BAB II
LINGKUP DAN DEFINISI INDUSTRI PERDESAAN
2.1. Pengertian Umum industri Kata industri sering digunakan untuk merujuk maksud yang berbeda. Perbedaan ini akan nampak jika dicermati kata keterangan yang menyertai kata industri. Pada tingkat yang penggunaan kata industri kebanyakan dinisbahkan kepada pabrik sebagai suatu tempat produksi yang di dalamnya berisi peralatan dan mesin-mesiti produksi. Namun segera akan muncul kekaburan pemahaman ketika ternyata kata industri digunakan pula untuk kegiatan yang hampir-hampir tanpa mesin dan pengolahan bahan, misalnya industri pariwisata. industri perbankan, industri telekomunikasi, dan bentuk-bentuk jasa lainnya. Dalam bahasa kamus, industri lebih menekankan pada sifat kegiatan dan bukannya jenis kegiatan. Industry diartikan sebagai 'habitual employment in useful work, branch of trade and manufacturing. Sifat kegiatan semakin kentara ketika industri dipadankan dengan diligence, seseorang yang bersifat industrious diartikan sebagai diligent, hard-working. Dengan demikian pengertian industri dalam arti umum adalah semua kegiatan ekonomi terorganisir dan dilakukan untuk tujuan memperoleh keuntungan ekonomi atau padapatan.
2.2. Industri dan Manufaktur Penggunaan kata industri yang menisbahkan pada pabrik adalah pengertian yang dipersempit yaitu kegiatan ekonomi yang produksi melalui pengolahan (processing). Penggunaan yang lebih tepat adalah dengan menyebutkan industri pengolahan atau industri manufaktur (processing industry atau manufacturing industry) untuk membedakan dengan penggunaan kata industri yang luas dan umum industri jasa, industri perdagangan, industri pariwisata, dan seterusnya. Masih terdapat inkonsistensi dalam penggunaan istilah ini. Sebagian menyebutkan secara lengkap misalnya Bale (1981) menyebut lengkap dalam bukunya The Location of Manufacturing Industry. Namun untuk studi lokasi industri lainnya, Keith Chapman dan David Walker (1987) cukup menyebutkan : Industrial Location : Principles and Policies, tanpa kata manufaturing. Namun secara umum ada kecenderungan bahwa penyebutan yang lengkap tersebut
pada umumnya tidak dilakukan, sehingga ada semacam kebiasaan jika menyebut industri maksudnya adalah merujuk pada pengolahan (manufaktur), sedangkan penyebutan yang lengkap baru dilakukan untuk menyebut kegiatan ekonomi di luar sektor manufaktur. Itulah sebabnya UNDP (1988) menggunakan konsep ' industrial enterprises" Industrial indicates manufacturing, the transformation of materials into finished or intermediate physical products. It also includes a few activities, such as metal working, repair shops, which use much the same equipment and skills as their counterparts in pure manufacturing (production and repairs are often carried out by the same rural small-scale industrial enterprise). Enterprise.means an organisation primarily for production and commercial sale of industrial products, in almost all cases for the pecuniary or other material benefits of enterprise's owner or owners (the proprietor, partners, or member of co-operative) Konsep industri dalam arti merujuk industri manufaktur juga digunakan dalam data resmi pemerintah Indonesia melalui undang-undang No.5 tahun 1989. Pengertian industri dalam .rdang-undang tersebut adalah; Suatu kegiatan mengolah bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi atau setengah jadi yang bernilai lebih tinggi untuk penggunaannya termasuk rancang bangun dan assemblling. Batasan yang kurang lebih sama, dinyatakan pnla oleh Bale (1981) " manufacturing industry involves the conversion of rave-materials or the assembly of parts to form a finished or semi-finished products..' Definisi industri menurat Undang - Undang No.5 Tahun 1984 maupun UNDP meliputi baik industri yang merupakan industri dalam arti murni (pure manufacturing) dan industri yang tidak murmi dalam melakukan pengolahannya (non-pure manufacturing) Pure-manufacturing adalah pengolahan yang secara fisik meliputi rangkaian fungsi produksi (line of production) yaitu unsur pengadaan masukan (input), pengolahan (through-put), dan keluaran serta pemasaran (out-put & marketing). Secara non-fisik, yaitu berhubungan dengan status usahanya, fungsi produksi dimiliki oleh seorang pengusaha. Non-pure manufacturing adalah pengolahan yang secara fisik meliputi
