TINJAUAN PUSTAKA
Lebah Lebah madu adalah insekta sosial, dimana lebah yang sudah dewasa dan yang masih muda hidup bersama-sama. Sehingga lebah madu harus memiliki perbekalan makanan yang banyak dalam bentuk madu. Lebah menghasilkan madu melebihi yang mereka butuhkan dan inilah yang menjadi surplus bagi peternak lebah. Lebah madu bukanlah hewan yang jinak seperti hewan yang lainnya. Peternak lebah menyediakan box sebagai tempat tinggal untuk lebah, namun demikian binatang ini masih tetap merupakan hewan yang liar (Ree, 1989). Diantara jenis lebah ada yang memproduksi madu sedikit, ada yang potensial dikembangkan karena produksinya banyak selain itu juga terdapat lebah madu yang hingga saat ini belum dapat dibudidayakan. Sistematika lebah madu adalah sebagai berikut: Kingdom
:
Animalia
Filum
:
Arthropoda
Kelas
:
Insecta
Ordo
:
Hemenoptera
Famili
:
Apidae
Genus
:
Apis
Spesies
:
Apis andreniformis, Apis cerana, Apis dorsata, Apis florea,
Apis
kosehenikovi, Apis laboriosa, Apis mellifera. (Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Lebah merupakan sekelompok besar serangga yang dikenal karena suka hidup berkelompok meskipun sebenarnya tidak semua lebah bersifat demikian. Di dunia terdapat kira-kira 20.000 spesies lebah dan dapat ditemukan di setiap benua, kecuali Antartika. Sebagai serangga, ia mempunyai tiga pasang kaki dan dua pasang sayap. Lebah membuat sarangnya
di atas bukit, di pohon kayu dan pada atap rumah.
Sarangnya dibangun dari malam yang terdapat dalam badannya (Ensiklopedia, 2007). Lebah merupakan sekelompok besar serangga yang dikenal karena suka hidup berkelompok meskipun sebenarnya tidak semua lebah bersifat demikian. Di dunia terdapat kira-kira 20.000 spesies lebah dan dapat ditemukan di setiap benua, kecuali Antartika. Sebagai serangga, ia mempunyai tiga pasang kaki dan dua pasang sayap. Lebah membuat sarangnya
di atas bukit, di pohon kayu dan pada atap rumah.
Sarangnya dibangun dari malam yang terdapat dalam badannya (Ensiklopedia, 2007). Tubuh lebah madu terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen). Lebah dimasukkan ke dalam kelas insekta karena tidak mempunyai kerangka internal, terdapat otot bertaut sebagai penggantinya berupa penutup tubuh eksternal yang mengandung kitin. Penutup tubuh ini sekaligus menutupi organ-organ dalam (Rismunandar, 1990). Lebah madu membuat tempat penyimpanan madu dengan bentuk heksagonal. Sebuah bentuk penyimpanan yang paling efektif dibandingkan dengan bentuk geometris lain. Lebah menggunakan bentuk yang memungkinkan untuk menyimpan madu dalam jumlah maksimum. Lebah menggunakan cara yang sangat menarik ketika membangun sarang. Mereka memulai membangun sel-sel tempat penyimpanan madu dari sudut-sudut yang berbeda, seterusnya hingga pada akhirnya mereka bertemu di tengah (Yahya, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Lebah madu telah lama dikenal manusia sebagai sumber bahan makanan alami yang baik, yang tiada taranya bagi orang muda maupun tua. Lebah madu menghasilkan madu, suatu anugerah alam yang menakjupkan karena kasiat yang dimilikinya. Selain daripada madu ada beberapa hasil lebah madu yang lain yang dapat menambah hasil perlebahan, yaitu malam, royal jeli, propolis, pollen, apitoksin dan mungkin tetesan lebah madu (Sihombing, 1992). Perkembangan peternakan lebah madu di Indonesia serta budidayanya yang diasuh Perum Perhutani menunjukkan naik turun peternak dan juga produksi madu. Berikut data perkembangan banyak koloni, peternak dan produksi msu Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Jumlah Koloni, Produksi Madu dan Peternak Lebah/Pemungut
Tahun
Jumlah Koloni (stup)
Produksi Madu (ton)
Jumlah Peternak/ Pemungut (KK)
95/96
70,663
1,880
8,727
96/97
66,598
2,33
6,636
97/98
158,494
2,824
10,522
98/99 183,488 1,538 99/00 247,321 2,019 Sumber: http://www.dephut.go.id., (2007).
14,238 14,436
Dalam koloni lebah madu dikenal tiga kasta yaitu seekor lebah ratu, dan sekitar 200-300 lebah jantan dan sisanya adalah lebah pekerja. Dimana lebah pekerja ini bertugas untuk membangun bilik yang baru dan memperbaiki bilik yang lama. Pada saat ini ia disebut lebah lilin. Lilin lebah dihasilkan melalui kelenjar lilin pekerja yang bertugas membangun sarang (Sarwono, 2001). Sarang lebah merupakan suatu kota malam (lilin) dengan penghuni tidak kurang dari 30.000 ekor. Kota lebah tersebut dibentuk dari lilin sebagai bahan utama dan diperkuat dengan bahan perekat yang disebut propolis. Sarang lebah dibentuk dalam
Universitas Sumatera Utara
beberapa bagian, dan tiap bagian disebut sisir sarang. Sisir-sisir tersebut terdiri atas selsel yang bentuknya sangat rapi dengan ukuran-ukuran yang mantap. Jarak antara kedua permukaan sisir yang dibentuk oleh lebah mallifica, rata-rata 10-12 mm. Pada lebah Indonesia yang agak lebih kecil, ukuran tersebut agak lebih kecil yaitu sekitar 10 mm (Rismunandar, 1990). Tiap-tiap sisir sarang terdiri atas sel-sel yang letaknya bertolak belakang sehingga membentuk dua lapisan sel yang berimpitan. Tiap-tiap sel berbentuk suatu bangunan silindris dengan enam dinding (heksagonal) yang isinya
tidak kurang dari ¼ cc.
