BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bahan Ajar Bahan ajar merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang
memegang peranan penting dalam proses pembelajaran (Depdiknas, 2006). Menurut National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency Based Training dalam pengembangan bahan ajar (2009), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Penggunaan bahan ajar dalam proses pembelajaran memiliki fungsi sebagai berikut: a. Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi yang seharusnya diajarkan kepada siswa. b. Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran sekaligus substansi kompetensi yang seharusnya dikuasainya. c. Alat evaluasi pencapaian dan penguasaan hasil pembelajaran yang telah dilakukan.
7
8
Menurut jenisnya bahan ajar terdapat empat jenis kelompok yaitu: a. Bahan ajar cetak Handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto atau gambar, model atau maket. b. Bahan ajar dengar (audio) Kaset atau piringan hitam atau compact disk, dan radio. c. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) Video atau film, orang atau nara sumber pakar bidang studi. d. Bahan ajar interaktif Diskusi, lingkungan atau pelajaran diluar kelas, praktek dari sebuah materi tertentu (Depdiknas, 2008). Bahan ajar memiliki peranan penting dalam upaya merealisasikan pembelajaran yang optimal. Buku merupakan salah satu bahan ajar utama yang sering digunakan guru maupun siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, buku diharapkan dapat mendukung terlaksananya proses pembelajaran, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Berdasarkan dalam panduan pengembangan bahan ajar (Depdiknas, 2008) dijelaskan prinsip-prinsip pembuatan bahan ajar, yaitu: a. Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk memahami yang abstrak. Siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep tertentu apabila penjelasan dimulai dari yang mudah atau sesuatu yang kongkret, sesuatu yang nyata ada di lingkungan mereka.
9
b. Pengulangan
akan
memperkuat
pemahaman.
Dalam
pembelajaran,
pengulangan sangat diperlukan agar siswa lebih memahami suatu konsep. c. Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman siswa. Jangan memberikan respon yang sekedarnya atas hasil kerja siswa. d. Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar. Seorang siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih berhasil dalam belajar. e. Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian tertentu. Pembelajaran adalah suatu proses yang bertahap dan berkelanjutan. Untuk mencapai suatu standar kompetensi yang tinggi, perlu dibuatkan tujuan-tujuan antara. f. Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong siswa untuk terus mencapai tujuan. Bahan ajar disebut juga dengan materi pembelajaran. Kriteria pokok dalam pemilihan materi pembelajaran adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal ini menunjukkan bahwa materi pembelajaran yang dipilih hendaknya berisi materi pembelajaran yang benar-benar menunjang pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dengan kata lain, pemilihan materi pembelajaran haruslah mengacu atau merujuk pada standar kompetensi.
10
Secara garis besar langkah-langkah pengembangan materi pembelajaran meliputi: a. Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan atau rujukan pengembangan materi pembelajaran. b. Mengidentifikasi jenis materi pembelajaran. c. Memilih materi pembelajaran yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. d. Memilih sumber materi pembelajaran dan selanjutnya mengemas materi pembelajaran tersebut. Terdapat beberapa jenis pengembangan materi pembelajaran, yaitu penyusunan, pengadaptasian, pengadopsian, penerjemahan, dan perevisian. a. Penyusunan Penyusunan merupakan proses pembuatan materi pembelajaran yang dilihat dari segi hak cipta milik asli penyusun. Proses penyusunan itu dimulai dari identifikasi seluruh SK dan KD, menurunkan KD ke dalam indikator, mengidentifikasi jenis isi materi pembelajaran, mencari sumber-sumber materi pembelajaran, sampai menjadi naskah. Wujudnya dapat berupa modul, lembar kerja, buku, e-book, diktat, handout, dan sebagainya. b. Pengadaptasian Pengadaptasian adalah proses pengembangan materi pembelajaran yang didasarkan atas materi pembelajaran yang sudah ada, baik dari modul, lembar kerja, buku, e-book, diktat, handout, CD, film, dan sebagainya menjadi materi
