BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sumber Air Air merupakan salah satu dari ketiga komponen yang membentuk bumi. Bumi dilingkupi air sebanyak 70 %, sedangkan sisanya 30 % berupa daratan. Udara mengandung zat cair atau uap air sebanyak 15 % dari tekanan atmosfer. Hampir semua kegiatan manusia membutuhkan air mulai dari mandi, membersihkan tempat tinggal, makan dan minum sampai kegiatan yang lainnya. (Gabriel, 2001) Secara garis besar air bersumber dari air laut, air tanah dan air hujan. 2.1.1. Air laut Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut sebanyak 3% dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat sebagai air minum. 2.1.2. Air tanah Menurut Riyadi (1984), air tanah terbagi atas tiga yaitu : a. Air tanah dangkal. Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri. Sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia atau garam-garam yang terlarut.
Universitas Sumatera Utara
b. Air tanah dalam . Air tanah dalam terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Untuk memperolehnya harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalam tanah berkisar 100-300 meter. Kualitas air tanah dalam pada umumnya lebih baik dari air dangkal, karena penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri. c. Mata air. Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan air dalam. 2.1.3. Air hujan Air hujan dalam keadaan murni sangat bersih, tetapi karena adanya pengotoran yang disebabkan oleh asap industri dan debu, sehingga air hujan dapat bersifat korosif atau karat. (Riyadi 1984 )
2.2. Pencemaran Air Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 82 tahun 2001 menyebutkan : Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya. Di indonesia, peruntukan badan air atau air sungai menurut kegunaannya ditetapkan oleh gubernur. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 20
Universitas Sumatera Utara
tahun 1990 mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukkannya. Adapun penggolongan air menurut peruntukkannya adalah : - Golongan
A
:
Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
- Golongan
B
:
Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
- Golongan
C
:
Air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
- Golongan
D
:
Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha diperkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air.
Menurut defenisi di atas, bila suatu sumber air yang termasuk dalam golongan B (air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum) mengalami pencemaran yang berasal dari air limbah suatu industri sehingga tidak dapat lagi dimanfaatkan untuk air baku air minum, maka dikatakan sumber air tersebut telah tercemar. (Ricki, 2005) Pencemaran air dapat semakin luas, tergantung dari kemampuan badan air penerima polutan untuk mengurangi kadar polutan secara alami. Apabila kemampuan badan air tersebut rendah dalam mereduksi kadar polutan, maka akan terjadi akumulasi polutan dalam air sehingga badan air akan menjadi tercemar. (Robert dan Roestam, 2005) Menurut Gabriel (2001) akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air adalah : a. Terganggunya kehidupan organisme air. b. Pendangkalan dasar perairan. c. Punahnya biota air seperti ikan.
Universitas Sumatera Utara
d. Menjalarnya wabah penyakit seperti muntaber. e. Banjir akibat tersumbatnya saluran air.
2.3 Sumber Air Limbah Pengertian limbah menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001. Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasi dan jumlahnya baik secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk lain. Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat dipergunakan lagi untuk tujuan semula, baik yang mengandung kotoran manusia atau dari aktifitas dapur dan kamar mandi. Air limbah domestik mengandung lebih dari 90 % cairan. Zat yang terdapat dalam buangan diantaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut dan juga unsur-unsur anorganik serta mikro organisme. Unsur-unsur tersebut memberikan corak kualitas air buangan dalam sifat fisik kimiawi maupun biologi. (Robert dan Roestam, 2005) Tabel 1 Karakteristik kimiawi dari air buangan domestik Konsentrasi
Parameter (mg/l) Kuat
Medium
Lemah
Total Zat Padat (TS)
1200
720
350
- Zat Padat Terlarut (DS)
850
500
250
- Zat Padat Tersuspensi (SS)
350
220
100
BOD 5
400
220
110
TOC
290
160
80
COD
1000
500
250
85
20
20
N Total
Universitas Sumatera Utara
P Total
15
8
4
Cl-
100
50
30
Alkalinitas (CaCO3)
200
100
50
Lemak
150
100
50
Sumber : LPM-ITB 1994 Air limbah industri umumnya terjadi sebagai akibat adanya pemakaian air dalam proses produksi. Di industri fungsi dari air antara lain : a. Sebagai air pendingin. Berfungsi untuk memindahkan panas yang terjadi dari proses industri. b. Untuk mentransportasikan produk atau bahan baku. c. Sebagai air proses , misalnya sebagai umpan boiler pada pabrik minuman. d. Untuk mencuci dan membilas produk atau gedung serta instalasi. Tabel 2 Baku mutu limbah cair industri minyak sawit No
Parameter
Kadar maksimum
Beban pencemaran
(mg/l)
maksimum (kg/ton)
1.
