TRANSFORMASI-5
Transforming Administration Strengthening Innovation (TRANSFORMASI) Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan yang Baik Laporan Triwulan III Tahun 2015
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
Daftar Isi Latar Belakang .................................................................................................................................................................................................... 2 1. Dampak Fiskal Reformasi Birokrasi ............................................................................................................................................ 4 2. Pembangunan Kapasitas Pengelolaan Keuangan Daerah ............................................................................................... 6 2.1. Pelatihan Keuangan Daerah (PKD) ...................................................................................................................................... 7 2.2. Jabatan Fungsional ‘Analis Keuangan Pusat dan Daerah (AKPD)’ .............................................................. 10 3. Pembiayaan Perubahan Iklim ........................................................................................................................................................ 11 3.1. Mekanisme Hibah untuk Pembiayaan RAD GRK ....................................................................................................... 11 3.2. Opsi Kebijakan Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang Lebih Tepat Sasaran ............................... 12 3.3. Opsi Kebijakan Subsidi Listrik yang Lebih Tepat Sasaran ............................................................................... 12 Tim Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan yang Baik ........................................................................................................ 17
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
1
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
Latar Belakang Reformasi birokrasi di Indonesia merupakan langkah penting untuk meningkatkan daya saing ekonomi, mengurangi kesempatan korupsi, dan memperkuat pelayanan publik, khususnya ketika pemerintah Indonesia berusaha mencegah terjadinya ‘middle-income trap’. Administrasi publik di Indonesia saat ini belum mampu menyediakan pelayanan publik yang efisien dan efektif yang berorientasi pada kebutuhan warga. Berdasarkan data peringkat internasional, rendahnya tingkat pelayanan publik merupakan salah satu penyebab lambatnya pembangunan ekonomi dan masyarakat di Indonesia. Aparatur sipil negara kurang mendapat pelatihan yang baik, rotasi jabatan dilakukan terlalu sering, dan promosi serta penyesuaian gaji tidak berorientasi kinerja. Perubahan pola pikir aparatur sipil negara sangat diperlukan untuk melayani publiK secara wajar. Dampak fiskal dari reformasi birokrasi kurang mendapat perhatian dari tahap awal serta kurangnya alternatif model pembiayaan. Meskipun target reformasi birokrasi tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019 serta diterjemahkan ke dalam Grand Design Reformasi Birokrasi dan road-map reformasi birokrasi pada tingkat pusat dan daerah, implementasi antar daerah sangat berbeda satu dengan lainnya tergantung dari “political will” dari masing-masing daerah. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berusaha membangun program reformasi birokrasi nasional dengan pendekatan menyeluruh, melakukan review atas efektivitas biaya, memperkenalkan orientasi kinerja dan mengedepankan profesionalisme dalam penyediaan layanan publik. Program TRANSFORMASI (Transforming Administration Strengthening Innovation) memberikan dukungan bagi stakeholder terkait di tingkat pusat dan daerah dalam perumusan dan implementasi kebijakan, pengembangan instrumen dan mekanisme untuk penguatan “ evidence based policy making” serta mempromosikan inovasi pelayanan publik yang ramah lingkungan dalam rangka menciptakan birokrasi yang bersih, efektif, efisien, dan akuntabel serta berorientasi pada layanan. Tujuan TRANSFORMASI adalah untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan administrasi publik yang lebih efektif, efisien, akuntabel dan berorientasi warga. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi program ini tidak hanya membangun pendekatan untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada, tetapi juga memberikan kontribusi untuk implementasi yang berkelanjutan. Pendekatan pada tingkat nasional dan daerah diidentifikasi, disempurnakan, dan disosialisasikan. Program ini mengedepankan pendekatan berbagi pengetahuan yang dapat mendukung pelaku utama reformasi birokrasi untuk secara bersama-sama membangun pendekatan untuk mengatasi permasalahan, mengidentifikasi praktek implementasi yang berhasil, mereplikasikannya pada tingkat nasional dan membagi pengalaman dalam diskusi-diskusi internasional di ASEAN dan OECD-OPSI (Observatory of Public Sector Innovation) dan OECD Knowledge Sharing Alliance (KSA). Dengan demikian, diharapkan dapat diciptakan rangkaian umpan balik antara standar dan inovasi di berbagai bidang reformasi birokrasi pada tataran global, nasional, dan daerah. Untuk memperlancar upaya reformasi birokrasi di Indonesia, program TRANSFORMASI mengedepankan pendekatan ‘multi-level’ dan ‘multi-stakeholder’, bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Apratur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Lembaga Administrasi Negara, Badan Kepegawaian Negara, dan Asosiasi Pemerintah Kota (APEKSI).
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
2
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
TRANSFORMASI mengembangkan konsep, pengalaman, dan solusi bersama-sama dengan mitra kerja untuk mendukung percepatan reformasi birokrasi yang ditetapkan oleh KemenPAN-RB. Kegiatan yang dilakukan saat ini merupakan kelanjutan dari implementasi instrumen yang telah dibangun oleh program kerjasama sebelumnya, seperti coaching clinic yang memungkinkan aparatur sipil negara mencari dukungan untuk mengatasi masalah teknis yang dihadapi dalam perencanaan dan pelaksanaan reformasi birokrasi. Program ini juga memperkuat pusat penghubung reformasi nasional (national hub) yang ada di KemPAN-RB dengan mendukung pelaku utama (Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri) dalam perencanaan, pemantauan, dan evaluasi serta berfungsi sebagai interface antara berbagai Kementerian dan Lembaga. TRANSFORMASI juga mendukung reform corner, suatu mekanisme pertukaran pengetahuan antara tim reformasi birokrasi dari berbagai Kementerian dan Lembaga. Dari sembilan program percepatan reformasi birokrasi, tiga diantaranya telah dipilih untuk dikembangkan secara lebih rinci: sistim promosi dan rekruitmen terbuka, profesionalisasi aparatur sipil negara, dan pengelolaan remunerasi, dengan tujuan untuk memperkuat orientasi kinerja dan perbaikan pelayanan publik. Reformasi birokrasi hanya akan dapat diimplementasikan apabila tersedia ruang fiscal yang cukup untuk membiayai kebijakan reformasi. Oleh karena itu, program TRANSFORMASI akan bekerja dengan mitra kerja utama untuk membangun evidence based policy analysis terutama berkaitan dengan dampak dari reformasi remunerasi. Hal ini merupakan prasyarat bagi pengelolaana reformasi dan menghindarkan konflik antara ruang fiscal dan penggajian aparatur sipil negara. Berdasarkan kerjasama sebelumnya dengan Kementerian Keuangan, program TRANSFORMASI juga melanjutkan dukungannya untuk menyelaraskan pelatihan keuangan daerah dengan sistim pengembangan karir pegawai sipil daerah. Orientasi sipil sebaiknya dimonitor oleh Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Program TRANSFORMASI mendukung OMS tertentu dalam partisipasi dan fungsi pertanggungjawaban mereka mengawal reformasi administrasi. Melalui subnational innovation hub, pemerintah daerah membagikan pengalamannya mengenai praktek yang berhasil di bidang layanan publik dan memberikan feedback kepada pemerintah pusat untuk menyempurnakan kebijakan nasional yang telah diterbitkan (evidence based decision making) sehingga dapat memperbaiki arah reformasi. Selanjutya, pemerintah daerah dapat bekerjasama untuk meniru dan mengembangkan praktek-praktek yang baik. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kerjasama sebelumnya dengan agen perubahan di 19 pemerintah daerah di Indonesia. Juga dikembangkan secara bersama-sama One Agency One Innovation Award’ untuk memberikan insentif bagi inovasi pelayanan publik secara nasional. Secara umum, dukungan program TRANSFORMASI dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian besar, yaitu: reformasi birokrasi (bureaucracy reform) dan keuangan publik/tata kelola keuangan yang baik (public finance/financial governance). 1) Reformasi birokrasi terdiri dari 4 (empat) dukungan strategis, yaitu: arsitektur reformasi birokrasi, pengelolaan sumber daya manusia, reformasi birokrasi berorientasi warga, dan hub pembelajaran daerah. Tim yang bekerja pada 4 wilayah strategis ini berpusat di kantor KemPAN-RB.
