BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Persediaan 1. Pengertian Persediaan Persediaan merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam operasi kegiatan perusahaan dagang. Persediaan juga merupakan aktiva lancar terbesar dari perusahaan manufaktur maupun dagang. Pengaruh persediaan terhadap laba lebih mudah terlihat ketika kegiatan bisnis sedang berfluktuasi. Menurut Stice dan Skousen (2004:653), “persediaan ditujukan untuk barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus perusahaan manufaktur, maka kata ini ditujukan untuk proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan produksi”. Kieso et al (2002:443) mengatakan bahwa “persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual”. Pendapat Warren et al (2005:440) mengatakan persediaan adalah “barang dagang yang disimpan untuk dijual dalam operasi bisnis perusahaan, dan bahan yang digunakan dalam proses produksi atau disimpan untuk tujuan itu”. Persediaan yang diperoleh perusahaan langsung dijual kembali tanpa mengalami proses produksi selanjutnya disebut persediaan barang dagang. Dengan demikian, persediaan adalah barang untuk dijual dalam operasi bisnis perusahaan, dan sesuai dengan pendapat Warren et al maka perusahaan bisa
Universitas Sumatera Utara
saja menyimpan persediaan sebelum dijual didalam sebuah gudang yang sering berlaku untuk pedagang-pedagang besar seperti retail yang perputaran persediaannya cukup tinggi dan beragam untuk mengantisipasi penjualan supaya tidak terjadi kekurangan persediaan. Persediaan merupakan salah satu aktiva yang sangat penting dan mempunyai peranan yang sangat besar bagi perusahaan, seperti memperlancar jalannya operasi perusahaan yang dilakukan secara berurut- urut mulai dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi yang selanjutnya akan didistribusikan kepada konsumen. Bagi banyak perusahaan, terutama yang berkiprah dalam bisnis eceran dan grosir, persediaan merupakan aktiva paling besar yang dimiliki oleh perusahaan dibanding dengan unsur aktiva lancar lainnya. Persediaan digolongkan kedalam aktiva lancar (current asset) karena umumnya persediaan dapat diubah menjadi kas atau aktiva lainnya dalam suatu daur kegiatan usaha (operating cycle) perusahaan. Barang dagang yang usang dan tak dapat dijual, jika jumlahnya material harus dikeluarkan dari klasifikasi ini kecuali jika dapat dilempar ke pasar yang ada dalam periode penjualan normal. 2. Metode Pencatatan Persediaan a. Sistem Periodik Weygandt et al (2007:262) mengemukakan bahwa “dalam sistem persediaan periodik (periodic inventory system), rincian persediaan
Universitas Sumatera Utara
barang yang dimiliki tidak disesuaikan secara terus-menerus dalam satu periode”. Harga pokok penjualan barang ditentukan hanya pada akhir periode akuntansi (secara periodik)”. Dyckman et al (2008:381) mengatakan bahwa “dalam sistem persediaan periodik, dilakukan perhitungan periodik aktual atas barang-barang yang ada ditangan pada akhir periode akuntansi ketika menyiapkan laporan keuangan”. b. Sistem Perpetual Menurut Niswonger et al (1999:366) ”dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan barang dagang dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi mengindikasikan stok pada tanggal tersebut”. Penggunaan sistem perpetual memberikan sarana pengendalian yang paling efektif atas aktiva tersebut, demikian juga adanya kekurangan dapat ditentukan dengan mengadakan perhitungan periodik barang dan membandingkan perhitungan tersebut dengan saldo buku tambahan. Pemesanan kembali barang secara tepat waktu dan pencegahan kelebihan persediaan dapat dicapai dengan membandingkan saldo buku tambahan dengan tingkat persediaan maksimum dan minimum yang ditentukan terlebih dahulu. Dyckman et al (2000:383) mengatakan bahwa, “ apabila sistem persediaan atas akun buku besar atas dasar lancar, catatan persediaan
Universitas Sumatera Utara
perpetual untuk setiap barang harus memberikan informasi penerimaan, pengeluaran, dan saldo ditangan”. Dengan informasi ini, kuantitas periodik dan penilaian barang yang ada ditangan tersedia setiap waktu. Jadi perhitungan periodik tidak diperlukan kecuali memverifikasi jumlah persediaan. Perhitungan periodik biasanya dilakukan secara tahunan untuk tujuan audit yang membandingkan persediaan ditangan dengan catatan perpetual dan menyatakan data untuk setiap jurnal penyesuaian yang dibutuhkan (misalnya kesalahan dan kerugian). Catatan persediaan harus disesuaikan
ke
perhitungan
periodik
apabila
terdapat
perbedaan
pencatatan.
