BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi Lebah Madu Lebah madu merupakan serangga yang berperan penting dalam
menghasilkan madu. Serangga ini mengubah nektar yang dihasilkan tanaman menjadi madu dan selanjutnya madu akan disimpan di dalam sarang lebah madu, yang bertujuan untuk cadang makanan anak-anak lebah (Suranto, 2014). Menurut (Yazid dan Lisda, 2006) Lebah madu diklasifikasikan sebagai berikut:
2.2
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Hymenoptera
Famili
: Apidea
Genus
: Apis
Spesies
: Apis dorsata(Yazid dan Lisda, 2006).
Madu Madu murni menurut Farmakope Indonesia adalah madu yang diperoleh
dari sarang lebah Apis mellifera dan spesies lainnya yang telah dimurnikan dengan pemanasan 70 oC. Setelah dingin, kotoran yang mengapung disaring. Selanjutnya, madu dapat ditambahkan dengan air secukupnya untuk pengenceran
3 Universitas Sumatera Utara
sehingga bobot madu per ml memenuhi persyaratan yang telah dilakukan (Sarwono, 2001). Menurut FDA (USA) defenisi dari madu asli adalah nektar dari tanaman yang dikumpulkan, diolah, dan simpan dalam sarangnya oleh lebah madu (Winarno, 1981).
2.3 Madu Hutan 2.3.1 Pengertian Madu Hutan Madu hutan adalah madu yang dihasilkan dari lebah yang mencari makan dari bunga-bunga tanaman dihutan dan membentuk sarangnya didahan-dahan pepohonan hutan. Bentuk madu merupakan cairan Warnanya bening atau kekuningan pucat samapai cokelat kekuningan. Rasanya khas, yaitu manis dengan aroma yang enak dan segar. Jika dipanaskan, aromanya menjadi lebih kuat tetapi bentuknya tak berubah (Sarwono, 2001). Madu adalah zat manis alami yang dihasilkan oleh lebah madu dengan bahan baku nektar bunga. Nektar adalah senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar tanaman dalam bentuk larutan gula. Nektar dikumpulkan lebah pekerja dari bunga dengan cara mengisapnya memakai mulut melalui kerongkongan, lalu masuk ke perut didalam abdomen (Sarwono, 2001) . Lebah pekerja menghisap madu dan mengunyahnya selama 20 menit, lalu memuntahkanya kembali sambil menambah enzim yang disebut enzim invertase dan amilase. Enzim ini akan mengubah sukrosa menjadi dekstrosa dan levulosa. Sebelumnya bahan tersebut masih mengandung kadar air yang rendah (17%) dan tinggi gula buah yaitu fruktosa. Kadar air yang rendah akan menjaga madu dari 4 Universitas Sumatera Utara
kerusakan untuk jangka waktu relatif lama dan mencegah terjadinya peragian pada madu, lalu madu disimpan dalam sel-sel sarang setetes demi setetes didalam bilik penyimpanan, tujuan penyimpanan madu tersebut merupakan pakan cadangan bagi anak-anak lebah (Sihombing, 1997 ; Sarwono, 2001). Nektar biasanya dinilai dari kuantitas (dalam mg) dan konsentrasi (%) gula yang dikandung nektar pada satu bunga dalam 24 jam. Dari penilaian inilah diperoleh “nilai gula” (sugar value) yakni banyak gula (dalam mg) per bunga per 24 jam. Banyak gula dan konsentrasinya dalam nektar berfluktuasi oleh faktor eksternal dan internal, seperti kharakteristik spesies tumbuhan, hal ini penting sebagai bahan untuk menghasilkan madu. Faktor internal yang berpengaruh terhadap produksi nektar dan kadar gulanya sebagian terletak pada tumbuhan itu sendiri. Ukuran bunga, luas permukaan nektari, umur tumbuhan, umur bunga, spesies, varietas dan kultivar mempengaruhi nektar yang dihasilkan. Faktor eksternal yang mempengaruhi nektar dan kandungan gulanya adalah kelembapan tanah, pemakaian pupuk, temperatur, angin, dan lama sinar dalam sehari mempengaruhi nektar (Sihombing, 1997). 2.3.2 Penggolongan Madu Menurut Sarwono (2001), penggolongan madu berdasarkan asal nektar dibedakan atas 2 golongan, yaitu: 1. Madu flora adalah madu yang dihasilkan dari nektar bunga yang berasal dari satu jenis bunga yang disebut monoflora, yang berasal dari aneka ragam bunga disebut poliflora. Madu ekstraflora adalah madu yang dihasilkan dari nektar diluar bunga, seperti daun, cabang, atau batang tanaman.
