BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian, Fungsi, dan Jenis Persediaan 1. Pengertian Persediaan Persediaan merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam operasi kegiatan perusahaan dagang. Sebagian besar sumber daya perusahaan acap kali diinvestasikan dalam bentuk barang-barang yang dibeli atau diproduksi. Biaya barang-barang ini harus dicatat, dikelompokkan, dan diikhtisarkan selama periode akuntansi. Pada akhir periode, biaya dialokasikan di antara aktifitas periode berjalan dan aktifitas periode mendatang, yaitu di antara barang-barang yang dijual dalam periode berjalan dan barang-barang yang berada dalam persediaan untuk dijual periode mendatang. Persediaan juga merupakan aktiva lancar terbesar dari perusahaan manufaktur maupun perusahaan dagang. Pengaruh persediaan terhadap laba lebih mudah terlihat ketika kegiatan bisnis berfluktuasi. Selama iklim usaha baik, penjualan menjadi tinggi dan persediaan bergerak lebih cepat dari pembelian ke penjualan. Namun ketika kondisi ekonomi menurun, tingkat penjualan juga menjadi turun, persediaan bertumpuk dan perlu dilakukan penjualan meskipun mengalami kerugian. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai persediaan, pada bagian ini diberikan batasan maupun kriteria mengenai pengertian persediaan.
6
Universitas Sumatera Utara
7
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 (2007 : 14.3), Persediaan adalah aset : 1. tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal ; 2. dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan ; atau 3. dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Dalam perusahaan tertentu seperti perusahaan pembuat mobil atau dealer mobil, maka mobil adalah suatu persediaan yang akan dijual kembali sedangkan untuk perusahaan lain yang kegiatan bisnisnya di bidang yang lain maka mobil diperlakukan bukan sebagai persediaan. Bagi perumahan real estate yang kegiatannya membangun rumah untuk dijual, maka rumah yang belum terjual merupakan persediaan baginya. Sedangkan bagi pihak lain yang membelinya untuk dihuni atau digunakan untuk kegiatan bisnis lain rumah tersebut adalah suatu aktiva tetap. Menurut Skousen, Stice, Stice (2004 : 653), “Persediaan ditujukan untuk barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus perusahaan manufaktur, maka kata ini ditujukan untuk barang dalam proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan produksi.” Kieso, Weygandt, Warfield (2002 : 443), “Persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual.” Pendapat Warren, Reeve, Fess (2005:440) mengatakan bahwa persediaan adalah “ (1) barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi
Universitas Sumatera Utara
8
bisnis perusahaan, dan (2) bahan yang digunakan dalam proses produksi atau yang disimpan untuk tujuan itu”. Persediaan yang diperoleh perusahaan dan langsung dijual kembali tanpa mengalami proses produksi selanjutnya disebut persediaan barang dagang.
2. Fungsi Persediaan Rangkuti (2004 : 15) mengatakan bahwa fungsi persediaan adalah : a. Fungsi Decoupling Adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan barang mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan proses-proses individual perusahaan terjaga “kebebasannya”. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock. b. Fungsi Economic Lot Sizing Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan sebagainya. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar dibandingkan biayabiaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko, dan sebagainya). c. Fungsi Antisipasi Apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (seasional inventories). Di samping itu perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan barang-barang selama periode tertentu. Dalam hal ini perusahaan memerlukan persediaan ekstra yang disebut persediaan pengaman (safety stock / inventories).
Universitas Sumatera Utara
9
3. Jenis-Jenis Persediaan Karakteristik dari barang yang diklasifikasikan sebagai persediaan sangat bervariasi terhadap jenis usaha. Secara umum perusahaan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu perusahaan jasa, perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur. Oleh sebab itu, jenis-jenis persediaan pada ketiga perusahaan tersebut berbeda. a. Jenis-jenis Persediaan menurut Fungsinya seperti yang dinyatakan oleh Rangkuti (2004 :7) : 1) Batch Stock / Lot Size Inventory Persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Keuntungannya : a) Potongan harga pada harga pembelian. b) Efisiensi produksi. c) Penghematan biaya angkutan. 2) Fluctuation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. 3) Anticipation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan, penjualan, atau permintaan yang meningkat. b. Jenis-jenis Persediaan menurut Jenis dan Posisi Barang seperti yang dinyatakan oleh Dyckman, Dukes, Davis (2000 : 377) : 1) Persediaan barang dagangan (merchandise inventory) Barang yang ada di gudang (goods on hand) dibeli oleh pengecer atau perusahaan perdagangan seperti importir atau eksportir untuk dijual kembali. Biasanya, barang yang diperoleh untuk dijual kembali secara fisik tidak diubah oleh perusahaan pembeli; barang-barang tersebut tetap dalam bentuk yang telah jadi ketika meninggalkan pabrik pembuatnya. Dalam beberapa hal, dapat terjadi beberapa
Universitas Sumatera Utara
10
komponen dibeli untuk kemudian dirakit menjadi barang jadi. Misalnya, sepeda yang dirakit dari kerangka, roda, gir, dan sebagainya serta dijual oleh pengecer sepeda adalah salah satu contoh. 2) Persediaan manufaktur (manufacturing inventory) Persediaan gabungan dari entitas manufaktur, yang terdiri dari : a) Persediaan bahan baku Barang berwujud yang dibeli atau diperoleh dengan cara lain (misalnya, dengan menambang) dan disimpan untuk penggunaan langsung dalam membuat barang untuk dijual kembali. Bagian atau suku cadang yang diproduksi sebelum digunakan kadang-kadang diklasifikasikan sebagai persediaan komponen suku cadang. b) Persediaan barang dalam proses Barang-barang yang membutuhkan pemrosesan lebih lanjut sebelum penyelesaian dan penjualan. Barang dalam proses, juga disebut persediaan barang dalam proses, meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan alokasi biaya overhead pabrik yang terjadi sampai tanggal tersebut. c) Persediaan barang jadi Barang-barang manufaktur yang telah diselesaikan dan disimpan untuk dijual. Biaya persediaan barang jadi meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan alokasi biaya overhead pabrik yang berkaitan dengan manufaktur. d) Persediaan perlengkapan manufaktur Barang-barang seperti minyak pelumas untuk mesinmesin, bahan pembersih, dan barang lainnya yang merupakan bagian yang kurang penting dari produk jadi. 3) Persediaan rupa-rupa Barang-barang seperti perlengkapan kantor, kebersihan, dan pengiriman. Persediaan jenis ini biasanya digunakan segera dan biasanya dicatat sebagai beban penjualan atau umum (selling or general expenses) ketika dibeli.
