SID) merupakan sebuah sistem yang mengelola data perkreditan dari lembaga keuangan. Data perkreditan adalah data mengenai pengelolaan “kredit” yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha. Dalam hal ini, terminologi kata “kredit” tidak hanya terbatas dalam arti utang/ pinjaman (loan), namun keseluruhan kewajiban keuangan yang timbul dari seorang debitur terhadap lembaga keuangan, di antaranya meliputi pinjaman, bank garansi, dan letter of credit (LC). Fungsi pengelolaan data perkreditan dalam SID adalah untuk menyediakan informasi track record debitur dalam mengelola kreditnya. Selanjutnya, informasi track record tersebut digunakan lembaga keuangan untuk menilai dan menganalisis calon debitur yang mengajukan kredit. Berdasarkan hasil analisis tersebut, lembaga keuangan akan menentukan apakah calon debitur layak untuk diberikan fasilitas kredit atau tidak. Analisis tersebut berdasarkan profil risiko dan faktor pertimbangan lainnya. Pengelolaan data perkreditan dapat memberikan dampak positif bagi lembaga keuangan, di antaranya meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses pengelolaan kredit. Dengan beragam informasi perkreditan, lembaga keuangan dapat memberikan kredit kepada debitur dengan tingkat bunga dan jenis agunan berbeda antara satu debitur dengan debitur yang lain. Bahkan, lembaga keuangan dapat tidak mewajibkan debitur untuk menyediakan agunan bila calon debitur memiliki rekam jejak yang baik dalam pengelolaan kredit dan memiliki risiko rendah.
70
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selain itu, lembaga keuangan akan lebih mudah melakukan kontrol dan antisipasi terhadap potensi terjadinya gagal bayar dari seorang debitur melalui analisis terhadap data perkreditan yang ada. Dengan demikian, hal tersebut dapat mengurangi dampak risiko kerugian bagi lembaga keuangan. Data perkreditan juga bermanfaat untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga pemerintah di antaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, PPATK, dan Kemenkumham. Bagi Bank Indonesia, beberapa tugas dan fungsi yang didukung oleh data perkreditan mencakup pada penentuan kebijakan dan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan di bidang moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan di antaranya penentuan Probability of Default (PD), kebijakan Loan to Value (LTV) pada kredit perumahan dan kendaraan bermotor, serta pembatasan jumlah kepemilikan kartu kredit. Sejalan dengan rencana pengembangan ke depan, Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP). Berdasarkan peraturan itu, pengelolaan data perkreditan di Indonesia dilakukan secara dual system, yaitu sinergi antara lembaga publik sebagai pengelola Public Credit Registry (PCR) dan lembaga swasta sebagai pengelola Private Credit Bureau (PCB) yang selanjutnya disebut sebagai LPIP. Keberadaan LPIP akan menjadi mitra strategis dalam penyediaan produk informasi perkreditan yang lebih maju dan memiliki nilai tambah, serta didukung cakupan dan jenis data yang komprehensif. Sehingga, informasi yang dihasilkan dapat lebih memberikan manfaat baik bagi lembaga keuangan maupun lembaga pemerintah. Sampai dengan September 2015, jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor dalam SID sebanyak118 bank umum, 1.390 bank perkreditan rakyat (BPR), dan 29 Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB). Data perkreditan tersebut dilaporkan secara rutin setiap bulan oleh pelapor dari lembaga keuangan. Pada triwulan III-2015, data yang dilaporkan mencapai 86,38 juta data debitur dan 194,99 juta rekening fasilitas. Jumlah tersebut meningkat sebesar 2,1% (qtq) atau 7,1% (yoy) untuk data debitur dan meningkat sebesar 2,98% (qtq) atau 12,18% (yoy) untuk jumlah rekening fasilitas. Pertumbuhan jumlah debitur dan rekening fasilitas setiap triwulan dalam satu tahun terakhir tergambar sebagaimana dalam Tabel dan Grafik dibawah: Tabel 3.3 Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak TW II 2014 s.d TW III 2015 Tahun Triwulan
2014 II
III
2015 IV
I
II
III
Jumlah Debitur 79,77 80,65 81,93 82,77 84,6 86,38 Jumlah Rekening Fasilitas 167,16 173,82 179,87 183,67 189,34 194,99
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
71
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sejalan dengan semakin bertambahnya data jumlah debitur dan rekening fasilitas yang 4.50 4.00 dikelola dalam SID, terdapat pula peningkatan 3.50 jumlah pemanfaatan informasi perkreditan 3.00 2.50 (yang dikenal sebagai Informasi Debitur 2.00 1.50 Individual/IDI) oleh lembaga keuangan. 1.00 0.50 Jumlah permintaan IDI pada triwulan III- 2015 0.00 Tw II ke Tw III ke Tw IV ke Tw I ke Tw II ke mencapai 8,73 juta permintaan, meningkat Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III sebesar 6,85% (yoy) dibandingkan periode 2014 2015 yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan Pertumbuhan 1.10% 1.59% 1.03% 2.21% 2.10% Debitur jumlah permintaan IDI memiliki korelasi Pertumbuhan 3.98% 3.48% 2.11% 3.09% 2.98% Fasilitas positif terhadap peningkatan jumlah debitur dan peningkatan jumlah fasilitas kredit. Peningkatan jumlah permintaan informasi Grafik 3.4 perkreditan juga mencerminkan tingkat Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan sejak TW II 2014 s.d TW III 2015 pentingnya informasi perkreditan bagi lembaga keuangan dalam pengelolaan manajemen risiko perkreditan guna menjaga pertumbuhan kredit yang sehat. %
Statistik permintaan IDI dalam 1 (satu) tahun terakhir digambarkan dalam tabel dan grafik sebagai berikut: Tabel 3.4 Permintaan IDI per Triwulan sejak TW III 2014 s.d TW III 2015 2014 III
IV
2015 I
II
III
8,17 10,29 8,57 11,65 8,73
Jumlah IDI (Juta) 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
2014
2015
Permintaan IDI 2,47 2,57 3,13 3,07 2,87 4,34 2,84 2,69 3,23 5,1 3,16 3,4 2,5 2,96 3,3
Grafik 3.5 Permintaan IDI sejak TW II 2014 s.d TW II-2015
Sebagai tindak lanjut rencana pengembangan Sistem Informasi Perkreditan Nasional (Sipnas), Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam beberapa aspek pengembangan. Bank Indonesia berkoordinasi dengan OJK mengingat adanya kebutuhan terkait dengan data perkreditan oleh kedua lembaga. Dalam hal ini, Bank Indonesia memerlukan data perkreditan untuk mendukung tugas dan fungsinya di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, sedangkan OJK memerlukan data untuk mendukung fungsinya di bidang mikroprudensial.
Dalam rangka proses perizinan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) yang akan beroperasi di Indonesia, OJK akan menjalankan proses perizinan tersebut dengan tetap berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Dalam hal ini, Bank Indonesia memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa LPIP yang akan beroperasi telah siap secara teknis dan administratif guna memperoleh data dari Bank Indonesia. Selanjutnya, OJK akan menerbitkan surat perizinan bagi LPIP tersebut. Sampai dengan triwulan III-2015, terdapat 3 (tiga) calon LPIP yang telah memperoleh izin prinsip dari OJK dan 2 (dua) di antaranya telah mengajukan izin usaha.
72
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dalam rangka pengembangan aspek sistem informasi, Bank Indonesia akan selalu berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk mengembangkan sistem informasi perkreditan yang andal dan berkualitas baik. OJK telah memulai tahap pengembangan sistem informasi dan ditargetkan dapat diimplementasikan pada 2017. Untuk mendukung operasional sistem informasi ini, Bank Indonesia akan mendukung dari sisi penyediaan data historis yang selama ini dikelola dalam SID oleh Bank Indonesia.
3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran guna menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia telag menyiapkan sistem pendukung setelmen dana dan surat berharga. Bank Indonesia juga terus berusaha untuk memperluas transaksi nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam jasa sistem pembayaran dan memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia menerbitkan Pedoman Teknis Pengawasan Penyelenggaraan APMK dan Uang Elektronik sebagai pedoman pelaksanaan pengawasan sistem pembayaran. Dalam periode tersebut, Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap penyelenggara APMK, TD BB, dan KUPVA BB. Sementara itu, kebijakan pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Berbagai upaya dan langkah kebijakan yang telah dilakukan Bank Indonesia hingga triwulan III-2015 mampu menjaga kelancaran sistem pembayaran guna menopang transaksi perekonomian. Hal itu tercermin pada indikator pengelolaan sistem pembayaran dan peningkatan perannya terhadap perekonomian berikut ini.
Indikator Kinerja Utama (IKU) 6. % Tingkat kehandalan sistem pembayaran BI (RTGS, SSSS, SKN)
Target 99,97%
Pencapaian Triwulan III-2015 99,97%
Penjelasan: Tingkat kehandalan Sistem Pembayaran Bank Indonesia triwulan III-2015 mencapai target service level yang ditetapkan. Untuk memastikan terjaganya tingkat kehandalan sistem pembayaran, Bank Indonesia juga melakukan upaya perbaikan layanan dengan menyempurnakan prosedur Business Continuity Management (BCM) Sistem Pembayaran Bank Indonesia. 7. Peningkatan transaksi SP ritel (APMK, Uang Elektronik, Internet Payment, Mobile Payment, Transfer Kredit SKN)
Min. 1,6xGDP*)
1.63xGDP *)
Penjelasan: Sistem Pembayaran ritel masih difokuskan kepada pengembangan Alat Pembayaran Non Tunai. Peningkatan penggunakan sistem pembayaran ritel sampai semester I mencapai 1,63 kali Produk Domestik Bruto (PDB). Peningkatan penggunaan instrumen kartu ATM/Debet yang digunakan melalui berbagai delivery channel seperti Electronic Data Capture (EDC), internet, mobile dan phone banking, serta uang elekronik menunjukkan bahwa minat masyarakat untuk memanfaatkan instrumen pembayaran non tunai semakin besar. *) IKU diukur secara semesteran. Target dan realisasi triwulan III-2015 menggunakan data semester I-2015.
8. Indeks Pengelolaan Uang Rupiah: a) Indeks Kualitas Uang Beredar di Daerah Perbatasan dan Terpencil; b) Peningkatan Jumlah Bank yang Melaporkan Uang Palsu ke Bank Indonesia; dan c) Posisi Kas Nasional *) Target akumulatif s.d. triwulan III-2015
a. 4 (skala 1-16) b. penambahan 4 bank pelapor*) c. minimal 1,5 kali outflow
a) 7,27 (skala 1-16) b) penambahan 9 bank pelapor c) 5,5 kali outflow**)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
73
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Indikator Kinerja Utama (IKU)
Target
Pencapaian Triwulan III-2015
Penjelasan: Indeks pengelolaan uang Rupiah digunakan sebagai tolok ukur untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan uang. Indeks ini dinilai dari pencapaian seluruh program kerja Bank Indonesia dalam pengelolaan uang Rupiah, yang meliputi: i. Upaya untuk menjaga tingkat kualitas uang Rupiah di daerah perbatasan dan terpencil. Berdasarkan survei terakhir pada semester I-2015, Indeks Kualitas Uang Beredar di Daerah Perbatasan dan Terpencil yang mencerminkan tingkat kelusuhan uang sebesar 7,27. Hasil survei ini di atas target minimum yang telah ditetapkan yakni skala 4 (skala 1 sampai 16 dengan angka tertinggi mencermin tingkat kualitas yang paling tinggi). Survei dilakukan di daerah perbatasan dan terpencil yakni Ketapang, Sanggau, Sumba Barat Daya dan Manggarai Barat. ii. Meningkatkan kesadaran terhadap penanggulangan pemalsuan uang. Peningkatan jumlah bank yang melaporkan uang palsu ke Bank Indonesia. Hal ini menggambarkan meningkatnya awareness bank umum untuk aktif meminta klarifikasi uang Rupiah yang diragukan keasliannya ke Bank Indonesia, sebagai salah satu usaha penanggulangan uang palsu. Pada semester I-2015, telah dilakukan sosialisasi kepada perbankan dan hingga semester III-2015 terdapat penambahan 9 bank baru yang menyampaikan laporan klarifikasi uang yang diragukan keasliannya. iii. Menjaga ketersediaan uang Rupiah. Ketersediaan uang Rupiah dicerminkan dari posisi kas nasional. Hal ini menggambarkan sejauh mana kemampuan Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang masyarakat melalui tersedianya stok uang (posisi kas) yang cukup/memenuhi level kas minimum secara nasional. Selama triwulan III-2015, laporan persediaan uang Rupiah di Bank Indonesia tetap terjaga dan yang mencapai 5,5 kali outflow atau lebih tinggi dari angka yang ditargetkan sebesar 1,5 kali outflow, sehingga cukup untuk menjaga kebutuhan penarikan uang oleh perbankan dan masyarakat selama rata-rata 5,5 bulan.
3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran Selain pengembangan sistem pendukung setelmen dana dan surat berharga, dilakukan upaya perluasan transaksi nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dan perlindungan konsumen.
Guna menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran, Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia menyiapkan sistem pendukung setelmen dana dan surat berharga. Bank Indonesia juga terus berusaha untuk memperluas transaksi nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam jasa sistem pembayaran dan memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Untuk mewujudkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran, pada triwulan III-2015, Bank Indonesia melaksanakan berbagai tugas dan wewenang di bidang sistem pembayaran sebagai berikut: 1. Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II
Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II merupakan infrastruktur setelmen dana dan surat berharga yang sedang dikembangkan oleh Bank Indonesia. Sampai dengan triwulan III2015, telah dilakukan industrial test dengan seluruh peserta sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, yang dimulai sejak 13 Agustus 2015 - 25 September 2015. Pengembangan kedua sistem tersebut ditargetkan selesai dan diimplementasikan pada pertengahan triwulan IV-2015.
Tujuan pelaksanaan industrial test adalah untuk mempersiapkan seluruh peserta terkait dengan operasional sistem pada saat implementasi. Kegiatan yang dilakukan selama Industrial Test meliputi: a. End to end test - merupakan pengujian yang dilakukan oleh peserta dengan mencoba seluruh fitur pada sistem, termasuk interkoneksi dengan sistem internal peserta. b. Fail over test - merupakan kegiatan untuk menguji kelancaran dan ketepatan waktu pelaksanaan pemindahan operasional sistem dari perangkat utama ke perangkat backup, baik di sisi Bank Indonesia, maupun di sisi peserta.
74
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
c. Performance test - merupakan pengujian kesiapan sistem untuk memproses transaksi dengan volume yang telah dipersyaratkan dalam desain awal. Selain itu, sistem juga harus mampu memproses jumlah transaksi tertentu pada saat jam sibuk (peak hour). d. Simulation test - merupakan kegiatan pengujian dengan simulasi seluruh transaksi pada satu tanggal yang dilakukan pada Sistem BI-RTGS/BI-SSSS saat ini. Kegiatan simulation test dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan operasional pada sistem saat ini dapat pula dilakukan pada Sistem BI-RTGS/BI-SSSS Generasi II. Secara umum, pelaksanaan industrial test dapat berjalan dengan baik sehingga dipastikan tahapan pengembangan sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan. 2. Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Generasi II Selama Triwulan III–2015, pengembangan SKNBI Generasi II difokuskan pada pengembangan Modul Multiple Transfer (Bulk Payment), sebagai kelanjutan implementasi Modul Single Transfer pada triwulan II-2015. Layanan Multiple Transfer dapat memproses transaksi antarpeserta dalam jumlah banyak secara bersamaan. Kegiatan utama pengembangan yang dilakukan selama triwulan III-2015 adalah: a. System Integration Test bertujuan untuk memastikan bahwa aplikasi yang dikembangkan dapat berjalan secara baik pada environment yang ditentukan dan dapat terintegrasi dengan sistem terkait. b. User Acceptance Test bertujuan untuk memastikan bahwa aplikasi yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. c. Sosialisasi kepada seluruh peserta SKNBI dan Penyelenggara TD BB yang berpotensi menjadi peserta SKNBI (PT Pos Indonesia dan PT Pegadaian). 3. Perluasan Penggunaan Nontunai
Dalam rangka mendukung implementasi elektronifikasi dan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) untuk meningkatkan transaksi pembayaran secara nontunai, sampai dengan triwulan III-2015 Bank Indonesia telah melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut: a. Roadmap Elektronifikasi Retail Payment Bank Indonesia telah menyelesaikan penyusunan roadmap elektronifikasi pembayaran ritel (retail payment). Roadmap tersebut akan diimplementasikan melalui program secara bertahap dalam kurun waktu 2015 s.d. 2024.
Untuk mendukung pelaksanaan roadmap yang telah disusun, pada triwulan III2015 Bank Indonesia melanjutkan penyusunan kajian insentif pajak bagi transaksi nontunai bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Bank Indonesia dan DJP telah menyusun draf atas kajian tersebut dan direncanakan selesai pada triwulan IV-2015.
Untuk mewujudkan interoperabilitas antar penyelenggara sistem pembayaran, Bank Indonesia telah menyusun draf standar teknis umum untuk interkonektivitas (perusahaan telekomunikasi dengan bank, bank dengan bank) dan e-money services (server based). Ke depan, standar ini menjadi bagian dari pengaturan Layanan Keuangan Digital yang saat ini tengah disempurnakan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
75
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dalam rangka meningkatkan kerja sama dan koordinasi lintas kementerian/ lembaga terkait program elektronifikasi dan keuangan inklusif, Bank Indonesia telah menandatangani nota kesepahaman (NK)/perjanjian kerja sama (PKS) dengan sembilan kementerian/lembaga. Sembilan lembaga itu adalah Kementerian Ketenagakerjaan, OJK, BNP2TKI, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Ditjen Pajak, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (NK dan PKS), Muslimat Nahdatul Ulama, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Saat ini telah tersusun NK/PKS dengan lima kementerian/lembaga terkait yang siap ditandatangani dalam waktu dekat yaitu NK/PKS antara Bank Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; Kementerian Sosial; Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; dan Kementerian Agama.
Edukasi terkait elektronifikasi senantiasa dilakukan di berbagai daerah di Indonesia dengan melibatkan satuan kerja di kantor pusat dan seluruh kantor perwakilan dalam negeri Bank Indonesia. Edukasi ini juga melibatkan kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, dan perbankan.
b. Mapping bisnis proses transaksi pembayaran pemerintah
Dalam rangka menindaklanjuti NK/PKS dengan kementerian/lembaga terkait dan kajian bisnis model untuk transaksi pembayaran Pemerintah, Bank Indonesia telah melakukan beberapa kegiatan pada triwulan III-2015, yaitu: 1) Penandatangan MoU antara Bank Indonesia dan Pemerintah Kota Bandung tentang elektronifikasi dan keuangan inklusif dalam implementasi Bandung Smart Card. 2) Penjajakan bisnis model transaksi pembayaran Pemerintah di lima kementerian yaitu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; Kementerian Agama; Kementerian Keuangan; Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Sosial. Dalam rangka penyusunan bisnis model tersebut, Bank Indonesia telah melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan masingmasing kementerian.
