Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
ISBN: 978-602-7998-43-8 PROSIDING SEMINAR NASIONAL
AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN I
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 2014
i
Seminar Nasional
Mei, 2014 Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1 AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN I
Penanggung Jawab: Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Trunojoyo Madura
Editor: Andrie Kisroh Sunyigono Ellys Fauziyah Mardiyah Hayati
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 2014
ii
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
Katalog dalam Terbitan
Proceeding: Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan I Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, UTM Press 2014 viii + 396 hlm.; 17x24 cm
ISBN 978-602-7998-43-8
Editor:
: Andrie Kisroh Sunyigono Ellys Fauziyah Mardiyah Hayati Layouter : Taufik R D A Nugroho Cover design : Didik Purwanto Penerbit : UTM Press
* Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang PO Box. 2 Kamal Bangkalan Telp : 031-3013234 Fax : 031-3011506
iii
Seminar Nasional
Mei, 2014 Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1 KATA PENGANTAR KETUA PANITIA Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh Bismillahirrohmanirrohim Segala puji kami panjatkan ke hadapan Illahi atas terselenggaranya Seminar Nasional “Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan I” Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura pada tanggal 21 Mei 2014. Seminar ini merupakan seminar yang diselenggarakan secara mandiri oleh Program Studi Agribisnis untuk pertama kalinya dan direncanakan dilakukan secara rutin tiap tahun. Tujuan diselenggarakannya seminar ini adalah untuk: 1) Memberikan rekomendasi kebijakan, langkah dan strategi dalam upaya pengembangan sektor agribisnis yang terkait erat dengan wilayah perdesaan, 2) Memberikan wadah untuk berbagi pengalaman dan tukar menukar ide bagi semua stakeholder terkait baik akademisi, pelaku bisnis dan pemerintah, 3) Menumbuhkan komitmen bersama dalam pengembangan sektor agribisnis yang bertitik tumpu pada wilayah perdesaan dalam upaya mencapai visi pembangunan pertanian. Selanjutnya, pada akhir seminar diharapkan tergalang sinergi untuk meningkatkan mutu dan dayaguna penelitian dan dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan kebijakan. Makalah kunci disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani, MS selaku Guru Besar Universitas Brawijaya Malang, dan makalah utama oleh Dr.Ir. Agus Wahyudi, SE; MM (Badan Pengembangan Wilayah Suramadu/BPWS), Andrie Kisroh Sunyigono, PhD selaku Pakar Ekonomi Pertanian Universitas Trunojoyo Madura dan. Dr. Sitti Aida Adha Taridala, SP, M.Si sebagai pemakalah terbaik dari Universitas Halu Uleo. Disamping itu terdapat makalah penunjang bersumber dari berbagai instansi/lembaga penelitian seperti BPTP antara lain dari Bogor dan Jawa Timur, Loka Penelitian Sapi Potong Pasuruan, serta Perguruan Tinggi dari berbagai wilayah seperti Jakarta, Gorontalo, Bandung, Tegal, Surabaya, Malang dan Madura. Topik-topik yang disajikan sangat bervariasi, secara garis besar terhimpun ke dalam 4 bidang yakni agribisnis, sosiologi, nilai tambah dan sosial ekonomi. Terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kontribusi utamanya PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO). Akhirnya selamat mengkaji makalah-makalah di prosiding ini. Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatu Bangkalan, Juni 2014. Ketua Panitia,
Ihsannudin, MP.
iv
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KETUA PANITIA ................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................................. v
AGRIBISNIS MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN PERMASALAHANNYA .................................. 3 P. Julius F. Nagel TANGGAPAN KONSUMEN TERHADAP ECO-LABEL PADA PRODUK PERTANIAN ............................................................................................................... 14 Joko Mariyono PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP STRATEGI BERSAING DAN KINERJA PERUSAHAAN ................ 21 Hary Sastrya Wanto, Ruswiati Suryasaputra PERANAN BAITUL MAAL WATTAMWIL UNTUK PENINGKATAN SEKTOR PERTANIAN .............................................................................................. 32 Renny Oktafia PENINGKATAN MUTU BUAH APEL SEPANJANG RANTAI PASOK DARI PASCAPANEN SAMPAI DISPLAY SUPER MARKET ............................... 41 I Nyoman Sutapa, Jani Rahardjo, I Gede Agus Widyadana, Elbert Widjaja ANALISIS PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS POTENSI LOKAL KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG ................... 57 Selamet Joko Utomo RISIKO USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR UTAMA KECAMATAN GALIS KABUPATEN PAMEKASAN ............................................ 68 Lilis Suryani, Aminah H.M Ariyani KELAYAKAN EKONOMI USAHA GARAM RAKYAT DENGAN TEKNOLOGI MADURESSE BERISOLATOR ......................................................... 83 Makhfud Efendy, Ahmad Heryanto STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PLINTIR PISANG DI KECAMATAN ARJASA KEPULAUAN KANGEAN ............................................. 107 Mu’awana, Taufik Rizal Dwi Adi Nugroho