Lebar permukaan luar tidak kurang dari 5,16-5,5 mm (Soeyanto, 1981). Lebah pekerja memiliki kelenjar-kelenjar yang digunakan untuk 4 fungsi dasar yaitu produksi lilin, alat komunikasi, pertahanan, dan menghasilkan madu. Kelenjarkelenjar lilin yang dimiliki oleh lebah madu ini ada 4 pasang yaitu berada di bagian ruas dada yang keempat hingga yang ketujuh. Keempat pasang kelenjar ini tersembunyi di bawah membran tipis yang saling melipat dinamakan wax mirror yang digunakan untuk menghasilkan lilin lebah (Abrol, 1997). Menurut taksiran para ahli, untuk mendapatkan 1 kg lilin diperlukan 12 kg nektar atau 4 kg madu. Lilin dibentuk dalam tubuh melalui proses kimia, lalu dikeluarkan melalui kelenjar lilin yang terdapat pada segmen abdomen. Dengan kaki belakangnya yang berambut, lebah menyodorkan lilin ke dalam mulutnya untuk dikunyah dan dibentuk menjadi semacam adonan. Setelah terbentuk, lalu disiapkan di rahang depan untuk membangun dinding sel sarang. Selanjutnya, lebah bekerja dengan menggunakan propolis. Propolis adalah bahan yang dikumpulkan lebah dari kuncup tanaman, yang dibawa ke sarang dalam bakul sarinya (Sarwono, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Susunan lilin yang berasal dari lebah yang bermadu (A.mollifera) dikumpulkan dari sarang lebah dan ditempatkan dalam sebuah pencair lilin pada saat 80 °C. Ketika proses pencairan lilin, lilin tersebut disaring melalui sebuah logam untuk proses penyaringan/pemurnian. Kemudian, proses pencairan lilin dilakukan kembali untuk menjaga zat cair dan gas yang terkandung didalamnya, selama 30 mm. Langkah pertama adalah : Lembaran kayu dengan ukuran 30 cm x 40 cm x 0,5 cm direndam di dalam air selama 24 hari sebelumnya. Lembaran kayu tersebut dipindahkan untuk memenuhi permukaaan kayu.
Lembaran tersebut ditekankan dengan menggunakan sebuah
penggilingan. Supaya membuat lapisan dari lilin tersebut menjadi lebih tipis. Disisi lain, proses pencetakan dengan lembut tersebut, merupakan campuran dari madu dan alkohol sebesar (50% - 50% u/u) yang terbentang diatas silinder penggilingan dengan konstan (Aquino, 2000). Langkah kedua adalah menggunakan sebuah penggilingan dari industri pati supaya membuat lapisan lilin tersebut menjadi lebih tipis. Minyak sayuran digunakan diatas permukaaan lapisan lilin melalui silinder – silinder sampai lapisan tersebut benar benar kental, sebagaimana Parafin M yang dihasilkan. Kelebihan minyak sayuran diatas permukaaan lilin tersebut dipindahkan dengan sebuah kain katun dan film lilin tersebut siap untuk digunakan (Aquino, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Malam (Lilin Lebah) Ada tiga jenis lilin yang dikenal di alam, yakni yang berasal dari hewan, tumbuhan dan petrolium atau mineral. Lilin asal hewan yakni malam (beewax) adalah salah satu lilin yang kimianya stabil dan terkenal sepanjang sejarah perdagangan dunia (Sihombing, 1992). Terdapat dua golongan kualitas malam yaitu: 1.
Malam kualitas pertama, diperoleh dari sarang lebah yang masih baru dan belum pernah diisi madu atau tepung sari oleh penghuninya. Malam yang diperoleh dari sarang demikian ini warnanya putih dan bersih.
2.
Malam kualitas kedua yaitu malam yang diperoleh dari sarang lebah yang telah diisi madu serta telah diambil madunya.
(Hardiwiyoto, 1978). Cara mendapatkan lilin lebah adalah dengan merebus sarang lebah dalam panci aluminium sampai mendidih. Semua kotoran yang mengapung harus dibuang setelah lilin lebah dibersihkan dari segala kotoran kemudian didinginkan dengan demikian jadilah lilin lebah atau malam (Warisno, 1996). Pengolahan lainnya, perendaman buah dalam air (CON), dalam lilin Sunnny Side Citrus (SSC) atau dalam Fruit Wax (FWX), mempunyai efesiensi sementara dalam mengurangi persentase kehilangan zat segar dan dalam mengontrol indeks penyusutan. Sekalipun lilin mengurangi pertukaran gas, lilin yang digunakan dalam percobaaan tidak seefektif film plastik (FPT) dalam mengurangi persen kehilangan zat segar dan penyusutan. Mungkin efesiensi yang lebih rendah ini disebabkan penurunan ketebalan lapisan lilin, sebagaimana dibuktikan Gama et al. (1991) sewaktu menggunakan lilin
Universitas Sumatera Utara
Autocitrol, tidak menemukan kontrol kehilangan air pada buah paskah, yang rata-rata kehilangan 16,65% setelah 42 hari penyimpanan pada 6°C (da Mota, 2003). Di antara lilin, Fruit Wax memberikan pengawetan terbaik atas sifat-sifat asli buah, yang memeliharanya dalam kondisi baik untuk dikonsumsi selama periode waktu yang lebih lama (da Mota, 2003). Pengolahan wax dilaksanakan menurut metode Pao et al. (1999) dengan sedikit modifikasi dalam penggunaaan penyangga. Buah dan buah sayuran dibagi dalam tiga kelompok mencakup jumlah duplikat buah dan buah sayuran.
Kelompok pertama
direndam dalam gelas kimia yang mengandung penyangga pada pH 9 selama 2 menit. Sementara kelompok dua direndam dalam penyangga pada pH 10 juga selama 2 menit. Buah dan sayuran diangkat dari penyangga dan dicelupkan ke dalam wadah yang mengandung wax leburan dan dibiarkan selama 3 menit.
