TINJAUAN PUSTAKA
Survei Tanah Survei tanah merupakan suatu penelitian tanah di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan secara sistematis dengan metode-metode tertentu terhadap suatu daerah tertentu, yang ditunjang oleh informasi dari sumber-sumber lain yang relevan. Survei tanah adalah pengamatan yang dilakukan secara sistematis, disertai dengan mendeskripsikan, mengklasifikasikan dan memetakan tanah di suatu daerah tertentu. Menurut Rossiter (2000), survei tanah adalah proses menentukan pola tutupan tanah, menentukan karakteristik tanah dan menyajikannya dalam bentuk yang dapat dipahami dan diinterpretasi oleh berbagai kalangan pengguna. Tujuan utama dari survei tanah adalah : 1. membuat semua informasi spesifik yang penting tentang tiap-tiap macam tanah terhadap penggunaannya dan sifat-sifat lainnya sehingga ditentukan pengelolaannya 2. menyajikan
uraian
satuan
peta
sedemikian
rupa
sehingga
dapat
diinterpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan fakta-fakta mendasar tentang tanah (Rayes, 2007). Di dalam suvei tanah dikenal 3 macam metode survei, yaitu metode grid, sistem fisiografi dengan bantuan interpretasi foto udara, dan grid bebas yang merupakan penerapan gabungan dari kedua pendekatan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Metode survei grid disebut juga metode grid kaku. Pengambilan contoh tanah dalam survei ini dilakukan secara sistematik. Jarak pengamatan dibuat secara teratur pada jarak tertentu untuk menghasilkan jalur segi empat di seluruh daerah survei. Pengamatan tanah dilakukan dengan pola teratur (interval titik pengamatan berjarak sama pada arah vertikal dan horizontal). Jarak pengamatan tergantung dari skala peta. Metode survei grid sangat cocok untuk survei intensif dengan skala besar, dimana penggunaan interpretasi foto udara sangat terbatas dan intesitas pengamatan yang rapat memerlukan ketepatan penempatan titik pengamatan di lapangan dan pada peta (Rayes, 2007). Metode survei fisiografi diawali dengan melakukan interpretasi foto udara (IFU) untuk mendelineasi landform yang terdapat di daerah yang disurvei, diikuti dengan pengecekan lapangan dengan komposisi satuan peta, biasanya hanya di daerah pewakil. Survei ini umumnya diterapkan pada skala 1: 50.000-1:200.000. Pada skala kecil, hanya satuan lansekap dan landform yang luas saja yang dapat digambarkan. Metode ini hanya dapat diterapkan jika tersedia foto udara yang berkualitas tinggi (Rayes, 2007). Metode grid bebas merupakan perpaduan metode grid kaku dan metode fisiografi. Metode ini diterapkan pada survei detail hingga semi detail, foto udara berkemampuan terbatas dan di tempat-tempat yang orientasi di lapangan cukup sulit dilakukan. Pada metode ini, pengamatan dilakukan seperti pada grid kaku, tetapi jarak pengamatan tidak perlu sama dalam dua arah, tergantung fisiografi daerah survei (Rayes, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan suatu proses menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Kerangka dasar evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan suatu penggunaan lahan tertentu, dengan sifat/kualitas lahan yang bersangkutan (Abdullah, 1993). Tujuan utama evaluasi lahan adalah menyeleksi penggunaan lahan yang optimal untuk masing-masing satuan lahan tertentu dengan mempetimbangkan faktor fisik dan sosial ekonomi serta konservasi sumber daya lingkungan untuk penggunaan yang lestari. Di samping itu, terdapat tujuan yang lebih detail yang sangat beragam tergantung pada keinginan dan skala evaluasi lahan. Yakni memperkenalkan teknik budi daya yang baru atau menata ulang sistem pertanian yang telah ada memerlukan perencanaan yang serius di bidang sumber daya lahan, kondisi sosial ekonomi, sumber daya air, status pertanian serta kondisi ekoklimatologi (Rayes, 2007). Evaluasi lahan dibedakan 3 intensitas detail, yaitu reconnaissance (tinjau), semi detail (sedang) dan detail. Masing-masing tingkat survei tersebut akan menentukan
