TINJAUAN PUSTAKA Makanan Tradisional dalam Industri Pariwisata Memahami
pengertian
tentang
makanan
tradisional
hendaknya
menempatkan lebih dulu ke dalam pengertian tentang makanan itu sendiri yang mencakup dua hal: (1) makanan, yaitu sesuatu yang siap diolah atau siap disantap, dan (2) bahan makanan, yaitu bahan yang masih mentah, setengah jadi, dan siap dimasak. Makanan tradisional merupakan makanan yang banyak memiliki ciriciri daerah di mana seseorang dilahirkan dan tumbuh (Winarno, 1994). Secara lebih spesifik, kepekatan tradisi itu dicirikan antara lain: makanan tradisional dikonsumsi oleh golongan etnik dan dalam wilayah tertentu, diolah mengikuti ketentuan (resep) yang turun temurun, dari bahan-bahan yang diperoleh secara lokal, dan disajikan sesuai tradisi setempat. Beragamnya budaya adalah modal dasar yang tak ternilai, karenanya mengangkatnya secara ekonomi dalam wujud sajian makanan tradisional diharapkan dapat pula menarik keuntungan-keuntungan sosial (social capital) yang lebih besar dari yang diperkirakan yaitu meningkatnya, transaksi penjualan, dan investasi dalam wujud munculnya organisasi-organisasi ekonomi baru. Namun upaya mengangkat makanan tradisional sekaligus menyaingi dan mempersandingkannya dengan makanan produk impor senantiasa menghadapi kendala, misalnya sanitasi yang buruk, proses pengolahan yang overcook, dan kurang memperhatikan gizi. Sasaran mengenali makanan tradisional mampu menjual nilai-nilainya dalam aspek wisata budaya (Suparmo, 1998). Menyajikan makanan tradisinol dan kelengkapannya akan dapat menarik wisatawan khususnya asing. Lebih jauh, beragamnya makanan tradisional di setiap wilayah kunjungan wisata juga merupakan komponen utama dari suatu paket wisata boga. Industri pariwisata adalah kumpulan jenis usaha yang menyediakan akomodasi, penyediaan makanan dan minuman, jasa pariwisata, serta rekreasi dan hiburan. Dengan tujuan menggali dan mengembangkan potensi ekonomi, kewirausahaan, sosial, budaya dan teknologi komunikasi melalui kegiatan kepariwisataan (Perda Khusus DKI Jakarta, 2007).
Usaha adalah suatu unit ekonomi yang melakukan aktivitas dengan tujuan menghasilkan barang/jasa untuk dijual atau ditukar dengan barang lain, dan ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab dan punya kewenangan untuk mengelola usaha tersebut. Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar secara mekanik, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau mengubah barang dari yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud mendekatkan produk tersebut kepada konsumen akhir (Katalog BPS, 1999) Wongso (1993) mengemukakan bahwa Singapura mempromosikan makanan khas Singapura sebagai daya tarik wisatawan dan memasukkan ke dalam paket wisata. Makanan dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi daerah-daerah wisata yang meningkatkan pendapatan bagi pelaku pariwisata dan pemerintah daerah setempat, sebagai contoh negara Italy yang terkenal dengan Spageti, negara Thailand dengan makanan Tom Yam Goong, negara Singapura dengan makanan Hainan Chicken Rice dan lain sebagainya. Selanjutnya Smith (Pitana dan Gayatri, 2005) mengklasifikasikan berbagai kebutuhan barang dan jasa yang harus disediakan oleh suatu daerah tujuan wisata menjadi enam kelompok besar, yaitu : (1) trasportasi, (2) travel, (3) akomodasi, (4) pelayanan makanan, (5) obyek dan daya tarik, (6) pengadaan makanan. Daya tarik merupakan komponen yang sangat vital karena daya tarik merupakan faktor penyebab utama, dan perlu ditunjung dengan transportasi dan pengadaan makanan. Usaha pariwisata yang bergerak dalam bidang penyediaan makanan dan minuman adalah restauran-restauran, cafe, kantin, bakery, warung makan dan rumah makan. Rumah makan yang menjual makanan khas daerah lebih terkenal dengan rumah makan tradisional dengan menyediakan makanan dan minuman. Karakteristik Individu Sampson (Rakhmat 2001) menyatakan karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik indivivu meliputi variabel seperti
umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial, ekonomi, bangsa, agama, dan sebagainya, yang saling berinteraksi satu sama lain dalam proses pemberdayaan. Karakteristik Individu PRMT kelas C menentukan pemahaman PRMT
kelas C terhadap informasi usaha rumah makan tradisional. Adapun
karakteristik individu PRMT kelas C yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pengalaman kerja , dan (5) motivasi. Umur Kaitan antara umur dengan kemampuan belajar seseorang, Hammonds (1950), kemampuan belajar seseorang berkaitan dengan fase-fase umumnya dan dengan tingkat yang berbeda. Sejak anak mengenal lingkungannya, terjadilah kenaikan kapasitas belajar yang hampir sama dengan pertambahan umur, fase tercepat pada saat hampir sama dengan pertambahan umur, fase tercepat pada saat menjelang dewasa umur 10 sampai 18 tahun, selanjutnya umur 18 sampai 25 tahun, terkadang sampai umur 28 tahun kenaikannya tidak secepat sebelumnya, kemudian menurun yang draktis setelah umur 60 tahun, yaitu pada fase usia lanjut. Penjelasan di atas mengemukakan adanya kaitan antara umur dengan kapasitas kerja dan dengan produktivitas kerja. Sehubungan dengan itu, penelitian akan mengamati umur juru masak dan hubungannya dengan peubah penelitian. Pendidikan Menurut Houle (1975), pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan, keterampilan maupun sikap, dilakukan secara terencana, sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan tarap hidup. Pendidikan itu seperti sekolah dasar dan sekolah lanjutan. Lebih lanjut Slamet (1975), mengemukan
tingkat
pendidikan
seseorang
mempengaruhi
tingkat
pemahamannya pada sesuatu yang dipelajarinya, di samping itu hasil-hasil belajar yang perlu diperoleh dari pendidikan yang telah diikuti seseorang, akan menentukan semangatnya untuk belajar.
