BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Teori Tentang Kompensasi
II.1.1 Pengertian dan Tujuan Kompensasi Kompensasi atau imbalan merupakan salah satu fungsi yang penting dalam Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), hal ini sesuai dengan pendapat Ivancevich, (2004), yang menyatakan : “Compensation is the human resource management fanction that deals with every type of reward individuals receive for performing organizational tasks. “Kompensasi dalam fungsi manajemen sumber daya manusia yang berhubungan dengan kompensasi / imbalan yang diterima oleh karyawan sebagai pertukaran karena melakukan tugas dalam organisasi. “The term compensation refers to all forms of financial return and tangible benefits that employees receive as part of an employment relationship, (Benardin, 2003).” Artinya kompensasi menunjukan semua bentuk hasil finansial dan keuntungan-keuntungan nyata yang diterima karyawan sebagai bagian dari suatu hubungan pekerjaan. Kompensasi (imbalan) merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang berhubungan dengan setiap jenis imbalan menjadi semakin penting bagi manajemen sumber daya manusia. Sistem kompensasi membantu dalam memberi penguatan bagi nilai-nilai kunci organisasi serta memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi.
Dalam usaha untuk mencapai tujuan organisasi, pihak perusahaan memberikan kepada para karyawannya sesuatu yang mereka inginkan dan butuhkan, dimana pemberian rewards atau imbalan jasa yang diberikan oleh pihak perusahaan dalam berbagai bentuk jumlah dan jenis yang berbeda-beda. Rivai (2004), menyatakan bahwa:”Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia yang berhubungan dengan semua jenis penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian”. Milkovich dan Newman (1999) menyatakan, secara harfiah kompensasi berarti untuk memberi imbalan, mengganti, memperbaiki. Hal ini berarti suatu pertukaran. Secara tradisional, kompensasi dianggap sebagai sesuatu yang diberikan oleh seorang atasan “Literally, compensation means to counterbalance, to offset, to make up for, It Implies an exchange…, Tradionally, compensation is thought of as something given by one’s supervisor” Dessler dalam Molan (1998) menyatakan bahwa “Kompensasi karyawan merujuk pada semua bentuk upah atau imbalan yang berlaku bagi dan muncul dari pekerjaan mereka, dan mempunyai dua komponen. Ada pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, bonus dan ada pembayaran yang tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan uang liburan yang dibayarkan majikan”. Simamora (1997), mengartikan kompensasi sebagai imbalan-imbalan financial (financial reward) yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian dengan sebuah organisasi sebagai ganti bagi kontribusi organisasi. Davis (1993) berpendapat bahwa kompensasi mempunyai arti lebih dari gaji ataupun upah, tetapi juga termasuk insentif yang dapat mendorong karyawan untuk
bekerja dan mempunyai hubungan dengan biaya produktivitas. Selain itu tunjangan dan service juga merupakan bagian kompensasi yang turut mempengaruhi seseorang bekerja. Menurut Ivancevich (2004), kompensasi adalah balas jasa yang berupa finansial maupun non finansial. Kompensasi finansial terdiri dari 2 (dua) bentuk, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Kompensasi finansial yang langsung berbentuk pembayaran pada karyawan yang dapat berupa upah, gaji, bonus dan komisi. Sedangkan finansial yang tidak langsung berupa tunjangan dan semua balas jasa yang bersifat tetap, tetapi bukan termasuk kompensasi finansial langsung. Untuk balas jasa non finansial dapat berupa pujian, harga diri, dan pengakuan terhadap prestasi yang telah dilakukan karyawan. Sebagaimana dinyatakan Mondy dan Noe (1993) bahwa: “ Manajemen Sumber daya manusia merupakan pemanfaatan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan. Bagi perusahaan, pegawai bekerja diharapkan dapat mencapai tujuan perusahaan. Sedangkan bagi pegawai, salah satu tujuan bekerja untuk memperoleh imbalan (kompensasi) sebagai timbal balik dari pekerjaan yang dilakukannya”. Menurut DeLuca (1993), definisi kompensasi adalah total jumlah pembayaran yang diberikan kepada karyawan sebagai pengganti atas jasa yang diberikan perusahaan. Menurut Milkovich dan Newman (1999) kompensasi berbeda oleh 4 (empat) kelompok yaitu:
1. Kelompok Masyarakat Kelompok ini memandang kompensasi sebagai ukuran keadilan, misalnya perbandingan gaji karyawan laki-laki dan perempuan. Kelompok pelanggan menganggap bahwa kompensasi karyawan perusahaan bukanlah tanggung jaawab mereka. 2. Kelompok Pemegang Saham Para pemegang saham mempunyai ketertarikan khusus pada kompensasi para eksekutif, yang rata-rata percaya untuk mengaitkan gaji para eksekutif dengan kinerja keuangan perusahaan. 3. Kelompok Karyawan Karyawan menganggap bahwa kompensasi merupakan pertukaran atas jasa yang diberikan atau imbalan atas pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Bagi beberapa karyawan, kompensasi merefleksikan nilai kemampuan dan keadilan mereka, atau pengembalian untuk pendidikan dan pelatihan yang telah mereka dapatkan. 4. Kelompok Manajer Para menajer mempunyai 2 (dua) kepentingan dalam kompensasi: a. Sebagai biaya yang paling besar yang disebabkan karena tekanan dalam persaingan. Dari penelitian di banyak perusahaan, biaya SDM mencapai lebih dari 50% dari biaya total yang dikeluarkan oleh perusahaan. Bahkan di perusahaan jasa angka ini dapat lebih besar.
