Laporan Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang
Bank Indonesia
Triwulan II
2014
Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia selama triwulan II-2014.
Inflasi terkendali dan dalam tren menurun. Pada triwulan II-2014
Nilai tukar Rupiah melemah
inflasi tercatat
4,18% (qtq),
6,70% (yoy),
dari triwulan sebelumnya,
dengan volatilitas yang terjaga
turun dari triwulan sebelumnya yang sebesar 7,32% (yoy).
Neraca Pembayaran Indonesia mencatat
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia terjaga
surplus 4,3 miliar dolar AS,
dan membaik dibanding triwulan sebelumnya.
naik dari triwulan sebelumnya yang surplus 2,1 miliar dolar AS.
Penyelenggaraan sistem pembayaran
Cadangan devisa akhir triwulan II-2014 sebesar
107,7 miliar dolar AS naik dari akhir triwulan I-2014 yang sebesar 102,6 miliar dolar AS.
berjalan aman dan lancar,
ditunjang kehandalan dan ketersediaan sistem pendukung yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Ketersediaan uang
kartal mencukupi kebutuhan masyarakat, termasuk dalam rangka menghadapi bulan Ramadhan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
iii
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, Bank Indonesia dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik pada triwulan II-2014. Sebagai bagian dari pemenuhan aspek transparansi dan akuntabilitas sesuai pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009, Bank Indonesia telah menyusun laporan pelaksanaan tugas dan wewenang periode triwulan II-2014. Selanjutnya, melalui laporan ini Bank Indonesia juga menyampaikan rencana kebijakan dan langkah-langkah pelaksanaan tugas dan wewenang untuk periode yang akan datang dengan memperhatikan kondisi perekonomian dan pasar keuangan global maupun domestik. Laporan triwulan ini selanjutnya diharapkan akan menjadi bahan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia guna melakukan penilaian terhadap kinerja Dewan Gubernur Bank Indonesia dan Bank Indonesia secara keseluruhan. Memasuki triwulan laporan, perekonomian Indonesia masih dihadapkan dengan tantangan baik dari global maupun domestik. Meskipun pertumbuhan ekonomi global cenderung membaik, kinerjanya tidak berlangsung merata (unsynchronized). Pemulihan perekonomian Amerika Serikat terus berlangsung sehingga memperkuat keyakinan pasar bahwa suku bunga di Amerika Serikat akan meningkat pada pertengahan 2015. Di pihak lain, perekonomian Negara emerging market secara struktural dalam proses melambat, sehingga menimbulkan kekhawatiran adanya dampak balik (spillback) keperekonomian negara maju. Kondisi ini pada gilirannya dapat menghambat pemulihan ekonomi global. Tantangan domestik terutama masih terkait dengan upaya untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Defisit pada triwulan laporanterutama disebabkan oleh semakin membesarnya defisit necara migas sebagai dampak dari terus meningkatnya konsumsi Bahan Bakar Minyak, di tengah produksi minyak domestik yang terus menurun. Meskipun demikian, defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan laporan dapat tertutupi oleh besarnya arus masuk modal asing sehingga secara keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat peningkatan surplus dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan peningkatan surplus tersebut, cadangan devisa juga mengalami peningkatan sehingga mencapai 107,7 miliar dollar AS pada akhir triwulan laporan. Kondisi NPI yang terjaga berimbang sejalan dengan tingkat fluktuasi nilai tukar rupiah yang terpelihara stabil meksipun cenderung melemah dibandingkan triwulan sebelumnya.
iv
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
Meningkatnya arus masuk modal asing pada triwulan laporan menggambarkan tingginya kepercayaan investor global terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Hal ini ditopang oleh kredibilitas bauran kebijakan moneter dan fiskal yang di tempuh Bank Indonesia dan Pemerintah untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan dan menurunkan tingkat inflasi. Melalui koordinasi kebijakan yang semakin baik, pada triwulan laporan tingkat inflasi juga dapat dikendalikan dan dalam tren menurun. Pada triwulan laporan juga ditandai dengan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi sejalan dengan neraca transaksi berjalan yang mengalami tekanan. Meskipun demikian, proses perlambatan pertumbuhan ekonomi tetap terkendali ditopang oleh terjaganya ketahanan sistem keuangan. Selain didukung oleh sistem keuangan yang terjaga, Bank Indonesia juga menjaga kelancaran transaksi sistem pembayaran dan ketersediaan uang kartal dalam jumlah yang cukup sehingga kegiatan ekonomi secara keseluruhan berjalan lancar. Kedepan, tantangan kebijakan semakin meningkat. Merespons kondisi ini, di satusisi Bank Indonesia harus tetap konsisten mengendalikan defisit transaksi berjalan dan tingkat inflasi. Di sisi yang lain, Bank Indonesia juga harus menjaga agar pertumbuhan ekonomi tidak mengalami kemerosotan yang tajam (hard landing). Di tengah tantangan global dan domestik kedepan yang semakin berat, jalinan koordinasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah, serta Otoritas Jasa Keuangan akan terus diperkuat. Jalinan koordinasi ditempuh dalam rangka mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berimbang. Hal ini menuntut adanya langkahlangkah mendasar untuk menjaga ketahanan makro dan sistem keuangan, serta pada saat yang bersamaan mendorong implementasi berbagai kebijakan struktural. Dari sisi Bank Indonesia, bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan nilai tukar akan tetap diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasaran yang ditetapkan, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengarahkan kinerja transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Dalam menempuh berbagai kebijakan tersebut, Bank Indonesia akan senantiasa mengedepankan nilai-nilai strategis lembaga dan tata kelola organisasi yang baik, agar tugas yang diamanatkan dapat dilaksanakan secara efektif untuk mencapai tujuan Bank Indonesia yaitu terpeliharanya stabilitas nilai rupiah.
Jakarta, 1 September 2014 GUBERNUR BANK INDONESIA
Agus D.W. Martowardojo
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
v
Daftar Isi BAB I Ringkasan Eksekutif
1.1. Kinerja Perekonomian 1.2. Kebijakan yang Ditempuh pada Triwulan II-2014
02 04
BAB II 2.1. Inflasi 2.2. Pertumbuhan Ekonomi 2.3. Neraca Pembayaran 2.4. Utang Luar Negeri 2.5. Nilai Tukar Rupiah 2.6. Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar Valas 2.6.1. Pasar Uang Rupiah 2.6.2. Pasar Valuta Asing 2.7. Perkembangan Sistem Keuangan 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan 2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan 2.7.2.1. Ketahanan Permodalan Industri Perbankan 2.7.2.2. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan 2.7.2.3. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan 2.7.2.4. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar 2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non Bank 2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi 2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga 2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.9. Perkembangan Sistem Pembayaran 2.10. Perkembangan Pengedaran Uang
vi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
08 10 12 14 15 16 16 18 18 18 21 21 21 22 23 24 27 27 28 31 32 35
Perkembangan kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1. Stabilitas Moneter 3.1.1. Kebijakan Moneter 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar 3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah Boks : Strategi 4K dalam Pengendalian Harga 3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri 3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan 3.2. Stabilitas Sistem Keuangan 3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial 3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial 3.2.2. Pendalaman Pasar Keuangan 3.2.3. Program Keuangan yang Inklusif (Financial Inclusion) 3.2.4. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 3.2.5. Pengelolaan Informasi Perkreditan 3.2.6. Koordinasi dan Kerja sama dalam rangka Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia-OJK Paska-Pengalihan Fungsi Pengawasan Bank Ke OJK 3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran 3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang Boks : Kesiapan Bank Indonesia dalam Menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri 2014 3.4. Kerjasama Internasional 3.4.1. Kerja sama G-20 3.4.2. Kerja sama IMF 3.4.3. Kerja sama ASEAN 3.4.4. Kerja sama EMEAP 3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan 3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
40 40 41 43 46 47 48 49 50 50 50 51 51 52 57 63
64 65 65 68 73 75 75 76 76 77 77 77 79 80
vii
BAB IV 4.1. Manajemen Strategi dan Kinerja 4.2. Manajemen Risiko 4.3. Audit Intern 4.4. Keuangan Intern 4.5. Sistem Informasi 4.6. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) 4.6.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia 4.6.2. Pemenuhan dan Pengembangan SDM 4.6.3. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia 4.7. Aspek Hukum 4.8. Program Sosial Bank Indonesia
84 87 88 89 90 91 91 91 92 93 94
Manajemen Intern Bank Indonesia
LAMPIRAN Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan II-2014 1. Peraturan Bank Indonesia 2. Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia Daftar Istilah Daftar Singkatan
viii
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
97 98 98 99 104
Manajemen Intern Bank Indonesia
Daftar Tabel BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Tabel 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan Tabel 2.2. Perkembangan Indeks Saham Regional Tabel 2.3. Perkembangan Nilai Rata-Rata SBDK Industri Perbankan (%) Tabel 2.4. Kinerja Aset IKNB Tabel 2.5. Data Pergerakan Penyaluran Pembiayaan Tabel 2.6. Kinerja Korporasi Publik Tw I-2013 dan Tw I - 2014 Tabel 2.7. Kredit Kepada Perorangan Per Jenis Penggunaan Tabel 2.8. Perbandingan Pola Konsumsi, Cicilan dan Tabungan per Kelompok Pendapatan Tabel 2.9. Perkembangan Total Transaksi Jual/Beli UKA-TC PVA BB Periode Triwulan I – II-2014 Tabel 2.10. Nilai Transaksi Pembayaran Tabel 2.11. Volume Transaksi Pembayaran Tabel 2.12. Perkembangan Rata-rata UYD di Masyarakat dan Bank Tabel 2.13. Indikator Pengedaran Uang
33 34 34 35 36
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BAB III Tabel 3.1. Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak TW III-2013 s.d TW-2014
BAB IV
11 20 24 25 26 28 29 30
63
Manajemen Intern Bank Indonesia Tabel 4.1. Pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Bank Indonesia Posisi Juni 2014
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
84
ix
Daftar Grafik BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Grafik 2.3. Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Grafik 2.4. Ekspektasi Harga Konsumen Grafik 2.5. Neraca Pembayaran Indonesia Grafik 2.6. Perkembangan Cadangan Devisa Grafik 2.7. Neraca Transaksi Berjalan Grafik 2.8. Neraca Perdagangan Grafik 2.9. Neraca Transaksi Modal dan Finansial Grafik 2.10. Debt Burden Indicator ULN Indonesia Grafik 2.11. Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.12. Volatilitas Nilai Tukar Grafik 2.13. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dan Mata Uang Regional Triwulan II-2014 Grafik 2.14. VIX & CDS Grafik 2.15. Suku Bunga PUAB O/N dan BI Rate Grafik 2.16. RRH Volume Transaksi PUAB Grafik 2.17. Jumlah Bank Pelaku PUAB Grafik 2.18. Volume Transaksi Repo Grafik 2.19. Suku Bunga Repo & PUAB 1 bulan Grafik 2.20. Perkembangan Volume Transaksi Valas Domestik Grafik 2.21. Perkembangan Komposisi Transaksi Valas Domestik Grafik 2.22. Yield Obligasi Negara Grafik 2.23. Volatilitas Yield 20 hari Grafik 2.24. Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG Grafik 2.25. Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG Grafik 2.26. Perkembangan & Volatilitas IHSG Grafik 2.27. Perkembangan Industri Reksadana Grafik 2.28. Rasio Non-Performing Loans Industri Perbankan Grafik 2.29. Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan Grafik 2.30. Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi Grafik 2.31. Pertumbuhan DPK (yoy) Grafik 2.32. Komposisi Alat Likuid Perbankan Grafik 2.33. Alat Likuid dan Non-Core Deposit
x
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
08 08 09 09 12 12 13 13 14 15 15 15 16 16 16 17 17 17 17 18 18 19 19 19 19 20 21 21 22 22 23 23 23
Grafik 2.34. Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit per Jenis Penggunaan Grafik 2.35. Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit, Deposito Rupiah 1 bulan, Spread Suku Bunga dan BI Rate Grafik 2.36. Aset dan Investasi Industri Asuransi Grafik 2.37. Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi Grafik 2.38. Rasio Non Performing Finance (NPF) Perusahaan Pembiayaan (PP) Grafik 2.39. Pembiayaan IKNB Grafik 2.40. Sumber Pendanaan Industri Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.41. Laporan Bulanan Bank Umum Grafik 2.42. Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga Indonesia (yoy) Grafik 2.43. Pergerakan Leverage Ratio (DSR) Nasional (30 Kota) Grafik 2.44. Rasio Solvabilitas Rumah Tangga Indonesia Grafik 2.45. NPL Kredit UMKM Grafik 2.46. Perkembangan Rata-rata UYD (qtq) Grafik 2.47. Pertumbuhan PDB dan UYD Grafik 2.48. Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu
BAB III
24 24 25 25 26 26 27 28 29 30 30 31 35 35 37
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Grafik 3.1. Perkembangan Outstanding Instrumen Operasi Moneter Grafik 3.2. Perkembangan Suku Bunga Instrumen Operasi Moneter Grafik 3.3. Komposisi Instrumen Operasi Moneter (OM) Grafik 3.4. Pertumbuhan Debitur-Fasilitas SID
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
42 42 42 63
xi
Daftar Gambar BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran Gambar 2.1. Gambar 2.2.
Peta Sebaran Inflasi Daerah Triwulan II-2014 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan II-2014
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BAB III
Gambar 3.1. Sebaran Program Pengembangan Klaster Bank Indonesia Untuk Komoditi Ketahanan Pangan Tingkat Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Tahun 2014 Gambar 3.2. Peta Lokasi Kas Keliling – Bhakesra 2014 Gambar 3.3. Peta Lokasi Kas Titipan Bank Indonesia
xii
09 11
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
59
71 72
BAB I Ringkasan Eksekutif
BAB I Ringkasan Eksekutif
1.1. Kinerja Perekonomian Proses penyesuaian ekonomi Indonesia masih berlanjut pada triwulan II-2014, didukung oleh kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan. Hingga triwulan laporan, beberapa tantangan masih membayangi perekonomian Indonesia. Berlanjutnya defisit transaksi berjalan masih menjadi fokus perhatian di sisi kinerja sektor eksternal Indonesia. Permintaan global yang masih lemah, tekanan harga pada komoditas nonmigas, dan ekspor mineral yang masih terkendala menyebabkan kinerja ekspor terkontraksi. Kondisi ini diperberat dengan impor migas yang masih meningkat sejalan dengan kenaikan volume konsumsi Bahan Bakar Minyak di dalam negeri. Kinerja eksternal yang belum optimal tersebut pada gilirannya berdampak terhadap melambatnya laju pertumbuhan ekonomi. Dari sisi harga, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) triwulan II-2014 terkendali dan cenderung menurun seiring dengan meredanya tekanan inflasi volatile food, administered prices dan terjaganya ekspektasi inflasi. Sasaran inflasi 2014 dan 2015 diperkirakan akan berada dalam kisaran targetnya 4,5%±1% dan 4%±1%. Namun, perlu dicermati risiko yang mungkin muncul khususnya terkait kemungkinan penyesuaian harga barang yang bersifat strategis dan peningkatan harga pangan. Di pasar keuangan, arus masuk modal asing yang cenderung meningkat ke negara berkembang termasuk Indonesia, di satu sisi menunjukkan adanya kepercayaan investor terhadap kondisi perekonomian, namun di sisi lain memerlukan mitigasi risiko yang lebih baik. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan potensi ketidakseimbangan di pasar keuangan akibat risiko global, antara lain, normalisasi kebijakan the Fed dan Bank of England serta munculnya spillover dan spillback dari melemahnya perekonomian emerging market. Di tengah berbagai tantangan tersebut, perekonomian Indonesia juga masih menyisakan kebutuhan reformasi struktural untuk memperbaiki pasokan dan daya saing. Dinamika yang terjadi di perekonomian mendorong berbagai pihak termasuk Bank Indonesia untuk menerapkan kebijakan secara terukur. Hal ini dimaksudkan agar proses penyesuaian ekonomi yang lebih seimbang dapat berjalan dengan lancar dan mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2014 tercatat sebesar 5,12% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 5,22% (yoy). Melambatnya perekonomian dipengaruhi oleh kontraksi pertumbuhan ekspor dan belanja Pemerintah. Namun, pertumbuhan ekonomi masih mendapat dukungan dari kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi bangunan. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 diperkirakan berada pada kisaran 5,1%-5,5%, dan meningkat di 2015 dengan kisaran 5,4%-5,8%, seiring dengan kondisi ekonomi global yang membaik. Dari sisi perkembangan harga, laju inflasi pada triwulan II-2014 terkendali dengan tren menurun. Pada triwulan tersebut, inflasi tercatat sebesar 0,57% (qtq) atau 6,70% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 1,41% (qtq) atau 7,32% (yoy). Melimpahnya pasokan beras dan cabai berkontribusi positif terhadap penurunan harga, bahkan menyebabkan terjadinya deflasi pada kelompok volatile food. Sementara itu, inflasi inti tetap terjaga seiring melambatnya permintaan domestik, minimalnya tekanan harga global, dan terjaganya ekspektasi inflasi. Tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia memberikan dampak positif bagi Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). NPI pada triwulan laporan mencatatkan surplus 4,3 miliar dolar AS, ditopang oleh kinerja transaksi modal dan
2
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB I Ringkasan Eksekutif
finansial yang lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian Indonesia mendorong tingginya arus masuk investasi portofolio dan Penanaman Modal Asing, sehingga transaksi modal dan finansial pada triwulan II-2014 mencatatkan surplus yang signifikan. Didukung kenaikan surplus NPI, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir triwulan II2014 meningkat menjadi 107,7 miliar dolar AS dari posisi akhir triwulan I-2014 yang sebesar 102,6 miliar dolar AS. Jumlah cadangan devisa tersebut setara 6,1 bulan pembayaran impor dan utang luar negeri Pemerintah. Untuk keseluruhan tahun 2014, kinerja NPI diperkirakan akan semakin baik sejalan dengan membaiknya transaksi berjalan serta kenaikan surplus pada transaksi modal dan finansial. Meskipun kinerja NPI mengalami perbaikan pada triwulan II-2014, nilai tukar Rupiah mengalami tekanan depresiasi dengan volatilitas yang terjaga. Melemahnya nilai tukar Rupiah lebih dipengaruhi oleh permintaan korporasi yang cenderung meningkat sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, perilaku investor yang menunggu hasil Pemilihan Umum Presiden dan kondisi eksternal seperti krisis geopolitik di Ukraina dan Irak juga turut memengaruhi. Secara point-to-point, Rupiah melemah 4,18% (qtq) ke level Rp11.855 per dolar AS, dengan tingkat volatilitas 10,68%. Di tengah tren melambatnya perekonomian domestik, kondisi sistem keuangan Indonesia terjaga stabil. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan triwulan II-2014 berada pada level normal dan bahkan membaik dibanding triwulan sebelumnya. Perbaikan tersebut ditopang oleh kinerja perbankan dan lnstitusi Keuangan Non Bank (IKNB) yang positif, meski kinerja pasar keuangan cenderung melambat. Fungsi intermediasi perbankan dan IKNB tetap berjalan lancar dengan perlambatan penyaluran kredit seiring dengan melambatnya perekonomian domestik. Penyaluran kredit perbankan pada triwulan II-2014 tumbuh 17,20% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 18,20% (yoy). Sementara pembiayaan yang disalurkan oleh Perusahaan Pembiayaan tumbuh 12,50% (yoy), turun dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,66% (yoy). Meski demikian, risiko kredit/pembiayaan dan risiko likuiditas tetap terjaga. Di pasar keuangan, perlambatan kinerja tercermin dari peningkatan yield Surat Berharga Negara (SBN), penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana, dan meningkatnya risiko di pasar keuangan yang tercermin dari volatilitas SBN dan Indeks Harga Saham. Kondisi ini antara lain dipengaruhi perilaku investor yang cenderung dalam posisi wait and see menyikapi kondisi politik Indonesia. Melambatnya perekonomian juga berpengaruh terhadap kinerja sektor korporasi. Hal ini tercemin dari tingkat profitabilitas dan tingkat perputaran persediaan yang lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Namun, kondisi di triwulan II-2014 masih lebih baik dibanding kinerja di akhir 2013. Di sektor rumah tangga, kinerjanya masih terpantau baik. Penyaluran kredit perseorangan masih menunjukkan pertumbuhan dengan tingkat Debt Service Ratio yang berada dalam tingkat aman. Terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran yang berlangsung dengan baik dan lancar. Pada triwulan II-2014, nilai transaksi di sistem pembayaran non tunai mencapai Rp1.442,87 triliun dengan volume transaksi sebesar 85,2 juta. Dengan nilai dan volume transaksi yang besar maka dukungan sistem pembayaran yang handal menjadi penting.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I I 2014
3
BAB I Ringkasan Eksekutif
Penggunaan transaksi non-tunai di masyarakat juga menunjukkan perkembangan yang semakin positif. Hal ini tercemin dari kenaikan penggunaan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan uang elektronik baik dari sisi nilai maupun volume transaksi. Sementara itu, penggunaan uang kartal pada periode laporan juga menunjukkan peningkatan. Hal ini terutama dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan uang masyarakat menghadapi masa liburan dan persiapan memasuki bulan Ramadhan. Kenaikan permintaan tersebut dapat diimbangi dengan layanan penyediaan uang oleh Bank Indonesia, sehingga ketersediaan uang kartal dalam jumlah yang cukup dapat terpenuhi.
1.2. Kebijakan Yang Ditempuh Triwulan II-2014 Proses penyesuaian perekonomian ke arah yang lebih seimbang serta terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tidak terlepas dari konsistensi kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah dan Bank Indonesia. Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015, dan berupaya menjaga agar proses penyesuaian ekonomi dapat terkendali guna mendukung perbaikan kinerja transaksi berjalan. Untuk itu, dengan mempertimbangkan kondisi terkini, serta prospek dan risiko perekonomian ke depan, sepanjang triwulan II-2014, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate pada level 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Dalam operasionalisasi kebijakan moneter tersebut, Bank Indonesia mengelola likuiditas di pasar uang rupiah dan pasar valuta asing (valas) sehingga perbankan dapat memenuhi kebutuhan likuiditasnya pada tingkat yang wajar dan stabil. Upaya menjaga kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan juga dilakukan melalui penguatan koordinasi dengan Pemerintah. Melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), Bank Indonesia memperkuat sinkronisasi program pengendalian harga di level pusat dan daerah. Koordinasi juga dilakukan dalam kerangka pendalaman pasar keuangan. Terkait hal ini, Bank Indonesia bekerjasama dengan instansi terkait tengah mempersiapkan pengaturan lindung nilai bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai upaya untuk memitigasi risiko nilai tukar dari transaksi valas yang dilakukan oleh BUMN. Di bidang stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia bersama dengan Pemerintah dan otoritas terkait dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) secara reguler berkoordinasi untuk memantau kondisi sistem keuangan Indonesia dan mengindentifikasi risiko yang mungkin timbul. Dalam pengelolaan nilai tukar, Bank Indonesia secara konsisten mengupayakan agar nilai tukar Rupiah berkontribusi positif terhadap perekonomian. Untuk itu, pada triwulan II-2014 Bank Indonesia menyempurnakan pengaturan yang mendukung terwujudnya pendalaman pasar valuta asing domestik melalui penggunaan instrumen lindung nilai (hedging) atas penghasilan investasi di Indonesia. Bank Indonesia juga menyesuaikan pengaturan mengenai pinjaman luar negeri bank dengan perkembangan pasar keuangan domestik terkini. Hal ini dimaksudkan agar aliran modal asing dapat lebih berkontribusi terhadap kestabilan moneter dan sekaligus mendukung upaya pendalaman pasar valas. Kebijakan pengelolaan nilai tukar juga diperkuat dengan penyesuaian pengaturan mengenai penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan penarikan utang luar negeri. Melalui penyesuaian tersebut, diharapkan dapat mendorong optimalisasi pemanfaatan devisa yang berasal dari hasil ekspor dan utang luar negeri.
4
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB I Ringkasan Eksekutif
Untuk memantapkan perannya di bidang makroprudensial, Bank Indonesia juga tengah memperkuat landasan hukum pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Ketentuan tersebut antara lain mengatur mengenai instrumen makroprudensial yang akan digunakan oleh Bank Indonesia, serta mekanisme kegiatan surveilans dan pemeriksaan terhadap lembaga keuangan dalam rangka penilaian terhadap risiko sistemik. Pengaturan tersebut dinilai penting antara lain untuk memberikan kejelasan hubungan kelembagaan dengan otoritas pengawas mikroprudensial. Selain ditujukan untuk mencegah dan memitigasi risiko sistemik serta mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, peran Bank Indonesia di bidang makroprudensial ditujukan pula untuk meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan. Terkait hal ini, sepanjang triwulan II-2014, Bank Indonesia melakukan berbagai program keuangan yang inklusif, antara lain dengan mengembangkan Layanan Keuangan Digital dan penyediaan Sistem Informasi harga Bagi Petani dan Nelayan (SIPN). Selain itu, Bank Indonesia bersinergi dengan instansi Pemerintah maupun masyarakat, memperkuat sektor riil dan pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM). Diantaranya dengan mengembangkan klaster komoditas yang mendukung ketahanan pangan dan berkontribusi terhadap inflasi di berbagai wilayah. Di bidang sistem pembayaran, fokus kebijakan Bank Indonesia tetap diarahkan pada upaya untuk menjaga agar sistem pembayaran terselenggara dengan aman, lancar, dan efisien. Pada triwulan II-2014, kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik tercemin dari level ketersediaan sistem BI-RTGS sebagai setelmen dana, BI-SSSS sebagai setelmen surat berharga Pemerintah dan Bank Indonesia, serta SKNBI, yang mencapai 99,97% dan kemampuan setelmennya mencapai 99,95%. Melanjutkan program kerja yang telah dilaksanakan pada periode-periode sebelumnya, pada periode laporan Bank Indonesia masih melanjutkan pengembangan sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI Generasi II, serta National Payment Gateway. Bank Indonesia juga menyempurnakan pengaturan uang elektronik guna menyelaraskan dengan ketentuan transfer dana, meningkatkan keamanan teknologi dan efisiensi penyelenggaraan uang elektronik, serta mendorong penggunaan uang elektronik sebagai salah satu instrumen dalam layanan keuangan digital. Dalam rangka meningkatkan transaksi non tunai, Bank Indonesia terus mempersiapkan implementasi kawasan Less Cash Society. Selaras dengan upaya tersebut, Bank Indonesia juga melakukan kerjasama dengan instansi terkait dalam upaya perluasan penggunaan uang elektronik untuk mendukung program Pemerintah dalam penyaluran bantuan sosial. Selain akses dan efisiensi sistem pembayaran, Bank Indonesia juga mendorong perlindungan konsumen sistem pembayaran yang lebih baik. Untuk itu, Bank Indonesia melakukan berbagai kegiatan edukasi perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran di beberapa wilayah. Untuk mendukung kelancaran transaksi perekonomian, di bidang pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia terus meningkatkan ketersediaan uang yang berkualitas, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta layanan kas yang prima. Meningkatnya kebutuhan uang kartal oleh masyarakat menghadapi masa liburan dan persiapan memasuki bulan Ramadhan pada triwulan II-2014 dapat dipenuhi dengan baik. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan meningkatkan realisasi distribusi uang ke berbagai wilayah. Upaya yang lain adalah dengan memperlancar akses distribusi uang bekerjasama dengan BUMN yang bergerak di bidang jasa angkutan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I I 2014
5
BAB I Ringkasan Eksekutif
Penyediaan uang yang berkualitas juga terus dilaksanakan termasuk ke wilayah-wilayah terpencil. Sampai dengan akhir triwulan II-2014, Bank Indonesia telah mengunjungi 30 wilayah terpencil, perbatasan dan pulau terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk memberikan layanan penukaran uang. Terkait penyediaan uang Rupiah, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan tengah mempersiapkan rencana pengeluaran uang rupiah edisi baru sesuai dengan amanat Undang-Undang UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Penerbitan uang tersebut bertujuan untuk lebih memperkuat kedaulatan Indonesia dan mempertegas Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara keseluruhan, berbagai respons kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia efektif dalam menjaga proses penyesuaian ekonomi domestik dan menjaga kestabilan makro ekonomi serta sistem keuangan. Efektivitas kebijakan tersebut tidak terlepas dari dukungan manajemen internal Bank Indonesia, yang dalam pelaksanaannya senantiasa menerapkan prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik.
6
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Penyesuaian ekonomi masih berlangsung hingga triwulan II-2014, dengan tetap ditunjang kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan. Beberapa indikator perekonomian meski membaik, tetap memerlukan perhatian yang cermat khususnya terhadap risiko yang mungkin muncul baik karena faktor domestik maupun global. Hal ini dimaksudkan agar kondisi fundamental ekonomi tetap terjaga dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan. yang membaik tersebut berdampak pada nilai tukar rupiah yang cenderung bergerak stabil. Namun, pertumbuhan ekonomi melambat dipengaruhi ekspor riil yang mencatat kontraksi.
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.1. Inflasi Inflasi pada triwulan II2014 tetap terjaga dan berada dalam tren yang menurun sehingga mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%.
Inflasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 0,57% (qtq) atau 6,70% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,41% (qtq) atau 7,32% (yoy) (Grafik 2.1 dan 2.2). Tren penurunan tekanan inflasi tersebut antara lain ditopang oleh menurunnya tekanan inflasi volatile food, administered prices, dan terjaganya inflasi inti sejalan dengan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah. Namun, sejumlah risiko terhadap pencapaian target inflasi 2014 tetap perlu diwaspadai.
14 12
IHK Inti Administered Prices Volatile Food
10 8
6 4 2 0 -2
-4 -6 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Triwulanan
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan
Pada triwulan II-2014, kelompok volatile food mengalami deflasi. Deflasi tersebut menyebabkan penurunan inflasi volatile food menjadi -0,43% (qtq) atau 6,74% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan I-2014 sebesar 2,66% (qtq) atau 7,25% (yoy). Terjadinya deflasi terutama didukung oleh melimpahnya pasokan seiring dengan datangnya musim panen beberapa komoditas, seperti beras dan cabai. Namun demikian, kenaikan harga beberapa komoditas lainnya seperti daging ayam dan telur ayam menahan deflasi kelompok volatile food lebih dalam. Penurunan inflasi pada triwulan II-2014 juga ditopang oleh terjaganya inflasi inti. Inflasi inti pada triwulan II-2014 tercatat sebesar 0,73% (qtq) atau 4,81% (yoy), relatif stabil bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 1,14% (qtq) atau 4,61% (yoy). Terjaganya inflasi inti tersebut ditopang oleh moderasi permintaan domestik sejalan dengan kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah, tekanan harga global yang minimal, serta ekspektasi inflasi yang tetap terjaga. Hasil survei pedagang eceran maupun konsumen menunjukkan bahwa ekspektasi tekanan harga pada waktu mendatang cenderung membaik, dibandingkan dengan beberapa bulan sebelumnya (Grafik 2.3 dan Grafik 2.4).
8
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Grafik 2.3 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 2.4 Ekspektasi Harga Konsumen
Inflasi administered prices pada triwulan II-2014 juga mengalami penurunan. Inflasi administered prices tercatat melambat dari sebelumnya 1,33% (qtq) atau 17.47% (yoy) pada triwulan I-2014 menjadi 1,03% (qtq) atau 13,47% (yoy) pada triwulan II-2014. Hal tersebut akibat hilangnya pengaruh kenaikan harga BBM bersubsidi pada Juni 2013 dan tidak adanya kebijakan strategis pemerintah terkait harga selama triwulan laporan. Inflasi di beberapa kawasan, seperti wilayah Sumatera, sebagian besar Jawa dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) masih cukup terkendali. Inflasi Jawa berada pada level yang relatif lebih rendah didorong oleh terkendalinya pasokan pangan. Demikian pula inflasi di wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) dapat terkendali seiring dengan terjadinya koreksi beberapa harga pangan strategis di beberapa wilayah seperti daging ayam (Kalimantan kecuali Kaltim), beras (Kalteng), cabe rawit dan bawang merah (Bali), dan ikan segar (Maluku).
Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi Daerah Triwulan II-2014 (%, yoy)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
9
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Prospek inflasi pada tahun 2014 dan 2015 diperkirakan akan berada dalam kisaran targetnya 4,5%±1% dan 4%±1%. Prospek inflasi tersebut didukung oleh kebijakan stabilisasi makroekonomi yang ditempuh selama ini, termasuk koordinasi dengan Pemerintah. Selain itu, penurunan inflasi juga didukung termoderasinya permintaan domestik dan harga komoditas global yang cenderung masih lemah. Namun, beberapa risiko pada masa mendatang tetap perlu diwaspadai yang bersumber dari peningkatan harga pangan dan potensi penyesuaian administered prices seperti tarif listrik, dan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Inflasi pada triwulan II-2014 tetap terjaga dan berada dalam tren yang menurun sehingga mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Penurunan tersebut ditopang oleh menurunnya tekanan inflasi volatile food dan terjaganya inflasi inti sejalan dengan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah. Namun, sejumlah risiko terhadap pencapaian target inflasi 2014 tetap perlu diwaspadai.
2.2. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2014 melambat dipengaruhi oleh kontraksi pertumbuhan ekspor dan terkontraksinya belanja pemerintah. Namun, pertumbuhan ekonomi triwulan II2014 masih mendapat dukungan dari kinerja konsumsi rumah tangga yang cukup kuat dan investasi bangunan.
10
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 tercatat sebesar 5,12% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,22% (yoy) (Tabel 2.1). Perlambatan tersebut disebabkan oleh masih lemahnya kinerja ekspor komoditas sumber daya alam, seperti batu bara, CPO, dan mineral mentah. Ekspor kembali mengalami kontraksi sebesar -1,04% (yoy), lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -0,44% (yoy). Hal tersebut disebabkan oleh melambatnya permintaan dari negara berkembang dan penerapan Undang-Undang minerba. Namun demikian, ekspor riil manufaktur seperti TPT, alas kaki, dan alat listrik, meningkat pada akhir triwulan seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara maju yang membaik. Ekspor manufaktur lainnya, seperti logam dasar khusus untuk tembaga dan nikel, serta ekspor pertanian, khususnya komoditas utama seperti ikan dan rempah, juga mencatat kenaikan. Dari sisi domestik, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 juga bersumber dari kontraksi konsumsi pemerintah dan investasi nonbangunan. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan II-2014 tercatat sebesar -0,71 (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,58% (yoy). Kontraksi konsumsi pemerintah tersebut disebabkan oleh penangguhan penyaluran dana bantuan sosial (Bansos) dalam rangka pemberdayaan masyarakat sehingga komponen belanja barang dalam PDB menjadi lebih rendah. Sementara itu, investasi nonbangunan tumbuh negatif, khususnya investasi alat angkutan luar negeri yang masih terkontraksi sejalan dengan kinerja ekspor tambang yang belum membaik. Kondisi ini terindikasi dari data impor barang modal dalam bentuk kendaraan dan peralatan terkait alat angkut yang menurun. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2014 masih mendapat dukungan dari kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi bangunan yang cukup kuat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2014 masih cukup tinggi sebesar 5,59% (yoy) meski sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,61% (yoy). Hal ini antara lain ditopang oleh belanja terkait aktivitas Pemilu. Selain itu, daya beli konsumen yang terjaga seiring tren penurunan inflasi selama triwulan berjalan juga menopang stabilitas konsumsi rumah tangga. Di samping itu, investasi bangunan pada triwulan II- 2014 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan investasi bangunan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
ini terindikasi dari peningkatan penjualan semen dan impor barang konstruksi. Kondisi tersebut turut didukung oleh optimisme sektor konstruksi yang lebih baik dibandingkan kondisi di awal tahun. Di tengah kontraksi ekspor, kontraksi impor yang lebih besar akibat perlambatan permintaan domestik dapat mengurangi tekanan eksternal dalam menopang pertumbuhan ekonomi. Impor kembali mengalami kontraksi yang lebih besar pada triwulan II-2014 dibanding triwulan sebelumnya menjadi -5,02% (yoy) dari -0,73% (yoy). Khususnya terjadi pada kelompok bahan baku dan barang konsumsi. Sementara itu, kontraksi impor barang modal, meskipun mengecil, masih berlangsung akibat kontraksi pada impor alat angkut. Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan Komponen
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa PDB
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
2013 I
II
III
IV
2013
2014 I
II
5,24 5,15 5,48 5,25 5,28 5,61 5,59 0,44 2,17 8,91 6,45 4,87 3,58 -0,71 5,54 4,47 4,54 4,37 4,71 5,14 4,53 3,58 4,82 5,25 7,40 5,30 -0,44 -1,04 -0,03 0,69 5,09 -0,60 1,21 -0,73 -5,02 6,03 5,76 5,63 5,72 5,78 5,22 5,12
Sumber : BPS
Secara regional, perlambatan ekonomi pada triwulan II-2014 berasal dari melambatnya ekonomi di Jawa dan beberapa daerah basis produksi komoditas tambang dan perkebunan, seperti Sumatera dan Kalimantan (Gambar 2.2). Perlambatan ekonomi Jawa dan Sumatera sejalan dengan melemahnya kinerja sektor pertanian. Sementara itu, kinerja di sektor tambang masih lemah terutama dipengaruhi oleh menurunnya permintaan batubara sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi di beberapa sentra pertambangan di Sumatera dan Kalimantan.
