BAB VII RECEIVER Bab ini membahas receiver yang meliputi karakteristik receiver, topologi receiver, demodulator AM DSB-FC, demodulator DSB-SC, demodulator SSB, dan demodulator FM. Bab ini berisi materi yang akan membuat mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik receiver, topologinya, prinsip kerja tiap demodulator dan perbedaan antara tiap demodulator.
7.1 Karakteristik Receiver Tergantung tujuan dari maksud penerimaan, banyak faktor dapat digunakan untuk menilai penampilan penerima. Spesifikasi berikut biasanya digunakan dan diterapkan untuk penerima komunikasi. Dua spesifikasi fundamental untuk semua penerima yaitu sensitifitas adalah ukuran kuat sinyal yang diberikan untuk mencapai signal-to-noise ratio yang diberikan, dan selektivitas adalah kemampuan untuk menolak sinyal yang tidak diinginkan pada frekuensi-frekuensi berbeda dari sinyal yang diinginkan. Konsep ini akan membantu kita mengerti jenis-jenis penerima. Sensitivitas. Sinyal yang ditransmisikan dapat mempunyai level daya dari milliwatt sampai ratusan kilowatt pada antena transmisi. Bagaimanapun, kehilangan pada lintasan dari pemancar ke penerima adalah sangat besar dimana daya sinyal yang diterima sering diukur dalam dBf (yaitu, desibel relatif untuk satu femtowatt: 1fW = 1 x 10-15 W). Banyak sekali penguatan yang dibutuhkan untuk mencapai output daya yang berguna. Untuk beroperasi pada loudspeaker biasa, misalnya, membutuhkan daya kira-kira 1W, atau 150 dB lebih besar dari 1fW. Karena sinyal yang diterima sungguh lemah, noise yang ditambahkan oleh penerima sendiri dapat menjadi masalah. Detektor dioda sudah menjadi sifat noise dan juga beroperasi baik dengan sinyal-sinyal agak besar (ratusan milliwatt), jadi beberapa dari penguatan harus diletakkan sebelum demodulasi Kemampuan untuk menerima sinyal yang lemah dengan S/N yang masih dapat diterima disebut sensitivitas. Ini diekspresikan sebagai tegangan atau daya pada terminal antena perlu untuk mencapai S/N yang ditentukan atau lebih banyak ekivalen
VII-1
yang diukur dengan mudah. Satu spesifikasi umum untuk penerima AM adalah kuat sinyal yang diperlukan untuk signal-plus noise to noise ratio [(S+N)/N] 10 dB pada level daya output yang ditetapkan. Selektivitas Disamping noise yang dibangkitkan dalam penerima, ada noise yang datang bersama dengan sinyal, bersama-sama dengan sinyal-sinyal pengganggu dengan frekuensi berbeda dari sinyal yang diinginkan. Semua masalah ini dapat dikurangi dengan pembatasan bandwidth penerima untuk sinyal tersebut, meliputi semua sideband-nya. Ketika interferensi hebat, bandwidth lebih kecil tetap dapat digunakan pada penerima AM, dengan mengorbankan pengurangan respon untuk frekuensi-frekuensi tingi pada sinyal pemodulasi original. Ini tidak mungkin dengan FM. Kemapuan untuk membedakan sinyal-sinyal pengganggu dikenal sebagai selektivitas. Selektivitas dapat diekspresikan dalam bebagai cara. Bandwidth dari penerima pada dua level redaman yang berbeda dapat ditetapkan. Bandwidth pada titik dimana sinyal turun 3 dB atau 6 dB bermanfaat dalam menentukan apakah semua sideband dari sinyal yang diinginkan akan dilewatkan tanpa redaman. Untuk mengindikasikan keefektifan penerima dalam penolakan interferensi, bandwidth untuk redaman lebih besar, sebagai contoh 60 dB, juga diberikan. Kurva respon frekuensi untuk filter IF ideal mempunyai bentuk persegi, tanpa perbedaan antara bandwidthnya pada turun 6 dB dan 60 dB. Perbandingan natara bandwidth ini disebut shape factor (SF). SF = dimana
B−60 dB ..................................................................................(7.1) B−6 dB
SF = shape factor B-60 dB = bandwidth pada 60 dB turun dari maksimum B-6 dB = bandwidth pada 6 dB turun dari maksimum
Gambaran Derau (Noise Figure) Gambaran derau dapat digunakan untuk membandingkan penampilan derau. Gambaran derau (NF) dari jaringan dua bandar memberikan ukuran degradasi S/N antara bandar masuk dan bandar keluar. Gambar 7.1 menunjukkan jaringan berderau dengan daya sinyal masuk dan daya keluar berturut-turut Psi dan Pni dan daya-daya
VII-2
sinyal dan derau keluaran yang bersangkutan Pso dan Pno. NF pada bandwidth tertentu didefinisikan sebagai NF =
S / N masuk S / N keluar
=
Psi / Pni P P = no = 1 + ne ...............................(7.2) Pso / Pno Ga Pni Ga Pni
Psi Pni
Jaringan berderau dengan Ga(f)
Pso Pno
Gambar 7.1 Daya-daya sinyal dan derau pada masukan dan keluaran dari jaringan dua bandar Harga NF selalu dinyatakan dalam desibel menurut hubungan NFdB = 10 log10 NF ................................................................(7.3) Untuk jaringan bebas derau, S/N masukan dan S/N keluaran akan sama, dan NF = 1 atau NFdB = 0. Rangkaian praktis selalu mempunyai gambaran derau yang lebih besar dari pada harga ini. Persamaan 7.2 memberikan definisi yang mudah dimengerti tentang gambaran derau, tetapi memerlukan gambaran lebih lanjut untuk menjelaskannya lebih teliti. Perbandingan Psi/Pso sama dengan 1/Ga(f) adalah perolehan daya tersedia tergantung frekuensi dari jaringan. Perubahan Ga(f) menurut frekuensi harus diperhitungkan. Selanjutnya, daya masuk dari sumber sinyal merupakan fungsi temperatur. Agar dapat memperoleh harga standar gambaran derau (NF), temperatur sumber harus dimisalkan sama dengan 290 K Penolakan Bayangan (Image Rejection) Biasanya dinyatakan dalam dB, dan penolakan bayangan adalah perbandingan antara masukan frekuensi bayangan dan masukan pembawa yang diinginkan, yang menghasilkan keluaran yang sama dari tingkat pencampur. Suatu harga khas untuk penolakan bayangan adalah sekitar 50 dB untuk penerima komunikasi; harga tersebut berubah-ubah menurut penalaan.