5 Universitas Sumatera Utara
2. Madu embun adalah madu yang dihasilkan dari cairan hasil sukesi serangga, yang kemudian eksudatnya diletakkan di bagian tanaman. Selanjutnya cairan itu dihisap dan dikumpulkan oleh lebah madu. Madu ini berwarna gelap dengan aroma yang tajam . Menurut Sarwono (2001), Penggolongan madu didasarkan proses pengambilannya dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu: 1. Madu Ekstraksi (Extracted Honey) adalah madu yang diperoleh dari sarang yang tidak rusak dengan cara memutarnya memakai ekstraktor. 2. Madu Paksa (Strained Honey) adalah madu yang diperoleh dengan paksa tidak sesuai dengan masa panen. 3. Merusak sarang lebah lewat pengepresan, penekanan atau lewat cara lain. 2.3.3 Komposisi Madu Menurut Sihombing (1997), zat-zat atau senyawa yang terkandung dalam madu sangat kompleks dan kini telah diketahui tidak kurang dari 181 macam zat atau senyawa dalam madu. Mungkin dimasa datang akan ditemukan lagi senyawa lain bila penelitian terus dilakukan. Komposisi madu ditentukan oleh dua faktor utama yakni komposisi nektar asal madu bersangkutan dan faktor-faktor eksternal tertentu. 1. Monosakarida dan Disakarida Dalam Madu Monosakarida adalah jenis gula yang sangat dominan terdapat pada madu. Jenis monosakarida tersebut
adalah levulosa dan hanya sebagian kecil kandungan
madu yang kadar dekstrosa mencakup 85-90 % dari karbohidrat yang terdapat didalam madu dan hanya sebagian kecil madu yang mengandung karbohidrat jenis oligosakarida dan polisakarida. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa 6 Universitas Sumatera Utara
kandungan karbohidrat jenis disakarida paling sedikit ada sebelas selain kandungan sukrosa yang terdapat didalam madu dan merupakan untuk pertama kali diisolasi dari bahan alami. Disakarida yang diidentifikasi dalam madu adalah maltosa,
isomaltulosa,
nigerosa,
turanosa,
maltulosa,
kojinosa,
eukrosa,
neotrehalosa, gentioiosa, laminaribiosa dan satu senyawa pada madu yang belum diketahui namanya. 2. Trisakarida dan Gula Berantai Panjang Dalam Madu Sekitar tahun 50-an telah diketahui kandungan trisakarida yang terdapat dalam madu
adalah
melezitosa,
erlosa,
fruktomaltusa,
ketosa,
rafinosa,
dan
dekstrantriosa. Pada tahun 60-an ditemukan adanya karbohidrat jenis polisakarida didalam madu, yakni erlosa, isomaltotrioasa, isopanosa, panosa, maltotrioasa dan centosa. 3. Asam Dalam Madu Ciri rasa (flavor) dan aroma pada madu sebagian di sumbang oleh senyawa-senyawa asam-asam yang di kandungnya, sumbangan lain adalah pelindung terhadap mikroorganisme (pH madu 3,91). Paling sedikit ada sebelas senyawa jenis asam yang di ketahui terdapat dalam madu. Keasam pada madu di tentukan oleh disosiasi ion hidrogen dalam larutan air pada madu, namun sebagian besar juga di sumbang oleh kandungan berbagai macam mineral memiliki pH yang tinggi. 4. Vitamin Pada Madu Madu banyak mengandung vitamin yang sangat baik bagi tubuh, seperti vitamin yang larut di dalam air yaitu tianin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), piridoksin (vitamin B6), namun vitamin-vitamin lain juga seperti biotin, asam