SOSIOLOGI RELASI AKTOR DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PRODUK TERRA (TERONG RAKYAT) ................................................................. 121 Titis Puspita Dewi, Mohammad Asrofin, Erwin Merawati, Ali Imron v
Seminar Nasional
Mei, 2014 Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1 PERLUNYA KECUKUPAN BAHAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MASYARAKAT SECARA NASIONAL ........................................ 133 Isbandi dan S.Rusdiana RELASI SEGI TIGA SISTEM KREDIT DALAM MASYARAKAT PERDESAAN STUDI KASUS DI DESA MAJENANG, KECAMATAN KEDUNGPRING, KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR .......................... 146 Indah Rusianti, Faridatus Sholihah, Arini Nila Sari DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI PEMBANGUNAN AGROPOLITAN DI DESA NGRINGINREJO, KECAMATAN KALITIDU, KABUPATEN BOJONEGORO .......................................................................................................... 159 Alifatul Khoiriyah, Santi Yuli Hartika, Yunny Noevita Sari, dan Ali Imron PEMANFAATAN PERAN MODAL SOSIAL PADA PEKERJA SEKTOR INFORMAL PEREMPUAN (Studi Pada Pedagang Kaki Lima Perempuan Di Kota Malang) .............................................................................................................. 168 Ike Kusdyah Rachmawati PROGRAM AKSI MEDIA KOMUNITAS PEDESAAN BAGI WARGA KEPULAUAN TIMUR MADURA SEBAGAI SARANA PENINGKATAN AKSES, KETERBUKAAN INFORMASI, DAN PEMBERDAYAAN PUBLIK ..... 181 Surokim, Teguh Hidayatul Rachmad MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN DI PROVINSI GORONTALO ........................................................................................ 194 Mohamad Ikbal Bahua
NILAI TAMBAH PENERAPAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN WORTEL ...... 213 Yurida Ekawati, Surya Wirawan Widiyanto PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS JAGUNG DI KABUPATEN BANGKALAN .................................................................................. 224 Weda Setyo Wibowo, Banun Diyah Probowati, Umi Purwandari STRATEGI PENGUATAN POSISI TAWAR PETANI KENTANG MELALUI PENGUATAN KELEMBAGAAN ............................................................................ 234 Ana Arifatus Sa’diyah dan Dyanasari INOVASI TEKNOLOGI SAPI POTONG BERBASIS MANAJEMEN BUDIDAYA DAN REPRODUKSI MENUJU USAHATANI KOMERSIAL .......... 250 Jauhari Efendy
vi
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
POTENSI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI PELUANG BISNIS PUPUK ORGANIK DAN PAKAN TERNAK ......................................................................... 258 Jajuk Herawati, Yhogga Pratama Dhinata, Indarwati UJI KELAYAKAN PENGOLAHAN SERBUK INSTAN BEBERAPA VARIETAS JAHE DALAM UPAYA MENINGKATKAN NILAI EKONOMI ...... 270 Indarwati, Jajuk Herawati, Tatuk Tojibatus, Koesriwulandari POTENSI CACING TANAH SEBAGAI PELUANG BISNIS ................................. 280 Yhogga Pratama Dhinata, Jajuk Herawati, Indarwati PEMBUATAN DAGING TIRUAN MURNI (MEAT ANALOG) SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK .......................................... 290 Sri Hastuti STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN USAHATANI TEBU DI MADURA301 Miellyza Kusuma Putri, Mokh Rum STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SALAK DI KABUPATEN BANGKALAN .................................................................................. 312 Iffan Maflahah
SOSIAL EKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PEKARANGAN MELALUI PROGRAM KRPL DI PUHJARAK, KEDIRI ................................................................................ 331 Kuntoro Boga Andri dan Putu Bagus Daroini PERSEPSI PETANI TERHADAP NILAI LAHAN SEBAGAI DASAR PENETAPAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH BERKELANJUTAN .......... 343 Mustika Tripatmasari, Firman Farid Muhsoni, Eko Murniyanto PARTISIPASI ANGGOTA KOPERASI SERBA USAHA (KSU) TUNAS MAJU DI KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULONPROGO .......... 351 Eni Istiyanti, Lestari Rahayu, Supriyadi VEGETABLE CONSUMPTION PATTERN IN EAST JAVA AND BALI ............. 367 Evy Latifah, Hanik A. Dewi, Putu B. Daroini, Kuntoro B. Andri,Joko Mariyono ANALISIS DINAMIKA PERDAGANGAN BERAS DAN GANDUM DI INDONESIA ............................................................................................................... 381 Tutik Setyawati KERAGAAN HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI DI LOKASI PENDAMPINGAN SL-PTT KABUPATEN SAMPANG ......................................... 389 Moh. Saeri, Sri Harwanti dan Suyamto vii
