BAB VII
PENDANAAN
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah Tingkat II Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur, perkiraan kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa bumi mencapai sekitar Rp.191,05 miliar sebagai akibat dari kerusakan di berbagai sektor. Jumlah kerusakan tersebut hampir separuh dari PDRB (Rp.385 miliar) Tahun Anggaran (TA) 2003 Kabupaten Alor. Pada tahap tanggap darurat dan awal tahap rehabilitasi telah dilakukan upayaupaya penanganan korban dan pengungsi di tempat penampungan sementara serta upaya pembangunan pasca gempa berupa bantuan perumahan dan permukiman, penyediaan prasarana dan sarana air bersih, penanganan darurat/ rehabilitasi prasarana jalan, pembangunan dan rehabilitasi daerah irigasi dan pengembangan dan pengelolaan air tanah. Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat antara lain dengan memberikan bantuan melalui mekanisme Surat Keputusan Otorisasi Rutin (SKOR) Tahun 2004 ke tingkat propinsi sebesar Rp 53,42 miliar dan langsung ke pemerintah kabupaten sebesar Rp 6,58 miliar. Jumlah ini diluar bantuan yang diberikan oleh donor-donor baik dari dalam maupun luar negeri. Pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi kebutuhan pendanaan akan lebih besar dibanding dengan pendanaan pada tahap tanggap darurat. Perbedaan jumlah anggaran antara estimasi kerugian dan kebutuhan saat rehabilitasi dan rekonstruksi ini disebabkan antara lain oleh (i) perhitungan saat estimasi nilai kerusakan yang hanya menghitung kerugian fisik saat itu sedangkan pada tahap rehabilitasi ditambah dengan penghitungan inflasi bahan baku, dan upah kerja; (ii) membangun dengan kualitas yang lebih baik dengan memenuhi kriteria bangunan tahan gempa; (iii) merevisi tata ruang yang mempertimbangkan aspek kerawanan bencana; (iv) pelatihan masyarakat untuk pengembangan ekonomi masyarakat; (v) melengkapi dan meningkatkan sarana dan prasarana umum yang sudah ada. Dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi kebutuhan dana yang paling besar adalah untuk keperluan pembangunan bidang infrastruktur, pembangunan bidang sosial dan budaya, pembangunan bidang ekonomi, dan pembangunan bidang pemerintahan. Mengingat seringnya terjadi gempa di wilayah Alor, pembangunan kembali sarana dan prasarana yang baru harus mempertimbangkan kondisi karakteristik yang khas dari wilayah ini, serta melakukan pencegahan dan penanggulangan (prevention and mitigation) bencana serupa di waktu-waktu yang akan datang. VII - 1
7.1
KEBUTUHAN PENDANAAN
Perkiraan kebutuhan pendanaan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Alor, dikumpulkan dengan cara mensinkronisasikan antara usulan daerah, masukan departemen teknis terkait dan analisa dari sekretariat tim PR3WAN Bappenas. Hasil evaluasi ini selanjutnya dibahas dengan seluruh mitra terkait. Dengan melibatkan seluruh mitra terkait, diharapkan terjadi pemeriksaan silang, dalam penentuan prioritas kegiatan, penentuan urutan dari pelaksanaan kegiatan, serta integrasi kegiatan antar sektor, pada akhirnya dapat ditentukan jenis kegiatan beserta jumlah pendanaan yang diperlukan untuk setiap tahun anggaran selama 3 (tiga) tahun (TA 2005, TA 2006, dan TA 2007). Disamping itu, berdasarkan data perkiraan kebutuhan pendanaan yang terkumpul, dilakukan evaluasi berdasarkan prinsip-prinsip, sebagai berikut: (1) Pembangunan kembali dengan konstruksi tahan gempa prasarana dan sarana pelayanan umum, seperti: jalan, jembatan, pelabuhan, sekolah, rumah sakit pemerintah, puskesmas, air bersih, listrik, dan sebagainya; (2) Pemerintah membantu pembangunan kembali rumah yang mengalami kerusakan; (3) Prosedur dan mekanisme pendanaan harus mengedepankan aspek transparansi, efisiensi, efektivitas yang tinggi, dan akuntabel. Jumlah kebutuhan dana rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Alor setelah dilakukan evaluasi akhir dapat dilihat pada tabel 7.1.