b. Sebagai suatu pengaruh atas sikap kerja dan tingkah laku karyawan dan kinerja organisasi. Menurut Nawawi (1996), kompensasi bagi organisasi/perusahaan berarti penghargaan/ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya melalui kegiatan yang disebut bekerja. Dari pengertian tersebut segera terlihat adanya dua pihak yang memikul kewajiban dan tanggung jawab yang berbeda, tetapi saling mempengaruhi dan saling menentukan. Pihak pertama adalah para pekerja yang memikul kewajiban dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan yang disebut bekerja. Sedangkan pihak yang kedua adalah organisasi/perusahaan yang memikul kewajiban dan tanggung jawab memberikan penghargaan atau ganjaran atas pelaksanaan pekerjaan oleh pihak pertama. Kewajiban dan tanggung jawab itu muncul karena antara kedua belah pihak terdapat hubungan kerja di dalam sebuah organisasi/perusahaan. Dari sisi lain terlihat juga dalam pengertian tersebut bahwa pekerjaan yang dilaksanakan itu harus relevan, sehingga
merupakan
kontribusi
dalam
usaha
mewujudkan
tujuan
organisasi/perusahaan. Sistem kompensasi yang memadai dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan, mempertahankan karyawan yang potensial, serta merupakan faktor yang dapat menarik calon karyawan yang berkualitas untuk bergabung. Apapun pandangan masing-masing kelompok dalam kompensasi mengacu pada semua bentuk pengembalian finansial. Pemberian imbalan yang tampak yang didapatkan sebagai bagian dari hubungan kepegawaian. Tujaun dari sistem
kompensasi itu sendiri adalah dengan menggunakan biaya secara efektif, menarik karyawan baru, dan memotivasi karyawan untuk mencapai kemampuan bersaiang, seperti yang tertuang dalam gambar dibawah ini:
Gambar II.1 Sistem Kompensasi yang Efektif
Dalam sistem kompensasi yang efektif: kebijakan penggajian dipilih untuk membantu pencapaian tujuan sistem penggajian. Ada 4 (empat) dasar kebijakan penggajian yang harus dipertimbangkan dalam menentukan gaji, menurut Milkovich dan Boudreau (1997), yaitu: 1.
External Competitiveness (Persaingan dengan eksternal) Mengacu pada perbandingan penggajian antara organisasi yang satu dengan organisasi saingannya. Ada 2 (dua) akibat dari kebijakan ini yaitu: a. Jika karyawan melihat bahwa gaji mereka tidak sebanding dengan karyawan lain dalam organisasi lain, maka mereka akan keluar.
b. Biaya sumber daya manusia akan memberi dampak tambahan biaya total sumber daya manusia yang kemudian akan mempengaruhi harga barang dan jasa yang diproduksi oleh organisasi. Biaya sumber daya manusia ini harus ditetapkan pada suatu tingkat dimana perusahaan dapat memaksimalkan tingkat efisiensinya. 2.
Internal Alignments (Kesamaan Internal) Mengacu pada perbandingan antara posisi jabatan atau keahlian dalam perusahaan sendiri. Jadi ini merupakan perbandingan antar oposisi, atau gaji yang dibayarkan berdasarkan nilai jabatan.
3.
Employee Contributions (Kontribusi Karyawan) Mengacu pada pembayaran berdasar karyawan melakukan pekerjaan yang sama atau memiliki yang sama pada senioritas karyawan, jadi ini merupakan perbandingan antar karyawan, atau insentif yang dibayar berdasar hasil penilaian kerja. Milkovich dan Newman (1999), menambahkan satu kebijakan lagi dalam
Milkovich and Newman yaitu: 4.
Kebijakan administrasi sistem penggajian dalam menggabungkan desain external competitiveness, internal alignment dan employee contributions disesuaikan dengan tujuan perusahaan. Pelaksanaan sistem kompensasi dengan baik akan memotivasi karyawan
untuk bekerja dan betah dengan organisasi.
Siagian (2003) menyatakan bahwa “Sistem imbalan yang diberlakukan telah mencerminkan segi keadilan dalam sistem tersebut yang pada gilirannya diharapkan menumbuhkan semangat kerja yang tinggi di kalangan pegawai”. Dengan kata lain sistem kompensasi yang adil memberikan kepuasan kerja bagi karyawan sehingga memotivasi mereka untuk tetap bekerja semangat kerja yang tinggi. Menutut Flippo (1994), seorang karyawan menerima kompensasi dari majikan, dengan pandangan keadilan yang dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor: a.
Rasio kompensasi terhadap masukan (input) seseorang dalam bentuk usaha, pendidikan, pelatihan dan ketahanan terhadap kondisi-kondisi kerja yang merugikan.
b.
Perbandingan rasio ini dengan rasio-rasio penting lainnya yang berhubungan langsung dengannya. Menurut DeLuca (1993), bahwa kompensasi terdiri atas 5 (lima) kategori
utama yaitu: 1.
Gaji
2.
Insentif jangka pendek (≤ 1 tahun)
3.
Insentif jangka panjang (≥ 1 tahun)
4.
Jaminan-jaminan
5.
Bonus/Reward
Menurut Robbins (1998), jenis kompensasi yang didistribusikan pada karyawan terdiri dari:
1.
Imbalan intrinsik Imbalan yang diterima individu untuk diri mereka sendiri. Imbalan ini sebagian besar merupakan kepuasan pekerja itu atas pekerjaanya.
2.
Imbalan ekstrinsik, mencakup a. Kompensasi langsung (gaji/bonus) b. Kompensasi tidak langsung (asuransi, upah, liburan) c. Imbalan bukan uang (ruang kerja yang luas, tempat parkir khusus, pujian dari atasan). Pendapat yang sama juga didapat dari Simamora (1997) yang lebih jauh
menjelaskan dua tipe besar dari imbalan tersebut: 1.
