BAB VII AKTIVA LANCAR-PERSEDIAAN 7.1. Pengertian, Jenis-Jenis Dan Tingkat Perputaran (Inventory Turnover) Inventory atau persediaan barang sebagai elemen utama dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, di mana secara terus-menerus mengalami perubahan. Masalah investasi dalam inventory merupakan masalah pembelanjaan aktif seperti halnya investasi dalam aktiva-aktiva lainnya. Masalah penentuan besarnya investasi atau alokasi modal dalam inventory mempunyai efek yang langsung terhadap keuntungan perusahaan. Kesalahan dalam penetapan besarnya investasi dalam inventory akan menekan keuntungan perusahaan. Adanya investasi dalam inventory yang terlalu besar dibandingkan dengan kebutuhan akan memperbesar beban bunga, memperbesar biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, memperbesar kemungkinan kerugian karena kerusakan, turunnya kualitas, keusangan, sehingga semuanya ini akan memperkecil keuntungan perusahaan. Demikian pula sebaliknya, adanya investasi yang terlalu kecil dalam inventory akan mempunyai efek yang menekan keuntungan juga, karena kekurangan material, perusahaan tidak bekerja dengan full-capacity, berarti bahwa capital assets dan direct labor tidak dapat didayagunakan dengan sepenuhnya, sehingga hal ini akan rnempertinggi biaya produksi rata-ratanya, yang pada akhirnya akan menekan keuntungan yang akan diperolehnya. Dalam perusahaan perdagangan pada dasarnya hanya ada satu golongan inventory yang mempunyai sifat perputaran yang sama yaitu yang disebut merchandise inventory (persediaan barang dagangan). Inventory ini merupakan persediaan barang yang selalu dalam perputaran, yang selalu dibeli dan dijual, yang tidak mengalami proses lebih lanjut di dalam perusahan tersebut yang mengakibatkan perubahan bentuk dan barang yang bersangkutan. Tingkat Perputaran Barang Perniagaan (Merchandise Turnover). Dalam suatu periode tertentu dapat diketahui dengan cara sebagai berikut: Merchandise turnover
=
Net Sales Average Merchandise inventory at Sales Price
Universitas Gadjah Mada
Atau
=
Cost of Goods Sold Average Merchandise Inventory at Cost
Average Merchandise Inventory = Merchandise inventory permulaan tahun + akhir 2 Dengan mengetahui turnover-nya maka dapat ditentukan pula hari rata-rata penjualannya atau hari rata-rata barang disimpan di gudang yaitu dengan membagi hari dalam satu tahun dengan persediaan barang rata-rata. Untuk perhitungan yang teliti sering digunakan 1 tahun = 365 hari. Tetapi banyak pula yang memperhitungkan hari kerjanya dan ditentukan 1 tahun = 300 hari kerja. Dalam perusahaan produksi (pabrik) umumnya diadakan penggolongan dalam 3 golongan inventory utama, yaitu: 1. Persediaan bahan mentah (Raw Material Inventory) 2. Persediaan barang dalam proses/barang setengah jadi (work in process/ Goods in process inventory). 3. Persediaan barang jadi (finished goods inventory). Masing-masing golongan inventory tersebut dapat dihitung turnovernya dengan rumus sebagai berikut: 1. Raw Material turnover =
Cost of raw material used Average raw material inventory
Cost of material used (biaya bahan mentah yang dimasukkan dalam proses produksi/digunakan) dapat diketahui dengan cara sebagai berikut: Persediaan bahan mentah permulaan tahu ditambah dengan jumlah bahan mentah yang dibeli selama setahun setelah dikurangi dengan return & allowance kemudian dikurangi dengan persediaan bahan mentah akhir tahun. 2. Goods in process / Work in process turnover = Cost of goods manufactured Average work in process inventory Cost of goods manufactured dapat diketahui dengan cara sebagai berikut: Persediaan Work in Process (WIP) pada permulaan tahun ditambah dengan cost of raw materials used, direct labor dan manufacturing overhead, kemudian dikurangi dengan persediaan WIP akhir tahun. 4. Finished goods turnover
cost of goods sold = Average finished goods inventory
Universitas Gadjah Mada
