15
TINJAUAN PUSTAKA
A. Survei Tanah Hakim, dkk, (1986)mengemukakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan wilayah. Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi dan saling memberi manfaat bagi peningkatan kegunaannya. Kegiatan survei dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta-peta. Laporan survei berisikan uraian secara terperinci tentang tujuan survei, keadaan fisik dan lingkungan lokasi survei, keadaan tanah, klasifikasi dan interpretasi kemampuan lahan serta saran/rekomendasi (Sutanto, 2005). Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan, menganalisis dan memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama dan hampir sama ke dalam satuan peta tanah tertentu dengan mengamati profil tanah atas warna, tekstur, konsistensi, sifat-sifat kimia, dan lain-lain (Hardjowigeno, 2003).
B. Satuan Lahan Satuan lahan homogen merupakan cara pendekatan dalam inventarisasi sumberdaya alam (Wiradisastra, 1989). Pengembangan konsep ini biasanya dikaitkan dengan dipakainya sarana seperti foto udara dan peta tematik untuk pengumpulan data awal. Dengan menggunakan peta-peta yang tersedia, konsep satuan lahan dapat didefinisikan dengan jelas dan dapat dideliniasi (dipisahpisahkan, kemudian ditarik batas-batasnya).Satuan lahan dapat dibangun
Universitas Sumatera Utara
16
denganmenumpang tindihkan (overlay) berbagai parameter lahan yang dapat dipetakan. Pada pendekatan sekarang, satuan lahan didefinisikan sebagai area homogen dalam berbagai parameter fisik lahan (tanah, lereng, penggunaan lahan, derajat kerusakan erosi, dan lain-lain) yang dapat diidentifikasikan langsung di lapang. Bila salah satu parameter berubah maka satuan lahan akan berubah pula. Dalam proses evaluasi lahan, satuan lahan homogen ini dianggap sebagai satuan peta (mapping unit) dengan ciri karateristik atau kualitas lahan yang akan dipadankan (matching) dengan persyaratan tumbuh tanaman. Melihat proses pembentukan satuan lahan homogen dengan cara overlay dari parameter penyusunnya diatas, maka pendekatannya dinamakan Pendekatan Sistem
Informasi
Geografiatau
GIS
Approach
(Wiradisastra,
1989).
Sisteminformasi ini terdiri dari set data dan informasi yang telah disusun dalam bentukpeta-peta
sumberdaya
alam.
Untuk
tujuan
analisis
dengan
menggabungkanberbagai parameter lahan pada suatu evaluasi lahan, maka dilakukan tumpangtindih peta-peta tersebut yang akan menghasilkan unit area yang mempunyaikesamaan sifat yang secara spasial telah terdeliniasi dan dianggap mempunyaisifat sesuai dengan jumlah parameter yang ditumpang tindihkan.
C. Evaluasi Lahan Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi penggunaannya, sedangkan tanah hanya merupakan satu aspek dari lahan. Konsep lahan meliputi iklim, tanah, hidrologi, bentuk lahan, vegetasi dan fauna, termasuk
Universitas Sumatera Utara
17
di dalamnya akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas manusia baik masa lampau maupun masa sekarang (Dent dan Young, 1981). Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan / atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan (Ritung, dkk.,2007).
D. Metode Evaluasi Kesesuaian Lahan Metode pembandingan (matching) merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi
kemampuan
lahan
dengan
cara
mencocokkan
serta
memperbandingkan antara karakteristik lahan dengan kriteria kelas kemampuan lahan sehingga diperoleh potensi di setiap satuan lahan tertentu (Jamulyo dan Sunarto, 1991 ; Sitorus, 1995).
E. Persyaratan Tumbuh Tanaman Semua jenis komoditas tanaman yang berbasis lahan untuk dapat tumbuhatau hidup dan berproduksi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu, yang kemudian antara satu dengan yang lainnya berbeda. Persyaratan tersebut terutama yang terdiri atas energi radiasi, temperatur/suhu, kelembaban, oksigen, dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya digabungkan, dan selanjutnya disebut sebagai periode pertumbuhan (FAO, 1983 dalam Djaenudin et al., 2000). Persyaratan tumbuh tanaman lainnya yang tergolong sebagai kualitas lahan adalah media perakaran. Media perakaran ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah serta kedalaman efektif.