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN PERMASALAHANNYA P. Julius F. Nagel Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Email:
[email protected] ABSTRAK Agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistem pertanian yang memiliki beberapa komponen subsistem yaitu, subsistem usaha tani yang memproduksi bahan baku, subsistem pengolahan hasil pertanian, dan subsistem pemasaran hasil pertanian. Terdapat beberapa permasalahan yang seringkali ditemui dalam manajemen agribisnis diantaranya: terdapat pengalihan fungsi lahan, produktivitas mengalami penurunan, kegiatan impor produk pertanian yang semakin meningkat, ketidakberdayaan pemerintah untuk membendung kegiatan impor, dan lain-lain. Ini tercermin dalam berbagai persoalan yang ada pada sektor pertanian seperti: masalah perebutan bahan baku untuk kebutuhan pangan dan energi, jutaan hektar tanah telah beralih fungsi, dan lain-lain. Solusi dari permasalahan tersebut di atas harus dilakukan secara terintegrasi dan bersinergi antara pelaku-pelaku agribisnis, masyarakat sebagai konsumen dan pemerintah. Kata Kunci: Agribisnis, Permasalahan, Solusi. AGRIBUSINESS MANAGEMENT AND ISSUES ABSTRACT Agribusiness can be seen as agriculture system that has several components of subsystem, namely agriculture system that produce raw materials, subsystem of yield processing and susbsystem of farming marketing. There are several problems found in agribusiness management such as: land function displacement, declining productivity, increase of agricultural product import, incapability of government in preventing import, etc. These are reflected in various problems existing in agriculture sector such as raw material competition for food and energy needs, million of land were shifted the function, etc. Solution of those problems should be in integrated and synergy among agribusiness actors, community as consumers and government. Keywords: Agribusiness, Problems, Solution PENDAHULUAN Agribisnis berasal dari kata Agribusiness, dimana Agri (Agriculture) artinya pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan yang mencari profit (keuntungan). Jadi secara sederhana Agribisnis (agribusiness) didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan pertanian dan terkait dengan pertanian yang berorientasi profit (Sidik, 1997). Sjarkowi dan Sufri (2004) agribisnis adalah setiap usaha yang berkaitan dengan kegiatan produksi pertanian, yang meliputi pengusahaan input pertanian dan atau pengusahaan produksi itu sendiri atau pun juga pengusahaan pengelolaan hasil pertanian. Sedangkan menurut menurut Cramer dan Jensen, agribisnis adalah suatu kegiatan yang sangat kompleks, meliputi: industri pertanian, industri pemasaran hasil 3
Seminar Nasional
Mei, 2014 Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1 pertanian dan hasil olahan produk pertanian, industri manufaktur dan distribusi bagi bahan pangan dan serat-seratan kepada pengguna/konsumen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Agribisnis juga dapat diartikan sebagai bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Dalam konsep pengertian yang lain Agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Kontek agribisnis tidak terlepas dari pertanian yang dalam arti luas adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan. Pemanfaatan sumber daya ini terutama berarti budi daya (cultivation, atau untuk ternak: raising). Pertanian meliputi: 1. perkebunan yang merupakan usaha tani di lahan kering yang ditanami dengan tanaman industri yang laku di pasar, seperti: karet, kelapa sawit, tebu, cengkeh, dan lain-lain. 2. Peternakan yang merupakan usahatani yang dilakukan dengan membudidayakan ternak. Usaha ternak dibedakan atas: Peternakan unggas (ayam dan itik) Peternakan kecil (kambing,domba,kelinci,babi dan lain-lain) Ternak besar (kerbau,sapi dan kuda) 3. Perikanan adalah semua kegiatan yang terorganisir berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Perikanan tangkap dapat dibedakan menjadi perikanan perairan (sungai dan danau) dan perikanan air laut. Perikanan budidaya, dapat dibedakan dalam perikanan kolam, perikanan rawa, perikanan empang dan perikanan tambak. 4. Kehutanan, adalah kegiatan pertanian yang dilakukan untuk mempoduksi atau memamfaatkan hasil hutan,baik yang timbuh atau hidup secara alami maupun yang telah dibudidayakan Adapun kekhususan manajemen agribisnis adalah: 1. Keanekaragaman jenis bisnis yang sangat besar pada sector agribisnis yaitu dari para produsen dasar sampai para pengirim, perantara, pedagang borongan, pemproses, pengepak, pembuat barang, usaha pergudangan, pengangkutan, lembaga keuangan, pengecer, kongsi bahan pangan, restoran sampai daftar ini tidak ada akhirnya. 4
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