Kelompok terakhir yang
merupakan kontrol dibiarkan tanpa wax. Buah dan sayuran yang mendapat perlakuan wax kemudian disimpan di dalam wadah plastik terbuka yang diletakkan di dalam kartu laboratorium selama empat hari, setelah itu kembali menjalani penentuan jumlah aerobik (Abdulkadir, 2007). Dalam hasil percobaan yang kedua, kita dapat menuliskan hipotesis lain seperti Nutritient Toxin Titration Hypotesis, yang memprediksikan bahwa perbedaan pengaruh dari salamargin yang dapat ditolak / dicegah oleh buah-buahan yang mengandung nutrisi tinggi. Kami menawarkan lilin dalam 3 tipe mengenai buah - buahan tiruan / buatan yang mana divariasikan di dalam pemusatan solamargin. Nutrisi yang terkandung tersebut tidak memiliki pengaruh atas konsumsinya, ketika sebuah solamargin tersedia (Levey, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Malam yang dipanasi di dalam air yang banyak, maka warna yang dari tempayak akan hilang dan larut dalam air, tetapi warna yang
berasal
berasal dari tepung
sari tetap berada di dalam. Warna malam dari tepung sari tergantung pada daerah dan waktu pengumpulan. Agar malam tidak berubah dan rusak, panaskan malam dalam air. Malam yang asli dapat diketahui dengan mudah, malam yang asli warnanya putih, kuning atau orange bersih. Mudah pecah kalau dingin. Pada suhu 85oF lunak tetapi tidak melekat ditangan kalau
malam tersebut dipijat. Bau malam yang khas adalah bau
tanam-tanaman (Sumoprastowo dan Suprapto, 1993). Lilin lebah merupakan lilin yang compleks dibentuk dari campuran beberapa komponen meliputi hidrokarbon 14%, monoester 35%, diester 14%, triester 3%, hidroksi monoester 4%, hidroksi poliester 8%, asam ester 1%, asam poliester 2%, asam bebas, alkohol bebas 1%, dan 6% sisanya tidak diketahui. Komponen utama dari lilin lebah adalah palmitat, palmitoleat, hidroksi palmitat dan ester oleat yang berantai panjang (C30-C32) dari alkohol aliphatic. Perbandingan triacontanil palmitat (CH3(CH2)29O-CO(CH2)14CH3 dengan asam serotik (CH3(CH2)24COOH, yaitu 6:1 (http://en.wikipedia.org., 2007). Lilin lebah ini berada dalam bentuk triester dan diester. Sebagai senyawa tersier, lilin lebah merupakan ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol berantai panjang (sterol/fatty alcohol) dan asam hidroksilat, berupa senyawa diester dari alkanadiol atau asam hidroksilat (Kalattukudy, 1976). Titik lebur lilin lebah murni berkisar antara 61-69oC (142-156oF), indeks refraksinya 1,44, tahanan dielektrisnya 2,9 dan berat jenis pada suhu 20oC adalah 0.96 lebih ringan dari air. Tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol dingin. Benzen chloroform, karbon disulfida, eter dan beberapa minyak yang mudah menguap
Universitas Sumatera Utara
melarutkan malam komplit. Bau dan rasanya khas dan terbakar dengan nyala kuning bersih dan mengeluarkan aroma unik. Malam sering terkontaminasi dengan sedikit polen, propolis, dan madu yang meningkatkan berat jenis dan warnanya (Sihombing, 1992). Dari sudut pandang kimia, wax didefinisikan sebagai ester dari asam lemak dengan alkohol monohydrat dengan berat molekul tinggi. Ini dibedakan dari lemak yang merupakan ester dari asam lemak dengan alkohol trihidrat (biasanya glycerol) dengan berat molekul rendah, dan bisa ditambahkan bahwa apa yang disebut dengan minyak tetap atau minyak lemak dalam kenyataannya adalah lemak yang dicairkan pada temperatur biasa (Greene, 1999). Adapun rumus kimia lilin lebah adalah sebagai berikut: O C13H27C-O-C26H53 Rumus Kimia dari Lilin Lebah (Central Food Technological Reseach Institute, 1977). Orang-orang Mesir kuno sudah menggunakan cream dari malam lebah madu untuk melindungi kulit tubuh dari sengatan sinar matahari. Sedangkan orang-orang Romawi menggunakan malam lebah madu untuk mengeringkan kulit yang disebabkan oleh sabun alkali. Orang-orang Persia menggunakan malam lebah madu untuk dioleskan pada mayat sebelum dikuburkan (Murtidjo, 1991). Meskipun pertanian, ekonomi dan sesuatu yang berhubungan dengan makanaan merupakan hal-hal yang sangat penting, informasi yang ada mengenai bahan kimia yang terkandung di dalamnya adalah lebih amat kecil, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh himpunan dari Wehmer.
Universitas Sumatera Utara
1. Sebagai contoh, sebuah penelitian dari literatur menyatakan suatu hal bahwa komposisi bahan kimia begitu membantu bagi selaput/kulit luar 2. Munculnya informasi yang tersedia pada semua konstitusi begitu relatif bagi konstitusi mengenai lapisan lilin dari buah tersebut (Markley, et al., 1935). Manfaat lilin lebah adalah untuk bahan membatik, lilin penerang, industri kosmetik, cold cream, lipstick, dan berbagai lotion, juga bisa digunakan sebagai campuran pembuatan sabun natural yang berbahan dasar minyak. Pada industri farmasi, lilin lebah digunakan untuk bahan pembuatan plester atau kain pembalut, obat-obatan luar, campuran bahan-bahan tahan air/water proof, selain itu juga
bisa digunakan
sebagai
zat
campuran
tinta,
pensil,
semir
serta
sebagai
pengkilat
(http://indonetwork.co.id., 2007). Lemak sayuran dan lilin juga bisa dicampur sebagai bahan dinding. Telah terbukti bahwa ini meningkatkan kebocoran dibandingkan dengan penyalut murni (hasil tidak diperlihatkan), mungkin karena kedua bahan tidak bercampur dengan baik satu dengan lainnya selain dalam struktur kristal dan penyalut menjadi lebih rapuh (Mellema, et al., 2006). Sebagian penyalutan permukaan sama seperti permukaaan buah alami yang mengandung lilin dimana lilin tersebut merupakan penghalang yang baik untuk uap air. Ini mengurangi laju penguapan air dari permukaaan buah dan dengan demikian memperlambat kehilangan berat yang dapat dijual. Pada banyak buah, ini juga bisa memperlambat kehilangan air buah dan serangan awal layu yang dapat dilihat, yang melindungi hasil bumi dari kehilangan nilai karena penurunan kualitas. Kecendrungan kehilangan air bisa ditandai dengan kehilangan berat segar dalam kondisi standar (http://www.jbc.org., 2009).