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
3
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
2) Keuangan publik/tata kelola keuangan yang baik terdiri dari 2 (dua) topik utama, yaitu: dampak fiskal dari reformasi birokrasi dan pengembangan kapasitas pengelolaan keuangan daerah. Disamping itu, program TRANSFORMASI juga mendukung pengembangan kebijakan pembiayaan perubahan iklim (climate financing) dari aspek tata kelola keuangan yang baik (financial governance). Tim yang bekerja di bidang keuangan publik/tata kelola keuangan yang baik berpusat di kantor Kementerian Keuangan. Uraian berikut ini akan difokuskan pada bidang keuangan publik/tata kelola keuangan yang baik. Dukungan di bidang ini diarahkan untuk mencapai tujuan yang dirumuskan sebagai berikut: “Tata kelola keuangan yang baik dan aparatur yang kompeten menjamin implementasi reformasi birokrasi yang efektif”.
1. Dampak Fiskal Reformasi Birokrasi Kajian mengenai dampak fiskal dari reformasi birokrasi akan difokuskan pada analisis keuangan terhadap sistim remunerasi dan pensiun yang didesain. Fokus ini dipilih setelah melalui serangkaian diskusi dan kesepakatan antara beberapa lembaga donor (TRANSFORMASI, Australia-Indonesia Partnership for Economic Governance/AIPEG, dan Reform the Reformers Continuation/RtRC) dengan mitra kerja utama (KemenPANRB, Kementerian Keuangan, dan Badan Kepegawaian Negara). Sebagai tindak lanjut dari diskusi tersebut, telah disepakati bahwa lembaga donor terkait akan memberikan dukungan bagi Tim Perumus Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Gaji, Tunjangan, dan Fasilitas bagi aparatur sipil negara (yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 30 Tahun 2015 tanggal 23 Februari 2015) untuk melakukan studi dampak fiskal dari sistim penggajian dan pensiun yang dirancang. Studi tersebut mencakup pembangunan suatu financial modelling yang dapat digunakan untuk melakukan analisa dan simulasi terhadap berbagai variable dalam sistim penggajian dan kajian terhadap best practices di negara lain yang mungkin dapat diterapkan di Indonesia. Dalam kaitan ini, TRANSFORMASI dan Direktorat Harmonisasi Peraturan Penganggaran-Ditjen Anggaran (selaku Ketua Tim Perumus RPP) telah mendesain suatu kerangka kerja bersama untuk menyempurnakan draft RPP Gaji yang telah disiapkan berupa:
Penyediaan tenaga ahli (nasional dan internasional) untuk melakukan kajian fiskal atas sistim penggajian yang dirancang. Pelaksanaan uji petik dan pengumpulan data di berbagai daerah. Pembangunan financial modelling untuk sistim penggajian. Pelaksanaan konsultasi publik di beberapa daerah. Pelaksanaan workshops/FGD untuk pengayaan materi RPP Gaji.
Untuk melaksanakan rencana kerja tersebut, TRANSFORMASI telah menunjuk 2 (dua) tenaga ahli nasional di bidang keuangan publik, yaitu Prof. Dr. Candra F. Ananda (Universitas Brawijaya) dan Luhur Fajar Martha (FE-UI) serta 1 (satu) tenaga ahli international dari German University of Administrative Sciences Speyer, Germany, yaitu Prof. Dr. Gisela Faerber. Secara teknis, para tenaga ahli tersebut dibantu oleh beberapa ahli dari Direktorat Jenderal Anggaran, Badan Kebijakan Fiskal, dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
4
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
Sejumlah kegiatan telah dilakukan bersama yaitu penyusunan awal model analisa dampak fiskal sistim remunerasi, uji petik dan pengumpulan data di beberapa daerah, pengumnpulan data belanja pegawai daerah di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, workshop di Jakarta, dan paparan hasil kajian di Kedeputian Sumber Daya Manusia, KemenPAN-RB. Dalam kurun waktu Juli-September 2015, draft financial modeling yang dikembangkan oleh tim ahli dibahas dalam rapat Tim Perumus RPP Gaji pada tanggal 1 Juli 2015 di Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan. Dalam pembahasan yang dihadiri oleh Bapak Setiawan, Deputi SDM KemenPAN-RB tersebut disepakati hal-hal yang menyangkut rencana penyelesaian RPP Gaji dan Tunjangan PNS. Model analisis tersebut kemudian dipaparkan dan dibahas kembali oleh Tim Perumus RPP Gaji pada tanggal 27 Agustus 2015 di Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Konsultasi publik mengenai financial modeling akan dilaksanakan di beberapa daerah, antara lain di Malang (1 Oktober 2015) dan beberapa kota lainnya. Pemaparan Draft Financial Modeling pada Rapat Tim Perumus RPP Gaji di Jakarta, 1 Juli 2015 Pada rapat Tim Perumus RPP Gaji dan Tunjangan PNS tanggal 1 Juli 2015 di kantor Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan, TRANSFORMASI dan AIPEG mempresentasikan financial modeling yang dibangun oleh tim ahli untuk dipakai sebagai alat analisa mengenai dampak fiskal dari sistim remunerasi yang sedang dirumuskan. Model analisis yang dibangun bertujuan untuk melakukan simulasi dampak fiskal dari berbagai skenario sistim remunerasi. Disamping itu, KemPAN-RB menginformasikan bahwa mereka juga sudah membangun suatu model analisis dengan bantuan RtRC. Kedua model tersebut diharapkan dapat saling melengkapi dalam rangka menghasilkan suatu instrumen analisis untuk merumuskan RPP Gaji dan Tunjangan PNS yang fiscally sustained. Ada beberapa hal penting yang mengemuka dan didiskusikan pada rapat tersebut:
Model yang sedang dibangun kiranya dapat digunakan untuk analisis sensivitas dari berbagai scenario yang dipilih.
Komposisi gaji dan tunjangan di AS adalah 70:30, sesuai hasil kunjungan Bapak Satya dan Bapak Janri ke negara tersebut.
Dalam membangun modelnya, KemenPAN-RB menggunakan IKK (Indeks Kemahalan Konstruksi) sebagai acuan tunjangan kemahjalan.
Jika target penerimaan pajak tercapai 84%, maka kenaikan gaji sampai 30 Triliun sangat memungkinkan untuk diterapkan.
Sistim untuk mengukur kinerja merupakan hal penting untuk diatur dalam RPP. Dalam kaitan ini perlu dilakukan sinkronisasi antara perumusan RPP Gaji dan Tunjangan PNS dengan RPP Pengelolaan Kinerja.
Dalam rangka penyempurnaan financial modeling diusulkan untuk melakukan pengelompokan belanja pegawai yang ada sekarang ke dalam gaji, tunjangan kinerja, dan tunjangan kemahalan; untuk melihat efeknya terhadap pensiun. Hasilnya akan digunakan untuk merevisi lampiran RPP, misalnya dari kondisi saat ini menjadi 50 : 40 : 10.