7 Universitas Sumatera Utara
folat, dan asetilkholin terdapat juga dalam madu. Madu juga mengandung vitamin-vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin K yang ekivalen dengan 25 µg menadion per 100 gram madu. Menurut Suranto (2004), komposisi kimia dari madu per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Komposisi Kimia Madu Per 100 gram Komposisi Kalori Kadar Air Protein Karbohidrat Abu Tembaga Fosfor Besi Mangan Magnesium Thiamin Riboflavin Niasin Lemak Ph Asam Total
Jumlah 328 kal 17,2 g 0,5 g 82,4 g 0,2 g 4,4-9,2 mg 1,9-6,3 mg 0,06-1,5 mg 0,02-0,4 mg 1,2-3,5 mg 0,1 mg 0,02 mg 0,20 g 0,1 g 3,4-4,5 43,1 mg
5. Enzim Pada Madu Dua enzim yang sangat dominan terdapat pada madu, yakni emzim diastase dan invertase. Konsep enzim yang lama menggolongkan enzim amilasemenjadi 2 yaitu, kelompok pertama adalah α-amilase (amiloklastik atau amilitik) yang memutuskan rantai pati menjadi dekstrin dan menghasilkan hanya sedikit gula tereduksi. Kelompok kedua yaitu β-amilase (sakharogenik) yang memutuskan gula tereduksi maltose dan ujung rrantai pati. Derajat keasaman optimum bagi α-amilase berkisar antara 5,0 pada suhu 22-30oC sampai derajatkeasaman 5,3 pada suhu 45-50oC, sedangkan untuk β-amilase adalah 5,3 8 Universitas Sumatera Utara
pada suhu 45-50oC. Kebanyakan derajat keasaman optimum bagi enzim diastase pada madu adalah 5,3. 2.3.4 Manfaat Madu Dalam Bidang Farmasi manfaat madu sangat banyak dan beragam, penggunaan madu dalam bidang kosmetik dan juga dalam bidang obat-obatan dimulai dari kurang lebih 2500 tahun yang lalu. Hippocrates telah berhasil menemukan madu sebagai obat dalam penyembuhan luka, dan semenjak hal tersebut penggunaan dan manfaat madu berkembang mengingat kandungan madu yang sebagian besar terdiri dari karbohidrat jenis monosakarida yaitu seperti glukosa dan banyak digunakan dalam obat untuk penyembuhan bermacam-macam penyakit (Sumoprastowo dan Agus, 1993). 2.3.5 Syarat Mutu Madu Tabel 2.2Tabel Mutu Madu berdasarkan Standart Nasioanal Indonesia menurut SNI 01-3545-2013 No A 1 2 B 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12
Jenis uji Uji organoleptik Bau Rasa Uji Laboratoris Aktifitas enzim diastase Hidroksimetilfurfural (HMF) Kadar air Gula pereduksi (glukosa) Sukrosa Keasaman Padatan tak larut dalam air Abu Cemaran Logam 9.1 Timbal (Pb) 9.2 Cadmium (Cd) 9.3 Merkuri (Hg) Cemaran Arsen Kloramfenikol Cemaran Mikroba : 12.1 Angka Lempeng Total (ALT)
Satuan
Persyaratan
-
Khas madu Khas madu
DN mg/kg %b/b %b/b %b/b Ml NaOH/kg %b/b %b/b Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Koloni/g
Min 3*) Maks 50 Maks 22 Min 65 Maks 5 Maks 50 Maks 0,5 Maks 0,5 Maks 2,0 Maks 0,2 Maks 0,03 Maks 1,0 Tidak terdeteksi <5x10ᵌ
9 Universitas Sumatera Utara
12.2 Angka Paling Mungkin (APM) APM/g <3 koliform 12.3 Kapang dan Khamir Koloni/g <1x10 CATATAN : Persyaratan ini berdasarkan pengujian setelah madu dipanen Sumber: SNI 01-3545-2013