Imbalan intrinsik Merupakan imbalan yang dinilai di dalam dan dari karyawan sendiri, karena imbalan itu melekat pada aktivitas karyawan dan pemberiannya tidak tergantung dengan tindakan orang lain, terdiri dari: a. Perasaan orang akan kemampuan pribadi atau pelaksanaan pekerjaan dengan baik. b. Perasaan penyelesaian/pencapaian pribadi dengan memperoleh tujuan/sasaran. c. Perasaan kebebasan dari pengarahan dan tanggung jawab pribadi yang meningkat karena diberikan otonomi berkenaan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan. d. Perasaan pertumbuhan pribadi akibat kesuksesan dalam bidang upaya pribadi yang baru dan menantang.
2.
Imbalan ekstrinsik Merupakan imbalan yang dihasilkan oleh sumber-sumber eksternal untuk seseorang, dalam hal ini perusahaan sebagai sumber eksternal dan memberikan imbalan kepada karyawan-karyawannya tergantung pada kinerja karyawan. Menurut Simamora (1997) kepuasan kerja atas kompensasi adalah evaluatif
yang menggambarkan sikap suka atau tidak suka atas system kompensasi organisasi. Simamora dalam Lawler E bahwa perbedaan antara jumlah yang diterima oleh karyawan dan jumlah karyawan juga diterima oleh orang lain merupakan penyebab langsung kepuasan atau tidak puas atas gaji. Kompensasi mempengaruhi keputusan dan bertindak sebagai umpan balik yang memungkinkan karyawan menyesuaikan perilakunya kemudian. Menurut Mondy dan Noe (1993), kompensasi dapat dibedakan atas kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi finansial langsung dan yang tidak langsung. Sedangkan kompensasi non finansial terdiri dari pekerjaan dan lingkungan pekerjaan. 1) Kompensasi finansial langsung (direct financial compentation) terdiri dari pembayaran yang diterima oleh seseorang pegawai dalam bentuk gaji, upah, bonus, dan komisi. 2) Kompensasi tidak langsung (Indirect financial compentation), yang disebut juga dengan tunjangan meliputi semua imbalan finansial yang tidak termasuk dalam kompensasi langsung antara lain berupa program asuransi jiwa dan kesehatan, bantuan social, benefit antara lain: jaminan pensiun, jaminan social tenaga kerja,
bantuan pendidikan, dan bantuan natura, ketidakhadiran yang dibayar seperti cuti. Hari libur atau vacation, cuti sakit dan lain-lain. 3) Kompensasi non finansial (non financial compentation) terdiri dari kepuasan yang diperoleh pegawai dari pekerjaan itu sendiri, dan dari lingkungan pekerjaan. a. Kepuasan yang diperoleh pegawai dari pekerjaan itu sendiri antara lain berupa: tuga yang menarik minat, tantangan pekerjaan, tanggung jawab, pengakuan yang memadai atas prestasi yang dicapai, seperti peluang promosi bagi pegawai yang berpotensi, atau peluang mengungtungkan lainnya. b. Kepuasan yang diperoleh pegawai dari pekerjaan yang dapat diciptakan oleh perusahaan dan pegawai yaitu efek psikologis dan fisik dimana orang tersebut bekerja. Yang termasuk didalamnya, antara lain berupa: kebijakan perusahaan yang sehat dan wajar, supervisi dilakukan oleh pegawai yang kompenten, adanya rekan kerja yang menyenangkan, pemberian symbol status yang tepat, terciptanya lingkungan kerja yang nyaman, adanya pembagian pekerjaan adil, waktu kerja yang fleksibel, dan lain-lain.
Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal
Kompensasi
Finansial
Langsung :
Non Finansial
Tidak Langsung :
Pekerjaan :
Lingkungan Pekerjaan :
- Jaminan Asuransi Jiwa, Kesehatan
- Tugas-tugas yang menarik
-Kebijakan-kebijakan yang sehat
- Tantangan pekerjaan
- Supervisi yang kompeten
- Komisi
- Bantuan-bantuan sosial untuk karyawan - Benefit tunjangan:
- Bonus
- Jaminan pensiun,
- Tanggung jawab - Peluang akan pengakuan - Tercapaianya tujuan
- Rekan Kerja yang menyenangkan - Pengakuan simbol status - Kondisi lingkungan kerja yang nyaman
- Peluang adanya promosi
- Waktu kerja fleksibel
- Upah - Gaji
- Jaminan kesejahteraan sosial, beasiswa, dll - Ketidakhadiran yang dibayar, hari libur - Cuti: Cuti sakit, cuti hamil dan lainlain
- Waktu kerja dipadatkan - Pembagian kerja - Kompensasi kafetiria - Minggu Kerja - Sharing pekerjaan
Sumber : Mondy dan Noe (1993)
Sumber : Mondy dan Noe (1993) Gambar 2.2 Komponen Kompensasi
Gambar II.2 Komponen Kompensasi
Menurut Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa imbalan dapat berbentuk intrinsik (internal) atau ekstrinsik (eksternal). Imbalan intrinsik antra lain termasuk pujian yand didapatkan untuk penyelesaian suatu proyek atau berhasil
memenuhi beberapa tujuan kinerja. Efek psikologis dan social yang lain dari kompensasi juga merupakan gambaran dari jenis imbalan intrinsik. Imbalan ekstrinsik bersifat terukur, memiliki bentuk imbalan moneter maupun non-moneter. Komponen terukur dari program kompensasi pada kedua jenis umum kompensasi (Gambar: 2.3). Dengan jenis kompensasi bersifat langsung, imbalan moneter diberikan oleh pengusaha. Gaji pokok dan variabel merupakan bentuk paling umum dari kompensasi langsung ini. Kompensasi tidak langsung biasanya terdiri dari tunjangan karyawan.