Diskusi Penyempurnaan Financial Modeling di Ditjen Anggaran Jakarta, 27 Agustus 2015. Bertempat di Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan, pada tanggal 27 Agustus 2015 telah didiskusikan financial modeling dampak fiskal sistim remunerasi yang telah disempurnakan Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
5
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
dalam rapat Tim Perumus RPP Gaji dan Tunjangan PNS. Pada rapat yang dipimpin oleh Bapak Satya Susanto selaku Ketua Tim Perumus dan Bapak Djanri selaku Wakil Ketua Tim Perumus, telah disimulasikan pola pemberian gaji yang berlaku saat ini, baik di pusat maupun di daerah. Dengan restrukturisasi belanja pegawai ke dalam komponen gaji, tunjangan kinerja, dan tunjangan kemahalan, maka berdasarkan simulasi yang dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Semakin tinggi pangkat dan jabatan seorang PNS, porsi tunjangan dalam pendapatannya semakin besar dan porsi gaji semakin kecil. Sebaliknya, semakin rendah pangkat seorang PNS, porsi tunjangan dalam pendapatannya semakin kecil dan porsi gaji semakin besar dengan asumsi bahwa hubungan antara pangkat dan jabatan bersifat linear. b. Pola di atas terlihat hampir sama pada semua daerah dengan derajat yang berbeda dan juga di tingkat nasional. c. Dengan prinsip budget neutral maka perbaikan sistim penggajian dapat dilakukan dengan menetapkan ratio antara gaji, tunjangan kinerja, dan tunjangan kemahalan yang tepat.
Prof. Dr. Chandra F. Ananda dan Bapak Luhur Fajar Martha menjelaskan financial modeling yang telah didesain
Diskusi membahas financial modeling yang telah dipaparkan oleh tim ahli sebelumnya
Berdasarkan diskusi yang dilakukan, ada dua hal yang perlu ditindaklanjuti oleh tim ahli, yaitu: a. Melakukan analisis terhadap pola penggajian yang berlakuk sekarang dengan mengelompokkan semua pendapatan PNS ke dalam gaji, tunjangan kinerja, dan tunjangan kemahalan. Tehnik pengambilan sampling seyogyanya diterapkan untuk memperoleh keterwakilan data dalam analisis. b. Laporan hasil studi agar segera disusun untuk dijadikan sebagai bahan referensi dalam pembahasan lebih lanjut RPP Gaji dan Tunjangan PNS dan sekaligus dijadikan sebagai naskah akademik penyusunan RPP tersebut.
2. Pembangunan Kapasitas Pengelolaan Keuangan Daerah Pembangunan kapasitas sumber daya manusia merupakan bagian dari reformasi birokrasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Di bidang pengelolaan keuangan publik, ada dua topik besar yang menjadi fokus dukungan program TRANSFORMASI, yaitu: 1) Pelatihan Keuangan Daerah (PKD), dan 2) Jabatan Fungsional Analis Keuangan Pusat-Daerah (AKPD). Penguatan sistim Pelatihan Keuangan Daerah (yang sebelumnya dikenal dengan Kursus Keuangan Daerah dan Kursus Keuangan Daerah Khusus) dilakukan untuk mendukung program dan misi Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
6
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
Direktorat Pembiayaan dan Kapasitas Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) dalam peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah. Sedangkan pengembangan jabatan fungsional AKPD dilakukan untuk mendukung program dan misi Sekretariat DJPK dalam pengoperasian dan pengadministrasian jabatan fungsional tersebut dalam rangka pengembangan karir aparatur pengelolaan keuangan pusat dan daerah. Pengembangan PKD dan AKPD perlu dilakukan secara harmonis dan synergi mengingat kedua komponen tersebut saling melengkapi dan memiliki kontribusi besar dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah. Dalam Blueprint Transformasi Kelembagaan, DJPK menargetkan untuk melatih 82,000 aparatur daerah di bidang pengelolaan keuangan daerah pada tahun 2016. Dalam kaitan ini, DJPK meminta dukungan TRANSFORMASI untuk penyempurnaan lebih lanjut sistim PKD. Salah satu kebutuhan mendesak adalah mengelompokkan modul pelatihan keuangan daerah yang telah distandardisasi (terdiri dari 6 buku pegangan dan 6 panduan bagi pelatih) ke dalam 4 (empat) modul terintegrasi masing-masing untuk tingkat dasar (basic), menengah (intermediate), atas (advanced), dan eksekutif (executive). Disamping itu, penyelenggaraan Training of Master Trainers (ToMaT) dan Training of Trainers (ToT) merupakan salah satu langkah penting untuk memperluas jangkauan pelatihan keuangan daerah dengan kualitas yang lebih baik. 2.1.
Pelatihan Keuangan Daerah (PKD)
Sistim Pelatihan Keuangan Daerah (d/h Kursus Keuangan Daerah/Kursus Keuangan Daerah Khusus) yang telah distandardisasi dan disempurnakan melalui kerjasama program Decentralisation as Contribution to Good Governance (DeCGG) dan DJPK masih perlu disempurnakan, karena sebagian dari sistim tersebut belum dapat dioperasikan secara penuh. Sistim updating modul, finalisasi sistim e-learning, pengembangan sistim karir, penilaian kebutuhan pelatihan, dan pengembangan sistim ToT merupakan komponen utama dari program pengembangan kapasitas yang akan didukung oleh TRANSFORMASI. Sebagian dari kegiatan tersebut difasilitasi langsung oleh TRANSFORMASI, seperti pengintegrasian modul pelatihan dalam 4 tingkatan dan pelaksanaan Training of Master Trainers (ToMaT). Sedangkan sebagian lainnya dilaksanakan melalui penugasan kepada suatu perusahaan konsultan internasional bernama Particip, yang memulai tugasnya sejak tanggal 6 Juli 2015. Penyusunan Modul Pelatihan Tingkat Advanced dan Executive Setelah melalui serangkaian kegiatan bersama antara TRANSFORMASI, DJPK, dan beberapa perguruan tinggi dan pemerintah daerah, penyusunan modul pelatihan tingkat advanced dan executive telah selesai dilaksanakan. Draft kedua modul tersebut telah diuji coba di Surabaya dan Padang serta direview oleh external reviewer (Ibu Thia Jasmina). Modul Advanced dan Executive yang telah disetujui oleh DJPK beserta dua modul lainnya (tingkat Basic dan Intermediate yang disusun oleh suatu tim yang didukung oleh AIPD) akan digunakan dalam pengembangan lebih lanjut sistim pelatihan keuangan daerah. Penyusunan Work Plan Penguatan Sistim Pelatihan Keuangan Daerah Untuk mengefektifkan kegiatan penguatan sistim pelatihan keuangan daerah, TRANSFORMASI (yang didukung oleh tim konsultan Particip) dan DJPK perlu menyusun suatu work plan yang akan digunakan sebagai landasan bagi pelaksanaan kerja sama. Draft awal work plan disusun oleh tim konsultan Particip dan didiskusikan dalam suatu workshop yang diselenggarakan pada tanggal 30 Juli 2015 di Hotel Borobudur Jakarta. Hasil diskusi digunakan untuk penyempurnaan work plan dengan mengakomodir berbagai masukan yang diperoleh dari Direktorat Pembiayaan dan Kapasitas Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
7
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