tidak semua fungsi produksi (misalnya perakitan, dan reparasi). Secara non-fisik, tidak semua fungsi produksi dimiliki pengusaha. Dengan demikian ada dua prinsip transformasi atau konversi yang terkandung dalam pengertian industri manufaktur yaitu; a. transformasi atau konversi bentuk (form conversion) b. trnaformasi atau konversi nilai (value conversion) Transformasi atau konversi bentuk merupakan ciri kegiatan ekonomi yang mengolah suatu bahan baik dari bahan mentah (raw material) menjadi barang setengah jadi (semi-finished) atau barang jadi (finished products), atau mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi. Transformasi atau konversi nilai ekonomi berarti bahwa dengan pengolahan yang dilakukan akan dihasilkan peningkatan nilai ekonomi suatu bahan atau melalui pengolahan ada nilai ekonomi yang ditambahkan (value added). Dengan dua prinsip tersebut, lingkup pengertian manufaktur terentang luas dari pengolahan yang sederhana sampai pengolahan yang lanjut, yaitu antara lain; Pembersihan (cleaning), Pemilahan (sorting), Penjemuran (drying), Pengolahan (processing), Perakitan (assembling), Pengemasan (packing), Pelabelan (labelling). Kegiatan-kegiatan tersebut mempunyai variasi dalam proporsi nilai tambah yang dihasilkan. Perbedaan yang lebih besar adalah pada tingkat perubahan bentuk yang terjadi. Pengolahan-pengolahan yang sederhana sering tidak dipertimbangkan sebagai industri manufaktur. Pada umumnya pengolahan sederhana berhubungan dengan produk pertanian.Pemilahan komoditas menunit ukuran dan kualitas, atau pembersihan, banyak berhubungan dengan produk-produk pertanian. Demikian pula kegiatan pengeringan bunga cengkih, perajangan dan penjemuran daun tembakau, pengupasan dan pemotongan, serta penjemuran ketela. Kegiatan ini tidak merubah bentuk secara berarti namun mempunyai pengaruh terhadap peningkatan nilai tambah dibandingkan dijual dalam bentuk bahan aselinya. Namun kegiatan ini pada sejumlah kasus telah dihilangkan dalam kelompok manufaktur. Drying of raw agricultural produce,e.g. of grains and tobacco - has been excluded.. Ada kecenderungan bahwa semakin lanjut dan kompleks pengolahan yang dilakukan semakin besar konversi nilai yang dihasilkan atau nilai ekonomi yang ditambahkan.
2.3. Industri dan Sektor Ekonomi Kata industri juga nampak dipertukarkan penggunaannya dengan 'sektor' kegiatan ekonomi. Sehingga selain digunakan istilah penyebutan sektor primer, sekunder dan tersier, terdapat pula penggunaan istilah industri primer, sekunder, tersier, dan kuartener Menurut Klasifikasi Industri Nasional yang Baku (ISIC = International Standar Industrial Classification) kegiatan ekonomi di kelompokkan ke dalam tiga sektor utama, yang masing-masing dirincikan ke dalam lapangan pekerjaan. Industri pengolahan atau manufaktur merupakan salah satu dari tiga lapangan pekerjaan sektor sekunder. Berbeda dengan ISIC, Bale (1981) dan Hurst (1982) mengelompokkan ke dalam empat industri yaitu industri primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Berbeda dengan ISIC, Bale dan Hurst menempatkan industri manufaktur identik dengan industri sekunder. Berikut disajikan tabel perbedaan pengelompokkan lapangan pekerjaan dan penggunaan istilah sektor dan industri.