11
pembelajaran yang berbeda dengan karya yang diadaptasi. Misalnya, materi pembelajaran IPA diadaptasi dari buku teks pelajaran IPA yang telah beredar di pasar (toko buku) yang disesuaikan dengan kepentingan mengajar guru. Penyesuaian itu dapat didasarkan atas SK dan KD, tingkat kesulitan, atau tingkat keluasan. Materi pembelajaran yang baru dibuat diwujudkan ke dalam bentuk modul. c. Pengadopsian Pengadopsian adalah proses mengembangkan materi pembelajaran melalui cara mengambil gagasan atau bentuk dari suatu karya yang sudah ada sebelumnya. Misalnya, guru mengadopsi gagasan atau bentuk model buku pelajaran IPA yang telah dikembangkan oleh Pusat Perbukuan Depdiknas menjadi materi pembelajaran IPA yang baru, baik ke dalam wujud modul, lembar kerja, buku, e-book, diktat, handout, dan sebagainya. d. Perevisian Perevisian adalah proses mengembangkan materi pembelajaran melalui cara memperbaiki karya yang sudah ada sebelumnya. Misalnya, seorang guru IPA telah menulis buku pelajaran IPA yang dikembangkan dari Kurikulum 1994, dikarenakan kurikulum itu tidak berlaku lagi sehingga buku pelajaran IPA tersebut tidak relevan lagi. Guru tersebut kemudian memperbaikinya berdasarkan standar isi yang sekarang digunakan. e. Penerjemahan Penerjemahan merupakan proses pengalihan bahasa suatu buku dari yang awalnya berbahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya ada buku
12
berjudul ”Science Interaction” yang dipandang cocok untuk pembelajaran IPA. Buku tersebut berbahasa Inggris, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen Depdiknas, 2004).
2.2
Buku Teks Salah satu bentuk pengemasan materi pembelajaran adalah dalam bentuk
buku teks atau buku pelajaran. Menurut Echols dan Sadely (1995), istilah buku teks atau buku pelajaran merupakan terjemahan dari kata textbook dalam bahasa Inggris. Buku teks merupakan salah satu sarana pembelajaran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran siswa di sekolah dan di rumah. Buku teks pelajaran dapat memberikan berbagai informasi dan pengetahuan. Oleh karena itu buku pelajaran yang bermutu merupakan suatu kebutuhan mutlak. Berikut ini beberapa pengertian buku teks menurut para ahli (Tarigan dan Tarigan, 2009): a. Menurut Hall Quest (1915), buku teks adalah rekaman pikiran rasial yang disusun untuk maksud dan tujuan instruksional b. Menurut Lange (1940), buku teks adalah buku standar atau buku setiap cabang khusus studi dan dapat terdiri atas dua tipe, yaitu buku pokok/utama dan suplemen/tambahan c. Menurut Bacon (1935), buku teks adalah buku yang dirancang untuk penggunaan di kelas, dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar
13
atau para ahli dalam bidang itu dan dilengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi. d. Menurut Buckingham (1958), buku teks adalah sarana belajar yang biasa digunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran. Berdasarkan pengertian yang disajikan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu yang merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang tertentu untuk maksud dan tujuan instruksional, yang dilengkapi dengan sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang program pengajaran. Menurut Pusat Perbukuan (2003), buku teks atau buku pelajaran merupakan salah satu sumber pengetahuan bagi siswa di sekolah yang merupakan sarana yang sangat menunjang proses kegiatan belajar mengajar. Buku teks memiliki fungsi yang sangat penting dalam bidang pendidikan. Buku teks memiliki beberapa fungsi, diantaranya (Tarigan dan Tarigan, 2009): a. Mencerminkan suatu sudut pandangan. b. Menyediakan suatu sumber yang teratur rapi dan bertahap. c. Menyajikan pokok masalah yang kaya dan serasi. d. Menyediakan aneka metode dan sarana pengajaran. e. Menyajikan fiksasi awal bagi tugas dan pelatihan. f. Menyajikan sumber bahan evaluasi dan remedial.