Cost of goods sold (dalam manufacturing companies) dapat diketahui dengan cara sebagai berikut: Persediaan finished goods pada permulaan tahun ditambah dengan cost of goods manufactured, kemudian dikurangi dengan persediaan finished goods pada akhir tahun. Tinggi rendahnya inventory turnover mempunyai efek yang langsung terhadap besar kecilnya modal yang diinvestasikan dalam inventory. Makin tinggi turnovernya, berarti makin cepat perputarannya, yang berarti makin pendek waktu terikatnya modal dalam inventory, sehingga untuk memenuhi volume sales atau cost of goods sold tertentu dengan naiknya turnovernya dibutuhkan jumlah modal yang lebih kecil. Apabila modal yang digunakan untuk membelanjai inventory tersebut modal asing, maka kenaikan inventory turnover akan memperkecil biaya bunganya dan apabila yang digunakan modal sendiri, maka kelebihan modal tersebut dapat diinvestasikan pada aktiva yang lebih efisien. Persediaan bahan mentah (Raw material inventory) dan persediaan barang jadi (finished goods inventory) Untuk melangsungkan usahanya dengan lancar maka kebanyakan perusahaan merasakan perlunya persediaan bahan mentah. Besar kecilnya persediaan bahan mentah yang dimiliki perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Volume yang dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap gangguan kehabisan persediaan yang akan menghambat atau mengganggu jalannya proses produksi. 2. Volume produksi yang direncanakan, di mana volume produksi yang direncanakan itu sendiri sangat tergantung dengan volume sales yang direncanakan. 3. Besarnya pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untuk mendapatkan biaya pembelian yang minimal. 4. Estimasi tentang fluktuasi harga bahan mentah yang bersangkutan di waktuwaktu yang akan datang. 5. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyangkut persediaan material. 6. Harga pembelian bahan mentah. 7. Biaya penyimpanan dan resiko penyimpanan di gudang. 8. Tingkat kecepatan material menjadi rusak atau turun kualitasnya.
Universitas Gadjah Mada
Dalam pada itu banyak perusahaan merasakan perlunya untuk mempunyai persediaan minimal dan bahan mentah yang harus dipertahankan untuk menjamin kontinuitas usahanya, dan persediaan tersebut ialah apa yang disebut persediaan besi / persediaan inti / persediaan minimal bahan mentah (safety stock). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya safety stock suatu perusahaan adalah sebagai berikut: 1.
Resiko kehabisan persediaan. Besar kecilnya resiko kehabisan persediaan tergantung kepada: a. Kebiasaan para levelancier menyerahkan barang kepada kita, apakah mereka biasa menyerahkan barangnya sesuai dengan skedul yang telah kita tentukan atau tidak. Apabila mereka biasa menyerahkan barangnya sesuai dengan skedul yang telah ditentukan sebelumnya, berarti resiko kehabisan persediaan adalah kecil, yang ini berarti bahwa kita tidak perlu mempunyai safety stock yang besar. Sebaliknya apabila levelancier sering tidak menepati janjinya, berarti resiko kehabisan persediaan adalah besar, maka dirasakan perlunya untuk mempunyai safety stock besar. b. Besar kecilnya jumlah bahan mentah yang dibeli setiap saat. Kalau jumlah bahan mentah yang dibeli setiap saat besar berarti bahwa persediaan rata-rata di atas safety stock selama suatu periode tertentu adalah besar, maka resiko kehabisan persediaan adalah kecil sehingga kita perlu mempertahankan safety stock yang besar. c. Dapat diduga atau tidaknya dengan tepat kebutuhan bahan mentah untuk produksi. Apabila untuk menghasilkan barang jadi tertentu dapat ditentukan dengan mudah besarnya kebutuhan bahan mentahnya dengan tepat, maka resiko kehabisan persediaan adalah kecil. Tetapi apabila besarnya bahan. mentah tidak mudah ditetapkan atau selalu berubah-ubah untuk menghasilkan sejumlah tertentu barang jadi (bahan mentah yang tidak dengan standar), maka resiko kehabisan persediaan di sini adalah besar, sehingga perlulah kita mempunyai safety stock yang besar.