Maka terdapat kecenderungan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kompetensi PRMT kelas C dalam usaha meningkatkan pendapatan melalui usaha rumah makan tradisional. Pengalaman Kerja Menurut Callahan (1966), seseorang hanya akan belajar, manakala ia menemukan arti yang memberinya pengalaman. Pengalaman yang dimiliki itu akan mengarahkan perhatian seseorang pada minatnya yang baru, kebutuhan dan masalah yang dihadapinya. Menurut Walker (1973), pengalaman ialah hasil akumulasi dari proses pengalaman seseorang, yang selanjutnya mempengaruhi terhadap respon yang diterimanya guna memutuskan sesuatu yang baru baginya. Pengalaman merupakan salah satu pertimbangan bagi seseorang dalam menerima ide-ide baru yang menjadi kebutuhan dan dapat membantu memecahkan masalah hidupnya. Motivasi Morgan et al., (1963) mengemukakan bahwa konsep motivasi tidak bisa dilepaskan dari adanya motif (motive), dorongan (drive) dan kebutuhan (needs). Tindakan yang bermotif dapat dikatakan sebagai tindakan yang didorong oleh kebutuhan yang dirasakannya, sehingga tindakan tersebut tertuju ke arah suatu tujuan yang diidamkan. Menurut Padmowihardjo (1994), motivasi merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan. Sudjana (1991) mengatakan motivasi belajar adalah motivasi insentif. Motivasi
tersebut
menggambarkan
kecenderungan
asli
manusia
untuk
menggerakkan, mendominasi dan menguasai lingkungan di sekelilingnya. Motivasi perlu diperkuat guna mendorong terjadinya proses belajar untuk mengubah perilaku dan menjadi kekuatan mental untuk mendorong terjadinya motivasi belajar. Juru masak perlu memiliki motivasi yang tinggi untuk mengubah perilaku pengolahan yang benar guna meningkatkan pendapatan.
Faktor Pendukung Menurut Sampson (Rakhmat 2001) faktor pendukung adalah ciri-ciri yang menekan seseorang yang berasal dari luar dirinya, yang merupakan salah satu faktor yang penting dalam rangka mengetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha. Pengertian faktor pendukung dalam penelitian ini adalah keadaan/peristiwa yang mempengaruhi pemilik rumah makan tradisional yang berasal dari luar diri, seperti: pelatihan, interaksi dengan penyuluh, ketersediaan peralatan memasak , kepemilikan modal dan kepuasan pelanggan. Pelatihan Menurut Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 10 tahun 2004 tentang Pelatihan Ketenagakerjaan bahwa, Dinas Pariwisata menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan mutu tenaga kerja bidang kepariwisataan dan penyelenggaraan pelatihan sebagaimana dimaksud , berpedoman pada standar kompetensi profesi kepariwisataan berdasarkan profesi/jabatan masing-masing. Menurut
Manullang
(1996)
pelatihan
merupakan
usaha
untuk
mengembangkan kecakapan atau menambah keahlian dan efisiensi kerja seseorang. Siagian (1996) mengukapkan pelatihan merupakan usaha untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan produktivitas kerja seseorang. Pelatihan merupakan bentuk kegiatan pendidikan nonformal yang bertujuan untuk menambah kecakapan dan menambahkan keahlian PRMT. Selain itu, pelatihan dapat bersifat pengembangan kemampuan keterampilan untuk melaksanakan pekerjaan lebih baik lagi. Interaksi dengan Penyuluh Paiwisata Wiriaatmadja (1990) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan penyuluhan, seorang penyuluh harus mengadakan hubungan dengan petani, hubungan tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan komunikasi. Komunikasi yang baik akan berjalan timbal balik atau terjadi feedback. Hal ini penting bagi penyuluh, karena
dapat mengambil tindakan-tindakan selanjutnya, dengan demikian maka komunikasi tersebut dapat dilanjutkan dan dipelihara dengan baik. Asngari (2001) mengemukakan bahwa, dalam hal menyajikan atau menyampaikan informasi dari agen pembaruan ke klien, berupa pengetahuan, teknologi, gagasan, pengalaman, dan lainnya perlu adanya komunikasi yang bersifat: (1) prosesnya harus komunikatif, isi pesannya harus bermakna bagi klien, dengan anjuran/saran/alasan yang bermakna ini akan mengobarkan imajinasi, yang selanjutnya membuat orang tergerak baik mental maupun fisik, (2) cara penyampaiannya harus persuasif Menurut Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 10 tahun 2004 tentang Pembinaan dan