Universitas Sumatera Utara
18
F. Karakteristik Lahan dan Kualitas Lahan Kualitas lahan merupakan sifat-sifat yang kompleks dari suatu lahan. Masing-masing kualitas lahan mempunyai keragaan tertentu yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976). Karateristik lahan merupakan atribut dari lahan yang dapat diukur dan diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan tertentu, misalnya kemiringan lereng, curah hujan, dan tekstur tanah, dan sebagainya. (FAO, 1976). Djaenudin et al. (2000) mengemukakan kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan pada Tabel. 1 Tabel 1. Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan Simbol Tc Wa
Kualitas Lahan Temperatur Ketersediaan air
Oa Rc
Ketersediaan oksigen Media perakaran
Nr
Retensi hara
Xc
Toksisitas
Xn
Sodisitas
1. Alkalinitas (%)
Xs
Bahaya sulfidik
1. Pyrit (Bahan Sulfidik)
Eh
Bahaya erosi
Fh
Bahaya Banjir
1. Lereng (%) 2. Bahaya erosi 1. Genangan
Lp
Media Perakaran Retensi Hara Penyiapan Lahan Sumber : Djaenudin et al. (2000).
Karakteristik Lahan 1. Temperatur rerata (o C ) atau elevasi (m) 1. Curah Hujan (mm) 2. Lamanya masa kering (bulan) 3. Kelembaban udara 1. Drainase 1. Tekstur 2. Bahan kasar (%) 3. Kedalaman tanah 4 Ketebalan gambut 5. Kematangan gambut 1. KTK Liat (cmol(+)/kg) 2. Kejenuhan Basa (%) 3. pH H2O 4. C-Organik 1. Aluminium 2. Salinitas/DHL (ds/m)
1. Batuan di permukaan (%) 2. Singkapan batuan (%)
Universitas Sumatera Utara
19
G. KelasKemampuan Lahan Kelas kemampuan lahan adalah kelompok penggunaan lahan suatu wilayah sesuai dengan kemampuan lahan tersebut untuk dapat digunakan secara efisien dan optimal, dengan perlakuan-perlakuan tertentu sehingga dapat dipergunakan secara berkelanjutan (Tjokrokusumo,2002) Arsyad (2006) mengemukakan delapan kelas kemampuan lahan yang dapat dilihat pada Tabel 2. Kelas kemampuan lahan memiliki masing-masing faktor penghambat yang mempengaruhi penggunaan lahannya. Tabel 2. Kelas Kemampuan Lahan No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kelas Ciri-Ciri I Mempunyai sedikit penghambat yang membatasi penggunaannya, sesuai untuk berbagai penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumput hutan produksi, dan cagar alam. II Memiliki beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi yang sedang. III Mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Hambatan yang terdapat pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama penggunaannya bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi pembatas-pembatas tersebut. IV Dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian dan pada umumnya tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam. V Tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang membatasi pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung dan cagar alam. VI Mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam. VI Tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan untuk padanag rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat. VIII Tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam.
Sumber: Arsyad (2006)
Universitas Sumatera Utara
20
H. Klasifikasi Kemampuan Lahan Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian komponen lahan yang menurut Arsyad (1909) adalah penilaian komponen-komponen lahan secara sistematis dan pengelompokan ke dalam berbagai kategori berdasar sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaan lahan. Proses klasifikasi kemampuan lahan dilakukan dengan metode faktor penghambat. Setiap kualias lahan atau sifat-sifat lahan diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil hambatan atau ancamannya sampai yang terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria untuk setiap kelas, penghambat yang terkecil untuk kelas yang terbaik dan berurutan semakin besar hambatan semakin besar hambatan semakin rendah kelasnya. Klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan adalah sistem klasifikasi kemampuan lahan Hokensmith dan Steele (1943) yaitu metode klasifikasi dengan sistem faktor penghambat. Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat. Penghambat yang digunakan adalah e (erosi), w (drainase), s (tekstur tanah), c (iklim) dan g
(kelerengan). Pada klasifikasi ini dikenal prioritas
penanganan penghambat berdasarkan tingkat kemudahan penanganannya. Pada kelas yang sama, bilamana mempunyai beberapa penghambat maka akan dipilih prioritas penghambat yang paling besar. Urutan prioritas penghambat tersebut adalah (dari yang paling mudah diatasi) e – w – s – c – g. Jadi apabila hasil klasifikasi dalam satu unit lahan menunjukkan Klas IVe, IVw dan IVs, maka akan ditetapkan sebagai Klas IVs karena mempunyai jenis penghambat yang paling
Universitas Sumatera Utara
21
sulit ditangani.