Universitas Sumatera Utara
11
B. Metode Pencatatan Persediaan 1. Metode Pencatatan Persediaan Pada dasarnya ada dua alternatif cara dapat digunakan dalam menentukan volume, kuantitas, atau fisik barang terdapat dalam persediaan pada saat tertentu, tergantung pada apakah perusahaan mengunakan (a) sistem periodik atau (b) sistem perpetual sebagai sistem akuntansi persediaannya. a. Sistem persediaan periodik Menurut Weygandt, Kieso, Kimmel (2007 : 262) mengemukakan bahwa : Dalam sistem persediaan periodik (periodic inventory system), rincian catatan persediaan barang yang dimiliki tidak disesuaikan secara terus-menerus dalam satu periode. Harga pokok penjualan barang ditentukan hanya pada akhir periode akuntansi (secara periodik). Pada saat itu, dilakukan perhitungan persediaan secara fisik untuk menentukan harga pokok barang yang tersedia (persediaan barang dagang). Untuk menentukan harga pokok penjualan dalam sistem persediaan periodik, anda harus (1) menentukan harga pokok barang yang tersedia (cost of goods on hand) pada awal periode akuntansi, (2) menambahkannya pada harga pokok barang yang dibeli (cost of goods purchased), dan (3) mengurangkannya dengan harga pokok barang yang tersedia pada akhir periode akuntansi. Dalam sistem periodik, harga pokok penjualan tidak diketahui (atau paling tidak, tidak dicatat) pada saat penjualan terjadi. Kedua, dengan sistem periodik, debit untuk pembelian persediaan adalah ke akun Pembelian dan bukan ke akun Persediaan. Akun Pembelian adalah tempat penyimpanan sementara untuk biaya persediaan yang akan dialokasikan ke Persediaan dan Harga Pokok Penjualan di akhir periode.
Universitas Sumatera Utara
12
Menurut Dyckman, Dukes, Davis (2000 : 381) mengatakan bahwa : Dalam sistem persediaan periodik, perhitungan fisik aktual atas barang-barang yang ada di tangan diadakan pada akhir setiap periode akuntansi ketika menyiapkan laporan keuangan. Barang-barang dihitung, ditimbang, atau jika tidak diukur, dan jumlahnya dikalikan dengan unit biaya untuk memberi nilai persediaan. Sebuah catatan yang terus berlangsung atas persediaan bisa, tetapi tidak harus, dibuat untuk unit-unit dan jumlah yang dibeli dan dijual (atau dikeluarkan) serta saldo di tangan. Harga pokok penjualan (cost of sales) dihitung sebagai jumlah residu (persediaan awal ditambah pembelian bersih dikurangi persediaan akhir). Sebagai ilustrasi, pertimbangan data berikut untuk Lea Company: Unit
Biaya per Unit
Total
500
$4,00
$2.000
1.000
$4,00
$4.000
Persediaan awal Pembelian Barang tersedia untuk dijual
1.500
Penjualan
900
Persediaan akhir
600
Persediaan awal : 500 x $4,00
$2.000
Pembelian barang dagang : 1.000 x $4,00
4.000
Total barang tersedia untuk dijual selama periode tersebut
6.000
Dikurangi persediaan akhir : 600 x $4,00
2.400
Harga pokok penjualan
$3.600
Universitas Sumatera Utara
13
b. Sistem persediaan Perpetual Menurut Niswonger, Warren, Reeve, dan Fess (1999 : 366) : Dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan barang dagang dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi mengindikasikan stok pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan mendebit Persediaan Barang Dagang dan mengkredit Kas atau Utang Usaha. Pada tanggal penjualan, harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit Harga Pokok Penjualan dan mengkredit Persediaan Barang Dagang.
Sistem persediaan perpetual dapat diselenggarakan hanya dengan mencatat kuantitas saja atau dengan mencatat kuantitas dan harga. Penggunaan sistem ini untuk barang dagang memberikan sarana pengendalian yang paling efektif atas aktiva yang penting tersebut. Dalam sistem perpetual, adanya kekurangan dapat ditentukan dengan mengadakan perhitungan fisik barang dan membandingkan perhitungan tersebut dengan saldo buku tambahan. Pemesanan kembali barang secara tepat waktu dan pencegahan kelebihan persediaan dapat dicapai dengan membandingkan saldo buku tambahan dengan tingkat persediaan maksimum dan minimum yang ditentukan terlebih dahulu. Dyckman, Dukes, Davis (2000 : 383) mengatakan bahwa, “Apabila sistem persediaan perpetual digunakan, catatan persediaan perpetual yang terinci, sebagai tambahan atas akun buku besar biasa, dibuat untuk setiap item persediaan, dan akun pengendali persediaan dibuat dalam buku besar atas dasar lancar”.