2. Besarnya jumlah agribisnis, secara kasar berjuta-juta bisnis yang berbeda telah lazim menangani rute dari produsen sampai ke pemasar encer. 3. Cara pembentukan agribisnis dasar di sekeliling pengusaha tani. Para pengusaha tani ini menghasilkan beratus-ratus macam bahan pangan dan sandang (serat). 4. Keanekaragaman yang tidak menentu dalam hal ukuran agribisnis, dari perusahaan raksasa sampai pada organisasi yang di kelola oleh satu orang. 5. Agribisnis yang berukuran kecil dan harus bersaing di pasar yang relative bebas dengan penjual yang berjumlah banyak dan pembeli yang lebih sedikit. 6. Falsafah hidup tradisional yang dianut oleh para pekerja agribisnis cendrung membuat agribisnis lebih kolot disbanding bisnis lainnya. 7. Kenyataan badan usaha agribisnis cendrung berorientasi pada masyarakat. 8. Kenyataan bahwa agribisnis cendrung berorientasi pada masyarakat, banyak di antaranya terdapat dikota kecil dan pedesaan, dimana hubungan antar perorangan penting dan ikatan bersifat jangka panjang. 9. Kenyataan bahwa agribisnis bahwa yang sudah menjadi industri raksasa sekali pun sangat bersifat musiman. 10. Agribisnis bertalian dengan gejala alam. 11. Dampak dari program dan kebijakan pemerintah mengena langsung pada agribisnis. Misalnya harga gabah sangat dipengaruhi oleh peraturan pemerintah. PERAN AGRIBISNIS DALAM PEMBANGUNAN Agribisnis sangat mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan.Sebagaimana yang kita ketahui agribisnis bergerak pada sektor pertanian. Dalam perekonomian Indonesia, agribisnis mempunyai peranan yang sangat penting sehingga mempunyai nilai strategis. Hal ini disebabkan: 1. Karena mayoritas rumah tangga penduduk Indonesia yang mengusahakan agribisnis dan mayoritas angkatan kerja bekerja di bidang agribisnis, 2. Agribisnis menyubang pendapatan nasional terbesar, 3. Kandungan impor dalam usaha agribisnis rendah, 4. Agribisnis sebagai salah satu sumber devisa, karena sebagian besar devisa dari non migas berasal dari agribisnis, 5. Kegiatan agribisnis lebih bersifat ramah terhadap lingkungan, 6. Agribisnis off farm merupakan indunstri yang lebih mudah diakses oleh petani dalam rangka trasformasi structural, 7. Agribisnis merupakan kegiatan usaha penghasil makanan pokok dan kebutuhan lainnya. 8. Agribisnis bersifat labor intensive 9. Mempunyai efek multiplier yang tinggi. Disamping itu, agribisnis merupakan tumpuan utama dalam pemulihan ekonomi dari krisis ekonomi. http://bangpren.blogspot.com/2012/03/agribisnis-dan-manajemen-agribisnis.html BERBAGAI PERMASALAHAN DI BIDANG AGRIBISNIS 1. Kedaulatan pangan sangat vital bagi sebuah negara. Untuk itu, lembaga ini ikut memantau daerah sentra pangan. 5
Seminar Nasional
Mei, 2014 Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1 Badan Pemeriksa Keuangan menilai, kedaulatan pangan sangat vital bagi sebuah negara. Untuk itu, lembaga ini ikut memantau daerah sentra pangan. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (8/2), mengungkapkan,Indonesia berpotensi runtuh kalau tidak bisa memenuhi kebutuhan pangannya. Penyediaan pangan tidak bisa hanya mengandalkan negara lain karena tiap negara akan mendahulukan kepentingan negaranya. ”Produksi pangan harus bisa dilakukan secara mandiri agar Indonesia bisa berdaulat atas pangan. Sistem usaha tani/produksi harus disesuaikan dengan sumber daya yang ada,” katanya. (Kompas, Senin, 10 Februari 2014) 2. Bagaimana masa depan industri gula? Apakah gula masih merupakan komoditas strategis dalam ekonomi pangan Indonesia untuk periode 5-10 tahun mendatang? Pertanyaan tersebut muncul secara spontan setelah menyiasati kenyataan faktual minimnya tingkat kesiapan industri gula nasional saat merespons datangnya Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang berlaku efektif 31 Desember 2015. Desakan Thailand agar Indonesia meliberalisasikan pasar gula makin mengemuka sehingga memerlukan pemikiran komprehensif ihwal langkah konkret yang mesti dilakukan meskipun bisa saja perlindungan untuk petani melalui pemberlakuan tarif bea masuk maksimal 5 persen masih dimungkinkan. Ketidakberdayaan industri gula diperburuk oleh makin ketatnya penggunaan lahan sawah berpengairan teknis di Jawa. Selain konversi dan tingginya kompetisi dengan komoditas agribisnis lain, nilai sewa makin mahal, dan kelangkaan tenaga kerja menjadi hambatan struktural peningkatan daya saing. Inilah yang mendasari pemikiran apakah industri gula di Jawa masih diharapkan tetap beroperasi seluruhnya atau hanya sebagian dengan tahapan pengalihannya ke luar Jawa secara terprogram. (Kompas, 17 Februari 2014) 3. Lahan pertanian yang diusulkan berkurang Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat DaerahKalimantan Selatan mempertanyakan luas lahan yang diusulkan Pemerintah Provinsi Kalsel untuk lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan guna menjaga ketahanan pangan. Pasalnya, lahan yang diusulkansekitar 360.000 hektar, padahal luas lahan pertanian di Kalsel sekitar 450.000 hektar. Hasmy Fadillah Akbar dari Komisi III