Pengawasan, bahwa Dinas Pariwisata melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan . tata cara pembinaan sebagaimana yang dimaksud ditetapkan dengan keputusan Gubernur. Interaksi dengan penyuluhan pariwisata dengan komunikasi timbal balik untuk mengetahui tindakan selanjutnya dalam mencapai perubahan lebih baik dan tetap menjaga komunikasi dan dipelihara dengan baik. Ketersedian Peralatan Memasak Menurut Sudjati (1981) sarana merupakan alat-alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal tertentu penyediaan materi (peralatan dan sarana produksi) dibutuhkan dalam suatu proses belajar ke arah perubahan perilaku di samping pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam usaha atau kegiatan yang dilakukan (Lunandi, 1993). Sarana produksi dalam usaha rumah makan tradisional berupa alat-alat memasak dan alat-alat menghidang mutlak diperlukan untuk memperlancar produksi pengolahan makanan. Kepemilikan Modal Menurut Hernanto, (1993) mengatakan bahwa modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru yakni produksi pertanian.
Berdasarkan sumbernya, menurut (Hernanto, 1993) modal dapat dibedakan menjadi: (1) milik sendiri, (2) pinjaman atau kredit; (a) kredit bank, dan (b) dari pelepas uang/tetangga/famili dan lain-lain, (3) warisan, (4) dari usaha lain, dan (5) kontrak sewa. Modal sendiri, pemilik rumah makan tradisional bebas menggunakan. Modal yang berasal dari kredit yang milik orang lain tentunya ada persyaratan. Persyaratan dapat diartikan pembebanan yang menyangkut waktu pengembalian maupun jumlah serta angsurannya. Untuk modal yang berasal dari warisan, tergantung dari pemberi. Sumber modal dari luar usaha rumah makan tradisional dimaksud bila pemilik rumah makan tradisional memiliki usaha dari luar usaha rumah makan tradisional yang cukup besar. Modal dari kontrak sewa diatur menurut jangka waktu tertentu. Sampai peminjam dapat mengembalikan. Ketersedianya modal mempengaruhi kemampuan PRMT kelas C dalam upaya mengembangkan usaha rumah makan tradisionalnya, karena berpengaruh pada produktivitas hasil usaha secara optimal. Kepuasan Pelanggan Pelayanan yang bertujuan memperoleh kepuasan pelanggan bukanlah suatu yang mudah dilakukan, sering didapat masalah-masalah dalam pengelolaan pelayanan sebuah usaha dan ketidakberhasilan memuaskan sebagian pelanggan mereka. Seperti pernyataan Budi (1997) bahwa masalah atau persoalan yang biasa dihadapi oleh perusahaan maupun pelanggan berkaitan dengan mutu layanan yang diberikan perusahaan kepada pelanggannya adalah sistem layanan yang birokratis, berbelit-belit dan tidak jelas, kedua sumber daya manusia perusahaan yang masih belum menyadari arti pentingnya pelanggan bagi keberhasilan perusahaan, pengetahuan dan kemampuan yang kurang, sikap dan perilaku yang belum baik. Kepuasan pelanggan hanya dapat terbentuk apabila pelanggan merasa puas atas pelayanan yang diterima mereka. Kepuasan pelanggan inilah yang menjadi dasar menuju terwujudnya pelanggan yang setia. Sangat jelas bahwa PRMT kelas C harus mengetahui apa keinginan dari pelanggan untuk menarik para pelanggan dan mengembangkan usaha rumah makan.
Kompetensi Menurut
Boyatzis
(Nuryanto:
2008)
kemampuan
(ability)
dan
keterampilan (skill) yang dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan/tugas guna mencapai tujuan. Kemampuan menggambarkan sifat (bawaan atau dipelajari) yang memungkinkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang bersifat mental dan fisik. Sedangkan keterampilan berkaitan dengan pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan. Menurut Spencer dan Spencer (1993) kompetensi dapat diterjemahkan sebagai penerapan dari pengetahuan, kemampuan, dan karakteristik individu yang akan menghasilkan kinerja yang menonjol. Menurut Widyarini (2004) untuk survive dan meraih keberhasilan dalam hidup, manusia perlu mengembangkan kompetensi. Kompetensi lebih dari sekedar mengembangkan keterampilan, mencakup keberhasilan mengatasi tantangantantangan, sukses dalam berinteraksi dengan lingkungan, mampu menyusun tujuan-tujuan, dan memandang diri sendiri sebagai orang yang cakap (mampu melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain). Seseorang perlu memiliki tiga hal berikut untuk mengembangkan kompetensi: 1.