Universitas Sumatera Utara
14
Catatan persediaan perpetual untuk setiap barang harus memberikan informasi penerimaan, pengeluaran, dan saldo ditangan. Dengan informasi ini, kuantitas fisik dan penilaian barang yang ada di tangan tersedia setiap waktu. Jadi, perhitungan persediaan fisik tidak diperlukan kecuali untuk memverifikasi jumlah persediaan. Perhitungan fisik biasanya dilakukan secara tahunan untuk tujuan audit yang membandingkan persediaan di tangan dengan catatan perpetual dan menyatakan data untuk setiap jurnal penyesuaian yang dibutuhkan (misalnya kesalahan dan kerugian). Catatan persediaan harus disesuaikan ke perhitungan fisik apabila terdapat perbedaan pencatatan. Untuk memperbaiki manajemen persediaan, sistem persediaan perpetual secara khusus berguna apabila persediaan terdiri dari item-item dengan nilai unit tinggi atau apabila hal itu penting untuk memiliki tingkat persediaan yang wajar tetapi tidak berlebihan. Meskipun sistem persediaan perpetual lebih baik untuk manajemen persediaan, namun permasalahan tetap ada. Dyckman, Dukes, Davis (2000 : 383) mengatakan permasalahan itu misalnya : 1) Pengendalian informasi akuntansi vs pengendalian properti fisik Akibat munculnya robot dan teknologi komputer, saat ini ada sistem persediaan otomatis yang tidak hanya mengelola persediaan tetapi juga mengelola pergudangan (stocking) dan penanganan (handling) barang-barang serta bahan persediaan. Namun, dengan sistem otomatispun, beberapa aspek dari manajemen dan pengendalian persediaan fisik tetap menjadi masalah. Praktek-praktek pencurian dan perampokan, pembobolan dan kerusakan fisik lainnya, kesalahan pesanan dan kesalahan pengisian, serta pengawasan persediaan yang
Universitas Sumatera Utara
15
kurang memadai harus diperhatikan tanpa melihat jenis sistem akuntansi persediaan yang digunakan. 2) Biaya yang lebih besar berkaitan dengan sistem persediaan perpetual Penerapan sistem persediaan perpetual, yang melibatkan catatan akuntansi yang terinci, cenderung lebih mahal (setidaknya pada awalnya) dibandingkan sistem periodik, yang cenderung kurang kompleks. Di sini sekali lagi, komputer membuat sistem persediaan perpetual lebih populer saat ini daripada sebelumnya. Berikut ini contoh perbedaan ayat jurnal antara metode pencatatan periodik dengan metode perpetual :
Universitas Sumatera Utara
16
Tabel 2.1 Perbandingan Ayat Jurnal Perpetual Dengan Periodik 4 Mei 8 Mei
9 Mei 14 Mei
4 Mei
8 Mei
15 Mei
Transaksi Pembelian barang dagang Secara kredit Retur dan potongan pembelian
Biaya pengiriman atas pembelian Pembayaran utang dengan diskon
Transaksi Penjualan barang dagang Secara kredit
Retur barang dagang terjual
Penerimaan uang atas piutang Dengan diskon
Ayat jurnal pada Buku Beyer Video Sistem persediaan perpetual Persediaan barang dagang 3.800 Utang usaha 3.800
Sistem persediaan periodik Pembelian 3.800 Utang usaha
Utang usaha Persediaan barang dagang
300
Utang usaha Retur dan potongan pembelian
300
Persediaan barang dagang Kas Utang usaha Kas Persediaan barang dagang
150
Biaya pengiriman Kas Utang usaha Kas Diskon pembelian
150
300
150 3.500 3.430 70
Ayat jurnal pada buku Seller Electronix Sistem persediaan perpetual Piutang usaha 3.800 Penjualan 3.800 Harga pokok penjualan 2.400 Persediaan barang dagang 2.400 Retur dan potongan penjualan Piutang usaha Persediaan barang dagang Harga pokok penjualan Kas Diskon penjualan Piutang usaha
300 300 140
3.800 300
150 3.500 3.430 70
Sistem persediaan periodik Piutang usaha 3.800 Penjualan Tidak ada ayat jurnal harga Pokok penjualan Retur dan potongan penjualan Piutang usaha Tidak ada jurnal
3.800
300 300
140 3.430 70 3.500
Kas Potongan penjualan Piutang usaha
3.430 70 3.500
Sumber : Weygandt, Kieso, Kimmel (2007 : 291) 16 Universitas Sumatera Utara
17
2. Barang dalam Perjalanan, Diskon, Retur dan Pengurangan Harga a. Barang-barang dalam Perjalanan Penjualan barang dilakukan dengan dua cara yaitu : 1) Jika syarat penjualan adalah prangko gudang penjual FOB (free on board) shipping point, hak atas barang dipindahkan kepada pembeli ketika barang dimuat ke alat angkut ketika akan diangkut. Dengan persyaratan ini, maka penerapan aturan hukum atas pengiriman pada akhir tahun akan memerlukan pencatatan penjualan dan penurunan persediaan dalam pembukuan penjual. Karena hak itu berpindah pada saat pengangkutan, barang-barang dalam perjalanan pada akhir tahun harus dimasukkan dalam persediaan pembeli, meskipun barangnya belum tiba. Penetapan jumlah barang dalam perjalanan pada akhir tahun dilakukan dengan mengkaji pesanan-pesanan yang datang pada awal periode baru. Catatan pembelian dibiarkan terbuka melampaui periode fiskal agar pencatatan barang dalam perjalanan pada akhir periode dapat dilaksanakan, atau barang-barang dalam perjalanan dapat dicatat dengan menggunakan ayat penyesuaian. 2) Jika
syarat
penjualannya
prangko
gudang
pembeli
(FOB)
destination, maka penerapan aturan hukum tidak memerlukan pengakuan transaksi sebelum barang diterima pembeli. Dalam hal ini, karena sulit menentukan apakah barang-barang telah mencapai tujuannya pada akhir tahun atau belum, penjual akan lebih suka mengabaikan aturan hukum dan menggunakan saat pengangkutan sebagai dasar pengakuan penjualan dan penurunan persediaan.