BOD
250
1,5
2.
COD
500
3,0
3.
TSS
300
1,8
4.
Minyak dan lemak
30
0,18
5.
Ammonia Total
20
0,12
6.
pH
6,0-9,0
Sumber : Keputusan Mentri lingkungan hidup No : Kep-51/Men LH/10/1995 Berbeda dengan air limbah rumah tangga, zat yang terkandung didalam air limbah industri sangat bervariasi sesuai dengan pemakaiannya di masing masing
Universitas Sumatera Utara
industri. Oleh sebab itu dampak yang diakibatkan juga bervariasi. Bergantung kepada zat yang terkandung di dalamnya. (Ricki, 2005) Berdasarkan baku mutu limbah cair diperoleh beberapa analisis antara lain : a.
Analisa Biochemical Oxygen Demand (BOD). Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau disebut juga dengan kebutuhan
oksigen biologi adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk mencegah atau mengoksidasi bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan kecilnya sisa oksigen terlarut maka kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan
oksigen
tinggi.
Organisme
hidup
yang
bersifat
aerobik
membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel dan oksidasi sel. Uji BOD dilakukan selama 5 hari pada suhu 20o C kesempurnaannya mencapai 60-70 %. (Achmad, 2004) b.
Total Organic Carbon (TOC). Pengukuran analisis ini dilakukan dengan menggunakan katalis yang dapat
mengoksidasi bahan organik dalam air dengan jalan mengukur Total Organik Karbon. Analisis ini menggunakan peralatan yang lebih sederhana dan tidak menggunakan waktu yang cukup lama. c.
Alkalinitas. Alkalinitas merupakan konsentrasi garam-garam alkali atau basa dalam air
yang dapat diukur dan diterapkan dengan cara titrasi dengan asam. Senyawasenyawa yang menyebabkan alkalinitas adalah senyawa karbonat, bikarbonat,
Universitas Sumatera Utara
hidroksida, fosfat dan silikat. Alkalinitas dapat ditetapkan dengan cara titrasi asam dengan menggunakan indikator Methyl Orange. (Achmad, 2004) d.
Minyak dan Lemak. Minyak dan lemak tidak dapat larut dalam air, melainkan akan mengapung
di atas permukaan air. Oleh karena itu perlu dilakukan penganalisaan limbah yang disebabkan karena adanya minyak dan lemak di dalam air sebelum dibuang langsung ke lingkungan. Adapun maksud dari analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui kadar minyak dan lemak dalam air limbah, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya limbah dibuang langsung ke lingkungan. (Achmad, 2004) e.
Klorida (Cl-). Klorida (Cl-) adalah salah satu senyawa umum yang terdapat pada perairan
alam. Senyawa-senyawa klorida tersebut mengalami proses disosiasi dalam air membentuk ion. Ion klorida pada dasarnya mempunyai pengaruh kecil terhadap sifat-sifat kimia dan biologi perairan. Kation dari garam-garam klorida dalam air terdapat dalam keadaan mudah larut. Ion klorida secara umum tidak membentuk senyawa kompleks yang kuat dengan ion-ion logam. Ion ini juga tidak dapat dioksidasi dalam keadaan normal dan tidak bersifat toksik. Tetapi kelebihan garam klorida dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Oleh karena itu sangat penting dilakukan analisa terhadap Klorida, karena kelebihan klorida dalam air menyebabkan pembentukan noda berwarna
putih di pinggiran badan air.