Sense of control adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya sendirilah yang mengendalikan hidupnya atau peristiwa-peristiwa yang ia alami. Orang yang memiliki sense of control merasa bahwa sesuatu yang akan terjadi dalam hidupnya dapat diprediksi.
2.
Kebutuhan untuk berprestasi dan penguasaan. Kebutuhan untuk mencapai tujuan dan menguasai keterampilan tertinggi ini merupakan dasar penting untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk sukses dalam berinteraksi dengan lingkungan dan meraih yang diharapkan dalam hidup.
3.
Self esteem, dalam psikologi sering diterjemahkan sebagai harga diri dan didefinisikan sebagai penilaian seseorang terhadap diri sendiri, baik positif maupun negatif. Manusia yang mempunyai keyakinan akan kemampuankemampuan yang dimiliki dan merasa dirinya bernilai adalah orang yang harga dirinya positif. Sebaliknya, mereka yang harga dirinya negatif akan merasa lemah, tidak berdaya.
Tingkat kompetensi seseorang dapat digunakan untuk memprediksi bahwa seseorang akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik atau tidak. Kompetensi juga menentukan cara-cara seseorang dalam berperilaku atau berpikir, menyesuaikan dalam berbagai situasi, dan bertahan lama dalam jangka panjang. Kompetensi PRMT kelas C adalah kemampuan yang dimiliki PRMT kelas C berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan benar. Unsur-unsur Kompetensi Pengetahuan Menurut Padmowihardjo (1978), pengetahuan adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mengingat materi yang telah dipelajari dan kemampuan mengembangkan intelegensia. Menurut Bruner (Suparno 2001), pengetahuan selalu dapat diperbarui, dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan kematangan intelektual individu. Pengetahuan bukan produk, melainkan suatu proses. Pengetahuan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang yang telah dipelajari untuk mengembangkan diri dan meningkatkan perannya dalam pekerjaan. Sikap Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999), sikap adalah perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekwensi yakni cara seseorang berhadapan dengan obyek sikap. Menurut Thurstone (Mueller, 1992) sikap adalah (1) pengaruh atau penolakan, (2) penilaian, (3) suka atau tidak suka, atau (4) kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu obyek psikologis. Menurut Sarwono (2002), sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pandangan ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan
pandangan ini dapat disusun berbagai upaya (penerangan, pendidikan, pelatihan, komunikasi, dan sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang. Sikap dipandang sebagai keadaan internal seseorang yang mempengaruhi pilihan-pilihan atas tindakan-tindakan pribadi yang dilakukan. Keterampilan Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya (Syah 2002). Keterampilan menekankan kemampuan motorik dalam kawasan psikomotor, yaitu bekerja dengan benda-benda atau aktivitas yang memerlukan koordinasi syaraf dan otot. Seseorang dikatakan menguasai kecakapan motoris bukan saja karena ia dapat melakukan hal-hal atau gerakan yang telah ditentukan, tetapi juga karena mereka melakukannya dalam keseluruhan gerak yang lancar dan tepat waktu (Suparno 2001). Kemampuan mengamati secara cermat gerakan, taktik, dan kiat-kiat orang yang menjadi contoh (model) baik secara langsung maupun melalui media gambar memungkinkan keterampilan bagian dapat ditiru dengan lebih mudah. Urutan langkah menjadi amat penting. Demikian pula frekuensi dan intensitas praktek akan memberi peluang dikuasainya keterampilan yang semula bersifat kaku, menjadi lancar, luwes, dan harmonis (Suparno 2001). Keterampilan dengan demikian adalah kemampuan motorik seseorang berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan Pemilik rumah makan tradisional kelas C dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan PRMT untuk menyelesaikan tugastugas dalam usaha rumah makan tradisionalnya. Kompetensi yang Perlu Dikuasai PRMT Kelas C dalam Usaha Rumah Makan Tradisional Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dirjen Pembinaan dan Produktifitas (2006) bahwa unit kompetensi yang ditempuh untuk seorang juru masak adalah (1) menyusun menu dan bahan, (2) menerima, menyimpan dan
mengeluarkan bahan makanan, dan (3) mengawasi proses memasak, menilai mutu masakan dan penyajiannya. Lebih lanjut
Gisslen (2006;) mengemukakan juru masak yang baik
memerlukan ketelitian dan persiapan awal (mise en place)
memasak untuk
memperlancar proses memasak. Adapun konsep dasar mise en place adalah perencanaan dan pengorganisasian produksi dengan menyiapkan bahan makanan yang termasuk : (1) membersihkan bahan, (2) memotong, menghaluskan bahan, (3) menyiapkan proses memasak. Banyak restoran khususnya restoran besar melakukan mise en place (persiapan memasak) termasuk; persiapan kaldu, sus, roti, dan juga memotong daging, unggas, ikan dan sayuran yang akan sangat diperlukan oleh seorang juru masak dalam pembuatan makanan. Persiapan memasak perlu dilakukan karena dengan persiapan yang rapi akan menghemat waktu, dan tenaga. Kompetensi yang diperlukan PRMT kelas C
adalah; (1) perencanaan
menu, (2) persiapan pengolahan, (3) penangan bahan makanan dan pengolahan, (4) penyajian makanan, (5) kebersihan. Perencanaan Menu Menurut Uripi (1993) menu berasal dari bahasa Perancis “menute”, yang berarti daftar makanan yang akan disajikan kepada konsumen. Moehji (1992) mengemukakan, menu berarti hidangan makan yang disajikan dalam suatu acara makan baik siang maupun malam, namun menu dapat juga disusun untuk lebih dari satu kali makan. Sedangkan menurut Alifita (2000) menu merupakan susunan hidangan yang memenuhi standart gizi seimbang. Secara umum menu adalah susunan hidangan yang disajikan pada waktu akan makan. Dengan kata lain menu adalah rangkaian atau masakan yang disajikan untuk seseorang atau kelompok orang untuk sekali makan. Misalnya susunan hidangan makan pagi, makan siang dan makan malam. Bartono (2006) menjelaskan dalam menyusun menu mempunyai ketentuan: (1) biaya terjangkau, (2) teknik olah bervariasi, (3) bahan mudah didapat, (4) warna, rasa dan tektur masakan bervariasi.