Universitas Sumatera Utara
18
b. Diskon sebagai pengurang biaya Diskon (potongan harga) yang diperlakukan sebagai pengurang biaya dalam pencatatan pembelian barang juga harus diperlakukan sebagai pengurang biaya persediaan. Diskon dagang merupakan potongan dari daftar harga yang berlaku menjadi harga yang benar-benar dibebankan kepada pelanggan. Besarnya diskon yang diberikan dapat bervariasi menurut faktor-faktor tertentu seperti kuantitas barang ayng dibeli. Jadi, diskon dagang sering kali ditetapkan dalam suatu seri. Contoh : Suatu perusahaan menggambarkan daftar diskon dagangnya dalam suatu katalog sebagai berikut : Penjualan
Diskon
jumlah faktur bersih
$5000
20% x $5000=$1000
$5000-$1000=$4000
$4000
10% x $4000=$ 400
$4000-$ 400=$3600
$3600
5% x $3600=$ 180
$3600-$ 180=$3420
Diskon tunai adalah potongan harga yang diberikan untuk fakturfaktur yang dibayar dalam periode tertentu. Diskon tunai biasanya ditetapkan sebagai suatu persentase harga yang tidak perlu dibayar bilamana faktur dibayar dalam beberapa hari tertentu, dan jumlah penuh harus dibayar jika pembayaran melampaui periode diskon. Sebagai contoh, 2/10, n/30 berarti bahwa 2% diberikan sebagai diskon tunai jika faktur dibayar dalam waktu 10 hari setelah tanggal faktur, tetapi jumlah penuh dapat dibayar dalam 30 hari. Syarat 3/10 “eom” berarti bahwa diskon 3% dapat diberikan
Universitas Sumatera Utara
19
jika faktur dibayar dalam waktu 10 hari setelah akhir bulan (end of month) pembuatan faktur. Secara teoritis, persediaan harus dicatat dengan jumlah setelah diskon, yaitu harga faktur kotor dikurangi diskon yang dapat diperoleh. Metode bersih ini menunjukkan kenyataan bahwa diskon yang tidak diambil sebenarnya merupakan pengeluaran atau beban kredit yang terjadi karena ketidakmampuan untuk membayar dalam periode diskon. Jumlah ini dicatat dalam perkiraan diskon yang tidak diambil dan dilaporkan sebagai suatu pos terpisah pada perhitungan laba rugi. Ayat jurnal yang diperlukan baik untuk metode kotor dan metode bersih diilustrasikan berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 2. 2 Perbedaan Pencatatan Diskon Metode Bersih dengan Metode Kotor
Transaksi
Pembelian barang dagang seharga $2.500 dikurangi diskon dagang
Pembelian
Pembelian
dilaporkan dalam
dilaporkan dalam
jumlah bersih
jumlah kotor
Persediaan
1.372
Hutang dagang
Persediaan 1.372
1.400
Hutang usaha
1.400
30/20 dan diskon tunai 2% $2.500 dikurangi 30% = $1.750 $1.750 dikurangi 20% = $1.400 $1.400 dikurangi 2% = $1.372 a. diasumsikan bahwa pembayaran faktur dilakukan dalam periode
Hutang usaha 1.372 Kas
Hutang usaha 1.372
Persediaan
28
Kas
diskon b.diasumsikan bahwa pembayaran
Hutang usaha
faktur dilakukan setelah periode
Diskon yang tidak
Kas
akhir
mengasumsikan
periode bahwa
dengan faktur
Hutang usaha
1.400 1.400
1.400 Tidak diperlukan ayat jurnal
Diskon yang tidak diambil
1.372
28
Kas c. penyesuaian yang diperlukan
Hutang usaha
1.372
diambil
diskon
pada
1.400
28 28
belum dibayar dan periode diskon telah lewat
Sumber : Smith dan Skousen (1997 : 336)
Universitas Sumatera Utara
21
c. Retur pembelian dan pengurangan harga Penyesuaian atas faktur perlu juga dibuat jika barang ternyata rusak atau jika kualitasnya lebih rendah daripada yang dipesan. Kadang kala barang tersebut secara fisik dikembalikan kepada pemasok. Mungkin juga pembeli diberikan nota kredit oleh pemasok untuk mengkompensasi kerusakan atau kualitas barang yang rendah. Dalam kedua hal tersebut, hutang akan berkurang dan dilakukan pengkreditan secara langsung ke perkiraan persediaan pada sistem perpetual, atau ke perkiraan kontra pembelian, yakni retur pembelian dan pengurangan harga, pada sistem persediaan periodik. Jurnal retur pembelian : Periodik : Utang usaha
xxx
Retur dan potongan pembelian
xxx
Perpetual : Utang usaha Persediaan
xxx xxx
Universitas Sumatera Utara
22
C. Metode Penilaian Persediaan 1. Penilaian Nilai Persediaan – Berdasarkan Harga Pokok Penentuan harga pokok persediaan sangat bergantung dari metode penilaian yang dipakai yaitu metode identifikasi khusus, FIFO, LIFO dan metode weighted average. a. Metode Identifikasi Khusus (Specific Identification) Dyckman, Dukes, Davis (2000 : 392) mengatakan bahwa, “Metode identifikasi biaya khusus mensyaratkan bahwa setiap barang yang disimpan harus ditandai secara khusus sehingga biaya per unitnya dapat diidentifikasi setiap waktu”. Jika barang yang terlibat berjumlah besar atau mahal atau hanya dalam jumlah kecil yang ditangani, mungkin bisa dilaksanakan penandaan atau penomoran setiap barang ketika dibeli atau diproses. Metode ini memungkinkan dilakukannya identifikasi biaya per unit khusus untuk setiap barang yang terjual pada tanggal penjualan dan tiap barang yang tetap ada di persediaan. Dengan demikian, metode identifikasi biaya khusus menghubungkan arus biaya secara langsung dengan arus biaya secara fisik. Dari sudut pandang teoritis, metode identifikasi khusus sangat menarik, khususnya ketika setiap unsur persediaan unik dan memiliki biaya yang tinggi. Namun ketika persediaan terdiri dari berbagai unsur atau unsur-unsur identik yang dibeli pada saat berlainan dengan harga berbeda, maka identifikasi khusus akan menjadi lamban, membebani, dan memakan
Universitas Sumatera Utara
23
biaya. Oleh karena itu, metode ini sangat jarang digunakan oleh perusahaan dagang.