jumlah
dan
jenis
kualitas/karakteristik
lahan
yang
akan
dipertimbangkan. Semakin detail peta kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan, akan semakin banyak dan semakin rinci kualitas atau karakteristik lahan yang dievaluasi (Abdullah, 1993). Evaluasi lahan pada tingkat tinjau dilakukan dalam skala nasional. Evaluasi lahan dilakukan secara kualitatif, dan analisis ekonomi hanya dilakukan dengan sangat umum. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk perencanaan secara nasional. Evaluasi lahan tingkat semi detail dilakukan untuk tujuan-tujuan yang
Universitas Sumatera Utara
lebih khusus, misalnya studi kelayakan (feassibility study) untuk suatu proyek. Hasil evaluasi tingkat ini memberi keterangan untuk pengambilan keputusan, penelitian proyek, dan perubahan-perubahan yang mungkin diperlukan. Evaluasi tingkat detail merupakan survei yang ditujukan untuk membuat perencanaan untuk implementasi, misalnya untuk pembuatan desain atau rekomendasi (Rayes, 2007). Penilaian kelas kesesuaian lahan menurut Sudradjat, dkk, 2005 dalam Sudradjat, 2006 digolongkan atas dasar kelas-kelas kesesuaian lahan sebagai berikut : 1.
Ordo, yaitu kriteria yang menyatakan sesuai atau tidaknya suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Dibedakan atas 2 ordo : a. Ordo S: sesuai untuk penggunaan tertentu dalam waktu tidak terbatas. b. Ordo N: tidak sesuai
2.
Kelas, yaitu tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Terdiri dari 3 kelas untuk ordo yang sesuai dan 1 kelas untuk ordo yang tidak sesuai. a. SS
: sangat sesuai (Highly suitable), satuan lahan dengan tidak punya pembatas serius/hanya punya pembatas yang tidak berarti secara nyata terhadap produksi.
b. S
: sesuai (moderately), punya pembatas-pembatas agak serius. Pembatas mengurangi produksi.
c. SM
: sesuai marjinal (marginally), punya pembatas serius. Pembatas mengurangi produksi.
d. N
: tidak sesuai dan faktor pembatas lebih berat bahkan sangat berat serta sulit diatasi.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik lahan untuk Evaluasi
Drainase Drainase Tanah Drainase tanah meningkatkan banyak keadaan yang menguntungkan tumbuhan tingkat tinggi dan jasad mikro tanah. Dengan memberikan kebebasan yang lebih besar pada gaya agregasi, pembutiran ditingkatkan dengan nyata. Bersamaan dengan itu peninggian air tanah juga dikurangi dan mengurangi kejenuhan tanah akan air; sebab kalau tanah jenuh dengan air dan mengalami pembekuan, pencairan yang berganti-ganti akan sangat merusak akar tumbuhan (Hakim, dkk, 1986). Drainase tanah diklasifikasikan sebagai berikut : d0 : berlebihan (excessively drained); air yang berlebihan segera keluar dari tanah dan tanah hanya akan menahan sedikit air sehingga tanaman akan segera mengalami kekurangan air. d1 : baik; tanah memiliki peredaran udara (aerasi) yang baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai ke bawah > 150 cm berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat karatan (bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu) d2 : agak baik; tanah beraerasi baik di daerah perakaran. Tidak terdapat bercakbercak berwarna kuning, coklat, atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah). d3 : agak buruk; lapisan atas tanah beraerasi baik; tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu atau coklat. Bercak-bercak terdapat pada seluruh lapisan bagian bawah (sekitar 40 cm dari permukaan tanah)
