TINJAUAN PUSTAKA Madu Madu merupakan zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga. Madu merupakan sumber tenaga yang mudah digunakan oleh tubuh karena kandungan gula sederhana yang mudah dicerna. Setiap seratus gram madu bernilai 294 kalori (Sumoprastowo, 1980). Madu mengandung air 17,2%, karbohidrat 82,3%, protein 0,3%, kandungan lain dalam bentuk abu 0,2% (Sihombing, 2005). Lebah madu memperoleh sebagian energi
dari karbohidrat dalam bentuk gula. Jenis gula yang terkandung dalam madu adalah 38,19% fruktosa, 31,28% glukosa, 7,31% maltosa dan 1,31% sukrosa (Gojmerac, 1983). Kandungan lain dalam madu adalah mineral natrium, kalsium, magnesium, alumunium, besi, fosfor, kalium serta vitamin berupa thiamin (B1), riboflavin (B2), asam askorbat (C), piridoksin (B6), raisin, asam pantotenat, biotin, asam folat, vitamin K dan zat antimikroba. Madu juga mengandung zat antimikroba (Molan, 2006). Madu kaya akan gula sederhana karena lebah pekerja meminum madu dan memuntahkannya kembali sambil menambahkan enzim yang disebut enzim diastase dan invertase. Diastase berperan dalam menguraikan glikogen menjadi gula-gula sederhana, dan invertase akan mengubah sukrosa menjadi dektrosa (glukosa) dan levulosa (fruktosa). Jenis gula yang dominan dalam hampir semua madu adalah levulosa dan hanya sebagian kecil madu yang kandungan dektrosanya lebih tinggi dari levulosa. Levulosa dan dektrosa mencakup 85% - 90% dari karbohidrat yang terdapat dalam madu dan hanya sebagian kecil oligosakarida dan polisakarida (Sihombing, 2005). Madu ternak merupakan madu yang diambil oleh lebah dari nektar bunga pohon-pohon tertentu seperti rambutan, kelengkeng, durian dan sebagainya. Pada saat pohon-pohon tersebut sedang berbunga, maka lebah-lebah yang sudah berada dalam kotak-kotak digiring menuju perkebunan pohon tersebut. Lebah menurunkan kadar air hingga sekitar 50% dengan cara mengipasnya, selanjutnya akan memasukkannya ke sel madu yaitu sel-sel yang terdapat di bagian atas sisiran. Lebah pekerja masih terus mengipasi madu di dalam sel sampai kadar air mencapai 20%.
Ciri khas dari madu ternak adalah aroma madunya sesuai dengan nektar bunga dari pohon yang dihinggapi. Madu ternak mempunyai kelemahan yaitu pada saat dipanen di musim hujan madu akan banyak mengandung air hujan. Air hujan yang bersifat asam, selain menyebabkan madu cair juga jika teroksidasi udara menjadi lebih asam dan akan terfermentasi. Madu jenis ini meskipun termasuk murni namun mudah membeku pada suhu yang sangat dingin (Sihombing, 2005). Warna Warna madu murni bervariasi dari putih hingga hitam. Warna madu dipengaruhi oleh sumber nektar tanaman, proses pengolahan, dan proses penyimpanan seperti suhu dan lama penyimpanan. Madu yang disimpan semakin lama akan memiliki warna yang semakin gelap. Hal ini disebabkan oleh proses oksidasi yang terjadi pada kandungan senyawa polifenol madu sehingga menimbulkan warna yang semakin gelap pada madu (White, 1979). Rasa Rasa madu murni yang khas dan tajam disebabkan oleh kandungan gula, karbohidrat dan asam organik seperti asam glukonat dan prolin. Madu dengan rasa spesifik tak terhitung banyaknya variasi penyebab rasa tersebut seperti glukosida dan alkaloid yang khas bagi berbagai tumbuhan sumber nektar (Sihombing, 2005; Guyot et al., 1999; Guyot et al., 1998). Kekentalan Kekentalan madu dipengaruhi oleh kadar air nektar tanaman. Komposisi madu selain air umumnya hanya sedikit mempengaruhi kekentalan madu. Suhu juga dapat mempengaruhi kekentalan madu. Kekentalan madu pada suhu rendah lebih tinggi daripada kekentalan madu pada suhu yang tinggi. Madu pada suhu yang tinggi akan lebih mudah mengalami pencairan (Sihombing, 2005). Aroma Aroma madu murni yang khas dan tajam disebabkan adanya senyawa asamasam
terbang
(volatile
acids)
yakni
formaldehida,
asetaldehida,
aseton,
isobutiraldehida dan diasetil. Unsur volatil dari setiap nektar tanaman yang berbeda
4
menimbulkan aroma yang ditimbulkan pada madu berbeda (Sihombing, 2005; Bogdanov et al., 1997). Indikator Kemurnian Madu Komposisi madu ditentukan oleh dua faktor utama yakni faktor internal komposisi nektar asal madu dan faktor-faktor eksternal lingkungan tertentu (Sihombing, 2005).