Perencanaan menu akan baik hasilnya bila menu tersebut disusun oleh sekelompok orang yang terdiri dari mereka yang banyak kaitannya dalam penyelenggaraan makanan (Direktorat Jendeal Pelayanan Medik; 1991). Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan menu diantaranya; (1) kebutuhan gizi, (2) peraturan dan macam rumah sakit, (3) kebiasaan makan, (4) macam dan jumlah orang yang dilayani, (5) perlengkapan dan peralatan dapur yang tersedia, (6) jumlah pegawai,` (7) jenis pelayanan yang diberikan, (8) musim/iklim dan keadaan pasar, (9) keuangan yang tersedia. Persiapan Pengolahan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (1991) menyatakan bahwa persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam rangka mempersiapkan bahanbahan makanan serta bumbu-bumbu sebelum dilakukan kegiatan pemasak. Tujuan persiapan bahan makanan yaitu tersediannya bahan makanan serta bumbu-bumbu yang sesuai dengan teknik persiapan bahan makanan dan standar resep (Yuliati dan Santoso 1995). Tujuan dari persiapan awal pengolahan adalah untuk mengerjakan sebanyak mungkin hal-hal yang dapat dilakukan lebih awal tanpa kehilangan kualitas. Sekalipun dalam tingkat yang paling sederhana persiapan awal untuk pengolahan sangatlah penting. Persiapan yang dilakukan adalah ; (1) menyiapkan peralatan, (2) menyiapkan bahan-bahan, (3) mencuci, dan memotong bahanbahan, (4) menyiapkan alat memasak (Gisslen; 2006). Pengolahan Makanan Pengolahan makanan merupakan fungsi manajemen dalam pengadaan makanan. Pengolahan makanan merupakan kegiatan merubah bahan makanan mentah menjadi makanan yang berkualitas tinggi. Menurut Tarwotjo dan Soejoeti (1983), pengolahan makanan adalah suatu proses kegiatan terhadap bahan makanan, mulai dari makanan mentah atau makanan setengah jadi menjadi makanan siap di makan. Dalam pengolahan makanan melalui proses yang saling berkaitan yaitu persiapan bahan makanan, pemasakan dan penyajian makanan.