Universitas Sumatera Utara
d4 : buruk; bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat dan kekuningan. d5 : sangat buruk; seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah lapisan bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak berwarna kebiruan, atau terdapat air yang menggenang di permukaan tanah dalam waktu yang lama sehingga menghambat pertumbuhan tanaman (Rayes, 2007). Bahaya Banjir Bahaya banjir atau penggenangan dikelompokkan sebagai berikut : F0 : tidak pernah (dalam periode satu tahun tanah tidak pernah kebanjiran selama > 24 jam). F1 : kadang-kadang (tanah kebanjiran > 24 jam dan terjadinya tidak teratur dalam periode < 1 bulan). F2 : selama waktu 1 bulan dalam setahun tanah secara teratur kebanjiran untuk selama >24 jam. F3 : selama 2-5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu dilanda banjir yang lamanya lebuh dari 24 jam. F4 : selama waktu≥ 6 bulan tan ah selalu diland a ban jir secara teratu r yan g lamanya > 24 jam (Rayes, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Retensi Hara Kapasitas Tukar Kation Kapasitas Tukar Kation Total (KTK total) tanah adalah jumlah muatan negatif tanah baik yang bersumber dari permukaan koloid anorganik (liat) maupun koloid organik (humus) yang merupakan situs pertukaran kation-kation. Bahan organik tanah meskipun tergantung derajat humifikasinya mempunyai KTK paling besar dibanding koloid-koloid liat. Nilai KTK koloid-koloid tanah ini tertera pada tabel 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai KTK bahan organik tanah (BOT) dapat 2-20 kali KTK liat. Di antara jenis-jenis liat, pada pH 7,0 urutan nilai KTKnya (dari kecil ke besar) adalah : Kaolinit < Klorit = Illit < Montmorilionit < Vermikulit (Hanafiah, 2005). Bahan organik tanah berasal dari tanaman yang tumbuh di atasnya, sehingga kadar bahan organik tanah tinggi pada lapisan atas tanah dan menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah, sehingga mempengaruhi nilai KTK pada profil tanah. Di samping itu, kadar liat (tekstur) dan tipe liat juga menentukan nilai KTK tanah, sedangkan kadar debu dan pasir tanah tidak begitu berpengaruh (Hanafiah, 2005). Tabel 1. Nilai KTK beberapa koloid tanah No Jenis bahan/koloid Nilai KTK (me/100g) 1
Bahan organik tanah
200-300
2
Liat, secara umum
<10 (oksida) sampai>100 (tipe 2:1)
3
Liat pada pH 7,0 :
-
= Kaolinit
3-15
= Illit (Hidrous mika) dan Khlorit
10-40
= Montmorilionit
80-150
= Vermikulit
100-150
(Hanafiah, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Aktivitas ion H+ (pH) Reaksi tanah yang penting adalah masam, netral, atau alkali. Pernyataan ini didasarkan pada jumlah ion H dan OH dalam larutan tanah. Bila dalam tanah ditemukan ion H lebih banyak dari OH, maka disebut masam. Bila ion H sama dengan ion OH disebut netral. Sedangkan apabila jumlah ion OH lebih banyak daripada ion H disebut alkalin (Hakim, dkk, 1986). Pada umumnya faktor hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan faktor hara mudah larut dalam air. Pada
tanah masam faktor P tidak dapat diserap tanaman karena diikat
(difiksasi) oleh Al, sedang pada tanah alkalis faktor P juga tidak dapat diserap tanaman karena difiksasi oleh Ca (Hakim, dkk, 1986).