b. Metode LIFO (Last In First Out) Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 14.21) merumuskan metode LIFO sebagai berikut, “Rumus MTKP/LIFO mengasumsikan barang yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang termasuk dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi terdahulu”. Dyckman, Dukes, Davis (2000 : 396) mengatakan bahwa, “Metode LIFO untuk kalkulasi biaya persediaan menandingkan persediaan yang dinilai pada biaya per unit akuisisi terbaru dengan pendapatan penjualan periode berjalan”. Unit-unit yang tetap ada di persediaan akhir dibebankan pada biaya per unit terlama yang terjadi, dan unit-unit tersebut termasuk harga pokok penjualan yang dibebankan pada biaya per unit terbaru yang muncul. Metode LIFO atau MTKP terdiri dari dua macam, yaitu : 1) Sistem fisik Metode LIFO sistem fisik adalah penilaian persediaan yang ditentukan dengan cara saldo fisik yang ada dikalikan harga pokok per unit barang yang masuk pada awal periode. Bila saldo fisik teryata lebih besar dari barang yang masuk pada awal periode, diambilkan dari harga pokok per unit yang masuk berikutnya. Contoh:
Universitas Sumatera Utara
24
1 Januari 2006 persediaan awal 50 unit @ Rp. 100 = Rp. 5.000,10 Januari 2006 pembelian
100 unit @ Rp. 110 = Rp. 11.000,-
15 Januari 2006 pembelian
200 unit @ Rp. 115 = Rp. 23.000,-
20 Januari 2006 pembelian
100 unit @ Rp. 115 = Rp. 11.500,-
Jumlah
450 unit
Rp. 50.500,-
Data Penjualan adalah sebagai berikut : 12 Januari 2006 penjualan
100 unit
18 Januari 2006 penjualan
200 unit
25 Januari 2006 penjualan
100 unit 400 unit
Saldo fisik per 31 Januari 2006 adalah 50 unit Nilai persediaan akhir per 31 Januari 2006 : 50 x Rp. 100 = Rp. 5.000,Harga Pokok barang yang dijual : Rp. 50.500 - Rp. 5.000 = Rp. 45.500,2) Sistem perpetual Metode LIFO - Perpetual adalah suatu metode penilaian persediaan yang pencatatan persediaanya dilakukan secara terus menerus dalam kartu persediaan. Setiap kali ada transaksi, baik pembelian maupun penjualan (pemasukan dan pengeluaran), langsung dicatat dalam kartu persediaan. Harga pokok penjualan dicatat berdasarkan harga pokok barang pertama kali masuk. Jumlah yang masih tersisa merupakan nilai persediaan akhir.
Universitas Sumatera Utara
25
Selama periode inflasi, penggunaan metode LIFO akan menghasilkan kemungkinan laba bersih yang terendah. Alasannya adalah karena harga pokok barang-barang yang diperoleh terakhir akan mendekati nilai ganti barang yang dijual. Dengan demikian metode ini memberikan perbandingan yang lebih sesuai antara harga pokok dan laba. Keuntungan lain metode ini adalah penghematan pajak, karena laba yang dihasilkan adalah yang paling rendah, sehingga akan menghasilkan pajak penghasilan yang lebih rendah.bila dibandingkan dengan metode FIFO ataupun metode rata-rata. Dalam
periode
deflasi,
pengaruh
yang
terjadi
adalah
kebalikannya. Metode LIFO akan menghasilkan kemungkinan laba bersih yang tertinggi. Alasan utama bagi mereka yang membela metode ini adalah adanya kecendrungan untuk mengurangi pengaruh perkembangan harga pada laba bersih. Kritik terhadap penggunaan metode ini adalah nilai persediaan barang dagang yang ditetapkan di neraca dapat jauh berbeda dengan nilai gantinya. Tetapi hal ini dapat diungkapkan dalam catatan yang menyertai laporan keuangan. Berikut ini contoh tabel kalkulasi biaya persediaan LIFO berdasarkan metode perpetual:
Universitas Sumatera Utara
26
Tabel 2.3 Kalkulasi Biaya Persediaan LIFO – Perpetual pembelian Tanggal unit jan
biaya per unit
Penjualan (pengeluaran)
Total biaya
unit
biaya per unit
Saldo persediaan
Total biaya
1 9
300
$1,10
$330
10
15
400
1,16
$1,10
$330
100
1,00
100
464
300
18 24
300
100
1,26
1,16
348
126
Persediaan akhir Harga pokok penjualan
unit
biaya per unit
Total biaya
200*
$1,00
$200
200
1,00
200
300
1,10
330
100
1,00
100
100
1,00
100
400
1,16
464
100
1,00
100
100
1,16
116
100
1,00
100
100
1,16
116
100
1,26
126 $342
$778
*persediaan awal
Sumber : Dyckman, Dukes, Davis (2000 : 397)
26 Universitas Sumatera Utara
27
