BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Posyandu
2.1.1. Pengertian Posyandu Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat. Posyandu dibutuhkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006). Dalam upaya menurunkan angka kematian bayi maupun anak balita dan angka
kelahiran
guna
meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat,
telah
dikembangkan suatu pendekatan keterpaduan, yang dalam pelaksanaannya di tingkat desa dilakukan melalui posyandu. Keterpaduan adalah penyatuan dan penyerasian dinamis kegiatan dari program KIA, KB, gizi, imunisasi dan penanggulangan diare, untuk saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati bersama. Keterpaduan dalam posyandu dapat berupa keterpaduan dalam aspek sasaran, aspek lokasi kegiatan, aspek petugas penyelenggara, aspek dana dan lain sebagainya (Nasution, 1997). Posyandu dapat melaksanakan fungsi dasarnya sebagai unit pemantau tumbuh kembang anak, serta menyampaikan pesan kepada ibu sebagai agen pembaharuan dan anggota keluarga yang memiliki bayi dan balita dengan mengupayakan bagaimana
7 Universitas Sumatera Utara
memelihara anak secara baik, yang mendukung tumbuh kembang anak sesuai potensinya (Depdagri RI, 2001). Setiap desa/kelurahan hendaknya dikembangkan wadah posyandu, idealnya satu posyandu dapat melayani sekitar 80-100 balita (120 KK) atau sesuai dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat seperti: keadaan geografis, jarak antara kelompok rumah, jumlah kepala keluarga dalam satu kelompok, jadi jumlah posyandu di setiap desa/kelurahan tidak sama. Bentuk susunan organisasi unit pengelola posyandu di desa ditetapkan melalui kesepakatan dari para anggota pengelola posyandu. Tugas dan tanggung jawab masing-masing unsur pada setiap kepengurusan, disepakati dalam unit/kelompok pengelola posyandu bersama masyarakat setempat, namun pada hakekatnya susunan kepengurusan itu sifatnya fleksibel tergantung kondisi setempat. Dalam tatanan kehidupan masyarakat di desa, unit pengelola posyandu mempunyai kewajiban melaporkan keberadaannya kepada kepala desa/lurah. Oleh karena itu, kepala desa/lurah berkewajiban membina keberadaan unit pengelola posyandu, karena kegiatan posyandu pada dasarnya adalah untuk kepentingan pemajuan perkembangan kualitas sumber daya masyarakat (SDM) dini di daerahnya (Depdagri, 2001).
2.1.2. Tujuan Posyandu Posyandu diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan umum Menunjang percepatan penurunan AKI dan AKB di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2. Tujuan Khusus a. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB. b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelenggaraan posyandu, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB. c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB (Depkes RI, 2006).
2.1.3. Kegiatan Posyandu Kegiatan Posyandu harus dilaksanakan pada tingkat lokal dengan mengikuti arahan dari atas dan sesuai dengan keinginan institusi-institusi pada tingkat administrasi yang lebih tinggi. Khususnya Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) secara langsung terlibat dalam posyandu. LKMD dipimpin oleh kepala desa, sebagai mitra pemerintah dalam pengembangan masyarakat desa, bertanggung jawab untuk mengorganisasikan program. Di sisi lain, PKK sebagai organisasi semi-formal yang bertujuan mengaktifkan peran perempuan dalam proses pembangunan, harus menjamin partisipasi perempuan secara sukarela sebagai kader kesehatan sekaligus sebagai penerima pelayanan (Sciortino, 1999). LKMD bertanggung jawab untuk mengarahkan program-program kesehatan masyarakat, dan dalam pelaksanaannya, program ini dipercayakan kepada anggota PKK. Mereka ini oleh kepala desa dalam kapasitasnya sebagai ketua LKMD, dipilih untuk menjadi kader-kader kesehatan (Sciortino, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Dalam posyandu, para pemimpin PKK dusun bertindak sebagai relawan atau kader. Mereka terlibat di dalamnya seperti pengelola, pendidik, pelaksana dan administrator. Sebagai pengelola mereka harus mengorganisir pertemuan bulanan dan memastikan bahwa para ibu akan hadir ketika staf puskesmas datang (Sciortino, 1999). