TINJAUAN PUSTAKA Whey Whey merupakan produk samping dari pembuatan keju. Whey digolongkan sebagai serum susu dan masih mengandung semua komponen susu kecuali lemak dan kasein (Rahman et al., 1992). Whey terdiri atas beberapa komponen seperti laktosa (44-52 g/l), protein whey (6-8g/l) dan mineral (4,3-9,5 g/l). Marshall (2004) menyatakan, bahwa whey terdiri atas α-laktalbumin dan β-laktoglobulin, laktosa dan mineral. Pada saat pembuatan keju, protein susu terutama kasein akan terkoagulasi yang dapat disebabkan oleh asam, enzim proteolitik, perlakuan panas atau kombinasi dari ketiganya.
Kasein yang terkoagulasi ini akan membentuk curd.
Curd
cenderung akan mengalami sineresis yaitu suatu kontraksi untuk mengeluarkan cairan yang disebut whey. Whey tidak terkoagulasi oleh asam dan aktivitas renet atau kimosin. Warna whey berasal dari riboflavin yakni pigmen yang larut dalam air yang terdapat di dalam susu. Pigmen ini menimbulkan warna kuning kehijauan pada serum susu atau whey (Rahman et al., 1992). Whey keju dibedakan berdasarkan pada jenis asam atau enzim yang digunakan dalam proses koagulasinya. Perbedaan dari kedua jenis whey ini adalah komposisinya (Spreer, 1998) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Whey Segar Komposisi
Sweet Whey
Acid Whey
93,00 – 94,00
94,00 – 95,00
Bahan kering (%)
6,00 – 6,50
5,00 – 6,00
Laktosa (%)
4,50 – 5,00
3,80 – 4,30
Asam laktat (%)
Trace
mencapai 0,8
Protein Total (%)
0,80 – 1,00
0,80 – 1,00
Whey Protein (%)
0,60 – 0,65
0,60 – 0,65
0,10
0,10
Mineral (%)
0,50 – 0,70
0,50 – 0,70
pH
6,40 – 6,20
5,00 – 4,60
Air (%)
Asam Sitrat (%)
Sumber : Spreer (1998)
Sweet whey (whey manis) diperoleh dari metode koagulasi yang menggunakan enzim, sedangkan acid whey (whey asam) diperoleh dari metode koagulasi yang menggunakan asam. Perbedaan yang cukup jelas terlihat antara sweet whey dan acid whey terlihat pada nilai pH dan TAT pada keduanya. Sweet whey mempunyai nilai pH yang lebih tinggi yaitu berkisar antara 6,40 – 6,20 dengan nilai TAT yang cukup rendah, sedangkan acid whey memiliki pH yang lebih asam berkisar antara 5,00 – 4,60 dengan nilai TAT sebesar 0,8% asam laktat (Spreer, 1998). Varnam dan Sutherland (1994) menambahkan bahwa sweet whey mempunyai nilai total asam tertitrasi (TAT) 0,1% – 0,2% asam laktat dengan pH 5,80 – 6,60 yang berasal dari proses koagulasi keju Cheddar, sedangkan acid whey mempunyai nilai TAT 0,4%, nilai pH < 5,0 dan berasal dari keju segar dan keju asam. Whey keju dapat diproses menjadi bentuk yang berbeda seperti whey kental, whey bubuk asam atau manis, whey bubuk tanpa mineral dan whey bubuk tanpa laktosa (Siso,1996). Whey berisi komponen yang bergizi, memberikan perlindungan imunologik dan zat-zat bioaktif (Warner et al., 2001). Komponen bioaktif whey memiliki manfaat dari segi gizi, fungsional dan bioaktif pada makanan dan produk farmasi. Kefir Kefir merupakan suatu produk minuman susu fermentasi berkarbonasi, dengan sedikit rasa asam, beraroma khamir yang menyegarkan dan kental seperti krim yang berasal dari pegunungan Kaukasus yang berada di Tibet dan Mongolia (Powell et al., 2007; Jin, 1999). Menurut Jay et al. (2005) produksi asam pada kefir dikontrol oleh bakteri sedangkan khamir memproduksi alkohol.