(Achmad, 2004) f.
Power Hidrogen (pH). Power Hidrogen (pH) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan
derajat keasaman atau kebasaan suatu larutan. Dalam limbah cair pH merupakan
Universitas Sumatera Utara
faktor yang sangat berpengaruh mengingat derajat keasaman dari air akan sangat mempengaruhi aktifitas makhluk hidup di air. (Achmad, 2004)
2.4. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) Pada Air Limbah Menurut Ricki, 2005 Chemical Oxygen Demand (COD), adalah jumlah total Oksigen agar limbah organik yang ada dalam air teroksidasi melalui reaksi kimia. Limbah organik akan dioksidasi oleh K 2 Cr 2 O 7 sebagai sumber oksigen menjadi gas CO 2 dan H 2 O serta sejumlah ion Chrom. Nilai COD atau kebutuhan oksigen kimia merupakan ukuran bagi tingkat pencemaran oleh bahan organik. Air yang telah tercemar limbah organik sebelum reaksi oksidasi berwarna kuning, dan setelah reaksi oksidasi berubah menjadi warna hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap limbah organik seimbang dengan jumlah K 2 Cr 2 O 7 yang digunakan pada reaksi oksidasi. Makin banyak K 2 Cr 2 O 7 yang digunakan pada reaksi oksidasi, berarti semakin banyak oksigen yang diperlukan. Adanya senyawa khlor yang dapat bereaksi dengan kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ), akan mengganggu dalam Pengujian COD. Pengujiam COD dilakukan dengan mengambil contoh, dengan volume tertentu kemudian dipanaskan dengan larutan kalium dikromat dengan kepekatan tertentu, memakai katalis asam sulfat (H 2 SO 4 ) diperlukan waktu 2 jam. Maka kebanyakan zat organik akan teroksidasi, dengan penentuan kalium dikromat yang dipakai, sehingga COD dapat dihitung. Uji COD atau kebutuhan oksigen kimia dikembangkan karena banyaknya zat organik yang tidak mengalami penguraian biologi secara cepat berdasarkan pengujian BOD 5 hari. Tetapi senyawa-senyawa organik ini tetap menurunkan
Universitas Sumatera Utara
kualitas air, sehingga perlu diketahui konsentrasi zat organik dalam limbah setelah masuk kedalam perairan sungai atau danau. (Tresna, 2000) Pembuangan air limbah ke badan air dengan kandungan beban COD dan BOD diatas 200 mg/liter akan menyebabkan turunnya jumlah oksigen didalam air. Kondisi tersebut mempengaruhi biota pada badan air, terutama biota yang hidupnya tergantung pada oksigen terlarut di air. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya potensi yang dapat digali dari sumber daya alam yang telah tercemar COD dan BOD. Pengaruh lain adanya kandungan COD dan BOD dalam air yang melebihi batas waktu 18 jam, akan menyebabkan penguraian (degradasi) secara anaerob, sehingga menimbulkan bau dan kematian ikan di dalam air. (Robert dan Roestam, 2005) Uji coba kebutuhan oksigen kimiawi juga digunakan secara luas sebagai ukuran kekuatan pencemaran dari air limbah domestik maupun sampah industri. Uji coba tersebut direncanakan untuk mengukur oksigen yang dibutuhkan mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat pada sampel limbah. Manfaat untuk uji coba COD atau kebutuhan oksigen kimia ini ialah waktunya yang singkat, kira-kira 3 jam. Ketentuan ini penting untuk menjamin keadaan aerob dalam daerah perairan yang menampung zat-zat pencemar dalam bentuk air limbah, sampah industri dan selokan yang berasal dari instalasi sarana pembenahan. (soemarwoto, 1981). 2.4.1. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen kimiawi dalam air limbah Semua makhluk hidup membutuhkan oksigen, tanpa terkecuali yang hidup di air dan di darat. Ikan di dalam air mendapatkan oksigen dalam bentuk oksigen
Universitas Sumatera Utara