Daerah DJPK (untuk pelatihan keuangan daerah) dan Sekretariat DJPK (untuk jabatan fungsional Anallis Keuangan Pusat Daerah/AKPD). Draft work plan yang telah disempurnakan didiskusikan kembali pada suatu workshop yang diselenggarakan di Hotel Sari Pan Pacific pada tanggal 24 Agustus 2015. Hasil revisi tersebut kemudian direview dan difinalisasi pada rapat yang diselenggarakan di DJPK pada tanggal 29 September 2015. Assessment atas Program Training of Trainers (ToT) di Center PKD dan Pemerintah Kota Sebagai bagian dari peningkatan Training of Trainers (ToT), tim Particip dan TRANSFORMASI telah melakukan assessment ToT dalam bentuk wawancara dan FGD ke dua center PKD (Universitas Andalas Padang pada tanggal 20-21 Agustus 2015 dan Universitas Sam Ratulangi Manado pada tanggal 2-4 September 2015) yang ditunjuk oleh Direktorat Pengembangan dan Kapasitas Daerah DJPK sebagai pelaksana dan Pemerintah Kota yang merupakan Tim Particip, TRANSFORMASI, dan center PKD Universitas Sam Ratulangi Manado pengguna dari hasil program pelatihan tersebut. Di kedua center tersebut, tim berdiskusi dengan pengelola training dari universitas, para peserta ToT, baik yang sedang mengikuti pelatihan, maupun alumni yang telah kembali bekerja instansinya masing-masing. Tiga Pemerintah Kota yang dikunjungi adalah Padang Panjang, Manado, dan Bitung. Dari sisi materi, pada umumnya alumni menyatakan bahwa materi yang diberikan telah sesuai dengan kebutuhan, hanya saja diperlukan pengayaan dalam bentuk contoh kasus yang lebih banyak untuk lebih memudahkan pemahaman. Selain itu, mereka berharap bahwa modul harus segera dimutakhirkan jika ada peraturan baru yang diterbitkan pemerintah. Pemutakhiran dan pengayaan modul ini tidak harus dengan cara mengganti modul yang sudah ada, tetapi jika memungkinkan cukup dengan menerbitkan suplemen secara berkala. Yang menarik adalah, bahwa ternyata banyak peserta pelatihan yang sedang berjalan masih belum melihat bahwa program yang sedang diikuti adalah untuk menyiapkan mereka menjadi instruktur, bukan mendidik mereka sebagai end user pelaksana keuangan daerah. Dugaan sementara adalah bahwa karena pola rekrutmen untuk peserta belum menegaskan tentang hal ini; sedangkan di sisi lain pemerintah daerah juga belum memiliki suatu kerangka pengembangan pegawai yang mengatur implementasi kewajiban pelatihan bagi pegawainya.
Diskusi intensif antara tim Particip dengan perwakilan dari Pemerintah Kota Bitung
Latar belakang peserta yang berbeda juga merupakan tantangan tersendiri dalam pelaksanaan ToT. Sebagian peserta adalah personil pemerintah daerah yang merupakan praktisi keuangan daerah; sedangkan sebagian lainnya adalah para dosen perguruan tinggi yang bukan praktisi keuangan. Walaupun sudah ada kebijakan tentang proporsi metode pengajaran dengan pengenalan materi, ada kalanya masih tetap ditemui keadaan dimana peserta lebih tertarik bertanya dan membahas materi,
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
8
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
bukan metoda mengajar. Berkaitan dengan ini, para alumni dan peserta ToT juga menyarankan agar “Guideline for Trainers” diberikan sejak awal pelatihan. Dari diskusi kami dengan para alumni dan pejabat pemerintahan kota, yang perlu menjadi perhatian adalah bagaiman meyakinkan kesinambungan antara ToT dengan pelatihan terhadap end user di daerah. Sebagian alumni tidak bisa mengimplementasikan pengetahuannya karena memang tidak ada program pelatihan yang sesuai di daerahnya, ataupun jika ada pelatihan, mereka tidak ditugaskan karena berbagai pertimbangan, seperti karena dianggap masih yunior. Sehubungan dengan itu para alumni menekankan pentingnya semacam “lisensi” agar mereka mendapat perhatian untuk ditugaskan sebagai pengajar. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana membuat Pemerintah Daerah lebih tertarik menyelenggarakan pendidikan untuk pegawainya menggunakan program yang dipersiapkan oleh Direktorat PKD, diantara banyaknya penawaran pelatihan dari berbagai providers, baik dari kalangan swasta maupun pemerintah sendiri. Peningkatan Kapasitas Database Management System dalam Human Resouce Management (HRM) Pengelolaan sumber daya manusia (human resource management) di bidang keuangan publik memerlukan dukungan sistim pengelolaan database (database management system) yang terintegrasi dengan pengelolaan data base Kementerian Keuangan. Mengabaikan sistim pengelolaan database akan dapat menyebabkan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia secara keseluruhan tidak optimal. Bertitik tolak dari pemikiran ini, TRANSFORMASI berinisiatif untuk mengikutsertakan 9 (sembilan) pejabat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dalam Konvensi Database Management System yang diadakan pada tanggal 8-9 September 2015 di Singapura. Melalui keikutsertaan dalam konvensi ini diharapkan para peserta memiliki kesamaan pemahaman dan wawasan yang lebih luas mengenai design database management system yang tepat untuk Kementerian Keuangan, khususnya terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Konferensi SDM dan IT di Singapore, 8-9 September 2015 Suatu pertemuan/konferensi terkait dengan pengelolaan dan pengembangan SDM dan berbasis IT dan terintegrasi dilaksanakan selama dua hari (8-9 September 2015) di Singapura. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan peserta dari berbagai negara. DJPKKementerian Keuangan didukung oleh GIZ mengirimkan 9 perwakilannya, yakni Bapak Ahmad Yani (Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbanagn Keuangan), Ibu Fadliya (Kepala Sub Direktorat Informasi dan Dukungan Teknis), Ibu Mariana Dyah Savitri (Kepala Sub Direktorat Investasi dan Kapasitas Keuanga Daerah), Bapak Suratman Bapak Ahmad Yani (Sekretaris DJPK) terlibat aktif dalam konferensi SDM dan IT di Singapore (Kepala Seksi Investasi Daerah II), Bapak Moza P. Sakti (Kepala Seksi Kapasitas Keuangan Daerah II), Bapak Samodra Heni Setyawan (Kepala Sub Bagian Mutasi dan Informasi Kepegawaian), Ibu Nyimas Herleni Rahmazella, Bapak Eko Arisyanto, dan Bapak Arman Gunawan.
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
9
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
Konferensi ini merupakan kombinasi antara tradefair, konferensi profesional, dan diskusi dengan para expert di bidang SDM dan IT. Sebanyak 28 (dua puluh delapan) presentasi dipaparkan di 6 (enam) kelas yang dapat diikuti oleh peserta sesuai dengan minat dan kebutuhannya masing-masing. Untuk itu, Tim DJPK membagi peserta kedalam 4 (empat) kelompok sehingga seluruh perwakilan dapat mengikuti paparan dan diskusi yang dilaksanakan di masing-masing kelas. Keikutsertaan tim DJPK dalam konferensi ini sangat bermanfaat dalam rangka perancangan sistem informasi pengelolaan pelatihan Bapak Ahmad Yani, Ibu Eneng, Ibu Nyimas, Ibu Lisa, Ibu Tina, Ibu Vitri, danBapak Suratman di lokasi penyelenggaraan training Pengelola Keuangan Daerah (PKD), serta upaya untuk peningkatan fungsi pengelolaan dan pengembangan SDM. Selain itu, pemanfaatan IT untuk mengelola fungsi-fungsi SDM yang terintegrasi termasuk untuk keperluan e-Learning dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas peserta pelatihan juga menjadi sasaran dalam dukungan tersebut. Dipahami bahwa pemanfaatan teknologi telah terbukti mempercepat, mempermudah, meningkatkan akurasi dan meningkatkan akuntabilitas atas pelaksanaan fungsi pengelolaan dan pengembangan SDM, serta menjadikan proses SDM lebih efektif dan efisien. Selain itu pemanfaat teknologi juga bertujuan untuk mengalihkan beban pekerjaan administrasi dan proses pertukaran (data, informasi, dsb) yang dikelola secara manual menjadi paperless dan mendukung pengambilan keputusankeputusan strategis di bidang SDM melalui pemanfaatan hasil pengolahan dan analisis data berbasis teknologi.