Kefir dikenal
dengan beberapa nama seperti kephir, kiaphur, kefer, knapon, kepi dan kippi (Zhou et al., 2003).
Kefir banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena manfaatnya bagi
kesehatan. Menurut Gabriel et al. (2006) ada beberapa manfaat yang didapatkan melalui konsumsi kefir, antara lain kefir memiliki antibakteri, meningkatkan sistem imun tubuh, memiliki zat antitumor dan memiliki efek hypocholesterolemic. Kefir dapat dibuat dari susu berbagai jenis hewan, namun umumnya kefir dibuat dari susu sapi. Penggunaan susu yang berbeda akan berpengaruh terhadap komposisi kimia dari kefir yang dihasilkan. Produk-produk akhir yang utama yang dihasilkan setelah proses fermentasi kefir antara lain asam laktat, asetaldehid,
5
asetoin, diasetil, etanol dan CO2.
Selama proses fermentasi juga akan terjadi
peningkatan vitamin B1, B12, kalsium terlarut, asam amino, asam folat dan vitamin K di dalam kefir (Irigoyen et al., 2005). Menurut Codex (2003) kefir terdiri atas protein susu minimal 2,7% b/b, lemak susu kurang dari 10% b/b, TAT 0,7% asam laktat, etanol minimal 0,5% v/b, jumlah mikroorganisme kultur starter minimal 107 dan khamir minimal 104 cfu/g. Kefir sebagai suatu minuman fermentasi memiliki beberapa karakteristik sensori yang diungkapkan oleh Tamime dan Marshall (1994) antara lain berwarna putih kekuningan, aroma seimbang dan aroma yeasty, rasanya asam tetapi menyenangkan dan menyegarkan dan teksturnya lebih tebal, tetapi tidak lengket dan mempunyai konsistensi yang elastis. Farnworth (2005) menyatakan bahwa rasa, kekentalan dan komposisi mikrobial serta kimia dari produk akhir kefir dapat dipengaruhi oleh ukuran inokulum yang ditambahkan kedalam susu, terjadinya agitasi selama proses fermentasi, laju, temperatur dan lama pendinginan dan pematangan setelah fermentasi. Kultur Starter Biji Kefir Biji kefir atau kefir grain memiliki warna putih kekuningan berbentuk seperti butir-butir nasi, ukurannya tidak seragam, tidak larut dalam air dan bersifat seperti gelatin.
Farnworth (2005) menambahkan bahwa biji kefir berbentuk seperti
sekumpulan kembang kol kecil, ukurannya panjang sekitar 1-3 cm, berbentuk bulatbulat (lobus) tidak beraturan dengan warna putih atau putih kekuningan dan memiliki tekstur yang berlendir tapi kenyal.
Biji kefir mengandung antara lain L.lactis,
L.bulgaricus dan khamir atau ragi yang dapat memfermentasi laktosa (Jay et al., 2005).
Gambar 1. Biji Kefir Sumber : Farnworth (2005)
6
Biji kefir merupakan suatu masa protein yang terdiri atas polisakarida, bakteri mesofilik, bakteri asam laktat homofermentatif seperti streptococcus, lactobacilli, bakteri asam asetat dan khamir (Hu dan Huang, 2006 ; Zhou et al., 2003). Kefir grains mengandung bakteri asam laktat sekitar 108-109 cfu/g, khamir (105-106 cfu/g) dan bakteri asam asetat (105-106 cfu/g) (Analie dan Bennie, 2001). Beberapa contoh mikroflora yang terdapat di dalam biji kefir ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Mikroflora dalam Biji Kefir (Kefir Grains) Jenis
Bakteri dan Khamir
Lactobacilli
L. kefir, L. delbrueckii, L. kefirnofaciens, L. rhamnosus, L. kefirgranum, L.casei, L. parakefir, L. paracasei, L. brevis, L. fructivorans, L. plantarum, L. hilgradii, L. helveticus, L. fermentum, L. acidophilus, L. viridescens
Lactococci
L. lactis subsp. lactis, L. lactis subsp cremoris
Streptococci
S. thermophilus, S. filant, S. durans
Enterococci
E. durans
Leuconostoc
L. mesenteroides ssp. dextranicum, L. mesentoroides ssp. Cremoris
Bakteri asam asetat
Acetobacter sp., A. pasteurianus, A. Aceti
Yeast
Kluyveromyces lactis, K. marxianus ssp. bulgaricus, K. marxianus ssp. marxianus, Saccharomyces florentinus, S. globosus, S. unisprosus, S. carlsbergensis, Candida kefyr, C. pseudotropicalis, Torulaspora delbrueckii
Bakteri lainnya
Bacillus sp., Bacillus subtilis, Micrococcus sp., E. Coli
Sumber : Farnworth (2005), Svetla et al. (2005), Zhang dan Zhang (2005)
Tamime dan Marshall (1994) menyatakan bahwa jenis mikroorganisme yang terdapat dalam biji kefir tergantung pada sumber dan asal negara, serta teknik pembuatan kultur yang digunakan untuk mengidentifikasi spesies yang beragam tersebut.
