BAB VII PEMBANGUNAN PENDIDIKAN
A.
UMUM
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999–2004 mengamanatkan bahwa salah satu arah kebijakan pembangunan pendidikan adalah mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia. Sasaran yang harus dicapai pada tahun 2004 menurut Propenas 2000–2004 adalah: (a) angka partisipasi kasar (APK) sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah (SD-MI) yaitu rasio jumlah siswa SD-MI terhadap penduduk usia 7–12 tahun sebesar 120,7 persen, (b) APK sekolah lanjutan tingkat pertama dan madrasah tsanawiyah (SLTP-MTs) atau rasio jumlah siswa SLTP-MTs terhadap jumlah penduduk usia 13–15 tahun sebesar 78,9 persen, (c) APK sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) atau rasio antara jumlah siswa SLTA (yang terdiri dari sekolah menengah umum (SMU), sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah (MA) terhadap jumlah penduduk usia 16–18 tahun sebesar 42,3 persen, dan (d) APK pendidikan tinggi yaitu rasio jumlah mahasiswa terhadap jumlah penduduk usia 19– 24 tahun sebesar 15 persen. Arah kebijakan peningkatan perluasan dan pemerataan pendidikan dilaksanakan melalui antara lain penyediaan fasilitas layanan pendidikan berupa pembangunan unit sekolah baru; penambahan ruang kelas dan penyediaan fasilitas pendukungnya; penyediaan berbagai pendidikan alternatif bagi masyarakat yang membutuhkan perhatian khusus; serta penyediaan berbagai beasiswa dan bantuan dana operasional sekolah yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan melibatkan peran aktif masyarakat. Upaya tersebut telah meningkatkan partisipasi pendidikan dari keadaan tahun ajaran 1999/2000 sampai tahun ajaran 2002/2003 untuk setiap jenjang pendidikan. Sampai dengan tahun ajaran 2002/2003 secara nasional angka partisipasi kasar (APK) sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah (SD-MI) telah meningkat menjadi 113,95 dari 111,97 persen di tahun ajaran 1999/2000. Dengan terus ditingkatkannya akses dan daya tampung pelayanan pendidikan jenjang SLTPMTs melalui Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) Sembilan Tahun, angka melanjutkan lulusan SD-MI meningkat dari 80,18 persen pada tahun ajaran 1999/2000 menjadi 82,87 persen pada tahun 2002/2003. Dengan peningkatan angka melanjutkan tersebut jumlah siswa SLTP-MTs meningkat dari 9,39 juta pada tahun 1999/2000 menjadi 9,58 juta pada tahun 2002/2003. Dengan demikian APK SLTP-MTs pada tahun ajaran 2002/2003 menjadi 75,27*) yang berarti meningkat dari keadaan tahun ajaran 1999/2000 yaitu 71,67 persen. Meskipun APK meningkat secara berarti, angka tersebut masih cukup jauh dari pencapaian sasaran tahun 2004. Dengan perkiraan jumlah penduduk usia 13–15 tahun sebesar 12,50 juta pada tahun 2004 maka pada tahun 2004 harus terjadi peningkatan jumlah murid menjadi sebesar 10,17 juta orang. Program Wajar Dikdas 9 Tahun telah berhasil meningkatkan jumlah lulusan SLTP-MTs per tahun secara signifikan dalam empat tahun terakhir yaitu dari 2,78 juta orang menjadi 2,89 juta orang. Hal tersebut lebih lanjut berdampak pada VII – 1
meningkatnya jumlah lulusan SLTP-MTs yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Apabila pada tahun ajaran 1999/2000 jumlah murid baru sebanyak 1,86 juta orang, pada tahun ajaran 2002/2003 jumlahnya menjadi 2,1 juta orang. Penambahan tersebut meningkatkan jumlah seluruh siswa SLTA menjadi 5,96 juta orang, sehingga APK SLTA juga meningkat dari 39,25 persen menjadi 44,45*) persen. APK tersebut telah melampaui sasaran yang direncanakan dicapai pada tahun 2004 yaitu sebesar 42,3 persen. Pada kurun waktu yang sama jumlah mahasiswa meningkat dari 3,23 juta pada tahun ajaran 1999/2000 menjadi 3,72 juta pada tahun ajaran 2002/2003. Penambahan jumlah mahasiswa tersebut berhasil meningkatkan APK pendidikan tinggi dari 12,79 persen menjadi 14,09*) persen. Lebih lanjut terungkap bahwa meskipun secara nasional angka partisipasi pendidikan meningkat dari waktu ke waktu, namun jika dilakukan perbandingan antarprovinsi, antarwilayah perdesaan dan perkotaan, serta antarkelompok pengeluaran keluarga terlihat adanya kesenjangan yang cukup besar antarkelompok tersebut. Partisipasi pendidikan khususnya jenjang SLTP-MTs keatas masih menunjukkan keragaman yang cukup besar antarprovinsi. Partisipasi pendidikan penduduk yang tinggal di daerah perkotaan secara umum juga lebih baik dibandingkan penduduk perdesaan. Lebih lanjut penduduk yang memiliki status ekonomi lebih tinggi memiliki angka partisipasi sekolah yang lebih tinggi dibanding dengan penduduk miskin yang secara rinci ditunjukkan pada Tabel 1. Ditinjau dari akses pendidikan, partisipasi pendidikan antara penduduk laki-laki dan perempuan masih menunjukkan kesenjangan terutama pada jenjang pendidikan SLTA keatas. Disamping itu penjurusan pada pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan tinggi menunjukkan masih terdapat stereotipi dalam sistem pendidikan di Indonesia yang mengakibatkan tidak berkembangnya pola persaingan sehat menurut gender. Tabel 1.
Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Usia dan Kelompok Pengeluaran Keluarga, 2002
Kelompok 13-15 Tahun Kelompok 16-18 Tahun Kelompok 7-12 Tahun Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan 67,58 70,69 34,24 35,15 Perlimaan-1 92,71 94,24 76,69 77,72 44,79 44,36 Perlimaan-2 95,78 96,47 80,48 80,49 52,70 48,16 Perlimaan-3 96,67 97,17 85,74 84,54 57,11 58,46 Perlimaan-4 97,23 97,44 89,93 88,03 68,93 59,29 Perlimaan-5 97,75 98,26 78,94 79,50 50,70 48,77 Rata-rata 95,75 96,49 Keterangan : Perlimaan-1 adalah 20% anak termiskin dan perlimaan-5 adalah 20% anak terkaya Tingkat Pengeluaran
Sumber : SUSENAS, 2002
Berdasarkan kondisi tersebut, upaya peningkatan perluasan dan pemerataan pendidikan harus memperhatikan keragaman yang ada sehingga intervensi yang dilakukan benar-benar dapat meningkatkan partisipasi pendidikan secara adil terutama bagi kelompok penduduk yang saat ini partisipasi pendidikannya masih rendah.
*)
Angka sementara
VII – 2
Melalui jalur pendidikan luar sekolah terus pula dikembangkan upaya untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan formal, dan yang putus sekolah. Pendidikan luar sekolah antara lain diberikan melalui Kelompok Belajar (Kejar) Paket A, Paket B, dan Paket C serta kursuskursus. Kejar Paket A dan Paket B dilaksanakan baik bagi kelompok penduduk usia sekolah sebagai pendidikan alternatif terhadap pelaksanaan Program Wajar Dikdas 9 Tahun maupun penduduk usia dewasa sebagai bagian dari pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan keaksaraan fungsional diberikan bagi penduduk dewasa untuk meningkatkan kemampuan keaksaraan mereka yang dikaitkan dengan kebutuhan fungsional dalam kehidupan sehari-hari seperti ketrampilan vokasional. Sementara itu kursus-kursus yang dilakukan ditujukan terutama untuk memberi ketrampilan bagi warga belajar sehingga memiliki kemampuan yang memadai untuk bekerja. Peningkatan partisipasi pendidikan melalui sistem persekolahan dan pendidikan luar sekolah telah meningkatkan proporsi penduduk melek aksara. Data SUSENAS tahun 2002 menunjukkan bahwa penduduk usia 15 tahun keatas yang melek aksara sudah mencapai 89,51 persen. Lebih lanjut terungkap bahwa angka melek aksara penduduk usia 15 tahun keatas di perdesaan (85,75 persen) masih jauh lebih rendah dari kondisi di perkotaan yang sudah mencapai 94,06 persen. Keragaman juga terjadi antara penduduk laki-laki dan perempuan dengan angka melek aksara berturut-turut sebesar 93,46 persen dan 85,66 persen. Keragaman tingkat keaksaraan juga terjadi antarkelompok pengeluaran penduduk dengan tingkat keaksaraan lebih tinggi pada penduduk yang memiliki status ekonomi lebih baik. Gambar 1 menggambarkan angka melek aksara penduduk usia 15 tahun keatas yang dibedakan menurut jenis kelamin dan tempat tinggal. Disamping itu keragaman angka buta aksara antarprovinsi juga masih cukup besar dengan kisaran antara yang paling rendah yaitu di Sulawesi Utara (1,17 persen) sampai yang paling tinggi yaitu di Nusa Tenggara Barat (19,08 persen). Disamping itu permasalahan buta aksara menjadi lebih berat karena penduduk yang saat ini masih buta aksara merupakan kelompok tersulit (hard core) yang pada umumnya berusia lanjut, perempuan, miskin, dan tinggal di daerah perdesaan. GBHN 1999–2004 mengamanatkan agar pembangunan pendidikan diarahkan pula untuk mengembangkan kualitas sumberdaya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh. Sangat disadari bahwa usia dini merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang sangat menentukan bagi perkembangan pada tahap berikutnya. Dengan demikian pembinaan anak sejak dini dapat memperbaiki prestasi belajar dan meningkatkan produktivitas kerja di masa dewasa. Stimulasi dini pada masa golden age sangat diperlukan untuk memberikan rangsangan terhadap seluruh aspek perkembangan anak yang mencakup penanaman nilai-nilai dasar, pembentukan sikap dan pengembangan kemampuan dasar. Di Indonesia, pendidikan usia dini dilakukan melalui antara lain pendidikan di taman kanak-kanak (TK), Kelompok Bermain, dan Raudhatul Atfhal (RA).