c. Metode FIFO (First In First Out) Menurut Zulian (2005 : 200), “Dengan metode FIFO, biaya persediaan dihitung berdasarkan asumsi bahwa barang akan dijual atau dipakai sendiri dan sisa dalam persediaan menunjukkan pembelian atau produksi yang terakhir”. Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 14.21) merumuskan metode FIFO sebagai berikut, “Formula MPKP/FIFO mengasumsikan barang dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian”. Sebagian besar perusahaan mengeluarkan barang sesuai dengan urutan pembeliannya. Hal ini terutama untuk barang-barang yang tidak tahan lama dan produk-produk yang modelnya cepat berubah. Sebagai contoh, toko bahan pangan menyusun produk-produk susu dalam rak-rak berdasarkan tanggal kadaluwasarnya. Begitu juga toko pakaian memajang pakaian sesuai dengan musim. Pada akhir musim, toko ini biasanya memberikan diskon untuk menjual pakaian yang musimnya sudah lewat atau ketinggalan mode. Jadi, metode FIFO dapat dikatakan konsisten dengan arus fisik atau pergerakan barang. Metode FIFO/MPKP dibagi atas dua bagian yakni : 1)
Sistem fisik Menurut sistem FIFO yang didasarkan atas metode fisik, nilai
persediaan akhir ditentukan dengan cara saldo fisik yang ada dikalikan
Universitas Sumatera Utara
28
dengan harga pokok per unit barang yang terakhir kali masuk. Bila saldo fisik ternyata lebih besar dari jumlah unit terakhir masuk, sisanya dipergunakan harga pokok per unit yang masuk sebelumnya. Persediaan akhir periode 31 Januari 2006 masih ada 50 unit. Harga pokok persediaan akhir per 31 Januari 2006 : 50 x Rp. 115 = Rp. 5.750,Harga pokok barang yang dijual : Rp. 50.500 – Rp. 5.750 = Rp. 44.750,2)
Sistem perpetual Metode FIFO Perpetual adalah suatu metode penilaian
persediaan yang pencatatan persediannya dilakukan terus menerus dalam kartu persediaan. Setiap kali ada transaksi, baik pembelian maupun penjualan (pemasukan dan pengeluaran) barang, langsung dicatat dalam kartu persediaan. Harga pokok penjualan dicatat berdasarkan harga pokok barang pertama kali masuk. Jumlah yang masih tersisa merupakan nilai persediaan akhir. Selama periode inflasi atau kenaikan harga terus menerus, penggunaan metode FIFO akan menghasilkan kemungkinan laba tertinggi dibandingkan dengan metode-metode yang lain, karena perusahaan cenderung untuk menaikkan harga jualnya sesuai dengan perkembangan pasar tanpa memperhatikan kenyataan bahwa barang yang terdapat dalam persediaan telah diperoleh sebelum terjadinya kenaikan harga. Kenaikan laba karena naiknya harga persediaan ini
Universitas Sumatera Utara
29
sering disebut sebagai laba persediaan (inventory profit) atau laba semu (illusory profit) Dalam periode deflasi dimana terjadi penurunan harga, pengaruh yang terjadi adalah kebalikannya. Metode FIFO akan menghasilkan kemungkinan laba bersih yang terendah. Kritik utama terhadap metode ini adalah adanya kecendrungan untuk lebih menambah pengaruh kenaikan/penurunan harga pada laba yang dilaporkan. Namun jumlah yang dilaporkan sebagai persediaan dalam neraca akan sangat mendekati nilai gantinya. Berikut ini contoh tabel kalkulasi biaya persediaan FIFO berdasarkan metode perpetual :
Universitas Sumatera Utara
30
Tabel 2.4 Kalkulasi Biaya Persediaan FIFO – Perpetual
Pembelian
Tanggal Unit Jan
Biaya per unit
Penjualan (pengeluaran) Total biaya
Unit
Biaya per unit
Saldo persediaan
Total biaya
1 9
300
$1,10
$330
10 15
400
1,16
100
1,26
$1,00
$200
200
1,10
220
464
18 24
200
126
Persedian akhir Harga pokok penjualan
100
1,10
110
200
1,16
232
Unit
Biaya per unit
Total biaya
200*
$1,00
$200
200
1,00
200
300
1,10
330
100
1,10
110
100
1,10
100
400
1,16
464
200
1,16
232
200 100
1,16 1,26
232 126 $358
$762
*persediaan awal
Sumber : Dyckman, Dukes, Davis (2000 : 395)
30 Universitas Sumatera Utara
31
d. Metode Rata-Rata Tertimbang (Weighted Average) Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 14.21) merumuskan metode ratarata sebagai berikut : Dengan rumus biaya rata-rata tertimbang, biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari barang serupa pada awal periode dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode. Perhitungan ratarata dapat dilakukan secara berkala, atau pada setiap penerimaan kiriman, bergantung pada keadaan perusahaan.