Secara umum bakteri asam laktat penyusun mikroflora kefir adalah
Lactobacillus sp. dan Streptococcus sp. yang bersifat homofermentatif (Fardiaz, 1992). Mikroflora dalam biji kefir ini sangat baik bagi kesehatan saluran pencernaan sehingga keberadaannya dalam saluran pencernaan dibutuhkan terutama untuk
7
menghambat pertumbuhan bakteri patogen di dalam saluran pencernaan karena kemampuannya yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba. Mikroflora dalam biji kefir dapat sampai ke saluran pencernaan karena kemampuannya untuk bertahan melewati kondisi gastrointestinal seperti pH dalam lambung dan garam empedu, resisten terhadap antibiotik dan memiliki sifat antagonistik terhadap bakteri patogen. Mikroflora-mikroflora tersebut mampu melekat pada sel-sel epitelial dan memproduksi zat metabolit yang berperan dalam menjaga dan mempertahankan mikroflora usus. Kondisi seimbang mikroflora usus memberikan aktivitas menguntungkan dan menghasilkan efek positif bagi kesehatan (Yuguchi et al., 1992). Lactobacillus acidophilus Bakteri ini termasuk dalam golongan bakteri gram positif berbentuk batang yang memiliki morfologi yang sangat mirip dengan L. bulgaricus, namun bakteri ini bukan merupakan penghasil utama untuk asam, rasa ataupun tekstur ketika digunakan sebagai starter dalam hampir semua pembuatan produk fermentasi (Gibson, 2001). L. acidophilus berbentuk batang dengan susunan rantai panjang, katalase negative, termasuk dalam golongan bakteri gram positif dan tidak berspora (Ray, 2004). Bakteri ini akan tumbuh optimum pada kisaran suhu antara 35-38 ºC dengan suhu maksimum pertumbuhannya sekitar 45-48 ºC, selain itu bakteri ini akan tumbuh optimum pada kisaran pH 5,5 - 6,0 (Tamime dan Robinson, 1999). L. acidophilus ini digolongkan dalam jenis bakteri probiotik, karena resisten terhadap asam lambung dan masih dapat mempertahankan jumlah bakteri hidup sampai 107 cfu/ml (Surono, 2004).