Perbedaan jenis tanaman sebagai sumber utama nektar
mengakibatkan komponen madu yang dihasilkan juga berbeda. Komposisi kimia madu yang dapat menjadi indikator kemurnian madu yaitu kandungan Hidroximetilfurfural (HMF), kadar air, karbohidrat, protein, dan nilai pH (Simuth et al., 2004; Bogdanov et al., 2002). Indikator lainnya yaitu warna, rasa, kekentalan dan aroma. Hidroximetilfurfural (HMF) Hidroximetilfurfural (HMF) yang terdapat dalam madu merupakan senyawa kimia yang dihasilkan dari perombakan monosakarida madu yang jumlah atom Cnya enam (glukosa dan fruktosa), dalam suasana asam dan dengan bantuan kalor (panas) (Achmadi, 1991). Kadar HMF madu segar sangat rendah (Nozal et al., 2001; Gonzales et al., 2000; Fennema, 1996). Kadar HMF dapat menjadi indikator kerusakan madu oleh pemanasan yang berlebihan atau karena penambahan gula invert. Kedua perlakuan tersebut akan meningkatkan kadar HMF (Winarno, 1982). Semakin lama penyimpanan menyebabkan kadar HMF pada madu semakin tinggi (White, 1994). Kenaikan kadar HMF juga disebabkan oleh suhu penyimpanan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Almayanthy (1998) yang menunjukkan bahwa kadar HMF madu yang disimpan pada suhu 28 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu 3 oC dan 5 oC. Warna madu akan semakin gelap seiring meningkatnya kadar HMF karena oksigen dari udara akan mengoksidasi HMF sehingga membentuk warna gelap pada madu (Bogdanov et al., 2004). Kadar Air Kadar air dalam madu menentukan keawetan madu. Madu yang kadar airnya tinggi, mudah terfermentasi. Fermentasi terjadi karena khamir dari genus
5
Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, sehingga dapat hidup dalam madu. Sel khamir akan mendegradasi gula dalam madu (khususnya glukosa dan fruktosa) menjadi alkohol (etanol). Jika alkohol bereaksi dengan oksigen, alkohol tersebut akan membentuk asam asetat yang mempengaruhi kadar keasaman, rasa dan aroma madu. Pada akhir proses fermentasi akan terbentuk karbondioksida dan air (White, 1979; Achmadi, 1991). Madu tidak mudah larut dalam air. Berdasarkan hasil penelitian oleh Rahmani (2004), rendahnya kelarutan madu murni disebabkan rheologi murni madu yang berbentuk kental dengan viskositas tinggi serta adanya komponen-komponen lain dalam madu (meski dalam jumlah yang sangat sedikit) seperti protein, vitamin dan mineral yang tidak dimiliki oleh madu buatan atau madu tidak murni. Madu bersifat higroskopis (mudah menarik air), oleh karena itu penyimpanan madu harus memakai tempat yang tidak tembus udara (Sumoprastowo, 1980). Kadar air madu tergantung dari keadaan cuaca, dan kadar air awal nektar dari mana nektar tersebut berasal (White, 1992).