3. Penilaian Persediaan a. Pendekatan Dasar Biaya Metode arus biaya persediaan adalah kebijaksanaan pengukuran yang digunakan sebagai media kontrak antara economic agent yang berkaitan dengan persediaan (Lee dan Hsieh, 2003:86). Jadi metode arus biaya persediaan adalah kebijaksanaan pengukuran yang digunakan sebagai media kontrak antara economic agent yang berkaitan dengan persediaan yang mempengaruhi laporan keuangan dimana pemilihan metode arus biaya persediaan harus mempertimbangkan nilai-nilai yang dapat mendukung nilai perusahaan yang disesuaikan dengan karakteristik perusahaan. Empat metode arus biaya persediaan
Universitas Sumatera Utara
yaitu metode identifikasi khusus, FIFO, LIFO, dan metode weighted average. 1) Metode Identifikasi Khusus Dyckman et al (2000:392) mengatakan bahwa, “metode identifikasi biaya khusus mensyaratkan bahwa setiap barang yang disimpan harus ditandai secara khusus sehingga biaya per unitnya dapat diidentifikasi setiap waktu”. Jika barang yang terlibat berjumlah besar atau mahal atau hanya dalam jumlah kecil yang ditangani, mungkin bisa dilaksanakan pendanaan atau penomoran setiap barang ketika dibeli atau diproses. Metode ini memungkinkan dilakukannya identifikasi biaya per unit khusus untuk setiap barang yang terjual pada tanggal penjualan dan tiap barang yang tetap ada di persediaan. Dengan demikian, metode identifikasi biaya khusus menghubungkan arus biaya secara langsung dengan arus biaya periodik. 2) Metode LIFO (Last In First Out) Ikatan Akuntan Indonesia (2007:14) merumuskan metode LIFO sebagai berikut, “rumus MTKP/LIFO mengasumsikan barang yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang termasuk dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi terlebih dahulu”. Dyckman et al (2000:396) mengatakan bahwa, “metode LIFO untuk kalkulasi biaya persediaan menandingkan persediaan yang dinilai pada biaya per unit akuisisi terbaru dengan pendapatan penjualan periode berjalan”. Unit-unit yang
Universitas Sumatera Utara
tetap ada persediaan akhir dibebankan pada biaya per unit terlama yang terjadi, dan unit-unit tersebut termasuk pada harga pokok penjualan yang dibebankan pada biaya per unit terbaru yang muncul. 3) Metode FIFO (First In First Out) Ikatan Akuntan Indonesia (2007:200) merumuskan metode FIFO sebagai berikut,” formula MPKP/ FIFO mengasumsikan barang dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang
dibeli
atau
diproduksi
kemudian”.Sebagian
perusahaan
mengeluarkan barang sesuai dengan urutan pembeliannya. Hal ini terutama untuk barang-barang yang tidak tahan lama dan produkproduk yang modelnya cepat berubah. Sebagai contoh, toko bahan pangan menyusun produk-produk susu dalam rak-rak berdasarkan tanggal kadaluarsanya. Begitu juga dengan toko pakaian yang memajang pakaian sesuai dengan musim. Jadi, metode FIFO dapat dikatakan kosisten dengan arus periodik atau pergerakan barang. 4) Metode Rata-Rata a) Rata-rata tertimbang (sistem pencatatan periodik) Ikatan Akuntan Indonesia (2007:21) merumuskan metode rata-rata sebagai berikut: Dengan rumus biaya rata-rata tertimbang, biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari barang serupa pada awal periode dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan
Universitas Sumatera Utara
