BAB
TIPOLOGI DAN POTENSI
IV
PENGEMBANGAN INDUSTRI PERDESAAN
4.1. Pendahuluan Industri perdesaan sangat kompleks dan beragam dalam hal-hal; jenis usahanya, corak dan orientasi produksinya, peranan dan permasalahannya, serta potensi pengembangannya. Dalam studi industri perdesaan di negara berkembang seperti Indonesia, konsep dan pendekatan yang berdasarkan industrialisasi
negara
maju
memerlukan
penyesuaian.
Karakteristik
dan
lingkungan industri perdesaan mempunyai perbedaan-perbedaan dengan kondisi di negara industri maju. Sebelum memilih target dan prioritas pengembangan perlu diidentifikasi kondisi internal industri perdesaan yang pada garis besarnya berupa struktur dan karakter usaha. Struktur usaha meliputi unsur-unsur yang menyusun kesatuan usaha sebagai suatu bentuk produksi yang terentang dari pengadaan dan penggunaan input, pengolahan, keluaran, dan distribusi serta pemasaran. Sedangkan karakter usaha dan pengusaha merujuk pada aspek-aspek non-fisik produksi. Karakteristik usaha mencakup antara lain mencakup misalnya riwayat usaha, motivasi usaha, intensitas dan kontinuitas usaha, kepentingan relatif usaha dalam ekonomi. Sedangkan karakteristik pengusaha meliputi aspek-aspek yang terkait dengan kualitas pengusaha baik aspek sosial, ekonomi, dan demografi. Selain itu terdapat sejumlah faktor eksternal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan. Faktor ini terutama berkaitan dengan faktor lokasi dan faktor produksi.
4.2. Jenis. Pengelompokan dan Klasifikasi Potensi Di Indonesia, ada dua pengelompokkan jenis industri yang berbeda yaitu yang disusun oleh Departemen Perindustrian dan Bada Pusat Statistik. Perbedaan pengelompokan ini menyulitkan dalam mengintegrasikan data dari kedua sumber tersebut. Pengelompokkan jenis usaha menurut Departemen Perindustrian lebih sederhana dan ringkas yaitu membagi inudstri menurut 3 kelompok utama terdiri dari :
1. Industri Aneka (IA) 2. Industri Logam Mesin dan Elektronika (ILME) 3. Industri Kimia (INKIM)
Pada umumnya industri perdesaan dan industri kecil termasuk dalam kategori industri aneka. Badan Pusat Statistik mengelompokkan indsutri kedalam 8 kelompok besar (major industry division) mengikuti sistem ISIC (International Standar Industrial Classification) . Kelompok Utama industri dan kodenya adalah sebagai berikut :
Tabel. 8. Pengelompokan Industri Berdasarkan ISIC Kode 31 32 33
34 35
36
37 38 39
Major industry division Ind Makanan, minuman dan tembakau / Manufacture of food, beverages, and tobacco Ind tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki / Textile, wearing apparel, and leather industry Ind kayu dan barang-barang dari kayu, termasuk alat-alat rumahtangga dari kayu / Manufature of wood and wood products, including furniture fixtures Ind kertas dan barang-barang kertas, percetakan dan penerbitan / Manufacture of paper and paper products, printing and publishing Ind kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet, dan barang-barang dari plastic / Manufacture of chemicals and chemical goods, ptroleum, coal, rubber, and plastic product Ind barang-barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara Manufacture of non-metalic mineral products, except products of petroleum and coal Ind logam dasar / Basic metal industries Industri barang-barang dari logam, mesin, dan perlengkapannya / manufacture of fabricated metal producys, machinery, and equipment Ind pengolahan lainnya
Sumber : BPS.1994. Statistik Industri Kecil Small Scale Manufacturing Industry Statistics
Dengan pendekatan jenis ini produk industri perdesaan dapat dikelompokkan dalam tingkatan dengan ciri-ciri sebagai berikut ; a. Barang-barang konsumsi yang mudah rusak (perishable consumer goods): terutama adalah kelompok makanan, mempunyai ciri relatif