LANGSUNG Gaji Pokok • Upah • Gaji Gaji Variabel • Bonus • Insentif • Kepemilikan Saham
KOMPENSASI TIDAK LANGSUNG Tunjangan • • • •
Sumber
Asuransi kesehatan Libur pengganti Dana pensiun Kompensasi pekerja
: Mathis dan Jackson (2002)
Gambar 2.3 Komponen Program Kompensasi
Gambar 2.3 Komponen Program Kompensasi
Penyusunan sistem kompensasi yang adil dan bersaing merupakan pertimbangan penting untuk mempermudah perekrutan pegawai dalam suatu perusahaan dan system kompensasi yang baik dapat pula diberikan untuk memotivasi
pegawai agar kinerjanya meningkat. Penentuan sistem kompensasi ini melibatkan berbagai kepentingan baik kepentingan pegawai, karena tingkat penghasilan pegawai sangat berpengaruh dalam menentukan standar kehidupannya, demikian juga kepentingan perusahaan sangat berhubungan dengan keseimbangan finansial perusahaan dalam memberikan kompensasi. Memberikan kompensasi kepada pegawai sesuai dengan pekerjaan yang dibebankan kepadanya serta hasil kerjanya, merupakan suatu cara untuk membantu perusahaan berfungsi lebih baik dan cara memperlakukan sumber daya manusia secara adil. Kompensasi yang adil dapat memiliki dampak yang penting terhadap kepuasan kerja pegawai, karena itu kompensasi harus memenuhi azas keadilan internal dan eksternal. 1. Keadialan internal adalah bagaimana suatu perusahaan menempatkan suatu nilai relatif terhadap harga/nilai dari pekerjaan pada level yang sama dalam perusahaan, keadilan internal bukanlah berarti perusahaan harus memberikan kompensasi yang sama besarnya kepada pegawai, tetapi kompensasi yang ditetapkan untuk pegawai harus mempertimbangkan kontribusi pegawai pada perusahaan. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi pekerjaan agar dapat ditentukan nilai relatif pekerjaan itu. 2. Keadilan eksternal adalah bagaimana gaji dari perusahaan dibandingkan dengan gaji yang diterima oleh pegawai dari perusahaan sejenis. Keadilan eksternal akan tercapai apabila perusahaan telah memberikan kompensasi yang tidak jauh lebih rendah dari pada tingkat kompensasi yang diberikan
oleh perusahaan lainnya yang sejenis untuk pekerjaan yang sama. Selain itu, kompensasi yang ditetapkan untuk pegawai harus memperhatikan ketaatan pada peraturan undang-undang yang dibuat oleh pemerintah, antara lain: bahwa tingkat upah tidak boleh lebih rendah dari pada upah minimum regional (UMR), ketaatan tarif lembur dan tunjangan tertentu. Untuk menilai efektifitas azas keadilan eksternal, maka tingkat gaji yang ditetapkan perusahaan perlu dibandingkan dengan data survey gaji wilayah setempat.
II.1.2 Jenis-Jenis Kompensasi Sofyandi (2008) menyatakan bahwa, “Kompensasi dapat dikategorikan ke dalam dua golongan besar, yaitu: 1). Kompensasi Langsung (Direct Compensation). Kompensasi langsung adalah suatu balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawan karena telah memberikan prestasinya demi kepentingan perusahaan. Kompensasi ini diberikan, karena berkaitan secara langsung dengan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Sebagai contoh: upah/gaji, insentif/bonus, 2). Kompensasi Tidak Langsung (Indirect Compensation). Kompensasi tidak langsung adalah pemberian kompensasi kepada karyawan sebagai tambahan yang didasarkan kepada kebijakan pimpinan dalam rangka upaya meningkatkan kesehjahteraan karyawan. Tentunya pemberian kompensasi ini tidak secara langsung berkaiatan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Sebagai contoh: tunjangan hari raya, tunjangan pensiun, termasuk fasilitas-fasilitas dan pelayanan yang diberikan perusahaan “. Mondy and Noe (2005) membedakan kompensasi menjadi: “Direct financial compensation: pay that a person receives in the form of wages, salary, bonuses, and commissions. Indirect financial compensation (benefits): all financial rewards that are not include in direct compensation. Non financial compensation: The satisfaction that a person receives from the job itself or from the psychological and/ or physical environment in which the jobs is performed”. Kompensasi financial langsung: pembayaran yang diterima seseorang dalam bentuk gaji, bonus, dan komisi. Kompensasi financial tidak langsung (manfaat):
semua penghargaan financial yang bukan tercakup dalam kompensasi langsung. Bukan kompensasi financial: Kepuasan dimana seseorang mendapatkannya dari pekerjaan itu sendiri atau dari psikologis dan/ atau lingkungan fisik dimana pekerjaan itu dilakukan).
II.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi Disamping sejumlah tujuan yang ingin dicapai melalui program kompensasi, masih ada permasalahan lain yang perlu mendapat perhatian. Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003), “Beberapa factor yang mempengaruhi kompensasi adalah: 1). Kebenaran dan keadilan. Kompensasi harus berdasarkan pada kondisi riil yang telah dikerjakan oleh pegawai, artinya disesuaikan dengan kemampuan, kecakapan, pendidikan dan jasa yang telah ditunjukkan pegawai kepada organisasi, 2). Dana organisasi. Kemampuan organisasi untuk memberi kompensasi baik berupa financial maupun non financial, disesuaikan dengan dana yang tersedia, 3). Serikat pekerja. Para karyawan yang tergabung dalam suatu serikat, dapat mempengaruhi pelaksanaan ataupun penetapan kompensasi, karena serikat karyawan dapat merupakan symbol kekuatan dalam menuntut perbaikan nasibnya, 4). Produktivitas kerja. Produktivitas pegawai merupakan factor yang mempengaruhi penilaian prestasi kerja, sedangkan prestasi kerja merupakan factor yang diperhitungkan dalam penetapan kompensasi, 5). Biaya hidup. Penyesuaian besarnya kompensasi dengan biaya hidup pegawai beserta keluarganya sehari-hari merupkan suatu hal yang layak/wajar dan perlu mendapatkan perhatian dalam penetapan kompensasi, 6). Pemerintah. Intervensi pemerintah untuk menentukan besarnya kompensasi sangat diperlukan”. Ada beberapa faktor dasar yang mempengaruhi rancangan suatu rencana pembayaran, yaitu: 1. Legal Berbagai undang-undang menetapkan berbagai hal seperti upah minimum, upah kerja lembur, dan tunjangan.