DPRD Kalsel, di Banjarmasin, Rabu (19/2), mengatakan, pengurangan luas lahan pertanian tersebut diketahui dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan. Pengurangan lahan pertanian tersebut dikhawatirkan akan membuat Kalsel terancam kesulitan menyediakan beras setelah tahun 2025 Hasmy, yang juga Ketua Panitia Khusus Raperda Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan, mengatakan, anggota pansus belum menyetujui luas lahan yang diusulkan pemerintahkarena jauh dari kondisi lahan yang sebenarnya. ”Pembahasan raperda ini sudah dua bulan lebih.Sebenarnya sudah hampir selesai, tetapi terganjal pada satu pasal terkait luas lahan,” ujarnya. Anggota pansus, lanjut Hasmy, meminta supaya pemerintah kabupaten/kota menyediakan lahan sesuaidengan kondisi yang ada. Hal ini diperlukan untuk 6
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
membuat kebijakan bagi para petani. Sebab, petaniyang menggarap lahan akan mendapat insentif dari pemerintah. Pelaksana Harian Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalsel Fathurrahman mengatakan, luas lahan pertanian padi di Kalsel sebenarnya 500.000 hektar. Sejak 2005, lahan pertanian berkurang sekitar 56.000 hektar. ”Jika lahan pertanian terus berkurang, Kalsel terancam tidak lagi surplus beras dalam 10 tahun ke depan,” katanya. (BANJARMASIN, KOMPAS 20 Februari 2014) 4. Petani terancam menggangur Menindaklanjuti pengaduan petani Tabukan, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Senin (17/2), Ombudsman RI Perwakilan Kalsel melayangkan surat kepada Bupati Barito Kuala Hasanuddin Murad. Ombudsman berharap petani jangan dikorbankan demi alih fungsi lahan. Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalsel Noorhalis Majid Noorhalis mengatakan, kebijakan kepala daerah yang akan mengalihkan lahan pertanian patut dipertanyakan jika menimbulkan kegelisahan petani dan masyarakat. ’’Bupati harus menjelaskan kebijakannya soal alih fungsi lahan itu, terutama terkait perizinan untuk lahan perkebunan kelapa sawit,” ujarnya. Menurut Noorhalis, dalam setiap kebijakan alih fungsi lahan, kepentingan petani sering diabaikan pemerintah. ’’Jika kepala iaerah tidak menghiraukan petani soal lahan, selain menganggur, juga bisa berpotensi konflik horizontal antara petani dan calo tanah yang berpihak kepada perusahaan’ lanjutnya. (Kompas 18 Februari 2014, hal 23). 5. Pangan dan energi jadi masalah Krisis pangan dan energi sudah di depan matahari ini indikasinya sudah sangat nyata. Permintaan kian meroket karena pertambahan penduduk. Sementara kapasitas pasokan domestik cenderung stagnan, bahkan merosot. Faktanya, program pangan dan energi selama 25 tahun terakhir terbengkalai. Proyeksi kependudukan yang dikeluarkan pemerintah baru-baru ini menyebutkan bahwa populasi penduduk Indonesia akan mencapai 305,65 juta jiwa pada tahun 2035 atau meningkat 28 persen dibandingkan tahun ini. Implikasinya antara lain permintaan pangan dan energi akan meroket. Hari ini saja, Indonesia harus impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Energi dan pangan layak dikedepankan karena fungsinya strategis. Implikasinya luas, tidak saja di bidang ekonomi, tetapi juga sosial, politik, bahkan menyangkut isu stabilitas dan keamanan nasional. Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, di Bogor, Selasa (4/3), menyatakan, saat ini Indonesia sudah mengarah pada krisis pangan. Indikatornya, impor pangan membengkak. ”Kalau apa adanya, tidak perlu sampai tahun 2035, dalam beberapa tahun mendatang saja kita sudah akan masuk krisis pangan,” kata Andreas yang juga Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI). Variabel paling penting dalam sektor pangan setelah petani adalah lahan dan infrastruktur. Kedua hal tersebut, menurut Andreas, tidak pernah menjadi perhatian pemerintah selama 25 tahun terakhir. Fakta selama periode itu menunjukkan, penambahan lahan untuk pangan hanya 2,96 persen. Hal ini tak sebanding dengan peningkatan populasi penduduknya pada periode yang sama. Disamping itu, harga pangan dunia bakal 7
Seminar Nasional
Mei, 2014 Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1 terus melonjak. Selama sepuluh tahun terakhir saja, kenaikannya sudah mencapai 200-300 persen. Artinya, ketergantungan impor pangan akan menjadi beban ekonomi yang berat untuk Indonesia. Isu liberalisasi paling dekat berkaitan dengan komunitas ekonomi ASEAN yang akan dimulai pada akhir tahun 2015. (Kompas, Rabu, 05 Maret 2014) 6. Harus ada pengendalian alih fungsi lahan Lima tahun terakhir, 15.000-17.000 hektar sawah di Kabupaten Karawang, Jawa Barat beralih fungsi menjadi kawasanpermukiman dan industri. Kelompok tani di Karawang berharap Rancangan Peraturan Daerah tentang Lahan PertanianPangan Berkelanjutan segera disahkan untuk menahan laju alih fungsi lahan. ”Ada tren, sekarang di sejumlah daerah pertanian di Karawang, petani menjual sawahnya dengan harga mahal, sampai naik 120 persen dari harga awal, kepada pendatang dari pinggiran kota. Ironisnya, petani yang awalnya pemilik lahan itu lalu menjadi buruh tani di bekas lahan yang dimilikinya,” kata Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Karawang Bidang Pertanian Tanaman Pangan Ijam Sujana (55), Selasa(4/3), di Karawang. (Karawang, Kompas 6 Maret 2014). 