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tenaga puskesmas merupakan perpanjangan tangan kader dalam bidang medis, dengan melaksanakan untuk mereka tugas-tugas yang memerlukan pengetahuan medis spesifik yang tidak dimiliki oleh kader. Secara formal, staf puskesmas dianggap hanyalah pembantu, sedangkan tanggung jawab atas pelaksanaan posyandu tetap dipegang oleh kader (Sciortino, 1999). Penyelenggaraan dilakukan oleh kader yang terlatih di bidang kesehatan, berasal dari PKK, tokoh masyarakat, pemuda dan lain-lain dengan bimbingan tim pembina Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) tingkat kecamatan (Syafrudin, dkk, 2009). Menurut Efendy (1998), kegiatan posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat, yang dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar. Posyandu dapat melayani semua anggota masyarakat, terutama: bayi (0-1 tahun), anak balita (1-4 tahun), ibu hamil, ibu menyusui, serta pasangan usia subur (PUS). Posyandu sebaiknya berada pada tempat yang mudah didatangi oleh
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri, dengan demikian kegiatan posyandu dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang telah ada, rumah penduduk, kepala dusun, tempat pertemuan RT/RK atau di tempat khusus yang dibangun masyarakat. (Syafrudin, dkk, 2009). Penyelenggara posyandu dilakukan dengan “Sistem Lima Meja”. Dengan demikian upaya yang dapat dilakukan di Posyandu meliputi antara lain : 1. Pemeliharaan kesehatan bayi dan anak balita, melalui: a. Penimbangan bulanan bayi dan anak balita. b. Perbaikan gizi. c. Pencegahan terhadap penyakit (terutama imunisasi dasar). d. Pengobatan penyakit, khususnya penanggulangan diare. e. Penyuluhan (kelompok dan perorangan) kepada ibu atau pengasuh bayi/anak balita. 2. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan PUS: a. Perbaikan gizi (terutama anemia gizi). b. Pencegahan terhadap penyakit (termasuk imunisasi TT). c. Pengobatan Penyakit . d. Pelayanan kontrasepsi (terutama pil KB). e. Penyuluhan (kelompok dan perorangan) (Nasution, 1997).
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Pemerintahan Desa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa (Peraturan Pemerintah RI No. 72 Tahun 2005). Kewenangan Desa diperkuat dengan PP Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa. Lebih jauh PP ini menetapkan wewenang kepala desa yang salah satu diantaranya adalah membina kehidupan masyarakat desa dan mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif. Kepala desa juga berkewajiban meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
melaksanakan
urusan
yang
menjadi
kewenangan
desa,
dan
memberdayakan masyarakat. Departemen Dalam Negeri telah menyiapkan beberapa aturan mengenai pelimpahan urusan Kabupaten/kota ke Kelurahan dan Desa. Aturan tersebut antara lain Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 tahun 2007 tentang Pelimpahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Lurah. Ditetapkan bahwa pelimpahan urusan pemerintahan kepada Lurah disesuaikan dengan kebutuhan kelurahan dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan peningkatan akuntabilitas. Pelaksanaan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota tersebut disertai dengan sarana, prasarana, pembiayaan, dan personil. Urusan pemerintahan Kabupaten/Kota
Universitas Sumatera Utara
yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota kepada lurah merupakan urusan wajib dan urusan pilihan. Tugas dan tanggungjawab Lurah/Kepala Desa Pokja Posyandu, yaitu: 1. Memberikan dukungan kebijakan, saran dan dana untuk penyelenggaraan Posyandu. 2. Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk dapat hadir pada hari buka posyandu. 3. Mengkoordinasikan peran kader Posyandu, pengurus Posyandu dan tokoh masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan posyandu. 4. Menindak lanjuti hasil kegiatan Posyandu bersama LKMD. 5. Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan Posyandu secara teratur (Depkes RI, 2006) Pokjanal Posyandu desa/kelurahan mempunyai tugas dan fungsi: 1. Mengelola berbagai data dan informasi yang berkaitan dengan kegiatan Posyandu di desa/kelurahan. 2. Menyusun rencana kegiatan tahunan dan mengupayakan adanya sumber-sumber pendanaan untuk mendukung kegiatan pembinaan Posyandu. 3. Melakukan analisis masalah pelaksanaan program berdasarkan alternatif pemecahan masalah sesuai dengan potensi dan kebutuhan desa/kelurahan. 4. Melakukan bimbingan, pembinaan, fasilitasi, pemantauan, dan evaluasi terhadap pengelolaan kegiatan dan kinerja kader Posyandu secara berkesinambungan. 5. Menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong, dan swadaya masyarakat dalam mengembangkan Posyandu.