Kriteria yang digunakan untuk pengelompokan dalam kelas
menurut Arsyad (2006) adalah sebagai berikut: 1. Iklim Dua komponen iklim yang mempengaruhi kemampuan lahan adalah temperatur dan curah hujan. Pada penelitian ini, data temperatur diperoleh dari world climate dan curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan. 2. Lereng dan Ancaman Erosi Kemiringan lereng merupakan lereng yang membentuk bidang horizontal, satuannya dinyatakan dalam persen (%) atau derajat (0). Klasifikasi kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 3. Data kemiringan lereng pada penelitian ini, diperoleh dari peta kelerengan dan pengamatan lapangan. Tabel 3. Klasifikasi kemiringan lereng No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kelas A = Datar B = Landai atau berombak C = Agak miring atau bergelombang D = Miring atau berbukit E = Agak curam atau bergunung F = Curam G = Sangat curam
Kemiringan Lereng 0% sampai <3% >3% sampai 8% >8% sampai 15% >15% sampai 30% >30% sampai 45% >45% sampai 65% >65%
Sumber: Arsyad (2006) Klasifikasi kepekaan erosi tanah (nilai K) dapat dilihat pada Tabel 4. Penentuan nilai K pada penelitian ini menggunakan rumus: K=
2,713M1,14(10-4)(12-a)+(b-2)+2,5(c-3) 100
Keterangan: M= parameter ukuran butir yang dapat dilihat pada Tabel 5. a = % bahan organik yang dapat dilihat pada Tabel 6. b = nilai struktur tanah yang dapat dilihat pada Tabel 7. c = nilai permeabilitas tanah yang dapat dilihat pada Tabel 8.
Universitas Sumatera Utara
22
Tabel 4. Klasifikasi kepekaan erosi tanah No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Sumber: Arsyad (2006)
Kelas Kepekaan KE1 = sangat rendah KE2 = rendah KE3 = sedang KE4 = agak tinggi KE5 = tinggi KE6 = sangat tinggi
Erosi Tanah 0,00 sampai 0,10 0,11 sampai 0,20 0,21 sampai 0,32 0,33 sampai 0,43 0,44 sampai 0,55 0,56 sampai 0,64
Tabel 5. Penilaian Ukuran Butir (M) Kelas Tekstur Nilai M Kelas Tekstur liat berat 210 Pasir liat sedang 750 lempung berpasir liat berpasir 1213 lempung liat berdebu liat ringan 1685 lempung berpasir lempung liat berpasir 2160 Lempung liat berdebu 2830 lempung berdebu lempung liat 2830 Debu Sumber: Hanmer (1978) dalam Departemen Ilmu Tanah (2009)
Nilai M 3035 3245 3170 4005 4390 6330 8245
Tabel 6. Kelas Kandungan C-organik Kelas C-organik Sangat randah <1 Rendah 1-2 Sedang 2,1-3 Tinggi 3,1-5 Sangat Tinggi >5 (gambut) Sumber: Hanmer (1978) dalam Departemen Ilmu Tanah (2009)
Tabel 7. Penilaian Struktur Tanah Tipe Struktur Granular sangat halus (<1 mm) Granular halus (1mm sampai 2 mm) Granular sedang dan kasar (2 mm sampai 10 mm) Gumpal, lempeng, peja (blocky, platty, massif) Sumber: Hanmer (1978) dalam Departemen Ilmu Tanah (2009)
Nilai 0 1 2 3 4
Nilai 1 2 3 4
3. Permeabilitas (p) Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk melalukan air dan udara. Secara kuantitatif, permeabilitas merupakan kecepatan aliran air pada tanah jenuh per satuan waktu pada hidraulik tertentu (Utomo,1989).