4. Pembentukan Forum Sistem Pembayaran Indonesia Pada 27 Agustus 2015, Bank Indonesia meresmikan Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) yang disertai dengan penandatanganan Charter FSPI. FSPI dibentuk untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan sistem pembayaran di Indonesia yang lancar, aman, efisien, dan andal. Pembentukan FSPI diharapkan dapat meningkatkan koordinasi dan harmonisasi kebijakan, pengaturan dan program kerja tiap kementerian dan otoritas, serta memberikan kesempatan bagi industri untuk berkoordinasi dengan kementerian dan otoritas. Pembentukan FSPI dilakukan untuk menjawab tantangan sistem pembayaran, baik pada tingkat domestik, regional, dan global yang membutuhkan peningkatan peran Bank Indonesia maupun keterlibatan pihak terkait dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Anggota FSPI adalah Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Otoritas Jasa Keuangan, dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia.
76
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
5. Pengaturan Sistem Pembayaran Untuk memberikan pedoman pelaksanaan pengawasan sistem pembayaran, pada triwulan III-2015 Bank Indonesia menerbitkan Pedoman Teknis Pengawasan Penyelenggaraan APMK dan Uang Elektronik18. Ketentuan tersebut merupakan peraturan pelaksana dari ketentuan Bank Indonesia di bidang APMK, uang elektronik, dan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) bagi penyelenggara jasa sistem pembayaran. 6. Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Untuk memastikan berjalannya sistem pembayaran yang aman, lancar, andal, dan efisien, Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran. Objek pengawasan meliputi sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia maupun yang diselenggarakan industri seperti penyelenggara APMK, uang elektronik, TD BB, dan KUPVA BB.
Pengawasan dilakukan dengan cara pemeriksaan langsung (onsite) dan tidak langsung (offsite) melalui laporan yang disampaikan. Pengawasan APMK dan uang elektronik dilaksanakan secara sentralisasi oleh pengawas di Kantor Pusat Bank Indonesia, sedangkan pengawasan terhadap TD BB dan KUPVA BB dilakukan secara desentralisasi oleh pengawas di Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah.
Ruang lingkup pemeriksaan mencakup kepatuhan pada ketentuan, penerapan prosedur (termasuk penerapan APU dan PPT, pengendalian internal), dan kesehatan perusahaan. Pada triwulan III-2015, telah dilakukan kegiatan pengawasan terhadap penyelenggara APMK, TD BB dan KUPVA BB.
Dalam rangka pengawasan, Bank Indonesia juga melakukan pemeriksaan bersama dengan PPATK. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut nota kesepahaman19 dalam rangka kerja sama pencegahan dan pemberantasan APU dan PPT. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilakukan pemeriksaan bersama terhadap 10 penyelenggara KUPVA BB di Jakarta dan lima penyelenggara yang tersebar di Pontianak, Makassar, Bali, Batam dan Bandung. Pemeriksaan dilakukan kepada penyelenggara KUPVA BB yang memiliki volume transaksi pembelian dan penjualan valuta asing yang tinggi.
18 Surat Edaran No. 17/43/Intern tanggal 29 September 2015 perihal Pedoman Teknis Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik. 19 Nota Kesepahaman No. NK-26/1.02/PPATK/03/2010 tanggal 18 Maret 2010 tentang Kerja sama Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
77
BOKS
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BOKS
Implementasi Penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk Setelmen Dana Transaksi Pasar Modal
Gambar Boks 2.1 Alur Setelmen Dana Transaksi Pasar Modal
Pasar Modal merupakan salah satu bagian dari sistem keuangan yang memegang peranan penting sebagai salah satu sarana untuk mengumpulkan dana bagi pembiayaan pengembangan usaha oleh pelaku kegiatan ekonomi. Pengumpulan dana tersebut dapat dilakukan melalui pengikutsertaan penanaman modal (ekuitas) oleh investor maupun dengan penerbitan surat utang (obligasi, promisory notes). Dengan adanya pasar modal, terdapat alternatif pendanaan lain bagi dunia usaha untuk mencari sumber dana selain dari pinjaman perbankan.
78
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Melihat pentingnya peran pasar modal dalam perekonomian, maka keamanan dan kelancaran pelaksanaan transaksi dan penyelesaian (setelmen) transaksi di pasar modal menjadi fokus utama bagi otoritas terkait. Ada berbagai upaya untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran pelaksanaan transaksi dan setelmen di pasar modal, antara lain dengan implementasi Central Bank Money (CeBM). Sebelum Juni 2015, penyelesaian (setelmen) surat berharga transaksi pasar modal dilakukan melalui sistem PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), yaitu Central Depository and Book Entry Settlement System (C-BEST). Sedangkan setelmen dana antara peserta KSEI (peserta C-BEST) dan KSEI (penyelenggara C-BEST) dilakukan melalui bank pembayaran yang ditunjuk oleh KSEI. Sejak 18 Juni 2015, setelmen dana rupiah (IDR) transaksi pasar modal oleh peserta pasar modal kelompok bank kustodian telah dilakukan melalui Sistem BI-RTGS, dengan menggunakan rekening setelmen yang ditatausahakan di Bank Indonesia. Setelmen dana transaksi pasar modal melalui Sistem BI-RTGS merupakan penerapan CeBM. Mekanisme setelmen dana menggunakan CeBM dapat memitigasi risiko dalam setelmen dana transaksi pasar modal, yang meliputi risiko kredit dan likuiditas. Risiko kredit yaitu risiko tidak dapat terbayarkannya kewajiban kepada nasabah akibat adanya gangguan pada bank pembayaran sebagai bank komersial yang berpotensi mengalami kesulitan likuiditas. Sedangkan risiko likuiditas adalah risiko tidak dapat terselesaikannya kewajiban kepada nasabah pada hari setelmen akibat adanya gangguan likuiditas pada bank pembayaran. Potensi risiko kredit dan likuiditas sangat besar kemungkinan terjadi. Sebab, seluruh setelmen dana transaksi pasar modal hanya melibatkan atau terkonsentrasi pada lima bank pembayaran yang merupakan bank komersial. Selain memitigasi risiko kredit dan likuiditas, keuntungan lainnya dari setelmen dana transaksi pasar modal melalui Sistem BI-RTGS adalah, terciptanya persaingan netral (competitive neutrality). Sebab, setiap bank komersial (bank umum) dapat melakukan setelmen dana transaksi pasar modal dan tidak tergantung pada bank umum tertentu. Penerapan CeBM juga meningkatkan efisiensi pengelolaan likuiditas bagi setiap bank umum, karena seluruh peserta KSEI, termasuk bank umum, tidak perlu memiliki rekening pada bank umum yang ditunjuk KSEI sebagai bank pembayaran. Penggunaan CeBM untuk setelmen dana transaksi efek di pasar modal akan terus dikembangkan hingga seluruh surat berharga di pasar modal dapat dilakukan setelmen dengan menggunakan CeBM.
3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang Kebijakan pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Selama triwulan III-2015, implementasi kebijakan dalam rangka mencapai pilar pertama ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya adalah: a. Kerja Sama pencetakan uang Rupiah tahun 2015 dengan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri)
Pemenuhan kebutuhan uang Rupiah yang berkualitas di masyarakat dilakukan melalui kerjasama distribusi dan layanan kas. Penegakan kedaulatan Rupiah didukung koordinasi dengan kepolisian.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
79
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada 2015, Bank Indonesia menempatkan pesanan cetak uang Rupiah ke Perum Peruri sebanyak Rp319,2 triliun dengan rincian Rp318,0 triliun atau 9,3 miliar lembar uang kertas dan Rp1,1 triliun atau 1,6 miliar keping uang logam. Pada triwulan III-2015, telah terealisasi rencana cetak sebesar Rp61,3 triliun, terdiri atas Rp60,9 triliun (2,4 miliar lembar) uang Rupiah kertas dan Rp349,7 miliar (427,6 juta keping) uang Rupiah logam. Dengan perkembangan tersebut, realisasi cetak uang Rupiah sampai dengan triwulan III-2015 telah mencapai Rp231,8 triliun atau 106,2% dari rencana cetak pada periode yang sama.
b. Pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah 1) Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap uang Rupiah yang diduga palsu dan pemberian keterangan ahli dalam tindak pidana Rupiah palsu Bank Indonesia melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap uang Rupiah yang diduga palsu yang disampaikan oleh Kepolisian Republik Indonesia. Hasil pemeriksaan laboratorium tersebut menjadi salah satu alat bukti di pengadilan dalam persidangan tindak pidana kasus pemalsuan uang Rupiah. Selain itu, Bank Indonesia mendukung penegakan hukum dengan memberikan keterangan sebagai saksi ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah.
Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia telah melakukan enam kali pemeriksaan laboratorium terhadap uang Rupiah yang diduga palsu atas permintaan Polri. Selain atas dasar permintaan Polri, Bank Indonesia juga melakukan pemeriksaan laboratorium dalam rangka memenuhi permintaan perbankan. Selama triwulan laporan, pemeriksaan dilakukan sebanyak 208 kali. Dalam periode yang sama, Bank Indonesia Kantor Pusat memberikan enam kali keterangan ahli dalam penanganan tindak pidana kasus pemalsuan uang Rupiah oleh Kepolisian RI. Selain dilakukan oleh Kantor Pusat, penyediaan saksi ahli juga dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah. Untuk menjaga kualitas informasi yang disampaikan, saksi ahli dari Bank Indonesia dibekali dengan sertifikasi ahli uang Rupiah.
2) Pelatihan kemampuan teknis penyidik Bareskrim Polri tentang kejahatan mata uang Rupiah
Untuk mendukung pelaksanaan tugas penegakan hukum dugaan tindak pidana mata uang Rupiah, Bank Indonesia bekerja sama dengan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus – Bareskrim Polri menyelenggarakan pelatihan kepada para penyidik pada Agustus 2015. Secara garis besar, pelatihan itu mencakup materi desain dan unsur pengaman uang Rupiah, kewajiban penggunaan uang Rupiah di wilayah NKRI, dan pengawasan sistem pembayaran.
Dalam pelatihan itu, Bank Indonesia juga menyertakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memberikan materi tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dengan pemalsuan uang Rupiah.
Melalui pelatihan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan teknis para penyidik Polri dalam mengidentifikasi keaslian uang Rupiah dan penyidikan tindak pidana mata uang Rupiah. 3) Temu wicara hakim
80
Bank Indonesia bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Mahkamah Agung Republik Indonesia menyelenggarakan temu wicara dengan para hakim di 4 (empat) wilayah Indonesia selama 2015. Keempat wilayah itu adalah Palembang (Maret), Banjarmasin (Mei), Manado (September), dan Semarang (Oktober). Materi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
temu wicara terkait dengan pengelolaan uang Rupiah mencakup Undang-Undang Mata Uang, ciri keaslian uang Rupiah, dan penegakan hukum kejahatan mata uang (pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah NKRI dan pemalsuan uang Rupiah). 4) Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat
Dalam rangka membekali masyarakat mengenai ciri keaslian uang Rupiah dan cara memperlakukan uang Rupiah dengan baik, Bank Indonesia secara aktif dan berkesinambungan melaksanakan kegiatan edukasi dan sosialisasi kepada berbagai kelompok masyarakat. Melalui kegiatan tersebut diharapkan potensi risiko mendapatkan uang palsu pada saat melakukan transaksi atau aktivitas ekonomi dapat diminimalkan.
Selama triwulan III-2015, Bank Indonesia telah melakukan delapan kegiatan sosialisasi kepada berbagai kelompok masyarakat di beberapa wilayah, antara lain Jakarta, Tangerang, Bogor, Bandung, Sabang, dan Solo. Selain dilakukan oleh Kantor Pusat, kegiatan edukasi dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah juga dilakukan oleh seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah.
Sosialisasi juga dilakukan dalam rangka memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kewajiban penggunaan Rupiah. Pasca-pemberlakuan ketentuan tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI20, Bank Indonesia secara aktif melakukan sosialisasi, konsultasi, korespondensi, dan pertemuan dengan berbagai pihak seperti masyarakat secara umum, perusahaan, dan instansi pemerintahan. Ketentuan tersebut mengatur bahwa setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.
Dalam rangka mencapai pilar kedua distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, Bank Indonesia melaksanakan beberapa kegiatan sebagai berikut: a. Distribusi uang dari Kantor Pusat ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah. Distribusi uang dilakukan dari Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) ke 11 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN BI) yang berfungsi sebagai Depo Kas dan empat KPw DN BI lainnya. Selama triwulan III-2015, realisasi pengiriman uang Rupiah dari KPBI ke KPwDN BI mencapai Rp18 triliun. b. Kerja sama dengan badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi.
Dalam rangka meningkatkan kelancaran distribusi uang ke seluruh wilayah NKRI, Bank Indonesia bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Perusahaan Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Bentuk kerja sama itu adalah penyediaan armada transportasi secara reguler melalui moda kereta api, kapal penumpang, dan kapal barang.
Implementasi kebijakan dalam rangka mencapai pilar ketiga layanan kas yang prima adalah sebagai berikut: a. Layanan kas keliling Kegiatan ini berupa penukaran uang pecahan besar menjadi uang pecahan kecil dan uang rusak/cacat/lusuh dengan uang layak edar. Selama triwulan III-2015, Bank 20
PBI No. 17/3/PBI/2015 tanggal 31 Maret 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan SEBI No. 17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 perihal Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
81
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Indonesia telah melakukan 769 kegiatan kas keliling dengan total jumlah penukaran sebesar Rp506,1 miliar. Jumlah penukaran kegiatan kas keliling itu meningkat sebesar 4,2% dibandingkan triwulan sebelumnya (Rp485,8 miliar).
Dari jumlah penukaran tersebut, sebesar Rp383 miliar atau 76% dilakukan selama periode Ramadan 2015 (18 Juni sd 15 Juli). Hal ini terjadi karena Bank Indonesia lebih mengintensifkan frekuensi kegiatan kas keliling pada tempat keramaian (pasar, stasiun kereta api, pameran/expo) dan bekerja sama dengan perbankan untuk membuka layanan penukaran uang pada kantor-kantor bank di seluruh daerah.
Layanan kas keliling juga dilakukan melalui kerja sama dengan instansi lain. Dalam hal ini, Bank Indonesia berpartisipasi pada Ekspedisi Bhakti Kesejahteraan Rakyat Nusantara (Bhakesra) yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Ekspedisi Bhakesra 2015 dilaksanakan mulai 31 Agustus s.d. 27 September 2015 menggunakan Kapal Republik Indonesia (KRI) 593 milik TNI-AL dengan rute beberapa pulau di wilayah Indonesia timur. Kegiatan layanan kas keliling dilaksanakan di empat pulau yaitu Pulau Muna, Pulau Wawonii, Pulau Banggai, dan Pulau Togean, dengan total nilai penukaran uang sebesar Rp10,2 miliar.
b. Layanan Kas Titipan Bank Indonesia membuka layanan Kas Titipan untuk melayani masyarakat dalam penyediaan uang di daerah yang sulit atau belum terjangkau oleh Bank Indonesia. Layanan tersebut dilakukan bekerja sama dengan perbankan, khususnya di daerah yang memiliki potensi ekonomi tinggi.
Sampai dengan akhir triwulan III-2015, Bank Indonesia telah bekerja sama dengan 14 bank umum sebagai bank pengelola dengan membuka 32 Kas Titipan. Wilayah Kas Titipan tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua. Jumlah kantor bank sebagai anggota Kas Titipan mencapai 343 kantor. Pada akhir triwulan III-2015, dengan telah beroperasinya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Bank Indonesia menutup Kas Titipan di kota Mamuju.
Keberadaan Kas Titipan dirasakan membawa dampak positif bagi aktivitas perekonomian di wilayah setempat. Hal ini tercermin dari penarikan uang oleh bank pengelola Kas Titipan selama triwulan III-2015 yang tercatat Rp13,6 triliun, naik Rp2,3 triliun (20,2%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Rp11,3 triliun). Kenaikan ini juga dipengaruhi oleh faktor seasonal periode Ramadan 2015. Dalam rangka melaksanakan ketiga pilar kebijakan pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dan kerja sama dengan Pemerintah. Selama triwulan III-2015, Bank Indonesia dan Polri di tingkat provinsi melanjutkan penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman (PPK) terkait kewajiban penggunaan Rupiah, pengawalan dan pengamanan, pengawasan badan usaha jasa pengawalan (Cash in Transit/CiT), kejahatan di bidang sistem pembayaran, dan penanggulangan pemalsuan uang Rupiah. Penandatanganan PPK ini merupakan kelanjutan dari kesepakatan bersama antara Bank Indonesia dan Polri yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas Dan Kewenangan Bank Indonesia Dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.21
21
82
Nota Kesepahaman Nomor: 16/33/GBI/DPU/NK – B/29/VIII/2014 tanggal 1 September 2014 tentang Kerja Sama Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas Dan Kewenangan Bank Indonesia Dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sampai dengan triwulan III-2015, PPK telah ditandatangani di 19 provinsi: Sumatera Utara, Kep. Riau, Sumatera Barat, Kep. Bangka Belitung, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
3.4. Kerja sama Internasional 3.4.1. Kerja sama Negara G20 Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Turki 2015 fokus pada upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat dan inklusif melalui aksi bersama dari anggota G20. Upaya tersebut kemudian diterjemahkan menjadi tiga yakni inklusif, implementasi, dan investasi.
Berpartisipasi aktif dalam berbagai fora internasional dengan fokus stabilitas ekonomi dan sistem keuangan, reformasi lembaga keuangan internasional, pencegahan krisis, dan optimalisasi dampak positif dari integrasi sektor keuangan.
Gambar 3.3 Agenda Presidensi G-20 Turki 2015
Sepanjang triwulan III-2015, Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan terkait keanggotaan Indonesia dalam forum G20 yang terkait isu strategi pertumbuhan, investasi maupun infrastruktur. Kegiatan lain yang dilaksanakan adalah pertemuan tingkat menteri Keuangan dan gubernur bank sentral. Kegiatan yang dilaksanakan dalam kerangka kerja sama negara G-20 adalah sebagai berikut: a. Rapat koordinasi monitoring implementasi G20 Growth Strategy dan penyusunan G20 Adjusted Growth Strategy tanggal 28 Juli 2015. (i) Monitoring G20 Brisbane Growth Strategy. Berdasarkan hasil monitoring komitmen Indonesia pada dokumen Brisbane, tercatat sejumlah key commitments yang telah
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
83
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
selesai dilaksanakan. Pertama, meningkatkan pertumbuhan investasi infrastruktur dengan mendirikan badan pusat infrastruktur dan Pusat Kerja sama Pemerintah Swasta (Infrastructure body and PPP centre). Kedua, mendorong UKM melalui kebijakan fiskal dan moneter, terutama untuk mendapatkan akses finansial yang lebih mudah. Ketiga, memperbaiki iklim investasi dengan mengurangi hambatan administratif bagi perusahaan asing untuk mendirikan bisnis di Indonesia. Keempat, memberikan insentif pajak untuk mendorong sektor swasta dalam penyediaan pelatihan bagi pencari kerja. (ii) Penyusunan G20 Adjusted Growth Strategy. Rapat koordinasi menghasilkan draf final dari Adjusted Growth Strategy Indonesia yang berisi penyesuaian dari Brisbane Growth Strategy dengan penekanan pada aspek infrastruktur, perbaikan iklim investasi, optimalisasi pengelolaan APBN, peningkatan keahlian tenaga kerja, dan peningkatan iklim usaha yang sehat. b. Teleconference G20 Framework Working Group (G20 FWG) tangggal 25 Agustus 2015 (i) Tujuan dilakukannya pertemuan ini adalah untuk mempersiapkan materi pertemuan G20 Finance Ministers’ and Central Bank Governors’ Meeting (G20 MGM) di Ankara yang akan diselenggarakan pada September 2015. (ii) Agenda dari FWG teleconference adalah (i) diskusi mengenai analisis kondisi perekonomian global berdasarkan beberapa skenario (Scenario Analysis); dan (ii) Asesmen awal implementasi Brisbane Growth Strategy. c. Pertemuan G20 Framework Working group (FWG) di Seoul, Korea Selatan tangga 17-18 September 2015.