7.2
SUMBER-SUMBER PENDANAAN
Melihat kebutuhan pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang besar dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara yang terbatas, maka kebijaksanaannya adalah mendayagunakan semua potensi sumber pendanaan yang tersedia, baik yang berasal dari APBN, APBD, hibah (grant) maupun partisipasi dari dunia usaha dan masyarakat. Potensi sumber dana yang berada dalam APBN terdiri dari: • Dana Rupiah Murni • Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) baik yang bersifat bilateral maupun multilateral, baik yang baru maupun yang bersifat realokasi. Dana rupiah murni Dana yang bisa digunakan dari APBN bisa berupa dana departemen/lembaga yang berada di Provinsi NTT baik berupa dana dekonsentrasi, tugas perbantuan maupun VII - 2
dana instansi pusat yang kewenangannya tidak didesentralisasikan seperti bidang agama, peradilan dan keuangan. Tabel 7.1. Perkiraan Kebutuhan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Alor Perkiraan Kebutuhan Pendanaan (Rupiah)
Bidang TA. 2005 Bidang Sosial Budaya Agama Pendidikan Kesehatan
Bidang Infrastuktur Transportasi (Darat, Laut, Udara) Meteorologi dan Geofisika Energi dan Listrik Telekomunikasi Perumahan dan Permukiman Sumber Daya Air
Bidang Penataan Ruang Bidang Ekonomi Bidang Pemerintahan TOTAL
TA. 2006
TA. 2007
TOTAL
138.834.918.000
141.154.078.000
288.178.996.000
3.020.000.000 5.170.000.000
1.890.000.000 129.644.918.000 7.300.000.000
1.520.000.000 134.234.078.000 5.400.000.000
6.430.000.000 263.878.996.000 17.870.000.000
137.479.026.000
13.698.800.000
-
151.177.826.000
36.891.630.000
11.198.800.000
-
48.090.430.000
1.240.000.000 10.503.130.000
-
-
1.240.000.000 10.503.130.000
148.000.000
2.500.000.000
71.146.266.000 17.550.000.000
-
-
-
-
71.146.266.000 17.550.000.000
-
2.000.000.000
1.500.000.000
3.500.000.000
2.054.750.000
-
-
2.054.750.000
775.000.000
2.285.600.000
1.564.400.000
4.625.000.000
148.498.776.000
156.819.318.000
144.218.478.000
449.536.572.000
8.190.000.000
2.648.000.000
Catatan: 1. Kebutuhan dana ini merupakan angka indikatif yang bersifat tidak mengikat. Realisasi kebutuhan dana ini tergantng pada proses mekanisme pengusulan dana dan akuntabilitas pertanggung jawaban realisasi usulan kegiatan sebelumnya untuk tiap-tiap bidang. 2. Kebutuhan dana tahun 2005 sudah diusulkan melalui DIPA Menkokesra (usulan tanggal 25 April 2005), APBN-P dan APBN masing-masing Departemen Sektor.
Hibah luar negeri Dana hibah luar negeri terdiri dari hibah yang berasal dari negara-negara (secara bilateral) dan lembaga donor multilateral. VII - 3
Kedua sumber tersebut, baik bilateral maupun multilateral, biasanya diberikan kepada Indonesia dalam dua jenis hibah, yaitu: 1. Bantuan Proyek (Project Aid), yaitu semua bantuan luar negeri yang diberikan oleh negara/lembaga pemberi bantuan dalam bentuk fasilitas pembiayaan berupa valuta asing atau valuta yang dirupiahkan untuk membiayai berbagai kegiatan proyek pembangunan, baik dalam rangka rehabilitasi, pengadaan barang/perlatan dan jasa, perluasan ataupun pengembangan proyek baru. Bantuan ini dapat berupa pinjaman maupun hibah yang tidak perlu dibayarkan kembali. 2. Bantuan Teknis (Technical Assistance), adalah semua bantuan luar negeri yang diberikan oleh negara/lembaga pemberi bantuan dalam bentuk jasa keahlian, pendidikan dan pelatihan, barang dan peralatan atau kegiatan pendukung lainnya. Bantuan ini sangat lazim diberikan dalam bentuk hibah.