Asumsi metode ini adalah unit dijual tanpa memperhatikan urutan pembeliannya dan menghitung harga pokok penjualan serta persediaan akhir. Biaya per unit rata-rata tertimbang dihitung dengan membagi jumlah biaya persediaan awal dan biaya pembelian periode berjalan. Biaya rata-rata tertimbang per unit yang sama digunakan dalam menentukan biaya persediaan barang pada akhir periode. Dyckman, Dukes, Davis (2000 : 393) mengatakan bahwa, “Biaya per unit rata-rata tertimbang dihitung dengan membagi jumlah biaya persediaan awal dan biaya pembelian periode berjalan dengan jumlah unit persediaan awal ditambah unit pembelian selama periode tersebut”. Pengaruh perkembangan harga berjalan secara rata-rata dalam hal dalam penetapan laba bersih maupun dalam penetapan harga pokok persediaan. Untuk suatu pembelian tertentu harga pokok rata-ratanya akan sama, tanpa memperhatikan arah dari perkembangan harga. Misalnya apabila urutan serta harga pokok per unit barang yang tersedia untuk dijual adalah kebalikan dari urutan, maka hal ini tidak akan mempunyai pengaruh apa-apa terhadap laba bersih maupun harga pokok persediaan. Waktu yang
Universitas Sumatera Utara
32
diperlukan untuk mengumpulkan data dalam metode rata-rata tertimbang biasanya akan lebih banyak dibandingkan dengan metode-metode lain. Biaya tambahan yang harus dikeluarkan mungkin akan besar apabila pembelian dilakukan berkali-kali dan jenis barangnya banyak. Bila diketahui persediaan akhir = 50 unit Maka harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir : Jumlah harga rata-rata :
Rp. 50.500 Rp. 112.22, 450 unit
Nilai persediaan akhir = 50 unit x Rp. 112.22 = Rp. 5.611,Harga pokok barang yang dijual periode Januari 2006 : = ( 450 – 50 ) x Rp.112.22 = Rp. 44.888,-
2. Penilaian Persediaan Selain Dari Harga Pokok
Dalam beberapa kasus, persediaan dapat dinilai selain dari harga pokok. Warren, Reeve, Fess (2005 : 456) mengatakan bahwa situasi semacam itu timbul apabila “(1) biaya penggantian barang-barang persediaan lebih rendah daripada biaya yang tercatat dan (2) persediaan tidak dapat dijual pada harga jual normal karena cacat, usang, perubahan gaya, atau penyebab lainnya”. a. Nilai terendah antara Harga Pokok atau Harga Pasar
Jika biaya penggantian suatu persediaan lebih rendah daripada biaya pembeliannya maka metode nilai terendah antara harga pokok atau harga pasar ( lower-of-cost-or-market method-LCM ) digunakan untuk menilai persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam LCM,
Universitas Sumatera Utara
33
adalah biaya untuk mengganti barang dagang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini didasarkan pada jumlah yang biasanya dibeli dari sumber pemasok yang biasa. Dalam bisnis yang sering dilanda inflasi, harga pasar jarang turun. Namun, dalam bisnis yang teknologinya berubah cepat (misalnya, televisi, dan komputer), penurunan harga sering terjadi. Keunggulan utama dari metode LCM adalah bahwa laba kotor (dan laba bersih) akan berkurang dalam periode terjadinya penurunan nilai pasar. Skousen, Albrecht, Stice, Stice (2001 : 395) mengatakan dasar pedoman dalam menerapkan aturan ini adalah : 1) Menetapkan nilai pasar sebagai berikut : a) Biaya penggantian jika jatuh di antara harga tertinggi dan harga terendah b) Harga terendah, jika biaya penggantian lebih kecil dari harga terendah c) Harga tertinggi, jika biaya penggantian lebih tinggi daripada harga tertinggi. (Seperti dalam praktik, pada saat biaya penggantian, harga tertinggi dan harga terendah dibandingkan nilai pasar selalu nilai ditengahtengah) 2) Membandingkan nilai pasar dengan harga pertama-tama dan memilih jumlah yang lebih rendah.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa terdapat 400 unit barang A yang identik dalam persediaan, yang dibeli dengan harga $ 10,25 per unit. Jika pada tanggal persediaan barang tersebut akan memerlukan biaya $ 10,50 untuk menggantinya, maka harga sebesar $ 10,50 akan dikalikan dengan 400 untuk menentukan nilai persediaan. Pada sisi lain, jika barang tersebut dapat diganti dengan harga $ 9,50 per unit, biaya penggantian (replacement cost ) sebesar $9,50 akan digunakan untuk tujuan penilaian.
Universitas Sumatera Utara
34
Tampilan
berikut
akan
mengilustrasikan
metode
untuk
penyusunan data persediaan dan penerapan metode LCM ke setiap barang persediaan. Jumlah penurunan nilai pasar, $450 ( $ 15.520 - $ 15.070 ), bisa dilaporkan sebagai pos terpisah dalam laporan laba rugi atau dimasukkan dalam harga pokok penjualan. Yang pasti laba bersih akan berkurang sebesar harga pasar. Tabel 2.5 Penentuan Nilai Persediaan Dengan Metode LCM Total Kuantitas
Biaya Harga Pasar
Komoditas Persediaan per Unit per unit
Lebih rendah Biaya
Pasar Biaya atau pasar
A
400
$ 10,25
9,50
$4.100
3.800
3.800
B
120
22,50
24,10
2.700
2.892
2.700
C
600
8,00
7,75
4.800
4.650
4.650
D
280
14,00
14,75
3.920
4.130
3.920
15.520 15.472
15.070
Total
Sumber : Warren, Reeve, Fess (2005 : 457)
b. Penilaian pada Nilai Realisasi Bersih
Barang dagang yang telah usang, rusak, cacat atau yang hanya bisa dijual dengan harga di bawah harga pokok harus diturunkan nilainya. Barang dagang semacam itu harus dinilai dengan nilai realisasi bersih. Warren, Reeve, Fess (2005 : 457) mengatakan bahwa, “Nilai realisasi bersih (net realizable) adalah estimasi harga jual dikurangi biaya pelepasan langsung, seperti komisi penjualan”. Sebagai contoh, asumsikan
Universitas Sumatera Utara
35
bahwa barang dagang yang telah rusak, yang berharga pokok $ 1.000, hanya dapat dijual dengan harga $ 800, dan beban penjualan langsung diestamsi sebesar $ 150. Persediaan ini harus dinilai sebesar $650 ( $ 800 $ 150 ), yang merupakan nilai realisasi bersihnya. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 14.5) menjelaskan bahwa ”Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, yang lebih rendah (the lower of cost and net realizable value)”. Nilai persediaan bersih yang telah ditentukan harus ditinjau kembali pada
setiap
periode
berikutnya.