Kegaraman Salinitas Tanah Salinitas tanah dinyatakan dalam kandungan garam larut atau hambatan listrik ekstrak tanah berikut : g0 : bebas (< 0,15% garam larut; 0-4 (EC x 103) mmhos per cm pada suhu 250C). g1 : sedikit terpengaruh (0,15–0,35% garam larut; 4-8 (EC x 103) mmhos per cm pada suhu 250C). g2 : cukup terpengaruh (0,35-0,65% garam larut; 8-15 (EC x 103) mmhos per cm pada suhu 250C). g3 : sangat terpengaruh (>0,65% garam larut; > 15 (EC x 103) mmhos per cm pada suhu 250C) (Rayes, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Media Perakaran Tekstur Tekstur tanah memegang peranan penting dalam menentukan kesuburan tanah. Ditinjau dari segi fisik tanah, tekstur berperan dalam struktur rumah tangga air dan tata udara dalam tanah. Dari segi kesuburan tekstur artinya erat hubungan dengan
pertukaran
ion,
sifat
penyangga
dan
sifat
kimia
lainnya
(Poerwowidodo, 1991). Tekstur tanah merupakan batasan ukuran dan bagian fraksi-fraksi yang menyusun tanah. Para pakar edapologi hanya membatasi perhatian pada fraksifraksi dengan ukuran < 0,002 mm (liat), 0,002-0,05 mm (debu), dan 0,05-0,2 mm (pasir) (Poerwowidodo, 1991). Lereng Kecuraman lereng, panjang lereng dan bentuk lereng (cekung atau cembung) dapat mempengaruhi besarnya erosi. Pengelompokan kecuraman lereng adalah sebagai berikut: Datar : < 3%
landai atau berombak : 3-8%
Bergelombang : 8-15%
berbukit
: 15-30%
Agak curam
curam
: 45-65%
: 30-45%
Sangat curam : >65% (Rayes, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Batuan Permukaan Batuan permukaan adalah batuan yang tersebar di atas permukaan tanah. Penyebaran batuan permukaan dikelompokkan sebagai berikut : b0 : tidak ada (<0,01% luas areal) b1 : sedikit (0,01%-3% permukaan tanah tertutup) b2 : sedang (3%-15% permukaan tanah tertutup) b3 : banyak (15%-90% permukaan tanah tertutup) b4 : sangat banyak (>90% permukaan tanah tertutup) (Rayes, 2007). Batuan Singkapan Penyebaran batuan singkapan dikelompokkan sebagai berikut : b0 : tidak ada (< 2% permukaan tanah tertutup) b1 : sedikit (2%-10% permukaan tanah tertutup) b2 : sedang (10%-50% permukaan tanah tertutup) b3 : banyak (50%-90% permukaan tanah tertutup) b4 :sangat banyak (>90% permukaan tanah tertutup) (Rayes, 2007).
Kedalaman Tanah Kedalaman Efektif Kedalaman tanah perlu diselidiki sampai pada kedalaman tertentu (misalnya dengan pengeboran sampai kedalaman 150 cm). Apabila tanah ternyata cukup dalam (terutama lapisan top soilnya) jelas akan sangat menguntungkan dan perlu diperhatikan upaya pengawetannya (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus akar tanaman. Banyaknya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah dan bila tidak dijumpai akar tanaman, maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2002).
Ketersediaan Air Curah hujan Terjadinya hujan tahunan yang tinggi tidak menjamin tersedianya air untuk tanaman. Faktor-faktor lain harus juga diperhatikan, seperti penyebaran hujan, sifat tanah dan tanaman. Biasanya periode hujan yang tinggi dan evaporasi yang tinggi tidak berimpit; tanah menjadi sistem buffer yang penting untuk tanaman antara waktu penyediaan dan keperluan air (Guslim, 2007). Sumber utama tersedianya air untuk tanaman adalah air di dalam tanah yang kemudian diisap oleh akar. Hal yang sangat penting untuk pertumbuhan optimum adalah bahwa tanaman harus tetap lembab. Untuk kebanyakan jenis tanaman, tanah tidak boleh terlalu basah atau terlalu kering. Tersedianya air tanah antara lain dipengaruhi oleh penerimaan hujan yaitu bagian dari hujan yang masuk ke dalam tanah dan tidak hilang sebagai limpasan (Guslim, 2007). Rata-rata suhu tahunan (t) Walaupun cahaya dan kelembaban dalam komposisi dan kombinasi yang menguntungkan, tetapi pertumbuhan tanaman akan terganggu atau terhenti jika suhu melampaui batas minimum atau maksimum tertentu oleh tanaman tersebut. Suhu optimum untuk aktivitas metabolisme maksimum berbeda untuk setiap jenis
Universitas Sumatera Utara
tanaman, populasi dan individu dari setiap jenis. Berbagai tanaman dan juga tingkat
perkembangannya
membutuhkan
suhu
optimum
yang
berbeda
(Guslim, 2007). Data temperatur ditentukan menurut Braak (1929) dalam Guslim (2007) dimana semakin tinggi suatu tempat dari atas permukaan laut maka semakin rendah suhunya. Dengan rumus : t = (26,3 – 0,61 x h)0C t : suhu rata-rata tahunan; h : ketinggian dari permukaan laut dalam hektometer; sebagai suhu dasar diambil suhu di pantai Pulau Jawa 26,30C.