Tabel. 3. Perbedaan Klasifikasi Kegiatan Ekonomi Klasifikasi ISI Sektor Primer
Sektor Sekunder
Sektor Tersier
Lapangan Pekerjaan 1.Pertanian,kehutanan,perburuan, Perikanan / agriculture, forestry, hunting, fishing 2.Pertambangan dan Penggalian mining & quarrying 3. Industri Pengolahan / manufacturing industry 4.Listrik, gas, dan air/ electricity, water, and gas 5. bangunan construction 6. perdagangan besar, eceran dan Rumah makan/ wholesale,retail trade, restaurant 7.angkutan,pergudangan,dan Komunikasi transportation, storage, communication 8. asuransi, perbankan, keuangan, dan jasa perusahaan/ insurance, banking, finance, & busines services 9. jasa kemasyarakatan / public services 10. lainnya/ others : lembaga penelitian,
Bale dan Hurst Industri Primer
Industri sekunder Industri Tersier
Sektor Tersier
Industri Kuartener
pemikir, dan konsultansi/ research institution, think-thank, concultancy Industri atau Sektor Primer Berkenaan dengan ekstraksi mineral dan material langsung dari bumi (atau laut) dan tidak melibatkan pengolahan atau fabrikasi produk jadi. Per definisi, kegiatan ekonomi primer berlokasi pada sumber bahan mentah (raw material)
Industri atau sektor sekunder Adalah produksi yang merupakan hasil transformasi terhadap suatu material dari kegiatan primer dengan penambahan utilitas bentuk (form utility) atau perubahan bentuk sejumlah item yang ada dan pada umumnya disebut industri manufaktur atau industri pengolahan. Industri manufaktur dicirikan oleh keragaman lokasinya. Sebagian cenderung berlokasi dekat dengan konsurnen, yang lain terikat kuat dengan bahan mentah, yang lainnya lagi terletak diantara kedua kutub ini.
Industri atau sektor tersier Industri atau kegiatan sektor tersier terutama terdiri dari pemberian pelayanan yang memberikan utilitas tempat dan waktu (place-time utility) bagi produk yang telah melewati tahap primer dan sekunder. Kegiatan tersier cenderung berlokasi di tempat yang memburuhkan pelayanan karena itu kegiatan ini berorientasi pasar (marker - oriented)
Industri atau Sektor kuartener Industri atau sektor kuartener merupakan konsep yang relatif baru. Konsep ini mulai berkembang sebagai respon terhadap tumbuhnya Idas pekerjaan jasa yang membutuhkan pendidikan dan pelatihan lanjut. Alasan membedakan kelompok ini adalah karena tingkat kepentingannya yang jauh lebih besar dibandingkan jumlahnya. Kelompok industri ini berkenaan dengan penawaran keahlian dan informasi (expertise and information) seperti universitas, lembaga penelitian, think-tanks, lembaga konsultasi. Kegiatan-kegiatan ini juga berorientasi pasar, tapi secara teoritis dapat berlokasi hampir disetiap tempat.
Sifat demikian ini dikarenakan informasi sebagai obyek kerjanya dapat dengan mudah ditransmisikan melalui media elektronik dari tempat satu ke tempat lainnya.
2.4. Industri Pabrikan dan Non-Pabrik Pendekatan pabrik (factory approach) rnembatasi industri berdasarkan pada organisasi unit-unit produksi. Pendekatan ini cenderang bersifat formal yang mencakup aspek tempat (place), organisasi, dan legalitas. Pendekatan pabrik mensyaratkan adanya •
bangunan khusus yang berfungsi untuk kegiatan produksi
•
struktur organisasi dan pembagian kerja, dan
•
legalitas status usalia seperti adanya surat ijin resmi atau terdaftar. Pendekatan
ini
pabrik
kurang
sesuai
diterapkan
dalam
studi
pengembangan industri perdesaan karena aspek-aspek tesebut membatasi potensi industri manufaktur di perdesaan yang besar jumlahnya. Kebanyakan industri perdesaan belum memasuki ciri-ciri formalitas sebagaimana ciri industri pabrikan. Oleh karena itu pendekatan pabrik digabungkan dengan pendekatan non-pabrik yang lebih menekankan pada ciri-ciri fungsional kegiatan ekonomi yang prinsipnya adalah melakukan transformasi atau konversi bentuk dan nilai ekonomi. Dengan demikian, penggabungan ini akan memberikan alternatif yang lebih luas, menekankan pada kesinambungan (continuity) dan prospek pengembangan,
Tabel. 4.Klasifikasi industri manufaktur menurut sistem organisasinya Sistem organisasi manufaktur Jenis usaha manufaktur Sistem untuk penggunaan keluarga / 1. manufaktur untuk penggunaan family use system sendiri/ own use manufacture Sistem pertukangan/ artisan systems 2. Kerajinan rumah tangga/ artisan workshop 3. kerajinan bengkel kerja/ artisan workshop Sistem pabrik terpencar atau terbagi/ 4. industri rumah tangga dengan Putting-out or dispersed factory pekerja upahan/ industrial homework (wage-paid) 5. bengkel kerja kecil yang terikat atau setengah bebas/ dependent or quasi-independent small shops/ Sistem pabrik/ Factory system 6. pabrik kecil/ small factory
7. pabrik sedang/ medium factory 8. pabrik besar/ large factory Dari pengelompokan utama sistem-sistem organisasi tersebut, dapat diderivasikan konsep-konsep industri manufaktur sebagai berikut.