VII-3
Penolakan Frekuensi Antara (Intermediate Frequency Rejection) Perbandingan dalam dB dari frekuensi antara (IF) dengan frekuensi pembawa ang diinginkan yang menghasilkan keluaran yang sama dari pencampur merupakan perbandingan penolakan IF. Perbandingan ini juga berubah menurut penalaan penerima; yaitu jika penerima AM ditala ke 555 kHz tidak akan dapat membedakan sinyal interferensi pada 455 kHz frekuensi IF demikian pula jika ditala pada 1605 kHz. Fidelitas Audio Fidelitas audio merupakan fungsi dari lebar pita penguat audio, tanggapan frekuensi dari bagian IF, dan penyaringan (filter) pasca deteksi. 7.2 Topologi Penerima Hampir semua desain penerima modern menggunakan prinsip superheterodyne. Penerima yang paling sederhana adalah demodulator dihubung secara langsung ke antena seperti pada gambar 7.2a. Beberapa sinyal yang tiba di antena akan didemodulasi, dan output detektor akan dihubungkan ke headphone sensitif. Hanya sinyal kuat yang diterima dengan baik oleh antena yang dapat didengar. Disamping itu, penerima ini tidak mempunyai kemampuan untuk membedakan sinyal yang tidak diinginkan dan noise dan akan menerima semua stasiun lokal dengan serempak.
Detektor Headphone
(a)
Detektor Headphone
(b)
VII-4
Vcc
Detektor
(c)
Gambar 7.2 Penerima Sederhana Penerima ini akan ditingkatkan dengan penambahan rangkain tala pada input seperti yang ditunjukkan pada gambar 7.2b. Ini dapat memberikan selektivitas yaitu penerima dapat ditala ke stasiun tertentu. Sinyal pada frekuensi resonansi dari rangkaian tala diteruskan ke detektor, dan frekuensi-frekuensi yang lain diredam. Bagaimanapun, masih belum ada penguatan. Penambahan penguat audio, seperti ditunjukkan pada gambar 7.2c, dapat memberikan daya output yang cukup untuk menggerakkan speaker. Bagimanapun selektivitas masih jelek karena rangkaian tala hanya satu, dan penerima tidak akan cukup sensitif untuk menerima sinyal yang jelek karena demodulator membutuhkan tegangan input relatif besar untuk beroperasi secara efisien, dengan noise dan distorsi rendah. Detektor lebih sensitif dapat dipikirkan, tetapi solusi yang lebih baik adalah memberikan penguatan sebelum detektor. Tuned-Radio-Frequency Receiver Gambar 7.3 menunjukkan blok diagram untuk tuned-radio-frequency (TRF) receiver. Beberapa penguat RF, ditala ke frekuensi sinyal, memberikan penguatan dan selektivitas sebelum detektor.Sebuah penguat audio setelah detektor memberikan penguatan daya yang diperlukan untuk menggerakkan speaker. Masalah dengan penerima ini adalah pada tingkatan RF. Untuk mencapai penguatan yang memuaskan dan selektivitas, beberapa tingkatan akan mungkin dibutuhkan. Semua rangkaian talanya harus ditala bersama pada frekuensi yang sama, dan ini cenderung untuk menyebabkan masalah elektrikal dan mekanikal.