secara berkala atau pada setiap penerimaan kiriman, bergantung pada keadaan perusahaan. Asumsi metode ini adalah unit dijual tanpa memperhatikan urutan pembeliannya dan menghitung harga pokok penjualan serta persediaan akhir. Biaya per unit rata-rata tertimbang dihitung dengan membagi jumlah biaya persediaan awal dan biaya pembelian periode berjalan. Biaya rata-rata tertimbang per unit yang sama digunakan dalam menentukan biaya persediaan barang pada akhir perode. Dyckman et al (2000:393) mengatakan bahwa, “biaya per unit rata-rata tertimbang dihitung dengan membagi jumlah biaya persediaan awal dan biaya pembelian periode berjalan dengan jumlah unit persediaan awal ditambah unit pembelian selama periode tersebut” b) Rata-rata bergerak (sistem pencatatan perpetual) Apabila digunakan sistem pencatatan perpetual, maka biaya per unit rata-rata bergerak digunakan. Metode rata-rata bergerak biasanya dipandang objektif, konsisten, dan tidak mudah melakukan manipulasi karena sistem perpetual yang melakukan pencatatan setiap terjadinya transaksi dalam metode ini memberikan biaya rata-rata periode berjalan atas dasar berkelanjutan. Metode ini tidak menandingkan biaya unit paling akhir dengan pendapatan periode berjalan. Namun menandingkan
Universitas Sumatera Utara
biaya rata-rata periode tersebut dengan pendapatan dan nilai persediaan akhir. Oleh karena itu, jika biaya per unit meningkat atau
menurun
maka
metode
rata-rata
bergerak
akan
memberikan jumlah persediaan dan harga pokok yang berada diantara metode penilaian FIFO dan LIFO. b. Penilaian Tambahan Menurut Niswonger dan Fees dalam buku “Prinsip-Prinsip Akuntansi” yang diterjemahkan oleh Ruswinarto dan Wibowo (1999:406) menyatakan bahwa “dalam situasi tertentu, persediaan bisa dinilai selain dari pada harga pokok”. Situasi semacam ini timbul manakala harga pokok persediaan pengganti lebih rendah dari pada harga pokok yang dicatat dan persedian
tidak
dapat
dijual
pada
harga
jual
normal
karena
ketidaksempurnaan, usang, perubahan gaya, atau sebab-sebab lain. Oleh karena itu, berbagai metode dicoba untuk mengatur persediaan dengan tujuan untuk menyeimbangkan antara biaya yang timbul karena memiliki persediaan dan kerugian yang mungkin terjadi jika kehabisan persediaan (Husna dan Pudjiastuti, 1996). Pencatatan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu nilai terendah antara harga pokok atau harga pasar, penilaian pada nilai realisasi bersih, metode eceran, dan metode laba kotor. 1. Nilai Terendah Antara Harga Pokok atau Harga Pasar Jika biaya penggantian suatu persediaan lebih rendah daripada biaya pengembaliannya maka metode nilai terendah antara harga pokok atau harga pasar (Lower of Cost Market
Universitas Sumatera Utara
Method-LCM) digunakan untuk menilai persediaan. Harga pasar yang digunakan dalam LCM adalah biaya untuk mengganti barang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini didasarkan pada jumlah yang biasanya dibeli dari sumber pemasok. Dalam bisnis yang sering dilanda inflasi, harga pasar jarang turun, tetapi dalam bisnis yang teknologinya berubah cepat ( misalnya televisi dan komputer), penurunan harga sering terjadi. Keunggulan utama dari metode LCM adalah bahwa laba kotor (dan laba bersih) akan berkurang dalam periode terjadinya penurunan nilai pasar. Skousen et al (2001:395) mengatakan dasar pedoman dalam penerapan aturan ini adalah: a) Menetapkan nilai pasar sebagai berikut: 1. Biaya penggantian jika jatuh diantara harga tertinggi dan terendah. 2. Harga terendah, jika biaya penggantian lebih kecil dari harga terendah. 