sederhana, harganya cukup murah, untuk pemakaian jangka pendek. b. Barang-barang konsumsi yang lebih tahan lama (more durable consumer goods) terutama adalah produk-produk hasil pertanian non-pangan seperti kayu, kertas dan tekstil dan produk barang galian bukan metal seperti keramik dan gipsum, untuk kebutuhan rumahtangga, alat-alat, perabot dan furnitur rumahtangga, harga lebih mahal, untuk penggunaan jangka menengah, secara teknis lebih rumit dan membutuhkan waktu lebih lama pengerjaannya. c. Barang-barang konsumsi tahan lama (durable consumer goods) secara teknis kompleks, lebih mahal, untuk penggunaan penggunaan jangka panjang, terutama kelompok logam. d. Barang-barang modal dan bahan antara (intermediate & capital goods) bisa meliputi semua kategori kelompok industri di atas tetapi bukan untuk kepentingan konsumsi (non-consumer goods) diproduksi untuk konsumsi perusahaan atau proses produksi mis. Alat-alat transport, mesin industri, produk-produk % jadi, bahan bangunan, dll. Dalam tahap-tahap awal perkembangannya, industri yang dominan adalah kelompok-kelompok pengolahan produk pertanian. Atas dasar ini, komposisi industri wilayahnya di dominasi oleh unit-unit usaha pengolahan makan akan berada dalam tahap awal perkembangan industri. Wilayah yang kegiatan industrinya telah bergeser pada pengolahan produk pertanian yang lebih tahan lama menunjukkan tingkat perkembangan yang lebih baik. Dengan menganalisis data sekunder unit-unit usaha dan atau tenaga kerja yang terserap dalam kelompok industri dapat diperkirakan tingkat industrialisasi wilayah. Identifikasi perkembangan wilayah atas dasar jenis industri yang dominan juga dapat mengaitkan dengan analisis location quotient sebagai proxy untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah berdasarkan kelompok industri yang tergolong basis dan non-basis.
4.3. Bahan Baku, Bahan Tambahan dan Sumber Energi 4.3.1. Bahan Baku (Main mateial) Adalah bahan utama yang digunakan dalam proses produksi. Bahan ini terentang luas tergantung pada jenis usahanya. Sesuai dengan konsep industri, bahan baku yang diolah dapat berupa bahan mentah (raw-material) atau bahan
yang telah terolah menjadi produk setengah jadi (semi finished product). a. bahan mentah / raw-material bahan yang belum mengalami pengolahan dan transformasi bentuk. Pada umumnya bahan ini berasal dari kegiatan sektor primer yaitu produk dari pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan, dan penggalian. b. bahan setengah jadi / semi finished material adalah bahan mentah yang terolah dan mengalami transformasi menjadi produk setengah jadi, untuk menjadi produk jadi atau produk akhir yang siap di konsumsi diperlukan pengolahan tambahan.
4.3.2. Bahan Tambahan / Additional Material Bahan tambahan sering disebut pula dengan bahan penolong adalah bahan diluar bahan utama yang ditambahkan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk jadi (finished product) maupun produk setengah jadi (semi finished product) sesuai dengan target produksi industri pengolahan yang bersangkutan. Bahan tambahan disebut pula dengan bahan penolong atau bahan antara/ intermediate material.
4.3.3. Sumberdaya dan Energi Adalah berbagai jenis sumber yang menggerakkan proses produksi baik yang langsung berkenaan dengan produk atau melalui instrumen tertentu. Pada industri keramik, genting dan batu bata misalnya, energi untuk perubahan material mentah yang sudah tercetak adalah kayu api (fuel-wood). Pada industri meubel, penggerak alat bor adalah energi listrik.