VII-5
Ganged Tuning
Gambar 7.3 Penerima TRF Penerima Superheterodyne Penerima superheterodyne ditemukan oleh Edwin H. Amstrong (1890-1954) pada 1918. Gambar 7.4 menunjukkan rancangan dasarnya.Ia dapat terdiri dari satau atau lebih tingkatan penguatan RF dan tahap RF dapat ditala salah satunya, seperti dalam TRF receiver. Filter input dan tahap RF (atau mixer, jika tidak ada tahap RF) kadang BPF
BPF
BPF
Mixer
Detektor
IF Amp
X AF Amp
LO AGC
Gambar 7.4 Penerima superheterodyne dasar 7.3 Demodulator 7.3.1 Demodulator DSB-SC Karena sinyal DSB-SC tidak mengandung sinyal carrier, maka kita harus membangkitkan kembali sinyal carrier tersebut. Setelah pembangkitan sinyal carrier tersebut, kita tambahkan atau kalikan sinyal carrier tersebut dengan sinyal DSB-SC yang diterima. Pembangkitan kembali sinyal carrier Disini
dibahas
bagaimana
membangkitkan
kembali
sinyal
carrier
dengan
menggunakan rangkaian non-linier. Misalkan sinyal yang diterima adalah er(t). er (t ) = E r cos 2 ω s t cos( ω c t + φ r ) .............................................................(7.4)
VII-6
Dengan menganggap bahwa karakteristik input-output dari rangkaian non-linier tersebut adalah karakteristik kuadrat, maka output dari rangkaian ini diberikan oleh
(
er (t ) = E r cos 2 ω s t cos 2 ω c t + φ r 2
2
2
= er =
Received signal (DSB-SC)
)
1 + 2 sin 2ω s t 1 + 2 sin 2ω s t ( ω c t + φ r ) = 2 2
Multiplier x2
BPF fo = 2fc
....................(7.5)
x½ divider
Carrier
Gambar 7.5 Rangkaian pembenagkit kembali carrier jenis kuadrat Dengan menggunakan BPF yang sempit dengan frekuensi tengah 2fc dan membagi sinyal output tersebut, kita bisa membangkitkan kembali sinyal carrier yang asli termasuk fasa φ r . Gambar 7.5 menunjukkan diagram blok dari rangkaian pembangkit kembali carrier jenis kuadrat ini. Demodulasi dengan Menambahkan Carrier Sekarang, kita anggap bahwa kita telah membangkitkan sinyal carrier yang memiliki fasa sama seperti sinyal DSB-SC. Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 7.6, jika kita menambahkan carrier tersebut dengan sinyal DSB-SC, kita akan mendapatkan sinyal AM sehingga kita bisa men-demodulasi sinyal DSB-SC tersebut menggunakan demodulator AM. Gambar 7.6(a) menunjukkan blok diagramnya. Sinyal DSB-SC yang ditransmisikan deberikan oleh e DSB (t ) = E s E c cos ω s t. cos ω c t ...................................................(7.6) Karena sinyal yang ditransmisikan tersebut didistribusikan pada kanal komunikasi, sinyal yang diterima digambarkan sebagai berikut er (t ) = E r cos s t cos(ω c t + φ r ) = s(t ) cos(ω c t + φ r ) ...........................................................(7.7) dimana s(t) = Er cos ωst s(t) menggambarkan amplitudo carrier yang berubah-ubah sesuai dengan amplitudo sinyal informasi. Untuk mendemodulasi sinyal DSB-SC tersebut, kita harus mengambil s(t) dari sinyal yang diterima. Misal carrier yang dibangkitkan kembali
VII-7
adalah co(t) dan dengan menganggap bahwa frekuensi dari co(t) sama dengan frekuensi er(t) tetapi fasanya berbeda dengan fasa er(t). c o (t ) = E o cos(ω c t + φ r ) ...........................................................................(7.8) sinyal jumlahan dari er(t) dan co(t) adalah er (t ) + C o (t ) = s (t ) cos( ω c t + φ r ) + E o cos( ω c t + φc ) = s (t ){ cos ω c t cos φ r − sin ω c t sin φ c } + E o { cos ω c t cos φ r − sin ω c t sin φ c } = { s(t ) cos φ r + E o cos φ c } cos ω c t − { s(t ) sin φ r + E o sin φ c } sin ω c t = s(t ) 2 + E o + 2 E o s (t )(cos φ r cos φc + sin φ r sin φc ) cos(ω c t + θ ) 2
2 = s(t ) 2 + E o + 2 E o s (t ) cos(φ r − φc ) cos(ω c t + θ ) .....................(7.9) −1 dimana θ = tan
s(t ) sin φ r + E o sin φ c s(t ) cos φ r + E o cos φ c
Received signal
+ Carrier recovery circuit or local oscillator
Sinyal DSB-SC
AM demodulator
Demodulated signal
(a)
+
=
Carrier
Sinyal AM (b)
Gambar 7.6 Demodulator DSB-SC dengan cara menambahkan carrier Disini kita menggunakan persamaan berikut, A cos X − B sin X =
A 2 + B 2 cos( X + θ ),
VII-8