14
Bahan ajar cetak seperti buku disebut memiliki kualitas yang baik jika memiliki kelayakan isi, penyajian materi, bahasa atau keterbacaan dan grafika yang baik (BSNP, 2009).
2.3 Metode Analisis Buku Teks Menurut Supriadi (2000) penilaian buku pelajaran meliputi aspek mutu isi buku, kesesuaian dengan kurikulum, bahasa yang digunakan, penyajian, keterbacaan, grafika, dan keamanan buku. Sedangkan menurut BSNP, untuk mengevaluasi suatu buku meliputi aspek kesesuaian isi dengan kurikulum, penyajian materi, keterbacaan, dan grafika.
2.3.1
Kesesuaian Isi dengan Kurikulum Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, bahan pelajaran, dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional, kesesuaian dengan kekhasan kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan, dan siswa (BSNP, 2006). Perkembangan kurikulum akan mempengaruhi kegiatan pembelajaran termasuk pola dan susunan materi pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik. Materi yang disusun dalam sebuah bahan ajar harus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tertuang dalam kurikulum, sehingga indikator keberhasilan siswa dapat tercapai secara maksimal. Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi aspek-aspek kebutuhan kompetensi yang harus dipelajari atau dikuasai siswa. Aspek tersebut
15
perlu ditentukan, karena setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Pengembangan materi pembelajaran dalam sebuah bahan ajar harus relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan dalam sebuah kurikulum. Selain itu konsistensi dan kecukupan materi juga harus diperhatikan dan dipertimbangkan dengan baik. Dengan demikian materi yang dikembangkan baik dalam sebuah buku teks maupun bahan ajar lainnya dapat memberikan dukungan terhadap berhasilnya pencapaian standar kompetensi yang harus dicapai siswa. Prinsip dasar dalam menentukan materi pembelajaran dalam sebuah bahan ajar (Depdiknas, 2008) yaitu: a.
Relevansi artinya kesesuaian. Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan pencapaian kompetensi dasar. Jika kemampuan yang diharapkan dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi yang lain.
b.
Konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik ada empat macam, maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam.
c.
Adequacy artinya kecukupan. Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit maka kurang membantu tercapainya standar kompetensi
16
dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak maka akan mengakibatkan
keterlambatan
dalam
pencapaian
target
kurikulum
(pencapaian keseluruhan SK dan KD). Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta tercapainya indikator dan tujuan pembelajaran. 2. Penyajian Materi Penyajian materi merupakan cara atau sistem yang ditempuh agar buku yang disusun menarik perhatian, mudah dipahami, dan dapat membangkitkan semangat siswa. Aspek penyajian materi ini merupakan aspek tersendiri yang harus diperhatikan dalam buku pelajaran yang diantaranya berkenaan dengan tujuan pembelajaran, latihan, soal, dan materi pengayaan (Mudzakir A. S, 2010). 3. Grafika Komponen kegrafikaan ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen atau indikator berikut (BSNP, 2007), yaitu ukuran/format buku; desain bagian kulit atau luar buku; desain bagian isi yang berhubungan dengan tipografi tulisan seperti pemisahan antar paragraf, ukuran tulisan, penempatan unsur tata letak (judul, subjudul, teks, gambar, keterangan gambar, nomor halaman), warna yang digunakan, serta penggunaan variasi huruf (tebal, miring, kapital); kualitas kertas; kualitas cetakan; dan kualitas jilidan .
17
4. Keterbacaan Keterbacaan (readability) merupakan kata turunan yang dibentuk oleh bentuk dasar readable, artinya dapat dibaca atau terbaca. Menurut McLaughin dalam Suherli, dkk (2006) bahwa keterbacaan berkaitan dengan pemahaman karena bacaannya itu memiliki daya tarik tersendiri yang memungkinkan pembacanya terus tenggelam dalam bacaan. Gilliland juga menyimpulkan bahwa keterbacaan berkaitan dengan tiga hal, yakni kemudahan, kemenarikan, dan keterpahaman. •
Kemudahan membaca berhubungan dengan bentuk tulisan, yaitu tata huruf (tipografi) seperti besar huruf, lebar spasi, serta kejelasan tulisan (bentuk dan ukuran tulisan).