Apabila
kondisi
yang
semula
mengakibatkan penurunan nilai persediaan dibawah biaya teryata tidak lagi berlaku, maka jumlah penurunan nilai harus dieliminasi balik (reversed) sedemikian rupa sehingga jumlah tercatat baru persedian adalah yang terendah dari biaya atau nilai realisasi bersih yang telah direvisi. Hal ini timbul misalnya, jika suatu barang dalam persediaan, yang dicantumkan sebesar nilai realisasi bersih karena harga jualnya telah turun, masih dimiliki pada periode berikutnya dan harga jualnya telah meningkat.
3. Mengestimasi Harga Pokok Persediaan Perusahaan perlu mengetahui jumlah persediaan jika pencatatan persediaan perpetual tidak dilakukan dan apabila perhitungan fisik tidak praktis untuk dilakukan. Sebagai contoh, perusahaan yang menggunakan sistem persediaan periodik perlu membuat laporan laba rugi bulanan, tetapi tidak ekonomis jika melakukan perhitungan fisik persediaan setiap bulan
Universitas Sumatera Utara
36
(terlalu mahal). Selain itu jika terjadi bencana seperti kebakaran yang menghancurkan persediaan, maka jumlah kerugian harus ditentukan. Dalam kasus ini, perhitungan fisik tidak dapat dilakukan, bahkan jika catatan persediaan persediaan perpetual ada, catatan akuntansi itu juga telah hancur. Jika hal ini terjadi, biaya persediaan dapat diestimasikan dengan menggunakan (1) metode eceran atau (2) metode laba kotor. a. Metode Eceran untuk Penentuan Harga Pokok Persediaan
Warren, Reeve, Fess (2005 : 459) mengatakan, “Metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasikan biaya persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama”. Untuk menggunakan metode ini, harga eceran dari semua barang dagang harus ditetapkan dan dijumlahkan. Berikutnya, persediaan eceran ditentukan dengan mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang yang tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan. Estimasi biaya persediaan kemudian dihitung dengan mengalikan persediaan eceran dengan rasio biaya terhadap harga jual (eceran) barang dagang yang tersedia untuk dijual, seperti berikut :
Universitas Sumatera Utara
37
Tabel 2.6 Penentuan Persediaan Dengan Metode Eceran Harga Pokok Persediaan barang dagang, 1 Januari $ 19.400 Pembelian bulan Januari ( bersih ) $ 42.600 Barang yang tersedia untuk dijual $ 62.000 Rasio biaya terhadap harga eceran = $ 62.000 = 62 % $ 100.000 Penjualan bulan Januari ( bersih ) Persediaan barang dagang 31 Januari pada eceran Persediaan barang dagang 31 Januari pada estimasi biaya ( $ 30.000 x 62 % )
Harga Eceran $ 36.000 $ 64.000 $100.000
$ 70.000 $ 30.000 $ 18.600
Sumber : Warren, Reeve, Fess (2005 : 460)
b. Penilaian Persediaan Berdasarkan Metode Laba Kotor
Soemarso (2002 : 394) menyatakan bahwa, ”Metode laba bruto atau metode laba kotor (gross profit method) : metode penetapan harga pokok persediaan secara taksiran yang didasarkan atas hubungan, yang terdapat dalam periode yang lalu, antara laba bruto dengan harga jual”. Metode laba kotor ( gross profit method ) menggunakan estimasi laba kotor yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir periode. Laba kotor biasanya diestimasikan dari tahun sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dengan harga pokok dan harga jual selama periode berjalan. Dengan menggunakan tingkat laba kotor, penjualan untuk suatu periode dapat dibagi ke dalam dua komponen : (1) laba kotor dan (2) harga pokok penjualan. Harga pokok penjualan dapat dikurangkan dari harga pokok
Universitas Sumatera Utara
38
barang yang tersedia untuk dijual guna mendapatkan estimasi persediaan akhir barang dagang. Dalam contoh ini, persediaan per 1 Januari diasumsikan sebesar $57.000, pembelian selama bulan Januari adalah $ 180.000, dan penjualan bersih selama bulan tersebut adalah $ 250.000. Selain itu, laba kotor historis adalah 30 % dari penjualan bersih. Ilustrasinya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.7 Estimasi Persediaan Dengan Metode Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Januari
$ 57.000
Pembelian selama Januari ( bersih )
$180.000
Barang yang tersedia untuk dijual
$237.000
Penjualan selama Januari ( bersih )
$ 250.000
Dikurangi : estimasi laba kotor ( 30% x $ 250.000 )
$ 75.000
Estimasi harga pokok penjualan
$175.000
Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari
$ 62.000
Sumber : Warren, Reeve, Fess (2005 : 461) Metode laba kotor sangat berguna dalam mengestimasi persediaan untuk laporan keuangan bulanan atau triwulan dalam sistem persediaan periodik. Metode ini juga berguna dalam mengestimasi harga pokok barang dagang yang rusak akibat kebakaran atau bencana alam lainnya.
Universitas Sumatera Utara