Universitas Sumatera Utara
23
Tabel 8. Penilaian Permeabilitas Tanah Kelas Permeabilitas ( cm/jam) cepat >25,4 sedang sampai cepat 12,7-25,4 sedang 6,3-12,7 sedang sampai lambat 2,0-6,3 lambat 0,5-2,0 sangat lambat <0,5 Sumber: Hanmer (1978) dalam Departemen Ilmu Tanah (2009)
Nilai 1 2 3 4 5 6
4. Kedalaman Tanah (k) Kedalaman efektif yang diukur dengan pengamatan profil melalui penyusunan urutan, lapisan tanah atas yang diambil oleh mata bor dinyatakan dalam centimeter. Klasifikasi kelas kedalaman efektif tanah dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Klasifikasi kelas kedalaman efektif tanah No Kelas 1. k0 = dalam 2. k1 = sedang 3. k2 = dangkal 4. k3 = sangat dangkal Sumber: Arsyad (2006)
Kedalaman Efektif lebih dari 90 cm 90 sampai 50 cm 50 sampai 25 kurang dari 25 cm
5. Tekstur Tanah (t) Tekstur tanah adalah perbandingan relatif (%) antara fraksi pasir, debu, dan lempung. Adapun klasifikasi tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Klasifikasi tekstur tanah No 1. 2.
Kriteria t1 = tanah bertekstur halus t2 = tanah bertekstur agak halus
3. 4.
t3 = tanah bertekstur sedang t4 = tanah bertekstur agak kasar
5.
t5 = tanah bertekstur kasar
Ciri-Ciri tekstur liat berpasir, liat berdebu dan liat tekstur lempung liat berpasir, lempung berliat dan lempung liat berdebu tekstur lempung, lempung berdebu dan debu tekstur lempung berpasir, lempung berpasir halus dan lempung berpasir sangat halus tekstur pasir berlempung dan pasir
Sumber: Arsyad (2006)
Universitas Sumatera Utara
24
6. Drainase (d) Pengamatan drainase didasarkan atas pengamatan warna pada profil tanah. Dalam hal ini diamati apakah tanah bewarna terang, pucat, adanya bercak-bercak (Utomo, 1989). Klasifikasi drainase tanah dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Klasifikasi drainase tanah No 1.
Kriteria d1 = baik
2.
d2 =agak baik
3.
d3 = agak buruk
4.
d4 = buruk
5.
d5 = sangat buruk
Ciri-Ciri tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai ke bawah (150 cm) bewarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu tanah mempunyai peredaran udara baik di daerah perakaran. Tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah) lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik, tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu. Bercakbercak terdapat pada seluruh lapisan bagian bawah (sekitar 40 cm dari permukaan tanah) bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau bercak-bercak bewarna kelabu, coklat, dan kekuningan seluruh lapisan sampai permukaan tanah bewarna kelabu dan tanah lapisan bawah bewarna kelabu atau terdapat bercak-bercak bewarna kebiruan, atau terdapat air yang menggenang di permukaan tanah dalam waktu yang lama sehingga menghambat pertumbuhan tanaman
Sumber: Arsyad (2006)
Tabel 12. Matriks Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan Faktor Kelas Kemampuan Lahan Penghambat/ I II III IV V VI VII VIII Penghambat Lereng A B C D A E F G Permukaan Kepekaan erosi KE1,KE2 KE3 KE4,KE5 KE6 (1) (1) (1) (1) Tingkat Erosi e0 e1 e2 e3 (2) e4 e5 (1) Kedalaman k0 k1 k2 k3 (1) (1) (1) (1) Tanah Tekstur t1,t2,t3 t1,t2,t3 t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4 (1) t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4 t5 Lapisan Permeabilitas P2,P3 P2,P3 P2,P3 P2,P3 P1 (1) (1) P5 Drainase d1 d2 d3 d4 d5 (2) (2) d0 Kerikil/batuan bo bo b1 b2 b3 (1) (1) b4 Ancaman O0 O1 O2 O3 O4 (2) (2) (1) banjir Garam/salinitas g0 g1 g2 g3 (2) g3 (1) (1) Sumber: Arsyad (2006) Keterangan : (1) = dapat mempunyai sebarang sifat (2) = tidak berlaku
Universitas Sumatera Utara
25
I. KlasifikasiKesesuaian Lahan Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan. Adapun jenis tanaman yang akan dipadukan adalah tanaman Kehutanan. Oleh karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species matching. Kesesuaian lahan adalah kecocokan
suatu lahan untuk penggunaan tertentu,
sebagai contoh lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim (Azis, dkk., 2005).
Kelas kesesuaian lahan
terbagi menjadi empat tingkat, yaitu : sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N). Hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan kelas terjelek dengan memberikan seluruh pembatas/hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada dapat diperbaiki. Sub Klas pada klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh jenis penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tekstur tanah), a (keasaman), g (kelerengan), sd (kedalaman tanah) dan c (iklim). Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang sulit untuk ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan Klas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki.