VII – 3
Gambar 1. Angka Melek Aksara Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin, Tempat Tinggal dan Kelompok Pengeluaran Keluarga, 2002 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perkotaan Perlimaan-1
Perlimaan-2
Perempuan Perdesaan
Perlimaan-3
Perlimaan-4
Perlimaan-5
Sumber : SUSENAS 2002.
Berdasarkan data tahun 2001 diketahui bahwa dari sekitar 26,26 juta anak usia 0–6 tahun yang telah memperoleh layanan perawatan dan pendidikan dini usia melalui berbagai program baru sekitar 7,20 juta anak (27.5 persen). Sementara itu anak usia enam tahun kebawah yang telah mengikuti pendidikan di jenjang sekolah dasar sebanyak 2,95 juta. Dengan demikian masih ada sekitar 61,34 persen anak usia dini atau 16,11 juta anak yang belum memperoleh layanan pendidikan dan perawatan. Jika kelompok usia pra-sekolah yaitu 4–6 tahun, dilihat secara seksama maka pendidikan TK dan setara baru mencakup 13,27 persen atau 1,75 juta dari seluruh anak kelompok usia tersebut. Selanjutnya bila cakupan pelayanan ditinjau pada tingkat provinsi terungkap bahwa partisipasi pendidikan anak dini usia masih beragam antarprovinsi yaitu dengan kisaran 12 persen di Nusa Tenggara Timur dan 52 persen di provinsi Yogyakarta. Disamping upaya memperluas akses dan pemerataan pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan juga terus mendapat perhatian besar. Kemampuan akademik dan profesional serta jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan terus ditingkatkan. Pendidikan lanjutan serta pendidikan dan latihan jangka pendek terus dilaksanakan baik untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan kepemimpinan maupun untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengajar menurut bidang studi. Berbagai pendidikan dan pelatihan yang dilakukan telah meningkatkan jumlah guru yang memenuhi kualifikasi pendidikan minimal, sehingga pada tahun 2002 proporsi guru SD yang berpendidikan Diploma 2 keatas menjadi 33,81 persen dan guru SLTP yang berpendidikan Diploma-3 keatas menjadi 67,5 persen. Meskipun demikian, kondisi tersebut belum mencukupi untuk menyediakan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Bahkan untuk jenjang pendidikan SLTP-MTs dan SLTA-MA yang menggunakan sistem guru mata pelajaran banyak pula terjadi ketidaksesuaian antara pelajaran yang diajarkan dengan latar belakang pendidikan guru. Untuk itu diperlukan jumlah dan kualitas pendidikan dan latihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya secara lebih memadai sehingga mereka mampu menyelenggarakan proses belajar mengajar yang lebih berkualitas. Untuk menjawab kurangnya jumlah guru pada semua jenjang pendidikan pada tahun 2003 direncanakan untuk dikaryakan sebanyak 190 ribu guru untuk sekolah umum dan 13,5 ribu guru untuk madrasah dan guru agama pada sekolah umum. Untuk meningkatkan kesejahteraan guru, pada tahun 2002 tunjangan kependidikan bagi VII – 4
guru telah pula ditingkatkan sebesar 50 persen. Selain itu telah disediakan pula berbagai insentif bagi guru sekolah negeri dan swasta seperti tunjangan kelebihan jam mengajar dan bantuan khusus guru yang secara keseluruhan diharapkan dapat mendorong guru untuk tetap berkarya. Meskipun kualitas pendidikan yang masih belum sepenuhnya baik, pada tahun 2002 Indonesia berhasil menjadi salah satu juara Olympiade Fisika Internasional yang diikuti oleh 340 peserta dari 72 negara. Arah kebijakan pembangunan pendidikan untuk melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keragaman peserta didik dan potensi daerah, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional telah pula dilaksanakan. Penambahan jam pelajaran untuk muatan lokal ditujukan untuk mengakomodasi keragaman kebutuhan disetiap wilayah meskipun pelaksanaannya masih belum optimal dan secara umum baru digunakan untuk pendidikan kesenian lokal dan bahasa daerah. Kurikulum berbasis kompetensi yang dikembangkan diharapkan dapat menjawab diversifikasi kebutuhan pembangunan. Reposisi pendidikan kejuruan terus dilakukan untuk lebih menjamin kesesuaian atau relevansi antara pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Bidang studi-bidang studi yang dinilai sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pembangunan terus direposisi menjadi bidang studi-bidang studi yang memiliki prospek yang baik dalam dunia kerja. Upaya melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen sebagai arahan kebijakan pembangunan tahun 2000-2004 telah menjadi agenda utama dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2002-2003 penyelesaian Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUUSPN) sebagai pengganti UUSPN Nomor 2 Tahun 1989 terus dilakukan secara intensif dengan melibatkan partisipasi seluruh stakeholders pendidikan. Dengan dilaksanakannya desentralisasi pendidikan, pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan yang lebih luas dalam membangun pendidikan di masing-masing wilayah sejak dalam penyusunan rencana, penentuan prioritas program serta mobilisasi sumberdaya untuk merealisasikan rencana yang telah dirumuskan. Sejalan dengan itu, otonomi pendidikan telah pula dilaksanakan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi yang memberikan wewenang yang lebih luas pada satuan pendidikan untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki termasuk mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Dana dekonsentrasi telah mulai diberikan langsung kepada satuan pendidikan dalam bentuk block grant yang diharapkan dapat dikelola oleh setiap satuan pendidikan dengan tetap menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan partisipatif. Meskipun demikian sampai tahun 2003 sekolah yang melaksanakan manajemen berbasis sekolah masih sangat terbatas jumlahnya karena belum maksimalnya pemahaman dan kemampuan sumberdaya manusia pada satuan pendidikan. Dengan memperhatikan hasil pelaksanaan desentralisasi bidang pendidikan sejak tahun 2001, upaya untuk menyelaraskan kebijakan dan program antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota perlu terus dilakukan. Penetapan peran dan tanggungjawab yang lebih jelas masing-masing tingkat pemerintahan perlu mendapat prioritas. Standar pelayanan minimal (SPM) perlu disusun untuk menjadi acuan penyediaan layanan pendidikan pada setiap kabupaten/kota dengan mengacu pada pedoman penyusunan SPM bagi provinsi yang tercantum dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 053/U/2001 tentang Pedoman Penyusunan Standar VII – 5
Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada jenjang pendidikan tinggi otonomi pendidikan dilaksanakan melalui pemberian wewenang yang lebih besar kepada perguruan tingi. Competitive based funding mechanism yang diterapkan dalam program pendidikan tinggi telah mendorong unit-unit di perguruan tinggi untuk terus meningkatkan kapasitas institusinya sehingga mampu bersaing dalam memperoleh berbagai sumber pembiayaan dari pemerintah. Competitive based funding mechanism yang penerapannya diikuti dengan output based funding mechanism mendorong perguruan tinggi menghasilkan output yang sebanding dengan pembiayaan yang diterimanya. Namun demikian sampai tahun 2003 pendidikan tinggi masih dihadapkan pada belum optimalnya pelaksanaan Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PTBHMN) karena perguruan tinggi-perguruan tinggi tersebut belum diberi keleluasaan penuh dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki. Oleh karena itu upaya peningkatan mutu dan relevansi dalam proses belajar mengajar serta dalam pelaksanaan penelitian dan pengabdian pada masyarakat sebagai pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi belum dapat secara maksimal dilakukan. Dalam melaksanakan desentralisasi dan otonomi pendidikan, peran serta masyarakat terus ditingkatkan. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah dikeluarkan sebagai landasan hukum bagi partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Dengan menggunakan pendekatan sukarela (voluntarily basis) kabupaten/kota didorong untuk membentuk dewan pendidikan yang dapat berperan sebagai (a) pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di tingkat kabupaten/kota; (b) pendukung baik secara finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan, (c) pengontrol dalam penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan pengeluaran pendidikan, dan (d) mediator antara lembaga eksekutif, legislatif dan masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Sampai tahun 2003 kabupaten/kota yang telah memiliki dewan pendidikan berjumlah 318 kabupaten/kota. Pada saat yang sama proporsi sekolah yang memiliki komite sekolah juga terus meningkat. Peningkatan partisipasi masyarakat yang dilaksanakan di bidang pendidikan telah meningkatkan keterbukaan, akuntabilitas, dan efisiensi pembiayaan sebagai bagian dari penerapan good governance bidang pendidikan. Oleh karena itu partisipasi masyarakat perlu diperluas cakupannya sehingga masyarakat dapat pula mengawasi pembangunan pendidikan baik dalam proses alokasi, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban sesuai dengan kaidah-kaidah good governance. Hal tersebut perlu diperkuat dengan tersusunnya berbagai kerangka peraturan (regulatory framework) yang mengatur secara jelas dan terukur penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Upaya memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan dilaksanakan melalui penerapan pendidikan kecakapan hidup (life skill education) yang ditujukan untuk memfungsikan pendidikan dalam mengembangkan potensi manusiawi peserta didik melaksanakan peranannya di masa datang. Kecakapan yang dikembangkan meliputi antara lain mengenal diri, yang juga sering disebut kemampuan personal, berfikir rasional, akademik, dan vokasional serta sosial. Melalui pendidikan tersebut peserta didik diharapkan menjadi lebih beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjadi warga negara dan warga masyarakat yang membangun, memiliki VII – 6