4.3.4. Asal dan Cara Pengadaan bahan Pada awal perkembangannya, industri perdesaan cenderung berorientasi pada keberadaan sumberdaya. Bahkan sejumlah industri perdesaan tumbuh karena kepemilikan sumberdaya. Karenanya, kategori perkembangan industri dapat diidentifikasi dari cara pengusaha mengadakan bahan input produksinya. Pada tahap awal perkembangannya, sejumlah industri tradisional menggunakan sumber bahan yang dimiliki sendiri. Pengrajin bambu memperoleh bahan baku usahanya dari tanaman bambu di lahannya sendiri. Pembuatan baru bata atau
genting menggunakan sumber bahan tanah liat dari areal lahan sawah atau pekarangan milik sendiri. Industri yang berorientasi pada keberadaan sumberdaya pada umumnya mendekatkan diri pada lokasi sumberdaya tersebut. Ada kecenderungan perkembangan selanjutnya adalah bahwa bahan-baku setempat tidaklagi mencukupi kebutuhan baik karena berkembangnya unit usaha industri, atau semakin banyaknya unit usaha, atau menipisnya bahan baku. Kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan bahan ini ditutupi dengan mendatangkan bahan dari luar daerah. Kondisi tersebut bisa digunakan untuk identifikasi perkembangan industri. Semakin maju industri semakin besar proporsi penggunaan sumber-sumber bahan berasal dari non-lokal, baik dalam lingkup regional dan nasional. Pendekatan perkembangan industri dengan bahan baku sering dikombinasikan dengan pemasaran. Dalam hal inipemasaran produk ke luar daerah (non-lokal) diasumsikan lebih berkembang dibandingkan dengan pemasaran lokal. Asumsi ini berdasarkan theori economic base. Jenis-jenis industri yang tergolong basis, yaitu yang menjangkau pasar luar daerah / non-lokal dipandang lebih maju perkembangannya dibandingkan yang memasarkan produknya di pasar lokal. Asumsi ini dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa industri yang menjangkau pasar luar daerah akan menghasilkan aliran modal (capital flow) ke daerah tersebut yang berarti meningkatnya investasi dan menguatkan dorongan perkembangan sektor ekonomi lainnya. Dengan pendekatan bahan-pemasaran ini dapat dibuat tipologi industri yang berbeda potensi perkembangannya.
Tabel. 9. Matrik Tipologi Perkembangan Industri Perdesaan
Sumber Bahan Lokal Non-Lokal
Jangkauan Pemasaran Lokal Non-Lokal I II (kurang berkembang) (perkembangan sedang) II III (perkembangan sedang) (perkembangan baik)
4.3.5. Nilai Bahan Terkait dengan asal dan cara pengadaan bahan, penilaian potensi dan perkembangan industri dapat digambarkan dengan melakukan analisis terhadap nilai bahan baku. Dalam pengertian nilai bahan ini adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan bahan baku produksi. Dalam contoh kasus sumber bahan berasal dari lahan sendiri di atas keuntungan yang diperoleh bisa lebih besar dan bisa menjadi potensi investasi yang lebih tinggi dibandingkan pengusaha yang haras membeli bahan. Identifikasi perkembangan industri atas dasar nilai bahan pada prinsipnya membuat klasifikasi terhadap unit-unit usaha, membandingkan unit-unit usaha dalam kluster, atau membandingkan antar kluster industri berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan bahan per satuan waktu atau periode produksi tertantu. Asumsi yang melatarbelakangi adalah bahwa semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk bahan produksi semakin tinggi skala usahanya yang berarti semakin besar potensi perkembangan industri.
4.4. Tenaga Keria Industri Perdesaan 4.4.1. Jenis, Kualitas, dan Kuantitas Tenaga Kerja
Tenaga kerja pada industri perdesaan dapat dibedakan menurut jenis, kualitas, dan kuantitasnya. Perbedaan dalam tenaga kerja yang digunakan akan menunjukkan perbedaan potensi perkembangannya. Berdasarkan jenis tenaga kerja, pada industri perdesaan terdapat dua kategori utama yaitu tenaga kerja keluarga yang biasanya tidak dibayar (unpaid family -worker) dan tenaga kerja upahan (paid worker). Industri yang lebih maju menggunakan tenaga kerja upahan, yang kurang berkembang lebih mengkombinasikan antara tenaga kerja upahan dan tenaga kerja keluarga, industri tradisional menggunakan tenaga kerja keluarga, atau pekerjaan dilakukan sendiri. Kualitas tenaga kerja sebagai pendekatan identifikasi perkembangan industri perdesaan juga bisa digambarkan dari seberapa jauh spesialisasi kerja berlangsung dalam suatu usaha. Semakin maju industri, semakin nampak ciri-ciri industri formal dalam kulaitas tenaga kerjanya yaitu semakin jelas spesialisasi dan semakin lengkap pembagjan kerja. Hal ini sesuai dengan prinsip organisasi