Kelembaban udara juga berpengaruh terhadap kadar air
madu. Semakin rendah kelembaban udara maka semakin rendah pula kadar airnya. Kadar air madu di Indonesia tinggi disebabkan oleh kelembaban relatif (Rh) udara di Indonesia yang tinggi (Gojmerac, 1983). Kelembaban relatif (Rh) Indonesia berkisar 60% hingga 90%, menghasilkan kadar air madu sekitar 18,3% sampai 33,1% (Sihombing, 2005). Karbohidrat Madu mengandung karbohidrat sederhana yang mudah diserap oleh tubuh. Jenis karbohidrat yang dominan dalam hampir semua madu adalah monosakarida levulosa (fruktosa) dan hanya sebagian kecil madu yang kandungan dektrosa (glukosa) lebih tinggi dari levulosa (Qiu et al., 1999; Lopez et al., 1996). Fruktosa dan glukosa mencakup 85% - 90% dari karbohidrat yang terdapat dalam madu dan hanya sebagian kecil oligosakharida dan polisakharida. Berdasarkan Sihombing (2005) gula-gula madu (candy honey) dapat dilelehkan dengan memanaskan pada suhu 50 oC. Kandungan karbohidrat madu juga berpengaruh terhadap sifat fisik madu. Sifat higroskopis madu disebabkan madu merupakan larutan jenuh gula. Fruktosa merupakan gula yang paling bertanggung jawab akan sifat higroskopis madu karena fruktosa lebih mudah larut dibandingkan glukosa (White, 1992). 6
Glukosa akan membuat madu berkristal membentuk madu permanen. Kandungan glukosa akan menentukan lama dan bentuk kristal (Sihombing, 2005). Kristalisasi adalah peristiwa pembentukan glukosa monohidrat dan kristal tersebut lalu memisahkan diri dari air dan fruktosa. Hal tersebut terjadi karena madu merupakan larutan yang lewat jenuh dan tidak stabil (Achmadi, 1991). Kandungan karbohidrat juga berpengaruh terhadap warna madu. Perubahan warna madu dapat disebabkan oleh reaksi mailard antara nitrogen amino dan gula pereduksi atau oleh kombinasi polifenol dengan zat besi, maupun oleh ketidakstabilan fruktosa dalam larutan asam (karamelisasi) (Sihombing, 2005). Madu mengandung berbagai gula pereduksi sehingga bila disimpan lama akan mengalami perubahan (Piro et al., 2002). Bila madu disimpan dua tahun di tempat bersuhu kamar, maltosa akan meningkat mencapai 69%, dan glukosa serta fruktosa turun mencapai 86% dari kadar murninya. Perubahan fraksi karbohidrat pertama yang terjadi selama penyimpanan madu adalah peningkatan kadar disakarida pereduksi (maltosa) akibat penggabungan monosakarida pereduksi (glukosa dan fruktosa). Perubahan selanjutnya yang mungkin terjadi adalah peningkatan kadar karbohidrat berantai panjang (oligosakarida) (White, 1979). Penyebabnya antara lain adalah suhu penyimpanan dan kadar air madu (Sihombing, 2005). Protein Protein menyebabkan kecenderungan membentuk gelembung udara kecil dan buih pada madu (Sukartiko, 1986). dengan terbukanya ikatan-ikatan
dalam
Mekanisme terbentuknya buih diawali molekul
protein sehingga rantainya
menjadi lebih panjang. Proses ini dilanjutkan dengan proses adsorpsi yaitu pembentukan mono layer
atau
film
dari protein yang terdenaturasi. Udara
ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung. Pembentukan lapisan mono layer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film yang diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry, 1981). 7
Krell (1996) menyatakan bahwa bersama-sama dengan kekentalan, tegangan permukaan berperan dalam membentuk karakteristik buih pada madu. Pengocokan pada saat uji buih menurunkan tegangan permukaan madu dengan adanya kandungan protein dalam madu maka terbentuklah buih. Berdasarkan Wasitaatmadja (1997) buih yang tidak cepat hilang atau cenderung stabil disebabkan adanya zat pembuih atau surfaktan. Nilai pH Madu bersifat asam dengan pH 3,2 - 5. Nilai pH madu yang rendah ini mendekati pH cuka, tetapi kandungan gula yang tinggi membuat madu terasa manis, bukan kecut seperti cuka (Mathenson, 1984). Cita rasa (flavor) dan aroma madu sebagian disumbang oleh asam-asam yang dikandungnya. Keasaman madu ditentukan oleh disosiasi ion hidrogen dalam larutan air, namun sebagian besar juga oleh kandungan berbagai mineral (antara lain Ca, Na, K). Madu yang kaya akan mineral, pH-nya akan tinggi. Asam yang terdapat pada madu antara lain asam asetat, butirat, format, glukonat, laktat, malat, maleat, oksalat, piroglutamat, sitrat, suksinat, glikolat, α-ketoglutaral, piruvat, 3fosfogliserat, β-gliserofaosfat dan glukose-6-fosfat. Madu dapat menjadi agen anti mikroba (White, 2000). Hal tersebut disebabkan kandungan gulanya yang tinggi, sehingga dapat membatasi jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba, pH madu yang relatif rendah, dan kandungan proteinnya yang rendah, yang dapat menghalangi pertumbuhan bakteri. Pemalsuan Madu Madu menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-2004 adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga. Madu di Indonesia memiliki kisaran nilai yang besar dalam setiap komponennya. Hal ini menyebabkan ditetapkannya standar mutu madu di Indonesia yang tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-2004. Tabel perbandingan rataan komposisi kimia dari madu Indonesia dan standar nasional mutu madu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. 8