Bapak Arman Gunawan (DJPK) tengah berdiskusi dengan expert di bidang IT dan SDM SAP
Dalam pelaksanaan pengembangan dan pemanfaatan IT di dalam fungsi pengelolaan dan pengembangan SDM lazimnya dilaksanakan secara bertahap dan membutuhkan waktu bertahuntahun sesuai dengan tahapan program prioritas yang akan dibangun dan dikembangkan, sejak dari tahapan disain sampai dengan implementasi, pemantauan dan evaluasi atas implementasi serta upaya-upaya penyempurnaannya. Hal yang harus diperhatikan juga adalah kesiapan seluruh pemangku kepentingan di internal organisasi untuk menerima perubahan dalam cara menyelesaikan pekerjaan yang akan dikelola oleh Tim Manajemen Perubahan yang harus dibentuk disetiap program perubahan yang akan dilaksanakan. Tim ini bertugas untuk meyakinkan para pemangku kepentingan sekaligus menciptakan situasi nyaman di saat perubahan atas proses bisnis berbasis IT dijalankan. 2.2. Jabatan Fungsional ‘Analis Keuangan Pusat dan Daerah (AKPD) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan berinisiatif untuk mengembangkan jabatan fungsional ‘Analis Keuangan Pusat-Daerah’ (AKPD) sebagai bagian dari upaya profesionalisasi aparatur pengelola keuangan. Inisiatif tersebut telah direalisasikan dengan terbitnya Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi Nomor 42 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Analis Keuangan Pusat-Daerah. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
10
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
tersebut, Kementerian Keuangan ditetapkan sebagai Instansi Pembina Jabatan Fungsional Analis Keuangan Pusat-Daerah. Pengembangan jabatan fungsional AKPD adalah sejalan dan sinkron dengan program penguatan sistim pelatihan keuangan daerah (PKD) yang didukung oleh TRANSFORMASI, khususnya menyangkut sistim pengembangan karir aparatur daerah yang telah mengikuti Pelatihan Keuangan Daerah. Oleh karena itu, dukungan TRANSFORMASI untuk operasionalisasi jabatan fungsional tersebut dapat dilakukan secara paralel dengan program penguatan sistim pelatihan keuangan daerah. Untuk menyusun rencana kerja lebih rinci guna menunjang operasionalisasi jabatan fungsional tersebut, TRANSFORMASI dan Sekretariat DJPK telah menyusun kegiatan bersama yang dituangkan dalam work plan penguatan sistim pelatihan keuangan daerah yang dalam pelaksanaannya didukung oleh tim konsultan Particip.
3. Pembiayaan Perubahan Iklim Pembiayaan perubahan iklim (climate financing) merupakan isu penting dalam upaya global untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Berbagai upaya mitigasi dan adaptasi atas perubahan iklim memerlukan pembiayaan dari berbagai sumber, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri; pemerintah maupun swasta. Salah satu prasyarat untuk mengoptimalkan mobilisasi dan pemanfaatan dana publik dalam pembiayaan perubahan iklim adalah tersedianya mekanisme pembiayaan dan kebijakan nasional yang memenuhi prinsip tata kelola keuangan yang baik (good financial governance). Program TRANSFORMASI turut berperan mendukung upaya penerapan prinsipprinsip good financial governance dalam kebijakan pembiayaan perubahan iklim. Saat ini terdapat 3 (tiga) bidang intervensi dimana TRANSFORMASI memberikan dukungan dalam kebijakan pembiayaan perubahan iklim: (i) perumusan mekanisme hibah untuk pembiayaan Rencana Aksi Daerah untuk penurunan emisi gas rumah kaca (RAD GRK), (ii) kajian subsidi BBM yang lebih tepat sasaran, dan (iii) kajian subsidi listrik yang lebih tepat sasaran. Pelaksanaan ketiga kegiatan tersebut harus memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip keuangan publik dan tata kelola keuangan yang baik (good financial governance). 3.1.
Mekanisme Hibah untuk Pembiayaan Rencana Aksi Daerah untuk Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
Pada akhir tahun 2014, suatu Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) tentang Mekanisme Hibah untuk Pembiayaan RAD GRK telah disiapkan, termasuk pedoman umum pelaksanaan teknis, serta diserahkan kepada Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, untuk direview dan proses lebih lanjut. Saat ini, RPMK tersebut sedang direview oleh Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) BKF dan dikoordinasikan dengan pemangku kepentingan terkait seperti Bappenas dan Kementerian/Lembaga lainnya. Sampai dengan akhir September 2015 belum ada perkembangan yang berarti terkait dengan penyelesaian RPMK dimaksud. Pimpinan unit yang memiliki fungsi perumusan kebijakan pembiayaan perubahan iklim telah meminta TRANSFORMASI untuk melanjutkan dukungan bagi penyelesaian RPMK dimaksud dan mengkaitkannya dengan upaya mobilisasi dana-dana ICTTF. Tindak lanjut mengenai rencana penyelesaian RPMK dimaksud belum dibahas oleh TRANSFORMASI dan PKPPIM.
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
11
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
3.2.
Opsi Kebijakan Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang Lebih Tepat Sasaran
Kebijakan yang berlaku saat ini di bidang subsidi bahan bakar minyak (BBM) dinilai tidak tepat sasaran. Idealnya, subsidi disaluran ke rumah tangga sasaran dan bukan diterapkan untuk harga barang seperti halnya subsidi BBM. Ketika subsidi diterapkan pada harga barang, maka pihak yang memiliki kemampuan daya beli yang lebih tinggi akan lebih banyak mengkonsumsi barang yang disubsidi tersebut sehingga subsidi justru tidak tepat sasaran. GIZ mendukung Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam melakukan kajian subsidi BBM yang lebih tepat sasaran sebagai input dalam mendesain kebijakan subsidi BBM kedepan. Kebijakan Pemerintah pada awal tahun 2015 untuk mencabut subsidi jenis BBM RON 88 (premium), seperti yang tertuang dalam Perpres 191/2014, sejauh ini dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat dikarenakan momentum yang tepat pada saat harga minyak dunia mengalami penurunan tajam. Harga jual eceran BBM bersubsidi dan non subsidi yang tidak terpaut jauh juga mengurangi insentif untuk melakukan penyelundupan BBM. Persoalan akan muncul ketika harga minyak dunia kembali naik. Jika harga minyak dunia naik dan pemerintah memutuskan memperbesar nilai subsidi, maka selisih harga BBM bersubsidi dan non subsidi kembali melebar sehingga potensi penyelundupan BBM akan muncul kembali. Berkaca dari pengalaman yang lalu, maka apabila subsidi BBM masih berupa subsidi harga, bukan subsidi orang, maka subsidi akan tidak tepat sasaran, tidak adil dan berpotensi menimbulkan penyelundupan. Distribusi tertutup untuk BBM bersubsidi hingga saat ini juga belum berjalan secara efektif karena belum ada mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran. TRANSFORMASI mendukung Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan dalam melakukan kajian mengenai opsi kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran dengan menugaskan sebuah Tim Konsultan di bawah naungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI). Sejumlah kegiatan telah dilaksanakan oleh konsultan, mulai dari desk study, riset lapangan, analisa data, dan penyusunan laporan. Pejabat Pusat Kebijakan APBN BKF dan Advisor GIZ secara pro-aktif mendampingi pelaksanaan kajian dengan menyelenggarakan beberapa FGD dan turut serta dalam survei lapangan. Keterlibatan langsung pejabat BKF dalam proses kajian merupakan bagian dari strategi pengembangan kapasitas internal BKF. Laporan studi mengenai ‘Opsi Kebijakan Subsidi BBM yang lebih Tepat Sasaran” telah difinalisasi. Hasil rekomendasi studi ini antara lain memberikan sejumlah opsi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah untuk memperbaiki sistim subsidi BBM. Laporan studi yang telah disetujui oleh Badan Kebijakan Fiskal kemudian diperbanyak untuk didistribusikan kepada para stakeholder sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan di bidang subsidi BBM. Suatu Seminar tentang subsidi BBM sedang direncanakan untuk memperkenalkan rencana perubahan sistim subsidi yang lebih tepat sasaran serta memeperoleh masukan dari masyarakat mengenai wacana yang sedang dibangun. 3.3.