formal modern yang menakankan spesialisasi kerja dan mengurangi tumpang tindih (overlapping) pekerjaan. Oleh karena itu, pendekatan pembagian kerja akan menempatkan usaha dengan tenaga kerja tunggal (one man management) merupakan jenis industri yang paling kurang potensi perkembangannya. Dari sisi kuantitas, jumlah tenaga kerja, dapat digunakan untuk mengelompokkan industri berdasarkan skala usaha. Besarnya tenaga kerja per unit usaha akan mereprfcientasikan skala usaha dan tingkat kemajuan usaha industri. Besaran tenaga kerja yang dimaksud bisa dalam nilai absolut dengan mengelompokkannya dalam kelas dan kategori usaha atau membandingkan rerata tenaga kerja per unit usaha. Penilaian perkembangan industri dari sisi tenaga kerja bisa juga dilakukan dengan membandingkannya dengan elemen struktur usaha industri lainnya misalnya rasio modal terhadap tenaga kerja (capital-labour ratio=CLR) atau rasio output terhadap tenaga kerja (output-labour ratio=OLR). Rasio yang pertama bisa untuk menilai intensitas usaha apakah usaha cenderung labour intensive (padat tenaga) atau capital intensive (padat modal). Rasio yang kedua sebagai pendekatan untuk penilaian produktivitas per tenaga kerja. Dari nilainilai ini dapat disimpulkan misahiya semakin tinggi nilai CLR semakin mengarah kepada industri yang maju. Semakin tinggi nilai OLR semakin produktif industri yang berarti semakin maju industri tersebut.
4.4.2. Asal Tenaga Kerja Berdasarkan asalnya, tenaga kerja dapat dibedakan menjadi tenaga domestik, tenaga setempat, dan tenaga dari luar daerah. Ada kecenderungan bahwa semakin jauh lingkup asal tenaga kerja yang bekerja pada industri perdesaan, semakin maju industri perdesaan tersebut. Asal tenaga kerja bisa diklasifikasikan sebagai berikut ; a. Tenaga kerja domestik, adalah tenaga kerja yang berasal dari rumahtangga pengusaha atau tenaga kerja keluarga. b. Tenaga kerja lokal, berasal dari desa dan lingkungan setempat, biasanya tenaga kerja upahan. c. Tenaga kerja dari luar (non-lokal), tenaga yang berasal dari luar lingkungan atau luar desa, tenaga kerja upahan yang tingkat upahnya lebih tinggi dari tenaga kerja lokal terutama karena ada perbedaan biaya
transportasi/ perjalanan. Industri perdesaan yang kurang prospektif dan masih dalam tahap awal pada umumnya didominasi tenaga kerja domestik. Semakin maju industri, akan semakin dominan penggunaan tenaga upahan dari luar daerah. Kondisi ini disebabkan oleh semakin formalnya hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, selain semakin terspesialisasinya bidang tugas tenaga kerja.
4.5. Modal Usaha Modal sering dinyatakan sebagai masalah yang umum dijumpai dalam pengembangan industri perdesaan. Namun akurasi pernyataan ini masih menjadi kontroversi mengingat banyaknya scheme pinjaman lunak yang tidak termanfaatkan. Ada dua kemungkinan untuk menjelaskan kondisi ini. Pertama, akses, prosedur, dan persyaratan yang tidak mudah dipenuhi oleh pengusaha industri perdesaan. Kedua, kurangnya kemampuan pengusaha untuk menjamin bahwa pinjaman modal lunak bisa dimanfaatkan untuk peningkatan kegiatan produktif dan bukan untuk kegiatan konsumtif. Kegiatan produktif berarti berupa pengembangan industri dengan memperbesar investasi. Selain kemungkinan mis-alokasi penggunaan, pengusaha sering merasa tidak mampu merespon tambahan atau pembesaran modal. Modal yang bertambah besar seharusnya direspon oleh sehiruh rangkaian elemen struktur usaha misalnya; meningkatnya skala produksi, bertambahnya output produksi,.dan perlunya memperluas pasar bagi produk yang bertambah. Tidak banyak pengusaha yang mampu memperluas usha dan pemasaran produk yang distimulir oleh bertambahnya modal.