Erosi Tingkat Bahaya Erosi Erosi
dan
sedimentasi
menjadi
penyebab
utama
berkurangnya
produktivitas lahan pertanian, berkurangnya kapasitas saluran atau sungai akibat pengendapan
material hasil erosi. Dengan berjalannya waktu, aliran air
terkonsentrasi ke dalam suatu lintasan-lintasan yang agak dalam, dan mengangkut partikel tanah dan diendapkan ke daerah di bawahnya yang mungkin berupa sungai,
waduk,
saluran
irigasi,
ataupun
area
pemukiman
penduduk
(Hardiyatmo, 2006) Adapun klasifikasi tingkat erosi menurut Day (1998) dalam Hardiyatmo (2006) adalah: -
Sangat ringan
:
erosi kecil; pada dasar lereng, terkumpul sedikit debris.
-
Ringan
:
erosi membentuk selokan (rills), yang kedalamannya sampai 8 cm; beberapa debris pada dasar lereng.
Universitas Sumatera Utara
-
Sedang
:
parit kedalaman sampai 0,3 m. Debris pada dasar lereng.
-
Berat
:
parit kedalaman kira-kira 0,3-1 m dan jurang-jurang kecil (gullies) mulai terbentuk.
-
Sangat berat
:
saluran-saluran erosi dalam (deep erosion channel), terdiri
atas
selokan
berkembangnya
dan
pipa-pipa
jurang-jurang
kecil;
menyebabkan
tanah
bagian bawah tererosi
Hara Tersedia Nitrogen Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2) di atmosfer, yang jumlahnya mencapai 78%, dan sumber lainnya senyawa-senyawa nitrogen yang tersimpan dalam tubuh mahluk hidup. Nitrogen sangat jarang ditemui menjadi komponen mineral oleh karena sifatnya yang mudah larut air. Sifat ini juga menjadikan endapan-endapan nitrogen yang cukup banyak hanya ditemui di daerah
beriklim
kering
dan
itupun
terbatas
pada
beberapa
tempat
(Poerwowidodo, 1991). Bentuk-bentuk nitrogen yang dapat ditemukan di atmosfer dan dalam sistem tanah berupa N2, N-asam amino, N-protein, Amonium, Nitrit dan nitrat serta N2O. Namun bentuk nitrogen yang dapat diserap tanaman hanyalah Namonium dan Nitrat (Poerwowidodo, 1991). Phospor Sumber dan cadangan Phospor (P) alam adalah kerak bumi yang kandungannya mencapai 0,12 %, dalam bentuk batuan fosfat, endapan guano dan
Universitas Sumatera Utara
endapan fosil tulang. Mineral organik tanah yang mengandung P antara lain: asam nukleat, fitin dan turunannya, fosfolida, fosfoprotein, fosfatinositol dan fosfat metabolik (Poerwowidodo, 1991). Pada kisaran pH dari asam sampai alkalis, larutan tanah dapat mengandung berbagai bentuk anion P. Pada pH 6,0 larutan tanah didominasi oleh bentuk H2PO4- dan HPO42- sedangkan pada pH alkalis didominasi anion PO3-. Umumnya bentuk H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman dibandingkan bentuk HPO42- . Jumlah fosfat dalam bentuk ini sangat rendah dibandingkanbentuk fosfat lain yang ditemukan dalam sistem tanah (Poerwowidodo, 1991). Kalium Kalium (K) merupakan hara utama ketiga