Gambar 2. Lactobacillus acidophilus Sumber : Todar (2009)
8
Lactobacillus acidophilus tidak bersifat patogen dan aman bagi kesehatan sehingga banyak digunakan dalam produk makanan dan minuman yang memiliki potensi sebagai produk probiotik. Salah satu sifat yang menguntungkan dari bakteri ini adalah dapat berperan sebagai flora normal dalam sistem pencernaan yang berfungsi menjaga keseimbangan asam dan basa sehingga pH dalam kolon akan cenderung konstan (Hardianingsih et al., 2006). Bakteri ini mempunyai kemampuan membantu mengendalikan infeksi dan peradangan usus, sehingga akan dapat mengurangi potensi diare serta mampu menghalangi terbentuknya kanker dan membantu mengendalikan kadar kolesterol darah (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Tanaman Cincau Tanaman cincau yang umum dijumpai di masyarakat terdiri atas empat jenis yaitu cincau hijau rambat (Cyclea barbata), cincau hijau perdu (Premna serrtifolia L atau Premna integritifolia L), cincau minyak (Stephania hermandifolia) dan cincau hitam (Mesona palustris) (Pitojo dan Zumiati, 2005). Lebih lanjut ditambahkan bahwa tanaman cincau memiliki beberapa manfaat seperti sebagai bahan makanan terutama pangan fungsional, tanaman konservasi karena kemampuannya untuk dapat hidup pada kondisi yang kering dan tidak subur serta dapat digunakan sebagai komoditas agribisnis dan agroindustri. Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) Tanaman cincau sudah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia, terutama sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman tradisional. Ada dua jenis cincau hijau yang ada di lingkungan yaitu cincau hijau pohon (Premna oblongifolia Merr.) dan cincau hijau rambat (Cyclea barbata L. Miers.) (Astawan, 2004).
Gambar 3. Tanaman Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) Sumber : Sampurno (2012)
9
Cincau hijau merupakan salah satu tanaman obat yang dapat dikonsumsi dalam bentuk pangan fungsional. Tanaman cincau hijau secara tradisional sering digunakan sebagai obat penurun panas, obat radang lambung, menghilangkan rasa mual hingga penurun darah tinggi. Komposisi kimia daun cincau hijau dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Kimia Daun Cincau Hijau Komposisi
Jumlah (% bb)
Protein
5,46
Air
81,00
Lemak
0,94
Karbohidrat
11,94
Serat kasar
4,33
Sumber : Untoro (1985)
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak cincau dapat menurunkan sel kanker dan mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Beberapa komponen yang berperan aktif dalam cincau adalah flavonoid, karotenoid dan klorofil (Mardiah, 2007).
Tanaman cincau merupakan tanaman pangan yang
mengandung komponen fenol. Total fenol berturut-turut yang terdapat pada daun, batang dan akar cincau hijau yaitu 0,17%, 1,15% dan 1,64% BK (Ananta, 2000). Cincau hijau juga memiliki potensi untuk dijadikan sebagai sumber serat pangan yang baik, hal ini dikarenakan adanya komponen utama esktrak cincau hijau yang membentuk gel yaitu polisakarida pektin yang bermetoksi rendah (Nurdin dan Suharyono, 2007). Cincau Hitam (Mesona palutris BI) Tanaman cincau hitam merupakan tanaman yang tergolong kedalam divisi Pterydophyta, klas Dicotiledonae dan famili Labiatae. Bagian dari tanaman ini yang memiliki komponen polisakarida yang paling banyak yaitu pada bagian batang dan daunnya. Daun tanaman ini berwarna hijau, lonjong, tipis lemas, ujungnya runcing, pangkal tepi daun bergerigi dan memiliki bulu halus (Pitojo dan Zumiati, 2005).
10
Gambar 4. Tanaman Cincau Hitam (Mesona palutris BI) Sumber : Kompas (2011)
Tanaman cincau hitam tergolong kedalam tanaman yang memiliki sifat sebagai antioksidan.
Senyawa aktif polifenol yang terdapat didalamnya mampu
melindungi kerusakan DNA pada limfosit manusia yang terkena hidrogen peroksida dan iradiasi sinar UV (Lai et al., 2001). Aktivitas antioksidan dari cincau hitam akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi gum (Lai et al., 2001 dan Hung dan Yen, 2002). Komposisi zat gizi dari daun cincau hitam ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Zat Gizi Daun Cincau Hitam Komposisi Energi (kalori)
Jumlah per 100 g bahan 122,00
Protein (g)
6,00
Lemak (g)
1,00
Karbohidrat (g)
26,00
Kalsium (mg)
100,00
Fosfor (mg)
100,00
Besi (mg)
3,30
Vitamin A (S.I)
10,75
Vitamin B (mg)
80,00
Vitamin C (mg)
17,00
Air (g)
66,00
Sumber : Departemen Kesehatan (1992)
Kandungan zat gizi di dalam cincau hitam memang sangat kecil, namun kehadiran cincau dalam minuman dingin sering dilakukan untuk menambah 11
penerimaan konsumen terhadap suatu produk minuman tertentu.