Universitas Sumatera Utara
Banyak jenis bahan yang berbeda dikembangkan sebagai penyalut permukaan. Penyalut sekarang ini meliputi koleksi produk tipe-wax yang umumnya merupakan penghalang uap air yang baik dan yang menambah kemilau pada hasil bumi yang menarik dilihat atau, bila dilakukan secara berlebihan, menjadi tampak mengkilap. Dengan semakin meningkatnya penolakan konsumen terhadap ide penyalutan lilin mendorong eksplorasi berbagai alternatif yang dipandang sebagai lebih alami (http://www.jbc.org., 2009). Setelah panen, tetapi sebelum hasil bumi dikemas dan dikirim ke supermarket, hasil bumi dicuci berulang kali untuk membersihkan kotoran dan tanah. Pencucian ekstensif sedemikian juga menghilangkan lilin alami. Karena itu, lilin digunakan pada sebagian hasil bumi di tempat pengemasan untuk menggantikan lilin alami yang hilang. Lilin digunakan untuk: •
membantu menahan air di dalam buah dan sayuran selama pengiriman dan pemasaran;
•
membantu menghambat pertumbuhan jamur;
•
melindungi buah dan sayuran dari memar;
•
mencegah kerusakan fisik lainnya dan penyakit;
•
meningkatkan tampilan.
Dengan melindungi terhadap kehilangan air dan kontaminasi, penyalutan lilin membantu buah dan sayuran segera mempertahankan keutuhan dan kesegarannya. Penyalutan lilin tidak meningkatkan kualitas buah atau sayuran berkualitas rendah namun, penyalutan lilin bersama-sama dengan penanganan yang tepat memberi kontribusi dalam pemelihataan produk yang sehat (Clemson, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan bahan dan metode pengepakan yang tepat untuk meminimalkan kerugian makanan dan memberikan produk pangan yang aman dan utuh selalu menjadi fokus pengepakan makanan. Selain itu, kecondongan konsumen pada produk makanan dengan kualitas lebih baik, segar dan mudah menguat selama dekade terakhir. Karena itu, berbagai teknologi pengepakan aktif ada dikembangkan untuk memberikan makanan berkualitas lebih baik, utuh dan aman dan juga untuk membatasi pencemaran lingkungan terkait dan masalah pembuangan (Ozdemir and Floros, 2004). Semua indeks paraffin wax yang telah dimodifikasi mendekati indeks lilin tawon alami. Katalis terbaik dipilih dan kondisi-kondisi operasional optimum dan efek panas dari reaksi ditentukan atas ukuran laboratorium. Penggunaan bahan pelarut transfer panas dan oksidan kuat meningkatkan secara signifikan jumlah asam dan jumlah saponifikasi produk dan penyingkatan periode reaksi, yang dengan demikian meletakkan dasar bagi rancangan reaktor dan produksi industri kontinu (Xiao Li and Kejian Liao, et al., 2006). Titik lebur lilin tawon buatan dengan mencampur paraffin dan ozocerite dengan perbandingan 3:1 (% berat) selalu bisa mencapai lilin tawon alami selama reaksi. Lilin tawon buatan menunjukkan plastisitas yang baik, permukaan yang mulus, kerapuhan dingin dan permukaan pecah-pecah mirip gabah yang memberi kontribusi kepada bahan campuran efektif. Dibandingkan dengan kinerja paraffin yang berbeda-beda, dapat kami ambil kesimpulan bahwa modifikasi fisika bukan hanya meningkatkan titik lebur paraffin tetapi juga meningkatkan plasticitas dan intensitas struktur produk (Xiao Li and Kejian Liao, et al., 2006). Makanan fungsional menunjukkan manfaat fungsional selain nutrisi dasar, yang biasanya diperoleh melalui pemerkayaan dengan bahan fungsional. Bahan fungsional
Universitas Sumatera Utara
bisa memberikan sifat-sifat negatip seperti rasa (pahit, oksidasi) atau tekstur fisik (sedientasi, pemisahan fasa). Salah satu tantangan dalam pengembangan makanan fungsional adalah untuk mencapai penyatuan bahan fungsional dengan ketersediaan biologik yang dapat diterima, tanpa mengganggu kualitas produk. Penyalutan mikro bisa menjadi teknik yang tepat untuk penyatuan beberapa jenis bahan fungsional. Untuk makanan kriteria utama adalah bahwa senyawa yang disalut tidak boleh bocor keluar penyalut selama masa pajang dan bahwa prosedur preparasi murah. Tambahan lagi, ukuran dan bentuk penyalut haruslah sedemikian rupa sehingga tidak terasa di mulut (Mellema, et al., 2006). Polisakarida
seperti
derivatif
cellulosa
carboxymethil-celllulose
(CMC;
diekstraksi dari jaringan tumbuhan) dan chitosan (diekstraksi dari kulit beberapa jenis makanan laut) menambah kilauan tetapi memberikan sedikit perlindungan terhadap kehilangan air. Sama halnya, penyalut berbahan dasar protein seperti protein susu casein dan protein gandum gluten banyak dijadikan bahan percobaaan di tahun-tahun belakangan ini. Penyalut ini membentuk film yang kuat tetapi juga umumnya merupakan penghalang yang buruk terhadap kehilangan air.