2.4 Gula Pereduksi 2.4.1 Pengertian Gula Pereduksi Gula perduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Sifat mereduksi ini disebabkan adanya gugus karbonil dan hidroksi yang bebas dan reaktif, mudah dioksidasi oleh reagen yang relatif lemah seperti larutan basa encer ion kupri yang akan tereduksi kupro (McGilvery, 1996). 2.4.2 Gula Pereduksi Jenis Monosakarida Monosakarida (C6H12O6) adalah gula yang paling sederhana yang terdiri dari molekul tunggal. Tata nama monosakarida tergantung dari gugus fungsioanal yang dimiliki dan letak gugus hidroksilnya. Berdasarkan jumlah atom karbon yang dimiliki, monosakarida jenis yang lain yaitu: Triosa (3 karbon), Tetrosa (4 karbon), Pentosa (5 karbon), Heksosa (6 karbon). Monosakarida yang penting adalah gula yang mempunyai 6 karbon, contohnya : glukosa, fruktosa, dan galaktosa (Budiyanto, 2011). Sebagian besar karbohidrat, terutama golongan monosakarida dan disakarida, mempunyai sifat mereduksi. Contohnya: glukosa, fruktosa, galaktosa, laktosa dan maltose. Sifat mereduksi dari karbohidrat disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau gugus keton bebas dan dapat juga karena mempunyai gugus hidroksil bebas yang reaktif (Yazid dan Lisda, 2006).
10 Universitas Sumatera Utara
2.5 Sukrosa 2.5.1 Pengertian Sukrosa Sukrosa umumnya dikenal sebagai gula meja, dan diperoleh dari tebu atau gula bit. Buah-buahan dan sayuran juga secara alami mengandung sukrosa. Ketika sukrosa dikonsumsi, enzim beta-fructosidase memisahkan sukrosa menjadi unitunit gula individu glukosa dan fruktosa. Kedua gula kemudian diambil oleh mekanisme transportasi khusus mereka. Tubuh merespon kadar glukosa dari makanan dengan cara biasa. Namun, penyerapan fruktosa terjadi pada waktu yang sama. Tubuh akan menggunakan glukosa sebagai sumber energi utama dan kelebihan energi dari fruktosa, jika tidak dibutuhkan, akan dituangkan ke dalam sintesis lemak, yang dirangsang oleh insulin dilepaskan dalam menanggapi glukosa. 2.5.2 Fungsi Sukrosa Fungsi Sukrosa, Tubuh Anda membutuhkan pasokan konstan energi. Sebagai karbohidrat, sukrosa menyediakan tubuh Anda dengan energi yang dibutuhkan untuk melakukan fungsi fisik dan mental. Fruktosa dan glukosa yang dimetabolisme oleh tubuh Anda untuk melepaskan energi untuk sel-sel Anda. Energi yang dihasilkan selama metabolisme membantu tubuh Anda melakukan kedua kegiatan fisik dan mental (Ratnayanti, 2008). 2.6 Metode Luff Schoorl Metode Luff Schoorl merupakan suatu metode atau cara penentuan monosakarida dengan kimiawi. Penentuan titrasi dengan menggunakan Natrium Tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekivalen dengan kuprooksida
11 Universitas Sumatera Utara
yang terbentuk dan juga ekivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mulamula kuprooksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam Kalium iodida. Banyak iod yang dapat diketahui dengan titrasi dengan menggunakan Natrium tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan Indikator Amilum. Apabila larutan berubahwarnanya dari biru menjadi putih, adalah menunjukkan sudah selesai (Sudarmadji, 1996).
12 Universitas Sumatera Utara