4.5.1. Jenis Modal Berdasarkan waktu atau periodenya, modal dibedakan menjadi dua yaitu; a. Modal awal (initial capital) yaitu nilai modal yang ditanamankan untuk memulai usaha, b. Modal yang berlangsung (existing capital) yaitu besarnya modal yang dipergunakan dalam operasionalisasi usaha pada kondisi yang terakhir, Berdasarkan penggunaannya modal juga dibedakan menjadi dua yaitu ; a. Modal tetap (fixed capital) yaitu nilai modal yang ditanamankan untuk pengadaan aset produksi yang berupa tempat usaha dan peralatan
produksi serta fasiltias pendukung lainnya misalnya saluran komunikasi, alat transportasi, dan lain sebagainya. Modal tetap biasanya hanya dilakukan satu kali pembelian untuk pemakaian dalam jangka waktu yang panjang. b. Modal kerja (variable atau working capital) yaitu nilai modal yang dibelanjakan untuk operasional usaha industri secara reguler. Modal kerja meliputi pengeluaran atau belanja baik untuk pengadaan bahan input produksi, pembayaran tenaga, pengeluaran untuk energi, biaya distribusi dan pemasaran. Berbeda dengan modal tetap masa berlakunya lama, modal kerja adalah modal yang dilakukan berulang dalam jangka waktu yang lebih pendek sesuai periode produksi.
4.5.2. Nilai Modal / value of capital Nilai modal bervariasi besarnya. Terdapat sejumlah industri perdesaan yang keberadaannya berbasis keberdayaan sumberdaya setempat (resouce base) dikerjakan hampir-hampir tanpa modal. Sebaliknya industri perdesaan yang
tumbuh
dan
berkembang
karena
keahliasn
(skill-base
industry)
membutuhkan modal setidaknya untuk pengadaan bahan yang tidak tersedia setempat. Pada umumnya semakin tinggi nilai modal, semakin maju dan menguntungkan usaha industri perdesaan tersebut.
4.5.3. Sumber modal / source of capital Derajat
formalitas
sumber
modal bagi
industri
perdesaan
akan
merepresentasikan tingkat kemajuannya. Terdapat kecenderungan bahwa semakin formal sumber modal udaha semakin maju usaha tersebut. Hal ini bersesuaian dengan industri modern yang sumber modal usahanya dari sumber formal yaitu perbankan. Secara garis besar, sumber modal dibedakan menjadi tiga kategori yaitu; Sumber domestik, yaitu sumber yang berada pada lingkup rumahtangga atau keluarga seperti orang tua, saudara, atau modal milik pribadi, sumber modal ini dipandang kurang memotivasi kemajuan usaha. Sumber modal dari lembaga formal, misalnya bank atau KUD akan menempatkan pengusaha pada pola dan motivasi kerja yang lebih baik agar bisa mempertanggung jawabkan pinjamannya dalam periode angsuran pinjaman
yang ditentukan.
4.6. Teknologi Produksi ; Teknologi terapan 4.6.1. Definisi dan Klasifikasi Tehnologj Technology is specific know-how concerning the production of goods and services useful to satisfy human needs and may be embodied in physical means of production documents such as patent and humans (Boon. G.K. 1983.. Technology Transfer to The Small-Scale Production). Perubahan teknologi produksi perdesaan sering dipandang lambat. Pada kelompok-kelompok industri kerajinan, teknologi sering masih bersifat tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi, hampir tanpa peningkatan. Sebab utama kelambanan ini pada sisi internal sering dinisbahkan pada rendahnya sifat entrepreneurship
(keusahawanan)
berupa
keterbatasan
wawasan
dan
kecenderungan untuk bersikap menjaga stabilitas produksi (safety first, risk avoidance) dibandingkan menempuh suatu resiko (risk taking). Pada sisi eksternal, sebab kurangnya perkembangan teknologi juga berasal dari kurangnya upaya-upaya dilakukan untuk menciptakan teknologi produksi yang sesuai dengan kebutuhan industri perdesaan, keterbatasan dalam upaya
penyebaran
dan
sosialisai,
serta
penyuluaan
informasi
tentang