2. Serikat Pekerja Para karyawan yang tergabung dalam suatu serikat, dapat mempengaruhi pelaksanaan ataupun penetapan kompensasi, karena serikat pekerja dapat merupakan symbol kekuatan dalam menuntut perbaikan nasibnya. 3. Kebijakan Perusahaan Kebijakan penggajian yang dipakai perusahaan, seperti mengusahan gaji di atas harga pasar dalam upaya menghadapi persaingan, atau kebijakan untuk selalu memperhatikan serikat pekerja untuk mencegah terjadinya kerusuhan. 4. Keadilan Hal terakhir tetapi juga penting adalah bahwa tidak ada orang yang suka berpikir bahwa ia dibayar kurang daripada hak mereka. Keadilan baik secara eksternal atau internal, adalah sangat penting dalam menentukan pembayaran (Dessler, 2005).
II.1.4 Sistem Kompensasi Menurut Siagian (2000), “Sistem imbalan yang baik adalah system yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara dan mempekerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi”.
II.2
Teori Tentang Motivasi
II.2.1 Pengertian dan Teori Motivasi Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan untuk
sumber daya manusia umum dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau berkerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan (Hasibuan, 2004). Sperling dalam Mangkunegara (2000), mengemukakan bahwa: “Motivasi itu didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri”. Stanton mendefinisikan motivasi suatu motiv adalah kebutuhan yang distimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas. Selanjutnya Mangkunegara (2000), mengatakan bahwa: “Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapai situasi (situation) kerja”. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Menurut Moekijat (2002), bahwa kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perubahan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar. Pengertian motivasi menurut Gibson et al. (1996) adalah kemauan mengerjakan sesuatu karena adanya motif, kebutuhan, keinginan, dorongan dan desakan hati dalam diri individu yang diarahkan pada tujuan. Hingga dapat diketahui
bahwa perilaku akan muncul dari dorongan keburuhan yang akan dirubah menjadi keinginan sehingga seseorang berusaha memenuhinya. Kootz et al. dalam Winardi (2002) mendefinisikan motivasi sebagai suatu reaksi yang diawali dengan adanya kebutuhan yang menimbulkan keinginan atau upaya mencapai tujuan, selanjutnya menimbulkan ketegangan, kemudian menyebabkan timbulnya tindakan yang mengarah pada tujuan dan akhirnya dapat memuaskan. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpukan bahwa tidak ada motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta keseimbangan. Rangsangan terhadap hal termaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan. Motiv merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Teori yang mendasarkan usaha pemberian motivasi kerja ada beberapa macam yaitu: a.
Teori Hierarkhi Kebutuhan (Need Hierarchi Theory) Maslow dalam Gitosudarmo (1997) menyatakan bahwa kebutuhan manusia mengandung unsure bertingkat atau memiliki hierarki dari kebutuhan yang rendah sampai yang prioritas tinggi. Kebutuhan manusia yang paling dasar adalah kebutuhan fisik seperti makan, minum dan pakaian. Apabila kebutuhan dasar ini belum terpenuhi secara cukup maka kebutuhan tersebut akan
menduduki hierarki yang tertinggi dan kebutuhan yang lain menduduki hierarki rendah. Adapun kebutuhan manusia terdiri dari beberapa tingkat dengan urutan sebagai berikut: 1) Fisik 2) Rasa aman 3) Sosial/kemasyarakatan 4) Penghargaan 5) Aktualisasi diri Kebutuhan fisik adalah kebutuhan paling dasar yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan biologis seperti makanan, minuman, pakaian dan papan tempat berteduh. Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan atas perlindungan dari gangguan pihak lain yang berasal dari manusia lain maupun dari mahluk lain seperti binatang buas dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat berupa pemilikan alat-alat perlindungan, alat pertahanan diri, persenjataan, alat tanda bahaya, dan sebagainya. Kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan fisik terpenuhi. Setelah kebutuhan urutan kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman terpenuhi maka akan muncul kebutuhan urutan ketiga yaitu kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial adalah berupa kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain dan menerima rasa cinta kasih, rasa diterima dalam kelompok, rasa membutuhkan dan dibutuhkan, rasa berteman atau bekerja sama. Apabila kebutuhan urutan ketiga ini telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu
kebutuhan akan penghargaan diri (harga diri). Kebutuhan ini dapat berupa tuntutan atau keinginan untuk dianggap sebagai pimpinan yang baik, sekretaris yang baik, dosen yang rajin, karyawan yang berprestasi, mahasiswa teladan dan sebagainya. Kebutuhan pada urutan terakhir adalah kebutuhan atas aktualisasi diri yaitu suatu kebutuhan untuk menunjukkan kepribadian secara khusus seseorang, dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang dapat diakui oleh umum bahwa hasil karyanya sangat baik dan bermanfaat bagi masyarakat dan orang lain. Dari beberapa urutan kebutuhan manusia tersebut diatas apabila kebutuhan yang paling dasar sudah terpenuhi maka kebutuhan tingkat berikutnya menjadi dominan dan kebutuhan yang lain akan menjadi kurang dominan atau pada hierarki yang rendah. b.
Teori Dua Faktor (Motivator-Hygiene Theory) Teori dua factor dari Hezberg (Gitosudarmo,1997) berusaha mencari sebabsebab adanya rasa puas dan tidak puas dari seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab tersebut, maka akan diusahakan untuk dapat diciptakan kepuasan sehingga para pekerja dapat terdorong atau termotivasi untuk bekerja dengan lebih baik. Teori ini memberikan gambaran bahwa kepuasan akan hasil pekerjaan seseorang dipengaruhi suatu faktor yang disebut faktor pemuas (satisfier factor).