Pemasakan merupakan proses pengolahan dengan panas yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Tujuan pemasakan terutama untuk memperolah makanan yang lebih lezat atau enak dan juga memperpanjang daya simpan (Marliyati dkk, 1992). Ada beberapa teknik pemasakan yang digunakan yaitu merebus, menumis, mengukus, menggoreng, memanggang, memanir, membakar atau kombinasi dari cara-cara tersebut (Yuliati dan Santoso, 1995). Hidangan yang dimasak dengan baik dan menarik akan menjadi daya tarik seseorang untuk mencobanya. Penyajian Makanan Jika penyajian makanan ini tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama indera penglihatan yang bertalian dengan cita rasa makanan itu (Handayani, 1996) Penyajian makanan merupakan perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan makanan dan merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan yang berkaitan dengan citra makanan tersebut. Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan agar dapat membangkitkan selera makan yaitu pemilihan alat yang digunakan, cara menyusun makanan dalam tempat penyajian makanan serta penghias hidangan (Moehyi, 1992). Cara penyajian makanan yang baik serta serasi dapat menimbulkan daya tarik tersendiri yang kuat bagi konsumen, demikian juga akan memberikan identitas tersendiri bagi hotel atau restoran, sehingga makanan yang disajikan dapat menggugah selera makaan. Makanan yang disajikan harus ditata sedemikian rupa dan menarik, sehingga konsumen tertarik untuk mencobanya (Pusat Pendidikan Perhotelan dan Pariwisata Bandung dan IPB, Bogor, 1980). Alat penyaji yang digunakan sesuai dengan menu yang dimasak. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah bagaimana menyiapkan dan menyajikan hidangan dengan sebaik mungkin. Menurut Ruffino, dan Bartono
(2006)
mengemukakan beberapa aturan yang harus diikuti untuk berbagai situasi tertentu
sehingga dapat diperoleh penghidangan yang representatif dan cocok dengan karakter hidangannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan : (1) penyajian appetizer: appetizer berupa cocktail dihidangkan di coctail glass. Appetizer berupa salad dihidangkan di barguette, tartelette, atau buah yang dikerok, (2) penyajian soup: untuk individu digunakan bouillon cup atau soup plate, untuk 8 orang digunakan soup toureen untuk membawanya, (3) penyajian main course: hidangan pokok umumnya digunakan dinner plate, untuk steak digunakan sizzling platter, untuk porsi besar platter besar, (4) penyajian dessert : untuk fruit, pie, cake digunakan dessert plate, untuk ice cream, sundae digunakan ice cream dish. Ada beberapa macam cara penyajian atau pengihidangan makanan tradisional. Untuk makanan berat biasanya disajikan pada saat waktu makan. Misalnya nasi disajikan dengan lauk-pauk. Kebiasaan orang Indonesia adalah makanan besar, antara nasi, lauk pauk dan sayur diletakkan dalam satu piring. Kebiasaan ini berbeda dengan kebiasaan orang barat, umumnya mereka memakan sup terlebih dahulu kemudian memakan makanan utama atau main course. Makanan tradisional selain makanan berat ada juga makanan soto. Hidangan sotto ini disajikan di mangkuk, hidangan soto ni dapat disajikan dengan atau tanpa nasi. Dan untuk penyajian makanan kudapan atau snack disajikan di piring saji yang kecil (Sulastiono, 2002). Sanitasi dan Higiene Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kulitas yang akan di konsumsi semakin besar. Tidak hanya terletak pada sekedar mengatasi rasa lapar, tetapi aman dan terjamin kesehatannya dari berbagai penyakit (Sihite, 2000). Lebih lanjut Bartono (2006), tamu menghendaki hal-hal sebagai berikut: (1) diminta semua makanan aman untuk dimakan dan tidak menyebabkan keracunan makanan ataupun masalah lain, (2) makanan tersebut dinikmati dalam lingkungan yang sehat, segar, dan bersih, dan (3) makanan disajikan oleh pelayanan-pelayanan yang sehat, bersih, dan rapi. Sementara itu Marriott dan Norman (1985) menyebutkan bahwa sumber utama kontaminasi makanan berasal dari peralatan, pekerja, sampah, serangga,
tikus, dan faktor lingkungan seperti air dan udara. Dari seluruh sumber kontaminasi
makanan,
pekerja
adalah
yang
paling
besar
pengaruh
kontaminasinya. Kontaminasi terhadap makanan bisa terjadi sejak dari bahan dibeli, disimpan, diolah, sampai makanan tersebut disajikan (Wirakusumah, 1992). Mencegah terjadinya kontaminasi
Ruffino, dan Bartono (2006)
mengemukakan untuk praktek diperlukan banyak air untuk mencuci, memasak, dan membersihkan peralatan praktek. Air bersih sangat diperlukan dalam pengolahan makanan dalam mencuci bahan-bahan makanan dan mencuci peralatan memasak dan peralatan hidang. Lebih lanjut Sihite (2000), untuk mencegah terkontaminasinya makanan dari media penyakit menular maka perlu diadakan pengawasan sanitasi dan higiene sehingga makanan tersebut aman untuk dikonsumsi. Sanitasi merupakan bagian yang penting dalam proses pengolahan makanan yang harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi berasal dari bahasa Latin sanitas yang berarti sehat. Sanitasi didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungaan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut (Purnawijayanti, 1999). Salah satu jalur yang paling umum di mana mikroba berpindah dari satu tempat ke tempat lain adalah melalui tangan yang kotor. Untuk menjaga pangan supaya aman jangan lupa untuk:
Kunci 1 menjaga kebersihan, ini akan
menghentikan pertumbuhan dan penyebaran mikroba. Kunci 2 pisahkan pangan matang dan mentah, untuk menghentikan mikroba menyebar. Kunci 3 masak dengan benar ini akan membunuh mikroba. Kunci 4 simpan pangan pada suhu yang aman. Kunci 5 pergunakan air dan bahan mentah yang aman, ini akan mencegah mikroba dan bahan kimia masuk ke rumah (Media Indonesia , 13 Juni 2007 hal 21) Sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan aseptik dalam persiapan, pengolahan dan penyajian makanan, pembersihan dan sanitasi lingkungan kerja, kesehatan pekerja karena keterlibatan manusia dalam proses pengolahan pangan sangat besar penerapan sanitasi pada pesonil yang terlinbat didalamnya perlu mendapat perhatian khusus.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 304/MENKES/1989 tentang persyaratan kesehatan rumah makan dan restoran, pengusaha, penanggungjawab dan tenaga pengolah disebutkan bahwa untuk tenaga pengolah harus sehat dan tidak boleh menderita atau menjadi sumber penyebaran penyakit atau carrier berdasarkan keterangan dari doker yang berwenang. Menurut
Marriot dan
Norman
(1985),
higiene diartikan untuk
menggambarkan prinsip-prinsip memelihara kesehatan, sedangkan personal higiene adalah semua hal yang berhubungan dengan kebersihan ada tenaga pengolahan. Tenaga pengolahan makanaan adalah tenaga yang bertugas nmengolah makanan dan minuman. Yang termasuk personal higiene menurut Hobbs (1968) adalah; (1) tangan harus dalam keadaan bersih dan bebas dari semua kotoran, (2) Sabun dan krim tangan antiseptik berguna untuk menjaga kondisi yang aseptik, (3) berperilaku baik, selalu menjaga agar tidak menyentuh hidung, rambut dan muka, dan tidak bersin didekat makanan, (4) dilarang merokok ditempat pengolahan makanan , (5) berpakaian harus dalam keadaan bersih dan diganti setiap hari. Kebersihan pribadi merupakan faktor penting untuk menghindari masuknya
kuman-kuman
ke
dalam
makanan.