Tabel 1. Komposisi Kimia dari Madu Indonesia dan Standar Nasional Mutu Madu di Indonesia Madu Indonesia 1) Rataan Kisaran
SNI 2)
No
Komponen
Satuan
1
Aktivitas enzim diastase
DN
2
Hidroksimetilfurf mg/kg ural (HMF)
3 4 5 6 7 8
Air Fruktosa Glukosa Sukrosa Gula Pereduksi Keasaman
% % % %, b/b %, b/b ml NaOH 1 N/kg
9
Padatan yang tak larut air
%, b/b
-
10 11 12
Abu Ph Cemaran arsen (As)
%, b/b mg/kg
1,1 3,9 -
0,1 - 14,7 3,4 - 5,3 -
Maksimal 0,5 Maksimal 0,5
13
Cemaran Logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu)
mg/kg mg/kg
-
-
Maksimal 1,0 Maksimal 5,0
-
-
Maksimal 50
22,9 29,2 18,6 12,9 43,1
Minimal 3
16,6 - 37,00 12,4 - 36,7 10,4 - 29,3 0,0 - 53,0 11,3 - 62,2 -
Maksimal 22 Maksimal 5 Minimal 65 Maksimal 50 Maksimal 0,5
Keterangan : b/b= berat/berat Sumber : 1) : Kartini (1986); Achmadi (1991) 2) : Standar Nasional Indonesia 01-3545-2004
Tabel 1 memperlihatkan bahwa kualitas madu di Indonesia sangat bervariasi dilihat dari kisaran nilai tiap komponennya dan kisaran nilai yang besar pada madu Indonesia memperlihatkan bahwa banyaknya madu yang dipalsukan di Indonesia dengan berbagai variasi dan banyaknya madu Indonesia yang tidak sesuai standar mutu madu di Indonesia. Perbedaan Madu Murni dan Madu Palsu Madu murni diproduksi oleh lebah, diperoleh dari berbagai nektar bunga sedangkan madu tidak murni dibuat oknum tertentu dengan berbagai bahan baku seperti sirup, tapioka, gula jagung, soda, dan lain-lain yang dapat merugikan konsumen bahkan membahayakan kesehatan manusia. Terdapat beberapa indikator untuk membedakan antara madu murni dan madu tidak murni. Madu murni memiliki aroma khas madu, sedangkan madu palsu 9
tidak beraroma khas madu, namun terkadang diberi aroma sintetik madu sehingga aromanya menyerupai madu murni. Madu murni jika dicampur ke dalam air bening, air akan menjadi keruh sedangkan madu palsu warnanya bening, akan tetapi untuk madu tidak murni yang dicampur dengan bahan pengental (bukan gula) maka akan menghasilkan warna keruh juga ketika dicampur ke dalam air bening. Madu murni jika dipegang terasa kesat sedangkan madu murni terasa licin. Madu murni mengandung fruktosa, glukosa, enzim dan berbagai macam vitamin dan mineral. Madu palsu mengandung sukrosa (gula) dan air (Sihombing, 2005). Warna madu murni bergantung pada bunga sumber pakan lebah sedangkan madu tidak murni cenderung berwarna sama. Kekentalan madu murni tergantung dengan cuaca. Pada saat musim hujan madu cenderung encer, sedangkan madu tidak murni kekentalan relatif sama karena sesuai dengan paradigma pembuatnya. Madu Palsu Madu palsu adalah semua bahan makanan yang memakai nama madu namun tidak diolah atau tidak dihasilkan oleh lebah. Madu palsu atau madu sintetik diolah dengan campuran beberapa bahan seperti glukosa, gula pasir, flavor buah dan zat warna, dan terkadang cukup berpotensi untuk membahayakan kesehatan manusia. Madu palsu tidak memiliki kandungan enzim, dan juga tidak memiliki kandungan vitamin mineral yang sama dengan kandungan madu murni (Harli, 2001). Pemalsuan madu dapat digolongkan menjadi tiga modus yaitu pemalsuan jumlah, pemalsuan mutu, dan pemalsuan menyeluruh (Hermawayne, 2009). Pemalsuan jumlah dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah madu dengan menambahkan bahan lainnya, seperti fruktosa, glukosa, sirup dan bahan pengental ke dalam madu murni. Hasilnya adalah madu tidak murni. Pemalsuan mutu biasanya dilakukan dengan memodifikasi kadar air. Penurunan kadar air apabila tidak dilakukan dengan hati-hati dapat meningkatkan kadar HMF dan menurunkan aktivitas enzim diastase walaupun dapat membunuh mikroba (Tosi et al., 2007). Khamir penyebab fermentasi yang ada dalam madu dan penggunaan alat dehumidifier tidak akan membunuh khamir dalam madu namun dapat meningkatkan aktivitas enzim diastase, dan kadar HMF juga ikut meningkat (Kantiningtyas, 1998). Kadar air mempunyai hubungan yang signifikan dengan mutu madu. rendah kadar air maka akan semakin baik mutunya.