Universitas Sumatera Utara
6. Mengembangkan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan. 7. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa/Lurah dan Ketua Pokjanal Posyandu Kecamatan (Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2007).
2.3.
Kader Posyandu Kader adalah warga masyarakat setempat yang terpilih atau ditunjuk oleh
mayarakat dengan kata lain kader kesehatan merupakan wakil dari warga setempat, yang membantu masyarakat dalam masalah kesehatan agar diperoleh kesesuaian antara fasilitas pelayanan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Kader sebagai pembaharu diharapkan mampu membawa nilai baru yang sesuai dengan nilai yang ada di daerahnya, dengan menggali segi-segi positifnya. Untuk dapat berperan sebagaimana yang diharapkan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka dibutuhkan para kader yang dipercayai oleh masyarakat (Depkes RI, 2006). Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya maka pengertian kader secara lebih jelas adalah tenaga sukarela yang berasal dari masyarakat dan mendapat kepercayaan dari masyarakat setempat. Setelah mendapat pelatihan mereka terpanggil untuk memelihara dan mengembangkan kegiatan yang ada dan mengatasi masalah yang timbul di masyarakat (Depkes RI, 2006). Untuk keadaan tertentu, karena kesibukan yang dimiliki, tidak mudah mencari anggota masyarakat yang bersedia aktif secara sukarela sebagai kader posyandu. Untuk mengatasinya kedudukan dan peranan kader posyandu dapat digantikan oleh tenaga profesional terlatih yang bekerja secara purna/paruh waktu sebagai kader
Universitas Sumatera Utara
posyandu dengan mendapat imbalan khusus dari dana yang dikumpulkan oleh dan dari masyarakat (Depkes RI, 2006). Menurut Depkes RI (2006) kriteria kader ialah: (1) Berusia dewasa; (2) Sehat jasmani dan rohani; (3) Dapat membaca dan menulis huruf latin; (4) Diterima dan dipilih oleh masyarakat; (5) Berminat dan mampu melaksanakan tugas sebagai kader posyandu; (6) Mengusai bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat dengan benar; (7) Memahami tatacara, adat, budaya, kepercayaan, kebiasaan dan etika masyarakat setempat.
2.4.
Kualitas Pelayanan Posyandu Pengertian kualitas (mutu) menurut Azwar (1996) adalah yang menunjuk pada
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
Menurut Azwar (1993), beberapa batasan tentang mutu pelayanan: 1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati (Winston Dictionary, 1956). 2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980) 3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri-ciri dari statu barang atau jasa yang dihasilkan, yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan/atau terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Din ISO 8402, 1986). 4. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).