7. Pemerintah lunak dalam hadapi importir nakal Impor beras khusus dan beras premium merupakan kegiatan bisnis antarswasta. Tidak seharusnya mekanisme pengecekan fisik beras oleh surveyor membebani keuangan negara melalui APBN. Pakai- perdagangan intemasional dari Institut Pertanian Bogor, Rina Oktaviani, Rabu (12/3), di Bogor, Jawa Barat, mengatakan, yang dilakukan pemerintah cukup menetapkan persyaratan beras impor khusus secara ketat. Kalau pihak importir tidak mampu memenuhi standar kualitas beras yang diimpor sesuai ketentuan, pemerintah tinggal memberikan sanksi. Pemerintah tidak harus terlalu lunak kepada importir, apalagi para importir nakal. Kalau sampai beras yang diimpor tak sesuai dengan ketentuan setelah tiba di Indonesia, tinggal memberikan sanksi kepada importir. Hal itu seperti mencabut izin impor atau dengan meminta mereka melakukan reekspor. Pihak eksportir juga bisa dikenai sanksi. (Kompas, 13 Maret 2014) 8. Impor pangan melambung Volume impor pangan dalam sepuluh tahun melambung. Bahkan, trennya bakal kian meroket manakala Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai berlaku 2015. Tanpa terobosan, tak hanya momentum pertumbuhan ekonomi yang gembos, tetapi kultur pertanian juga bakal tergusur. "Potensi kita, yakni pangan, justru mengalami tekanan karena kita mengalami dua hal secara simultan. Pertama, konsumsi domestik meningkat dengan adanya pertumbuhan kelas menengah dan meningkatnya daya beli masyarakat Kedua, tidak ada tambahan kapasitas produksi,” kata pengajar Universitas Atma Jaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko, di Jakarta, Senin (17/3). Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, impor tujuh komoditas pangan utama meningkat pesat dalam sepuluh tahun terakhir. 8
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
Peningkatannya rata-rata 58 persen. Komoditasnya meliputi beras, cabai, daging sapi, gula, jagung, kedelai, dan bawang merah. Impor pangan, menurut Prasetyantoko, merupakan simbol paling jelas bahwa ekonomi nasional didorong permintaan tanpa dibarengi peningkatan kapasitas produksi nasional. Implikasinya, keseimbangan eksternal terganggu. Defisit transaksi berjalan yang berangsur-angsur mengecil hari ini, kata Prasetyantoko, bisa melebar kembali jika impor pangan terus menggelembung. Pasalnya, ASEAN akan menjadi pasar tunggal pada akhir 2015. Artinya, akan terjadi aras bebas atas barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil di antara negara ASEAN. Akibatnya, Prasetyantoko melanjutkan, periode stabilisasi bisa bertambah panjang dari yang diharapkan. Defisit transaksi berjalan akhir tahun 2013 adalah 3,3 persen produk domestik bruto (PDB) setelah mencapai 4,4 persen PDB per triwulan II-2013. Pemerintah melakukan stabilisasi pada 2013-2014 dengan harapan defisit menjadi 2,5 persen pada akhir 2014 sehingga pertumbuhan ekonomi bisa digenjot kembali di atas 6 persen mulai 2015. Selagi defisit transaksi berjalan di atas 3 persen, pertumbuhan ekonomi rawan digenjot naik karena justru melebarkan defisit itu sendiri. Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyatakan, kebiasaan impor pangan disebabkan kombinasi dua faktor sekaligus. Pertama, impor menjadi cara paling gampang untuk mengendalikan stabilitas harga di tingkat konsumen. Pasalnya, pemerintah gagal meningkatkan kapasitas produksi sektor pertanian. Kedua, kentalnya kepentingan pemburu rente mengingat impor pangan menjanjikan margin yang sangat besar. Kedelai, misalnya, diimpor dengan harga Rp 5.600 per kilogram (kg). Sementara harga di dalam negeri berkisar Rp 8.000-Rp 9.000 per kg. Belajar dari kasus impor daging sapi, sistem rente itu melibatkan partai politik, pejabat pemerintah, dan pengusaha. ’’Impor apa pun akan mematikan petani. Ini sangat membahayakan kedaulatan pangan kita, bisa menghancurkan sektor pertanian kita. Kita bahkan sebenarnya sudah masuk dalam jebakan impor pangan. Ketika sudah masuk jebakan, perlu skenario dan perubahan besar di pertanian untuk keluar dari jebakan itu,” kata Andreas. Hal serupa disampaikan Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin. Menurut dia, faktor utama menggelembungnya impor pangan adalah laju peningkatan produksi amat lamban sehingga tak mampu memenuhi laju permintaan, sementara rente impor amat besar. (Kompas, Selasa, 18 Maret 2014) 9. 3000 Hektar lahan kekeringan Sekitar 3.000 hektar lahan pertanian di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (5/3), mengalami kekeringan sehingga tak bisa ditanami. Kondisi itu diduga akibat keberadaan perkebunan kelapa sawit yang menyerap kandungan air tanah di wilayah itu.Perusahaan perkebunan kelapa sawit juga membangun parit berukuran besar sehingga air hujan tak bisa mengalir ke lahan pertanian. "Penanaman kelapa sawit yang gencar membuat lahan pertanian menjadi gersang,” kata Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Musi Banyuasin Ahmad Juahir, Rabu. 9