2. Hubungan antara biaya penyimpanan di gudang di satu pihak dengan biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan sebagai akibat dan kehabisan persediaan dilain pihak. Yang merupakan biaya ekstra yang harus dikeluarkan apabila kehabisan persediaan antara lain ialah biaya pesanan pembelian darurat, biaya ekstra yang
Universitas Gadjah Mada
diperlukan agar supaya para levelancier suka segera menyerahkan produknya. kepada kita, kemungkinan kerugian karena adanya stagnasi produksi dan lain-lain. Apabila ternyata biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan karena kehabisan persediaan lebih mahal daripada biaya penyimpanannya, maka perlu adanya safety stock yang besar. Sebaliknya apbila penyimpanannya lebih mahal maka tak perlu kita mempunyai safety stock yang besar. Jumlah investasi dalam safety stock yang sebaik-baiknya ialah pada tingkat dimana tambahan biaya penyimpanan adalah sama besarnya dengan biaya ekstra karena kehabisan persediaan. Perusahaan disamping mempertahankan persediaan minimal bahan mentah, bagi perusahaan tertentu juga perlu mempertahankan adanya persediaan minimal barang jadi untuk menghadapi pesanan-pesanan ekstra di atas pesanan normal. Besarnya persediaan minimal atau safety stock barang jadi ini tidak sama esensinya bagi setiap perusahan. Seperti halnya pada uraian tentang persediaan minimal bahan mentah, maka disinipun kita harus memeperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi besar kecilnya persediaan minimal barang jadi terutama adalah sebagai berikut: a. Sifat penyesuaian skedul produksi dengan pesanan ekstra Ada kalanya suatu perusahaan sering mendapatkan pesanan ekstra di atas volume pesanan normal. Selama perusahaan perusahaan tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan skedul produksinya dengan pesanan-pesanan ekstra tersebut tanpa mengakibatkan adanya tambahan biaya ekstra, maka perusahaan ini tidak begitu memerlukan adanya persediaan yang besar. Sebaliknya apabila perusahaan tersebut tidak dapat segera menyesuaikan skedul produksinya dengan pesanan ekstra, maka dirasakan perlu baginya untuk mempertahankan persediaan barang jadi yang relatif besar dibandingkan dengan perusahaan lain yang dapat dengan mudah menyesuaikan skedul produksinya. b. Sifat persaingan industri Apabila suatu perusahaan termasuk dalam industri di mana penyerahan pesanan yang cepat merupakan bentuk persaingan umumnya, maka bagi jenis perusahaan ini perlu mempertahankan adanya persediaan barang jadi yang relatif lebih besar dalam hubungannya dengan salesnya dibandingkan dengan perusahaan lain di mana bentuk persaingan utamanya terletak pada harga atau kualitas.
Universitas Gadjah Mada
c. Hubungan antara biaya penyimpanan di gudang (Carrying cost) dengan biaya karena kehabisan persediaan (stock out cost). Biaya karena kehabisan persediaan atau stock out cost mungkin dalam bentuknya biaya ekstra produksi, kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan karena tidak dapat memenuhi pesanan. Apabila inventory carrying cost-nya
lebih
kecil
daripada
stockout
cost-nya
perusahaan
dapat
mempertahankan persediaan barang jadi yang lebih besar. Jumlah investasi dalam persediaan minimal barang jadi yang sebaiknya ialah pada tingkat di mana tambahan carrying cost sama besar dengan tambahan stockout cost. Hubungan Skedul Aliran Kas Dengan Skedul Penerimaan Bahan Mentah Dan Pengiriman Barang Jadi. Bagaimana hubungan antara skedul aliran kas dengan kedatangan bahan mentah dan pengiriman barang jadi? Apabila pembelian bahan mentah dilakukan dengan tunai maka saat masuknya bahan mentah secara fisik ke dalam perusahaan adalah bersamaan dengan pada saat aliran keluar. Demikian pula apabila penjualan barang jadi dilakukan dengan tunai maka saat keluarnya barang jadi dari gudang adalah bersamaan dengan aliran kas masuk. Tetapi apabila pembelian bahan mentah maupun penjualan barang jadi dilakukan dengan kredit maka saat masuk ke atau keluarnya barang secara fisik tidaklah bersamaan dengan saat aliran kas keluar atau aliran kas masuk. Dalam hubungan ini finansial officer lebih berkepentingan saat terjadinya aliran uang keluar atau aliran uang masuk daripada saat masuk atau keluarnya barang secara fisik. Estimasi aliran kas ke luar yang terjadi karena pembelian bahan mentah secara kredit dapat disusun dalam skedul pembayaran hutang atau schedule of future payment. Seperti halnya pada pembelian bahan mentah, perusahaan besar pada umumnya menjual produk akhirnya dengan kredit, yang berarti bahwa saat penjualan adalah berbeda dengan saat penerimaan kas atau cash inflows. Cash inflows yang terjadi karena penjualan barang jadi dapat direncanakan dengan menyusun schedule offuture receipt atau skedul penerimaan piutang. Masalah persediaan khususnya untuk unit-unit perusahaan hutan HPH/HTI yang terletak jauh dari pusat persediaan, keterlibatan fasilitas angkutan dan pusat persediaan ke lokasi menjadi sangat penting. Sebagai contoh HPH/HTI yang terletak di Hulu sungai Mahakam yang jaraknya ke Samarinda lewat sungai Mahakam kurang lebih 500 km, memerlukan perhatian khusus dalam persediaan untuk operasional di