Dalan penelitian ini, kami pada
pokoknaya terfokus pada penyalutan lilin (http://www.jbc.org., 2009). Studi ini bertujuan memperkenalkan bahan lilin baru yang ditingkatkan untuk aplikasi klinik dan laboratorium. Serangkaian campuran lilin dipreparasi dan sifatsifatnya ditest. Campuran adalah campuran biner atau tertier, dan sifat-sifatnya, seperti aliran, koefisien muai panas, kekuatan dan kekakuan, diukur sebagai fungsi dari komposisi bahan (Kotsiomiti and Mc Cabe, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Pompa Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut digunakan untuk mengatasi hambatan-hambatan pengaliran. Hambatan-hambatan pengaliran itu dapat berupa perbedaan tekanan, perbedaan ketinggian atau hambatan gesek. (www. tiki-read_article.php.htm., 2009).
Emulsi Sistem Emulsi Emulsi diartikan sebagai campuran dari dua cairan atau lebih yang saling tidak melarutkan, saling ingin berpisah karena mempunyai berat jenis yang berbeda. Cairan yang satu terdispersi dalam bentuk globula-globula atau butir-butir kecil di dalam cairan lainnya. Cairan yang mendispersikan disebut dengan fase kontinu, sedangkan butir-butir yang terlarut disebut dengan fase terdispersi (Becher, 1965). Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah
akan bergabung dan
(Anief, 1999).
Selanjutnya menurut Bird, et al., (1983), emulsi dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu emulsi dengan sistem o/w (oil in water) dan emulsi dengan sistem w/o (water in oil). Kondisi tergantung dari bagian yang menjadi fase kontinu atau bagian yang menjadi fase diskontinu. Contoh umum untuk emulsi o/w adalah air susu dan mayonaise, sedangkan contoh emulsi w/o adalah margarin dan mentega.
Universitas Sumatera Utara
Komponen yang paling penting dalam pembentukan emulsi adalah minyak, karena minyak menentukan apakah bentukan emulsi adalah o/w atau w/o. Jenis dan jumlah minyak yang ditambahkan berpengaruh terhadap kestabilan emulsi. Lemak atau minyak yang mengandung asam lemak jenuh lebih sukar diemulsikan daripada lemak atau minyak yang mengandung lemak tidak jenuh dengan satu atau dua ikatan rangkap dengan jumlah atom karbon yang sama (Christian and Saffle, 1967).
Emulsifier Emulsifier atau zat pengemulsi didefenisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surface active agent) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (suface tension) antara cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya untuk menurunkan tegangan permukaan menjadi hal yang menarik karena emulsifier memiliki struktur kimia yang mampu menyatukan kedua senyawa yang berbeda polaritasnya. Tingkat penurunan tegangan permukaan oleh senyawa pengemulsi berkisar antara 50 dyne/cm hingga kurang dari 10 dyne/cm (Sibuea, 2007). Emulsifier berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan menstabilkan emulsi. Menurunnya tegangan permukaan antar permukaan berarti mengurangi dalam cairan emulsi dan meningkatkan dispersi cairan yang satu ke dalam cairan yang lain. Untuk mendapatkan emulsi yang stabil seharusnya emulsifier membentuk lapisan tipis (film) antar permukaan, yaitu lapisan yang mengelilingi tiap butiran yang terdispersi agar butiran-butiran tidak bergabung kembali dengan butir-butir lainnya (Bennet, 1947). Menurut Winarno (1988), daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun pada air. Bila emulsifier tersebut lebih terikat pada air atau larut dalam air (polar) maka dapat lebih membantu
Universitas Sumatera Utara
terjadinya dispersi minyak dalam air (o/w). Sebaliknya bila emulsifier lebih larut dalam minyak (non polar) terjadilah emulsi air dalam minyak (w/o). Dulu orang memilih emulsifier berdasarkan perasaan dan perkiraan mengenai perilaku hidrofil-liofilnya dan tipe emulsi yang dihasilkan dengan fase lipid atau air yang diberikan. Pemilihan emulsifier dapat dilakukan berdasarkan nilai HLB (Hidrophile Lypophile Balance). Nilai HLB menyatakan rasio antar bagian hidrofilik (larut air) dengan bagian lifophilik (larut lemak) yang merupakan bagian dari sistem emulsi. Pemilihan emulsifier berdasarkan nilai HLB bertujuan untuk mengurangi sedapat mungkin banyaknya uji coba untuk menentukan emulsifier yang cocok (Griffin, 1954). Penyalutan jangka pendek (dalam hitungan menit/jam) atas senyawa yang larut dalam air bisa diperoleh dengan emulsi duplex atau air/minyak/air (W/O/W). Akan tetapi, untuk penyalutan jangka panjang di lingkungan air teknik ini tidak tepat. Bahan dinding adalah cairan, yang tidak mendukung bagi kekuatan dan penahanan. Kita dapat menggunakan lemak padat sebagai gantinya, tetapi ini tidak menyelesaikan isu pempartisian dan meningkatkan kesempatan pembentukan retak. Emulsifikator utama (untuk emulsi air dalam minyak) bisa mempercepat kebocoran dengan membentuk micelle-micelle terbalik dan umumnya dianggap tidak alami oleh konsumen. Singkatnya, teknik penyalutan yang ada tidak bisa digunakan sekarang ini untuk tujuan penahanan jangka panjang senyawa yang larut dalam air dalam aplikasi cairan, seperti makanan (Mellema, et al., 2006). Pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan tiga mekanisme: 1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis. 2. Pembentukan suatu lapisan antar muka yang kaku-pembatas mekanik untuk penggabungan.
Universitas Sumatera Utara
3.
Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk mendekati partikelpartikel.