dimana θ = tan −1 ( B / A) karena jika φ r − φc = 0 maka cos(φ r − φ c ) = 1 , persamaan 7.9 menjadi: er (t ) + C o (t ) = { s (t ) + E o } cos( ω c t + θ ) = E o {1 + s (t ) / E o } cos( ω c t + θ ) ....................................................(7.10) Karena persamaan 7.10 mempunyai kesamaan dengan sinyal AM, maka kita dapat mendemodulasikan sinyal DSB-SC tersebut menggunakan demodulator AM. Demodulasi Perkalian Gambar 7.7 memperlihatkan diagram blok dan gelombang dari demodulator yang menggunakan cara perkalian sinyal carrier. Modulator balans atau pengali analog bisa digunakan sebagai pengali. Misal sinyal yang diterima er(t) adalah: er (t ) = s (t ) cos(ω c t + φ r ) .....................................................................(7.11) dimana s(t) = Er cos ωst. Kita anggap bahwa sinyal carrier hasil kali Co(t) mempunyai toleransi frekuensi Δω dan toleransi fasa ∆φ sehingga Co(t) tersebut diberikan oleh C o (t ) = cos( ω c t + ∆ω + φ r + ∆φ ) ........................................................(7.12) Sinyal perkalian tersebut adalah
er (t ).C o (t ) = s (t ) cos( ω c t + φ r ) cos(ω c t + ∆ω t + φ r + ∆φ ) =
1 1 s(t ) cos{ ( 2ω c + ∆ω ) t + ( 2φ r + ∆φ )} + s (t ) cos( ∆ω t + ∆φ ) ..........(7.13) 2 2
Jika frekuensi sinyal yang diterima er(t) sama dengan frekuensi sinyal carrier Co(t), yakni Δω = 0, maka persamaan 7.10 menjadi: er t.C o (t ) =
1 1 s(t ) cos( 2ω c + 2φ r + ∆φ ) + s (t ) cos ∆φ ........................(7.14) 2 2
Jadi, dengan menggunakan LPF, maka output demodulator adalah sebagai berikut: Jika ∆φ = 0 maka outputnya adalah: Jika ∆φ =
1 s (t ) 2
π maka outputnya adalah: nol 2
VII-9
Multiplier Received signal
X
Local Oscillator
LPF
Demodulated signal
fs
Sinyal DSB-SC
t
X Carrier
=
t
Pemodulasi t
Gambar 7.7 Demodulator DSB-SC perkalian Apabila tidak ada perbedaan fasa tetapi frekuensinya berbeda, sebagaimana diketahui dari persamaan 7.13 maka bagian pertama dari persamaan itu tidak akan muncul pada output LPF karena bagian pertama tersebut terdiri dari komponen-komponen frekuensi tinggi. Selama tidak ada perbedaan fasa, yakni ∆φ = 0 , maka bagian kedua menjadi
1 s (t ) cos ∆φt 2
Akibatnya, output LPF mengandung denyutan sehingga kualitas sinyal hasil demodulasinya tidak baik. Maka dalam metode ini kita harus mengatur agar frekuensi carrier sama dengan frekuensi sinyal yang diterima. 7.3.2 Demodulasi SSB Demodulasi SSB jauh berbeda dengan deteksi AM. Kita akan membahas tiga metode dalam mendemodulasi DSB-SC yakni carrier ditambahkan ke sinyal SSB yang diterima dan kemudian digunakan demodulator AM. Demodulasi SSB yang kedua adalah menggunakan “product detector“ yang mirip dengan sebuah mixer. Modulator balans dapat juga digunakan. Alat ini hampir selalu digunakan dalam
VII-10
transceiver, karena dalam suatu transceiver memenag banyak rangkaian yang dipakai untuk fungsi ganda. Yang ketiga, demodulasi SSB ini mungkin juga dilakukan dengan menggunakan rangkaian penggeser fasa: sistem “metode ketiga“ bisa juga untuk demodulasi tersebut. Demodulasi dengan Menambahkan Carrier Sekarang kita anggap bahwa sinyal yang akan didemodulasi adalah sinyal USB. Kita anggap bahwa sinyal yang diterima adalah er(t) = Er cos(ωc + ωs) ..........................................................................(7.15) misalkan carrier yang ditambahkan adalah c o (t ) = E o cos( ω c t + ∆ωt + φ ) .............................................................(7.16) dimana ∆ω menggambarkan perbedaan frekuensi antara er(t) dan co (t ) dan φ menggambarkan perbedaan fasa antara er(t) dan co (t ) . Jadi sinyal yang dihasilkan adalah: er (t ) + C o t = E r cos(ω c + ω s )t + E o cos(ω c t + ∆ωt + φ ) = E r { cos ω c cos ω s t − sin ω c sin ω s t } + E o { cos ω c t cos( ∆ωt + φ ) − sin ω c t sin( ∆ωt + φ )} = { E r cos ω s t + E o cos( ∆ω + φ )} cos ω c t − { E r sin ω s t + E o sin( ∆ω + φ )} sin ω c t =
{ E r cos ω s t + Eo cos( ∆ω + φ )} 2 + { E r sin ω s t + Eo sin( ∆ω + φ )} 2 cos(ω c t + θ ) θ = tan −1
=
{E
2 r
E r sin ω s t + E o sin( ∆ωt + φ ) .............................................(7.17) E r cos ω s t + E o cos( ∆ωt + φ )