setelah N dan P. Kalium mempunyai valensi satu dan diserap dalam bentuk ion K+. Kalium tergolong unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman, maupun dalam xylem dan floem (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Kalium tersedia dalam tanah tidak selalu tetap dalam keadaan tersedia, tetapi masih berubah menjadi lambat untuk diserap oleh tanaman (slowly available). Hal ini disebabkan oleh K tersedia yang mengadakan keseimbangan dengan K bentuk-bentuk lain. K lambat diserap ↔ K tertukar ↔ K larut air Sumber kalium yang terdapat dalam tanah berasal dari pelapukan mineral yang mengandung K, antara lain: felspar, muskovit, biotit, dan illit. Mineral tersebut bila lapuk melepaskan K ke larutan tanah atau terjerap tanah dalam bentuk tertukar (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Kemudahan Pengolahan Tekstur Tekstur tanah berhubungan erat dengan plastisitas, permeabilitas, kekerasan, kemudahan olah, kesuburan dan produktivitas tanah pada daerahdaerah geografis tertentu. Pasir dan debu pada beberapa tanah, umumnya terdiri dari mineral-mineral yang kaya akan hara-hara esensial, sedangkan pada kasus lain mereka didominasi oleh kwarsa (SiO2). Tidak suburnya tanah-tanah berpasir biasanya
berhubungan
erat
dengan
kandungan
kwarsa
yang
tinggi
(Hakim, dkk, 1986) Struktur Struktur merupakan penyusunan partikel-partikel tanah primer seperti pasir, debu dan liat membentuk agregat-agregat. Dimana agregat yang satu dengan lainnya dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah. Adapun pembagian tipe-tipe struktur dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 2. Tipe struktur tanah Tipe struktur deskripsi granular Kurang porous, ukuran kecil, padat, tidak terikat antara agregat bulat. Remah Porous, bulat, ukuran kecil, agregat (crumb) tidak terikat sesamanya. Lempeng Agregat berbentuk lempeng (plate)
Lokasi pada horizon Horizon A Horizon A
Sering terdapat pada horizon A2, tanah hutan dan tanah clavpan gumpal Gumpal berbentuk kubus, Horizon B agregatberpegang erat dengan lainnya, jika terjadi agregat lebih kecil. Gumpal Berbentuk gumpal, bermuka datar Horizon B besudut dengan pinggir bersudut tajam prisma Bentuk mirip prisma, bagian atas Horizon B datar columnar Agregat seperti tiang dengan Horizon B puncak berbentuk agak bulat. (Hakim, dkk, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Konsistensi Konsistensi merupakan kedudukan fisik tanah pada kadar air tertentu. Konsistensi tanah tergantung pada tekstur, sifat dan jumlah koloid-koloid inorganik dan organik, struktur dan terutama kandungan air tanah. Konsistensi tanah pada kondisi alam dinyatakan dalam istilah lunak, sedang, kaku, dan keras (Hardiyatmo, 2006).
Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L)
Tanaman jarak pagar relatif mudah dibudidayakan oleh petani kecil, dapat ditanam sebagai batas kebun, dapat ditanam secara monokultur atau campuran, cocok di daerah beriklim kering, dapat ditanam sebagai tanaman konservasi lahan, dapat tumbuh di lahan marjinal, dan juga dapat ditanam di pekarangan atau sekitar rumah
sehingga
basis
sumber
bahan
bakunya
dapat
sangat
luas
(Sudrajat, 2006). Selain itu, tanaman jarak pagar bisa hidup dan tetap produktif meski ditanam di tanah kritis dan tandus, seperti daerah Nusa Tenggara Timur. Tumbuh baik di dataran rendah maupun pegunungan. Jarak pagar tidak memiliki hama dan mulai berbuah lima bulan sesudah ditanam, serta dapat dipanen terus-menerus hingga 50 tahun (Badan Pusat Statistik, 2004). Pemanfaatan jarak pagar yang dapat tumbuh di lahan kritis akan membantu konservasi lahan kritis di Indonesia yang saat ini lebih dari 20 juta Ha dan dalam pembudidayaannya tidak diperlukan untuk membuka hutan sebagai lahan budidaya. Oleh karena itu pembudidayaan tanaman itu sebagai bahan
Universitas Sumatera Utara
penghasil minyak dapat memberikan harapan baru dalam pengembangan bisnis (Badan Pusat Statistik, 2004). Tumbuhan inipun bersifat edible (tidak bersaing dengan konsumsi manusia) maka pemanfaatan tanaman ini sebagai bahan bakar alternatif sangatlah tepat. Keuntungan yang diperoleh pada budi daya tanaman jarak di lahan kritis antara lain :1) menunjang usaha konservasi lahan; 2) memberikan kesempatan kerja sehingga berimplikasi meningkatkan penghasilan petani ; 3) memberikan solusi pengadaan bahan bakar minyak (Arivin, dkk, 2006). Jenis dan Morfologi Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman jarak antara lain jarak kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha gossypifolia L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas L). Di antara jenis tanaman jarak tersebut yang memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar alternatif adalah jarak pagar (Jatropha curcas) dalam bahasa inggris disebut ”Physic Nut” (Heller, 1996). Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Pohonnya berupa perdu dengan tinggi tanaman 1,7 m, bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris bila terluka mengeluarkan getah. Daun tanaman jarak pagar ini berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5, tulang daun menjari dengan 5-7 tulang utama, warna daun hijau (permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian atas). Panjang tangkai daun antara 4-15 cm (Arivin, dkk, 2006). Bunga tanaman ini berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina tersusun dalam
Universitas Sumatera Utara
rangkaian berbentuk cawan, muncul diujung batang atau ketiak daun. Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur, diameter 2-4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Buah jarak terbagi 3 ruang yang masingmasing ruang diisi 3 biji. Biji berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30-40 % (Mahmud, dkk, 2006). Syarat Tumbuh Jarak pagar tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Kisaran curah hujan daerah penyebarannya bervariasi.Tanaman tumbuh baik pada curah hujan 900-1200 mm/tahun. kecuali dalam kondisi tertentu seperti di Kepulauan Cape Verde dengan curah hujan hanya 250 mm/tahun tetapi kelembaban udaranya sangat tinggi. Di Indonesia, jarak pagar dapat dijumpai di beberapa daerah dengan curah hujan lebih dari 3.000 mm/tahun, seperti di Bogor, Sumatera Barat, dan Minahasa (David, dkk, 2006). Tanaman jarak mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuhnya. Adapun lingkungan tumbuh yang optimal bagi pertumbuhannya, yaitu 50o LU40o LS,. Ketinggian tempat berkisar 0-1.700 m dpl, dengan suhu 11o-38o C. Jarak pagar tidak tahan cuaca yang sangat dingin (frost) dan tidak sensitif terhadap panjang hari (daylength) karena tanaman berasal dari daerah tropis. Iklim yang kering (suhu >38oC) akan meningkatkan kadar minyak biji, tetapi kekeringan yang berkepanjangan menyebabkan tanaman menggugurkan daun sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Sebaliknya, pada daerah dengan curah hujan tinggi (suhu <11o C) seperti di Bogor, tanaman memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebat tetapi pembentukan