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari Teleconference G20 Framework Working Group dengan agenda utama: (i) Monitoring implementasi Brisbane Growth Strategy secara kolektif dan individu negara, dan (ii) Asesmen dari Adjusted Growth Strategy.
Monitoring implementasi Brisbane Growth Strategy (GS) dan Accountability Assessment 2015. Hasil asesmen awal dari organisasi internasional (IMF, OECD, World Bank) atas pencapaian GS menunjukkan bahwa seluruh negara anggota G20 telah menunjukkan kemajuan dalam pelaksanaan atas komitmen yang disampaikan. Namun, pelaksanaannya masih perlu upaya tambahan untuk mencapai target implementasi secara efektif dan tepat waktu. Terkait dengan hasil asesmen tersebut, Indonesia mendorong agar G20 terus merealisasikan komitmen dalam GS dan mengelola strategi komunikasi untuk menyampaikan implementasi komitmen GS dan dampaknya di tengah pelemahan ekonomi global saat ini.
d. Hasil asesmen OECD terhadap Indonesia: (i) Implementasi Brisbane Growth Strategy. Asesmen OECD menunjukkan implementasi sebagian besar komitmen utama (KCs) Indonesia berstatus in progress dan sisanya fully implemented atau limited progress. (ii) Adjusted Growth Strategy (AGS). OECD menilai jumlah komitmen Indonesia dalam AGS mencapai lebih dari 10 komitmen. Sejalan dengan itu, asesmen Bank Dunia menunjukkan bahwa Indonesia telah berupaya untuk menambah komitmen dalam AGS, terutama untuk mengurangi kesenjangan infrastruktur (infrastructure gap). e. Pertemuan G20 Investment and Infrastructure Working Group (IIWG) di Berlin, Jerman tanggal 20-21 Agustus 2015.
84
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
(i) Agenda pertemuan adalah: (i) penyusunan strategi investasi, (ii) peningkatan intermediasi pembiayaan UMKM dan infrastruktur, (iii) optimalisasi sumberdaya Multilateral Development Banks (MDBs), dan (iv) pengembangan skema Public Private Partnership (PPP). f. Pertemuan G20 tingkat Menteri keuangan dan Gubernur Bank Sentral di Ankara, Turki, 3-5 September 2015. (i) Pertemuan membahas beberapa agenda, yaitu (i) Perekonomian global, (ii) Growth Strategy, (iii) Investasi infrastruktur, (iv) Reformasi IMF, (v) Regulasi sektor keuangan, (vi) Sistem perpajakan internasional, dan (vii) isu lainnya (terorisme, climate finance). a. Kondisi perekonomian global:
Pelemahan ekonomi global masih berlanjut dan risiko volatilitas pasar keuangan masih tinggi. Oleh karena itu, semua negara diharapkan melakukan bauran kebijakan. Setiap kebijakan harus dikalibrasi dengan hati-hati dan dikomunikasikan dengan jelas.Normalisasi kebijakan moneter AS masih menjadi sumber ketidakpastian. AS menyampaikan kondisi perekonomian domestik yang menunjukkan perbaikan dalam beberapa indikator, namun belum memastikan waktu kenaikan Fed Fund Rate akan dilakukan. Untuk menyikapi hal tersebut, Indonesia dan beberapa negara lainnya (India, Korea dan Brazil) menyampaikan pandangan bahwa koordinasi global menjadi semakin penting untuk menjawab tantangan perekonomian saat ini dan lembaga internasional diharapkan semakin berperan, khususnya dalam membentuk Global Financial Safety Net (GFSN).
b. Growth Strategy
Tantangan utama perekonomian global saat ini adalah upaya mendorong pertumbuhan, baik pertumbuhan aktual maupun potensial. Oleh karena itu, G20 menegaskan kembali komitmen untuk mengimplementasikan growth strategies secara efektif dan tepat waktu dengan menetapkan proses asesmen terhadap implementasi Brisbane growth strategies dan akan melaporkannya dalam KTT G20 di Antalya, 15-16 November 2015. Selanjutnya, G20 harus mempersiapkan komunikasi yang jelas dan positif kepada publik apabila G20 kesulitan untuk mencapai target 2 by 5 yang sudah ditetapkan pada Brisbane Action Plan 2014.
c. Investasi dan Infrastruktur
Strategi investasi menjadi komplemen dari Growth Strategies yang akan disampaikan dalam Antalya Summit. G20 Investment and Infrastructure Working Group (IIWG) bekerja sama dengan organisasi internasional telah menghasilkan beberapa action plan, best practices, dan principles yang terkait investasi dan infrastruktur. Global Infrastructure Hub (GIH) juga telah menyampaikan business plan dan diharapkan dapat mengatasi permasalahan data gaps, mengurangi hambatan investasi, dan meningkatkan keterlibatan swasta dalam proyek infrastruktur. Target kuantitatif dalam strategi investasi diharapkan menjadi salah satu yang bisa disampaikan (deliverables) dalam Antalya Summit.
d. Reformasi IMF
G20 mengharapkan keseriusan AS untuk segera melakukan ratifikasi paket reformasi IMF 2010 dan mendukung penguatan pengelolaan utang luar negeri yang baik.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
85
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
e. Regulasi Sektor Keuangan
Isu regulasi sektor keuangan yang dibahas merupakan kelanjutan dari agenda peningkatan ketahanan (resiliensi) sektor keuangan dalam bentuk mitigasi risiko dan resolusi terhadap krisis. Secara umum, terdapat tiga isu utama yang masih terus dilanjutkan, yaitu: i.
Kerangka TLAC (total loss absorbing capacity) untuk menyiapkan kecukupan likuiditas pada lembaga keuangan global yang sistemik (G-SIFIs).
ii. Reformasi pasar OTC derivatives melalui kontrak derivatif yang terstandardisasi harus dikliringkan melalui central clearing counterparties (CCP) dan dilaporkan kepada trade repositories (TR). iii. G20 Shadow Banking Roadmap bertujuan untuk mengurangi risiko pada stabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh praktik shadow banking22 yang tidak hati-hati (prudent) dan transparan. Indonesia menyampaikan pandangan bahwa secara umum Indonesia mendukung implementasi standar TLAC untuk Global Systemically Important Banks (GSIBs). Namun, Indonesia meminta agar waktu penerapannya harus dikalibrasi dengan hati-hati untuk meninimalkan dampak negatif pada perekonomian, terutama bagi negara berkembang f.
Sistem Perpajakan Internasional
G20 mendorong implementasi G20/OECD Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan di semua negara yang sudah meratifikasinya
g. Isu Lainnya -
G20 terus konsisten untuk memerangi terorisme melalui penerapan FATF recommendations, terutama terkait pembekuan aset tersangka teroris dan tindak pidana pendanaan terorisme
-
G20 juga mendukung Addis Ababa Action Agenda untuk menyusun the 2030 Agenda for Sustainable Development dan agenda climate finance untuk mengurangi dampak perubahan iklim, terutama di negara miskin dan berkembang.
3.4.2. Kerja Sama dalam Forum IMF Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan terkait keanggotaan Indonesia di IMF. Salah satu kegiatan utama yang dilaksanakan yaitu menyelenggarakan pertemuan “The Future of Asia’s Finance Conference” (1-2 September 2015) yang diselenggarakan di Bank Indonesia. Bank Indonesia juga telah menyampaikan pernyataan atas makalah IMF Interim Option on Quota and Governance Reform - Taking Stock and Next Steps. a. “The Future of Asia’s Finance Conference” tanggal 1-2 September 2015
86
The Future of Asia’s Finance (FAF) merupakan proyek multiyears IMF untuk memperkuat surveillance IMF di sektor keuangan dan menyediakan forum diskusi bagi pembuat kebijakan, peneliti ekonomi, dan pelaku pasar di kawasan Asia. Dalam konferensi tahun
22
Lembaga keuangan bukan bank yang melakukan praktek perbankan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
ini, IMF mengangkat tema upaya untuk mempertahankan momentum pertumbuhan di kawasan Asia, di tengah kemungkinan adanya volatilitas di sektor keuangan global yang di antaranya diakibatkan asynchronous monetary policy di negara maju. Konferensi tersebut dibagi dalam tiga sesi dengan topik Financing for Development, Mobilizing Resources for Development, dan Financial Deepening and Inclusion. b. Tanggapan atas Paper IMF: Interim Option on Quota and Governance Reform - Taking Stock and Next Steps
Dewan Eksekutif IMF sepakat untuk mendesak Amerika Serikat (AS) agar meratifikasi 2010 reform sesegera mungkin dengan batas waktu 15 September 2015. Mengingat batas waktu kepada AS sudah terlewati, IMF mulai menggulirkan kembali diskusi terkait interim option. IMF meminta masukan kepada Dewan Eksekutif untuk menyampaikan tanggapannya.
3.4.3. Kerja Sama Asean Terkait perkembangan inisiatif integrasi sektor keuangan pasca-2015, pada Asean Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting, Maret 2015, menteri keuangan dan gubernur bank sentral Asean memberikan mandat kepada Asean Working Committees untuk menyusun Strategic Action Plan Asean Financial Integration Post-2015. Menindaklanjuti hal tersebut, Bank Indonesia berinisiatif menyusun Strategic Direction sebagai pedoman bagi Working Committees dalam penyusunan Strategic Action Plan. Strategic Direction disusun dengan memperhatikan relevansinya dengan 6 key features integrasi keuangan Asean yang telah disepakati sebelumnya. Strategic Direction dimaksudkan untuk memberikan arahan (top down direction) dari menteri keuangan dan gubernur bank sentral yang dipadukan dengan bottom up initiatives dari Working Committees. Proposal Strategic Direction telah diterima forum Senior Level Committee on Financial Integration (SLC) Meeting pada September 2015 di Manila, Filipina. Adapun key features terkait Strategic Direction dimaksudkan untuk memastikan adanya manfaat integrasi sektor keuangan ke sektor riil. Pertama, memfasilitasi aliran investasi dan modal di Asean yang memenuhi kebutuhan sektor riil. Kedua, integrasi keuangan perlu diimbangi dengan stabilitas keuangan agar manfaatnya berkesinambungan dan dapat dinikmati oleh masyarakat Asean secara luas. Hal tersebut untuk mendukung visi Asean Economic Community (AEC) 2025 yaitu a cohesive, integrated, competitive, global, and people-centered Asean’s economy. Sebagai kelanjutan komitmen kerja sama jaring pengaman keuangan internasional di kawasan, para gubernur bank sentral Asean telah memperpanjang perjanjian Asean Swap Arrangement (ASA) hingga 2017, yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan cadangan devisa. Perjanjian ASA telah berlaku selama sepuluh tahun dan dilakukan pembaruan perjanjian setiap dua tahun. Dalam periode ini, Indonesia bertindak sebagai agent bank untuk ASA, yang bertugas menatausahakan proses terkait penandatanganan perpanjangan perjanjian ASA dan aktivasi ASA, apabila diperlukan. 3.4.4. Kerja Sama Asean + 3 Kerja sama Asean+3 masih terus difokuskan pada upaya penguatan ketahanan (resiliensi) kawasan dalam menghadapi risiko ketidakpastian global yang masih berlanjut.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
87
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Penguatan resiliensi kawasan melalui Regional Financial Arrangement terus dilakukan melalui peningkatan kesiapan operasionalisasi dan implementasi Chiang Mai Initiatives Multilateralization (CMIM) maupun peningkatan peran Asean+3 Macroeconomic Research Office (AMRO). Hingga triwulan III-2015, penguatan CMIM masih diarahkan pada penguatan koordinasi antara CMIM dan Global Financial Safety Net (GFSN) seperti fasilitas IMF, dan peningkatan operasionalisasi hal-hal teknis yang mengacu pada standar internasional. Penguatan koordinasi antara CMIM dan GFSN antara lain dilakukan melalui pelaksanaan joint study oleh Bank of Korea, Bank Indonesia, dan Bank of Japan mengenai “Troika’s Economic Adjustment Programs in the Euro Area for the CMIM’s Future Reference”. Studi tersebut bertujuan untuk mengetahui peran dan keterlibatan IMF pada skema Regional Financial Arrangement di Kawasan Euro sebagai referensi dalam memperkuat CMIM Arrangement. Untuk mendukung peran AMRO dalam implementasi CMIM, peningkatan kualitas surveillance dan kapasitas organisasi AMRO sebagai International Organization (IO) terus dilakukan. Pada triwulan III-2015, upaya tersebut dilakukan melalui penyempurnaan organisasi AMRO, termasuk melalui seleksi top management yang diharapkan dapat mendukung pemenuhan sumber daya AMRO yang berkualitas. 3.4.5. Kerja Sama Bank of International Settlement (BIS) Dalam pertemuan BIS, di bahas materi terkait peningkatakn pendirian lembaga pemeringkat baru dan peningkatan peran Central Counterparty (CCP) dalam stabilitas keuangan. Untuk meningkatkan konsistensi dan kualitas penilaian rating maupun analisis dan pandangan yang lebih beragam, para gubernur bank sentral anggota BIS sepakat untuk mendorong pendirian lembaga pemeringkat baru di luar tiga lembaga rating besar Moodys, S&P, dan Fitch. Para gubernur bank sentral anggota BIS juga membahas peran Central Counterparty (CCP) dalam stabilitas keuangan. CCP merupakan infrastruktur pasar keuangan yang melaksanakan setelmen kliring seluruh transaksi jasa keuangan, khususnya sekuritas, transaksi derivatif, dan berbagai jenis repo. CCP menjamin kewajiban yang timbul dari suatu kontrak antara dua counterparties yang menjadi peserta. Hal ini memungkinkan penyerapan risiko gagal bayar dengan mengeksekusi margin dan default fund contributions, termasuk mengeksekusi collateral. Peran ini akan mendorong terjaganya stabilitas sistem keuangan. Namun demikian, dengan peran yang demikian sentral, CCP memiliki risiko konsentrasi dan risiko sistemik sehingga perlu diperhitungkan keberadaannya dalam protokol manajemen krisis. Ke depan, pengembangan CCP merupakan hal penting sehubungan dengan adanya asesmen penerapan Principles for Financial Market Infrastructures (PFMI). Prinsip ini menjadi global regulatory standard untuk sistem pembayaran, central counterparty, central security depository, dan trade repository. 3.4.6. Kerja Sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP) Pada triwulan III-2015, Forum EMEAP difokuskan pada asesmen potensi risiko global dan domestik yang perlu dicermati oleh anggota EMEAP. Potensi itu diantaranya berupa (i) perlambatan ekonomi Tiongkok dan kebijakan devaluasi RMB serta dampak rambatannya ke negara EMEAP lain; (ii) potensi kebijakan kenaikan Fed Fund Rate; dan (iii) penurunan
88
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
harga komoditas global. Pertumbuhan ekonomi kawasan diperkirakan masih akan terus melambat. Permintaan konsumsi dan aktivitas industri global yang masih lesu mengakibatkan rendahnya harga komoditas sehingga mengganggu kinerja ekspor. Di sisi lain, pasar keuangan masih didominasi dengan tingginya volatililitas, tercermin dari koreksi di pasar saham dan depresiasi nilai tukar. Kondisi tersebut mendorong bank sentral, seperti ECB, untuk terus menerapkan kebijakan yang akomodatif. Terkait probabilitas kenaikan Fed Fund Rate (FFR), hasil survei kepada pelaku pasar pada September 2015 menunjukkan penurunan ekspektasi dari sebelumnya sekitar 50% pada Juni 2015, menjadi sekitar 30%. Menyikapi kondisi tersebut, EMEAP meminta agar the Fed segera mengambil keputusan untuk memberikan kejelasan kepada pelaku pasar. EMEAP menyampaikan bahwa akan lebih mudah bagi negara berkembang untuk mengelola dampak kenaikan FFR dibandingkan terus menghadapi risiko karena ketidakpastian. Pada triwulan III-2015, juga dilakukan diskusi intensif mengenai rencana ke depan Asian Bond Fund (ABF) 1 yang dinilai telah mencapai tujuan pembentukannya dalam pengembangan pasar obligasi kawasan. Ke depan, EMEAP diharapkan dapat lebih memfokuskan upaya pengembangan pasar obligasi kawasan dalam mata uang lokal melalui ABF 2.
3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan Untuk mendukung pencapaian visi dan misi Bank Indonesia, komunikasi merupakan fungsi yang sangat penting bagi bank sentral. Komunikasi kebijakan Bank Indonesia bertujuan untuk menunjang efektivitas kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia agar kebijakan Bank Indonesia dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat.Komunikasi Bank Indonesia difokuskan pada peran aktif dalam menjaga stabilitas perekonomian untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran. Bank Indonesia berinisiatif untuk melakukan dialog, diskusi, dan penyebaran informasi mengenai kebijakannya sejak dini dan terencana melalui berbagai jalur komunikasi yang dimiliki, mulai dari media tradisional hingga media sosial. Bank Indonesia menerapkan strategi komunikasi “Proaktif Horisontal”. “Proaktif” dalam arti Bank Indonesia berinisiatif untuk melakukan dialog, diskusi, dan penyebaran informasi mengenai kebijakannya sejak dini dan terencana melalui berbagai instrumen komunikasi (multi-channels) yang dimiliki, mulai dari media mainstream hingga media sosial. “Horizontal” berarti pendekatan yang dipilih merupakan pendekatan dua arah (two ways communications) yang melibatkan stakeholders sebagai mitra sejajar. Strategi komunikasi ini dilakukan seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang memunculkan media sosial sebagai platform komunikasi yang sangat berpengaruh dalam pembentukan opini publik dan pergeseran politik dan demografi di Indonesia yang semakin demokratis. Untuk mengkomunikasikan kebijakan, Bank Indonesia menggunakan berbagai media (multi-channel), baik media konvensional seperti surat kabar, televisi maupun radio ataupun melalui website dan media sosial. Komunikasi melalui surat kabar berupa pemuatan materi komunikasi dalam bentuk advetorial, print-ad dan infografis secara berkala. Sedangkan komunikasi melalui media elektronik dilakukan dalam bentuk talkshow di televisi dan radio ataupun wawancara khusus.