(Lachman, et al., 1994). Emulsifier yang mempunyai nilai HLB rendah (2-8) cenderung larut dalam minyak, sedangkan yang mempunyai nilai HLB tinggi (14-18) cenderung larut dalam air. Nilai HLB emulsifier dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Kisaran nilai HLB emulsifier dan Penggunaannya Kisaran HLB 4 7 8 13
– – – –
6 9 18 15
Penggunaan Emulsifier w/o Bahan Pembasah Emulsifier o/w Detergen
Petrowski, (1976). Semua indeks paraffin wax yang telah dimodifikasi mendekati indeks lilin tawon alami. Katalis terbaik dipilih dan kondisi-kondisi operasional optimum dan efek panas dari reaksi ditentukan atas ukuran laboratorium. Penggunaan bahan pelarut transfer panas dan oksidan kuat meningkatkan secara signifikan jumlah asam dan jumlah saponifikasi produk dan penyingkatan periode reaksi, yang dengan demikian meletakkan dasar bagi rancangan reaktor dan produksi industri kontinu (Mellema, et al., 2006). Polisorbat adalah campuran sorbitol dan anhidridnya (sorbitans, merupakan kopolimer antar etilen oksid dan monoester dengan asam lemak). Etilen oksid yang diesterkan pada gugus hidroksi dengan asam lemak menghasilkan polisorbat. Adanya gugus polioksietilen dalam molekul menyebabkan sifat-sifat hidrofilik yang menonjol jika dibandingkan dengan ester asam lemak. Polisorbat digunakan sebagai zat pelarut dan pengemulsi. memadukan lebih dari satu surfaktan dapat digunakan untuk sistem emulsi yang mempunyai keseimbangan hidrofilik-lifofilik yang dikehendaki. Polisorbat dapat dilihat pada Tabel 3 dengan beberapa sifat.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Ester Polietilen Sorbitan Asam Lemak
Judul
Nama Kimia
Polisorbat 20 Polioksietilen 20 sorbitan monolaurat Polisorbat 40 Polioksietilen 20 sorbitan monopa lmitan Polisorbat 60 Polioksietilen 20 sorbitan
Nama Produk Nilai HLB Bentuk Tween 20
16,7
Cairan
Tween 40
15,6
Cairan
Tween 60
14,9
Cairan
Tween 80
15
Cairan
monostearat dan monolaurat Polisorbat 80 Polioksietilen 20 sorbitan monooleat (Doerge, 1982).
Sorbitan Esters, merupakan asam sorbitan terbentuk dari reaksi antara sorbitan dengan asam lemak. Sorbitan adalah produk dihidrasi dari gula alkohol yang dapat diperoleh secara alami yaitu sorbitol. Sampai saat ini hanya sorbitan monostearat, satusatunya ester sorbitan yang diizinkan digunakan dalam pangan dan umumnya digunakan dalam pembuatan kue, whipped topping, cake
icing, coffe whiteners dan pelapis
pelindung buah dan sayuran segar (Tarumingkeng, et al., 2007). Pengemulsi campuran seringkali lebih efektif dari pada pengemulsi tunggal. Kemampuan pengemulsi campuran untuk mengemas lebih kuat sehingga menambah kestabilan emulsi tersebut. Friberg et al., (1976) menyatakan bahwa (pengemulsi) emulgator campuran dapat berinteraksi dengan air untuk membentuk struktur gabungan tiga dimensi. Pengertian dasar emulsi klasik sebagai sistem dua fase dengan suatu lapisan monomolekular pengemulsi pada antarmuka harus diperbaiki. Emulsi harus dipandang sebagai tiga sistem komponen yang terdiri dari minyak, air, kristal-kristal cairan berbentuk lamellar, yang terakhir terdiri dari lapisan berturut-turut air pengemulsi (emulgator)-minyak-air.
Universitas Sumatera Utara
Trietanolamina Trietanolamina adalah salah satu senyawa organik yang dapat digunakan sebagai templat. Trietanolamina adalah senyawa organik yang memiliki tiga gugus etanol dan satu gugus amina. Trietanolamina merupakan senyawa organik yang bersifat basa lemah karena mempunyai pasang elektron bebas pada nitrogennya. Trietanolamina mempunyai rumus molekul C6H15NO3 mempunyai massa molar 149,2 g/mol. Trietanolamina dapat disintesis dari etoksida dan amoniak. Reaksi ini juga menghasilkan monoetanolamina dan dietanolamina. (http://www.htmtrietanol.htm., 2009).
Asam Oleat Asam oleat merupakan sebuah asam jenuh-tunggal yang sederhana dan umum. Asam oleat adalah sebuah asam omega 6. Ini berarti bahwa ikatan C=C pertama berawal pada atom karbon ke-enam dari ujung CH3. Asam linoleat adalah sebuah asam omega 3, karena ikatan C=C pertama berawal pada atom karbon ke-tiga dari ujung CH3. Karena hubungannya dengan lemak dan minyak, semua asam di atas terkadang disebut sebagai asam lemak. (http://www.chem-is-try.org., 2009)
Stabilitas Emulsi Sifat emulsi ditentukan oleh sistem gaya yang terbentuk oleh komposisinya, jenis bahan yang membentuk emulsi dan interaksi antara bahan-bahan tersebut. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi menurut Griffin, (1954) dapat dibedakan menjadi lima yaitu ukuran partikel, jenis dan jumlah pengemulsi, perbedaan densitas antara kedua fase, pergerakan partikel, serta viskositas fase eksternal.