Pinjaman Luar Negeri. Realokasi pinjaman on-going. Skema realokasi memanfaatkan pinjaman yang sedang berjalan (on-going) untuk kemudian dialihkan atau disesuaikan ruang lingkup kegiatannya agar dapat mengakomodasi kebutuhan di Alor. Penyesuaian tersebut dapat dilakukan asalkan masih berada didalam lingkup sektor yang menjadi fokus pinjaman tersebut. Pinjaman Baru. Pinjaman Baru mempunyai fleksibilitas dari segi subtansi sektor, sehingga dapat langsung merespon kebutuhan di Alor. Meskipun demikian proses penyiapan pinjaman baru meliputi tahapan identifikasi, persiapan, appraisal, negosiasi hingga persetujuan proyek. Dalam setiap tahapan tersebut pihak donor/kreditor turut menurunkan tim fact finding untuk melakukan assessment, appraisal maupun kajian lainnya yang diperlukan. Tahapan tersebut sudah menjadi prosedur standar yang harus dilalui, meskipun demikian jika subtansi proyek yang akan direncanakan sudah terfokus, proses tersebut dapat dilaksanakan secara lebih cepat. Pertimbangan penggunaan pinjaman baru masih mungkin dilakukan mengingat target implementasi rehabilitasi dan rekonstruksi di Alor akan dilaksanakan mulai tahun 2006. Lembaga-lembaga pembiayaan multilateral tersebut pada umumnya sudah mempunyai susunan pipeline pinjaman yang akan dilaksanakan dalam beberapa tahun ke depan, sehingga proses pinjaman baru dapat dilakukan dengan menggunakan alternatif-alternatif berikut ini : (1) Melakukan cancellation (pembatalan) potential surplus pada pinjaman yang sedang berjalan (on-going) untuk kemudian diteruskan dengan prosedur pinjaman baru. (2) Memperluas cakupan lokasi proyek-proyek dalam pipeline ke Nabire sesuai subtansi sektor yang dibutuhkan. VII - 4
Pemanfaatan pinjaman luar negeri mempunyai sejumlah konsekensi yang harus diperhatikan antara lain: (1) Mengikuti aturan penerusan pinjaman/hibah yang berlaku. (2) Pemenuhan kriteria kesiapan proyek. (3) Proses procurement yang mengacu kepada guideline pihak Lender. (4) Diperlukannya No Objection Letter dari pihak Lender untuk melaksanakan setiap tahapan implementasi, dan ketentuan administrasi lainnya.
7.3
MEKANISME PENGELOLAAN PENDANAAN
Mekanisme dan prosedur pendanaan dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Nabire mengikuti prosedur baku pendanaan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan serta aturan pelaksanaan yang terkait dengan undang undang dimaksud. Mekanisme pendanaan yang akan menggunakan APBN, baik rupiah murni maupun pinjaman/hibah luar negeri dilakukan dengan mekanisme yang baku sesuai aturan yang telah ditetapkan Departemen Keuangan. Kegiatan pembangunan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Bagi Hasil yang ada di APBD akan langsung dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Kabupaten Alor setelah melakukan perkiraan kebutuhan berdasarkan Buku Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Alor. Bila tidak cukup diakomodasi oleh rupiah murni, maka kebutuhan dana pembangunan akan ditawarkan kepada para donor. APBN
Dana Dekonsentrasi / Tugas Pembantuan
SKO
SKO Propinsi Dana Dekonsentrasi
Dep. Teknis 1
Dep. Teknis 2
Dep. Teknis 3
Dana Dekonsentrasi
Kabupaten Dana Tugas Pembantuan
Gambar 7.1 Alur Pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
VII - 5
Dep. Teknis 4, dst….