Faktor pemuas tersebut timbul di dalam diri pekerja terhadap hasil pekerjaannya dan kemudian menciptakan peresaan berprestasi, dihargai, memperoleh kemajuan, telah mengerjakan yang cukup penting serta rasa tanggung jawab. Di pihak lain para diri pekerja juga terdapat ketidakpuasan yang disebut faktor kesehatan (higiene factor). Higiene Factor berupa pengaruh lingkungan kerja, yaitu antara lain berupa hubungan dengan supervisor, hubungan dengan teman kerja, status pekerjaan atau jabatan, serta gaji yang cukup. Tersedianya faktor kesehatan berarti tercipatanya lingkungan kerja yang sehat fisik maupun sehat mental (Gitosudarmo, 1997). Kedua faktor yaitu satisfier factor dan hygiene factor harus tersedia atau disediakan oleh manajer sehingga terjadi dorongan untuk bekerja bersama secara efektif dan efisien. Implikasi teori ini bahwa seorang pekerja mempunyai dorongan untuk berkarya tidak sekedar mencari nafkah akan tetapi sebagai wahana
untuk
memuaskan
berbagai
kepentingan
dan
kebutuhannya,
bagaimanapun kebutuhan ini dikategorisasikan (Siagian, 1995). c.
Teori X dan Teori Y Menurut Gregor dalam Gitosudarmo (1997) terdapat dua macam sikap dari setiap orang yaitu: 1) Sikap dasar yang didasari oleh teori X Dalam teori ini diasumsikan bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat malas, lebih senang kepadanya diberikan petunjuk-petunjuk praktis saja
daripada diberikan kebebasan berfikir dan memilih atau mengambil keputusan. Dalam hal ini mereka tidak senang menerima tanggung jawab, dia hanya menyenangi haknya saja serta selalu ingin aman. Motivasi kerja hanyalah
untuk medapatkan uang atau finansial saja (motif finansial).
Manajer yang mendasar teori ini akan melakukan pengawasan sangat ketat dengan tidak memberikan kebebasan kepada bawahan, pekerjaan disusun dengan berstruktur secara rapid dan teliti, sedangkan pekerja tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk pelaksanaan pekerjaan tanpa kebebasan, kemudian memberikan hukuman atau paksaan dan hadiah atau ganjaran. Kebijaksanaan manajer dengan teori X mengandung bahaya karena pengawasan yang terlalu ketat dan tanpa kebebasan akan menimbulkan perlawanan dan ketidakpuasan. Teori X banyak menunjukkan kebenaran pada masyarakat yang masih berpendidikan rendah yang pada umumnya mereka masih mendasar diri pada motif fisik dan rasa aman saja. Penerepan teori X bagi seorang manajer tercermin pada sikap atau pandangan terhadap bawahan yang berupa: a) Karyawan pada umumnya tidak suka bekerja dan akan selalu berusaha untuk menghindar apabila terdapat kesempatan untuk menghindari pekerjaan yang menjadi tugasnya; b) Karyawan harus dipaksa diarahkan, diawasi dan apabila perlu diberikan ancaman hukuman agar tujuan perusahaan tercapai;
c) Kebanyakan orang tidak kreatif, tidak berinisiatif dan tidak suka tanggung jawab, maka manajer harus selalu memberikan pengarahan dan petunjuk kepada karyawannya. 2) Sikap dasar yang dilandasi oleh teori Y Teori Y berasumsi bahwa manusia pada dasarnya senang bekerja. Bekerja adalah faktor alamiah bagi orang dewasa seperti halnya bermain bagi anakanak kecil. Oleh karena itu, sebenarnya dimanapun dan kapanpun setiap orang dewasa akan selalu mencoba untuk bekerja. Dalam hal ini, manusia akan selalu bekerja untuk mencapai tujuannya. Pengendalian dan penempatan diri sendiri merupakan dasar motivasi kerja guna mencapai tujuan organisasi. Pencerminan dari manajer yang menerapkan teori Y ini adalah berupa pemberian kelonggaran yang lebih besar kepada bawahan untuk berinisiatif, mengembangkan kreasi-kreasi mereka guna selalu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan perusahaan. Disamping itu manajer akan bersifat terbuka (open management), yaitu berusaha memberika informasi-informasi yang diperlukan untuk peningkatan kegiatan kerja baik diminta maupun tidak diminta oleh bawahan atau karyawannya. Gejala ini akan banyak dijumpai pada masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Penerapan teori Y bagi seorang manajer tercermin dalam sikap dan tindakannya berupa:
a) Karyawan diberikan kebebasan untuk bekerja dan berinisiatif karena bekerja adalah pada hakekatnya seperti halnya bermain pada anak-anak kecil; b) Paksaan dan pengawasan ketat tidak banyak dilakukan akan tetapi lebih banyak diadakan komitmen atau persetujuan dan kesepakatan bersama, karena dengan kesepakatan itu akan timbul dorongan dalam diri karyawan itu sendiri, dorongan yang timbul dari dalam diri adalah yang terbaik; c) Kreativitas karyawan dikembangkan karena pada hakekatnya karyawan tidak hanya ingin memperoleh tanggung jawab dari orang lain akan tetapi mereka juga mencari tanggung jawab dari dirinya sendiri. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa dengan adanya motivasi akan terjadilah kemauan kerja dan dengan adanya kemauan untuk bekerja serta bekerja sama itu maka produktivitas akan meningkat. Motivasi dapat dilakukan dengan bebagai cara antara lain dengan pendekatan finansial maupun pendekatan non finansial. Pendekatan finansial untuk menimbulkan motivasi dapat dilakukan dengan memberi upah
serta upah insentif kepada karyawan, sedangkan pendekatan non
finansial dapat dilakukan dengan cara mengadakan sinkronisasi individu dengan kepentingan bersama atau kepentingan perusahaan. Disamping itu motivasi dapat pula diciptakan dengan mengadakan kondisi kerja yang sehat. Hal-hal tersebut akan menimbulkan motivasi kerja sehingga karyawan mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian, ketrampilan, tenaga dan waktu untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
menjadi tanggung jawab dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