•
Kemenarikan berhubungan dengan minat pembaca, kepadatan ide pada bacaan, dan keindahan gaya tulisan, yang berkaitan dengan aspek penyajian materi.
•
Keterpahaman berhubungan dengan karakteristik kata dan kalimat, seperti panjang-pendeknya dan frekuensi penggunaan kata atau kalimat, bangun kalimat, dan susunan paragraf. Hal ini berhubungan dengan bahasa. (Suherli, dkk: 2006)
Aspek keterbacaan berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa (kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana), bentuk tulisan atau tipografi, lebar spasi, serta aspek-aspek
grafika
lainnya.
Buku
teks
pelajaran
hendaknya
mampu
menyampaikan bahan ajar dalam bahasa yang baik dan benar (Depdiknas, 2003). Selanjutnya, Klare dalam Suherli (2006) menyatakan bahwa bacaan yang memiliki tingkat keterbacaan yang baik akan mempengaruhi pembacanya dalam meningkatkan minat belajar dan daya ingat, menambah kecepatan dan efisiensi membaca, dan memelihara kebiasaan membacanya. Menurut McNeill, et.al.; Singer dan Donlan, pada dasarnya tingkat keterbacaan dapat ditentukan melalui
18
dua cara, yaitu melalui rumus atau formula keterbacaan dan melalui respons pembaca. Gilliland menyebutkan lima cara mengukur tingkat keterbacaan, yaitu penilaian subjektif, tanya jawab, formula keterbacaan, grafik dan Carta, dan teknik cloze. Penilaian subjektif dilakukan oleh sejumlah orang tertentu seperti guru, pustakawan, editor, dan kelompok pembaca berdasarkan pengamatan atas isi, pola, kosakata, format dan pengorganisasian suatu bacaan. Oleh karena sifatnya subjektif, keabsahan hasil penilaiannya bergantung pada kehandalan para penilai. Jika penilai memiliki pengetahuan yang memadai tentang aspek-aspek keterbacaan, maka hasil penilaian biasanya memiliki validitas yang baik. Pengukuran keterbacaan berdasarkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan dan pertanyaan bacaan merupakan pengukuran yang realistis. Pengukuran jenis ini dianggap akan memperoleh hasil pengukuran yang paling sesuai, karena dilakukan secara langsung kepada siswa sebagai pemakainya.
2.4
Tabel Periodik Unsur-unsur yang sudah ditemukan perlu dikelompokkan agar mudah
dipahami dan dipelajari. Awalnya unsur-unsur dikelompokkan berdasarkan kemiripan sifat. Selanjutnya, pengelompokan didasarkan atas kenaikan massa atom dan kemiripan sifat. Hal ini membawa pada pengelompokan unsur-unsur ke dalam suatu sistem periodik, yang selanjutnya berkembang pada sistem periodik modern. Pengelompokan pada sistem periodik modern berdasarkan kenaikan nomor atom dan kemiripan sifat. Sistem periodik modern memberikan kemudahan dalam mempelajari unsur. Oleh karena itu, siswa harus mempelajari sistem
19
periodik dengan baik dan mengetahui segala informasi yang ada di dalamnya sehingga dapat menggunakannya dengan mudah. 2.4.1 •
Perkembangan Tabel Periodik Hukum oktav Newlands Pada tahun 1864 kimiawan Inggris John Newlands memperhatikan bahwa
jika unsur-unsur disusun menurut massa atom, maka setiap unsur ke-delapan memiliki sifat-sifat yang mirip. Newlands menyebut hubungan yang istimewa ini sebagai hukum oktaf. Akan tetapi, karya Newlands ini tidak diterima oleh masyarakat ilmiah. •
Sistem Periodik Mendeleev Penggolongan yang disusun Mendeleev lebih baik jika dibandingkan
dengan yang disusun oleh Newlands karena disebabkan dua hal, pertama, ia menggolongkan unsur-unsur dengan lebih tepat menurut sifat-sifatnya. Selain itu yang sama pentingnya yaitu adanya kemungkinan meramal sifat-sifat beberapa unsur yang belum ditemukan. Misalnya, Mendeleev mengusulkan adanya unsur yang belum ditemukan yang disebutnya eka-aluminium. (Eka adalah istilah Sansekerta artinya “pertama”, jadi eka-aluminium adalah unsur pertama di bawah alumiun dalam golongan yang sama). Ketika galium ditemukan 4 tahun kemudian sifat-sifatnya sangat mirip dengan sifat-sifat eka-aluminium. Kedua, tabel periodik yang dikemukakan mendeleev ini memiliki ketidakkonsistenan, yaitu urutan unsur tidak selalu dengan massa atomnya (Raymond Chang: 2003).