APBD Tk I
Dana APBD
Dinas Teknis 1
Dinas Teknis 2
Dinas Teknis 3
Dinas Teknis 4,dst…
Kabupaten
Gambar 7.2 Mekanisme Penyaluran Dana APBD
(i) Mekanisme Hibah Luar Negeri Selama ini aturan yang telah dikeluarkan pemerintah dalam tata laksana penarikan hibah terdapat dalam pasal 19 ayat 1 Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Bappenas No.185/KMK.03/1995-No. 031/Ket/5/1995 tanggal 5 Mei 1995 tentang tata cara perencanaan, pelaksanaan/penatausahaan dan pemantauan pinjaman/hibah luar negeri dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Dalam SKB tersebut disebutkan bahwa : “Ketentuan dalam keputusan bersama ini berlaku untuk pelaksanaan / penatausahaan hibah luar negeri sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian hibahnya”. Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai hibah dapat dilaksanakan langsung oleh pihak donor maupun dikelola Pemerintah Indonesia (dalam hal ini Instansi terkait). Meskipun demikian dokumen kesepakatan yang mendasari pelaksanaan kegiatan tersebut hendaknya juga tercatat (registered) di Departemen Keuangan dan ditembuskan kepada Bappenas dan Sekretariat Kabinet. Hal ini menjaga ketertiban administrasi dan keselarasan pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan. Setiap instansi akan mengeluarkan persetujuan kerjasama dengan pihak donor sesuai dengan kewenangannya dan sejalan dengan pelaksanaan di lapangan. Khusus jika ada kebutuhan untuk pengadaan barang impor, proses pembebasan pajak harus memperoleh ijin dari Departemen Keuangan dengan rekomendasi dari Sekretariat Negara. Alur persiapan, persetujuan dan pelaksanaan proyek/program sebagai berikut: 1) Proposal proyek/program disiapkan oleh Pemerintah Indonesia; 2) Steering Committee mengevaluasi usulan proyek/program dan memberikan persetujuan; VII - 6
3) Trustee (lembaga donor/lembaga yang mengelolanya) melakukan penilaian (appraisal); 4) Setelah subtansi proposal telah disepakati, akan diajukan Izin Tinggal dan kebutuhan pembebasan pajak sekiranya diperlukan, kepada Sekretariat Negara. 5) Selanjutnya pihak Executing Agency akan melaporkan rencana program tersebut kepada Departemen Keuangan untuk dicatat dalam registrasi hibah. Perjanjian hibah dilakukan antara Trustee dan Pemerintah Indonesia. Berikut ini bagan aliran mekanisme hibah luar negeri (Gambar 7.3) : Donor
Executing Agency
Bappenas
CCITC/ Setkab
Depkeu
Need Assessment
Dokumen Pelaksanaan
cc
Persetujuan
Pembebasan Pajak dan Izin Tinggal
Register
Pelaksanaan
Pencatatan
Laporan Pelaksanaan
Gambar 7.3 Bagan Alir Mekanisme Hibah Luar Negeri (ii) Mekanisme Pinjaman Luar Negeri Aturan yang telah dikeluarkan pemerintah dalam tata cara pinjaman luar negeri juga terdapat dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Bappenas No.185/KMK.03/1995-No. 031/Ket/5/1995 tanggal 5 Mei 1995 tentang Tata Cara Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan dan Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar Negeri dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Perencanaan suatu usulan proyek yang akan menggunakan pinjaman luar negeri dilakukan dengan memperhatikan beberapa faktor diantaranya adalah : (i) keselarasan dengan prioritas sektoral sesuai dengan program nasional, (ii) VII - 7
kelayakan lokasi proyek dengan perencanaan regional, (iii) sinkronisasi dengan proyek/program lain, (iv) pemenuhan ketentuan yang disyaratkan oleh lembaga donor, (v) kelayakan nilai proyek serta alokasi pembiayaan untuk setiap kategori, (vi) ketersediaan dana pendamping, (vii) kesiapan instansi/daerah pelaksana proyek, (viii) menghindari overlaping proyek, (ix) sustainability project (O&M), (x) evaluasi kinerja pinjaman yang ada di setiap instansi/daerah pengusul, dan (xi) persyaratan pinjaman jika pinjaman diteruskan kepada BUMN/ BUMD/Daerah. Penerusan pinjaman ke daerah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No: 