Universitas Sumatera Utara
Penggabungan partikel dapat dihambat dengan menambahkan bahan pengemulsi yang mempunyai aksi pelindung koloid dan meningkatkan viskositas fase eksternal. Ketidakstabilan emulsi dapat disebabkan oleh banyak hal diantaranya; tidak sesuainya rasio antar fase minyak dan air, jumlah dan pemilihan emulsifier yang salah, ketidakmurnian di dalam fase air, minyak atau emulsifier, pemanasan yang berlebihan, pembekuan serta waktu dan kecepatan pencampuran yang tidak tepat atau cocok (Bennet, 1947). Dasar teori kestabilan emulsi menurut Petrowski, (1976) adalah keseimbangan antara gaya tarik dan gaya tolak partikel. Gaya tolak elektrostatik bersifat menstabilkan karena gaya ini cenderung mempertahankan butiran-butiran yang terpisah. Sebaliknya gaya tarik menurunkan kestabilan emulsi, tetapi jika agregat terbentuk maka sifat fisik dan mekanik lainnya akan tetap mencegah tahap lanjut pengrusakan kestabilan partikelpartikel yang bergabung. Zat aktif permukaan diarahkan pada suatu cara khusus pada antar muka. Bagian hidrofilik berada dalam fase air sedangkan bagian lipofiliknya berada dalam fase minyak. Selanjutnya zat aktif permukaan berorientasi pada antarmuka
adalah
berkurangnya sedikit demi sedikit tegangan permukaan dengan berjalannya waktu seiring dengan penambahan zat aktif permukaan sampai dicapai suatu harga konstan. Sifat ini melukiskan bahwa molekul-molekul zat aktif permukaan berdifusi melalui air sampai mencapai antarmuka dimana molekul-molekul tersebut diadsorbsi membentuk sistem yang stabil (Lachman, et al., 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi dan mengontrol emulsi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor-faktor yang dapat dikontrol dan faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol. Faktor-faktor yang dapat dikontrol antara lain perbedaan kerapatan antara
Universitas Sumatera Utara
kedua fase, kohesi dari fase internal, bagian padatan dari emulsi dan perbedaan suhu udara. Sedangkan faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol adalah ukuran dari globula fase terdispersi, viskositas dari pendispersi, penyebaran ukuran globula pada fase terdispersi dan tegangan permukaan dari antar kedua fase (Glicksman, 1969). Stabilitas emulsi adalah sifat emulsi tanpa adanya koalesen dari fase intern, kriming, dan terjaganya rupa yang baik, bau, warna dan sifat-sifat fisis yang lainnya. Peneliti lain mendefenisikan bahwa ketidakstabilan fisis suatu emulsi adalah adanya agglomerasi dari fase intern dan terjadi pemisahan produk (Anief, 1999). Cukupnya bahan yang membentuk lapisan antar muka penting untuk melindungi seluruh permukaan dari tiap tetesan dalam fase. Pembentukan emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak tergantung pada derajad kelarutan dari zat pengemulsi dalam kedua fase tersebut (Ansel, 1989). Creaming adalah proses yang bersifat reversible, berbeda dengan proses pecahnya emulsi yang bersifat irreversible. Flokul cream dapat mudah didispersi kembali, dan terjadi campuran homogen bila digocok perlahan-lahan, karena butir-butir tetesan tetap dilingkupi dengan film pelindung. Sedangkan koalesen, dengan pengojokan sederhana akan gagal untuk mensuspensi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil, karena film yang meliputi partikel sudah rusak (Anief, 1999). Menurut Paul and Palmer, (1972) terjadinya pengkriman, inversi dan deemulsifikasi pada suatu sistem emulsi menunjukkan bahwa emulsi tersebut tidak stabil. Pengkriman merupakan proses pemisahan emulsi menjadi dua bagian yaitu krim dan skim. Dibandingkan dengan keadaan emulsi awalnya, krim adalah suatu emulsi yang kaya akan fase internal sedangkan skim merupakan emulsi dengan fase internal yang lebih sedikit. Selama proses pengkriman, emulsi tidak pecah tetapi selama proses
Universitas Sumatera Utara
tersebut terjadi penggabungan, penggumpalan dan akhirnya emulsi pecah atau deemulsifikasi. Perubahan emulsi o/w menjadi w/o dan sebaliknya disebut dengan istilah inversi. Terjadinya inversi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis dan jumlah pengemulsi, perubahan konsentrasi salah satu fase, dan ion-ion yang terdapat dalam emulsi (Anief, 1999). Studi-studi tentang kelembaban relatip menunjukkan adanya hubungan terbalik konsisten dengan endapan lilin. Laporan-laporan menunjukkan bahwa penurunan kelembaban selama ekspansi daun menyebabkan peningkatan ketebalan cuticle per satuan luas daun. Studi lain menunjukkan bahwa perkembangan cuticle berkorelasi dengan intensitas sinar, atau penaungan tumbuhan. Sebuah studi menemukan bahwa penaungan mengurangi endapan lilin epicuticular pada daun oat dan barley (Ramsey, 1997). Deemulsifikasi merupakan fenomena pecahnya suatu emulsi yang sesungguhnya. Pada deemulsifikasi ini terjadi penggumpalan fase internal. Kondisi-kondisi perlakuan yang dapat menyebabkan deemulsifikasi antara lain pembekuan dan pencairan, pemanasan, pengguncangan dan penambahan asam, basa dan garam. (Bennet, 1947).
Analisa Sifat Fisik Emulsi Beberapa sifat fisik yang mempengaruhi emulsi diantaranya adalah stabilitas relatif emulsi, viskositas, dan ukuran globula (partikel). 1. Stabilitas Relatif Emulsi Dasar teori stabilitas emulsi adalah keseimbangan antara gaya tolak dan gaya tarik menarik yang bekerja dalam sistem. Stabilitas emulsi akan mencapai maksimum apabila gaya tolak antara globula-globula fase tidak kontinyu mencapai maksimum.