Komunikasi kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter dilaksanakan untuk membentuk ekspektasi pasar dalam rangka pencapaian inflasi dan stabilitas nilai tukar. Di bidang stabilitas sistem keuangan dan sistem pembayaran, pelaksnaaan komunikasi untuk mendukung efektivitas implementasi kebijakan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
89
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selain komunikasi melalui media konvensional, Bank Indonesia terus mengoptimalkan website dan media sosial sebagai saluran komunikasi untuk menjangkau seluas mungkin masyarakat. Website Bank Indonesia selalu dikembangkan dari segi konten, desain, dan layout untuk memenuhi kebutuhan informasi seluruh pemangku kepentingan. Selain website, penggunaan media sosial juga terus dioptimalkan sesuai perkembangan sarana komunikasi yang digunakan. Sejak 2011, Bank Indonesia telah aktif berkomunikasi melalui akun twitter @bank_indonesia, lalu diikuti Flipboard & Flickr (2013) dan Yotube channel (2014). Mulai 1 September 2015, Bank Indonesia juga menggunakan Facebook sebagai media untuk berkomunikasi kepada publik. Melalui media sosial, para netizen juga dapat berinteraksi dua arah mengenai topik/ informasi tertentu dengan akun Bank Indonesia. Edukasi dan sosialisasi yang disampaikan beragam channel media sosial ini dilakukan untuk mengoptimalisasi penyebaran kebijakan dan kegiatan yang sedang dilakukan Bank Indonesia ke segala lapisan masyarakat. Tercatat followers twitter @bank_indonesia pada triwulan III-2015 telah mencapai lebih dari 250.000. Informasi rutin yang disampaikan secara harian meliputi: informasi kurs, jadwal kas keliling, dan kunjungan ke Bank Indonesia (#KunjunganBI). Informasi bulanan antara lain terkait BI rate (#BIrate), berbagai laporan, survei, info terbaru, dan siaran pers yang diperbarui melalui website. Respons paling besar didapatkan dari tweet mengenai kurs dan karier, sedangkan respons positif paling banyak didapat dari tweet infografis dan tweet series tematik dari berbagai kegiatan Bank Indonesia. Perkembangan video Bank Indonesia di youtube channel juga menunjukkan peningkatan. Selama Juli- September 2015 telah bertambah 15 video sehingga total video menjadi 97 video, di antaranya video liputan kegiatan Bank Indonesia dan video grafis. Pada triwulan III-2015, youtube channel Bank Indonesia mendapatkan 16.894 viewer, dengan video yang paling banyak ditonton berjudul Sejarah Uang dan Sejarah Bank Sentral. Begitu pula dengan perkembangan facebook Bank Indonesia. Sejak diluncurkan sampai dengan saat ini, Facebook Page Bank Indonesia mendapat 1.837 likes. Informasi yang dikomunikasikan melalui facebook berupa ulasan mengenai kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia, serta info terbaru dan siaran pers dari website. Sedangkan konten infografis yang diluncurkan sejaki 2 Februari 2015 sudah diakses sebanyak 19.098 kali dari website BI. Selain komunikasi langsung dengan masyarakat umum, Bank Indonesia juga melaksanakan komunikasi yang lebih intens dan terarah dengan berbagai pemangku kepentingan. Bank Indonesia menggelar berbagai forum diskusi dengan pengamat ekonomi, akademisi, maupun pelaku pasar keuangan, secara dua arah, demi sosialisasi kebijakan sekaligus memperoleh masukan dari pemangku kepentingan. Bank Indonesia juga terus memperkuat komunikasi dengan pemerintah maupun lembaga negara lainnya demi memperoleh sinergi antarlembaga. Komunikasi dengan kalangan media massa juga dilakukan, baik dalam rangka publikasi kebijakan maupun edukasi. Kegiatan konferensi pers, media briefing, dan pelatihan wartawan dilakukan secara berkala. Bank Indonesia juga mengoptimalkan pertemuan dalam bentuk forum group discussion (FGD) dengan pemimpin redaksi maupun redaktur untuk mendiseminasikan kebijakan Bank Indonesia. Di bidang moneter, salah satu komunikasi kebijakan utama yang dilakukan adalah mengenai tingkat suku bunga kebijakan (BI Rate), sebagai hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan. Pengumuman tingkat suku bunga disertai pula dengan analisis perkembangan perekonomian terkini serta prospek perekonomian di masa mendatang, yang menjadi latar belakang pertimbangan penentuan BI Rate. Penyajian hasil RDG dilakukan dengan publikasi infografis di media cetak nasional, media sosial dan website Bank Indonesia.
90
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selain komunikasi mengenai BI rate, pada triwulan III-2015, topik nilai tukar yang mengalami tekanan menjadi fokus utama. BI secara proaktif menjelaskan perkembangan nilai tukar dan faktor-faktor penyebab tekanan nilai tukar baik. Selain itu, komunikasi terkait paket kebijakan stabilitasi nilai tukar juga dilakukan secara masif melalui media massa, media sosial maupun pertemuan langsung dengan berbagai stakeholders. Koordinasi dengan pemerintah dalam menjaga stabilitas nilai tukar juga dipublikasikan untuk memberikan confidence bagi para pemangku kepentingan. Selain dua topik utama tersebut, komunikasi berbagai kebijakan dan program BI juga dipublikasikan kepada masyarakat. Komunikasi juga dilakukan masif terkait hasil kesepakatan dan koordinasi BI dan Pemerintah Pusat serta Pemerintah Daerah dalam mendorong percepatan pembangunan infrastruktur energi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan pada 11 Agustus 2015 di Balikpapan, Kalimantan Timur. Di bidang stabilitas sistem keuangan, sosialisasi terkait pelonggaran kebijakan makroprudensial yakni penyesuaian kebijkan Giro Wajib Minimum (GWM) menjadi fokus komunikasi pada triwulan III-2015, sebagai rangkaian pelonggaran kebijakan makroprudensial pada triwulan sebelumnya yakni terkait penyesuaian besaran uang muka kredit properti dan kendaraan. Dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, BI terus menyosialisasikan berbagai program, salah satunya adalah program terkait financial market deepening yakni penandatangan MoU terkait Mini Master Repo Agreement (MRA) Syariah sebagai dokumen acuan pada Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah (Transaksi Repo Syariah) oleh 18 Bank yang dilakukan pada tanggal 2 Juli 2015 di Jakarta. Di bidang sistem pembayaran, komunikasi kebijakan Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah NKRI terus diperkuat. Sosialisasi dilakukan secara masif baik melalui above the line maupun below the line. Secara above the line, komunikasi dilakukan melalui publikasi advertorial dan print-ad di berbagai media cetak nasional. Selain itu, komunikasi melalui media elektronik khususnya di televisi dalam bentuk talkshow maupun wawancara khusus juga terus dilanjutkan pasca launching kebijakan. Penggunaan channel komunikasi alternatif seperti sms blast maupun videotron juga dilakukan. SMS blast adalah pengiriman pesan singkat kepada masyarakat bekerja sama dengan operator telekomunikasi. SMS Blast ditujukan kepada masyarakat secara targeted berdasarkan demografi penduduk maupun berdasarkan lokasi, yang merupakan pusat-pusat keramaian seperti mall dan lainnya. Adapun penggunaan videotron atau sering juga di sebut Megatron, atau led screen billboard yang merupakan bentuk dari reklame digital dengan visual gambar bergerak (digital visual advertising) ditujukan untuk mencapai masyarakat diberbagai titik-titik keramaian misal perlintasan jalan raya. Penggunaan media alternatif tersebut ditujukan untuk meningkatkan awareness masyarakat dan menciptakan viral secara langsung akan pentingnya kewajiban penggunaan Rupiah. Selain menggunakan media mainstream, komunikasi melalui media sosial juga dilakukan dengan gencar. Secara berkala, BI melakukan publikasi melalui twitter yang mendapat respon positif dari digital citizen. Sebagai ilustrasi, tercatat lebih dari 15 ribu orang yang membaca/melihat pesan twit terkait Kewajiban penggunaan Rupiah. Selain menggunakan media, sosialisasi secara langsung kepada masyarakat juga dilakukan dalam bentuk edukasi kepada masyarakat/instansi ataupun lembaga pendidikan yang berkunjung ke Bank Indonesia. Selain itu, layanan informasi melalui call center Bank
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
91
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Indonesia juga terus dilaksanakan. Layanan tersebut juga mendapat sambutan yang sangat tinggi. Sebagai gambaran, pada bulan pertama triwulan (Juli 2015), tercatat lebih dari empat ribu permintaan informasi melalui call center Bank Indonesia terutama terkait Kewajiban Penggunaan Rupiah dan SKN BI. 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan Edukasi kebanksentralan kepada masyarakat dilakukan secara aktif melalui pengajaran, diskusi, dan seminar mengenai kondisi maupun isu terkini terkait perubahan lingkungan di domestik dan internasional.
Dalam rangka meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang peran dan fungsi bank sentral, Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan edukasi kebanksentralan yang mencakup pengajaran kepada kalangan akademisi, serta pelaksanaan seminar dan diskusi terfokus dengan profesional yang melibatkan lintas instansi baik domestik maupun internasional dalam rangka sharing hasil riset dan diskusi isu terkini di bidang kebanksentralan. Kegiatan edukasi kepada kalangan akademisi pada triwulan III-2015 diselenggarakan di Universitas Paramadina yang diikuti oleh Guru dan Siswa Tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas se-Jabodetabek dan Mahasiswa Paramadina pada bulan Juli 2015 (perlu ditambahkan informasi kegiatan selengkapnya dari BIns). Bank Indonesia menyelenggarakan konferensi secara tahunan dengan mengundang kalangan akademisi, praktisi, maupun kepemerintahan. Konferensi pada tahun ini mengusung tema “Balancing Sustainability Growth and Macroeconomic Stability”. Tema ini sejalan dengan upaya memastikan pembangunan ekonomi berjalan pada jalur pertumbuhan yang diharapkan optimal sekaligus terjaganya stabilitas makroekonomi. Sebagai bagian upaya mendorong riset dan edukasi mengenai kebijakan ekonomi, keuangan dan moneter berdasarkan prinsip syariah, Bank Indonesia mempublikasikan Journal of Islamic Monetary, Economic and Finance dengan periode penerbitan secara semesteran yakni pada bulan Februari dan Agustus. Publikasi perdana jurnal tersebut memuat lima artikel dari perkembangan sistem ekonomi hingga konsep uang, laba dan bunga berdasarkan prinsip syariah. Dewan Editor Jurnal terdiri dari pakar ekonomi dan keuangan syariah dari kalangan akademisi maupun praktisi dari dalam maupun luar negeri. Dalam rangka memberikan maupun memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi dan isu terkini terkait perubahan lingkungan di domestik dan internasional, Bank Indonesia secara aktif menyelenggarakan dan atau terlibat dalam program diskusi dengan kalangan profesional dengan mengundang narasumber baik dari kalangan akademisi, teknokrat dan praktisi maupun stakeholders terkait. Kegiatan diskusi yang diselenggarakan pada periode triwulan III-2015 diantaranya: • Serangkaian grup diskusi tentang “Dinamika Produk dan Akad Keuangan serta Instrumen Moneter Syariah di Indonesia” yang melibatkan kalangan akademisi, Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia, dan praktisi profesional perbankan syariah. Program diskusi diselenggarakan di Bandung dan Bogor pada bulan September 2015. • Diskusi hasil kajian Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia mengenai “Penerimaan Remitansi TKI di Kawasan Asia Pasifik, studi: Taiwan, Hongkong, Malaysia” pada 25 September 2015. • Diskusi/sharing hasil kajian “Designing models for BMT and Micro Enterprises Development” dalam forum internasional di Istambul Turki pada 15 September 2015. Forum tersebut dihadiri akademisi dan profesional di bidang Islamic banking and finance.
92
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional Investor Relation Unit (IRU) Bank Indonesia telah melaksanakan sejumlah kegiatan dalam rangka meningkatkan persepsi positif perekonomian Indonesia, baik dalam bentuk investor briefing, rating analyst update, maupun investor conference call. Kegiatan investor briefing dilaksanakan dengan HSBC, Deutsche Bank, dan Roskill Information Services. Sedangkan rating analyst update dilaksanakan dua kali, yakni pada bulan Juli 2015 di Singapura dan Agustus di Tokyo, Jepang. Rating analys update dilakukan untuk memberikan update perkembangan perekonomian Indonesia dan respons kebijakan otoritas terkini kepada analis lembaga rating S&P, Moody’s dan Rating & Investment Information Inc. (R&I) dan stakeholder lainnya. Untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama dengan unit hubungan investor korporasi dan perbankan, IRU menyelenggarakan Forum Koordinasi Investor Relations Bank dan Korporasi 2015 pada bulan Juli 2015 di Jakarta. Forum ini bertujuan untuk memberikan update kondisi ekonomi, fiskal, dan respons kebijakan Bank Indonesia maupun pemerintah. Forum ini dihadiri perwakilan investor korporasi dan perbankan yang saham dan obligasinya diperdagangkan secara aktif di Bursa Efek Indonesia.
Update kondisi ekonomi, fiskal, dan respons kebijakan Bank Indonesia maupun Pemerintah senantiasa disampaikan kepada para pemangku kepentingan, baik nasional maupun internasional.
IRU juga menyelenggarakan koordinasi anggota IRU nasional dalam bentuk Dedicated Team Meeting pada bulan September 2015 di Bali. Kegiatan ini membahas strategi mempertahankan sovereign credit rating Indonesia sebagai persiapan pelaksanaan asesmen tahunan sejumlah lembaga pemeringkat dan memperkuat key messages IRU dalam mengantisipasi perhatian stakeholders eksternal (lembaga pemeringkat, investor, dan opinion maker) terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Sejalan dengan rencana pengembangan Regional IRU di daerah, pada kesempatan ini juga disampaikan materi pengembangan Regional IRU di daerah. Acaraini dihadiri oleh beberapa kementerian/ lembaga negara. IRU juga melakukan pengkinian data dan informasi ekonomi Indonesia melalui website IRU dalam rangka diseminasi informasi kepada stakeholders. Diseminasi data dan informasi juga dilakukan melalui Investor Conference Call dengan tema “Indonesian Recent Economic Development and Policy Update, Q2-2015” yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2015. Kegiatan ini merupakan salah satu media untuk memenuhi kebutuhan informasi dan klarifikasi oleh investor. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan pelaku pasar internasional terhadap perekonomian Indonesia. Conference call yang diikuti 77 peserta tersebut memperoleh respons sangat positif dari investor Asia dan Eropa. Upaya meningkatan persepsi positif terhadap perekonomian Indonesiajuga melibatkan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Luar Negeri (KPwLN) di London, New York, Singapura dan Tokyo. Pada triwulan III-2015, KPwLN Bank Indonesia melakukan pertemuan dengan lembaga rating (a.l. S&P, Moody’s, JCRA, R&I), investor utama pemegang suratsurat berharga pemerintah Indonesia (a.l. JP Morgan, Wellington Management, Amundi Asset Management), dan mitra strategis lainnya (a.l. KBRI, BKPM, Indonesian Investment Promotion Center/IIPC). Pertemuan tersebut menjadi media untuk membangun hubungan baik dan menjaga persepsi positif stakeholders terhadap ekonomi Indonesia, sekaligus sarana yang efektif untuk mengelaborasi dan menjawab perhatian stakeholders terkait perekonomian Indonesia. Dari berbagai kegiatan hubungan investor tersebut, terdapat beberapa perhatian utama stakeholders, antara lain (i) kerentanan eksternal Indonesia, (ii) implementasi reformasi struktural (a.l. pembangunan infrastruktur, percepatan proses perizinan usaha), (iii) implementasi ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah di Indonesia dan hedging utang luar negeri korporasi, (iv) kondisi likuiditas dan kedalaman pasar keuangan domestik, dan (v) level cadangan devisa Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
93
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.6. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia Pelaksanaan 25 Program Strategis terus diimplementasikan dan dipantau penyelesaiannya secara intensif dan terukur, sesuai target yang telah disepakati.
Sebagai tindak lanjut pencanangan Visi Bank Indonesia 2024 dan program transformasi Bank Indonesia di 2014, pada triwulan laporan Bank Indonesia mengimplementasikan 25 program strategis yaitu sebagai berikut:
No
Tema Transformasi Bank Indonesia
Program Strategis Bank Indonesia
1.
Policy Excellence
• Program Strategis #1: Merumuskan Kerangka Kerja Yang Terkoordinasi Antara Kebijakan Moneter (termasuk Kebijakan Nilai Tukar), Kebijakan Makroprudensial, serta Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah. • Program Strategis #2: Mengembangkan strategi operasional untuk kerangka kebijakan Moneter dan kerangka kebijakan Makroprudensial. • Program Strategis #3: Memperkuat proses pengambilan keputusan dan komunikasi kebijakan. • Program Strategis # 4: Mengembangkan National and Regional Financial Balance Sheets.
2.
Outstanding Execution
• Program Strategis #5: Membangun Center of Excellence di area pengawasan institusi keuangan dan penyelenggara jasa Sistem Pembayaran. • Program Strategis #6: Memperbaiki Business Continuity Plan dan Disaster Recovery Plan. • Program Strategis #7: Optimalisasi Kapasitas Percetakan Uang. • Program Strategis #8: Mengembangkan sentralisasi jaringan distribusi uang (cash distribution network). • Program Strategis #9: Memperkuat manajemen risiko, governance dan pengendalian intern (termasuk membentuk Departemen Manajemen Risiko). • Program Strategis #10: Memperkuat kantor regional.
3.
Institutional Leadership
• Program Strategis #11: Meningkatkan strategi internasional Bank Indonesia untuk menjalankan peran kepemimpinan di regional • Program Strategis #12: Memperkuat mekanisme protokol manajemen krisis • Program Strategis #13: Mempercepat pendalaman pasar keuangan • Program Strategis #14: Mengembangkan perekonomian syariah melalui penguatan koordinasi antar lembaga • Program Strategis #15: Mendorong keuangan Inklusif dan elektronifikasi instrumen pembayaran • Program Strategis #16: Mengembangkan National Payments Gateway (NPG) dan Platform Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP)
4.
Motivated Organization
• Program Strategis #17: Membangun Bank Indonesia Academy • Program Strategis #18: Mengembangkan Strategi Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Rekrutmen • Program Strategis #19: Menyusun jalur karir baru, pergerakan talenta, sistem penilaian jabatan (job grading system) yang selaras dengan sistem remunerasi • Program Strategis #20: Menyempurnakan sistem manajemen kinerja Bank Indonesia • Program Strategis #21: Membangun Leadership Engine Bank Indonesia dan Talent Management Bank Indonesia. • Program Strategis #22: Melakukan Reorganisasi di Seluruh Satuan Kerja Berdasarkan Roadmap AFSBI.
5.
State of the Art Technology
• Program Strategis #23: Memanfaatkan Big Data Untuk Mendukung Proses Pengambilan Keputusan di Moneter dan Stabilitas Sistem Keuangan. • Program Strategis#24: Pengembangan Information System Enterprise Architecture dan Roadmap, Reorganisasi Departemen Pengelolaan Sistem Informasi, dan Implementasi Proyek Sistem Informasi Strategis • Program Strategis #25: Penguatan Governance dalam proses sistem informasi.
Pelaksanaan program strategis BI memasuki fase restrukturisasi dan penyempurnaan (2014– 2019), sampai dengan triwulan III-2015 perkembangan penyelesaian telah mencapai sekitar 75% dari tahapan yang direncanakan. Adapun penyelesaian dari masing-masing program di lima tema adalah sebagai berikut: 1. Program Strategis #1: Merumuskan Kerangka Kerja Yang Terkoordinasi Antara Kebijakan Moneter (termasuk Kebijakan Nilai Tukar), Kebijakan Makroprudensial, serta Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
94
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Program strategis ini bertujuan untuk: (i) meningkatkan koordinasi kebijakan moneter, makroprudensial serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah dan (ii) memastikan kejelasan komunikasinya untuk meningkatkan kredibilitas kebijakan Bank Indonesia di mata stakeholders. Sampai dengan triwulan III-2015, telah diterbitkan ketentuan mengenai Visi, Misi dan Strategi Bank Indonesia.23 Mendukung pengaturan tersebut, telah diselesaikan juga framework macro risk surveillance dalam mendukung kerangka kerja kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran.