Ket: Jawa di luar Jakarta
Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan II-2014
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
11
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Sejalan dengan perkembangan ekonomi global dan kondisi domestik yang relatif stabil, Bank Indonesia tetap mempertahankan kisaran proyeksi pertumbuhan ekonominya untuk tahun 2014 dan 2015. Pertumbuhan ekonomi 2014 tetap diperkirakan berada pada kisaran 5,1%-5,5%, dengan kecenderungan menuju batas bawah menyusul pertumbuhan ekonomi triwulan I dan II-2014 yang lebih rendah dari prakiraan. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015, diperkirakan kembali membaik pada kisaran 5,4%-5,8% seiring dengan perbaikan ekonomi global.
2.3. Neraca Pembayaran Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II-2014 membaik. Membaiknya kinerja NPI tersebut ditopang oleh transaksi modal dan finansial yang mencatat peningkatan surplus dibandingkan dengan triwulan I-2014 sehingga dapat membiayai sepenuhnya defisit transaksi berjalan yang melebar sesuai pola musimannya.
Kinerja NPI pada triwulan II-2014 berhasil mencatat peningkatan surplus dari 2,1 miliar dolar AS pada triwulan sebelumnya menjadi 4,3 miliar dolar AS pada triwulan laporan. Peningkatan terjadi karena ditopang oleh kinerja Transaksi Modal dan Finansial (TMF) (Grafik 2.5). Kinerja TMF mencatat peningkatan surplus yang signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sehingga dapat membiayai sepenuhnya defisit transaksi berjalan yang melebar sesuai pola musimannya. Peningkatan surplus NPI triwulan II-2014 tersebut pada gilirannya mendorong kenaikan posisi cadangan devisa dari 102,6 miliar dolar AS pada akhir triwulan I-2014 menjadi 107,7 miliar dolar AS pada akhir triwulan II-2014. Level cadangan devisa tersebut setara dengan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor (Grafik 2.6). Kenaikan cadangan devisa tersebut berdampak positif terhadap upaya memperkuat ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
Grafik 2.5 Neraca Pembayaran Indonesia
Grafik 2.6 Perkembangan Cadangan Devisa
Kinerja transaksi berjalan triwulan II-2014, meskipun mengalami peningkatan defisit dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, tercatat lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Defisit transaksi berjalan pada triwulan II-2014 mencapai 9,1 miliar dolar AS (4,27% PDB) (Grafik 2.7), lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada periode yang sama tahun 2013 sebesar 10,1 miliar dolar AS (4,47% PDB).
12
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sesuai pola musiman, defisit transaksi berjalan triwulan II-2014 lebih tinggi yang tercatat sebesar 4,2 miliar dolar AS (2,05% PDB) (Grafik 2.7). Di sisi nonmigas, surplus neraca perdagangan nonmigas menyempit (Grafik 2.8). Hal ini disebabkan impor nonmigas meningkat 12,4% (qtq) antara lain terkait dengan naiknya kebutuhan menjelang puasa dan Idul Fitri. Sementara itu, ekspor nonmigas hanya tumbuh 1,0% (qtq) terutama dipengaruhi turunnya permintaan ekspor berbasis sumber daya alam, seperti batubara dan minyak nabati. Penurunan tersebut seiring dengan melambatnya pertumbuhan di negara emerging serta dampak kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah. Selain karena surplus nonmigas yang menyempit, defisit transaksi berjalan juga dikontribusi oleh defisit neraca perdagangan migas yang melebar karena impor migas meningkat (Grafik 2.8). Hal ini terutama karena bertambahnya volume impor minyak mentah. Sementara itu, ekspor migas mengalami penurunan terutama akibat ekspor LNG yang lebih rendah. Tekanan defisit transaksi berjalan juga dipengaruhi oleh melebarnya defisit neraca jasa dan neraca pendapatan primer. Pada triwulan II-2014, sesuai dengan pola musimannya, defisit neraca jasa melebar akibat meningkatnya pembayaran jasa transportasi barang seiring dengan kenaikan impor serta meningkatnya perjalanan masyarakat ke luar negeri selama musim liburan sekolah. Dalam periode yang sama, defisit neraca pendapatan primer juga meningkat mengikuti jadwal pembayaran dividen dan bunga utang luar negeri kepada investor asing.
12,00 7,00 2,00 -3,00 Neraca Nonmigas Neraca Migas Transaksi Perdagangan
-8,00
-13,00
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4 Q1** Q2**
* Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara
Grafik 2.7 Neraca Transaksi Berjalan
Grafik 2.8 Neraca Perdagangan
Transaksi modal dan finansial mencatat surplus karena masih tingginya aliran masuk modal asing. Surplus transaksi modal dan finansial pada triwulan II-2014 mencapai 14,5 miliar dolar AS, meningkat signifikan dari 7,6 miliar dolar AS pada triwulan I-2014 (Grafik 2.9). Surplus tersebut ditopang oleh tingginya arus masuk investasi portofolio dan PMA sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik. Selama triwulan II-2014, aliran masuk modal asing masih tercatat tinggi mencapai 5,75 miliar dolar AS, meskipun sedikit turun dari triwulan sebelumnya sebesar 5,79 miliar dolar AS.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
13
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Grafik 2.9 Neraca Transaksi Modal dan Finansial
Utang Luar Negeri Indonesia meningkat pada triwulan II-2014. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya kepemilikan nonresiden atas surat utang yang diterbitkan baik oleh sektor swasta dan sektor publik, serta pinjaman luar negeri sektor swasta. Perkembangan ULN tersebut dipandang masih cukup sehat dalam menopang ketahanan sektor eksternal meskipun perlu terus diwaspadai.
14
Untuk keseluruhan tahun 2014, kinerja NPI diperkirakan akan mencatat surplus yang lebih besar dibandingkan surplus pada tahun sebelumnya. Surplus tersebut diperkirakan berasal dari meningkatnya surplus neraca perdagangan dan TMF. Pemulihan pertumbuhan negara maju terutama AS, Jepang, dan Eropa sebagai negara partner dagang utama diperkirakan dapat meningkatkan ekspor. Di sisi lain, kinerja TMF pada 2014 juga diperkirakan meningkat. Peningkatan tersebut sejalan dengan aliran modal asing yang diperkirakan masih akan meningkat, dipengaruhi oleh optimisme terhadap prospek perekonomian Indonesia yang terus terjaga.
2.4. Utang Luar Negeri Posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan II-2014 meningkat dari triwulan sebelumnya. Posisi ULN pada Juni 2014 tercatat sebesar 284,9 miliar dolar AS, atau tumbuh 3,1% dibandingkan dengan posisi pada akhir triwulan I-2014 sebesar 276,3 miliar dolar AS. Peningkatan posisi ULN tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya kepemilikan nonresiden atas surat utang yang diterbitkan baik oleh sektor swasta sebesar dan sektor publik, serta pinjaman luar negeri sektor swasta yang melampaui turunnya pinjaman luar negeri sektor publik. Posisi ULN pada akhir Juni 2014 terdiri dari ULN sektor publik sebesar 131,7 miliar dolar AS (46,2% dari total ULN) dan ULN sektor swasta sebesar 153,2 miliar dolar AS (53,8% dari total ULN). Posisi ULN kedua sektor tersebut masing-masing meningkat 0,9% dan 5,1% dibandingkan dengan posisi akhir triwulan I-2014 sebesar USD130,5 miliar dan USD145,7 miliar. Berdasarkan jangka waktu, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 82,4% dari total ULN. ULN berjangka panjang pada akhir Juni 2014 mencapai USD234,8 miliar, meningkat 2,2% dibandingkan dengan posisi akhir triwulan I-2014 sebesar USD229,8 miliar. Pada akhir Juni 2014, ULN berjangka panjang sektor publik mencapai USD124,3 miliar atau 94,4% dari total ULN sektor publik dan ULN berjangka panjang sektor swasta tercatat sebesar USD110,5 miliar atau 72,1% dari total ULN swasta. Sejalan dengan peningkatan posisi ULN, indikator beban hutang dan kerentanan Indonesia pada triwulan II-2014 yang tercermin pada beberapa rasio ULN juga menunjukkan rasio yang cenderung meningkat dibandingkan dengan triwulan I-2014. Rasio Debt to GDP pada triwulan II-2014 juga tercatat sedikit meningkat sebesar 33,9%, sedikit naik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 32,3%. Sementara itu, Debt Service Ratio (DSR) pada triwulan II-2014 naik menjadi sebesar 48,3% dibandingkan dengan triwulan I-2014 sebesar 46,4%. Kenaikan rasio ini dipengaruhi oleh faktor musiman yaitu meningkatnya total pembayaran pokok dan bunga ULN pada triwulan II-2014 dibandingkan dengan triwulan I-2014 di tengah penerimaan ekspor Indonesia mengalami penurunan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Indikator lainnya seperti Debt to Export turut meningkat akibat penurunan penerimaan ekspor Indonesia. Rasio Debt to Export Indonesia pada triwulan II-2014 menjadi 133,0% meningkar dari 128,7% pada triwulan I-2014. Sementara itu, rasio Short Term Debt to Reserve pada triwulan II-2014 juga mengalami peningkatan menjadi 46,5% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 45,3%.
2.5. Nilai Tukar Rupiah
Pada triwulan II-2014, rupiah secara point-toGrafik 2.10. point melemah 4,18% (qtq) ke level Rp11.855 Debt Burden Indicator ULN Indonesia per dolar AS dibanding dengan triwulan I-2014 (Grafik 2.11). Meskipun secara umum mengalami tekanan depresiasi, volatilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga. Volatilitas nilai tukar pada triwulan II-2014 tercatat menurun menjadi 10,68% dibandingkan dengan volatilitas pada triwulan sebelumnya sebesar 11,5% (Grafik 2.12).
11855
11.629 11448
Januari Februari 2014 Maret April Mei Juni
Grafik 2.11 Nilai Tukar Rupiah
11.833
IDR/USD
Rupiah mengalami depresiasi dengan volatilitas yang terjaga selama triwulan II-2014. Hal ini sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian Indonesia.
Grafik 2.12 Volatilitas Nilai Tukar
Tekanan terhadap rupiah di triwulan II-2014 dipengaruhi oleh permintaan korporasi yang cenderung meningkat sesuai dengan pola musimannya untuk pembayaran ULN dan repatriasi dividen/kupon. Selain itu, faktor sentimen terkait dengan perilaku investor yang menunggu hasil Pemilihan Umum Presiden serta kondisi eksternal, seperti krisis geopolitik di Ukraina dan Irak, berdampak pada pergerakan rupiah. Perilaku menunggu (wait and see) investor atas hasil Pemilihan Umum Presiden di dalam negeri menjadi faktor yang dominan menyebabkan pelemahan rupiah, sehingga berbeda dengan pergerakan mata uang lain di kawasan (Grafik 2.13). Tekanan rupiah pada triwulan II-2014 tercermin pada indikatorindikator eksternal, seperti CDS (Credit Default Swap) & VIX Index1 yang tampak meningkat. (Grafik 2.14). 1
VIX Index atau Volatility Index menggambarkan ekspektasi pasar akan volatilitas sebuah mata uang untuk periode 30 hari mendatang. VIX Index biasa digunakan untuk menggambarkan risiko pasar.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
15
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Grafik 2.13 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dan Mata Uang Regional Triwulan II-2014
Kondisi pasar uang rupiah dan pasar valuta asing terjaga stabil selama triwulan laporan sejalan dengan terjaganya kondisi likuiditas.
Grafik 2.14 VIX & CDS
2.6. Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar Valas 2.6.1. Pasar Uang Rupiah Risiko likuiditas pada triwulan II-2014 terkendali, tercermin pada struktur suku bunga PUAB (term structure) yang cenderung melandai dengan penurunan terbesar pada suku bunga PUAB tenor 1 bulan. Rata-rata harian suku bunga PUAB tenor overnight (O/N) turun 2 bps dari triwulan sebelumnya sebesar 5,88% (Grafik 2.15). Sementara itu, suku bunga PUAB tenor 1 minggu naik tipis 3 bps dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,51%. Sedangkan suku bunga PUAB tenor 1 bulan mengalami penurunan cukup besar (15 bps) dibanding triwulan sebelumnya menjadi 7,91%. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada kuotasi suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) oleh perbankan yang merupakan indikasi penawaran tingkat bunga antar bank. Pergerakan suku bunga PUAB tersebut menggambarkan kondisi likuiditas (giro bank di Bank Indonesia/bank reserves) di sistem perbankan yang relatif stabil. Kontraksi likuiditas yang berasal dari aliran keluar uang kartal mampu diimbangi oleh ekspansi likuiditas yang berasal dari mutasi keuangan pemerintah. Aliran keluar uang kartal terutama terkait periode libur sekolah dan menjelang bulan Ramadhan. Sementara itu, ekspansi keuangan pemerintah antara lain terkait pembayaran gaji PNS dan DAU, termin proyek, dan subsidi.
Grafik 2.15 Suku Bunga PUAB O/N dan BI Rate
16
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
Dari sisi volume, rata-rata harian volume transaksi PUAB pada triwulan II-2014 naik 19% dari Rp10,23 triliun menjadi Rp12,12 triliun (Grafik 2.16). Kenaikan volume tersebut disertai dengan kenaikan frekuensi transaksi PUAB pada triwulan II-2014, sejalan dengan kebutuhan likuiditas jangka pendek. Frekuensi transaksi PUAB pada triwulan II-2014 meningkat dari 147 menjadi 158 transaksi/hari (Grafik 2.17).
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Grafik 2.16 RRH Volume Transaksi PUAB
Grafik 2.17 Jumlah Bank Pelaku PUAB
Transaksi di pasar uang juga mencakup transaksi berdasarkan agunan yang dikenal dengan repurchase agreement (repo), yaitu transaksi jual surat berharga dengan janji dibeli kembali. Rata-rata harian volume transaksi repo pada triwulan II-2014 tercatat sebesar Rp579,29 miliar (turun 44% dari triwulan sebelumnya) sejalan dengan meningkatnya kebutuhan likuiditas perbankan di tengah pola musiman aliran keluar uang kartal. Penurunan volume transaksi terjadi pada tenor di bawah 1 bulan, sedangkan volume transaksi repurchase agreement (repo) untuk tenor 1, 3, dan 6 bulan mengalami kenaikan. Transaksi repo antar pelaku pasar didominasi oleh tenor 1 bulan dan 2 minggu dengan proporsi masing-masing sebesar 35% dan 28% (Grafik 2.18). Pergerakan suku bunga repo dan PUAB pada tenor 1 bulan relatif sejalan, dengan suku bunga repo yang lebih rendah dibandingkan suku bunga PUAB (Grafik 2.19).
Grafik 2.18 Volume Transaksi Repo
Grafik 2.19 Suku Bunga Repo & PUAB 1 bulan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
17
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.6.2. Pasar Valuta Asing Kondisi pasar valuta asing (valas) relatif stabil selama triwulan laporan seiring dengan terjaganya likuiditas valas. Pada triwulan II-2014, volume transaksi valas domestik menunjukkan peningkatan. Total volume transaksi valas tercatat sebesar USD198,63 miliar atau meningkat 15% dibandingkan total volume pada triwulan I-2014 yang tercatat sebesar USD173,30 miliar (Grafik 2.20). Berdasarkan komposisi transaksinya, spot masih mendominasi transaksi di pasar valas dengan pangsa sebesar 69%, diikuti oleh transaksi swap (27%) dan forward (4%) (Grafik 2.21). Pada triwulan laporan, total volume spot naik 9% menjadi USD136,76 miliar. Sementara itu, volume swap meningkat 38% menjadi USD54,02 miliar yang merupakan volume swap tertinggi dalam satu dekade terakhir. Sebaliknya, volume forward pada triwulan II-2014 turun sebesar 10% menjadi USD 7,85 miliar.
Grafik 2.20 Perkembangan Volume Transaksi Valas Domestik
Grafik 2.21 Perkembangan Komposisi Transaksi Valas Domestik
2.7. Perkembangan Sistem Keuangan
Kinerja pasar keuangan melambat dipengaruhi perilaku investor yang dalam posisi wait and see terhadap kondisi politik Indonesia.
18
Di tengah tren melambatnya perekonomian domestik, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia masih terjaga pada level aman. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan pada triwulan II-2014 (0,76) berada pada kondisi normal dan membaik dibanding triwulan sebelumnya (1,1). Perbaikan tersebut ditopang oleh kinerja perbankan dan lnstitusi Keuangan Non Bank (IKNB) yang positif, meskipun kinerja pasar keuangan cenderung melambat. 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan Kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan II-2014 sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, tercermin dari peningkatan yield Surat Berharga Negara (SBN), dan penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana, dan meningkatnya risiko di pasar keuangan yang tercermin dari volatilitas SBN dan Indeks Harga Saham. Yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) naik 11,60 bps, tenor menengah (6-10 tahun) naik 42,70 bps, dan tenor jangka panjang (11-30 tahun) naik sebesar 133,50 bps (Grafik 2.22).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Sejalan dengan peningkatan tersebut, tingkat risiko SBN juga mengalami peningkatan sebagaimana tercermin dari kenaikan volatilitas yield SBN. Menjelang akhir triwulan II-2014, tingkat volatilitas yield SBN jangka pendek menjadi 7,86%, jangka menengah sebesar 4,39% dan jangka panjang menjadi 5,67% (Grafik 2.23).
9,0
0,3
8,5
0,2
8,0
0,1
7,5
0,0
7,0
-0,1
6,5
-0,2
Yield Curve (rhs)
6,0
31-Mar-14
30-Jun-14
-0,3
2Y 3Y 4Y 5Y 6Y 7Y 8Y 9Y 10Y 11Y 12Y 13Y 15Y 16Y 18Y 20Y 30Y
Grafik 2.22 Yield Obligasi Negara
Grafik 2.23 Volatilitas Yield 20 hari
Meningkatnya yield dan volatilitas SBN antara lain dipengaruhi oleh perilaku wait and see investor terkait kondisi politik Indonesia menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden. Meskipun demikian, pada triwulan laporan masih terjadi arus masuk dana investasi asing (inflow) di pasar SBN sebesar Rp42,87 triliun, dengan porsi kepemilikan asing di SBN sebesar 36%. Perilaku investor di pasar SBN juga terjadi di pasar saham sehingga berimbas pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) triwulan II-2014 yang meningkat sebesar 2,31% dari triwulan sebelumnya, pada level 4.878,58 (Grafik 2.25). Rata-rata transaksi harian tercatat sebesar Rp6,07 triliun, atau meningkat Rp0,12 miliar dibandingkan triwulan I-2014.
6.000
40 30
5.000
20
4.000
10
3.000
0
2.000
-10
1.000
-20 Net Asing
-30 Q1
Q2
Q3
IHSG (rhs) Q4
Q1
Q2
Q3
0 Q4
Q1
Q2
Grafik 2.24 Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG
Grafik 2.25 Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
19
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Kondisi politik menjelang Pemilu Legislatif sempat mendorong meningkatnya risiko di pasar saham. Hal ini tercermin dari volatilitas IHSG yang meningkat pada awal triwulan II-2014. Namun, risiko di pasar saham mulai menurun seiring sentimen positif terhadap hasil Pemilu Legislatif dan menjelang pelaksanaan Pemilu Presiden pada awal Juli 2014. Secara keseluruhan, rata-rata volatilitas IHSG pada triwulan II-2014 tercatat mengalami penurunan menjadi 16,95% dibandingkan dengan triwulan I-2014 yang mencapai 18,69% (Grafik 2.26).
Secara regional, kinerja pasar saham Indonesia pada triwulan II-2014 masih berada dibawah kinerja pasar saham Asia pada umumnya, dengan kinerja tertinggi dicapai oleh bursa saham India dan Thailand sebagaimana tercermin dari persentase kenaikan Indeks Harga Saham di bursa (Tabel 2.2). Nilai kapitalisasi pasar saham Indonesia selama triwulan II-2014 tercatat sebesar USD408,8 miliar, menurun sebesar USD5,5 miliar (-1,3%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nilai kapitalisasi tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan bursa saham pada negara-negara lain di kawasan. Grafik 2.26 Perkembangan & Volatilitas IHSG
Tabel 2.2 Perkembangan Indeks Saham Regional Regional Market Indiccs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Indonesia (IHSG) Jepang (Nikkei) Hongkong (HSI) China (Shanghai) Korea Selatan (Kospi) Singapura (STI) Malaysia (KLCI) Thailand (SET) Australia (AS30) Filipina (PSEi) India (Sensex) China (Shenzhen)
Juni-2013
Des-2013
Mar-2014
Juni-2014
7.818,90 13.677,32 20.803,29 1.979,21 1.863,32 3.150,44 1.773,54 1.451,90 4.77,41 6.465,28 19.395,81 887,68
4.274,18 16.291,31 23.306,39 2.115,98 2.011,34 3.167,43 1.866,96 1.298,71 5.353,08 5.889,83 21.170,68 1.057,67
4.768,28 14.827,83 22.151,06 2.033,31 1.985,61 3.188,62 1.849,21 1.376,26 5.402,99 6.428,71 22.386,27 1.039,88
4.878,58 15.162,10 23.190,72 2.048,33 2.002,21 3.255,67 1.882,71 1.485,75 5.382,03 6.844,31 25.413,78 1.096,79
Perubahan QtQ (%)
Perubahan YoY (%)
2,31 (1,05) 2,25 8,41 4,69 6,48 0,74 2,73 0,84 6,56 2,10 1,21 1,81 4,27 7,96 (5,21) (0,39) 13,14 6,46 (0,57) 13,52 15,42 5,47 17,15
Menurunnya kinerja pasar keuangan turut memengaruhi kinerja reksadana, dimana Net Aktiva Bersih (NAB) reksadana untuk triwulan II-2014 mengalami penurunan sebesar 1,79% dari triwulan sebelumnya. Penurunan NAB diiringi dengan berkurangnya produk reksadana dan unit penyertaan yang beredar dipasar. Pada triwulan II-2014, jumlah produk reksadana dan unit penyertaan menurun sebesar 4,15% dan 2,11% dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 2.27).
20
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan 2.7.2.1. Ketahanan Permodalan Industri Perbankan
Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) industri perbankan pada akhir triwulan II-2014 tercatat sebesar 19,40%, sedikit menurun dari triwulan sebelumnya sebesar 19,83%. Penurunan CAR pada triwulan II-2014 disebabkan oleh peningkatan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang lebih tinggi dibandingkan Modal. Pada triwulan II-2014, modal industri perbankan tercatat sebesar Rp733,9 triliun, meningkat Grafik 2.27 2,40% (qtq) dibandingkan pada akhir triwulan Perkembangan Industri Reksadana I-2014 sebesar Rp716,9 triliun. Sedangkan ATMR industri perbankan pada akhir triwulan II-2014, tercatat sebesar Rp3.783,03 triliun, mengalami peningkatan 4,60% (qtq) dibandingkan ATMR pada akhir triwulan I-2014 sebesar Rp3.616,20 triliun.
Kinerja industri perbankan tetap solid ditengah perlambatan perekonomian. Fungsi intermediasi berjalan lancar dengan risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar yang terjaga.
2.7.2.2. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan Pertumbuhan kredit industri perbankan cenderung menurun sejalan dengan masih melambatnya perekonomian domestik. Pada triwulan II-2014 pertumbuhan kredit tercatat sebesar 17,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan I-2014 yang mencapai 18,20% (yoy). Melambatnya pertumbuhan kredit tersebut sebagian besar dipengaruhi perlambatan penyaluran pada Kredit Investasi (KI) yang turun dari 29,9% (yoy) di triwulan I-2014 menjadi 22,5% (yoy) di triwulan laporan. Sedangkan penyaluran Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Konsumsi (KK) mencatatkan kenaikan masing-masing dari 15,90% (yoy) dan 12,38% (yoy) menjadi 17,3% (yoy) dan 12,7% (yoy). Sejalan dengan perlambatan perekonomian domestik, risiko kredit industri perbankan yang tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) gross mulai menunjukkan peningkatan, meskipun dalam tingkat yang masih rendah (Grafik 2.28). Pada triwulan II-2014, rasio NPL gross industri perbankan tercatat sebesar 2,16%, naik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,00% dan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 1,88%. Selain dipengaruhi oleh perlambatan perekonomian, peningkatan NPL juga terkait dengan peningkatan suku bunga kredit perbankan. Namun demikian, upaya yang dilakukan perbankan dalam meningkatkan kualitas manajemen risiko dan menyesuaikan pertumbuhan kredit telah mampu memitigasi potensi risiko kredit yang lebih besar.
Grafik 2.28 Rasio Non-Performing Loans Industri Perbankan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
21
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan risiko terjadi baik di KMK, KI maupun KK. Rasio NPL gross KMK naik dari 2,36% pada triwulan I-2014 menjadi sebesar 2,44% di triwulan II2014, dan rasio NPL gross KI meningkat dari 1,86% menjadi sebesar 2,27%. Sementara NPL gross KK naik dari 1,49% menjadi 1,57% (Grafik 2.29). Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan risiko kredit juga terjadi pada hampir seluruh sektor ekonomi (Grafik 2.30). Peningkatan rasio NPL gross triwulan II-2014 terutama berasal dari peningkatan risiko kredit pada sektor pertambangan dan konstruksi, serta sektor pertanian dan perdagangan. Meningkatnya risiko pada sektor pertambangan dipengaruhi penurunan permintaan batubara karena perlambatan ekonomi dunia serta leverage ratio (rasio hutang terhadap modal) korporasi pada sektor tersebut yang cenderung meningkat. Sementara peningkatan risiko kredit perbankan pada sektor pertanian dan perdagangan antara lain dipengaruhi oleh penurunan kinerja korporasi, terutama pada sub-sektor Crude Palm Oil yang tercermin dari rasio Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE).
Grafik 2.29 Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
Grafik 2.30 Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi
2.7.2.3. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan Di tengah melambatnya ekonomi nasional, pertumbuhan DPK industri perbankan mulai menunjukkan peningkatan (Grafik 2.31). Pada triwulan II-2014, DPK industri perbankan tumbuh sebesar 13,63% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar dari 11,56% (yoy). Komponen DPK perbankan yang meningkat pada triwulan laporan adalah Giro dan Deposito, sementara Tabungan sedikit melambat. Penyesuaian suku bunga deposito 1 bulan yang cukup tinggi pada akhir triwulan II-2014 (2,70%, yoy) diperkirakan telah menarik minat deposan bank untuk melakukan pemindahan sebagian simpanan jenis Giro dan Tabungan ke dalam bentuk Deposito. Seiring dengan perpindahan tersebut, pangsa Deposito terhadap keseluruhan DPK perbankan meningkat dari 45,69% pada triwulan I-2014 menjadi 45,78% pada akhir triwulan II-2014.
22
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Di tengah ketidakseimbangan eksternal dan tren kenaikan suku bunga, likuiditas industri perbankan mulai mengalami peningkatan pada triwulan II-2014 dengan risiko likuiditas yang terjaga. Pada triwulan laporan, ekspansi kredit perbankan yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK baik secara nominal maupun persentase, mendorong perbankan menggunakan
alternatif sumber pendanaan di luar DPK. Untuk memitigasi risiko likuiditas, alat likuid perbankan pada triwulan II-2014 mengalami peningkatan sebesar Rp78,9 triliun (7,69%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Grafik 2.31 Hal ini ditunjukkan dari kenaikan rasio Alat Pertumbuhan DPK (yoy) Likuid (AL)2 terhadap Non-Core Deposit (NCD)3 menjadi sebesar 86,91% dibandingkan dengan rasio triwulan sebelumnya yang sebesar 84,60%. Tingkat rasio AL/NCD yang jauh di atas threshold (50%) tersebut menunjukkan tingkat risiko likuiditas perbankan yang terjaga.
Grafik 2.32 Komposisi Alat Likuid Perbankan
Grafik 2.33 Alat Likuid dan Non-Core Deposit
2.7.2.4. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar Suku bunga perbankan pada triwulan II-2014 masih dalam tren kenaikan, baik suku bunga simpanan maupun pinjaman. Kondisi ini merupakan respons terhadap perkembangan kondisi perekonomian terkini dan pengetatan pada kebijakan moneter (Grafik 2.34). Ratarata suku bunga deposito 1 bulan pada triwulan laporan meningkat 33 bps dari triwulan sebelumnya menjadi 8,32%. Meningkatnya suku bunga simpanan selanjutnya diikuti dengan kenaikan pada suku bunga kredit. Rata-rata suku bunga kredit selama triwulan II-2014 naik 11 bps menjadi 12,62% dari rata-rata triwulan sebelumnya. Berdasarkan jenis 2 3
Alat Likuid terdiiri dari Kas, Penempatan pada BI, Giro Wajib Minimum, dan excess reserve. Non Core Deposit mencakup 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
23
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
penggunaannya, suku bunga kredit KMK, KI, dan KK pada triwulan II-2014 masing-masing naik sebesar 14 bps, 10 bps, dan 5 bps (Grafik 2.34). Dengan peningkatan suku bunga deposito lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga kredit pada triwulan II-2014, maka spread suku bunga bank menurun tipis sebesar 11 bps, dari 4,57% menjadi 4,46% (Grafik 2.35).
Grafik 2.34 Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit per Jenis Penggunaan
Grafik 2.35 Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit, Deposito Rupiah 1 bulan, Spread Suku Bunga dan BI Rate
Sejalan dengan kenaikan suku bunga kredit, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) pada semua segmen juga menunjukkan peningkatan. Segmen kredit Retail mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan segmen kredit lainnya, yaitu sebesar 15 bps. SBDK segmen Korporasi meningkat 10 bps, sementara segmen kredit konsumsi KPR dan non KPR masingmasing mengalami peningkatan sebesar 1 bps dan 6 bps (Tabel 2.3). Tabel 2.3 Perkembangan Nilai Rata-Rata SBDK Industri Perbankan (%) Seluruh Sample Segmen Kredit Korporasi Retail KPR Non KPR
Industri Keuangan Non-Bank menunjukkan kinerja yang positif, ditopang oleh peningkatan volume usaha dan terjaganya risiko kredit.
24
2011
2012
2013
2014
Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun
qtq
Jun 13 - Jun 11 Jun 14 Jun14
10,51 10,72 10,51 10,18 9,86 9,81 9,75 9,69 9,53 9,65 10,08 10,64 10,59 10,68 0,10 1,04 -0,03 11,80 11,91 12,04 11,61 11,23 11,08 11,03 11,14 10,91 11,03 11,28 11,72 11,89 12,05 0,15 1,02 0,14 11,16 11,38 11,04 10,71 10,61 10,50 10,45 10,41 10,33 10,37 10,63 10,83 11,13 11,14 0,01 0,77 -0,24 11,56 11,86 11,88 11,51 11,05 10,99 10,67 10,65 10,62 10,59 11,06 11,55 11,92 11,98 0,06 1,39 0,12
2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non Bank Aset IKNB pada triwulan laporan mencapai Rp1.382,67 triliun, naik 5,07% dibandingkan posisi akhir 2013. Aset industri perasuransian masih mendominasi aset IKNB dengan porsi 50,68%, disusul perusahaan pembiayaan dan dana pensiun (Tabel 2.4). Dominasi industri perasuransian dalam IKNB ditopang oleh kinerja yang positif di industri tersebut. Total aset industri asuransi pada triwulan IV-20134 meningkat sebesar Rp83,58 4
Posisi data terakhir yang diperoleh dari otoritas terkait adalah triwulan IV-2013 non audited.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.4 Kinerja Aset IKNB Dalam Triliun Rp
No
Industri
2011
1 Perasuransian 2 Perusahaan Pembiayaan 3 Dana Pensiun 4 Lembaga Jasa Keuangan Lainnya 5 Industri Jasa Penunjang IKNB Jumlah
2012
2013
Tw II-2014
481,75 569,32 652,9 700,8* 291,38 341,77 400,63 412,75 142,03 158,37 162,06 166,29** 62,44 75,79 96,06 98,54** 2,43 3,49 4,29 4,29*** 980,03 1148,74 1315,94 1382,67
Sumber : OJK Ket : * Data per 31 Maret 2014 ** Data per 28 Februari 2014 *** Data per 31 Desember 2013
triliun atau tumbuh 14,68% dari posisi akhir 2012 (Tabel 2.4). Investasi juga mengalami peningkatan sebesar 10,90% atau Rp54,17 triliun (Grafik 2.36). Sementara itu, rasio Klaim Bruto terhadap Premi Bruto pada triwulan IV-2013 menurun dari akhir tahun sebelumnya, yaitu dari 61,56% menjadi 61,29% (Grafik 2.37). Penurunan tersebut mengindikasikan adanya perbaikan efisiensi dalam industri asuransi.
700 600 500
87,30%
87,12%
569,32
551,2 497,03
481,75
684,17
80,56%
419,7
400 300 200
90%
200
85%
180
80%
160 120
70%
100
65%
80
20
0
50%
0
Aset
Investasi
Rasio (RHS)
Grafik 2.36 Aset dan Investasi Industri Asuransi
55% 109,62
121,67
50% 45%
87,79
40% 35%
40
55%
65% 60%
61,29%
57,33%
60
100
153,13
140
75%
60%
198,53 61,56% 178,07
30% 25%
Klaim Bruto
Premi Bruto
Rasio
Grafik 2.37 Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi
Aset pada industri Perusahaan Pembiayaan (PP), juga mengalami kenaikan. Pada triwulan II-2014, volume usaha PP mencapai Rp412 triliun, meningkat 2,64% (qtq) atau 14,97% (yoy). Porsi pembiayaan terbesar berupa pembiayaan konsumen (65,68%) dengan fokus pembiayaan otomotif (Kredit Kendaraan Bermotor). Peningkatan total aset terutama berasal dari peningkatan aset produktif berupa piutang pembiayaan, dengan porsi pembiayaan yang mencapai 87,64%. Pembiayaan yang disalurkan PP meliputi pembiayaan konsumen, sewa guna usaha, kartu kredit, dan anjak piutang. Searah dengan melambatnya pembiayaan melalui pasar modal, penyaluran pembiayaan oleh PP juga mengalami perlambatan. Pada triwulan II-2014, penyaluran pembiayaan tumbuh 12,50% (yoy) turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,66% (yoy).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
25
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.5 Data Pergerakan Penyaluran Pembiayaan
Keterangan
(Dalam Rp Triliun)
2009 2010 2011 2012 2013
2014
A. Kredit Perbankan 131,24 434,25 434,25 507,77 585,01 B. Pembiayaan Non Bank 45,56 147,07 159,05 154,33 206,93 B1. Pasar Modal 40,26 103,26 100,11 9,76 160,95 - IPO dan Right Issue Pasar Saham 13,04 67,86 54,37 30,10 81,11 - Obligasi Korporasi & Sukuk 27,22 35,40 45,74 67,66 79,84 B2. Perusahaan Pembiayaan 5,30 43,81 58,95 56,57 45,98 TOTAL 175,80 581,32 593,30 662,10 791,94
Tw 1
Tw 2
14,02 16,45 12,04 4,36 7,68 4,41 30,48
161,26 36,69 28,20 12,39 15,81 8,48 197,95
Berdasarkan jenis pembiayaan, pembiayaan konsumen masih tumbuh pada triwulan II-2014, walaupun menunjukkan tren melambat sejak pertengahan 2011. Sementara itu, pembiayaan pada jenis sewa guna usaha dan anjak piutang tumbuh positif. Di tengah melambatnya pertumbuhan pembiayaan PP, rasio Non Performing Fund (NPF) selama triwulan II-2014 masih tetap terjaga yaitu sebesar 0,67%. Rasio NPF tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan I-2014 yang sebesar 0,74% (Grafik 2.38). Pada triwulan II-2014 jumlah pembiayaan mencapai Rp360,93 triliun, meningkat 2,41% (qtq) (Grafik 2.39). Peningkatan pembiayaan selama triwulan II-2014 didorong oleh pembiayaan konsumen yang tumbuh 3,18% (qtq) sejalan dengan peningkatan penjualan otomotif, baik berupa mobil maupun sepeda motor. Sektor otomotif masih menjadi primadona bisnis PP karena pertumbuhan penjualannya yang masih tergolong tinggi. Sementara itu, pembiayaan sewa guna usaha tumbuh 0,67% (qtq), setelah triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2,21% (qtq). Pertumbuhan negatif tersebut terutama dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas dunia dan ketentuan pembatasan ekspor mineral dan batubara.