Universitas Gadjah Mada
lapangan antara lain dalam hal keperluan bahan makanan di base camp, keperluan bahan bakar, pelumas, suku cadang, material lain (ban, sling dll). Angkutan dari pusat persediaan di Samarinda cukup jauh dengan alat khusus kapal tongkang dsb dan ini memerlukan waktu bisa mencapai 2-3 hari. Oleh sebab itu persediaan diatas harus diatur dengan mempertimbangkan: •
Keperluan persediaan di lapangan
•
Persediaan besi di lapangan berhubungan dengan fasilitas gudang di base camp
•
Fasilitas transport / kapal tongkang untuk mengangkut persediaan dari kota base camp
•
Biaya yang berhubungan dengan pengadaan persediaan. Dari segi pembelanjaan apabila persediaan melebihi dari keperluan berarti akan
ada uang yang berhenti cukup besar dan tidak produktif. Sebaliknya apabila persediaan kurang dari keperluan maka dapat menganggu kelancaran operasi perusahaan sehari-hari. Disamping itu keperluan persediaan dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif. Yang bersifat kuantitatif misalnya keperluan bahan bakar, pelumas, ban dll. Apabila jenis dan jumlah peralatan/mesin dapat diketahui maka dapat ditaksir keperluan bahan bakar dllnya. Yang bersifat kualitatif dan nantinya harus kuantitatif juga di lapangan adalah keperluan “suku cadang” jenis yang disebut dengan fast moving parts seperti contohnya busi dll. Untuk setiap peralatan/mesin telah ada standar keperluan fast moving parts. Hal lain lagi berhubungan dengan fasilitas bahan makanan untuk karyawan di base camp juga harus diperinci. Biasanya sudah ada standar misalnya beras perlu X kg/orang/bulan. Demikian pula untuk lainnya. Biaya Inventory, Economical Order Quantity, dan Reorder Point. Biaya Inventory Biaya inventory sebagian merupakan biaya variabel dan sebagian lainnya merupakan biaya tetap. Biaya inventory yang bersifat variabel adalah biaya yang berubah-ubah karena adanya perubahan jumlah inventory yang ada di dalam gudang. Biaya tersebut akan naik kalau kita meningkatkan jumlah persediaan yang disimpan. Adapun jenis biaya ini antara lain dalam bentuknya biaya modal yang ditanamkan dalam persediaan tersebut, biaya asuransi persediaan, biaya atau upah buruh yang mengurusi penerimaan barang. Adapun biaya inventory yang bersifat tetap adalah elemen-elemen biaya inventory yang relatif tetap jumlah totalitasnya dalam jangka
Universitas Gadjah Mada
waktu pendek dengan tidak memandang adanya variasi yang normal dan jumlah persediaan yang disimpan, misalnya depresiasi/penyusutan ruangan yang digunakan, biaya pemeliharaan gudang, pajak, pemanasan, buruh penjaga gudang. Dengan demikian maka biaya inventory merupakan percampuran dari biaya variabel dan biaya tetap. Untuk
tujuan perencanaan penentuan besarnya inventory yang
akan
dipertahankan oleh perusahaan kita hanya memperhatikan yang variabel saja dan biaya-biaya inventory tersebut yang secara langsung akan terpengaruh oleh rencana tersebut. Dalam unit perusahaan di lapangan misalnya HPH/HTI diperlukan fasilitas berupa gudang untuk berbagai jenis persediaan yang pada garis besarnya mencakup: •
Gudang bahan hakat (solar, bensin), pelumas dll
•
Gudang material: ban, sling dll
•
Gudang suku cadang
•
Gudang Bahan Makanan
Economical Order Quantity Economical order quantity (EOQ) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal. Dalam menentukan jumlah pembelian yang optimal ini kita hanya memperhatikan biaya variabel dari penyediaan persediaan tersebut, baik biaya variabel yang sifat perubahannya searah dengan perubahan jumlah persediaan yang dibeli/disimpan maupun biaya variabel yang sifat perubahannya berlawanan dengan perubahan jumlah inventory tersebut. Biaya veriabel dan inventory pada prinsipnya dapat digolongkan dalam: 1. Biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pesanan, yang kini sering dinamakan procurement cost atau set up costs. 2. Biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya average inventory yang kini sering disebut storage atau carrying costs. Procurement atau Set-up costs Procurement costs adalah biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi panenan, yang terdiri atas: 1.