II.2.2 Faktor-faktor Motivasi Faktor-faktor motivasi yang diuraikan dalam hal ini dikutip dari teori dua factor Hezberg. Faktor-faktor motivasi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Gaji (Salary) Bagi pegawai, gaji merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya. Gaji selain memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap pegawai juga dimaksudkan untuk menjadi daya dorong bagi pegawai agar dapat bekerja dengan penuh semangat. Menurut Braid (dalam Ishak dan Tanjung, 2003) tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitasnya, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realistis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai. Program kompensasi yang baik mempunyai tiga cirri penting yaitu bersaing, rasional, berdasarkan performa. Stephen et al. (dalam Ishak dan Tanjung, 2003) menyatakan bahwa: ”Uang/gaji
tidak
dapat
memotivasi
terkecuali
pegawai
menyadari
keterkaitannya dengan performa”. Sedangkan menurut Nitisemito dalam Saydam (2002) agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik, dalam pemberian kompensasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum b. Dapat mengikat karyawan agar tidak keluar dari perusahaan c. Dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja d. Selalu ditinjau kembali e. Mencapai sasaran yang diinginkan f. Mengangkat harkat kemanusiaan g. Berpijak pada peraturan yang berlaku 2) Supervisi Supervisi yang efektif akan membantu meningkatkan produktivitas pekerja melalui penyelenggaraan kerja yang baik, pemberian petunjuk sesuai standar kerja, dan perlengkapan pembekalan yang memadai serta dukungan lainnya. Tanggung jawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkordinasikan system kerja pada unit kerjanya secara efektif (Dharma, 2005). Supervisor mengkordinasikan system kerjanya itu dalam tiga hal penting yaitu: melakukan
dengan
memberikan
petunjuk/pengarahan,
memantau
proses
pelaksanaan pekerjaan, dan menilai hasil dari sistem kerja yang diikuti dengan melakukan umpan balik (feed back). Supervisor dalam melaksanakan penilaian kinerja, menurut Harper dalam Ishak dan Tanjung (2003) pendekatan dan pengkajian dan pengembanan kinerja (performance review and development) lebih efektif dari system penilaian kinerja karena seseorang pimpinan tidak hanya
memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan, potensi karier, dan keberhasilan professional setiap karyawan. Pendekatan pengkajian dan pengembangan kinerja mencakup penciptaan sasaran dan standar kinerja, mengkaji kinerja aktual, membandingkan kinerja aktual dengan sasaran yang telah ditentukan, mengaitkan imbalan dengan kinerja, membuat rencana pengembangan, dan menyepakati sasarran dan standar kinerja masa depan. 3) Kebijakan dan Administrasi Keterpaduan antara pimpinan dan bawahan sebagai suatu keutuhan atau totalitas system merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin keberhasilan organiasasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui pendekatan manajemen partisipatif, bawahan tidak lagi dipandang sebagai objek, melainkan sebagai subjek (Mangkuprawira, 2002). Dengan komunikasi dua arah akan terjadi komunikasi antar pribadi sehingga berbagai kebijakan yang diambil dalam organisasi bukan hanya merupakan keinginan dari pimpinan saja tetapi merupakan kesepakatan dari semua anggota organisasi. Para pendukung manajemen partisipatif selalu menegaskan bahwa manajemen partisipatif mempunyai pengaruh positif terhadap karyawan, melalui partisipasi, para karyawan akan mampu mengumpulkan informasi, pengetahuan, kekuatan dan kreativitas untuk memecahkan persoalan (Mangkuprawira, 2002).
4) Hubungan Kerja Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana kerja atau hubungan kerja yang harmonis yaitu terciptanya hubungan yang akrab, penuh kekeluargaan dan saling mendukung baik itu antara sesame pegawai dengan atasan. Manusia sebagai mahkluk sosial akan selalu membutuhkan hubungan dengan orang lain, baik itu ditempat kerja maupun di lingkungan kerja. Menurut Ranupandojo dan Husnan (1997), bahwa manusia sebagai mahluk sosial membutuhkan persahabatan dan mereka tidak akan bahagia bila ditinggalkan sendirian, untuk itu maka mereka akan melakukan hubungan dengan teman-temannya. Kebutuhan sosial secara teoritis adalah kebutuhan akan cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima oleh kelompok, keluarga dan organisasi (Mengginson dalam Handoko, 1998). Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan yang tinggi cenderung menyebabkan para pekerja lebih puas berada dalam kelompok. Kelompok kerja juga dapat memenuhi system sebagai “sounding board” terhadap problem mereka atau sebagai sumber kesenangan atau hiburan. 5) Kondisi Kerja Kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan yang memadai tentu akan membuat pegawai betah untuk bekerja. Menurut Hasibuan (2004), bahwa dengan kondisi kerja yang nyaman, karyawan akan merasa aman dan prduktif dalam bekerja sehari-hari. Lingkungan fisik dimana individu bekerja
mempunyai pengaruh pada jam kerja maupun sikap mereka terhadap pekerjaan itu sendiri 30% dari kasus absensi para pekerja disebabkan oleh sakit yang muncul dari kecemasan neurosis yang berkembang sebagai reaksi bentuk kondisi kerja 6) Pekerjaan itu sendiri Pekerjaan itu sendiri menurut Hezberg merupakan factor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaanya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi. (Leidecker & Hall dalam Ishak Tanjung, 2003). Suatu pekerjaan akan disenangi oleh seseorang bila pekerjaan itu sesuai dengan kemampuannya, sehingga dia merasa bangga untuk melakukannya. Pekerjaan yang tidak disenangi kurang dan menantang, biasanya tidak mampu menjadi daya dorong,
bahkan
pekerjaan
tersebut
cenderung
menjadi
rutinitas
yang
membosankan dan tidak menjadi kebanggaan (Saydam, 2002) Melalui teknik pemerkayaan pekerjaan dapat menjadi sarana motivasi pegawai dengan membuat pekerjaan lebih menarik, dan membuat tempat kerja lebih menantang dan memuaskan untuk bekerja (Grensing dalam Ishak & Tanjung, 2003).