perkembangan teknologi produksi. Berdasarkan pada penilaian terhadap teknologi produksi yang digunakan, bisa dibedakan tipologi industri perdesaan menjadi; Teknologi terapan / apropriate technology Teknologi maju dan modern / modem technology Teknologi tradisiona l/ traditional technology
4.6.2.Teknologi terapan/ avrovriate technology Teknik produksi di negara maju pada industri modern menggunakan teknologi yang canggih dan menggunakan input modal yang tinggi, tingkat ketrampilan dan manajemen yang tinggi serta penghematan tenaga kerja. Di negara maju dukungan penggunanaan komputer telah menjadi fenomena umum pada industrinya. (Computer assisted design / production CAD / CAP, CPS computerized production system). Sebaliknya dengan negara berkembang, teknologi yang lebih sesuai
dengan keadaaannya, khususnya industri perdesaan skala kecil adalah teknologi terapan (expropriate technology) yaitu jenis teknologi produksi yang lebih menekankan pada tenaga kerja yang kurang berketrampilan dibandingkan pada modern. Ini sesuai dengan kondisi di negara berkembang yang tidak punya cukup sumber modal dan pengetahuan teknik (technical know-how) untuk mengembangkan technologinya. Teknologi terapan/ apropriate technology, didefinisikan sebagai ; The optimnal way to produce for the local and export market i.e by making the most economic use of scarce production factors (capital, manajemen know-how/ skills) and maximum use of surplus production factors (like unskilled labour and locally available materials'). Kriteria teknologi terapan menurut United Nations Economic and Social Comission for Asia Pacific (UN-ESCAP.1979) meliputi hal-hal sebagai berikut : •
Teknologi mengunakan modal yang sesuai dengan kapasitas finansial negara,
•
Bersifat padat karya (labor intensive) dengan produktivitas tidak berbeda jauh dan produktivitas sektor tradisional,
•
Mempertimbangkan ketrampilan yang ada setempat atau ketrampilan yang dapat dibentuk melalui program latihan sederhana,
•
Dapat diterapkan pada skala yang sesuai dengan permintaan potensi lokal bagi produk dengan cakupan daerah hinterland dan kemampuan entrepreneurial,
•
Dapat diterima dari sudut ekonomis dan teknologis, dan juga dari sudut pandang social,
•
Perawatan teknologi dimungkinkan dilakukan secara lokal, tanpa memerlukan ahli dari luar,
•
Sejauh mungkin menggunakan material domestik,
•
Produk dari teknologi tahan lama dan murah,
•
Resiko rusak minimal.
4.6.3. Otomasi Teknologi Klasifikasi teknologi dalam tipe tradisional, terapan, dan modern dapat diidentifikasi dengan membedakan tingkat penggunaan tenaga manusia
(manual) dan penggunaan sarana yang mendorong otomasi dengan daya yang dibangkitkan dari energi minyak bumi {fiel energy) atau daya kelistrikan (electrical power) sehingga terjadi proses otomasi. Teknologi
tradisional
hampir
keseluruhan
proses
produksinya
menggunakan tenaga manual belum ada sistem otromasi. Teknologi terapan penggunaan tenaga manual masih cukup besar tetapi telah mulai menggunakan sistem produksi otomasi dalam intensitas yang terbatas. Teknologi modem penggunaan tenaga manusia terbatas sedangkan proses produksi otomasinya lebih dominan. Otomasi didefinisikan sebagai; The introduction of methods for -work and control in production, measuring, inspection, material handling, packaging etc which make use of self-acting systems, machines, instruments... (Groot.1983) Kata kunci dalam konsep otomasi adalah dalam introduksi metode dan sistem yang bersifat self-acting. Sistem yang bersifat self-acting berarti bahwa sistem ini, mesin, instrumen, dapat berfungsi sebagian atau seluruhnya tanpa intervensi manusia pada suatu periode waktu dan tahapan proses produksi tertentu. Jika ada keinginan untuk membuat proses yang dikontrol secara manual lebih bersifat self acting, lebih otomatis, pada dasarnya tidak ada perbedaan apakah hal ini akan dilakukan melalui introduksi peralatan yang sederhana atau lebih maju.