terlarut. Kehidupan di dalam air tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kebutuhan organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air, tergantung pada suhu, tekanan oksigen dalam atmosfer, serta kandungan garam dalam air. Berdasarkan volume oksigen di dalam udara yang bersih dan kering terdapat 20,95%. Pada suhu 20o C dengan tekanan 1 atmosfer diperoleh konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh 9,2 ppm, tetapi bila temperatur naik menjadi 50o C dengan tekanan 1 atmosfer adalah 5,6 ppm. (Robert dan Roestam, 2005) Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi terlarut menurun di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan makhluk hidup. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah karena adanya bahan buangan yang mengkonsumsi oksigen. Bahan buangan tersebut terdiri dari bahan yang mudah dibusukkan atau dipecah oleh bakteri dengan adanya oksigen. Oksigen yang tersedia di dalam air dikonsumsi oleh bakteri memecah bahan buangan. (Achmad, 2004) Zat
organik dalam limbah yang secara umum mewakili bagian yang
mudah menguap dari seluruh padatan yang terdiri dari bahan-bahan Nitrogen, Karbohidrat, lemak dan minyak mineral, bentuknya tidak tetap dan membusuk sambil menghasilkan bau yang tidak sedap. Air limbah yang masih baru, secara relatif berkadar Amonia bebas rendah dan berkadar Nitrogen organik tinggi. Urine dan kotoran manusia mengandung sejumlah Klorida yang diperoleh dari garam yang terdapat di dalam makanan dan minuman, sehingga turut dibuang dalam sampah tubuh. Tubuh manusia
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan 8-15 gram Sodium Khlorida seharinya. Oleh karena itu, air limbah mengandung khlorida yang lebih tinggi. Sumber pencemaran lingkungan juga disebabkan oleh Sulfida. Sulfida merupakan hasil dari pada pembusukan zat-zat organik dan juga akibat dari penurunan kadar belerang. Pembusukan anaerobik dari berbagai zat yang mengandung
belerang
menjadi
Sulfida
menghasilkan
bau
yang
tidak
menyenangkan. Hidrogen Sulfida (H 2 S) juga menyebabkan kerusakan semen dan berkaratnya logam-logam. (Soemarwoto,1981) Hidrogen Sulfida (H 2 S) dalam larutan air melakukan disosiasi sebagai berikut :
H2S
H+
+
HS-
H+
+
S-2
Pada suhu 25 oC dan pH kurang dari 6, sebagian besar H 2 S terlarut dalam bentuk yang tidak berdisosiasi, tetapi pada pH lebih besar dari 7,8 ion bisulfit mulai mendominasi sehingga penurunan Oksigen terlarut dan pengaruh toksik yang disebabkan oleh Hidrogen Sulfida menyebabkan kematian makhluk hidup di air. (Connell and gregori, 1995) 2.4.2. Dampak buruk kebutuhan oksigen kimia yang terlalu rendah Kepekaan Oksigen terlarut yang lebih rendah di dalam massa air menyebabkan pengambilan Oksigen yang rendah oleh makhluk hidup. Akibatnya otot-otot pada makhluk hidup seperti ikan tidak dapat cukup diberi Oksigen untuk melanjutkan pernapasan aerob pada laju optimal. Hal ini menyebabkan ikan dengan cepat memompa oksigen melalui insang. Jika pengambilan oksigen tidak cukup, maka akan menyebabkan kematian makhluk hidup di air. (Connell and gregori, 1995)
Universitas Sumatera Utara
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi mahluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut adalah : a. Gangguan kesehatan. Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan air. Selain itu di dalam air limbah juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang mengkonsumsinya. Menurut Robert dan Roestam (2005), menyatakan faktor yang terkait dengan seberapa jauh pengaruh limbah terhadap kesehatan antara lain : - Daya tahan tubuh. - Jenis limbah dan jumlah dosis yang diterima oleh tubuh - Akumulasi dosis limbah kedalam tubuh - Sifat-sifat racun (toxic) dari limbah terhadap tubuh - Alergi (tubuh sensitif) terhadap limbah dalam bentuk tertentu, seperti bau dan debu. b.