}
+ E o + 2 E r E o ( cos ω s t cos( ∆ωt + φ ) + sin ω s t sin( ∆ωt + φ ) ) cos(ω c t + θ ) 2
Jika Er <<Eo =
{E
2 o
}
+ 2 E r E o ( cos[ω s t − (∆ωt + φ )]) cos(ω c t + θ )
θ = ∆ωt + φ 2Er 2 = E o 1 + cos[ω s t − (∆ωt + φ ] cos(ω c t + ∆ωt + φ ) Eo E = E o 1 + r cos[ω s t − ( ∆ωt + φ ] cos(ω c t + ∆ωt + φ ) Eo (karena jika x kecil maka 1 + x = 1 + x 2 )
VII-11
E E o 1 + r cos(ω s t − φ ) cos(ω c t + φ ) Eo
( ∆ω = 0).........(7.18a)
E = E o 1 + r cos(ω s − ∆ω )t cos(ω c t + ∆ωt ) Eo
(φ = 0)
E E o 1 + r cos ω s t cos ω c t Eo
..........(7.18b)
(∆ω = 0 dan φ = 0) ..............(7.18c)
Akibatnya, jika tidak ada perubahan fasa dan frekuensi, maka kita bisa mendemodulasi sinyal SSB dengan baik dengan menggunakan demodulator AM karena persamaan 7.18(c) menunjukkan sinyal AM. Sebagaimana diketahui dari persamaan 7.18a , jika ada perubahan fasa (phase error), maka sinyal hasil demodulasi mempunyai ”phase error” tetapi ini bukanlah masalah yang serius dalam transmisi suara, tetapi merupakan masalah yang serius dalam transmisi sinyal video. Jika ada perubahan frekuensi seperti ditunjukkan dalam persamaan 7.18b, maka frekuensi output hasil demodulasi menjadi rendah atau berkurang sebesar ∆ω , tetapi jika perbedaan tersebut hanya sekitar 20 Hz maka ini bisa diabaikan. Demodulator Perkalian (Product Demodulator) Gambar 7.8
menunjukkan diagram blok product-demodulator. Alat ini
populer untuk SSB, tetapi juga mampu mendemodulasi semua bentuk AM yang lain. Pertama kita akan menganalisis product-demodulator tersebut dan rangkaian prakteknya kemudian. Multiplier Received signal
X Carrier recovery circuit or local oscillator
LPF
Demodulated signal
fs
Gambar 7.8 Blok diagram demodulator SSB perkalian Sinyal yang diterima diberikan oleh
E r (t ) = E r cos( ωc +ωs )t ..........................................................(7.19) dan sinyal carrier yang akan dikalikan adalah c o (t ) = E o cos(ω c + ∆ωt + φ ) .................................................................(7.20)
VII-12
Sinyal hasil perkalian adalah E r (t ).c o (t ) = E r cos(ω c + ω s )t.E o cos(ω c + ∆ωt + φ ) =
Er Eo cos{ cos( 2ω c t + ∆ωt + ω s + φ ) + cos( ω s t − ∆ωt − φ )} 2
Dengan menggunakan LPF, bagian pertama dihilangkan sehingga =
Er Eo cos( ω s t − ∆ωt − φ ) ..................................................................(7.21) 2 E r Eo cos( ω s t − φ ) 2
=
( ∆ω = 0) ..................................(7.22a)
Er Eo cos( ω s t − ∆ωt ) 2
(φ = 0)
E r Eo cos ω s t 2
(∆ω = 0 dan φ = 0) ...............(7.22c)
....................................(7.22b)
Jika kita membandingkan persamaan 7.22 dengan persamaan 7.18 maka kita tahu bahwa persamaan-persamaan ini mempunyai output hasil demodulasi yang sama. Jadi untuk persamaan 7.22 bisa diberikan penjelasan yang sama dengan persamaan 7.18. Gambar 7.9 menunjukkan rangkaian dalam praktek menggunakan transistor dan gambar 7.10 menunjukkan demodulator perkalian menggunakan modulator balans. Demodulator perkalian transistor. Pada gambar 7.9 sinyal input SSB diumpankan ke basis melalui transistor IF yang berfrekuensi tetap, dan sinyal dari osilator kristal diberikan ke emiter tanpa bypass. Frekuensi dari osilator lokal ini sama dengan frekuensi carrier nominal atau turunan dari frekuensi tersebut, selama bisa dilakukan. Jika ini merupakan penerima konversi ganda standar, maka IF yang diumpankan ke product detector akan sebesar 455 kHz. Jika yang diterima adalah USB, maka sinyal tersebut akan terletak pada daerah frekuensi dari 455,3 hingga 458,0 kHz (pada SSB-reduced carrier frekuensi 455 kHz juga akan ada pada titik ini). Sinyal ini dicampur dengan output kristal osilator, pada 455 kHz. Beberapa frekuensi akan dihasilkan pada outputnya, termasuk selisih-selisih frekuensinya. Rangenya adalah dari 300 hingga 3000 Hz dan merupakan frekuensi-frekuensi audio yang diinginkan. Semua sinyal lain (yang tidak diinginkan) yang juga ada pada titik ini akan diblok oleh LPF yang terdiri dari kapasitor CF dan resistor RF seperti terlihat pada gambar 7.9.