Biaya selama proses persiapan a. Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk pesanan b. Penentuan besamya kuantitas yang akan dipesan
Universitas Gadjah Mada
2.
Biaya pengiriman pesanan
3.
Biaya penerimaan barang yang dipesan a. pembongkaran dan pemasukan barang ke gudang b. pemeriksaaan material yang diterima c. mempersiapkan laporan penerimaan d. mencatat kedalam material record card
4.
Biaya-biaya processing pembayaran a. Auditing dan pembandingan antara laporan penerimaan dengan pesanan yang ash b. Persiapan pembuatan cheque untuk pembayaran c. Pengiriman cheque dan kemudian pengirimannya. Set up costs akan makin besar apabila order quantity makin kecil.
Storage atau Carrying Costs. Carrying cost adalah biaya biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya inventory. Penentuan besarnya carrying costs didasarkan pada average inventory, dan biaya ini dinyatakan dalam persentase dan nilai dalam rupiah dan average inventory. Biaya-biaya yang termasuk dalam carrying costs adalah: 1. Biaya penggunaan/sewa ruangan gudang 2. Biaya pemeliharaan material dan allowance untuk kemungkinan rusak. 3. Biaya untuk menghitung/menimbang barang yang dibeli 4. Biaya asuransi 5. Biaya obsolescence 6. Biaya modal 7. Pajak dan persediaan yang ada di dalam gudang Carrying costs akan makin kecil apabila jumlah material yang dipesan makin kecil. Cara untuk menentukan besarnya EOQ Besarnya EOQ dapat ditentukan dengan berbagai cara, dan antara lain yang banyak digunakan ialah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
R
= Jumlah (dalam unit yang dibutuhkan selama satu periode tertentu, misalnya 1 tahun
Universitas Gadjah Mada
S
= Biaya pesanan setiap kali pesan
P
= Harga pembelian per unit yang dibayar
1
= Biaya peyimpanana dan pemeliharaan di gudang dinyatakan dalam persentase dan nilai rata-rata dalam rupiah dan persediaan. Dalam hal ini kita harus menyadari bahwa pembelian berdasarkan EOQ hanya
dibenarkan kalau syarat-syaratnya terpenuhi. Adapun syarat utamanya adalah: 1.
Harga pembelian per unitnya konstan
2.
Setiap saat kita membutuhkan bahan mentah selalu tersedia di pasar, dan
3.
Jumlah produksi yang menggunakan bahan mentah tersebut stabil yang ini berarti kebutuhan bahan mentah tersebut relatif stabil sepanjang tahun.
Reorder Point Untuk melengkapi uraian mengenai safety stock dan Economical Order Quantity perlulah diuraikan sedikit mengenai Reorder Point. Dimaksudkan dengan Reorder Ponit adalah saat atau titik dimana harus diadakan pesanan lagi sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan material yang dipesan itu adalah tepat pada waktu di mana persediaan di atas safety stock sama dengan nol. Dengan demikian diharapkan datangnya material yang dipesan itu tidak akan melewati waktu sehingga akan melanggar safety stock. Apabila pesanan dilakukan sesudah melewati reorder point tersebut, maka material yang dipesan akan diteriina setelah perusahaan terpaksa mengambil
material
dan
safety stock.
Dalam
penentuan/penetapan reorder point haruslah kita memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: 1.
Penggunaan
material
selama
tenggang
waktu
mendapatkan
barang
(procurement leadtime) 2.
Besarnya safety stock. Dimaksudkan dengan pengertian procurement leadtime adalah waktu dimana
meliputi saat dimulainya pelaksanaan usaha-usaha yang diperlukan untuk memesan barang, sampai barang/material tersebut diterima dan ditempatkan dalam gudang perusahaan. Cara menetapkan reorder point Reorder point dapat ditetapkan dengan berbagai cara, antara lain dengan:
Universitas Gadjah Mada
1.
menetapkan jumlah penggunaan selama leadtime dan ditambahkan dengan persentase tertentu.
2.
Dengan menetapkan penggunaan selama leadtime dan ditambahkan dengan penggunaan selama periode tertentu sebagai safety stock
Universitas Gadjah Mada