Penurunan kualitas lingkungan. Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan misalnya danau atau
sungai, dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan. Sebagai contoh bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung ke sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yang terlarut didalam sungai tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan didalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu.
Universitas Sumatera Utara
Air limbah yang dapat merembes kedalam air tanah, menyebabkan pencemaran air tanah, maka kualitasnya akan menurun sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai peruntukkannya. c. Gangguan terhadap keindahan. Adakalanya air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Contoh yang sederhana adalah air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan perubahan warna pada badan air. Air limbah yang mengandung bahan yang bila terurai menghasilkan gas-gas yang berbau. Jika air limbah ini mencemari badan air,maka dapat menimbulkan gangguan keindahan pada badan air tersebut. d. Gangguan terhadap kerusakan benda. Adakalanya air limbah mengandung zat yang dapat dikonversi oleh bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H 2 S, gas ini dapat mempercepat proses pengkaratan pada benda yang terbuat dari besi. (Ricki, 2005) Sebagai gambaran, berikut ini disampaikan bahan buangan dan pengaruhnya terhadap kesehatan : -
Amoniak dalam konsentrasi 0,3 ppm dapat mengganggu atau penurunan kandungan oksigen dalam darah.
-
Nitrit mempunyai pengaruh yang dapat mengikat hemoglobin dalam darah dan akan menghambat perjalanan oksigen yang dibutuhkan dalam tubuh manusia.
-
Sulfida mempunyai pengaruh bau dan sifat beracun.
-
Chromium dan Fenol menyebabkan gangguan pada tubuh pada dosis 0,4 0,8 ppm.
Universitas Sumatera Utara
-
Chlorine mempunyai pengaruh dan gangguan terhadap sistem pernapasan dan selaput mata.
-
Alergi yang menyebabkan gangguan tubuh berupa batuk-batuk dan gatal pada paru-paru . (Robert dan Roestam, 2005)
2.5. Manfaat Pengendalian Bagi makhluk hidup di dalam air, manfaat pengendalian lingkungan akan memberikan dampak positif, dimana meningkatnya kehidupan biota air seperti ikan dan tumbuhan air, dikarenakan kecukupan oksigen yang diperoleh makhluk hidup di air. Bagi manusia, manfaat yang dihasilkan oleh pengendalian pencemaran
air
mencakup
perbaikan
kesehatan
penduduk,
dimana
mengembalikan sungai pada sifat pemanfaatannya, sehingga sungai dapat menjadi sumber-sumber penyediaan air untuk keperluan rumah tangga. Manfaat pengendalian lingkungan juga memberikan fasilitas rekreasi yang menarik karena pemeliharaan lingkungan yang bersih dan sehat akan menimbulkan rasa nyaman. (Soemarwoto, 1981)
2.6. Spektrofotometer. Analisis spektrofotometri UV/Visibel merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang telah lama dikenal dan banyak digunakan di berbagai laboratorium. Hampir sebagian besar laboratorium pengujian memiliki peralatan ini mulai dari yang sederhana atau portable yang bisa dibawa ke lapangan hingga yang telah dilengkapi sistem komputer sesuai dengan tujuan analisis dan aplikasi. Spektrofotometer sering digunakan karena mudah dioperasikan, waktu analisis
Universitas Sumatera Utara
relatif cepat, hasilnya memiliki ketelitian cukup memadai dan aplikasinya dapat menjangkau di berbagai bidang analisis. Menurut Dachriyanus (2004), Spektrofotometer UV-Visibel adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultaviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang 400-800 nm. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk memperoleh elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari sampel di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert Beer adalah hukum yang menghubungkan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan sampel. Hukum Lambert Beer biasanya ditulis dengan : A = ε . b . C A = absorban (serapan) ε = koefisien ekstingsi molar M-1 cm-1 b = tebal kuvet (cm) C = konsentrasi (M) Hukum lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang ditentukan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Dalam hukum Lambert-Beer ada beberapa pembatas yaitu , (Sudjadi, 2007) : -
Sinar yang digunakan dianggap kromatis.