Semakin
Madu tidak murni sering
10
memiliki kadar air sangat tinggi (22% - 30%) sehingga bersifat sangat encer. Untuk menurunkan kadar air biasanya dilakukan dengan pemanasan dengan suhu tinggi dengan demikian madu akan mengental tetapi kandungan gizinya rusak. Pemalsuan menyeluruh dilakukan dengan membuat bahan menyerupai madu dan tidak mengandung madu murni dan akan menghasilkan madu palsu. Pengujian Kemurnian Madu Perbedaan nyata antara madu murni dan madu tidak murni terletak pada komposisi kimianya (Sutami, 2003).
Terdapat beberapa cara untuk mengetahui
kemurnian madu secara kimia yakni analisis karbon, analisis mikroskopis, analisis hydroxymethylfurfural (HMF), analisis polaritas cahaya dan terakhir tes keasaman (Moermanto, 1986). Selain dengan cara di atas secara kimia dapat dilakukan uji gula dengan cara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Peformance Liquid Cromatografi (HPLC) (Ratnayani et al., 2008). Pengujian dengan HPLC terutama dimaksudkan untuk mengetahui kadar fruktosa dan glukosa madu. Analisis kimia yang membutuhkan tenaga ahli dan peralatan khusus, tidak semua orang dapat melakukannya, maka pengujian madu pada prakteknya di lapangan sering diuji dengan cara-cara berdasarkan pengetahuan atas informasi yang berhubungan di masyarakat walaupun belum dapat dibuktikan keakuratannya. Beberapa patokan yang sering digunakan untuk menilai kemurnian madu antara lain menguji kemurnian madu dengan (1) menggunakan semut, madu murni tidak akan dikerubuti semut, (2) apabila diteteskan dalam kertas koran tidak akan merembes, korek api yang dicelupkan dalam madu murni masih dapat menyala, (3) madu murni berwarna kuning tua, (4) madu murni akan mengkristal jika diaduk ke dalam kuning telur, (5) madu murni menyimpan gas atau udara, dan (6) madu murni tidak membeku bila dimasukan ke dalam lemari es. Berdasarkan informasi tersebut berkembanglah beberapa cara pengujian kemurnian madu. Pengujian tersebut belum teruji keefektifannya. Ansori (2002) melakukan pengujian kemurnian madu yang ditambahkan dengan sukrosa, fruktosa, glukosa dan gula aren dengan menggunakan uji bakar, uji rembes, uji koagulasi, uji kristalisasi, dan uji larut, dan dari kelima uji tersebut hanya uji larut yang paling akurat untuk menguji kemurnian madu.
Rahmani (2004)
menambahkan bahwa uji larut memiliki tingkat akurasi sebesar 83,3%.
