II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi Biogas Biogas merupakan salah satu dari bentuk bioenergi (biological energy) yang
dihasilkan dari aktivitas fermentasi bahan organik, yakni : kotoran ternak dan limbah cair dari industri – industri pertanian. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari aktivitas bakteri kemoheterotrof (hidrolitik dan metanogen) melalui proses dekomposisi bahan organik dalam kondisi anaerob (kedap udara) (NIIR Board dalam Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012). Adapun beberapa keuntungan dalam pemanfaatan biogas baik bagi pengguna maupun lingkungan, yakni. a. Bagi Pengguna Biogas Reaktor biogas memiliki umur ekonomis hingga lebih dari 15 tahun, sehinggga lebih tahan lama. Waktu yang biasanya dihabiskan untuk mencari bahan bakar, dapat digunakan untuk kegiatan lain. Biogas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar gas untuk keperluan rumah tangga seperti, memasak, penerangan (listrik), pemanas dan lain – lain. Selain itu, produk sampingan dari biogas yang dapat diolah menjadi pupuk organik untuk aktifitas pertanian. b. Bagi Lingkungan Pemanfaatan biogas memberikan dampak positif terhadap lingkungan, yakni : mengurangi emisi gas metan (CH4) ke atmosfer, dimana senyawa ini merupakan salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar. Selain itu,
9
10
dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan iklim skala global akibat pemanasan permukaan bumi (global warming). Potensi ekonomis biogas sangat besar, dimana telah diketahui bahwa 1 m3 biogas yang digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu, pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas tentu memiliki nilai ekonomis yang sangat besar pula (Fahri, 2013). 2.1.1 Komposisi Biogas Biogas memiliki komposisi bervariasi tergantung dari proses anaerobik yang terjadi. Tabel 2.1 berikut ini menunjukkan tentang komposisi dari penyusun biogas beserta kandungan zat kimia dan presentasenya. Tabel 2.1 Komposisi Penyusun Biogas No. Kandungan Zat Kimia 1 Metana 2 Karbon Dioksida 3 Hidrogen 4 Nitrogen 5 Uap Air 6 Hidrogen Sulfida Sumber : BIRU, 2013
Simbol CH 4 CO2 H2 N2 H2O H2S
Presentase (%) 50 - 70 % 30 - 40 % 5 - 10 % 1-2% 0.3 % Sedikit
Berdasarkan Tabel 2.1 menunjukkan kandungan dalam biogas sebagian besar campuran gas metana (CH4) sebesar 50% - 70% dan gas karbon dioksida (CO2) sebesar 30% - 40%. Sebagian kecil terdapat gas nitrogen (N2) hanya sebesar 1% 2%, gas hidrogen (H2), gas karbon monoksida (CO) dan gas hidrogen sulfida (H2S). Nilai kalori dari 1 m3 biogas adalah sekitar 6.000 watt/jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh sebab itu, biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batu bara, maupun bahan – bahan lain yang berasal
11
dari fosil (Anonim, 2011). Tabel 2.2 berikut ini menunjukkan tentang kesetaraan energi yang dihasilkan setiap 1 m3 biogas terhadap sumber energi lain. Tabel 2.2 Kesetaraan Energi yang Dihasilkan Setiap 1 m3 Biogas terhadap Sumber Energi Lain Kesetaraan dengan 1 m3 biogas 1 LPG Kg 0,46 2 Minyak Tanah Liter 0,62 3 Minyak Solar Liter 0,52 4 Bensin Liter 0,80 5 Gas Kota m3 1,50 6 Kayu Bakar Kg 3,50 Sumber : Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012
No.
Jenis energi
Satuan
Tabel 2.2 di atas dapat dilihat potensi ekonomis biogas yang sangat besar, disamping itu pula pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil pula. Kotoran ternak dari 2-3 ekor sapi/kerbau, atau 6 ekor babi bisa menghasilkan 4 m3 biogas per hari (setara dengan 2,5 liter minyak tanah). 2.1.2 Ukuran Reaktor Biogas Menurut Biogas Rumah (BIRU) 2010, tempat pengolahan biogas di Indonesia adalah jenis kubah yang tidak dapat dipindah – pindah dan disemen (fixed dome). Reaktor biogas model ini yang berukuran 4, 6, 8, 10 dan 12 m3 layak untuk mendapat subsidi dari Program Biogas Rumah (BIRU)/ Indonesia Domestic Biogas Programme (IDBP). Tabel 2.3 berikut ini menunjukkan informasi tentang ukuran-ukuran reaktor biogas yang dibangun oleh Biogas Rumah (BIRU) dan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah dan jenis ternak.