Grafik 2.38 Rasio Non Performing Finance (NPF) Perusahaan Pembiayaan (PP)
Grafik 2.39 Pembiayaan IKNB
Secara umum, sumber pendanaan PP berasal dari empat jenis yaitu pinjaman bank dalam negeri, pinjaman bank luar negeri, obligasi, dan ekuitas. Per akhir triwulan II-2014, jumlah pendanaan PP mencapai Rp385,79 triliun, tumbuh 2,83% (qtq). Sumber pendanaan terbesar berasal dari pinjaman bank dalam negeri yang mencapai Rp136,98 triliun (35,51%), disusul pinjaman bank luar negeri (25,41%), ekuitas (21,56%), dan obligasi (13,30%) (Grafik 2.40).
26
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Grafik 2.40 Sumber Pendanaan Industri Perusahaan Pembiayaan
Terdapat keterkaitan antara PP dengan Bank yang memiliki aset besar. Keterkaitan tersebut terjadi karena adanya hubungan kepemilikan dan hubungan transaksi keuangan. Hubungan kepemilikan umumnya terjadi karena Bank yang memiliki aset besar memiliki anak usaha dalam bentuk PP dengan porsi kepemilikan di atas 20%. Dengan porsi kepemilikan tersebut kinerja keuangan anak perusahaan secara langsung akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan Bank sebagai induk (consolidated). Saat ini terdapat 14 PP yang dimiliki oleh 10 Bank yang memiliki aset besar. Jumlah aset 14 PP tersebut mencapai 17,65% dari total industri PP. Secara umum, 14 PP tersebut memberikan kontribusi positif terhadap kinerja keuangan induk. Hubungan transaksi keuangan antara PP dengan Bank terjadi karena sebagian besar sumber pendanaan PP berasal dari Bank. Di samping itu, terdapat pembiayaan Bank kepada konsumen yang dilakukan melalui perusahaan pembiayaan dengan skema joint financing dan channeling. Pada triwulan II-2014, jumlah pembiayaan Bank melalui skema joint financing dan channeling masing-masing mencapai Rp111,82 triliun dan Rp12,74 triliun. Di samping itu, terdapat 126 PP yang memperoleh pinjaman dari Bank yang memiliki aset besar dengan outstanding pinjaman sebesar Rp72,23 triliun. Dilihat dari sisi penerima pinjaman, umumnya PP yang memiliki aset besar yang memperoleh pinjaman dari D-SIB. 2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1 Kinerja Sektor Korporasi Ditengah melambatnya perekonomian domestik, kredit kepada sektor korporasi masih tumbuh dengan risiko yang terjaga. Pada triwulan II-2014, kredit kepada korporasi tumbuh 24,2% (yoy) sehingga posisinya mencapai Rp1.766,2 triliun, dengan rasio NPL 1,9%. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, secara umum kinerja korporasi publik pada triwulan I-20145 mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari indikator utama kinerja korporasi seperti Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Inventory Turn Over yang lebih rendah, tingkat utang (Debt to Equity Ratio) yang sedikit 5
Data terakhir kinerja koorporasi sampai dengan triwulan I - 2014.
Melambatnya perekonomian bedampak terhadap kinerja sektor korporasi. Namun sektor rumah tangga masih menunjukkan kinerja yang positif.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
27
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
lebih meningkat di beberapa sektor serta solvabilitas dan likuiditas yang sedikit menurun. Namun demikian, kondisi ini membaik dibandingkan kinerja keuangan di akhir Desember 2013 (Tabel 2.6). Tabel 2.6 Kinerja Korporasi Publik Tw I-2013 dan Tw I - 2014 No
Return On Asset
Sektor
Return On Equity
Debt to Equity Ratio
Solvabilitas (TA/TL)
Current Ratio (AL/UL)
Inventory Turn Over
2013 2014 2013 2014 2013 2014 2013 2014 2013 2014 2013 2014 1 Pertanian 2 Industri Dasar & Kimia 3 Industri Barang Konsumsi 4 Infrast, utilitas & transpts 5 Aneka Industri 6 Pertambangan 7 Properti & Real Estate 8 Perdag, jasa & investasi Agregat
5,4% 3,4% 9,7% 6,7% 0,8 1,00 2,2 2,0 1,2 0,9 8,2 8,3 6,5% 5,3% 13,4% 11,2% 1,1 1,1 1,9 1,9 1,7 1,6 6,1 6,1 9,7% 9,4% 16,2% 16,8% 0,7 0,9 2,5 2,1 2,0 1,8 4,7 4,9 5,9% 4,5% 12,8% 10,4% 1,3 1,4 1,7 1,7 1,2 0,9 76,9 76,4 8,7% 7,1% 19,3% 15,5% 1,2 1,2 1,8 1,9 1,2 1,2 9,7 8,9 0,6% 2,4% 1,6% 6,3% 1,6 1,7 1,6 1,6 1,3 1,0 14,5 13,9 6,8% 7,2% 13,0% 14,3% 1,00 1,00 2,0 2,0 1,7 1,8 1,9 1,9 7,3% 1,6% 13,1% 3,0% 0,8 0,9 2,2 2,1 1,7 1,5 8,6 7,9 6,0% 4,8% 12,3% 10,2% 1,1 1,1 1,9 1,9 1,5 1,3 7,4 7,0
Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, diolah
Meskipun pada 2013 secara umum terjadi penurunan kinerja, sektor Pertambangan serta Properti dan Real Estate masih menunjukkan kinerja yang membaik. Hal ini tercermin dari meningkatnya ROA dan ROE pada triwulan I-2014 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. 2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga Kredit perbankan kepada perseorangan (individu) pada triwulan II-2014 meningkat menjadi sebesar Rp1.558,7 (yoy) atau tumbuh 13,7% (yoy). Jumlah tersebut merupakan 45,0% dari total kredit perbankan dan merupakan pangsa kedua terbesar setelah kredit kepada korporasi (50,9%).
Grafik 2.41 Laporan Bulanan Bank Umum
28
Dari sisi penggunaannya, sebesar Rp937,7 triliun atau 60,2% kredit kepada individu tersebut merupakan kredit konsumsi ke sektor rumah tangga, dan sisanya terbagi antara Kredit Investasi oleh perorangan (11,0%) dan Kredit Modal Kerja oleh perorangan (28,2%). Dengan demikian, penyaluran kredit kepada individu cukup signifikan dalam memengaruhi stabilitas keuangan (Tabel 2.7).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.7 Kredit Kepada Perorangan Per Jenis Penggunaan Tw IV-2013 Jenis Pengunaan
Kr. Investasi Kr. Konsumsi Kr. Modal Kerja Total
Kredit (Rp T)
Pangsa
Tw I-2014 NPL
Kredit (Rp T)
Tw II-2014
Pangsa
Kredit (Rp T)
NPL
Pangsa
NPL
164,8 11,1% 2,8% 165,1% 11,0% 3,2% 171,9 11,0% 3,7% 891,9 59,9% 1,5% 902,6 60,0% 1,5% 938,6 60,2% 1,6% 431,5 29,0% 2,8% 437,8 29,1% 3,3% 449,1 28,8% 3,5% 1,488 100% 2,0% 1,505 100% 2,2% 1,560 100% 2,4%
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Penyaluran kredit kepada perseorangan pada triwulan II-2014 diiringi dengan bertambahnya risiko. Rasio NPL kredit perseorangan pada triwulan II-2014 tercatat sebesar 2,4%, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi triwulan I-2014 sebesar 2,2%. Kenaikan rasio NPL kredit kepada perseorangan terutama disebabkan oleh naiknya NPL kredit kepada perseorangan untuk Investasi menjadi 3,7% dan Kredit Modal Kerja naik menjadi 3,5% posisi Juni 2014. Meskipun demikian, NPL kredit perorangan tersebut di atas masih lebih rendah dari norma batas atas NPL sebesar 5%. Dari sisi penggunaannya, pangsa kredit rumah tangga masih didominasi oleh kredit yang bertujuan untuk kredit perumahan (45,1%) dan kredit Multiguna (34,8%), diikuti oleh Kredit Kendaraan Bermotor (15,2%) dan Kredit Rumah Tangga Lainnya (4,7%) (Grafik 2.42). Kredit ke sektor rumah tangga ini per Juni 2014 tumbuh 12,7% (yoy), lebih kecil dibandingkan pertumbuhan kredit produktif, yaitu Kredit Investasi (22,5%-yoy) dan Kredit Modal Kerja (17,3%-yoy) untuk periode yang sama.
Secara umum, kondisi sektor rumah tangga Indonesia cukup baik. Dari hasil survei, pada Grafik 2.42 semester I-2014, sektor rumah tangga memiliki 6 Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga Indonesia (yoy) rata-rata Debt Service Ratio (DSR) yang masih berada dalam tingkat aman. Sejak Januari 2012 hingga Juni 2014, nilai DSR berkisar antara 13,5%-16,0% (Grafik 2.43). Angka ini jauh lebih rendah dari level DSR yang umumnya dipersyaratkan perbankan di Indonesia untuk memperoleh kredit, yaitu sebesar maksimal 30%. Dibandingkan dengan aset yang dimiliki, tingkat solvabilitas7 rumah tangga di Indonesia juga menunjukkan angka yang kecil (2,6%). Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia memiliki aset yang cukup besar dibandingkan utang yang dimiliki. Kondisi DSR dan solvabilitas ini menunjukkan bahwa secara umum kemampuan membayar kewajiban keuangan rumah tangga Indonesia masih relatif baik bahkan masih mampu menyerap kredit lebih besar dari yang ada saat ini. Pada triwulan II-2014 DSR Rumah Tangga di Indonesia adalah sebesar 13,9%.
6 7
Debt Service Ratio (DSR) = cicilan pinjaman (pokok + bunga) / pendapatan. Solvabilitas = perbandingan antara utang dengan aset yang dimiliki.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
29
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Dari sisi pengeluaran, rata-rata masyarakat di Indonesia menggunakan 69% pendapatannya untuk keperluan konsumsi, 13% pendapatan untuk pembayaran kewajiban keuangannya dan masih tersisa 18 % dari pendapatan untuk keperluan tabungan (Tabel 2.8). Semakin besar pendapatan masyarakat, semakin besar pula porsi pendapatan yang digunakan untuk membayar pinjaman. Hal ini terjadi karena umumnya masyarakat berpenghasilan lebih besar lebih memiliki akses ke fasilitas keuangan sehingga akhirnya memiliki kewajiban yang lebih besar pula.
Grafik 2.43 Pergerakan Leverage Ratio (DSR) Nasional (30 Kota)
Tabel 2.8 Perbandingan Pola Konsumsi, Cicilan dan Tabungan per Kelompok Pendapatan Pendapatan eq Pengeluaran
Rp1,22-2,45 Juta Rp2,56-3,65 Juta Rp3,76-4,85 Juta Rp5,03- 6,26 Juta eq eq eq eq Rp1-2 Juta Rp2,1-3 Juta Rp3,1-4 Juta Rp4,1-5 Juta
Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan Total
> Rp 6,26 Juta eq > Rp 5 Juta
Rata-rata
70,3% 69,3% 68,5% 66,9% 64,3% 68,0% 11,6% 12,9% 14,0% 14,6% 15,6% 13,9% 18,1% 17,8% 17,5% 18,5% 20,1% 18,2% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia di 30 kota di Indonesia terhadap 6.242 responden.
Grafik 2.44 Rasio Solvabilitas Rumah Tangga Indonesia
30
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
Angka DSR yang rendah sejalan dengan rata-rata tingkat utang rumah tangga di Indonesia yang relatif rendah dan memiliki tren menurun. Aset rumah tangga Indonesia masih mencukupi untuk menjamin kewajiban keuangan yang dimiliki rumah tangga. Pada 2013, total utang rumah tangga dibanding aset yang dimiliki menunjukkan angka 2,6% (Grafik 2.44).
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Perlambatan ekonomi yang terjadi sejak 2013, memberikan dampak perlambatan pada perkembangan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Meski masih tumbuh positif, penyaluran kredit UMKM melambat pada triwulan II-2014 yakni dari 17,0% (yoy) pada triwulan I-2014 menjadi 11,6% (yoy) dengan posisi mencapai Rp651,3 triliun. Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi di beberapa sektor ekonomi terutama sektor Perdagangan besar dan eceran, Industri pengolahan, Konstruksi, Real Estate, Jasa kemasyarakatan. Selain diakibatkan oleh penurunan daya beli masyarakat, perlambatan pada beberapa sektor tersebut juga dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar rupiah. Hal ini terjadi pada sektor yang masih mengandalkan bahan baku impor dalam produksi dan proses pembangunannya seperti sektor Industri pengolahan dan Konstruksi.
Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tumbuh positif selama triwulan II2014 namun mengalami perlambatan.
Dari sisi pangsa, rasio kredit UMKM terhadap total kredit perbankan relatif stabil pada kisaran 19%-20% yaitu sebesar 19,7% pada triwulan II-2014. Sementara itu, pangsa kredit kepada Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro masing-masing sebesar 50,0%, 29,9%, dan 20,1%, terjadi sedikit peningkatan kredit kepada Usaha Mikro sebesar 0,3% dan penurunan pada kredit Usaha Kecil sebesar 0,2%, sedangkan kredit usaha menengah relatif tetap. Pada triwulan II-2014, risiko kredit UMKM meningkat, tercermin dari rasio NPL yang naik dari 3,66% di triwulan I-2014 menjadi 3,88%. Adapun rasio NPL usaha Mikro, Kecil dan Menengah masing-masing tercatat 3,03%, 5,17%, dan 3,45%. Peningkatan rasio NPL UMKM secara keseluruhan disebabkan oleh beberapa faktor baik dari sisi internal bank maupun eksternal. Dari sisi internal, kurangnya kompetensi SDM (kualitas dan kuantitas) dalam penyaluran kredit UMKM memicu potensi peningkatan rasio NPL gross akibat lemahnya analisis dan monitoring kredit. Sedangkan di sisi eksternal, terjadinya penurunan daya beli masyarakat, kenaikan inflasi, pelemahan nilai tukar rupiah, serta meningkatnya suku bunga kredit memicu penurunan kemampuan bayar UMKM. Di samping itu, kredit UMKM juga dipengaruhi oleh faktor musiman, dimana peningkatan NPL akan terjadi pada periode awal tahun dan akan membaik pada pertengahan dan akhir tahun. Tidak seperti aktivitas ekonomi yang meningkat selama periode menjelang hari raya Idul Fitri, kredit UMKM justru mengalami penurunan kinerja dengan adanya peralihan prioritas penggunaan dana pada pemenuhan kebutuhan konsumtif.
Terkait penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR),
realisasi penyaluran KUR pada triwulan II-2014 tercatat Rp19,7 triliun atau 53,3% dari target penyaluran KUR 2014 sebesar Rp37,0 triliun, Grafik 2.45 NPL Kredit UMKM dengan akumulasi realisasi KUR sejak 2007 s.d. 2014 mencapai Rp158,3 triliun. Berdasarkan sebaran demografisnya, penyaluran KUR masih terpusat di Jawa (50,2%). Adapun penyaluran di daerah lain masing-masing Sumatera sebesar 21,9%, Kalimantan 10,8%, Sulawesi 9,3%,
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
31
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Bali 4,8%, dan Papua Maluku sebesar 3,0%. Dari sisi sektor ekonomi, sektor perdagangan mendominasi penyaluran KUR yakni mencapai 62,4% dari realisasi KUR. Dari sisi kualitas, NPL KUR pada triwulan II-2014 tercatat 4,41%, memburuk dibandingkan triwulan I-2014 (3,75%).
2.9. Perkembangan Sistem Pembayaran Penyelenggaraan sistem pembayaran selama periode laporan berjalan aman, lancar, dan efisien dalam mendukung kegiatan ekonomi nasional. Transaksi nontunai juga menunjukkan peningkatan.
Nilai transaksi sistem pembayaran non tunai pada triwulan II-2014 turun sebesar Rp1.442,87 triliun (0,04%), sementara volume transaksi meningkat sebesar 85,2 juta (8,04%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan nilai transaksi sistem pembayaran tersebut sebagian besar berasal dari penurunan transaksi operasi moneter, sedangkan peningkatan volume transaksi lebih disebabkan dari transaksi masyarakat melalui instrumen non tunai dalam menghadapi periode libur sekolah dan menjelang bulan Ramadhan. Nilai transaksi pembayaran yang diselesaikan melalui Sistem BI-RTGS pada triwulan II-2014 mengalami penurunan sebesar Rp435,35 triliun (1,77%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp24.150,39 triliun. Sementara volume transaksi turun sebesar 54,66 ribu (1,21%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi sebesar 4.471,34 ribu transaksi. Penurunan nilai transaksi sebagian besar disebabkan oleh transaksi dalam rangka pengelolaan moneter, terutama transaksi FASBI. Penurunan operasi moneter juga mengakibatkan penurunan nilai transaksi Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) pada triwulan II-2014 turun sebesar Rp1.093,46 triliun (14,60%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp7.490,39 triliun menjadi Rp6.396,94 triliun. Sementara volume transaksi meningkat sebesar 5,78 ribu transaksi (17,55%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 32,92 ribu transaksi menjadi 38,69 ribu transaksi. Terkait dengan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), nilai transaksi SKNBI selama perode laporan tercatat sebesar Rp710,71 triliun atau naik sebesar Rp9,52 triliun (1,36%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain kenaikan pada nilai transaksi, volume transaksi SKNBI juga mengalami kenaikan sebesar 1.606,85 ribu transaksi atau naik sebesar 6,38% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan nilai dan volume transaksi melalui SKNBI sebagian besar berasal dari kliring kredit melalui transaksi transfer kredit antar peserta kliring. Selain transaksi pembayaran melalui Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI, Bank Indonesia melakukan kegiatan setelmen Surat Berharga Negara (SBN). SBN diterbitkan oleh Pemerintah dan tercatat pada triwulan II-2014, setelmen dilakukan sebanyak 13 kali untuk setelmen SBN Rupiah dengan nominal setelmen sebesar Rp69,3 triliun, sedangkan untuk SBN Valas tidak terdapat setelemen SBN USD. Selama periode laporan, secara umum penyelenggaraan sistem pembayaran berlangsung dengan baik dan lancar. Kehandalan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia tetap terjaga. Hal ini tercermin dari ketersediaan sistem BI-RTGS sebagai setelmen dana, BI-SSSS sebagai setelmen surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia, serta SKNBI yang mencapai 99,97%. Sedangkan kemampuan setelmen dari sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia mencapai 99,95%.
32
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Selain dilakukan oleh Bank Indonesia, penyelenggaraan sistem pembayaran juga dilakukan oleh pihak lain di luar Bank Indonesia (bank, lembaga selain bank, dan perusahaan telekomunikasi). Kinerja penyelenggaraan sistem pembayaran oleh pihak lain di luar Bank Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif selama triwulan II-2014. Hal ini terutama ditunjukkan dengan adanya peningkatan pada transaksi APMK, baik dari sisi nilai maupun volume. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, nilai dan volume transaksi APMK pada triwulan II-2014 meningkat masing-masing sebesar Rp76,31 triliun (7,05%) dan 76,23 juta transaksi (7,68%). Demikian pula bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumya (yoy), nilai dan volume transaksi juga meningkat sebesar 17,07% dan 16,51% atau sebesar Rp168,90 triliun dan 151,44 juta transaksi. Peningkatan didominasi oleh penggunaan transaksi kartu ATM dan ATM/Debet, yang didukung oleh transaksi yang dilakukan masyarakat dalam rangka persiapan menghadapi hari raya Idul Fitri. Nilai transaksi kartu ATM dan ATM/Debet mayoritas berasal dari transaksi tunai dan transfer intrabank, sedangkan peningkatan volume transaksi sebagian besar berasal dari transaksi tunai. Sementara dari instrumen uang elektronik, transaksi juga menunjukkan peningkatan pada triwulan II-2014, baik apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya (qtq) maupun dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Baik nilai maupun volume transaksi mengalami peningkatan masing-masing sebesar 13,84% dan 20,14% atau sebesar Rp0,10 triliun dan 7,42 juta transaksi apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), terjadi peningkatan baik nilai maupun volume transaksi masing-masing sebesar 21,86% dan 29,15% atau sebesar Rp0,15 triliun dan 9,99 juta transaksi. Peningkatan nilai dan volume transaksi uang elektronik tersebut merupakan respon positif masyarakat atas kebijakan Bank Indonesia dalam memperluas penggunaan uang elektronik. Selain APMK dan uang elektronik, Bank Indonesia juga merupakan regulator bagi penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB). Berdasarkan data total transaksi jual/beli Uang Kertas Asing (UKA) dan pembelian Travellers Cheque (TC) triwulan II-2014 yang disampaikan oleh penyelenggara KUPVA BB, tercatat peningkatan sebesar Rp299 miliar (0,70%) jika dibandingkan total transaksi jual/beli UKATC pada triwulan I-2014.
Tabel 2.9 Perkembangan Total Transaksi Jual/Beli UKA-TC PVA BB Periode Triwulan I – II-2014 PERIODE 2014 TRANSAKSIUKA-TC
TRIWULAN I Rp 42.823.028.104.995
TRIWULAN II Rp 43.122.478.998.973
PERBANDINGAN (TW I-TW II) Rp 299.450.893.978
% 0,70%
Dari perkembangan data dan informasi di atas, sistem pembayaran selama triwulan II-2014 menunjukkan kinerja positif. Hal tersebut tercermin dari penyelenggaraan sistem pembayaran dalam kegiatan ekonomi baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun dunia usaha. Selain itu, kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem pembayaran yang aman dan efisien, serta mengedepankan aspek perlindungan konsumen.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
33
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.10 Nilai Transaksi Pembayaran Nominal (Triliun Rp)
Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai
BI-RTGS - Pengelolaan Moneter - Pemerintah - Masyarakat - Pasar Modal - Valas - PUAB - Lain-lain BI-SSSS SKNBI Debet - Cek - Bilyet Giro - Warkat Debet Lainnya Kredit APMK - Kartu Kredit - Kartu ATM dan ATM/Debet Uang Elektronik Total
2013 Q-I
Q-II
Q-III
Q-IV
2014 Naik/(Turun) % Naik/(Turun) Total 2013 Q-I Q-II QtQ YoY QtQ YoY
18.778,31 21.410,43 26.369,46 24.403,82 90.962,02 24.585,73 24.150,39 (435,35) 2.739,96 -1,77% 12,80% 8.970,98 9.420,28 15.014,08 12.800,37 46.205,71 13.168,35 10.889,85 (2.278,50) 1.469,58 -17,30% 15,60% 696,86 835,03 813,80 934,21 3.279,89 895,89 939,18 43,29 104,15 4,83% 12,47% 3.970,43 4.685,31 4.422,80 4.508,63 17.587,16 4.402,43 4.834,34 431,91 149,04 9,81% 3,18% 469,34 665,06 502,68 522,06 2.159,14 506,50 824,85 318,35 159,79 62,85% 24,03% 812,88 1.077,56 807,92 896,27 3.594,63 851,45 1.532,31 680,86 454,75 79,96% 42,20% 1.189,97 1.648,90 1.357,82 1.403,52 5.600,21 1.349,93 1.548,09 198,16 (100,82) 14,68% -6,11% 2.667,86 3.078,30 3.450,36 3.338,75 12.535,28 3.411,18 3.581,76 170,58 503,47 5,00% 16,36% 4.939,05 5.299,69 8.259,94 8.233,35 26.732,03 7.490,39 6.396,94 (1.093,46) 1.097,25 -14,60% 20,70% 547,87 605,66 680,80 707,99 2.542,31 701,20 710,71 9,52 105,06 1,36% 17,35% 394,76 414,81 421,16 425,56 1.656,29 420,88 417,95 (2,93) 3,13 -0,70% 0,76% 52,40 55,89 55,35 58,17 221,80 52,87 53,07 0,19 (2,82) 0,37% -5,05% 342,22 358,78 365,69 367,27 1.433,98 346,13 364,76 18,63 5,98 5,38% 1,67% 0,14 0,14 0,11 0,12 0,51 21,87 0,12 (21,75) (0,02) -99,45% -15,56% 153,11 190,84 259,64 282,43 886,02 280,32 292,77 12,45 101,92 4,44% 53,41% 901,67 989,61 1.039,45 1.073,90 4.004,63 1.082,20 1.158,52 76,31 168,90 7,05% 17,07% 51,09 55,23 57,08 59,62 223,02 59,78 63,65 3,87 8,42 6,47% 15,24% 850,58 934,38 982,36 1.014,28 3.781,61 1.022,42 1.094,87 72,45 160,49 7,09% 17,18% 0,59 0,68 0,90 0,74 2,91 0,73 0,83 0,10 0,15 13,84% 21,86% 25.167,48 28.306,07 36.350,55 34.419,79 124.243,90 33.860,26 32.417,39 (1.442,87) 4.111,32 -4,26% 14,52%
Sumber data: EDW SP dan EDW LKPBU per 4 Agustus 2014
Tabel 2.11 Volume Transaksi Pembayaran Volume (Ribu Transaksi)
Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai Q-I BI-RTGS - Pengelolaan Moneter - Pemerintah - Masyarakat - Pasar Modal - Valas - PUAB - Lain-lain BI-SSSS SKNBI Debet - Cek - Bilyet Giro - Warkat Debet Lainnya Kredit APMK - Kartu Kredit - Kartu ATM dan ATM/Debet Uang Elektronik Total
2013 Q-II
Q-IV
4.250,03 4.498,99 4.263,52 4.621,03 17.633,57 4.526,01 4.471,34 (54,66) (27,64) -1,21% -0,61% 24,20 21,33 18,37 18,42 82,32 18,23 16,47 (1,76) (4,86) -9,63% -22,78% 135,79 140,71 136,78 140,95 554,23 137,38 134,65 (2,73) (6,06) -1,99% -4,31% 3.752,93 3.948,05 3.728,71 4.036,17 15.465,85 3.967,10 3.940,49 (26,61) (7,56) -0,67% -0,19% 16,30 18,03 14,96 17,46 66,74 15,73 19,96 4,23 1,94 26,90% 10,75% 17,43 19,46 12,76 17,07 66,72 16,34 26,75 10,40 7,28 63,64% 37,41% 19,39 25,54 20,31 19,37 84,60 19,12 20,50 1,38 (5,04) 7,20% -19,72% 284,00 325,88 331,64 371,60 1.313,11 352,10 312,53 39,57) (13,35) -11,24% -4,10% 34,16 34,16 28,52 35,13 131,97 32,92 38,69 5,78 4,54 17,55% 13,28% 24.341,27 25.946,38 26.270,70 27.751,07 104.309,42 25.179,21 26.786,05 1.606,85 839,67 6,38% 3,24% 10.615,23 10.902,14 10.596,93 10.504,32 42.618,62 10.012,06 10.544,29 532,23 (357,85) 5,32% -3,28% 926,41 939,16 918,60 929,37 3.713,54 877,50 903,27 25,77 (35,89) 2,94% -3,82% 9.469,70 9.740,77 9.463,82 9.368,88 38.043,16 8.928,40 9.436,60 508,19 (304,18) 5,69% -3,12% 219,12 222,21 214,51 206,08 861,92 206,16 204,43 (1,74) (17,78) -0,84% -8,00% 13.726,04 15.044,24 15.673,77 17.246,75 61.690,80 15.167,15 16.241,76 1.074,62 1.197,53 7,09% 7,96% 840.748,93 917.524,30 945.361,63 987.952,48 3.691.587,34 992.728,89 1.068.963,66 76.234,77 151.439,35 7,68% 16,51% 56.730,85 59.557,75 61.329,42 61.543,89 239.161,90 61.867,08 64.241,35 2.374,27 4.683,60 3,84% 7,86% 784.018,08 857.966,56 884.032,21 926.408,60 3.452.425,44 930.861,82 1.004.722,31 73.860,49 146.755,75 7,93% 17,11% 30.728,04 34.259,61 35.850,06 37.063,07 137.900,78 36.827,86 44.245,79 7.417,92 9.986,18 20,14% 29,15% 900.102,43 982.263,43 1.011.774,42 1.057.422,79 3.951.563,08 1.059.294,88 1.144.505,53 85.210,65 162.242,10 8,04% 16,52%
Sumber data: EDW SP dan EDW LKPBU per 4 Agustus 2014
34
Q-III
2014 Naik/(Turun) % Naik/(Turun) Total 2013 Q-I Q-II QtQ YoY QtQ YoY
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.10. Perkembangan Pengedaran Uang Pada triwulan laporan, rata-rata harian Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) tercatat sebesar Rp452,1 triliun, meningkat Rp2,0 triliun atau naik 0,5% (qtq) dibanding triwulan I-2014 yang tercatat sebesar Rp450,0 triliun. Peningkatan UYD tersebut terutama dipengaruhi meningkatnya permintaan uang oleh masyarakat dalam menghadapi masa liburan sekolah, tahun ajaran baru dan persiapan memasuki bulan Ramadhan (Grafik 2.46). Apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, terjadi tambahan uang yang diedarkan sebesar Rp51,4 triliun atau naik 12,4% (yoy). Peningkatan UYD tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia (Grafik 2.47).
Grafik 2.46 Perkembangan Rata-rata UYD (qtq)
Rata-rata Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) mengalami peningkatan yang sejalan dengan naiknya permintaan uang oleh masyarakat, khususnya terkait masa Ramadhan.
Grafik 2.47 Pertumbuhan PDB dan UYD
Berdasarkan komponennya, kenaikan rata-rata harian UYD sebesar 0,5% (qtq) terutama tercermin dengan naiknya rata-rata harian uang kartal di luar sistem perbankan (currency outside banks) sebesar 1,1% dari Rp377,3 triliun pada triwulan I-2014 menjadi Rp381,6 triliun pada triwulan laporan. Sebaliknya, rata-rata harian persediaan kas perbankan (cash in vault) turun sebesar 3,1% yakni dari Rp72,8 triliun pada triwulan I-2014 menjadi Rp70,5 triliun pada triwulan laporan. Dengan perkembangan tersebut, pangsa uang kartal di luar sistem perbankan mencapai 84,4% (Tabel 2.12). Tabel 2.12 Perkembangan Rata-rata UYD di Masyarakat dan Bank Periode
Nominal (Triliun Rp) Masyarakat
Bank
2012 Q-III 327,6 65,1 Q-IV 334,8 60,2 2013 Q-I 332,2 65,3 Q-II 335,5 61,4 Q-III 371,2 65,0 Q-IV 378,2 69,8 2014 Q-I 377,3 72,8 Q-II 81,6 70,5
Pangsa Jumlah
Masyarakat
Pertumbuhan (qtq) Bank
Masyarakat
Bank
392,8 83,4% 16,6% 9,1% 25,5% 395,1 84,8% 15,2% 2,2% -7,5% 397,5 83,6% 16,4% -0,8% 8,5% 396,9 84,5% 15,5% 1,0% -6,0% 436,3 85,1% 14,9% 10,6% 5,9% 448,0 84,4% 15,6% 1,9% 7,3% 450,0 83,8% 16,2% -0,3% 4,3% 452,1 84,4% 15,6% 1,1% -3,1%
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
35
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Berdasarkan pecahan, pangsa UYD untuk uang pecahan besar (UPB, Rp20.000 keatas) sedikit mengalami penurunan dari 92,8% pada triwulan I-2014 menjadi 92,7% pada triwulan II-2014. Berbeda dengan UPB, pangsa uang pecahan kecil (UPK, Rp10.000 kebawah) meningkat dari 7,2% pada triwulan I-2014 menjadi 7,3% pada triwulan II-2014, terutama terjadi pada pecahan Rp10.000 dan uang logam Rp1000. Tingginya pangsa UPK pada dua triwulan terakhir disebabkan meningkatnya kebutuhan pengembalian uang pecahan kecil pada sektor ekonomi ritel dan sektor transportasi. Dari sisi aliran uang rupiah melalui Bank Indonesia, selama triwulan II-2014 terjadi aliran bersih uang rupiah yang keluar dari Bank Indonesia (net outflow) sebesar Rp16,4 triliun. Aliran bersih tersebut terjadi karena jumlah setoran uang rupiah oleh perbankan ke Bank Indonesia (inflow) sebesar Rp95,9 triliun, lebih kecil dibanding jumlah penarikan uang rupiah oleh perbankan dari Bank Indonesia (outflow) sebesar Rp112,4 triliun. Terjadinya net outflow mulai triwulan II sampai akhir tahun merupakan siklus normal (perayaan hari raya keagamaan), setelah pada triwulan I-2014 terjadi net inflow sebesar Rp52,1 triliun karena adanya arus balik uang rupiah ke Bank Indonesia pasca perayaan Natal dan liburan akhir tahun 2013. Dalam rangka clean money policy, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) sebesar Rp22,6 triliun, atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp28,6 triliun (Tabel 2.13) Menurunnya pemusnahan UTLE tersebut disebabkan kondisi uang yang disetorkan perbankan ke Bank Indonesia mayoritas masih dalam kondisi layak edar. Persediaan uang rupiah di Bank Indonesia selama triwulan II-2014 tetap terjaga dengan baik. Hal ini dicerminkan dengan kemampuan posisi kas Bank Indonesia untuk menjaga kebutuhan penarikan perbankan dan masyarakat selama rata-rata 3,35 bulan, yang meningkat dibandingkan pada akhir triwulan I-2014 sebesar rata-rata 3,18 bulan.
Tabel 2.13 Indikator Pengedaran Uang Indikator Utama Rata-rata harian UYD (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Posisi UYD akhir periode (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Outflow (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Inflow (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Nominal (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Rasio Pemusnahan thd Inflow Lembar (miliar) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy)
36
2012
Q-IV
2013 Q-I
Q-II
2014 Q-III
Q-IV
395,1 397,5 396,9 436,3 448,0 0,6% 0,6% -0,1% 9,9% 2,7% 16,4% 15,6% 12,7% 11,1% 13,4% 439,7 394,8 413,5 434,7 500,0 14,3% -10,2% 4,7% 5,1% 15,0% 17,9% 15,9% 10,4% 13,0% 13,7% 133,6 74,3 101,2 163,6 150,9 6,8% -44,4% 36,2% 61,7% -7,8% 24,6% 19,3% -6,8% 30,8% 12,9% 78,6 119,5 86,5 144,3 86,6 -32,0% 52,0% -27,6% 66,9% -40,0% 12,2% 25,3% 12,7% 24,8% 10,2%
Q-I
Q-II
450,0 452,1 0,4% 0,5% 13,2% 13,9% 448,4 464,9 -10,3% 3,7% 13,6% 12,4% 80,3 112,4 -46,7% 39,9% 8,1% 11,0% 132,5 95,9 52,9% -27,6% 10,8% 10,9%
7,4 14,8 19,3 30,0 41,3 28,6 22,6 191,4% 99,7% 30,8% 55,2% 37,8% -30,8% -20,8% -82,3% -55,3% 320,6% 1080,8% 458,6% 93,7% 17,3% 9,40% 12,35% 22,32% 20,76% 47,66% 21,58% 23,60% 1,0 1,2 1,0 1,2 1,7 1,3 1,1 92,3% 15,9% -18,1% 24,3% 40,5% -24,1% -19,0% -42,7% -21,2% 36,7% 126,9% 65,8% 8,6% 7,5%
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Perkembangan temuan uang palsu selama triwulan II-2014 yang dilaporkan oleh perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia, serta hasil penyidikan Kepolisian tercatat sebesar 27.681 lembar. Jumlah temuan tersebut lebih rendah dibandingkan pada triwulan I-2014 yang tercatat sebesar 32.956 lembar. Dengan demikian, jumlah temuan uang rupiah palsu selama tahun 2014 tercatat sebesar 60.637 lembar, yang didominasi oleh pecahan Rp100.000 dam Rp50.000 (Grafik 2.48). Wilayah temuan uang rupiah palsu tertinggi terjadi di Provinsi DKI Jakarta dan wilayah Jawa. Dengan perkembangan tersebut, rasio jumlah temuan uang palsu tercatat sebesar 5 lembar per satu juta lembar uang yang beredar.
Grafik 2.48 Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
37
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
38
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada triwulan II-2014, Bank Indonesia menilai proses penyesuaian struktur perekonomian ke arah yang lebih seimbang masih terus berlangsung dengan ditopang oleh stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Untuk itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN korporasi. Bank Indonesia juga akan meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan agar proses penyesuaian ekonomi dapat berjalan baik dengan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang sustainable ke depan. Selain itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat ketahanan sistem keuangan secara menyeluruh dengan menjaga kelancaran sistem pembayaran dan pemenuhan uang beredar.