Universitas Sumatera Utara
Unsur-unsur yang memengaruhi kualitas (mutu) suatu pelayanan dapat diamati dari persepsi penyedia pelayanan, penyelenggara pelayanan maupun pengguna pelayanan. Azwar (1996) terdapat 4 unsur yang memengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, yaitu: 1. Unsur masukan Yang
dimaksud
dengan
unsur
masukan
ialah
hal
yang
diperlukan
terselenggaranya pelayanan kesehatan, meliputi unsur tenaga (man), dana (money) dan sarana (material). Apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan akan berpengaruh pada kualitas pelayanan serta ketersediaan dana yang tidak sesuai dengan kebutuhan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan. 2. Unsur Lingkungan Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah keadaan sekitar yang memengaruhi pelayanan kesehatan, meliputi unsur kebijakan, organisasi dan manajemen yang baik serta berjalan seimbang sehingga akan memberikan suasana kerja yang baik. Keadaaan ini akan membuat petugas pelayanan memiliki jaminan dari pekerjaan yang akan dilaksanakannya. 3. Unsur Proses Yang dimaksud dengan unsur proses adalah semua tindakan yang dilakukan pada pelayanan kesehatan. Pelaksanaan pelayanan memerlukan suatu panduan berupa prosedur tetap sehingga kualitas pelayanan dapat diukur, dievaluasi, serta dipertanggungjawabkan. Tindakan tersebut secara umum dapat dibedakan atas dua macam yaitu tindakan medis dan non medis. Secara umum disebutkan
Universitas Sumatera Utara
apabila kedua tindakan ini tidak disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan, maka sulit diharapkan baiknya kualitas pelayanan. 4. Unsur Keluaran. Unsur keluaran adalah yang menunjukkan pada penampilan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan (performance). Penampilan yang dimaksud disini banyak macamnya. Pertama, penampilan aspek medis. Kedua, penampilan aspek non medis. Secara umum disebutkan apabila keduanya penampilan ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan maka berarti pelayanan kesehatan diselenggarakan bukan yang berkualitas. Menurut Depdagri RI (2001), kegiatan posyandu dapat diukur dari aspek asupan (input), proses, luaran (output), dan dampak (outcome) sebagai berikut: a. Indikator asupan (input): 1. Jumlah Posyandu yang telah lengkap sarana dan obat-obatnya. 2. Jumlah kader yang telah dilatih dan aktif bekerja. 3. Jumlah kader yang mendapat akses untuk meningkatkan ekonominya. 4. Adanya dukungan pembiayaan dari masyarakat setempat, pemerintah dan lembaga donor untuk kegiatan Posyandu. b. Indikator proses: 1. Meningkatnya frekuensi pelatihan kader Posyandu. 2. Meningkatnya frekuensi pendampingan dan pembinaan Posyandu. 3. Meningkatnya jenis pelayanan yang dapat diberikan. 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat untuk Posyandu. 5. Menguatnya kapasitas pemantauan pertumbuhan anak.
Universitas Sumatera Utara
c. Indikator luaran (output): 1. Meningkatkan cakupan bayi dan balita yang dilayani. 2. Pencapaian cakupan seluruh balita. 3. Meningkatnya cakupan ibu hamil dan ibu menyusui yang dilayani. 4. Meningkatnya cakupan kasus yang dipantau dalam kunjungan rumah. d. Indikator dampak (outcome): 1. Meningkatnya status gizi balita. 2. Berkurangnya jumlah anak yang berat badannya tidak cukup naik. 3. Berkurangnya prevalensi penyakit anak (cacingan , diare, ISPA). 4. Berkurangnya prevalensi anemia ibu hamil dan ibu menyusui. 5. Mantapnya pola pemeliharaan anak secara baik di tingkat keluarga. 6. Mantapnya kesinambungan Posyandu.