12
Tabel 2.3 Ukuran Reaktor Biogas yang Dibangun Oleh Biogas Rumah (BIRU) dan Kuantitas Bahan Baku yang Dibutuhkan untuk Ternak Sapi No.
Kapasitas tempat pengolahan* (m3)
Produksi gas per hari (m3)
Kotoran hewan yang dibutuhkan per hari** (kg) 20 – 40 40 – 60 60 – 80 80 – 100 100 - 120
Air yang dibutuhkan setiap hari (liter) *** 20 – 40 40 – 60 60 – 80 80 – 100 100 – 120
Jumlah ternak yang dibutuhkan* *** (ekor) 3–4 5–6 7–8 9 – 10 11 – 12
1 4 0,8 – 1,6 2 6 1,6 – 2,4 3 8 2,4 – 3,2 4 10 3,2 – 4,2 5 12 4,2 – 4,8 Sumber : BIRU, 2013 Keterangan : ∗ Kapasitas tempat pengolahan artinya adalah volume reaktor biogas dan kubah penyimpanan gas. ** Rata-rata waktu penyimpanan : 50 hari *** Perbandingan antara 1 kg kotoran hewan dan 1 liter air yakni 1:1 **** Jumlah kotoran sapi : ±10% dari berat sapi
Tabel 2.3 di atas menunjukkan biogas ukuran 4 m3 untuk ternak sapi mampu memproduksi gas optimal hingga 1,6 m3/hari dengan jumlah bahan baku (kotoran hewan) sebesar 20 – 40 kg/hari yang diperoleh dari ternak sapi sebanyak 3 – 4 ekor. Berbeda dengan biogas yang berasal dari ternak babi, pada biogas ukuran 4 m3 mampu memproduksi gas sebesar 1,0 m3/hari dengan jumlah bahan baku (kotoran hewan) sebesar 20 kg yang diperoleh dari 7 ekor babi. Tabel 2.4 berikut ini, menunjukkan informasi tentang ukuran-ukuran reaktor biogas dan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan pada ternak babi.
13
Tabel 2.4 Ukuran Reaktor Biogas yang Dibangun Oleh Biogas Rumah (BIRU) dan Kuantitas Bahan Baku yang Dibutuhkan untuk Ternak Babi No.
Kapasitas tempat Pengolahan (m³)
Produksi gas per hari (m³)
Kotoran hewan yang dibutuhkan per hari (kg) 20 30 40 50 60
Air yang dibutuhkan setiap hari (liter) * 35 45 60 75 90
Jumlah ternak yang dibutuhkan (ekor)
1 4 1,0 7 2 6 1,5 10 3 8 2,0 13 4 10 2,5 17 5 12 3,0 20 Sumber : BIRU, 2013 Keterangan : ∗ Perbandingan antara 1 kg kotoran hewan dan 1,5 liter air yakni 1:1,5 Ukuran dan dimensi reaktor oleh Biogas Rumah (BIRU) telah diputuskan berdasarkan jangka waktu penyimpanan 50 hari dan 60% penyimpanan gas. Bahan baku segar berupa kotoran hewan yang diisikan ke dalam reaktor harus berada di dalam reaktor setidaknya 50 hari sebelum dikeluarkan. Tempat pengolahan harus dapat menampung 60% gas yang diproduksi dalam waktu 24 jam. Ukuran reaktor biogas telah diputuskan berdasarkan jumlah ketersediaan bahan baku harian. Jika tempat pengolahan/reaktor instalasi biogas tidak sesuai dengan kebutuhan, maka produksi gas akan berkurang dari perkiraan secara teori. Apabila produksi gas berkurang, maka gas yang dikumpulkan dalam penampung tidak akan memiliki tekanan yang cukup untuk mendorong bio-slurry yang telah melalui proses fermentasi anaerob ke dalam outlet. Permasalahan tersebut mengakibatkan tingkat bio-slurry yang seharusnya mengalir melalui outlet justru akan naik dan memasuki penampung gas. Jika katup gas utama dibuka dalam keadaan seperti ini, maka bio-slurry bisa melintasi saluran pipa dan bercampur
14
dengan gas. Oleh karena itu, ukuran reaktor harus disesuaikan dengan banyaknya slurry yang tersedia. 