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1. Stabilitas Moneter Kebijakan moneter Bank Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan antara lain risiko tekanan inflasi ke depan dan masih lebarnya defisit transaksi berjalan. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia terindikasi mulai melambat. Untuk itu, kebijakan moneter Bank Indonesia pada triwulan II-2014 tetap diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014. Selain itu, Bank Indonesia juga memperkuat bauran kebijakan untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat sehingga dapat mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Bauran kebijakan tersebut terdiri dari kebijakan moneter melalui penetapan suku bunga kebijakan, kebijakan makroprudensial, pengelolaan lalu lintas modal, penguatan koordinasi dengan Pemerintah, dan komunikasi kebijakan. 3.1.1. Kebijakan Moneter Respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia pada triwulan II-2014 tetap diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju ke sasarannya yakni 4,5±1% dan menjaga agar proses penyesuaian ekonomi dapat terkendali, sehingga mendukung perbaikan kinerja transaksi berjalan.
Stance kebijakan Bank Indonesia masih tetap sejalan dengan kebijakan yang ditempuh pada triwulan-triwulan sebelumnya, yang bertujuan agar kesinambungan pertumbuhan ekonomi dapat senantiasa terjaga. Kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia pada triwulan II-2014 masih konsisten dalam menjawab tantangan perekonomian, baik dari eksternal maupun domestik. Dari sisi eksternal, tantangan terutama bersumber dari ketidakpastian normalisasi kebijakan the Fed serta melemahnya perekonomian emerging market, khususnya Tiongkok. Di dalam negeri, tantangan yang memengaruhi pencapaian target inflasi, antara lain berasal dari potensi peningkatan harga pangan dan penyesuaian harga komoditas strategis (administered price). Selain itu, berbagai tantangan juga mengemuka yang bersumber dari kinerja sektor eksternal perekonomian Indonesia, yakni kinerja transaksi berjalan yang masih mencatat defisit serta utang luar negeri yang meningkat, khususnya utang luar negeri swasta. Untuk merespons berbagai tantangan tersebut, sepanjang triwulan II-2014, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan ini masih konsisten dengan upaya mengarahkan inflasi tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi 4,5±1% pada 2014 dan 4,0%±1 pada 2015, sekaligus menurunkan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Kebijakan tersebut juga diperkuat melalui koordinasi yang erat dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi yang bersifat jangka pendek (siklikal) dan jangka panjang (struktural). Di sisi nilai tukar, pada triwulan II-2014 Bank Indonesia juga terus mengarahkan nilai tukar agar dapat bergerak sesuai dengan fundamentalnya. Kebijakan nilai tukar tersebut ditempuh secara konsisten dan didukung upaya pendalaman pasar keuangan domestik. Secara keseluruhan, berbagai respons kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia cukup efektif dalam mengendalikan proses penyesuaian ekonomi domestik yang masih terus berlangsung. Hal itu tercermin pada inflasi yang masih berada dalam tren menurun dan defisit transaksi berjalan yang mengecil. Permintaan domestik juga tetap terkelola dengan baik, meskipun pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 menurun dan tercatat sedikit lebih rendah dari perkiraan akibat terkontraksinya ekspor dan belanja Pemerintah, serta melambatnya investasi nonbangunan.
40
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selama triwulan laporan, Bank Indonesia juga melaksanakan program inisiatif yang terkait dengan “Memperkuat kerangka kebijakan moneter dan bauran kebijakan moneter yang terintegrasi untuk mendukung tercapainya sasaran target inflasi nasional”. Dalam program inisiatif tersebut, Bank Indonesia terus melakukan penguatan kerangka kerja dan bauran kebijakan moneter untuk memperkuat pengendalian inflasi dari sisi permintaan dan penawaran. Sepanjang triwulan II-2014, penyusunan draf ketentuan Bank Indonesia yang mengatur tentang kerangka kebijakan moneter telah selesai disusun dan akan segera difinalisasikan pada triwulan mendatang. Penyusunan ketentuan Bank Indonesia tersebut dimaksudkan untuk semakin memperkuat governance dalam pengambilan kebijakan moneter Bank Indonesia ke depan. Lebih lanjut, dalam rangka penguatan kebijakan moneter, Bank Indonesia juga terus melakukan evaluasi dan penyempurnaan kerangka kerja kebijakan moneter, antara lain terkait dengan transmisi kebijakan moneter. Pada triwulan II-2014, penyusunan kajian mengenai term structure telah berhasil diselesaikan pada akhir Juni 2014, sementara untuk finalisasi masih menunggu koordinasi lebih lanjut antar satuan kerja internal Bank Indonesia. Sementara itu, penyusunan kajian mengenai transmisi bauran kebijakan moneter masih on track sesuai yang direncanakan. Penyusunan kedua kajian dimaksud akan semakin memperkuat pelaksanaan kerangka kerja kebijakan moneter Bank Indonesia ke depan. Penguatan kerangka kebijakan moneter didukung oleh berbagai upaya untuk merespons permasalahan dari sisi penawaran. Upaya tersebut antara lain: (1) penguatan kebijakan Bank Indonesia di daerah melalui penguatan kelembagaan, peningkatan kualitas kajian ekonomi daerah serta penguatan perangkat analisis; (2) penguatan TPI/TPID; dan (3) penyusunan kajian komprehensif mengenai ketahanan pangan. Selain itu, untuk mendukung penyusunan asumsi dan perumusan kebijakan ekonomi daerah, Bank Indonesia melalui kantor perwakilan Bank Indonesia sedang menyusun model ekonomi regional. Penyusunan model tersebut, disesuaikan dengan karakteristik di masing-masing daerah. Untuk memperkuat efektivitas perumusan kebijakan ekonomi daerah, Bank Indonesia melaksanakan penguatan SDM melalui berbagai pelatihan internal sebagai upaya capacity building SDM di kantor perwakilan Bank Indonesia. 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar Kebijakan moneter Bank Indonesia diimplementasikan melalui pengelolaan operasi moneter dan nilai tukar. Pengelolaan moneter dan nilai tukar dilakukan melalui pengelolaan likuiditas di pasar uang rupiah dan pasar valas. Pengelolaan moneter ditujukan untuk menjaga pergerakan suku bunga PUAB overnight, yang merupakan sasaran operasional kebijakan moneter, di tingkat yang wajar dan stabil, sekaligus memenuhi likuiditas perbankan secara seimbang. Selama triwulan II-2014, ratarata harian surplus likuiditas (giro bank di Bank Indonesia/bank reserves) pada sistem perbankan tercatat mengalami penurunan menjadi sebesar Rp89,17 triliun dari Rp101,84 triliun pada triwulan sebelumnya.
Pengelolaan moneter dan nilai tukar dilakukan secara terukur agar sejalan dengan stance kebijakan moneter Bank Indonesia.
Penurunan tersebut akibat pola musiman, yaitu aliran keluar uang kartal dari sistem perbankan seiring dengan berlangsungnya pola musiman libur sekolah dan persiapan Ramadhan. Sejalan dengan kondisi tersebut, posisi instrumen operasi moneter (Operasi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
41
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pasar Terbuka dan Standing Facilities) turun 4% dibandingkan triwulan sebelumnya, dan tercatat sebesar Rp266,62 triliun pada akhir triwulan II-2014. Kondisi tersebut diikuti dengan tingkat suku bunga instrumen operasi moneter yang cenderung bergerak stabil.
400
8
300
Tw II-2014
Tw I-2014
Tw II-2013
7
200
6
100
5
0
4
(100)
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
DF/S
LF/S
SDBI
TD
RR SBN
Repo
FX Swap
Outs. OM
Tw I
Tw II
SBI/S
3 O/N (DF)
Grafik 3.1 Perkembangan Outstanding Instrumen Operasi Moneter
1 mgg
2 mgg
3 mgg
1 bln
2 bln
3 bln
6 bln
9 bln
Grafik 3.2 Perkembangan Suku Bunga Instrumen Operasi Moneter
Berdasarkan komposisinya, proporsi Deposit Facility (DF) dan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS) menjadi 48% dari total posisi instrumen operasi moneter pada akhir triwulan II-2014 atau meningkat 33% dibandingkan dengan posisi akhir triwulan I-2014. Peningkatan tersebut dipicu oleh kecenderungan bank untuk memperpendek tenor pengelolaan likuiditasnya dalam rangka mengantisipasi peningkatan kebutuhan likuiditas pada periode libur sekolah dan menjelang Ramadhan. Sementara itu, proporsi Sertifikat Bank Indonesia – Sertifikat Bank Indonesia Syariah / SBI-SBIS dan Reverse Repo SBN (Surat Berharga Negara) masing-masing tercatat sebesar 44% dan 28%. SBI-SBIS dan Reverse Repo SBN merupakan instrumen OPT yang secara dominan digunakan Bank Indonesia untuk menyerap kelebihan likuiditas selama triwulan laporan.
Grafik 3.3 Komposisi Instrumen Operasi Moneter (OM)
42
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Di sisi pengelolaan nilai tukar, Bank Indonesia menempuh langkah-langkah penyempurnaan pengaturan pasar valas dalam rangka penguatan inisiatif pendalaman pasar valas di dalam negeri. Bank Indonesia menerbitkan pengaturan mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh bank8, dan aturan pelaksanaannya9. Penyempurnaan ketentuan tersebut merupakan bagian dari upaya Bank Indonesia mendorong pendalaman pasar valas domestik untuk mendukung kegiatan ekonomi di Indonesia dengan tetap memperhatikan stabilitas nilai tukar rupiah. Melalui penyempurnaan tersebut, pelaku pasar lebih fleksibel dalam melakukan lindung nilai atas kegiatan ekonomi di Indonesia, khususnya lindung nilai atas penghasilan investasi di Indonesia. Penyempurnaan peraturan meliputi beberapa hal terkait kriteria dan pengaturan terhadap penghasilan investasi/future income yang dapat di-hedge. Bagi future income berupa dividen, terhadap dividen yang akan diterima dapat dilakukan hedging meskipun belum terdapat kepastian atas jumlah dan waktu penerimaannya. 3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah Dalam rangka pengendalian inflasi, Bank Indonesia senantiasa memperkuat koordinasi dengan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Koordinasi tersebut dilakukan melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Selama triwulan II-2014, koordinasi pengendalian inflasi ditandai oleh penetapan sasaran inflasi 2016-2018, pelaksanaan rapat koordinasi TPID tingkat nasional, dan antisipasi terhadap lonjakan harga menjelang dan selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri 2014. Terkait penetapan sasaran inflasi 2016-2018, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) menetapkan sasaran inflasi untuk Tahun 2016, 2017 dan 2018. Untuk masing-masing tahun, sasaran inflasi adalah sebesar 4,0%; 4,0%; dan 3,5% dengan deviasi ±1%. Sesuai dengan Undang-undang, sasaran inflasi ditetapkan oleh pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Proses awal pembahasan yang melibatkan Pemerintah dan Bank Indonesia telah dimulai pada akhir tahun 2013, dan usulan secara resmi disampaikan oleh Bank Indonesia10 kepada Pemerintah. Untuk mencapai sasaran inflasi tersebut, Bank Indonesia akan menempuh berbagai langkah yang diperlukan termasuk langkah-langkah penguatan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi melalui TPI dan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID di tingkat pusat dan TPID di tingkat daerah.
Dalam upaya menjaga kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka penguatan koordinasi pengendalian inflasi, Gubernur Bank Indonesia, Menko Perekonomian, dan Mendagri, memperbaharui nota kesepahaman pembentukan Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) pada tanggal 21 April 2014. Melalui nota kesepahaman tersebut, peran dan fungsi Pokjanas TPID semakin diperkuat, yang mencakup: (i) sinkronisasi program kerja TPID dengan Nasional; (ii) penguatan kerja sama antar daerah untuk mendukung ketahanan pangan; (iii) peningkatan kompetensi aparatur pusat dan daerah tentang analisis dan koordinasi pengendalian inflasi; dan (iv) percepatan pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Hal ini menjadi sangat strategis dengan mempertimbangkan perkembangan TPID yang sangat pesat dimana sampai dengan akhir Juni 2014, telah terdapat 33 TPID provinsi dan 261 TPID kab/kota yang melaporkan pembentukannya secara resmi kepada Kantor Perwakilan di daerah. 8 9 10
PBI Nomor 16/9/PBI/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005. SE Bank Indonesia Nomor 16/5/DPM perihal Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005. Surat Gubernur Bank Indonesia No 16/3/GBI tanggal 30 Januari 2014 tentang Rekomendasi Sasaran Inflasi 2016-2018 kepada Pemerintah
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
43
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sementara itu, dalam rangka memperkuat koordinasi pengendalian inflasi di seluruh daerah, telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS) TPID V pada 21 Mei 2014 di Jakarta. Rakornas V TPID tersebut diikuti oleh Gubernur dan Walikota/Bupati yang mewakili 233 TPID (33 provinsi dan 200 kabupaten/kota), jauh lebih banyak dibanding Rakornas tahun sebelumnya yang diikuti oleh 95 TPID. Hal itu sejalan dengan pesatnya pertambahan TPID dalam setahun terakhir, yang menunjukkan besarnya komitmen Kepala Daerah dalam menjaga stabilitas harga dan meningkatkan perekonomian di daerah. Pada Rakornas V TPID yang dibuka secara resmi oleh Presiden RI tersebut, dihasilkan tiga kesepakatan penting. Tiga kesepakatan tersebut yaitu, (i) meningkatkan kerja sama antardaerah di bidang ketahanan pangan melalui dukungan perencanaan program kerja dan penyediaan anggaran di daerah; (ii) meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan informasi surplus defisit pangan di setiap daerah oleh TPID untuk menjadi acuan dalam melakukan kerja sama antardaerah; dan (iii) meningkatkan kapasitas pengelolaan kerja sama antardaerah, antara lain melalui bimbingan dan konsultasi bagi TPID yang difasilitasi oleh Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID. Pada kegiatan tersebut, Gubernur Bank Indonesia menyatakan bahwa untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan komitmen yang kuat dari Kepala Daerah serta tersedianya data dan informasi yang akurat sebagai dasar untuk menjajaki kerja sama antara satu daerah dengan daerah lainnya. Untuk itu, diperlukan 4 langkah strategi dalam pengendalian inflasi daerah yang diarahkan untuk tercapainya “4K” yaitu Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga, Kelancaran distribusi, dan Komunikasi ekspektasi. Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Rakornas V TPID, sebelumnya juga diselenggarakan Sarasehan Nasional yang diikuti oleh seluruh peserta Rakornas. Kegiatan dimaksudkan untuk menggali pemikiran dari peserta Rakornas, khususnya dari Kepala Daerah, mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk membangkitkan ekonomi daerah. Upaya yang akan dilakukan yaitu (i) mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang kuat dan inklusif, (ii) menjaga inflasi yang rendah dan stabil, dan (iii) mempercepat reformasi struktural yang konkrit di daerah. Dalam kegiatan tersebut berkembang pemikiran mengenai pentingnya kepemimpinan dengan komitmen yang tinggi, perencanaan yang berperspektif jangka panjang, dan dukungan infrastruktur serta kelembagaan yang kuat. Selain itu, dalam rangka antisipasi tekanan inflasi pada bulan Ramadhan dan risiko inflasi pada semester II-2014, telah dilaksanakan rapat koordinasi TPI dan Pokjanas TPID tanggal 19 Juni 2014 di Jakarta. Rapat dilanjutkan dengan rakor bersama TPID di kota-kota yang dalam 3 tahun terakhir mencatat inflasi cukup tinggi saat Lebaran. Kota-kota tersebut yakni Pangkal Pinang dan Bengkulu untuk wilayah Sumatra; Tangerang, Bekasi dan Depok untuk wilayah Jawa dan Ternate dan Samarinda untuk wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI). Rekomendasi yang dihasilkan antara lain terkait kecukupan pasokan beras, daging sapi, dan bawang merah. Hasil rekomendasi tersebut telah disampaikan dalam Rakortas Pangan di Kantor Menko Ekonomi pada tanggal 24 Juni 2014. Rapat juga membahas mengenai kepastian menjaga kelancaran transportasi dan distribusi barang selama bulan Ramadhan.
44
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Di tingkat daerah, berbagai program dan upaya pengendalian inflasi dalam mengantisipasi lonjakan harga selama Ramadhan dan Idul Fitri telah dilakukan oleh berbagai TPID, antara lain: a) Penguatan pasokan pangan melalui kegiatan pasar murah yang dilakukan secara merata di berbagai wilayah, terutama untuk bahan pokok seperti beras, minyak goreng, tepung terigu, gula dan telur. Selain itu, terdapat beberapa komoditas spesifik yang disesuaikan dengan kebutuhan daerahnya, antara lain ikan segar untuk Maluku. Dalam pelaksanaannya, kegiatan bekerja sama dengan BUMD dan BULOG (Bulogmart). b) Mendukung kelancaran distribusi pangan dengan memprioritaskan transportasi untuk keperluan angkutan kebutuhan pokok, mempercepat rehabilitasi jalan dan jembatan serta beberapa program spesifik seperti percepatan bongkar muat kapal di pelabuhan, dan penambahan jam operasional pelabuhan. c) Monitoring dan pengawasan langsung di lapangan melalui sidak ke perusahaan/ distributor dan pasar di berbagai daerah, untuk melihat kesiapan pasokan khususnya bahan pangan pokok. d) Pengelolaan ekspektasi masyarakat dengan melakukan komunikasi publik secara intens melalui berbagai media, antara lain jumpa pers serta talkshow di radio dan TV. Selain memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam rangka mencapai target inflasi, Bank Indonesia juga terus menjalin koordinasi dengan pemerintah untuk memperkuat Protokol Manajemen Krisis (PMK). Pertemuan koordinasi dilakukan secara rutin dengan pemerintah dan lembaga terkait lainnya dalam rangka PMK Nasional. Sepanjang triwulan II-2014, telah dilakukan rapat koordinasi rutin bulanan di tingkat Deputi Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dan rapat koordinasi rutin tiga bulanan di tingkat anggota FKSSK. Bank Indonesia juga terus berupaya memperkuat PMK internal. Dalam rangka mendukung implementasi PMK Nasional, Bank Indonesia melakukan asesmen secara reguler terhadap perkembangan dan risiko nilai tukar, termasuk di dalamnya memperkuat metode dan indikator surveillance. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan serangkaian bahasan guna memantapkan relevansi, governance, dan pijakan prosedur PMK Internal; khususnya terkait peran Bank Indonesia dalam stabilitas sistem keuangan pasca beralihnya pengaturan dan pengawasan perbankan ke Otoritas Jasa Keuangan sejak 31 Desember 2013.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
45
BOKS BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BOKS
Strategi 4K dalam Pengendalian Harga
Dalam rangka pengendalian harga secara umumdan antisipasi meningkatnya tekanan inflasi karena faktor musiman pada khususnya, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID telah merumuskan empat langkah strategis atau disebut sebagai strategi “4K”. Strategi 4K merupakan strategi pengendalian harga yang berfokus pada: (i) Ketersediaan pasokan, (ii) Keterjangkauan harga, (iii) Kelancaran distribusi, dan (iv) Komunikasi untuk mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat. Strategi tersebut sejalan dengan amanat Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 027 Tahun 2013 tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah yang ditujukan kepada seluruh Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota). Inmendagri tersebut merupakan dasar hukum pembentukan TPID. Pertama, strategi menjaga ketersediaan pasokan barang khususnya untuk memenuhi kebutuhan pokok. TPID memperkuat komitmen dan meningkatkan realisasi kerjasama perdagangan dengan daerah pemasok barang kebutuhan pokok serta membangun sistem cadangan pangan untuk komoditas strategis. Dalam hal ini, Bank Indonesia mendukung strategi tersebut dengan melaksanakan program pengembangan sentra bahan pangan melalui pembinaan klaster yang dilakukan oleh Kantor-Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah, seperti pengembangan klaster komoditas cabai di Kediri. Kedua, strategi menjaga keterjangkauan harga. TPID mendorong adanya transparansi dalam proses pembentukan harga, misalnya melalui penerapan proses lelang di sentra distribusi/pasar induk. Selain itu, TPID juga melaksanakan program stabilisasi harga antara lain melalui pasar penyeimbang dan pasar murah khususnya ketika permintaan meningkat. Ketiga, strategi menjamin kelancaran distribusi barang. TPID mendorong peningkatan dan perbaikan infrastruktur, antara lain jalan akses ke pelabuhan dan sentra industri/logistik. Kerjasama dengan aparat terus diperkuat guna menjamin kelancaran dan keamanan distribusi barang, termasuk memberantas penimbunan stok. Keempat, strategi komunikasi untuk mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat. TPID melaksanakan berbagai program komunikasi yang mengusung tema terkait upaya-upaya pengendalian harga melalui beragam channelkomunikasi, antara lain jumpa pers dan talkshow di radio dan TV. Selain itu, TPID juga mengembangkan program prioritas Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) sejak 2013. Dengan meningkatkan akses data dan informasi kepada pelaku ekonomi, PIHPS merupakanr eferensi harga komoditas pangan yang terpadu dan dapat diperoleh melalui papan informasi harga, sms gateway, dan website informasi harga. Selama triwulan II 2014, strategi 4K diimplementasikan melalui pelaksaan program kerja TPID untuk mendukung ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi menjelang hari raya Idul Fitri di sejumlah wilayah. Program-program kerja tersebut
46
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
diantaranya yaitu (i) menyelenggarakan operasi pasar murah di berbagai wilayah di Sumatera, Maluku, Sulawesi, Kalimantan dan Jawa, (ii) menjaga kelancaran distribusi, antara lain dengan memprioritaskan transportasi kebutuhan pokok, mempercepat rehabilitasi jalan dan jembatan serta beberapa program spesifik seperti percepatan bongkar muat kapal di Pelabuhan Bitung dan penambahan jam operasional pelabuhan di Sulawesi Utara, serta penyiapan jalur transportasi/ distribusi alternatif di Jawa Tengah dan Sumatera Barat. Selain itu, khusus di wilayah KTI juga mengupayakan kelancaran distribusi BBM dan minyak tanah, (iii) melakukan inspeksi ke perusahaan, distributor dan pasar di berbagai daerah (Maluku, Tual, Sulawesi Utara, Balikpapan, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jawa Tengah) untuk memasikan kesiapan pasokan barang, (iv) melakukan komunikasi ke publik untuk mengelola ekspektasi inflasi masyarakat melalui berbagai media, antara lain jumpa pers dan wawancara di radio dan TV di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah, (v) memberikan rekomendasi penambahan jadwal penerbangan untuk kelancaran transportasi di Maluku, serta (vi) melakukan pencegahan aksi penimbunan LPG 3 kg di Sumatera Barat.
3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri Dalam rangka mengetahui perkembangan ULN Indonesia yang meliputi ULN sektor publik (ULN Pemerintah dan Bank Sentral) serta ULN swasta, Bank Indonesia secara berkala melakukan pemantauan perkembangan ULN. Selain monitoring, Bank Indonesia juga menyikapi perkembangan ULN yang mengalami peningkatan secara berhati-hati dan tengah mengkaji langkah-langkah untuk mendorong kehati-hatian dalam pengelolaan ULN, khususnya ULN korporasi. Salah satu upaya untuk menjaga ketahanan terhadap risiko keuangan global adalah dengan menyempurnakan pengaturan Pinjaman Luar Negeri Bank11. Ketentuan tersebut diterbitkan sebagai salah satu respons terhadap dinamika perekonomian global yang telah memengaruhi aliran modal asing dan nilai tukar Rupiah. Dalam ketentuan tersebut terdapat perubahan terkait penambahan pengecualian atas Pinjaman Luar Negeri Jangka Pendek dari kewajiban menjaga posisi PLN Bank sebesar 30 persen terhadap modal. Penambahan pengecualian tersebut mencakup: (i) giro milik Bukan Penduduk yang menampung dana untuk pembelian Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan hasil penjualan kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI); (ii) kewajiban Bank kepada Bukan Penduduk yang timbul dari transaksi derivatif lindung nilai; (iii) giro milik Bukan Penduduk yang digunakan dalam rangka penyaluran kredit ke sektor riil dan proyek-proyek infrastruktur; dan/atau (iv) giro milik Bukan Penduduk yang menampung dana hasil penerbitan obligasi berdenominasi Rupiah oleh lembaga supranasional dalam rangka pembiayaan sektor riil dan proyek-proyek infrastruktur.
Bank Indonesia memantau perkembangan Utang Luar Negeri (ULN) dan mendorong kehati-hatian pengelolaan ULN khususnya sektor korporasi.
11 PBI No. 16/7/PBI/2014 tanggal 7 April 2014 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
47
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Disamping itu, untuk mendukung proses formulasi kebijakan moneter, Bank Indonesia secara rutin menyelenggarakan survei manajemen risiko ULN sektor swasta secara semesteran. Survei semesteran tersebut dimaksudkan untuk memperoleh informasi terkait: (i) upaya manajemen risiko yang dilakukan oleh sektor swasta dalam mengelola ULN, khususnya terkait pemetaan upaya hedging terhadap risiko ULN swasta, antara lain, currency risk (currency mismatch dan/atau exchange rate risk), dan interest rate risk, dan (ii) persepsi pelapor ULN swasta terhadap kondisi usaha dan profitabilitas, dan rencana pembiayaan yang akan dilakukan dalam jangka waktu 6-12 bulan ke depan. Terkait statistik ULN Indonesia, Bank Indonesia bersama-sama dengan Kementerian Keuangan telah menerbitkan publikasi Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI). Penerbitan SULNI yang dilakukan setiap bulan sebagai perwujudan dari pelaksanaan transparansi informasi mengenai perkembangan utang luar negeri. Publikasi ini menyajikan data utang luar negeri pemerintah, Bank Indonesia, dan sektor swasta. Penyusunan SULNI dilatarbelakangi oleh kebutuhan informasi utang luar negeri Indonesia yang komprehensif, dapat dan mudah dibandingkan (comparable) serta terpercaya (realiable). Kebutuhan dimaksud juga didorong oleh kepentingan monitoring bagi otoritas dan pelaku pasar dalam mengukur potensi risiko utang luar negeri yang dapat menjadi salah satu pemicu kerentanan (vulnerability) perekonomian Indonesia. Dengan diterbitkannya publikasi SULNI ini, diharapkan dapat memberikan dorongan kepada Pemerintah dan Bank Indonesia untuk selalu menerapkan good governance dalam pengelolaan utang luar negeri. Melalui publikasi Statistik ULN Indonesia, diharapkan dapat menjadi referensi utama bagi stakeholder domestik dan internasional, sehingga dapat memberikan penilaian secara obyektif mengenai kondisi ULN Indonesia. Sampai dengan triwulan II-2014, Bank Indonesia dan KemenKeu telah menerbitkan publikasi SULNI edisi Januari - Mei 2014, yang dapat diakses melalui website BI. Selain menerbitkan SULNI, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan juga telah menerbitkan publikasi Statistik Utang Sektor Publik Indonesia (SUSPI), yang terdiri dari data utang Pemerintah, BI dan BUMN, baik utang domestik maupun utang luar negeri. SUSPI (Public Sector Debt Statistics) diterbitkan sesuai dengan standar publikasi internasional yang digagas oleh World Bank dan IMF. Tujuan dari Publikasi Data Utang Sektor Publik ialah dalam rangka transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang sektor publik. Sampai dengan triwulan II-2014, SUSPI yang terdiri dari utang pemerintah, utang bank sentral dan utang BUMN untuk periode triwulan I-2014 telah disampaikan kepada World Bank/IMF dan sudah dipublikasikan dalam website World Bank. 3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Bank Indonesia terus mendorong upaya untuk mengop timalisasikan penarikan Devisa Hasil Ekspor melalui perbankan dalam negeri.
48
Perkembangan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) pada triwulan II-2014 menunjukkan perkembangan yang relatif stabil dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari aliran DHE ke bank devisa dalam negeri pada triwulan II-2014 secara nominal mencapai USD32,88 juta atau sedikit meningkat dibandingkan triwulan II-2013 yang tercatat sebesar USD32,73 juta. Nilai tersebut mencapai 84,4% terhadap total nilai DHE. Kondisi serupa juga terjadi terhadap aliran DHE yang diterima melalui bank di luar negeri yang stabil di nilai USD6,09 juta atau 15,6% dari total DHE. Berdasarkan pemantauan penerimaan DHE melalui laporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) yang disampaikan eksportir dan bank devisa, diperoleh informasi bahwa lima komoditas penyumbang DHE terbesar adalah batubara (coal), minyak sawit (palm oil), produk kimia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
(chemical products), produk tekstil (textile product) dan alat-alat listrik (electrical appliances). Dari sisi kepatuhan eksportir, Bank Indonesia senantiasa melakukan pengawasan terhadap eksportir yang tidak mematuhi ketentuan DHE. Selama triwulan II-2014, jumlah eksportir yang dikenakan denda administratif berupa denda tercatat sebanyak 468 eksportir atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 211 eksportir. Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 171 eksportir atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 54 eksportir. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kebijakan DHE, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan ketentuan dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia12 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri serta Surat Edaran Bank Indonesia13 perihal Penerimaan Devisa Hasil Ekspor. Kedua ketentuan tersebut menggantikan ketentuan yang lama dan berlaku mulai Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) bulan Juni 2014. Sosialisasi ketentuan ini dilakukan secara serentak kepada eksportir di 15 kota di seluruh Indonesia pada triwulan II-2014 yang dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan Ditjen Bea dan Cukai. Bank Indonesia senantiasa menjalin koordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih efektif. Instansi tersebut antara lain SKK Migas, Ditjen Bea dan Cukai, BPS, Kementerian BUMN, Ditjen Anggaran, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ditjen Pajak dan Asosiasi. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kualitas pelaporan RTE, Bank Indonesia senantiasa melakukan berbagai upaya antara lain berupa sosialisasi maupun coaching clinic kepada eksportir dan bank. 3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan Dalam rangka pelaksanaan tugas dan untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik, menyediakan data dan informasi ekonomi, keuangan dan moneter, menyusun laporan/analisis, serta menyelenggarakan berbagai jenis survei yang terkait dengan kondisi eksternal, keuangan, moneter dan sektor riil. Untuk mendukung proses formulasi kebijakan, Bank Indonesia secara rutin menyelenggarakan berbagai survei untuk mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor finansial. Beberapa survei yang secara rutin dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain adalah Survei Konsumen (SK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SP), Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME), dan Survei Investasi Asing Langsung. Selain itu, Bank Indonesia juga menyelenggarakan in-depth interview kepada pelaku bisnis utama (key business persons) untuk memperoleh informasi dan pandangan pelaku bisnis utama terhadap kondisi perekonomian terkini.
Efektivitas kebijakan Bank Indonesia ditopang dengan data dan informasi yang akurat, yang dalam pelaksanaannya dilakukan melalui survei dan database statistik.
Selain melakukan survei-survei yang bersifat rutin, Bank Indonesia juga melakukan beberapa survei ad-hoc melalui Survei Khusus Sektor Riil (SKSR). Selama triwulan II-2014, beberapa isu terkini di sektor riil yang digali melalui SKSR antara lain (1) Survei Dampak Perubahan Suku Bunga Terhadap Perilaku Simpanan dan (2) Survei Perilaku Penggunaan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK).
12 13
PBI No. 16/10/PBI/2014 tanggal 14 Mei 2014 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri. Surat Edaran Bank Indonesia No. 16/9/DSta tanggal 26 Mei 2014 perihal Penerimaan Devisa Hasil Ekspor.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
49
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dalam rangka peningkatan kualitas pelaksanaan survei, Bank Indonesia telah melakukan evaluasi beberapa kuesioner survei dan juga mengembangkan cakupan penyelenggaraan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) pasar sekunder di wilayah Surabaya dan pada triwulan berikutnya di wilayah Makassar. Sementara itu, pada triwulan II-2014, telah dilakukan juga perluasan cakupan Analisis Perkembangan Properti Komersial yakni di Makassar. Pada Triwulan II-2014, Bank Indonesia telah menyusun beberapa analisis antara lain, (i) analisis sektor moneter dan finansial berupa analisis Perkembangan Uang Beredar dan Uang Primer yang mencakup juga perkembangan dana, kredit dan suku bunga, (ii) analisis Financial Accounts, Pasar Modal, Locational Banking dan Perusahaan Pembiayaan (PP), (iii) analisis sektor eksternal berupa perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), (iv) analisis Financial Account menggantikan Neraca Arus Dana (NAD), (v) analisis sektor fiskal dan analisis sektor sistem pembayaran berupa perkembangan rincian banknotes dan coins yang diedarkan Bank Indonesia dan penggunaan kartu eletronik sebagai alat pembayaran. Bank Indonesia juga terus berupaya meningkatkan kualitas data statistik dengan melakukan pengembangan dan penyempurnaan metodologi kompilasi statistik mengacu pada standar yang berlaku dan mendukung pemenuhan inisiatif data gaps G-20. Salah satu upaya penyempurnaan yang terkait dengan data sektor eksternal adalah implementasi Balance of Payments and International Investment Position Manual 6th Edition (BPM6) mulai publikasi statistik NPI triwulan II-2014 pada Agustus 2014. Untuk itu telah dilakukan serangkaian kegiatan edukasi/sosialisasi kepada stakeholders antara lain melalui website Bank Indonesia untuk menjelaskan dampak penerapan BPM6 tersebut pada statistik sektor eksternal. Upaya lain untuk meningkatkan kualitas pelaporan Bank, telah dilakukan penyempurnaan dalam pelaporan Bank Umum Syariah dengan menggunakan pelaporan berbasis LSMK (Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan), sejak pelaporan Mei 2014.
3.2. Stabilitas Sistem Keuangan Pasca beralihnya fungsi pengaturan dan pengawasan bank dari Bank Indonesia ke OJK, Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial industri keuangan guna mendorong terwujudnya stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh. Dalam implementasinya, Bank Indonesia melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudensial, mengembangkan pasar dan akses keuangan, serta melakukan koordinasi dengan otoritas terkait dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sektor keuangan. Bank Indonesia terus memperkuat fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial melalui penyiapan ketentuan dan surveilans terhadap sistem keuangan.
50
3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial Bank Indonesia menetapkan kebijakan dan pengaturan makroprudensial untuk memengaruhi perilaku para pelaku/institusi keuangan sehingga mampu memitigasi risiko dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan makroprudensial ditujukan untuk mencegah dan memitigasi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan. Untuk memperkuat landasan hukum pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan makroprudensial, pada triwulan II-2014 Bank Indonesia menyiapkan ketentuan pelaksanaannya. Ketentuan tersebut antara lain mengatur mengenai instrumen pengaturan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
yang akan digunakan oleh Bank Indonesia serta mekanisme kegiatan surveilans dan pemeriksaan terhadap lembaga keuangan dalam rangka penilaian terhadap risiko sistemik. Penggunaan instrumen pengaturan makroprudensial utamanya ditujukan untuk memperkuat ketahanan permodalan dan mencegah leverage yang berlebihan, mengelola fungsi intermediasi dan mengendalikan risiko inheren dari operasional bank, membatasi konsentrasi eksposur, memperkuat ketahanan infrastruktur keuangan, dan meningkatkan efisiensi sistem keuangan serta akses keuangan. Selain mempersiapkan ketentuan pengaturan dan pengawasan makroprudensial, Bank Indonesia juga melakukan evaluasi terhadap ketentuan makroprudensial yang telah diterbitkan sebelumnya. Sampai dengan triwulan II-2014, evaluasi terhadap ketentuan antara lain Loan to Value (LTV)/Financing to Value (FTV), Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan Giro Wajib Minimum (GWM) Loan to Deposit Ratio (LDR) masih terus berlangsung. Evaluasi dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan terkini yang terjadi di industri keuangan dan dalam rangka penyesuaian cakupan tugas Bank Indonesia pascapengalihan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan ke OJK. 3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial Dalam rangka memperkuat ketahanan sistem keuangan, selain melakukan asesmen terhadap risiko utama di sistem keuangan, Bank Indonesia juga melakukan pengawasan makroprudensial. Melalui pengawasan makroprudensial, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan dan volatilitas dalam sektor keuangan, sehingga mampu mendeteksi potensi tekanan yang berdampak pada sistem keuangan. Pengawasan makroprudensial oleh Bank Indonesia dilakukan melalui kegiatan surveilans dan pemeriksaan. Surveilans diperlukan untuk memantau perkembangan kondisi sistem keuangan, identifikasi dan analisis risiko sistem keuangan, serta penilaian risiko sistem keuangan. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi, menganalisis dan memantau risiko sistemik di sistem keuangan termasuk yang bersumber dari individual lembaga keuangan. Saat ini, Bank Indonesia telah melakukan surveilans terhadap perbankan antara lain untuk mengetahui kondisi likuiditas dan fungsi intermediasi yang dilakukan perbankan. Selain itu, surveillance juga dilakukan terhadap Industri Keuangan Non Bank antara lain Perusahaan Pembiayaan guna memonitor struktur pembiayaan dan sumber dana serta terhadap institusi yang merupakan konglomerasi dari bank dan memiliki dampak yang signifikan terhadap sistem keuangan. Guna mendukung pelaksanaan tugas surveilans tersebut, Bank Indonesia juga terus memperkuat kerangka kerja surveilans makroprudensial. Kerangka kerja tersebut digunakan sebagai standar pelaksanaan tugas dan koordinasi baik di internal Bank Indonesia maupun dengan otoritas terkait. 3.2.2. Pendalaman Pasar Keuangan Dalam rangka mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan memiliki ketahanan yang semakin baik, diperlukan dukungan pasar keuangan yang dalam, likuid, dan efisien. Pasar keuangan yang dalam dan likuid merupakan prasyarat terbentuknya harga yang efisien, sehingga berkontribusi dalam pembiayaan ekonomi domestik yang lebih berkesinambungan.
Bank Indonesia terus mendorong percepatan pendalaman pasar keuangan termasuk melalui koordinasi dengan pelaku pasar dan instansi terkait.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
51
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Untuk mewujudkan pasar keuangan yang dalam dan efisien, Task Force Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia menginisiasi pembentukan Komite Pasar Valas Indonesia atau Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC). Secara kelembagaan, keanggotaan komite terdiri dari BI, OJK, perwakilan bank, asosiasi dealer (Association Cambiste International (ACI) Indonesia) dan asosiasi bankir (Ikatan Bankir Indonesia). Komite ini merupakan forum bagi pelaku pasar serta merupakan mitra strategis bagi regulator dalam mempercepat upaya pendalaman pasar keuangan. Komite ini juga menyediakan forum diskusi dan pertukaran informasi baik dipasar keuangan domestik maupun internasional, serta melakukan mediasi atas perselisihan yang ada di pasar keuangan domestik. Sebagai langkah awal dalam meningkatkan kredibilitas pasar keuangan Indonesia, komite telah menyusun dan menetapkan Financial Market Code of Conduct (CoC) sebagai pedoman bertransaksi di pasar keuangan. Dengan adanya market conduct diharapkan bahwa pelaku pasar dapat lebih memahami ketentuan terkait pasar keuangan dan memiliki standar integritas dan profesionalisme yang tinggi sesuai best market practice. Upaya untuk mewujudkan pendalaman pasar keuangan membutuhkan dukungan dan peran serta otoritas terkait lainnya. Terkait hal ini, Bank Indonesia memperkuat jalinan koordinasi dalam pengaturan lindung nilai (hedging) BUMN bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian Keuangan.
Bank Indonesia secara kontinu mendorong terwujudnya keuangan yang inklusif untuk mendukung intermediasi dan akses masyarakat yang lebih luas terhadap sistem keuangan. Bank Indonesia juga mendorong integrasi program keuangan inklusif dengan program Pemerintah.
52
Pengaturan mengenai transaksi lindung nilai ini merupakan salah satu upaya dalam mengelola risiko nilai tukar. Namun demikian, pelaksanaan transaksi lindung nilai masih mengalami tantangan tersendiri antara lain terkait dengan adanya pandangan kerugian negara atas biaya yang timbul dari transaksi lindung nilai, serta kesiapan SDM dan infrastruktur dalam pelaksanaan transaksi lindung nilai tersebut. Guna memperjelas aturan pelaksanaannya, telah di bentuk tim teknis lintas otoritas dalam rangka mendorong pelaksanaan transaksi lindung nilai. Selain itu, dalam rangka meningkatkan akselerasi proses pendalaman pasar keuangan, Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Tim Task Force Pengembangan Pasar Surat Utang OJK. Upaya pendalaman pasar oleh Bank Indonesia juga dilakukan untuk pasar keuangan syariah mencakup pengembangan instrumen dan pengembangan pasar. Sebagai contoh, dalam rangka manajemen likuiditas perbankan syariah, Bank Indonesia tengah mempersiapkan fasilitas transaksi repo syariah dengan instrumen surat berharga syariah negara (SBSN) untuk melengkapi repo syariah dengan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang telah berlaku sebelumnya. Setelah berkoordinasi dengan Dewan Syariah Nasional (DSN), fatwa yang mendukung transaksi repo antar bank syariah telah diterbitkan dan fasilitas repo antar bank syariah ini diharapkan mampu mendorong pengelolaan likuiditas perbankan syariah dapat berjalan lebih efektif dan efisien. 3.2.3. Program Keuangan yang Inklusif (Financial Inclusion) Dalam rangka peningkatan akses keuangan, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan keuangan inklusif yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi melalui pengurangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Dalam pelaksanaannya Bank Indonesia bersinergi dengan kementerian serta lembaga domestik dan internasional. Pada triwulan II-2014, telah dilaksanakan berbagai kegiatan yang terkait dengan program keuangan inklusif, dengan perkembangan sebagai berikut:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
1. TabunganKu dan Basic Saving Account lainnya
Untuk mempermudah akses masyarakat dalam menyimpan dananya di perbankan, Bank Indonesia menjaga kesinambungan program TabunganKu dan Basic Saving Account (BSA) lainnya. Sampai dengan Juni 2014, jumlah rekening TabunganKu dan BSA lainnya tercatat sebanyak 12,32 juta rekening, meningkat sebesar 1,70 juta rekening dibandingkan akhir tahun 2013 (10,62 juta rekening). Jumlah tersebut setara dengan 85,12% dari target tahun 2014 sebesar 2 juta rekening. Dari sisi nominal, jumlah TabunganKu dan BSA lainnya tercatat sebesar Rp10,37 triliun, meningkat Rp1,11 triliun dari Desember 2013 (Rp9,26 triliun). Adapun rata-rata saldo rekening TabunganKu dan BSA mencapai sebesar Rp841.689,00.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka mendorong peningkatan jumlah rekening dan nominal Tabunganku serta BSA antara lain: a. Mengirimkan surat kepada perbankan untuk menyampaikan rencana dan progress Hari Rajin Menabung, TabunganKu, rekening Pelajar, dan pencapaian BSA lainnya secara rutin kepada Bank Indonesia . b. Penyesuaian fitur TabunganKu bersama perbankan anggota pokja TabunganKu. c. Pengembangan sistem pelaporan dan monitoring secara online melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU). d. Koordinasi dengan kementerian dan perbankan dalam rangka penggunaan rekening TabunganKu dan BSA untuk penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat. e. Koordinasi dengan OJK untuk memanfaatkan TabunganKu dalam implementasi branchless banking. 2. Perluasan Pelaksanaan Edukasi Keuangan kepada Masyarakat Kegiatan edukasi keuangan bertujuan menumbuhkan kesadaran pentingnya pengelolaan dan perencanaan keuangan, membangun minat masyarakat menggunakan produk dan layanan lembaga keuangan formal, meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai produk dan jasa lembaga keuangan formal, kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai nasabah, serta kesadaran mengenai aspek kehati-hatian dalam melakukan transaksi keuangan. Target dari pelaksanaan edukasi ini adalah pelajar (tingkat SD, SMP, SMA, mahasiswa), dan kelompok masyarakat tertentu, seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI), petani, nelayan, pedagang, perempuan pekerja rumahan (homeworkers), dan masyarakat di wilayah perbatasan dan kepulauan.
Melanjutkan kegiatan edukasi pada triwulan sebelumnya, pada triwulan laporan Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan diantaranya: a. Menyiapkan tools dan materi untuk membantu pelatih atau pembicara dalam melakukan edukasi keuangan. b. Pembuatan video animasi pengelolaan keuangan sebagai pelengkap materi bagi pelatih mengenai pengelolaan keuangan. c. Pelaksanaan edukasi keuangan sebagai berikut:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
53
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
i.
Training of Trainer (ToT) kepada pegawai Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Semarang, Makasar, Palembang dan Yogyakarta;
ii. ToT kepada Guru SD dan SMP sekolah pilot project edukasi keuangan di Semarang dan Medan; iii. ToT kepada penyuluh perikanan dalam rangka edukasi keuangan kepada nelayan di Serang, Banten; serta iv. Edukasi Keuangan kepada masyarakat di kepulauan terluar, yakni Pulau Buton, Pulau Obi dan Pulau Raja Ampat. 3. Kampanye Gerakan Indonesia Menabung
Kampanye Gerakan Indonesia Menabung merupakan upaya bersama yang dilakukan oleh Bank Indonesia, perbankan, dan stakeholder terkait untuk melakukan edukasi keuangan kepada masyarakat. Kegiatan ini juga disinergikan dengan program pengembangan UMKM melalui penyediaan Bazar UMKM yang menjadi binaan Bank Indonesia dan perbankan. Kegiatan yang telah dilaksanakan pada triwulan II-2014 berupa kampanye Gerakan Indonesia Menabung oleh beberapa Kantor Perwakilan Bank Indonesia lain di Gorontalo dan Sulawesi Tengah.
4. Pengembangan Layanan Keuangan Digital
Layanan Keuangan Digital (LKD) adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif. Dengan penyediaan akses ini diharapkan dapat membantu masyarakat mengenal produk dan jasa keuangan formal yang cocok dengan mereka sehingga dapat membantu efisiensi transaksi keuangan sehari-hari sekaligus membantu mengelola keuangan lebih baik sehingga secara perlahan dapat meningkatkan kapabilitas kehidupan mereka. Dalam jangka panjang, diharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan ekonomi rumah tangga dan perekonomian lokal sehingga berdampak positif bagi perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.
Pada triwulan II-2014, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai uang elektronik yang didalamnya mencakup pula pengaturan mengenai Layanan Keuangan Digital14. Penerbitan pengaturan mengenai LKD menjadi salah satu upaya Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan inklusivitas keuangan di Indonesia. Media utama yang digunakan untuk melakukan transaksi keuangan LKD adalah uang elektronik registered berbasis telepon genggam atau kartu dan dapat bertransaksi di agen individu. Adapun penerbit yang dapat menyelenggarakan LKD melalui agen LKD individu adalah penerbit berupa bank dengan kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4 yang memenuhi persyaratan tertentu.
Selanjutnya untuk memberikan pedoman pelaksanaan penyelenggaraan LKD yang jelas kepada semua pihak yang terlibat, Bank Indonesia akan menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang LKD melalui Agen LKD individu. Sebagai bagian dari upaya memperkenalkan LKD kepada khalayak luas, Bank Indonesia juga akan menyelenggarakan sosialisasi dan kampanye serta edukasi LKD. Untuk itu akan dilakukan penjajakan sosialisasi LKD bekerja sama dengan DKSP, Dkom, KPwDN, dan perbankan yang lulus untuk mengikuti program LKD dengan menggunakan agen individu untuk menyusun strateginya.
14 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 1/8/PBI/2014 tanggal 8 April 2014 Tentang Perubahan Atas PBI No. 11/12/PBI/2009 mengenai Uang Elektronik (Electronic Money).
54
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
5. Memfasilitasi Penyaluran Program Bantuan Pemerintah kepada Masyarakat Melalui LKD Individu Serta Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Keuangan Inklusif Program ini bertujuan untuk mempermudah penyaluran bantuan pemerintah dan mendorong peningkatan akses masyarakat terhadap layanan keuangan dan pembayaran. Uji coba implementasi penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat akan dilakukan dalam bentuk pilot project. Sampai dengan triwulan II-2014, Bank Indonesia telah melakukan pertemuan dengan Kementerian Sosial, Bappenas, TNP2K, dan beberapa perbankan (Bank Mandiri, CIMB Niaga, BRI) mengenai rencana pilot project penyaluran bantuan pemerintah. Pilot proejct ini akan dilakukan oleh tiga bank yaitu melalui agen LKD individu (Bank Mandiri dan BRI) serta melalui agen LKD berbadan hukum (CIMB Niaga).
Terkait dengan pelaksanaan pilot project dimaksud, Bank Indonesia akan terlibat dalam kegiatan antara lain: a. Edukasi kepada pendamping PKH dan penerima PKH dengan fokus pengelolaan keuangan dan value added bagi keluarga PKH. b. Pemantauan pelaksanaan pilot project PKH. Hasil monitoring akan digunakan untuk penyempurnaan business model penyaluran PKH menggunakan agen LKD.
6. Penyediaan Informasi Harga Komoditas di Tingkat Produsen (selanjutnya disebut dengan Sistem Informasi Harga Bagi Petani dan Nelayan – SIPN) Program ini bertujuan untuk membantu petani khususnya mengurangi asimetris informasi sehingga membantu peningkatan bargaining position dari petani dan nelayan dimaksud. Program ini juga memberikan informasi kepada masyarakat mengenai informasi terkini yang dibutuhkan, seperti harga input (bibit, pestisida), harga output (harga jual), dan informasi pendukung (membasmi hama, tempat penjual) dalam satu siklus bertani melalui telepon genggam. Saat ini, Bank Indonesia tengah menyusun business model bersama perusahaan telco, Kementan dan Kemenkominfo. Kegiatan yang telah dilaksanakan sampai dengan triwulan II- 2014 adalah: a. Penyusunan laporan identifikasi awal issues terkait penyediaan informasi harga bagi petani dan nelayan berbasis telepon genggam (Sistem Penyediaan Informasi Bagi Petani & Nelayan/SPIN). b. Mapping sistem informasi yang dimiliki dan penyediaan layanan SMS informasi pertanian/perikanan oleh beberapa institusi antara lain BPS, Kementerian Pertanian, PT. XL. Axiata, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. c. Penyusunan laporan hasil identifikasi permasalahan penyediaan sistem informasi harga bagi petani dan nelayan. d. Pertemuan koordinasi dengan Kementerian Pertanian, KKP, Kementerian Komunikasi dan Informatika, penyedia jasa telekomunikasi (Telkomsel, Indosat dan XL) mengenai rencana penyelenggaraan SIPN. e. Pembentukan task force SIPN yang terdiri atas Bank Indonesia, kementerian Pertanian, Kementerian Komunikasi dan Informatika dan penyedia jasa telekomunikasi. f. Melakukan revisi model bisnis SIPN terutama penyesuaian fitur, harga dan biaya.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
55
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
7. Pengembangan Database dan Infrastruktur Implementasi Financial Identity Number (FIN)
Dalam
Rangka
Persiapan
Tujuan dari kegiatan ini adalah menyediakan informasi secara komprehensif mengenai data keuangan individu, sehingga dapat meminimalkan terjadinya asymetric information dari lembaga keuangan. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kegiatan survei FIN yang telah dilaksanakan Bank Indonesia sejak tahun 2012. Hingga triwulan II-2014, beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia adalah : a. Koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dalam rangka penyusunan konsep Perjanjian Kerja sama pemanfaatan data Nomor Induk Kepegawaian (NIK). b. Pengembangan aplikasi terkait Financial Identity Number. c. Penyusunan usulan model bisnis pengumpulan data FIN melalui program LKD, Penyaluran Bantuan Pemerintah dan UMKM. d. Koordinasi dengan pihak terkait dalam rangka menyusun usulan model bisnis pengumpulan data FIN melalui program LKD, penyaluran Bantuan Pemerintah dan UMKM.
8. Penyusunan Dasar Hukum Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI)
Tujuan dari program kerja ini adalah untuk mempermudah koordinasi dalam rangka pengembangan dan pelaksanaan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Kegiatan yang telah dilaksanakan sampai dengan triwulan laporan meliputi: a. Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden terkait SNKI termasuk penyusunan Forum Koordinasi Keuangan Inklusif; b. Pengajuan izin prakarsa kepada Sekretaris Kabinet; c. Koordinasi dengan BKF, OJK, TNP2K secara intensif mengenai SNKI dan pelaksanaan program keuangan inklusif; dan d. Koordinasi dengan OJK untuk pembentukan task force keuangan inklusif.
9. Koordinasi Terkait Keuangan Inklusif
Menyadari pentingnya dukungan dari instansi dan otoritas terkait, Bank Indonesia secara aktif berkoordinasi dan melakukan kegiatan yang melibatkan para pemangku kepentingan terkait baik di tingkat pusat maupun daerah. Selain itu, Bank Indonesia juga berpartisipasi aktif dalam fora internasional yang memiliki kesamaan tujuan untuk memperluas akses keuangan bagi masyarakat. a. Kegiatan dalam rangka Program Ketahanan Pangan yang dilaksanakan melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN) 1) Program Perluasan Pelaksanaan Edukasi Keuangan kepada masyarakat yang di 28 KPwDN. Secara spesifik, sasaran pelaksanaan edukasi terdiri dari pelajar, TKI, dan kelompok masyarakat tertentu (antara lain petani, nelayan, masyarakat di wilayah perbatasan/di kepulauan). 2) Program Sosialisasi dan Kampanye mengenai Layanan Keuangan Digital (LKD) dan Gerakan Indonesia Menabung yang dilaksanakan oleh 20 KPwDN. Dalam pelaksanaannya beberapa KPwDN menyelenggarakan program ini bersamaan
56
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
dengan pemberian edukasi keuangan agar materi yang disampaikan kepada masyarakat lebih komprehensif dan mencapai hasil yang optimal. 3) Program Identifikasi Potensi Daerah dalam rangka Implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD) yang dilaksanakan oleh 11 KPwDN. Sampai dengan triwulan II-2014, beberapa KPwDN telah melakukan penjajakan dengan pihak ketiga untuk mendukung pelaksanaan kegiatan, diskusi dengan perbankan, kegiatan sosialisasi dan pengumpulan data pendukung, serta identifikasi pihak yang layak menjadi agen LKD di daerah klaster. 4) Program Penyediaan Informasi Harga Komoditas di Tingkat Produsen (disebut juga dengan Sistem Informasi Harga bagi Petani dan Nelayan/SIPN) yang dilaksanakan oleh 3 KPwDN. Program ini bertujuan untuk mengurangi asimetris informasi untuk produsen sehingga dapat meningkatkan bargaining position. b. Koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait, meliputi: 1) Koordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Barat dalam rangka finalisasi materi/ modul/buku panduan untuk guru IPS MI dan MTs. 2) Koordinasi dengan Kemenakertrans, BNP2TKI, World Bank, ILO dan TIFA dalam rangka penyusunan modul TKI. 3) Koordinasi dengan Bappenas, Kemensos, TNP2K, dan Perbankan dalam rangka pembahasan usulan skema penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat melalui LKD Individu serta dalam rangka mendukung pelaksanaan keuangan inklusif. 4) Koordinasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan & Perikanan dalam rangka penyediaan informasi harga komoditas di tingkat produsen. 3.2.4. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan, mendorong Bank Indonesia untuk turut aktif memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan, pengembangan klaster komoditas pangan, dan kegiatan lain yang ditujukan untuk meningkatkan kapabilitas pelaku usaha. Kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan dalam rangka peningkatan akses kredit atau pembiayaan UMKM antara lain: 1. Melakukan penelitian skema pembiayaan pertanian yang difokuskan pada 3 (tiga) komoditas pangan yaitu beras, cabai, dan bawang merah. Penelitian ini dilatarbelakangi masih rendahnya penyaluran kredit perbankan pada sektor pertanian, sementara di sisi lain sektor pertanian memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian nasional. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui sejauh mana konsep value chain financing dapat diterapkan guna menghasilkan suatu model/skema pembiayaan di sektor pertanian khususnya komoditas pangan, serta mengidentifikasi potensi risiko yang timbul dari model pembiayaan dimaksud. Selain itu, hasil penelitian juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi Pemerintah mengenai kebijakan pengembangan kredit program di sektor pertanian.
Bank Indonesia mendukung penguatan sektor riil dan pengembangan UMKM melalui penciptaan klaster ketahanan pangan dan program pemberdayaan masyarakat bekerjasama dengan instansi terkait baik di pusat maupun daerah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
57
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
2. Melakukan evaluasi terhadap penelitian lending model yang sebelumnya telah dilakukan oleh Bank Indonesia, dalam rangka mengidentifikasi pola pembiayaan usaha kecil. 3. Memfasilitasi pembentukan Asuransi Ternak Sapi, sebagai upaya mitigasi risiko bagi perbankan dalam membiayai usaha ternak sapi. Keberadaan asuransi tersebut diharapkan mendorong peningkatan pembiayaan pada usaha peternakan sapi. Asuransi ini telah diresmikan pada tahun 2013 dengan pilot project di daerah Sleman, DI Yogyakarta dan beberapa daerah lain seperti Boyolali dan Padang. Sampai dengan triwulan laporan, Bank Indonesia terus melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pilot project tersebut. Selain itu, dilakukan pula risk profiling guna memberi masukan dalam perhitungan tingkat premi asuransi ternak sapi. 4. Memfasilitasi pilot project pemeringkatan kredit untuk UKM di Jawa Tengah yang merupakan kerja sama antara Bank Jateng dan PT. PEFINDO. Perjanjian Kerja sama antara kedua belah pihak telah ditandatangani pada 28 Februari 2014 di Semarang. Melalui kerja sama implementasi pemeringkatan kredit tersebut diharapkan dapat meningkatkan penyaluran kredit kepada UKM di Jawa Tengah. Selain itu, Bank Indonesia akan melakukan kajian credit rating di tingkat ASEAN mengenai “Developing an ASEAN Benchmark for SME Credit Rating Metodology Project”, sebagai bagian dari program Japan ASEAN Integration Fund (JAIF). 5. Melakukan kajian tentang pemetaan geografis terhadap lima sektor industri kreatif yang berdaya saing di Indonesia. Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum mengenai industri kreatif yang dianggap memiliki daya saing di setiap daerah atau propinsi di seluruh Indonesia. Hasil pemetaan tersebut telah disosialisasikan kepada pemangku kepentingan pada Februari 2014. Selain itu, Bank Indonesia juga bekerja sama dengan World Bank melakukan survei terhadap pelaku industri kreatif dan perbankan. Survei tersebut untuk memperkuat kajian peningkatan akses pembiayaan bagi industri kreatif di Indonesia yang difokuskan pada industri kerajinan. 6. Dalam mendorong akses keuangan kepada UMKM, Bank Indonesia akan meningkatkan kapabilitas UMKM dalam melakukan pencatatan keuangan usahanya. Diharapkan dengan adanya pencatatan keuangan yang lebih memadai dan terstruktur dapat diperoleh gambaran keuangan UMKM (financial disclosure) bagi kreditur/perbankan. Sebagai langkah awal, telah dilakukan pilot project berupa pelatihan dan edukasi pencatatan keuangan kepada penerima PNPM Mandiri di wilayah Semarang dengan melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V (Jawa Tengah dan Yogyakarta). 7. Memfasilitasi peningkatan legalisasi hak atas tanah Usaha Mikro dan Kecil (UMK) untuk dapat digunakan sebagai agunan dalam mengajukan kredit. Dalam pelaksanaannya Bank Indonesia bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Saat ini telah disusun Petunjuk Teknis kerja sama Sertifikasi Hak Atas Tanah UMK sebagai pedoman bagi Kantor Perwakilan BI di daerah dalam melakukan kegiatan pemanfaatan sertifikat tanah untuk akses kredit kepada perbankan. Upaya pengembangan sektor riil dan UMKM juga dilakukan dengan menerapkan program klaster. Sejalan dengan tugas menjaga kestabilan harga, Bank Indonesia mengembangkan klaster komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan inflasi antara lain padi, daging sapi, daging ayam, bawang merah, dan cabai merah. Adanya klaster komoditas pangan tersebut diharapkan dapat berkontribusi terhadap kestabilan harga dari sisi penawaran.
58
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Program klaster komoditas yang kontributif terhadap inflasi khususnya cabai dan bawang merah telah dikembangkan oleh Bank Indonesia sejak tahun 2012. Di 2014, Bank Indonesia kembali melanjutkan program inisiatif serupa dengan target penambahan komoditas ketahanan pangan dan perluasan wilayah klaster ketahanan pangan. Selain cabai dan bawang merah, dilakukan penambahan komoditas klaster ketahanan pangan yaitu padi dan sapi. Di beberapa daerah, dikembangkan komoditas klaster yang disesuaikan dengan karakteristik kontributor inflasi di daerah tersebut diataranya ikan, kedelai, sayuran, dan ungggas. Klaster ketahanan pangan saat ini telah dikembangkan di hampir seluruh kantor KPwDN yaitu sebanyak 40 kantor, dengan peta sebaran klaster ketahanan pangan sebagaimana Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Sebaran Program Pengembangan Klaster Bank Indonesia Untuk Komoditi Ketahanan Pangan Tingkat Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Tahun 2014
Terkait dengan pelaksanaan program klaster ketahanan pangan, pada triwulan II-2014 telah dilaksanakan beberapa kegiatan antara lain identifikasi komoditas, wilayah dan stakeholders yang akan terlibat, identifikasi kebutuhan bantuan teknis bagi klaster, penandatanganan perjanjian kerja sama dengan stakeholders, dan pelaksanaan program bantuan teknis bagi pelaku di dalam klaster. Berdasarkan sebaran wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah (KPwBI), kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulawesi, Maluku & Papua)
KPwBI di wilayah I melakukan pengembangan klaster hortikultura (sayuran, cabai, tomat dan bawang). Penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pemerintah Daerah, dan perjanjian kemitraan distributor sayuran dengan petani klaster pada tanggal 14 Mei 2014 menandai dilaksanakannya pengembangan klaster tersebut. Dalam implementasinya, telah diberikan bantuan teknis berupa pelatihan, pendampingan, dan edukasi keuangan kepada tiga Kelompok Tani pelaku klaster. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
59
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sementara untuk fasilitasi akses penbiayaan, beberapa anggota kelompok tani telah berhasil memperoleh pendanaan dari BPD Maluku. Selain di Ambon, klaster lain juga dikembangkan di beberapa daerah yaitu klaster padi di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kabupaten Konawe-Sulawesi Tenggara; klaster cabai merah di Kabupaten Minahasa-Provinsi Sulawesi Utara; klaster sapi potong di Gorontalo; dan klaster bawang merah di Provinsi Maluku Utara. 2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II (Kalimantan)
KPwBI di wilayah II mengembangkan klaster bawang merah, cabai, padi dan sapi. Terkait hal ini, Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemangku kepentingan setempat telah melakukan identifikasi awal klaster, pelaksanaan Focus Group Discussion, sosialisasi program klaster, penyusunan program kerja, penandatanganan MoU, dan pelaksanaan bantuan teknis. Selain di Banjarmasin, klaster bawang merah juga dikembangkan oleh KPwBI Balikpapan dan KPwBI Provinsi Kalimantan Tengah. Klaster yang lain adalah klaster sapi dikembangkan oleh KPwBI Wilayah II (Banjarmasin); klaster cabai oleh KPwBI Wilayah II (Banjarmasin), KPwBI Provinsi Kalimantan Timur, KPwBI Balikpapan, dan KPwBI Provinsi Kalimantan tengah; serta klaster padi yang dikembangkan oleh KPwBI wilayah II (padi unggul) dan KPwBI Provinsi Kalimantan Barat.
3. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III (Bali & Nusa Tenggara)
KpwBI di wilayah III mengembangkan klaster sapi potong di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali bersinergi dengan beberapa pemangku kepentingan yaitu Pemerintah Kabupaten Karangasem, Universitas Udayana, BPTP Provinsi Bali, dan Politeknik Negeri Bali. Implementasi yang akan dilakukan dalam waktu dekat adalah studi banding keberhasilan klaster sapi yang telah dilakukan di KPwBI Wilayah V (Semarang). Dalam kegiatan pengembangan klaster sapi ini, Universitas Udayana dan BPTP Provinsi Bali akan berperan dalam pendampingan penguatan untuk pengolahan pakan dan limbah, dan dukungan teknologi tepat guna akan diberikan oleh Politeknik Negeri Bali khususnya terkait dengan pola pencacahan pakan hijau. Selain di Bali, klaster sapi juga dikembangkan di Provinsi NTT. Selain mengembangkan klaster sapi potong, klaster lain yang dikembangkan adalah klaster kedelai di Provinsi NTB.
4. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV (Jawa Timur)
60
Di KPwBI wilayah IV, dilakukan pengembangan klaster sapi potong yang berlokasi di Kabupaten Tuban. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia melibatkan berbagai pemangku kepentingan yakni Pemerintah Kabupaten Tuban, Koperasi Wahyu Mitra Utama, dan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Diawali dengan perancangan pola klaster sapi potong, telah dilakukan pula diseminasi kepada pemangku kepentingan untuk menyamakan persepsi dan penggalangan komitmen.
Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan bantuan teknis, akan dilakukan pendampingan manajemen pemeliharaan sapi potong dan penguatan kelembagaan koperasi melalui perbaikan tata kelola keuangan. Pelaksanaan bantuan teknis akan bermitra dengan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya sebagai pendamping manajemen pemeliharaan sapi potong. Sementara penguatan kelembagaan melalui perbaikan tata kelola keuangan koperasi akan dilakasanakan oleh konsultan dari salah satu kantor akuntan publik. Selain klaster sapi, di wilayah lain dikembangkan klaster padi organik yakni di Kabupaten Lumajang, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Ngawi; klaster padi di Kabupaten Malang dan klaster cabai di Kabupaten Jember.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
5. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V (Jawa Tengah & Yogyakarta) Pengembangan klaster padi organik yang terintegrasi dengan peternakan dan perikanan, dilaksanakan oleh KPwBI Wilayah V di Kabupaten Semarang. Kegiatan ini juga dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan yang berasal dari dinas/instansi di tingkat provinsi yaitu Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi & UMKM, Kanwil BPN, dan BPTP. Selain di tingkat provinsi, di tingkat kabupaten juga digalang komitmen dengan Pemerintah Kabupaten Semarang, Perbankan (BRI Ungaran dan Bank Jateng), dan melibatkan pula pihak swasta yaitu PT Kubota Indonesia.
Di sisi pemasaran, KPw Wilayah V telah memfasilitasi petani klaster dalam pameran Gelar Promosi Agribisnis VI Soropadan 2014 tanggal 19-23 Juni 2014 bertempat di Agro Wisata Soropadan, Temanggung yang dibuka secara resmi oleh Menteri Pertanian. Selain itu, fasilitasi intermediasi perbankan menjadi salah satu target program ini yang telah dibuktikan dengan terealisasinya kredit melalui skim Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp200 juta kepada petani klaster dari PT BRI Ungaran, Jateng. Diharapkan akses tersebut menjadi awal terbukanya kran pembiayaan bagi pelaku klaster yang lain.
Di wilayah V, pengembangan klaster sapi juga dilakukan di 5 (lima) kabupaten yaitu Sleman, Banyumas, Banjarnegara, Cilacap, dan Purbalingga. Selain itu, di Boyolali dikembangkan klaster pembibitan sapi, pengembangan klaster padi di Solo, dan klaster bawang merah di Tegal.
6. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) KPwBI Wilayah VI melakukan pengembangan klaster sapi potong di Kecamatan Purabaya, Kabupaten Sukabumi bersama kelompok peternak sapi, pemda setempat, dan akademisi. Penguatan yang telah diidentifikasi adalah berupa kebutuhan edukasi keuangan berupa pengenalan perencanaan keuangan dan pencatatan transaksi keuangan. Selain klaster sapi, KPwBI wilayah VI juga mengembangkan klaster bawang merah di Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Lebak-Banten, serta klaster cabai di Kabupaten Tasikmalaya. 7. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII (Sumsel, Kepulauan Babel, Bengkulu, dan Lampung) Pengembangan klaster cabai oleh KPwBI Wilayah VII diawali dengan survei dan identifikasi lokasi klaster dan Focus Group Discussion dengan Dinas Pertanian Belitung. Komitmen tersebut ditandai dengan pelaksanaan launching dan penandatanganan Perjanjian Kerja sama Pengembangan Klaster Cabai di Kabupaten Belitung dengan Bupati Kabupaten Belitung serta melibatkan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, BPTP, dan Pemkab. Belitung. Penguatan awal dilakukan melalui pelatihan pembuatan biopestisida dan pemanfaatan kotoran ternak dalam pembuatan pupuk organik cair, fasilitasi studi banding produksi cabai secara organik di Lembang, pengenalan produk perbankan (simpanan dan kredit), dan pelatihan produksi. Komoditas klaster lain yang juga di kembangkan di wilayah ini adalah pembibitan sapi di Provinsi Lampung dan itik talang benih di Provinsi Bengkulu. 8. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumbar, Riau, Kep. Riau & Jambi) KPwBI Wilayah VIII mengembangkan klaster sapi dan cabai bersama pemangku kepentingan setempat sebagai upaya meningkatkan supply kedua komoditas volatile food di wilayah ini. Implementasi klaster sapi dilaksanakan bersinergi dengan Dinas Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
61
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Peternakan Provinsi Sumatera Barat. Tahapan awal telah dilaksanakan Focus Group Discussion, identifikasi lapangan peternak pembibit sapi, dan survei lanjutan untuk melihat permasalahan dan kebutuhan kelompok pembibitan sapi. Selain di Sumatera Barat, klaster sapi juga dikembangkan di Provinsi Jambi. Sementara untuk klater cabai, KPwBI Wilayah VIII berkoordinasi dengan Balai Induk Benih Provinsi Sumatera Barat dan Dinas Pertanian Provinsi dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat untuk menetapkan pola pengembangan klaster tersebut. Klaster lain yang dikembangkan di wilayah ini adalah klaster bawang merah di Provinsi Pekanbaru dan klaster cabai yang dikembangkan dengan pola integrated farming dengan perikanan air tawar dan sapi di Provinsi Kepulauan Riau. 9. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumatera Utara & Aceh)
KPwBI Wilayah IX mengembangkan klaster bawang merah di Kota Medan dengan melibatkan berbagai stakeholder yaitu Pemerintah Kota Medan dan sembilan kelompok tani sebagai sasaran program. Kerja sama tersebut diresmikan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Kerja sama Pengembangan Sektor Pertanian di Wilayah Kota Medan. Selanjutnya untuk membekali ilmu petani telah difasilitasi pelaksanaan studi banding kelompok tani ke sentra bawang di Brebes dan Cirebon. Klaster serupa juga dikembangkan oleh KPwBI Pematang Siantar, sedangkan di daerah lain yaitu Kabupaten Aceh Utara dikembangkan klaster padi oleh KPwBI Lhokseumawe dan klaster sapi oleh KPwBI Provinsi Aceh.
Program pemberdayaan sektor riil dan UMKM lain yang dilaksanakan adalah program pengembangan wirausaha Bank Indonesia tahun 2014. Aktivitas program ini difokuskan pada peningkatan jumlah wirausaha di sektor agribisnis dan berorientasi ekspor dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan perbaikan struktur neraca perdagangan. Pada triwulan II-2014, melalui ke 24 kantor pelaksananya, Bank Indonesia telah menjalin kerja sama dengan lembaga pendamping UMKM antara lain business coach, inkubator bisnis, dan universitas. Penjaringan peserta program dilakukan melalui sosialisasi dan publikasi di media cetak dan elektronik, komunitas bisnis, kementerian/dinas/pemda melalui UMKM binaannya, asosiasi usaha terkait, universitas dan jejaring lain yang mendukung. Animo masyarakat terhadap program wirausaha Bank Indonesia tersebut sangat besar, ditandai dengan banyaknya peserta yang mendaftar kegiatan tersebut. Diawali dengan seleksi administrasi, peserta yang lolos tahapan tersebut akan diundang dalam seminar untuk memberikan motivasi kewirausahaan dan entrepreneur mindset. Proses selanjutnya adalah seleksi lanjutan antara lain berupa wawancara, presentasi, boot camp, dan diakhiri dengan verifikasi on the spot untuk melihat usaha mereka secara langsung, sehingga diperoleh sejumlah peserta yang berhak untuk mendapatkan pendampingan bisnis intensif selama 6 (enam) bulan. Upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam memberdayakan UMKM mendapatkan apresiasi yang positif dari pemangku kepentingan. Pada triwulan II-2014, indeks kepuasan pemangku kepentingan terhadap peran Bank Indonesia dalam program pengembangan UMKM rata-rata mencapai 5,28 (skala 6).
62
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2.5. Pengelolaan Informasi Perkreditan Guna mendukung infrastruktur sistem keuangan, Bank Indonesia mengelola Sistem Informasi Debitur (SID). Melalui SID, lembaga keuangan dapat melakukan pengecekan data debitur sehingga proses pemberian kredit dapat dilakukan berdasarkan prinsip kehatihatian dan tercapai efisiensi penyediaan dana di industri perbankan. Bagi Bank Indonesia, pengelolaan data perkreditan juga memiliki peranan yang penting guna mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Bank Indonesia. Tugas dan fungsi tersebut mencakup pada pelaksanaan penentuan kebijakan dan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan di bidang moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan diantaranya adalah penentuan Probability of Default (PD), kebijakan Loan to Value (LTV) pada kredit perumahan dan kendaraan bermotor, pembatasan jumlah kepemilikan kartu kredit. Pemanfaatan SID oleh lembaga keuangan semakin meningkat dari waktu ke waktu, baik dari sisi jumlah lembaga keuangan yang menjadi pelapor SID dan data debitur serta fasilitas yang dilaporkan (Grafik 3.4).