VII-13
Gambar 7.9 Demodulator perkalian Jika lower side band yang sedang diterima, maka penekanan frekuensi carrier adalah pada 458 kHz, dan sideband tersebut mempunyai frekuensi dari 457,7 hingga 455 kHz. Jadi harus dipasang/digunakan kristal baru untuk osilator tersebut, tetapi letaknya terpisah, prinsip kerjanya secara keseluruhan sama. Demodulasi menggunakan modulator balans. Pada suatu transceiver SSB portable biasanya diupayakan untuk mempergunakan sesedikit mungkin rangkaian/komponen agar lebih ringan dan menghemat pemakaian daya. Modulator balans dioda bisa mendemodulasi sinyal SSB dan barangnya kecil dan ringan. Suatu rangkaian modulator balans yang menggunakan dioda ditunjukkan pada gambar 7.10 yang mirip dengan rangakaian pada sub bab modulator SSB, tetapi disini dipergunakan untuk demodulasi. Sinyal carrier diumpankan ke terminal 1-1’. Sinyal SSB diumpankan ke terminal 3-3’. Sekarang modulator balans bekerja sebagai suatu resistansi non-linier, dan frekuensi jumlahan dan selisih muncul pada gulungan pertama trafo AF. Trafo ini tidak melewatkan frekuensi-frekeunsi radio dan kerena itu bertindak sebagai LPF yang hanya melewatkan frekuensi-frekuensi audio ke terminal 2-2’, yang dalam hal ini merupakan terminal-terminal output demodulator. Terlihat bahwa rangkaian ini mengambil kembali sinyal informasi dari sinyal SSB, dan bekerja mirip sekali dengan ring modulator sebagai demodulator SSB.
VII-14
3’
2’ 1 Crystal osc. 1’ input
Gambar 7.10 Modulator balans digunakan untuk demodulasi sinyal SSB 7.3.3 Demodulator DSB-FC (AM) Ada dua sistem untuk demodulasi AM, yaitu demodulasi non-linier dan demodulasi linier. Demodulasi nonlinier memanfaatkan karakteristik non-linier dari suatu piranti misalnya transistor atau dioda. Demodulasi linier memanfaatkan linearitas (karakteristik linier) piranti, biasanya yang digunakan adalah dioda. Nama dari demodulator jenis ini adalah demodulator selubung AM (envelope demodulator). Demodulator Non-linier Gambar 7.11 menunjukkan rangkaian dan bentuk gelombang dari Demodulasi nonlinier. Pada gambar ini, input sinyal AM diberikan oleh e AM = E c (1 + m cos ω s t ) cos ω c t ............................................................(7.23) dan sinyal input ke modulator adalah x = Ao + e AM ........................................................................................(7.24) dimana Ao adalah tegangan bias. Dengan menganggap karakteristik input-input dari dioda adalah y = k x2 ......................................................................................(7.25) tegangan output pada R diberikan oleh e L = R.i = R k X 2 = R k ( Ao + e AM )
(
2
= R k Ao + 2 Ao e AM + e 2 AM
[ = Rk [ A
2
)
= Rk Ao + 2 Ao E c (1 + m cos ω s t ) cos ω c t + E c (1 + m cos ω s t ) cos 2 ω c t o
+
2
2
2
+ 2 Ao E c (cos ω c t + m cos ω s t. cos ω c t
2
]
]
2 .............(7.26) Ec m 2 (1 + cos 2ω s t ) 1 + 2 m cos ω t + (1 + 2 cos 2ω c t ) s 2 2
VII-15
dimana k adalah suatu konstanta. Karena komponen dc dan harmonisa-harmonisa dihilangkan dengan menggunakan rangkaian tertala, maka outputnya adalah m2 2 eo = RkE c m cos ω s t + cos 2ω s t ...............................................(7.27) 4
ei
i
eL
eo
(a) Rangkaian
Gambar 7.11 Demodulator nonlinier Meskipun persamaan 7.27 berisi sinyal pemodulasi, tetapi juga mengandung komponen 2ωs sehingga sinyal terdistorsi dan kita tidak bisa menghilangkan distorsi ini, karena jika sinyal pemodulasinya adalah 1 kHz, yang berarti 2ωs adalah 2 kHz dan sinyal 2 kHz ini masih tercakup dalam sinyal pemodulasi (jaraknya terlalu dekat dan ada komponen frekuensi yang berimpit). Rasio distorsi didefinisikan oleh: D=
h arg a r.m.s dari harmonisa h arg a r.m.s dari signal fundamental
2
=
2
E 2 + E3 + .... + E N E1
2
sehingga rasio distorsi dari demodulator nonlinier diberikan oleh D=
m2 4 m = x100[ %] .....................................................................(7.28) m2 4
VII-16
Karakteristik demodulator AM yang lain adalah efisiensi demodulasi. Efisiensi demodulasi didefinisikan oleh
η=
amplitudo dari signal hasil de mod ulasi amplitudo dari signal pe mod ulasi pada e AM
........................(7.29)
sehingga, dari persamaan 7.32 dan 7.36, efisiensi dari demodulator nonlinier (lihat gambar 7.12) adalah 2
η=
mRkE c = RkE c x100[ %] ............................................................(7.30) mE c
(b) output hasil demodulasi
(a) eAM
Gambar 7.12 Efisiensi demodulasi Detektor Selubung Dioda Sebagian besar penerima-penerima AM menggunakan dioda sebagai detektor selubung, yang dengan rangkaian sederhana mampu menghasilkan selubung gelombang AM dengan linearitas yang baik. Detektor-detektor jenis ini juga digunakan sebagai detektor video dalam penerima-penerima TV, dan juga pada jenisjenis voltmeter tertentu. Gambar 7.11a menunjukkan rangkaian detektor dioda, dengan tegangan input termodulasi eAM dan tegangan output eR dan eo. Gambar 7.11b menunjukkan output hasil demodulasi eR.