Bartono
(2000:
88-91),
mengemukakan kebersihan pribadi antara lain; (1) mandi dilakukan 2 kali sehari, (2) tangan harus sering dicuci bersih terutama sehabis dari toilet, memulai pekerjaan, selama mengolah makanan, (3) kuku harus benar-benar bersih dan dipotong sependek mungkin, (4) rambut harus sering keramas dan ditutup topi, untuk pria rambut harus pendek, (5) selama memasak tidak boleh memegang hidung dan mulut, (8) tidak boleh mengorek kuping selama memasak, (9) gigi harus selalu disikat bersih, (10) pemeliharaan kaki sangat penting karena juru masak biasanya akan berdiri berjam-jam, (11) pemakaian kosmetik secukupnya saja, (12) dilarang merokok di daerah makanan, (13) dilarang meludah di daerah memasak, (14) pakaian harus bersih sepanjang kerja (putih-coklat).
Hubungan antara Karakteristik Individu PRMT Kelas C dan Kompetensi Hubungan Umur dengan Kompetensi Perkembangan kemampuan berpikir terjadi seiring dengan bertambahnya umur. Padmowihardjo (1994) mengemukakan bahwa kemampuan umum untuk belajar berkembang secara gradual semenjak dilahirkan sampai saat kedewasaan. Asumsi ini dapat diketahui bahwa pada umur dewasa, orang akan belajar lebih cepat dan berhasil mempertahankan retensi dalam jumlah besar daripada usia lebih muda, akan tetapi setelah mencapai umur tertentu, maka kemampuan belajar akan berkurang secara gradual dan terasa nyata setelah mencapai 55 atau 60 tahun, dan setelah itu penurunan akan lebih cepat. Maka diduga terdapat hubungan antara umur dengan kompetensi dalam usaha rumah makan tradisional. Hubungan Pendidikan Formal dengan Kompetensi Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin efisien dan kompetensi dalam bekerja dan semakin mudah dan banyak mengetahui sesuatu mengikuti cara-cara berusaha yang lebih produktif dan lebih menguntungkan. Sebaliknya, Hernanto (1993) menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan seseorang akan berpulang kepada rendahnya adopsi teknologi, apalagi kurangnya dana atau modal untuk membeli teknologi. Menurut Wiriatmadja (1990), pendidikan adalah usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui masyarakat. Pendidikan yang rendah akan berhubungan dengan rendahnya keterampilan, sehingga menyebabkan produktivitas usaha rumah makan juga rendah, karena tidak dapat menjangkau dan mengadopsi sumberdaya, teknologi dan keterampilan manajemen. Hubungan Pengalaman dengan Kompetensi Middlebrook (1974) menambahkan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali terhadap suatu objek secara psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Bagi orang yang telah lama menggeluti suatu
pekerjaan akan lebih terampil dan cenderung menghasilkan suatu hasil yang lebih baik daripada orang yang baru. Pengalaman adalah segala sesuatu yang muncul dalam riwayat hidup seseorang. Pengalaman seseorang menentukan perkembangan keterampilan, kemampuan, dan kompetensi yang penting. Pengalaman kerja menyediakan tidak hanya pengetahuan tetapi juga kegiatan praktek langsung dalam bidangnya (Bird, 1989). Suparno (2001) menyebutkan bahwa kompetensi dapat dikembangkan dari proses berpikir, praktek dan pengalaman hidup seseorang.