Sampai dengan triwulan II-2014, jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor dalam SID sebanyak 119 Bank Umum,
1.307 Bank Perkreditan Rakyat, dan 25 Lembaga
Keuangan Non Bank (LKNB). Data perkreditan yang dilaporkan secara rutin setiap bulan
oleh pelapor dari lembaga keuangan tersebut mencapai sejumlah 79,77 juta data debitur dan Grafik 3.4 167,17 juta rekening fasilitas. Jumlah tersebut Pertumbuhan Debitur-Fasilitas SID mengalami peningkatan sebesar 2,56% (qtq) dan 11,12% (yoy) untuk data debitur dan meningkat sebesar 3,5% (qtq) dan 14,27% (yoy) untuk jumlah rekening fasilitas (Tabel 3.1). Tabel 3.1 Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak TW III-2013 s.d TW-2014 Tahun Triwulan
2013 III
Jumlah Debitur Jumlah Rekening Fasilitas
Pengelolaan informasi perkreditan terus dioptimalkan untuk mendukung fungsi intermediasi industri keuangan yang sehat.
(dalam juta)
2014 IV
I
II
73,67 75,93 77,78 79,77 151,49 156,54 161,51 167,16
Sejalan dengan pertumbuhan data jumlah debitur dan rekening fasilitas yang dikelola dalam SID, terdapat pula peningkatan jumlah pemanfaatan informasi perkreditan oleh lembaga keuangan. Peningkatan jumlah permintaan informasi perkreditan tersebut mencerminkan tingkat pentingnya informasi perkreditan yang dikelola dalam SID bagi lembaga keuangan. Jumlah informasi perkreditan yang dimanfaatkan oleh lembaga keuangan tercermin dari statistik permintaan Informasi Debitur Individual (IDI) yang merupakan produk utama dari SID. Jumlah permintaan IDI pada triwulan II-2014 mencapai 10,4 juta permintaan yang meningkat sebesar 12% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan tersebut, jumlah permintaan IDI dari lembaga keuangan meningkat sebesar 1,13
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
63
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
juta permintaan dari triwulan sebelumnya yang berkorelasi dengan adanya penambahan jumlah debitur pada periode tersebut sebesar 1,99 juta debitur. Sedangkan untuk rekening fasilitas mengalami peningkatan sebesar 5,65 juta rekening. Disamping pemanfaatan informasi pekreditan oleh lembaga keuangan, terdapat beberapa lembaga lain selain Bank Indonesia yang juga turut memanfaatkannya. Beberapa lembaga tersebut diantaranya adalah Kementerian Keuangan, World Bank, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menyadari pentingnya informasi perkreditan baik bagi lembaga keuangan maupun lembaga publik, Bank Indonesia telah menyusun rencana pengembangan informasi perkreditan dalam kerangka blueprint pengembangan Sistem Informasi Perkreditan Nasional (SIPNAS). Dalam pengembangannya, Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan OJK. Koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dilakukan mengingat adanya kebutuhan terkait dengan data perkreditan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal ini, Bank Indonesia memerlukan data perkreditan untuk mendukung tugas dan fungsinya di bidang Moneter, Makroprudensial, dan Sistem Pembayaran; sedangkan Otoritas Jasa Keuangan memerlukan data tersebut untuk mendukung fungsinya di bidang Mikroprudensial. Dalam rangka pengembangan sistem informasi, pada triwulan II-2014 Bank Indonesia telah melaksanakan tahap awal pengembangan melalui proses Request For Information (RFI). Dalam hal ini, koordinasi juga dilakukan dengan OJK sebagai otoritas pengawas perbankan, antara lain dalam penyusunan spesifikasi kebutuhan pengembangan sistem informasi perkreditan, pengadaan, pengembangan, dan implementasi sistem baru. 3.2.6. Koordinasi dan Kerja sama dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Bank IndonesiaOJK Paska-Pengalihan Fungsi Pengawasan Bank Ke OJK Bank Indonesia secara reguler berkoordinasi dengan OJK, baik di level pimpinan maupun teknis untuk mewujudkan fungsi mikroprudensial dan makroprudensial yang harmonis.
Eratnya keterkaitan tugas makroprudensial yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan tugas mikroprudensial yang menjadi kewenangan OJK, membutuhkan koordinasi dan kerja sama diantara kedua instansi. Efektifitas kebijakan makroprudensial dalam mencegah dan mengurangi risiko sistemik dalam sistem keuangan perlu didukung oleh kondisi perbankan yang sehat. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia melakukan upaya-upaya terpadu dan komprehensif dalam bentuk inisiatif yang dilaksanakan oleh Tim Task Force dengan melibatkan berbagai satuan kerja terkait di Bank Indonesia. Hal ini sekaligus sebagai bagian dari implementasi Naskah Keputusan Bersama antara Bank Indonesia dan OJK yang ditandatangani pada tanggal 18 Oktober 2013. Sampai dengan triwulan II-2014, pertemuan koordinasi Bank Indonesia-OJK dilakukan secara rutin di level teknis dan level Pimpinan Satuan Kerja untuk tukar menukar informasi hasil asesmen mikro-makroprudensial dan membahas isu koordinasi lainnya. Bank Indonesia dan OJK secara bersama-sama telah menyusun Petunjuk Pelaksanaan (mekanisme Kerja) Makroprudensial-Mikroprudensial yang akan digunakan sebagai acuan koordinasi dalam aspek antara lain pertukaran informasi hasil pengawasan layanan jasa keuangan dan macro-surveillance, pertukaran informasi dalam rangka stance indonesia atas isu-isu fora internasional dan pelaksanaan pemeriksaan. Selain itu, koordinasi juga dilakukan terkait masalah Sumber Daya Manusia yang ditugaskan ke OJK serta penggunaan kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Bank Indonesia oleh OJK. Terkait pertukaran data dan/atau informasi dan pengelolaan laporan, Bank Indonesia dan OJK telah membentuk Forum Koordinasi Pertukaran Informasi dan Sistem Pelaporan.
64
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sampai dengan triwulan II-2014, forum ini telah berkoordinasi untuk menyusun petunjuk pelaksanaan bersama pertukaran informasi BI-OJK. Selain itu BI dan OJK bekerja sama dalam proses pengembangan dan sosialisasi sistem informasi. Bank Indonesia dan OJK juga berkoordinasi dalam bidang Sistem Pembayaran, antara lain dalam melakukan edukasi/sosialisasi mengenai sistem pembayaran terkait perlindungan konsumen, perizinan penyelenggara sistem pembayaran, pelaporan produk baru, dan kerja sama serta perkembangan dan arah kebijakan ke depan.
3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan serta melakukan penyempurnaan ketentuan dalam rangka meningkatkan kelancaran, keamanan, dan efisiensi sistem pembayaran. Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan agar penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia memperhatikan aspek perlindungan terhadap pengguna jasa sistem pembayaran. Selama triwulan II-2014, terkait dengan sistem pembayaran, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Perluasan wilayah Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Kebijakan sistem pembayaran tetap diarahkan dalam upaya menjaga sistem pembayaran nasional yang lancar, aman, dan efisien.
Untuk menjawab kebutuhan perbankan di daerah, Bank Indonesia melakukan perluasan SKNBI di Prabumulih-Sumatera Selatan dan Pangkalan Bun-Kalimantan Tengah. Di Prabumulih, SKNBI diimplementasikan pada 4 April 2014 dengan peserta kliring sebanyak 12 bank. Untuk Pangkalan Bun, implementasi SKNBI dilakukan pada 8 Mei 2014 dengan peserta kliring sebanyak 10 bank. Mengingat ketiadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di kedua wilayah tersebut, penyelenggaraan SKNBI dilakukan dengan menunjuk penyelenggara kliring lokal (PKL) non BI.
Dengan adanya perluasan wilayah dan peningkatan keikutsertaan PKL non BI, diharapkan dapat mendukung kelancaran sistem pembayaran di wilayah yang tidak terdapat Kantor Perwakilan Bank Indonesia. Adapun jumlah PKL non BI di seluruh wilayah Indonesia sampai akhir triwulan II-2014 tercatat sebanyak 75 PKL, sedangkan SKNBI yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebanyak 40 PKL. 2. Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II
Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II yang merupakan infrastruktur setelmen dana dan surat berharga, dilakukan Bank Indonesia sebagai upaya untuk meningkatkan keandalan, keamanan dan efisiensi operasional sistem pembayaran. Sampai dengan triwulan II-2014, pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II yang telah dilakukan adalah penyelesaian internal integrative test untuk menguji proses bisnis secara keseluruhan.
Pengujian secara keseluruhan dilakukan terhadap aplikasi Sistem BI-RTGS, BI-SSSS, BI-Electronic Trading Paltform (BI-ETP) dan sistem internal Bank Indonesia yang terkait. Paralel dengan penyiapan infrastruktur tersebut, Bank Indonesia tengah menyiapkan pengaturan sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan BI-ETP.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
65
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3. Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II Pengembangan SKNBI Generasi II dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat untuk penyelesaian transaksi keuangan melalui perluasan layanan maupun perluasan kepesertaan. Perluasan layanan dilakukan melalui penyediaan sarana penyelesaian untuk transaksi yang bersifat rutin dan banyak (bulk payment). Sedangkan perluasan kepesertaan di luar bank umum dilakukan dalam rangka untuk menjangkau masyarakat yang saat ini belum terlayani oleh perbankan. Selain itu, untuk peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan SKNBI maka setelmen atas hasil kliring akan dilakukan secara lebih cepat dan format data akan mengikuti standar internasional guna mempermudah interoperability antar sistem. Pada periode laporan, tahapan pengembangan SKNBI Generasi II dalam proses penyelesaian aplikasi, baik di sisi penyelenggara maupun peserta. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia juga sedang menyiapkan ketentuan penyelenggaraan SKNBI Generasi II dalam mendukung implementasi SKNBI Generasi II.
Implementasi SKNBI Generasi II direncanakan akan dilakukan dalam dua tahapan yaitu: (i) tahap pertama: implementasi single transfer baik debet maupun kredit, dan (ii) tahap kedua: implementasi multiple transfer baik kredit maupun debet. Secara keseluruhan, SKNBI Generasi II direncanakan dapat diimplementasikan pada triwulan I tahun 2015.
4. Pengembangan National Payment Gateway (NPG)
Sampai dengan triwulan II-2014, dalam rangka penyiapan implementasi pengembangan NPG, Bank Indonesia telah melakukan diskusi dengan industri terkait pembentukan domestic switch kartu kredit nasional. Selain itu, telah dimulai persiapan pembentukan domestic switch dengan pengadaan tenaga konsultan pengembangan NPG.
5. Pengembangan Kawasan Less Cash Society (LCS)
Dalam rangka pengembangan kawasan LCS, Bank Indonesia melakukan pertemuan dengan pihak-pihak terkait. Pada periode laporan, telah dilakukan pertemuan dengan tujuh Bank penerbit uang elektronik untuk koordinasi persiapan kegiatan LCS dan memberikan gambaran mengenai produk uang elektronik dari masing-masing penerbit uang elektronik.
Selain itu, juga dilakukan pertemuan dengan tiga Perusahaan Telekomunikasi (Telco) dalam rangka implementasi kegiatan LCS di IPB Bogor. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan LCS tersebut, Bank Indonesia mendorong peran serta Telco untuk memperkuat jaringan GPRS di lokasi kegiatan LCS di Jabodetabek dan sembilan lokasi lainnya (Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Makasar, Medan, Palembang, Padang, dan Banjarmasin).
6. Perluasan Penggunaan Uang Elektronik
66
Penggunaan uang elektronik diperluas untuk mendukung program Pemerintah dalam penyaluran bantuan sosial. Untuk itu, pada periode laporan Bank Indonesia telah melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan). Dalam pertemuan dibahas persiapan pelaksanaan uji coba penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) melalui G2P (Government to People) dengan menggunakan uang elektronik. Adapun pelaksanaan ujicoba tersebut
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
ditargetkan di 4 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur pada September 2014.
Untuk kesiapan pelaksanaan dimaksud, Bank Indonesia saat ini telah menerbitkan PBI terkait Uang Elektronik15. PBI tersebut merupakan perubahan atas PBI sebelumnya yang diterbitkan dalam rangka penyelarasan dengan ketentuan transfer dana, peningkatan keamanan teknologi dan efisiensi penyelenggaraan uang elektronik, serta peningkatan penggunaan uang elektronik sebagai salah satu instrumen dalam layanan keuangan digital. Selanjutnya, Bank Indonesia juga tengah menyiapkan aturan pelaksanaan PBI Uang elektronik yaitu SE Uang Elektronik dan SE Layanan Keuangan Digital (LKD).
7. Pada periode laporan, Bank Indonesia telah membuat standardisasi chip pada kartu ATM dan kartu ATM/Debet
Dalam rangka meningkatkan keamanan transaksi melalui kartu ATM dan kartu ATM/ Debet, Bank Indonesia mengambil kebijakan untuk mewajibkan penerbit kartu ATM untuk menggunakan standar teknologi chip. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia telah membahas: (i) perkembangan implementasi NSICCS, (ii) kemungkinan percepatannya, serta (iii) kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi, dengan prinsipal kartu ATM dan kartu ATM/Debet serta lembaga sertifikasi (PT. Citra Bakti Indonesia). Dalam pertemuan tersebut, PT. CBI menjelaskan perkembangan sertifikasi dimana terdapat tiga vendor kartu yang telah tersertifikasi. Hal yang menjadi kendala adalah sampai dengan saat ini belum ada vendor mesin ATM yang telah tersertifikasi sehingga penerbit kartu ATM dan kartu ATM/Debet belum dapat melakukan uji coba secara menyeluruh.
8. Upaya Peningkatan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran
Dalam upaya peningkatan perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran, Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran16. Pada periode laporan, sejalan dengan peringatan Hari Konsumen Nasional (HKN) telah dilaksanakan kegiatan edukasi dan sosialisasi perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran kepada pegawai Bank Indonesia dan OJK, serta nasabah bank di beberapa wilayah. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan dan OJK. Pelaksanaan sosialisasi oleh Bank Indonesia ini dinilai baik dan dapat memberikan pemahaman yang memadai. Hal ini tercermin dari penilaian survei peserta sosialisasi yang mencapai indeks 4,8 dari skala 1 s.d 6 atau melebihi target sebesar 4,5.
9. Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Dalam rangka meningkatkan keamanan, kelancaran dan efisiensi dalam penyelenggaraan sistem pembayaran, Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran juga melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran. Obyek pengawasan dalam sistem pembayaran meliputi sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia maupun yang diselenggarakan oleh pihak lain di luar Bank Indonesia, seperti penyelenggara APMK, uang elektronik, Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) dan transfer dana.
15 16
PBI No. 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas PBI No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money). PBI No. 16/1/PBI/2014 tanggal 16 Januari 2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
67
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang Kebijakan pengelolaan uang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan uang rupiah dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, kondisi yang layak edar, dan penyediaan yang tepat waktu.
Kebijakan pengelolaan uang diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Selama triwulan II-2014, implementasi kebijakan dalam rangka mencapai pilar pertama adalah : a. Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) tahun 2015 Dalam upaya pemenuhan kebutuhan uang rupiah, setiap tahun Bank Indonesia melakukan penyusunan EKU dengan memperhatikan berbagai variabel makro ekonomi antara lain pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga. Dalam penyusunan tersebut, Bank Indonesia melibatkan Pemerintah sebagai bentuk koordinasi sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan Nota Kesepahaman antara Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan. Penyusunan EKU akan menjadi dasar penyusunan rencana pencetakan uang dan pengadaan bahan uang tahun 2015. Dalam rangka menyusun EKU tahun 2015, Bank Indonesia menyelenggarakan workshop EKU tahun 2015 dengan melibatkan seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mempunyai fungsi perkasan, serta Kementerian Keuangan. b. Pencetakan Uang Rupiah Tahun 2014
Pada triwulan II-2014, telah direalisasikan pencetakan uang sebesar Rp48,1 triliun, dengan komposisi uang rupiah kertas Rp47,9 triliun dan uang rupiah logam Rp215,9 miliar dalam berbagai pecahan. Jumlah realisasi pencetakan tersebut didasarkan atas pola historis kebutuhan uang kartal masyarakat, serta kebutuhan uang menjelang Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Pencetakan tersebut didasarkan perjanjian pelaksanaan pekerjaan pencetakan uang rupiah tahun 2014 oleh Bank Indonesia dan Perum Peruri, yang ditandatangani pada 30 Desember 2013.
c. Penyiapan Penerbitan Uang Rupiah Memenuhi Amanat Undang-undang Mata Uang
Memenuhi amanat Pasal 42 UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia tengah menyiapkan rencana penerbitan uang rupiah pada tanggal 17 Agustus 2014. Penyiapan tersebut dilakukan berkoordinasi dengan instansi pemerintah yaitu: (i) Kementerian Keuangan terkait dengan jenis pecahan, desain, ukuran, gambar pahlawan nasional dan tema uang yang akan diterbitkan, serta (ii) Kementerian Sosial maupun Sekretariat Kabinet dalam rangka penyusunan Keputusan Presiden (Keppres) terkait penggunaan gambar pahlawan nasional dalam desain uang rupiah kertas.
Keputusan Presiden RI terkait penggunaan gambar pahlawan nasional pada desain uang rupiah telah ditandatangani tanggal 2 Juni 2014 yaitu dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional DR. (H.C) Ir. Soekarno dan DR. (H.C.) Drs. Mohammad Hatta dalam Rupiah Kertas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya, Bank Indonesia dan Perum Peruri telah mempersiapkan pencetakan dalam rangka pengeluaran uang rupiah emisi baru tersebut pada tanggal 17 Agustus 2014.
d. Upaya Penanggulangan Pemalsuan Uang
68
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7Tahun 2011 tentang Mata Uang, pemberantasan rupiah palsu dilakukan oleh pemerintah melalui suatu badan yang mengoordinasikan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
pemberantasan rupiah palsu. Badan ini terdiri dari lima unsur, yaitu Bank Indonesia, Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Keuangan. Dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2012, badan tersebut resmi terbentuk dengan nama Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu yang selanjutnya disebut Botasupal.
Sebagai bagian dari kelompok kerja (Pokja) koordinasi Botasupal, Bank Indonesia turut serta dalam koordinasi teknis (Rakornis) Botasupal dalam menyusun dan melakukan sinkronisasi kebijakan nasional pemberantasan uang palsu tahun 2014. Selain itu, Bank Indonesia juga memberikan dukungan terhadap upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian RI.
Dukungan tersebut berupa pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang rupiah dan pemeriksaan uang palsu pada laboratorium BI-CAC (Bank Indonesia-Counterfeit Analysis Center). Selama triwulan II-2014, Bank Indonesia telah memberikan 10 kali keterangan ahli dalam penanganan dan persidangan tindak pidana kasus pemalsuan uang rupiah oleh Kepolisian. e. Edukasi publik mengenai Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR) dan cara memperlakukan uang Rupiah dengan baik.
Selama triwulan II-2014, Bank Indonesia telah melakukan 16 kegiatan sosialisasi CIKUR dan cara memperlakukan uang rupiah dengan baik di beberapa wilayah di Indonesia, antara lain Medan, Sibolga, Batam, Palangkaraya, dan beberapa kota di Pulau Jawa serta di wilayah Jakarta. Kegiatan tersebut diikuti oleh peserta dari berbagai kelompok masyarakat/instansi, antara lain anggota Sekjen DPR, aparat penegak hukum, guru dan pelajar, perbankan serta masyarakat umum.
Selain itu, sebagai tindak lanjut kegiatan sosialisasi dan edukasi melalui jalur pendidikan yang telah dirintis tahun 2013, pada triwulan laporan, Bank Indonesia telah melakukan pencetakan Buku Panduan Guru Tingkat SMA dan Madrasah Aliyah (MA) mengenai Materi Kebanksentralan sebagai bagian dari materi pendidikan Ekonomi, yang di dalamnya memuat materi Pengelolaan Uang Rupiah dan Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR). Buku pedoman tersebut akan didistribusikan ke 11.683 SMA dan 3.800 MA di Indonesia pada triwulan mendatang. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selanjutnya, Bank Indonesia bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan sosialisasi bersama kepada nasabah bank, masyarakat dan pelaku usaha di berbagai daerah. Dalam sosialisasi bersama ini, salah satu materi yang diberikan adalah CIKUR. Kegiatan sosialisasi bersama tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 19 Juni 2014 di Yogyakarta, dan akan terus dilanjutkan pada triwulan mendatang di beberapa daerah lainnya, antara lain Jambi dan Semarang. Implementasi kebijakan dalam rangka mencapai pilar kedua adalah distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal. Pada triwulan II-2014, dilakukan kegiatan distribusi uang ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah. Selama triwulan II-2014, Bank Indonesia telah merealisasikan pengiriman uang rupiah sebesar Rp57,0 triliun dalam berbagai pecahan, untuk memenuhi kebutuhan uang rupiah di wilayah Indonesia. Tingginya realisasi pengiriman uang rupiah tersebut sebagai langkah antisipasi terhadap tingginya penarikan uang rupiah oleh perbankan dan masyarakat menjelang Ramadhan. Dari keseluruhan pengiriman uang rupiah, sebanyak Rp46,5 triliun
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
69
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
(81,5%) didistribusikan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah. Sisanya sebesar Rp10,5 triliun, untuk memenuhi tambahan kecukupan persediaan kas Kantor Pusat Bank Indonesia. Angka realisasi triwulan I-2014 sebesar Rp18,7 triliun. Guna mendukung kencaran kegiatan distribusi uang rupiah ke seluruh Indonesia, dilakukan kerja sama dengan armada transportasi. Kerja sama dilakukan dengan PT. Kereta Api Indonesia dan PT. PELNI untuk menyediakan armada transportasi secara reguler, berupa kereta api dan kapal penumpang. Implementasi kebijakan dalam rangka mencapai pilar ketiga layanan kas prima, dilakukan melalui kebijakan: a. Pelaksanaan Kebijakan Operasional Perkasan Dalam rangka memenuhi amanat UU tentang Mata Uang, Bank Indonesia terus mendorong komitmen perbankan untuk menyediakan uang rupiah layak edar bagi masyarakat. Upaya tersebut dilakukan melalui (i) implementasi bye laws Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB), dan (ii) implementasi Bank Indonesia-Sistem Informasi Layanan Kas (BISILK).
Sebagai tindak lanjut dari implementasi bye laws TUKAB pada tahun sebelumnya, 99 bank umum di wilayah Jabodetabek telah melakukan pertukaran uang kartal sebesar Rp18,3 triliun pada triwulan II-2014. Jumlah tersebut lebih tinggi 5,6% dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp17,3 triliun. Dengan semakin aktifnya pertukaran uang kartal antar bank tersebut, diharapkan akan semakin mempercepat ketersediaan uang di perbankan. Melalui mekanisme TUKAB, perbankan dapat melakukan pertukaran uang kartal antar bank sendiri, ataupun dengan perantaraan Bank Indonesia secara lebih cepat melalui mekanisme dropshot17.
Sejalan dengan implementasi bye laws nasional TUKAB, pada bulan April 2014 Bank Indonesia telah mengimplementasikan sistem informasi yang mengotomasikan kegiatan penyetoran dan penarikan uang rupiah oleh perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia (BISILK). Melalui BISILK diharapkan: (i) kegiatan setoran dan penarikan uang rupiah oleh perbankan akan lebih optimal, (ii) proses pengiriman/penerimaan serta penyimpanan data kegiatan setoran/penarikan bank akan lebih aman (security), (iii) kecepatan proses data meningkat (speed), (iv) tingkat kesalahan akan lebih diminimalisir, serta (v) akurasi data akan lebih baik.
Implementasi BISILK dilakukan secara bertahap, yang dimulai dari otomasi penyetoran dan penarikan uang rupiah oleh perbankan di wilayah Jabodetabek yang difasilitasi oleh Bank Indonesia. Pada triwulan laporan, implementasi BISILK dilakukan secara paralel pada seluruh perbankan yang berada dalam 18 wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia.
b. Layanan Kas Keliling
70
Kegiatan layanan kas keliling berupa penukaran uang pecahan kecil dan uang rusak/ cacat/lusuh dengan uang layak edar. Selama triwulan laporan, jumlah penukaran masyarakat dalam kegiatan Kas Keliling oleh Bank Indonesia tercatat sebesar Rp312,3 miliar.
17
Dropshot adalah kebijakan pembayaran uang rupiah layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan penghitungan rinci dan penyortiran. Pembayaran oleh Bank Indonesia kepada bank dilakukan dalam 1 kemasan plastik transparan (10 brood) yang masih utuh, tersegel dan terdapat label bank penyetor.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dalam rangka pelayanan kas keliling di wilayah di terpencil, perbatasan dan pulau terdepan NKRI, pada Juni 2014 Bank Indonesia mengikuti ekspedisi Bhakti Kesejahteraan Rakyat Nusantara (Bhakesra) IV. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat bekerja sama dengan TNI-AL, dengan salah satu kegiatan pokok berupa penukaran mata uang rupiah yang sudah tidak layak edar. Wilayah yang dikunjungi adalah Pulau Buton, Pulau Obi, Sorong dan Pulau Waisei, Kepulauan Raja Ampat. Sejak adanya kerja sama Bank Indonesia dengan instansi pemerintah sampai dengan bulan Juni tahun 2014, Bank Indonesia telah mengunjungi 30 wilayah terpencil, perbatasan dan pulau terdepan NKRI.
Gambar 3.2 Peta Lokasi Kas Keliling – Bhakesra 2014
c. Layanan Kas Titipan
Kegiatan layanan kas titipan dilakukan Bank Indonesia bekerja sama dengan perbankan di daerah yang sulit atau belum terjangkau oleh Bank Indonesia namun memiliki aktivitas ekonomi yang cukup tinggi. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia membuka dua Kas Titipan. Satu unit Kas Titipan di Pangkalan Bun - Provinsi Kalimantan Tengah, dengan 12 bank peserta dan bank pengelola BPD Kalimantan Tengah. Satu unit lainnya terdapat di Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau dengan 13 bank peserta dan PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. sebagai bank pengelola.
Sampai dengan akhir triwulan II-2014, jumlah Kas Titipan secara keseluruhan tercatat sejumlah 27 unit, yang dikelola oleh 12 (dua belas) bank umum. Lokasi Kas Titipan tersebar di seluruh wilayah NKRI, kecuali Pulau Jawa.
Kebijakan pengelolaan uang Bank Indonesia selain diarahkan pada pencapaian tiga pilar, juga dilakukan melalui peran aktif Bank Indonesia dalam rangka mewajibkan penggunaan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
71
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Gambar 3.3 Peta Lokasi Kas Titipan Bank Indonesia
uang rupiah dalam setiap transaksi, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama triwulan laporan, bentuk kegiatan yang telah dilakukan antara lain melalui: a. Pelaksanaan Focus Group Discussion dan Seminar Nasional mengenai “Implementasi UU No. 7 Tahun 2011 : Rupiah Sebagai Lambang Kedaulatan Negara dan Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia b. Meminta instansi pemerintah, BUMN, pelaku usaha, asosiasi-asosiasi yang terlibat dalam transaksi di pelabuhan untuk menggunakan Rupiah dalam transaksi jasa-jasa kepelabuhan. c. Meminta Kementerian Perhubungan sebagai regulator kepelabuhan untuk mengubah dan menerbitkan peraturan terkait tarif jasa kepelabuhan dalam mata uang Rupiah dan tidak diterapkan pencantuman tarif dalam mata uang asing (kuotasi). Disamping itu, kegiatan lainnya yang mulai dilakukan pada triwulan laporan adalah : a. Penelitian pemetaan penggunaan Rupiah pada pasar domestik; b. Pembuatan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia untuk penegakan hukum; c. Pembuatan Nota Kesepahaman dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN), (Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan Indonesia (ASTINDO), dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) untuk penggunaan uang rupiah dalam setiap transaksi. Kegiatan ini masih berlangsung dengan target waktu penyelesaian pada beberapa triwulan mendatang.
72
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BOKS BOKS
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Kesiapan Bank Indonesia dalam Menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri 2014
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, tradisi untuk mudik, menyiapkan jamuan baik itu makanan besar atau kecil, memakai baju baru dan berbagi angpau pada hari Raya Idul Fitri, merupakan hal yang lazim di Indonesia. Sedangkan pada masa ramadhan, pada umumnya terjadi perubahan menu makanan untuk berbuka dan sahur, serta kebiasaan untuk melakukan buka bersama, menjadikan kebutuhan bahan pokok semakin meningkat. Hal tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan transaksi di masyarakat, yang diikuti pula dengan peningkatan kebutuhan uang tunai masyarakat. Seiring dengan meningkatnya transaksi ekonomi masyarakat pada periode Ramadhan dan Idul Fitri 1435 H (2014), kebutuhan uang (outflow) diproyeksikan sebesar Rp118,5 triliun atau meningkat 14,9% dibandingkan dengan kebutuhan uang periode Ramadhan dan Idul Fitri tahun 2013 yang mencapai Rp103,2 triliun. Selain disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan perbankan pada periode ramadhan dan Idul Fitri 2014, peningkatan tersebut antara lain dipengaruhi pula oleh realisasi pembayaran gaji ke-13 PNS/TNI/Polri pada bulan Juli 2014, masa liburan dan kenaikan anak sekolah, serta masa libur Idul Fitri 2014 (enam hari) yang lebih panjang dibandingkan dengan tahun sebelumnya (lima hari). Posisi uang kartal yang diedarkan (UYD) per tanggal 27 Juni 2014 tercatat sebesar Rp457,6 triliun. Dari posisi UYD tersebut, sebagian besar uang kartal dipegang oleh masyarakat (Currency Outside Bank/COB) yang mencapai Rp383,5 triliun (pangsa 83,8%), selebihnya sebesar Rp74,1 triliun (pangsa 16,2%) berada di khazanah perbankan (Cash In Vault/CIV). Dengan memperhatikan realisasi UYD Idul Fitri beberapa tahun sebelumnya, UYD Idul Fitri 2014 diperkirakan sebesar Rp580,3 triliun atau meningkat 14,5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013 yang mencapai Rp506,6 triliun. Dalam upaya memenuhi kebutuhan uang masyarakat, Bank Indonesia meningkatkan persediaan uang di seluruh unit kerja kas di KP dan seluruh KPw DN, antara lain dengan meningkatkan frekuensi dan kuantitas pengiriman uang. Distribusi uang, selain menggunakan armada truk yang dimiliki oleh Bank Indonesia, dilakukan pula melalui kerja sama dengan penyedia jasa transportasi darat (kereta api), laut (kapal penumpang dan kapal barang), serta udara (pesawat terbang). Selanjutnya, Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan perbankan dalam pemenuhan kebutuhan uang sebelum dan selama periode Ramadhan/Idul Fitri. Bentuk kerja sama tersebut, antara lain dengan meminta perbankan menyampaikan estimasi kebutuhan uang periode Ramadhan/Idul Fitri baik untuk kebutuhan operasional (ATM, nasabah) maupun untuk modal kerja loket penukaran di perbankan. Selain kepada perbankan, Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya antara lain operator jalan tol, transjakarta, kereta api, serta Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) untuk menghimpun informasi terkait dengan kebutuhan uang masyarakat pada periode Ramadhan/Idul Fitri tahun 2014.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
73
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pengaturan dan penjadwalan pengiriman uang dari KP ke seluruh KPw DN untuk periode Ramadhan, telah dimulai pada awal bulan Mei 2014 s.d. menjelang Idul Fitri. Pengiriman menjelang Idul Fitri, terutama untuk KPw DN yang berdekatan dengan KP dan/atau mengalami lonjakan permintaan. Sedangkan pemenuhan kebutuhan perbankan dimulai 1 (satu) minggu sebelum memasuki bulan Ramadhan. Dengan strategi tersebut, diharapkan pada awal Ramadhan perbankan telah siap untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama periode Ramadhan/Idul Fitri baik di kantor pusat bank maupun di seluruh kantor cabangnya. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap uang tunai yang semakin meningkat menjelang ramadhan, kebijakan penukaran uang kepada masyarakat akan ditingkatkan terutama dengan mengikutsertakan perbankan, baik di KPBI maupun di KPw DN. Layanan penukaran diberikan dengan sistem paket yang merupakan kombinasi beberapa pecahan, terdiri dari pecahan Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, dan Rp2.000 masing-masing satu pak, dengan jumlah total Rp3,7 juta. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat waktu layanan serta meminimalisir kemungkinan dilakukannya penukaran uang secara berlebihan untuk satu pecahan. Khusus untuk wilayah Jabodetabek, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, layanan penukaran akan dilaksanakan antara lain sbb: 1. Sentralisasi layanan penukaran di area lapangan IRTI Monas bekerjasama dengan 13 bank yaitu: Bank Mandiri, BNI, BRI, Bank DKI, BTN, BJB, BCA, CIMB Niaga, Bank Permata, BII, Bank Mega, BNI Syariah dan Bank Muamalat. Layanan penukaran kas di IRTI Monas oleh Bank Indonesia dimulai pada tanggal 1 Juli s.d. tanggal 25 Juli 2014, yang berlangsung dari pukul 09.00 WIB – 13.00 WIB. Sedangkan layanan kas oleh seluruh bank peserta dan Bank Indonesia secara bersamaan, dilakukan mulai tanggal 14 Juli 2014. 2. Kerja sama dengan Perum Pegadaian untuk menyediakan outlet layanan penukaran uang di lokasi kantor Pengadaian. Layanan ini akan dimulai pada tanggal 14 Juli 2014, pada 15 lokasi kantor pegadaian yaitu di Ciputat, Tangerang, Kalideres, Kebayoran Baru, Tanjung Priok, Bekasi, Karawang, Depok, Bogor, Jatiwaringin, Pondok Ungu - Bekasi, Kramat Jati, Kebon Nanas, Senen, dan Pegadaian Syariah Kramat Raya. 3. Layanan penukaran kolektif baik bagi instansi Pemerintah maupun Lembaga Negara serta instansi - instansi yang memberikan layanan publik. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan perluasan layanan penukaran, baik melalui peningkatan frekuensi kas keliling di pusat-pusat kegiatan masyarakat antara lain pasar/ITC, terminal, rest area jalan tol, stasiun kereta api, pos pemberangkatan mudik serta landmark di daerah (Bandung: Cicadas, Leuwipanjang, dan Alun-alun Bandung; Medan: Lapangan Merdeka).
74
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.4. Kerja sama Internasional 3.4.1. Kerja sama G-20 Sepanjang triwulan II-2014, Bank Indonesia telah melaksanakan berbagai kegiatan terkait keanggotaan Indonesia dalam forum G-20. Kegiatan utama yang dilaksanakan adalah menghadiri rangkaian pertemuan G-20 (tingkat Deputi, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral). Rangkaian pertemuan G-20 tersebut merupakan kelanjutan dari rangkaian pertemuan serupa di triwulan I-2014. Pertemuan G-20 yang dihadiri Bank Indonesia tersebut membahas berbagai isu utama perekonomian global terkini, khususnya upaya bersama untuk mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkesinambungan, dan seimbang. Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G-20 tersebut menghasilkan suatu komunike yang mencakup beberapa kesepakatan penting, antara lain: a. Terkait upaya percepatan pemulihan ekonomi global: (i) menegaskan kembali komitmen dalam menyusun strategi pertumbuhan yang komprehensif (comprehensive growth strategies) guna mencapai pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan dan seimbang; (ii) menyepakati langkah-langkah mengatasi policy gaps, mengurangi global imbalances, dan mencapai fleksibilitas nilai tukar yang sejalan dengan peningkatan growth potential serta mengedepankan kebijakan yang memiliki positive spillover terhadap setiap negara dan perekonomian global secara umum. b. Terkait upaya reformasi struktural, kebijakan difokuskan pada upaya mendorong reformasi struktural, khususnya yang dapat meningkatkan kompetisi pasar barang dan jasa (product and services market competition). Peningkatan kompetisi pasar bersamasama dengan liberalisasi perdagangan disertai penegakan hukum yang kuat akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas perekonomian. c. Terkait upaya penguatan investasi dan pembangunan infrastruktur: (i) menyusun leading practices principles dalam mengidentifikasi dan memprioritaskan investasi yang berkualitas, khususnya infrastruktur, (ii) mengkaji mekanisme yang dapat mendukung implementasi leading practices principles tersebut, (iii) meningkatkan keterbukaan informasi yang terkait dengan investasi, dan (iv) meningkatkan kapasitas pasar keuangan sebagai sumber pembiayaan investasi jangka panjang untuk infrastruktur dan UMKM.