3. Harga tertinggi, jika biaya penggantian lebih tinggi dari pada harga tertinggi (sebagian dalam praktik, pada saat biaya penggantian, harga tertinggi dan harga terendah dibandingkan dengan harga pasar terendah selalu nilai di tengah-tengah). b) Membandingkan nilai pasar dengan harga pertama-tama dan memilih jumlah yang lebih rendah. 2. Penilaian pada Nilai Realisasi Bersih Barang dagang yang telah usang, rusak, cacat atau yang hanya bisa dijual dengan harga dibawah harga pokok harus diturunkan nilainya. Barang dagang semacam itu harus dinilai
Universitas Sumatera Utara
dengan nilai realisasi bersih. Warren et al (2005:457) mengatakan bahwa, “nilai realisasi bersih (net realizable) adalah estimasi harga jual dikurangi biaya pelepasan langsung, seperti komisi penjualan. Menurut
Ikatan
Akuntan
Indonesia
(2007:14,5)
menjelaskan bahwa “persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, yang lebih rendah (The Lower of Cost and Net Realizable Value)”. Nilai persediaan bersih yang telah ditentukan harus ditinjau kembali pada setiap periode berikutnya. Apabila kondisi yang semula mengakibatkan penurunan nilai persediaan dibawah biaya ternyata tidak lagi berlaku, maka jumlah penurunan nilai harus dieliminasi balik (reversed) sedemikian rupa sehingga jumlah tercatat baru persediaan adalah yang terendah dari biaya atau nilai realisasi bersih yang telah direvisi. Hal ini timbul misalnya, jika suatu barang persediaan yang dicantumkan sebesar nilai realisasi karena harga jualnya telah turun masih dimiliki pada periode berikutnya dan harga jualnya telah meningkat. 3. Metode Eceran Untuk penentuan harga pokok persediaan, Warren et al (2005:459) mengatakan, “metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasikan biaya persediaan berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
hubungan antara harga pokok barang dagang yang sama”. Untuk menggunakan metode ini harga eceran dari semua barang dagang harus ditetapkan dan dijumlahkan. Berikutnya, persediaan eceran ditentukan dengan mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang yang tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan. Estimasi biaya persediaan kemudian dihitung dengan mengalihkan persediaan eceran dengan rasio biaya terhadap harga jual (eceran) barang dagang yang tersedia untuk dijual. 4. Metode Laba Kotor Soemarso (2002:394) menyatakan bahwa, “metode laba bruto atau metode laba kotor (gross profit method): metode penerapan harga pokok persediaan secara taksiran yang didasarkan atas hubungan yang terdapat dalam periode yang lalu antara laba bruto dengan harga jual”. Metode laba kotor menggunakan estimasi laba kotor yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir periode. Laba kotor biasanya diestimasikan dari tahun sebelumnya yang disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dengan harga pokok dan harga jual selama periode berjalan. Dengan menggunakan tingkat laba kotor, penjualan untuk suatu periode dapat dibagi dalam dua komponen: laba kotor dan harga pokok penjualan. Harga pokok penjualan
Universitas Sumatera Utara
dapat dikurangkan dari harga pokok barang yang tersedia untuk dijual guna mendapat estimasi persediaan akhir barang dagang. Metode laba kotor sangat berguna dalam mengestimasi persediaan untuk laporan keuangan bulanan atau triwulan dalam sistem persediaan periodik. Metode ini juga berguna dalam mengestimasi harga pokok barang dagang yang rusak akibat kebakaran atau bencana lainnya.