4.7. Produksi ; Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas 4.7.1. Corak produksi Kualitas Tradisional dan Inovasi Dalam suatu komunitas industri perdesaan pada jenis produksi yang sama, sering dijumpai variasi dalam corak produksinya. Secara umum perbedaan corakini dibedakan ke dalam dua (2) kategori yaitu produk tradisional dan produk inovasi. Produk tradisional adalah produk yang bentuk dan corak desainnya telah berlangsung dan bertahan secara turun temurun bertahan antara generasi. Perubahannya relatif sedikit dan tidak substansial misalnya adanya pewarnaan atau kemasan. Produk inovasi adalah produk dari bahan utama yang sama seperti
produk tradisional, sistem pengolahan dasar yang sama, namun dengan corak dan desain yang berbeda dengan yang pada umumnya dilakukan pengusaha di tempat itu. Dalam sejumlah kasus, produk inovasi juga melakukan kombinasi penggunaan bahan. Sebagai contoh industri kerajinan bambu dalam pengertian produksi tradisional adalah kegiatan yang menghasilkan alat-alat rumahtangga yang sudah berlangsung beberapa generasi seperti tampah, tenggok, besek, dan sebagainya. Dalam produk inovasi, dengan prinsip pengerjaan bambu yang sama dihasilkan bentuk-bentuk seperti tempat tissue, tempat payung, tempat buah, dan sebagainya. Mendasarkan pada contoh dan batasan industri tersebut, dapat diasumsikan pada umumnya produk inovasi mempunyai harga yang lebih tinggi dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Lebih dari itu pangsa pasar (market share) yang bisa dijangkau lebih luas dan meningkat statusnya. Pada umumnya produk tradisional di konsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah. Produk inovasi dapat menjangkaulapisan masyarakat menengah ke atas. Dengan demikian adanya perubahan kualitas produk akan berdampak pula pada peningkatan pangsa pasar secara horisontal yaitu semaldn meluas, dan juga secara vertikal dalam arti menjangkau lapisan kelas ekonomi masyarakat yang lebih tinggi.
4.7.2. Kuantitas, Kontinuitas dan Nilai Produksi Sejumlah
industri
perdesaan
yang
kurang
prospektif
dalam
perkembangannya tidak melaksanakan produksi secara kontinyu. Mereka dalam tiga kategori yaitu ; •
Industry yang melakukan produksi hanya saat hari pasar / market driven rural industry
•
Industri yang melakukan produksi hanya saat tersedia input-bahan produksi / material driven rural industry
•
Industri yang berproduksi berdasarkan kombinasi adanya pasar dan material Market driven rural industry, melakukan produksi terutama berdasarkan
ada tidaknya pasar dalam pengertian fisik (marketplace}. Di perdesaan Jawa masih banyak di jumpai pasar yang aktivitasnya berlangsung sekali dalam lima hari berdasarkan hitungan kalender Jawa. Untuk memanfaatkan pasar kegiatan
pasar ini, banyak kegiatan industri perdesaan skala rumahtangga yang berlangsung. Pada umumnya mereka bergerak di bidang pengolahan makanan, sebagian kecil lainnya adalah kerajinan, dan pembuatan alat kebutuhan rumahtangga. Industri semacam ini disebut mempunyai periodisitas kegiatan yang didasarkan pada adanya pasar dalam arti fisik. Sejumlah industri perdesaan yang lain melakukan aktivitas hanya jika tersedia input / bahan produksi. Kelompok ini terutama adalah pengolahan produk pertanian. Pada saat panen, input bahan untuk diolah tersedia sehingga mendorong munculnya kegiatan pengolahan produk pertanian tersebut. Pada umumnya kedua tipologi industri tersebut skala produksinya kecil, merapakan pekerjaan sampingan, dengan tingkat pendapatan yang kecil pula. Potensi pengembangan industri ini untuk mendukung industrialisasi perdesaan adalah kecil. Prioritas dan pilihan alternatif pengembangan lebih dipilih kelompok industri yang menjaga kontinuitas produksinya dengan volume atau kuantitas produksi yang tidak kecil. Untuk lebih tepat mengetahui kedudukan industri perdesaan dalam ekonomi rumahtangga bisa didasarkan pada share atau andil pendapatan industri perdesaan. Andil atau sumbangan ini adalah proporsi riel sumbangan pendapatan yang dihasilkan terhadap pendapatan mmahtangga total. Sumbangan maksimal adalah 100% yang berarti indsutri adalah satu-satunya sumber pendapatan mmahtangga. Andil atau sumbangan industri perdesaan dalam ekonomi rumahtangga pada umumnya dikelompokkan dalam kelas-kelas dan kategorinya, misahiya :
No.