Kategori Industri Industri non-pabrik Industri pabrik Industri kecil Industri rumah tangga Imdustri pertukangan Industri perdesaan
Cakupan 1-2-3-4-dan 5 6-7-8 l-2-3-4-5-dan 6 1-2-4-dan mungkin 5 2-3 -dan mungkin 4-5 2-3-4-5-dan 6
Sumber: Staley, Eugene dan Morse, Richard. 1965. modem small-scale industry for developing countries. McGraw Hills, Englewood Cliffs.
2.5. Industri Perdesaan dan Pekerjaan Non-Farm Industri perdesaan merupakan pekerjaan di luar sektor pertanian, sering disebut sebagai 'non-farm employment. Pada garis besarnya, pekerjaan perdesaan di pisahkan menjadi dua yaitu farm dan non-farm. Namun dalam penggunaannya sering dirancukan dengan off-farm, sehingga industri perdesaan sering pula disebut sebagai pekerjaan off-farm. Farm dan non-farm mempunyai basis pemisahan pada jenis kegiatan ekonomi pertanian dan non-pertanian. Konsep on-farm dan off-farm,pada prinsipnya merujuk pada lokasi kegiatan (perhatikan kata "on dan off). On farm, atau lebih lengkapnya on farm-land, di lahan pertanian, atau pengertian secara umum adalah di daerah perdesaan. Off-arm, atau lebih lengkapnya off-farm land, pada skala mikro merujuk pada lokasi di luar lahan pertanian, atau pada skala yang luas merujuk pada di luar wilayah perdesaan. Kombinasi dari dua konsep ini (jenis dan lokasi kegiatan) cukup untuk membuat pengelompokkan pekerjaan di desa.
Tabel. 5. Matrik Pekerjaan di Perdesaan LOKASI KEGIATAN
Jenis Kegiatan FARM
ON-FARM OFF-FARM
NON-FARM Pembuatan batu bata, genting, gerabah, dst makanan, Buruh tani, petani Pengelohan pertukangan, penyakap dan bagi hasil, tekstil, perdagangan, jasa, petani migrasi/ sector informal penyewa,pemanfaatan pekarangan Petani
2.6. Skala Usaha Industri Perdesaan 2.6.1. Industri Perdesaan adalah Industri Kecil Industri pedesaan menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian: adalah industri kecil yang berlokasi di pedesaan yang terutama mengolah hasil-hasil pertanian dan komoditi lain yang dihasilkan di pedesaan. ESCAP (1987) juga menyebutkan bahwa industri perdesaan adalah industri yang skala usahanya kecil: rural industries will be small-scale, and labour rather than capital-intensive UNDP (1988) mendefinisikan industri perdesaan sebagai: ... micro-enterprise (0-4 employees) and small-enterprises (5-25 employees) and location in villages, small towns, and those larger urban concentration that still retain many rural characteristics Dalam konteks pengembangan wilayah, pemilihan terhadap alternatif adalah hal yang penting. Oleh karena itu jenis-jenis industri yang berpotensi dalam menguatkan sosial dan ekonomi perdesaan adalah lebih penting. Dengan demikian perdesaan didefinisikan sebagai: industri pengolahan skala kecil dan rumahtangga yang berlokasi di perdesaan dan kota-kota kecil yang masih mempunyai beberapa karakter perdesaan yang mempunyai potensi mendorong perkembangan struktur ekonomi wilayah dan kesejahteraan sosial masyarakat perdesaan. Skala usaha merupakan konsep yang relatif tergantung pada tingkat industrialisasi negara. Di negara atau daerah yang industrialisasi telah maju, maka kriteria skala juga menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, di negara yang industrialisainya kurang maju, kriteria skala usaha juga menjadi lebih kecil. Dengan kata lain nilai ambang (threshold values) parameter skala usaha berbeda antar wilayah dan antar waktu. Parameter untuk membedakan skala usaha
bermacam-macam. Pada umumnya digunakan jumlah tenaga kerja, nilai investasi modal, atau keuntungan penjualan. Dengan nilai investasi misalnya, di negara yang industrialisasinya maju akan menyebut nilai investasi kurang dari 100 juta sebagai skala usaha kecil. Namun di negara yang kurang berkembang skala dengan investasi sedemikian sudah terhitung sebagai industri skala menengah. Di Indonesia, klasifikasi skala industri mendasarkan pada penggunaan tenaga kerja pada tiap unit usaha. Berdasarkan penggunaan tenaga kerja ini, industri di kelompokkan menjadi 4 kategori yaitu; Industri rumah tangga : 1-4 tenaga kerja Industri kecil
5-19 tenaga kerja
Industri menengah
20 - 99 tenaga kerja
Industri besar
100+ tenaga kerja.