Selain
11
kelima uji tersebut masih banyak uji lainnya yakni uji kelarutan, uji pemanasan, uji tarik, uji lengket, uji ikan mentah, uji buih, dan uji iod yang telah diketahui akurasinya menggunakan beberapa sampel madu palsu. Uji kemurnian madu yang sangat efektif digunakan untuk membedakan madu murni dan madu tidak murni adalah uji larut dengan persentase efektivitas rata-rata sebesar 83,3% (Rachmawaty, 2011). Persentase efektivitas uji pemalsuan madu menurut Rachmawaty (2011) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu Persentase Efektivitas Rata-rata MS MF MG MC MGel MSS ---------------------------------------%--------------------------------------Semut 0 0 0 0 5 0 0,8 Larut 100 100 100 100 100 0 83,3 Keruh 65 90 95 5 0 60 52,5 Buih 20 10 10 0 0 65 17,5 Pemanasan 0 0 0 100 95 100 49,2 Lengket 0 0 0 0 0 0 0 Tarik 0 0 0 10 45 100 25,8 Segi Enam 0 0 0 100 70 80 41,7 Iod 15 0 40 45 0 100 33,3 Ikan Mentah 60 20 0 100 100 80 60,0 Rata-rata (%) 26 22 24,5 46 41,5 58,5 Uji
Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, MSS = Madu Sagu dan Sukrosa. Sumber : Rachmawaty (2011)
Jenis madu tidak murni yang paling mudah dideteksi adalah madu yang ditambahkan dengan pengental dan gula, sedangkan yang paling sulit dideteksi adalah madu yang ditambahkan dengan gula sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Berdasarkan rata-rata tertinggi uji larut adalah uji pemalsuan madu yang paling efektif (83,3%) diikuti berturut-turut oleh uji ikan mentah (60%), uji keruh (52,5%), uji pemanasan (49,2%), uji segi enam (41,7%) dan uji iod (33,3%). Uji kemurnian madu yang tidak efektif adalah uji tarik (25,8%) dan uji buih (17,5%).
Uji
kemurnian madu yang paling tidak efektif adalah uji semut (0,8%) dan uji lengket (0%) (Rachmawaty, 2011).
12
Daging Sapi Daging merupakan bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan karena komposisi gizinya yang baik untuk manusia maupun mikroorganisme. Nitrosomyochromagen yang membentuk warna merah pada pengawetan daging seperti pada proses pengasinan dapat terbentuk pada pH yang rendah seperti madu (Buckle, 1987). Bawang Merah (Allium ascalonicum) Bawang merah mengandung antosianin yaitu senyawa berbentuk glikosida yang menjadi penyebab warna merah biru dan violet pada buah dan sayuran. Suasana asam dan basa akan berpengaruh terhadap warna antosianin. Sel epidermis bawang merah mengalami plasmolisis jika direndam dalam madu. Hal ini terjadi akibat tingginya kadar gula pada madu yang menyebabkan kondisi di luar sel bawang merah bersifat hipertonis dibandingkan di dalam sel. Kondisi hipertonis di luar sel bawang merah menyebabkan air di dalam sel memiliki potensial yang lebih tinggi dibandingkan di luar sel dan mengakibatkan air di dalam sel bawang merah keluar. Kondisi ini mengakibatkan membran sel menjadi mengkerut kemudian lepas dari dinding sel dan isi sel menjadi berkurang (plasmolisis) (Kimball, 1983). Bawang merah pada penelitian yang direndam dalam madu yang banyak mengandung air, teksturnya lebih baik. Suatu sel tanaman yang ditempatkan dalam suasana yang banyak mengandung air mengakibatkan molekul air akan melintasi membran dari luar ke dalam sel sehingga sel akan mengembang karena sel tanaman memiliki dinding sel yang bersifat kuat maka sel tanaman tidak akan mudah pecah akibat tekanan yang timbul dari dalam sel karena masuknya air dari dalam ke luar sel. Sel epidermis bawang merah mempunyai sifat mampu menyerap air (Kimball, 1983).
Kapang Kapang dapat dilihat dengan kasat mata, tidak seperti bakteri dan khamir. Sifat pertumbuhan yang khas adalah berbentuk kapas dan biasanya terlihat pada tempat yang basah dan pangan yang membusuk. Kapang ada yang berwarna hitam, putih atau warna lain tergantung pada warna sporanya (Buckle, 1987). Semut Sulit untuk mengkategorikan semut dengan makanannya. Sebagian semut adalah vegetarian memakan sirup nektar, dan sebagian lainnya memakan makanan 13
dari hewan atau serangga lain yang telah mati. Semut memakan sumber protein dan karbohidrat yang bervariasi. Semut membawa makanan ke sarang seperti lebah madu, serangga yang telah mati dipotong dalam ukuran kecil dan dibawa ke sarang, sedangkan gula atau makanan cair lainnya disimpan dalam swollen crops di dalam perutnya kemudian didistribusikan ke sarang dari mulut ke mulut (Newman, 1967). Kristalisasi Kristalisasi madu dipengaruhi oleh perbandingan jumlah gula pereduksi yang terdapat dalam madu, jika kadar glukosa dan sukrosa lebih besar daripada fruktosa maka madu akan cepat mengkristal dan memiliki tekstur yang kasar. Pengkristalan madu terjadi karena adanya perubahan kadar gula akibat proses fermentasi dan hidrolisis sukrosa oleh enzim madu (Gojmerac, 1983).
14