Opsi Kebijakan Subsidi Listrik yang Lebih Tepat Sasaran
Sebagai bagian dari upaya pembaharuan sistim subsidi, khususnya subsidi energi, opsi mengenai kebijakan subsidi listrik yang lebih tepat sasaran perlu dikaji dan didesain kembali. Selain nilai subsidi listrik yang cukup besar, yang memberikan beban berat bagi anggaran negara, sistim subsidi yang diterapkan saat ini juga dinilai kurang tepat sasaran. Oleh karena itu, Pusat Kebijakan APBN, Badan Kebijakan Fiskal, meminta dukungan TRANSFORMASI untuk pelaksanaan suatu kajian yang Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
12
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
dapat menghasilkan Opsi Kebijakan Subsidi Listrik yang lebih tepat sasaran. Langkah yang dilakukan mulai dari mereview sistim subsidi listrik yang diterapkan saat ini dan mengusulkan alternatif kebijakan yang dapat ditempuh sehingga pemberian subsidi listrik dapat dilakukan secara lebih tepat sasaran. Untuk melaksanakan kajian subsidi listrik tersebut, TRANSFORMASI dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan telah sepakat menunjuk suatu tim ahli yang terdiri dari 3 akademisi dari Universitas Indonesia, yaitu Riyanto Umar, Khairunurrofiq dan Chaikal Nuryakin. Dalam melaksanakan tugasnya, tim ini bekerjasama dengan pejabat Badan Kebijakan Fiskal dan advisor TRANSFORMASI. Pelaksanaan kajian secara bersama-sama ini dimaksudkan untuk mempercepat pengembangan kapasitas (capacity development) internal BKF sehingga di masa depan para peneliti BKF dapat melakukan kajian secara mandiri dengan kualitas yang semakin baik. Sampai dengan akhir bulan September 2015, sejumlah kegiatan telah dilakukan mulai dari penyusunan operational plan, review terhadap kajian yang sudah ada, serta survei lapangan dan pengumpulan data. Kickoff meeting untuk kajian ini dilaksanakan pada tanggal 30 April 2015 bertempat di gedung BKF Kementerian Keuangan. Sedangkan survei lapangan sudah dimulai dari daerah Jakarta, Bogor, dan Bekasi. Sebelum dilanjutkan dengan survei ke daerah lain (Sumatera dan Sulawesi), terlebih dahulu dilakukan evaluasi terhadap hasil survei di Jakarta, Bogor, dan Bekasi. Evaluasi dilaksanakan dalam suatu pertemuan di Kementerian Keuangan pada tanggal 27 Mei 2015 yang dihadiri oleh para tim ahli, pejabat BKF, dan advisor GIZ. Survei subsidi listrik di luar Jabotabek dilaksanakan di Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur. Hasil survei di daerah tersebut memberikan gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap subsidi listrik yang disediakan Pemerintah saat ini dan respons mereka atas rencana perubahannya. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis oleh tim dalam rangka penyusunan lapopran dan rekomendasi. Laporan awal studi telah diselesaikan pada bulan Agustus dan dibahas bersama dengan pejabat BKF dan advisor GIZ pada tanggal 24 Agustus 2015 di Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Gambaran umum yang diperoleh dari hasil studi tersebut adalah sebagai berikut: o o
o
o
Seperti halnya permasalahan subsidi BBM, salah satu tantangan dalam menyusun strategi dan kebijakan pemberian subsidi listrik adalah persoalan ketepatan sasaran dan keadilan. Selama ini golongan tarif rumah tangga R-1/450VA dan R-1/900VA telah menikmati besaran subsidi yang paling besar dengan Tarif Dasar Listrik (TDL) berturut-turut adalah Rp. 485 per kWh dan Rp 605 per kWh, sementara Biaya Pokok Produksi (BPP) penyediaan listrik PLN sekitar Rp. 1,500 per kWh. Kedua golongan tersebut tidak pernah mengalami penyesuaian TTL sejak tahun 2003 walaupun tarif untuk golongan pelanggan rumah tangga lainnya sudah disesuaikan dengan harga keekonomian. Anggaran subsidi listrik dalam APBN-P 2015 tercatat sebesar Rp. 73.15 Triliun, dimana Rp.66,15 Triliun merupakan kebutuhan subsidi listrik tahun berjalan, sedangkan sisanya merupakan kurang bayar tahun lalu. Jumlah ini melebihi anggaran untuk subsidi BBM sebesar Rp. 64,67 Triliun. Adapun 85% dari total subsidi listrik dinikmati oleh golongan R-1/450VA dan R-1/900VA. Persoalan timbul ketika banyak ditemukan rumah tangga kedua golongan ini yang sebenarnya tidak layak menerima subsidi listrik. Harga yang murah juga menyebakan kurangnya kesadaran untuk menghemat listrik.
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
13
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
o
Guna meningkatkan efisiensi anggaran subsidi listrik, menjaga ketahanan fiskal, dan mendukung konservasi energi, pemerintah perlu membuat kebijakan subsidi listrik yang tepat sasaran sehingga anggaran dapat direlokasi untuk meningkatan kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia dan meningkatkan rasio elektrifikasi nasional yang saat ini hanya mencapai 84.35%.
Bertitik tolak dari gambaran umum tersebut dan setelah melakukan kajian dan analisis, konsultan merekomendfasikan beberapa opsi kebijakan subsidi listrik yang lebih tepat sasaran. Opsi tersebut diikuti dengan analisis mengenai dampak ekonomi dan sosial yang akan timbul dari setiap opsi. Opsi yang direkomendasikan dari hasil studi tersebut kemudian didiskusikan dalam suatu FGD yang diselenggarakan di Hotel Arya Duta Jakarta pada tanggal 25 Agustus 2015. Untuk mendiseminasikan opsi kebijakan tersebut kepada stakeholder yang lebih luas, suatu workshop diselenggarakan di Bandung pada tanggal 21 September 2015 dengan mengundang akademisi, pemerintah daerah, dan stakeholders terkait lainnya. Lebih lanjut, rekomendasi dari kajian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan masukan bagi Pemerintah dalam pembahasan RAPBN 2016 dengan DPR. FGD Opsi Kebijakan Subsidi Listrik yang lebih tepat sasaran, Jakarta, 25 Agustus 2015. Sejumlah opsi kebijakan subsidi listrik yang lebih tepat sasaran dipresentasikan dan didiskusikan dalam suatu FGD yang dihadiri oleh berbagai stakeholder di Hotel Arya Duta Jakarta pada tanggal 25 Agustus 2015. Hadir pada acara tersebut perwakilan dari Direktorat Jenderal Anggaran (Kementerian Keuangan) selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) subsidi listrik, Badan Kebijakan Fiskal (Kementerian Keuangan), dan PT. PLN selaku operator subsidi listrik.