35/07/ Tahun 2003 tentang Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan, dan Pemantauan Penerusan Pinjaman Luar Negeri ke Pemerintah Daerah serta mengacu pada UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Prosedur mengenai tata cara perencanaan pinjaman luar negeri disajikan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 7.4. Penjelasan mengenai tahapan mekanisme pinjaman luar negeri tersebut adalah sebagai berikut: 1. Usulan proyek yang dinilai layak untuk mendapatkan Pinjaman Luar Negeri oleh Direktorat PLNM dan Direktorat Sektoral/Regional serta disetujui oleh Deputi sektor terkait dan Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan, diteruskan kepada Menteri Negara Perencanaan Pembangunan untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapatkan persetujuan, Deputi Pendanaan atas nama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan menyampaikan usulan kepada negara donor dengan tembusan kepada Menteri Keuangan (Langkah 6 dan 7). 2. Lembaga donor melakukan appraisal terhadap usulan proyek yang diajukan oleh Deputi Pendanaan dengan melibatkan instansi pelaksana/daerah, instansi pengusul dan instansi terkait lainnya (Langkah 8 dan 9). 3. Terhadap usulan proyek tersebut, Direktorat PLNM melakukan kick off meeting sebagai pertemuan awal dalam rangka koordinasi persiapan pelaksanaan proyek. Kick off meeting ini melibatkan Bappenas, Departemen Keuangan, instansi pengusul dan instansi terkait lainnya (Langkah 10). 4. Setelah appraisal selesai dilakukan, Direktorat PLNM/instansi pengusul mengadakan pertemuan wrap-up dengan melibatkan semua pihak-pihak yang terkait (Langkah 10). 5. Hasil dari pertemuan wrap-up tersebut menjadi bahan untuk proses negosiasi, yang dihadiri oleh Lembaga Donor, Bappenas, Depkeu, Departemen/LNPD pelaksana proyek dan instansi terkait lainnya (Langkah 11 dan 12). 6. Draft NPPHLN yang dihasilkan dari negosiasi tersebut dibahas oleh Direktorat PLNM, Direktorat Sektoral, Departemen Keuangan dan instansi pengusul. NPPHLN sebagai hasil pembahasan kemudian ditandatangani oleh Dirjen Anggaran atas nama Menteri Keuangan dengan lembaga donor (Langkah 13).
VII - 8
Gambar 7.4 Bagan Alir Mekanisme Pinjaman Luar Negeri
Berdasarkan SKB Nomor 185/KMK.03/1995 Penyusunan Usulan Proyek PHLN Departemen/Lembaga Teknis
Penilaian Usulan
Usulan Rencana Proyek PHLN
Daftar Rencana Proyek PHLN (Buku Biru)
Bappenas 2
1
4
Penilaian Kelayakan Proyek
· · ·
3
Apparaisal oleh Pemberi PHLN
Bappenas Departemen Keuangan Departemen/Lembaga Teknis
Laporan Hasil Penilaian Kelayakan Proyek
6 5
Penyampaian Usul Kepada Calon Pemberi PHLN
Usulan
Calon Pemberi PHLN
8
Bappenas
9
Perundingan Pinjaman Naskah Perjanjian PHLN
· · · 13 ·
7
Penilaian Kesiapan Proyek Hasil Penilaian Kesiapan Proyek
Depkeu Bappenas Departemen/ Lembaga Teknis Calon Pemberi PHLN
· · 11
·
Bappenas Departemen/Lembaga Teknis Departemen Keuangan 10
12
VII - 9
(iii) Penerusan Pinjaman Luar Negeri Ke Daerah Sesuai Undang-Undang yang baru No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemanfaatan pinjaman baru oleh daerah tidak dapat dilakukan secara langsung dengan pihak lembaga pembiayaan luar negeri (Pasal 50 dan Pasal 56). Untuk itu diperlukan mekanisme penerusan pinjaman luar negeri dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dengan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan dan masih berlaku. Penentuan apakah suatu pinjaman akan diteruskan ke daerah sebagai pinjaman atau hibah akan diputuskan oleh Menteri Keuangan setelah mendapatkan masukan dari Tim Penilai yang beranggotakan sejumlah instansi terkait seperti Bappenas dan Departemen Keuangan. Khusus untuk penerusan pinjaman luar negeri sebagai pinjaman ke daerah, UU No. 33/2004 telah mengklasifikasikan jenis pinjaman menurut jangka waktunya yang terdiri atas: Pinjaman Jangka Pendek, dipergunakan untuk menutup