Seminar Nasional
Mei, 2014 Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1 Juahir menambahkan, lahan pertanian yang mengalami kekeringan itu berada di Kecamatan Lawang Wetan dan Babat Toman. Sejak beberapa tahun lalu, perusahaan kelapa sawit giat berekspansi di dua wilayah itu. Akibatnya, mulai tahun 2011, areal pertanian tadah hujan di daerah itu mengalami kekeringan sehingga tak bisa ditanami lagi. Menurut Juahir, kekeringan di lahan itu terjadi karena air tanah diserap oleh tanaman kelapa sawit. "Kelapa sawit itu menyerap air. Air tanah di wilayah itu terserap semua,” kata dia. Juahir menjelaskan, kondisi itu dikhawatirkan mengganggu produksi pangan di Musi Banyuasin. Saat ini, kabupaten itu memiliki 60.000 hektar lahan pertanian dengan produksi sekitar 4,1 ton per hektar. "Di beberapa sentra pertanian Musi Banyuasin, misalnya di Kecamatan Lalang, alih fungsi sawah menjadi perkebunan kelapa sawit justru marak,” ujar dia. (Kompas 6 Maret 2014) 10. Sepuluh Tahun gagal membangun pertanian Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia gagal mengambil kesempatan membangun sektor pertanian. Hal ini setidaknya apabila! dilihat dari target -target produksi. Daya saing komoditas pertanian Indonesia terus melemah. Impor komoditas pertanian juga terjadi sampai pada hal yang tidak perlu. Meski demikian, Ketua Harian Dewan Hortikultura Nasional Benny A Kusbini, Rabu (19/4), di Jakarta, mengatakan, ada sedikit pertumbuhan untuk subsektor hortikultura. Namun, laju pertumbuhannya masih kalah jauh dibandingkan laju kebutuhan. Mantan Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia, yang sekarang menjadi Ketua Umum Ya- yasan Coop Indonesia, Adi Sasono menyatakan hal itu pada Selasa dalam konferensi pers terkait pameran pertanian ke-8 atau The 8th Agrinex Expo. Menurut rencana, Agrinex Expo 8 diselenggarakan di JCC pada 28-30 Maret 2014. Pameran menampilkan 200 gerai, baik dari swasta, UKM, rekanan BUMN, maupun pemerintah. Adi Sasono mengatakan, sepuluh tahun terakhir, situasi pertanian di Indonesia tidak menggembirakan. Neraca pangan terus mengalami defisit. "Komponen pangan yang diimpor lama-lama tidak masuk akal, seperti garam, cabai, dan bawang merah, yang sebenarnya kita bisa produksi," katanya. Target swasembada dan swasembada berkelanjutan untuk lima komoditas utama, seperti beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi, tidak tercapai. "Beras sebenarnya kita masih impor 1,5 juta ton," katanya. Jagung Indonesia masih impor 3,5 juta ton tiap tahun. Produksi jagung juga terus menurun. Impor kedelai lebih dari 2 juta ton tahun. Produksi kedelai nasional juga tidak berkembang. Gula untuk bahan baku gula rafinasi juga masih impor. Bahkan, kebutuhan impornya lebih tinggi daripada gula konsumsi produksi petani dalam negeri. Belum lagi daging sapi impornya malah dibebaskan. Tak ada pembatasan. "Kalau dilihat dari target, kita tidak berhasil," katanya. Ketua Komite Tetap Akses Pasar dan Jaringan Usaha Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus Ketua Panitia Penyelenggara The 8th Agrinex Expo Rifda Ammarina mengatakan, sampai kiamat sekalipun, petani dengan"skala kepemilikan lahan kurang dari 0,3 hektar per rumah tangga petani tidak akan sejahtera (MAS). (Kompas 20 Maret 2014) 10
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
PENUTUP Tentang kedaulatan pangan vital, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Udhoro Kasih Anggoro dalam diskusi itu mengungkapkan, upaya meningkatkan produksi melalui perluasan lahan pertanian, baik di Jawa maupun luar Jawa, belum berjalan optimal. Data Kementerian Pertanian menunjukkan, laju alih fungsi lahan pertanian per tahun 100.000 hektar, tetapi cetak sawah baru per tahun kurang dari 50.000 hektar. (Kompas, Senin, 10 Februari 2014) Tentang masa depan industri gula, Semua pihak hendaknya melihat persoalan gula secara realistis dan tidak terjebak dalam kepentingan sesaat. Alam Indonesia menyediakan keunggulan kompetitif bagi pengembangan industri gula berdaya saing kuat. (Kompas, 17 Februari 2014). Tentang petani terancam mengganggur, Noorhalis meminta kepala daerah memperhatikan soal alih fungsi lahan ini agar jangan mengorbankan petani. “Jika tidak, kami bisa merekomendasikan agar perizinan lahan untuk perkebunan kelapa sawit ditinjau kembali,” ujarnya. Noorhalis menyatakan, perwakilan petani Tabukan datang mengadu ke Ombudsman karena terancam kehilangan lahan dan pekerjaan jika dilakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan sawit. “Lahan pertanian produktif seluas 2.393 hektar di Kecamatan Tabukan, Kabupaten Barito Kuala, terancam dialihfungsikan jadi lahan