Tingkat andil
Kategori andil
1.
< 50%
Rendah
2.
50% - 75%
Sedang
3.
> 75%
Tinggi
Pada umumnya industri perdesaan yang produksinya tidak periodik tersebut andilnya dalam pendaptan rumahtangga rendah. Dari sisi kedudukan industri perdesaan dalam ekonomi rumahtangga ini, prioritas alternatif pengembangan adalah pada industri perdesaan sebagai mata pencaharian pokok. Asumsinya pekerjaan pokok menunjukkan tingkat kepentingan yang lebih
besar dan penting dalam ekonomi rumahtangga, selain itu motivasi pengusaha untuk mengembangkan industri perdesaan lebih besar dibandingkan yang mengerjakan sebagai mata pencaharian sampingan.
4.8. Pemasaran Produk : Jangkauan dan Cara Pemasaran Keragaman pemasaran industri perdesaan cukup luas. Hal ini tergantung pada jenis industri, kualitas produk, infrastruktur dan transportasi, dan tingkatan (level) pemasaran. Jenis-jenis industri yang mudah rusak (perishable) akan menjangkau daerah yang relatif terbatas. Semakin lama daya tahan produk, jangkauan pemasaran semakin luas. Hubungan positif juga dipandang berlangsung antara kualitas produk dengan jangkauan pemasaran. Semakin tinggi kualitas produk, semakin luas jangkauan pemasarannya. Produk-produk tradisional cenderung untuk memenuhi pasar lokal, sedangkan produk inovatif menjangkau pasar yang lebih luas.duk mempunyai jangkauan. Infrastruktur dan transportasi merupakan aspek penting lainnya dalam pemasaran, secara prinsip ketersediaan infrastruktur khususnya jalan dan transportasi berupa sarana angkutan berpotensi memudahkan dan memperluas jangkauan pemasaran. Namun pada umumnya aspek infrastruktur dan transportasi akan muncul dalam bentuk nilai atau biaya pemasaran. Biaya ini dipertimbangkan sebagai biaya produksi yang akan dihitung dengan membandingkan nilai produk. Pemasaran juga tergantung pada saluran pemasaran yang digunakan. Pada umumnya dipahami bahwa industri perdesaan dicirikan dengan tidak adanya pemisahan antara produsen dan pedagang. Pengusaha memasarkan sendiri hasil produknya, khususnya para pengusaha tradisional. Semakin berkembang industri perdesaan, pemasaran cenderung melalui beberapa level saluran pemasaran. Produsen - konsumen Produsen - pedagang setempat - konsumen Produsen - pedagang setempat - pedagang pengepul / tengkulak konsumen Produsen - pedagang perantara - pedagang kolektor - eksportir – konsumen
Cara pembayaran dalam system pemasaran industri perdesaan, cukup beragam pula. Pada umumnya pengusaha lebih menyukai untuk memperoleh pembayaran langsung. Barang dan uang diterimakan pada waktu yang sama. Dalam konsep ini pemasaran langsung ke konsumen lebih menguntungkan. Karena selain pembayarannya langsung, harganya kemungkinan lebih baik. Namun pilihan ini tidak bisa dipertahankan ketika usaha telah semakin berkembang. Ketika perkembangan terjadi, pengusaha industri perdesaan membutuhkan pedagang untuk menjangkau konsumen. Masuknya jalur pemasaran ini sering memunculkan cara pembayaran yang beragam, yang meliputi misalnya Pembayaran dibelakang setelah barang terjual Pembayaran sebagian dimuka/ sitem panjer untuk mengikat Pembayaran secara angsuran/ dicicil Pembayaran secara konsinyasi Dengan perkembangan pemasaran yang lebih kompleks ini, pengusaha industri perdesaan membutuhkan pembukuan dan manajemen usaha. Dalam sejumlah
kasus,
produk-produk
yang
bisa
menjangkau
swalayan
atau
supermarket dengan sistem konsinyasi, pembayaran terhadap produk bahkan bisa diperoleh setelah jangka waktu tertentu hingga ada yang mencapai 3 bulan. Dalam kondisi ini diperlukan kekuatan finansial yang lebih besar untuk menjaga agar produksi tetap bisa berlangsung selama uang hasil penjualan belum diperoleh. Pekerjaan pokok dan sampingan