kemampuan pemecahan masalah yang baik, dan memiliki kecakapan komunikasi dan empati sebagai dasar dalam menumbuhkan hubungan yang harmonis dalam lingkungannya. Pada jenjang pendidikan menengah, kecakapan vokasional atau kejuruan peserta didik ditingkatkan sehingga lulusannya memiliki ketrampilan untuk bekerja. Dalam pelaksanaannya masih dijumpai pendidikan kecakapan hidup yang terbatas pada ketrampilan vokasional saja. Pelaksanaan konsep pendidikan kecakapan hidup perlu terus ditingkatkan agar peserta didik benar-benar memperoleh kemampuan yang sesuai dengan masa pertumbuhan dan kebutuhan untuk menjalani hidupnya sehari-hari. Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi juga memiliki peran strategis dalam pengembangan sumberdaya manusia. Terbentuknya iklim inovasi sebagai pertanda perkembangan iptek akan menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas sumberdaya manusia. Dalam Human Development Report tahun 2001 ditegaskan bahwa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) merupakan bagian dari komponen kualitas sumber daya manusia. Isu dorongan kreativitas dan penggunaan teknologi bagi perbaikan kualitas hidup menjadi isu utama yang diangkat dalam laporan tersebut.Isu penguatan kapasitas teknologi dan diseminasi hasil-hasil litbang juga diangkat sebagai indikator suatu bangsa dalam mencapai teknologi yang dipresentasikan dalam bentuk Index Pencapaian Teknologi/IPT (Technology Achievement Index). Indonesia masih pada urutan ke 60 dari 72 negara yang sudah dihitung IPT-nya. Hal tersebut menunjukkan iklim inovasi teknologi yang didasarkan dorongan kreativitas masih belum menunjukkan kondisi yang kondusif. Dalam mendorong peningkatan kemampuan dan penguasaan teknologi permasalahan yang masih dihadapi adalah kurang fokusnya program penelitian dan pengembangan sesuai dengan kebutuhan pasar. Hal tersebut menyebabkan tidak termanfaatkannya hasil-hasil litbang secara optimal di masyarakat dan industri. Sampai saat ini sudah banyak hasil penelitian dan pengembangan (litbang) yang dihasilkan oleh masyarakat iptek. Namun demikian, masih banyak hasil iptek yang tidak terkatalogkan dengan sistematis dan tidak diketahui keterkaitan satu dengan lainnya. Hal ini mengakibatkan sumbangan hasil riset iptek terhadap kemajuan iptek dan pemanfaatannya oleh masyarakat tidak nampak dengan jelas. Sejak tahun 2000 program pembangunan iptek telah difokuskan pada penguatan kapasitas lembaga iptek dalam bentuk perbaikan sistem pengelolaan litbang, Kegiatan yang dilakukan antara lain penetapan program prioritas sesuai kompetensi inti lembaga, pelaksanaan mekanisme kompetitif dalam penetapan kegiatan riset, perumusan konsep kelembagaan litbang, serta konsep penyempurnaan mekanisme pembiayaan penelitian. Fokus program bidang iptek juga dilakukan melalui pengembangan program tematis unggulan dan strategis serta peningkatan penelitian di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan hukum. Selain itu juga telah dilakukan pemetaan potensi dan kemampuan pusat penelitian dan pengembangan serta peningkatan kerjasama penelitian antara lembaga litbang dengan lembaga teknis, dunia usaha dan lembaga riset di luar negeri. Dalam rangka membentuk iklim yang kondusif bagi pengembangan sumberdaya iptek juga telah dilakukan penyempurnaan sistem insentif iptek, peningkatan keterlibatan organisasi profesi ilmiah serta mendorong upaya perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI). Dari berbagai kegiatan yang telah dilakukan, masih banyak kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam meningkatan kapasitas litbang. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi dalam pembangunan Iptek nasional adalah terjadinya idle capacity pada sisi penyedia, macetnya sistem transaksi, dan belum VII – 7
tumbuhnya sisi pengguna Iptek domestik. Idle capacity yang terjadi antara lain disebabkan oleh lemahnya sistem insentif dan sistem pembiayaan litbang. Sumber insentif yang ada hanya bersumber dari dana pemerintah yang dinilai tidak cukup mampu memberikan dorongan bagi peneliti untuk melakukan pekerjaannya secara profesional. Selain itu sistem pembiayaan yang bersifat tahunan dinilai tidak kondusif bagi keberlanjutan suatu kegiatan litbang, selain juga akan menghambat tumbuhnya keinginan untuk melakukan obyek penelitian yang berskala signifikan dan strategis. Masalah lain adalah kegiatan litbang yang terlampau menyebar tidak kondusif untuk pencapaian hasil litbang yang signifikan. Derasnya impor produk teknologi yang secara mudah masuk ke pasar domestik juga dinilai cukup menyulitkan bagi tumbuhnya pemanfaatan produk-produk litbang nasional. Sementara itu, belum tumbuhnya kegiatan litbang di industri menyebabkan beban penelitian yang bersifat terapan dan pengembangan yang semestinya dapat ditanggung bersama antara lembaga litbang pemerintah (termasuk universitas) dan industri, terpaksa harus ditanggung secara sendirian oleh lembaga litbang pemerintah. Dalam jangka panjang hal tersebut cukup mengkhawatirkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan nasional yang memerlukan kegiatan-kegiatan penelitian yang bersifat dasar (basic research). Berkaitan dengan masalah tersebut, sumber daya iptek tidak dapat berkembang dan dikembangkan dengan baik. Di satu pihak pelaku tidak mempunyai dorongan untuk menghasilkan keluaran dengan baik dan berkualitas karena insentif untuk melakukan riset tidak mencukupi. Di pihak lain, masyarakat tidak bersedia menyediakan insentif dan imbalan yang memadai karena sulit untuk memperkirakan hasil iptek seperti apa yang akan diperoleh dari penyediaan insentif dan investasi di bidang iptek ini. Di masa yang akan datang, penyebaran informasi hasil-hasil penelitian perlu ditingkatkan. Berdasarkan keadaan dan permasalahan pembangunan pendidikan, pada tahun 2004 langkah kebijakan pembangunan pendidikan pada tahun 2004 diarahkan untuk: (1) peningkatan perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan dengan mengutamakan upaya pencapaian target Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun yang memberikan perhatian lebih besar pada kelompok miskin, penduduk yang tinggal di daerah perdesaan, dan pada provinsi-provinsi atau kabupaten/kota dan Kawasan Timur Indonesia yang memiliki partisipasi pendidikan dibawah rata-rata nasional melalui antara lain penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, penyediaan berbagai pendidikan alternatif, beasiswa bagi masyarakat miskin, dan bantuan biaya operasional pendidikan bagi sekolah miskin yang pelaksanaannya tetap memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat; (2) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat melalui antara lain peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan lainnya, penyediaan sarana penunjang mutu pendidikan seperti buku dan peralatan pendidikan, penyusunan standar pelayanan minimal sampai tingkat kabupaten/kota, reposisi pendidikan kejuruan, penyempurnaan materi bahan ajar yang responsif gender; (3) melanjutkan pembaharuan sistem pendidikan melalui antara lain pengembangan kurikulum yang dapat melayani keberagaman peserta didik dan menjawab diversifikasi jenis pendidikan secara profesional; (4) optimalisasi desentralisasi dan otonomi pendidikan yang didukung dengan peningkatan partisipasi aktif masyarakat antara lain melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pendidikan berbasis masyarakat serta melanjutkan pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah VII – 8