perkebunan sawit. Petani bersikukuh mempertahankan sawah karena dari sawah itu mereka hidup,” katanya. (Kompas 18 Februari 2014, hal 23) Tentang edukasi petani agar tidak menjual sawah, Peningkatan produktivitas ditempuh melalui peningkatan teknologi di bidang perbenihan. Hal ini sejalan dengan semangat Jabar untuk menjadi sentra benih. Terkait kedaulatan petani dirancang dengan menyiapkan peraturan daerah tentang perlindungan petani sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013.Menurut Heryawan, petani lebih membutuhkan pendampingan intensif para penyuluh daripada bantuan subsidi pupuk dan sarana produksi atau semacamnya. "Tanpa para penyuluh pertanian, posisi Jawa Barat sebagai penyangga utama ketahanan pangan nasional sulit dipertahankan,” kata Heryawan. (Kompas 26 Februari 2014) Kiat Imbangi Alih Fungsi Lahan, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan meningkatkan intensifikasi masa tanam dan cetak sawah guna mengimbangilaju alih fungsi lahan sawah yang hingga kini belum bisa dihentikan. Selama 2013, luasan panen di Sumatera Selatanmencapai 800.036 hektar atau meningkat dari tahun 2012 sekitar 769.725 hektar. Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura ProvinsiSumsel Infantria mengatakan, intensifikasi masa tanam menambah jumlah penanaman padi pada luasan yang tetap. ”Dari sawah yang hanya bisa ditanami sekali setahun, ditingkatkan menjadi 2-3 kali setahun. Salah satunya dilakukan di Kabupaten Banyuasin,” katanya, di Palembang, Minggu (9/3). Produksi padi provinsi ini pada 2013 mencapai 3,59 juta ton atau surplus sekitar 1,2 juta ton darikebutuhan beras masyarakat Sumsel. Jumlah ini meningkat dari tahun 2012 sekitar 3,4 juta ton dan 2011sebanyak 3,3 juta ton. Tahun 2014 ini, Pemprov Sumsel 11
Seminar Nasional
Mei, 2014 Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1 menargetkan intensifikasi penanaman pada 5.300hektar sawah. Adapun cetak sawah baru ditargetkan seluas 2.350 hektar. Program intensifikasi sawahmasih sangat potensial dikembangkan di Sumsel karena sekitar 400.000 hektar sawah di Sumsel baruditanami sekali setahun. Sawah ini merupakan sawah lebak dan sawah tadah hujan. Sekitar 200.000hektar lahan lainnya dibiarkan tanpa ditanami. ”Intensifikasi masa tanam dan cetak sawah masih efektif guna mengimbangi laju alih fungsi sawah. Namun, jika laju alih fungsi sawah terus meningkat, dikhawatirkan alif fungsi akan semakin sulit diimbangi,” ujar Infantria. Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, juga fokus menambah luas lahan sawahdi wilayah selatan. Namun, dibutuhkan perbaikan sarana irigasi. (Palembang, Kompas 10 Maret 2014) Tentang pemerintah lunak hadapi importir nakal, Pemerintah tidak harus terlalu lunak kepada importir, apalagi para importir nakal. Kalau sam- pai beras yang diimpor tak sesuai dengan ketentuan setelah tiba di Indonesia, tinggal memberikan sanksi kepada importir. Hal itu seperti mencabut izin impor atau dengan meminta mereka melakukan reekspor. Pihak eksportir juga bisa dikenai sanksi. Pendapat sama diungkapkan pengamat perberasan sekaligus peneliti senior Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Husein Sawit, Menurut Husein, pemerintah tidak perlu terlalu lunak kepada importir nakal. Tidak lazim dalam sistem perdagangan dunia, di mana ada kegiatan perdagangan antarswasta, pemerintah justru harus kehilangan uang untuk melakukan pengawasan fisik. Sebaiknya uang rakyat dalam APBN dimanfaatkan untuk kegiatan yang lebih produktif, misalnya dengan meningkatkan produksi pangan dalam negeri. Tidak memberikan insentif pada para importir. "Kalau tidak sesuai spesifikasi tinggal menolak dan dikenai denda. Bisa dengan menaikkan bea masuk berkali lipat,” ujarnya. (Kompas, 13 Maret 2014) Tentang Impor Pangan Melambung, ’’Pemerintah tidak boleh hanya lari-lari dan lompat-lompat mencari alasan. Benar bahwa pengelolaan permintaan pangan wajib diperbaiki. Tetapi, jika re spons pasokannya kedodoran, pengelolaan permintaan pun bisa gagal,” kata Bustanul. (LAS). (Kompas, 18 Maret 2014) Tentang 3000 hektar lahan kekeringan, Produksi padi Kalimantan Selatan tahun 2014 ditargerkan mencapai 2,2 Juta ton untuk itu, pemerintah pusat melalui Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana pertanian bersama pemerintah provinsi mengupayakan sawah baru seluas 1.250 hektar (Kompas, 6 Maret 2014) DAFTAR PUSTAKA http://bangpren.blogspot.com/2012/03/agribisnis-dan-manajemen-agribisnis.html (diakses 1 Mei 2014 pukul 20.50) http://fitriah-maharani.blogspot.com/2012/02/definisi-agribisnis.html (diakses 2 Mei 2014 pukul 22.00) (Kompas, 10 Februari 2014) (Kompas, 17 Februari 2014) (Kompas, 20 Februari 2014) 12
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1 (Kompas, 18 Februari 2014, hal 23) (Kompas, 26 Februari 2014) (Kompas, 5 Maret 2014) (Kompas, 6 Maret 2014) (Kompas, 10 Maret 2014) (Kompas, 13 Maret 2014) (Kompas, 18 Maret 2014) (Kompas, 20 Maret 2014)
13
Mei, 2014