2.1.3 Instalasi dan Cara Kerja Reaktor Biogas BIRU Reaktor Biogas Rumah (BIRU) memiliki 6 bagian utama dari yaitu: Inlet (tangki pencampur) tempat bahan baku kotoran dimasukkan, reaktor (ruang anaerobik/hampa udara), penampung gas (kubah penampung), outlet (ruang pemisah), sistem pipa penyalur gas dan lubang penampung ampas biogas atau lubang pupuk kotoran yang telah terfementasi. Adapun cara kerja reaktor biogas BIRU yakni : campuran kotoran dan air menggunakan perbandingan 1:1 (bercampur dalam inlet atau tangki pencampur) mengalir melalui saluran pipa menuju kubah (reaktor tipe fixed dome). Tujuan dari perbandingan tersebut, agar campuran memiliki jumlah kepadatan sebesar 6% – 10% (slurry sudah mengalami percampuran sempurna dengan air). Campuran tersebut memproduksi gas setelah melalui proses pencernaan di dalam reaktor. Gas yang dihasilkan lalu ditampung di dalam ruang penampung gas (bagian atas kubah), dan gas akan dialirkan melalui saluran pipa menuju kompor. Kotoran yang sudah berfermentasi (dalam digester) dialirkan keluar dari kubah menuju outlet (lubang keluar). Produk samping (ampas) yang keluar dari outlet
dinamakan bio-slurry. Ampas tersebut akan mengalir ke lubang
penampung slurry melalui overflow menuju outlet (BIRU, 2013). Model Pembangunan Biogas Reaktor BIRU dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.
15
Sumber : BIRU, 2013 Gambar 2.1 Komponen Instalasi Bangunan Biogas Reaktor BIRU
2.2
Bio-slurry
2.2.1 Deskripsi Bio-slurry Bio-slurry atau ampas biogas merupakan produk dari hasil pengolahan biogas berbahan campuran kotoran ternak dan air melalui proses tanpa oksigen (anaerobik) di dalam ruang tertutup. Setelah keluar dari lubang outlet, bio-slurry berwujud semi solid (padat), berwarna coklat terang atau hijau dan cenderung gelap, sedikit atau tidak mengeluarkan gelembung gas, tidak berbau dan tidak mengundang serangga. Apabila sudah berbentuk padat, warna bio-slurry berubah coklat gelap. Bio-slurry pada bertekstur lengket, liat, dan tidak mengkilat, berbentuk tidak seragam dan memiliki kemampuan mengikat air yang baik. Terdapat dua jenis bio-slurry yakni cair dan padat yang dikelompokkan sebagai pupuk organik karena seluruh bahan penyusunnya berasal dari bahan organik yaitu kotoran ternak dan telah berfermentasi. Bio-slurry sangat baik untuk menyuburkan lahan dan meningkatkan produksi tanaman budidaya (BIRU, 2013).
16
2.2.2 Kandungan dalam Bio-slurry Menurut BIRU (2013), kandungan rata-rata nitrogen bio-slurry dalam bentuk cair lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk padat. Perbandingan antar nutrisi pada bio-slurry menunjukkan kandungan nitrogen cenderung lebih tinggi dibandingan fosfor dan kalium, kecuali pada bio-slurry babi dalam bentuk padatan (kering). Komposisi bio-slurry umumnya ditentukan dengan menggunakan metode pengeringan oven (oven dry basis). Apabila rasio campuran material organik (kotoran hewan) dan air dalam jumlah yang sama, maka komposisi bioslurry terdiri dari air (70 – 80%) dan material kering (20 – 30%). Material kering terdiri dari material organik (18 - 27%) dan material anorganik (2 – 3%). Kandungan NPK (Nitrigen, Fosfor, dan Kalium) dalam bio-slurry cair terdiri dari nitrogen (0,52%), fosfor (0,13%), dan kalium (0,12%). Kandungan NPK pada bioslurry kering (padat) terdiri dari nitrogen (3,60%), fosfor (1,80%), dan kalium (3,60%). Selama proses fermentasi, sekitar 30 – 40% material organik dikonversi menjadi biogas, yaitu senyawa metan (CH4) dan senyawa karbondioksida (CO2). Selain itu, bio-slurry juga memiliki kandungan nutrein lain yaitu : asam amino, asam lemak, asam humat, vitamin B12, hormon auksin, sitokinin, antibiotik, dan mikronutrein seperti besi (Fe), tembaga (Cu), zinc (Zn), mangan (Mn), dan molibdenum (Mo) (BIRU, 2010). 2.2.3 Aneka Pemanfaatan Bio-slurry Bio-slurry merupakan produk sampingan dari biogas yang memiliki kandungan nutrein bagi produksi tanaman budidaya, bahan pakan ternak, pupuk dan pestisida. Skema berikut ini menunjukkan berbagai macam pemanfaatan bioslurry bagi petani dan peternak tentunya dapat dilihat pada Gambar 2.2.