Bank Indonesia berpartisipasi aktif dalam berbagai fora kerjasama internasional baik pada tataran regional maupun multilateral. Berbagai isu strategis dibahas dalam fora internasional menyikapi perkembangan kondisi perekonomian terkini dan upaya bersama untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan.
d. Terkait upaya pembangunan infrastruktur: (i) meningkatkan iklim investasi yang kondusif dan keterlibatan sektor swasta dalam investasi infrastruktur PPP, (ii) melanjutkan kerja sama dengan World Bank dan menyambut baik upaya World Bank Group meningkatkan kapasitas pembiayaannya untuk investasi infrastruktur, serta (iii) regional development banks dan OECD. e. Terkait upaya mendorong stabilitas sistem keuangan global, reformasi sektor keuangan dilakukan melalui (i) pencegahan dampak sistemik lembaga keuangan besar (too-bigto-fail problem), (ii) mengurangi ketidakpastian dalam pengaturan dan penyelesaian masalah lembaga keuangan lintas batas, (iii) review struktur keanggotaan Financial Stability Board (FSB) dan memastikan FSB tetap siap untuk menanggapi berbagai tantangan yang dihadapi pada masa transisi. f. Terkait upaya reformasi governance IMF: (i) menegaskan kembali pentingnya IMF sebagai institusi berbasis kuota dan (ii) mendorong negara-negara anggota untuk segera meratifikasi reformasi kuota IMF 2010. Pembahasan mengenai permasalahan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
75
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
tersebut akan dilanjutkan di 2015 apabila sampai dengan akhir 2014, ratifikasi secara keseluruhan oleh negara anggota IMF tersebut belum tercapai. Partisipasi aktif Bank Indonesia juga dilakukan pada pembahasan level teknis di working group maupun berbagai rapat koordinasi antar instansi. Bank Indonesia saat ini aktif dalam 2 sub group Global Partnership on Financial Inclusion (GPFI) sebagai co-chair sub group regulation and SSB, anggota sub group SME Finance, dan Development Working Group (DWG) khususnya mengenai financial inclusion dan remitansi. Terkait financial inclusion, Bank Indonesia telah memberikan masukan khususnya terkait 4 area utama penyempurnaan Financial Inclusion Action Plan (updated FIAP). Terkait strategi penguatan investasi dan pembangunan infrastruktur, Bank Indonesia menekankan pentingnya penyusunan strategi memperhatikan permasalahan dan kondisi domestik negara anggota serta tidak hanya tidak hanya menitikberatkan fokus pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melainkan juga kesinambungannya. 3.4.2. Kerja sama IMF Bank Indonesia menjalin kerja sama dengan Monetary and Capital Markets Department IMF dalam bentuk pemberian bantuan Technical Assitance (TA) terkait pendalaman pasar keuangan. Cakupan TA terdiri atas: i) diversifikasi dan pendalaman sektor keuangan, yaitu pasar uang (rupiah dan valas) dan pasar modal (obligasi dan pasar ekuitas); ii) pengembangan lembaga keuangan non-bank dalam rangka diversifikasi dan perluasan basis investor dalam negeri; iii) meningkatkan kerangka peraturan untuk pengawasan sektor keuangan dan peraturan sekuritas. Pelaksanaan TA direncanakan akan berlangung selama periode 2013-2016. Sebelum triwulan laporan, telah dilaksanakan TA tahap I yang menghasilkan beberapa rekomendasi IMF dengan fokus pada Interbank Swap Market dan Interbank Repo Market. Rekomendasi terkait Interbank Swap Market bertujuan untuk (i) pengembangan pasar uang Rupiah, (ii) pengembangan Forex spot market, (ii) pengenalan dokumentasi standar Interbank International Securities Dealers Association Contract (ISDA) dan Credit Support Annex (CSA), (iii) peningkatan financial literacy, (iv) penghapusan ketentuan yang menghambat FX hedging, dan (v) Peningkatan insentif untuk corporate hedging. Sedangkan rekomendasi terkait Interbank Repo Market bertujuan untuk (i) review lebih lanjut aspek hukum dari master repo arrangements and repos, (ii) pendekatan untuk mengatasi kompleksitas dari operasional transaksi repo, (iii) perbaikan penentuan harga repo, dan (iv) peningkatan insentif guna mendorong pelaku pasar masuk ke pasar repo. Pelaksanaan TA pada triwulan II-2014 dilanjutkan dengan tahap II, yaitu pendalaman analisa dan rekomendasi yang telah disampaikan sebelumnya pada tahap I, antara lain mengkaji ketentuan, menyusun beberapa peraturan hukum dan perubahan operasional pada pasar swap dan repo, serta melaksanakan peningkatan financial literacy. 3.4.3. Kerja sama ASEAN Kerja sama di ASEAN terus dikembangkan dengan fokus utama Bank Indonesia meliputi integrasi sektor perbankan, sektor keuangan, dan pengembangan sistem pembayaran di wilayah ASEAN. Pada triwulan II-2014, proses integrasi sektor keuangan ASEAN khususnya perbankan tengah dibahas dalam Task Force on ASEAN Banking Integration Framework (ABIF) dengan Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia sebagai co-chairs. Dalam
76
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
pembahasan integrasi sektor perbankan ASEAN, telah disepakati asas resiprokal sebagai salah satu prinsip dasar. Negara-negara yang telah memiliki akses pasar perbankan di Indonesia diharapkan dapat membuka akses pasar yang setara dan timbal balik (resiprokal) kepada perbankan Indonesia. Adapun persyaratan bank-bank yang dapat beroperasi di ASEAN harus memenuhi kriteria Qualified ASEAN Bank (QAB) yang ditetapkan dalam Pedoman ABIF. Selain agenda integrasi sektor perbankan, ASEAN juga memiliki agenda integrasi sektor jasa keuangan. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia bersama-sama dengan Kementerian Keuangan dan OJK secara intensif membahas Protokol ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) Paket ke-6 dalam forum teknis Working Committee on Financial Services Liberalisation (WC-FSL). 3.4.4. Kerja sama EMEAP EMEAP merupakan forum kerja sama antar bank sentral dan otoritas moneter di wilayah Asia Timur dan Pasifik, yang bertujuan untuk memperkuat hubungan kerja sama dan koordinasi antar negara anggota. Pada triwulan II-2014, Bank Indonesia berpartisipasi aktif dalam pertemuan level Gubernur dan Deputi Gubernur EMEAP bersama dengan sepuluh bank sentral dan otoritas moneter lainnya. Dalam pertemuan tersebut membahas: (i) perkembangan dan outlook perekonomian global ditengah ketidakpastian normalisasi kebijakan bank-bank sentral utama negara maju, (ii) risiko yang masih menjadi tantangan berat bagi kebijakan moneter di negara-negara anggota EMEAP, dan (iii) perlunya reformasi struktural untuk meningkatkan potensi pertumbuhan jangka panjang. Dalam upaya pencegahan dan penanganan krisis, EMEAP telah mempersiapkan Crisis Management and Resolution Framework (CMRF). Dengan CMRF, bank-bank sentral anggota EMEAP memiliki mekanisme koordinasi dan kerangka kebijakan yang harmonis sehingga pencegahan krisis melalui kerja sama regional dapat dilakukan secara lebih efektif. Pada triwulan laporan, EMEAP telah melakukan simulasi eskalasi informasi krisis diantara negaranegara anggota.
3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan Bank Indonesia melakukan berbagai program komunikasi khususnya transparansi kebijakan dan pelaksanaan tugasnya kepada publik. Pelaksanaan komunikasi di Bank Indonesia berpedoman pada prinsip komunikasi RACE (Research, Action Plan, Communication, dan Evaluation). Setiap kegiatan komunikasi yang dilakukan selalu mengedepankan riset dan perencanaan. Evaluasi juga selalu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas kegiatan komunikasi kedepan. Komunikasi kebijakan dilakukan secara bertahap dan terencana, mulai dari pre-launching, launching, sampai dengan post launching kebijakan. Pada triwulan II-2014, komunikasi kebijakan sektor moneter umumnya dilakukan dalam rangka pendalaman pasar keuangan dan kebijakan suku bunga (BI Rate). Dari sisi kebijakan suku bunga, Bank Indonesia selama triwulan II-2014 tetap mempertahankan suku bunga pada level 7,5%. Kebijakan ini masih sesuai dengan arah kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia yaitu dalam rangka mengarahkan inflasi ke kisaran 4,5±1% di tahun 2014 dan 3,5±1% di tahun 2015. Kebijakan ini juga masih sejalan dalam rangka mengendalikan defisit transaksi berjalan.
Komunikasi kepada stakeholders merupakan salah satu instrumen kebijakan yang ditujukan untuk mendukung efektivitas pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia. Berbagai program komunikasi kebijakan dilakukan untuk meningkatkan pemahaman publik dan mengelola ekspektasi stakeholders.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
77
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sebagai bentuk publikasi rutin tahunan, Bank Indonesia meluncurkan Buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2013 dengan tema “Menjaga Stabilitas, Mendorong Reformasi Struktural untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan”. Selain memaparkan berbagai dinamika ekonomi dan respons kebijakan yang ditempuh, LPI juga menyampaikan rekomendasi penguatan kebijakan dalam meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia ke depan, yaitu (i) menjaga disiplin dan komitmen kebijakan makroekonomi, baik fiskal maupun moneter, dalam mengarahkan ekonomi ke arah pertumbuhan yang lebih berkelanjutan, (ii) memperkuat integrasi dan interaksi berbagai kebijakan dalam merespon tantangan yang semakin kompleks, (iii) meningkatkan ketahanan sistem keuangan untuk menopang tetap terkendalinya penyesuaian ekonomi (economic adjustment), dan (iv) mendorong reformasi struktural yang dapat meningkatkan kapabilitas industri sehingga dapat menunjang pertumbuhan ekonomi lebih kuat tanpa dibarengi kenaikan defisit transaksi berjalan dan peningkatan tekanan inflasi. Dari sisi pendalaman pasar keuangan, Bank Indonesia melakukan peresmian Indonesia Foreign Exchange Market Committee (FEMC) atau Komite Pasar Valuta Asing oleh Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, Ketua Perbanas, dan Ketua Komite Pasar Valuta Asing. Komite Indonesia FEMC akan bertanggung jawab memberikan masukan yang konstruktif dalam penyusunan atau penyesuaian berbagai peraturan yang diterbitkan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Untuk menegaskan peranannya, Indonesia FEMC juga menyerahkan secara simbolis Market Code of Conduct (CoC) kepada Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan. CoC ini merupakan wujud kesepakatan para pelaku pasar kepada otoritas untuk turut serta membangun pasar keuangan Indonesia yang kredibel, resilien, terjaga stabilitasnya, terus berkembang dan kondusif untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional, serta mampu bersaing di pasar internasional. Dalam rangka pelaksanaan komunikasi kebijakan di bidang stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia meluncurkan Buku Laporan Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) semester I-2014. KSK merupakan salah satu publikasi Bank Indonesia yang disusun sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia di bidang pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Tujuan pelaporan tersebut adalah untuk (i) meningkatkan wawasan masyarakat dalam memahami stabilitas sistem keuangan, (ii) mengkaji risiko-risiko finansial terhadap stabilitas sistem keuangan, (iii) menganalisa perkembangan dan permasalahan dalam sistem keuangan, dan, (iv) merekomendasikan kebijakan untuk mendorong dan memelihara sistem keuangan yang stabil. Dalam buku tersebut, Bank Indonesia menggarisbawahi arah kebijakan makroprudensial 2014 yang difokuskan pada langkah-langkah untuk memitigasi risiko sistemik termasuk transmisinya dari risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar melalui penguatan asesmen dan surveillance, penguatan koordinasi BI-OJK, penguatan akses keuangan kelompok usaha dan masyarakat kecilmenengah, serta peningkatan likuiditas pasar melalui pendalaman pasar. Kegiatan asesmen dan surveillance menjadi salah satu early warning tools dalam memitigasi potensi terjadinya risiko sistemik di sistem keuangan. Sementara itu, untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para Hakim mengenai isu-isu spesifik di bidang kebanksentralan dan sektor jasa keuangan, Bank Indonesia menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai Kerja sama Pelatihan Hakim di Bidang Kebanksentralan dan Sektor Jasa Keuangan dengan Mahkamah Agung dan Otoritas Jasa Keuangan, sekaligus memulai pelaksanaan pelatihan hakim tahun 2014. Pelatihan ini dimaksudkan agar dapat membantu para Hakim dalam menangani berbagai tindak pidana di sektor keuangan yang masih kerap terjadi. Kegiatan pelatihan ini akan dilakukan secara reguler dengan target para Hakim yang bertugas di seluruh Indonesia.
78
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Di sisi sistem pembayaran, pada triwulan laporan Bank Indonesia menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Rupiah Sebagai Lambang Kedaulatan Bangsa dan Kewajiban Penggunaan Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Seminar Nasional ini merupakan upaya bersama otoritas, pelaku usaha maupun penegak hukum untuk mendorong penggunaan Rupiah di pasar domestik demi menegakkan Rupiah sebagai lambang kedaulatan bangsa. 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan Dalam rangka meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang ilmu kebanksentralan, Bank Indonesia melaksanakan kegiatan pengajaran kebanksentralan. Untuk memperluas area yang dijangkau, Bank Indonesia menjalin kerja sama dengan kalangan akademisi di seluruh Indonesia, khususnya perguruan tinggi. Selain itu, Bank Indonesia juga mengembangkan matakuliah kebanksentralan dan memberikan bantuan dana penelitian terkait topik kebanksentralan. Selama triwulan II-2014, Bank Indonesia telah mengirimkan tenaga pengajar kebanksentralan sebagai dosen tamu ke 29 perguruan tinggi di berbagai wilayah Indonesia yang sudah memiliki Nota Kesepahaman (MoU). Guna mempererat hubungan dengan akademisi, Bank Indonesia juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang memiliki kerja sama dengan Bank Indonesia untuk melaksanakan kegiatan magang. Peserta magang diharapkan dapat memperoleh pengalaman khususnya dalam melakukan penelitian di bidang kebanksentralan. Sampai dengan triwulan II-2014, terdapat 6 mahasiswa yang melakukan magang sebagai asisten peneliti di Bank Indonesia. Lebih lanjut, Bank Indonesia secara rutin menyelenggarakan Lokakarya Kebanksentralan kepada guru SMA/SMK di berbagai wilayah Indonesia. Pada triwulan II-2014, lokakarya kebanksentralan telah diselenggarakan sebanyak 4 kali, yaitu di Singaraja, Banda Aceh, Labuan Bajo dan Pangkalpinang. Melalui penyelenggaraan lokakakarya ini, diharapkan para guru SMA/SMK dapat meneruskan pemahaman mengenai kebanksentralan kepada lingkungannya sehingga masyarakat dapat memperoleh pemahaman yang baik tentang kebanksentralan dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan edukasi kepada masyarakat diluar lingkungan perguruan tinggi antara lain (i) Training of Trainers (TOT) kepada kalangan pemandu museum di wilayah Jakarta, (ii) Edukasi Keuangan Inklusif, (3) Edukasi kebanksentralan kepada kalangan SMA/SMK Jabodetabek dalam program Museum Goes to School, dan (iv) pengajaran kepada publik yang melakukan kunjungan ke Bank Indonesia. Selain kalangan akademisi dan masyarakat umum, Bank Indonesia juga melaksanakan program edukasi kepada kalangan profesional dalam bentuk seminar, forum diskusi, dan kursus. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut menghadirkan pembicara/narasumber dan pengajar dari kalangan akademisi, praktisi, dan tokoh/pengamat politik dan ekonomi yang mumpuni di bidangnya. Para profesional yang mengikuti kegiatan ini juga berasal dari berbagai institusi di Indonesia dan manca negara. Pada triwulan II tahun 2014, Bank Indonesia telah melakukan kegiatan Round Table Discussion (RTD) sebanyak 3 kali di Jakarta dengan topik (i) Indonesia 2014, Ekonomi dan Politik, (ii) Islamic Private Equity: The Emerging Product With Tremendous Potential, bekerja sama dengan Bank Negara Malaysia (BNM), serta (iii) Ekonomi dan Politik: Peran Leadership Terhadap Pembangunan Ekonomi Nasional, bekerja sama dengan Lemhanas. Selain
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
79
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
itu, Bank Indonesia juga menyelenggarakan kegiatan seminar nasional di Jakarta yang mengusung tema “Arah Baru Indonesia: Leadership Menuju Kemapanan Ekonomi Nasional dan Regional.” Lebih lanjut, Bank Indonesia bekerja sama dengan Center for Central Banking Studies, Bank of England, juga telah menyelenggarakan kegiatan Bank Indonesia Central Banking Courses (BI-CBC) sebagai program edukasi kepada profesional di Indonesia dan manca negara. Topik-topik yang dibawakan yaitu (i) Financial Programming and Policies (FPP) dan (ii) Forecasting in Central Banks. FPP adalah program yang dirancang oleh IMF’s Institute for Capacity Development yang bertujuan untuk meningkatkan capacity building pelaksana di bidang analisis ekonomi makro dalam rangka pengambilan kebijakan perekonomian dengan penguatan hubungan antara empat sektor ekonomi utama yakni sektor riil dan harga, sektor fiskal, sektor moneter, dan sektor eksternal. 3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional Investor Relations Unit (IRU) Bank Indonesia berfungsi sebagai single point of contact di Bank Indonesia bagi stakeholders internasional. IRU telah melaksanakan berbagai program komunikasi kepada stakeholders utama, yakni investor dan opinion leaders yang berpengaruh dalam menentukan persepsi mengenai Indonesia, antara lain lembaga pemeringkat, lembaga multilateral, think tank dan akademisi internasional. Sebagai koordinator upaya peningkatan sovereign credit rating Indonesia, IRU melakukan strategi komunikasi yang aktif kepada lembaga pemeringkat (rating agencies). Komunikasi yang aktif dan fasilitasi pelaksanaan annual visit Standard&Poor’s (S&P) oleh IRU pada tanggal 17-20 Maret 2014 telah menghasilkan afirmasi atas long-term foreign currency rating Indonesia pada level BB+ dan outlook stable pada tanggal 28 April 2014. Dengan afirmasi rating ini, Indonesia masih berada pada posisi 1 notch di bawah investment grade berdasarkan S&P. Sebagai salah satu sarana diseminasi kepada investor atas berbagai kebijakan dan perkembangan terkini perekonomian Indonesia, pada triwulan II-2014 IRU telah menyelenggarakan investor conference call dengan tema Indonesia Recent Economic Development and Monetary Policy Update, May 2014. Pembicara dalam conference call tersebut adalah Anggota Dewan Gubernur, Kepala Pusat Kebijakan APBN – Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, dan Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jendral Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan. Keberadaan otoritas perekonomian Indonesia untuk memberikan klarifikasi dan penegasan atas kondisi perekonomian terkini sangat efektif untuk meningkatkan market confidence terhadap upaya stabilisasi perekonomian Indonesia ditengah berbagai risiko baik domestik maupun eksternal. IRU juga melakukan kegiatan investor briefing untuk menyampaikan update kondisi perekonomian Indonesia sebagai informasi penting dalam pengambilan keputusan investasi investor. Selama triwulan II-2014, kegiatan tersebut memperoleh animo yang tinggi, tercermin dari permintaan briefing dari investor sebanyak 8 kali, diantaranya dari 2 investor utama, 1 investor baru atau yang belum pernah melakukan kunjungan sebelumnya, dan 1 opinion maker. Selain menjadi sarana untuk mendiseminasikan informasi mengenai
80
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
perkembangan perekonomian Indonesia terkini, kegiatan ini juga digunakan sebagai sarana tukar menukar informasi sehingga diharapkan Bank Indonesia mendapat masukan yang bermanfaat bagi perumusan kebijakan. Koordinasi dengan Investor Relations (IR) perbankan dan korporasi juga dilakukan melalui pelaksanaan Forum Koordinasi Investor Relations Bank Dan Korporasi 2014. Forum Koordinasi ini bertujuan untuk memberikan update perkembangan kondisi makroekonomi dari sisi fiskal dan moneter, sekaligus meningkatkan rating awareness. Dalam forum tersebut diperoleh pula feedback dari bank dan korporasi sebagai masukan bagi penyelarasan strategi komunikasi IRU secara umum. Dengan memperhatikan kondisi pasar yang kondusif, Pemerintah melakukan penerbitan surat utang pertama Pemerintah Republik Indonesia dalam denominasi Euro. Dalam rangka penerbitan Euro Bond tahun 2014 dimaksud, pada triwulan laporan IRU bersamasama dengan Kementerian Keuangan melaksanakan Non Deal Roadshow di sejumlah kota di Eropa. Kegiatan tersebut menarik minat investor yang tinggi sebagaimana tercermin dari jumlah investor yang ditemui baik secara one-on-one maupun group meeting, yaitu lebih dari 35 investor. Penawaran yang masuk mengalami oversubscribed sebesar 6.7 kali. Dengan tingkat kupon 2.875% dan yield 2.976%, Pemerintah berhasil menghimpun dana sebesar EUR1 miliar dengan tenor 7 tahun. Berdasarkan jenis investor, alokasi surat utang sbb: Fund Manager (65%), Banks (15%), Central Banks (12%), Dana Pensiun/Asuransi (8%). Sementara itu, berdasarkan wilayah, alokasi adalah sbb: Asia (24%), UK (24%), Jerman/ Austria (19%), US (18%), Switzerland (4%), Lainnya (11%). Upaya peningkatan persepsi positif mengenai perekonomian Indonesia didukung pula oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Luar Negeri (KPwLN) melalui pelaksanaan kegiatan hubungan investor, khususnya dengan lembaga rating dan investor utama. Pada triwulan II-2014, KPwLN New York telah memfasilitasi pertemuan high level dengan S&P dan Moody’s di sela pertemuan IMF/World Bank Spring Meeting 2014. KPwLN New York menjadi narasumber pada Indonesia Investment and Trade Day dalam rangka mempromosikan potensi Indonesia sebagai tujuan investasi dan mitra perdagangan bagi kalangan dunia usaha di Kanada. Disamping itu, KPwLN London juga telah melakukan pertemuan dengan investor Eropa dalam Joint Conference yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia bekerja sama dengan Macquaire Bank. Sementara itu, KPwLN Singapura telah melakukan pertemuan dengan salah satu investor utama obligasi RI. Pertemuan dengan lembaga rating dan investor utama tersebut dilakukan untuk membangun hubungan baik dan menjaga persepsi positif terhadap ekonomi Indonesia, serta menjawab concerns terkait perekonomian Indonesia dan memperoleh feedback. Adapun key messages yang disampaikan oleh KPwLN pada umumnya ditekankan pada beberapa topik yang menjadi isu strategis selama triwulan II-2014, antara lain: - Kebijakan ekonomi Indonesia yang difokuskan pada pencapaian stabilitas (stabilization over growth) di tengah tantangan eksternal dan domestik. Bauran kebijakan yang ditempuh baik oleh Bank Indonesia maupun Pemerintah terutama dilakukan untuk mengendalikan inflasi dan defisit current account serta memitigasi dampak lebih lanjut dari gejolak perekonomian global. - Upaya pendalaman pasar keuangan khususnya pasar uang yang ditempuh oleh BI sebagai bagian dari reformasi struktural dan ditujukan antara lain agar pasar keuangan Indonesia lebih resilient.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
81
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
- Pelaksanaan Pemilu tidak akan mengubah kebijakan ekonomi Indonesia secara drastis. Konsistensi kebijakan ekonomi tersebut telah terbukti dalam pelaksanaan beberapa pemilu sebelumnya yang berjalan dengan lancar dan tidak diikuti dengan perubahan kebijakan ekonomi secara radikal. Dalam rangka melakukan diseminasi informasi kepada stakeholders eksternal, IRU senantiasa melakukan pengkinian data dan informasi ekonomi Indonesia secara berkala melalui website IRU Bank Indonesia.
82
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
Dalam rangka mendukung terwujudnya akuntabilitas pelaksanaan tugas pokok Bank Indonesia yang berlandaskan tata kelola organisasi yang baik, selama triwulan II-2014, Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan strategic support yang berpegang pada prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi kepada publik.
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
4.1. Manajemen Strategi dan Kinerja Pencapaian Bank Indonesia di bidang stabilitas moneter masih diwarnai dengan kondisi pemulihan ekonomi global sehingga menghadapi tantangan dalam pencapaiannya.
Menindaklanjuti arah dan kebijakan Bank Indonesia 2014 yang telah ditetapkan oleh Dewan Gubernur, seluruh satuan kerja di Bank Indonesia melaksanakan strategi sesuai kewenangan dan target kinerja yang telah disepakati. Sesuai siklus Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja Bank Indonesia, pada triwulan II-2014 dilakukan proses pengendalian strategis melalui evaluasi terhadap pelaksanaan dan pencapaian strategi dalam pertemuan progress review kinerja secara berkala, baik untuk pencapaian keseluruhan strategi BI maupun masing-masing satuan kerja. Selain itu, proses pengendalian dalam manajemen strategis juga didukung evaluasi berkala lainnya antara lain dalam bentuk pertemuan antara Dewan Gubernur dengan seluruh pemimpin satuan kerja (management meeting). Evaluasi terhadap pelaksanaan strategi dan pencapaian kinerja Bank Indonesia dilakukan melalui pengukuran pencapaian IKU. Evaluasi dilakukan untuk monitoring dan masukan untuk memastikan pencapaian target-target yang diharapkan sampai akhir tahun nanti. Pencapaian IKU Bank Indonesia untuk periode triwulan II-2014 sebagaimana pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Bank Indonesia Posisi Juni 2014 No.
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama (IKU)
Target
1 Stabilitas nilai Rupiah IKU 1 Tingkat inflasi (IHK) yoy 4,5% ± 1% 2 Kondisi moneter stabil IKU 2 Efektivitas transmisi kebijakan moneter* Efektif IKU 3 Rata-rata volatilitas nilai tukar Rp/USD Angka tertentu IKU 4 Tingkat keyakinan terhadap kredibilitas kebijakan moneter** ≥4,5 (skala1-6) 3 Sistem keuangan stabil IKU 5 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) ≤ 2,00 IKU 6 Tingkat keyakinan terhadap kredibilitas kebijakan makroprudensial** ≥4,5 4 Sistem Pembayaran lancar, aman, dan efisien IKU 7 Tingkat kehandalan sistem pembayaran BI (RTGS, SSSS, SKN): 100% • Tingkat kehandalan sistem pembayaran BI (RTGS, SSSS, SKN) ≥ 99,95% • % Downtime layanan aplikasi kritikal SP dan infrastruktur pendukung** 100% IKU 8 Peningkatan transaksi SP retail (APMK dan uang elektronik) Q2: 1xPDB IKU 9 Tingkat ketersediaan dan kualitas uang layak edar** Q-2: 50% • Tingkat soil level Minimal 6 • Terpenuhinya permintaan jumlah dan pecahan ULE oleh perbankan 100% • Pembukaan kas titipan baru 2
Pencapaian s.d Juni 2014 6,70% Efektif 11% 4,83 0,78 (skala1-6) 4,84 72,03% 100% 44% 1,48 49% 4,5 100% 2
* Pengukuran melalui 4 jalur transmisi kebijakan moneter yaitu suku bunga, nilai tukar, likuiditas dan ekspektasi inflasi ** Pengukuran dilakukan oleh lembaga surveyi independen yang ditunjuk oleh Bank Indonesia
Sampai dengan posisi akhir Juni 2014, pencapaian di bidang stabilitas moneter dan sistem keuangan, pelaksanaan tugas Bank Indonesia masih diwarnai dengan kondisi pemulihan ekonomi global sehingga menghadapi tantangan dalam pencapaiannya. Penguatan framework bauran kebijakan, koordinasi dengan lembaga terkait, dan komunikasi kebijakan tetap menjadi fokus penguatan untuk mendukung efektivitas kebijakan Bank Indonesia ke depan. Untuk mengakselarasi pencapaian sasaran strategis dan IKU BI 2014, Dewan Gubernur Bank Indonesia juga telah menetapkan 12 Program Kerja Inisiatif (PK Inisiatif ) yang menjadi prioritas untuk dilaksanakan. Pelaksanaan PK Inisiatif dengan koordinasi intensif antar satuan kerja mengacu pada Initiative Charter yang memuat kegiatan utama dan target deliverable yang harus dicapai. Perkembangan pelaksanaan inisiatif sampai dengan triwulan II-2014 secara umum sesuai dengan rencana kegiatan yang telah dijadwalkan.
84
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
Bidang Moneter:
Di bidang moneter dilaksanakan dua inisiatif, yakni:
1. Inisiatif No. 1. Memperkuat kerangka kerja bauran kebijakan Bank Indonesia yang mengintegrasikan kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran untuk mendukung tercapainya sasaran inflasi nasional.
Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat pengendalian inflasi dari sisi permintaan dan penawaran. Hingga triwulan II-2014, telah dilaksanakan beberapa kegiatan antara lain penyusunan draf ketentuan mengenai kerangka kebijakan utama Bank Indonesia yang akan menjadi acuan implementasi kerangka kerja bauran kebijakan, penyusunan kajian term structure suku bunga sebagai sasaran operasi moneter, pedoman pembentukan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan kajian rekomendasi program ketahanan pangan dalam rangka pengendalian inflasi.
2. Inisiatif No. 2. Mengoptimalkan strategi pengelolaan nilai tukar yang mencerminkan kondisi fundamental untuk mendukung ketahanan eksternal. Tujuan utama inisiatif ini adalah untuk mewujudkan stabilitas nilai tukar yang sesuai dengan keseimbangan internal dan eksternal. Hingga triwulan II-2014, telah dilaksanakan beberapa kegiatan antara lain kajian penyempurnaan penentuan nilai tukar, kajian mekanisme pembantukan nilai tukar yang konvergen, dan monitoring rata-rata transaksi harian, rasio volume transaksi spot foreign exchange terhadap PDB dan volume perdagangan. Bidang Stabilitas Sistem Keuangan:
Di bidang stabilitas sistem keuangan dilaksanakan tiga inisiatif, yaitu:
3. Inisiatif No. 3. Memperkuat strategi mewujudkan pasar keuangan yang dalam dan efisien untuk mendukung efektivitas transmisi kebijakan dan pembiayaan sektor produktif. Inisiatif ini bertujuan mendorong terwujudnya pasar keuangan yang dalam dan efisien melalui kebijakan yang dapat menciptakan instrumen pasar keuangan baru dalam mendukung pembiayaan sektor produktif. Sampai dengan triwulan II-2014, telah dilakukan beberapa kegiatan antara lain penerbitan code of market conduct serta sosialisasinya, dan penyelesaian beberapa draf ketentuan dan rencana pengaturan. 4. Inisiatif No. 4. Memperkuat dan mendorong Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) termasuk mewujudkan makroprudensial yang efektif dalam menjaga ketahanan, intermediasi, dan efisiensi sistem keuangan nasional. Inisiatif ini bertujuan memperkuat dan mendorong SSK termasuk mewujudkan makroprudensial yang efektif dalam menjaga ketahanan, intermediasi, dan efisiensi sistem keuangan nasional. Sampai dengan triwulan II-2014, telah dilaksanakan penyusunan draft handbook pengawasan makroprudensial, penyusunan PBI pengaturan dan pengawasan makroprudensial, serta pengembangan database makroprudensial dan Network Attached Storage (NAS). 5. Inisiatif No. 5. Memperkuat sinergi dan kolaborasi BI dengan pihak terkait dalam rangka mengembangkan sektor riil, UMKM, dan akses keuangan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
85
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
Inisiatif ini bertujuan mewujudkan keuangan inklusif yang terarah, efisien, dan sinergis. Sampai dengan triwulan II-2014, telah disusun rancangan database sistem informasi perkembangan klaster ketahanan pangan, penetapan wilayah/komoditas klaster ketahanan pangan, profiling lembaga pendamping program wirausaha, rencana pelaksanaan sosialisasi dan edukasi mengenai keuangan, TabunganKU dan Basic Saving Account, penjajakan potensi daerah untuk implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD), serta penyiapan penyusunan sistem informasi keuangan inklusif (Modul Financial Identification Number dan LKD).
Bidang sistem pembayaran:
Di bidang sistem pembayaran dilaksanakan dua inisiatif, sebagai berikut:
6 Inisiatif No. 6 Meningkatkan efisiensi transaksi perekonomian melalui implementasi Gerbang Pembayaranan Nasional (GPN) dan perluasan penggunaan instrumen non tunai.
Inisiatif ini bertujuan mendorong inovasi pembayaran ritel melalui fasilitasi penggunaan uang elektronik dan meningkatkan efisiensi industri pembayaran ritel di Indonesia. Sampai dengan triwulan II-2014, telah dilakukan beberapa kegiatan yaitu penetapan wilayah uji coba di 38 desa oleh bank penerbit uang elektronik, penyusunan logo dan materi edukasi uang elektronik, penetapan kawasan UI Depok, IPB Bogor, dan Universitas Sumatera Utara sebagai lokasi implementasi LCS.
7. Inisiatif No. 7. Meningkatkan ketersedian uang layak edar (ULE).
Inisiatif ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan uang rupiah yang berkualitas baik dalam jumlah yang cukup dan denominasi yang sesuai kebutuhan. Kegiatan utama inisiatif dilakukan dalam bentuk pembangunan Sentra Pengelolaan Uang (SPU). Sampai dengan triwulan II-2014, telah dilakukan profiling konsultan cash centre dan penyampaian usulan pemilihan lokasi SPU dan DKU.
Bidang manajemen intern :
Di bidang manajemen intern dilaksanakan lima inisiatif, yakni:
8. Inisiatif No. 8. Strategi penguatan manajemen keuangan dan pengendalian anggaran yang mendukung kinerja BI melalui pengembangan Sistem Keuangan Bank Indonesia (SKBI).
Tujuan inisiatif ini adalah menyempurnakan SKBI melalui pengembangan aplikasi yang terintegrasi. Kegiatan sampai dengan triwulan II-2014 antara lain penyusunan jadwal penyelesaian SKBI.
9. Inisiatif No. 9. Mengembangkan organisasi dan menerapkan sistem Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang efektif dan efisien, serta kultur baru BI.
86
Tujuan inisiatif ini adalah penyempurnaan sistem MSDM, pemenuhan kebutuhan SDM secara kuantitas dan kualitas, serta perilaku pegawai yang selaras dengan nilai-nilai strategis. Sampai dengan triwulan II-2014, telah disusun desain awal penyempurnaan organisasi dan manajemen sumber daya manusia yang akan disesuaikan dengan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
10. Inisiatif No. 10. Membangun persepsi positif BI di dalam dan luar negeri.
Tujuan inisiatif ini adalah memperkuat aliansi strategis dan meningkatkan persepsi positif terhadap Bank Indonesia. Sampai dengan triwulan II-2014, telah dilakukan penyempurnaan program komunikasi isu kritikal BI, laporan kajian strategi komunikasi hubungan investor 2014, draf awal kerangka kebijakan internasional BI, aliansi strategis dengan mitra dialog melalui side meeting dengan bank sentral negara lain dalam pertemuan G-20, penyusunan possible intervention point pada fora internasional, dan perancangan ruang visitor center di Kantor Pusat.
11. Inisiatif No. 11. Memantapkan koordinasi dan kerja sama dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia-Otoritas Jasa keuangan (OJK) pasca pengalihan fungsi pengawasan bank ke OJK.
Inisiatif ini bertujuan untuk memastikan terlaksananya pengalihan fungsi perbankan, perijinan, pengaturan, dan pengawasan perbankan ke OJK tepat waktu dan kualitas. Sampai dengan triwulan II-2014, telah diselesaikan juklak mekanisme kerja makroprudensial-mikroprudensial, sosialisasi perlindungan konsumen sistem pembayaran, edukasi dan sosialisasi arah kebijakan sistem pembayaran ke depan, pemetaan dalam keterwakilan Bank Indonesia dan OJK dalam fora internasional, serta pembahasan cross cutting issues dalam fora kerja sama internasional.
12. Inisiatif No. 12. Menyusun Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI). Inisiatif ini secara khusus dilakukan untuk mendorong maksimalisasi potensi organisasi untuk mewujudkan Visi Bank Indonesia tahun 2024. Upaya ini juga sejalan dengan peran Bank Indonesia pasca UU No.21 Tahun 2011 mengenai Otoritas Jasa Keuangan, yang mengharuskan Bank Indonesia untuk menyesuaikan arah, struktur maupun tata kerja organisasinya. Hingga triwulan II-2014, telah diselesaikan rumusan opsi positioning dan institutional strategy BI, gambaran AFSBI dan strategic DMP (Board Level), strategi setiap fungsi, strategi - model bisnis BI, serta opsi quick-wins tahun 2014.