eAM eR
eo
(a) Rangkaian
VII-17
Gambar 7.13 Detektor selubung dioda Gambar 7.14 dan 7.15 memperlihatkan gambaran yang lebih terperinci. Dalam gambar 7.14a sebuah dioda dan debuah resistor dihubungkan dan sinyal outputnya adalah gambar 7.15a yang merupakan gelombang yang disearahkan. Dalan gambar 7.14b sebuah kapasitor ditambahkan dan sinyal outputnya adalah gambar 7.15b yang menunjukkan gelombang charge-discharge (mengisi-membuang).
Gambar 7.14 Peranan C dan R dalam detektor dioda
Gambar 7.15 Bentuk gelombang detektor dioda Diagonal Clipping. Pada input rangkaian detektor termodulasi amp;itudo, gambar 7.16a memperlihatkan bentuk gelombang yang diharapkan, menunjukkan bahwa dioda menghantar hanya di dekat harga maksimum dari setiap siklus dan mengisi kapasitor hingga mendekati harga maksimum tegangan input. Selama tegangan input turun dari harga puncaknya, dioda mendapat bias mundur dan kapasitor membuang
VII-18
muatannya melalui resistor. Jelasnya, kemiringan kurva pembuangan muatan harus cukup besar agar bisa mengikuti turunnya modulasi tegangan input. Gambar 7.16b menunjukkan ”diagonal clipping” yang terjadi karena konstanta waktu RC terlalu besar. Kita harus memilih konstanta waktu RC pada harga tertentu dimana ripple frekuensi-intermediate minimum dan distorsi pada sinyal audio yang didapat kembali juga minimum. Harga-harga C dan R harus memenuhi
τ = CR ≤
1 mo
(a) CR sesuai (b) CR terlalu besar Gambar 7.16 Diagonal clipping dalam suatu detektor dioda 7.3.4 Demodulator FM Ada beberapa macam demodulator FM yaitu slope detektor, detektor balans, detektor quadratur, diskriminator foster-seeley, detector ratio, dan demodulator PLL. Sebagian besar dari demodulator tersebut terdiri dari konverter frekuensi-ke-tegangan (amplitudo) dan detektor AM. Karena sinyal FM yang sudah dikonversi dari frekuensi-ke-amplitudo bisa didemodulasi dengan menggunakan detektor AM. Sekarang kita akan menganalisis demodulator FM jenis ini. Gambar 7.21 menunjukkan diagram blok dan bentuk gelombang FM, sinyal FM yang telah dikonversi f-v, dan sinyal audio hasil demodulasi.
FM signal
Frequency-voltage converter
AM detector
Demodulated output
(a) Diagram blok
VII-19
Sinyal FM
Sinyal hasil konversi f-V
Sinyal hasil demodulasi
(b) Bentuk gelombang Gambar 7.17 Sinyal FM menggunakan (konversi f-v) + (detektor AM) Sinyal FM digambarkan oleh
e FM = E c sin (ω c t + m f sin p t ) ............................................................(7.31)
dimana m f
∆ω ∆f = , ω s = 2πf s ωs fs
Untuk medapatkan sinyal FM hasil konversi f-v, kita harus mendifferensialkan sinyal FM tersebut. Sinyal FM hasil diferensiasi adalah sebagai berikut
e' FM = E c (ωc + ωs m f cos ωs t ) cos (ωc t + m f sin ωs t ) ωs m f = E c ω c 1 + cos ω s t cos (ω c t + m f sin ω s t ) ωc = E c (1 + m cos ω s t ) cos (ω c t + m f sin ω s t ) ..................................(7.32) '
dimana, E c ' = E c ω c dan m =
ωs m f ωc
=
∆ω ωc
Selubung dari persamaan 7.32 mempunyai bntuk yang sama dengan sinyal AM. Akibatnya kita mendapatkan sinyal audio dari persamaan 7.32 dengan menggunakan demodulasi AM. Fungsi konverter f-v adalah untuk mengubah deviasi frekuensi dari sinyal FM yang masuk menjadi variasi amplitudo AF (audio frequency), sama dengan variasi frekuensi asalnya dipemancar/modulator. Konversi ini harus dilakukan secara efisien
VII-20
dan linear. Selain itu, rangkaian deteksi ini harus tidaj sensitif terhadap perubahan amplitudo dan harus tidak terlalu kritis (cepat berubah) dalam penyetelan dan operasinya. Dengan kata lain, rangkaian seperti ini mengkonversi tegangan termodulasi frekuensi yang beramplitudo tetap menjadi suatu tegangan yang termodulasi frekuensi dan termodulasi amplitudo. Tegangan hasil konversi ini kemudian diberikan ke suatu detektor yang mampu medeteksi perubahan amplitudo tetapi mengabaikan perubahan-perubahan frekuensi. Slope Detector Suatu sinyal termodulasi frekuensi diumpankan ke suatu rangkaian tertala yang memiliki frekuensi resonansi disebelah frekuensi center sinyal FM. Output dari rangkaian tertala ini akan mempunyai amplitudo yang tergantung pada deviasi frekuensi sinyal input; digambarkan pada gambar 7.18. Sebagaimana ditunjukkan, rangkaian tersebut digeser titik penalaannya sebesar δf, untuk menggeser frekuensi center carier ke titik A pada kurva selektivitasnya. Variasi frekuensi menghasilkan suatu tegangan output yang sebanding dengan deviasi frekuensi carrier, sebagaimana ditunjukkan. Vout A’