arus kas. Kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok, bunga dan biaya lain harus dilunasi dalam satu tahun anggaran. Pinjaman Jangka Menengah, dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan.Kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok, bunga dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah. Pinjaman Jangka Panjang, dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang menghasilkan penerimaan. Kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok, bunga dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah. Dalam melakukan pinjaman, daerah wajib memenuhi persyaratan: bahwa jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh pemerintah; Daerah tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari pemerintah. Khusus untuk penerusan pinjaman luar negeri sebagai hibah ke daerah, hingga saat ini peraturan yang digunakan masih mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan No. 35/KMK/07/2003 tentang Perencanaan, Pelaksanaan/ Penatausahaan, dan Pemantauan Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah kepada Daerah. Proyek yang akan dibiayai dalam bentuk hibah adalah proyek jenis non-cost recovery atau tidak menghasilkan penerimaan dan memenuhi kriteria sebagai berikut:
VII - 10
Merupakan inisiatif dan kewenangan Daerah; Dapat memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat Daerah setempat; Sesuai dengan dokumen perencanaan pembangunan yang berlaku di Daerah yang bersangkutan, serta dokumen perencanaan pembangunan nasional; Telah mendapat persetujuan dari DPRD yang bersangkutan.
Untuk dapat menerima Hibah, Daerah wajib menyediakan dan pendamping dan kewajiban lain yang dipersyaratkan dalam Naskah Penerusan Pinjaman Luar Negeri. Besarnya hibah untuk Daerah akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas usulan Tim Penilai. Perhitungan besar proporsi hibah yang diterima oleh daerah akan mengacu kepada Peta Kapasitas Fiskal Daerah yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan dan diperbaharui setiap tahun anggaran. Ketentuan besar proporsi hibah adalah sebagai berikut: Daerah dengan Kapasitas Fiskal Tinggi mendapatkan porsi hibah hingga 30% dari Total nilai Proyek. Daerah dengan Kapasitas Fiskal Sedang mendapatkan porsi hibah hingga 60% dari Total nilai Proyek. Daerah dengan Kapasitas Fiskal Rendah mendapatkan porsi hibah hingga 90% dari Total nilai Proyek. 7.4
PENGADAAN BARANG DAN JASA
Mekanisme dan prosedur pengadaan barang/jasa (procurement) dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Alor, pada prinsipnya mengikuti Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003, tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah. Meskipun demikian, jika penyelenggaraan suatu kegiatan memperoleh pendanaan dari lembaga donor atau kreditor maka aturan yang digunakan akan mengacu kepada guidlines yang ditentukan oleh lembaga donor atau kreditor tersebut. Pengadaan barang/jasa untuk setiap paket kegiatan pada prinsipnya harus dilaksanakan oleh pengguna anggaran atau di instansi yang memegang dokumen anggaran. Penentuan instansi sebagai pengguna anggaran (pemegang dokumen anggaran) akan segera ditetapkan sesuai dengan kewenangan yang telah digariskan oleh aturan perundangan yang berlaku. Dengan pelaksanaan pengadaan sesuai dengan kewenangan, maka penyedia barang/jasa setempat mempunyai kesempatan yang terbuka untuk berpartisipasi dalam berkompetisi melaksanakan pekerjaan. Keterlibatan penyedia barang/jasa setempat dianggap mempunyai keunggulan komparatif yang diantaranya pengenalan medan, penggunaan tenaga dan sumber daya lokal, dan budaya setempat lainnya. Meskipun demikian apabila dianggap pelaksanaan pengadaan barang/jasa tidak mungkin dapat dilakukan di daerah bencana, maka Menteri/Ketua Lembaga Pengguna Anggaran dapat menetapkan lokasi pengadaan barang/jasa di tempat lain.
VII - 11