Menurut Depkes (2006), seperangkat indikator yang digunakan sebagai penentu tingkat perkembangan pelayanan posyandu sebagaimana tertera pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Tabel Indikator Posyandu No Indikator Pratama Madya 1. Frekuensi penimbangan <8 >8 2. Rerata kader tugas <5 ≥5 3. Rerata cakupan D/S <50% <50% 4. Cakupan kumulatif KIA <50% <50% 5. Cakupan kumulatif KB <50% <50% 6. Cakupan kumulatif Imunisasi <50% <50% 7. Program tambahan 8. Cakupan dana sehat <50% <50%
Purnama >8 ≥5 ≥50 ≥50 ≥50 ≥50 + ≥50
Mandiri >8 ≥5 ≥50 ≥50 ≥50 ≥50 + ≥50
Universitas Sumatera Utara
2.5
Dukungan Pendampingan dan Pembinaan oleh Tenaga Profesional dan Tokoh Masyarakat. Tugas kader Posyandu untuk mengelola dan melayani masyarakat untuk
mendukung peningkatan kualitas SDM dini merupakan tugas yang berat dan dilakukan secara sukarela. Berkaitan dengan hal tersebut, mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki kader, maka keberhasilannya akan sangat tergantung dari seberapa jauh upaya pelaksanaan tugas kader mendapatkan dukungan pendampingan maupun bimbingan tenaga professional terkait maupun dari para tokoh masyarakat. Secara teknis pendampingan dapat dilakukan oleh tenaga profesional pada saat posyandu buka, yakni melalui pelayanan pada meja II, III, IV, dengan cara meningkatkan keterampilan kader dalam menimbang, mencatat hasil penimbangan pada kartu KMS maupun register dan memahami hasil penimbangan, serta melakukan penyuluhan perorangan tentang hal-hal yang perlu diketahui oleh para ibu baik untuk dirinya maupun untuk anaknya. Secara teratur pembinaan harus dilakukan oleh pengelola Posyandu di desa untuk memajukan penyelenggaraan Posyandu. Selain itu, pembinaan juga dilakukan oleh Dinas/Instansi yang peduli dan terkait dengan kegiatan program Posyandu, seperti Pokjanal Posyandu Kecamatan, unsur Puskesmas (Bidan di Desa/Polindes), Dinas Pendidikan, BKKBN, Kepala Desa/Lurah, Tim Penggerak PKK, dan organisasi kemasyarakatan lainnya yang mengelola Posyandu. Pembinaan dapat dilakukan secara sendiri atau dalam kesatuan Tim yang dibentuk untuk pembinaan Posyandu, disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan setempat (Depkes RI, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Pembinaan Posyandu Istilah
pembinaan
menurut
Kamus
Besar
Indonesia
(2008)
yaitu
mengusahakan supaya lebih baik (maju, sempurna, dan sebagainya). Menurut Saydam (2000), pengertian pembinaan berarti pembaharuan, penyempurnaan atau usaha, tindakan atau kegiatan yang dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Peraturan pemerintah No. 7 tahun 1987 bab VIII Pasal 18 menyebutkan bahwa pembinaan teknis diantaranya meliputi kegiatan pengawasan, pengendalian, dan penilaian pelaksanaan upaya kesehatan. Pembinaan teknis ini dimaksudkan untuk menciptakan adanya keseragaman serta untuk menjamin hasil guna dan daya guna yang optimal. Pembinaan posyandu dilaksanakan secara terpadu melalui kelompok kerja posyandu (pokja posyandu) yang ada di desa/kelurahan. Tujuan dilakukannya pembinaan adalah agar posyandu dapat menyelenggarakan berbagai kegiatannya sehingga tujuan didirikannya posyandu dapat dicapai. Pembinaan yang dilakukan meliputi: peningkatan pengetahuan, keterampilan pengurus dan kader posyandu serta pembinaan administrasi yang mencakup penyelenggaraan dan keuangan (Depkes RI, 2006). Bantuan pemerintah dapat berupa fasilitas, bimbingan teknis, pemenuhan sarana/prasarana dasar, seperti: bantuan vaksin, obat-obatan, dacin, sarung timbangan, dan