dan pengembangan kerangka peraturan untuk mendorong pengelolaan pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip good governance dengan mengedepankan akuntabilitas dan transparansi serta melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasannya; (5) memantapkan penerapan paradigma baru pendidikan tinggi yang memberikan kewenangan lebih luas kepada perguruan tinggi dalam pengelolaan pendidikan secara bertanggung jawab dan terakunkan sebagai aktualisasi otonomi keilmuan dan meningkatkan keikutsertaan masyarakat, dunia usaha serta industri dan pemerintah daerah untuk mendukung peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat; (6) memberdayakan lembaga pendidikan sekolah dan luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan antara lain melalui pengembangan pendidikan kecakapan hidup, dan (7) mengembangkan pendidikan bagi anak dini usia secara lebih luas dan berkualitas melalui antara lain penyediaan pelayanan pendidikan bagi anak usia pra sekolah dan meningkatkan pemanfaatan lembagalembaga lain seperti Posyandu dan Bina Keluarga Balita (BKB) dengan memberikan muatan pendidikan yang disesuaikan dengan tumbuh kembang anak. Sementara itu, kebijakan pembangunan Iptek pada tahun 2004 diarahkan untuk: (1) Penetapan fokus program iptek di bidang pangan, energi dan manufaktur, (2) Perumusan kebijakan pembangunan iptek selaras dengan kebijakan industri dan kebijakan lainnya, (3) Penyempurnaan pola insentif dan pembiayaan litbang, (4) Pengembangan kelembagaan untuk meningkatkan kapasitas lembaga litbang dan memperlancar transaksi hasil litbang, (5) Peningkatan penelitian-penelitian untuk memecahkan persoalan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hukum, (6) Penguatan kompetensi inti lembaga litbang termasuk optimalisasi dan mobilisasi potensi SDM iptek, dan (7) Pengembangan Instrumen Analisis Pencapaian Teknologi dalam bentuk statistik iptek dan indikator Iptek. Sasaran yang direncanakan akan dicapai dalam bidang pendidikan sampai dengan akhir tahun 2004 adalah: (1) Terwujudnya organisasi pendidikan di seluruh Kabupaten/Kota yang lebih demokratis, transparan, efisien, terakunkan (accountable), serta mendorong partisipasi masyarakat melalui pendekatan manajemen berbasis sekolah (school based management) dan pendidikan berbasis masyarakat (community based education) dengan memperkuat Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten/Kota serta pemberdayaan Komite Sekolah di setiap sekolah atau area yang lebih luas sesuai dengan kebutuhan; (2) Terwujudnya pengelolaan pendidikan yang mengintegrasikan pendidikan sekolah umum dengan sekolah agama, jalur pendidikan sekolah dengan jalur pendidikan luar sekolah, serta jenis sekolah umum dengan jenis sekolah kejuruan; (3) Meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) SD dan MI mencapai 115,24 persen; SLTP-MTs mencapai 81,36 persen; SMU-SMK-MA mencapai 49,01 persen; dan perguruan tinggi yang mencapai 15,29 persen, dengan penyebaran akses yang merata dan berkeadilan dengan memberikan perhatian lebih besar pada kelompok miskin, dan provinsi atau kabupaten/kota dengan APK dibawah rata-rata nasional serta daerah perdesaan; (4) Terwujudnya otonomi pengelolaan perguruan tinggi yang bertanggung jawab dalam mengelola pendidikan tinggi dan sumber daya yang dimiliki (5) Meningkatnya cakupan pelayanan pendidikan untuk usia prasekolah atau anak dini usia melalui taman kanak-kanak, pusat pendidikan anak dini usia, dan lembaga-lembaga lain yang diselenggarakan oleh masyarakat; (6) Menurunnya jumlah penyandang tiga buta (aksara latin dan angka, bahasa Indonesia dan pengetahuan dasar) terutama pada kelompok usia 15-44 tahun, perempuan dan tinggal di daerah perdesaan; melalui VII – 9
kegiatan pemberantasan buta aksara fungsional (PBAF); meningkatnya partisipasi pendidikan bagi warga belajar yang belum menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun melalui kegiatan Paket A dan Paket B, dan meningkatnya partisipasi pendidikan bagi penduduk dewasa melalui pendidikan luar sekolah seperti Paket A, Paket B, Paket C, dan kursus-kursus; (7) Meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan masyarakat, antara lain melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi dan memberikan porsi kurikulum lokal yang lebih besar sesuai dengan kebutuhan daerah, melanjutkan reposisi pendidikan kejuruan, dan penyediaan tenaga kependidikan dalam jumlah dan kualitas yang memadai serta penyediaan sarana penunjang kualitas pendidikan; (8) Terwujudnya sistem manajemen guru dan tenaga kependidikan lainnya secara komprehensif yang antara lain mencakup kebijakan persyaratan, evaluasi dan penilaian kinerja secara periodik, peningkatan kualitas akademik dan profesionalisme, serta jaminan kesejahteraan, keamanan, keselamatan dan martabat, dengan tetap mengacu kepada kerangka desentralisasi pendidikan di Kabupaten/Kota; (9) Meningkatnya mutu hasil penelitian dan sumber daya iptek di perguruan tinggi untuk mendukung pemecahan berbagai masalah pembangunan, serta meningkatnya pelayanan teknologi untuk meningkatkan daya saing dunia usaha dan masyarakat; (10) Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya pendidikan; (11) Terlaksananya secara terpadu dan terkoordinasi strategi nasional bidang pendidikan, (12) Meningkatnya kemitraan Pemerintah Pusat/Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) serta masyarakat luas dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, (13) Terwujudnya sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan program-program serta efisiensi penggunaan anggaran pendidikan; (14) Tersusunnya kerangka peraturan (regulatory framework) yang memungkinkan proses alokasi, penyaluran, pelaksanaan, pelaporan, dan pertanggungan jawaban sesuai prosedur dan tata cara yang memenuhi kaidah-kaidah good governance yaitu efisien, efektif, transparan, terakunkan, dan partisipatif; serta (15) Tersusunnya sistem penghargaan (reward) dan dorongan (incentive) atas pencapaian pembangunan pendidikan secara jelas dan pasti. Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan di bidang iptek tahun 2004, sebagai kelanjutan dari pelaksanaan REPETA 2003, adalah terumuskannya kebijakan pembangunan iptek jangka menengah yang dapat merepresentasikan keterkaitan antara kebutuhan pengguna dengan kompetensi lembaga litbang serta dukungan peraturan yang mendorong tumbuhnya iklim inovasi. Sasaran lain adalah terfokusnya kegiatan litbang di bidang energi, pangan dan manufaktur, meningkatnya kegiatan penelitian dasar dalam berbagai disiplin ilmu, terumuskannya indikator pencapaian iptek, adanya konsep pembiayaan litbang dengan skema multiyear commitment fund, sistem blockgrant serta penyempurnaan standar unit cost penelitian.
B.
PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
1.
Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah
Program pendidikan dasar dan prasekolah bertujuan untuk: (1) memperluas jangkauan dan daya tampung SD dan MI, SLTP dan MTs dan lembaga pendidikan prasekolah sehingga menjangkau anak-anak dari seluruh lapisan masyarakat; (2) meningkatkan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang beruntung, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil dan VII – 10
perkotaan kumuh, daerah bermasalah, masyarakat miskin, dan anak yang berkelainan; (3) meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan prasekolah dengan kualitas yang memadai; dan (4) meningkatkan pelaksanaan manajemen pendidikan dasar dan prasekolah berbasis pada sekolah dan masyarakat. Kegiatan pokok program pendidikan dasar dan prasekolah dalam tahun 2004 dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu: (1) upaya peningkatan sistem pengelolaan pendidikan; (2) upaya peningkatan perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan; dan (3) upaya peningkatan mutu pendidikan. Upaya peningkatan sistem pengelolaan pendidikan dasar dan prasekolah dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut: Pemerintah pusat dan provinsi: (1) Menyempurnakan konsep manajemen berbasis sekolah dan masyarakat; (2) Melanjutkan sosialisasi, diseminasi, perintisan manajemen berbasis sekolah dan masyarakat; (3) Merumuskan beberapa alternatif upaya peningkatan efisiensi pemanfaatan fasilitas pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan prasekolah; (4) Melanjutkan upaya peningkatan kapasitas pengelola pendidikan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota; (5) Membentuk jaringan komunikasi antar guru tingkat provinsi, nasional dan internasional sebagai wahana tukar menukar informasi mengenai praktik-praktik terbaik proses pembelajaran; (6) Melanjutkan reorganisasi dan restrukturisasi sistem penyelenggaraan sekolah luar biasa jenjang pendidikan dasar; (7) Melakukan advokasi dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan termasuk dalam penyediaan fasilitas pelayanan pendidikan; (8) Menyiapkan naskah akademik dalam rangka penyusunan peraturan perundangundangan pendidikan dasar dan prasekolah untuk pelaksanaan UU SPN; (9) Merumuskan peraturan perundangan yang memudahkan dan meningkatkan efisiensi pembiayaan pembangunan pendidikan yang melibatkan peran serta masyarakat; (10) Menyusun sistem pembiayaan pendidikan yang berkeadilan pada jenjang pendidikan dasar dan prasekolah dengan menerapkan sistem penghargaan dengan mempertimbangkan kemampuan fiskal daerah dan kinerja bidang pendidikan; (11) Penyempurnaan konsep monitoring dan evaluasi pemanfaatan dana perbantuan untuk kabupaten/kota; dan (12) Meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas kinerja kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan prasekolah. Kabupaten/kota: (1) Mengembangkan organisasi pendidikan yang terintegrasi di kabupaten/kota untuk memperkuat partisipasi masyarakat serta kerjasama dan koordinasi antar jenis dan jalur pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan prasekolah; (2) Memperluas pelaksanaan manajemen berbasis sekolah/masyarakat untuk jenjang pendidikan dasar dan prasekolah; (3) Melanjutkan upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan dasar dan prasekolah di tingkat kabupaten/kota melalui kegiatan advokasi dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya; (4) Meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas kinerja sekolah/madrasah dan lembaga pendidikan di tingkat kabupaten/kota; (5) Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pada jenjang pendidikan dasar dan prasekolah; (6) Menyusun sistem pembiayaan pendidikan dasar dan prasekolah yang terpadu di tingkat kabupaten/kota dengan mempertimbangkan keberagaman antarwilayah; dan (7) Melaksanakan kegiatan sesuai peraturan yang berlaku untuk peningkatan sistem pengelolaan pendidikan dasar dan prasekolah diluar wewenang Pusat dan Provinsi.