Mengembangkan
kemampuan usaha rumah makan tradisional dari pengalaman yang diperoleh secara turun temurun berhubungan dengan kompetensi yang diperlukan untuk pengembangan usaha rumah makan tradisional. Hubungan Motivasi dengan Kompetensi Kebutuhan-kebutuhan dasar manusia bisa merupakan sumber motivasi yang kuat untuk mendorong para petani mau mempelajari sesuatu yang baru, yang berbeda dengan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaannya. Orang akan belajar yaitu berusaha mengubah perilakunya sendiri bila ia tahu bahwa dengan belajar tersebut dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya (Slamet, 2003). Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), proses berpikir didorong oleh motivasi belajar untuk memecahkan masalah melalui strukturisasi informasi yang jelas dan berusaha untuk menerapkan informasi tersebut guna menemukan pemecahannya. Seseorang yang termotivasi cenderung merupakan pelajar yang aktif. Suparno (2001) mengemukakan, perasaan berhasil atau the experience of success akan menimbulkan motivasi seseorang untuk mempelajari atau berbuat sesuatu. Selain itu, seseorang akan termotivasi untuk belajar dan berbuat jika yang hal tersebut mendatangkan keuntungan. Keuntungan yang dimaksud adalah dapat berupa nilai ekonomi maupun nilai sosial.
Hubungan antara Faktor Pendukung PRMT Kelas C dan Kompetensi Hubungan Pelatihan dengan Kompetensi Menurut Blanchard dan Huszeze (Nuryanto,2008), pelatihan secara bersamaan harus didesain untuk mewujudkan tujuan organisasi dan tujuan pekerja secara individu. Pelatihan yang efektif, hendaknya mencakup pengalaman belajar (learning
experience),akifitas-aktiiftas
yang
terencana
(be
a
planned
organizational) dan disain berdasarkan kebutuhan yang ada. Istilah kompetensi diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas” atau sebagai “memiliki keterampilan dan kecakapan yang disyaratkan”. Pengertian yang lebih luas ini jelas bahwa setiap cara yang digunakan dalam pelajaran yang ditujukan untuk mencapai kompetensi adalah mengembangkan
manusia
yang
bermutu
yang
memiliki
pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan sebagaimana disyaratkan. Kata kompetensi dipilih untuk menunjukkan tekanan pada “kemampuan mendemonstrasikan pengetahuan” (Suparno, 2001). Seseorang yang melakukan pelatihan akan menambah pengalaman dan meningkatkan kemampuan kinerjanya. Hubungan Interaksi dengan Penyuluh dan Kompetensi Terjadinya interaksi antara petani dengan penyuluh menunjukkan terjadinya komunikasi antar kedua pihak, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Wiriaatmadja (1990) proses komunikasi timbul karena penyuluh berusaha mengadakan hubungan dengan petani. Tujuan penyuluh mengadakan komunikasi dengan sasarannya adalah untuk mengadakan perubahan perilaku, karena perubahan itu maka sasaran akan lebih terbuka untuk menerima hal-hal baru. Hubungan Sarana Produksi dengan Kompetensi Sarana produksi merupakan syarat pokok dan syarat pelancar dalam pembangunan pertanian (Mosher, 1987). Kartasasmita (1996) menambahkan bahwa salah satu upaya yang amat pokok dalam pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan akses kepada sumber-sumber kemajuan ekonomi (sarana dan prasarana), seperti teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Berdasarkan
hasil penelitian Fitriah (2007) menyebutkan bahwa sarana produksi berhubungan positif dengan tingkat kompetensi petani. Hubungan Modal dengan Kompetensi Hernanto
(1993)
mengemukakan bahwa kredit merupakan modal
operasional yang mendukung kegiatan produksi. Besarnya modal biasanya dapat digunakan sebagai petunjuk majunya tingkat usahatani. Tamba (2007) menyatakan bahwa tersedianya akses modal/kredit mempengaruhi kemampuan petani dalam merencanakan dan melaksanakan usahatani serta kemampuan dalam mengatasi masalah usahataninya. Ketersediaan modal mempengaruhi kemampuan pemilik rumah makan tradisional kelas C dalam upaya mengembangkan usahanya` karena berpengaruh pada produktivitas usaha secara optimal. Dengan demikian, ketersediaan modal berhubungan dengan kompetensi pemilik rumah makan tradisional kelas C dalam mengelola rumah makan. Hubungan Kepuasan Pelanggan dengan kompetensi Tjiptono (1997) mengemukakan bahwa kepuasan adalah respon pelanggan terhadap ketidak sesuaian/diskonfirmasi yang dirasa antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan pemakaiannya.
Lebih lanjut Kepuasan
pelanggan merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut (Band, 1991). Pelanggan harus dipuaskan sebab kalau tidak puas akan meninggalkan perusahaan yang akan menyebabkan penurunan penjualan dan pada gilirannya menurunkan laba bahkan kerugian. Dengan demikian kunci keberhasilan suatu usaha tergantung suksesnya usaha dalam memuaskan kebutuhan pelanggannya. Usaha yang ada perlu dilakukan dengan meningkatkan sumber daya manusia yang ada. Dengan demikian ada hubungan kepuasan pelanggan dengan kompetensi PRMT kelas C dalam usaha rumah makan untuk meningkatkan pendapatan PRMT kelas C.