2. Program Strategis #2: Mengembangkan strategi operasional untuk kerangka kebijakan Moneter dan kerangka kebijakan Makroprudensial
Program strategis ini bertujuan untuk memastikan implementasi kebijakan moneter dan makroprudensial Bank Indonesia yang kuat. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilakukan survei risiko sistemik kepada otoritas keuangan, institusi keuangan, pakar, asosiasi professional, akademisi, lembaga riset, lembaga negara dan wartawan dalam rangka mengembangkan mekanisme asesmen balanced approach yakni mitigasi risiko sistemik melalui penetapan prioritas risiko dan penyusunan peta transmisi. Selain itu, juga dilakukan pengembangan granular stress test kepada beberapa bank besar dengan menggunakan metode best practice dari bank sentral di Negara lain.
3. Program Strategis #3: Memperkuat proses pengambilan keputusan dan komunikasi kebijakan.
Tujuan program strategis ini untuk menyempurnakan proses pengambilan keputusan di Bank Indonesia sehingga dapat menghasilkan kebijakan bank sentral yang lebih efektif serta untuk memperkuat komunikasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Dalam upaya memperkuat proses pengambilan keputusan dan komunikasi kebijakan, diperlukan transparansi komunikasi kebijakan dan memastikan konsistensi pesan kebijakan untuk membangun kredibilitas. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilaksanakan kegiatan sebagai berikut: (i) penyusunan mekanisme tracking kebijakan, (ii) publikasi pidato Anggota Dewan Gubernur (ADG) dalam dua bahasa di situs www.bi.go.id, (iii) kerangka kerja komunikasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), dan (iv) pedoman pengelolaan metadata Arsitektur Statistik Bank Indonesia (ASBI) guna mendukung pelaksanaan pengelolaan data yang dilanjutkan dengan infrastruktur informasi.
4. Program Strategis # 4: Mengembangkan National and Regional Financial Balance Sheets.
Program Strategis ini bertujuan untuk menyediakan nasional dan regional balance sheet serta indikator financial imbalances untuk menganalisa likuiditas, financial imbalances, dan risiko sistemik intersektoral nasional dan regional. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilakukan kegiatan antara lain: (i) pemetaan kebutuhan data, melalui beberapa focus group discussion, sharing session dengan subject matter expert, (ii) penyusunan draft awal Regional Financial Account tahun 2014 DKI Jakarta serta kompilasi penyusunan untuk 8 wilayah pilot project, (iii) pembahasan pemanfaatan data Government Financial Statistic (GFS) dengan Kemenkeu dan expert IMF, dan (iv) pembahasan penyusunan laporan keuangan korporasi sektor publik tahun 2014.
5. Program Strategis #5: Membangun Center of Excellence di area pengawasan institusi keuangan dan penyelenggara jasa Sistem Pembayaran.
Program Strategis ini bertujuan untuk membangun pengawasan yang komprehensif, terarah, dan efisien serta monitoring terhadap risiko sistemik yang diprioritaskan. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilakukan upaya untuk membangun Center
23
Peraturan Dewan Gubernur No. 17/8/PDG/2015 tanggal 24 Agustus 2015 tentang Visi, Misi, dan Strategis Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
95
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
of Excellence di area pengawasan institusi keuangan dan penyelenggara jasa Sistem Pembayaran dalam rangka membangun pengawasan yang komprehensif, terarah, dan efisien. Lebih lanjut, terkait monitoring terhadap risiko sistemik prioritas, telah diselesaikan : (i) model stress test bottom up sebagai penguatan pengawasan off site, dan (ii) pokok-pokok framework pengawasan makroprudensial, sistem pembayaran dan moneter dalam rangka integrasi pengawasan secara menyeluruh 6. Program Strategis #6: Memperbaiki Business Continuity Plan dan Disaster Recovery Plan. Tujuan program strategis ini untuk memperkuat perencanaan dan kesiapan Bank Indonesia dalam memastikan keberlangsungan tugas operasional Bank Indonesia pada saat insiden/bencana, pemulihan kegiatan dan proses penyelenggaraan kegiatan sebagaimana kondisi normal. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilakukan perbaikan usulan strategi disaster recovery dengan rekomendasi perluasan data center untuk kegiatan kritikal dalam rangka memperbaiki Business Continuity Plan dan Disaster Recovery Plan. 7. Program Strategis #7: Optimalisasi Kapasitas Percetakan Uang
Program strategis ini bertujuan untuk memastikan pasokan uang layak edar yang stabil, dengan denominasi dan waktu yang tepat sesuai kebutuhan masyarakat di seluruh Indonesia. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilakukan upaya untuk Optimalisasi Kapasitas Percetakan Uang dalam rangka memastikan pasokan uang layak edar yang stabil, dengan denominasi dan dalam waktu yang tepat sesuai kebutuhan masyarakat di seluruh Indonesia. Terkait dengan hal ini, telah disepakati rencana perbaikan proses bisnis percetakan uang di Perusahaan Percetakan Negara Republik Indonesia dan Bank Indonesia. Selain itu berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan pada triwulan sebelumnya, telah dihasilkan rekomendasi optimalisasi kapasitas cetak uang di Indonesia.
8. Program Strategis #8: Mengembangkan sentralisasi jaringan distribusi uang (cash distribution network)
Program strategis ini bertujuan untuk mengembangkan jaringan distribusi uang dan layanan kas yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia untuk menjamin ketersediaan uang rupiah yang berkualitas di seluruh wilayah Indonesia. Program strategis ini bertujuan untuk mengembangkan jaringan distribusi uang dan layanan kas yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia untuk menjamin ketersediaan uang rupiah yang berkualitas di seluruh wilayah Indonesia. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilakukan finalisasi penyempurnaan Masterplan Centralized Cash Network Planning (CCNP). Paralel dengan kegiatan tersebut, dalam rangka persiapan implemenasi telah pula dilakukan (i) focus group discussion (FGD) dengan stakeholder terkait (perbankan, APJATIN, Kemenhub, dan Bank Pengelola Kas Titipan), dan (ii) workshop penyusunan request for solution (RFS) jaringan distribusi uang.
9. Program Strategis #9: Memperkuat manajemen risiko, governance dan pengendalian intern (termasuk membentuk Departemen Manajemen Risiko) Program strategis ini bertujuan untuk memperkuat implementasi governance, manajemen risiko, dan pengendalian intern Bank Indonesia guna meningkatkan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilakukan hal sebagai berikut: (i) penyusunan pokok-pokok usulan risk appetite Bank Indonesia, (ii) penyusunan guidance pelaksanaan Manajemen Risiko Bank Indonesia (MRBI), dan (iii) sosialisasi PDG MRBI kepada pegawai untuk memberikan pemahaman yang sama.
96
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
10. Program Strategis #10: Memperkuat kantor regional
Program strategis ini bertujuan untuk melakukan transformasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN) menjadi unit terdepan Bank Indonesia terutama dalam memahami ekonomi daerah dan memberikan advis terkait isu-isu ekonomi kepada Pemerintah Daerah. Sampai dengan triwulan III-2015, KPw BI Provinsi Sulawesi Barat telah aktif beroperasi. Selain itu, telah diselesaikan draft regional office handbook yang nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan fungsi KPw DN.
11. Program Strategis #11: Meningkatkan strategi internasional Bank Indonesia untuk menjalankan peran kepemimpinan di regional
Program strategis ini bertujuan untuk memperkuat strategi kebijakan internasional Bank Indonesia untuk mendukung kebijakan utama Bank Indonesia dan kepentingan ekonomi Indonesia, serta meningkatkan kepemimpinan Bank Indonesia di kawasan. Sampai dengan triwulan III-2015, telah disetujui hal-hal sebagai berikut: (i) pokokpokok pengaturan kerangka kebijakan internasional Bank Indonesia, (ii) gap analysis pencapaian Indonesia dan ASEAN dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, (iii) usulan road map dan rekomendasi kebijakan terkait dengan MEA 2015, dan (iv) mekanisme koordinasi Regional Investor Relation Unit (RIRU) dan Global Investor Relation Unit (GIRU).
12. Program Strategis #12: Memperkuat mekanisme protokol manajemen krisis
Program strategis ini bertujuan untuk memitigasi ketidakseimbangan sistem keuangan dan risiko sistemik melalui kebijakan antar institusi yang efektif dan selaras (melalui penguatan mekanisme manajemen krisis). Dalam upaya memperkuat mekanisme protokol manajemen krisis, ditempuh langkah untuk memitigasi ketidakseimbangan sistem keuangan dan risiko sistemik melalui kebijakan antar institusi yang efektif dan selaras. Sampai dengan triwulan III-2015, kegiatan yang telah dilakukan meliputi: (i) perumusan pokok-pokok pengaturan crisis management protocol (CMP) dan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP), (ii) penyampaian secara mingguan, one page analysis (OPA) terkait CMP nilai tukar kepada FKSSK dan (iii) laporan dan evaluasi pelaksanaan koordinasi BI-OJK triwulanan.
13. Program Strategis #13: Mempercepat pendalaman pasar keuangan
Program strategis ini bertujuan untuk meningkatkan kedalaman dan tingkat likuiditas pasar keuangan Indonesia. Sampai dengan triwulan III-2015, mempercepat pendalaman pasar keuangan dilakukan dengan menyusun pokok-pokok rencana pengembangan pasar keuangan untuk 10 tahun ke depan yang telah disetujui dalam bentuk blueprint. Sementara untuk memperkuat instrumen dan infrastruktur pasar keuangan, telah diselesaikan kajian instrumen syariah yang tradable dan koordinasi dengan OJK terkait pengembangan pasar surat utang.
14. Program Strategis #14: Mengembangkan perekonomian syariah melalui penguatan koordinasi antar lembaga
Program strategis ini bertujuan untuk mengakselerasi perkembangan ekonomi dan Keuangan syariah di Indonesia. Sampai dengan triwulan III-2015, upaya mengembangkan perekonomian syariah dilakukan melalui penguatan koordinasi antar lembaga, dengan membentuk working group/task force khusus untuk menyempurnakan grand design pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
97
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
15. Program Strategis #15: Mendorong keuangan Inklusif dan elektronifikasi instrumen pembayaran
Program strategis ini bertujuan untuk mewujudkan keuangan inklusif yang terarah, efisien, dan sinergis secara menyeluruh melalui pemanfaatan teknologi, inovasi produk dan saluran distribusi. Selain itu program strategis ini bertujuan untuk mendorong transaksi keuangan secara elektronik kepada masyarakat secara luas terutama kepada unbanked people dan UMKM. Sampai dengan triwulan III-2015, upaya mendorong keuangan inklusif dan elektronifikasi instrumen pembayaran, dilakukan melalui: (i) pemetaan penggunaan multi devices yang digunakan oleh merchant yang nantinya akan digunakan sebagai bagian dari kajian transaksi non tunai, dan (ii) membuat pokokpokok pengaturan tentang bisnis model G to P menggunakan LKD.
16. Program Strategis #16: Mengembangkan National Payments Gateway (NPG) dan Platform Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP) Program strategis ini bertujuan untuk menyediakan interkoneksi dan akses untuk semua instrumen pembayaran dan menciptakan pelayanan terpadu untuk bill presentment dan payment. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dikembangkan National Payments Gateway (NPG) dan Platform Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP). Hal ini bertujuan untuk menyediakan interkoneksi dan akses bagi semua instrumen pembayaran dan menciptakan pelayanan terpadu untuk bill presentment dan payment. Selain itu, pada triwulan laporan, tengah disusun conceptual design NPG yang mencakup framework, infrastruktur, dan policy option. 17. Program Strategis #17: Membangun Bank Indonesia Institute Program strategis ini bertujuan untuk mewujudkan pusat pendidikan, riset dan pengembangan kepemimpinan dalam bidang kebanksentralan, ekonomi dan keuangan yang berkelas dunia. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilakukan kesepakatan kerja sama dengan institusi internasional yakni Center Bank of the Republic of Turkey dan tengah memproses perjanjian dengan Bundesbank dan Bank of Japan. 18. Program Strategis #18: Mengembangkan Strategi Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Rekrutmen
Program strategis ini bertujuan untuk membangun strategi perencanaan dan rekrutmen yang terintegrasi. Sampai dengan triwulan III-2015, tengah disusun desain (metodologi) perencanaan SDM BI termasuk jumlah kebutuhan dan strategi pemenuhannya dalam ketentuan perihal Perencanaan SDM BI.
19. Program Strategis #19: Menyusun jalur karir baru, pergerakan talenta, sistem penilaian jabatan (job grading system) yang selaras dengan sistem remunerasi
Program strategis ini bertujuan untuk menyusun jalur karir, pergerakan talenta, dan sistem penilaian jabatan (job grading system) dan kaitannya terhadap sistem remunerasi. Sampai dengan triwulan III-2015, telah disusun: (i) sistem jalur karir baru untuk pegawai Bank Indonesia dari entry level sampai dengan jabatan karir tertinggi di Bank Indonesia serta (ii) rekomendasi sistem grading, compensation dan benefit yang sesuai dengan perkembangan organisasi.
20. Program Strategis #20: Menyempurnakan sistem manajemen kinerja Bank Indonesia
98
Program strategis ini bertujuan untuk menyempurnakan sistem manajemen kinerja pegawai khususnya di 3 area performance management yaitu: goal setting (penetapan IKI/Indikator Kinerja Individual), performance feedback, dan performance appraisal.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sampai dengan triwulan III-2015, telah disusun materi pedoman bagaimana melakukan performance dialog, coaching, dan career counseling untuk Pimpinan satker dalam bentuk video dan buku. Distribusi materi tersebut akan dilakukan pada triwulan IV2015 untuk menyamakan dengan periode penilaian kinerja tahun 2015. 21. Program Strategis #21: Membangun Leadership Engine Bank Indonesia dan Talent Management Bank Indonesia. Program strategis ini bertujuan untuk memperkuat pengembangan profesional khususnya pada aspek kompetensi teknis, kompetensi perilaku, dan kepemimpinan para pegawai yang berpotensi di level menengah ke atas untuk memenuhi kebutuhan SDM di posisi krusial (critical position). Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilakukan program pendidikan Pimpinan Bank Indonesia sebagai pilot program leadership engine dan talent management. 22. Program Strategis #22: Melakukan Reorganisasi di Seluruh Satuan Kerja Berdasarkan Roadmap AFSBI.
Program strategis ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi organisasi, memperkuat tata kelola, dan menyelaraskan dengan strategi, termasuk dalam rangka pendalaman kemampuan dan kapabilitas. Sampai dengan triwulan III-2015, telah diselesaikan rancangan awal usulan penyempurnaan organisasi dan pembukaan KPw Sulawesi Barat (Mamuju).
23. Program Strategis #23: Memanfaatkan Big Data Untuk Mendukung Proses Pengambilan Keputusan di Moneter dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Program strategis ini bertujuan untuk memperkuat proses pengambilan keputusan di sektor moneter dan stabilitas sistem keuangan melalui penggunaan big data dalam rangka perbaikan kualitas data dan proses analisis. Sampai dengan triwulan III-2015, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia terkait pengembangan big data terus dilakukan melalui pelaksanaan workshop dan knowledge sharing. Hasil dari kegiatan tersebut antara lain adalah telah diselesaikannya project proposal yang memuat usulan jumlah project scientist, open source dan contoh program script sederhana yang akan digunakan dalam pilot project pemanfaatan Big Data guna mendukung proses pengambilan keputusan.
24. Program Strategis#24: Pengembangan Information System Enterprise Architecture dan Roadmap, Reorganisasi Departemen Pengelolaan Sistem Informasi, dan Implementasi Proyek Sistem Informasi Strategis Program strategis ini bertujuan untuk: (i) memiliki information system enterprise architecture yang ramping dengan jumlah aplikasi sekitar 30 sistem dengan kapabilitas yang “best-in-class”, dan (ii) memiliki kapabilitas pengelolaan data dan layanan yang excellent dalam mendukung riset, pengambilan kebijakan, dan operasional. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilakukan: (i) persiapan rancangan kebutuhan sistem keuangan Bank Indonesia (SKBI) dan kebutuhan Front Office Middle Office Back Office (FOMOBO), serta (ii) konsep reorganisasi sumber daya yang ada di departemen sistem informasi. 25. Program Strategis #25: Penguatan Governance dalam proses sistem informasi.
Program strategis ini bertujuan memperkuat governance dalam proses sistem informasi. Sampai dengan triwulan III-2015, telah dilakukan penguatan governance dalam proses sistem informasi antara lain dengan telah disusunnya mekanisme penilaian untuk vendor. Mekanisme penilaian dimaksud telah digunakan untuk menilai pilot project
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
99
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
yang tengah dilakukan dan rencananya akan dilakukan secara berkala. Penyempurnaan proses penetapan skala prioritas program kerja telah dilakukan dengan melakukan perhitungan kebutuhan dan ketersediaan resource, menentukan proyek ad-hoc di awal tahun sehingga pengembangan SI dan penyerapan anggaran invetasi diharapkan akan berjalan lebih optimal. Pelaksanaan kegiatan komunikasi untuk mendukung Program Strategis BI Dalam pelaksanaan program transformasi, strategi komunikasi dan manajemen perubahan diperlukan agar Program Transformasi diketahui, dipahami, didukung, dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran Bank Indonesia. Program tersebut perlu dukungan seluruh satuan kerja melalui program komunikasi dengan mengacu kepada strategi komunikasi manajemen perubahan. Strategi komunikasi yang telah dijalankan menggunakan pendekatan micro dan macrobehaviour. Strategi macrobehaviour, bertujuan untuk membangun pemahaman hingga keterlibatan seluruh satuan kerja di BI. Mendukung strategi ini, di triwulan III-2015 telah dilakukan beberapa kegiatan seperti : (i) pemanfaatan papan informasi digital (TV plasma) yang terpasang di setiap lobby gedung di area KOPERBI untuk menginformasikan 5 tema transformasi dan 25 program strategis, (ii) penyediaan communication toolkit kepada seluruh pimpinan satuan kerja Bank Indonesia, baik di pusat maupun di kantor perwakilan untuk pelaksanaan komunikasi perubahan yang terstruktur dan sistematis, (iii) pembangunan koalisi jejaring internal dalam forum pertemuan yang ada seperti change agent dan Internal Control Officer (ICO) Bank Indonesia. Strategi microbehaviour, bertujuan untuk merubah mindset dan behaviour pegawai BI yang diperlukan untuk mendukung program transformasi. Implementasi dari strategi ini, diantaranya adalah dengan : (i) Melakukan roll out tim penggerak perubahan. Tim penggerak terdiri dari pimpinan satuan kerja dan program leader program strategis untuk mengawali perubahan di setiap satkernya. Communication toolkit menjadi pedoman seluruh pimpinan dalam menyampaikan informasi transformasi yang tengah dilakukan. (ii) Menyelenggarakan lomba film pendek antar satker 2015. Tujuannya adalah untuk memvisualisasikan perubahan yang telah dan akan dilakukan oleh masing-masing Satker dengan melibatkan seluruh Pimpinan dan pegawai. (iii) Melakukan sharing session project management untuk memberikan gambaran mengenai konsep project management, dan kompetensi teknis sekaligus melakukan evaluasi terhadap pending matter tahun 2015 sebagai bentuk persiapan program charter 2016. Seperti diketahui bahwa perubahan merupakan proses panjang dan berkelanjutan yang tidak berhenti pada satu titik, karenanya PPTBI bersama dengan seluruh satuan kerja terus berupaya untuk melakukan manajemen perubahan, dengan menggunakan prinsip komunikasi yang terstruktur, sistematis dan masif.