VII – 11
Upaya peningkatan perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut: Pemerintah Pusat dan Provinsi: (1) Memberikan dana perbantuan berbentuk hibah (block grant) kepada Kabupaten/Kota yang ditujukan untuk meningkatkan partisipasi pendidikan baik penduduk laki-laki maupun perempuan pada jenjang pendidikan dasar dan prasekolah; dan (2) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas bantuan yang diberikan untuk peningkatan partisipasi pendidikan baik di tingkat kabupaten/kota, maupun provinsi dan nasional. Kabupaten/Kota: (1) Menambah ruang kelas baru dan unit sekolah/madrasah baru baik negeri maupun swasta termasuk penyediaan guru secara selektif terutama di daerah-daerah dengan jumlah penduduk usia jenjang pendidikan dasar dan prasekolah yang masih banyak belum tertampung; (2) Memperbaiki, merehabilitasi, dan merevitalisasi fasilitas pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan prasekolah; (3) Melaksanakan penjaringan anak usia sekolah baik yang belum pernah sekolah maupun yang putus sekolah untuk masuk ke dalam sistem pendidikan; (4) Menyelenggarakan pendidikan layanan khusus bagi peserta didik di daerah terpencil dan/atau mengalami bencana alam dan bencana sosial melalui SD Kecil, SD Satu Guru, SD Multi-kelas, SLTP-MTs Terbuka, SLTP-MTs Kelas Jauh/Guru Kunjung, sesuai dengan kondisi dan situasi daerah; (5) Menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak-anak yang memiliki keunggulan dan yang memiliki tingkat kesulitan dalam proses pembelajaran khususnya yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau intelektual; (6) Melanjutkan program beasiswa bagi anakanak dari keluarga tidak mampu termasuk beasiswa untuk menarik anak usia jenjang pendidikan dasar yang berada di luar sistem sekolah baik yang belum bersekolah maupun yang putus sekolah dengan tetap memberi perhatian pada keadilan dan kesetaraan gender; (7) Melakukan advokasi dan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya menyelesaikan pendidikan sampai jenjang SLTP/MTs; (8) Melanjutkan pemberian dana imbal swadaya bagi sekolah/madrasah negeri dan swasta agar mampu berkembang dan mandiri; dan (9) Melaksanakan kegiatan lainnya sesuai peraturan yang berlaku untuk meningkatkan perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan prasekolah diluar wewenang Pusat dan Provinsi. Upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pokok: Pemerintah Pusat dan Provinsi: (1) Menata pelaksanaan kurikulum nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan prasekolah yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional; (2) Melaksanakan sosialisasi, asistensi dan evaluasi pelaksanaan kurikulum; (3) Melanjutkan penyempurnaan pedoman pembelajaran moral, keimanan dan ketaqwaan, budi pekerti, bahasa, sastra dan pendidikan lingkungan sesuai dengan kondisi setempat; (4) Menyempurnakan konsep pendidikan kecakapan hidup pada jenjang TK, SD-MI, dan SLTP-MTs yang disesuaikan dengan tahap tumbuh kembang anak dan kebutuhan siswa dalam menjalani hidup bermasyarakat; (5) Melaksanakan pembinaan teknis sekolah rujukan nasional; (6) Melaksanakan bimbingan teknis penyusunan standar pelayanan minimal jenjang pendidikan dasar dan prasekolah untuk tingkat kabupaten/kota; (7) Menyempurnakan sistem penilaian hasil akhir belajar siswa; (8) Menyempurnakan standar kompetensi dasar setiap mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar; (9) Menyempurnakan standar kompetensi tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan dasar dan prasekolah; (10) Melanjutkan penyusunan sistem sertifikasi guru; (11) VII – 12
Melanjutkan penyusunan sistem penghargaan guru; (12) Menyelenggarakan pelatihan guru jenjang pendidikan dasar dan prasekolah di provinsi; (13) Menyelenggarakan pendidikan dan latihan bagi tenaga kependidikan non guru untuk bidang-bidang manajemen dan kepemimpinan; (14) Melaksanakan promosi minat keilmuan serta meningkatkan kreativitas dan inovasi guru melalui pelaksanaan berbagai simposium, workshop, lomba dan pelatihan guru; (15) Menumbuhkan minat siswa pada ilmu pengetahuan dan kreativitas melalui berbagai lomba; (16) Menyempurnakan penyusunan sistem penilaian kinerja sekolah/madrasah; (17) Memberikan dana perbantuan dalam bentuk hibah (block grant) yang ditujukan untuk peningkatan mutu pendidikan jenjang pendidikan dasar dan prasekolah, dan pelaksanaannya diutamakan dalam bentuk imbal swadaya; dan (18) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan berbagai kegiatan di atas berdasarkan indikatorindikator kualitas pendidikan. Kabupaten/Kota: (1) Melakukan penambahan fasilitas fungsional seperti ruang perpustakaan, ruang olahraga, dan ruang laboratorium dan pusat sumber belajar yang dilengkapi dengan sarana/peralatan pendukungnya; (2) Menyediakan buku pelajaran pokok dan alat peraga belajar secara memadai; (3) Melanjutkan program beasiswa bagi anak berprestasi; (4) Meningkatkan mutu dan kualifikasi guru melalui pendidikan dan latihan sesuai kebutuhan dalam rangka meningkatkan kualitas proses belajar mengajar; (5) Melakukan rekruitmen guru sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan; (6) Memfasilitasi sekolah/madrasah untuk melaksanakan pendidikan kecakapan hidup melalui berbagai pelatihan bagi guru dan fasilitas lainnya yang diperlukan; (7) Memfasilitasi sekolah/madrasah untuk mengintegrasikan pendidikan moral, iman dan taqwa, budi pekerti, bahasa, sastra, dan pendidikan lingkungan sesuai dengan kondisi setempat; (8) Menyediakan dana operasional sekolah/madrasah untuk mendukung proses belajar mengajar yang berkualitas; dan (9) Melaksanakan kegiatan lainnya sesuai peraturan yang berlaku untuk meningkatkan kualitas pendidikan di luar wewenang Pusat dan Provinsi. 2.