Universitas Sumatera Utara
-
Penyerapan terjadi dalam satu volume yang mempunyai penampang luas yang sama.
-
Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap senyawa lain di dalam larutan.
-
Tidak terjadi peristiwa fluoresensi dan fosforesensi. Spektofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spekrum
ultraviolet dan cahaya tampak terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dan jangkauan 200 nm hingga 800 nm. Dalam pemeriksaan ini larutan yang dianalisa harus bening, dimana tidak terdapat kotoran. Pada panjang gelombang 240 nm-280 nm, kesalahan pengukuran tidak boleh ± 0,5. Pada panjang gelombang 280 nm-320 nm, kesalahan pengukuran tidak boleh ± 1 nm. Serta tidak lebih dari ± 2 nm pada panjang gelombang di atas 320 nm. Spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang lebih kecil dari 400 nm menggunakan pelarut yang dianalisis tidak berwarna. Sedangkan spektrofotometer sinar tampak, larutan yang dianalisis memiliki warna. (Depkes RI, 1979) 2.6.1. Hubungan antara panjang gelombang dengan sinar tampak Warna sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombang. Sinar putih mengandung radiasi pada semua panjang gelombang di daerah sinar tampak. Sinar pada panjang gelombang tunggal (radiasi monokromatik) dapat dipilih dari sinar putih. Warna-warna yang dihubungkan dengan panjang gelombang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3 Hubungan antara panjang gelombang dan sinar tampak Panjang Gelombang
Warna Yang Diserap
Warna Yang Diamati /Warna Komplementer
400 – 435 nm
Ungu (lembayung)
Hijau kekuningan
450 – 480 nm
Biru
Kuning
480 – 490 nm
Biru kehijauan
Orange
490 – 500 nm
Hijau kebiruan
Merah
500 – 560 nm
Hijau
Merah anggur
560 – 580 nm
Hijau kekuningan
Ungu (lembayung)
580 – 595 nm
Kuning
Biru
595 – 610 nm
Orange
Biru kekuningan
610 – 750 nm
Merah
Hijau kebiruan
Jika salah satu komponen warna putih dihilangkan dengan absorbsi, maka sinar yang dihasilkan akan nampak sebagai komplemen warna yang diserap. Jadi jika warna biru (450 – 480 nm) dihilangkan dari sinar putih tersebut, maka radiasi yang dihasilkan adalah warna kuning. (Sudjadi, 2007) 2.6.2. Penyerapan sinar ultraviolet dan sinar tampak oleh molekul Penyerapan sinar ultraviolet dan sinar tampak pada umumnya dihasilkan oleh keberadaan elektron-elektron ikatan, akibatnya panjang gelombang pita yang mengabsobsi dapat dihubungkan, yang mungkin ada dalam suatu molekul. Proses penyerapan ultraviolet dan sinar tampak antara lain : 1. Penyerapan oleh transisi ikatan dan elektron anti ikatan (elektron sigma, σ; elektron phi, π; dan elektron yang tidak berikatan atau non bonding elektron, n).