A
fc
Perubahan amplitudo
fc+δf Deviasi frekuensi
Gambar 7.18 Slope detektor Tegangan output ini diberikan pada detektor dioda dengan suatu beban RC dengan konstanta waktu yang sesuai. Dalam kenyataannya, rangkaian ini sama dengan suatu detektor AM. Detektor slope tidak benar-benar memenuhi beberapa kondisi yang telah disebutkan di bagian awal; rangkaian tersebut tidak efisien, dan linier hanya pada
VII-21
range frekuensi yang sangat terbatas (sempit). Jelas sekali bahwa rangkaian tersebut bisa mendeteksi semua perubahan amplitudo. Namun relatif sulit mengaturnya, karena gulungan primer dan sekunder trafonya harus ditala pada frekuensi yang sedikit berbeda. Satu-satunya kelebihan dari detektor ini adalah sangat membantu dalam memahami prinsip kerja dari ”balance slope detector”. Balance Slope Detector Sebagaimana bisa dilihat pada gambar 7.19, rangkaian tersebut menggunakan dua buah slope detector. Keduanya dihubungkan dengan saling membelakangi , ke trafo center-tapped yang saling berhadapan, dan karenanya berbeda fasa 180o. Rangkaian sekunder atas diatala diatas IF, yang mana pada penerima-penerima FM yang mempunyai deviasi 75 kHz, adalah ditala pada 100 kHz diatas IF. Rangkaian sekunder bawah ditala dengan cara yang sama yaitu dibawah IF. Masing-masing rangkaian tertala dihubung ke sebuah detektor dioda dengan beban RC. Outputnya diambil dari gulungan seri kedua beban, sehingga merupakan jumlaan dari tiap-tiap output. Misalkan fc adalah IF dimana rangkaian primer ditala, dan fc+δf dan fc-δf adalah frekuensi resonansi dari rangkaian sekunder atas dan sekunder bawah T’ dan T’’. Jika frekuensi input sama dengan fc, maka tegangan pada T’, yaitu tegangan input dioda D1, akan mempunyai harga yang sedikit kurang dari harga maksimum karena fc sedikit dibawah frekuensi resonansi dari T’. Kondisi yang sama terjadi pada T’’. Karena fc mempunyai jarak yang sama baik ke fc+δf maupun ke fc-δf, maka tegangan yang diberikan kepada kedua dioda aakan sama. Tegangan otput dc juga akan sama, dan karena itu output detektor akan nol, sebab output D1 positip dan output D2 negatip.
In
fc
fc+δf fc-δf
Vo
Gambar 7.19 Slope detektor balans
VII-22
Sekarang perhatikan bila frekuensi yang datang sama dengan fc+δf. Karena T’ ditala pada frekuensi ini, maka output D1 akan besar, maka sebaliknya output D2 akan sangat kecil, karena frekuensi fc+δf relatif sangat jauh dari fc-δf. Demikian pula jika frekuensi inputnya adalah fc-δf, output D2 akan besar (negatip) dan tegangan output D1 akan kecil (positip). Jadi pada kasus yang kedua totalnya akan negatip dan maksimum. Jika frekuensi inputnya terletak diantara dua kondisi ekstrim ini, maka outputnya akan mempunyai harga intermediate (sedang). Harga tersebut bisa negatip atau positip, tergantung pada sisi fc yang mana frekuensi inputnya terletak diluar range yang dijelaskan diatas, maka outputnya akan turun drastis karena sifat atau karakteristik dari rangkaian tertala tersebut. Dari situ kemudian didapat karakteristik modulasi frekuensi berbentuk-S yang diinginkan (sebagaimana ditnjukkan pada gambar 7.20). Meskipu detektor ini lebih efisien daripada detektor yang terdahulu, tetapi lebih sulit karena trafonya harus ditala pada frekuensi yang berbeda. Pembatasan amplitudo tetap tidak ada; linearitasnya meskipun lebih baik daripada slope detektor tunggal, tetapi masih belum cukup baik. Respone of upper filter
fc-δf
Respone of lower filter
fc
Total Response fc+δf
Linear Range
Gambar 7.20 Karakteristik slope detektor balans
VII-23