Universitas Sumatera Utara
26
Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya.
Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan
melalui sortasi data karakteristik lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk setiap jenis tanaman. Hubungan antara karakteristik kesesuaian lahan dan tingkat pembatas dapat dilihat dari Tabel 13. Tabel 13. Hubungan antara karakteristik kesesuaian lahan dan tingkat pembatas Tingkat Pembatas 0: no (tidak ada) 1: slight (ringan) 2: moderate (sedang) 3: severe (berat) 4: very severe (sangat berat) Sumber : Azis, dkk (2005)
Karakteristik Kesesuaian Lahan S1: sangat sesuai S2: cukup sesuai S3: sesuai marginal N: tidak sesuai
Peringkat kesesuaian lahan yang telah ditetapkan oleh FAO (1976) untuk penggunaan internasional sebagai berikut: Kelas S1: Sangat cocok, tanah tidak memiliki keterbatasan yang signifikan untuk mendukung penerapan penggunaan tertentu atau hanya keterbatasan kecil yang tidak akan secara signifikan meningkatkan masukan di atas dan dapat diterima tingkat . Kelas S2: Sedang memiliki keterbatasan cocok, tanah yang secara agregat yang cukup berat untuk aplikasi berkelanjutan penggunaan yang diberikan. Keterbatasan ini akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan kepada sebatas bahwa keseluruhan keuntungan yang akan diperoleh dari penggunaan, meskipun masih menarik, akan lebih rendah daripada yang diharapkan di darat S1 kelas. Kelas S3: keterbatasan cocok, tanah Marginal, yang berat untuk aplikasi berkelanjutan dari penggunaan yang diberikan dan sehingga akan mengurangi produktivitas atau keuntungan atau meningkatkan masukan yang diperlukan bahwa pengeluaran ini akan hanya sedikit dibenarkan. Kelas N1: Saat ini tidak cocok, karena keterbatasan lahan yang dapat diatasi dalam waktu
Universitas Sumatera Utara
27
tetapi yang tidak dapat diperbaiki dengan pengetahuan yang ada pada saat ini biaya diterima. Keterbatasan sangat parah sebagai untuk mencegah pemakaian yang berkelanjutan sukses dari jenis tanah dengan cara tertentu. Kelas N2: keterbatasan secara tidak cocok, memiliki tanah yang tampak terlalu berat untuk mencegah kemungkinan penggunaan lahan yang berkelanjutan sukses dalam cara yang diberikan. Kelas kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan kriteria yang diberikan pada Tabel 14. Tabel 14. Kriteria untuk penentuan kelas kesesuaian lahan Kelas Kesesuaian Lahan S1: sangat sesuai
Kriteria
Unit lahan tidak memiliki pembatas atau hanya memiliki empat pembatas ringan. S2: cukup sesuai Unit lahan memiliki lebih dari empat pembatas ringan, dan atau memiliki tidak lebih dari tiga pembatas sedang. S3:sesuai marginal Unit lahan memiliki lebih dari tiga pembatas sedang, dan atau satu pembatas berat. N: tidak sesuai Unit lahan memiliki lebih dari satu pembatas berat atau sangat berat Sumber : Azis, dkk (2005)
J. Kelas Kesesuaian Lahan Kelas kesesuaian lahan adalah kelompok lahan yang menggambarkan tingkat kecocokan sebidang tanah untuk suatu pengguaan tertentu. Penilaian klas kesesuai-an lahan pada dasarnya merupakan pemilih-an lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu, yang dilakukan dengan menginterprestasikan data survei tanah detail dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan pengelolaannya. Kelas kesesuaian lahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kelas kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial.Kelas kesesuaian lahan aktual atau kelas kesesuaian lahan pada saat ini adalah kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan data yang ada pada saat ini. Kelas kesesuaian
Universitas Sumatera Utara
28
lahan aktual (saat sekarang), menunjukan kesesuaian lahan terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dalam keadaan sekarang, tanpa ada perbaikan yang berarti. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan aktual, mula-mula dilakukan penelitian terhadap masing-masing kualitas lahan berdasar atas karakteristik lahan terjelek, selanjutnya kelas kesesuaian lahan ditentukan berdasar atas kualitas lahan terjelek. Sedangkan kesesuaian lahan potensial adalah kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan keadaan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan sehingga harkat kesesuaian lahannya meningkat. Dalam hal ini perlu dirinci faktor-faktor ekonomis yang disertakan dalam menduga biaya yang diperlukan
untuk
perbaikan-perbaikan
tersebut
(Hardjowigeno,
1994).