Bapak Rofyanto Kurniawan (Kepala Pusat Kebijakan APBN) memimpin jalannya FGD
FGD dibuka oleh Bapak Rofiyanto Kurniawan, Kepala Pusat Kebijakan APBN, BKF, yang menyampaikan bahwa hasil kajian ini akan bermanfaat dalam proses pembahasan R-APBN 2016 dengan anggota DPR mengenai subsidi listrik. Setelah Tim Konsultan memaparkan hasil kajiannya, Bapak Benny Marbun (PLN) dan Bapak Muhammad Hikmat melakukan pembahasan dan memberikan masukan untuk penyempurnaan kajian. Kemudian acara dilanjutkan dengan diskusi yang dipimpin oleh Bapak Nur Iskandar, Kepala Bidang Subsidi, BKF. Beberapa kesimpulan dan rekomendasi dari FGD tersebut adalah: 1) Penerima subsidi listrik adalah keluarga miskin dan rentan miskin. Saat ini seluruh pelanggan R1-450 dan R1-900 VA menerima subsidi listrik terlepas apakah mereka mampu atau tidak. Agar lebih tepat sasaran maka perlu ada evaluasi data pelanggan di kedua golongan tersebut. 2) Pada umumnya, masyarakat lebih cenderung memilih subsidi non-cash dibandingkan subsidi dalam bentuk uang tunai. Masyarakat menyadari potensi penyalahgunaan dari subsidi uang tunai. Lebih lanjut, subsidi tetap (Rp/kWh) dengan tarif listrik mengambang lebih disukai dibandingkan subsidi non cash sebesar Rp tertentu
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
14
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
Penerima subsidi listrik adalah pelanggan R1-450VA dan R1-900VA yang penggunaan listriknya tidak melebihi kWh tertentu. Dalam jangka panjang, subsidi penuh diberikan kepada golongan R1 450VA dan R1 900VA yang konsumsinya masing-masing di bawah 80 kWh dan 60 kWh. Konsumi lebih dari 60 kWh akan sepenuhnya dikenakan tarif non subsidi. 3) Dalam jangka menengah, diusulkan agar diberlakukan pola subsidi dengan dua blok tarif dimana tarif subsidi diberlakukan sampai batas konsumsi 60 kWh, dan di atas 60 kWh diberlakukan tarif keekonomian (tarif progresif). 4) Dalam jangka pendek, untuk meringankan beban masyarakat dan meminimalisir konflik, dapat diberlakukan tiga blok tarif. Kemudian secara bertahap, tarif blok kedua dinaikkan menuju harga keekonomian Bapak Muhammad Hikmat selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) subsidi listrik mengapresiasi hasi kajian sehingga nantinya hanya ada dua blok tarif. Adapun usulan tiga blok tersebut adalah untuk R1-450VA (<80 kWh, 80-100 kWh, >100 kWh) dan R1-900VA (<60 kWh, 60 – 100 kWh, >100 kWh). 5) Perlu ada data keluarga miskin dan rentan miskin yang akurat dan tepat. Data tersebut dapat mengacu pada data penerima Kartu Keluarga Sejahtera, data TNP2K (by name, by address) dikombinasikan dengan data pelanggan PLN. 6) Perlu adanya perbaikan struktur tarif listrik untuk golongan R1-450VA dan R1-900VA.Tarif listrik setidaknya perlu menutupi biaya bahan bakar untuk menghasilkan listrik. Mengingat subsidi listrik adalah isu politis, maka perlu ada strategi khusus untuk menyampaikan usulan perubahan tarif kepada DPR. 7) PLN mengusulkan agar semua tarif listrik yang diberlakukan adalah tarif keekonomian. Subsidi sebaiknya bukan subsidi tarif namun dalam bentuk lain. PLN juga mengharapkan agar subsdi listrik Bapak Benny Maarbun, Kepala Divisi Niaga PT. PLN (Persero) membahas hasil kajian dan memberi masukan kedepannya tidak melalui PLN namun melalui suatu lembaga lain yang ditunjuk. Diseminasi Opsi Kebijakan Subsidi Listrik yang lebih tepat sasaran, Bandung, 21 September 2015 Bertempat di Hotel Hilton Bandung, pada tanggal 21 September 2015 diselenggarakan acara diseminasi kajian subsidi listrik yang merekomendasikan beberapa opsi kebijakan subsidi listrik yang lebih tepat sasaran. Acara diskusi yang dibuka oleh Bapak Rofiyanto, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, tersebut dihadiri oleh para pejabata dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan berbagai instansi di Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Bogor, Kota Cimahi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Sumedang. Juga hadir perwakilan berbagai kantor cabang PLN di Jawa Barat, GIZ L-CORE, serta berbagai universitas di Jawa Barat seperti Universitas Padjajaran, Universitas
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
15
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
Islam Bandung, Universitas Parahyangan, Universitas Widyatama, Universitas Kristen Maranatha, Universitas Islam Nusantara, dll. Suatu Tim Peneliti dari LPEM-UI yang dipimpin oleh Dr. Riyanto memaparkan hasil kajian dan berbagai opsi kebijakan yang direkomendasikan untuk memperbaiki sistim subsidi listrik yang ada saat ini. Terdapat 4 (empat) orang pembahas yang berpartisipasi dan menanggapi hasil kajian tersebut, yaitu: (1). Ruddy Gobel (Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan Pengetahuan TNP2K), (2). Jisman Hutajulu (Kepala Sub Direktorat Harga dan Subsidi Listrik Kementerian ESDM), (3). Rahimuddin (Manajer Niaga dan Distribusi PLN Area Jawa Barat dan Banten), dan (4). Kodrat Wibowo (Kepala Departemen Ekonomi Universitas Padjajaran).