bunga dan buah kurang (Jones dan Miller, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2006a) mengemukakan bahwa tipe iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jarak pagar. Jarak pagar dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang baik dijumpai pada tanah-tanah ringan atau lahan dengan drainase dan aerasi yang baik. Di daerah-daerah dengan kelengasan tanah bukan menjadi faktor pembatas (misalnya irigasi atau curah hujan cukup merata), jarak pagar dapat berproduksi sepanjang tahun, tetapi tidak dapat bertahan dalam kondisi tanah jenuh air. Meskipun jarak pagar dapat tumbuh dengan baik di lahan marginal umumnya memiliki pertumbuhan yang kerdil. Di daerah yang sangat kering, umumnya tinggi tanaman hanya 2-3 m. Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah yang ketersediaan air dan unsur-unsur haranya terbatas atau lahan marginal, tetapi lahan yang berdrainase baik merupakan tempat yang sesuai bagi tanaman ini untuk tumbuh
dan
berproduksi
secara
optimal
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2006a). Bila perakarannya sudah berkembang, jarak pagar toleran terhadap kondisi tanah masam atau alkalin (terbaik pada pH tanah 5,50-6,50). Jones dan Miller (1992) menyatakan untuk mendapatkan produksi yang tinggi pada tanah miskin hara dan alkalin, tanaman perlu dipupuk dengan pupuk anorganik maupun organik, yang mengandung sedikit kalsium, magnesium, dan sulfur. Pada daerahdaerah dengan kandungan fosfat rendah, penggunaan mikoriza dapat membantu pertumbuhan tanaman jarak. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur tetapi strukturnya ringan, tekstur agak kasar, memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan umumnya jarak pagar yang ditanam pada tanah bertekstur agak kasar
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan biji lebih tinggi dari pada di tanah bertekstur lainnya sehingga produksi tanaman jarak pagar maksimum dicapai (Anonimous, 2006). Penyebaran Jarak pagar diperkirakan berasal dari Amerika Tengah, khususnya Meksiko. Di daerah tersebut, tanaman tumbuh secara alami di kawasan hutan pinggiran pantai. Jarak pagar menyebar di Malaka setelah tahun 1700-an dan di Filipina sebelum tahun 1750. Di Indonesia tidak ada catatan yang pasti kapan jarak pagar masuk ke wilayah Nusantara, tetapi diperkirakan bersamaan dengan di Malaysia. Jarak pagar dapat ditemukan di berbagai tempat, namun umumnya tumbuh di pagar-pagar atau tepi jalan di pedesaan. (Anonimous, 2006). Jarak pagar dikenal dengan berbagai nama, antara lain di Afrika dan Asia, jarak pagar disebut sebagai castor oil plant yang menunjukkan bahwa tanaman ini dibawa dari daerah lain dan ditanam untuk diambil minyaknya. Selanjutnya jarak pagar dikenal luas sebagai hedge castor oil plant yang menunjukkan bahwa tanaman ini biasanya ditanam di pagar-pagar, nawaih nawas di Aceh, jarak wolanda di Manado, jirak di Minangkabau, jarak kosta di Jawa Barat, jarak budeg, jarak gundul, jarak iri, jarak pager, jarak cina, kaleke di Madura, jarak pageh di Bali, tangang-tangan kali kanjoh di Makassar, malate (hoti) di Seram Timur, bolacai di Halmahera Utara, dan balacai hisa di Tidore (Ernawati, 2006). Manfaat Tanaman Jarak pagar dapat hidup lebih dari 20 tahun. Produktivitas tanaman Jarak pagar berkisar antara 4 – 5 kg biji/pohon/tahun. Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman 2.500 pohon/ha maka produktivitas antara 5 – 10 ton biji/ha. Bila
Universitas Sumatera Utara
rendemen minyak sebesar 35% maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 2 – 3,5 ton minyak/ha/tahun (Hendartomo, 2007). Selain sebagai bahan bakar minyak, tanaman jarak pagar memiliki berbagai manfaat yang lain yaitu serat kayunya cocok untuk pulp kertas dan papan serat, arang, gliserin, makanan ternak, herbisida, jamur tiram, lebah madu, karbon, dan kompos. (Sudradjat, 2006) Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak biji jarak pagar Berat Molekul (BM)
Fatty acid
Rantai Karbon (C)
Jatropha
Miristic
14:0
0 – 0,1
228
16:0
14,1-15,3
256
18:0
3,7-9,8
284
20:0
0-0,3
326
22:0
0-0,2
326
16:1
0-1,3
254
18:1
34,3-45,8
282
18:2
29,0-44,2
280
18:3
0-0,3
278
Palmitic Stearic Arachidic Behenic Palmitoleic Oleic Linoleic Linolenic Sumber: Manurung, 2005.
Universitas Sumatera Utara