Universitas Sumatera Utara
Sebaliknya gaya tarik-menarik mencapai minimum. Gaya tolak menolak berasal dari lapisan ganda dan gaya tarik menarik berasal dari gaya Van der Waals (Petrowski, 1976). 2. Ukuran Partikel Ukuran dari partikel ini tergantung dari tipe dan konsentrasi dari pengemulsi, perlakuan mekanik seperti penggunaan koloid mill, homogenizer, cara dan waktu penyimpanan produk. Kebanyakan emulsi mempunyai ukuran droplet lebih kecil dari 0.25 µm diameternya. Untuk droplet paling besar mempunyai diameter sekitar 50 µm. Beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk memperkirakan droplet adalah dengan menggunakan light scattering, sedimentasi atau dengan menggunakan lubang khusus untuk mengukur besar partikel (Fennema, 1985). Partikel-partikel bahan isi anorganik memberikan ‘bibit’ di antara molekulmolekul paraffin dan lilin tawon yang diharapkan mempengaruhi struktur lilin cair. Campuran leburan paraffin dan lilin tawon menjadi bertekstur gel dengan penambahan bahan isi; efek ini sebanding dengan kandungan bahan isi campuran akhir. Konsentrasi bahan isi lebih dari 10% menghambat peleburan bahan di dalam rentang temperatur yang diinginkan. Sifat ini dianggap potensial berguna dalam aplikasi lilin tertentu, seperti pada pola pembentukan untuk cetakan. Karena itu, dari sudut pandang praktis, penyatuan bahan isi bisa memberikan keuntungan tertentu bila dibandingkan dengan bahan tradisional (Kotsiomiti and Mc Cabe, 1997). 3. Viskositas Peningkatan
rasio
minyak/air
berarti penurunan
fase
pendispersi
dan
meningkatnya fase terdispersi. Penurunan fase pendispersi ini mengakibatkan viskositas
Universitas Sumatera Utara
akan semakin meningkat. Jadi apabila konsentrasi fase terdispersi ditingkatkan maka akan diikuti oleh peningkatan viskositas yang dihasilkan (Jost, et al., 1986). Faktor penyimpanan juga mempengaruhi viskositas dari emulsi. Semakin lama produk disimpan makin rendah viskositasnya. Hal ini disebabkan karena adanya protonisasi hal ini menyebabkan penurunan pada daya pengikat dari bahan penstabil dan menunjang terbukanya konfigurasi polimer (Jost, et al., 1986).
Cara Pembuatan Emulsi Lilin 1. Lilin Madu disaring atau disentrifus dari sel sarang madu, kemudian sel
sarang
dipanaskan pada suhu 66-71oC (150-160oF) malam akan melebur dan mengapung diatas sisa madu, dan setelah didinginkan malam mudah diperoleh (Sihombing, 1992). Pengekstrakan lilin sebanyak 0.24 kilogram kemudian dikeringkan dengan kloroform yang menghasilkan 1.5 gm. Dari hasil pengekstrakan, yang mana sebuah cahaya yang berwarna hijau pada lilin tersebut mencair pada 68° dan akan mengeras pada 60° dan munculnya zat yang tidak berbentuk yang berbentuk yang berwarna kekuning-kuningan yang akan mencair pada saat 240°, hal itulah yang memberikan sebuah reaksi positif bagi experimen yang dilakukan oleh Liberman (Markley, et al., 1935). Sarang lebah yang sudah tua direndam di dalam air selama beberapa jam dibersihkan untuk melarutkan material-material dari dalam sel sarang. Jika tahap ini tidak berjalan dengan baik, lilin akan menyerap kotoran dan juga warna. Setelah sel sarang dibersihkan, dicairkan pada air panas. Cairan lilin akan mengapung pada bagian permukaan dan material-material asing yang ada dalam sel sarang akan larut dalam air panas tersebut. Setelah dingin lilin akan terbentuk pada bagian atas air (Abrol, 1997).
Universitas Sumatera Utara
2. Emulsi Lilin Lilin ditimbang, dicairkan dan emulsifier ditambahkan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan pada suhu yang ditentukan. Air panas ditambahkan hingga emulsi tipe lemak di dalam air (O/W) terbentuk. Emulsi lilin yang masih panas didinginkan dengan air mengalir (http://www.nrdcindia.com., 2007). Lilin diberikan dalam bentuk emulsi. Penggunaan emulsi lilin dalam air lebih aman dibandingkan pelarut jenis lain yang mudah terbakar. Emulsi lilin hendaknya menggunakan air suling/aquadest tidak boleh menggunakan air sadah karena garamgaram yang terkandung dalam air sadah akan merusak emulsi lilin. Bahan pengemulsi yang biasa digunakan adalah trietanolamin (TEA) dan asam oleat (Lolit Jeruk, 2004).
Penelitian Sebelumnya Konsentrasi lilin yang digunakan untuk buah jeruk berkisar 4%-12%. Pembuatan emulsi dengan pengemulsi trietanolamin (TEA) dan asam oleat menggunakan perbandingan lilin:TEA:asam oleat, 6:2:1. Misalnya untuk pembuatan emulsi lilin 6%, dibutuhkan 60% lilin, 20% TEA dan 10% asam oleat. Jumlah air (aquadest) yang ditambahkan adalah hasil pengurangan 1000 ml – (60+20+10) = 910 ml aquadest (Linolit Jeruk, 2004). Menurut Ginting, (1995) pada pembuatan emulsi lilin 12% sebanyak 1 liter kemudian emulsi lilin ini dapat diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Sebanyak 120 ml dipanaskan sampai mencair di dalam beaker glass. Kemudian ke dalam 25 ml air panas ditambahkan 40 ml trietanolamin. Sebelumnya ke dalam mortar dimasukkan air panas supaya mortar ini menjadi panas. Setelah mortar panas airnya dibuang. Kemudian ke dalam mortar tersebut dimasukkan lilin dengan asam oleat yang
Universitas Sumatera Utara
sudah dicampur secara perlahan-lahan diaduk sampai terjadi emulsi lilin. Kemudian ditambahkan sisa air panas sebanyak 795 ml sehingga terbentuk emulsi sebanyak 1 liter. Kemudian emulsi dapat diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Selanjutnya menurut Batubara, (2001) pembuatan emulsi lilin dibuat dengan melebur 120 g lilin lebah dalam wadah (sampai bersuhu 90-95oC); lalu ditambahkan 20 ml asam oleat sedikit demi sedikit dan mengaduknya perlahan; menambahkan 40 ml trietanolamin sambil mengaduk. Pembuatan emulsi dilanjutkan dengan mengencerkan campuran tersebut dengan air panas (suhu 90-95oC) sampai volume 1000 ml lalu dihomogenisasi dengan mixer selama ± 15 menit dan akhirnya mendinginkannya untuk digunakan lebih lanjut. Hasil akhir dari formulsi ini menghasilkan emulsi lilin dengan konsentrasi 12 %.
Universitas Sumatera Utara