Program Pendidikan Menengah
Program pendidikan menengah yang mencakup SMU, SMK dan MA ditujukan untuk (1) memperluas jangkauan dan daya tampung SMU, SMK dan MA bagi seluruh masyarakat; (2) meningkatkan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang beruntung, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil dan perkotaan kumuh, daerah bermasalah, masyarakat miskin, dan anak yang berkelainan; (3) meningkatkan kualitas pendidikan menengah sebagai landasan bagi peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan kebutuhan dunia kerja; (4) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pendidikan yang tersedia; (5) meningkatkan keadilan dalam pembiayaan dengan dana publik; (6) meningkatkan efektivitas pendidikan sesuai dengan kebutuhan kondisi setempat; (7) meningkatkan kinerja personel dan lembaga pendidikan; (8) meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendukung program pendidikan; dan (9) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut pada tahun 2004 akan dilakukan berbagai kegiatan pokok yang dikelompokkan dalam (1) upaya peningkatan sistem pengelolaan terutama dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pendidikan; (2)
VII – 13
upaya peningkatan perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan; dan (3) upaya peningkatan mutu pendidikan. Upaya peningkatan sistem pengelolaan terutama dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pendidikan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut: Pemerintah Pusat dan Provinsi: (1) Menyempurnakan konsep manajemen berbasis sekolah dan masyarakat; (2) Melanjutkan sosialisasi, diseminasi, perintisan manajemen berbasis sekolah dan pendidikan berbasis masyarakat; (3) Merumuskan beberapa alternatif upaya peningkatan efisiensi pemanfaatan fasilitas pendidikan pada jenjang pendidikan menengah; (4) Melanjutkan upaya peningkatan kapasitas pengelola pendidikan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota; (5) Membentuk jaringan komunikasi antar guru tingkat provinsi, nasional dan internasional sebagai wahana tukar menukar informasi mengenai praktik-praktik terbaik proses pembelajaran; (6) Melanjutkan reorganisasi dan restrukturisasi sistem penyelenggaraan sekolah luar biasa jenjang pendidikan menengah; (7) Melakukan advokasi dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan termasuk dalam penyediaan fasilitas pelayanan pendidikan; (8) Menyiapkan naskah akademik dalam rangka penyusunan peraturan perundangundangan pendidikan menengah untuk pelaksanaan UUSPN; (9) Merumuskan peraturan perundangan yang memudahkan dan meningkatkan efisiensi pembiayaan pembangunan pendidikan yang melibatkan peran serta masyarakat; (10) Menyusun sistem pembiayaan pendidikan yang berkeadilan pada jenjang pendidikan menengah dengan menerapkan sistem penghargaan dengan mempertimbangkan kemampuan fiskal daerah dan kinerja bidang pendidikan; (11) Penyempurnaan konsep monitoring dan evaluasi pemanfaatan dana perbantuan untuk kabupaten/kota; dan (12) Meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas kinerja Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah. Kabupaten/Kota: (1) Mengembangkan organisasi pendidikan yang terintegrasi di kabupaten/kota untuk memperkuat partisipasi masyarakat serta kerjasama dan koordinasi antar jenis dan jalur pendidikan pada jenjang pendidikan menengah; (2) Memperluas pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dan pendidikan berbasis masyarakat untuk jenjang pendidikan menengah; (3) Melanjutkan upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan menengah di tingkat kabupaten/kota melalui kegiatan advokasi dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya; (4) Meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas kinerja sekolah/madrasah dan lembaga pendidikan di tingkat kabupaten/kota; (5) Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pada jenjang pendidikan menengah; (6) Menyusun sistem pembiayaan pendidikan menengah yang terpadu di tingkat kabupaten/kota dengan mempertimbangkan keberagaman antarwilayah; dan (7) Melaksanakan kegiatan sesuai peraturan yang berlaku untuk peningkatan sistem pengelolaan pendidikan menengah prasekolah diluar wewenang Pusat dan Provinsi. Upaya peningkatan perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut: Pemerintah Pusat dan Provinsi: (1) Memberikan dana perbantuan berbentuk hibah (block grant) kepada Kabupaten/Kota yang ditujukan untuk meningkatkan partisipasi pendidikan baik penduduk laki-laki maupun perempuan pada jenjang pendidikan menengah; dan (2) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
VII – 14
efektivitas bantuan yang diberikan untuk peningkatan partisipasi pendidikan baik di tingkat kabupaten/kota, maupun provinsi dan nasional. Kabupaten/Kota: (1) Menambah ruang kelas baru dan unit sekolah/madrasah baru baik negeri maupun swasta termasuk penyediaan guru secara selektif terutama di daerah-daerah dengan jumlah penduduk usia jenjang pendidikan menengah yang masih banyak yang belum tertampung; (2) Memperbaiki, merehabilitasi, dan merevitalisasi fasilitas pendidikan pada jenjang pendidikan menengah; (3) Menyelenggarakan pendidikan layanan khusus bagi peserta didik di daerah terpencil dan/atau mengalami bencana alam dan bencana sosial sesuai dengan kondisi dan situasi daerah; (4) Menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak-anak yang memiliki keunggulan dan yang memiliki tingkat kesulitan dalam proses pembelajaran khususnya yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau intelektual; (5) Melanjutkan program beasiswa bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu termasuk beasiswa untuk menarik anak usia jenjang pendidikan menengah yang berada di luar sistem sekolah baik yang belum bersekolah maupun yang putus sekolah dengan tetap memberi perhatian pada keadilan dan kesetaraan gender; (6) Melakukan advokasi dan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pendidikan menengah; (7) Melanjutkan pemberian dana imbal swadaya bagi sekolah-sekolah negeri dan swasta agar mampu berkembang dan mandiri; dan (8) Melaksanakan kegiatan lainnya sesuai peraturan yang berlaku untuk meningkatkan perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah diluar wewenang Pusat dan Provinsi. Upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan menengah dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut: Pemerintah Pusat dan Provinsi: (1) Menata pelaksanaan kurikulum nasional pendidikan menengah yang sesuai dengan kebutuhan nasional; (2) Melaksanakan sosialisasi, asistensi dan evaluasi pelaksanaan kurikulum; (3) Melanjutkan penyusunan standar kompetensi nasional berdasarkan bidang keahlian; (4) Penyempurnaan konsep reengineering pendidikan kejuruan; (5) Melanjutkan penyempurnaan konsep pembelajaran moral, keimanan dan ketaqwaan, budi pekerti, bahasa sastra dan pendidikan lingkungan sesuai dengan kondisi setempat; (6) Melaksanakan bimbingan teknis penyusunan standar pelayanan minimal jenjang pendidikan menengah untuk tingkat kabupaten/kota; (7) Menyempurnakan sistem penilaian hasil akhir belajar siswa; (8) Melanjutkan penyusunan sistem sertifikasi guru; (9) Melanjutkan penyusunan sistem penghargaan guru; (10) Menyelenggarakan pelatihan guru jenjang pendidikan menengah di tingkat provinsi; (11) Menyempurnakan standar kompetensi tenaga kependidikan jenjang pendidikan menengah; (12) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kependidikan non guru untuk bidang-bidang manajerial perencanaan dan kepemimpinan; (13) Menyusun sistem penilaian kinerja sekolah/madrasah; (14) Memberikan dana perbantuan dalam bentuk hibah (block grant) yang ditujukan untuk peningkatan mutu pendidikan jenjang pendidikan menengah, dan pelaksanaannya diutamakan dalam bentuk imbal swadaya; (15) Menyempurnakan standar sistem pengujian, penilaian dan kelulusan; (16) Menyempurnakan standar kompetensi dasar setiap mata pelajaran pada jenjang pendidikan menengah; (17) Mengembangkan dan menyempurnakan konsep pendidikan kecakapan hidup termasuk keterampilan vokasional bagi siswa yang tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi; (18) Melakukan sosialisasi, asistensi dan evaluasi pelaksanaan kurikulum; (19) Melaksanakan pengembangan sekolah/madrasah model yang terstandar; (20) VII – 15
Melaksanakan promosi minat keilmuan serta meningkatkan kreatifitas dan inovasi bagi guru melalui pelaksanaan berbagai simposium, workshop, lomba dan pelatihan guru; (21) Menumbuhkan minat siswa pada ilmu pengetahuan dan penelitian; dan (22) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan berbagai kegiatan di atas berdasarkan indikator-indikator kualitas pendidikan. Kabupaten/Kota: (1) Melaksanakan reengineering dan menyelenggarakan program studi khusus untuk pendidikan kejuruan yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah setempat; (2) Memfasilitasi sekolah/madrasah untuk melaksanakan pendidikan kecakapan hidup termasuk keterampilan vokasional bagi siswa yang tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi; (3) Melakukan penambahan fasilitas fungsional seperti ruang perpustakaan, fasilitas olahraga, dan ruang laboratorium serta pusat sumber belajar yang dilengkapi dengan sarana/peralatan pendukungnya; (4) Menyediakan buku pelajaran pokok dan alat peraga belajar secara memadai; (5) Melanjutkan pemberian beasiswa bagi anak berprestasi; (6) Meningkatkan mutu dan kualifikasi guru melalui pendidikan dan latihan sesuai kebutuhan dalam rangka meningkatkan kualitas proses belajar mengajar; (7) Melakukan rekruitmen guru sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan; (8) Memfasilitasi sekolah/madrasah untuk mengintegrasikan pendidikan moral, iman dan taqwa, budi pekerti, bahasa, sastra, dan pendidikan lingkungan sesuai dengan kondisi setempat; (9) Memfasilitasi sekolah/madrasah terutama yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan untuk menjalin kerjasama dengan dunia usaha dan industri; (10) Menyediakan dana operasional sekolah/madrasah untuk mendukung proses belajar mengajar yang berkualitas; dan (11) Melaksanakan kegiatan lainnya sesuai peraturan yang berlaku untuk meningkatkan kualitas pendidikan di luar wewenang Pusat dan Provinsi. 3.