Ritung dkk (2007) juga mengungkapkan bahwa kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usahaosaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hytan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan apabila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai. Untuk jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan, maka harus diperhatikan karakteristik lahan yang tergabung dalam masing-masing kualitas lahan. Karakteristik lahan dapat dibedakan menjadi karakteristik lahan yang dapat diperbaiki dengan masukan sesuai dengan tingkat pengelolaan (teknologi) yang akan diterapkan, dan karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial dapat dilihat pada
Tabel 15.
Universitas Sumatera Utara
29
Tabel 15. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial No Kualitas dan Tingkat Jenis perbaikan karateristik lahan pengelolaan Sedang Tinggi 1 Rejim radiasi 2 Rejim suhu 3 Kelembaban udara 4 Ketersediaan air + ++ Sistem irigasi/pengairan - Bulan kering + ++ Sistem irigasi/pengairan - Curah hujan 5 Media perakaran + ++ Pembutan saluran draianse - Drainase - Tekstur + Umumnya tidak dapat diperbaiki, - Kedalaman tanah kecuali terdapat terdapat lapisan padas lunak - Kematangan gambut - Ketebalan gambut 6 Retensi hara + ++ Penambahan bahan organic - KTK + ++ Pengapuran - pH 7 Ketersediaan hara + ++ Pemupukan - N total + ++ Pemupukan - P tersedia + ++ Pemupukan - K dapat dituakr 8 Bahaya banjir + ++ Pembuatan tanggul penahan banjir - Periode serta + ++ Pembuatan saluran drainase - Frekuensi 9 Kegaraman + ++ Reklamasi - Salinitas 10 Toksisitas + ++ Pengapuran - Kejenuhan Alumanium + Pengaturan sistem tata air tanah - Kedalaman pirit 11 Kemudahan + Pengatuaran kelembaban tanah utuk pengolahan pengelolaan 12 Potensi mekanisasi 13 Bahaya erosi + ++ Pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, penanaman penutup lahan Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka ,2007
Satuan peta yang mempunyai karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki tidak akan mengalami perubahan kelas kesesuian lahannya, sedangkan yang karakteristik lahannya dapat diperbaiki, kelas kesesuaian lahannya dapat berubah menjadi satu atau dua tingkat lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
30
K. Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Kesesuaian Lahan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem yang berorientasi
operasi
berkaitan
dengan
pengumpulan,
penyimpanan,
dan
manipulasi data yang bereferensi geografis secara konvensional. Operasi ini melibatkan perangkat komputer
(perangkat keras dan perangkat lunak) yang
mampu menangani data mencakup (input), (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data) dan (c) manipulasi dan analisis, dan (d) pengembangan produk dan pencetakan (Aronoff, 1989). Aplikasi GIS berkembang luas, mulai dari analisis dan modeling dari data-data spasialhingga inventarisasi dan pengolahan data sederhana salah satunya penentuan kesesuaian lahan. Sebagai contoh,penelitian yang dilakukan oleh Rahmawaty et.al. (2011) menggunakan aplikasi GIS dalam menentukan kelas kesesuaian lahan di DAS Besitang untuk beberapa komoditi pertanian dan perkebunan. Selain menentukan kelas kesesuaian lahan juga menentukan kelas kemampuan lahan pada lokasi yang sama. Sastrohartono (2011) juga menggunakan aplikasi GIS dalam penentuan kesesuaian lahan untuk perkebunan dengan bantuan extensi artifical neural network (ANN.avx). Dengan bantuan extensi tersebut selain untuk menentukan kesesuaian lahan juga dapat memperediksi besarnya produksi yang dihasilkan. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu cara yang efisien dan efektif untuk mengetahui karakteristik lahan suatu wilayah dan potensi pengembangannya. Salah satu kemampuan penting dari SIG adalah kemampuannya dalam melakukan analisis dan pemodelan spasial untuk menghasilkan informasi baru (Fauzi, dkk. 2009).
Universitas Sumatera Utara