Universitas Sumatera Utara
a. Elektron sigma. Orbital molekul ikatan yang menyebabkan terjadinya ikatan tunggal disebut ikatan sigma. Elektron-elektron yang menempatinya disebut dengan elektron sigma (σ). Distribusi rapat muatan didalam orbital sigma adalah simetris disekeliling poros ikatan, sedangkan pada orbital sigma anti ikatan atau sigma star (σ*) tidak simetris. b. Ikatan phi (π). Dalam molekul organik yang berikatan rangkap, terdapat dua macam orbital molekul, yaitu orbital sigma dan orbital phi. Orbital phi terjadi karena tumpang tindih dua orbital atom p. Distribusi rapat muatan dalam orbital phi adalah sedemikian rupa sehingga sepanjang poros ikatan antara kedua atom terdapat suatu daerah yang disebut dengan daerah nodal. Dimana pada daerah ini rapat muatannya rendah. c. Elektron bukan ikatan (elektron n = non bonding elektron). Disebut non bonding elektron karena elektron tersebut tidak ikut serta dalam pembentukan ikatan kimia dalam suatu molekul. Non bonding elektron biasanya terdapat disekitar atom N, O, S dan halogen. Transisi elektronik yang terjadi diantara tingkat-tingkat energi di dalam suatu molekul ada 4, yaitu transisi sigma-sigma star (σ phi star (n
σ*), transisi n-sigma star (n
π *), dan trasisi phi-phi star (π
σ*), transisi n-
π *). (Sudjadi, 2007)
2. Penyerapan yang melibatkan elektron d dan f. Kebanyakan ion-ion logam transisi menyerap di daerah ultraviolet dan sinar tampak. Untuk seri lantanida dan aktanida, proses absorbsi dihasilkan oleh transisi elektronik elektron 4f dan 5f. Untuk logam-logam golongan transisi pertama dan
Universitas Sumatera Utara
kedua, yang bertanggung jawab terhadap absorbsi adalah elektron-elektron 3d dan 4d.
Penyerapan oleh ion golongan lantanida dan aktinida
menyerap didaerah ultraviolet dan visibel. Pembedaan yang nyata antara pita serapan senyawa organik dengan senyawa anorganik adalah bahwa pita serapan anorganik lebih sempit dan mempunyai karakteristik tertentu, yang mana hanya sedikit terpengaruh oleh ligan yang terikat pada ion logam tertentu. Penyerapan oleh logam transisi pertama dan kedua cenderung menyerap sinar ultraviolet. Penyerapan ini juga dipengaruhi faktor lingkungan kimia. 3. Penyerapan oleh perpindahan muatan, proses perpindahan muatan terejadi karena
kecendrungan
perpindahan
elektron
meningkat
sehingga
dibutuhkan sejumlah kecil energi radiasi, untuk proses perpindahan muatan, dan kompleks yang dihasilkan akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Satu contoh yang dikenal untuk penyerapan perpindahan muatan adalah kompleks besi (III) tiosianat. Penyerapan foton akan menyebabkan perpindahan elektron dari ion tiosianat ke orbital ion besi (II) dan radikal netral tiosianat. Sebagaimana elektron lainnya, elektron akan kembali ke keadan semula dalam waktu yang singkat. Meskipun demikian, disosiasi kompleks tereksitasi dapat terjadi dengan menghasilkan produk-produk oksidasi reduksi fotokimia. Misalnya ion tiosianat adalah contoh pemberi elektron yang lebih baik dibanding ion klorida. Dimana kompleks besi (III) tiosianat terjadi pada daerah visibel dan kompleks besi (III) klorida berada pada daerah ultraviolet. (Sudjadi, 2007)
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Hal - hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometer UV-Visibel Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometer UV-Visibel terutama untuk senyawa yang tidak berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometer visibel karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa berwarna. Hal yang harus diperhatikan antara lain : a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Visibel. Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan mengubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu reaksi selektif dan sensitif, reaksi cepat, dan hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama. b. Waktu operasional (operating time). Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan. c. Pemilihan panjang gelombang. Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
d. Pembuatan kurva baku. Dibuat larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (X). Bila hukum Lambert Beer terpenuhi, maka kurva baku berupa garis lurus harus sering diperiksa ulang. Penyimpangan dari garis lurus biasanya dapat disebabkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, dan reaki ikatan yang terjadi. e. Pembacaan absorbansi sampel dan cuplikan. Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik). (Sudjadi, 2007)
Universitas Sumatera Utara