Bapak Rofyanto Kurniawan (Kepala Pusat Kebijakan APBN) membuka acara sekaligus memberikan sambutan
Beberapa kesimpulan dan rekomendasi dari FGD tersebut adalah: 1) Subsidi listrik dikatakan tepat sasaran jika subsidi listrik hanya dinikmati oleh pelanggan R-1/450VA dan R-1/900VA yang terkategori miskin dan rentan miskin. Saat ini sekitar 5.7 juta pelanggan R-1/450 VA dan 14.4 juta pelanggan R-1/900VA tergolong mampu. Subsidi listrik yang berlaku saat ini tidak adil karena mereka yang mengkonsumsi listrik lebih banyak mendapat subsidi lebih besar. 2) Pengalaman banyak negara seperti Pakistan, Mexico dan Thailand menunjukkan bahwa pola Incremental Block Tariff (IBT) lebih efektif digunakan dalam melakukan reformasi subsidi listrik. Secara bertahap tarif subsidi listrik naik menuju harga keekonomian. Untuk mitigasi dampak negatifnya, kepada rumah tangga miskin diberikan kompensasi baik langsung maupun tidak langsung. 3) Pola subsidi tetap senilai rupiah tertentu per bulan atau subsidi tetap Rp/kWh Bapak Jisman Hutajulu (Kasubdit Harga dan Subsidi Listrik dengan batasan kWh tertentu akan Kementerian ESDM) memberikan masukan mendorong pelanggan listrik untuk menghemat listrik. Pola subsidi listrik mengambang tanpa batasan kWh seperti yang berlaku saat ini menyebabkan pelanggan kurang berhemat dalam konsumsi listrik. Subsidi listrik non tunai lebih tepat guna dan lebih dipilih pelanggan dibandingkan subsidi langsung tunai 4) Kajian ini merekomendasikan subsidi listrik diberikan kepada rumah tangga miskin dan rentan miskin. Namun, kendala utama pemberian subsidi listrik secara langsung kepada pelanggan miskin dan rentan miskin adalah belum adanya basis data pelanggan PLN R1/450VA dan R-1/900VA yang masuk kategori miskin dan rentan miskin (by ID pelanggan, by name dan by address). Data rumah tangga miskin dan rentan miskin yang dipakai TNP2K (yang menjadi basis Kartu Keluarga Sejahtera) belum mencukupi karena penerima KKS Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
16
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
belum tentu pelanggan PLN. Data TNP2K tersebut perlu diverifikasi dan dicocokan dengan data pelanggan PLN. 5) Kebutuhan dasar listrik rumah tangga adalah sekitar 50- 60 kWH sementara konsumsi rata-rata per bulan 80-100 kWh (R-1/450VA) dan 140 kWh (R-1/900VA). Harga yang murah menyebakan kurangnya kesadaran untuk menghemat listrik. Untuk kedepannya, subsidi listrik yang lebih tepat Bapak Ruddy Gobel (Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan sasaran dapat menggunakan batasan kWh. Pengetahuan, TNP2K) memmbahas hasil kajian Bagi pelanggan R-1/450VA, batasan konsumsi listrik per bulan adalah 80 kWh sedangkan bagi R-1/900VA adalah 60 kWh mengingat kondisi ekonomi pelanggan R-1/900 VA lebih baik dibandingkan pelanggan R1/450VA. Lebih dari batas tersebut maka akan dikenakan tarif keekonomian. 6) Pilihan lainnya yang dapat dipertimbangkan adalah pemberian subsidi penuh untuk R1/450VA namun untuk R-1/900VA akan dinaikkan secara bertahap hingga mencapai harga keekonomian hinga tidak ada lagi subsidi. Rumah tangga miskin dan rentan miskin dapat berpindah daya ke R-1/450VA dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). 7) Regulasi subsidi listrik saat ini mengatur bahwa yang disubsidi adalah energi listrik (kWh) yang dikonsumsi. Agar dapat dilakukan subsidi langsung ke rumah tangga yang berarti subsidi kepada pelanggan bukan energi, maka perlu merevisi regulasi yang ada saat ini. 8) Selain itu perlu ada kebijakan pendamping berupa sosialisasi dan edukasi masyarakat untuk Perwaklian dari Universitas Islam Nusantara memberikan masukan untuk kajian subsidi listrik mendorong masyarakat hemat listrik dengan menggunakan alat-alat listrik hemat energi
Tim Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan yang Baik Tim Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik (Public Finance/Financial Governance) mulai melaksanakan tugasnya pada tanggal 15 April 2014 dan berkantor di Gedung Kementerian Keuangan (Geduing Radius Prawiro Lantai 5). Pada awal Tahun 2015, tim ini terdiri dari 4 (empat) advisor yaitu: Budi Sitepu, Sonny Syahril, Nathalia Marthaleta, dan Eneng Fathonah. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Tim Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik didukung oleh 1 (satu) manajer administrasi: Mila Ridwan dan 1 (satu) pengemudi: Suparno. Tim ini berkantor di Kementerian Keuangan, Gedung Radius Prawiro Lantai 5, Jalan Dr. Wahidin No. 1 Jakarta Pusat. Semenjak bulan Juli 2015, suatu perusahaan konsultasi bernama Particip telah ditunjuk sebagai tim ahli dalam proyek penguatan sistem Pelatihan Keuangan Daerah. Tim Particip ini terdiri dari Michael
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
17
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
Palmbach, Riri Chaidir, Tina T. K Intan, dan Lisa Astrida. Tim ini juga dalam kesehariannya berkantor di Kementerian Keuangan. Tim ini juga didukung oleh 1 orang manajer administrasi, Lisa Astrida. Pembagian tugas sehari-hari para advisor dilakukan sebagai berikut: 1. Budi Sitepu, selaku Team Leader, bertanggungjawab terhadap pelaksanaan tugas tim secara keseluruhan. Yang bersangkutan juga diberi tugas sebagai strategic area manager pembiayaan reformasi birokrasi yang antara lain bertanggungjawab atas kegiatan analisa terhadap dampak fiskal dari kebijakan sistim remunerasi dan pensiun. 2. Sonny Syahril, Senior Advisor Climate Finance, bertanggungjawab terhadap kegiatan yang berkaitan dengan pembiayaan perubahan iklim, termasuk subsidi BBM dan subsidi listrik. Yang bersangkutan juga diberi tugas sebagai strategic area manager climate financing yang antara lain berfungsi sebagai koordinator proyek-proyek GIZ di bidang perubahan iklim yang membutuhkan dukungan sistim keuangan. 3. Nathalia Marthaleta, Advisor Public Finance, bertanggungjawab terhadap kegiatan seharihari pelaksanaan kajian pembiayaan perubahan iklim dan kebijakan subsidi. 4. Eneng Fathonah, Advisor Public Finance, bertanggungjawab terhadap kegiatan sehari-hari pelaksanaan capacity development di bidang pengelolaan keuangan publik dan analisa dampak fiskal reformasi birokrasi. 5. Michael Palmbach, Team Leader Particip, bertanggung jawab dalam pelaksaaan proyek penguatan sistem Pelatihan Keuangan Daerah (PKD) 6. Riri Chaidir, Expert for Local Financial Management, Particip, bertanggungjawab terhadap aspek pengelolaan keuangan daerah. 7. Tina T. K Intan, Expert for Human Resources Management and Capacity Development, Particip, bertanggungjawab terhadap aspek manajemen dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
18
Transforming Administration – Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
GIZ TRANFORMASI Public Finance/Financial Governance Team Budi Sitepu
Sonny Syahril
Team Leader +62 81586003893
[email protected]
Senior Advisor on Climate Finance +62 81290164182
[email protected]
Nathalia Marthaleta
Eneng Fathonah
Advisor on Public Finance +62 8119208448
[email protected]
Advisor on Public Finance +62 8111995787
[email protected]
Mila Ridwan
Suparno
Office Manager +62 81388808031
[email protected]
Driver + 62 81314600760
Michael Palmbach
Riri Chaidir
Team Leader Particip +62 81287418673
[email protected]
Senior Advisor Particip +62 81280590388
[email protected]
Tina T. K. Intan
Lisa Astrida
Senior Advisor Particip +62 8787251841
[email protected]
Office Manager Particip + 62 8111220497
[email protected]
Keuangan Publik/Tata Kelola Keuangan Yang Baik – Laporan Kuartal 3 Tahun 2015.
19
Transforming Administration Strengthening Innovation (TRANSFORMASI) Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH Menara BCA Lantai 46 Jl. M. H. Thamrin 1, Jakarta 10310 T + 62 21 235 87 121/122/123 F + 62 21 235 87 120 I www.giz.de