100
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Pencanangan program transformasi Bank Indonesia pada 2014 merupakan sebuah momentum yang tepat untuk memperkuat komitmen penerapan tata kelola (governance) di Bank Indonesia. Untuk menjaga reputasi dan kredibilitas lembaga, pada triwulan III-2015, Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai kode etik dan pedoman perilaku yang diberlakukan menyeluruh untuk seluruh SDM Bank Indonesia (pegawai Bank Indonesia. Bersamaan dengan itu, Bank Indonesia juga mengimplementasikan ketentuan mengenai whistle blowing system Bank Indonesia (WBSBI).
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
4.1. Tata Kelola (Governance) Untuk menjaga reputasi, menegakkan integritas, dan meningkatkan kredibilitas lembaga, diterbitkan serangkaian ketentuan dan perangkatnya yakni mengenai kode etik dan pedoman perilaku, Whistle Blowing System, dan disiplin.
Untuk mendukung pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas secara efektif dan dapat dipertanggungjawabkan, Bank Indonesia secara konsisten menerapkan tata kelola (governance) dalam berbagai aspek pengelolaan organisasi. Sesuai prinsip governance, pelaksanaan tugas Bank Indonesia berlandaskan pada asas independensi, akuntabilitas, dan transparansi. Penerapan dan penegakan governance di Bank Indonesia ditujukan untuk menghasilkan output secara efektif dan efisien dengan cara-cara yang memenuhi aturan perundangundangan, memperhatikan standar praktik umum, dan sesuai ekspektasi pemangku kepentingan terhadap akuntabilitas dan transparansi. Sebagai bagian dari program transformasi untuk mencapai visi 2024, Bank Indonesia perlu meningkatkan penerapan tata kelola (governance) untuk memberikan kepastian kepada masyarakat sebagai pemberi mandat bahwa Bank Indonesia melaksanakan tugasnya secara efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu, Bank Indonesia menyusun ketentuan mengenai penerapan dan penegakan governance untuk dijadikan pedoman bagi organisasi dalam mengimplementasikan elemen pokok yang diperlukan dalam mendukung transparansi dan akuntabilitas lembaga. Hal ini menunjukkan komitmen Bank Indonesia terhadap penerapan tata kelola yang baik. Ketentuan ini akan diterbitkan pada triwulan IV-2015 dan dijadikan acuan dalam mengukur kinerja penerapan tata kelola yang baik. Dalam rangka menjaga reputasi, menegakkan integritas, dan meningkatkan kredibilitas lembaga, pada triwulan III-2015 Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai kode etik dan pedoman perilaku24 yang diberlakukan menyeluruh untuk seluruh SDM Bank Indonesia (Anggota Dewan Gubernur/ADG, pegawai Bank Indonesia, pihak yang dipekerjakan Bank Indonesia, dan mantan pegawai pangkat tertentu dan mantan ADG untuk aturan coolingoff period). Ketentuan ini mencakup norma moral dan standar perilaku yang sesuai dengan kebutuhan Bank Indonesia. Pedoman ini diyakini mampu menciptakan SDM Bank Indonesia yang berkinerja tinggi, berintegritas, jujur, dan profesional. Ketentuan mengenai kode etik dan pedoman perilaku di Bank Indonesia bersifat preventif untuk menghindari dampak negatif bagi lembagadan dimaksudkan sebagai panduan ketika pegawai, ADG, dan pihak yang dipekerjakan Bank Indonesia menghadapi dilema/ keragu-raguan dalam bersikap/berperilaku terkait dengan jabatan/pelaksanaan tugasnya. Selain itu, aturan dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik dan bersih, sehingga kondusif dalam menunjang pelaksanaan tugas. Bersamaan dengan pemberlakuan aturan mengenai kode etik dan pedoman perilaku, Bank Indonesia juga mengimplementasikan ketentuan mengenai whistle blowing system25. Sarana ini disediakan untuk menerima dan mengelola laporan dari masyarakat dan pihak internal Bank Indonesia terhadap pelanggaran aturan kode etik maupun pelanggaran sistem dan prosedur kerja Bank Indonesia. Melengkapi rangkaian aturan mengenai kode etik dan pedoman perilaku maupun WBS BI, Bank Indonesia juga menerbitkan peraturan disiplin26. Ketentuan tersebut mengatur mengenai mekanisme dan tata cara penegakan serta pertanggungjawaban dalam hal terjadi pelanggaran kode etik dan perilaku pegawai maupun pelanggaran sistem
24 25 26
102
Peraturan Dewan Gubernur No. 17/10/PDG/2015 tanggal 28 September 2015 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Bank Indonesia. Peraturan Dewan Gubernur No. 17/6/PDG/2015 tanggal 24 Juli 2015 tentang Whistle Blowing System Bank Indonesia. Peraturan Dewan Gubernur No. 17/11/PDG/2015 tanggal 28 September 2015 tentang Peraturan Disiplin Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
dan prosedur kerja Bank Indonesia. Pemberlakuan ketiga ketentuan ini menunjukkan kesungguhan Bank Indonesia terhadap upaya membangun Bank Indonesia yang bersih dan berintegritas. Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, Bank Indonesia kembali memperkuat komitmennya dengan memperluas cakupan pelapor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia mewajibkan pegawai Bank Indonesia dengan pangkat asisten manajer ke atas untuk melaporkan harta kekayaannya. Kewajiban laporan tersebut mencakup harta yang diperoleh sebelum, selama, dan sesudah pegawai menduduki jabatannya. Dalam memenuhi aspek transparansi, Bank Indonesia menginformasikan berbagai aspek mengenai pelaksanaan tugas dan kebijakannya secara langsung kepada masyarakat antara lain melalui publikasi data, informasi, dan laporan di website Bank Indonesia.
4.2. Manajemen Strategis dan Kinerja Proses perencanaan dan pengendalian kinerja di Bank Indonesia mengacu kepada sistem perencanaan, anggaran, dan manajemen kinerja Bank Indonesia (SPAMK)27. Sistem ini menggambarkan proses dan siklus perumusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Arah Strategis, Rencana Strategi, dan Strategi Tahunan yang terintegrasi, sistematis, dan berkelanjutan. Dalam mengadaptasi dinamika lingkungan internal dan eksternal, Bank Indonesia sedang menyusun kembali ketentuan SPAMK untuk disempurnakan. Hal tersebut mempertimbangkan adanya perubahan proses bisnis penyusunan anggaran dan sejalan dengan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI). Beberapa hal yang menjadi dasar penyempurnaan terkait dengan penyempurnaan strategi jangka menengah dan panjang, penyelarasan proses perencanaan dan penganggaran, harmonisasi ketentuan mengenaikomite di Bank Indonesia serta Visi dan Misi Bank Indonesia. Mengacu pada arah strategis dan rencana kerja Bank Indonesia 2015 yang telah ditetapkan oleh Dewan Gubernur pada tahun sebelumnya, seluruh Satuan Kerja Bank Indonesia melaksanakan program kerja dengan dukungan sumber daya intern untuk mencapai sasaran kinerja yang telah disepakati.
Siklus perencanaan jangka pendek dimulai dengan Rapat Kerja Tahunan untuk membahas sekaligus menyelaraskan program kerja, anggaran, dan rencana investasi (PKARI) seluruh satuan kerja.
Dalam mengevaluasi pelaksanaan program kerja tahun 2015, pada triwulan III-2015 Bank Indonesia melaksanakan rapat kerja tahunan (RKT) untuk membahas sekaligus menyelaraskan program kerja, anggaran, dan rencana investasi (PKARI) seluruh satuan kerja berdasarkan arahan umum Gubernur Bank Indonesia yang telah disampaikan pada akhir Juni 2015. Arahan umum GBI selanjutnya menjadi acuan dalam penyusunan operasionalisasi tahunan program kerja, anggaran, dan rencana investasi untuk seluruh satuan kerja di Bank Indonesia yang ditetapkan di dalam rangkaian kegiatan RKT. RKT Bank Indonesia diikuti oleh seluruh Anggota Dewan Gubernur dan pemimpin satuan kerja Bank Indonesia. Penyelenggaraan RKT merupakan salah satu penyempurnaan proses perencanaan strategi. Pada tahun-tahun sebelumnya, Bank Indonesia hanya melakukan perencanaan strategi jangka pendek untuk satu tahun ke depan dalam rangkaian kegiatan Forum Strategis
27 Peraturan Dewan Gubernur No. 12/9/PDG/2010 tanggal 6 Desember 2010 tentang Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
103
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
(Forstra). Dengan penyesuaian proses SPAMK, maka Forstra diselenggarakan lima tahun sekali dengan fokus pada penyusunan rencana jangka menengah-panjang (5 dan 10 tahun) yang mencakup antara lain: penetapan arah dan rencana strategis. Dengan demikian, Forstra selanjutnya baru akan dilaksanakan kembali pada tahun 2019 untuk perencanaan periode lima tahun berikutnya (2020-2024). Sejalan dengan semangat penyempurnaan proses SPAMK, pada triwulan III-2015 juga dilakukan penyesuaian terhadap kegiatan evaluasi dan monitoring pengendalian kinerja Bank Indonesia secara keseluruhan serta kinerja masing-masing satuan kerja melalui pelaksanaan evaluasi kinerja bulanan (EKB). Pelaksanaan EKB difokuskan untuk mencari alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi dalam implementasi program kerja. Selain itu, pemantauan terhadap realisasi anggaran program kerja satuan kerja juga dilakukan untuk memastikan bahwa penyerapan anggaran sesuai dengan Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI). Pelaksanaan review secara lebih intensif diterapkan terhadap 25 Program Strategis Bank Indonesia oleh Program Management Office (PMO). Keseluruhan proses pemantauan tersebut pada akhirnya ditujukan untuk memastikan bahwa rencana kerja yang telah disusun dapat dilaksanakan secara tepat, terukur dan terfokus guna mendukung program transformasi untuk mencapai visi Bank Indonesia 2024.
4.3. Manajemen Risiko Implementasi fungsi Internal Control Officer di masing-masing satuan kerja dilakukan untuk mengubah pola pikir dalam melaksanakan pengendalian internal dan manajemen risiko.
Penerbitan ketentuan28 mengenai manajemen risiko Bank Indonesia merupakan tonggak pencanangan implementasi manajemen risiko di Bank Indonesia. Ketentuan tersebut juga menjadi pedoman bagi kebijakan dan kerangka kerja manajemen risiko Bank Indonesia. Pada triwulan III-205, Dewan Gubernur telah menyetujui ketentuan yang mengatur tentang manajemen keberlangsungan tugas Bank Indonesia29. Di samping itu, Bank Indonesia tengah menyiapkan risk appetite statement yang merupakan bagian dari framework manajemen risiko Bank Indonesia. Risk appetite menjelaskan besaran risiko dalam bentuk pernyataan kualitatif dan indikator kuantitatif yang dapat diterima Bank Indonesia dalam upaya mencapai misi, visi, tujuan dan sasaran. Dewan Gubernur juga telah menyetujui penerapan fungsi Internal Control Officer di masing-masing satuan kerja. Fungsi ini bertugas untuk mengubah pola pikir satuan kerja yang melaksanakan proses bisnis (first line of defense) dalam melaksanakan pengendalian intern dan manajemen risiko. Fungsi ini melekat pada setiap satuan kerja dengan garis komando fungsional kepada Departemen Manajemen Risiko dan garis komando struktural kepada satuan kerja masing-masing. Guna menginternalisasi berbagai produk kebjiakan dan kerangka kerja manajemen risiko maupun manajemen keberlangsungan tugas Bank Indonesia kepada seluruh satuan kerja, pada triwulan III-2015 telah dilaksanakan forum Annual Risk Management Meeting. Sedangkan ketentuan mengenai tentang manajemen keberlangsungan tugas Bank Indonesia bertujuan untuk memberikan panduan layanan kepada stakeholder secara berkesinambungan. Ketentuan tersebut merumuskan recovery time objective (RTO) dan maximum tolerable period of disruption (MTPD) untuk setiap tugas kritikal yang dimiliki Bank Indonesia. Dengan demikian, Bank Indonesia dapat menjaga kelancaran dalam memenuhi batas waktu pelayanan stakeholder, baik internal maupun eksternal sejak terjadi insiden. 28 Peraturan Dewan Gubernur No. 17/12/PDG/2015 tanggal 29 September 2015 tentang Manajemen Risiko Bank Indonesia (MRBI). 29 Peraturan Dewan Gubernur No. 17/7/PDG/2015 tanggal 7 Agustus 2015 tentang Manajemen Keberlangsungan Tugas Bank Indonesia (MKTBI).
104
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Sesuai dengan kewajiban satuan kerja dalam ketentuan mengenai manajemen risiko Bank Indonesia, pada triwulan III-2015 masing-masing satuan kerja telah melaporkan profil risikonya. Profil ini menggambarkan secara menyeluruh risiko yang dihadapi satuan kerja atau Bank Indonesia. Hal ini menjadi alat pemantauan risiko beserta mitigasinya bagi ADG dan mendukung penerapan early warning system. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa profil risiko Bank Indonesia di sektor moneter, sektor sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, serta sektor manajemen intern dinilai tinggi. Sementara itu, risiko sektor stabilitas sistem keuangan (SSK) dinilai sedang dengan beberapa area yang memerlukan perhatian. Penerapan fungsi manajemen risiko moneter mencakup pemantauan terhadap kepatuhan, pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder, transaksi valas non lelang, dan pemantauan portofolio SBN Bank Indonesia. Pengelolaan risiko moneter dilakukan untuk mendukung kesesuaian antara kegiatan operasi moneter dan ketentuan berlaku yang mengatur agar risiko operasional dapat diminimalkan. Selama triwulan III-2015, ketidakpastian global berupa ekspektasi kenaikan Fed rate dan perlambatan ekonomi Tiongkok memberi pengaruh signifikan terhadap pengelolaan likuiditas Rupiah di pasar uang dalam rangka mendukung stabilisasi nilai tukar Rupiah. Bank Indonesia memitigasi risiko melalui asesmen atas kenaikan harga dan perubahan metode lelang dari variable rate menjadi fixed rate tender. Mitigasi juga dilakukan melalui pemantauan atas meningkatnya permintaan swap hedging yang mencapai 521 juta dolar AS dan pemantauan terhadap pembelian SBN sekunder. Mitigasi risiko juga dilakukan melalui pemantauan transaksi valas terhadap Rupiah yang dilakukan secara non lelang (spot) transaksi lelang valas seperti Term Deposit valas konvensional dan syariah, dan FX Swap USD/IDR. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa transaksi operasi moneter telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Pemantauan terhadap pembelian SBN di pasar sekunder dimaksudkan untuk meminimalkan munculnya risiko pasar dan risiko operasional. Pembelian SBN bertujuan untuk mendukung stabilisasi nilai tukar melalui mitigasi tekanan jual SBN di pasar sekunder. Pembelian SBN juga menjadi instrumen Bank Indonesia untuk mengurangi keketatan likuiditas Rupiah dalam triwulan III-2015. Pembelian SBN telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Pengelolaan risiko moneter pada transaksi valas secara non lelang dilakukan melalui valuta spot untuk menjaga keyakinan (confidence) pasar sekaligus menghindarkan volatilitas nilai tukar Rupiah yang berlebihan. Mitigasi risiko kredit dilakukan melalui pemantauan secara harian meliputi penetapan counterparty, penetapan limit counterparty, dan evaluasi transaksi. Untuk mengantisipasi risiko pasar, pemantauan portofolio SBN Bank Indonesia dilakukan melalui monitoring terhadap harga pasar seri SBN yang dimiliki Bank Indonesia. Penurunan harga SBN menyebabkan berkurangnya nilai pasar SBN sehingga dapat menimbulkan kerugian apabila SBN harus dijual. Namun, portofolio SBN Bank Indonesia cenderung dimiliki sampai jatuh waktu karena digunakan untuk operasi moneter yaitu reverse repo SBN. Dengan kepemilikan sampai jatuh waktu, penerimaan SBN telah tercermin dalam yield pada saat SBN tersebut dibeli. Untuk kehati-hatian, mitigasi risiko pasar tetap dilakukan melalui pemantauan secara harian meliputi monitoring Marking to Market (MTM), Value at Risk (VAR), durasi SBN, dan porsi kepemilikan maksimal terhadap SBN. Pada akhir September 2015, posisi portofolio SBN yang dimiliki Bank Indonesia tercatat sebesar Rp152,14 triliun dengan durasi 5,94 tahun.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
105
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Penerapan manajemen risiko kegiatan pengelolaan devisa ditekankan pada manajemen risiko pasar, manajemen risiko kredit, manajemen risiko likuiditas, dan manajemen risiko operasional. Pada manajemen risiko pasar dilakukan penetapan batasan-batasan eksposur risiko pasar yang meliputi risiko nilai tukar dan risiko suku bunga. Batasan yang ditetapkan meliputi antara lain batasan alokasi mata uang beserta deviasinya, batasan Tracking Error, dan batasan durasi. Sedangkan pada manajemen risiko kredit dilakukan penetapan batasan-batasan eksposur risiko kredit yang meliputi risiko gagal bayar (default) dan risiko penurunan peringkat kredit (credit rating downgrade) di bawah risk appetite (risiko yang masih sesuai strategis bisnis). Adapun batasan yang ditetapkan meliputi antara lain batasan minimum credit rating untuk emiten surat-surat berharga (SSB) dan counterparty maupun batasan emiten SSB dan batasan individual counterparty. Sepanjang triwulan III-2015, profil risiko kredit emiten SSB dan counterparty tetap terjaga. Sedangkan pada manajemen risiko likuiditas dilakukan dengan menetapkan batasanbatasan eksposur risiko likuiditas yang meliputi risiko aset liability mismatch dan risiko liquidity shrinkage. Adapun batasan yang ditetapkan antara lain meliputi batasan sisa waktu jatuh tempo (remaining life), batasan minimum jumlah penerbitan (issue size), dan batasan maksimum penempatan per issuance per jenis issuer. Secara rutin, Bank Indonesia memantau profil risiko likuiditas melalui parameter Liquidity Cost Score (LCS) dan High Quality Liquid Asset (HQLA). Sepanjang triwulan III-2015, profil risiko likuiditas menunjukkan kondisi yang likuid. Sedangkan pada manajemen risiko operasional dilakukan dengan menetapkan batasanbatasan eksposur risiko operasional. Adapun batasan yang ditetapkan antara lain meliputi batasan maksimum nominal transaksi pengelola portofolio dan batasan jumlah transaksi pengelola portofolio. Hasil pengujian terhadap sistem compliance manager dan risk & control self assessment (RCSA) yang disampaikan satuan kerja pengelola devisa menunjukkan profil risiko operasional yang masih terjaga.
4.4. Audit Internal Bank Indonesia melakukan 12 kegiatan audit intern yang meliputi pelaksanaan tugas di bidang moneter, sistem pembayaran, dan manajemen intern.