Program Pendidikan Tinggi
Program pendidikan tinggi bertujuan untuk (1) melakukan penataan sistem pendidikan tinggi; (2) meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi dengan dunia kerja; dan (3) meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi, khususnya bagi siswa berprestasi dari keluarga kurang mampu. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam rangka penataan sistem pendidikan tinggi adalah: (1) Menyiapkan naskah akademik dalam rangka penyusunan RUU perguruan tinggi sebagai BHMN; (2) Memantapkan penerapan paradigma baru pendidikan tinggi melalui aktualisasi asas otonomi, akreditasi, akuntabilitas, evaluasi diri dan kualitas; (3) Melakukan penataan organisasi dan pengembangan sistem informasi manajemen, serta pengkajian perundang-undangan perguruan tinggi; (4) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem akreditasi program studi untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi; (5) Menerapkan mekanisme perencanaan program dan penganggaran terpadu melalui mekanisme block grant berdasarkan kompetisi berjenjang; (6) Melakukan penyempurnaan mekanisme dan sistem evaluasi diri dan sosialisasi pentingnya evaluasi diri sebagai dasar (“entry point”) dalam perencanaan pengembangan perguruan tinggi; dan (7) Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pendidikan secara terpadu dan efisien untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Upaya peningkatan kualitas pendidikan tinggi dilakukan melalui kegiatan pokok sebagai berikut: (1) Meningkatkan proporsi dosen yang berpendidikan pasca sarjana; (2) Meningkatkan penyelenggaraan program pasca sarjana dalam VII – 16
pengelolaan dan daya tampung; (3) Meningkatkan mutu dan kapasitas program S-1 dan diploma; (4) Mengadakan sarana dan prasarana penunjang pendidikan; (5) Meningkatkan jumlah dan mutu penelitian melalui peningkatan kualitas tenaga peneliti dan pemantapan sistem kompetitif berjenjang; (6) Mendorong kerjasama penelitian dan pengembangan hasil penelitian antarperguruan tinggi, antarperguruan tinggi dan lembaga penelitian/dunia usaha baik nasional maupun internasional, khususnya untuk mendukung sumber daya lokal; (7) Memberdayakan stakeholder pendidikan tinggi dalam mendukung penyelenggaraan dan evaluasi kualitas pendidikan tinggi; (8) Meningkatkan kegiatan pengabdian pada masyarakat melalui penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna untuk kemaslahatan masyarakat; (9) Meningkatkan kualitas kegiatan kemahasiswaan dan meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam kegiatan ekstra kurikuler; dan (10) Meningkatkan kerja antara LPTK, Sekolah dan instansi terkait lainnya sebagai upaya penyegaran pengalaman mengajar dan peningkatan kualitas proses pembelajaran. Dalam rangka meningkatkan perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan tinggi dilakukan kegiatan pokok sebagai berikut: (1) Meningkatkan daya tampung terutama untuk program studi yang menunjang kemajuan ekonomi, penguasaan sains dan teknologi, peningkatan kualitas hidup serta mendorong peran PT swasta; (2) Meningkatkan pelaksanaan sistem belajar jarak jauh; (3) Melaksanakan pembukaan program studi baru program S-1 dan program diploma secara terkendali, terutama bidang sains dan teknologi, dan peningkatan penyebaran program studi prioritas, sehingga mencerminkan keseimbangan geografis dan kawasan pertumbuhan ekonomi terpadu; (4) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan proses pembelajaran agar mahasiswa dapat menyelesaikan studi tepat waktu dengan tidak mengurangi kualitas lulusan PT; (5) Melanjutkan pemberian beasiswa prestasi dan beasiswa bantuan belajar kepada mahasiswa yang kurang mampu, serta bantuan lainnya bagi mahasiswa yang terkena dampak kerusuhan dan bencana alam; dan (6) Meningkatkan pemerataan kapasitas pendidikan tinggi secara geografis untuk mendukung pembangunan daerah dan memberikan kesempatan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah termasuk kelompok masyarakat dari daerah yang bermasalah. 4.
Program Pendidikan Luar Sekolah
Program pendidikan luar sekolah (PLS) ditujukan untuk menyediakan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang tidak atau belum sempat memperoleh pendidikan formal dan putus sekolah untuk dapat mengembangkan diri, sikap, pengetahuan dan ketrampilan, potensi pribadi dan dapat mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Selain itu program PLS diarahkan pula untuk memberikan pengetahuan dasar dan keterampilan berusaha secara professional sehingga warga belajar mampu mewujudkan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan anggota keluarganya. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut: Pemerintah Pusat: (1) Mengembangkan kebijakan makro melalui kajian program dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan pendidikan luar sekolah (PLS) yang berwawasan gender; (2) Mengembangkan kebijakan dan strategi penyelenggaraan program pendidikan keaksaraan fungsional dan kesetaraan Paket A,B dalam rangka penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun; (3) Melanjutkan penyusunan VII – 17
standar kompetensi kursus-kursus berdasarkan bidang keahlian; (4) Menyusun bahan ajar yang berbasis kompetensi dan pedoman penilaian hasil belajar paket A, B , C dan KF; (5) Menetapkan materi ujian nasional Paket A, B dan kursus-kursus serta naskah ujian akhir nasional (UAN) Paket C; (6) Memberikan dana perbantuan dalam bentuk hibah (block grant) kepada provinsi, kabupaten/kota dan kelompok organisasi sosial (termasuk lembaga keagamaan); (7) Melanjutkan pengembangan pola pendidikan untuk semua (education for all); (8) Meningkatkan kualitas (capacity building) para petugas/penyelenggara sebagai master trainer setiap program pendidikan luar sekolah melalui penyusunana akreditasi dan sertifikasi master trainer serta berbagai pelatihan; (9) Memberdayakan Balai Pusat Kegiatan Belajar (BPKB), Sanggar Kegiatan belajar (SKB), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Taman Bacaan Masyarakat (TBM), dan lembaga-lembaga kursus dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan PLS; (10) Melaksanakan pengendalian mutu penyelenggaraan dan program PLS melalui supervisi, monitoring, evaluasi dan analisa pelaksanaan dan pelaporan serta pengembangan Sistem Informasi Manajemen (SIM) program PLS; (11) Melaksanakan kerjasama dengan berbagai instansi/lembaga terkait dalam pelaksanaan program PLS; (12) Mengembangkan kebijakan, strategi Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) dan koordinasi dengan berbagai instansi dan lembaga masyarakat dalam rangka mengembangkan potensi dan mempersiapkan anak masuk sekolah dasar; dan (13) Merumuskan kurikulum PADU. Pemerintah Provinsi: (1) Melaksanakan program PLS yang bersifat lintas Kabupaten/Kota yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh Kabupaten/Kota dilihat dari efektivitas /efisiensi; (2) Melaksanakan sosialisasi pelayanan SPM; (3) Meningkatkan kompetensi tenaga kependidikan PLS; (4) Menyediakan bantuan pengadaan bahan ajar PLS secara memadai; (5) Membina dan mengembangkan SKB; (6) Mengembangkan dan melaksanakan ujicoba model pembelajaran PLS oleh BPKB; (7) Melaksanakan supervisi, evaluasi dan monitoring pelaksanaan kegiatan dan pelaporan serta pengembangan SIM program PLS tingkat provinsi; (8) Menyusun naskah ujian akhir nasional Paket A dan B; (9) Melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan dan strategi perluasan jangkauan layanan dan sosialisasi PADU; dan (10) Melanjutkan perumusan analisa situasi dan rencana aksi pendidikan untuk semua (PUS) tingkat provinsi. Kabupaten/Kota: (1) Membina pendidikan anak dini usia (0-6 tahun) sebagai upaya mengembangkan potensi dan menyiapkan mereka untuk masuk sekolah; (2) Memperluas jangkauan layanan PADU bekerjasama dengan instansi terkait dan masyarakat; (3) Melaksanakan penghapusan buta aksara melalui Keaksaraan Fungsional untuk mengurangi buta aksara, angka latin , buta bahasa Indonesia dan pengetahuan dasar; (4) Menyelenggarakan program Paket A setara SD dan Paket B setara SLTP dalam rangka mendukung wajar dikdas 9 tahun dan pendidikan dasar untuk orang dewasa serta Paket C setara SMU; (5) Melaksanakan ujian nasional Paket A,B,C dan kursus; (6) Meningkatkan mutu tenaga kependidikan PLS (penilik, tenaga lapangan dikmas, pamong belajar, tutor dan penyelenggara kelompok belajar, PADU dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM); (7) Melaksanakan ujicoba model pembelajaran PLS oleh SKB; (8) Melanjutkan pembinaan dan perluasan pendidikan masyarakat yang diarahkan pada perluasan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan melalui Kelompok Belajar Usaha (KBU), pemberian beasiswa/magang dan pelatihan keterampilan dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender; (9) Membina dan meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan VII – 18
Taman Bacaan Masyarakat (TBM); (10) Meningkatkan pembinaan kualitas layanan kursus-kursus; (11) Melaksanakan fasilitasi kelompok/Ormas penyelenggara PLS sebagai focal point kesetaraan dan keadilan gender; (12) Melaksanakan fasilitasi dan pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan program yang berkeadilan gender yang dilaksanakan diberbagai satuan pendidikan luar sekolah; (13) Melanjutkan perumusan analisa situasi dan rencana aksi pendidikan untuk semua tingkat Kab/kota; dan (14) Melaksanakan supervisi, evaluasi, monitoring dan pelaporan pelaksanaan program serta pemetaan sasaran dan potensi PLS secara akurat, tepat waktu dan terkini untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaksanaan program PLS. 5.