Tabel. 6. Klasifikasi Skala Usaha Industri Kecil: dan Perdesaan Negara Tenaga kerja Jepang < 300 orang Filipina < 100 orang Indonesia < 20 orang Sumber: Rahardjo 1984
Modal/ fixed asset < 140.000 USD < 17.875 USD < 67.000 USD (600juta)?
United Nation Development Programmme telah menginventarisir bahwa definisi skala kecil di negara berkembang bervariasi dari maksimum 10 orang pada satu perusahaan sampai maksimum antara 20 hingga 50 orang tenaga kerja. Berikut ini contoh skala usaha berdasarkan tenaga kerja di beberapa negara dengan perbedaan tingkat industrialisasi.
Negara European Union Colombia Indonesia Kenya
Micro/cotttage 0-9 0-9 1-4 1-2
small 10 - 99 10 - 49 5 - 19
Medium large 100 - 499 500+ 50 - 149 20 - 99 100+ 3-50
Dalam tabel tersebut nampak bahwa indikator skala kerja pada industri perdesaan di Indonesia termasuk rendah dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti Pilipina dan Kolombia. Indonesia sedikit lebih baik atau lebih tinggi indikatornya dibandingkan dengan Kenya. Ini berarti bahwa
tingkat industrialisasi di Indonesia masih cukup rendah diantara sejumlah negara berkembang di Asia Tenggara dan Amerika Latin.
2.6.2. Skala Usaha dan Analisis Komparatif Skala usaha yang mendasarkan pada besarnya penggunaan tenaga kerja sering dipandang kurang menggambarkan potensi perkembangan industri. LebihIebih di Negara industri maju, skala ini tidak bisa menggambarkan aspek-aspek perkembangan seperti dinamika, modernitas, dan produktivitas usaha. Di negara maju tingkat heterogenitas penggunaan teknologi dan modal cukup tinggi. Meskipun sama-sama menggunakan tenaga kerja yang sedikit, sangat dimungkinkan
penggunaan
teknologinya
berbeda,
industri
yang
satu
teknologinya canggih di didukung penggunaan teknologi informasi, industri yang lainnya teknologinya tergolong umum. Namun sebagai pendekatan umum, penggunaan skala usaha di negara berkembang seperti Indonesia dipandang mencukupi untuk digunakan sebagai dasar analisis komparatif antar wilayah dan antar jenis usaha. Penilaian ini diperkuat oleh kenyataan bahwa tingkat homogenitas usaha industri perdesaan cukup tinggi. Variasi penggunaan teknologi atau intensitas penggunaan modal dalam usaha tidak cukup besar. Ini berarti bahwa dalam jenis industri yang sama dengan
skala
usaha
yang
sama,
tingkat
modernitas,
dinamika,
dan
produktivitasnya akan relatif sama. Atas dasar asumsi tersebut, dapat dilakukan penilaian bahwa di wilayah yang skala usahanya di dominasi oleh industri rumahtangga, perkembangan dan peranan industri di wilayah tersebut relatif lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lain yang didominasi oleh industri skala kecil. Demikian pula untuk membandingkan jenis usaha industri, dapat dinyatakan bahwa jenis usaha yang skala usahanya lebih besar berarti mempunyai perkembangan dan peran yang lebih baik dibandingkan jenis industri yang skala usahanya lebih kecil.