7) Peluang untuk maju (advance) Peluang untuk maju (advance) merupakan pengembangan potensi diri seseorang karyawan dalam melakukan pekerjaan (Saydam, 2002). Setiap karyawan tentunya menghendaki adanya kemajuan atau perubahan dalam pekerjaannya yang tidak hanya dalam hal jenis pekerjaan yang berbeda atau bervariasi, tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap karyawan menginginkan adanya promosi ke jenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalamannya dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik. Promosi merupakan kemajuan karyawan ke pekerjaan yang lebih dalam bentuk tanggung jawab yang lebih besar, prestise atau status yang lebih, skill yang lebih besar, dan khususnya naiknya tingkat upah atau gaji. Ada beberapa alasan menurut
Gomez (2004) perlunya promosi diprogramkan dengan baik oleh
organisasi sebagai berikut: a. Promosi adalah jenjang kenaikan pegawai yang dapat menimbulkan kepuasan pribadi dan kebanggaan. b. Promosi menimbulkan pengalaman dan pengetahuan baru bagi pegawai dan hal tersebut akan merupakan daya dorong bagi pegawai yang lain. c. Promosi dapat mengurangi angka permintaan berhenti pegawai (labor turnover) d. Promosi dapat membangkitkan semangat kerja pegawai dalam rangka pencapaian tujuan organisasi yang mereka juga berkepentingan.
e. Adanya peluang promosi membangkitkan kemauan untuk maju pada pegawai itu sendiri dan juga menimbulkan kesungguhan dalam mengikuti pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh organisasi. f. Promosi dapat menimbulkan keunggulan berantai dalam organisasi karena timbulnya lowongan berantai. 8) Pengakuan/penghargaan (recognition) Seperti dikemukakan oleh Maslow, bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan rasa ingin dihargai (sense of belonging). Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasaan yang bersumber dari pemberian kompensasi (Saydam, 2002). Menurut Simamora (1997), pengakuan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut bekerja, yang masuk dalam kompensasi non finansial. Seseorang yang memperoleh pengakuan atau penghargaan akan dapat meningkatkan semangat kerjanya. Menurut Suprihanto (2003): Kebutuhan akan harga diri/penghormatan lebih bersifat individual atau mencirikan pribadi, ingin dirinya dihargai dan dihormati sesuai dengan kapasitasnya (kedudukannya), sebaliknya setiap pribadi tidak ingin dianggap dirinya lebih rendah dari yang lain. Mungkin secara jabatan lebih rendah tetapi secara manusiawi setiap individu (pria/wanita) tidak ingin direndahkan. Oleh
sebab
itu
pimpinan
yang
bijak
akan
selalu
memebrikan
pengakuan/penghargaan kepada karyawan yang telah menunjukkan prestasi
membanggakan sebagai factor motivasi yang efektif bagi peningkatan prestasi kerja pegawainya. 9) Keberhasilan (achievement) Setiap orang tentu menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan/tugas yang dilaksanakan. Pencapaian prestasi atau keberhasilan (achievement) dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya (Saydam, 2002). Dengan demikian prestasi yang dicapai dalam pekerjaan akan menimbulkan sikap positif, yang selalu ingin melakukan pekerjaan dengan penuh tantangan. Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan dapat mendorongnya untuk mencapai sasaran. Menurut David McCleland bahwa tingkat “needs of Achievement” (n-Ach) yang telah menjadi naluri kedua merupakan kunci keberhasilan seseorang (Ishak dan Tanjung, 2003). Kebutuhan berprestasi biasanya dikaitkan dengan sikap positif, keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan., 10) Tanggung Jawab Menurut Flippo (1994), bahwa tanggung jawab adalah merupakan kewajiban seseorang untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang ditugaskan dengan sebaikbaiknya sesuai dengan pengarahan yang diterima. Setiap orang yang bekerja pada
suatu perusahaan/organisasi ingin dipercaya memegang tanggung jawab yang lebih besar dari sekedar apa yang telah diperolehya”. Tanggung jawab bukan saja atas pekerjaan yang baik, tetapi juga tanggung jawab berupa kepercayaan yang diberikan sebagai orang yang mempunyai potensi. Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang mempunyai potensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar (Saydam, 2002). Selanjutnya berdasarkan teori kebutuhan Maslow (dalam Gomez, 2004), ada tiga variabel utama dalam menjelaskan motivasi kerja, yaitu: a. Employee needs. Seorang pekerja mempunyai sejumlah kebutuhan yang hendak dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan stimuli internal (motivasi) yang menyebabkan perilaku. b. Organizational incentives. Organisasi atau perusahaan mempunyai sejumlah rewards (insentif) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pekerja. Faktor insentif ini berpengaruh terhadap arah dari perilaku pekerja. c. Perceptual outcomes. Pekerja biasanya mempunyai sejumlah persepsi mengenai: nilai dari rewards organisasi, hubungan antara performance dan rewards, dan kemungkinan yang bias dihasilkan melalui usaha-usaha mereka dalam performansi kerjanya.