4.2. Manajemen Risiko Tantangan dan dinamika perubahan yang cepat menuntut Bank Indonesia untuk senantiasa meningkatkan pengelolaan risiko secara terintegrasi dalam rangka mendukung pengambilan keputusan yang lebih kredibel. Sesuai review Manajemen Risiko Bank Indonesia (MRBI) pada 2013-2014, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan framework MRBI, pengembangan early warning system/risk alert manajemen risiko, serta pengintegrasian financial risk management dan procurement risk management kedalam enterprise-wide risk management. Ketiga area penyempurnaan tersebut didukung pula dengan penguatan tata kelola dan organisasi manajemen risiko, strategi manajemen risiko, aktivitas manajemen risiko, pelaporan dan komunikasi risiko, alat pendukung manajemen risiko dan budaya serta kapabilitas manajemen risiko. Selain itu, dilakukan pula penyempurnaan framework, pengaturan dan koordinasi Manajemen Keberlangsungan Tugas Bank Indonesia (MKT-BI) mengacu kepada ISO 22301 Business Continuity Management System (BCM System) yang merupakan leading practice standard BCM System saat ini. Pada triwulan II-2014, Bank Indonesia memperkuat manajemen risiko strategis (MRS) melalui implementasi early warning system/risk alert berdasarkan pendekatan risk based strategic planning. Risk alert dimaksudkan sebagai sarana peringatan dini bagi Pimpinan Bank Indonesia dalam mengelola risiko utama Bank Indonesia, yaitu risiko-risiko yang
Pada triwulan II-2014, Bank Indonesia memperkuat Manajemen Risiko Bank Indonesia melalui implementasi risk alert sebagai sarana peringatan dini dan pelaksanaan asesmen risiko yang menunjang decisionmaking process Rapat Dewan Gubernur.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
87
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
paling signifikan memengaruhi Bank Indonesia. Risiko dimaksud meliputi risiko-risiko yang berdampak pada penurunan kredibilitas/reputasi Bank Indonesia, tuntutan hukum terhadap Bank Indonesia, kerugian finansial bagi Bank Indonesia dan risiko operasional Bank Indonesia yang bersifat persisten. Penyampaian risk alert dimaksud kepada Pimpinan Bank Indonesia diselaraskan dengan siklus perencanaan strategis Bank Indonesia. Bank Indonesia juga melakukan penyempurnaan asesmen risiko pada bahan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG) Mingguan agar proses pengambilan keputusan prinsipil dan strategis oleh Dewan Gubernur semakin kredibel. Untuk meningkatkan integrasi pengelolaan risiko, Bank Indonesia berupaya untuk menyelaraskan antara fungsi manajemen risiko dengan fungsi audit intern sehingga dapat memberikan sinergi yang optimal bagi pencapaian tujuan Bank Indonesia. Ke depan, penyempurnaan dan penguatan MRBI diharapkan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kredibilitas Bank Indonesia sejalan dengan dinamika perubahan dan menguatnya tantangan yang harus dihadapi Bank Indonesia.
4.3. Audit Intern Penyelesaian tindak lanjut temuan BPKRI terhadap Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia sejak 1999 sampai dengan 2013 telah mencapai 86,59% atau sebanyak 1.562 butir dari total 1.804 butir temuan.
Proses pencapaian sasaran strategis Bank Indonesia dikawal melalui pelaksanaan fungsi audit intern yang meliputi kegiatan audit (assurance) dan konsultansi (consulting) terhadap aspek tata kelola organisasi (governance), manajemen risiko (risk management), dan pengendalian intern (internal control) dalam operasional kegiatan Bank Indonesia. Kegiatan audit selama triwulan II-2014 dilakukan dengan mengidentifikasi dan memetakan kembali proses bisnis di Bank Indonesia sehubungan adanya penyesuaian organisasi akibat beralihnya fungsi pengawasan bank ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemetaan kembali proses bisnis tersebut bertujuan untuk meyakini kesesuaian proses aktual dengan ketentuan, yang secara bertahap telah dilakukan terhadap 6 area yaitu Logistik, Keuangan Inklusif, Pengelolaan Uang, Keuangan Intern, Sistem Informasi dan Statistik. Sampai dengan triwulan II-2014, pelaksanaan audit tahunan telah mencapai 51,7% dari rencana yang ditetapkan. Kegiatan konsultansi diberikan untuk internal Bank Indonesia dalam rangka perbaikan implementasi dan desain ketentuan. Untuk mendukung kelancaran dan kualitas kegiatan audit dan konsultansi, kompetensi auditor internal senantiasa ditingkatkan melalui sertifikasi auditor internal nasional dan internasional. Fungsi Audit Intern berperan pula sebagai fasilitator dalam kegiatan audit Badan Pemeriksa Keuangan – Republik Indonesia (BPK-RI) termasuk monitoring penyelesaian hasil audit. Sampai dengan triwulan II-2014, penyelesaian tindak lanjut temuan BPK-RI terhadap Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) sejak 1999 sampai dengan 2013 telah mencapai 86,59% atau sebanyak 1.562 butir dari total 1.804 butir temuan. Fungsi Audit Intern ini secara terus menerus disempurnakan dan dikemas dalam suatu Roadmap Pengembangan DAI 2014 – 2018 yang mencakup aspek Sumber Daya Manusia, aspek Kebijakan dan Prosedur, aspek Struktur Organisasi, serta aspek Database dan Sistem Informasi Audit Intern (SIAI) yang diharapkan semakin memperkuat keberadaan dan peran fungsi Audit Intern di Bank Indonesia.
88
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
4.4. Keuangan Intern Pelaksanaan kebijakan manajemen keuangan intern diarahkan dalam upaya meningkatkan pelaksanaan good governance dan memelihara sustainabilitas keuangan Bank Indonesia guna mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan. Pelaksanaan good governance pengelolaan keuangan internal Bank Indonesia antara lain tercermin dari opini Wajar Tanpa Pengecualian atas Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) Tahun 2013 dari BPK-RI. Berdasarkan LKTBI periode 2013 (audited), Bank Indonesia mencatat surplus sebelum pajak sebesar Rp42.198 miliar, terutama karena adanya penerimaan dari selisih kurs transaksi valuta asing sebesar Rp33.568 miliar. Total aset Bank Indonesia pada akhir tahun 2013 tercatat sebesar Rp1.648.675 miliar atau meningkat 8,50% dibandingkan total aset pada akhir tahun 2012. Kenaikan total aset tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan aset valas dalam bentuk giro dan deposito serta kenaikan jumlah Surat Berharga Negara RI yang dimiliki Bank Indonesia.
Pada triwulan II-2014, Bank Indonesia memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian atas Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2013 dari BPK-RI.
Bank Indonesia melaksanakan realisasi Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) 2014 dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia dengan tetap berlandaskan pada prinsip transparansi, efektivitas, dan kepatutan. Sampai dengan triwulan II-2014, realisasi ATBI 2014 untuk Pos Penerimaan sebesar Rp48.289 miliar (120,36% dari ATBI 2014) yang terdiri dari penerimaan operasional sebesar Rp13.483 miliar dan penerimaan kebijakan sebesar Rp34.806 miliar. Sedangkan Pos Pengeluaran sebesar Rp16.191 miliar (51,34% dari ATBI 2014) yang terdiri dari pengeluaran operasional sebesar Rp2.801 miliar dan pengeluaran kebijakan sebesar Rp13.390 miliar. Dengan demikian, posisi keuangan Bank Indonesia mencatat surplus sebesar Rp32.098 miliar. Surplus tersebut dipengaruhi penerimaan yang berasal dari selisih kurs karena transaksi valas dan pendapatan bunga dari pengelolaan devisa serta pelaksanaan operasi moneter. Selain itu, Bank Indonesia juga telah melakukan penyusunan Rencana ATBI 2015 untuk diajukan kepada Dewan Gubernur. Selanjutnya, ATBI Operasional akan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) guna memperoleh persetujuan. Terkait pelaksanaan implementasi Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (KAKBI) sampai dengan triwulan II-2014, telah dilakukan evaluasi dan monitoring implementasi KAKBI, termasuk tindak lanjut yang diperlukan antara lain berupa: a. Penyelesaian permasalahan perlakuan akuntansi swap operasi moneter, baik dari aspek legal (ketentuan), aplikasi, maupun pelaporan akuntansi. b. Penyusunan laporan keuangan per 30 Juni 2014 yang telah menggunakan format laporan keuangan sesuai KAKBI. c. Selain itu, Bank Indonesia juga memfasilitasi penyediaan narasumber dari Komite Penyusun KAKBI untuk keperluan IMF Technical Assistance on Financial Market Deepening dan merencanakan sosialisasi KAKBI kepada stakeholders pada triwulan III-2014.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
89
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
4.5. Sistem Informasi Pada triwulan II-2014, dukungan sistem informasi Bank Indonesia tetap diarahkan untuk meningkatkan kualitas data yang dibutuhkan dalam perumusan kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan, serta kelancaran sistem pembayaran nasional.
Guna meningkatkan layanan Sistem Informasi (SI), Bank Indonesia melakukan penguatan kualitas pengelolaan SI melalui penerapan teknologi terkini maupun perbaikan tata kelola (governance) SI. Dalam rangka meningkatkan kualitas layanan SI melalui penerapan teknologi terkini, saat ini tengah dibangun Data Center (DC) baru yang menerapkan standar internasional. DC baru didisain untuk dapat memenuhi standar yang dikeluarkan oleh TIA942 (Telecommunication Industry Association) yang merupakan acuan bagi pengembangan dan operasional DC di seluruh dunia. Selain mengacu kepada TIA-942, DC baru juga didisain dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi DC terkini seperti konsolidasi, virtualisasi, dan green DC. Melalui DC baru ini, diharapkan aspek keamanan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability) dari layanan SI dapat meningkat sehingga kualitas layanan Bank Indonesia kepada masyarakat dapat meningkat. Saat ini pengembangan DC baru sedang dalam tahap instalasi perangkat dan diperkirakan dapat beroperasi pada triwulan IV-2014. Pada triwulan II-2014, Bank Indonesia mengimplementasikan sistem baru dalam pengelolaan helpdesk dan aset Teknologi Informasi (TI). Pengembangan sistem baru ini selain untuk memperbaharui teknologi juga untuk meningkatkan tata kelola (governance) di area service desk dan asset management. Dalam service desk, sistem baru akan meningkatkan layanan helpdesk TI Bank Indonesia yang saat ini melayani seluruh permasalahan TI Bank Indonesia. Sementara modul asset management akan melengkapi sistem pengelolaan aset yang telah ada, yaitu pengelolaan spesifikasi teknis aset TI. Dengan sistem baru ini, aset TI yang dimiliki oleh Bank Indonesia akan lebih dapat dioptimalkan. Sejak tahun 2010, Bank Indonesia memiliki inisiatif melakukan integrasi informasi dengan fokus pada integrasi sistem pelaporan bank. Pilot project atas inisiatif ini adalah membangun sistem pelaporan bank umum syariah yang berbasis kamus data dengan menggunakan teknologi XBRL. Teknologi XBRL merupakan teknologi yang umum digunakan pada pelaporan industri keuangan di kawasan Eropa dan Amerika. Pada bulan Mei 2014 pelaporan bank umum syariah telah menggunakan sistem baru, setelah menjalankan masa paralel run dengan sistem lama guna memastikan kualitas informasi yang dihasilkan. Selain mengembangkan dan mengimplementasikan teknologi terkini, Bank Indonesia juga melakukan perbaikan pada tata kelola (governance) sistem informasi melalui penerbitan penyempurnaan Surat Edaran Intern yang mengatur prosedur pengembangan aplikasi. Disamping itu saat ini juga tengah disusun peraturan berupa Peraturan Dewan Gubernur (PDG) dan Surat Edaran Intern yang mengatur mengenai tata kelola sistem informasi Bank Indonesia. Dalam rangka memperbaiki perencanaan pengembangan sistem informasi Bank Indonesia saat ini tengah disusun Rencana Strategis Sistem Informasi Bank Indonesia (Renstra SIBI) periode 2014 – 2018. Renstra SIBI ini disusun guna merencanakan dukungan SI (khususnya dalam pengembangan aplikasi dan teknologi) pada sektor stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan manajemen intern. Pada triwulan II–2014, selain melakukan pengembangan dalam rangka peningkatan kualitas dan kapasitas SI, pengelolaan SI juga melakukan dukungan pada seluruh sektor di BI. Dukungan pada sektor stabilitas moneter diwujudkan melalui pengembangan beberapa aplikasi yang informasinya digunakan dalam rangka pengambilan kebijakan di bidang moneter seperti pengembangan aplikasi survei, statistik, maupun sistem pelaporan. Selain itu dalam rangka mendukung pelaksanaan operasi moneter, saat ini tengah dikembangkan sistem informasi pengelolaan moneter yang berisikan informasi terkait data pasar uang, pasar modal, SBN, dan lainnya.
90
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
Dukungan pada sektor Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) diwujudkan melalui penyediaan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan analisis dan pengambilan kebijakan SSK. Pengembangan aplikasi yang dilakukan untuk sektor ini antara lain adalah pengembangan database makroprudensial. Guna mendukung ketersediaan informasi Lembaga Jasa Keuangan, Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sejak awal tahun 2014 Bank Indonesia dan OJK telah membentuk Forum Koordinasi Pertukaran Informasi dan Sistem Pelaporan Lembaga Jasa Keuangan (FKPISP) yang bertujuan untuk merumuskan sistem pertukaran informasi antar kedua lembaga sehingga kedua lembaga dapat menjalankan fungsinya masing-masing. Sementara dukungan pada sektor Sistem Pembayaran dilakukan melalui pengembangan dan operasional aplikasi yang mendukung kelancaran sistem pembayaran nasional. Dalam sistem pembayaran non tunai, saat ini tengah dikembangkan Sistem Kliring Nasional dan RTGS yang diharapkan dapat diselesaikan pada triwulan IV-2014 ini. Sementara dukungan terhadap sistem pembayaran tunai lebih difokuskan pada kualitas layanan SI yang mendukung pengedaran uang. Adapun dukungan pada sektor manajemen intern bertujuan untuk meningkatkan tata kelola (governance) seperti pengembangan aplikasi manajemen SDM, e-procurement, manajemen aset, dan audit intern. Sementara itu guna mendukung komunikasi dengan pihak internal maupun eksternal, saat ini tengah dikembangkan sistem kehumasan, sarana komunikasi internal, dan contact center.
4.6. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) 4.6.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia Terkait dengan penyempurnaan organisasi Bank Indonesia, pada triwulan II–2014 telah dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Koordinasi lintas satker dalam rangka pemetaan proses bisnis satker yang dilanjutkan dengan workshop penyusunan proses bisnis sebagai pembekalan bagi tim teknis lintas satuan kerja, 2. Melakukan evaluasi kebijakan MSDM dan SOLA yang akan menjadi masukan bagi penyusunan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) dan Organisasi dan SDM BI (OSBI), dan 3. Penyusunan Term of Reference (TOR) untuk pelaksanaan OSBI. 4.6.2. Pemenuhan dan Pengembangan SDM
Kebijakan Bank Indonesia di bidang organisasi dan SDM diarahkan pada penyempurnaan organisasi, pemenuhan dan pengembangan SDM, dan internalisasi nilai-nilai strategis Bank Indonesia yang baru.
Mempertimbangkan kebutuhan SDM berdasarkan perencanaan kebutuhan SDM tahun 2014 s.d. 2018, Bank Indonesia melakukan pemenuhan dari eksternal melalui rekrutmen calon pegawai dan dari internal melalui mutasi dan promosi pegawai di berbagai level/ jabatan. Program pengembangan SDM yang dilaksanakan pada triwulan II-2014 adalah: a. On Boarding, ditujukan bagi calon pegawai baru sebagai pembekalan pengetahuan dan praktikal melalui klasikal dan On the Job Training (OJT).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
91
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
b. Leadership Development Program (LDP): yakni pembekalan aspek–aspek kepemimpinan baik teknis maupun perilaku yang ditujukan untuk pegawai yang memperoleh kenaikan jabatan/kepangkatan. c. Competency Development Program (CDP), ditujukan untuk pengembangan kompetensi yang dilakukan melalui kegiatan Peningkatan Mutu Ketrampilan (PMK) dalam bentuk short course, seminar, benchmarking, dll. d. Program Tugas Belajar (PTB), pengembangan pegawai yang bersifat jangka panjang dengan melaksanakan program tugas belajar S2 maupun S3 baik di dalam negeri maupun di luar negeri. e. Penugasan dan Attachment/Technical Assistance: Program pengembangan pegawai Bank Indonesia yang bersifat penugasan (lebih dari 1 tahun), attachment dan technical assistance (kurang dari 1 tahun) baik di lembaga negara, pemerintah atau perusahaan swasta di dalam negeri atau diluar negeri. Program penugasan dilakukan antara lain di International Monetary Fund (IMF), Asean Macro Economics Research Office (AMRO), Islamic Research and Training Institute (IRTI), dan lembaga dalam negeri seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Sekretariat Wakil Presiden, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara itu, program attachment dilakukan di lembaga internasional seperti Deutsche Bundesbank, Reserve Bank of Australia, De Nederlandsche Bank, Australian Prudential Regulation Authority, dan The South East Asian Central Banks (SEACEN) Center. f. International Conference, Workshop, Course: Program kegiatan internasional dalam bentuk seminar, workshop, maupun pelatihan. Pelaksanaannya bekerja sama dengan lembaga-lembaga internasional seperti The SEACEN Center, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Toronto Centre dan Deutsche Bundesbank. 4.6.3. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia Sebagai bentuk Program Transformasi Budaya Kerja, Bank Indonesia telah mencanangkan program internalisasi Nilai-nilai Strategis (NNS) yang baru dan Change Program yang terdiri dari program generik dan program spesifik satuan kerja. Program generik dilaksanakan di seluruh satuan kerja untuk meningkatkan budaya berbagi informasi, efisiensi dan efektivitas pekerjaan, serta tepat waktu. Sedangkan program spesifik dilakukan di satuan kerja yang mengalami perubahan organisasi dan didesain untuk menyelaraskan budaya kerja di satuan kerja. Pada triwulan II–2014, telah dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Sosialisasi NNS melalui pelaksanaan berbagai kegiatan yang melibatkan lebih dari 2000 pegawai organik dan non organik, b. Sosialisasi NNS melalui berbagai media cetak dan online internal Bank Indonesia, c. Sosialisasi NNS oleh Change Agent di masing-masing satuan kerja, dan d. Survei tingkat awareness pegawai atas NNS yang baru.
92
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
4.7. Aspek Hukum Bank Indonesia mengawal proses perumusan, penetapan, dan pelaksanaan suatu kebijakan serta kegiatan operasional Bank Indonesia agar senantiasa memenuhi aspek governance serta sejalan dengan prinsip hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bank Indonesia juga mendukung proses perumusan perundang-undangan yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Dalam hal terdapat perkara hukum, Bank Indonesia memberikan pendampingan dan bantuan hukum kepada pelaksana tugas kedinasan. Pada triwulan II-2014, Bank Indonesia menghasilkan 22 peraturan baik yang diberlakukan kepada eksternal maupun internal Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran, dan manajemen intern. Ketentuan eksternal yang dikeluarkan terdiri dari 4 Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan 7 Surat Edaran Ekstern (SE Ekstern) (daftar PBI dan SE Ekstern sebagaimana lampiran). Sementara itu, ketentuan internal yang diterbitkan terdiri dari 3 Peraturan Dewan Gubernur dan 8 Surat Edaran Intern. Pada triwulan II-2014, Bank Indonesia melakukan legal drafting/review peraturan perundang-undangan Bank Indonesia di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran untuk memastikan sinkronisasi terhadap peraturan perundanganundangan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait. Substansi peraturan di bidang moneter antara lain terkait operasi moneter dan operasi moneter syariah, penerimaan devisa hasil ekspor, dan penarikan utang luar negeri. Peraturan di bidang sistem pembayaran antara lain mengenai penerbitan uang rupiah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 2014. Adapun di bidang stabilitas sistem keuangan, peraturan yang dibahas antara lain terkait pengawasan makroprudensial.
Pada triwulan II-2014, Bank Indonesia menghasilkan 22 peraturan yang terdiri dari 4 Peraturan Bank Indonesia, 7 Surat Edaran Ekstern, 3 Peraturan Dewan Gubernur, dan 8 Surat Edaran Intern di bidang moneter, sistem pembayaran, dan manajemen intern.
Bank Indonesia juga melakukan kajian hukum dengan fokus penguatan kewenangan Bank Indonesia, antara lain terkait kewenangan Bank Indonesia dalam pengaturan utang luar negeri swasta, kewenangan Bank Indonesia paska berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan di bidang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dan kaitannya dengan penyelenggaraan layanan sistem pembayaran serta layanan keuangan oleh Bank Indonesia kepada perbankan dan lembaga lain. Untuk meningkatkan harmonisasi dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Bank Indonesia menyempurnakan produk hukum yang meliputi Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Dewan Gubernur, Surat Edaran Bank Indonesia, serta keputusan pejabat Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah melakukan diskusi dengan pakar hukum di bidang peraturan perundang-undangan dan menyusun kajian hasil perbandingan produk hukum dengan beberapa instansi/kementerian lain, termasuk Kementerian Hukum dan HAM. Kajian tersebut digunakan sebagai masukan dalam penyempurnaan Peraturan Dewan Gubernur tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Bank Indonesia dan Keputusan Bank Indonesia. Dalam penyusunan rancangan undang-undang yang materinya terkait langsung dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia, Bank Indonesia aktif berkontribusi dalam pembahasan dan penyusunan naskah akademik, antara lain untuk Rancangan Undang-Undang Perbankan, Rancangan Undang-Undang Bank Indonesia, Rancangan Undang-Undang Perubahan Harga Rupiah, Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Tunai,
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
93
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
Rancangan Undang-Undang tentang Keuangan Negara, dan Rancangan Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian. Selain itu, Bank Indonesia juga memberikan kontribusi dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah antara lain dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan Perseroan, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perkoperasian, dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Khusus untuk pendalaman materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang Bank Indonesia dan dalam rangka mendukung upaya pengembangan serta pembangunan hukum nasional, Bank Indonesia melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi seperti Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada untuk melakukan penelitian hukum mengenai peran Bank Indonesia sebagai Lender of The Last Resort (LoLR). Pada triwulan laporan, Bank Indonesia telah menangani sejumlah perkara hukum baik perdata maupun tata usaha negara, serta memberikan bantuan hukum kepada pelaksana tugas kedinasan baik pegawai maupun mantan pegawai Bank Indonesia yang sedang menjalani proses pemeriksaan oleh penegak hukum. Permasalahan hukum Bank Indonesia merupakan isu yang senantiasa dikelola secara tepat agar tidak menimbulkan dampak pada reputasi Bank Indonesia sebagai lembaga negara dan bank sentral negara Republik Indonesia.
4.8. Program Sosial Bank Indonesia Pelaksanaan PSBI pada triwulan II-2014 didominasi pemberian bantuan kepada masyarakat dalam rangka pemberdayaan ekonomi, peningkatan sarana prasarana pendidikan dan keagamaan, serta peningkatan pemahaman masyarakat.
94
Bank Indonesia melaksanakan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dalam rangka mewujudkan kepedulian sosial kepada lingkungannya. Pada 2014, tema yang diangkat adalah “Mendorong Pembangunan Ekonomi yang Kuat, Berkesinambungan dan Inklusif”, yang diimplementasikan dalam beberapa aspek, yaitu aspek ekonomi, edukasi publik, pendidikan, sosial, keagamaan, lingkungan hidup, kesehatan, kebudayaan dan bencana alam. Pelaksanaan PSBI pada triwulan II-2014 didominasi pemberian bantuan kepada masyarakat dalam rangka pemberdayaan ekonomi, peningkatan sarana prasarana pendidikan dan keagamaan, serta peningkatan pemahaman masyarakat khususnya terkait pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Dalam pelaksanaannya, PSBI dilakukan di berbagai wilayah melalui jaringan Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia. Hingga triwulan II-2014, Bank Indonesia telah melaksanakan berbagai PSBI. Dari aspek ekonomi UMKM, salah satu program PSBI adalah berupa bantuan sarana dan prasarana produksi pertanian budidaya jahe kepada Urban Poor Consortium di Jakarta Timur dan alat produksi peternakan kepada kelompok tani di Labuhan Ratu. Bank Indonesia juga memberikan bantuan pengadaan infrastruktur umum berupa perbaikan jembatan di Padang. Dari aspek pendidikan dan keagamaan, PSBI dilaksanakan melalui 99 kegiatan renovasi/ pembangunan sarana prasarana pendidikan dan keagamaan di beberapa wilayah diantaranya Menado, Maluku Tenggara, Sorong Papua, Sumenep, Padang, Garut, Cianjur, Bojonegoro, Sukoharjo dan Banyuwangi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
Dari aspek edukasi publik, pemberian bantuan PSBI berupa dukungan penyelenggaraan seminar, talkshow dan kegiatan akademis lainnya yang bermanfaat dalam meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan diantaranya berpartisipasi dalam Perbanas Economy Days melalui seminar “Pengembangan Financial Inclusion Melalui Branchless Banking dan Product Innovation” di Surabaya dan Economics Sholarship And Career Expo (ESCO) 2014 di Bandung. Selain itu, diselenggarakan pula seminar “Interkoneksi Sistem Pembayaran Di Indonesia Dalam Mendukung National Payment Gateway (NPG) Yang Aman Dan Efisien”, serta talkshow Introducing E-money Implementation and Protection di Jakarta. Hingga triwulan II-2014, penyerapan anggaran PSBI sebesar 19,3% atau senilai Rp19,1 miliar.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
95
BAB IV Manajemen Intern Bank Indonesia
96
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
Lampiran Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan II - 2014
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
97
1. PERATURAN BANK INDONESIA
No
Nomor PBI
Tanggal
1
16/7/PBI/2014
7 April 2014
2
16/9/PBI/2014
8 April 2014
3
16/8/PBI/2014
8 April 2014
Perihal Perubahan keernpat atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang
Elektronik (Electronic Money)
4
Penerimaan Devisa Hasil Expor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri
16/10/PBI/2014
14 Mei 2014
2. SURAT EDARAN EKSTERN No
Nomor PBI
Tanggal
Perihal
1
16/4/DKEM
7 April 2014
Perubahan keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/1/DInt tanggal 15
Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank
2
Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8
8 April 2014
Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit
Valuta Asing oleh Bank
3
16/6/DPU
17 April 2014
Penyelenggaraan Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas
4
16/7/DSta
22 April 2014
Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/37/DSta tanggal
5 September 2013 perihal Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan
Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
5
98
16/5/DPM
16/8/DPSP
20 Mei 2014
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20
November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana
dan Penatausahaan Surat Utang Negara
6
16/9/DSta
26 Mei 2014
Penerimaan Devisa Hasil Ekspor
7
16/10/DSta
26 Mei 2014
Penarikan Devisa Utang Luar Negeri
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
Daftar Istilah
Administered prices :
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur Pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik.
BI Rate :
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.
Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS)
:
Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan sistem transfer dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
Bank Indonesia – Scripless Securities : Settlement System (BI-SSSS)
Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System, merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
Basic Saving Account :
Tabungan untuk perorangan dengan persyaratan mudah dan ringan yang diterbitkan secara bersama oleh bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Branchless Banking :
Strategi pemberian layanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang.
Cadangan Devisa
:
Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka, wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri.
Capital Adequacy Ratio :
Rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank.
Clean Money Policy :
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar.
Credit Default Swap :
Kontrak swap, dimana pembeli melakukan pembayaran ke penjual dan sebagai imbalannya menerima hak untuk memperoleh pembayaran bila kredit mengalami default atau kejadian lain yang tercantum dalam credit event, misalnya kebangkrutan atau restrukturisasi.
Debt Service Ratio :
Rasio yang mencerminkan pembayaran utang suatu negara terhadap ekspor barang dan jasa.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
99
100
Debt to GDP Ratio :
Rasio yang mencerminkan kemampuan perekonomian suatu negara dalam memproduksi barang dan jasa untuk membayar utang luar negeri.
Dana Pihak Ketiga
Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
:
Deflasi :
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum.
Deposit Facility :
Fasilitas penempatan dana perbankan di Bank Indonesia dalam rangka operasi moneter.
Devisa Hasil Ekspor
Devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor.
:
Emerging market :
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi.
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek :
Fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang dialami oleh bank.
Financial Inclusion/ : (Keuangan Inklusif)
Pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem : Keuangan
Forum yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar lembaga dalam memelihara stabilitas sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta memperkuat ketahanan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Lembaga yang menjadi anggota forum dimaksud yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan.
Giro Wajib Minimum
:
Jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto)
:
Indikator ekonomi yang mencerminkan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu.
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan :
Indikator kinerja stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan yang mencakup perbankan, pasar saham dan pasar obligasi, dan membantu mengidentifikasi potensi tekanan di sistem keuangan.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK)
:
Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks konsumen, yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat luas.
Inflasi inti
:
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi inflasi. Inflasi inti diperoleh dari angka inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
Inflation Targeting Framework :
Kerangka kebijakan moneter forward-looking yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan kepada publik.
Investment grade :
Peringkat layak investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat.
Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR)
:
Suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi PUAB di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR.
Jakarta Interbank Spot Dollar Rate : (JISDOR)
Kurs referensi harga USD/IDR berdasarkan kurs transaksi valuta asing terhadap rupiah antarbank di pasar domestik secara real time.
Kliring :
Perhitungan utang piutang antara para peserta kliring secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan suat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan (clearing).
Lender of The Last Resort :
Salah satu fungsi utama bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem perekonomian yakni dengan pemberian kredit atau pembiayaan kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana.
Lending facility :
Fasilitas penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka operasi moneter.
Less Cash Society :
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran non tunai.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
:
Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank umum.
Likuiditas :
Kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity).
Makroprudensial :
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan.
Mikroprudensial :
Pendekatan regulasi keuangan yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya.
National Payment Gateway (NPG)
:
Kebijakan yang menitikberatkan pada upaya mengarahkan industri pembayaran untuk bekerjasama menciptakan platform standar sistem atau infrastruktur yang dapat digunakan secara bersama.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) :
Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembeliandan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
101
102
Neraca Transaksi Berjalan
:
Bagian dari neraca pembayaran yang mencatat lalu lintas barang dan jasa suatu negara.
Non Performing Loan (NPL)
:
Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Non Performing Financing (NPF)
:
Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah.
Operasi Moneter
:
Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).
Pasar Uang Antar Bank (PUAB O/N) :
Kegiatan pinjam meminjam dalam rupiah dan/atau valuta asing antar Bank Konvensional dengan jangka waktu satu hari (overnight).
Protokol Manajemen Krisis (PMK)
:
Pedoman dan tata cara dalam melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan penanganan krisis.
Prinsipal :
Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan atau jaringan antar anggotanya baik berperan sebagai penerbit dan acquirer dalam transaksi Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan pada satu perjanjian tertulis. Sedangkan yang dimaksud dengan acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang (i) melakukan kerjasama dengan pedagang sehingga pedagang mampu memproses transaksi APMK yang diterbitkan oleh pihak selain acquirer yang bersangkutan, (ii) bertanggung jawab atas penyelesaian pembayaran kepada pedagang.
Repo :
Perjanjian untuk membeli kembali.
Repurchase Agreement :
Transaksi penjualan instrumen efek antara dua belah pihak yang diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas efek yang sama dengan harga tertentu yang disepakati.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
:
Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
Surat Berharga Negara
:
Surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah dan Surat Berharga Syariah Negara dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
:
Sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional.
Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)
:
Suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah Bank.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
:
Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
Sovereign Credit Rating :
Peringkat hutang dari suatu lembaga negara yang berdaulat yaitu pemerintah. Sovereign Credit Rating mengindikasikan tingkat risiko dari sebuah lingkungan investasi dari suatu negara dan digunakan oleh investor asing yang ingin berinvestasi di negara tersebut.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah
:
Tim lintas instansi yang melakukan pemantauan perkembangan inflasi daerah dan mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait pengendalian inflasi.
Transaksi Reverse Repo
:
Transaksi pembelian Surat Berharga oleh peserta Operasi Pasar Terbuka (OPT) dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
Uang Kartal
:
Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia.
Uang Kartal Yang Diedarkan
:
Uang yang berada di masyarakat dan di khasanah perbankan.
Wajar Tanpa Pengecualian
:
Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Volatile food :
Komponen inflasi IHK yang dominan dipengaruhi oleh kejutan dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun internasional.
Yield :
Imbal hasil.
Surat Utang Negara (SUN)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
103
Daftar Singkatan ABIF : ASEAN Banking Integration Framework AFSBI : Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia APMK : Alat Pembayaran Menggunakan Kartu ASEAN : The Association of Southeast Asian Nations ATM : Anjungan Tunai Mandiri BI-CAC : Bank Indonesia-Counterfeit Analysis Center BI : Bank Indonesia BI-CBC : Bank Indonesia-Central Banking Courses BI-RTGS : Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement BI-SILK : Bank Indonesia-Sistem Informasi Layanan Kas BI-SSSS : Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System BPS : Badan Pusat Statistik bps : Basis Point BUMD : Badan Usaha Milik Daerah BUMN : Badan Usaha Milik Negara CIKUR : Ciri Keaslian Uang Rupiah COC : Code of Conduct DAU : Dana Alokasi Umum DF : Deposit Facilities DHE : Devisa Hasil Ekspor DPK : Dana Pihak Ketiga DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DSR : Debt Service Ratio EKU : Estimasi Kebutuhan Uang EMEAP : Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks ETP : Electronic Trading Platform FASBI : Fasilitas Simpanan Bank Indonesia FASBIS : Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah FIN : Financial Identity Number FKSSK : Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan FPJP : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek GDP : Gross Domestic Product GWM : Giro Wajib Minimum IDI : Informasi Debitur Individual IFEMC : Indonesia Foreign Exchange Market Committee IHK : Indeks Harga Konsumen IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan
104
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
IKNB : Industri Keuangan Non Bank IKU : Indikator Kinerja Utama IMF : International Monetary Fund IRU : Investor Relations Unit ITF : Inflation Targeting Framework JIBOR : Jakarta Interbank Offered Rate KI : Kredit Investasi KK : Kredit Konsumsi KMK : Kredit Modal Kerja KPR : Kredit Perumahan Rakyat KPwDN BI : Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia KPwLN BI : Kantor Perwakilan Luar Negeri Bank Indonesia KUPVA BB : Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank KUR : Kredit Usaha Rakyat LCS : Less Cash Society LKD : Layanan Keuangan Diigital LKPBU : Laporan Kantor Pusat Bank Umum LKTBI : Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia LOLR : Lender of The Last Resort LPI : Laporan Perekonomian Indonesia LSMK : Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan LTV : Loan to Value MKT-BI : Manajemen Keberlangsungan Tugas Bank Indonesia MRBI : Manajemen Risiko Bank Indonesia NAB : Nilai Aktiva Bersih NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia NPG : National Payment Gateway NPI : Neraca Pembayaran Indonesia NPL : Non Performing Loan OJK : Otoritas Jasa Keuangan OM : Operasi Moneter OPT : Operasi Pasar Terbuka PBI : Peraturan Bank Indonesia PDB : Produk Domestik Bruto PDG : Peraturan Dewan Gubernur Pemilu : Pemilihan Umum Perum Peruri : Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia PIHPS : Pusat Informasi Harga Pangan Strategis PK Inisiatif : Program Kerja Inisiatif PKL : Penyelenggara Kliring Lokal PLN : Pinjaman Luar Negeri PMA : Penanaman Modal Asing PMK : Protokol Manajemen Krisis PSBI : Program Sosial Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014
105
PUAB O/N : Pasar Uang Antar Bank Overnight qtq : quarter to quarter RDG : Rapat Dewan Gubernur Repo : Repurchase Agreement ROA : Return on Asset ROE : Return on Equity RR-SBN : Reverse Repo-Surat Berharga Negara RTE : Rincian Transaksi Ekspor SBI : Sertifikat Bank Indonesia SBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBN : Surat Berharga Negara SE : Surat Edaran SF : Standing Facilities SHPR : Survei Harga Properti Residensial SID : Sistem Informasi Debitur SIPN : Sistem Informasi harga bagi Petani dan Nelayan SIPNAS : Sistem Informasi Perkreditan Nasional SK : Survei Konsumen SKBI : Sistem Keuangan Bank Indonesia SKDU : Survei Kegiatan Dunia Usaha SKNBI : Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia SKSR : Survei Khusus Sektor Riil SP : Survei Perbankan SPE : Survei Penjualan Eceran SPIME : Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi SPU : Sentra Pengelolaan Uang SSK : Stabilitas Sistem Keuangan SULNI : Statistik Utang Luar Negeri Indonesia SUSPI : Statistik Utang Sektor Publik Indonesia TMF : Transaksi Modal dan Finansial TPI : Tim Pengendali Inflasi TPID : Tim Pengendali Inflasi Daerah TUKAB : Transaksi Uang Kartal Antar bank UKM : Usaha Kecil dan Menengah ULE : Uang Layak Edar ULN : Utang Luar Negeri UMKM : Usaha Mikro Kecil dan Menengah UPB : Uang Pecahan Besar UPK : Uang Pecahan Kecil UTLE : Uang Tidak Layak Edar UU : Undang-Undang UYD : Uang Kartal yang Diedarkan Valas : Valuta Asing yoy : year on year
106
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014