sebagainya. Maka fungsi pembinaan dari pemerintah tetap ada. Oleh karena itu fungsi pembinaan dari pemerintah itu perlu dikoordinasikan dan diorganisasikan (Depkes RI, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Kelembagaan yang mengkoordinasikan fungsi pembinaan dari pemerintah, yang diorganisasikan melalui wadah kelompok kerja operasional posyandu (pokjanal posyandu). Di desa/kelurahan dikoordinasikan melalui pokja posyandu. Fungsi pembinaan meliputi 3 aspek manajemen, yaitu aspek program, aspek kelembagaan dan aspek personil atau sumber daya manusia pengelola posyandu (Depkes RI, 2006). Pembinaan posyandu dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, antara lain: 1. Rapat koordinasi berkala pokja posyandu, yang bertujuan untuk membahas kemajuan dan kendala penyelenggaraan posyandu. Dalam melaksanakan kegiatan, posyandu berkoordinasi dengan puskesmas, dan tenaga medis/paramedis yang bertugas pada saat posyandu berlangsung. Rapat koordinasi membutuhkan data dan laporan yang mendukung monitoring pelaksanaan program, seperti kunjungan rutin ke posyandu dan rapat bulanan ke puskesmas. Diperlukan laporan kegiatan yang terorganisir dengan baik seperti format laporan yang sudah standar dan adanya kesepakatan jadwal pelaporan (MDGs, 2009). Menurut penelitian Rita Prasetyowati mengenai (1998) mengenai hubungan antara aspek manajemen yang dilakukan petugas koordinator Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM) dengan tingkat perkembangan posyandu Di Kabupaten Dati II Tegal Tahun 1997/1998 menyatakan ada hubungan yang bermakna antara aspek perencanaan, penggerakan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan, dan penilaian dengan tingkat perkembangan posyandu. Untuk itu koordinator PKM melakukan rencana kerja bulanan, rapat kerja bulanan yang rutin dan terjadwal serta meningkatkan hubungan lintas sektoral, baik vertikal maupun horizontal, dengan
Universitas Sumatera Utara
mengefektifkan kelompok kerja posyandu, dan forum komunikasi antar lintas sektoral terkait. Menurut hasil penelitian Dana, dkk (2005) bahwa
pembinaan posyandu
posyandu belum sepenuhnya dilakukan oleh petugas kesehatan, hal tersebut dikarenakan kurangnya kesadaran dan kemauan sendiri, tetapi karena disuruh oleh atasan. Untuk meningkatkan pemanfaatan posyandu perlu koordinasi lintas sektoral, karena jajaran pemerintah yang terlibat dalam posyandu masih terbatas dari petugas puskesmas. Instansi lain seperti petugas kecamatan ataupun instansi yang lainnya belum terlibat dalam kegiatan posyandu. Instansi lain di kecamatan yang tergabung dalam tim Pokjanal sangat dibutuhkan keterlibatannya dalam pembinaan posyandu baik melalui lembaga PKK maupun melalui pembinaan terhadap kepala desa/lurah, kepala dusun ataupun kelian banjar. Tim Pokjanal Posyandu juga perlu secara aktif terlibat dalam kegiatan posyandu, serta dapat memfasilitasi kegiatan posyandu dan penentuan jadwal posyandu. (Widiastuti, 2006). Menurut Supriyanto (1998) yang mengutip pendapat Dana, dkk (2005) bahwa penilaian kebutuhan posyandu merupakan penilaian mengenai informasi tentang kegiatan pelaksanaan program atau hasil kerja dengan suatu kriteria atau tujuan yang telah
ditetapkan,
yang
hasilnya
dapat
digunakan
untuk
memperbaiki,
mempertahankan atau mengakhiri program. Dalam pengambilan keputusan, penilaian merupakan sumber informasi yang digunakan untuk perencanaan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
2. Kunjungan bimbingan dan fasilitas yang bertujuan untuk melihat operasionalisasi kegiatan posyandu, mengetahui kendala yang dihadapi dan memberikan saran penyelesaian dan perbaikannya, baik dalam aspek administratif maupun teknis medis. Kegiatan posyandu akan berjalan dengan baik jika didukung dengan fasilitas yang memadai. Fasilitas yang disediakan hendaknya harus cukup dan sesuai dengan tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan serta ada tersedianya waktu, tempat yang tepat, sesuai dan layak untuk menunjang kegiatan posyandu. (Siagian, 1998). Kunjungan bimbingan berupa pengawasan yang dilakukan pada posyandu untuk mendeteksi penyimpangan dan kemudian memberikan solusi dan tindak lanjut yang berakhir pada perbaikan kegiatan. Pengawasan yang dilakukan mengacu pada ketepatan pelaksanaan sesuai dengan prosedur minimal yang telah ditetapkan. Pengawasan posyandu yang terbatas akan berpengaruh pada pengelolaan posyandu dalam peningkatan cakupan kegiatannya. Supervisi petugas puskesmas merupakan bimbingan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (Saripawan &Hasan Basri, 2007). 3. Menghadiri rapat/pertemuan yang diselenggarakan masyarakat, khususnya yang membahas masalah posyandu dengan tujuan untuk memberikan dukungan moril dalam penyelenggaraan posyandu. Dalam peningkatan kualitas pelayanan posyandu, petugas puskesmas,kader bersama
dengan tokoh-tokoh masyarakat secara bersama-sama agar berusaha
memecahkan permasalahan mengenai posyandu dalam setiap kesempatan pertemuan, rapat ataupun pertemuan masyarakat lainnya. Adanya dukungan sosial oleh
Universitas Sumatera Utara
masyarakat sekitar (social support) dalam kegiatan posyandu, akan membantu meningkatkan informasi tentang kualitas pelayanan posyandu di masyarakat (Jazid, 1991). Menurut pendapat Widagdo (2006) Peranan pemimpin dan tokoh masyarakat akan sangat penting dalam pertemuan-pertemuan, sebab dalam setiap kesempatan selalu menjelaskan manfaat program posyandu. Para pimpinan masyarakat hendaknya aktif dalam mengajak warga masyarakat untuk mengelola kegiatan posyandu sehingga akan meningkatkan kualitas pelayanan di posyandu. 4. Memberikan penghargaan kepada pengurus dan kader posyandu yang berpartisipasi dalam bentuk pemberian tanda penghargaan, bantuan pelatihan, studi banding ke posyandu lain atau pemberian seragam posyandu (Depkes RI, 2006). Menurut Suryatim (2001) pemberian penghargaan terhadap loyalitas kader akan sangat membantu untuk mempertahankan keaktifan kader posyandu, sehingga akan membuat kinerja kader semakin meningkat. Pelatihan bagi kader bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sekaligus dedikasi kader agar timbul kepercayaan diri untuk melaksanakan tugas sebagai kader posyandu dalam melayani masyarakat, baik di posyandu maupun saat melakukan kunjungan rumah (Depdagri & Otda, 2001). Pelatihan bagi kader sangat diperlukan dari petugas kesehatan yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Junadi, 1990).
Universitas Sumatera Utara
2.7.
Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian dan studi kepustakaan, maka kerangka konsep
penelitian pengaruh pembinaan posyandu terhadap kualitas pelayanan posyandu secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel Bebas Pembinaan Posyandu 1. Rapat koordinasi berkala pokja posyandu 2. Kunjungan bimbingan 3. Menghadiri rapat 4. Pemberian penghargaan
Variabel Terikat
Kualitas Pelayanan Posyandu
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Pengaruh Pembinaan Posyandu terhadap Kualitas Pelayanan Posyandu
Universitas Sumatera Utara