17
Manfaat Bio-slurry
Pupuk dan Aktifator
1. Pupuk Organik 2. Pupuk Hayati 3. Bio Aktifator 4. Pengatur pertumbuhan
Pestisida
1. Bio-Fungisida 2. Bio-insektisida 3. Pelindung Benih
Bahan Pakan
1. Ayam 2. Bebek 3. Ikan 4. Kelinci 5. Cacing Tanah 6. Belut
Media Budidaya
1. Hidroponik 2. Budidaya Jamur
Sumber : BIRU, 2013 Gambar 2.2 Berbagai Macam Pemanfaatan Bio-slurry
Bio-slurry cair dapat langsung digunakan di pekarangan rumah yang hanya memerlukan jumlah yang sedikit. Jika diperlukan untuk penggunaan di kebun dalam jumlah banyak. Untuk lahan berbukit atau miring (lereng), digunakan bio-slurry padat atau yang sudah dikomposkan untuk mempermudah penanganan dan pengangkutan. Bio-slurry cair dan padat bisa digunakan pada tanaman di pekarangan. Bio-slurry cair digunakan dengan menyiramkan ke pot/polybag atau tanah. Bio-slurry padat digunakan dengan cara disebar saat pengolahan tanah dan pertengahan musim tanam. Hal yang sama dapat dilakukan di kebun dengan menggunakan bio-slurry cair atau padat atau kombinasi keduanya (1) saat olah lahan, (2) dengan cara disiramkan per lubang bila menggunakan mulsa atau (3) disiramkan di antara tanaman.
18
2.3
Biaya Operasional dan Penyusutan Menurut Djamin (Dewi, 2011) Biaya operasional meliputi bahan mentah,
energi (solar, bensin, listrik, telepon, air dan sebagainya), gaji manajer atau upah buruh, peralatan kantor, biaya latihan ketrampilan, biaya pemeliharaan (maintenance cost), dan biaya overhead lainnya. Biaya ini merupakan biaya tahunan untuk keperluan rutin selama umur ekonomis proyek, sesudah masa konstruksi proyek. Menurut Kadariah (2001), penyusutan atau depresiasi sesungguhnya merupakan pengalokasian biaya investasi setiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek untuk menjamin bahwa biaya modal itu diperhitungkan dalam laporan/neraca rugi laba tahunan. Namun sesungguhnya penyusutan tidak merupakan biaya pengeluaran riil, sebab yang benar – benar merupakan pengeluaran biaya adalah investasi semula, atau jika investasi suatu proyek menggunakan pinjaman terikat (dibiayai dengan pinjaman), maka yang dianggap sebagai biaya adalah arus pelunasan kredit (angsuran) beserta biaya bunganya pada waktu kedua arus itu benar – benar dilaksanakan. Menurut Ismail (2010), dalam menghitung biaya penyusutan, terdapat beberapa metode yang digunakan antara lain : 1. Metode garis lurus (straight line method) Pembebanan penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus merupakan pembebanan penyusutan secara merata sesuai dengan usia ekonomis aktiva tetap. Metode ini digunakan dalam pertimbangan aktiva tetap yang digunakan secara teratur dan manfaat aktiva tetap akan menurun secara proporsional setiap periode. Nilai ekonomis aktiva tetap akan berkurang karena lewatnya waktu.