20
2.4.2
Sistem Periodik Modern Sistem periodik modern mengelompokan unsur-unsur berdasarkan
kenaikan nomor atom (Z) yang merupakan ciri khas untuk setiap unsur. Pengelompokkan ini ternyata juga sesuai dengan konfigurasi elektron dari setiap atom. Dari sistem periodik modern, tampak bahwa penyusunan unsur-unsur berdasarkan kenaikan nomor atom dan kemiripan sifat, menghasilkan keteraturan pengulangan sifat berupa periode (baris) dan kemiripan sifat berupa golongan (kolom). Kemiripan sifat dari unsur-unsur dalam golongan yang sama, terkait dengan konfigurasi elektronnya. Unsur-unsur tersebut ternyata mempunyai jumlah elektron valensi yang sama. Hubungan konfigurasi elektron dengan letak unsur dalam sistem periodik modern adalah sebagai berikut: •
Unsur-unsur dalam periode yang sama mempunyai jumlah kulit elektron yang sama. Jumlah kulit dinyatatakan dengan bilangan kuantum n (n = 1, 2, 3, …). Nomor periode menyatakan jumlah kulit (bilangan kuantum n).
•
Unsur-unsur dalam golongan yang sama mempunyai jumlah elektron valensi yang sama. Nomor golongan menyatakan jumlah elektron valensi Beberapa istilah khusus diberikan untuk golongan yang terdapat dalam
tabel periodik: •
Golongan IA (kecuali H) terdiri dari unsur-unsur logam yang sangat reaktif dan disebut juga logam alkali.
•
Golongan IIA terdiri dari unsur-unsur logam yang juga sangat reaktif meski kereaktifannya di bawah logam alkali. Golongan ini disebut juga logam alkali tanah
21
•
Unsur-unsur yang terletak pada golongan-golongan B, yaitu golongan IIIB sampai IIB (golongan3 sampai golongan 12) disebut unsur transisi.
•
Golongan VIIA teridiri dari unsur-unsur non-logam yang sangat reaktif, dan disebut juga halogen.
•
Golongan VIIIA tediri dari unsur-unsur non-logam yang tidak reaktif dan disebut juga gas mulia. Tidak istilah khusus untuk golongan IIIA sampai VIA.
2.4.3
Sifat Periodik Pengelompokan unsur-unsur dalam sistem periodik modern menghasilkan
golongan yang memuat unsur-unsur dengan sifat yang mirip, serta periode di mana terjadi pengulangan sifat secara berkala atau periodik. Sifat-sifat unsur yang berhubungan dengan letak unsur dalam tabel periodik ini disebut sifat periodik. Salah satu sifat periodik adalah sifat atomik. Sifat atomik yaitu sifat yang berhubungan langsung dengan struktur atomnya. Sifat-sifat ini yaitu jari-jari atom, energi ionisasi, afinitas elektron, dan keelektronegatifan. 1) Jari-jari Atom Jari-jari atom adalah jarak dari inti atom sampai kulit terluar. a. Dalam satu periode jari-jari atom berkurang dari kiri ke kanan karena muatan inti bertambah positif sementara elektron-elektron yang jumlahnya bertambah masih menempati kulit yang sama. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik menarik inti terhadap elektron semakin kuat sehingga jari-jari atom semakin kecil.