B. Profit Margin Profit margin adalah rasio pendapatan terhadap penjualan yang diperoleh selisih antara penjualan bersih dikurangi dengan harga pokok penjualan dibagi dengan penjualan bersih. Rasio ini mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada tingkat penjualan tertentu dan juga menilai kemampuan manajemen perusahaan untuk mengontrol berbagai pengeluaran yang langsung digunakan dalam menghasilkan penjualan yaitu pengeluaran untuk pembelian bahan baku, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik. Untuk keputusan investasi, investor lebih menyukai perusahaan yang melaporkan laba yang lebih besar (dengan asumsi besaran perusahaan sama dan berada dalam satu industri). Ini bermakna bahwa perbedaan dalam laba mencerminkan perbedaan kinerja perusahaan yang sesungguhnya dan bukan semata-mata karena perbedaan artifisial sebagai akibat pemilihan teknik-teknik akuntansi. Penentuan besarnya investasi atau alokasi modal dalam persediaan
Universitas Sumatera Utara
mempunyai efek yang langsung terhadap profit margin perusahaan yang akan direspon oleh investor (Riyanto, 1990:69). Kesalahan dalam penetapan besarnya investasi dalam persediaan akan menekan profit margin perusahaan. Besar kecilnya profit margin juga akan mempengaruhi perhitungan laba bersih perusahaan yang tercantum dalam laporan laba rugi. Respon investor biasanya berupa keinginan investor untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut yang pada akhirnya akan menaikkan harga saham perusahaan. Kenaikan harga saham perusahaan mencerminkan nilai perusahaan, sehingga dapat dilihat bahwa profit margin berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Berkenaan dengan laporan laba rugi perusahaan, Wolk dan Tearney (1997) menyatakan bahwa “manajer melihat laba stabil sebagai aliran earning yang lebih stabil atau earning yang rendah akan mendorong penilaian yang lebih tinggi bagi perusahaan”. Ronen dan Sadan (1997:84) memberi penjelasan alternatif bahwa “laba yang stabil memfasilitasi para manajer untuk memprediksi secara lebih baik aliran kas masa depan yang didasarkan pada nilai perusahaan”. Sementara itu, Beaver dan Dukes dalam Belakoui (1993:84) menyatakan bahwa “metode yang menghasilkan angka-angka laba yang mempunyai hubungan paling dekat dengan harga-harga surat berharga adalah metode yang paling konsisten dengan informasi yang dihasilkan dalam suatu harga-harga saham yang efisien”.
Universitas Sumatera Utara
C. Nilai perusahaan Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalisasi nilai perusahaannya. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan atau pemegang saham, sebab dengan nilai yang tinggi berarti menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Nilai perusahaan dapat tercermin melalui harga saham. Semakin tinggi harga saham berarti kemakmuran pemegang saham akan meningkat. Harga pasar saham juga menunjukkan nilai perusahaan. Pada dasarnya harga saham dihitung dari nilai sekarang dividen yang akan diterima, jadi semakin tinggi harga saham berarti semakin tinggi tingkat pengembalian kepada investor dan itu berarti semakin tinggi juga nilai perusahaan terkait dengan tujuan dari perusahaan itu sendiri, yaitu untuk memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Dalam penelitian Sugihen (2003), dikatakan bahwa, “nilai perusahaan adalah ekspektasi nilai investasi pemegang saham (harga pasar ekuitas) dan/ atau ekspektasi nilai total perusahaan (harga pasar ditambah dengan nilai pasar utang, atau
sama dengan
ekspektasi
harga pasar
aktiva)”.
Nilai perusahaan
mencerminkan kemampuan manajemen pendanaan dalam menentukan target struktur modal (aktivitas pendanaan), kemampuan manajemen investasi dalam mengefektifkan penggunaan aktiva (aktivitas investasi) dan kemampuan manajemen operasi dalam mengefisienkan proses produksi dan distribusi (aktivitas operasi) perusahaan. Perusahaan yang go public dapat diukur nilainya dengan melihat harga sahamnya, misalkan sebuah perusahaan menjual 100% sahamnya di pasar modal,
Universitas Sumatera Utara
maka nilai perusahaan adalah sebesar kapitalisasi saham yang beredar tentunya dengan asumsi pasar modal yang efisien. Dengan demikian, apabila harga pasar saham meningkat berarti pula nilai perusahaan meningkat. Ini dapat dicapai dengan pengoptimalan kinerja perusahaan secara holistik. Semua usaha itu akan tercermin dari pengembalian kepada pemegang saham (berupa dividen tunai) dan harga saham yang semakin tinggi. D. Tinjauan Penelitian terdahulu Penelitian terdahulu tersebut dapat diuraikan melalui tabel berikut: Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No. 1.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil penelitian
Ika Ratna Sari (2007)
Analisis pengaruh profit margin dan metode arus biaya persediaan terhadap market value (studi kasus pada industri barang konsumsi yang terdaftar di BEJ tahun 20042005)
Variabel independen adalah profit margin dan metode arus biaya persediaan.
Profit margin dan metode arus biaya persediaan tidak berpengaruh signifikan terhadap market value.
Variabel dependen adalah market value.
Profit margin berpengaruh signifikan positif terhadap market value. Metode arus biaya persediaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap market value.
Universitas Sumatera Utara
2
Yudha putriani purwanto (2005)
Analisis pengaruh penerapan metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan gross profit margin terhadap market value
Variabel Independen adalah metode arus biaya prsediaan, nilai persediaan, dan gross profit margin. Variabel dependen adalah market value.
Metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan gross profit margin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap market value perusahaan. Metode arus biaya persediaan tidak berpengaruh secara signifikan tehadap market value. Nilai persediaan memiliki pengaruh yang signifikan tehadap market value. Gross profit margin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap market value.
3.
Endang puspitaningtyas (2002)
Analisis pengaruh penerapa metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan profit margin terhadap market value perusahaan manufaktur di bursa efek jakarta
Variabel independen adalah metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan profit margin Variabel dependen adalah market value
Seluruh variabel independen (metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan gross profit margin) hanya mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen (market value) adalah sebesar 42.7%. Sedangkan sisanya (100%42.7%=57.3%) mampu dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam model. Metode arus biaya persediaan, nilai persediaan, dan profit margin berpengaruh signifikan terhadap market value. Metode arus biaya persediaan tidak berpengaruh signifikan terhadap market value. Nilai persediaan berpengaruh signifikan positif terhadap market value. Profit margin tidak berpengaruh signifikan terhadap market value
E. Kerangka Konseptual dan Hipotesis penelitian 1. Kerangka Konseptual Suatu kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antar variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel adalah konsep yang diberi lebih dari satu nilai. Sedangkan dalam penelitian ini, variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
Universitas Sumatera Utara
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan ( Sugiyono, 2003). Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain (Umar, 2003). Variabel terikat merupakan variabel yang dijelaskan atau yang dipengaruhi oleh variabel independen (Umar, 2003). Kerangka konseptual yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang diteliti (Sugiyono, 2007). Dari berbagai kerangka teori tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan, akan tetapi dalam penelitian ini akan dilihat tiga variabel yang dianggap cukup penting dan cukup dominan yang mempengaruhi nilai perusahaan. Adapun tiga variabel itu adalah metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan profit margin. Dengan demikian, maka dibangun sebuah kerangka konseptual penelitian sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Metode arus biaya persediaan (X1)
H1 Nilai perusahaan
Nilai persediaan (X2)
(Y) H2
Profit Margin (X3) H3
H4 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Profit margin mengindikasikan kemampuan suatu badan usaha untuk menghasilkan laba pada tingkat penjualan tertentu dan juga untuk menilai kemampuan manajemen perusahaan untuk mengontrol berbagai pengeluaran yang langsung digunakan dalam menghasilkan penjualan (Syahrul Nizar dan Ardiyos, 2000). Profit margin yang tinggi sangat diinginkan karena mengindikasikan pendapatan yang dihasilkan melebihi harga pokok penjualan. Informasi laba juga bermanfaat dalam menetapkan nilai perusahaan (Smith dan Skousen, 1999) sehingga profit margin berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Morse dan Richardson dalam Taqwa (2003:102) menyatakan bahwa “berbagai
alternatif
metode arus
biaya
persediaan
memungkinkan
manajemen memilih metode mana yang akan diterapkan dalam perusahaan sesuai dengan karakteristik perusahaan”. Oleh karena itu, manajemen dalam mengambil kebijakan pemilihan metode arus biaya persediaan pasti akan mempertimbangkan hal-hal yang dapat mendukung nilai perusahaan (Dyckman, 1999). Berbagai metode dicoba untuk mengatur persediaan dengan tujuan untuk menyeimbangkan antara biaya yang timbul karena memiliki persediaan dan kerugian yang mungkin terjadi jika kehabisan persediaan (Husnan dan Pudjiastuti, 1996). Penentuan besarnya investasi atau alokasi modal dalam persediaan yang mempunyai efek langung terhadap keuntungan perusahaan akan direspon oleh investor (Riyanto, 1990). Respon investor biasanya berupa keinginan investor untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut, sehingga akan menaikkan harga saham perusahaan. Kenaikan
harga
saham
perusahaan
mencerminkan
kenaikan
nilai
perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu rumusan masalah yang masih harus dibuktikan kebenarannya secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah dan konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : metode arus biaya persediaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. H2 : nilai persediaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. H3 : profit margin berpengaruh terhadap nilai perusahaan. H4 : metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan profit margin secara bersama-sama berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Universitas Sumatera Utara