106
Kegiatan fungsi audit internal di Bank Indonesia mengacu pada standar International Professional Practices Framework (IPPF) yang dikeluarkan The Institute of Internal Auditors (IIA). Fungsi tugas audit internal meliputi audit dan konsultansi untuk mengevaluasi dan memberikan rekomendasi atas efektivitas pelaksanaan proses governance, proses manajemen risiko, dan proses pengendalian dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Audit dilakukan terhadap kegiatan operasional Bank Indonesia yang dilaksanakan oleh masing-masing satuan kerja, sedangkan konsultansi diberikan kepada satuan kerja terhadap permasalahan/isu yang menyangkut pengendalian dan governance. Selama triwulan III-2015, kegiatan audit dilakukan pada enam kegiatan di kantor pusat dan enam kegiatan di kantor perwakilan. Audit kegiatan di kantor pusat meliputi pengelolaan cadangan devisa, penyusunan laporan keuangan Bank Indonesia, pelaksanaan anggaran dan pajak, operasional sistem keuangan, penyelenggaraan kliring nasional, termasuk audit aplikasi SKN-BI generasi II dan pemantauan kepatuhan peserta layanan sistem keuangan Bank Indonesia. Sedangkan audit kegiatan di kantor perwakilan Bank Indonesia meliputi operasional pengelolaan kas, pengelolaan logistik, penatausahaan aset, pelaksanaan survei perekonomian, pengembangan UMKM, pelaksanaan kegiatan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), dan keuangan internal. Dalam menyikapi berbagai hal yang ditemukan, masing-masing satuan kerja segera menindaklanjuti temuan audit tersebut sekaligus menjadi umpan balik untuk penyempurnaan peraturan/kebijakan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Kegiatan audit internal secara terus menerus dievaluasi melalui asesmen oleh unit Quality Assurance internal dan secara periodik oleh konsultan eksternal independen. Sejauh ini, hasil asesmen terhadap kegiatan audit internal menunjukkan kesesuaian terhadap standar yang berlaku global. Secara teratur, para auditor internal juga diberikan pembekalan dan penyegaran keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan audit internal dan halhal yang menjadi perhatian (concern) bank sentral. Selain melakukan kegiatan audit, fungsi audit internal juga memberikan konsultansi bagi satuan kerja dalam mengambil keputusan atas pelaksanaan tugasnya, terutama terkait aspek tata kelola (governance) dan pengendalian. Fungsi audit intern berperan pula sebagai fasilitator dalam kegiatan audit Badan Pemeriksa Keuangan – Republik Indonesia (BPK-RI) termasuk monitoring penyelesaian hasil audit. Sampai dengan triwulan III-2015, penyelesaian tindak lanjut temuan BPK-RI terhadap Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) sejak 1999 sampai dengan 2014 telah mencapai 96,80% atau sebanyak 1.753 butir dari total 1.811 butir temuan.
4.5. Keuangan Internal Pelaksanaan kebijakan manajemen keuangan internal diarahkan untuk meningkatkan tata kelola yang baik (good governance) dan memelihara keberlanjutan (sustainabilitas) keuangan Bank Indonesia guna mendukung pelaksanaan tugas di bidang moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan. Secara umum pengelolaan keuangan internal Bank Indonesia sampai dengan triwulan III-2015 terjaga, baik dari aspek modal, penerimaan, maupun pengeluaran. Rasio modal mencapai 10,81%, jauh diatas target > 3,00%. Surplus Bank Indonesia (sebelum pajak) mencapai Rp64,95 triliun, terutama dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dari selisih kurs transaksi valuta asing dan pendapatan bunga masing-masing sebesar 72,05% dan 25,07% dari total penerimaan. Dari sisi beban, pelaksanaan kebijakan moneter masih mendominasi sebesar 58,70% dari keseluruhan beban pengeluaran Bank Indonesia.
Pengelolaan keuangan internal Bank Indonesia sampai dengan triwulan III2015 tetap terjaga dari aspek modal, penerimaan, maupun pengeluaran.
Pada triwulan III-2015, total aset Bank Indonesia meningkat sebesar 5,45% dari tahun sebelumnya mencapai Rp1.911,52 triliun. Kenaikan total aset tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan aset valas berupa surat berharga dan Surat Berharga Negara. Sedangkan rencana investasi terealisasi sebesar Rp375,53 miliar, 71,46% dari RPPB atau 24,54% dari Rencana Investasi 2015 (diluar cadangan). Terkait pengelolaan keuangan internal, Bank Indonesia melaksanakan Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) 2015 dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia dengan tetap berlandaskan pada prinsip transparansi, efektivitas, dan kepatutan. Sampai dengan triwulan III-2015, realisasi ATBI Pengeluaran Operasional mencapai Rp5,66 triliun (92,35% dari RPPB atau 69,14% dari rencana) dan untuk realisasi ATBI Pengeluaran Kebijakan mencapai Rp24,32 triliun (66,32% dari RPPB atau 49,08% dari Rencana). Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia telah melakukan berbagai program kerja dalam rangka mendukung sustainabilitas, transparansi, dan akuntabilitas keuangan Bank Indonesia, yaitu: 1. Melanjutkan implementasi Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (KAKBI) dan melakukan komunikasi secara intensif dan berkesinambungan kepada stakeholders. Untuk mendukung hal ini, Bank Indonesia telah menjadi project leader untuk research project tentang Central Bank Financial Reporting Framework yang didukung oleh SEACEN Centre (Perhimpunan Bank Sentral Asia Tenggara).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
107
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
2. Telah ditetapkan kerangka kerja implementasi asset and liabilities management (ALMA) dan pengembangan metodologi pengukuran ALMA dalam rangka penyempurnaan konsep peringatan dini (early warning) bidang keuangan Bank Indonesia. Penetapan kerangka kerja implementasi ALMA dilakukan berdasarkan koordinasi lingkup tugas dan kewenangan Chief Financial Controller (CFO) dari sisi keuangan dan manajemen risiko Bank Indonesia. 3. Bank Indonesia telah mengimplementasikan capital budgeting guna meningkatkan tata kelola dalam proses penyusunan Rencana Investasi Bank Indonesia 2016.
4.6. Sistem Informasi Untuk mewujudkan lima tema program transformasi, Bank Indonesia telah memulai pilot project penerapan big data, merancang data center dan disaster recovery center sesuai standar internasional, serta tetap mendukung kebutuhan sistem di masing-masing sektor.
Pada triwulan III-2015, pelaksanaan fungsi Sistem Informasi (SI) difokuskan untuk mendukung lima tema Program Transformasi Bank Indonesia yakni: Policy Excellence; Outstanding Execution; Institusional Leadership; Motivated Organization dan State of The Art Technology. Terkait dengan kegiatan perbaikan tata kelola SI, pada triwulan III-2015 telah disusun laporan hasil evaluasi pilot project penilaian kinerja vendor dan usulan formasi organisasi pengelolaan vendor. Sementara penyusunan IS roadmap masih dalam tahap penyusunan dengan target penyelesaian pada triwulan IV-2015. Selain itu, pilot project penerapan teknologi big data telah mulai dilakukan pada periode triwulan III-2015. Sedangkan pengembangan sistem manajemen sumber daya manusia, sistem keuangan Bank Indonesia, sistem tresuri, dan datawarehouse sampai dengan periode triwulan III-2015 masih dalam tahap penyusunan technical solution dan roadmap pengembangan. Dalam kerangka transformasi untuk mewujudkan outstanding execution, dilakukan perancangan data center (DC) dan disaster recovery center (DRC) sesuai dengan standar internasional. Perancangan ini dimaksudkan untuk melengkapi data center baru yang telah dimiliki Bank Indonesia saat ini dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas ketersediaan layanan SI. Dengan telah beroperasinya DC yang baru, sampai dengan triwulan III-2015 telah diselesaikan proses migrasi empat aplikasi dari DC lama ke DC baru yang akan dilanjutkan dengan migrasi aplikasi lainnya. Selain mendukung penyelesaian program transformasi, SI tetap mendukung pelaksanaan tugas/operasional untuk masing-masing sektor. Dalam rangka peningkatan kualitas data pada sektor moneter, pada triwulan III-2015 telah diselesaikan enhancement aplikasi terkait balance of payments (BOP) – international investment position (IIP) atas dasar pelaporan lalu lintas devisa (LLD) bank. Sementara untuk pengembangan integrasi survei, telah dilakukan integrasi survei perbankan, dan dilanjutkan dengan integrasi survei konsumen. Sementara itu dukungan SI terhadap sektor Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) dilakukan melalui pengembangan aplikasi terkait fungsi makroprudensial maupun fungsi pendalaman pasar keuangan. Pada triwulan III-2015, telah diselesaikan enhancement aplikasi Giro Wajib Minimum (GWM). Sementara terkait pendalaman pasar keuangan dan mendukung pemberdayaan UMKM telah dilakukan pengembangan Sistem Informasi Keuangan Inklusif (SIKI). Sistem ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Layanan Keuangan Digital (LKD), Financial Identity Number (FIN), dan Sistem Informasi Kredit UMKM Perbankan. Dalam rangka mendukung sektor Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah (SPPUR) dilakukan pengembangan aplikasi baik untuk mendukung sistem pembayaran non tunai maupun tunai. Pada triwulan III-2015, telah diselesaikan tahapan Market Rehearsal/ Industrial Test dalam rangka pengembangan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS)
108
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Generasi II. Pengembangan ini ditargetkan selesai pada triwulan IV-2015. Selain itu, sampai dengan periode triwulan III-2015 telah diselesaikan enhancement aplikasi sistem keuangan BI eksisting untuk kelancaran pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Sedangkan dukungan SI terhadap sektor Manajemen Intern dilakukan melalui pengembangan aplikasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tata kelola Bank Indonesia. Pada triwulan III-2015 terkait kegiatan akunting dan anggaran telah disempurnakan aplikasi pelaporan pajak (BIJAK) dan telah disusun desain Sistem Keuangan Bank Indonesia (SKBI) sesuai dengan Information System – Enterprise Architecture (IS-EA) yang akan diimplementasikan secara bertahap hingga tahun 2017. Terkait sistem manajemen SDM, sampai dengan triwulan III–2015 telah dilakukan enhancement aplikasi pengelolaan SDM, khususnya terkait pengelolaan jaminan kesehatan dan gaji pegawai. Untuk ke depannya akan dilakukan penyempurnaan sistem manajemen sumber daya manusia antara lain, terkait proses talent pegawai, perencanaan karir, pengembangan kompetensi dan proses rekrutmen serta penempatan pegawai. Selain memberikan dukungan atas pelaksanaan tugas/operasional Bank Indonesia, SI juga menerapkan inovasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pekerjaan seperti penerapan file sharing dan kolaborasi yang aman pada berbagai rapat dengan metode airbox. Penerapan penggunaan wi-fi juga telah diperluas di seluruh area kerja baik di Kantor Pusat maupun di Kantor Perwakilan guna meningkatkan layanan kepada publik di area Bank Indonesia maupun untuk mendukung kemudahan penyelesaian pekerjaan. Keseluruhan perangkat SI dilindungi perangkat pengamanan guna meminimalkan terjadinya kebocoran informasi rahasia kepada pihak yang tidak berwenang.
4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) a. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia
Sesuai Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI), pada triwulan III-2015 Bank Indonesia melakukan penyempurnaan organisasi Departemen Riset Kebanksentralan (DRK) dan organisasi Departemen Sumber Daya Manusia (DSDM).
Dalam pelaksanaanya dilakukan pembaruan struktur organisasi dan perumusan Key Responsibility Area, Job Description/Job Requirement, RACI (Responsible, Accountable, Consult, Inform), dan hubungan kerja di dalam dan antar satuan kerja (linking mechanism).
b. Manajemen Sumber Daya Manusia Sebagai bagian dari transformasi untuk mewujudkan “motivated organization”, Bank Indonesia perlu membangun praktik dan budaya manajemen kinerja yang kuat sehingga dapat meningkatkan kinerja, produktivitas, dan motivasi pegawai. Sejalan dengan semangat perubahan tersebut, pada triwulan III-2015 Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan mengenai manajemen kinerja pegawai Bank Indonesia30. Penerbitan ketentuan ini diharapkan mampu membentuk sistem manajemen kinerja yang komprehensif dalam mengelola pemberian penghargaan, perencanaan dan pengembangan karier, serta pembinaan dan bimbingan kepada Pegawai.
Empat area yang menjadi fokus utama dalam penyempurnaan ketentuan manajemen kinerja pegawai Bank Indonesia yaitu:
30
Peraturan Dewan Gubernur No. 17/9/PDG/2015 tanggal 16 September 2015 tentang Manajemen Kinerja Pegawai Bank Indonesia.
Bank Indonesia telah memperbarui struktur organisasi dan menyempurnakan praktik dan budaya manajemen kinerja yang dapat meningkatkan kinerja, produktivitas, dan motivasi pegawai.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
109
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
1. Goal setting atau penyusunan Indikator Kinerja Individu (IKI), yaitu proses merumuskan, mengembangkan, dan menetapkan rencana kerja individu yang bersumber dari Indikator Kinerja Utama (IKU), uraian tugas (rutin dan adhoc), dan dirancang dalam rangka memotivasi dan mengarahkan pegawai dalam mencapai target atau sasarannya. 2. Evaluasi tengah periode (mid-year performance review) yaitu evaluasi kinerja (prestasi dan kompetensi) pegawai oleh atasan langsung berdasarkan perkembangan (progress) pencapaian terhadap target yang telah ditetapkan sampai dengan semester 1 disertai rencana tindak lanjutnya. 3. Performance dialog yaitu proses dialog antara atasan langsung dan bawahan dalam rangka melakukan review perkembangan kinerja (prestasi dan kompetensi) dan memberikan umpan balik (feedback) terhadap kinerja dan pengembangan pegawai yang bersangkutan. 4. Penilaian kinerja akhir periode (performance appraisal), yaitu proses menilai kualitas kinerja (prestasi kerja dan kompetensi) pegawai secara formal dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan target, sasaran, dan kriteria yang telah ditetapkan organisasi. Penilaian kinerja akhir periode disertai kalibrasi terhadap nilai kinerja pegawai oleh pemimpin satuan kerja dengan mengacu kepada distribusi kinerja pegawai yang ditetapkan berdasarkan kinerja Bank Indonesia dan kinerja satuan kerja. c. Pemenuhan dan Pengembangan SDM
Dalam rangka pemenuhan SDM secara internal, pada periode triwulan III-2015, Bank Indonesia telah melaksanakan berbagai kegiatan yaitu: persiapan pelaksanaan Sekolah Pimpinan Bank Indonesia (Sespibi), promosi kepangkatan deputi direktur, persiapan pelaksanaan Staf Development Program (SDP), dan promosi/mutasi dalam rangka pembukaan KPwDN Provinsi Sulawesi Barat. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan SDM melalui rekrutmen eksternal, Bank Indonesia telah menyusun rekomendasi jumlah berdasarkan skenario perhitungan kebutuhan SDM ke dalam desain perencanaan SDM, penyempurnaan desain strategi rekrutmen SDM dan rekrutmen pegawai KPwBI Provinsi Sulawesi Barat.
Pada triwulan laporan, Bank Indonesia telah melaksanakan kegiatan pengembangan SDM yang meliputi enam area pengembangan yaitu (1) On Boarding; (2) Leadership Development Program (LDP), (3) Competency Development Program (CDP), (4) Program Tugas Belajar (PTB), (5) Attachment/Technical Assistance and Assignment Program, (6) Seminar Internasional, serta kegiatan lainnya. 1. On Boarding
Merupakan program pengembangan bagi calon pegawai baru yang akan berdinas di Bank Indonesia meliputi Pendidikan Calon Pegawai Muda (PCPM), Multi Level Entry (MLE), kasir, satpam, dan lain-lain. Pada triwulan III-2015, telah dilakukan kegiatan sebagai berikut: a. Pelatihan Calon pegawai Asisten Kasir; b. Pelatihan Calon Pegawai Kasir Yunior; c. Pendidikan Calon Pegawai Setingkat Pelaksana Yunior, Pelaksana Sekretaris Yunior dan Asisten Pengamanan untuk KPw DKI Jakarta; d. Pendidikan Calon Pegawai Setingkat Asisten Kasir, Kasir Yunior dan Pelaksana Yunior untuk KPw Sulawesi Barat.
110
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
2. Leadership Development Program (LDP)
Merupakan Program Pengembangan Kepemimpinan pegawai Bank Indonesia. Pada triwulan III-2015, telah dilakukan kegiatan sebagai berikut: a. Leadership Program (LDP) SESPIBI: Program pendidikan bagi pegawai yang promosi ke jabatan Direktur Bank Indonesia. b. Pendidikan Staff Development Program (SDP): Program pendidikan bagi pegawai yang dipromosikan ke Asisten Manajer.
3. Competency Development Program (CDP)
Merupakan Program Meningkatkan Kompetensi bagi pegawai Bank Indonesia baik yang bersifat In House Training (IHT) maupun Peningkatan Mutu dan Keterampilan.
4. Program Tugas Belajar (PTB)
PTB merupakan program pengembangan pegawai melalui beasiswa penuh Bank Indonesia kepada pegawai yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang Master (S2) dan Doktor (S3) dalam negeri maupun luar negeri (PTB-DN/PTB-LN) maupun atas inisiatif sendiri (PTB-AIS).
5. Attachment/Technical Assistance and Assignment Program
Sampai dengan triwulan III-2015, terdapat beberapa pegawai yang mengikuti attachment dan technical assistance di Deutsche Bundesbank, Jerman, RBA Australia, dan DNB Belanda. Sedangkan pegawai penugasan di lembaga lain yaitu di International Monetary Fund/IMF, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan/ PPATK dan ASEAN+3 Macroeconomic Research Office/AMRO.
6. Seminar Internasional
Pada triwulan III-2015 telah dilaksanakan kegiatan seminar Internasional yakni: (i) seminar workshop dengan Deutsche Bundesbank yang diikuti oleh 13 negara, dan (ii) seminar workshop dengan Bank of England yang diikuti oleh 11 negara. 7. Kegiatan Lainnya : a. Seminar TOEFL & TOEIC. b. High level meeting dengan Bank of International Settlement; c. Technical Assistant berupa Workshop Corporate’s Default Rate (Deutsche Bundesbank) dengan Deutsche Bundesbank.
d. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia Bank Indonesia telah menyelesaikan pelaksanaan program internalisasi Nilai-Nilai Strategis (NNS) tahap kepedulian (awareness). Tahap internalisasi selanjutnya adalah implementasi ke dalam perilaku pegawai dan aktivitas kerja sehari-hari. Untuk itu, Bank Indonesia mempertajam desain Change Program Generik “135”, yaitu One Information a Day, Three R- Better-Faster-Cheaper, dan Five Minutes Before. Penajaman ini bertujuan untuk semakin mendorong penerapan NNS ke dalam perilaku sehari-hari. Program perubahan juga telah dipertajam untuk semakin mendorong peran pimpinan satuan kerja selaku Change Leader menjadi contoh terdepan (role model) dan teladan perubahan. Selama triwulan III-2015, Bank Indonesia telah melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
111
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
1. Peluncuran program Leads By Example dalam Rapat Kerja Tahunan (RKT) 2015 yang dipimpin Gubernur Bank Indonesia. 2. Pembentukan media komunikasi untuk program Leads By Example melalui mailing list, grup komunikasi online di media sosial (whatsapp, instagram, facebook), dan newsletter ‘Tales of Change’. 3. Lomba Resensi Buku. 4. Penyiapan program manajemen perubahan dan komunikasi terkait dengan program Organisasi dan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia (OSBI). 5. Penyiapan monitoring change program. 6. Konsultansi kepada penggerak perubahan. e. Pembentukan Bank Indonesia Institute
Bank Indonesia Institute (BI Institute) dirancang sebagai center of excellence bertaraf internasional di bidang pembelajaran (learning) dan riset (research) yang didukung akademisi (faculty member) andal di bidangnya. BI Institute berperan sebagai wahana pengembangan organisasi, pengelolaan SDM, dan pengembangan talenta yang dimiliki Indonesia, khususnya pegawai Bank Indonesia agar mampu menjadi reputable central bankers, leading economist, dan economic leader masa depan.