Program Sinkronisasi dan Koordinasi Pembangunan Pendidikan Nasional
Program sinkronisasi dan koordinasi pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan program-program pendidikan baik antarjenjang, jenis dan jalur maupun antardaerah. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, program sinkronisasi dan koordinasi pembangunan pendidikan nasional akan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut: (1) Melakukan sinkronisasi pelaksanaan Strategi Nasional bidang pendidikan; (2) Mensosialisasikan pedoman standar pelayanan minimal (SPM) penyelenggaraan pendidikan dan menyusun peraturan perundang-undangan untuk semua jenis dan jenjang pendidikan dalam bentuk PP atau Keppres; (3) Mengembangkan kerangka peraturan (regulatory framework) yang memungkinkan proses alokasi, penyaluran, pelaporan, dan pertanggunganjawaban sesuai prosedur dan tata cara yang memenuhi kaidah-kaidah good governance ( transparan, terakunkan, dan partisipatif); (4) Mengembangkan sistem penghargaan (reward) dan dorongan (incentive) bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang memberikan prioritas tinggi pada pembangunan pendidikan; (5) Melanjutkan pemberian penghargaan bagi pelaku dan pemerhati pendidikan yang berjasa dalam pembangunan pendidikan; (6) Meningkatkan mutu sumber daya dan standardisasi sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung pelayanan pendidikan dan proses belajar-mengajar yang bermutu; (7) Melanjutkan pengembangan dan pelaksanaan sistem informasi dan pendataan untuk semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan, serta daerah; (8) Melakukan advokasi dan sosialisasi UU Sistem Pendidikan Nasional dan kebijakan pendidikan nasional; (9) Melakukan kerjasama di bidang pendidikan dengan berbagai lembaga baik di dalam maupun di luar negeri; (10) Mewujudkan sistem manajemen guru dan tenaga kependidikan lainnya secara komprehensif yang antara lain mencakup kebijakan persyaratan untuk menjadi guru, evaluasi dan penilaian kinerja guru secara periodik, peningkatan kualitas akademik dan profesionalisme, serta jaminan kesejahteraan, keamanan, keselamatan dan martabat guru, dengan tetap mengacu kepada kerangka desentralisasi pendidikan di Kabupaten/Kota; (11) Menyusun standarisasi perbukuan dalam rangka pelaksanaan pengendalian mutu buku pendidikan; (12) Melaksanakan pengembangan teknologi dan layanan di bidang kegrafikaan; (13) Melaksanakan penyusunan dan pengembangan program serta evaluasi di bidang kesegaran jasmani, pendidikan keterampilan hidup sehat, pendidikan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, pendidikan kesehatan reproduksi remaja; (14) Mengembangkan model-model bahan ajar tertulis dan visual dalam kerangka kurikulum berbasis kompetensi; (15) VII – 19
Mengembangkan sistem pendidikan jarak jauh/terbuka; (16) Melakukan evaluasi pelaksanaan otonomi pendidikan; (17) Melaksanakan evaluasi pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) di seluruh Kabupaten/Kota; (18) Menyempurnakan penerapan kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal di kabupaten/kota; (19) Mengembangkan model manajemen pendidikan dalam era otonomi; (20) Mengembangkan dan menyempurnakan kurikulum dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik; (21) Melakukan pengukuran dan penilaian kualitas pendidikan; (22) Melanjutkan pengembangan jaringan kerja sama penelitian kebijakan antara pusat dan daerah; (23) Melakukan pengkajian kebijakan antar jenis, jenjang dan jalur pendidikan sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan pembangunan pendidikan; (24) Menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah untuk pelaksanaan UU Sistem Pendidikan Nasional, dan penuntasan penyusunan kebijakan pembangunan pendidikan nasional nasional yang mendukung sinkronisasi dan koordinasi perencanaan dan pelaksanaannya; (25) Mengembangkan kemitraan secara kelembagaan pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang mendukung sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan pembangunan pendidikan antarjenjang, antarjalur, antarjenis dan antardaerah; (26) Meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengawasan dan pengendalian tematik program strategis departemen; (27) Pelaksanan pengendalian dan pengawasan efisiensi dan efektivitas dana dekonsenstrasi; dan (28) Mengembangkan sistem pengendalian dan pengawasan pendidikan. 6.
Program Penelitian, Peningkatan Kemampuan Sumber Daya Iptek
Kapasitas
dan
Pengembangan
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah (1) membentuk iklim yang kondusif bagi pengembangan sumberdaya litbang (2) meningkatkan penelitian sebagai masukan untuk penyusunan kebijakan pemerintah di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, hukum (3) pemfokusan program penelitian dan pengembangan (4) meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya iptek, dan (5) memperkuat kompetensi inti lembaga riset, ilmu pengetahuan dan teknologi (riptek). Dalam rangka membentuk iklim yang kondusif bagi pengembangan sumberdaya litbang, dilakukan kegiatan (a) pengembangan kelembagaan iptek untuk mengoptimalkan transaksi produk iptek, (b) peningkatan sistem manajemen iptek terpadu, (c) penyempurnaan sistem insentif iptek, (d) peningkatan keterlibatan organisasi profesi ilmiah dalam perumusan kebijakan iptek (e) melindungi hak atas kekayaan intelektual (HKI) atas produk litbang, (f) memberikan penghargaan inovasi ilmiah, (g) pengembangan pranata iptek daerah. Untuk meningkatkan dayaguna hasil-hasil penelitian diberbagai bidang pembangunan, dilakukan berbagai penelitian sebagai masukan untuk penyusunan kebijakan pemerintah di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, hukum dan lainlain. Dalam rangka pemfokusan program penelitian dan pengembangan dilakukan (a) penelitian dan pengembangan program prioritas di bidang pangan, energi dan manufaktur, (b) penelitian dan pengembangan program tematis unggulan dan strategis dengan mekanisme kompetitif, (c) pengembangan teknologi proses untuk mendukung peningkatan produksi, (d) pengembangan riset dasar dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, dan (e) penelitian, pengkajian dan pengembangan kelembagaan dalam bidang pengukuran, standardisasi, pengujian dan mutu. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya iptek dilakukan melalui: (a) VII – 20
optimalisasi dan mobilisai potensi SDM iptek dalam melaksanakan kegiatan litbang, (b) peningkatan kualitas dan kuantitas SDM iptek, dan (c) melakukan pelatihan bagi SDM iptek. Dalam rangka memperkuat kompetensi inti lembaga riset, ilmu pengetahuan dan teknologi (riptek), dilakukan kegiatan pokok: (a) penyusunan peta potensi dan kemampuan pusat-pusat penelitian dan pengembangan, (b) peningkatan jumlah kerjasama lembaga riptek dengan departemen teknis, dunia usaha, dan lembaga riset luar negeri, serta (c) mendorong kegiatan yang memanfaatkan sarana dan prasarana iptek secara optimal. 7.
Program Peningkatan Kemandirian dan Keunggulan Iptek
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah (1) memperkuat landasan dan arah serta prioritas pembangunan iptek, (2) menyempurnakan sistem dan pengelolaan riset, (3) menyempurnakan mekanisme pemanfaatan dana pelayanan jasa iptek, dan (4) mengembangkan konsep pembiayaan riset. Upaya memperkuat landasan dan arah serta prioritas pembangunan iptek akan dilakukan melalui penyusunan rencana jangka menengah dan panjang pembangunan nasional iptek. Melalui program ini juga dilakukan penyempurnaan sistem dan pengelolaan riset dalam bentuk (a) penetapan program prioritas (priority setting), (b) penggunaan mekanisme kompetitif dalam penetapan kegiatan riset, (c) pengembangan instrumen analisis perkembangan teknologi dalam bentuk statistik iptek dan indikator iptek, dan (d) Menyusun peraturan teknis dan standar mutu lembaga (struktur, personil, dan manajemen) riptek. Untuk menyempurnakan mekanisme pemanfaatan dana pelayanan jasa iptek, dilakukan melalui: (a) perumusan peraturan yang terkait dengan penerimaan negara bukan pajak bidang iptek, (b) penyusunan konsep unit mandiri dalam pelayanan jasa iptek sebagai unit profit lemlitbang, Hal lain yang akan dilaksanakan adalah pengembangan dan penerapan konsep pembiayaan riset berupa (a) pola pembiayaan riset sistem paket, dengan model specific block grant, (b) penyempurnaan standar unit cost penelitian, dan (c) perumusan skema pembiayaan riset multiyear commitment fund.
VII – 21