Cincau hitam
sering digunakan sebagai makan rendah energi untuk tujuan diet. Cincau dapat dimakan dalam jumlah banyak tanpa perlu khawatir konsumennya menjadi gemuk. Penilaian Organoleptik Penilaian organoleptik merupakan suatu metode ilmiah yang digunakan untuk menimbulkan, mengukur, menganalisis dan menginterpretasikan respon terhadap suatu produk sebagai penerimaan dari indera penglihatan, penciuman, sentuhan, perasa dan pendengaran. Pada penilaian organoleptik kita mengenal adanya uji organoleptik yaitu pengujian kuantitatif secara ilmiah dalam data numerik yang dikumpulkan untuk menetapkan standar dan hubungan spesifik antara karakteristik produk dengan penerimaan panelis.
Pengujian ini berfokus pada ketelitian,
keakuratan, sensitivitas dan menghindari kesalahan (Lawless dan Heymann, 1998). Ada beberapa parameter yang biasanya dijadikan penilaian organoleptik suatu produk, antara lain berupa warna, rasa, aroma, viskositas dan tekstur. Salah satu atribut mutu organoleptik yang sangat penting terutama bagi produk fermentasi adalah rasa dan aroma.
Winarno (2002) mendefinisikan rasa sebagai sensasi
menyeluruh yang terjadi karena interaksi antara rasa, aroma dan tekstur serta reseptor suhu di dalam mulut ketika mengkonsumsi makanan. Parameter lain yang biasanya juga akan mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap suatu produk yaitu warna dari produk. Menurut De Man (1989), bagi banyak produk pangan, warna bersamasama dengan aroma, tekstur dan rasa memegang peranan penting dalam menentukan penerimaan konsumen terhadap suatu produk tertentu.
Warna juga sering kali
dijadikan parameter mutu yang pertama kali dipertimbangkan oleh konsumen sebelum menilai mutu organoleptik lainnya. Penilaian organoleptik suatu produk menjadi sangat penting karena berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya suatu produk oleh konsumen. Penilaian organoleptik penting dilakukan terutama bagi produk-produk inovasi pangan baru yang akan diluncurkan ke pasaran. Serat Pangan Serat pangan didefinisikan sebagai kelompok polisakarida dan polimerpolimer lain yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia (Muchtadi, 2000). Serat pangan dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan tingkat
12
kelarutannya yaitu serat pangan larut (soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber) (Bender, 2003). Selulosa dan hemiselulosa digolongkan menjadi serat pangan tidak larut yang berperan dalam pencegahan penyakit kanker usus besar dan konstipasi. Contoh serat pangan larut antara lain adalah pektin, beta glukan, gum dan musilase yang mempunyai peranan fisiologis penting dalam menurunkan kadar kolesterol dan glukosa serum serta mencegah penyakit jantung dan hipertensi (Muchtadi, 2000). Menurut Schneeman dan Janet (1994), kelarutan serat pangan dipengaruhi oleh Water Holding Capacity (WHC) yang dimilikinya. Semakin tinggi nilai WHC suatu serat maka serat tersebut akan semakin mudah larut, begitu pula sebaliknya. Serat pangan tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, tetapi sebagian komponen serat yang larut air dapat difermentasikan oleh bakteri usus sehingga akan menghasilkan produk yang dapat diserap dan dimetabolis menjadi energi (Bender, 2003).
Respon fisiologis tubuh yang baik didapatkan
dengan mengkonsumsi serat pangan secara teratur. Wardlaw (1999) menyatakan bahwa konsumsi serat pangan lebih dari 25 gram per hari dapat menurunkan resiko terkena penyakit jantung 36% dan dengan mengkonsumsi 29 g serat per hari dapat menurunkan resiko serangan jantung hingga 41%.
13