22
b. Dalam satu golongan jari-jari atom bertambah dari atas ke bawah karena meskipun muatan inti bertambah positif tetapi jumlah kulit atom semakin banyak. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik menarik inti terhadap elektron semakin lemah sehingga jari-jari atom bertambah besar. 2) Energi Ionisasi Energi ionisasi adalah energi yang dibutuhkan untuk memindahkan satu elektron terluar dari atom atau ion dalam fase gas. Ada tiga faktor yang mempengaruhi besarnya energi ionisasi atom: a. Jari-jari atom. Semakin besar jari-jari atom, semakin kecil energi ionisasi. b. Muatan inti positif. Semakin besar muatan inti, semakin besar energi ionisasi. c. Jumlah elektron di kulit dalam. Semakin banyak jumlah elektron di kulit dalam, semakin kecil energi ionisasi. Hal ini dikarenakan elektron di kulit dalam akan mengurangi gaya tarik-menarik inti terhadap elektron terluar. Secara umum, keteraturan energi ionisasi dalam sistem periodik adalah sebagai berikut: a.
Dalam satu periode energi ionisasi bertambah dari kiri ke kanan karena muatan inti bertambah positif dan nilai jari-jari atom berkurang. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik menarik inti terhadap elektron semakin kuat sehingga energi ionisasi semakin bertambah.
b.
Dalam satu golongan energi ionisasi berkurang dari atas ke bawah karena meskipun muatan inti bertambah positif, tetapi jari-jari atom bertambah
23
besar. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik menarik inti terhadap elektron semakin lemah sehingga energi ionisasi semakin berkurang. 3) Afinitas Elektron Afinitas elektron adalah energi yang terlibat jika suatu atom atau ion dalam fase gas menerima satu elektron membentuk ion negatif. Energi yang terlibat dapat berupa pelepasan energi (AE negatif) atau penyerapan energi (AE positif). Pelepasan energi berarti ion negatif yang terbentuk akan memiliki
energi lebih rendah sehingga bersifat lebih stabil. Sebaliknya,
penyerapan energi berarti ion negatif yang terbentuk akan memiliki energi yang lebih tinggi sehingga bersifat kurang stabil. Keteraturan afinitas elektron dari unsur-unsur dalam sistem periodik adalah: a. Dalam satu periode afinitas elektron cenderung bertambah dari kiri ke kanan karena muatan inti bertambah positif dan jari-jari atom berkurang. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik menarik inti terhadap elektron yang ditambahkan akan semakin kuat sehingga afinitas elektron semakin bertambah. b. Dalam satu golongan afinitas elektron cenderung berkurang dari atas ke bawah karena meskipun muatan inti bertambah positif, tetapi jumlah elektron di kulit dalam semakin banyak. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik menarik inti terhadap elektron yang ditambahkan semakin lemah sehingga afinitas elektron semakin berkurang.
24
4) Keelektronegatifan Keelektronegatifan adalah suatu ukuran kemampuan atom untuk menarik elektron dalam suatu ikatan kimia. Semakin besar keelektronegatifan suatu atom, semakin besar kecenderunganya untuk menarik elektron dari atom lain yang terikat secara kimiawi dengan atom tersebut. Kecenderungan keelektronegatifan dalam tabel periodik adalah sebagai berikut: a. Dalam satu periode keelektronegatifan bertambah dari kiri ke kanan karena muatan inti bertambah positif dan jari-jari atom berkurang. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik menarik inti terhadap elektron semakin kuat sehingga kemampuan atom untuk menarik elektron menjadi semakin besar. b. Dalam satu golongan keelektronegatifan berkurang dari atas ke bawah karena meskipun muatan inti bertambah positif, tetapi jumlah elektron di kulit dalam semakin banyak. Akibatnya, jari-jari atom bertambah besar dan kemampuan inti untuk menarik elektron menjadi lemah. (Johari dan Rachmawati, 2007).