BI Institute menawarkan beberapa program, antara lain program pengembangan kompetensi pegawai internal maupun eksternal dan program unggulan (flagship) yang membahas berbagai isu strategis dan terdepan dalam ilmu kebanksentralan. BI Institute juga mengembangkan berbagai kegiatan seperti seminar, workshop, riset, dan pelatihan guna memperluas dan memperkuat jejaring di antara para perumus kebijakan ekonomi dan central bankers dunia.
112
Selanjutnya, pelaksanaan pembelajaran tersebut akan dikelola para akademisi dari internal maupun eksternal yang memiliki kualifikasi terbaik. Sementara itu, peserta pembelajaran berasal dari internal dan eksternal Bank Indonesia yang dipilih secara selektif.
Program-program pembelajaran BI Institute, khususnya bagi pegawai Bank Indonesia, disusun secara terstruktur, sistematis dan komprehensif, sehingga dapat mendukung pengembangan karier di masing-masing bidang tugas. Program pengembangan tersebut dilandasi semangat pembelajaran yaitu learning-accelerating-advancing dengan didukung infrastruktur dan teknologi pembelajaran terbaik sehingga mampu memberikan nilai tambah (added value) dan kemajuan bagi individu dan organisasi.
Program-program pembelajaran yang didesain BI Institute bukan hanya ditujukan kepada Bank Indonesia namun juga kepada stakeholders eksternal (nasional dan internasional). Untuk membangun program berkelas dunia, BI Institute bekerja sama/ partnership dengan lembaga internasional dan nasional terkemuka antara lain Deutsche Bundesbank, Bank of England, Bank of Japan, De Nederlandsche Bank, International Monetary Fund, Reserve Bank of Australia, Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Institut Teknologi Bandung, dan Lembaga Pertahanan Nasional.
Ke depan, BI Institute yakin dapat secara konsisten tumbuh dan berkembang untuk terus mengembangkan organisasi dan insan bangsa dalam mencapai cita-cita luhur yaitu dapat mencetak pakar dan economic leader berkualitas.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
4.8. Aspek Hukum Berdasarkan Undang-Undang tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan badan hukum publik yang berwenang menetapkan peraturan yang digunakan sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral. Pada triwulan III2015, Bank Indonesia telah mengeluarkan 26 peraturan, baik yang berlaku untuk pihak eksternal maupun pihak internal. Peraturan itu terdiri atas 2 Peraturan Bank Indonesia (PBI), 8 Peraturan Dewan Gubernur (PDG), 5 Surat Edaran Ekstern (SE Ekstern), dan 11 Surat Edaran Intern (SE Intern). Dalam rangka melaksanakan tugas Bank Indonesia secara efektif, diperlukan adanya dukungan perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam penyusunan naskah akademik, Rancangan Undang-Undang (RUU), dan rancangan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Beberapa pembahasan RUU yang terkait langsung dengan Bank Indonesia antara lain RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RU JPSK), RUU Perbankan, RUU Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), dan RUU Bank Indonesia (RUU BI).
Bank Indonesia menghasilkan 26 ketentuan yang terdiri dari 2 PBI, 5 SE Ekstern, 8 PDG, dan 11 SE Intern di bidang moneter, sistem keuangan, sistem pembayaran, dan kapabilitas intern.
Dalam proses pembahasan RUU, Bank Indonesia berperan aktif dalam memberikan masukan, baik sebagai anggota Panitia Antar Kementerian maupun sebagai nara sumber seperti pembahasan RUU tentang Bea Materai, RUU Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal, dan RUU Pajak Pertambahan Nilai. Pada triwulan III-2015, Bank Indonesia juga berpartisipasi dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) antara lain RPP mengenai Pengenaaan dan Pengelolaan Denda Administratif atas Kewajiban Pelaporan kepada PPATK dan RPP mengenai Perubahan atas RPP mengenai Pajak Penghasilan Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI.
4.9. Program Sosial Bank Indonesia Bank Indonesia melaksanakan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dalam rangka mewujudkan kepedulian sosial untuk lingkungan sekitarnya. Tema PSBI tahun 2015 yaitu “Mendorong Pembangunan Ekonomi yang Kuat, Berkesinambungan dan Inklusif” dengan empat sub-tema yaitu (i) Pertanian Terintegrasi, (ii) Komoditas Unggulan, (iii) Ketahanan Pangan serta (iv) Komunitas Kebanksentralan dan Literasi Keuangan. Selain program yang bersifat strategis tersebut, Bank Indonesia juga melaksanakan PSBI Kepedulian Sosial untuk merespon kebutuhan sosial masyarakat, dengan cakupan di bidang pendidikan, musibah dan bencana alam, keagamaan, kebudayaan, lingkungan hidup dan kesehatan. Pada triwulan laporan, kegiatan PSBI juga memprakarsai dan fokus pada programprogram pendidikan, pemberdayaan perempuan, dan energi terbarukan sebagai program unggulan di tahun-tahun yang akan datang. Berbagai program tersebut bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan memperkuat ekonomi masyarakat, khususnya rumah tangga. Ekonomi rumah tangga yang kuat dan teredukasi dengan baik akan mendukung penguatan pilar ekonomi swasta dan Pemerintah, sehingga secara agregat diharapkan dapat mendukung pencapaian stabilitas ekonomi, khususnya melalui pencapaian inflasi yang rendah dan terkendali.
Bank Indonesia memprakarsai programprogram pendidikan, pemberdayaan perempuan, dan energi terbarukan sebagai program unggulan.
PSBI dikemas dalam tiga kategori program Unggulan/champion, yaitu (i) Indonesia Cerdas, (ii) Pemberdayaan Perempuan, dan (iii) Indonesia Terang.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
113
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Program Indonesia Cerdas diimplementasikan dalam bentuk pemberian beasiswa untuk mahasiswa di perguruan tinggi negeri yang telah memiliki kerja sama dengan Bank Indonesia, pembangunan BI Corner, pembangunan pojok baca dan dongeng PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), serta program lainnya yang terkait dengan pendidikan atau literasi. Sampai dengan triwulan III-2015, PSBI telah menciptakan 8 BI Corner di wilayah Jabodetabek dan 46 BI Corner di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri di seluruh wilayah Indonesia. Sementara 34 pojok baca dan dongeng PAUD telah didirikan di 20 kota Indonesia. Program Pemberdayaan Perempuan dilaksanakan di Jakarta dan Tangerang melalui program Pemberdayaan Wirausaha Mikro Youthpreneur dengan target keikutsertaan sebanyak 3000 orang dan 2000 orang remaja putri. Sebagai bagian dari program tersebut akan dilaksanakan pelatihan modul edukasi dan literasi keuangan dan kebanksentralan yang saat ini tengah disusun. Kegiatan Urban Farming juga dilaksanakan di lima wilayah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi, yaitu di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Sementara Program Indonesia Terang dilakukan melalui pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy) untuk mendorong produktivitas di wilayah perbatasan dan terdepan. Pilot project program ini berupa pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) komunal yang akan dilaksanakan di salah satu dusun di daerah Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Menyambut peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-70 Kemerdekaan RI dan HUT ke-62 Bank Indonesia, dilaksanakan berbagai kegiatan sosial di bidang pendidikan. Salah satu kegiatan tersebut adalah motivational lecture oleh Gubernur Bank Indonesia (GBI) dan Anggota Dewan Gubernur (ADG) kepada sekolah almamaternya. Kegiatan juga dilakukan oleh 7 pimpinan satuan kerja di kantor pusat dan 43 kepala kantor perwakilan di daerah dalam bentuk sosialisasi peran dan tugas Bank Indonesia serta pemberian bantuan sarana dan prasarana pendidikan. Kegiatan dilaksanakan di 94 SMA/SMK, 8 sekolah wilayah Jabodetabek dan 86 sekolah di wilayah KPwDN. Selain itu, sebagai bentuk empati dan kepedulian terhadap masyarakat yang terkena bencana kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan, pada triwulan laporan Bank Indonesia membagikan sekitar 21.000 masker kepada masyarakat setempat, dan 3.851 ribu obat-obatan dan vitamin bagi para penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, dan Kalimantan Barat. Bantuan tersebut akan terus dilanjutkan pada triwulan berikutnya apabila masih diperlukan.
114
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
Lampiran Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan III - 2015
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
115
1. PERATURAN BANK INDONESIA No
Nomor PBI
Tanggal
1
17/14/PBI/2015
25 Agustus 2015
Perihal Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak
Asing 2
17/13/PBI/2015
25 Agustus 2015
Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak
Domestik
2. SURAT EDARAN EKSTERN No
Nomor SE
1
17/23/DPM
Tanggal
Perihal
30 September 2015 Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal
17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank
dengan Pihak Domestik
2
17/22/DPSP
31 Agustus 2015
Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal
20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana
dan Penatausahaan Surat Utang Negara
3
Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/15/DPM Perihal
17/21/DPM
28 Agustus 2015
4
17/20/DPM
28 Agustus 2015
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM Perihal
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Domestik
5
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/35/DPAU tanggal 29
17/19/DPUM
8 Juli 2015
Agustus 2013 perihal Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum
dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah
3. PERATURAN DEWAN GUBERNUR No
116
Nomor PDG
Tanggal
Perihal
1
17/12/PDG/2015 29 September 2015 Manajemen Resiko Bank Indonesia
2
17/11/PDG/2015 28 September 2015 Peraturan Disiplin Bank Indonesia
3
17/10/PDG/2015 28 September 2015 Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Bank Indonesia
4
17/9/PDG/2015
5
17/8/PDG/2015
24 Agustus 2015
16 September 2015 Manajemen Kinerja Pegawai Bank Indonesia Visi, Misi, dan Strategis Bank Indonesia
6
17/7/PDG/2015
7 Agustus 2015
7
17/6/PDG/2015
24 Juli 2015
Whistle Blowing System Bank Indonesia
8
17/5/PDG/2015
9 Juli 2015
Pelaksanaan Tugas Anggota Dewan Gubernur Ex-Officio
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
Manajemen Keberlangsungan Tugas Bank Indonesia
Daftar Istilah
Administered prices :
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur Pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif tenaga listrik.
BI Rate
:
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.
Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS)
:
Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan sistem transfer dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
Bank Indonesia – Scripless Securities : Settlement System (BI-SSSS)
Cadangan Devisa
Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System, merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. :
Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka, wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri.
Capital Adequacy Ratio :
Rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank.
Countercyclical Buffer :
Tambahan modal yang berfungsi untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Dana Pihak Ketiga
:
Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Defisit Transaksi Berjalan
:
Kondisi ketika sebuah negara mengimpor lebih banyak barang dan jasa daripada ekspor, atau selisih antara defisit/surplus pada neraca perdagangan dengan defisit/surplus pada neraca jasa-jasa.
Deposit Facility :
Fasilitas penempatan dana perbankan di Bank Indonesia dalam rangka operasi moneter.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
117
Devisa Hasil Ekspor
118
:
Devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor.
Emerging Market :
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi.
Financial Inclusion/(Keuangan : Inklusif)
Pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem : Keuangan
Forum yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar lembaga dalam memelihara stabilitas sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta memperkuat ketahanan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Lembaga yang menjadi anggota forum dimaksud yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan.
Giro Wajib Minimum
:
Jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto)
:
Indikator ekonomi yang mencerminkan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu.
Hedging :
Penggunaan instrumen derivatif atau instrumen keuangan lainnya untuk melindungi perusahaan dari risiko terkait perubahan nilai wajar (fair value) aset atau kewajiban.
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan :
Indikator kinerja stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan yang mencakup perbankan, pasar saham dan pasar obligasi, dan membantu mengidentifikasi potensi tekanan di sistem keuangan.
Inflasi :
Keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak pada menurunnya daya beli. Terdapat dua jenis sumber inflasi, yaitu inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya (costpush) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-pull).
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK)
:
Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks konsumen, yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat luas.
Inflasi Inti
:
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi inflasi. Inflasi inti diperoleh dari angka inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices.
Inflation Targeting Framework :
Kerangka kebijakan moneter forward-looking yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan kepada publik.
Investment Grade :
Peringkat layak investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
:
Suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi Pasar Uang Antar Bank di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR.
Kliring :
Perhitungan utang piutang antara para peserta kliring secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan suat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan (clearing).
Layanan Keuangan Digital (LKD)
:
Kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif.
Lender of The Last Resort :
Salah satu fungsi utama bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem perekonomian yakni dengan pemberian kredit atau pembiayaan kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana.
Lending Facility :
Fasilitas penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka operasi moneter.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
:
Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank umum.
Likuiditas :
Kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity).
Makroprudensial :
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan.
Mikroprudensial :
Pendekatan regulasi keuangan yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) :
Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Neraca Transaksi Berjalan
:
Bagian dari neraca pembayaran yang mencatat lalu lintas barang dan jasa suatu negara.
Non-Performing Loan (NPL)
:
Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Non-Performing Financing (NPF) :
Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah.
Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
119
:
Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).
Pasar Uang Antar Bank (PUAB O/N) :
Kegiatan pinjam meminjam dalam rupiah dan/atau valuta asing antar Bank Konvensional dengan jangka waktu satu hari (overnight).
Repurchase Agreement (Repo)
:
Transaksi penjualan instrumen keuangan antara dua belah pihak yang diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas instrumen keuangan yang sama dengan harga tertentu yang disepakati.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
:
Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
:
Sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional.
Stress test :
Estimasi potensi kerugian terhadap eksposur kredit dan likuiditas yang dihasilkan dari beberapa skenario perubahan harga dan volatilitas.
Surat Utang Negara (SUN)
:
Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
Surat Berharga Negara (SBN)
:
Surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah dan Surat Berharga Negara Syariah dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Swap :
Transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan pihak yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan.
Systemically Important Bank :
Suatu bank yang karena ukuran aset, modal, kewajiban, dan luas jaringan, atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagaian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, apbila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.
Tim Pemantauan dan Pengendalian : Inflasi Daerah
Tim lintas instansi yang melakukan pemantauan perkembangan inflasi daerah dan mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait pengendalian inflasi.
Transaksi Reverse Repo :
Transaksi pembelian Surat Berharga oleh peserta Operasi Pasar Terbuka (OPT) dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
Uang Kartal
Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia.
Operasi Moneter
120
:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
Uang Kartal yang Diedarkan
:
Uang yang berada di masyarakat dan di khasanah perbankan.
Wajar Tanpa Pengecualian
:
Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Volatile Food :
Komponen inflasi IHK yang dominan dipengaruhi oleh kejutan dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun internasional.
Yield :
Imbal hasil.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
121
Daftar Singkatan ADG : Anggota Dewan Gubernur AFSBI : Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia APMK : Alat Pembayaran Menggunakan Kartu ASEAN : The Association of Southeast Asian Nations ATBI : Anggaran Tahunan Bank Indonesia ATM : Anjungan Tunai Mandiri BI : Bank Indonesia BI-RTGS : Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement BI-SSSS : Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System BPS : Badan Pusat Statistik bps : Basis Point BUMN : Badan Usaha Milik Negara CAR : Capital Adequacy Ratio CIKUR : Ciri Keaslian Uang Rupiah DF : Deposit Facilities DHE : Devisa Hasil Ekspor DPK : Dana Pihak Ketiga DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia D-SIB : Domestic Sistemically Important Bank DSR : Debt Service Ratio DXY : US Dollar Index ECB : European Central Bank EMEAP : Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks FASBIS : Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah FKSSK : Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan FPJP : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek FSPI : Forum Sistem Pembayaran Indonesia GDP : Gross Domestic Product GNNT : Gerakan Nasional Non-Tunai GWM : Giro Wajib Minimum IDB : Islamic Development Bank IDI : Informasi Debitur Individual IHK : Indeks Harga Konsumen IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan IKNB : Industri Keuangan Non Bank IKU : Indikator Kinerja Utama IMF : International Monetary Fund IRU : Investor Relations Unit
122
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
ITF : Inflation Targeting Framework JIBOR : Jakarta Interbank Offered Rate KI : Kredit Investasi KK : Kredit Konsumsi KMK : Kredit Modal Kerja KPR : Kredit Perumahan Rakyat KPwDN BI : Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia KPwLN BI : Kantor Perwakilan Luar Negeri Bank Indonesia KUPVA BB : Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank LDR : Loan to Deposit Ratio LKD : Layanan Keuangan Digital LKNB : Lembaga Keuangan Non Bank LKTBI : Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia LTV : Loan to Value MRBI : Manajemen Risiko Bank Indonesia NAB : Nilai Aktiva Bersih NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia NPI : Neraca Pembayaran Indonesia NPL : Non Performing Loan OIC : Organization of Islamic Cooperation OJK : Otoritas Jasa Keuangan OM : Operasi Moneter OPT : Operasi Pasar Terbuka PBI : Peraturan Bank Indonesia PDB : Produk Domestik Bruto PDG : Peraturan Dewan Gubernur Perum Peruri : Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia PIHPS : Pusat Informasi Harga Pangan Strategis PLN : Pinjaman Luar Negeri PP : Perusahaan Pembiayaan PSBI : Program Sosial Bank Indonesia PTD BB : Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank PUAB O/N : Pasar Uang Antar Bank Overnight qtq : quarter to quarter RDG : Rapat Dewan Gubernur Repo : Repurchase Agreement ROA : Return on Asset ROE : Return on Equity SBI : Sertifikat Bank Indonesia SBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBN : Surat Berharga Negara SDBI : Sertifikat Deposito Bank Indonesia SE : Surat Edaran SF : Standing Facilities SHPR : Survei Harga Properti Residensial
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015
123
SID : Sistem Informasi Debitur SK : Survei Konsumen SKBI : Sistem Keuangan Bank Indonesia SKDU : Survei Kegiatan Dunia Usaha SKNBI : Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia SKSR : Survei Khusus Sektor Riil SNKI : Strategi Nasional Keuangan Inklusif SOP : Standard Operating Procedure SSK : Stabilitas Sistem Keuangan SULNI : Statistik Utang Luar Negeri Indonesia SUSPI : Statistik Utang Sektor Publik Indonesia TD : Term Deposit TMF : Transaksi Modal dan Finansial TPI : Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi TPID : Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah UKM : Usaha Kecil dan Menengah ULE : Uang Layak Edar ULN : Utang Luar Negeri UMKM : Usaha Mikro Kecil dan Menengah UTLE : Uang Tidak Layak Edar UU : Undang-Undang UYD : Uang Kartal yang Diedarkan Valas : Valuta Asing yoy : year on year
124
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2015