19
2. Metode jam jasa (service hours method) Metode jam jasa ini digunakan dengan asumsi aktiva tetap akan lebih cepat rusak bila digunakan secara penuh. Jumlah beban penyusutan tergantung pada jumlah jam kerja pemakaian aktiva tetap. 3. Metode jumlah angka tahun Penyusutan dengan metode ini digunakan dengan asumsi bahwa aktiva tetap baru akan dapat memberikan manfaat yang lebih besar disbanding aktiva tetap sejenis yang sudah lama (tua). Beban penyusutan pada awal tahun lebih besar dibanding tahun – tahun berikutnya.
2.4
Pengeluaran Rumah Tangga Menurut Badan Pusat Statistik (2007), pengeluaran rumah tangga dibedakan
atas pengeluaran konsumsi makanan dan pengeluaran konsumsi non makanan. Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga/keluarga. Selama ini berkembang pengertian bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga tersebut. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa rumah tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dibandingkan persentase pengeluaran untuk non makanan.
20
Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah nilai belanja yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhanya dalam satu tahun tertentu. Pendapatan yang diterima rumah tangga akan digunakan untuk membeli makanan, membiayai jasa angkutan, membayar pendidikan anak, membayar sewa rumah dan membeli kendaraan. Barang-barang tersebut dibeli rumah tangga untuk memenuhi kebutuhanya, dan pembelanjaan tersebut dinamakan konsumsi (Sukirno,1994:38). Keynes (1997) berpendapat bahwa pengeluaran konsumsi hampir secara penuh dipengaruhi oleh kekuatan pendapatan. Fungsi konsumsi menurut Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang kedua-duanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan, dan bukan hubungan antara pendapatan nasional nominal dengan konsumsi nominal.
2.5
Nilai Ekonomis Nilai sering kali dirumuskan dalam konsep yang berbeda-beda sesuai
dengan sudut pandangnya. Contohnya seorang sosiolog mendefinisikan nilai sebagai suatu keinginan, kebutuhan, dan kesenangan seseorang sampai pada sanksi dan tekanan dari masyarakat. Seorang psikolog akan menafsirkan nilai sebagai suatu kecenderungan perilaku yang berawal dari gejala-gejala psikologis, seperti hasrat, motif, sikap, kebutuhan dan keyakinan yang dimiliki secara individual sampai pada tahap wujud tingkah lakunya yang unik. Sementara itu, seorang antropolog melihat nilai sebagai “harga “ yang melekat pada pola budaya masyarakat seperti dalam bahasa, adat kebiasaan, keyakinan, hukum dan bentukbentuk organisasi sosial yang dikembangkan manusia. Perbedaan pandangan
21
mereka dalam memahami nilai telah berimplikasi pada perumusan definisi nilai (Mulyana, 2004: 8). Teori nilai yang digagas oleh Spranger (Firman, 2008) menjelaskan ada enam orientasi nilai yang sering dijadikan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya. Terdapat enam nilai yang cenderung menampilkan sosok yang khas terhadap pribadi seseorang yaitu nilai teori, nilai ekonomis, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai agama. Nilai ekonomis yakni nilai yang terkait dengan pertimbangan nilai yang berkadar untung – rugi. Objek yang ditimbangnya adalah “harga” dari suatu barang atau jasa. Oleh karena itu, nilai ini lebih mengutamakan kegunaan sesuatu bagi kehidupan manusia. Pertimbangan nilai ini relatif pragmatis (bersifat praktis), Spranger melihat bahwa dalam kehidupan manusia seringkali terjadi konflik antara kebutuhan nilai ekonomis ini dengan nilai lainnya.
2.6
Energi Alternatif Energi alternatif adalah semua energi yang dapat digunakan yang bertujuan
untuk menggantikan bahan bakar konvensional tanpa akibat yang tidak diharapkan dari hal tersebut. Adapun macam-macam sumber energi alternatif yang dewasa ini semakin gencar dikembangkan, yakni : sumber energi matahari, sumber energi biomassa, sumber bioenergi, sumber energi panas bumi, sumber energi pasang surut, sumber energi angina dan sumber energi nuklir. Istilah “alternatif” merujuk kepada suatu teknologi selain teknologi yang digunakan pada bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi. Teknologi alternatif yang digunakan untuk menghasilkan energi dengan mengatasi masalah dan tidak menghasilkan
22
masalah seperti penggunaan bahan bakar fosil. Oxford Dictionary mendefinisikan energi alternatif sebagai energi yang digunakan bertujuan untuk menghentikan penggunaan sumber daya alam atau pengrusakan lingkungan (Anonim, 2013).
2.7
Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Dewi (2011) dengan judul Kelayakan Pemanfaatan Biogas
Skala Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali) menyimpulkan bahwa kelayakan pemanfaatan biogas dapat dikatakan layak. Hal ini ditunjukkan dari aspek finansial yakni NPV bernilai positif, nilai net B/C ratio > 1, IRR > dari tingkat suku bunga 12%, Payback Period (PBP) lebih pendek dari umur proyek biogas (1 tahun 3 bulan telah mampu menutupi biaya investasi) dan nilai BEP yang tinggi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, proyek biogas reaktor BIRU mengalami keuntungan dari segi finansial, dan dari aspek nonfinansial yang didasarkan pada aspek teknis dan lingkungan termasuk dalam kategori layak dengan menggunakan skala lima (Skala Likert). Hasil penelitian Sadnyana (2011) dengan judul Efektifitas Pemanfaatan Biogas dalam Penghematan Pengeluaran untuk Energi Rumah Tangga Petani Peternak (Studi Kasus di Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali) menyimpulkan bahwa biogas tidak efektif dalam menghemat pengeluaran untuk energi memasak. Rata – rata biaya pembangunan kubah dan peralatan lainnya yang telah dikonversikan sebagai pengeluaran per bulan setelah menggunakan biogas lebih besar dari pengeluaran per bulan sebelum menngunakan biogas (LPG, Minyak tanah dan kayu bakar).
23
2.8
Kerangka Pemikiran Semakin langkanya sumber energi yang terdapat di bumi ini, mengkibatkan
kurangnya pasokan energi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Adanya kebijakan pemerintah tentang pengembangan energi alternatif, diharapkan mampu menjadi salah satu pilihan untuk mengganti minyak bumi atau gas LPG. Energi alternatif merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui, murah dan mudah disediakan salah satunya adalah biogas.
Biogas merupakan sumber energi
terbarukan sebagai substitusi bahan bakar atau sumber energi konvensional seperti LPG dan kayu bakar. Pemanfaatan biogas sebagai energi memasak untuk keperluan rumah tangga akan memunculkan beberapa permasalahan seperti bagaimana nilai ekonomis penggunaan biogas untuk keperluan rumah tangga dan kendala – kendala apa saja yang dihadapi oleh pengguna biogas dilihat dari aspek teknis, aspek sosial dan lingkungan, serta aspek ekonomi. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai ekonomis penggunaan biogas untuk keperluan rumah tangga dan kendala – kendala yang dihadapi oleh pengguna biogas dilihat dari aspek teknis, aspek sosial dan lingkungan, dan aspek ekonomi. Nilai ekonomis penggunaan biogas untuk keperluan rumah tangga, diukur dari selisih pengeluaran bulan Desember 2013 untuk memasak menggunakan energi biogas dan energi konvensional. Kendala – kendala yang dihadapi dalam penggunaan biogas reaktor BIRU subsidi BLH Kabupaten Badung dilihat dari aspek teknis, aspek sosial dan lingkungan, serta aspek ekonomi yang dianalisis secara deskriptif Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan yang bermanfaat bagi mahasiswa. Disamping itu, mampu memberi manfaat bagi
24
pemerintah untuk menyusun kebijakan dalam mengelola sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan bagi responden untuk bahan pertimbangan memilih bahan bakar alternatif yang terbarukan dan ramah lingkungan. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini.
25
Pemerintah dan Masyarakat
Jumlah Energi Konvensional Semakin Berkurang Energi Alternatif
Pemanfaatan Biogas di Kecamatan Abiansemal
Nilai Ekonomis Penggunaan Biogas
Kendala – Kendala :
1. Pengeluaran Rumah Tangga Menggunakan Biogas
1. Aspek Teknis 2. Aspek Sosial dan Lingkungan
2. Pengeluaran Rumah Tangga Menggunakan Energi Konvensional
3. Aspek Ekonomi
Analisis Deskriptif
Ekonomis/Tidak ekonomis
Kesimpulan
Rekomendasi Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Analisis Ekonomi Pemanfaatan Biogas dalam Penghematan Energi Konvensional untuk Keperluan Rumah Tangga (Studi Kasus di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung).